BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum tersebut terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum tersebut terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Negara hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari enam puluh sembilan tahun lamanya. Kualifikasi sebagai negara hukum tersebut terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar Dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara dikatakan Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat). Selanjutnya di bawahnya dijelaskan, Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Konsep tersebut lebih dipertegas melalui amandemen keempat dan dimasukkan ke dalam batang tubuh konstitusi, yaitu Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan. Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), ditulis Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Prinsip yang dimuat di atas mengandung arti bahwa kekuasaan tertinggi di dalam negara Indonesia adalah hukum yang dibuat oleh rakyat melalui wakil-wakilnya. Dalam praktik ketatanegaraan, sistem pemerintahan negara atau cara penyelenggaraan negara memerlukan kekuasaan, tetapi kekuasaan tersebut dibatasi oleh hukum. 2 1 Satjipto Rahardjo, 2009, Negara Hukum Yang Membahagiakan Rakyatnya, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm Azhary, 1995, Negara Hukum Indonesia, UI Press, Jakarta, hlm. 145.

2 2 Dalam konteks politik hukum jelas bahwa hukum merupakan alat yang bekerja dalam sistem hukum tertentu untuk mencapai tujuan negara atau citacita masyarakat Indonesia. Pada umumnya dikatakan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Di luar rumusan yang populer dan biasanya disebut sebagai tujuan bangsa itu, tujuan Negara Indonesia secara definitif tertuang di dalam alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yang meliputi: 3 1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 2. Memajukan kesejahteraan umum; 3. Mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 4. Mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tujuan negara tersebut harus diraih oleh negara sebagai organisasi tertinggi bangsa Indonesia yang penyelenggaraannya didasarkan pada lima dasar negara (Pancasila) yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. 4 Untuk mewujudkan tujuan negara tersebut salah satu faktor pendukungnya adalah aspek pertahanan. Pertahanan merupakan salah satu fungsi yang melekat pada negara dan merupakan salah satu fungsi awal yang telah ada sejak berdirinya negara. 3 Moh. Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm Ibid.

3 3 Pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam kehidupan bernegara, yaitu dalam menjamin kelangsungan hidup negara khususnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tanpa kemampuan mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari dalam negeri, Negara Indonesia tidak akan dapat mempertahankan eksistensinya yang diperlukan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Tahun Pertahanan negara memiliki tujuan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan dan keutuhan wilayah bangsa Indonesia dari segala bentuk ancaman. Di Indonesia salah satu alat negara yang dapat memberikan perlindungan terhadap keutuhan bangsa, kedaulatan rakyat dan perlindungan terhadap warga negara dari segala ancaman dan mempunyai peran dan tugas penting dalam rangka penyelenggaraan sistem pertahanan negara adalah militer, dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia. Hal tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 30 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945, bahwa Tentara Nasional Indonesia terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara. 5 Militer sebagai manusia tidak lepas dari pelanggaran hukum bahkan kadang-kadang melakukan tindak pidana. Tidak sedikit anggota militer diproses atas tindak pidana yang dilakukannya ke pengadilan. Pada dasarnya militer juga merupakan sebagai Warga Negara Republik Indonesia. Militer 5 Lihat Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Kedua.

4 4 bukan merupakan kelas tersendiri, karena setiap anggota militer adalah juga sebagai anggota masyarakat biasa, sehingga bagi militer yang melakukan tindak pidana akan diperlakukan sama seperti halnya warga negara yang melakukan tindak pidana. Hal tersebut sebagaimana yang diamanatkan dalam Konstitusi Negara Indonesia mengatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945). Dengan demikian, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menjalankan pemerintahan tidak boleh ada warga negara yang mempunyai keistimewaan, termasuk militer. Semua warga negara harus tunduk dan patuh kepada keputusan hukum dan diperlakukan sama apabila melakukan pelanggaran norma-norma hukum atau tindak pidana sebagaimana yang telah dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. Tindak pidana yang dilakukan oleh militer dan mendapat perhatian dari masyarakat dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah penembakan di Lapas Cebongan yang terjadi pada 23 Maret 2013, oleh sekelompok anggota militer Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) yang mengakibatkan empat orang tahanan tewas. 6 Putusan Pengadilan Militer II-11Yogyakarta yang dibacakan pada hari Kamis, 05 September 2013 oleh hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, menyatakan bahwa Serda Ucok beserta 2 orang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bersama-sama melakukan pembunuhan berencana 6 Luthvi Febrika Nola, Proses Hukum Terhadap Penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, April pdf, diakses 16 Januari 2015.

5 5 sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta memutuskan dalam Putusan Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta Nomor : 46-K/PM II- 11/AD/VI/2013 Tahun 2013, Ucok Tigor Simbolon CS 2 Orang/Serda/ , memidana para terdakwa dengan menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa-1 Serda Ucok Tigor Simbolon dengan pidana penjara selama 11 tahun dikurangi masa penahanan dan dipecat dari dinas militer, Terdakwa-2 Serda Sugeng Sumaryanto dengan pidana penjara selama 8 tahun dikurangi masa penahanan dan dipecat dari dinas militer, Terdakwa-3 Koptu Kodik dengan pidana penjara selama 6 tahun penjara dikurangi masa penahanan dan dipecat dari dinas militer. 7 Tindak pidana yang dilakukan oleh militer tidak berhenti di situ saja. Terdapat kasus tindak pidana lainnya yang melibatkan anggota militer, diantaranya tindak pidana turut serta melakukan perzinahan yang dilakukan oleh Pratu Ahmad Jayadi. Majelis hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta memutuskan bahwa Ahmad Jayadi secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan perzinahan dalam Pasal 284 ayat (1) ke-2 huruf a KUHP. Majelis hakim Pengadilan Militer II-11 Yoryakarta dalam putusannya Nomor: PUT/ 18 - K/PM II-11/AU/III/ Direktorat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, /pdf, diakses 7 Maret 2015.

6 6 memidana terdakwa dengan pidana pokok penjara selama 6 bulan dan pidana tambahan dipecat dari militer. 8 Tindak pidana berikutnya dilakukan oleh Kopda M. Amin Rumakur, yaitu melakukan tindak pidana membantu melakukan penyelundupan manusia sebagaimana diatur dan diancam dengan pidana menurut Pasal 120 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Jo Pasal 56 ke-1 KUHP. Dalam putusannya hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta Nomor: 49-K/PM.II-11/AD/V/2012 tanggal 5 Desember 2012 menyatakan bahwa terdakwa M. Amin Rumakur, Kopda NRP terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membantu melakukan penyelundupan manusia, sehingga hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta memidana terdakwa dengan pidana pokok penjara selama 5 (lima) tahun, menetapkan selama terdakwa menjalani penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan dan denda Rp ,- (lima ratus juta rupiah) subsidair kurungan 3 (tiga) bulan serta pidana tambahan dipecat dari dinas militer. 9 Berdasarkan uraian fakta kasus dan putusan pengadilan militer di atas terkait tindak pidana yang dilakukan oleh anggota militer, ada hal menarik jika diperhatikan terkait tindak pidana dan pidana yang dijatuhkan oleh hakim pengadilan militer. Dalam kasus penembakan terhadap 4 tahanan Lapas 8 Direktorat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, /pdf, diakses 7 Maret Direktorat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, 8/pdf, diakses 7 Maret 2015.

7 7 Cebongan dan tindak pidana turut serta melakukan perzinahan oleh Pratu Ahmad Jayadi serta tindak pidana membantu melakukan penyelundupan manusia oleh Kopda M. Amin Rumakur, hakim menyatakan bahwa terhadap ketiga kasus tersebut secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Hukum Pidana Umum (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Selain itu juga, majelis hakim militer dalam putusannya menjatuhkan pidana pemecatan terhadap anggota militer pelaku tindak pidana umum. Padahal dalam ketentuan KUHP yang mengatur tentang tindak pidana umum khususnya dalam ketentuan Pasal 10 KUHP tidak mengenal pidana pemecatan, bahkan dalam rumusan pasal yang dilanggar sebagaimana yang diputus oleh hakim militer baik pada kasus penembakan yang terjadi di Lapas Cebongan, tindak pidana turut serta melakukan perzinahan oleh Pratu Ahmad Jayadi maupun tindak pidana membantu melakukan penyelundupan manusia oleh Kopda M. Amin Rumakur tidak ada satupun menyebutkan jenis pidana pemecatan di dalamnya. Penjatuhan pidana pemecatan oleh hakim militer terhadap pelaku tindak pidana umum menimbulkan persoalan. Masalah yang muncul ketika militer melakukan tindak pidana umum sebagaimana yang diatur dalam hukum pidana umum (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dijatuhi pidana yang tidak diatur sama sekali di dalam KUHP. Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anggota militer seharusnya memperhatikan ketentuan Pasal 10 KUHP yang menjadi aturan

8 8 dasar dalam penjatuhan pidana pelaku tindak pidana umum. Terkait persoalan di atas, perlu dikaji secara mendalam sehingga mampu memberikan suatu gambaran mengenai landasan pemikiran yang digunakan oleh hakim dalam menjatuhkan pidana pemecatan terhadap militer pelaku tindak pidana umum. Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana yang dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk mengkajinya dalam penelitian tesis yang berjudul PENJATUHAN PIDANA PEMECATAN TERHADAP MILITER PELAKU TINDAK PIDANA UMUM. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagi berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan pidana pemecatan terhadap militer yang melakukan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini? 2. Apa landasan pemikiran yang digunakan oleh hakim peradilan militer dalam menjatuhkan pidana pemecatan terhadap militer yang melakukan tindak pidana umum? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Obyektif a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menganalisis, menelaah, dan memahami pengaturan pidana pemecatan terhadap militer yang

9 9 melakukan tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan selama ini. b. Mengetahui, menganalisis, menelaah, dan memahami landasan pemikiran yang digunakan oleh hakim peradilan militer dalam menjatuhkan pidana pemecatan terhadap militer yang melakukan tindak pidana umum. 2. Tujuan Subyektif Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka penyusunan tesis sebagai syarat akademis untuk memperoleh gelas Master Hukum (M.H.) pada Program Magister Ilmu Hukum, Klaster Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan, lebih khusus bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya politik hukum pidana berkaitan dengan penjatuhan pidana pemecatan terhadap militer pelaku tindak pidana umum. 2. Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para hakim militer dalam menerapkan hukum atau sebagai bahan masukan hakim militer khususnya terkait dengan dasar pertimbangan hakim militer

10 10 dalam menjatuhkan pidana pemecatan terhadap militer pelaku tindak pidana umum. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pembentuk undang-undang dalam menetapkan dan merumuskan hukum pidana militer dalam perundangundangan sebagai bahan penyempurnaan atau penyusunan kembali ketentuan pidana pemecatan di masa yang akan datang dalam rangka pembaharuan hukum pidana militer (KUHPM) di Indonesia. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta maupun penelusuran melalui internet terdapat beberapa karya tulis baik berupa skripsi maupun tesis yang berkaitan dengan hukum pidana militer. Beberapa karya tulis ilmiah tersebut adalah : 1. Karya tulis ilmiah dengan judul Politik Penegakan Hukum Pidana Militer Dalam Peradilan Militer. Karya tulis ini merupakan tesis yang dibuat pada tahun 2014 oleh Zulkarnain Baso Hakim, Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 10 Adapun tujuan penelitian hukum tersebut yaitu, untuk mengetahui, menganalisis dan menjelaskan alasan-alasan yang menyebabkan belum dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer dan kelanjutan arah politik hukum pidana yang 10 Zulkarnain Baso Hakim, 2014, Politik Penegakan Hukum Pidana Militer Dalam Peradilan Militer, Tesis, Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

11 11 tercantum di dalam Tap MPR No. VII/MPR/2000 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia serta pengaturan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang melibatkan militer di masa yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan yaitu: (1) Alasan-alasan yang menyebabkan belum dilakukannya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer yaitu pertama, selalu munculnya deadlock atau jalan buntu dalam pembahasan RUU peradilan militer, yang dimaksud disini adalah tidak adanya titik temu antara pemerintah dan DPR dalam hal penentuan yuridiksi peradilan militer itu sendiri dan kedua, pemerintah tetap tegas pada posisi awal dan tidak mau berkompromi agar peradilan militer berwenang mengadili setiap tindak pidana (tindak pidana umum dan tindak pidana militer) yang dilakukan oleh militer. (2) Paradigma reformasi dan arah politik hukum pidana yang tercantum di dalam Tap MPR No. VII/MPR/2000 dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia berjalan ditempat. (3) Pengaturan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang melibatkan militer di masa yang akan datang yaitu yuridiksi peradilan militer bagi kalangan militer dimasa yang akan datang tidak lagi didasarkan pada subyek pelaku melainkan dilihat dari jenis tindak pidana atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh militer tersebut, tindak pidana militer harus dititikberatkan pada tindak pidana militer saja, dan peranan komandan sebagai Ankum dan Papera tidak boleh dikesampingkan dalam proses penyelesaian

12 12 perkara pidana di peradilan militer serta penyidikan dan persidangan bagi militer dalam proses peradilan umum dibuat perpaduan antara unsur polisi militer dan unsur kepolisian. 2. Karya tulis ilmiah dengan judul Kebijakan Legislatif Mengenai Hukum Pidana Militer Di Indonesia. Karya tulis ini merupakan tesis yang dibuat pada tahun 2003 oleh Supriyadi, Program Studi Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang. 11 Adapun tujuan penelitian hukum tersebut yaitu, untuk mengetahui ide dasar yang melatarbelakangi adanya perlakuan khusus mengenai hukum pidana terhadap anggota militer dan kebijakan legislatif mengenai hukum pidana militer dirumuskan dalam hukum positif di Indonesia saat ini serta sebaiknya kebijakan legislatif dalam merumuskan hukum pidana militer di masa mendatang. Berdasarkan penelitian diperoleh kesimpulan yaitu: (1) Pada prinsipnya ide dasar yang melatarbelakangi adanya perlakuan khusus mengenai hukum pidana bagi anggota militer dilandasi beberapa pokok pemikiran. Pertama, adanya tugas khusus yang menjadi tanggung jawab anggota militer dalam suatu negara dan kekhususan-kekhususan yang melekat pada kehidupan militer.kedua, kecenderungan dunia internasional yang memasukan hukum (pidana) militer sebagai bagian dari tata hukum negara yang bersangkutan. Ketiga, hukum pidana militer merupakan hukum pidana khusus yang telah dikenal dan diakui dalam lapangan hukum pidana; (2) Kebijakan legislatif mengenai hukum pidana militer 11 Supriyadi (a), 2003, Kebijakan Legislatif Mengenai Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Tesis, Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro, Semarang.

13 13 dalam hukum positif di Indonesia saat ini diatur dalam Kitab Undang- Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Ruang lingkup tindak pidana dalam KUHPM dapat diklasifikasikan menjadi tindak pidana militer murni dan tindak pidana campuran; (3) kebijakan legislatif mengenai hukum pidana militer di Indonesia yang akan datang adalah terpisah dari hukum pidana umum. 3. Karya tulis ilmiah dengan judul Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Perzinahan yang dilakukan Prajurit TNI Di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Karya tulis ini merupakan skripsi yang dibuat pada tahun 2008 oleh Tera Kumalasari, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 12 Adapun penelitian hukum tersebut bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji permasalahan mengenai penyelesaian perkara tindak pidana perzinahan yang dilakukan prajurit TNI di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dan pelaksanaan hukuman administrasi/hukum disiplin terhadap pelanggar tindak pidana perzinahan yang dilakukan oleh anggota TNI serta hambatan dan permasalahan dalam penyelesaian perkara perzinahan. Berdasarkan penelitian diperoleh kesimpulan yaitu : (1) Penyelesaian perkara tindak pidana perzinahan di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta. Pada dasarnya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari suami/istri yang dirugikan, karena perzinahan merupakan delik aduan yaitu pasal 284 KUHP. Bagi prajurit TNI yang melakukan perzinahan berlaku ketentuan tersebut. Dalam persidangan perkara perzinahan 12 Tera Kumalasari, 2008, Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Perzinahan yang dilakukan Prajurit TNI Di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

14 14 berdasarkan pertimbangan hakim dalam putusan pengadilan, terdakwa yang telah melanggar ketentuan pasal 284 ayat (1) ke-2a KUHP oleh hakim Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan dan dipecat dari dinas kemiliteran; (2) Dalam hal pelaksanaan sanksi disiplin/administrasi bagi pelanggar yang telah melakukan tindak pidana perzinahan, terpidana disamping dikenakan sanksi pidana penjara juga diproses, dalam hal ini pemecatan atau sanksi administrasi lainnya; (3) Hambatan atau permasalahan penyelesaian perkara perzinahan apabila adanya pencabutan pengaduan sehingga perkara tersebut dikembalikan kepada atasannya atau Papera (Perwira Penyerah Perkara) untuk diproses hukuman pemecatan atau hukuman lainnya. Berdasarkan uraian beberapa karya tulis ilmiah di atas meskipun terdapat beberapa karya tulis ilmiah yang mengkaji tentang hukum pidana militer, namun penelitian ini memiliki obyek penelitian yang berbeda. Penelitian yang dilakukan oleh penulis secara khusus mengkaji penjatuhan pidana pemecatan terhadap militer pelaku tindak pidana umum dan yang menjadi fokus penelitian hukum ini yaitu tentang landasan pemikiran hakim militer dalam menjatuhkan pidana pemecatan terhadap militer pelaku tindak pidana umum. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini memiliki perbedaan-perbedaan dengan penelitian terdahulu atau penulisan karya ilmiah sebelumnya.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dalam tahap pembahasannya. Alasan pertama selalu munculnya deadlock

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: dalam tahap pembahasannya. Alasan pertama selalu munculnya deadlock 121 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang diuraikan sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Alasan di balik belum direvisinya Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya tindak pidana yang terjadi di Indonesia tentu menimbulkan keresahan serta rasa tidak aman pada masyarakat. Tindak pidana yang terjadi di Indonesia juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan cita-cita pembaharuan hukum. Pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan cita-cita pembaharuan hukum. Pernyataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dengan cita-cita pembaharuan hukum. Pernyataan kemerdekaan tersebut

Lebih terperinci

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-undang Dasar 1945 Pasal 25A Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif

BAB I PENDAHULUAN. kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan paling sempurna. Dalam suatu kelompok masyarakat, baik di kota maupun di desa, baik yang masih primitif maupun yang sudah modern

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum

I. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga

I. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan

Lebih terperinci

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)

PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang khas dalam struktur kenegaraan. Sebagai tulang punggung pertahanan negara, institusi

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 257) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *

SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno * SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI Sugeng Sutrisno * Ketidak puasan dalam menerima putusan adalah hal yang biasa bagi pencari keadilan namun

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER I. UMUM Tentara Nasional Indonesia merupakan bagian tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk mendukung dan mempertahankan kesatuan, persatuan dan kedaulatan sebuah negara. Seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat sebagai TNI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari rakyat Indonesia, lahir dan berjuang bersama rakyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer.

BAB I PENDAHULUAN. pemberian sanksi atas perbuatan pidana yang dilakukan tersebut. 1. pidana khusus adalah Hukum Pidana Militer. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pidana merupakan suatu bagian dari tatanan hukum yang berlaku di suatu negara yang berisikan perbuatan yang dilarang atau tindakan pidana itu sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam tata urutan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Dasar 1945. Undang- Undang dasar 1945 hasil

Lebih terperinci

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima : 29 September 2014; disetujui : 13 Oktober 2014 Indonesia adalah negara yang berdasar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, K E T E T A P A N MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR VII/MPR/2000 TENTANG PERAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PERAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1

BAB I PENDAHULUAN. penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan. kita mampu untuk mengatur diri sendiri. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pergerakan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari belenggu penjajahan mencapai puncaknya dengan di Proklamasikan Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal

Lebih terperinci

PEMECATAN PRAJURIT TNI

PEMECATAN PRAJURIT TNI PEMECATAN PRAJURIT TNI Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan hakim juga bukan Putusan Tuhan, namun Hakim yang manusia tersebut adalah wakil Tuhan di dunia dalam memberikan Putusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 30 ayat (3) yaitu tentang Pertahanan dan Keamanan, Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut,

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang

BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI. mengenai fungsi, tugas dan tanggungjawab mereka sebagai anggota TNI yang BAB II TINDAK PIDANA DESERSI YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana militer yang paling banyak dilakukan oleh anggota TNI, padahal anggota TNI sudah mengetahui mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 112/PUU-XIII/2015 Hukuman Mati Untuk Pelaku Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Pungki Harmoko II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 111/PUU-XIV/2016 Pengenaan Pidana Bagi PNS Yang Sengaja Memalsu Buku-Buku atau Daftar-Daftar Untuk Pemeriksaan Administrasi I. PEMOHON dr. Sterren Silas Samberi. II.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Reformasi tahun 1998 membawa perubahan mendasar terhadap konstitusi Republik Indonesia. Amandemen UUD 1945 sebanyak empat kali (1999-2002) berdampak pada perubahan perundang-undangan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata kehidupan bangsa yang sejahtera,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum 1, hal tersebut dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga kedaulatan Negara yang bertugas untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan keamanan serta kedaulatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum

I. PENDAHULUAN. masing-masing wilayah negara, contohnya di Indonesia. Indonesia memiliki Hukum I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pidana denda merupakan salah satu jenis pidana yang telah lama diterima dan diterapkan dalam sistem hukum di berbagai negara dan bangsa di dunia. Akan tetapi, pengaturan

Lebih terperinci

PENGADILAN MILITER II-08 J A K A R T A P U T U S A N NOMOR : 257/K/PM II-08/AD/X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer II-08 Jakarta yang bersidang di Jakarta dalam

Lebih terperinci

KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB DAN HUKUMAN MATI

KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB DAN HUKUMAN MATI KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB DAN HUKUMAN MATI Nama : Shinta Nur Atikah NIM : 11.11.4761 Kelompok : C Jurusan : S1-TI Nama Dosen : Drs. Tahajudin Sudibyo STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012 ABSTRAK Pancasila

Lebih terperinci

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial di mana manusia selalu ingin berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Di dalam suatu

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif I. PEMOHON Drs. H.M. Bambang Sukarno, yang selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon II. KEWENANGAN

Lebih terperinci

Pancasila Sebagai Dasar Negara (dalam hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945)

Pancasila Sebagai Dasar Negara (dalam hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945) Mata Kuliah Pancasila Modul ke: Pancasila Sebagai Dasar Negara (dalam hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945) Fakultas EKONOMI DAN BISNIS Panti Rahayu, SH, MH Program Studi MANAJEMEN Pancasila Sebagai Dasar2

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 Perubahan Ketiga. Menurut Penjelasan Umum Undang- Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat dipertanyakan. Bagaimana. hambatan dari hal-hal yang dapat menggangu kinerja hukum.

I. PENDAHULUAN. menjadi penyeimbang dalam kehidupan bermasyarakat dipertanyakan. Bagaimana. hambatan dari hal-hal yang dapat menggangu kinerja hukum. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini proses penegakan hukum di dalam masyarakat kembali menjadi topik yang sangat hangat untuk dibicarakan, keberadaan hukum yang seharusnya menjadi

Lebih terperinci

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI

PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI 1 PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil II-09 Bandung Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan Hakim juga bukan Putusan Tuhan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan diangkat oleh pejabat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar,

I. PENDAHULUAN. Orang hanya menganggap bahwa yang terpenting bagi militer adalah disiplin. Ini tentu benar, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara manapun di dunia ini, militer merupakan organ yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap Negara, salah satu penopang kedaulatan suatu Negara ada pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama itu menyebabkan adanya interaksi atau hubungan satu sama lain.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3703) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 53-K / PM I-07 / AD / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 53-K / PM I-07 / AD / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 53-K / PM I-07 / AD / VII / 2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan, yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH Copyright (C) 2000 BPHN UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *14124 UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANGGOTA KOPASSUS

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANGGOTA KOPASSUS TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANGGOTA KOPASSUS Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Oleh: DINA MARMIATI

Lebih terperinci

URGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA. Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H.

URGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA. Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H. URGENSI PERADILAN TATA USAHA MILITER DI INDONESIA Oleh: Kapten Chk Sator Sapan Bungin, S.H. 1. Pendahuluan. Pengadilan Tata Usaha Militer yang sering disingkat dengan istilah PTUM merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang 337 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Terjadinya Ketidakmandirian Secara Filosofis, Normatif Dalam Sistem Peradilan Militer Peradilan militer merupakan salah satu sistem peradilan negara yang keberadaannya

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah Negara hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari tujuh puluh tahun lamanya. Kualifikasinya sebagai Negara hukum pada tahun 1945 terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan internasional, baik dari aspek geografis maupun potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia, mengakibatkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGADILAN MILITER II-08 J A K A R T A P U T U S A N Nomor : 26-K/PM II-08/AD/II/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer II-08 Jakarta yang bersidang di Jakarta dalam

Lebih terperinci

PENGADILAN MILITER II-08 J A K A R T A P U T U S A N NOMOR : 249/K/PM II-08/AD/X/2012 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer II-08 Jakarta yang bersidang di Jakarta dalam

Lebih terperinci

MATERI UUD NRI TAHUN 1945

MATERI UUD NRI TAHUN 1945 B A B VIII MATERI UUD NRI TAHUN 1945 A. Pengertian dan Pembagian UUD 1945 Hukum dasar ialah peraturan hukum yang menjadi dasar berlakunya seluruh peraturan perundangan dalam suatu Negara. Hukum dasar merupakan

Lebih terperinci

KAJIANTENTANGANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PERKARA KONEKSITAS MENURUT KUHAP 1 Oleh : Arwin Syamsuddin 2

KAJIANTENTANGANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PERKARA KONEKSITAS MENURUT KUHAP 1 Oleh : Arwin Syamsuddin 2 KAJIANTENTANGANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DALAM PERKARA KONEKSITAS MENURUT KUHAP 1 Oleh : Arwin Syamsuddin 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana proses

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental

Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Bab III Berkomitmen terhadap Pokok Kaidah Negara Fundamental Sumber: http://www.leimena.org/id/page/v/654/membumikan-pancasila-di-bumi-pancasila. Gambar 3.1 Tekad Kuat Mempertahankan Pancasila Kalian telah

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 07-K / PM I-07 / AD / I / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN, yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 yang menjujung tingi hak dan kewajiban bagi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang secara geografis sangat luas wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah sepatutnya Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan

BAB I PENDAHULUAN. jadwal yang telah ditetapkan oleh penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan Umum (pemilu) merupakan salah satu bentuk ditegakkannya demokrasi di Indonesia. Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali sesuai dengan jadwal yang

Lebih terperinci

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA 1. PENDAHULUAN Fakta dalam praktek peradilan pidana sering ditemukan pengadilan menjatuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 menegaskan bahwa cita-cita Negara Indonesia ialah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kedaulatan, keutuhan, dan keselamatan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 33 - K/PM I-07/AD/ VI / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 33 - K/PM I-07/AD/ VI / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 B A L I K P A P A N P U T U S A N Nomor : 33 - K/PM I-07/AD/ VI / 2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan bahwa Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah menyatakan dirinya sebagai Negara hukum, sesuai dengan pernyataan yang ada dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan modus-modus kejahatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini modus kejahatan semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Dalam perkembangannya kita dihadapkan untuk bisa lebih maju dan lebih siap dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup) merupakan bagian dari pidana pokok dalam jenis-jenis pidana sebagaimana diatur pada Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E

BAB I PENDAHULUAN. Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E Pelaksanaan peradilan tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota TNI ( studi kasus di pengadilan militer II 11 Yogyakarta ) Oleh : Baskoro Adi Nugroho NIM. E.0004107 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Tentara Nasional Indonesia

Lebih terperinci