PENGEMBANGAN BUKU AJAR DAN MEDIA PEMBELAJARAN TEMATIK BAHASA RUPA TRADISIONAL BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH DI KAWASAN KONSERVASI CAGAR BUDAYA
|
|
- Sukarno Hartanto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENGEMBANGAN BUKU AJAR DAN MEDIA PEMBELAJARAN TEMATIK BAHASA RUPA TRADISIONAL BAGI SISWA SEKOLAH MENENGAH DI KAWASAN KONSERVASI CAGAR BUDAYA Rudi Irawanto Universitas Negeri Malang ABSTRAK Bahasa rupa tradisonal yang lazim terdapat pada karya relief candi, hiasan pada tempat-tempat ibadah atau pada struktur ornamentatif atribut pada seni pertunjukan tradisional. Pada perkembangannya bahasa rupa meliputi struktur visual, sistem perlambangan yang digunakan, dan karakter pencitraan yang diungkapkan. Pada praktiknya pemahaman terhadap struktur bahasa rupa tradisonal tidak berjalan dengan baik, karena sistem bahasa rupa yang diajar di sekolah-sekolah formal lebih banyak berkiblat pada struktur bahasa rupa modern yang bertitik tolak dari konsep estetika Barat. Pemahaman terhadap terhadap kearifan tradisional yang salah satunya diungkapkan dalam struktur bahasa rupa tradisional perlu diangkat kembali. Prototype buku ajar tematik yang diperuntukkan bagi siswa sekolah menengah. Buku ajar tersebut terdiri dari 2 bagian utama, yaitu bagian penjelasan tentang sejarah kebudayaan nusantara dan bagian pembacaan bahasa rupa tradisional. Kata kunci: buku ajar, bahasa rupa Bahasa rupa merupakan struktur pencitraan dalam satu sistem visual. Bahasa rupa diturunkan dari pemahaman masyarakat pendukungnya terhadap citra-citra visual dua maupuan tiga dimensional dan pemahaman terhadap konsep-konsep estetika yang menjadi titik tolak sistem pencitraan yang dilakukannya. Pada beberapa kasus bahasa rupa merupakan manifestasi kearifan lokal dalam bentuk citra-citra visual. Bahasa rupa menjadi sarana pembelajaran moral dan sistem etika pertama yang diajarkan kepada generasi yag lebih muda, sebelum manusia mengenal sistem bahasa tulis ataupun bahasa verbal. Pada perkembangannya sistem bahasa rupa tradisional, seperti yang tercantum di relief candi, banyak ditinggalkan. Kondisi tersebut lebih bayak disebabkan terdapatnya kesenjangan pengetahuan tentang sistem bahasa rupa tradisional dengan sistem bahasa rupa modern. Bahasa rupa modern yag diturunkan dari konsep estetika Barat (Yunani) tidak memberikan ruang yag cukup untuk
2 melakukan apresiasi filosofis ataupun penasiran kreatif. Bahasa rupa modern mengandalkan sistem moment opname, satu moment gambar statis yang bermakna tunggal. Pada bahasa rupa tradisonal memuat lebih dari satu makna tunggal sehingga memberikan ruang postif untuk pegembangan kreatifitas dan kearifan lokal. Pengajaran bahasa rupa tradisonal yag disusun secara tematis bagi siswa sekolah menengah diharapkan mampu mengelimiasi kesenjangan pemahaman terhadap bahasa rupa tradisonal dengan bahasa rupa modern. Pemahaman terhadap bahasa rupa tradisional khususnya di wilayah konservasi budaya akan memberikan penyadaran kepada para siswa terhadap kekayaan budaya rupa yang ada disekitarnya. Kondisi tersebut diharapkan mampu membangkitkan semangat kebangsaan dalam konteks penyadaran budaya di level sekolah menengah. Bahasa rupa dibangun dari penyadaran masyarakat terhadap pencitraan visual di lingkungannya. Bahasa rupa menjadi mediator pembelajaran terhadap logika, etika, maupun estika dari masyarakat pendukungnya. Bahasa rupa dalam segala perwujudannya dapat dilihat sebagai sarana ekspresi diri yang di dalamnya merangkum pemahaman kosmologi dan sistem budaya masyarakatnya (Tabrani, 1991). Pemahaman terhadap bahasa rupa menjadi sarana untuk memahami pola fikir masyarakat. Pada tataran awal bahasa rupa ditampilkan dengan cara yang sederhana yang dan bersifat fisik semata-mata, tetapi pada perkembangan selanjutnya bahasa rupa menampilkan konsep-konsep yang lebih rumit dan abstrak. Relief pada candi beserta elemen estetis yang menyertai merupakan salah satu bentuk bahasa rupa tradisional yang membutuhkan pengetahuan khusus untuk membaca dan mencermatik makna-makna visual yang tergambar pada tiap-tiap panil. Bahasa rupa tradisional ditampilkan sebagai atribut visual yang simbolis. Fenomena tersebut dapat ditelusuri dari relief pada candi, ornamen pada tempat ibadah ataupun pada perangkat seni visual, misalnya pada wayang atau tata busana pada seni tari tradisonal. Simbolisme dalam bahasa rupa tradisional merupakan media transformatif pengajaran kearifan lokal dalam bentuk gambar dua maupun tiga dimensional. Pemahaman terhadap bahasa rupa tradisional memudahkan dalam
3 memahami sistem nilai budaya yang menjadi dasar dalam penggambaran citra-citra visual tersebut. Bahasa rupa tradisional tidak semata-mata memaparkan citra-citra fisik secara dua ataupun tiga dimensioal tetapi juga berperan sebagai ruang ekspresi simbolis. Pemaparan konsep-konsep kosmologi ataupun relegiusitas diungkapkan melalui simbol-simbol harafiah. Visualisasi konsep-konsep yang berhubungan dengan kosmologis ataupun relegisitas yang rumit diwujudkan dalam bentuk yang beragam. Keberagaman ungkapan simbolisme dalam bahasa rupa tradisional diantaranya dipengaruhi oleh perkembangan relegiusitas masyarakat pendukungnya. Pada intinya simbol-simbol yang berkonotasi sakral senantiasa memiliki korelasi dengan ontologi dan kosmologi serta berkaitan dengan konsep-konsep dalam estetika dan moralitas (Geertz, 1995:51). Nilai-nilai simbolis yang dibawa dalam bahasa rupa berhubungan dengan adat atau kepercayaan tertentu. Karakter warna, stilasi ornamentasi, pencitraan objek-objek visual hingga elemen-elemen pendukung citra-citra visual senantiasa sarat dengan makna-makna simbolis. Pada konteks ini keberadaan bahasa rupa menjadi bagian yang berhubungan dengan kaidah-kaidah budaya visual (visual culture). Bahasa rupa dapat dipandang dalam 2 pendekatan, yaitu melihat bahasa rupa sebagi proses transformatif budaya rupa dan memposisikan bahasa rupa sebagai proses pemberdayaan budaya rupa itu sendiri (Sachari, 2007: 18). Keberadaan bahasa rupa sebagai bagian dalam proses transformasi, menempatkan bahasa rupa, khususunya bahasa rupa tradisonal, sebagai bagain dalam proses perkembangan kebudayaan secara umum. Penggayaan dalam bahasa rupa, baik dalam skala stilatif maupun deformatif, dipandang sebagai luaran dari proses konstruksi budaya tengah terus berubah. Keberadaan gaya visual dalam bahasa rupa tradisional dapat dilihat sebagai bagian dari proses pemberdayaan nilai-nilai budaya. Pada dimensi kesejarahan bahasa rupa dapat dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap kerumitan budaya verbal yang tidak membumi, utamanya dalam konteks pembelajaran moral dan etika. Budaya rupa mampu melahirkan tafsir-tafsir budaya yang tidak sematamata berangkat dari sesuatu kasat mata, tetapi mampu menterjemahkan kosep moral yang rumit dalam bentuk yang terpapar secara sederhana. Bahasa rupa sebagai
4 bagian dari budaya visual melihat nilai-nilai budaya sebagai sesuatu yang dapat ditelusuri dari produk budaya yang tampak dipermukaan (Primadi, 1995). Penampilan bahasa rupa dalam perkembangannya mengalami proses penggayaan ataupun perusakan (stilatif dan deformatif) sebagai salah satu tahap dalam proses pencitraan visual. Ragam hias pada candi, ornamentasi pada seni tradisional hingga hiasan pada tempat-tempat sakral pada umumnya tidak tergambar secara realis. Pemahaman terhadap konsep kosmologis ataupun relegiusitas lainnya, dapat mempermudah pemahaman terhadap bahasa rupa tradisional tersebut. Karakter bahasa rupa tradisonal yang diungkapkan dalam visualisasi bahasa rupa pada relief candi ataupun pada elemen seni pertunjukan tradisional diasumsikan mampu mencitrakan inklusiftas nilai-nilai budaya secara lebih arif sehingga transfer nilai-nilai dapat terjadi secara simultan. Penelitian ini bertujuan menciptakan pola-pola atau rambu-rambu bahasa rupa tradisinal sehingga mampu diaplikasikan kepada para siswa sekolah menengah pertama agar proses alineniasasi budaya antara gerenasi tua dan generasi yang lebih muda tidak terlampau jauh. Buku ajar dan media pembelajaran tematik menjadi salah satu media yang dinilai efektif untuk meragkum dimensi nilai-nilai budaya yang rumit dalam wujud visual yang lebih atraktif dan lebih sederhana. Bahasa Rupa Tradisional Bahasa rupa tradisional merupakan ekspresi masyarakat pendukungnya. Penggunaan citra-citra visual yang terpapar dalam berbagai bentuk, menyiratkan upaya para perupa tradisonal yang tidak hanya sekadar menampilkan sesuatu yang tersurat, tetapi berupaya menampilkan atribut-atribut yang tersirat (simbolis). Simbol menjadi salah satu kunci dalam memahami citra-citra visual pada bahasa rupa tradisional. Simbol sebagian besar berbentuk kata-kata, disamping berbentuk lukisan, bunyi-bunyian musik, peralatan mekanis atau objek alamiah (Geertz, 1992:56). Keindahan yang muncul dalam bahasa rupa tradisional dilahirkan dari perhitungan-perhitungan yang sifatnya pralogis. Pada kondisi tersebut peran mitologi menjadi penting. Cassier (1990:39) melihat bahwa mitologi tidak sekadar persoalan takhayul dan khayalan, karena mitologi memiliki bentuk yang konseptual
5 dan sistematis, tetapi tidak memungkinkan mengupas struktur mitologi secara rasional. Mitologi (mite) terletak diantara simbol dan tanda. Berkenaan dengan simbol dan tanda Ahimsa-putra (1997) mengungkapkan bahwa simbol merupakan sesuatu yang bermakna referensial. Simbol mengacup pada pengertian yang lain, sedangkan tanda tidak mengacu pada sesuatu. Tanda tidak bermakna, tetapi memiliki nilai. Nilai dalam tanda masih tergantung pada konteks, sedangkan simbol tetap bermakna walaupun konteksnya tidak ada. Menurut Pierce (dalam Van Zoest, 1992:8-9) simbol merupakan bagian dari tanda. Simbol terbentuk dari hubungan tanda dengan acuannya. Hubungan tanda dan acuannya memiliki 3 prinsip. Pertama hubungan tanda dengan acuannya yang didasarkan pada kemiripan, tanda tersebut disebut ikon. Kedua, hubungan tersebut terjalin karena kedekatan eksistensi tanda tersebut, tanda ini disebut indeks. Ketiga, hubungan tersebut terbentuk secara konvensional. Tanda ini disebut simbol. Pada bidang semiotika, yaitu studi tentang tanda dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, Charles Sanders Pierce merupakan salah satu tokoh semiotik disamping Ferdinand de Sausure. Pierce membangun semiotika berdasarkan hukum-hukum dalam logika, sementara Saussure membangun semiotika dari liguistik. Teori-teori Pierce tentang tanda lebih bersifat umum, sehingga dapat diterapkan pada segala jenis tanda. Sementara Saussure banyak meminjam istilah-istilah dari liguistik. Pembacaan tanda-tanda visual pada umumnya kesulitan bila menggunakan pendekatan yang dikembangkan oleh Pierce maupun Saussure. Semiotika visual merupakan salah satu upaya mentransfer semiotika dalam bahasa visual, sehingga pembacaan tanda-tanda visual relatif lebih mudah. Pembacaan terhadap fenomena visual dalama kaca mata semiotika visual dapat dilihat dalam 3 klasifikasi yaitu dimensi sintaktik, semantik, dan pagmatik Konsep-konsep dalam semiotika visual (visual semiotic), dapat dijadikan pijakan untuk menganalisis sistem pertandaan dalam karya-karya visual secara lebih jeli, termasuk didalamnya karya ragam hias adati. Semiotika visual merupakan pengembangan lebih lanjut dari ilmu semiotika yang telah dikembang Pierce dan Saussure. Pembacaan tanda dalam semiotika visual diturunkan dalam konsep yang dikembang Roland Barthes yang memilah-milah wacana naratif dalam serangkaian fragmen ringkas yang beruntun yang disebut leksia-leksia (Budiman,
6 2003:53). Leksia-leksia tersebut yang membawa berbagai kemungkinan makna alam suatu wacana. Kode-kode pembacaan dalam semiotika visual lebih jauh dikembang oleh Hawkess yang membagi pembacaan tanda-tanda visual dalam 5 kode. Kode-kode tersebut meliputi kode hermeneutik, kode semik, kode simbolik, kode proairetik, dan kode kultural. Tiap-tiap leksia dapat dimasukkan ke dalam salah satu kode tersebut, sehingga makna yang tersirat dapat diungkap. Simbol pada Bahasa Rupa Tradisional Pemahaman tentang simbol dan tanda pada umumnya dikembalikan pada teori-teori dalam semiotika. Simbol dipandang sebagai bentuk tanda yang maknanya dibangun secara konvensional. Simbol-simbol memiliki makna referensial. Referensi makna tersebut mengacu pada kesepakatan dalam komunitas tersebut. Simbol burung dalam ragam hias memiliki makna pelepasan dalam wujud persatuan antara manusia dan Tuhan. Makna tersebut dibangun dan hanya berlaku dalam komunitas tertentu. Penyodoran simbol-simbol merupakan upaya manusia untuk belajar menerima sikap, nilai dan rasa hati yang disesuaikan dengan lingkungan sosial tertentu. Peran simbol dalam tautan ini merujuk pada konsep yang diberikan Geertz, yang meletakkan simbol sebagai bentuk yang terkait dengan agama (kepercayaan). Geertz melihat agama sebagai sistem simbol (1992:4). Referensi makna simbol dalam religi menurut Geertz diangkat dari konsepkonsep dalam religi tersebut. Geertz pada bagian lain memberikan contoh bahwa matra psikologis dapat diabstraksi secara teoritis dari peristiwa-peristiwa tertentu sebagai totalitas-totalitas empiris, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat perbedaan antara realitas empiris dengan realitas simbolis. Pendapat dari Geertz dikaitkan dengan pendapat Pierce memberikan penjelasan bahwa simbol-simbol dapat diabstraksi pada konteks yang berbeda. Sistem simbol pada dasarnya menyediakan semacam pola atau cetakan, dengan demikian proses-proses yang berada diluar sistem tersebut tetap dapat diberi bentuk-bentuk tertentu. Penggunaan pola-pola tersebut pada gilirannya dapat memberikan pengertian teoritis terhadap realitas yang sedang dihadapi.
7 Berangkat dari paparan Geertz tersebut dapat digunakan untuk melihat bentuk-bentuk bahasa rupa sebagai suatu sistem simbol yang memiliki kedekatan makna dengan simbol-simbol religius. Bahasa rupa tradisional merupakan abstraksi simbolis dari objek-objek real. Simbolisasi dalam bahasa rupa tradisional merujuk pada pemahaman masyarakat pendukungnya terhadap objek-objek real disekitarnya. Bahasa Rupa pada Candi Bahasa Rupa pada candi merupakan reperesentasi sistem simbol yang dianut pada masyarakat pada kurun waktu tersebut. Sistem simbol tersebut diturunkan dari kaidah kaidah dalam relegi yang mereka anut. Sistem simbol tersebut berkaitan dengan cara membaca tanda dan mengkaitkannya dengan referensi atau realitas yang ada. Gambar merupakan perwujudan atau representasi realitas.pada senirupa tradisional representasi realitas tidak diwujudkan dalam satu matra, tetapi berbentuk multi matra. Gambar dalam pemahaman tradisional merupakan ungkapan fikiran atau gagasan melalui media visual yang tidak terbatas pada satu waktu tunggal. Gambar tidak difungsikan sebagai manivestasi ruang 3 dimensi dalam ungkapan 2 dimensi, tetapi merupakan medium visualisasi gagasan. Ungkapan dalam relief candi merupakan cerita yang telah dipahami terlebih dahulu. Fungsi releif adalah memperkuat tutur verbal yang telah disampaikan terlebih dahulu. Fungsi relief lebih kepada fungsi-fungsi ilustratif. Fung-fungsi tersebut berperan seperti ilustrasi pada cerita pendek, yang perannya memperkuat cerita yang telah disajikan Gambar Relief pada candi jago
8 Relief di beberapa candi lazimnya dibaca mengikuti arah jarum jam dalam istilah jawa kuno disebut dengan mapradaksina, yang artinya Timur. Pembacaan relief tersebut tampak pada Candi Borobudur. Kasus pada candi Jago relief dibaca berlawanan dengan jarum jam atau disebut prasawya. Lazimnya pembacaan relief dimulai dari gambar di pintu masuk candi dan mengikuti arah jarum jam. Pola pembacaan relief ini berbeda dengan pola pembacaan gambar modern yang menempatkan objek secara tunggal. Candi Jago atau Jajagu memiliki 3 karakter relief yang b erbeda. Setiap cerita yang berbeda di pahatkan pada tingkat atau lantai yang berbeda. Pada lantai 1 bercerita tentang cerita Tantri, yang merupakan cerita fabel atau binatang. Pada latai dua berisi tentang cerita Kunjarakarna dan ajaran-ajaran Hindu dan Budha. Gambar Relief cerita Tantri Kamandaka pada candi Jago Struktur Bahasa Rupa pada Releif Bahasa rupa pada candi memiliki beberapa pola yang khas. Pola pola tersebut berbeda dengan bahasa rupa pada seni lukis Barat. Pola penggambaran pada candi memiliki beberapa kecenderungan yang tidak sama dengan pola lukisan
9 Barat. Pola gambar relief terdiri dari 3 komponen utama, yaitu 1) objek utama, 2) Objek penyerta, dan 3) Ilustrasi pendukung. Objek utama merupakan objek yang menjadi inti dari adegan dalam satu panil. Objek utama dapat digambar sebagai tokoh tunggal ataupun sebagai tokoh yang jamak. Objek sebagai tokoh tunggal ditampilkan secara singkat dalam satu adegan. Burung Kura-kura Gambar Tokoh burung dan kura-kura dalam cerita tantri di relief Candi Jago Objek penyerta merupakan objek yang mengiringi kehadiran objek utama. Objek penyerta lazimnya berupa ilustrasi pendukung suasana dalam satu adegan. Objek-objek penyerta lazimnya berbentuk tdak utuh, misalnya digambarkan hanya sebagian dari tubuh. Lazimnya kepal atau badan tanpa kaki. Pada beberapa adegan kehadiran tokoh penyerta pada awalny a merupakan tokoh utama yang berganti peran sebagai tokoh penyerta.
10 Tokoh penyerta Gambar Relief dengan multi adegan Bagian Ilustrasi pendukung dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok, yaitu latar depan, latar belakang dan orenamen ilustratif. Bagian latar depan lazimnya berbentuk tumbuh-tumbuhan atau figur yang melengkapi objek utama. Latar depan pada umumnya berperan sebagai penanda lokasi. Tumbuhan sebagai latar depan Gambar Tumbuhan sebagai latar depan lokasi menunjukkan lokasi tempat kejadian tersebut.
11 Latar belakang dan latar depan memiliki fungsi yang sama, yaitu sebagai identitas geografis. Fungsi kedua latar ini menandakan periodisasi kejadian yang berkonotasi pada urutan kejadian. Tumbuhan sebagai latar depan dan latar belakang Gambar Tumbuhan dan gunung dalam relief Arjuna sedang bertapa. Pembacaaan Bahasa Rupa Tradisional Bahasa rupa tradisional memiliki struktur pembacaan yang berbeda dengan bahasa visual barat. Bahasa rupa yang digunakan pada relief itu disebut sebagai Ruang Waktu Datar (RWD), yang sangat berbeda dengan Naturalis-Perspektif- Momen Opname (NPM) dari Barat. Secara umum, RWD lebih mementingkan gesture atau gerakan badan, sehingga figur tokoh digambarkan secara lengkap (kepala-kaki), sedangkan NPM sangat peduli dengan mimik wajah. Ruang waktu datar merupakan ruang pada gambar yang tidak mengenal waktu tunggal. Pada sebuah panil (relief) waktu bersifat multi latar (layer) dengan dimensi waktu yang saling bertumpuk. Ruang waktu datar memungkinkan dalam satu adegan terdirid ari multi waktu yang saling berurutan. Naturalis-Perspektif-Momen Opname (NPM) merupakan konsep waktu dalam gambar barat. Naturalis-Perspektif-Momen Opname (NPM) hanya mementingkan adegan dalam dasatu waktu tertentu. Kondisi tersebut dapat dijumpai pada gambar komik. Gambar komik menyajikan adegan secara sekuensial
12 dan berurutan dalam beberapa panil yang berbeda. Pada perspektif barat unsur waktu merupakan elemen penting dalam sebuah karya seni. Semua seni yang berkiblat ke Barat proyeksi tentang waktu digambar secara utuh. Beberapa aliran seni Barat menempatkan elemen waktu sebagai bagian dalamide berkarya. Karya seni dengan tema impresionise, ekspresionisme dan naturalisme menempakan waktu sebagai tolok ukur keberhasilan karya. Gambar Adegan dalam komik dengan konsep Naturalis-Perspektif-Momen Opname (NPM) Pada bahasa visual tradisional di nusantara elemen waktu bukan merupakan elemen yang utama. Unsur wktu bersifat relatif yang diutamakan merupakan persepsi tentang waktu. Pada konteks tersebut elemen waktu merupakan faktor pelengkap adegan, bukan sebagai bagian utama dalam adegan. Produk Pengembangan Produk pengembagan ini berupa buku ajar tematik yang terdiri dari 38 halaman dan terdiri dari 3 bab. Ketiga Bab tersebut terdiri dari bab 1 arti kebudayan, tentang bab 2 tentang tumbuhnya kebudayaan nusantara, dan bab3 figur bahasa rupa.
13 Gambar Relief dengan konsep Ruang Waktu Datar (RWD) Kosep Ruang Waktu Datar (RWD) menempatkan adegan tidak secara sekuensial, tetapi secara bertumpuk-tumpuk dalam satu adegan. Konsep Ruang Waktu Datar (RWD) menempatkan inti adegan pada posisi inti. Posisi inti dapat berada di sudut kanan atau kiri gambar. Peletakan posisi tersebut tergantung pada asal pembacaan relief. Beberapa relief di baca dari kiri atau kanan bangunan Gambar Sekuensi adegan dengan konsep Ruang Waktu Datar (RWD)
14 Pada gambar tersebut memperlihatkan beberapa adegan yang digambar secara bertumpuk-tumpuk. PENUTUP Konsep Ruang Waktu Datar (RWD) merupakan konsep visual yang mengabaikan waktu tunggal dalam sekuensi adegan gambar. Konsep tersebut dapat dijumpai dalam relief candi di nusantara. Model penggambaran dengan konsep Ruang Waktu Datar (RWD) dijadikan pijakan dalam menggembangkan buku ajar yang sesuai dengan karakter siswa. Konsep buku ajar yang dikembangkan berpijak pada konsep Ruang Waktu Datar (RWD) sehingga para siswa dapat memahami cara menggambar dalam konteks bahasa rupa tradisional. DAFTAR PUSTAKA Cassier, Ernes Manusia dan Kebudayaan. Jakarta: Gramedia. Catles, Lance Tingkah Laku Agama dan Politik di Jawa: Industri Rokok Kudus. Jakarta: Sinar Harapan. De Jong Salah Satu Sikap Hidup Orang Jawa. Yojakarta : Kanisius. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Sejarah Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Pusat PenelItian Sejarah Dan Budaya Proyek PenelItian Dan Pencatatan. Geertz, ClIfford The Relegion of Java. London: Free Pres Peperback. Hadiwijono, Harun Konsepsi Tentang Manusia dalam Kebatinan Jawa. Jakarta: Sinar Harapan. Ihromi, T.O Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Jakarta: Gramedia. Kartodirejo, Sartono Tujuh Ratus Tahun Majapahit Suatu Bunga Rampai.Surabaya: Dinas Pariwisata Daerah Propinsi Jawa Timur. Geertz, Clifford Kebudayaan dan Agama. Diterjemahkan oleh F. Budi Hardiman Yogjakarta: Kanisius Koentjaraningrat Bunga Rampai Kebudayaan MentalItas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:Rineka Cipta. Magnis-Suseno, Frans Etika Jawa Sebuah AnalIsa Falsafahi Tentang Kebijaksanaan Hidup Orang Jawa. Jakarta: Gramedia. Muchtarom, Zaini Santri dan Abangan di Jawa. Jakarta: INIS. Mulder, Niels Pribadi Dan Masyarakat di Jawa. Jakarta: Sinar Harapan. Mulder, Niels Kepribandian Jawa dan Pembangunan Nasional. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Rickles, M.C Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gama Press.
15 Sachari, Agus Proses Transformasi Budaya Dan Pengaruhnya Terhadap Pergeseran Nilai-Nilai Estetika Desain Di Indonesia Periode An. Thesis Pasca Sarjana ITB Tidak Diterbitkan. PPS ITB. Simuh Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam ke Mistik Jawa.Yogyakarta: Bentang. Slametmuljana Negara Kertagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara. Soerjadi, Janet Tinjauan Perlambang pada Ragam Hias Batik Adat Solo. Skripsi Tidak Diterbitkan. FTSP ITB. Sujamto Reorientasi dan Revitalisasi Pandangan Hidup Jawa. Semarang: Dhahara Prize. Tabrani, Primadi Belajar Dari Sejarah dan Lingkungan Sebuah Renungan Mengenai Wawasan Kebangsaan dan Dampak Gloibalisasi. Bandung: ITB. Van, Peursen Strategi Kebudayaan. Yogyakarta: Kanisius.
PERSEPSI BENTUK. Bahasa Rupa Modul 13. Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn. Modul ke: Fakultas Desain dan Seni Kreatif. Program Studi Desain Produk
PERSEPSI BENTUK Modul ke: Bahasa Rupa Modul 13 Fakultas Desain dan Seni Kreatif Udhi Marsudi, S.Sn. M.Sn Program Studi Desain Produk PERSEPSI BENTUK Modul ke: Bahasa Rupa Modul 13 Fakultas Desain dan Seni
Lebih terperinciMata Kuliah Persepsi Bentuk
Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 13 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id BAHASA RUPA Bahasa Rupa sebagai gambar yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu tonggak utama pembangun bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang mengedepankan pendidikan bagi warga negaranya, karena dengan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Seperti pendapat yang dikemukakan Bog dandan Taylor (1975) dalam Maleong
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Menurut Marvin Harris (dalam Spradley, 2007:5) konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompokkelompok masyarakat tertentu,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa,
Lebih terperinci54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang
54. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunarungu (SDLB B) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.Jenis danpendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,penelitian dilakukan dengan melihat konteks permasalahan secara utuh, dengan fokus penelitian
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, dkk 2003: 588).
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seni lukis ini memiliki keunikan tersendiri dalam pemaknaan karyanya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seni lukis merupakan bagian dari seni rupa yang objek penggambarannya bisa dilakukan pada media batu atau tembok, kertas, kanvas, dan kebanyakan pelukis memilih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,
Lebih terperinciSemiotika, Tanda dan Makna
Modul 8 Semiotika, Tanda dan Makna Tujuan Instruksional Khusus: Mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami jenis-jenis semiotika. 8.1. Tiga Pendekatan Semiotika Berkenaan dengan studi semiotik pada
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan
533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.
Lebih terperinciDESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn
DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2017 DESKRIPSI KARYA
Lebih terperinci14. Baum Garten mengungkapkan estetika sebagai suatu ilmu, bahwa estetika adalah ilmu tentang pengetahuan indriawi yang tujuannya adalah keindahan.
Teori Seni 3 Part 5 1. Bagian utama dari ilmu-ilmu seni adalah filsafat seni. Pada mulanya, ilmu ini memang merupakan bagian dari kajian filsafat yang spekulatif. Tetapi dalam perkembangannya, kedudukannya
Lebih terperinci55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang
55. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB D) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Judul Penelitian ini tentang Analisis Patung Figur Manusia Karya Nyoman Nuarta di Galeri NuArtSculpture Park. Pengambilan judul penelitian ini didasari oleh
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya. telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan
305 BAB V KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, kiranya telah cukup menjawab berbagai permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Penjelasan yang terkait dengan keberadaan seni lukis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kehidupan sosial, adat istiadat. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang terdiri atas beberapa pulau dan kepulauan serta di pulau-pulau itu terdapat berbagai suku bangsa masing-masing mempunyai kehidupan sosial,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. produksi dan strukstur sosial. Pandangan kritis melihat masyarakat sebagai suatu
35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Kritis Penelitian ini termasuk dalam kategori paradigma kritis. Paradigma ini mempunyai pandangan tertentu bagaimana media dan pada akhirnya informasi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki
Lebih terperinciNIM : D2C S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip. Semiotika
Nama : M. Teguh Alfianto Tugas : Semiotika (resume) NIM : D2C 307031 S1 Ilmu Komunikasi Fisip Undip Semiotika Kajian komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotikan, yakni semiotika komunikasi
Lebih terperinciMata Kuliah Persepsi Bentuk
Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Nina Maftukha, S.Pd., M.Sn Program Studi Desain Produk www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal ada dua struktur,
Lebih terperinciKOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI
SENI BUDAYA DAN PRAKARYA SEKOLAH DASAR KELAS I - VI KELAS I KOMPETENSI INTI 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Moses, 2014 Keraton Ismahayana Landak Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesenian merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain itu kesenian juga mempunyai fungsi lain, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hal yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Komunikasi dibutuhkan untuk memperoleh atau member informasi dari atau kepada orang lain. Kebutuhan
Lebih terperinci12Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda.
semiotika Modul ke: Sejarah semiotika, tanda dan penanda, macam-macam semiotika, dan bahasa sebagai penanda. Fakultas 12Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN
9 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Untuk memperjelas dan memantapkan ruang lingkup permasalahan, sumber data, dan kerangka teoretis penelitian ini,
Lebih terperinciMata Kuliah Persepsi Bentuk
Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 11 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id IDE Dalam dunia seni rupa umumnya dikenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Media cetak dan elekronik merupakan hasil perkembangan teknologi informasi di dunia. Media telah mengubah fungsi menjadi lebih praktis, dinamis dan mengglobal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Nusantara terdiri atas aneka warna kebudayaan dan bahasa. Keaneka ragaman kebudayaan dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. film memiliki realitas yang kuat salah satunya menceritakan tentang realitas
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Konteks Penelitian Film adalah suatu media komunikasi massa yang sangat penting untuk mengkomunikasikan tentang suatu realita yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, film memiliki
Lebih terperinciIII. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA. A. Implementasi Teoritis
III. METODE PENCIPTAAN TOPENG SEBAGAI TEMA DALAM PENCIPTAAN KARYA SENI RUPA A. Implementasi Teoritis Penulis menyadari bahwa topeng merupakan sebuah bagian peninggalan prasejarah yang sekarang masih mampu
Lebih terperinci56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs)
56. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) A. Latar Belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Lebih terperinci48. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK
48. KOMPETENSI INTI DAN SENI BUDAYA SMA/MA/SMK/MAK KELAS: X A. SENI RUPA 3. memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah tentang sistem pendidikan nasional, dirumuskan bahwa:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam hidup manusia, pendidikan dapat dilakukan secara formal maupun non formal. Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. massa sangat beragam dan memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Salah satu. rubrik yang ada di dalam media Jawa Pos adalah Clekit.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa merupakan bagian yang tidak terpisahkan di dalam masyarakat. Media massa merupakan bagian yang penting dalam memberikan informasi dan pengetahuan di dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kreativitas imajinatif. Secara garis besar dibedakan atas sastra lisan dan tulisan, lama
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah berbagai bentuk tulisan, karangan, gubahan, yang didominasi oleh aspek-aspek estetis. Ciri utama yang lain karya sastra adalah kreativitas imajinatif.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, kita ketahui terdapat beberapa jenis seni yang di antaranya adalah Seni Rupa, Seni Musik, Seni Tari, dan Seni Teater. Beberapa jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. referensial (Jabrohim 2001:10-11), dalam kaitannya dengan sastra pada
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan suatu karya seni yang disampaikan oleh seorang sastrawan melalui media bahasa. Keindahan dalam suatu karya sastra sangat dipengaruhi oleh bahasa
Lebih terperincidari pengalaman tertentu dalam karya seninya melainkan formasi pengalaman emosional yang bukan dari pikiranya semata. 2.
A. Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Musik sebagai bagian dari kebudayaan suatu bangsa, merupakan ungkapan serta ekspresi perasaan bagi pemainnya. Kebudayaan juga merupakan cerminan nilai-nilai personal,
Lebih terperinciMENILIK PERBENDAHARAAN BAHASA RUPA. Taswadi ABSTRAK
MENILIK PERBENDAHARAAN BAHASA RUPA Taswadi ABSTRAK Tulisan ini untuk memperkenalkan salah satu pendekatan dalam bidang seni rupa. Biasanya seni itu ditinjau dari kacamata estetis dan simbolis. Untuk memperkaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditegaskan oleh Astrid (1982:120) bahwa, Semenjak peluncuran satelit
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dalam bidang komunikasi sudah sampai pada tingkat modernisasi dan kecanggihan media-media komunikasi. Bangsa Indonesia termasuk salah satu Negara
Lebih terperinciB A B V P E N U T U P. Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan
5.1. Kesimpulan B A B V P E N U T U P Fakta-fakta dan analisis dalam tulisan ini, menuntun pada kesimpulan umum bahwa integrasi sosial dalam masyarakat Sumba di Kampung Waiwunga, merupakan konstruksi makna
Lebih terperinci13Ilmu. semiotika. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom. Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi
semiotika Modul ke: Analisis semiotik, pisau analis semiotik, metode semiotika, semiotika dan komunikasi Fakultas 13Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting analisis
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan kritis melalui metode kualitatif yang menggambarkan dan menginterpretasikan tentang suatu situasi, peristiwa, sampai
Lebih terperinciBAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN
BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa
Lebih terperinciMata Kuliah Persepsi Bentuk
Modul ke: Mata Kuliah Persepsi Bentuk Pertemuan 12 Fakultas FDSK Ali Ramadhan S.Sn.,M.Ds Program Studi Desain Produk Grafis Dan Multimedia www.mercubuana.ac.id TANDA Pengertian tanda adalah sesuatu yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sejarah beserta peninggalannya. Candi merupakan salah satu peninggalan bersejarah yang tidak dapat lepas nilai
Lebih terperinciKONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel
KONSEP DIRI DALAM IKLAN ROKOK A MILD (Analisis Semiotika Tentang Konsep Diri dalam Iklan Rokok A Mild Versi Cowok Blur Go Ahead 2011) Fachrial Daniel Abstrak Penelitian ini menggunakan analisis semiotika
Lebih terperinciKata Kunci: Teknologi Simulasi, Simulasi Desain, Realitas Virtual, Citra, Posrealitas.
DESAIN DENGAN CITRA SIMULASI, SEBUAH INTEGRASI TEKNOLOGI SECARA ESTETIK Oleh I Gede Mugi Raharja Program Studi Desain Interior Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Seni Indonesia Denpasar ABSTRAK Sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Memahami Seni Melalui perjalanan panjang sejarah, seni sebagai bidang khusus dalam pemahamannya telah mengalami banyak perubahan. Pada awalnya seni dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam segala kegiatan seperti pendidikan, keagamaan, perdagangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai alat interaksi sosial peranan bahasa besar sekali. Hampir tidak ada kegiatan manusia yang berlangsung tanpa kehadiran bahasa. Bahasa muncul dan diperlukan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk yang berbahasa, berkomunikasi melalui simbol-simbol,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk yang berbahasa, berkomunikasi melalui simbol-simbol, baik itu simbol verbal maupun simbol non verbal. Mengenai bahasa simbolik, menurut
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sifat Penelitian Sifat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu Pendekatan ini diarahkan pada latar belakang dan individu tersebut secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian sebuah komunitas atau dalam arti yang lebih luas lagi sebuah masyarakat tidak bisa dibatasi sebagai sekumpulan individu yang menempati wilayah geografis
Lebih terperinci3. Karakteristik tari
3. Karakteristik tari Pada sub bab satu telah dijelaskan jenis tari dan sub bab dua dijelaskan tentang fungsi tari. Berdasarkan penjelasan dari dua sub bab tersebut, Anda tentunya telah memperoleh gambaran
Lebih terperinciARTIKEL TENTANG SENI TARI
NAMA : MAHDALENA KELAS : VII - 4 MAPEL : SBK ARTIKEL TENTANG SENI TARI A. PENGERTIAN SENI TARI Secara harfiah, istilah seni tari diartikan sebagai proses penciptaan gerak tubuh yang berirama dan diiringi
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan
25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Menurut Amos Rapoport arsitektur dibentuk dari latar belakang kebudayaan dimana arsitektur itu berada (Rapoport, 1969). Rapoport membagi arsitektur menjadi dua bagian
Lebih terperincipendidikan seni tersebut adalah pendidikan seni rupa yang mempelajari seni mengolah kepekaan rasa, estetik, kreativitas, dan unsur-unsur rupa menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan seni merupakan bagian dari Sistem Pendidikan Nasional yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Salah satu pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berinovasi dan memenuhi perkembangan kebutuhan konsumen tersebut. Bukan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan harus dapat menganalisis peluang dan tantangan pada masa yang akan datang. Dengan melihat tantangan tersebut, Perusahaan dituntut untuk mampu
Lebih terperinci53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A)
53. Mata Pelajaran Seni Budaya dan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB A) A. Latar Belakang Muatan seni budaya dan keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Lebih terperinciContoh lukisan daerah Bali. Contoh lukisan daerah kalimatan
Seni Rupa Murni Daerah Seni Rupa Murni Daerah adalah Gagasan manusia yang berisi nilai nilai budaya daerah tertentu yang diekspresikan melalui pola kelakuan tertentu dengan media titik, garis, bidang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya sebagai identitas bangsa menjadi sebuah unsur penting yang dimiliki oleh setiap Negara. Tanpa adanya budaya, Negara tersebut dapat dikatakan tidak memiliki identitas.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma berpikir dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivisme yang memandang bahwa kehidupan sosial bukanlah sebuah realita yang natural akan tetapi hasil
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. video klip musik Lady Gaga Alejandro dan Applause. Produk media
45 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Objek/Subyek Penelitian Objek dari penelitian ini adalah adegan atau content yang dimuat dari video klip musik Lady Gaga Alejandro dan Applause. Produk media tersebut
Lebih terperinci2015 PENCIPTAAN KARAKTER SUPERHERO SEBAGAI SUMBER GAGASAN BERKARYA SENI LUKIS
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Tokoh pahlawan atau superhero Indonesia sepertinya sudah lama sekali hilang di dunia perfilman dan media lainnya di tanah air. Tidak bisa dipungkiri, hal
Lebih terperincicommit to user BAB I PENDAHULUAN
17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang pendidikan merupakan satu hal yang penting bagi semua warga Negara, karena lewat pendidikan manusia dididik agar dapat mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu penelitian untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Paradigma penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis adalah paradigma dimana kebenaran suatu realitas sosial bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. juga disebut dengan istilah sekar, sebab tembang memang berasal dari kata
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tembang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai ragam suara yang berirama. Dalam istilah bahasa Jawa tembang berarti lagu. Tembang juga disebut dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Nugaraha,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia adalah Suku Sunda. Dengan populasi yang tersebar di seluruh Indonesia dan peranannya di masyarakat serta ciri khasnya
Lebih terperinciPENCIPTAAN SERAGAM BATIK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Batik merupakan salah satu warisan leluhur Indonesia yang telah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia, tetapi banyak masyarakat yang belum mengerti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan beraneka ragam seni dan budaya, hampir setiap suku bangsa di Indonesia memiliki seni dan budaya tradisional masing-masing yang kemudian secara
Lebih terperinciBAB II METODE PERANCANGAN. A. Analisis Permasalahan. Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang
BAB II METODE PERANCANGAN A. Analisis Permasalahan Berdasarkan fokus permasalahan di atas ada tiga permasalahan yang muncul dalam mengembangkan relief candi menjadi sebuah motif. Pertama, permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Film dalam perspektif praktik sosial maupun komunikasi massa, tidak dimaknai sebagai ekspresi seni pembuatnya, tetapi melibatkan interaksi yang kompleks
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Paradigma penelitian kualitatif melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategori, dan deskripsi yang dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penciptaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penciptaan Seni lukis merupakan salah satu bagian dari cabang seni yang memiliki unsur dua dimensi dan sangat terkait dengan gambar. Secara historis terlihat bahwa sejak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah Negara dengan latar belakang budaya yang majemuk. mulai dari kehidupan masyarakat, sampai pada kehidupan budayanya. Terutama pada budaya keseniannya.
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN. kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu
BAB VI KESIMPULAN A. Simpulan Keindahan dalam beragam pemaknaannya melahirkan ekspresi-ekspresi kesenian yang khas. Konsep akan yang indah (beauty) itu sendiri seiring waktu bertransformasi secara ideal
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang merupakan bentuk ungkapan atau ekspresi keindahan. Setiap karya seni biasanya berawal dari ide atau
Lebih terperinciBEELAJAR MENCIPTAKAN RUANG MELALUI GAMBAR ANAK-ANAK Oleh: Taswadi. Abstrak
BEELAJAR MENCIPTAKAN RUANG MELALUI GAMBAR ANAK-ANAK Oleh: Taswadi Abstrak Anak-anak memiliki dunianya sendiri yang berbeda dengan dunia orang dewasa. Usia anak-anak sering disebut dengan masa bermain.
Lebih terperinci80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E)
80. Mata Pelajaran Seni Budaya untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunalaras (SMALB E) A. Latar belakang Muatan seni budaya sebagaimana yang diamanatkan dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka mempunyai peranan penting dalam melakukan penelitian karena kajian pustaka merupakan langkah awal bagi peneliti dalam
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENELITIAN RELEVAN A. Landasan Teori 1. Kebudayaan Banyak orang mengartikan kebudayaan dalam arti yang terbatas yaitu pikiran, karya, dan semua hasil karya manusia yang memenuhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan lagu dikenali hampir seluruh umat manusia. Bahkan,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan lagu dikenali hampir seluruh umat manusia. Bahkan, mungkin lagu ada sebelum manusia itu sendiri ada. Sadar atau tidak, percaya atau tidak, langsung atau tidak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi maka pesat juga perkembangan dalam dunia mode dan fashion. Munculnya subculture seperti aliran Punk, Hippies,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai ciri keanekaragaman budaya yang berbeda tetapi tetap satu. Indonesia juga memiliki keanekaragaman agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu ritus kehidupan yang dilalui baik oleh individu maupun oleh kelompok masyarakat, sehingga melalui ritus kehidupan, kebudayaan dapat dialami
Lebih terperinciBAB III KONSEP PERANCANGAN A.
BAB III KONSEP PERANCANGAN A. Bagan Pemecahan Masalah Perancangan Motif teratai sebagai hiasan tepi kain lurik Sumber Ide teratai Identifikasi Masalah 1. Perancangan motif teratai sebagai hiasan tepi pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Metode penilitian adalah seperangkat pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis tentang pencarian data yang berkenaan dengan masalah
Lebih terperinci