... BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa
|
|
- Suhendra Makmur
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wasiat adalah pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda, piutang, maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang berlaku setelah wafatnya orang yang berwasiat. 1 Bicara masalah wasiat tidak bisa lepas dari masalah kewarisan, hal ini terlihat jelas pada Al-Qur an Surat An-Nisa Ayat 11, yang mana ayat tersebut merupakan ayat kewarisan yang menjelaskan secara detail masing-masing bagian ahli waris, dan di dalam ayat tersebut di tegaskan pembagian harta peninggalan itu harus di adakan sesudah di penuhi wasiat dan hutang dari pewaris. Dasar hukum di syariatkannya wasiat: 1. Al-Qur an Di dalam Ayat Surat An-Nisa Sesudah dipenuhi wasiat yang dia buat atau sesudah dibayar hutangnya 1 Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Rajawali Pers, 2014), hlm Departemen Agama RI, Al Qur an dan Terjemah, (Jakarta: Sera Jaya Sentra, 1988), hlm
2 2 Hukum Islam mengatur pula masalah wasiat. Apabila seseorang telah merasa dekat ajalnya, sedangkan ia akan meninggalkan harta yang banyak maka ia wajib membuat wasiat. Hukum wajib membuat wasiat tadi hanya berlaku untuk ibu- bapak dan keluarga dekatnya yang pantas ditolong dengan syarat ada kekhawatiran bahwa bagian yang akan mereka peroleh dari harta peninggalannya tidak cukup bagi keperluan mereka. Lembaga wasiat di dalam hukum Islam memiliki beberapa dalil Naqly baik yang terdapat dalam Al-Qur an maupun di dalam Hadist Nabi Muhammad Saw. Adapun dalil Al-Qur an Surat Al-Baqarah: 180 Firman Allah: Diwajibkan Atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa As-Sunnah Sabda Rasulullah bersabda: لعن ااببن لعابلاس لقال لا ن النا لس لغ رضلوا ام لن الرثبل اث االى الر ب ا ع لف اا ن لر س لول ال ا لصلنى ال ب لعلري اه لوسل ن لم لقا ل اللرثلبخخ بث لوالرثلبخخ بث لك اشخخري بر (رواه الابخخارى ومسلم) Dari Ibnu Abbas, ia berkata, Alangkah baiaknya jika manusia mengurangi wasiat mereka dari sepertiga ke seperempat. Karena sesungguhnya Rasulullah SAW, telah bersabda, Wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu sudah banyak, (Riwayat Bukhari dan Muslim). 4 3 Sudarsono,S.H., Hukum Islam dan Sistem Bilateral,(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991), hlm Ibid., hlm. 106.
3 3 Para ulama mengamalkan hadits ini mengandung pengertian, bahwa seseorang tidak diperbolehkan memberikan wasiat lebih dari sepertiga. Bahkan sebagian ulama mensunnatkan agar seseorang memberikan wasiat kurang dari sepertiga, sebagaiman yang disabdakan Rasulullah Saw Dan sepertiga itu sudah banyak. Demikian pula dengan ijma para ulama juga menetapkan larangan untuk memberikan wasiat lebih dari sepertiga. 5 Ibnu Hazmin berpendapat bahwa berwasiat hukumnya wajib bagi orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta, dan itu tidak hanya bersifat qadha i atas setiap orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta. Artinya wajib berwasiat tidak hanya sebagai tanggung jawab seseorang dalam menjalankan perintah Agama, tetapi jika seseorang meninggal dunia maka ia wajib berwasiat, apabila ia tidak berwasiat maka kaum kerabat yang masih hidup wajib mengeluarkan sejumlah tertentu dari hartanya untuk disedekahkan untuk memenuhi kewajiban berwasiat. 6 Menurut pendapat Ulama Hanafiah yang memandang shighat (wujud pernyataan) wasiat cukup melalui ijab pemberi wasiat (al-mushi), tampak sama dengan asas yang juga dianut dalam hukum perdata Barat. Pada asasnya suatu pernyataan yang demikian (wasiat) adalah keluar dari suatu pihak saja dan setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Baik Hukum Islam maupun hukum Barat, kedudukanya tidak membenarkan (melarang) wasiat seseorang yang merugikan ahli waris yang sudah 5 Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita Edisi Lengkap, (Jakarta: pustaka Al- Kautsar, 1998), hlm Anshary, Hukum Kewarisan Islam Indonesia, (Bandung: PT. Mandar Maju, 2013), hlm. 160.
4 4 seharusnya mendapatkan warisan. Burgerlijk Wotboek (BW) Menegaskan bahwa. 7 Dalam KUH Perdata (BW) Pasal 874 disebutkan: Segala harta peninggalan seseorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan para ahli warisnya menurut Undang-Undang sejauh mengenai hal itu dia belum mengadakan ketetapan yang sah. 8 Dalam Hukum Perdata Pasal 874 menyimpulkan suatu asas penting hukum waris yaitu bahwa ketetapan pewaris berdasarkan Undang-Undang, ini baru berlaku jika pewaris tidak atau telah mengambil suatu ketetapan yang menyimpang mengenai harta peninggalannya, ketetapan mana yang harus dituangkan dalam bentuk surat wasiat. 9 Dalam KUH Perdata (BW) dalam Pasal 875 disebutkan: Adapun yang dimaksud surat wasiat atau testemen adalah sebuah akta berisi pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang dapat dicabut kembali lagi. 10 Oleh karena itu surat wasiat atau testament Akta yang menunjukkan pada syarat, bahwa wasiat harus berbentuk suatu tulisan atau sesuatu yang tertulis. Keberadaan wasiat dalam sistem hukum keluarga khususnya hukum keluarga Islam terutama dihubungkan dengan hukum kewarisan tentu memiliki kedudukan yang sangat penting. Urgensi wasiat semakin terasa 7 Muhammad Amin Summa, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), hlm Niniek Suparni, KUH Perdata, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), hlm J. Satrio, Hukum Waris, (Bandung: Penerbit ALUMNI, cet.2, 1992), hlm Niniek Suparni, SH., loc.cit.
5 5 keberadaanya dalam rangka mengawal dan menjamin kesejahteraan keluarga atau bahkan masyarakat. Sehubungan arti penting dari kedudukan wasiat dalam hukum keluarga Islam di tengah-tengah keluarga muslim, ini mudah dimengerti jika ada beberapa negara Islam yang memasukkan diktum wasiat wajibah dalam Undang-undang Kewarisan. 11 Dalam kewenangan absolut pada pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang: Perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan ekonomi syariah. Salah satunya adalah Wasiat penjelasan resmi dari Undang-Undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Wasiat adalah perbuatan seseorang memberikan suatu benda atau manfaat kepada orang lain atau lembaga badan hukum yang berlaku setelah yang memberikan tersebut meninggal dunia. 12 Dalam kewenangan pengadilan meliputi kewenangan relatif dan kewenangan absolut harus diperhatikan sebelum membuat permohonan atau gugatan yang diajukan ke pengadilan. Hal ini perlu diperhatikan karena 11 Muhammad Amin Summa, op.cit., hlm Ahmad Kamil, M. Fauzan, Hukum Perlindungan Anak dan Pengangkatan Anak di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 4.
6 6 kekeliruan dalam menentukan kewenangan pengadilan yang akan memeriksa perkara akan mengakibatkan gugatan di tolak atau tidak diterima. 13 Dalam KHI Pasal 171 huruf F disebutkan Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia. 14 Pengadilan Agama yang memberikan hak wasiat kepada anak angkat melalui lembaga wasiat wajibah. Dalam kasus yang terjadi di Pengadilan Agama, masalah wasiat wajibah biasanya masuk dalam sengketa waris. Misalnya orang tua angkat, yang karena kasih sayangnya kepada anak angkatnya lalu berwasiat dengan menyerahkan dan mengatasnamakan seluruh harta kekayaannya kepada anak angkatnya. Karena orang tua kandung, dan saudara kandung merasa berhak atas harta almarhum atau almarhumah yang hanya meninggalkan anak angkat saja, lalu mereka mengajukan gugatan waris. Dalam kasus ini umumnya wasiat dibatalkan oleh Pengadilan Agama dan hanya diberlakukan paling banyak 1/3 (sepetiga) saja. Selebihnya di bagikan kepada ahli waris. Penerapan lembaga hukum wasiat wajibah dalam kasus sengketa anak angkat dan ahli waris beda agama di Indonesia merupakan perkembangan hukum baru. Khusus mengenai ahli waris beda Agama yang diberikan harta warisan melalui lembaga wasiat wajibah harus melalui berbagai 13 Abdullah Tri Wahyuni, Peradilan Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2004), hlm Departemen Agama, Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam, (Yokyakarta: Pustaka Ustisia, 2009), hlm. 118.
7 7 pertimbangan hukum yang mendalam, sehingga antara kasus yang satu dengan lainnya tidak selalu memiliki hukum terapan yang sama. Konsep di atas dinamakan wasiat wajibah, karena mempunyai makna suatu tindakan pembebanan oleh hakim atau lembaga yang mempunyai hak, harta seseorang yang telah meninggal dunia, tetapi tidak melakukan wasiat secara suka rela, agar diambil hak atau benda peninggalannya untuk diberikan kepada orang tertentu dalam keadaan tertentu pula. B. Penegasan Judul. Untuk menyeragamkan dan menghilangkan kesalahpahaman penafsiran judul yang penulis menguraikan masing-masing istilah yang penulis pakai dalam skripsi ini: STUDI ANALISIS : Dua kata yang berdiri sendiri tetapi saling berkaitan, studi memiliki arti suatu kajian, telaah, penelitian atau penyelidikan Ilmiah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Analisis diartikan penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebabmusibah, duduk perkaranya dan sebagainya) 15 TENTANG : Perihal, terhadap, dekat di depan (muka), tetap WASIAT WAJIBAH : (lurus), kira-kira (pada), mengenai Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), cet. 4. hlm Ibid., hlm
8 8 DALAM : Paham benar-benar (ilmu Pengetahuan). 18 HUKUM ISLAM : Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa atau HUKUM PERDATA (BW) : pemerintah dalam ajaran Hukum Islam. 19 Hukum acara yang menyelesaikan dan mempertahankan hukum perdata materiil atau hukum perdata formal. 20 KONTEKS : Kontekstual berhubungan dengan konteks. 21 KEWENANGAN : Wenang, wewenanag, Kewenangan. 22 PENGADILAN AGAMA Pengadilan adalah bahan atau organisasi yang JEPARA : diadakan oleh negara untuk mengurus dan mengadili perselisihan-perselisihan hukum. 23 Pengadilan Agama sering disebut pula Mahkamah Syar iyah, artinya Pengadilan atau Mahkamah yang menyelesaikan perselisihan hukum Agama atau Hukum Syara Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeven, 1996), cet. 1, hlm Departemen Pendidikan, op.cit., hlm Ibid., hlm Ibid. 21 Ibid., hlm W.J.S. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Intan Pariwara, 2011), hlm Ensiklopedi Indonesia Jilid 5,. hlm
9 9 Jadi maksud dari judul diatas, Studi Analisis Tentang Wasiat Wajibah dalam Hukum Islam dan dalam Hukum Perdata (BW) (Konteks Kewenangan Pengadilan Agama Jepara). C. Rumusan Masalah Berdasarkan atas paparan latar belakang tersebut, masalah pokok yang penulis bahasa dalam penyusunan skripsi ini adalah: 1. Bagaimana mekanisme wasiat wajibah menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW)? 2. Bagaimana Faktor pendukung penghambat pelaksanaan wasiat wajibah menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW) di Indonesia? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan jawaban terhadap masalah-masalah diatas yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme wasiat wajibah menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW). 2. Mengetahui Bagaimana faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan wasiat wajibah menurut Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW). E. Manfaat Penelitian Setiap penelitian diharapkan adanya manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dikaji, sebab manfaat penelitian akan menentukan nilai dari kualitas penelitian tersebut. Ada manfaat penelitian yaitu sebagaimana berikut: 1. Manfaat Teoritis Yaitu sebagai sarana untuk mengembangkan dan memperdalam Khazanah keilmuan khususnya Wasiat Wajibah dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW). 2. Manfaat Praktis 24 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hlm 4.
10 10 a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan penulis di bidang ilmu hukum Islam serta memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang Wasist Wajibah. b. Memberikan sumbangan pemikiran dan memecahkan permasalahan yang ada hubungannya dengan Wasiat Wajibah dalam Hukum Isalam dan Hukum Perdata (BW). 3. Manfaat Akademis Peneliti ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau studi komparatif bagi pihak-pihak yang ingin mengkaji lebih dalam tentang permasalahan tersebut, yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini. F. Telaah Pustaka Kajian tentang Wasiat Wajibah memang telah beredar di kalangan masyarakat, baik yang berupa sebuah buku maupun tulisan dan dalam media masa. Namun sejauh pengamatan penulis belum ada sebuah buku atau karya yang secara ekstrinsik. Beberapa penelitian yang membahas tentang wasiat wajibah ini telah cukup banyak dilakukan, namun sepengetahuan penulis belum ada yang membahas lebih terperinci masalah Studi analisis tentang wasiat wajibah dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW)(Konteks kewenangan Pengadilan Agama Jepara). Adapun beberapa penelitian tersebut adalah: Abdull Ghofur, 2003, dalam skripsinya yang berjudul Pengajuan KHI Terhadap Ketentuan Wasiat Menurut Madzhab Syafi i Di Indonesia, disini dijelaskan mengenai pendapat Assyafi i mengenai wasiat, dan juga sejarah pelaksanaan wasiat kaitanya dengan Inpres No 1 Tahun 1991 tentang KHI. Muhammad Zainuddin, 2005, dalam skripsinya yang berjudul Studi Analisis Tentang Wasiat Perspektif Hukum Islam, dijelaskan mengenai
11 11 bagaimana tinjauan filsafat hukum Islam dan aspek pembentukan hukum Islam. Dalam Skripsi Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam Tentang Wasiat Wajibah Dalam Kajian Normatif Yuridis. Oleh Sri Darmayanti pada tahun 2011 menerangkan bahwa Implikasikan pasal 209 KHI adalah setelah terjadinya pengangkatan anak akan terjadi pula akibat hukum yang telah terjadi pengangkatan anak akan terjadi pula akibat hukum yang telah diatur dalam pasal 209 tentang wasiat wajibah. Sisi Konstruksi pasal 209 KHI tentang wasiat wajibah disini masih memerlukan pengembangan dan pengkajian yang merujuk pada kitab-kitab fiqih, Al-Qur an dan Hadis. G. Metode Penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai sumber data yang menjadi pedoman penyusunan skripsi ini adalah: 1. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini adalah lapangan (field research), yaitu mengumpulkan data yang dilakukan penelitian ditempat terjadinya segala yang diselidiki. Penelitian lapangan bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang, keadaan sekarang dan interaksi suatu sosial, individu, kelompok, lembaga dan masyarakat Metode Pengumpulan Data Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh penulis dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut: a. Wawancara Wawancara merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap survai, karena tanpa wawancara, peneliti akan kehilangan informasi 25 Saifuddin Anwar, Metode Penelitian, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 1.
12 12 yang hanya dapat di peroleh dengan jalan bertanya langsung kepada responden secara langsung. 26 b. Data Primer Data primer yaitu data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan. 27 Data jenis ini dalam skripsi ini diantaranya berupa Undang-Undang, KUH Perdata, KHI, buku Fiqih, Al-Qur an, pendapat seorang ahli yang berkenaan dengan wasiat dan lain-lain. c. Data sekunder Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpulan data primer atau pihak lain. 28 Data jenis ini dalam skripsi ini diantaranya seperti penjabaran dan penjelasan dari sebuah Undang-Undang. 3. Metode Analisis Data Setelah data-data terkumpul maka penulis akan menelaah dan menganalisanya dengan menggunakan metode sebagai berikut: a. Induktif Menganalisa secara induktif yaitu suatu proses logika yaitu berangkat dari data empiris lewat observasi menuju kapada teori, dengan kata lain induktif adalah proses mengorganisasikan faktafakta atau hasil-hasil pengamatan yang terpisah-pisah menjadi suatu rangkaian hubungan atau suatu generalisasi. 29 b. Deduktif 26Marsi Singarimbun & Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 2011), cet. 4. hlm Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Teknis Bisnis Edisi Kedua, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm Ibid.
13 13 Menganalisa secara deduktif yaitu suatu proses pendekatan yang berangkat dari keberadaan umum mengenai suatu fenomena (teori) dan menggeneralisasikan keberadaan tersebutpada suatu peristiwa atau data tertentu yang berciri sama dengan fenomena yang bersangkutan (prediksi). Dengan kata lain deduktif berarti menyimpulkan hubungan yang tadinya tidak tampak berdasarkan generalisasi yang sudah ada. 30 c. Komparatif Metode komparatif ini adalah suatu pembahasan dengan membandingkan beberapa pendapat, disini kejelian kita dalam kemampuan melakukan perbandingan-perbandingan disepanjang proses pengumpulan data dan analisis data adalah senjata utama. 31 H. Sistematika Penilisan Skripsi Untuk memudahkan penjelasan, pemahaman dan penelaahan pokok pembahasan yang akan dibahas, maka penulis menyusun sistematika penulisan skripsi sebagai berikut: 1. Bagian Muka, terdiri dari: Halaman judul, halaman nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, abstrak, halaman kata pengantar dan halaman daftar isi. Bagian isi terdiri dari beberapa bab: BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah B. Penegasan judul C. Rumusan masalah 29 Saifudin Azwar, Metodelogi Penelitian, (Yogyakarta: PT.Pustaka Pelajar, 2011). hlm Ibid. 31 Burhan Bugin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm
14 14 D. Tujuan penelitian E. Manfaat penelitian F. Telaah pustaka G. Metode penelitian H. Sistematika penulisan skripsi. BAB II : KETENTUAN UMUM TENTANG WASIAT WAJIBAH A. Pengertian dan dasar hukum wasiat B. Syarat dan rukun wasiat C. Teknis pelaksanaan wasiat D. Unsur dalam KUH Perdata wasiat E. Landasan teori hukum acara dan hukum materiil F. Hakikat dan sejarah singkat wasiat wajibah BAB III : SEJARAH SINGKAT DI PENGADILAN AGAMA JEPARA A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Jepara 1. Sejarah Pengadilan Agama Jepara 2. Lokasi dan Wilayah Hukum Pengadilan Agama Jepara 3. Struktur Pengadilan Agama Jepara B. Cara Pembagian dan Batasan Wasiat Wajibah Dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW) C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Wasiat Wajibah Dalam Hukum Islam dan Hukum Perdata (BW) di Indonesia BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis tentang Wasiat Wajibah terhadap Ulama dan Ahli Hukum Islam. B. Analisis tentang Wasiat Wajibah dalam Hukum Perdata (BW). BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran Bagian akhir, terdiri dari: Daftar pustaka, daftar riwayat hidup dan lampiran-lampiran.
15 15
BAB I PENDAHULUAN. Islam bukan keluarga besar (extended family, marga) bukan pula keluarga inti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Islam merupakan satu kesatuan sistem hukum. Sistem perkawinan menentukan sistem keluarga, sistem keluarga menentukan sistem kewarisan. Bentuk perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah SWT telah menjadikan manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lain. Mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. maupun manfaat untuk dimiliki oleh penerima wasiat sebagai pemberian yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan salah satu diantaranya adalah wasiat, yaitu pemberian seseorang kepada orang lain, baik berupa benda, piutang, maupun
Lebih terperinciBAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS
64 BAB III ANALISIS PASAL 209 KHI TENTANG WASIAT WAJIBAH DALAM KAJIAN NORMATIF YURIDIS A. Implikasi Yuridis Pasal 209 KHI Kedudukan anak angkat dan orang tua angkat dalam hokum kewarisan menurut KHI secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia. Apabila ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Bahwa setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang sangat penting dalam hidupnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mana dimulai dari kelahiran kemudian dilanjutkan dengan perkawinan dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara garis besar setiap manusia mengalami tiga peristiwa hukum, yang mana dimulai dari kelahiran kemudian dilanjutkan dengan perkawinan dan diakhiri dengan kematian.
Lebih terperinciBAB IV. PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN NOMOR 732/Pdt.G/2008/PA.Mks DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Analisis implementasi Hukum Islam terhadap ahli waris non-muslim dalam putusan hakim di Pengadilan Agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ataupun pengadilan. Karena dalam hal ini nilai kebersamaan dan kekeluargaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam tatanan kehidupan berkeluarga, perkara yang berkaitan dengan warisan sering menimbulkan permasalahan. Dimana permasalahan tersebut sering menyebabkan sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada waktu manusia dilahirkan ke dunia ini telah tumbuh tugas baru dalam kehidupannya. Dalam arti sosiologis manusia menjadi pengemban hak dan kewajiban, selama manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak
Lebih terperinciBAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF
BAB V PERSAMAAN DAN PERBEDAAN WASIAT KEPADA NON MUSLIM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Wasiat Kepada Non Muslim Perspektif Hukum Islam. 1. Syarat-syarat Mushii a. Mukallaf (baligh dan berakal
Lebih terperinciBAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN
BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Pengaturan Wasiat 1. Pengertian Wasiat Salah satu bentuk pengalihan hak selain pewarisan adalah wasiat. Wasiat merupakan pesan terakhir dari seseorang yang mendekati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewenangan dimaksud adalah tersebut dalam Pasal 25 ayat (3) Undang -Undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 24 ayat (2) dinyatakan bahwa peradilan agama merupakan salah satu lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian orang ke arah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu, yaitu ada seorang anggota dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagaimana sempurnanya Islam. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak ada satu pun agama di dalam dunia yang memiliki kesempurnaan sebagaimana sempurnanya Islam. Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna, hal itu dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada umumnya tidak lepas dari kebutuhan baik jasmani maupun rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah SWT untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara beraneka ragam adat dan budaya. Daerah yang satu dengan daerah yang lainnya memiliki adat dan budaya yang berbeda-beda. Demikian juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.
Lebih terperinciBAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama adalah salah satu dari peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu,
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga
BAB IV ANALISIS DATA A. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Perdata Indonesia Tentang Hibah dalam Keluarga Masyarakat di Indonesia telah menganut tiga hukum mengenai hibah, yaitu Hukum Adat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam setiap kematian erat kaitannya dengan harta peninggalan. Setiap harta yang ditinggalkan oleh seseorang baik yang bersifat harta benda bergerak maupun harta benda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal ini ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung hak-hak dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seorang manusia selaku anggota masyarakat, selama hidup mempunyai tempat dalam kehidupan bermasyarakat, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan hukum yang mengandung
Lebih terperinciWASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam)
WASIAT WAJIBAH DAN PENERAPANNYA (Analisis Pasal 209 Kompilasi Hukum Islam) Oleh : Drs. Arpani, S.H. (Hakim Pengadilan Agama Bontang) A. PENDAHULUAN Salah satu hikmah perkawinan adalah untuk menciptakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan. 1 Kekuasaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peradilan dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan dilingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di Ibu Kota, Kabupaten atau Kota. Sebagai Pengadilan
Lebih terperinciWaris Tanpa Anak. WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006)
Waris Tanpa Anak WARISAN ORANG YANG TIDAK MEMPUNYAI ANAK Penanya: Abdul Salam, Grabag, Purworejo. (disidangkan pada hari Jum'at, 10 Februari 2006) Pertanyaan: Kami lima orang bersaudara: 4 orang laki-laki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. WASIAT MENURUT KETENTUAN-KETENTUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh: Fiki Amalia Baidlowi 2
WASIAT MENURUT KETENTUAN-KETENTUAN KOMPILASI HUKUM ISLAM 1 Oleh: Fiki Amalia Baidlowi 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana ketentuan-ketentuan hukum mengatur mengenai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses hidup manusia secara kodrati berakhir dengan suatu kematian yang merupakan akhir dari perjalanan kehidupan seorang manusia dan menimbulkan akibat hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul dengan adanya peristiwa kematian seseorang diantaranya ialah masalah bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia mengatur dengan peraturan pertanahan yang dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. UUPA Bab XI pasal 49 (3)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin
BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem waris merupakan salah satu sebab atau alasan adanya perpindahan kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang mewariskan (pewaris),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertumbuhannya telah mampu merombak tatanan atau sistem kewarisan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum kewarisan, termasuk salah satu aspek yang diatur secara jelas dalam Al-Qur an dan Sunnah Rasul. Hal ini membuktikan bahwa masalah kewarisan cukup penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)
TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciKOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)
KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar
Lebih terperinciASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D
ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam
Lebih terperinciBAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Nasab Anak Hasil Hubungan Seksual Sedarah Dalam Perspektif Hukum Islam Pada bab dua telah banyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari, mencatat,
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode memegang peran penting dalam mencapai suatu tujuan, termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Metode penelitian yang dimaksud adalah cara-cara melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT
BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT A. Analisis Terhadap Pemberian Wasiat Dengan Kadar Lebih Dari 1/3 Harta Warisan Kepada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Di Indonesia, pengangkatan anak merupakan cara untuk mempunyai keturunan bagi keluarga yang tidak memiliki anak, baik yang tidak memiliki anak laki-laki ataupun anak
Lebih terperinciSKRIPSI. Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta
PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT HUKUM WARIS ISLAM KAITANNYA DENGAN PELAKSANAAN CATUR TERTIB BIDANG PERTANAHAN (STUDI KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA) SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang mengalami tiga peristiwa penting dan sangat berpengaruh dalam kehidupannya, yaitu kelahiran, perkawinan dan kematian. Apabila seseorang meninggal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah
Lebih terperinciBAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan
58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum
BAB I PENDAHULUAN Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang
1 BAB I PENDAHULUAN Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 49 ayat 1 huruf b UU No. 7 tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo Undang-Undang nomor 3 tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang nomor 7 tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai individu (perseorangan) mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai mahluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena manusia
Lebih terperinciHAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG TUA ANGKAT MENURUT HUKUM ISLAM
Hak Anak Angkat terhadap Peninggalan Orang Tua Angkat Menurut Hukum Islam Kanun Jurnal Ilmu Hukum Susiana No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), pp. 139-148. HAK ANAK ANGKAT TERHADAP HARTA PENINGGALAN ORANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka 1997,Hlm Bintang, cet VII, jakarta, 1995,h.10
BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk memudahkan dan menghindari perbedaan persepsi dalam memahami maksud skripsi ini, maka penulis memberikan penjelasan secara singkat tentang pengertian yang dimaksud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasar, antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungannya dengan kewarisan. Hal ini secara gamlang ditegaskan dalam hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hibah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain dimana pemberi tersebut masih dalam kondisi masih hidup. Secara materil, eksistensi hibah ada hubungannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum tersebut memiliki unsur-unsur kesamaan, walaupun dalam beberapa
1 BAB I PENDAHULUAN Hibah diatur baik dalam Hukum Islam, Hukum Perdata yang bersumber pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) maupun Hukum Adat. Pada dasarnya pengaturan hibah menurut sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan sehari-hari setiap individu memiliki kepentingan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk sosial, artinya manusia tidak dapat melangsungkan hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkawinan merupakan suatu perjanjian perikatan antara suamiistri, sudah barang tentu perikatan tersebut mengakibatkan timbulnya hakhak dan kewajiban-kewajiban
Lebih terperinciTINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak
TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah swt. untuk kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang memiliki banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tumbuhan maupun hewan. Perkawinan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di kalangan manusia,
Lebih terperinciSKRIPSI. ASPEK HUKUM HIBAH YANG MENGANDUNGG UNSUR PAKSAAN (Studi Putusan Nomor: 117/Pdt.G/2011/Ms-Bna)
SKRIPSI ASPEK HUKUM HIBAH YANG MENGANDUNGG UNSUR PAKSAAN (Studi Putusan Nomor: 117/Pdt.G/2011/Ms-Bna) THE LEGALL ASPEK OF THE GRANT THAT CONTAINS ELEMENTS OF COERCION (VERDICT STUDY NUMBER: 117/Pdt.G/2011/Ms-Bna)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai islam sebagai faktor penghambat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini masih banyak terdapat anggapan bahwa islam menghambat kemajuan. Beberapa kalangan mencurigai islam sebagai faktor penghambat pembangunan. Pandangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Allah SWT menciptakan Manusia sebagai Khalifah (penjaga) di muka bumi,
A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN Allah SWT menciptakan Manusia sebagai Khalifah (penjaga) di muka bumi, keberadaan dari waktu ke waktu membuat manusia yang terus berkembang (memiliki banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu hal yang tidak dapat dihindari adalah setiap orang tentu akan meninggal, baik ia seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersama yang disebut dengan lembaga perkawinan. merupakan ibadah (Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam). 2
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang wanita dan seorang laki-laki, ada rasa saling tertarik antara satu sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang lain. Setiap manusia akan membutuhkan orang lain, bertolong-tolongan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya orang lain. Setiap manusia akan membutuhkan orang lain, bertolong-tolongan, tukar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.
BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota Banjarmasin tentang harta bersama. a. Harta bersama menurut pendapat ulama Muhammadiyah kota Banjarmasin. - Harta
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg)
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION DALAM PUTUSAN PERKARA CERAI GUGAT (Studi Putusan Nomor 0164/Pdt.G/2014/PA.Mlg) A. Analisis Terhadap Deskripsi Dissenting Opinion Dalam Putusan Perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan
BAB I PENDAHULUAN Segi kehidupan manusia yang telah diatur Allah dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, hal-hal yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah sebagai penciptanya. Aturan
Lebih terperinciBAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung
BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995 A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG
68 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SELURUH HARTA KEPADA ANAK ANGKAT DI DESA JOGOLOYO KECAMATAN SUMOBITO KABUPATEN JOMBANG A. Analisis terhadap pelaksanaan hibah seluruh harta kepada anak angkat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UU PERLINDUNGAN KONSUMEN NOMOR 8 TAHUN 1999 TERHADAP JUAL BELI BARANG REKONDISI A. Analisis Praktik Jual Beli Barang Rekondisi 1. Proses Jual Beli Praktik jual beli barang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengenai anak sah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Status anak dalam hukum keluarga dapat dikategorisasikan menjadi dua macam yaitu: anak yang sah dan anak yang tidak sah. Pertama, Definisi mengenai anak sah diatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau
Lebih terperinciBAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH. Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni
15 BAB II KERJASAMA USAHA MENURUT PRESPEKTIF FIQH MUAMALAH A. PENGERTIAN SYIRKAH Secara bahasa al-syirkah berarti al-ikhtilath (bercampur), yakni bercampurnya salah satu dari dua harta dengan yang lainnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mempunyai anak adalah kebanggaan hidup dalam keluarga supaya kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari segala tumpuan dan harapan kedua orang tua (ayah dan ibu) sebagai penerus hidup. Mempunyai anak merupakan tujuan dari ikatan perkawinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perwakafan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum dengan menyerahkan sebagian dari harta bendanya untuk kepentingan umum dan kesejahteraan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006
BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006 A. Analisis Hukum Terhadap Landasan Penetapan Harta Bersama Dalam Permohonan
Lebih terperinciSKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)
SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT) : Studi Kasus di Kantor Notaris dan PPAT Eko Budi Prasetyo, SH di Kecamatan Baki Sukoharjo Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. martabat, dan hak-haknya sebagai manusia. faktor-faktor lainnya. Banyak pasangan suami isteri yang belum dikaruniai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara naluri insani, setiap pasangan suami isteri berkeinginan untuk mempunyai anak kandung demi menyambung keturunan maupun untuk hal lainnya. Dalam suatu rumah tangga,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual
Lebih terperinciMASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM
1 MASALAH HAK WARIS ATAS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN KEDUA MENURUT HUKUM ISLAM Mashari Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda,Samarinda.Indonesia ABSTRAK Masalah hak waris atas harta bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Lebih terperincimelakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehari -hari. Masalah ini sering muncul karena adanya salah satu pihak yang
11 BAB I PENDAHULUAN Masalah warisan seringkali menimbulkan persoalan dalam kehidupan sehari -hari. Masalah ini sering muncul karena adanya salah satu pihak yang merasa tidak puas dengan pembagian warisan
Lebih terperinci