BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan. 1 Kekuasaan negara yang dimaksud adalah kekuasaan kehakiman yang merupakan judicial power yakni kekuasaan yang menjalankan fungsi dan kewenangan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (rule of law) dalam Negara Hukum Republik Indonesia. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh lembaga peradilan yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara. Semua lembaga peradilan tersebut bernaung di bawah Mahkamah Agung yang merupakan Peradilan Negara Tertinggi. 2 Setiap lembaga peradilan mempunyai tugas dan kekuasaan yang berbeda. Salah satu contoh yaitu peradilan agama mempunyai kekuasaan absolut untuk menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara- 1 Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, h 6 2 Pasal 10 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang-undang yang mengatur Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan negara tertinggi terdapat dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-undang tersebut, kemudian dirubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun Tahun 2009 undang-undang tentang Mahkamah Agung dirubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. 1

2 2 perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan. 3 Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama menyebutkan bahwa perkara yang menjadi kekuasaan absolut peradilan agama meliputi a. Perkawinan b. Waris c. Wasiat d. Hibah e. Wakaf f. Zakat g. Infaq h. Shadaqah i. Ekonomi Syari'ah 4. Peradilan Agama juga mempunyai kekuasaan relatif yakni kekuasaan untuk menangani perkara-perkara yang berada di wilayah hukum tempat Peradilan Agama tersebut berada. 5 Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama (PA) sebagai pengadilan tingkat pertama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah 3 Jaih Mubarok (ed), Peradilan Agama di Indonesia, h. 3 4 Pasal 49, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Undang-undang tersebut merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. 5 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, h. 202

3 3 kabupaten atau kota dan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) sebagai pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibu kota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, sekretaris dan juru sita. Sedangkan susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari pimpinan, hakim anggota, panitera, dan sekretaris. Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan hukum acara yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-undang tersebut. Adapun sumber hukum acara yang dipakai di peradilan agama adalah sebagai berikut: 1. Reglement op de Burgerlink Rechtsvordering (B.Rv) 2. Het Herzience Indonesie Reglement (HIR) 3. Rechtsreglement Voor De Buitengewesten (R.Bg) 4. Burgerlijke Wetbook voor Indonesia (B.W.) 5. Peraturan Perundang-undangan a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 tentang Acara Perdata dalam hal banding bagi Pengadilan Tinggi di Jawa Madura. b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang tersebut.

4 4 c) Inpres Nomor 1 Tahun 1999 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. e) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama f) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang tersebut g) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan h) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syari ah i) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung RI mengenai acara perdata dan hal-hal yang berhubungan dengan kasasi dalam proses berperkara di Mahkamah Agung RI yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun Yurisprudensi 7. Surat-surat Edaran Mahkamah Agung RI 8. Doktrin atau Ilmu Pengetahuan Sengketa perdata antara orang Islam yang menjadi wewenang peradilan agama diajukan pada Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggal orang yang

5 5 hendak berperkara. Hal ini berdasarkan kompetensi relatif yang dimiliki oleh Pengadilan Agama. Keputusan yang diberikan oleh Pengadilan Agama terhadap para pencari keadilan tidak selamanya bisa diterima. Pertimbangan dan dasar hukum yang dipergunakan hakim dalam memutuskan suatu perkara, terkadang dirasa memihak atau tidak menguntungkan bagi pihak yang merasa dirugikan oleh putusan hakim Pengadilan Agama. Terhadap ketidakpuasan para pencari keadilan terdapat upaya hukum. Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undangundang kepada seorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim. 6 Upaya hukum yang digunakan bagi pihak yang merasa keberatan dengan putusan Pengadilan Agama adalah upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Agama. Pengadilan tingkat banding memeriksa kembali perkara yang diajukan banding. Tujuan dari pemeriksaan tingkat banding adalah untuk mengoreksi dan mengeluarkan segala kesalahan dan kekeliruan dalam penetapan hukum, tata cara mengadili, meluruskan penilaian fakta dan pembuktian. Bentuk putusan Pengadilan Tinggi Agama bisa berupa menguatkan, membatalkan sebagian, atau membatalkan putusan Pengadilan Agama sebelumnya. Salah satu contoh putusan Pengadilan Tinggi Agama yang membatalkan putusan Pengadilan Agama yakni putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya 6 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, h. 142

6 6 Nomor: 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby yang membatalkan putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn dalam perkara gugatan pembatalan hibah. Penggugat menghibahkan sebidang tanah yang terletak di Desa Jatimulyo Kecamatan Plumpang Kabupaten Tuban kepada cucu keponakannya yang bernama Tergugat. Hibah dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2006 di hadapan Kepala Desa Jatimulyo yang disaksikan oleh Sekertaris Desa, Kepala Dusun dan Kaur Pem. Penggugat pada saat menghibahkan tanahnya kepada Tergugat mensyaratkan kebutuhan sehari-hari, biaya pengobatan, dan segala macam biaya sampai Penggugat meninggal harus ditanggung oleh Tergugat. Akad hibah dituangkan dalam sebuah akta hibah yang dibuat dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak beserta saksi-saksi yang menyaksikan akad hibah tersebut. Sebelum ikut tinggal bersama Tergugat, Penggugat tinggal bersama saudaranya. Saudara Penggugat kemudian meninggal, setelah kematian saudara Penggugat atau sekitar pada bulan Februari 2006 kemudian Penggugat tinggal bersama keluarga Tergugat. Selama satu tahun Penggugat tinggal bersama keluarga Tergugat. Penggugat merasa pelayanan yang diberikan keluarga Tergugat kurang baik, karena selalu ada kata-kata kasar yang dilontarkan keluarga Tergugat pada Penggugat. Pada intinya, Penggugat kecewa dengan pelayanan keluarga Tergugat.

7 7 April 2007, Penggugat memutuskan untuk keluar dari rumah Tergugat dan memilih tinggal bersama cucu keponakan lainnya. Penggugat kemudian meminta kembali tanah yang telah dihibahkan kepada Tergugat, akan tetapi Tergugat menolak untuk mengembalikan tanah tersebut. Tanah tersebut oleh Penggugat telah diminta secara baik-baik kepada Tergugat, akan tetapi karena tidak ada itikad baik dari Tergugat untuk mengembalikan tanah tersebut serta tidak terpenuhi syarat hibah, kemudian Penggugat mengajukan gugatan penarikan kembali tanah yang telah di hibahkan tersebut kepada Pengadilan Agama Tuban selaku badan peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Pengadilan Agama Tuban menerima, memeriksa, dan mengadili serta memberikan putusan terhadap sengketa tersebut. Pengadilan Agama Tuban berdasarkan akta hibah di bawah tangan yang diajukan oleh Penggugat, menyatakan bahwa hibah telah terjadi hibah sebidang tanah dari pihak Penggugat kepada pihak Tergugat dan pelaksanaan dari hibah tersebut sah, akan tetapi harta yang dihibahkan melebihi ketentuan Pasal 210 ayat 1 Kompilasi Hukum Islam. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, Pengadilan Agama Tuban memutuskan bahwa tanah yang menjadi hak Tergugat hanya 1/3 dari tanah tersebut. Pihak Tergugat tidak puas terhadap putusan Pengadilan Agama Tuban, kemudian menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Agama Surabaya selaku pengadilan tingkat banding yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Pengadilan Tinggi Agama Surabaya menerima, memeriksa, dan mengadili serta memberikan putusan terhadap sengketa tersebut.

8 8 Dalam pemeriksaan tingkat banding ditemukan fakta, bahwa surat pernyataan hibah yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat di depan Kepala Desa Jatimulyo batal demi hukum. Hal ini dikarenakan dalam akta tersebut terdapat kerancuan dalam penulisan tanggal dalam surat pernyataan hibah tersebut. Berdasarkan fakta tersebut, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya menyatakan bahwa surat pernyataan hibah yang dibuat oleh Penggugat dan Tergugat adalah batal dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Dengan demikian, Pengadilan Tinggi Agama Surabaya berpendapat bahwa hibah tersebut tidak ada, dan membatalkan putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya mempunyai pandangan berbeda mengenai akta hibah di bawah tangan dalam kasus ini. Pengadilan Agama Tuban menilai akta hibah di bawah tangan tersebut sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, serta mengikat bagi kedua belah pihak. Sementara Pengadilan Tinggi Agama Surabaya menilai bahwa akta hibah di bawah tangan tersebut tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan hanya sebagai alat bukti pelengkap saja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan beberapa permasalahan

9 9 1. Bagaimana putusan PA Tuban Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn dan PTA Surabaya Nomor: 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby tentang kekuatan akta hibah di bawah tangan? 2. Mengapa PTA Surabaya membatalkan putusan PA Tuban Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn? 3. Bagaimana analisis hukum acara perdata terhadap putusan PTA Surabaya Nomor: 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby? C. Kajian Pustaka Topik utama yang dijadikan obyek penelitian oleh penulis dalam karya tulis ilmiah ini adalah masalah kekuatan akta di bawah tangan yang merupakan salah satu alat bukti yang dipakai dalam hukum acara peradilan agama. Masalah akta di bawah tangan di Indonesia bukanlah hal yang baru bagi masyarakat pada umumnya dan para mahasiswa pada khususnya. Namun kajian tentang kekuatan akta di bawah tangan dalam hibah belum pernah ada yang membahasnya. Akan tetapi, pembahasan tentang alat bukti sudah pernah dilakukan sebagaimana yang telah dilakukan, di antaranya oleh Nurmala Asri, dalam tulisannya Implementasi Syahadah Istifadah dalam Penyelesaian Sengketa Perwakafan di Pengadilan Karang Asem Bali (Studi Komparatif Antara Hukum Perdata dan

10 10 Hukum Islam) 7, penelitian ini membahas tentang saksi yang tidak melihat dan tidak mendengar secara langsung suatu kejadian. Selain itu dalam tulisan Fadilah Analisis Hukum Islam terhadap Kekuatan Alat Bukti Tulisan dalam Kasus Gugatan Tanah Wakaf di Pengadilan Agama Sidoarjo 8 membahas tentang kekuatan alat bukti tulisan, dalam hal ini tanah wakaf dirubah menjadi hak milik yang sudah bersetifikat yang merupakan akta autentik. Akan tetapi dikemudian hari tidak bisa membuktikan keautentikannya dan dikalahkan dengan cerita sejarah mengenai asal usul tanah tersebut. Dua pembahasan di atas menjelaskan tentang alat bukti yang dipakai dalam gugatan wakaf. Sekilas hampir sama dengan yang dibahas oleh penulis, akan tetapi, di sini penulis lebih memfokuskan pada alat bukti akta di bawah tangan dalam gugatan pembatalan hibah di Pengadilan Agama Tuban yang kemudian menempuh upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Agama Surabaya. D. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui putusan PA Tuban No 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn dan PTA Surabaya No 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby tentang kekuatan akta hibah di bawah tangan. 7 Nurmala Asri, Implementasi Syahadah Istifadah dalam Penyelesaian Sengketa Perwakafan di Pengadilan Karang Asem Bali (Studi Komparatif antara Hukum Perdata dan Hukum Islam), skripsi Jurusan Ahwal As-Syaksiyah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, Fadilah, Analisis Hukum Islam terhadap Kekuatan Alat Bukti Tulisan dalam Kasus Gugatan Tanah Wakaf di Pengadilan Agama Sidoarjo, skripsi Jurusan Ahwal As-Syaksiyah Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2007

11 11 2. Untuk mengetahui alasan PTA Surabaya membatalkan putusan PA Tuban No 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn. 3. Untuk mengetahui bagaimana analisis hukum acara perdata terhadap putusan PTA Surabaya No 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby. E. Kegunaan Hasil Penelitian Dari hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat minimal untuk hal-hal sebagai berikut 1. Teoritis Memberikan kontribusi terhadap perkembangan ilmu, khususnya ilmu hukum Islam terkait dengan kekuatan akta hibah di bawah tangan dalam pembuktian di persidangan. 2. Praktis a. Sebagai bahan untuk dijadikan pedoman atau landasan hukum bagi para hakim atau siapa saja dalam menilai kekuatan alat bukti akta di bawah tangan dalam pembuktian di persidangan kasus gugatan pembatalan hibah. b. Dapat digunakan sebagai penunjang bagi penyusun karya ilmiah berikutnya dalam permasalahan yang hampir sama.

12 12 c. Untuk memenuhi persyaratan kelulusan strata satu pada jurusan Ahwalus Syakhsiyah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Sunan Ampel F. Definisi Operasional Sebelum penulis membahas lebih jauh perihal akta di bawah tangan, dan juga dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mencerna istilahistilah pokok yang dipakai oleh penulis, maka penulis perlu menjelaskan atau memberikan definisi terhadap istilah-istilah pokok yang nantinya berfungsi sebagai landasan operasional dalam penulisan skripsi ini, yang tentunya terkait dengan judul skripsi ini yaitu: KEKUATAN AKTA HIBAH DI BAWAH TANGAN (Studi Kasus Pembatalan Putusan PA Tuban Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn oleh PTA Surabaya Nomor: 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby). Yang dimaksud istilah pokok yaitu: 1. Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki Akta di bawah tangan yaitu suatu tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan suatu hal atau peristiwa, akan tetapi tidak dibuat oleh atau dengan perantara seorang pejabat yang berwenang Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, h Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, h. 179

13 13 3. Pengadilan Agama adalah lembaga Peradilan Agama yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara dalam tingkat pertama. Pengadilan Agama yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Pengadilan Agama Tuban yang beralamatkan di Jl.Sunan Kalijaga No.27 Tuban. 4. Pengadilan Tinggi Agama adalah lembaga Peradilan Agama yang bertugas menerima, memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara pada tingkat banding. Pengadilan Tinggi Agama yang dimaksud dalam skripsi ini adalah Pengadilan Tinggi Agama Surabaya yang beralamatkan di Jl. Mayjen Sungkono No.7 Surabaya G. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni penelitian yang dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci Data yang Dikumpulkan a) Data kewenangan PA Tuban dan PTA Surabaya dalam menilai kekuatan akta hibah di bawah tangan 11 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, h. 8

14 14 b) Data pertimbangan dan dasar hukum majelis hakim PA Tuban dan PTA Surabaya dalam menilai kekuatan akta hibah di bawah tangan c) Data tentang analisis hukum acara perdata tentang kekuatan akta hibah di bawah tangan 2. Sumber Data a) Data primer yaitu: putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn, putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby, hakim Pengadilan Agama Tuban dan hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya b) Data sekunder yaitu: bahan pustaka (literatur buku) yang berkaitan dengan pokok permasalahan. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis yaitu: a. Studi Dokumentasi :Dokumentasi adalah barang-barang tertulis. Studi dokumentasi adalah menyelidiki bendabenda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat dan sebagainya 12. Dalam hal ini penulis mentelaah teks putusan Pengadilan Agama 12 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, h.158

15 15 Tuban No 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn dan teks putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No 259/Pdt.G/2008 PTA.Sby. b. Wawancara (interview) :Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. 13 Wawancara dilakukan dengan dialog dan tanya jawab dengan hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya dan hakim Pengadilan Agama Tuban. 4. Teknis Analisis Data Teknis yang penulis gunakan adalah deskriftif analisis komparatif dengan pola pikir induktif, artinya menggambarkan hasil penelitian tentang adanya pembatalan putusan Pengadilan Agama Tuban Nomor: 297/Pdt.G/2008/PA.Tbn oleh Pengadilan Tinggi Agama Surabaya Nomor: 259/Pdt.G/2008 PTA. Sby tentang kekuatan akta hibah di bawah tangan, mulai dari deskripsi kasus, dasar hukum dan pertimbangan yang digunakan hakim sampai isi putusan yang kemudian dianalisis dengan teori atau dalil yang bersifat umum tentang akta di bawah tangan, dan kemudian mengkomparasikan keduanya, sehingga mendapatkan perbedaan dan persamaan diantara keduanya. 13 Ibid., h. 155

16 16 H. Sitematika Pembahasan Sistematika pembahasan dipaparkan dengan tujuan untuk memudahkan penulisan dan pemahaman. Oleh karena itu skripsi ini disusun dalam beberapa bab, tiap bab terdiri dari sub bab. Adapun sistematika pemabahasan ini adalah sebagai berikut: Bab pertama pendahuluan, merupakan pola umum yang menggambarkan keseluruhan skripsi, yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Bab kedua, pada bab ini memfokuskan pada kerangka teoritis tentang hibah secara umum dan macam-macam alat bukti. Bab ketiga, pada bab ini menjelaskan tentang Pengadilan Agama Tuban dan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya, deskripsi gugatan pembatalan hibah dengan alat bukti akta di bawah tangan, dasar hukum dan pertimbangan hakim beserta putusan Pengadilan Agama Tuban, dasar hukum dan pertimbangan hakim beserta putusan Pengadilan Tinggi Agama tentang kekuatan akta hibah di bawah tangan. Bab keempat, pada bab ini merupakan analisis terhadap dasar hukum dan pertimbangan hakim beserta putusan Pengadilan Agama Tuban, analisis terhadap dasar hukum dan pertimbangan hakim beserta putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya

17 17 Bab kelima penutup, merupakan bab akhir dalam skripsi ini yang terdiri dari sub bab kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan. 1 Kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA BAB IV ANALISIS HUKUM ACARA PERDATA TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA TUBAN DAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA A. Analisis Terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim beserta Putusan Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan bermasyarakat, tiap-tiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Kadangkadang kepentingan mereka itu

Lebih terperinci

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota

BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA. peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota 37 BAB III PENGERTIAN UMUM TENTANG PENGADILAN AGAMA A. Pengertian Pengadilan Agama Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Suatu perkara perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada Pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. 1 Untuk mendapatkan pemecahan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan salah satu sumber alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup berbagai aspek kehidupan serta penghidupan

Lebih terperinci

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan 58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah negara hukum, demikianlah makna yang tersirat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti di negara Indonesia ada tata hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menghukum orang-orang yang melanggar norma-norma dengan hukum yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menghukum orang-orang yang melanggar norma-norma dengan hukum yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan lembaga peradilan dalam suatu negara merupakan hal yang sangat strategis dan menentukan karena lembaga inilah yang bertindak untuk menyelesaikan segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat atau tidak berbuat di dalam masyarakat. 1 Dari sini dapat dipahami,

BAB I PENDAHULUAN. berbuat atau tidak berbuat di dalam masyarakat. 1 Dari sini dapat dipahami, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum materiil, baik yang tertulis sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau bersifat tidak tertulis merupakan pedoman bagi setiap warga masyarakat

Lebih terperinci

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa

Lebih terperinci

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA Drs.H.M.TARSI HAWI, S.H. (PTA BANJARMASIN) A. PENDAHULUAN Pencabutan gugatan perkara perdata pada tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi, dan bahkan pada

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA

PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA Tempat Pendaftaran : BAGAN PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA Pengadilan Agama Brebes Jl. A.Yani No.92 Telp/ fax (0283) 671442 Waktu Pendaftaran : Hari Senin s.d. Jum'at Jam 08.00 s.d 14.00 wib PADA PENGADILAN

Lebih terperinci

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS

IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS BAB III IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS WAKAF TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT A. Kewenangan Peradilan Agama Tugas dan kewenangan peradilan agama sangat terkait dengan kekuasaan peradilan dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA

BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA 70 BAB IV ANALISIS PUTUSAN SENGKETA WARIS SETELAH BERLAKUNYA PASAL 49 HURUF B UU NO. 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA A. Analisis Yuridis Terhadap Dasar Hukum Yang Dipakai Oleh Pengadilan Negeri Jombang

Lebih terperinci

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta)

KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta) KOMPETENSI HAKIM PENGADILAN AGAMA DALAM MENYELESAIKAN PERKARA EKONOMI SYARI AH (Studi Kasus di Pengadilan Agama Surakarta) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d No.2059, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Ekonomi Syariah. Penyelesaian Perkara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad).

BAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Putusan dalam persidangan perdata adalah puncak dari suatu proses pencarian kebenaran hukum yang dilakukan hakim berdasarkan prinsip-prinsip dan asas-asas

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN

HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem waris merupakan salah satu sebab atau alasan adanya perpindahan kepemilikan, yaitu perpindahan harta benda dan hak-hak material dari pihak yang mewariskan (pewaris),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen dinyatakan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU

BAB I PENDAHULUAN. kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS A. Sekilas Profil Mahkamah Agung Pembentukan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya memang

Lebih terperinci

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang BAB IV ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KEDIRI NOMOR : 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NOMOR : 375/Pdt. G/2011/PTA. Sby. TENTANG GUGATAN WARIS A. Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perdata dalam Teori dan Praktik, (Bandung, Alumni, 1979) h. 111

BAB I PENDAHULUAN. Perdata dalam Teori dan Praktik, (Bandung, Alumni, 1979) h. 111 BAB I PENDAHULUAN A. Penegasan Judul Untuk memudahkan dalam memahami judul skripsi ini maka secara singkat akan diuraikan terlebih dahulu pengertian kata-kata penting dalam judul Eksekusi terhadap Pembagian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul BAB IV PEMBAHASAN Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul Dalam Pasal 7 ayat (1) UUP disebutkan bahwa perkawinan hanya dapat diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia filsafat, para filosof, khususnya Aristoteles menjuluki manusia dengan zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN PA BANGKALAN DAN PTA SURABAYA TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN PA BANGKALAN DAN PTA SURABAYA TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN 36 BAB III PUTUSAN PA BANGKALAN DAN PTA SURABAYA TENTANG PERSELISIHAN DAN PERTENGKARAN TERUS MENERUS SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Bangkalan 1. Wilayah Yuridiksi Pengadilan

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995 A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan

Lebih terperinci

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1 54 BAB IV KEKUATAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURWOREJO NO. 0272/Pdt.G/2011/PA.Pwr. DENGAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO. 224/ Pdt.G/2011/PTA.Smg. TENTANG CERAI TALAK A. Kekuatan Yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara Negara harus berdasarkan hukum. Peran hukum dalam. kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, karena dalam pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggara Negara harus berdasarkan hukum. Peran hukum dalam. kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, karena dalam pergaulan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara hukum 1 oleh karena itu segala sesuatu tindakan penyelenggara Negara harus berdasarkan hukum. Peran hukum dalam kehidupan bermasyarakat sangatlah

Lebih terperinci

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia

Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia Mengenal Sistem Peradilan di Indonesia HASRIL HERTANTO,SH.MH MASYARAKAT PEMANTAU PERADILAN INDONESIA DISAMPAIKAN DALAM PELATIHAN MONITORING PERADILAN KBB, PADA SELASA 29 OKTOBER 2013 DI HOTEL GREN ALIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Eksekusi atau pelaksanaan putusan ialah tindakan yang dilaksanakan secara

BAB I PENDAHULUAN. Eksekusi atau pelaksanaan putusan ialah tindakan yang dilaksanakan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksekusi atau pelaksanaan putusan ialah tindakan yang dilaksanakan secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara. 1 Biasanya tindakan eksekusi baru merupakan

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM. A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan.

BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM. A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan. 32 BAB II KEWENANGAN MENGADILI PENGADILAN AGAMA DALAM SENGKETA WARIS ISLAM A. Jangkauan Kewenangan Mengadili Perkara Warisan. Sebagaimana yang tercantum didalam Pasal 49 ayat 1 huruf b UU No. 7 tahun 1989

Lebih terperinci

HUKUM FORMIL PERADILAN AGAMA DI INDONESIA

HUKUM FORMIL PERADILAN AGAMA DI INDONESIA HUKUM FORMIL PERADILAN AGAMA DI INDONESIA 1. Pendahuluan Peradilan Agama di Indonesia sejak berlakunya sistem satu atap (one roof system) 1 dibawah naungan Mahkamah Agung mempunyai peranan penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun 1989 yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencabut gugatan adalah tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan perkara perdata

Lebih terperinci

BAB III. DESKRIPSI PUTUSAN PA JOMBANG NO. 1433/Pdt.G/2008/PA. JOMBANG TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN

BAB III. DESKRIPSI PUTUSAN PA JOMBANG NO. 1433/Pdt.G/2008/PA. JOMBANG TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN BAB III DESKRIPSI PUTUSAN PA JOMBANG NO. 1433/Pdt.G/2008/PA. JOMBANG TENTANG PEMBATALAN PERKAWINAN A. Kompetensi Pengadilan Agama Jombang 1. Kompetensi Absolut Wewenang mutlak adalah menyangkut pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkara perdata islam tertentu, bagi orang-orang islam di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perkara perdata islam tertentu, bagi orang-orang islam di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama merupakan salah satu dari Peradilan Negara di Indonesia yang sah, yang bersifat khusus yang berwenang di dalam jenis perkara perdata islam tertentu,

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram )

SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram ) SEKITAR PEMERIKSAAN SETEMPAT DAN PERMASALAHANNYA ( Oleh : H. Sarwohadi, S.H.,M.H. Hakim Tinggi PTA Mataram ) A. Pendahuluan : 1. Pengertian Pemeriksaan Setempat Pemeriksaan Setempat atau descente ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan suci yang dinamakan perkawinan. Perkawinan adalah suatu hubungan

BAB I PENDAHULUAN. ikatan suci yang dinamakan perkawinan. Perkawinan adalah suatu hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di muka bumi ini, Tuhan telah menciptakan segala sesuatu saling berpasangan, ada laki-laki dan perempuan agar merasa tentram, saling memberi kasih sayang dan

Lebih terperinci

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang 1 BAB I PENDAHULUAN Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang kalah dalam suatu perkara untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan pengadilan oleh karena

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan M PUTUSAN Nomor 793 K/Pdt/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat dilakukan secara sendiri tanpa orang lain. Setiap orang mempunyai

Lebih terperinci

BAB III PENETAPAN PENGADILAN AGAMA KENDAL TENTANG PERUBAHAN BIODATA PADA AKTA NIKAH

BAB III PENETAPAN PENGADILAN AGAMA KENDAL TENTANG PERUBAHAN BIODATA PADA AKTA NIKAH BAB III PENETAPAN PENGADILAN AGAMA KENDAL TENTANG PERUBAHAN BIODATA PADA AKTA NIKAH A. Kewenangan Pengadilan Agama Kendal Menurut M. Yahya Harahap, ada lima tugas dan wewenang yang terdapat di lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada

BAB I PENDAHULUAN. Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara, yang berpuncak pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Pasal 10 Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman, penyelenggaraan kekuasaan kehakiman di Indonesia dilaksanakan oleh empat lingkungan peradilan,

Lebih terperinci

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama adalah salah satu dari peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu,

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT A. Dasar Hukum Hakim dalam Penerapan Pencabutan Cerai Gugat Pengadilan

Lebih terperinci

bertempat tinggal di.., Kabupaten Pinrang, sebagai

bertempat tinggal di.., Kabupaten Pinrang, sebagai PUTUSAN Nomor 44/Pdt.G/2009/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat

Lebih terperinci

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI

EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI 1 EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA Drs. H. Masrum M Noor, M.H I EKSEPSI Eksepsi (Indonesia) atau exceptie (Belanda) atau exception (Inggris) dalam istilah hukum acara

Lebih terperinci

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1

BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1 BERACARA DI PENGADILAN AGAMA DAN PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH Oleh: Agus S. Primasta, SH 1 Abstraksi Berdasarkan UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, semua Pengadilan baik secara teknis

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya,

BAB I PENDAHULUAN. putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan untuk selamalamanya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan utama suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim yang tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum

BAB I PENDAHULUAN. formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara perdata bisa disebut juga dengan hukum acara perdata formil. Sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum perdata formil. Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup dengan saling berdampingan satu dengan yang lainnya, saling membutuhkan dan saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

RINGKASAN SKRIPSI. Sumber Hukum Acara di lingkungan Peradilan Agama juga menjelaskan tentang

RINGKASAN SKRIPSI. Sumber Hukum Acara di lingkungan Peradilan Agama juga menjelaskan tentang RINGKASAN SKRIPSI Latar Belakang Penelitian Sumber Hukum Acara di lingkungan Peradilan Agama juga menjelaskan tentang prosedur-prosedur beracara di pengadilan yang di dalamnya terdapat beberapa tahapan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan diantara mereka. Gesekan-gesekan kepentingan tersebut biasanya menjadi sengketa hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup bermasyarakat. Namun dalam membina hubungan bermasyarakat tersebut, sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bidang ilmu hukum adalah hukum perdata yaitu serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA

KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA KEWENANGAN PENYELESAIAN SENGKETA WARIS ATAS TANAH HAK MILIK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA DAN PENGADILAN AGAMA SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik Negeri Sriwijaya

BAB I PENDAHULUAN. Politeknik Negeri Sriwijaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadilan Agama merupakan salah satu lingkungan peradilan yang diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang pokokpokok kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum

BAB I PENDAHULUAN. dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati. Hukum harus dilaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

BAB IV. Agama Surabaya Tentang Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Tuban. itu juga termasuk di dalamnya surat-surat berharga dan intelektual.

BAB IV. Agama Surabaya Tentang Pembatalan Putusan Pengadilan Agama Tuban. itu juga termasuk di dalamnya surat-surat berharga dan intelektual. BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM NO.162/PDT.G/2009/PTA.SBY TENTANG PEMBATALAN PUTUSAN PA TUBAN NO.1254/PDT.G/2008/PA.TBN DALAM PERKARA PERPINDAHAN HARTA BERSAMA MENJADI HARTA ASAL A. Analisis

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya

BAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata Sumpah dalam masyarakat luas dikenal sebagai pernyataan yang dilontarkan oleh seseorang untuk menguatkan pernyataan yang dikemukakannya dengan tujuan agar dapat

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor : 0016/Pdt.G/2014/PTA.Pdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor : 0016/Pdt.G/2014/PTA.Pdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : 0016/Pdt.G/2014/PTA.Pdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Padang yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat banding dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D 101 09 643 ABSTRAK Pemeriksaan suatu perkara perdata dimulai pada tingkat Pengadilan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi

BAB I PENDAHULUAN. keterangan, pertimbangan dan nasehat tentang hukum kepada instansi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap interaksi antar individu maupun kelompok memiliki akibat hukum. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua akibat hukum

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 32 BAB III PENYELESAIAN SENGKETA BANK SYARI AH DENGAN NASABAH MELALUI PENGADILAN AGAMA MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2008 Amandemen Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 memberikan wewenang kekuasaan pengadilan

Lebih terperinci

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN DI PENGADILAN AGAMA TUBAN

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN DI PENGADILAN AGAMA TUBAN 42 BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN DI PENGADILAN AGAMA TUBAN A. Gambaran Umun Pengadilan Agama Tuban 1. Status Pengadilan Agama Tuban Pengadilan agama Tuban adalah salah satu peradilan di Indonesia, sebab

Lebih terperinci

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Proses Pemeriksaan Perkara Perdata Hukum acara perdata disebut juga hukum perdata formil, yaitu kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12

Ditulis oleh Administrator Kamis, 07 Oktober :57 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 28 Oktober :12 KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA Pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama

Lebih terperinci

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN KEKUASAAN KEHAKIMAN SEJARAH: UU Nomor 13 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan UU

Lebih terperinci

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :

Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : 1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi rakyat Indonesia guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tanah merupakan salah satu sumber daya alam bagi kehidupan manusia dan merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang mempunyai fungsi sosial amat penting bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, manusia dibekali dengan keinginan untuk melakukan pernikahan, karena pernikahan itu adalah salah satu faktor

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM 57 BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan N0.251/Pdt.G/2013 PA.Sda Dalam memutuskan setiap Perkara di dalam persidangan hakim tidak serta merta memutuskan perkara

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMAGRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS

BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMAGRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS BAB III DESKRIPSI HASIL PENELITIAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMAGRESIK NOMOR: 0085/ PDT.P/ 2012/ PA. G.S TENTANG PENETAPAN AHLI WARIS A. Gambaran Umum Pengadilan AgamaGresik Gedung Pengadilan AgamaGresik sebagai

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci