Oleh : A. Farid Hemon

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Oleh : A. Farid Hemon"

Transkripsi

1 EFEKTIFITAS SELEKSI IN VITRO BERULANG UNTUK MENDAPATKAN PLASMA NUTFAH KACANG TANAH TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN RESISTEN TERHADAP PENYAKIT BUSUK BATANG Sclerotium rolfsii Oleh : A. Farid Hemon SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul : Efektifitas Seleksi In Vitro Berulang untuk Mendapatkan Plasma Nutfah Kacang Tanah yang Toleran terhadap Cekaman Kekeringan dan Resisten terhadap Penyakit Busuk Batang Sclerotium rolfsii adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Desember 2006 A. Farid Hemon A /AGR ii

3 ABSTRACT A. FARID HEMON, Effectiveness of Repeat Cycling In Vitro Selection to Produce Drought Tolerant and Stem Rot Sclerotium rolfsii Resistant Peanut Germplasm. SUDARSONO, RUSMILAH SUSENO, HAJRIAL ASWIDINNOOR, dan WIDODO. The main limiting factors of peanut cultivation in dry land are water insufficient and S. rolfsii infection. The effort of peanut cultivation management in upland is use of drought tolerant and disease resistant cultivar. Application of somaclonal variation induction and in vitro selection using selective agent is reliable method to be developed to create new peanut line. For this reason, the objectives of this research were to evaluate effectiveness of 1) repeat cycling in vitro selection using medium containing polyethylene glycol (PEG) and culture filtrate of S. rolfsii to obtain drought tolerant and stem rot disease resistant peanut cultivar, respectively, and 2) double in vitro selection in both medium containing PEG and culture filtrate. The experiment was inisiated with induction of somaclonal variation in MS medium containing picloram 16 µm (MS-P16). Medium of MS-P16 that added PEG 15% as selective agent for drought stress and MS-P16 medium with culture filtrate 30% as selective agent for disease resistance. Embriogenic calli were placed on PEG medium during three months per cycle. PEG insensitive somatic embryos (SE) were proliferated, and this SE named SE Pi-I. Somatic embryos Pi-I were secondly selected on PEG medium (repeat cycling, two cycles, ES Pi-II). In vitro double selection was done with challenge SE Pi-I against culture filtrate medium, and insensitive SE named SE PFi-I. Repeat cycling and double in vitro selection against culture filtrate medium as same as PEG in vitro selection. In vitro selection on culture filtrate medium was gotten insensitive SE one cycle (Fi-I), SE two cycles (repeat cycling selection, Fi-II). Somatic embryos Fi-I was selected on PEG mediun (double selection, SE FPi-I). All insensitive selected SEs from repeat cycling and double in vitro selection were germinated to generate plantlets (R0 generation). These plants were harvested to obtain R0:1 seeds. The seeds were grown (R1 plant) to produce R1:2 seeds. These plants of R2 generation were used to somaclonal plant evaluation against PEG stress, water stress, and pathogen infection. Result of this research showed 1) after repeat cycling in vitro selection, PEG and culture filtrate insensitive SE and its R0 shoot of cv. Kelinci and Singa were respectively more tolerance against PEG and culture filtrate stress, 2) while one identified from double selection were more tolerance to both PEG and culture filtrate medium, 3) peanut plant of R0 and R1 resulted from repeat cycling and double in vitro selection consisted of qualitative and quantitative variants, 4) plant performance produced from repeat cycling in vitro selection to PEG was lesser leaf necrosed symptom and more survive under PEG stress, 5) somaclonal plants regenerated from repeat cycling in vitro selection against PEG were more tolerance to water defisit, produced higher vegetative growth and dry pod yield, and lower dry pod yield reduction, 6) regenerant peanut plants resulted from selected SE two cycles against culture filtrate were more resistance to S. rolfsii infection and produced higher dry pod yield and lower dry pod yield reduction. iii

4 Finally, this research has showed that repeat cycling and double in vitro selection more effective to produce drought tolerance and S. rolfsii resistance peanut germplasm. iv

5 ABSTRAK A. FARID HEMON, Efektifitas Seleksi In Vitro Berulang untuk Mendapatkan Plasma Nutfah Kacang Tanah yang Toleran terhadap Cekaman Kekeringan dan Resisten terhadap Penyakit Busuk Batang Sclerotium rolfsii. SUDARSONO, RUSMILAH SUSENO, HAJRIAL ASWIDINNOOR, dan WIDODO. Kendala utama penanaman kacang tanah di lahan kering adalah masalah kekurangan air dan serangan cendawan S. rolfsii. Upaya pengelolaan budidaya kacang tanah di lahan kering adalah menggunakan kultivar toleran kekeringan dan resisten infeksi S. rolfsii. Penggunaan teknik induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro dengan menggunakan agens penyeleksi merupakan metode yang layak untuk dikembangkan. Seleksi in vitro yang dilakukan hanya satu siklus (tiga bulan), masih banyak ditemukan tanaman somaklon yang peka pada kekeringan dan rentan terhadap penyakit. Untuk itu, penelitian disertasi ini dilakukan dengan tujuan menguji efektifitas (1) seleksi in vitro berulang dalam media yang mengandung polietilena glikol (PEG) atau filtrat kultur S. rolfsii untuk mendapatkan tanaman kacang tanah toleran kekeringan dan resisten terhadap penyakit busuk batang, secara berturut-turut, dan (2) seleksi ganda dalam media yang mengandung PEG dan filtrat kultur untuk mendapatkan kacang tanah yang toleran cekaman kekeringan dan resisten terhadap penyakit. busuk batang S. rolfsii. Percobaan diawali dengan menginduksi variasi somaklonal dengan media MS yang mengandung pikloram (MS-P16). Media MS-P16 yang ditambah PEG 15% digunakan sebagai agens penyeleksi untuk cekaman kekeringan dan media MS-P16 dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii 30% sebagai agens penyeleksi resistensi terhadap S. rolfsii. Kalus embriogen ditempatkan dalam media PEG selama tiga bulan per siklus. Embrio somatik (ES) yang insensitif pada PEG diproliferasi, dan ES ini disebut ES Pi-I. Kalus embriogen Pi-I diseleksi kembali pada media PEG (seleksi berulang/dua siklus, ES Pi-II). Seleksi ganda dilakukan dengan menempatkan ES Pi-I pada media filtrat kultur dan disebut ES PFi-I. Seleksi in vitro berulang pada media filtrat kultur sama seperti seleksi pada media PEG. Akhir dari seleksi in vitro pada filtrat kultur diperoleh ES insensitif satu siklus (ES Fi-I) dan ES insensitif dua siklus (seleksi berulang, ES Fi-II). Embrio somatik Fi-I diseleksi pada media PEG dan yang insensitif disebut ES FPi-I. Semua ES insensitif hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda dikecambahkan sampai tumbuh planlet (generasi R0). Tanaman ini dipanen untuk mendapatkan benih R0:1. Benih ini ditanam kembali (generasi R1) untuk mendapatkan benih R1:2. Benih R1:2 (tanaman R2) inilah yang digunakan untuk menguji toleransi terhadap larutan PEG pada media sekam, terhadap cekaman kekeringan, dan resistensi terhadap infeksi cendawan. Hasil penelitian adalah (1) ES dan tunas R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG atau filtrat kultur lebih insensitif secara berturut-turut terhadap media PEG dan media filtrat kultur, (2) ES dan tunas R0 cv. Kelinci dan Singa hasil seleksi ganda pada media PEG dan filtrat kultur lebih insensitif terhadap media PEG dan filtrat kultur, (3) tanaman kacang tanah generasi R0 dan R1 hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda menghasilkan varian kualitatif dan kuantitatif, (4) penampilan tanaman yang v

6 dihasilkan dari seleksi in vitro berulang pada PEG menunjukkan gejala nekrosis pada daun lebih sedikit dan mampu bertahan hidup lebih lama pada media sekam dengan larutan PEG. Tanaman ini juga memberikan pertumbuhan vegetatif akar dan tajuk yang lebih baik dengan tingkat toleransi yang lebih baik terhadap cekaman PEG, (5) tanaman dari hasil seleksi in vitro berulang pada PEG menghasilkan pertumbuhan vegetatif dan hasil polong yang lebih tinggi dengan persentase penurunan hasil polong lebih kecil. Tanaman ini juga mempunyai tingkat toleransi yang lebih baik terhadap cekaman kekeringan, dan (6) tanaman dari hasil regenerasi seleksi ES selama dua siklus pada media filtrat kultur menghasilkan polong lebih tinggi dengan penurunan hasil polong akibat infeksi cendawan lebih rendah. Tanaman ini lebih tahan terhadap serangan S. rolfsi. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda cukup efektif untuk mendapatkan plasma nutfah tanaman kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan resisten terhadap penyakit busuk batang S. rolfsii. vi

7 EFEKTIFITAS SELEKSI IN VITRO BERULANG UNTUK MENDAPATKAN PLASMA NUTFAH KACANG TANAH TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN RESISTEN TERHADAP PENYAKIT BUSUK BATANG Sclerotium rolfsii Oleh : A. Farid Hemon Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Agronomi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 vii

8 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya viii

9 GLOSARI ES ES primer ES sekunder ES Pi-I ES Pi-II ES PFi-I ES Fi-I ES Fi-II ES FPi-I Filtrat kultur Generasi R0, R1, R2 MS MS-P16 Planlet atau tanaman Pi-I Planlet atau tanaman Pi-II Planlet atau tanaman PFi-I Planlet atau tanaman Fi-I Planlet atau tanaman Fi-II : embrio somatik, suatu sel tubuh tunggal yang diinduksi untuk ditumbuhkan ke dalam tanaman lengkap. : embrio somatik yang pertama terbentuk dari eksplant : embrio somatik yang terbentuk dari embrio somatik primer setelah disubkultur. : embrio somatik insensitif hasil seleksi selama satu siklus (3 bulan) pada media selektif MS-P16 yang mengandung polietilena glikol 15%. : embrio somatik insensitif hasil seleksi secara berulang ES Pi-I selama satu siklus lagi pada media selektif MS- P16 yang mengandung polietilena glikol 15% (dua siklus = 6 bulan). : embrio somatik insensitif hasil seleksi ES Pi-I diseleksi lagi selama satu siklus pada media selektif MS-P16 yang ditambahkan filtrat kultur 30% S. rolfsii (3 bulan pertama dalam media PEG dan kemudian 3 bulan kedua dalam media filtrat kultur). : embrio somatik resisten hasil seleksi selama satu siklus (3 bulan) pada media selektif MS-P16 yang mengandung filtrat kultur 30% Sclerotium rolfsii. : embrio somatik resisten hasil seleksi secara berulang ES Fi-I selama satu siklus lagi pada media selektif MS- P16 yang mengandung filtrat kultur 30% Sclerotium rolfsii (dua siklus = 6 bulan). : embrio somatik resisten hasil seleksi ES Fi-I diseleksi lagi selama satu siklus pada media selektif MS-P16 yang ditambahkan PEG 15% (3 bulan bulan pertama dalam media filtrat kultur dan kemudian 3 bulan kedua dalam media PEG). : hasil ekstraksi miselia cendawan S. rolfsii : tanaman generasi R0 hasil kecambah ES seleksi in vitro : tanaman generasi R1 zuriat dari generasi R0 : tanaman generasi R2 zuriat dari generasi R1 : media dasar Murashige dan Skoog untuk kultur jaringan : media MS yang mengandung 16 µm auksin pikloram : planlet atau tanaman yang berasal dari ES Pi-I : planlet atau tanaman yang berasal dari ES Pi-II : planlet atau tanaman yang berasal dari ES PFi-I : planlet atau tanaman yang berasal dari ES Fi-I : planlet atau tanaman yang berasal dari ES Fi-II ix

10 Planlet atau tanaman FPi-I PEG Seleksi berulang Seleksi ganda Somaklon/regeneran : planlet atau tanaman yang berasal dari ES FPi-I : polietilena glikol dengan berat molekul besar yang dapat menurunkan potensial air : seleksi in vitro yang dilakukan secara berulang atau lebih dari satu siklus (satu siklus = 3 bulan) pada media selektif PEG 15% atau pada filtrat kultur 30%. : seleksi in vitro yang dilakukan sekaligus pada dua media selektif, tiga bulan pertama pada media MS-P16 yang ditambahkan PEG 15%, dan tiga bulan kedua pada media yang ditambahkan filtrat kultur 30%. Atau sebaliknya, tiga bulan pertama pada media yang ditambahkan filtrat kultur 30%, an tiga bulan kedua pada media yang ditambahkan PEG 15% : tanaman hasil seleksi in vitro yang berasal dari ES Pi-I, Pi-II, PFi-I, Fi-I, Fi-II, dan FPi-I. x

11 Judul Disertasi : EFEKTIFITAS SELEKSI IN VITRO BERULANG UNTUK MENDAPATKAN PLASMA NUTFAH KACANG TANAH TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN RESISTEN TERHADAP PENYAKIT BUSUK BATANG Sclerotium rolfsii Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : A. Farid Hemon : A : Agronomi Menyetujui : 1. Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sudarsono, MSc. Ketua Prof. Dr. Ir. Rusmilah Suseno, MSc. Anggota Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc. Anggota Dr. Ir. Widodo, MS Anggota Mengetahui : 2. Ketua Program Studi Agronomi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Dr.Ir. Satriyas Ilyas, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : 22 November 2006 Tanggal Lulus : xi

12 RIWAYAT HIDUP A. FARID HEMON dilahirkan di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat pada tanggal 13 April 1963 sebagai anak kedua dari pasangan H. Hemon H. Arsyad dan Hj. St. Hadijah. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram, lulus pada tahun Pada tahun 1995, dia melanjutkan studi S2 dengan mayor Plant Breeding dan minor Plant Pathology di Department of Horticulture, College of Agriculture, University of the Philippines Los Banos, dan lulus pada tahun 1997 dengan gelar Master of Science. Pada tahun 2002 dia terdaftar sebagai mahasiswa S3 di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi dengan menggunakan beasiswa pendidikan pascasarjana (BPPS) dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia Pada tanggal 29 Mei 1994, dia menikah dengan ULFAH KALSOM, dan dikarunia dua orang anak : Muhammad Dinullah Akbar (lahir 15 Maret 1995) dan Nurul Fidinia Hijah (lahir 20 Maret 1999). Dari tahun 1989 sampai sekarang A. Farid Hemon bekerja sebagai staf pengajar di program studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram. xii

13 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2003 ini ialah seleksi in vitro, dengan judul Efektifitas Seleksi In Vitro Berulang untuk Mendapatkan Plasma Nutfah Kacang Tanah yang Toleran terhadap Cekaman Kekeringan dan Resisten terhadap Penyakit Busuk Batang Sclerotium rolfsii. Penulis menyampaikan ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sudarsono, Dr. Hajrial Aswidinnoor, Dr. Widodo, dan Ibu Prof. Dr. Rusmilah Suseno, selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing selama studi, pelaksanaan penelitian dan penulisan Disertasi ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada bapak dan ibu orang tua, mertua, istri dan anak tercinta, kakak dan adik serta seluruh keluarga, atas do a, dukungan dan kasih sayangnya selama studi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Desember 2006 A. Farid Hemon xiii

14 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... PENDAHULUAN... Latar Belakang... Tujuan Penelitian... Strategi Penelitian... Halaman vii xiii TINJAUAN PUSTAKA... Penyakit Busuk Batang dan Mekasisme Ketahanan Tanaman terhadap Sclerotium rolfsii... Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Mekanisme Toleransi... Mutasi In Vitro... Seleksi In Vitro untuk Resistensi terhadap Penyakit... Seleksi In Vitro untuk Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan PERCOBAAN BAGIAN I : SELEKSI IN VITRO, DIAWALI PADA MEDIA POLIETILENA GLIKOL (PEG) SELEKSI BERULANG DAN IDENTIFIKASI EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH YANG INSENSITIF POLIETILENA GLIKOL DAN FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii... Abstrak... Abstract... Pendahuluan... Bahan dan Metode... Hasil... Pembahasan... Kesimpulan... TIPE VARIAN SOMAKLONAL YANG DIAMATI DIANTARA POPULASI TANAMAN KACANG TANAH HASIL SELEKSI IN VITRO BERULANG DAN SELEKSI GANDA... Abstrak... Abstract... Pendahuluan... Bahan dan Metode... Hasil... Pembahasan... Kesimpulan xiv

15 PENAMPILAN TANAMAN KACANG TANAH HASIL SELEKSI IN VITRO BERULANG DAN SELEKSI GANDA PADA POLIETILENA GLIKOL DAN FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii TERHADAP CEKAMAN LARUTAN POLIETILENA GLIKOL... Abstrak... Abstract... Pendahuluan... Bahan dan Metode... Hasil... Pembahasan... Kesimpulan... RESPONS TANAMAN KACANG TANAH SOMAKLON DARI HASIL REGENERASI SELEKSI IN VITRO BERULANG DAN SELEKSI GANDA TERHADAP KEKERINGAN... Abstrak... Abstract... Pendahuluan... Bahan dan Metode... Hasil... Pembahasan... Kesimpulan PERCOBAAN BAGIAN II : SELEKSI IN VITRO, DIAWALI PADA MEDIA FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii SELEKSI IN VITRO BERULANG DAN SELEKSI GANDA SERTA IDENTIFIKASI PLANLET INSENSITIF CEKAMAN AKIBAT PENAMBAHAN FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii DAN POLIETILENA GLIKOL... Abstrak... Abstract... Pendahuluan... Bahan dan Metode... Hasil... Pembahasan... Kesimpulan... VARIASI SOMAKLONAL DIANTARA TANAMAN KACANG TANAH HASIL SELEKSI IN VITRO BERULANG PADA MEDIA FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii DAN POLIETILENA GLIKOL. Abstrak... Abstract... Pendahuluan... Bahan dan Metode... Hasil... Pembahasan... Kesimpulan xv

16 SKRINING TANAMAN KACANG TANAH HASIL REGENERASI EMBRIO SOMATIK YANG DISELEKSI SECARA BERULANG PADA FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii DAN POLIETILENA GLIKOL TERHADAP INFEKSI S. rolfsii... Abstrak... Abstract... Pendahuluan... Bahan dan Metode... Hasil... Pembahasan... Kesimpulan PEMBAHASAN UMUM SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA xvi

17 DAFTAR TABEL Halaman 1. Pertumbuhan ES kacang tanah cv. Kelinci atau Singa hasil seleksi satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG, dan setelah seleksi ganda dalam media dengan PEG dan filtrat kultur S. rolfsii (PFi-I) 2. Respons terhadap cekaman PEG dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa insensitif PEG yang telah melalui satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG serta ES insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan PEG dan filtrat kultur (PFi-I) 3. Respons terhadap cekaman filtrat kultur dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa insensitif PEG yang telah melalui satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG serta ES insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan PEG dan filtrat kultur (PFi-I) 4. Perkecambahan dan regenerasi planlet dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa insensitif PEG yang telah melalui satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG atau insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan PEG dan filtrat kultur (PFi-I) 5. Respons terhadap cekaman PEG dari stek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil regenerasi dari ES insensitif PEG satu (Pi-I) atau dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG serta ES insensitif PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media PEG dan filtrat kultur (PFi-I) 6. Respons terhadap cekaman filtrat kultur dari setek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil regenerasi dari ES insensitif PEG satu (Pi-I) atau dua siklus (Pi-II) dalam media MS- P16 dengan PEG serta ES insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media PEG dan filtrat kultur (PFi-I) 7. Macam dan persentase varian kualitatif yang diamati diantara populasi tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media PEG serta hasil seleksi ganda dalam media PEG dan diikuti dalam media filtrat kultur (PFi-I) serta populasi tanaman R xvii

18 8. Jumlah cabang (JC), tinggi tanaman (TT), umur berbunga (UB), jumlah daun (JD), bobot polong kering (BPK) dan jumlah polong kering (JPK) yang diamati pada tanaman cv. Kelinci dan Singa standar (Std), serta tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro pada media seleksi PEG siklus I (Pi-I), siklus II (Pi- II), dan seleksi ganda pada media PEG dan filtrat kultur (PFi-I) 9. Nomer galur tanaman generasi R2 zuriat dari generasi R1 kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda yang dievaluasi pada cekaman larutan PEG 10. Rata-rata jumlah hari tanaman untuk dapat bertahan hidup dan persentase (%) tanaman yang masih hidup sampai umur 50 hari dalam media yang diberi perlakuan PEG 15% pada populasi tanaman Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii 11. Pengaruh cekaman PEG 15% terhadap pertumbuhan tanaman populasi tanaman Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii 12. Indeks sensitivitas (S) terhadap cekaman PEG berdasarkan sejumlah karakter pertumbuhan pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii 13. Indeks sensitivitas (S) terhadap cekaman PEG berdasarkan sejumlah karakter pertumbuhan pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan galur populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii 14. Nomer galur tanaman generasi R2 zuriat dari generasi R1 kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda yang dievaluasi pada cekaman kekeringan 15 Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan tanaman pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii xviii

19 16. Persentase penurunannya bobot kering dan jumlah polong bernas pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii terhadap kondisi cekaman kekeringan dan optimum 17. Indeks sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan sejumlah karakter agronomi pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii 18. Indeks sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan bobot kering dan jumlah polong bernas pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan galur populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci seleksi dua siklus pada PEG (seleksi in vitro berulang) 19. Kandungan prolin dan gula total pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii terhadap kondisi cekaman dan optimum 20. Pertumbuhan ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa setelah melalui satu (Fi-I), dua siklus (Fi-II) dalam media MS-P16 dengan filtrat kultur atau seleksi ganda dalam media dengan filtrat kultur dan PEG (FPi-I) 21. Respons ES kacang tanah hasil seleksi in vitro siklus I (Fi-I), siklus II (Fi-II), dan seleksi ganda (FPi-I) terhadap cekaman yang diinduksi oleh penambahan filtrat kultur S. rolfsii atau PEG dalam media 22. Perkecambahan dan regenerasi planlet dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa insensitif filtrat kultur yang telah melalui satu (Fi-I) atau dua siklus (Fi-II) dalam media MS-P16 dengan filtrat kultur serta ES insensitif terhadap filtrat kultur dan PEG setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan filtrat kultur dan PEG (FPi-I) 23. Respons terhadap cekaman PEG dari setek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil regenerasi dari ES insensitif filtrat kultur melalui satu (Fi-I) atau dua siklus (Fi-II) dalam media MS-P16 dengan filtrat kultur serta ES insensitif terhadap filtrat kultur dan PEG setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan filtrat kultur dan PEG (FPi-I) xix

20 24. Respons terhadap cekaman filtrat kultur dari setek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil regenerasi dari ES insensitif filtrat kultur melalui satu (Fi-I) atau dua siklus (Fi-II) dalam media MS-P16 dengan filtrat kultur serta ES insensitif terhadap filtrat kultur dan PEG setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan filtrat kultur dan PEG (FPi-I) 25. Macam dan persentase varian karakter kualitatif dibanding tanaman standar yang diamati diantara populasi tanaman generasi R0 dan R1 hasil seleksi ES satu (Fi-I), dua siklus (Fi-II) dalam media filtrat kultur serta hasil seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan diikuti dalam media PEG (FPi-I) cv. Kelinci 26. Macam dan persentase varian karakter kualitatif dibanding tanaman standar yang diamati diantara populasi tanaman generasi R0 dan R1 hasil seleksi ES satu (Fi-I), dua siklus (Fi-II) dalam media filtrat kultur serta hasil seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan diikuti dalam media PEG (FPi-I) cv. Singa 27. Jumlah cabang (JC), tinggi tanaman (TT), umur berbunga (UB), jumlah daun (JD), bobot polong kering (BPK) dan jumlah polong kering (JPK) tanaman kacang tanah cv. Kelinci dan Singa standar (Std), serta tanaman R0 hasil seleksi ES satu (Fi-I), dua siklus (Fi- II) pada media filtrat kultur serta hasil seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan diikuti dalam media PEG (FPi-I) 28. Jumlah cabang (JC), tinggi tanaman (TT), umur berbunga (UB), jumlah daun (JD), bobot polong kering (BPK) dan jumlah polong kering (JPK) tanaman kacang tanah cv. Kelinci dan Singa standar (Std), serta tanaman R1 zuriat dari tanaman R0 hasil seleksi ES satu (Fi-I), dua siklus (Fi-II) pada media filtrat kultur serta seleksi ganda pada media filtrat kultur dan diikuti dalam media PEG (FPi-I) 29. Nomer galur tanaman kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda ES pada tanaman generasi R2 yang diskrining pada infeksi S. rolfsii 30. Persentase (%) tanaman mati dan jumlah hari hidup dari awal inokulasi sampai tanaman mati pada tanaman yang diinokulasi dengan cendawan S. rolfsii pada populasi tanaman Fi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media dengan penambahan filtrat kultur 30% dan seleksi ganda pada filtrat kultur S. rolfsii dan PEG xx

21 31. Pengaruh inokulasi cendawan S. rolfsii terhadap pertumbuhan tanaman pada populasi Fi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda pada filtrat kultur S. rolfsii dan PEG 32. Persentase penurunannya bobot kering dan jumlah polong bernas pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda pada filtrat kultur S. rolfsii dan PEG terhadap infeksi cendawan S. rolfsii 33. Indeks kerentanan terhadap penyakit S. rolfsii (K) berdasarkan bobot kering dan jumlah polong bernas pada populasi Fi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda pada filtrat kultur S. rolfsii dan PEG 34. Indeks kerentanan terhadap penyakit (K) berdasarkan bobot kering polong dan jumlah polong pada populasi Fi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan galur populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus (seleksi in vitro berulang) 35 Aktivitas enzim peroksidase dan enzim kitinase menggunakan substrat dimer (pnp-nacglc) akibat infeksi S. rolfsii pada pangkal batang pada populasi Fi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda pada filtrat kultur S. rolfsii dan PEG xxi

22 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Diagram alir skenario penelitian dan keterkaitan antar percobaan 5 2. Respons perkembangan ES yang ditanam dalam media MS-P16 dan media selektif. PEG 3. Regenerasi ES insensitif PEG dan filtrat kultur untuk membentuk planlet. 4. Contoh fenotipe varian yang diamati diantara populasi tanaman generasi R0 dan R1 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro berulang dalam media selektif PEG 15% atau hasil seleksi dalam media dengan PEG, diikuti dengan media filtrat kultur (seleksi ganda) 5. Jumlah tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES cv. Kelinci hasil seleksi in vitro selama satu atau dua siklus dalam media PEG serta satu siklus dalam media PEG, diikuti media filtrat kultur (seleksi ganda) dan R1 zuriat dari tanaman R0 yang menghasilkan kisaran bobot polong kering tertentu 6. Jumlah tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa hasil seleksi in vitro selama satu atau dua siklus dalam media PEG serta satu siklus dalam media PEG, diikuti dengan media filtrat kultur (seleksi ganda) dan R1 zuriat dari tanaman R0 yang menghasilkan kisaran bobot polong kering tertentu Representasi respons tanaman kacang tanah terhadap cekaman PEG Pengaruh cekaman kekeringan terhadap perumbuhan tanaman, akar dan hasil polong 9 Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Singa hasil seleksi in vitro dan menghasilkan bobot polong kering (g) setelah mengalami cekaman kekeringan dan dibandingkan dengan tanaman dalam konsisi optimum 10. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Singa hasil seleksi in vitro dan menghasilkan jumlah polong kering setelah mengalami cekaman kekeringan dan dibandingkan dengan tanaman dalam konsisi optimum 11. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Kelinci hasil seleksi in vitro dan menghasilkan bobot polong kering (g) setelah mengalami cekaman kekeringan dan dibandingkan dengan tanaman dalam konsisi optimum xxii

23 12. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Kelinci hasil seleksi in vitro dan menghasilkan jumlah polong kering setelah mengalami cekaman kekeringan dan dibandingkan dengan tanaman dalam konsisi optimum 13 Kadar prolin pada populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro satu siklus (Pi-I), dua siklus II (Pi-II) pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii (PFi-I atau FPi-I) 14 Respons perkembangan ES yang ditanam dalam media selektif filtrat kultur S. rolfsii 30% dan PEG 15 % 15 Regenerasi ES insensitif filtrat kultur dan PEG untuk membentuk planlet 16 Varian kualitatif yang teramati diantara populasi tanaman generasi R0 dan R1 yang regenerasi ES dari hasil seleksi in vitro berulang dalam media selektif dengan penambahan filtrat kultur dan seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan PEG 17. Berat polong kering per tanaman (g) dari nomer-nomer galur somaklon generasi R1 cv. Kelinci yang dihasilkan dari seleksi ES satu siklus (Fi-I), dua siklus (Fi-II), dan seleksi ganda (FPi-I) dibandingkan lebih ringan atau lebih berat dari populasi tanaman standar 18. Berat polong kering per tanaman (g) dari nomer-nomer galur somaklon generasi R1 cv. Singa yang dihasilkan dari seleksi ES satu siklus (Fi-I), dua siklus (Fi-II), dan seleksi ganda (FPi-I) dibandingkan lebih ringan atau lebih berat dari populasi tanaman standar 19. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Singa hasil seleksi in vitro dan menghasilkan bobot polong kering (g) setelah diinokulasi dengan S. rolfsii dan dibandingkan dengan tanaman sehat 20 Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Singa hasil seleksi in vitro dan menghasilkan jumlah polong kering setelah diinokulasi dengan S. rolfsii dan dibandingkan dengan tanaman sehat 21 Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Kelinci hasil seleksi in vitro dan menghasilkan bobot polong kering (g) setelah diinokulasi dengan S. rolfsii dan dibandingkan dengan tanaman sehat xxiii

24 22. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Kelinci hasil seleksi in vitro dan menghasilkan jumlah polong kering (g) setelah diinokulasi dengan S. rolfsii dan dibandingkan dengan tanaman sehat Representasi tanaman kacang tanah terserang oleh S. rolfsii 156 xxiv

25 PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang cukup penting dalam pola menu makanan setelah tanaman kedelai. Kebutuhan kacang tanah dalam negeri menunjukkan kenaikan cukup besar yaitu 4,4% per tahun, sedangkan produksi kacang tanah hanya mengalami kenaikan 2,5%. Akibatnya untuk memenuhi kekurangan produksi tersebut harus diimpor (Adisarwanto 2003). Luas pertanaman kacang tanah menempati urutan keempat setelah padi, jagung, dan kedelai. Di kawasan Asia, Indonesia menempati urutan ketiga dengan luas penanaman mencapai Ha dan merupakan negara ketujuh terbesar penghasil kacang tanah di dunia. Namun, produksi kacang tanah Indonesia masih rendah yaitu sekitar 1 ton/ha polong kering, sedangkan negara lain melebihi 2 ton/ha (Adisarwanto 2003; Biro Pusat Statistik 1999). Penanaman kacang tanah sebagian besar (70%) ditanam pada lahan kering dan sisanya ditanam pada lahan basah (Saleh & Adisarwanto 1996). Usaha tani pada lahan kering sulit berkembang karena ketersediaan air tidak selalu terpenuhi sepanjang musim tanam. Hal ini menyebabkan produksi kacang tanah menjadi rendah dan bahkan menyebabkan kegagalan panen. Cekaman kekeringan menyebabkan gangguan pada semua fase pertumbuhan tanaman dan menimbulkan berbagai efek seperti pada perluasan daun dan pemanjangan batang, gangguan aktivitas fotosintesis (Riciardi et al. 2001), menurunkan kemampuan untuk melakukan pembuahan (self-fertility) dan menurunkan ukuran biji (Stoddar 1986). Cekaman air menyebabkan pengurangan biomasa daun dan polong kering kacang tanah (Collino et al. 2000) dan penurunan bobot kering polong diduga disebabkan oleh terhambatnya inisiasi dan pemanjangan ginofor (Chapman et al. 1993). Selain itu, kondisi sosial ekonomi petani pada lahan kering biasanya tidak cukup mendukung untuk melakukan budidaya secara intensif. Infestasi pada usaha tani lahan kering biasanya rendah, sehingga sangat sulit diharapkan peningkatan

26 2 produksi. Kondisi ini sangat bertentangan dengan penerapan pemuliaan moderen yang selalu mensyaratkan menggunakan input teknologi secara intensif (Cercarelli 1996). Salah satu pendekatan yang rasional untuk mengatasi masalah budidaya pada lahan kering adalah dengan mengembangkan kultivar kacang tanah yang berdaya hasil tinggi pada lingkungan tersebut. Selain masalah cekaman kekeringan, masalah penyakit busuk batang akibat infeksi S. rolfsii juga merupakan faktor pembatas produksi usaha tani kacang tanah di lahan kering. Infeksi patogen dapat menurunkan kuantitas dan kualitas hasil kacang tanah. Menurut Backman dan Brenneman (1997) penurunan hasil akibat serangan patogen ini dapat mencapai %. Sclerotium rolfsii merupakan cendawan tertular tanah (soil borne) dan membentuk sklerotia yang menyebabkan cendawan ini mampu bertahan hidup cukup lama di dalam tanah. Kondisi lahan kering yang sulit diterapkan sistem pengairan, menyebabkan inokulum cendawan sulit dihilangkan pada usaha tani lahan kering (Benhamou & Chert 1996). Penanaman kultivar resisten yang berdaya hasil tinggi menawarkan harapan dapat mengembangkan budidaya kacang tanah di lahan kering. Pengendalian secara kimiawi dirasakan tidak ekonomis terutama untuk petani lahan kering, tidak efektif karena cendawan soil-born, dan dapat mencemarkan lingkungan. Penggunaan kultivar tahan diharapkan dapat menghambat atau mengurangi perkembangan patogen. Pemuliaan kultivar toleran kekeringan dan resisten terhadap penyakit dengan metode konvensional membutuhkan waktu yang lama dan prosedurnya tidak efisien. Kultur in vitro dapat digunakan sebagai alternatif untuk mendapatkan tanaman toleran cekaman kekeringan dan resisten terhadap penyakit (Mohamed et al. 2000). Kultur in vitro dapat menginduksi variasi somaklonal dan penggunaan seleksi in vitro pada tingkat sel dan jaringan dengan agens penyeleksi diharapkan dapat diperoleh karakter yang diinginkan (Jain 2001). Seleksi in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan filtrat kultur yang dikeluarkan oleh S. rolfsii sebagai agens penyeleksi untuk mengidentifikasi sel atau jaringan tanaman kacang tanah yang tidak mati oleh filtrat kultur (Yusnita et al. 2005). Seleksi in vitro juga dilakukan dengan menggunakan polietilena glikol

27 3 (PEG) yang dapat menstimulasi kondisi cekaman kekeringan untuk mengidentifikasi sel atau jaringan tanaman kacang tanah yang tidak mati oleh cekaman PEG (Dami & Hughes 1997; Widoretno et al. 2003a; Rahayu et al. 2005). Efektifitas seleksi in vitro sangat tergantung dari keberhasilan untuk menghambat perkembangan sel/jaringan normal yang tidak diinginkan dan memproliferasikan sel/jaringan mutan yang diinginkan dengan menggunakan agens penyeleksi. Penggunaan seleksi in vitro berulang diharapkan dapat meningkatkan akumulasi mutagenesis sel-sel atau jaringan tanaman yang hanya toleran terhadap PEG atau resisten terhadap filtrat kultur atau kedua sifat tersebut sekaligus dapat terakumulasi pada satu genotip. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini sangat diperlukan untuk menguji efektifitas seleksi in vitro berulang untuk mendapatkan kultivar kacang tanah unggul baru yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan resisten terhadap penyakit busuk batang S. rolfsii. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas seleksi in vitro berulang untuk mendapatkan plasma nutfah tanaman kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan resisten terhadap penyakit busuk batang S. rolfsii. Secara spesifik penelitian ini bertujuan : 1. Menguji efektifitas seleksi in vitro berulang dalam media yang mengandung PEG untuk mendapatkan tanaman kacang tanah yang toleran kekeringan. 2. Menguji efektifitas seleksi in vitro berulang dalam media yang mengandung filtrat kultur S. rolfsii untuk mendapatkan tanaman kacang tanah yang resisten terhadap penyakit busuk batang S. rolfsii. 3. Menguji efektifitas seleksi in vitro ganda dalam media yang mengandung PEG dan filtrat kultur S. rolfsii untuk mendapatkan tanaman kacang tanah yang toleran kekeringan dan resisten terhadap penyakit busuk batang S. rolfsii.

28 4 Strategi Penelitian Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, strategi penelitian yang ditempuh meliputi beberapa topik penelitian sebagai berikut : 1. Efektifitas seleksi in vitro berulang dalam media selektif yang mengandung PEG untuk mendapatkan varian embrio somatik yang insensitif terhadap PEG. 2. Efektifitas seleksi in vitro berulang dalam media selektif yang mengandung filtrat kultur S. rolfsii untuk mendapatkan varian embrio somatik yang insensitif terhadap filtrat kultur. 3. Efektifitas seleksi in vitro ganda dalam media yang mengandung PEG dan filtrat kultur untuk mendapatkan varian embrio somatik yang insensitif PEG dan filtrat kultur. 4. Evaluasi keragaman karakter kualitatif (morfologis) dan kuantitatif (agronomis) pada populasi kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda (pada media yang mengandung PEG dan filtrat kultur S. rolfsii). 5. Identifikasi tanaman varian somaklonal yang toleran kekeringan dan resisten terhadap S. rolfsii pada populasi tanaman somaklon kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda.

29 5 Plasma nutfah kacang tanah (cv. Singa dan Kelinci) Seleksi in vitro berulang dengan 1) PEG dan 2) Filtrat kultur Seleksi ganda (PEG dan filtrat kultur) 1. Embrio somatik insensitif PEG Embrio somatik insensitif PEG dan filtrat kultur 2. Embrio somatik insensitif filtrat kultur Regenerasi varian somaklonal Populasi tanaman varian somaklonal hasil seleksi in vitro Evaluasi karakter kualitatif dan kuantitatif Varian kualitatif dan kuantitatif Identifikasi varian somaklonal a. Toleran kekeringan b. Resisten S. rolfsii c. Karakter ganda a. Varian toleran kekeringan b. Varian resisten S. rolfsii c. Varian karakter ganda Galur Kacang Tanah Unggul Baru (Toleran kekeringan dan resisten S. rolfsii) Gambar 1. Diagram alir skenario penelitian dan keterkaitan antar percobaan

30 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Busuk Batang dan Mekasisme Ketahanan Tanaman terhadap Sclerotium rolfsii Sclerotium rolfsii Sacc. menyebabkan penyakit busuk batang pada kacang tanah dan berbagai spesies tanaman penting lain. Cendawan ini tertular lewat tanah sehingga pengendalian secara kultur teknik menjadi sangat sulit (Backman & Brenneman 1997). Kacang tanah dapat diserang pada setiap stadium pertumbuhan, mulai dari benih, kecambah sampai tanaman dewasa. Serangan pada fase kecambah menyebabkan tanaman rebah kecambah karena pada pangkal batang terjadi pembusukan. Serangan pada tanaman dewasa menyebabkan lesio berwarna coklat pada batang, daun mulai gugur, terjadi pembusukan pada pangkal batang, satu dua cabang menjadi layu, dan akhirnya tanaman mati. Infeksi juga terjadi pada ginofor dan pembusukan pada polong (Agrios 1988; Melouk & Backman 1995; Benhamou & Chert 1996) Selama kondisi tidak menguntungkan seperti kekurangan nutrisi, kondisi lingkungan panas atau dingin, adanya mikroba yang antagonis, atau tidak ada inang, menyebabkan cendawan akan membentuk sklerotia. Sklerotia membentuk struktur yang kompak, berukuran seragam, berbentuk agak bulat atau tak beraturan, berwarna putih ketika baru terbentuk dan akan menjadi berwarna coklat tua sampai kehitaman ketika telah masak (Hadar & Gorodecki 1991). Sklerotia tersebut mampu bertahan di dalam tanah selama bertahun-tahun, mampu berkolonisasi, dan mampu hidup secara efektif pada berbagai macam bahan organik dan dapat meningkatkan populasi inokulum (Punja 1985). Pengamatan pangkal batang yang terkena gejala penyakit ini, nampak terlihat masa miselia yang tumbuh disekitar pangkal batang dan permukaan tanah. Pertumbuhan miselia pada media potato dextrose agar (PDA) berwarna putih, halus dan tampak menyerupai bulu ayam. Miselium ini mampu mematikan batang utama tanaman, membusukkan batang dan merontokkan polong (Melouk & Backman 1995).

31 7 Efektifitas patogenisitas cendawan S. rolfsii membutuhkan sekresi toksin asam oksalat yang bersifat racun bagi inang. Asam oksalat bersifat toksin bagi tanaman sehingga dapat mematikan jaringan tanaman inang (Backman & Brenneman 1997; Cessna et al. 2000). Asam oksalat yang dikeluarkan dapat meningkatkan virulensi cendawan S. rolfsii karena enzim seperti poligalakturonase akan aktif ketika adanya asam oksalat. Kerjasama asam oksalat dan enzim ini mengakibatkan kerusakan yang lebih parah pada jaringan tanaman. Senyawa asam oksalat dapat menyebabkan klorosis dan nekrosis daun selama stadia pertama perkembangan tanaman. Oksalat dapat menghambat aktivitas oxidative burst yang merupakan mekanisme fisiologis tanaman untuk melawan patogen. Resistansi yang terjadi antara interaksi cendawan dengan tanaman terdiri atas beberapa komponen yaitu reaksi hipersensitif (HR), senjata kimia seperti fitoaleksin antimikrobia dan enzim hidrolitik, dan struktur penghalang untuk pertahanan seperti lignin dan protein dinding sel yang kaya hidroprolin (Dixon et al. 1994). Reaksi hipersensitif mematikan sel-sel tanaman inang dalam beberapa waktu agar tidak kontak dengan patogen. Reaksi hipersensitif menyebabkan patogen tertahan. Reaksi oxidative-burst merupakan reaksi terbentuknya hidrogen peroksida dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan kematian sel tanaman sehingga patogen biotropi dapat terperangkap dan kelaparan. Namun untuk patogen nekrotropi, reaksi oxidative burst tidak efektif. Penguatan dinding sel tanaman dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap patogen. Untuk patogen nekrotropik, penguatan dinding sel dapat menghambat difusi toksin atau enzim patogen pada sel yang lebih dalam. Peroksidase dan kitinase adalah senyawa protein yang berhubungan dengan resitensi tanaman terhadap patogen. Senyawa ini terinduksi ketika tanaman terinfeksi oleh patogen. Peroksidase berperanan untuk mengkatalisa senyawa organik yang berkaitan dalam penguatan dinding sel seperti lignin, fenolik dan suberin (Lagrimini 1991). Sementara kitinase berfungsi untuk mendegradasi senyawa kitin pada dinding sel cendawan (Collinge et al. 1993).

32 8 Pengaruh Cekaman Kekeringan dan Mekanisme Toleransi Ketersediaan air merupakan pembatas utama produksi tanaman. Tanaman akan terganggu pertumbuhannya ketika ketersediaan air dipermukaan akar berkurang. Konsep cekaman kekeringan pada tanaman adalah berkurangnya suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun, yang mana laju transpirasi melebihi laju absorpsi air oleh akar (Kaufmann 1981). Perilaku akar selama cekaman kekeringan dan hubungannya dengan daun (pucuk) tanaman belum dimengerti secara jelas. Pada keadaan tanah kering, perubahan signal metabolisme biokimia akar pada daun adalah dengan menekan pertumbuhan, aktivitas stomata, fotosintesis dan potensial osmotik (Kramer & Boyer 1995). Untuk mempertahankan turgor tanaman dapat dijaga keseimbangan antara laju transpirasi dan penyerapan air oleh akar. Dua komponen utama resistensi tanaman terhadap kekeringan (Franca et al. 2000) yaitu terhindar kekeringan (drought avoidance) dan toleransi terhadap kekeringan (drought tolerance). Pada kacang-kacangan, mekanisme terhindar kekeringan yang utama adalah sistem perakaran yang baik dan efisiensi pembukaan stomata (Barradas et al. 1994). Mekanisme toleransi kekeringan pada status air tanaman rendah adalah proses yang berfungsi pada tingkat sel, dan yang paling penting adalah pengaturan osmotik (osmotic adjustment) dan proteksi sistem membran (Mullet & Whitsitt 1996). Kondisi cekaman kekeringan dengan potensial air jaringan tanaman rendah mempengaruhi pertumbuhan tanaman terutama pada kenampakan morfologi dan perkembangan tanaman, perkembangan sel, fisiologi dan biokimia (Raper & Kramer 1987; Yoshiba et al. 1997). Pengurangan pemberian air menyebabkan perubahan pola perkembangan daun bunga matahari. Pada keadaan defisit air menyebabkan luas daun berkurang dibanding kondisi optimum. Pengurangan luas daun ini dipengaruhi oleh pengurangan kecepatan pembelahan dan luas areal sel sampai 40 % dibanding tanaman kontrol (Granier & Tardieu 1999). Cekaman air menyebabkan pengurangan biomasa daun dan polong kering kacang tanah (Collino et al. 2000) dan penurunan bobot kering polong diduga disebabkan oleh proses terhambatnya inisiasi dan pemanjangan ginofor (Chapman

33 9 et al. 1993). Pada tanaman kedelai, defisit air menurunkan luas area dan kandungan klorofil daun (Shimada et al. 1992), menurunkan ukuran polong, biji, dan bobot kering polong (Pookpadi et al. 1990), dan menurunkan kualitas biji (Franca-Neto et al. 1993). Cekaman kekeringan mempengaruhi pula sistem reproduksi tanaman. Herrero dan Johnson (1981) mempelajari pengaruh cekaman kekeringan pada sistem reproduksi tanaman jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanjangan rambut jagung (silk) terhenti pertumbuhan pada potensial air daun kira-kira -9 bar. Gejala morfologi yang biasa nampak pada tanaman kekurangan air adalah tanaman layu, daun menggulung, dan kerdil. Pengaruh cekaman kekeringan pada sel dapat dilihat pada kemampuan melakukan pembelahan dan pemanjangan sel. Pengurangan pemberian air pada tanaman menurunkan jumlah dan ekspansi sel (Granier & Tardieu 1999). Pada penelitian stres osmotik menghasilkan penurunan kadar klorofil dan menurunkan aktivitas mitokondria (Gibon et al. 2000). Pengaruh lanjut dari osmotic adjusment adalah memelihara pertumbuhan akar dan tunas pada kondisi cekaman, melalui pengaturan kontrol turgor sel (Creelman et al. 1990; Mullet & Whitsitt 1996). Integritas struktur membran sel adalah penting untuk dapat bertahan hidup pada periode cekaman kekeringan. Ketahanan pada fase kecambah dan vegetatif adalah penting agar mendapatkan hasil yang baik. Cekaman kekeringan mempengaruhi proses fisiologi berupa penurunan transpirasi dan potensial air rendah, dan fotosintesis (Pookpadi et al. 1990; Vieira et al. 1992). Tanaman yang terkena stres kekringan, potensi air daun menurun, pembentukan klorofil daun terganggu (Alberte et al. 1977) dan struktur kloroplas mengalami disintegrasi (Van Doren & Reicosky 1987). Gangguan fotosintesis terutama berhubungan dengan penutupan stomata, sehingga gas CO 2 tidak dapat terinfiltrasi dalam tanaman karena stomata tertutup. Disamping itu, defisit air menyebabkan bahan baku air untuk fotosintesis berkurang dan kalau terjadi fotosintesis menyebabkan distribusi fotosintat terganggu. Berkurangnya hasil fotosintat menyebabkan gugurnya bunga, polong dan biji yang telah terbentuk (Sloane et al. 1990).

34 10 Cekaman kekeringan menyebabkan respons biokimia atau metabolik pada tanaman. Karakter metabolik berupa akumulasi prolin pada jaringan tanaman merupakan karakter untuk toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Tanaman yang toleran terhadap stres osmotik mengakumulasikan prolin jauh lebih tinggi dari tanaman peka. Asam amino ini dipercaya berfungsi sebagai protektor atau menstabilisasi enzim atau struktur membran yang sensitif pada kekeringan atau kerusakan yang diinduksi secara ionik (Madan et al. 1995; Girousse et al. 1996; Iyer & Caplan 1998). Kishor et al. (1995) mengamati terjadinya peningkatan reistensi pada defisit air dan cekaman garam pada tanaman transgenik tembakau dengan over ekspresi? 1 -pyroline-5-carboxylate synthetase (P5CS). Penulis lain menjelaskan bahwa prolin dapat berpartisipasi sebagai penyimpan nitrogen, yang sewaktu-waktu dapat digunakan setelah periode cekaman. Tambahan pula bahwa prolin berperanan dalam meregulasi ph sitoplasma (Pesci & Beffagna 1984). Prolin jelas merupakan senyawa osmotikum dan compatible solut yang dapat terakumulasi pada konsentrasi tinggi pada sel sitoplasma tanpa merusak struktur sel. Akumulasi prolin berfungsi sebagai detoksifikasi radikal dan meregulasi status redoks sel. Sumber metabolik dari akumulasi prolin pada potensial air rendah belum jelas teramati. Salah satu mekanisme yang dapat menjelaskan adalah meningkatkan sintesis prolin dengan menggunakan glutamin dan ornitin sebagai prekursor. Transkripsi mrna mengkode? 1 -pyroline-5-carboxylate reductase (P5CR) dan P5CS dan selanjutnya mengkatalisis sintesis prolin melalui glutamin (Madan et al. 1995; Yoshiba et al. 1995). Selain prolin, senyawa osmotic adjusment yang lain adalah gula. Senyawa ini berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Gula dapat melindungi integritas membran selama dehidrasi dengan mencegah fusi membran, fase transisi, dan fase pemisahan membran (Pelah et al. 1997). Selanjutnya Gebre et al. (1997) melaporkan bahwa akumulasi glukosa dan fruktosa pada Populus deltoides dapat menurunkan pengaruh potensial osmotik pada daun, dan dapat mempertahankan ketegaran tanaman pada cekaman kekeringan. Senyawa gula tersebar pada sitosol yaitu pada daerah intra seluler.

35 11 Ketika konsentrasi ion anorganik tinggi pada vakuola, senyawa gula dapat melindungi enzim sitosolik (Rodrigues et al. 1999). Ketika cekaman kekeringan, tanaman dapat mensintesis hormon tumbuh berupa abscisic acid (ABA). Pembentukan senyawa ini berkaitan dengan respons terhadap kelayuan (Pruvot et al. 1996; Nambara et al. 1998) yaitu untuk meningkatkan laju penyerapan air oleh akar untuk mengimbangi laju transpirasi (Quintero et al. 1998; Roberts 1998). Penyerapan air di akar ditentukan oleh besarnya gradien hidrostatik atau gradien osmotik. Dalam hal ini ABA berperan sebagai pengatur signal transport air secara radial (Quintero et al. 1998). Mutasi In Vitro Tanaman yang diregenerasikan secara kultur in vitro melalui sel somatik sering berbeda fenotip dengan tanaman awal. Fenomena ini akhirnya disebut variasi somaklonal (Larkin & Scowcroft 1981; Monacelli et al. 1988; Jain 2001; Larkin 2004). Analisis turunan menunjukkan bahwa variasi somaklonal adalah perubahan genetik walaupun perubahan DNA somaklon sampai sekarang masih terus dipelajari. Perubahan variasi genetik merupakan komponen yang esensial dalam program pemuliaan tanaman. Mutasi spontan yang terjadi secara ekstrim biasanya menghasilkan frekuensi variasi genetik yang sangat rendah. Mutasi in vitro telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan untuk meningkatkan variasi genetik tanaman. Penggunaan teknik in vitro seperti kultur anter/mikrospor, organogenesis pucuk, dan embriogenesis somatik dapat mengatasi rendahnya variasi genetik yang disebabkan oleh mutasi spontan. Untuk meningkatkan peranan variasi somaklonal dalam pemuliaan tanaman, diperlukan (Brar dan Jain 1998) yaitu : 1) kultur suspensi sel dan kalus untuk beberapa siklus, 2) regenersi sejumlah tanaman dari long-term culture, 3) skrining karakter yang diinginkan dengan melakukan seleksi in vitro untuk memilih karakter penting seperti toleran terhadap kekeringan dan resisten terhadap patogen, 4) pengujian somaklon terpilih dalam beberapa generasi untuk kestabilan genetik, dan 5) multiplikasi somaklon yang sifat genetiknya stabil untuk mengembangkan kultivar baru.

36 12 Munculnya variasi somaklonal selama kultur in vitro berhubungan dengan mutasi titik, chromosomal rearrangement dan rekombinan, transposable element, jumlah kopi sekuens DNA, dan DNA amplifikasi. Sistem kultur jaringan sendiri ikut mengambil bagian dalam sistem mutagenesis karena sel mengalami traumatik setelah diisolasi dari tanaman dan beberapa prosedur atau restrukturisasi dalam proses regenerasi yang berbeda dengan di alam menyebabkan pula munculnya variasi epigenetik pada tanaman yang baru diregenerasi (Jain 2000; Larkin 2004). Pengaruh tipe genotipe, tipe eksplan, media kultur, umur tanaman donor, dan jumlah sub kultur berpengaruh pula pada munculnya variasi somaklonal (Veilleux & Johnson 1998; Jain 2001). Variasi kromosom telah diamati pada beberapa spesies tanaman yang diregenerasikan dari kultur jaringan dan tanaman turunannya (Duncan 1997; Gupta 1998). Eksplan dengan ploidi dan jumlah kromosom tinggi menunjukkan variabilitas lebih tinggi dibanding ploidi dan jumlah kromosom rendah. Pengendalian siklus sel normal dengan mencegah pembelahan sel sebelum mengakhiri replikasi DNA yang terjadi selama kultur in vitro, menyebabkan patahnya kromosom (chromosomal breakage) (Philip et al. 1994). Chromosomal breakage dan konsekuensinya (delesi, duplikasi, inversi, dan translokasi) menyebabkan aberasi kromosom (Duncan 1997). Patahnya kromosom menyebabkan mutasi secara langsung melalui position effect atau mengubah ekspresi gen dari chromosomal rearrangement dan menempatkan pada daerah khusus heterokromatin. Metilasi DNA juga menyebabkan patahnya kromosom. Perubahan genetik tanaman melalui variasi somaklonal dapat diamati pada perubahan morfologi, fisiologi atau molekuler (Jain 2001; Larkin 2004). Variasi genetik yang timbul karena variasi somaklonal dapat teridentifikasi pada generasi R0 (tanaman hasil regenerasi in vitro) dan pewarisan karakter dapat diamati pada generasi R1 (turunan dari tanaman generasi R0) dan seterusnya. Karakter tanaman somaklon dapat diwariskan secara genetik melalui pembelahan meiosis dan teramati pada turunannya, dan terdapat karakter yang tidak diwariskan secara genetik sehingga tidak teramati pada turunannya (epigenetik dan fisiologi) (Skirvin et al. 1993; Jain et al. 1998).

37 13 Variasi somaklonal menimbulkan perubahan genetik pada tanaman dan karakter tanaman dapat berubah dari tanaman awal seperti tinggi tanaman, hasil, jumlah bunga per tanaman, kualitas polong, toleran terhadap kekeringan dan resisten terhadap penyakit. Valkonen et al. (1999) mendapatkan tanaman kerdil (pertumbuhannya lambat), ruas-ruas batang pendek, dan daun hijau tua pada tanaman kentang yang diregenerasikan dari kultur antera. Stephens et al. (1991) tidak menemukan perbedaan yang luas antara tanaman turunan homosigot yang diregenerasikan melalui organogenesis pada tanaman kedelai. Ketika dibandingkan dengan tanaman tetua, ternyata kematangan, tinggi tanaman, protein dan minyak biji dan hasil biji berbeda. Variasi somaklonal teramati pada tanaman kedelai yang diregenerasikan melalui proses embriogenesis dan organogenesis. Karakter varian lain yang muncul akibat variasi somaklonal pada tanaman kedelai adalah sterilitas jantan (male sterility), perubahan morfologi daun (Amberger et al. 1992a), dan adanya alel baru dari isozim (Amberger et al. 1992b). Identifikasi varian somaklonal yang diinginkan biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik seleksi in vitro. Kondisi selektif tertentu dapat digabungkan dalam media kultur dan dipakai untuk menumbuhkan varian-varian somaklonal yang telah diperoleh. Tanaman hasil regenerasi dari jaringan yang dapat mengatasi kondisi selektif, besar kemungkinan juga akan menghasilkan fenotipe toleran terhadap kondisi selektif. Hal ini sangat menguntungkan karena proses seleksi in vitro membutuhkan tempat yang relatif sedikit, kondisi selektif dapat dibuat homogen, dan efektifitas seleksi sangat tinggi. Seleksi In Vitro untuk Resistensi terhadap Penyakit Langkah awal untuk seleksi in vitro adalah menginduksi embrio somatik. Eksplan yang digunakan adalah poros embrio dari benih yang telah tua atau belum tua (Baker et al. 1995). Pada penelitian Edy (1998) dan Sulichantini (1998) telah menggunakan eksplan poros embrio dan daun embrio biji. Embriogenesis kacang tanah dapat dilakukan dengan diinduksi dalam media MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh pikloram (16-20 µm) (Edy 1998; Sulichantini 1998; Susilawati

38 ). Pada penelitian Yusnita et al. (2005) juga telah dikembangkan protokol untuk induksi ES, perkecambahan dan regenerasi planlet. Penggunaan seleksi in vitro dengan menggunakan toksin yang diproduksi oleh patogen telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Seleksi in vitro untuk ketahanan terhadap penyakit telah dilakukan seperti Fusarium oxysporum pada tanaman tomat dengan menggunakan agens penyeleksi asam fusarik, Phytophthora infestans pada kentang dengan menggunakan filtrat kultur, Xanthomonas oryzae pada padi dengan filtrat kultur (Jayasangkar 2005), dan penyakit busuk batang S. rolfsii pada kacang tanah dengan menggunakan filtrat kultur (Yusnita et al. 2005). Tanaman yang dihasilkan setelah lima atau lebih siklus berulang menghasilkan tanaman resisten terhadap toksin dan patogen. Pada kedelai, tanaman yang diregenerasikan dari kalus terseleksi pada filtrat kultur patotoksik Septoria glycines menyebabkan tertundanya gejala becak coklat dibanding tanaman tanpa seleksi in vitro (Song et al. 1994). Satu persyaratan untuk keberhasilan sistem seleksi in vitro adalah tersedianya metode regenerasi tanaman. Pada kacang tanah, metode seleksi in vitro telah tersedia (Yusnita et al. 2005). Seleksi in vitro dapat digunakan untuk menapis sel/jaringan varian yang diinginkan. Media selektif akan mematikan dan menghambat petumbuhan sel/jaringan normal yang peka terhadap filtrat kultur dan menumbuhkan sel/jaringan varian yang resisten sehingga dihasilkan tanaman somaklon yang resisten terhadap filtrat kultur cendawan S. rolfsii. Cendawan S. rolfsii membutuhkan sekresi toksin asam oksalat untuk dapat mematikan jaringan tanaman inang (Backman & Brenneman 1997; Cessna et al. 2000). Senyawa asam oksalat yang dikeluarkan oleh cendawan digunakan sebagai selective agent dalam proses seleksi in vitro Konsentrasi filtrat kultur S. rolfsii 30% dalam media regenerasi merupakan konsentrasi sub-letal (konsentrasi yang dapat menyebabkan 95% atau lebih jaringan yang ditanam menjadi mati) (Yusnita et al. 2005).

39 15 Seleksi In Vitro untuk Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan Potensi osmotik medium adalah penting untuk digunakan dalam seleksi in vitro embrio somatik. Cekaman osmotik yang diterapkan pada kultur in vitro mengurangi kemampuan regenerasi. Namun, setelah diskrining di lapangan, ternyata tanaman regeneran yang dihasilkan dari cekaman osmotik menghasilkan tanaman toleran dan hasilnya lebih tinggi dari tetua pada kondisi kekeringan (Mohamed et al. 2000). Beberapa tanaman yang telah diseleksi pada cekaman osmotikum seperti Chrysanthenum morifolium (Shibli et al. 1992), tanaman sorgum (Duncan et al. 1995), padi (Adkins et al. 1995) dan kedelai (Widoretno et al. 2003a). Penggunaan senyawa osmotikum yang paling umum adalah senyawa polietilena glikol (PEG). Senyawa ini merupakan non-plasmolysing osmoticum, tidak dapat melakukan penetrasi ke dalam dinding sel tanaman, non-ionic, dan mempunyai pengaruh sama seperti tanaman yang kekurangan air di lapangan dan tidak menimbulkan keracunan pada tanaman (Kong et al. 1998; Dami & Huges 1997). Namun, penggunaan PEG dapat menimbulkan masalah karena meningkatnya viskositas pada media dan menahan difusi oksigen pada akar (Verslues et al. 1998). Senyawa PEG dapat digunakan sebagai senyawa osmotikum yang dapat ditambahkan ke dalam media seleksi in vitro untuk menstimulasi kondisi kekeringan seperti yang ada di lapangan. Penggunaan PEG dengan berat molekul lebih besar dari 4000 dapat menghindari penetrasi ke dalam akar (Newton et al. 1989; Verslue et al. 1998). Senyawa osmotikum lain yang sering digunakan untuk seleksi in vitro adalah manitol dan sorbitol (Gulati & Jaiwal 1993; Rajashekar et al. 1995). Penggunaan PEG untuk seleksi in vitro varian somaklonal yang toleran stres kekeringan telah menghasilkan sejumlah galur kedelai baru yang mempunyai sifat toleran terhadap stres kekeringan (Widoretno et al. 2004).

40 PERCOBAAN BAGIAN I : SELEKSI IN VITRO, DIAWALI PADA MEDIA POLIETILENA GLIKOL (PEG)

41 17 DIAGRAM ALIR PERCOBAAN BAGIAN I : (Seleksi in vitro, diawali pada media selektif polietilena glikol = PEG) Kalus ES (50 clump) Seleksi I dlm PEG ES INSENSITIF PEG Siklus I (Pi-I) Proliferasi ES pd media MS -P16 ES INSENSITIF PEG Siklus I (Pi-I) 50 clump ES INSENSITIF PEG Siklus I (Pi-I) ES INSENSITIF PEG Siklus I (Pi-I) 50 clump Seleksi I filtrat kultur Regenerasi planlet Seleksi II dlm PEG ES INSENSITIF PEG & Filtrat kultur, seleksi ganda (PFi-I) Planlet dr ES Pi-I ES INSENSITIF PEG Siklus II (Pi-II) Regenerasi planlet Regenerasi tanaman Regenerasi planlet Planlet dari ES PFi-I Tanaman dari ES Pi-I, Generasi R0, R1, & R2 Planlet dari ES Pi-II Regenerasi tanaman Tanaman dari ES PFi-I Generasi R0, R1, & R2 Regenerasi tanaman Tanaman dari ES Pi-II, Generasi R0, R1 & R2 Keterangan : = ES insensitif Pi-I, Pi-II, dan PFi-I diuji responsnya pada media PEG 15% dan filtrat kultur 30% = Planlet yang berasal dr ES Pi-I, Pi-II, dan PFi-I diuji responsnya pada media PEG 15% dan filtrat kultur 30% = Tanaman akhir hasil seleksi ES Pi-I, Pi-II, dan PFi-I diamati tipe & macam variasi somaklonal, diuji responsnya pada cekaman larutan PEG 15% dan cekaman kekeringan

42 SELEKSI BERULANG DAN IDENTIFIKASI EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH YANG INSENSITIF POLIETILENA GLIKOL DAN FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii Abstrak Percobaan dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas seleksi berulang dalam media polieilena glikol (PEG) untuk meningkatkan frekuensi didapatkannya embrio somatik (ES) kacang tanah yang insensitif PEG serta seleksi ganda dalam media PEG dan filtrat kultur S. rolfsii untuk meningkatkan frekuensi didapatkannya ES yang insensitif sekaligus pada media PEG dan filtrat kultur. Regenerasi planlet R0 dan evaluasi respons setek pucuk planlet R0 terhadap PEG atau filtrat kultur juga dilakukan untuk menentukan keberhasilan mendapatkan tanaman varian. Embrio somatik diseleksi selama satu, dua siklus dalam PEG, dan satu siklus dalam PEG dan satu siklus dalam filtrat kultur (3 bulan per siklus seleksi). Selanjutnya, ES yang insensitif terhadap kondisi cekaman diproliferasi dan dikecambahkan menjadi tanaman R0. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ES dan tunas R0 cv. Singa dan Kelinci yang diseleksi dua siklus dalam media PEG lebih insensitif terhadap PEG. Sebaliknya, ES dan tunas R0 cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi ganda lebih insensitif terhadap filtrat kultur. Kata kunci : seleksi berulang, embrio somatik, PEG, S. rolfsii

43 19 REPEAT CYCLING SELECTION AND IDENTIFICATION OF POLYETHYLENE GLYCOL (PEG) AND Sclerotium rolfsii CULTURE FILTRATE INSENSITIVE SOMATIC EMBRYOS OF PEANUT Abstrak The objectives of this experiment were to evaluate effectiveness of repeat cycling and double in vitro selection to increase frequency of obtaining PEG and S. rolfsii culture filtrate insensitive somatic embryos (SE) of peanut. Regeneration of the R0 plants and their evaluation against PEG and culture filtrate were conducted to determine the success of identifying tolerance variants. Peanut SE was subjected to one, two cycles of PEG selection, and one cycle of PEG and culture filtrate selection (3 months per cycle). The identified insensitive SE was proliferated and regenerated into R0 shoots and plantlets. Results of the experiments showed after two cycles of in vitro selection, PEG insensitive SE and its R0 shoots of peanut cv. Kelinci and Singa were more tolerance against stress due to PEG. While ones identified from double selection were more tolerance to culture filtrate. Key words : repeat cycling selection, somatic embryos, PEG, S. rolfsii

44 20 Pendahuluan Peningkatan keragaman genetik yang merupakan komponen penting dalam program pemuliaan tanaman dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, yaitu hibridisasi, introduksi plasma nutfah, mutagenesis, dan induksi variasi somaklonal dalam kultur in vitro (Neal et al. 1993). Induksi variasi somaklonal yang diikuti dengan seleksi in vitro dilaporkan efektif untuk mengidentifikasi varian tanaman dengan sifat unggul, seperti toleran cekaman kekeringan pada kacang tanah dan kedelai (Rahayu et al. 2005; Widoretno et al. 2003a), resisten terhadap S. rolfsii pada kacang tanah (Yusnita et al. 2005) dan resisten terhadap Septoria glycines pada kedelai (Song et al. 1994). Efektivitas seleksi in vitro ditentukan dengan keberhasilan menghambat pertumbuhan sel/jaringan normal yang tidak diinginkan dan memproliferasikan sel/jaringan varian yang diinginkan menggunakan agens penyeleksi (selective agents) tertentu. Seleksi in vitro dengan menggunakan media selektif polietilena glikol (PEG) telah dilakukan untuk mengembangkan galur yang toleran cekaman kekeringan (Rahayu et al. 2005; Widoretno et al. 2003a) dan dengan filtrat kultur S. rolfsii untuk mendapatkan kacang tanah resisten terhadap infeksi S. rolfsii (Yusnita et al. 2005). Dalam penelitian tersebut, seleksi in vitro hanya dilakukan terhadap embrio somatik (ES) selama satu siklus seleksi (tiga bulan per siklus seleksi). Sebagian besar tanaman kedelai hasil seleksi in vitro dengan PEG atau kacang tanah dengan filtrat kultur S. rolfsii masih peka terhadap cekaman kekeringan atau rentan terhadap infeksi S. rolfsii (Widoretno et al. 2003b; Yusnita et al. 2005). Diduga periode seleksi atau kondisi selektif yang digunakan belum cukup efektif untuk menghambat sel/jaringan normal dan memproliferasi sel/jaringan varian. Penggunaan seleksi in vitro berulang (repeat cycling-in vitro selection) selama beberapa siklus seleksi diharapkan dapat mengatasi tingginya kesalahan identifikasi. Sel/jaringan normal yang lolos dari siklus seleksi sebelumnya dapat dihambat perkembangannya dalam siklus seleksi berikutnya. Selain itu, dengan melakukan seleksi ganda dalam media dengan penambahan PEG diikuti dengan yang mengandung filtrat kultur diharapkan diperoleh ES kacang tanah yang

45 21 toleran cekaman PEG dan filtrat kultur. Dalam seleksi ganda, sel/jaringan pertama-tama diseleksi dalam media dengan penambahan PEG. Kalus embriogen dan ES yang insensitif PEG selanjutnya diseleksi dalam media dengan penambahan filtrat kultur untuk mendapatkan varian sel/jaringan yang insensitif cekaman PEG dan filtrat kultur. Sel/jaringan varian hasil seleksi ganda tersebut diharapkan mempunyai sifat toleran terhadap cekaman kekeringan dan resisten terhadap infeksi S. rolsii. Efektivitas seleksi berulang dan seleksi ganda untuk mendapatkan ES varian tersebut perlu dievaluasi. Menentukan pengaruh seleksi berulang dan seleksi ganda terhadap keberhasilan mengisolasi ES yang insensitif PEG atau filtrat kultur merupakan langkah pertama yang harus dilakukan. Percobaan dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas seleksi berulang dalam media dengan PEG untuk meningkatkan frekuensi didapatkannya ES kacang tanah yang insensitif cekaman PEG serta seleksi ganda dalam media dengan PEG dan dengan filtrat kultur untuk meningkatkan frekuensi didapatkannya ES kacang tanah yang insensitif sekaligus pada cekaman PEG dan filtrat kultur. Regenerasi tanaman kacang tanah R0 dari hasil seleksi dan evaluasi respons tunas R0 terhadap cekaman PEG atau filtrat kultur S. rolfsii juga dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan mendapatkan tanaman varian dari ES kacang tanah hasil seleksi berulang dan seleksi ganda. Bahan dan Metode Induksi ES Kacang Tanah Dalam penelitian ini digunakan kacang tanah cv. Kelinci dan Singa yang telah diuji ketahanannya terhadap S. rolfsii dan cekaman PEG (Yusnita & Sudarsono 2004; Rahayu et al. 2005). Kalus embrio somatik (ES) diinisiasi dari eksplan daun embrio biji kacang tanah yang sudah tua. Biji kacang tanah disterilisasi dengan perendaman dalam larutan NaOCl (clorox) 0.5% selama dua menit dan dibilas dengan akuades steril sebanyak tiga kali. Daun embrio secara hati-hati dipisahkan dari poros embrio dan ditanam dalam media untuk menginduksi ES primer. Induksi ES kacang tanah dilakukan dalam media MS

46 22 (Murashige & Skoog 1962) dengan penambahan pikloram 16 µm (media MS- P16), campuran vitamin dan asam amino (glisin, tiamin, piridoksin, dan niasin) 0.1 mg/l, sukrosa 2%, dan agar 8 g/l (Sulichantini 1998; Edy 1998). Kalus embriogen dan ES yang didapat diproliferasikan dalam media MS-P16 secara terus-menerus dan selama periode proliferasi diinkubasikan dalam kondisi gelap. Setiap bulan sekali eksplan yang ditanam dipindahkan ke media regenerasi yang masih segar. Sub kultur eksplan dilakukan terus menerus sampai terbentuknya ES primer. Untuk menginduksi pembentukan ES sekunder, eksplan ES primer disubkultur lebih lanjut dan terus menerus dalam media MS-P16. Kultur kalus embriogen dan ES sekunder yang telah berumur enam bulan digunakan dalam percobaan seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda. Seleksi Berulang dalam Media Selektif dengan Penambahan PEG Ke dalam botol kultur dengan volume 150 ml dituangkan media MS-P16 cair dengan penambahan PEG 15% (media selektif) sebanyak 25 ml. Di atas permukaan media cair diambangkan busa sintetik dan satu lembar kertas saring untuk mencegah agar eksplan kalus embriogen dan ES yang ditanam tidak tenggelam. Konsentrasi PEG 15% yang ditambahkan merupakan konsentrasi subletal (Rahayu et al. 2005) yang menghambat proliferasi ES kacang tanah = 95% dibandingkan proliferasi dalam media tanpa PEG (PEG 0%). Media selektif disterilkan dengan suhu hingga 121 o C pada tekanan 17.5 psi selama 20 menit. Dalam siklus I seleksi berulang, sebanyak 5 kalus embriogen masingmasing dengan 8-10 ES ditanam dalam setiap botol kultur dan diinkubasikan dalam ruangan bersuhu 26 o C dalam kondisi gelap. Total kalus embriogen dan ES yang dievaluasi dalam siklus I sebanyak minimal 500 kalus embriogen atau 4000 ES. Embrio somatik di sub-kultur dua kali ke dalam media selektif yang masih segar selama periode tiga bulan. Biomasa kalus embriogen dan ES yang berhasil tumbuh serta berkembang dalam media selektif setelah tiga bulan periode seleksi diperbanyak dalam media MS-P16 tanpa PEG dan selanjutnya disebut sebagai ES yang insensitif PEG hasil seleksi siklus I (Pi-I). Setelah didapatkan cukup banyak biomasa kalus embriogen dari ES Pi-I, sebagian digunakan untuk mengevaluasi respons kalus embriogen terhadap cekaman PEG dan filtrat kultur dalam

47 23 percobaan berikutnya dan untuk percobaan seleksi ganda dalam media yang mengandung filtrat kultur. Sebagian ES Pi-I yang ada dikecambahkan untuk membentuk planlet Pi-I. Sebagian ES Pi-I yang tersisa digunakan sebagai eksplan dalam siklus II seleksi berulang selama tiga bulan, menggunakan media selektif MS-P16 dengan penambahan PEG 15%. Kalus embriogen dan ES yang mampu bertahan hidup dari siklus II seleksi berulang diproliferasi dalam media MS-P16 tanpa PEG untuk meningkatkan biomasanya dan selanjutnya disebut sebagai ES yang PEG insensitif hasil seleksi siklus II (Pi-II). Setelah proliferasi, ES Pi-II yang didapat sebagian digunakan untuk evaluasi respons ES Pi-II terhadap cekaman PEG dan filtrat kultur dalam percobaan berikut dan sebagian yang lain dikecambahkan untuk mendapatkan planlet Pi-II. Seleksi Ganda dalam Media dengan PEG dan Filtrat Kultur S. rolfsii Penyiapan filtrat kultur S. rolfsii dilakukan sebagaimana yang telah dilaporkan sebelumnya (Yusnita et al. 2005). Isolat S. rolfsii ditumbuhkan dalam media potato dextose agar (PDA) padat dan kultur cendawan umur 7 hari dipotong-potong dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm. Potongan agar dengan hifa cendawan S. rolfsii ditanam dalam media MS padat dengan penambahan campuran (glisin, tiamin, piridoksin, dan niasin) 0.1 mg/l, sukrosa 2%, dan agar 8 g/l. Setelah membentuk sklerotia (± 14 hari), media bersama cendawannya disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0, tekanan 17,5 psi selama 20 menit. Filtrat kultur S. rolfsii yang didapat disaring dan digunakan sebagai agens penyeleksi. Media selektif disiapkan dengan menambahkan 30% filtrat kultur S. rolfsii ke dalam media MS-P16 dan disterilisasi dengan menggunakan autoklaf. Berdasarkan penelitian sebelumnya, 30% filtrat kultur S. rolfsii merupakan konsentrasi sub-letal yang dapat menekan perkembangan ES kacang tanah = 95 % (Yusnita et al. 2005). Embrio somatik Pi-I digunakan sebagai eksplan dalam seleksi ganda dan ditumbuhkan dalam media MS-P16 dengan pena mbahan filtrat kultur dan di subkultur dua kali ke dalam media selektif yang masih segar selama periode tiga bulan. Kalus embriogen dan ES yang mampu bertahan hidup setelah seleksi ganda

48 24 (siklus I dengan agens penyeleksi PEG dan siklus II dengan filtrat kultur, masingmasing selama 3 bulan) diproliferasi dalam media MS-P16 untuk meningkatkan biomasa dan selanjutnya disebut sebagai ES yang insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur (PFi-I). Setelah proliferasi, ES PFi-I yang didapat sebagian digunakan untuk evaluasi respons ES PFi-I terhadap cekaman PEG dan filtrat kultur dalam percobaan berikut dan sebagian yang lain dikecambahkan untuk mendapatkan planlet PFi-I. Respons ES Hasil Seleksi terhadap Cekaman PEG dan Filtrat Kultur S. rolfsii Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan (populasi ES Pi-I, Pi-II, PFi-I, ES tanpa diseleksi dalam media selektif, dan kultivar kacang tanah). Efektivitas seleksi berulang selama satu atau dua siklus seleksi dalam media dengan PEG 15% untuk mengisolasi ES yang insensitif terhadap PEG ditentukan dengan mengamati respons ES Pi-I, Pi-II, dan PFi-I hasil seleksi terhadap cekaman PEG. Eksplan kalus embriogen yang diproliferasikan dari ES Pi-I, Pi-II, dan PFi-I (masingmasing 50 eksplan atau 5 eksplan per botol) ditanam dalam media selektif dengan PEG 15% dan pertumbuhan kalus embriogen yang dikulturkan diamati setelah dua bulan. Persentase keberhasilan ES hasil seleksi untuk bertahan hidup dalam media selektif, rataan jumlah ES yang terbentuk per eksplan, dan total ES yang didapat diamati selama periode pengamatan. Efektivitas seleksi ganda (siklus I dalam media PEG 15% dan siklus II dalam media filtrat kultur S. rolfsii 30%) untuk mengisolasi ES yang insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur S. rolfsii ditentukan dengan mengamati respons ES Pi-I, Pi-II, dan PFi-I hasil seleksi terhadap cekaman filtrat kultur. Eksplan kalus embriogen yang diproliferasikan dari ES Pi-I, Pi-II, dan PFi-I (masing-masing 50 eksplan atau 5 eksplan per botol) ditanam dalam media selektif dengan penambahan filtrat kultur 30% dan pertumbuhan kalus embriogen yang dikulturkan diamati setelah dua bulan. Persentase keberhasilan ES hasil seleksi untuk bertahan hidup dalam media selektif, rataan jumlah ES yang terbentuk per eksplan, dan total ES yang didapat diamati selama periode pengamatan.

49 25 Respons Planlet terhadap Cekaman PEG dan Filtrat Kultur S. rolfsii Embrio somatik yang insensitif dari seleksi berulang (ES Pi-I dan Pi-II) dan seleksi ganda (ES PFi-I) dikecambahkan dan diregenerasikan menjadi planlet Pi-I, Pi-II, dan PFi-I dengan metode yang telah dilaporkan sebelumnya (Yusnita et al. 2005). Tunas planlet yang didapat dari perkecambahan ES insensitif selanjutnya diperbanyak secara vegetatif. Sebagian tunas digunakan untuk menguji responsnya terhadap cekaman PEG atau cekaman filtrat kultur cendawan. Sebagian yang lain diakarkan dan diaklimatisasi untuk ditanam di rumah kaca. Setek pucuk (dua buku, dengan 3-4 daun) dari planlet Pi-I, Pi-II, dan PFi-I yang dihasilkan dari percobaan sebelumnya dipisahkan dan ditanam dalam media selektif yang mengandung PEG 15% atau filtrat kultur S. rolfsii 30%. Pengamatan perkembangan setek pucuk yang meliputi jumlah daun layu, pertambahan tinggi tunas, jumlah akar, dan tingkat kerusakan tunas, dilakukan 4 minggu setelah penanaman dalam media selektif. Setek pucuk dari kecambah kacang tanah yang tidak melewati tahapan seleksi in vitro digunakan sebagai pembanding (Pi-0). Skor kerusakan tunas yang ditanam dalam media dengan PEG ditentukan menggunakan kriteria: skor 0 = eksplan mengalami kerusakan < 5%, skor 1 = eksplan mengalami kerusakan antara 5% 25%, skor 2 = kerusakan antara > 25% 50%, skor 3 = kerusakan antara > 50% 75%, dan skor 4 = kerusakan >75%. Untuk skor kerusakan tunas yang ditanaman dalam media dengan filtrat kultur S. rolfsii ditentukan menggunakan kriteria: skor 0 jika pucuk tunas sehat dan setek berakar; skor 1 pucuk sehat tetapi tidak berakar; skor 2 pucuk sehat dengan 1 atau 2 daun menguning (mengering); dan skor 3 pucuk mengering, daun nekrosis atau mengering dan tunas mati. Hasil Embrio Somatik Hasil Seleksi In Vitro Berulang pada Cekaman PEG Eksplan kalus embriogen dan ES kacang tanah diseleksi secara berulang dalam media selektif yang mengandung PEG untuk simulasi cekaman kekeringan dan seleksi dalam filtrat kultur untuk penyakit busuk batang. Hasil analisis varian

50 26 menunjukkan bahwa siklus seleksi dan cv. kacang tanah berpengaruh nyata terhadap persentase proliferasi ES, rataan ES per eksplan, dan total ES (Tabel 1). Kultivar Singa dan Kelinci yang diseleksi dalam PEG selama dua siklus cenderung menghasilkan persentase proliferasi ES, rataan ES per eksplan, dan total ES lebih banyak dan persentase penurunan total ES yang lebih sedikit dibanding dengan satu siklus dan filtrat kultur satu siklus). seleksi ganda (dalam PEG satu siklus dan Pada Tabel 1 terlihat bahwa cv. Singa yang diseleksi dalam PEG selama dua siklus secara nyata menghasilkan rataan ES per eksplan dan total ES yang terbanyak, sedangkan pada parameter proliferasi ES dan persentase penurunan total ES, cv. Singa yang diseleksi pada PEG selama dua siklus tidak berbeda nyata dengan cv. Kelinci yang diseleksi pada PEG selama dua siklus. Pada Tabel 1 juga terlihat bahwa seleksi yang dilakukan selama dua siklus menghasilkan pertumbuhan eksplan kalus embriogen dan ES yang lebih baik. Kultivar Kelinci menghasilkan proliferasi ES 75%, rataan ES per eksplan 2.66, total ES 9.94 dan persentase penurunan total ES 85%, sedangkan cv. Singa secara berturut-turut menghasilkan 75%, 3.02, 11.28, dan 83%. Tabel 1. Pertumbuhan ES kacang tanah cv. Kelinci atau Singa hasil seleksi satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG, dan setelah seleksi ganda dalam media dengan PEG dan filtrat kultur S. rolfsii (PFi-I) Kultivar Siklus Pertumbuhan ES seleksi Proliferasi ES (%) Rataan ES/eksplan Total ES PP total ES* Kelinci P0 100 a 13.7 a 68.5 a - Pi-I 25 d 1.78 de 2.3 e 97 Pi-II 75 b 2.66 c 9.94 c 85 PFi-I 48 c 1.97 d 4.91 d 93 Singa P0 100 a 13.0 a 65.0 a - Pi-I 30 d 1.81 de 2.96 e 95 Pi-II 75 b 3.02 b b 83 PFi-I 45 c 1.57 e 4.0 d 94 *Persentase penurunan (PP) total ES dihitung dengan persamaan PP=[(X 0 Xt)/X 0 ]*100%. X 0 adalah total ES pada media tanpa seleksi (P0) dan Xt total ES untuk masing-masing siklus seleksi. Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masing-masing kultivar dan peubah pengamatan, tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada a = 5%.

51 27 Sebagian besar eksplan yang diseleksi hanya dalam media PEG atau yang dilanjutkan diseleksi lagi dalam filtrat kultur S. rolfsii menjadi coklat kehitamhitaman dan yang tidak tahan akan mati. Pada sebagian eksplan yang lain, diantara jaringan yang mati masih ada jaringan yang berkembang membentuk struktur embrio somatik atau kalus embriogen yang berwarna putih kekuningan (Gambar 2). Kalus embriogen dan embrio somatik yang terseleksi ini diduga berkembang dari sel/jaringan varian yang dapat hidup dalam kondisi selektif akibat penambahan PEG 15% atau dalam filtrat kultur. Respons Embrio Somatik Hasil Seleksi terhadap PEG dan Filtrat Kultur S. rolfsii Eksplan kalus embriogen yang telah diseleksi dalam media selektif PEG selama satu dan dua siklus dan seleksi ganda dievaluasi kembali pertumbuhan embrio somatik pada media PEG 15% dan filtrat kultur 30%. Pada Tabel 2 terlihat bahwa seleksi in vitro tidak menunjukkan beda nyata terhadap persentase proliferasi ES namun seleksi ES yang dilakukan pada PEG selama dua siklus cenderung menghasilkan persentase proliferasi ES yang lebih banyak pada saat dievaluasi dengan media PEG 15%. Embrio somatik cv. Singa yang diseleksi dengan PEG 15% selama dua siklus cenderung menghasilkan rataan ES per eksplan dan total ES yang lebih banyak dibanding dengan siklus seleksi yang lain terutama pada akhir evaluasi (Tabel 2). a b c d Gambar 2. Respons pertumbuhan ES dalam media MS-P16 atau media selektif PEG ( = ES insensitif). Proliferasi kalus embriogen dan ES kacang tanah dalam media MS-P16 (a) tanpa PEG, (b) dengan PEG 15% setelah satu siklus seleksi dan (c) dengan PEG 15% setelah dua siklus seleksi (seleksi berulang), serta (d) dengan PEG selama satu siklus dan filtrat kultur selama satu siklus (seleksi ganda)

52 28 Tabel 2. Respons terhadap cekaman PEG dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa insensitif PEG yang telah melalui satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG serta ES insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan PEG dan filtrat kultur (PFi-I) ES hasil Bulan I evaluasi Bulan II evaluasi seleksi Kelinci Singa Kelinci Singa Persentase proliferasi ES (%) Pi-I 85.7 aa 86.8 aa 85.3 aa 83.9 aa Pi-II 90.5 aa 89.5 aa 89.5 aa 88.9 aa PFi-I 82.2 aa 80.9 ba 86.2 aa 79.5 aa Rataan ES per eksplan Pi-I 3.1 aa 3.6 aa 2.9 aba 3.0 ba Pi-II 3.1 aa 3.4 aa 3.0 aa 3.5 aa PFi-I 2.8 ba 3.0 ba 2.6 bb 2.9 ba Total ES Pi-I 12.4 aa 14.8 aa 10.6 aa 11.1 ba Pi-II 13.0 aa 14.5 aa 11.3 ab 13.9 aa PFi-I 9.4 ba 10.5 ba 8.1 bb 10.0 ba Keterangan: Untuk setiap peubah pengamatan dan kultivar kacang tanah, angka pada kolom dengan huruf kecil yang sama atau pada baris dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada a = 5%. Embrio somatik yang telah diseleksi dalam media selektif PEG 15%, selanjutnya dievaluasi pada media selektif filtrat kultur S. rolfsii 30%. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa seleksi in vitro berulang berbeda nyata terhadap persentase proliferasi ES, rataan ES per eksplan, dan total ES. Embrio somatik cv. Kelinci dan Singa yang telah diseleksi dalam media PEG satu siklus dan kemudian dilanjutkan diseleksi dalam media filtrat kultur satu siklus (seleksi ganda) cenderung menghasilkan persentase proliferasi ES yang lebih banyak dibanding ES yang hanya diseleksi dalam media PEG. Namun, ES cv. Kelinci yang telah diseleksi dalam media PEG satu siklus dan kemudian dilanjutkan dalam media filtrat kultur satu siklus (seleksi ganda) menghasilkan rataan ES per eksplan dan total ES yang lebih banyak dibanding ES cv. Singa yang telah diseleksi hanya pada media PEG (Tabel 3).

53 29 Tabel 3. Respons terhadap cekaman filtrat kultur dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa insensitif PEG yang telah melalui satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG serta ES insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan PEG dan filtrat kultur (PFi-I) ES hasil Bulan I evaluasi Bulan II evaluasi seleksi Kelinci Singa Kelinci Singa Persentase proliferasi ES Pi-I 83.8 ba 59.0 bb 73.9 ba 76.2 ba Pi-II 73.9 ba 60.0 bb 90.3 aa 72.7 bb PFi-I 86.5 aa 84.2 aa 92.6 aa aa Rataan ES per eksplan Pi-I 3.1 aa 2.3 ba 2.7 aa 2.0 bb Pi-II 3.3 aa 2.3 ba 2.8 aa 2.2 bb PFi-I 3.0 aa 2.6 ab 3.0 aa 2.6 aa Total ES Pi-I 10.8 aa 5.9 bb 6.4 ba 4.4 bb Pi-II 11.2 aa 6.1 bb 8.7 aa 4.7 bb PFi-I 12.0 aa 9.2 ab 9.7 aa 7.9 aa Keterangan: Untuk setiap peubah pengamatan dan kultivar kacang tanah, angka pada kolom dengan huruf kecil yang sama atau pada baris dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada a = 5%. Regenerasi Planlet R0 dari ES Hasil Seleksi Berulang dan Seleksi Ganda Embrio somatik yang toleran terhadap media selektif PEG satu siklus, dua siklus dan seleksi ganda dikulturkan dalam media maturasi MS dengan penambahan 2 g/l arang aktif. Embrio somatik yang telah masak ditandai dengan terbentuknya struktur embrio lengkap dengan kotiledon dan radikula. Embrio somatik yang telah masak dikecambahkan terus dalam media perkecambahan MS dengan penambahan 2 g/l arang aktif. Setelah dikecambahkan selama satu bulan dalam media perkecambahan, embrio somatik yang telah masak mengalami pemanjangan epikotil dan lebih kurang tiga bulan kecambah mulai membentuk akar dan daun primer. Embrio somatik hasil seleksi in vitro membentuk kecambah normal antara %, kecambah abnormal 22-29%, dan sisanya adalah kecambah mati (Tabel 4). Kecambah abnormal ditandai dengan ketidakmampuan untuk membentuk akar primer atau daun primer. Embrio somatik yang telah berkecambah dipindahkan lagi ke dalam media MS dengan 2 g/l arang aktif. Pada media ini, kecambah yang ditanam berkembang menjadi planlet, yang ditandai dengan semakin memanjangnya epikotil, terbentuknya akar dan daun baru.

54 30 Setelah terbentuk sistem perakaran dan daun yang baik, planlet diaklimatisasi pada media campuran tanah, pasir dan kompos yang telah disterilkan, dan disungkup dengan botol untuk menjaga kelembaban. Persentase keberhasilan mendapatkan tanaman yang dapat hidup dari tanaman aklimatisasi mencapai 80-90%. Planlet dipindahkan ke pot yang berisi media tanah setelah dua minggu dalam tahapan aklimatisasi. Tanaman generasi R0 yang diperoleh dari ES insensitif PEG adalah 99 tanaman. Tanaman ini mampu untuk tumbuh normal, berbunga dan membentuk polong berisi. Tabel 4. Perkecambahan dan regenerasi planlet dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa insensitif PEG yang telah melalui satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG atau insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan PEG dan filtrat kultur (PFi-I) ES hasil Rataan ES yang Persentase kecambah Regenerasi planlet seleksi dikecambahkan Abnormal Normal (tanaman R0) Kacang tanah cv. Kelinci Pi-I Pi-II PFi-I Kacang tanah cv. Singa Pi-I Pi-II PFi-I a b c d Gambar 3 Regenerasi ES insensitif PEG dan filtrat kultur untuk membentuk planlet. (a) planlet dalam media MS + arang aktif, (b) planlet sedang diaklimatisasi (c) tanaman di rumah kaca, dan (d) polong dari tanaman R0 hasil seleksi in vitro

55 31 Respons Planlet R0 terhadap Cekaman PEG dan Filtrat Kultur S. rolfsii Planlet R0 yang berkembang dari ES insensitif PEG diuji toleransinya pada media selektif PEG 15% dan filtrat kultur S. rolfsii 30%. Planlet R0 yang terbentuk dari ES insensitif PEG yang diseleksi selama dua siklus cenderung lebih toleran terhadap PEG 15% dan cv. Singa lebih toleran dibanding cv. Kelinci. Seleksi ES insensitif PEG selama dua siklus cv. Singa menghasilkan 100% planlet membentuk tunas, jumlah daun layu 0.3, tinggi tunas 10 mm, jumlah akar 1.0, dan skor kerusakan tunas 1.0 (kerusakan tunas 5 25%) (Tabel 5). Tabel 5. Respons terhadap cekaman PEG dari stek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil regenerasi dari ES insensitif PEG satu (Pi-I) atau dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG serta ES insensitif PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media PEG dan filtrat kultur (PFi-I) Tunas R0 dari Respons kacang tanah cv. ES hasil seleksi Kelinci Singa Persentase keberhasilan eksplan yang membentuk tunas (%) : Pi-0 0 (0 100) *) 33 (0 100) *) Pi-I 75 (0 100) 75 (0 100) Pi-II 100 (0 100) 100 (0 100) PFi-I 100 (0 100) 100 (0 100) Jumlah daun dengan gejala layu : Pi (2 3) *) 2.3 (2 3) *) Pi-I 1.0 (0 2) 0.5 (0 1) Pi-II 0.4 (0 1) 0.3 (0 1) PFi-I 0.8 (0 1) 0.3 (0 1) Pertambahan tinggi tunas (mm) : Pi-0 0 (0 0) *) 0.6 (0 2) *) Pi-I 5 (0 10) 4.5 (0 7) Pi-II 6.4 (4 10) 10 (8 12) PFi-I 2.8 (0 6) 8 (7 10) Jumlah akar Pi-0 0 (0 0) *) 0 (0 0) *) Pi-I 0.8 (0 2) 0.3 (0 1) Pi-II 0.8 (0 2) 1 (1 1) PFi-I 0.3 (0 1) 0,3 (0 1) Skor kerusakan tunas: Pi-0 4 (4 4) *) 3.7 (3 4) *) Pi-I 1.8 (1 3) 1.5 (1 2) Pi-II 0.8 (0 2) 1.0 (1 1) PFi-I 1.8 (1 2) 1.7 (1 2) *) Angka dalam kurung tiap peubah adalah nilai kisaran dari terkecil sampai terbesar

56 32 Sebaliknya pengujian pada filtrat kultur S. rolfsii 30% ternyata planlet R0 yang dihasilkan dari ES hasil seleksi selama satu siklus PEG dan diikuti dengan seleksi filtrat kultur (seleksi ganda) lebih resisten terhadap filtrat kultur. Planlet yang dihasilkan dari ES insensitif PEG satu siklus dan dua siklus lebih rentan terhadap filtrat kultur dan menghasilkan jumlah daun layu yang lebih banyak, tinggi tunas dan jumlah akar yang lebih sedikit dibanding seleksi ganda (Tabel 6). Tabel 6. Respons terhadap cekaman filtrat kultur dari setek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil regenerasi dari ES insensitif PEG satu (Pi-I) atau dua siklus (Pi-II) dalam media MS-P16 dengan PEG serta ES insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur setelah melalui seleksi ganda dalam media PEG dan filtrat kultur (PFi-I) Tunas R0 dari ES Respons kacang tanah cv. hasil seleksi Kelinci Singa Persentase keberhasilan eksplan yang membentuk tunas (%) : Pi-0 0 (0-100) *) 0 (0-100) *) Pi-I 50 (0-100) 25 (0-100) Pi-II 67 (0-100) 33 (0-100) PFi-I 67 (0-100) 67 (0-100) Jumlah daun dengan gejala layu : Pi (2-3) *) 2.3 (2-3) *) Pi-I 1 (0-2) 1.5 (1-2) Pi-II 1 (0-2) 1.7 (1-2) PFi-I 0.3 (0-1) 0.3 (0-1) Pertambahan tinggi tunas (mm) : Pi-0 0 (0 0) *) 0 (0 0) *) Pi-I 1.3 (0 3) 0.5 (0 2) Pi-II 2.3 (0 5) 0.6 (0 2) PFi-I 2.8 (0 6) 2.3 (0 4) Jumlah akar Pi-0 0 (0-0) *) 0 (0-0) *) Pi-I 0 (0-0) 0 (0-0) Pi-II 0 (0-0) 0 (0-0) PFi-I 0.3 (0-1) 0,3 (0-1) Skor kerusakan tunas: Pi-0 3 (3-3) *) 3 (3-3) *) Pi-I 1.8 (1-2) 2.3 (2-3) Pi-II 1.3 (1-2) 2.7 (2-3) PFi-I 0.7 (0-1) 1 (0-2) *) Angka dalam kurung tiap peubah adalah nilai kisaran dari terkecil sampai terbesar

57 33 Pembahasan Pertumbuhan eksplan embriogen kacang tanah cv. Singa dan Kelinci pada akhir tahapan seleksi dalam media selektif PEG 15% atau dalam filtrat kultur S. rolfsi 30% berbeda nyata antara siklus seleksi. Media selektif PEG 15% menghambat perkembangan embrio somatik terutama eksplan embriogen yang hanya diseleksi dalam satu siklus. Eksplan ES yang telah mengalami proses seleksi in vitro dua kali seleksi (Pi-II) lebih insensitif terhadap PEG 15% dibanding dengan eksplan ES yang hanya diseleksi satu kali dalam PEG 15% (Pi- I). Embrio somatik yang telah mengalami proses seleksi lebih lama dalam PEG mempunyai daya adaptasi terhadap media selektif dan adanya kemungkinan muncul sel atau jaringan varian yang toleran selama tahapan seleksi. Sel atau jaringan varian yang toleran tersebut akan mengalami proliferasi sehingga pada akhir seleksi akan menghasilkan sel/jaringan klonal yang lebih banyak dibanding dengan embrio somatik yang hanya diseleksi dalam satu siklus (Pi-I). Embrio somatik yang telah diseleksi satu siklus seleksi dalam PEG 15% terjadi juga penghambatan perkembangan embrio somatik selama proses seleksi dalam media selektif filtrat kultur S. rolfsii 30%. Eksplan cv. Singa yang diseleksi selama dua siklus dalam PEG menghasilkan proliferasi embrio somatik, rataan embrio somatik per eksplan dan total embrio somatik yang lebih banyak dibanding cv. Singa dan Kelinci dengan siklus seleksi yang lain (Gambar 2). Potensial osmotik media tumbuh merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap proses pembentukan embrio somatik dalam kultur in vitro. Penurunan potensial air media karena penambahan PEG menyebabkan menurunnya proliferasi jaringan eksplan, pertumbuhan dan regenerasi tunas (Kong et al. 1998; Tewary et al. 2000). Keadaan tersebut terjadi antara lain diduga karena perlakuan PEG dapat mempengaruhi kandungan poliamin endogen. Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa poliamin berperan penting dalam proses morfogenesis dari sel tanaman yang ditanam secara in vitro, antara lain dalam proses pembentukan embrio somatik pada tanaman Picea glauca (Kong et al. 1998), dan wortel (Bastola & Minocha 1995).

58 34 Setelah dilakukan seleksi in vitro embrio somatik dalam PEG 15% selama satu siklus (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dan seleksi ganda dalam PEG 15% selama satu siklus dan diikuti dengan filtrat kultur S. rolfsii 30% selama satu siklus (PFi- I), selanjutnya pertumbuhan embrio somatik kacang tanah cv. Singa dan Kelinci dievaluasi responsnya dalam media PEG 15 % dan filtrat kultur S. rolfsii 30%. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa ES yang telah diseleksi dalam PEG selama dua siklus pada cv. Singa dan Kelinci cenderung menghasilkan perkembangan embrio somatik yang lebih baik pada media selektif PEG dibanding dengan siklus seleksi lain. Hal ini terjadi karena hasil seleksi in vitro menyebabkan terjadinya akumulasi sel/jaringan mutan yang toleran terhadap cekaman PEG. Sel/jaringan varian yang toleran selama periode seleksi akan mengalami proliferasi sehingga akan diperoleh embrio somatik dalam jumlah yang banyak. Selama dalam evaluasi perkembangan embrio somatik dalam PEG 15%, varian ES toleran hasil seleksi selama dua siklus (Pi-II) lebih toleran dari siklus seleksi lain. Perkembangan ES cv. Singa hasil seleksi selama dua siklus (Pi-II) terutama setelah evaluasi selama dua bulan menghasilkan persentase proliferasi ES 88.9%, 3.5 ES per eksplan dan total ES adalah Embrio somatik hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda (PEG dan filtrat kultur) menghasilkan respons yang berbeda terhadap media filtrat kultur S. rolfsii. Embrio somatik hasil seleksi ganda cenderung lebih tidak sensitif terhadap media filtrat kultur S. rolfsii dibanding dengan seleksi in vitro berulang pada media PEG satu dan dua siklus. Embrio somatik yang telah terseleksi dalam seleksi ganda menghasilkan sel/jaringan varian yang toleran sekaligus terhadap media PEG dan filtrat kultur. Embrio somatik yang hanya diseleksi pada PEG cenderung menghasilkan ES yang tidak sensitif hanya pada PEG dan sangat sensitif pada filtrat kultur S. rolfsii 30%. Embrio somatik cv. Singa lebih toleran terhadap media PEG 15% dan embrio somatik cv. Kelinci lebih resisten terhadap media filtrat kultur 30%. Kacang tanah cv. Singa adalah varietas toleran terhadap kekeringan (Hidajat et al. 1999). Embrio somatik cv. Kelinci diduga mempunyai sel/jaringan yang mampu beradaptasi terhadap media filtrat kultur S. rolfsii.

59 35 Embrio somatik cv. Singa dan Kelinci yang telah diseleksi dalam seleksi ganda (PFi-I) mempunyai perkembangan ES yang lebih baik pada filtrat kultur 30%. Embrio somatik yang telah terseleksi dalam seleksi ganda menghasilkan sel/jaringan varian yang toleran sekaligus terhadap media PEG 15% dan filtrat kultur 30%. Embrio somatik toleran hasil seleksi ganda diharapkan akan menghasilkan tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan resisten penyakit busuk batang S. rolfsii. Embrio somatik toleran hasil seleksi berulang dalam media selektif PEG 15% dan seleksi ganda dalam PEG 15% dan filtrat kultur 30% dikecambahkan dalam media MS + arang aktif. Embrio somatik tersebut mempunyai kemampuan berkecambah yang sama dan sebagian embrio somatik yang ditanam menghasilkan kecambah abnormal dan mati. Kecambah normal tersebut diregenerasikan untuk membentuk planlet. Planlet diaklimatisasi dan ditanam pada pot plastik untuk ditanam di rumah kaca untuk memproduksi biji generasi R1 dan R2. Biji generasi R1 dan R2 inilah yang akan digunakan untuk mempelajari keragaman morfologi dan agronomis yang mungkin muncul dan responsnya terhadap cekaman kekeringan dan serangan S. rolfsii. Setek pucuk planlet R0 cv. Singa dan Kelinci hasil regenerasi ES dari seleksi PEG selama dua siklus cenderung lebih toleran terhadap cekaman PEG 15%. Planlet tersebut mampu menghasilkan pertumbuhan tunas yang lebih baik dibandingkan dengan planlet yang berasal dari ES hasil seleksi PEG satu siklus dan seleksi ganda. Namun, planlet tersebut tidak resisten setelah ditanam dalam media filtrat kultur S. rolfsii 30%. Planlet R0 yang berasal dari ES hasil seleksi dalam media PEG dan filtrat kultur (seleksi ganda) lebih resisten terhadap media filtrat kultur S. rolfsii dibanding planlet yang berasal dari ES yang hanya diseleksi dengan PEG. Hasil pengujian respons tunas planlet R0 ini memberikan indikasi bahwa ES yang insensitif hasil seleksi selama dua siklus dalam media PEG dan seleksi ganda akan menghasilkan juga planlet R0 yang tidak sensitif terhadap PEG dan filtrat kultur S. rolfsii.

60 36 Kesimpulan Pertumbuhan ES kacang tanah cv. Singa dan Kelinci setelah diseleksi pada media selektif yang mengandung PEG 15% selama dua siklus (seleksi berulang) lebih insensitif setelah diuji responsnya terhadap media selektif PEG 15% dibanding seleksi satu siklus dan seleksi ganda (dalam media selektif PEG dan diikuti seleksi pada media selektif filtrat kultur S. rolfsii 30%). Pertumbuhan ES kacang tanah cv. Singa dan Kelinci setelah diseleksi masing-masing satu siklus pada media selektif PEG 15% dan diikuti dengan seleksi pada media selektif filtrat kultur 30% (seleksi ganda) lebih insensitif setelah diuji responsnya terhadap media selektif filtrat kultur 30% dibanding dengan pertumbuhan ES hasil seleksi satu dan dua siklus pada media PEG 15%. Embrio somatik insensitif pada media selektif PEG 15% hasil seleksi satu dan dua siklus serta seleksi ganda (dalam media selektif PEG 15% dan filtrat kultur) mampu berkecambah dan membentuk planlet. Setek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Singa dan Kelinci yang berasal dari ES insensitif hasil seleksi pada media selektif PEG 15% dua siklus (seleksi berulang) lebih toleran terhadap media selektif PEG 15%. Sedangkan setek pucuk planlet R0 yang berasal dari hasil seleksi ES pada seleksi ganda (dalam media selektif PEG dan diikuti seleksi pada media filtrat kultur) lebih resisten pada media selektif filtrat kultur.

61 TIPE VARIAN SOMAKLONAL YANG DIAMATI DIANTARA POPULASI TANAMAN KACANG TANAH HASIL SELEKSI IN VITRO BERULANG DAN SELEKSI GANDA Abstrak Percobaan bertujuan untuk mengidentifikasi tipe varian karakter kualitatif dan kuantitatif yang muncul diantara populasi tanaman kacang tanah yang diregenerasikan dari embrio somatik (ES) hasil seleksi in vitro selama satu siklus (ES Pi-I) atau dua siklus (ES Pi-II) dalam media yang mengandung polietilena glikol (PEG) (seleksi berulang) serta ES hasil seleksi selama satu siklus dalam media dengan PEG, diikuti satu siklus dalam media dengan filtrat kultur S. rolfsii (ES PFi-I, seleksi ganda). Embrio somatik hasil seleksi in vitro yang didapat diregenerasikan menjadi tanaman lengkap (generasi R0) dan dipelihara di rumah kaca hingga panen. Karakter kualitatif tanaman R0 diamati selama periode pemeliharaan dan benih R0:1 dipanen secara terpisah dari masing-masing nomer tanaman R0. Tanaman R1 zuriat tanaman R0 ditanam menjadi tanaman R1. Karakter kualitatif tanaman R1 diamati selama periode pemeliharaan dan benih R1:2 dipanen secara terpisah dari masing-masing nomer tanaman R1. Benih kacang tanah cv. Kelinci dan Singa yang tidak melalui tahapan seleksi in vitro ditanam sebagai tanaman standar. Hasil percobaan menunjukkan diantara populasi tanaman hasil seleksi in vitro diamati keberadaan varian jumlah anak daun, daun variegata, dan jantan steril yang dikendalikan secara genetik dan varian cabang majemuk, tunas majemuk, daun bergelombang dan batang menjalar yang dikendalikan secara epigenetik. Varian jumlah polong bernas dan bobot polong kering yang lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan tanaman standar merupakan indikasi keberadaan varian karakter kuantitatif. Kata kunci : embrio somatik, mutasi in vitro, PEG, filtrat kultur, S. rolfsii.

62 38 TYPE OF SOMACLONAL VARIANTS AMONG PEANUT PLANTS REGENERATED FROM SOMATIC EMBRYOS RESULTED FROM REPEAT CYCLING IN VITRO SELECTION AND DOUBLE SELECTION Abstract The objective of this study was to identify types of qualitative and quantitative character variants among peanut plants regenerated from somatic embryos (SE) resulted from one cycle (Pi-I) or two cycles (Pi-II) of repeat cycling in vitro selection on polyethylene glycol (PEG) containing medium, and from one cycle of selection on PEG containing medium, followed by one cycle of selection on S. rolfsii culture filtrate containing medium (PFi-I, double selection). Somatic embryos resulted from in vitro selection were regenerated into R0 plants and maintain in glasshouse until maturity. The qualitative and quantitative characters of the R0 plant populations were recorded and the R0:1 seeds were separately harvested from each of the R0 plant. The R0:1 seeds were planted and the R1 plants were maintained in the glasshouse. The qualitative and quantitative characters of the R1 plant populations were recorded and the R1:2 seeds were separately harvested from each of the R1 plant. Peanut cv. Kelinci and Singa were planted as standar peanut. Results of the experiment showed abnormal leaflet number, leaf variegations, and male sterile were the observed genetically controlled variance characters among population of R0 and R1 plants while multiple shoots, multiple branching, waving leaf and runner types were the observe epigenetically controlled variance characters. Variation in number of filled pods and dry pod weight, either higher or lower than the standar peanut cultivars were indication of the existance of somaclonal variation for the quantitative characters. Keywords : somatic embryo, in vitro mutation, PEG, culture filtrate, S. rolfsii.

63 39 Pendahuluan Keragaman genetik merupakan komponen yang esensial dalam program pemuliaan tanaman terutama untuk memperbaiki karakter tanaman. Penggunaan kultur jaringan dapat merubah dan meningkatkan variasi genetik tanaman. Perubahan genetik yang terjadi selama seleksi in vitro disebut variasi somaklonal (Larkin & Scowcroft 1981). Variasi genetik dapat teramati pada fenotip yang muncul pada generasi turunannya. Variasi fenotip yang muncul dapat berupa karakter yang tidak diinginkan atau novel characters yang merupakan sifat unggul tanaman (Landsmann & Uhrig 1984). Variasi somaklonal yang diikuti dengan seleksi in vitro diketahui dapat menghasilkan karakter unggul seperti kedelai tahan penyakit becak coklat (Septoria glycine) (Song et al. 1994), padi toleran kekeringan (Adkins et al. 1995), padi tahan cekaman salinitas (Bouharmont et al. 1993) dan tahan tanah masam (Miller et al. 1992), dan kedelai tahan cekaman kekeringan (Widoretno & Sudarsono 2004). Perubahan genetik telah dilaporkan menjadi penyebab terjadinya perbedaan tipe variasi somaklonal pada tanaman (Peschke & Phillips 1992). Perubahan genetik meliputi mutasi gen pada genom nukleus dan sitoplasma, trasnlokasi, delesi, inversi, gene rearrangement, gene amplification dan transposable element. Pewarisan Mendel pada karakter hasil variasi somaklonal dapat dikendalikan secara multigenik, monogenik dominan, semidominan dan resesif (Evans & Sharp 1986). Namun Skirvin et al (1993) melaporkan bahwa tipe varian somaklonal bersifat epigenetik (genetic instability), yaitu tipe varian yang tidak akan diwariskan ke keturunan secara seksual, dan tipe varian yang bersifat stabil (genetic stability) yang diturunkan secara seksual pada keturunannya. Faktor-faktor penting yang memperngaruhi munculnya perubahan genetik yang bersifat stabil selama regenerasi tanaman dalam kondisi in vitro adalah bahan awal material atau sumber eksplan, susunan genetik setiap spesies tanaman, dan faktor selama kultur jaringan (Karp 1995; Skirvin et al. 2000). Regenerasi tanaman yang berasal dari berbagai tipe sumber eksplan menghasilkan variasi genotipik dan fenotipik yang berbeda (Ramulu 1990). Kultur jaringan yang

64 40 melalui fase kalus dan kultur protoplas menunjukkan variasi genetik lebih besar dibanding dengan sel yang belum mengalami diferensiasi. Pengaruh komposisi hormon dalam media juga ikut memperngaruhi perbedaan stabilitas genetik. Variasi genetik juga lebih sering terjadi pada sel yang berada lebih lama dalam kultur (Compton & Veilleux 1991). Lamanya kultur dalam media sangat berpengaruh terhadap munculnya karakter baru pada tanaman. Jayasangkar (2005) menyatakan juga bahwa jaringan tanaman yang berada lebih lama dalam kultur in vitro dapat menyebabkan metilasi pada DNA dan menimbulkan gene silencing. Seleksi in vitro berulang mempunyai potensi lebih besar untuk menghadirkan perubahan genetik dibanding seleksi yang hanya dilakukan dalam jangka pendek. Selain itu, seleksi in vitro berulang menyebabkan hilangnya beberapa karakter varian karena adanya tekanan seleksi selama seleksi in vitro. Karakter kualitatif dan kuantitatif tanaman hasil variasi somaklonal telah banyak diketahui. Daun variegata, bentuk dan jumlah daun abnormal telah ditemukan pada kacang tanah hasil seleksi in vitro pada filtrat kultur Sclerotium rolfsii dan sifat tersebut diwariskan secara genetik (Yusnita et al. 2005). Karakter yang muncul akibat adanya variasi somaklonal pada tanaman kedelai meliputi kandungan protein dan minyak biji (Komatsuda 1991), tinggi tanaman dan hasil biji (Wright et al. 1986), jantan steril dan perubahan morfologi dan jumlah daun serta pertumbuhan yang memendek (Barwale & Wildholm 1987; Amberger et al. 1992a). Perubahan sifat morfologi dan agronomi tanaman dapat diamati pada generasi awal (R0) dan generasi R1, tergantung pada tipe variasi apakah genetik stabil atau genetik tidak stabil. Fenomena variasi somaklonal bersifat spontan dan random untuk menghasilkan beberapa karakter. Untuk itu, munculnya karakter baru tidak selalu merupakan novel characters bahkan muncul karakter yang merugikan atau karakter yang masih sama seperti karakter induknya (Karp 1995). Variasi somaklonal memungkinkan untuk merubah satu atau beberapa karakter tertentu dan tetap mempertahankan karakter unggul lainnya yang sudah dimiliki oleh induknya. Dengan melakukan seleksi pada media selektif memungkinkan untuk mengidentifikasi varian-varian yang diinginkan.

65 41 Pada penelitian sebelumnya telah diidentifikasi ES yang insensitif terhadap media selektif polietilena glikol (PEG) dan filtrat kultur S. rolfsii. Embrio somatik yang diseleksi secara berulang (siklus II) pada PEG lebih insensitif pada media selektif PEG 15% dibanding siklus I dan yang diseleksi pada seleksi ganda (pada PEG dan kemudian pada filtrat kultur S. rolfsii) menghasilkan ES yang insensitif sekaligus pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii. Untuk mengidentifikasi lebih lanjut karakter-karakter yang muncul akibat seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii perlu dievaluasi keberadaan variasi somaklonal pada berbagai sifat kualitatif dan kuantitatif, persentase variasi somaklonal yang diamati, dan pengelompokkan sifat varian yang diamati apakah dikendalikan secara genetik atau epigenetik. Bahan dan Metode Regenerasi, Evaluasi Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Tanaman R0 Embrio somatik hasil seleksi in vitro (ES Pi-I, ES Pi-II, dan ES PFi-I) diregenerasikan menjadi planlet dan tanaman R0 melalui tahapan : maturasi, perkecambahan, serta pemanjangan dan pengakaran tunas dilakukan dalam media MS (Murashige & Skoog 1962) dengan penambahan 2 g/l arang aktif. Setelah mempunyai akar dan daun tetrafoliat, planlet diaklimatisasi pada media campuran tanah, pasir dan arang sekam, disungkup dengan botol untuk menjaga kelembaban, dan diinkubasikan secara bertahap dalam lingkungan terkontrol ke rumah kaca. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan (populasi tanaman yang berasal dari ES Fi-I, Fi-II, FPi-I, tanaman standar dan kultivar kacang tanah). Populasi tanaman R0 yang mampu bertahan hidup dari tahapan aklimatisasi ditanam dalam pot plastik berisi 9 kg campuran tanah dan pasir dan dipelihara di rumah kaca hingga panen. Tanaman disiram setiap pagi dan sore hingga kapasitas lapang, dijaga dari serangan hama dengan penyemprotan insektisida Confidor (0.25 ml/l) dan Kelthane (1 ml/l), dan dari patogen dengan fungisida Dithane M-45 (1 g/l). Karakter kualitatif tanaman dari masing-masing populasi tanaman R0 yang

66 42 berbeda dengan tanaman standar dicatat sebagai karakter varian. Pada saat penen, benih R0:1 dipanen secara terpisah dari masing-masing tanaman R0 dan dikeringkan. Karakter kuantitatif tanaman dari masing-masing populasi tanaman R0 diamati dan dibandingkan dengan tanaman standar. Evaluasi Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Tanaman R1 Benih R0:1 yang dipanen dari masing-masing tanaman R0 dalam percobaan sebelumnya ditanam untuk menghasilkan tanaman R1.Tanaman R1 ditumbuhkan dalam pot plastik yang berisi tanah 9 kg dan dipelihara di dalam rumah plastik sebagaimana dalam percobaan sebelumnya. Karakter kualitatif tanaman dari masing-masing populasi tanaman R1 yang berbeda dengan tanaman standar dicatat sebagai karakter varian. Pada saat panen, benih R1:2 dipanen secara terpisah dari masing-masing tanaman R1 dan dikeringkan. Karakter kuantitatif tanaman dari masing-masing populasi tanaman R1 diamati dan dibandingkan dengan tanaman standar. Analisis Data Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Tanaman Karakter kualitatif yang diamati diantara populasi tanaman R0 dan R1 dan berbeda dengan populasi tanaman standar dicatat sebagai karakter varian. Tipe dan persentase karakter kualitatif varian untuk masing-masing populasi dicatat dan dianalisis. Karakter varian yang hanya muncul pada populasi tanaman R0 dan tidak dijumpai kembali pada populasi tanaman R1 dikelompokkan sebagai varian yang dikendalikan secara epigenetik. Karakter varian yang muncul pada populasi tanaman R0 dan dijumpai kembali pada populasi tanaman R1 dikelompokkan sebagai varian yang dikendalikan secara genetik. Sedangkan karakter varian yang tidak muncul pada populasi tanaman R0 tetapi muncul pada populasi tanaman R1 dikelompokkan sebagai varian yang dikendalikan secara genetik, oleh gen resesif. Karakter kuantitatif yang diamati untuk masing-masing populasi tanaman R0 dibandingkan dengan rataan tanaman standar, dan nilai pengamatan yang nyata lebih rendah atau lebih tinggi dengan rataan tanaman standar dianggap sebagai varian. Rataan karakter kuantitatif untuk masing-masing populasi tanaman R1 dibandingkan dengan rataan tanaman standar, dan nilai pengamatan

67 43 yang nyata lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan dengan rataan tanaman standar dianggap sebagai varian. Selanjutnya, varian kuantitatif yang diamati dikelompokkan sebagai dikendalikan secara genetik atau epigenetik menggunakan kriteria yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil Evaluasi Karakter Kualitatif Tanaman R0 dan R1 Hasil evaluasi tanaman R0 menunjukkan tidak semua tanaman mampu berbunga, menghasilkan polong, dan benih R0:1. Sebagian tanaman R0 merupakan tanaman varian yang tidak menghasilkan bunga hingga tanaman mati atau menghasilkan bunga tetapi jantan steril. Berdasarkan perbedaan morfologi dengan tanaman standar, fenotipe varian yang diamati diantara populasi tanaman R0 adalah varian jumlah anak daun (trifoliat, pentafoliat, heksafoliat, heptafoliat, oktafoliat, nanofoliat), varian fusi pangkal anak daun, varian daun bergelombang, varian daun variegata, varian cabang dan tunas majemuk, varian batang menjalar, varian steril jantan partial, dan varian steril jantan total (tidak berbunga). Contoh fenotipe varian untuk berbagai karakter kualitatif yang diamati diantara populasi tanaman R0 dapat dilihat pada Gambar 4. Pada Tabel 7 disajikan persentase varian karakter kualitatif diantara populasi tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro berulang dalam media dengan penambahan PEG atau hasil seleksi ganda dalam media dengan penambahan PEG diikuti media dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii. Pengamatan juga menunjukkan seleksi ganda menghasilkan tipe varian kualitatif yang lebih sedikit jika dibandingkan seleksi berulang. Pola tersebut diamati baik pada populasi tanaman R0 dari kacang tanah cv. Kelinci maupun Singa (Tabel 7). Varian jumlah anak daun, varian daun variegata, dan varian steril jantan partial yang ditemukan pada populasi tanaman R0 pada umumnya juga diamati diantara populasi tanaman R1 zuriat dari masing-masing tanaman R0 (Tabel 7).

68 44 Gambar 4. Contoh fenotipe varian yang diamati diantara populasi tanaman generasi R0 dan R1 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro berulang dalam media selektif PEG 15% atau hasil seleksi dalam media dengan PEG, diikuti dengan media filtrat kultur (seleksi ganda). Varian jumlah anak daun: (a) trifoliat, (b) pentafoliat, (c) heksafoliat, (d) heptafoliat, (e) oktafoliat, (f) nanofoliat; (g) varian fusi pangkal anak daun; (h) varian daun bergelombang; (i) varian cabang majemuk; (j) varian tunas majemuk, (k) varian cabang menjalar, dan (l) varian daun variegata. Varian daun bergelombang, cabang dan tunas majemuk, serta batang menjalar hanya diamati diantara populasi tanaman R0 dan tidak ditemukan diantara populasi tanaman R1 (Tabel 7). Varian fusi pangkal daun yang tidak ditemukan diantara populasi tanaman R0, ditemukan diantara populasi tanaman R1. Tanaman varian tidak menghasilkan bunga diantara populasi R0, tidak dapat dievaluasi fenotipenya pada generasi R1 karena tidak menghasilkan benih (Tabel 7).

69 45 Tabel 7. Macam dan persentase varian kualitatif yang diamati diantara populasi tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi satu (Pi-I), dua siklus (Pi-II) dalam media PEG serta hasil seleksi ganda dalam media PEG dan diikuti dalam media filtrat kultur (PFi-I) serta populasi tanaman R1 Populasi dan Kacang tanah cv. Singa Kacang tanah cv. Kelinci karakter kualitatif Pi-I Pi-II PFi-I Pi-I Pi-II PFi-I Populasi tanaman R0 : Daun trifoliat (2/20) 15 (3/20) - Daun pentafoliat 32 (7/22)* 42 (8/19) 45 (5/11) 30 (6/20) 45 (9/20) 33 (4/12) Daun heksafoliat 14 (3/22) 21 (4/19) - 5 (1/20) 15 (3/20) 25 (3/12) Daun heptafoliat 9 (2/22) 16 (3/19) (2/20) 25 (3/12) Daun oktafoliat 9 (2/22) 5 (1/19) (2/20) - Daun nanofoliat 9 (2/22) (2/20) - Fusi anak daun Daun bergelombang 14 (3/22) 11 (2/19) - 25 (5/20) - - Cabang majemuk 64 (14/22) 32 (6/19) 73 (8/11) 60 (12/20) 55 (11/20) 33 (4/12) Tunas majemuk 18 (4/22) 21 (4/19) 36 (4/11) - 25 (5/20) - Batang menjalar 9 (2/22) 16 (3/19) (2/20) - Steril partial 4 (1/22) 11 (2/19) (1/20) - Steril total 14 (3/22) (3/20) - Daun variegata (2/20) - Populasi tanaman R1 : Daun trifoliat (2/20) 19 (3/16) - Daun pentafoliat 37 (7/19) 42 (8/19) 36 (4/11) 25 (5/20) 50 (8/16) 25 (3/12) Daun heksafoliat 16 (3/19) 16 (3/19) 18 (2/11) 10 (2/20) 19 (3/16) 25 (3/12) Daun heptafoliat 11 (2/19) 16 (3/19) (2/16) 25 (3/12) Daun oktafoliat 5 (1/19) 5 (1/19) (2/16) - Daun nanofoliat 11 (2/19) (2/16) - Fusi anak daun (2/16) - Daun bergelombang Cabang majemuk Tunas majemuk Batang menjalar Steril partial 5 (1/19) 11 (2/19) (1/16) - Steril total Daun variegata (2/16) - Keterangan: *Data x (y/z) adalah x= persentase varian somaklon (%), y= jumlah tanaman dengan karakter varian, dan z= total tanaman yang diuji. (-) = Karakter varian tidak ditemukan Evaluasi Karakter Kuantitatif Tanaman R0 dan R1 Untuk kacang tanah cv. Kelinci, jumlah cabang dan daun per tanaman pada populasi tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi berulang

70 46 (ES Pi-I dan ES Pi-II) nyata lebih banyak sedangkan hasil seleksi ganda (ES PFi- I) tidak berbeda nyata dibandingkan tanaman standar (Tabel 8). Tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro (Pi-I, Pi-II, dan PFi-I) mempunyai umur mulai berbunga yang nyata lebih lama dibandingkan tanaman standar (Tabel 8). Sedangkan untuk tinggi tanaman, jumlah polong bernas, dan bobot polong kering, tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro (ES Pi-I, Pi-II, dan PFi-I) tidak berbeda nyata dibandingkan tanaman standar (Tabel 8). Untuk kacang tanah cv. Singa, populasi tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro (ES Pi-I, ES Pi-II, dan ES PFi-I) mempunyai umur mulai berbunga nyata lebih lama serta jumlah cabang dan daun per tanaman nyata lebih banyak dibandingkan tanaman standar (Tabel 8). Tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro (ES Pi-I dan ES Pi-II) mempunyai tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata, sedangkan yang dari ES hasil seleksi ganda (ES PFi-I) nyata lebih tinggi dibandingkan tanaman standar (Tabel 8). Tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro (ES Pi-I, ES Pi-II, dan ES PFi-I) mempunyai jumlah polong bernas dan bobot polong kering yang tidak berbeda nyata dibandingkan tanaman standar (Tabel 8). Rata-rata jumlah cabang tanaman R1 zuriat tanaman R0 dari kacang tanah cv. Kelinci dan Singa tidak berbeda nyata dengan kacang tanah standar (Tabel 8). Rata-rata tinggi tanaman R1 zuriat tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil seleksi in vitro nyata lebih pendek dibanding kacang tanah standar (Tabel 8). Sedangkan umur berbunga tanaman R1 secara umum mendekati nilai tanaman kacang tanah standar dan jumlah daun lebih banyak daripada tanaman standar (Tabel 8). Rata-rata bobot polong kering dan jumlah polong bernas tanaman R1 yang diuji lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan kacang tanah standar (Tabel 8). Analisis individu tanaman untuk karakter kuantitatif bobot polong kering per tanaman R0 dan R1 menunjukkan adanya individu tanaman yang mempunyai hasil polong lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan tanaman kacang tanah cv. Kelinci atau Singa standar (Gambar 5 dan 6).

71 47 Tabel 8. Jumlah cabang (JC), tinggi tanaman (TT), umur berbunga (UB), jumlah daun (JD), bobot polong kering (BPK) dan jumlah polong kering (JPK) yang diamati pada tanaman cv. Kelinci dan Singa standar (Std), serta tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro pada media seleksi PEG siklus I (Pi- I), siklus II (Pi-II), dan seleksi ganda pada media PEG dan filtrat kultur (PFi-I) Populasi cv. Kelinci cv. Singa & peubah Std Pi-I Pi-II PFi-I Std Pi-I Pi-II PFi-I Populasi Tanaman R0 : JC 5.0 b 10.3 a 11.4 a 7.5ab 5.0 b 7.6 a 8.5 a 8.5 a TT (cm) 70.9 a 65.4 a 73.1 a 68.4 a 76.2 b 86.2ab 75.7 b 92.5 a UB (hari) 25.0 b 55.7 a 55.1 a 48.9 a 25 b 46.7 a 45.9 a 44.7 a JD 50.2 b 88.5 a 92.1 a 61.5ab 55.6 b a 116.6a a BPK (g) 10.8 a 8.3 a 7.0 a 7.6 a 12.6 a 13.5 a 11.7 a 14.1 a JPK (g) 8.0 a 8.1 a 8.8 a 7.3 a 8.0 a 9.7 a 9.1 a 11.3 a Populasi Tanaman R1: JC 5.0 a 4.8 a 4.7 a 4.9 a 5.0 a 4.7 a 4.8 a 4.7 a TT (cm) 70.9 a 55.4 b 56.9 b 59.4 b 76.2 a 64.7 b 55.7 c 54.5 c UB (hari) 25.0 b 26.2 a 25.1 b 26.1 a 25.0 b 25.5ab 25.0 b 25.9 a JD 50.2 b 55.7ab 60.1 a 56.9 a 55.6 a 58.7 a 56.9 a 56.3 a BPK (g) 10.8 a 8.9ab 11.6 a 7.2 b 12.6 a 8.7 b 12.0 b 14.6 a JPK (g) 8.0 b 7.7 b 10.2 a 6.3 b 8.0 b 7.6 b 9.2ab 10.9 a Keterangan : Dalam satu kultivar dan untuk masing-masing peubah, angka pada baris diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada a = 5%.

72 48 20 Jumlah tanaman R Jumlah tanaman R < < > >30.3 Kisaran bobot polong kering/tanaman (g) Gambar 5. Jumlah tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES cv. Kelinci hasil seleksi in vitro selama satu atau dua siklus dalam media PEG serta satu siklus dalam media PEG, diikuti media filtrat kultur (seleksi ganda) dan R1 zuriat dari tanaman R0 yang menghasilkan kisaran bobot polong kering tertentu. ( ) populasi tanaman R0 dari ES Pi-I atau zuriat R1-nya, ( ) dari ES Pi-II atau zuriat R1-nya, dan ( ) dari ES PFi-I atau zuriat R1-nya. Tanda anak panah menunjukkan kisaran hasil tanaman kacang tanah cv. Kelinci standar.

73 49 20 Jumlah tanaman R0 Jumlah tanaman R < > < >30.3 Kisaran bobot polong kering/tanaman (g) Gambar 6. Jumlah tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa hasil seleksi in vitro selama satu atau dua siklus dalam media PEG serta satu siklus dalam media PEG, diikuti dengan media filtrat kultur (seleksi ganda) dan R1 zuriat dari tanaman R0 yang menghasilkan kisaran bobot polong kering tertentu. ( ) populasi tanaman R0 dari ES Pi-I atau zuriat R1-nya, ( ) dari ES Pi-II atau zuriat R1-nya, dan ( ) dari ES PFi-I atau zuriat R1-nya. Tanda panah menunjukkan kisaran hasil tanaman kacang tanah cv. Singa standar.

74 50 Pembahasan Untuk membuktikan lebih lanjut munculnya karakter varian pada ES yang insensitif terhadap PEG dan filtrat kultur S. rolfsii pada generasi R0 dan R1 telah diidentifikasi tipe variasi somaklonal pada karakter kualitatif dan kuantitatif populasi tanaman hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa variasi somaklonal berhasil diinduksi pada kacang tanah dengan seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda dengan menggunakan media selektif PEG untuk menstimulasi cekaman kekeringan dan filtrat kultur S. rolfsii untuk ketahanan terhadap penyakit busuk batang S. rolfsii. Karakter kualitatif yang teramati pada generasi R0 yaitu jumlah anak daun trifoliat, pentafoliat, heksafoliat, heptafoliat, oktafoliat, nanofoliat, fusi pangkal anak daun, daun bergelombang, cabang majemuk, pucuk majemuk, batang menjalar, steril partial, steril total dan daun variegata. Pada penelitian sebelumnya, keberadaan berbagai varian somaklonal tersebut pada populasi tanaman kacang tanah hasil kultur in vitro telah dilaporkan (Yusnita et al. 2005). Karakter varian kualitatif yang diamati tidak semuanya muncul kembali pada generasi R1. Beberapa karakter yang hanya muncul pada populasi tanaman generasi R0 dan tidak muncul kembali pada generasi R1 adalah cabang majemuk, tunas majemuk, daun bergelombang, dan batang menjalar. Macam varian kualitatif yang muncul pada generasi R0 lebih banyak dibanding generasi R1. Hal ini diduga karena beberapa varian yang ada pada generasi R0 adalah varian yang bersifat epigenetik yang tidak diwariskan pada turunan generasi R1. Varian yang teramati kembali pada generasi R1 diduga dikendalikan secara genetik. Varian kualitatif jumlah anak daun trifoliat, pentafoliat, heksafoliat, heptafoliat, oktafoliat, nanofoliat, variegata, dan steril partial merupakan sifat yang diwariskan dari generasi R0 ke generasi R1. Hal ini menunjukkan bahwa varian kualitatif tersebut dikendalikan secara genetik oleh gen dominan, sedangkan fenotipe varian dengan fusi pangkal anak daun yang hanya muncul pada generasi R1 dan tidak muncul pada generasi R0 merupakan indikasi bahwa fenotipe varian tersebut dikendalikan melalui gen resesif. Keberadaan varian karakter kualitatif yang muncul pada zuriat tanaman hasil kultur in vitro (generasi

75 51 lanjut) merupakan fenomena yang umum ditemukan (Barwale & Widholm 1987; Larkin & Scowcroff 1981). Identifikasi varian somaklonal pada generasi R0 tidak akan mampu menghasilkan tanaman yang mempunyai karakter tertentu. Oleh karena itu, seleksi karakter harus dilakukan pada populasi lanjut (R1 atau R2) yang merupakan turunan dari tanaman hasil kultur in vitro (generasi R0). Selain varian kualitatif (morfologi), teramati juga varian karakter kuantitatif (agronomi). Pada generasi R1, seleksi in vitro menghasilkan karakter agronomi yang beragam. Beberapa varian agronomi yang memberikan varian yang beragam antara lain tinggi tanaman, jumlah daun, umur tanaman berbunga, bobot polong kering, dan jumlah polong, sedangkan jumlah cabang pada generasi R0 memberikan nilai yang beragam tetapi pada generasi R1, karakter tersebut tidak berbeda antar tanaman hasil seleksi in vitro berulang, seleksi ganda, dan tanaman standar. Beberapa karakter kuantitatif dari generasi R1 hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda ada yang lebih kecil atau lebih besar dibandingkan dengan tanaman standar. Beberapa seleksi in vitro yang memberikan bobot dan jumlah polong kering lebih rendah dari tanaman standar adalah tanaman yang berasal dari cv. Kelinci dari ES yang diseleksi dengan PEG siklus I, seleksi ganda, dan cv. Singa dari ES yang diseleksi dengan PEG siklus I. Individu tanaman dengan daya hasil polong lebih rendah atau lebih tinggi yang dibandingkan tanaman standar tersebut diduga merupakan varian untuk karakter kuantitatif. Menurut Stephens et al. (1991) dan Hawbaker et al. (1993) berbagai sifat tanaman dapat berubah akibat variasi somaklonal namun karakter lain tetap menyerupai induknya. Dalam percobaan ini, perubahan karakter kuantitatif telah terjadi pada tanaman yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro. Namun demikian, kebanyakan tanaman R0 atau zuriat R1-nya mempunyai daya hasil yang tidak berbeda dengan tanaman standar. Sebaliknya, sejumlah tanaman R0 atau zuriat R1-nya mempunyai karakter kuantitatif yang sama dengan tanaman kacang tanah standar tetapi mempunyai daya hasil yang lebih rendah atau lebih tinggi dibandingkan kacang tanah standar (varian untuk karakter kuantitatif). Dengan demikian, variasi somaklonal dapat digunakan untuk memperoleh tanaman varian yang hanya berubah untuk satu atau beberapa karakter tertentu dan tetap

76 52 mempertahankan karakter unggul yang dipunyai oleh tanaman asalnya. Kemampuan untuk mengidentifikasi dengan akurat tanaman varian yang diinginkan diantara populasi tanaman hasil kultur in vitro dapat meningkatkan efektivitas pemanfaatan induksi variasi somaklonal untuk meningkatkan keragaman tanaman. Rendahnya nilai beberapa karakter agronomi pada beberapa tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro juga merupakan fenomena yang sering dijumpai. Variasi somaklonal yang dihasilkan diantara populasi tanaman hasil kultur in vitro atau hasil seleksi in vitro seringkali menyebabkan munculnya varian untuk karakter yang lebih jelek dibanding tanaman awalnya (Karp 1995). Variasi somaklonal juga telah dilaporkan dapat menyebabkan terjadinya variasi untuk karakter kualitatif maupun karakter kuantitatif sebagaimana yang diamati pada tanaman sorgum yang dihasilkan dari kultur in vitro (Duncan et al. 1995; Maralappanavar et al. 2000). Dalam penelitian ini telah diregenerasikan tanaman kacang tanah dari ES hasil seleksi in vitro dalam media dengan penambahan PEG atau dalam media dengan penambahan PEG diikuti dengan media dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii. Hasil evaluasi menunjukkan adanya karakter varian somaklonal diantara populasi tanaman R0 dan R1 yang didapat. Dalam percobaan ini seleksi in vitro dilakukan menggunakan PEG dan filtrat kultur S. rolfsii sehingga diharapkan dapat dihasilkan galur kacang tanah varian yang toleran cekaman kekeringan sekaligus resisten terhadap infeksi S. rolfsii. Evaluasi lebih lanjut untuk sifat toleran cekaman kekeringan dan resistensi terhadap infeksi S. rolfsii diantara populasi tanaman yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro tersebut masih perlu dilakukan. Pengujian respons populasi tanaman hasil seleksi in vitro berulang dalam media PEG dan seleksi ganda terhadap cekaman kekeringan dan infeksi S. rolfsii akan dilakukan dalam penelitian selanjutnya.

77 53 Kesimpulan Analisis populasi tanaman R0 yang diregenerasikan dari masing-masing ES hasil seleksi satu dan dua siklus (seleksi berulang) pada media selektif PEG 15% serta seleksi ganda (pada media PEG 15% dan kemudian pada media filtrat kultur 30%) dan zuriat R1-nya menunjukkan adanya karakter varian jumlah anak daun, fusi pangkal anak daun, daun variegata, dan jantan steril yang dikendalikan secara genetik, serta varian cabang majemuk, tunas majemuk, dan batang menjalar, dan daun bergelombang dikendalikan secara epigenetik. Karakter kuantitatif bobot polong kering dan jumlah polong bernas yang meningkat atau menurun dibandingkan tanaman standar juga merupakan karakter varian diantara populasi tanaman yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi satu dan dua siklus (seleksi berulang) pada media selektif PEG 15% serta seleksi ganda (pada media PEG 15% dan kemudian pada media filtrat kultur 30%)..

78 PENAMPILAN TANAMAN KACANG TANAH HASIL SELEKSI IN VITRO BERULANG DAN SELEKSI GANDA PADA POLIETILENA GLIKOL DAN FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii TERHADAP CEKAMAN LARUTAN POLIETILENA GLIKOL Abstrak Percobaan bertujuan untuk mengidentifikasi penampilan tanaman kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda terhadap polietilena glikol (PEG) dan filtrat kultur S. rolfsii terhadap cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG. Bahan tanaman yang digunakan adalah populasi generasi R2 turunan dari R1. Selain itu digunakan juga tanaman standar cv. Singa dan Kelinci. Tanaman ditanam pada media campuran arang sekam dan coco peat yang telah disterilisasi. Tanaman pada umur hari disiram dengan larutan PEG 15%. Identifikasi tanaman yang toleran terhadap cekaman PEG dengan menghitung indeks sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan peubah yang diamati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) pada PEG 15% cv. Singa dan Kelinci menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dan gejala nekrosis pada daun lebih sedikit. Tanaman hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) cv. Singa dan Kelinci mempunyai tingkat toleransi yang lebih baik terhadap cekaman PEG. Tanaman hasil seleksi embrio somatik dua siklus cv. Singa pada media selektif PEG 15% menghasilkan individu galur kacang tanah agak toleran dan toleran lebih banyak. Kata kunci : embrio somatik, generasi R2, PEG, filtrat kultur.

79 55 THE PEANUT PLANT PERFORMANCE REGENERATED FROM REPEAT CYCLING IN VITRO SELECTION AND DOUBLE SELECTION ON POLYETHYLENE GLYCOL AND Sclerotium rolfsii CULTURE FILTRATE AGAINST POLYETHYLENE GLYCOL SOLUTION STRESS Abstract The objective of this research was to identify peanut performance resulted from repeat cycling in vitro selection on polyethylene glycol (PEG) containing medium and double selection (one cycle of selection on PEG, followed by one cycle of selection on S. rolfsii culture filtrate containing medium) against drought stress with using PEG solution. The R2 generation peanut plants were used in this experiment. Peanut cv. Kelinci and Singa were also tested as control peanut plant. The peanut plants were planted on sterilized coco peat medium. The peanut plants that 15 to 50 days old were watered with PEG 15% solution. Identification of tolerant peanut plant on PEG stress was calculated with using drought sensitivity index value (S) on observed parameter. Results of the experiment showed cv. Singa and Kelinci peanut plant performance produced from repeat cycling in vitro selection to PEG was better plant growth, lesser leaf necrosed symptom and more survive under PEG stress. The cv. Singa peanut plant regenerated from selected somatic embryos (SE) two cycles against polyethylene glycol containing medium produced higher number of moderate and tolerant peanut line. Keywords : somatic embryo, R2 generation, PEG, culture filtrate

80 56 Pendahuluan Air merupakan pembatas utama untuk produksi tanaman di lahan kering. Cekaman kekeringan sangat tidak diinginkan dalam budidaya tanaman karena dapat menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman. Cekaman kekeringan berpengaruh terhadap aspek pertumbuhan tanaman meliputi anatomis, morfologis, fisiologis dan biokimia tanaman (Raper & Krapmer 1987). Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air berpengaruh terhadap menurunnya kecepatan fotosintesis dan luas daun. Tanaman yang terkena cekaman kekeringan menyebabkan potensial air daun menurun, pembentukan klorofil terganggu (Alberte et al. 1977) dan struktur kloroplas mengalami disintegrasi (Van Doren & Reicosky 1987). Penggunaan varietas toleran merupakan alternatif dalam budidaya kacang tanah di daerah lahan kering, karena lebih efisien dan praktis penerapannya. Untuk mendapatkan varietas toleran kekeringan dapat dilakukan melalui induksi variasi somaklonal dan diikuti dengan seleksi in vitro. Seleksi in vitro dapat dilakukan dengan menggunakan polietilena glikol (PEG) sebagai selective agent untuk mengidentifikasi sel atau jaringan tanaman kacang tanah yang tidak mati karena PEG. Senyawa ini merupakan senyawa osmotikum untuk perlakuan cekaman air pada tanaman (van der Weele et al. 2000). Polietilena glikol dapat menurunkan potensial air dan dapat ditambahkan dalam media untuk seleksi in vitro. Hasil penelitian pada Bab sebelumnya telah didapat bahwa ES dan planlet hasil seleksi dua siklus pada PEG lebih insensitif pada cekaman PEG 15% dibanding seleksi satu siklus. Begitu pula dengan ES dan planletnya yang merupakan hasil seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii lebih insensitif sekaligus pada cekaman PEG dan filtrat kultur S. rolfsii. Planlet-planlet hasil seleksi in vitro telah menghasilkan benih generasi R0 dan R1 dan pengujian sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan perlu dilakukan. Pengujian sifat toleransi varian somaklonal galur kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda dapat dilakukan dengan menggunakan larutan PEG. Penggunaan larutan PEG diharapkan untuk mendapatkan tekanan seleksi yang homogen untuk masing-masing galur kacang tanah sehingga

81 57 kesalahan identifikasi individu yang peka sebagai toleran cekaman kekeringan dapat dihindari. Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi penampilan tanaman kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda terhadap PEG dan filtrat kultur S. rolfsii terhadap cekaman kekeringan dengan menggunakan larutan PEG. Bahan dan Metode Galur Kacang Tanah Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah populasi generasi R2 turunan dari R1 hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda pada media selektif PEG dan filtrat kultur S. rolfsii. Selain itu digunakan juga tanaman standar cv. Singa dan Kelinci. Beberapa populasi tanaman varian somaklonal yang diuji pada percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nomer galur tanaman generasi R2 zuriat dari generasi R1 kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda yang dievaluasi pada cekaman larutan PEG Kultivar Singa Kelinci Populasi tanaman dari Nomer galur seleksi ES Pi-I 121-4, 121-1, 122-4, 23-3, 123-3, 123-4, 124-3, 124-1, 22-2, 22-4, 232-1, Pi-II 82-2, 82-1, 121-4, 32-4, 32-3, 141-1, 141-2, 12-1, 12-2 PFi-I 132-1, 52-1, 52-3, 171-4, FPi-I 212-2, 182-2, Pi-I 11-2, 11-3, 13-4, 14-4, 14-1, 12-3, 12-2, 72-4 Pi-II 11-2, 11-4, 81-2, 81-4, 22-1, 32-4, 32-2, 84-2, 84-4, 22-2 PFi-I 22-1, 22-2, 21-2 FPi-I 32-1, 22-1, 31-1, 32-2, 22-3

82 58 Penyiapan Media Tanam, Penanaman dan Rancangan Percobaan Media tanam yang digunakan merupakan campuran arang sekam dan coco peat (1:1) yang telah disterilisasi. Media tanam (500 g) dimasukkan dalam polibeg yang berukuran 15 x 25 cm. Benih kacang tanah ditanam satu biji per polibeg. Tanaman disiram setiap hari dengan 20 ml larutan Hyponex ( NPK) dengan konsentrasi 1g/liter air, sampai kecambah berumur 14 hari. Pupuk NPK diberikan sebagai pupuk dasar sebanyak 0.5 g per polibeg. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan (populasi tanaman yang berasal dari ES Pi-I, Pi-II, PFi-I, FPi-I, tanaman standar dan kultivar kacang tanah). Perlakuan Cekaman dengan Larutan PEG Kondisi cekaman diberikan dengan menambahkan larutan PEG dengan berat molekul 6000 ke dalam larutan Hyponex (konsentrasi 1 g/liter air). Larutan PEG yang digunakan berkonsetrasi 15%. Perlakuan tanpa cekaman PEG (kontrol) dilakukan dengan menyiramkan tanaman hanya dengan larutan Hyponex. Penyiraman larutan PEG sebanyak 20 ml per polibeg dilakukan mulai umur kecambah 15 HST dan dilakukan setiap hari sampai tiga hari berturut-turut. Pada hari ke-4, tanaman hanya disiram dengan larutan Hyponex. Penyiraman dengan 20 ml larutan PEG dilakukan sampai umur tanaman 30 hari. Penyiraman berikutnya sebanyak 40 ml larutan PEG dan dilakukan sampai umur 50 hari. Identifikasi tanaman somaklon yang toleran terhadap cekaman PEG dilakukan dengan menghitung : persentase tanaman mati, pertumbuhan tanaman, dan indeks sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan peubah yang diamati. Perhitungan persentase tanaman mati dilakukan dengan menghitung jumlah tanaman mati per jumlah tanaman yang diuji. Indeks sensitivitas kekeringan (S) dihitung berdasarkan rumus Fischer dan Maurer (1978), yaitu : S = (1-Y/Yp) / (1-X/Xp), dengan (Y) = nilai rataan peubah tertentu (misal : panjang akar, bobot kering akar, tinggi tanaman, dan lain-lain) pada satu genotipe yang mengalami cekaman kekeringan, (Yp) = nilai rataan peubah tersebut pada satu genotipe lingkungan optimum, (X) = nilai rataan peubah tersebut pada semua genotipe yang mengalami cekaman kekeringan, dan (Xp) nilai rataan peubah tersebut pada semua genotipe lingkungan optimum.

83 59 Genotipe dikatakan toleran terhadap cekaman kekeringan jika mempunyai nilai S < 0.5, agak toleran jika 0.5 = S = 1, dan peka jika S > 1. Hasil Kondisi Fisik Tanaman pada Cekaman PEG Cekaman PEG pada tanaman kacang tanah menyebabkan kondisi tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya. Kenampakan awal yang terjadi pada tanaman akibat cekaman PEG adalah kerusakan yang terjadi pada permukaan daun. Kerusakan daun diawali dengan timbulnya klorosis yang dimulai dari tepi lamina daun dan selanjutnya terjadi nekrosis dari tepi lamina menuju tulang utama daun. Gejala nekrosis ini menyerupai daun seperti terbakar (leaf firing). Gejala lanjut setelah nekrosis adalah daun menggulung seperti kerupuk, tanaman menjadi layu dan mati (Gambar 7). a b c d e f Gambar 7. Representasi respons tanaman kacang tanah terhadap cekaman PEG. (a) - (d) perkembangan gejala nekrosis ( ) dari tepi lamina daun (gejala ringan) sampai ke tulang daun utama (gejala berat), (e) daun tanaman menggulung seperti kerupuk ( ) dan tanaman kerdil, dan (f) pertumbuhan akar tanaman sensitif PEG (kiri) dan toleran PEG (kanan)

84 60 Tanaman kacang tanah yang toleran terhadap cekaman PEG cenderung mempunyai gejala nekrosis yang lebih ringan dibanding dengan tanaman yang sensitif terhadap PEG. Tanaman dengan gejala nekrosis berat menghasilkan pertumbuhan tanaman tidak baik dibanding dengan tanaman yang bergejala nekrosis ringan. Tanaman kacang tanah yang berasal dari cv. Singa dan Kelinci (tanaman standar) menghasilkan gejala nekrosis terparah sehingga menimbulkan gangguan yang serius pada proses fotosintesis. Kemampuan Tanaman untuk Hidup pada Cekaman PEG Pada Tabel 10 terlihat bahwa tanaman kacang tanah yang berasal dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro pada PEG 15% menghasilkan tanaman yang dapat bertahan hidup lebih lama dibanding tanaman yang tidak melewati seleksi in vitro. Tanaman ini dapat bertahan hidup sampai umur 49 hari dari umur panen 50 hari, sedangkan tanaman yang tidak melewati seleksi in vitro hanya dapat hidup rata-rata sampai 39 hari. Tabel 10. Rata-rata jumlah hari tanaman untuk dapat bertahan hidup dan persentase (%) tanaman yang masih hidup sampai umur 50 hari dalam media yang diberi perlakuan PEG 15% pada populasi tanaman Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii Populasi tanaman dari Umur tanaman hidup Persentase (%) tanaman hidup seleksi ES dan cv. (hari) cv. Singa : Pi c 50.0 Pi-I ab 86.7 Pi-II a 93.5 PFi-I b 68.8 FPi-I ab 88.9 cv. Kelinci : Pi b 40.0 Pi-I a 82.8 Pi-II a 95.2 PFi-I a 88.9 FPi-I a 82.4 Keterangan : Setiap peubah pengamatan dan kultivar, angka pada kolom dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan a =5 %

85 61 Pada tanaman cv Singa dan Kelinci hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) pada PEG 15% mempunyai kemampuan bertahan hidup sama dengan tanaman dari hasil siklus seleksi in vitro yang lain, kecuali pada seleksi ganda dari cv. Singa (seleksi pertama pada PEG kemudian pada filtrat kultur S. rolfsii) mempunyai umur bertahan hidup yang lebih pendek. Namun, secara umum terlihat bahwa tanaman yang berasal dari seleksi in vitro dua siklus pada PEG 15% cenderung mempunyai kemampuan bertahan hidup yang lebih lama dibanding seleksi ES siklus yang lain. Tanaman yang mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup lebih lama cenderung menghasilkan persentase tanaman hidup lebih banyak. Namun, sebaliknya tanaman dengan umur bertahan hidup yang pendek menghasilkan persentase tanaman hidup lebih sedikit (Tabel 7). Tanaman kacang tanah yang berasal dari seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus pada PEG menghasilkan persentase tanaman hidup yang lebih banyak dibanding siklus seleksi ES yang lain. Tanaman yang tidak melewati seleksi in vitro menghasilkan persentase tanaman hidup yang lebih sedikit atau tanaman ini tidak mampu untuk bertahan hidup atau banyak yang mati. Pengaruh Cekaman Larutan PEG terhadap Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan tanaman kacang tanah pada cekaman PEG 15% ditampilkan pada Tabel 11. Pengamatan pertumbuhan tanaman diamati pada kondisi cekaman PEG, kondisi optimum, serta membandingkan tanaman somaklon. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa seleksi ES tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang pada cv. Singa atau Kelinci, namun antara kondisi cekaman dan optimum pada cv. Singa dan Kelinci berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang. Tanaman yang dihasilkan dari hasil seleksi ES yang berbeda berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Pada kondisi cekaman ternyata tanaman yang dihasilkan dari ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dari seleksi ES yang lain dan tanaman tanpa seleksi in vitro. Tinggi tanaman pada kondisi optimum lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kondisi cekaman PEG.

86 62 Tabel 11. Pengaruh cekaman PEG 15% terhadap pertumbuhan tanaman populasi tanaman Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii Populasi tanaman Singa Kelinci dari seleksi ES Optimum Cekaman Optimum Cekaman Jumlah cabang Pi aa 1.60 bb 3.00 aa 1.00 ab Pi-I 2.38 aa 1.12 bb 2.97 aa 1.46 ab Pi-II 2.93 aa 1.56 bb 3.10 aa 1.73 ab PFi-I 2.80 aa 1.09 bb 3.67 aa 1.63 ab FPi-I 2.89 aa 1.13 bb 2.95 aa 1.50 ab Tinggi tanaman (cm) Pi aa bb ba bb Pi-I aba abb aa abb Pi-II aa ab aa ab PFi-I aba abb aba bb FPi-I ba bb ba abb Jumlah daun Pi ba ab aba 9.25 ab Pi-I aba ab ba ab Pi-II aa ab ba ab PFi-I ba ab aa ab FPi-I aba ab aba ab Jumlah buku batang utama Pi aa 8.4 ab aa 7.00 cb Pi-I aa 8.57 ab 9.97 aa 7.63 bcb Pi-II aa 8.64 ab 9.97 aa 8.53 abb PFi-I 9.87 aa 8.27 ab 9.78 aa 9.13 aa FPi-I 9.89 aa 8.63 ab 9.62 aa 8.71 aba Panjang akar (cm) Pi aba bb ba ba Pi-I ba ba ba ba Pi-II aa aa aba aa PFi-I aba ba aba ba FPi-I ba ba aa bb Bobot kering akar (g) Pi aa 0.30 bb 0.73 aa 0.40 abb Pi-I 0.51 aa 0.36 bb 0.47 ba 0.32 bb Pi-II 0.57 aa 0.49 aa 0.54 ba 0.45 aa PFi-I 0.47 aa 0.37 ba 0.58 ba 0.41 abb FPi-I 0.46 aa 0.33 bb 0.49 ba 0.37 aba Jumlah ginofor Pi aa 1.40 aa 7.50 aa 0.75 ab Pi-I 4.60 aa 2.23 aa 5.20 aba 1.83 ab Pi-II 5.19 aa 3.12 aa 6.03 aba 1.87 ab PFi-I 4.87 aa 1.09 ab 4.87 ba 1.00 ab FPi-I 4.44 aa 2.13 aa 3.67 ba 1.14 aa Bobot kering tanaman (g) Pi aba 1.01 ab 2.78 aa 1.18 ab Pi-I 2.77 aa 1.39 ab 2.19 aba 1.17 ab Pi-II 2.99 aa 1.69 ab 2.35 aba 1.77 ab PFi-I 2.26 ba 1.34 ab 2.58 aba 1.55 ab FPi-I 1.99 ba 1.19 ab 2.08 ba 1.37 ab Keterangan : Setiap peubah pengamatan dan kultivar, angka pada kolom dengan huruf kecil yang sama atau pada baris dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan a=5 %

87 63 Jumlah daun tidak berbeda nyata diantara tanaman hasil seleksi ES pada kondisi cekaman PEG, namun dibanding kondisi optimum dengan cekaman ternyata keduanya saling berbeda nyata. Jumlah buku batang utama pada kondisi cekaman tidak berbeda antar metode seleksi pada cv. Singa, namun berbeda nyata antar metode seleksi ES pada kondisi cekaman pada cv. Kelinci. Tanaman cv. Kelinci yang tidak melewati seleksi in vitro pada kondisi cekaman memiliki jumlah buku batang yang paling sedikit. Tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus pada media selektif yang mengandung PEG mempunyai akar yang lebih panjang dan bobot kering akar yang lebih berat pada kondisi cekaman. Pada seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus, panjang akar dan bobot kering akar tidak berbeda antara tanaman yang ditanam pada kondisi optimum dan cekaman PEG dan ada kecenderungan bahwa panjang akar pada kondisi cekaman lebih panjang daripada pada kondisi optimum. Pada kondisi cekaman, ternyata tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES cv. Singa dan Kelinci menghasilkan jumlah ginofor dan bobot kering tanaman yang tidak berbeda antara metode seleksi ES. Namun ada kecenderungan bahwa tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus pada kondisi cekaman menghasilkan jumlah ginofor yang lebih banyak dan bobot kering tanaman yang lebih berat. Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Larutan PEG Toleransi tanaman kacang tanah hasil seleksi in vitro pada media PEG diukur dengan menggunakan indeks sensitivitas kekeringan (S) terhadap cekaman PEG. Indeks sensitivitas dapat mengelompokkan tanaman kacang tanah menjadi toleran, agak toleran, dan peka. Indeks sensetivitas terhadap cekaman PEG menunjukkan besarnya penurunan berbagai peubah yang diamati pada kondisi cekaman relatif terhadap kondisi optimum. Indeks sensitivitas terhadap cekaman PEG dapat dilihat pada Tabel 12.

88 64 Tabel 12. Indeks sensitivitas (S) terhadap cekaman PEG berdasarkan sejumlah karakter pertumbuhan pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii Populasi tanaman Indeks sensivitas (S) Fenotipe dari seleksi ES dan cv JC TT BKA JG BKT somaklon cv. Singa : Pi P Pi-I A Pi-II A PFi-I A FPi-I P cv. Kelinci : Pi P Pi-I P Pi-II T PFi-I A FPi-I P Keterangan : peubah JC = jumlah cabang, TT = tinggi tanaman, BKA = bobot kering akar, JG = jumlah ginofor, BKT = bobot kering tanaman. Fenotipe somaklon terhadap nilai sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan bobot kering akar. Pengelompokan galur : T = toleran, A = agak toleran, dan (P) = peka. Dari nilai S bobot kering akar, ternyata tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus pada PEG menghasilkan nilai indeks = 0.5. Tanaman yang berasal dari seleksi ES satu siklus dan seleksi ganda PFi-I pada cv. Singa menghasilkan nilai 0.5 < S < 1.0 sedangkan seleksi ganda yang lain bernilai S > 1 tetapi masih lebih kecil dari tanaman standar. Tanaman hasil seleksi ES satu siklus dan seleksi ganda FPi-I pada cv. Kelinci menghasilkan nilai S > 1 namun masih lebih rendah dari cv. Kelinci yang tidak melewati seleksi in vitro, sedangkan tanaman dari seleksi ganda PFi-I bernilai nilai 0.5 < S < 1.0. Untuk mengetahui toleransi beberapa galur tanaman dari seleksi ES pada PEG 15% satu siklus, dua siklus (seleksi berulang), dan seleksi ganda dilakukan perhitungan nilai S pada peubah jumlah cabang, tinggi tanaman, bobot kering akar, jumlah ginofor, dan bobot kering tanaman (Tabel 13). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai S berdasarkan bobot kering akar dari masing-masing galur bervariasi dan bahkan ada yang lebih besar dari nilai S tanaman standar.

89 65 Pada cv. Singa hasil seleksi ES satu siklus (Pi-I), ternyata dari 12 galur yang diuji menghasilkan 5 galur peka (41.67%), 4 galur agak toleran (33.33%), dan 3 galur toleran (25%), sedangkan yang berasal dari cv. Kelinci menghasilkan masingmasing 4 galur peka dan agak toleran (50%) dari 8 galur yang diuji. Tanaman yang berasal dari seleksi ES dua siklus (seleksi berulang = Pi-II) pada cv. Singa menghasilkan 22.22% tanaman peka, 33.33% agak toleran dan 44.44% tanaman toleran, sedangkan yang berasal dari cv. Kelinci menghasilkan tanaman peka 40%, agak toleran 20%, dan tanaman toleran 40%. Tanaman kacang tanah yang berasal dari seleksi ganda pada cv. Singa (PFi-I) menghasilkan lebih banyak tanaman agak toleran 60%, tanaman peka dan toleran masing-masing 20%, sedangkan pada seleksi ganda yang lain (FPi-I) menghasilkan tanaman peka terhadap cekaman PEG yaitu sebesar 33.33%, agak toleran 66.67%, dan tidak dijumpai adanya tanaman toleran. Pada tanaman hasil seleksi ganda (PFi-I) pada cv. Kelinci tidak ditemukan tanaman yang toleran dan tanaman peka 33.33% dan tanaman agak toleran sebesar 66.67%. Pada seleksi ganda yang lain (FPi-I) menghasilkan tanaman peka 60% dan agak toleran 40%. Tanaman standar semuanya peka terhadap cekaman PEG.

90 66 Tabel 13. Indeks sensitivitas (S) terhadap cekaman PEG berdasarkan sejumlah karakter pertumbuhan pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan galur populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii Populasi tanaman dan galur dari seleksi ES dan cv. Indeks sensivitas (S) JC TT BKA JG BKT Fenotipe Somaklon cv. Singa : Pi P Pi-I : P P T T P A P A P A P T Pi-II : T A A T P A P T T PFi-I : P A A T A FPi-I : A A P

91 67 Tabel Lanjutan : cv. Kelinci : Pi P Pi-I : P A P A A P P A Pi-II : T A P P T P P A T T PFi-I A P A FPi-I A P P P A Keterangan : peubah JC = jumlah cabang, TT = tinggi tanaman, BKA = bobot kering akar, JG = jumlah ginofor, BKT = bobot kering tanaman. Fenotipe somaklon terhadap nilai sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan bobot kering akar. Pengelompokan galur : T = toleran, A = agak toleran, dan (P) = peka.

92 68 Pembahasan Identifikasi tanaman kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan dapat disimulasi dengan menyiramkan larutan PEG 15% selama pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman kacang tanah hasil seleksi in vitro semuanya menunjukkan gejala nekrosis pada lamina daun. Bahkan beberapa galur yang sensitif dapat menimbulkan kematian akibat cekaman larutan PEG. Tanaman kacang tanah yang dihasilkan dari seleksi ES cv. Singa atau Kelinci dua siklus pada media PEG cenderung menghasilkan gejala nekrosis yang lebih sedikit dan lebih mampu untuk bertahan hidup lama, jumlah tanaman hidup lebih banyak dibanding dengan tanaman yang berasal dari seleksi ES satu siklus pada PEG atau seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur. Tanaman yang toleran terhadap cekaman PEG mampu untuk hidup dan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik. Tanaman kacang tanah yang sensitif pada PEG tidak mampu untuk bertahan hidup lebih lama, sehingga persentase tanaman hidup lebih sedikit. Secara umum pengaruh cekaman PEG secara nyata menghambat pertumbuhan tanaman. Namun tanaman kacang tanah yang dihasilkan dari seleksi ES dua siklus lebih mampu untuk menghasilkan pertumbuhan yang lebih baik, sehingga jumlah tanaman yang mati dapat dikurangi. Tanaman yang toleran terhadap cekaman PEG menghasilkan mekanisme toleran terutama pertumbuhan akar yang lebih baik. Terbukti bahwa tanaman yang bergejala nekrosis besar pada daun merupakan akibat dari ketidakmampuan akar untuk mensuplai air pada daun tanaman. Akar tanaman tidak mampu untuk mensuplai air ke daun ketika jumlah dan panjang akar tidak sebanding lagi untuk dapat mengikat air ketika ada tekanan PEG. Pada Gambar 7.f terlihat bahwa pertumbuhan akar tanaman sensitif PEG lebih pendek dan sedikit. Menurut Wakabayashi et al. (1997) penghambatan pertumbuhan koleoptil gandum disebabkan oleh rendahnya suplai air dari akar ke koleoptil. Tanaman kacang tanah dari seleksi ES siklus II (seleksi berulang) cenderung menghasilkan bobot kering akar yang lebih berat dibanding tanaman dari seleksi in vitro yang lain dan tanaman standar (cv. Singa dan Kelinci). Penggunaan PEG dapat menstimulasi penurunan potensial air dan menimbulkan

93 69 cekaman kekeringan bagi tanaman. Penggunaan PEG sebagai cekaman osmotikum dapat mengurangi pemanjangan dan ekspansi sel tanaman (Sakurai et al. 1987; Taiz 1984). Tanaman kacang tanah yang tidak melewati seleki in vitro (tanaman standar), tanaman hasil seleksi in vitro pada PEG satu siklus dan tanaman hasil seleksi ganda belum mampu secara nyata untuk menekan cekaman yang ditimbulkan oleh larutan PEG 15%. Ini terbukti dari rendahnya komponen pertumbuhan yang dihasilkan. Berdasarkan uji toleransi bobot kering akar tanaman terhadap cekaman PEG menunjukkan bahwa tanaman kacang tanah yang dihasilkan dari seleksi ES pada PEG dua siklus menghasilkan tanaman yang lebih toleran dari tanaman hasil seleksi ES yang lain, dengan rata-rata nilai S = 0.50 (agak toleran) untuk cv. Singa dan S = 0.48 (toleran) untuk cv. Kelinci. Nilai toleransi tanaman terhadap cekaman PEG merupakan ekspresi toleransi yang ditimbulkan dari galur-galur kacang tanah untuk melawan cekaman kekeringan. Tanaman yang toleran terhadap cekaman PEG menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibanding dengan tanaman yang tidak toleran. Tanaman yang toleran mampu untuk melakukan fotosintesis dan fotosintat yang dihasilkan tentu lebih banyak, dan selanjutnya fotosintat tersebut segera didistribusikan ke seluruh bagian tanaman. Tanaman kacang tanah hasil seleksi ES cv. Singa dan Kelinci satu siklus dan seleksi ganda menghasilkan nilai S > 1 atau sama dengan tanaman cv. Singa dan Kelinci tanpa melalui seleksi in vitro (tanaman standar), atau 0.5 = S =1.0. Ini berarti bahwa seleksi ES pada PEG 15% selama satu siklus belum cukup untuk menghasilkan tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Identifikasi lebih lanjut terhadap kacang tanah hasil regenerasi ES dari seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda menunjukkan bahwa seleksi ES pada PEG 15% dua siklus menghasilkan individu galur agak toleran dan toleran lebih banyak pada cekaman larutan PEG 15% (Tabel 13). Seleksi ES kacang tanah dua siklus pada PEG 15% menyebabkan kalus embriogen dapat beradaptasi lebih baik terhadap media selektif PEG atau frekuensi munculnya sel/jaringan varian yang toleran terhadap cekaman PEG lebih tinggi dibandingkan yang hanya diseleksi satu siklus dengan PEG. Sel/jaringan normal terhambat pertumbuhannya, sedangkan jaringan varian yang toleran mengalami proliferasi menjadi kalus

94 70 embriogen dan selanjutnya berkembang menjadi planlet yang toleran. Tanaman kacang tanah yang toleran terhadap PEG adalah berasal dari kalus embriogen yang memang toleran terhadap media selektif PEG 15%. Jumlah individu galur kacang tanah dari seleksi ganda menghasilkan individu galur agak toleran dan toleran paling sedikit dan galur peka yang lebih banyak. Hal ini terjadi karena seleksi ganda pada media selektif PEG 15% dan dilanjutkan seleksi pada media filtrat kultur (PFi-I) atau sebaliknya lebih awal diseleksi pada filtrat kultur 30% dan diseleksi kembali pada media selektif PEG 15% (FPi-I) menyebabkan ES lebih banyak yang mati. Tekanan dua media selektif sekaligus menyebabkan sel/jaringan yang sebelumnya mutan pada salah satu media selektif PEG 15% atau filtrat kultur 30% akan menjadi tidak mutan ketika diseleksi kembali pada media selektif filtrat kultur atau PEG. Kesimpulan Penyiraman tanaman kacang tanah dengan larutan PEG 15% nyata menghambat pertumbuhan tanaman. Tanaman yang dihasilkan dari ES hasil seleksi in vitro dua siklus (seleksi berulang) pada PEG 15% cv. Singa dan Kelinci menghasilkan pertumbuhan tanaman yang lebih baik dan penghambatan pertumbuhannya lebih kecil dibanding tanaman hasil seleksi ES satu siklus pada PEG 15%, seleksi ganda (pada PEG dan diikuti seleksi ES pada filtrat kultur atau sebaliknya pada filtrat kultur dan diikuti pada media selektif PEG), dan tanaman yang tidak melewati seleksi in vitro. Tanaman hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) cv. Singa dan Kelinci mempunyai tingkat toleransi yang lebih baik terhadap cekaman PEG. Seleksi ES dua siklus cv. Singa pada media selektif PEG 15% menghasilkan individu galur kacang tanah agak toleran dan toleran lebih banyak. Seleksi ganda (pada media PEG dan kemudian pada filtrat kultur atau sebaliknya pada media filtrat kultur dan kemudian pada media PEG) menghasilkan jumlah individu galur toleran paling sedikit atau tanaman peka lebih banyak pada cekaman larutan PEG.

95 RESPONS TANAMAN KACANG TANAH SOMAKLON DARI HASIL REGENERASI SELEKSI IN VITRO BERULANG DAN SELEKSI GANDA TERHADAP KEKERINGAN Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi respons tanaman varian somaklonal hasil seleksi in vitro berulang pada media selektif PEG dan seleksi ganda pada media PEG dan filtrat kultur Sclerotium rolfsii terhadap cekaman kekeringan. Bahan tanaman yang digunakan adalah populasi tanaman generasi R2. Selain itu digunakan juga tanaman standar cv. Singa dan Kelinci. Perlakuan cekaman kekeringan diberikan pada tanaman berumur 16 sampai 85 hari. Sebagian tanaman disiram sampai dengan kapasitas lapang (kondisi optimum) dan yang lain dipelihara dalam kondisi cekaman akibat pengurangan pemberian air. Setelah berumur 85 hari, tanaman diberikan kondisi optimum sampai tanaman panen. Toleransi tanaman somaklon terhadap kekeringan dihitung berdasarkan indeks sensitivitas kekeringan (S) pada semua peubah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) pada PEG 15% cv. Singa dan Kelinci menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dengan hasil polong yang lebih tinggi dengan persentase penurunan hasil polong lebih kecil. Tanaman ini juga mempunyai tingkat toleransi yang lebih baik terhadap cekaman kekeringan, menghasilkan jumlah individu galur kacang tanah toleran lebih banyak, dan mengandung kadar prolin yang lebih tinggi. Kata kunci : somaklon, embrio somatik, kekeringan, toleran

96 72 RESPONSE OF SOMACLONAL PEANUT PLANTS REGENERATED FROM REPEAT CYCLING IN VITRO SELECTION AND DOUBLE SELECTION AGAINST DROUGHT STRESS Abstract The objective of this research was to evaluate response of solmaclonal peanut plant regenerated from repeat cycling in vitro selection on polyethylene glycol (PEG) containing medium and double selection on PEG and Sclerotium rolfsii culture filtrate containing medium against drought stress. The R2 generation peanut plants were used in this experiment. Peanut cv. Kelinci and Singa were also tested as control plant. Water deficit treatment was given to peanut plants that 16 to 85 days old. The peanut plants were irigated with water (optimum condition) while other plants were conditioned under water deficit. After the peanut plant were 85 days old, the plants were treated under optimum condition until plant harvested. Identification of tolerant peanut plant on drought stress was calculated with using drought sensitivity index value (S) on observed parameter. Results of the experiment showed cv. Singa and Kelinci peanut plant produced from repeat cycling in vitro selection to PEG were more tolerance to water defisit, produced higher vegetative growth and dry pod yield, and lower dry pod yield reduction. These plants produced higher number of tolerant peanut line and higher proline content. Keywords: somaclone, somatic embryo, drought stress, tolerant

97 73 Pendahuluan Pengembangan varietas tanaman kacang tanah dengan potensi hasil tinggi melalui mekanisme identifikasi tanaman yang toleran kekeringan adalah sangat penting untuk meningkatkan hasil tanaman pada lahan kering (Rajaram et al. 1996). Kekeringan (ketersediaan air yang terbatas) merupakan faktor utama yang membatasi produksi tanaman. Kekeringan juga telah menjadi penyebab permanen penurunan produksi pertanian terutama untuk negara-negara berkembang. Di Indonesia penanaman kacang tanah sebagian besar ditanam di lahan kering, sehingga masalah cekaman kekeringan merupakan penyebab utama penurunan produksi kacang tanah. Penggunaan kultivar yang toleran terhadap cekaman kekeringan merupakan alternatif dalam peningkatan produksi kacang tanah di lahan kering. Penggunaan kultivar toleran dalam budidaya kacang tanah di lahan kering lebih efisien dan praktis dibandingkan dengan teknik budidaya yang lain. Metode pemuliaan konvensional seperti hibridisasi yang diikuti seleksi telah digunakan untuk menghasilkan kultivar toleran. Hibridisasi dan seleksi pada lahan kering untuk mendapatkan kultivar toleran belum pernah dilakukan di Indonesia. Selama ini seleksi untuk mendapatkan kultivar toleran kekeringan kacang tanah dilakukan pada kondisi lingkungan optimum dan pengujian daya hasilnya dilakukan di lahan kering. Selain itu, seleksi untuk galur toleran kekeringan dengan potensi hasil tinggi pada kondisi optimum lebih efisien daripada seleksi pada kondisi cekaman kekeringan (Rajaram et al. 1996), sehingga seleksi galur toleran kacang tanah yang spesifik pada lahan cekaman kekeringan belum pernah dilakukan. Kalaupun ada yang pernah melakukan pada lahan dengan lingkungan spesifik cekaman kekeringan, masalah homogenitas tekanan seleksi sulit dicapai, sehingga galurgalur yang diuji menjadi salah teridentifikasi dan terjadi escape dan akhirnya kemajuan seleksi lebih lama dicapai. Penggunaan seleksi di lapang juga membutuhkan areal yang luas, sehingga penanganan tanaman terseleksi relatif sulit. Upaya yang mungkin dilakukan untuk mendapatkan galur toleran cekaman kekeringan adalah dengan menggunakan metode seleksi in vitro. Metode ini

98 74 didasarkan pada induksi variasi genetik diantara sel-sel, jaringan dan atau organorgan yang dikulturkan, dan tanaman yang diregenerasikan (Mohamed et al. 2000). Perubahan genetik yang terjadi selama seleksi in vitro disebut variasi somaklonal (Jain 2000; Larkin 2004). Induksi variasi somaklonal yang diikuti dengan seleksi in vitro dilaporkan efektif untuk mengidentifikasi varian tanaman dengan sifat unggul, seperti toleran cekaman kekeringan pada kedelai (Widoretno et al. 2004), padi toleran kekeringan (Adkins et al. 1995), padi tahan cekaman tanah garam (Bouharmont et al. 1993), dan tanaman tahan tanah masam (Miller et al. 1992). Penggunaan seleksi in vitro berulang (repeat cycling-in vitro selection) pada media selektif PEG selama beberapa siklus seleksi untuk menginduksi variasi somaklonal diharapkan dapat meningkatkan tanaman somaklon yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Selain itu, dengan melakukan seleksi ganda dalam media dengan penambahan PEG diikuti dengan yang mengandung filtrat kultur S. rolfsii diharapkan diperoleh tanaman kacang tanah yang toleran cekaman kekeringan dan resisten terhadap infeksi S. rolfsi. Seleksi ES ditingkat in vitro harus dapat dibuktikan tingkat toleransinya ditingkat in vivo atau di lapangan Menurut Brar dan Jain (1998) tanaman somaklon yang dihasilkan perlu dilakukan pengujian pada beberapa generasi untuk melihat kestabilan genetik dan multiplikasi somaklon yang sifat genetiknya stabil untuk mengembangkan kultivar baru. Karakter utama yang perlu diperhatikan pada pengujian sifat toleransi kacang tanah terhadap cekaman kekeringan adalah bobot polong kering dan jumlah polong. Oleh karena itu, identifikasi toleransi galur kacang tanah terhadap cekaman kekeringan dihitung berdasarkan penurunan relatif bobot polong kering dan jumlah polong dari lingkungan optimum ke lingkungan yang mendapat cekaman kekeringan. Fisher dan Maurer (1978) mengukur toleransi kultivar gandum terhadap kekeringan dengan menghitung indeks kepekaan kekeringan (S) dengan membandingkan pengurangan hasil pada lingkungan tercekam dengan lingkungan yang optimum. Toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat terjadi jika tanaman dapat bertahan terhadap cekaman yang terjadi atau adanya mekanisme yang

99 75 memungkinkan untuk terhindar dari situasi cekaman tersebut. Tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap cekaman kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler (Perez-Molphe-Balch et al. 1996). Toleransi terhadap cekaman kekeringan melibatkan akumulasi senyawa yang dapat melindungai sel dari kerusakan yang terjadi pada saat potensial air rendah (Jensen et al. 1996). Akumulasi prolin dan gula terlarut merupakan senyawa yang memegang peranan penting untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan dan merupakan mekanisme toleransi osmotik (Kim & Janick 1991; Hanson et al. 1979; Mohamed et al. 2000). Sel, jaringan atau tanaman yang over produksi prolin dianggap mempunyai sifat toleransi terhadap cekaman kekeringan yang lebih baik (Ober & Sharp 1994). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi (a) respons tanaman varian somaklonal hasil seleksi in vitro berulang pada media selektif PEG dan seleksi ganda pada media PEG dan filtrat kultur S. rolfsii terhadap cekaman kekeringan dan (b) karakter fisiologis tanaman varian somaklon yang toleran kekeringan. Bahan dan Metode Evaluasi tanaman varian somaklonal terhadap cekaman kekeringan Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan (populasi tanaman yang berasal dari ES Pi-I, Pi-II, PFi-I, FPi-I, tanaman standar dan kultivar kacang tanah). Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah populasi generasi R2 turunan dari R1 hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda pada media selektif PEG dan filtrat kultur S. rolfsii. Selain itu, diuji juga populasi Pi-0 (benih awal tanpa seleksi in vitro) sebagai tanaman standar. Beberapa populasi tanaman varian somaklonal yang diuji pada percobaan ini dapat dilihat pada Tabel 14. Benih kacang tanah generasi R2 ditanam dua biji per polibeg yang berisi media tanah. Pada umur 14 HST ditinggalkan satu tanaman tiap polibeg.

100 76 Tabel 14. Nomer galur tanaman generasi R2 zuriat dari generasi R1 kacang tanah hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda yang dievaluasi pada cekaman kekeringan Kultivar Singa Kelinci Populasi tanaman Nomer galur dari seleksi ES Pi-I 121-4, 121-1, 232-3, 124-3, 124-1, 123-4, 22-4, 232-1, 123-3, 22-2 Pi-II 141-1, 32-4, 141-2, 82-1, 82-2, 12-2, 12-1, 32-3 PFi-I 171-4, 52-3, 132-1, 171-2, 132-2, 52-1 FPi-I 201-2, 62-4, 212-1, 182-2, 182-3, 62-3, 212-2, Pi-I 13-3, 21-2, 12-3, 21-3, 11-2, 11-3, 14-4, 72-1, 12-2, 72-4, 14-2, 13-4 Pi-II 32-4, 81-2, 32-2, 22-1,11-2, 84-2, 84-4, 11-4, 81-4, 22-2 PFi-I 21-2, 33-2, 22-1, 21-4, 61-1, 61-2, 22-2, 33-1 FPi-I 22-1, 22-3, 32-1, 32-2, 31-1, 31-3 Perlakuan cekaman kekeringan diberikan mulai tanaman berumur 16 sampai umur 85 hari. Semua tanaman disiram sampai kapasitas lapang dari awal tanam sampai umur 15 hari. Kapasitas lapang ditentukan dengan menyiramkan air pada media tanam sampai jenuh. Kejenuhan air ditunjukkan dengan menetesnya air pada lubang aerasi dasar polibeg. Pada saat tanaman memasuki umur 16 hari, sebagian tanaman disiram sampai dengan kapasitas lapang (kondisi optimum) dan sebagian yang lain dipelihara dalam kondisi cekaman sebagai akibat pengurangan pemberian air. Tanaman yang mendapat perlakuan cekaman disiram air sampai kapasitas lapang setiap 4 hari sekali (sehari setelah ada 70% gejala layu pada daun). Gejala layu mulai terjadi ketika kandungan air tanah mencapai 60-70% dari kapasitas lapang, yang dihitung berdasarkan selisih berat jumlah air yang disiramkan untuk mencapai kapasitas lapang dan saat tanaman layu. Perlakuan cekaman kekeringan diberikan sampai tanaman berumur 85 hari. Tanaman selanjutnya diberikan kondisi optimum sampai tanaman panen. Toleransi tanaman somaklon terhadap kekeringan dihitung berdasarkan indeks sensitivitas kekeringan (S) pada semua peubah yang diamati. Perhitungan nilai S berdasarkan rumus Fischer dan Maurer (1978), yaitu : S = (1-Y/Yp) / (1- X/Xp), dengan (Y) = nilai rataan peubah tertentu (misal : jumlah cabang, tinggi

101 77 tanaman, bobot polong kering, dan lain-lain) pada satu genotipe yang mengalami cekaman kekeringan, (Yp) = nilai rataan peubah tersebut pada satu genotipe lingkungan optimum, (X) = nilai rataan peubah tersebut pada semua genotipe yang mengalami cekaman kekeringan, dan (Xp) nilai rataan peubah tersebut pada semua genotipe lingkungan optimum. Genotipe toleran cekaman kekeringan jika mempunyai nilai S < 0.5, agak toleran jika 0.5 = S = 1, dan peka jika S > 1. Tanaman dipelihara dalam rumah kaca sampai panen. Tanaman dijaga dari serangan hama dan penyakit dengan penyemprotan insektisida Confidor (0.25 ml/l) dan Kelthane (1 ml/l) dan fungisida Dithane M45 (1 g/l). Pengujian Respon Fisiologi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Respons fisiologi tanaman somaklonal hasil seleksi in vitro diamati dengan melakukan analisis prolin dan gula total. Analisis dilakukan pada daun kedua dari pucuk pada saat tanaman telah mengalami 6 kali cekaman pengurangan pemberian air selama pertumbuhan. Analisis prolin berdasarkan metode Bates et al. (1973). Daun dikeringkan dalam silika gel. Kira-kira 0.2 g daun digerus dan dihomogenasi dengan 5 ml asam sulfosalisilat 3%. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Residu campuran ditambah lagi dengan 4 ml asam sulfosalisilat dan disentrifugasi seperti sebelumnya. Kedua supernatan tersebut ditera sampai 10 ml dengan asam sulfosalisilat. Analisis prolin dilakukan dengan mengambil 2 ml supernatan dan direaksikan dengan 2 ml asam ninhidrin dan 2 ml asetat glasial. Campuran dipanaskan sampai suhu C selama 1 jam pada penangas air. Campuran didinginkan pada gelas piala yang berisi air es selama 5 menit untuk menghentikan proses reaksi. Prolin yang terbentuk direaksikan dengan 4 ml toluena dan distirer. Kromofom (lapisan bagian atas) diambil untuk diukur absorbansinya pada spekrofotometer visible dengan panjang gelombang 520 nm. Standar DL-Prolin (Sigma) dibuat juga dengan konsentrasi berkisar µg yang dilarutkan dalam asam sulfosalisilat. Kadar prolin dinyatakan dalam µg/g berat kering sampel. Analisis gula total berdasarkan metode Irigoyen et al. (1992). Sampel daun dikeringkan dalam silika gel. Kira-kira 0.2 g daun kering digerus dan dihomogenasi dengan 5 ml akuades. Campuran ditambah dengan 20 ml etanol

102 78 (80%) dan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil, dan sisanya ditambah lagi dengan 20 ml etanol dan disentrifugasi kembali. Supernatan diuapkan di atas penangas air sampai etanol habis menguap. Volume supernatan ditera kembali dengan akuades sampai 100 ml. Untuk analisis gula total, diambil 1 ml supernatan dan ditambah 5 ml reagen antrone (1 g antrone dilarutkan dalam 1 liter asam sulfat 95%). Larutan dipanaskan di atas penangas air pada suhu C selama 12 menit. Campuran dipindahkan ke gelas piala yang berisi air es untuk menghentikan proses reaksi. Kadar gula ditentukan dengan mengukur absorbansi dengan spektofotometer panjang gelombang 630 nm. Sebagai standar digunakan sukrose kadar µg yang direaksikan dengan 5 ml reagen antrone dan air 1 ml. Kadar prolin dinyatakan dalam µg/g berat kering sampel. Hasil Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Pertumbuhan Tanaman Pertumbuhan vegetatif tanaman dan hasil polong kacang tanah diamati pada kondisi optimum dan kondisi cekaman kekeringan. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa cekaman kekeringan nyata menurunkan pertumbuhan vegetatif tanaman dan hasil polong (Gambar 8). Seleksi in vitro berulang pada PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii secara nyata juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan hasil polong (Tabel 15). Pada kondisi cekaman, ternyata jumlah cabang tanaman hasil seleksi ES cv. Singa pada PEG 15% lebih sedikit dari tanaman cv. Singa yang tidak melewati seleksi in vitro (tanaman standar), kecuali tanaman dari seleksi ES dua siklus menghasilkan jumlah cabang yang tidak berbeda nyata dengan tanaman standar cv. Singa. Pada cv. Kelinci, ternyata metode seleksi ES tidak berbeda dalam menghasilkan jumlah cabang. Pemberian cekaman kekeringan nyata mengurangi tinggi tanaman dan berbeda dengan tanaman yang tumbuh pada kondisi optimum. Tinggi tanaman pada kondisi cekaman dari tanaman hasil seleksi ES lebih pendek dari tanaman

103 79 standar cv. Singa dan Kelinci. Tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES cv. Singa dua siklus menghasilkan tanaman kacang tanah terpendek. Tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES cv. Singa menghasilkan jumlah daun yang sama dengan tanaman standar cv. Singa pada kondisi cekaman, dan jumlah daun tanaman hasil seleksi ES dua siklus cv. Singa tidak berbeda antara kondisi optimum dan kondisi cekaman kekeringan. Pada cv. Kelinci, ternyata tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES pada PEG satu dan dua siklus, seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur (PFi-I) serta tanaman standar tidak berbeda terhadap jumlah daun dan seleksi ganda pada filtrat kultur dan diikuti seleksi pada PEG (FPi-I) menghasilkan jumlah daun terbanyak. Tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus menghasilkan akar lebih panjang dan bobot kering akar yang lebih berat dibanding seleksi ES yang lain (Gambar 8). Tanaman hasil seleksi ganda (FPi-I) cv. Singa menghasilkan akar terpendek dan bahkan lebih pendek dari cv. Singa tanaman standar. Sedangkan cv. Kelinci, tanaman yang dihasilkan dari seleksi ganda (PFi-I) menghasilkan akar terpendek pada kondisi cekaman. Bobot kering tanaman hasil seleksi in vitro cv. Singa dan Kelinci lebih ringan dibanding tanaman standar pada cekaman kekeringan, kecuali tanaman dari seleksi ganda (FPi-I) cv. Kelinci lebih berat dari tanaman hasil seleksi in vitro yang lain dan sama beratnya dengan cv. Kelinci tanaman standar. Metode seleksi ES berpengaruh terhadap bobot dan jumlah polong kering pada kondisi optimum dan cekaman pada cv. Singa dan Kelinci. Bobot kering dan jumlah polong bernas pada cv. Singa dan Kelinci (tanaman standar) nyata lebih rendah dibanding tanaman hasil seleksi in vitro pada kondisi cekaman (Gambar 12). Tanaman hasil seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus pada PEG 15% (Pi-II) menghasilkan bobot kering dan jumlah polong yang terbanyak dibanding hasil seleksi ES satu siklus (Pi-I) dan seleksi ganda (PFi-I atau FPi-I). Jumlah polong, tanaman hasil seleksi ES cv. Singa dua siklus tidak berbeda pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan. Sedangkan pada cv. Kelinci, tanaman hasil seleksi ganda pada filtrat kultur dan PEG (FPi-I) menghasilkan jumlah polong yang sama pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan.

104 80 Tabel 15. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap pertumbuhan tanaman pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii Populasi tanaman Singa Kelinci dari seleksi ES Optimum Cekaman Optimum Cekaman Jumlah cabang Pi aa 5.00 aa 5.00 aa 4.93 aa Pi-I 5.00 aa 4.67 bb 4.94 aa 4.78 aa Pi-II 4.96 aa 4.79 aba 5.00 aa 4.87 aa PFi-I 4.94 aa 4.67 ba 5.00 aa 4.83 aa FPi-I 4.92 aa 4.67 ba 5.00 aa 4.89 aa Tinggi tanaman (cm) Pi aba ab aa ab Pi-I aba abb aa bb Pi-II ba cb aa ba PFi-I aba bcb aa abb FPi-I aa abcb aa bb Jumlah daun Pi ba aa aa aba Pi-I aa ab aa bb Pi-II aba aa aa ba PFi-I aa ab aa aba FPi-I aba aa aa aa Bobot kering polong bernas (g) Pi ba 7.30 cb ba 7.21 cb Pi-I ba 9.57 bb ba 9.16 bb Pi-II aa ab aa ab PFi-I ba 9.32 bb ba 9.19 bb FPi-I ba 9.03 bb ba 8.89 bb Jumlah polong bernas Pi ba 5.73 cb 8.93 ba 6.47 cb Pi-I 9.80 aba 7.97 bb 9.39 ba 7.86 bb Pi-II aa 9.50 aa aa 9.50 ab PFi-I 9.28 ba 7.72 bb 9.25 ba 7.17 bcb FPi-I 9.33 ba 7.38 bb 8.83 ba 8.00 ba Panjang akar (cm) Pi aa ab aba abb Pi-I aa ab aa ab Pi-II aa ab aa ab PFi-I aa ab aba bb FPi-I aa bb ba abb Berat kering akar Pi aa 0.96 cb 1.72 aa 0.81 bb Pi-I 1.69 aa 1.24 bb 1.61 aa 0.98 bb Pi-II 1.80 aa 1.55 ab 1.73 aa 1.21 ab PFi-I 1.63 aa 1.07 bcb 1.79 aa 0.93 bb FPi-I 1.65 aa 0.93 cb 1.58 aa 1.04 abb Bobot kering tanaman (g) Pi aa ab aa ab Pi-I aa bb aa bb Pi-II aa bb aa bb PFi-I aa bb aa bb FPi-I aa bb aa ab Keterangan : Setiap peubah pengamatan dan kultivar, angka pada kolom dengan huruf kecil yang sama atau pada baris dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan a=5 %

105 81 Persentase penurunan bobot kering dan jumlah polong bernas akibat cekaman kekeringan yang terbesar terjadi pada cv. Singa dan Kelinci tanaman standar. Persentase penurunan bobot kering polong bernas cv. Singa 31.84% dan cv. Kelinci 31.98%. Persentase penurunan jumlah polong bernas cv. Singa 30.71% dan cv. Kelinci 27.55%. Persentase penurunan bobot kering dan jumlah polong bernas yang terkecil terjadi pada tanaman yang merupakan hasil seleksi ES dua siklus cv. Singa yaitu berturut-turut 15.22% dan 12.28% sedangkan cv. Kelinci berturut-turut 18.51% dan 11.46% (Tabel 16). Dari keseluruhan peubah yang diamati, ternyata tanaman hasil seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus cenderung menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dan hasil polong yang lebih tinggi serta penurunan bobot kering dan jumlah polong bernas yang lebih rendah pada stres kekeringan dibanding seleksi satu siklus, seleksi ganda (PFi-I atau FPi-I) dan tanaman standar (Pi-0). Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kondisi fisik tanaman, hasil polong dan pertumbuhan akar disajikan pada Gambar 8. Pada saat tanaman terkena cekaman kekeringan, tanaman peka segera mengalami kelayuan dan tanaman yang toleran masih belum menunjukkan gejala kelayuan akibat pengurangan pemberian air. Tabel 16. Persentase penurunannya bobot dan jumlah polong kering bernas pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii terhadap kondisi cekaman kekeringan dan optimum Populasi tanaman dari Persentase penurunan = (1-Y/Yp) x 100 seleksi ES dan cv. Bobot polong kering Jumlah polong cv. Singa : Pi Pi-I Pi-II PFi-I FPi-I cv. Kelinci : Pi Pi-I Pi-II PFi-I FPi-I Keterangan : persentase penurunan, Y = berat kering atau jumlah polong bernas pada kondisi cekaman kekeringan dan Yp = berat kering atau jumlah polong bernas pada kondisi optimum

106 82 Keragaman bobot dan jumlah polong kering yang dihasilkan oleh tanaman standar (Pi-0) dan tanaman hasil seleksi in vitro ES satu siklus (Pi-I), seleksi berulang pada PEG (Pi-II), dan seleksi ganda (PFi-I atau FPi-I) pada kondisi cekaman kekeringan dan optimum disajikan pada Gambar 9, 10, 11 dan 12. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda mempunyai bobot polong kering pada cekaman kekeringan melebihi dari tanaman standar pada cv. Singa. Pada kondisi optimum, ternyata seleksi berulang (dua siklus) juga menghasilkan bobot polong kering yang melebihi dari tanaman standar pada cv. Singa. Pada jumlah polong ternyata hanya tanaman hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) yang melebihi tanaman standar pada kondisi cekaman. Pola keragaman tanaman hasil seleksi in vitro pada cekaman kekeringan dan kondisi optimum teramati pula pada cv. Kelinci. a b c d e Gambar 8. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap perumbuhan tanaman, akar dan hasil polong. (a) gejala layu pada tanaman peka dan (b) tanaman toleran (belum menunjukkan gejala layu) pada saat awal cekaman kekeringan, (c) perbedaan pertumbuhan akar pada tanaman toleran (kiri) dan peka (kanan) (d) polong cipo dan gagal berisi dari tanaman peka dan (e) hasil polong bernas dari tanaman toleran terhadap kekeringan

107 83 Jumlah galur cv. Singa : Kekeringan <4.8 <6.6 <8.4 <10.2 >10.2 Jumlah galur <4.8 <6.6 <8.4 <10.2 > cv. Singa : Optimum 13 2 Gambar 9. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Singa hasil seleksi in vitro dan menghasilkan bobot polong kering (g) setelah mengalami cekaman kekeringan dan dibandingkan dengan tanaman dalam konsisi optimum. Tanda anak panah menunjukkan kisaran bobot polong kering tanaman somaklon melebihi atau lebih rendah dari tanaman standar. = tanaman standar (Pi-0); = seleksi satu siklus pada PEG (Pi-I); = seleksi dua siklus pada PEG (Pi-II); = seleksi ganda dalam media PEG dan kemudian dalam media filtrat kultur (PFi-I); = seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan kemudian dalam media PEG (FPi-I)

108 84 Jumlah galur cv. Singa : Kekeringan <2 <3.5 <5 <6.5 >6.5 Jumlah galur cv. Singa : Optimum <2 <3.5 <5 <6.5 >6.5 Gambar 10. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Singa hasil seleksi in vitro dan menghasilkan jumlah polong kering setelah mengalami cekaman kekeringan dan dibandingkan dengan tanaman dalam konsisi optimum. Tanda anak panah menunjukkan kisaran jumlah polong kering tanaman somaklon melebihi atau lebih rendah dari tanaman standar. = tanaman standar (Pi-0); = seleksi satu siklus pada PEG (Pi-I); = seleksi dua siklus pada PEG (Pi-II); = seleksi ganda dalam media PEG dan kemudian dalam media filtrat kultur (PFi-I); = seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan kemudian dalam media PEG (FPi-I)

109 85 Jumlah galur cv. Kelinci : Kekeringan <4.8 <6.6 <8.4 <10.2 >10.2 Jumlah galur <4.8 <6.6 <8.4 <10.2 >10.2 cv. Kelinci : Optimum 1 Gambar 11. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Kelinci hasil seleksi in vitro dan menghasilkan bobot polong kering (g) setelah mengalami cekaman kekeringan dan dibandingkan dengan tanaman dalam konsisi optimum. Tanda anak panah menunjukkan kisaran bobot polong kering tanaman somaklon melebihi atau lebih rendah dari tanaman standar. = tanaman standar (Pi-0); = seleksi satu siklus pada PEG (Pi-I); = seleksi dua siklus pada PEG (Pi-II); = seleksi ganda dalam media PEG dan kemudian dalam media filtrat kultur (PFi-I); = seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan kemudian dalam media PEG (FPi-I)

110 86 Jumlah galur cv. Kelinci : Kekeringan <2 <3.5 <5 <6.5 >6.5 Jumlah galur cv. Kelinci : Optimum <2 <3.5 <5 <6.5 >6.5 Gambar 12. Jumlah tanaman standar dan generasi R2 yang diregenerasikan dari ES kacang tanah cv. Kelinci hasil seleksi in vitro dan menghasilkan jumlah polong kering setelah mengalami cekaman kekeringan dan dibandingkan dengan tanaman dalam konsisi optimum. Tanda anak panah menunjukkan kisaran jumlah polong kering tanaman somaklon melebihi atau lebih rendah dari tanaman standar. = tanaman standar (Pi-0); = seleksi satu siklus pada PEG (Pi-I); = seleksi dua siklus pada PEG (Pi-II); = seleksi ganda dalam media PEG dan kemudian dalam media filtrat kultur (PFi-I); = seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan kemudian dalam media PEG (FPi-I)

111 87 Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Pengukuran toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dihitung berdasarkan nilai indeks sensitivitas (S). Nilai indeks sensitivitas dari masingmasing populasi tanaman somaklon disajikan pada Tabel 17 dan 18. Berdasarkan perhitungan nilai S pada peubah bobot kering dan jumlah polong bernas, panjang dan berat kering akar, ternyata tanaman standar (tanpa seleksi in vitro) cv. Singa mempunyai nilai S berkisar antara dan cv. Kelinci bernilai antara Nilai S dari tanaman yang berasal dari seleksi ES cv. Singa pada PEG satu siklus (Pi-I) adalah , sedangkan cv. Kelinci berkisar antara Tanaman yang berasal dari seleksi in vitro cv. Singa pada PEG dua siklus (Pi-II, seleksi berulang) bernilai S antara , sedangkan dari cv. Kelinci bernilai antara Nilai S dari tanaman yang berasal dari seleksi ganda cv. Singa pada PEG dan diikuti dengan filtrat kultur S. rolfsii (PFi-I) adalah , sedangkan cv. Kelinci bernilai antara , dan yang berasal dari seleksi ganda yang lain cv. Singa pada filtrat kultur dan diikuti seleksi pada PEG (FPi-I) bernilai antara dan dari cv. Kelinci bernilai antara Berdasarkan nilai S pada bobot polong kering ternyata nilai sensitifitas tanaman yang berasal dari seleksi ES cv. Singa dan Kelinci dua siklus (seleksi berulang) berturut-turut bernilai 0.74 (agak toleran) dan 0.90 (agak toleran). Nilai sensitifitas tanaman yang berasal dari seleksi ES cv. Singa satu siklus adalah S = 0.97 (agak toleran) dan dari cv. Kelinci adalah S = 1.10 (peka). Sedangkan tanaman hasil seleksi ganda cv. Singa (pada PEG dan diikuti filtrat kultur) bernilai S = 1.00 (agak toleran) dan dari cv. Kelinci bernilai S = 1.13 (peka). Sementara nilai S tanaman yang berasal dari seleksi ganda cv. Singa (diawali seleksi pada filtrat kultur dan diikuti seleksi pada PEG) yaitu 1.18 (peka) dan dari cv. Kelinci bernilai S = 1.11 (peka). Dari nilai S pada peubah bobot polong ternyata tanaman hasil seleksi ES cv. Singa dan Kelinci pada PEG 15% dua siklus (seleksi berulang) menghasilkan nilai indeks sensitivitas terendah (agak toleran).

112 88 Tabel 17. Indeks sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan sejumlah karakter agronomi pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii Populasi tanaman dari seleksi ES dan cv. Bobot polong kering Indeks sensitivitas kekeringan (S) Jumlah Panjang polong akar Berat kering akar Fenotipe somaklon cv. Singa : Pi P Pi-I A Pi-II A PFi-I A FPi-I P cv. Kelinci : Pi P Pi-I P Pi-II A PFi-I P FPi-I P Keterangan : Fenotipe somaklon terhadap nilai sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan bobot polong kering. T = toleran, A = agak toleran, dan P = peka. Untuk mengetahui toleransi beberapa galur tanaman dari seleksi ES pada PEG 15% satu siklus, dua siklus (seleksi berulang), dan seleksi ganda dilakukan perhitungan nilai S pada peubah bobot polong kering (Tabel 18). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai S dari masing-masing galur bervariasi dan bahkan ada yang sama dengan (peka) nilai S tanaman standar. Dari 10 galur yang diuji pada cv. Singa hasil seleksi satu siklus (Pi-I), ternyata 3 galur peka (30%), 4 galur agak toleran (40%), dan 3 galur toleran (30%), sedangkan yang berasal dari cv. Kelinci menghasilkan 6 galur peka (50%), 3 galur agak toleran (25%), dan 3 galur toleran (25%) dari 12 galur yang diuji. Tanaman yang berasal dari seleksi ES dua siklus (seleksi berulang = Pi-II) pada cv. Singa menghasilkan 25% tanaman peka, tanaman agak toleran 50% dan toleran berjumlah 25%, sedangkan yang berasal dari cv. Kelinci menghasilkan tanaman peka 30%, agak toleran 40%, dan tanaman toleran 30%. Tanaman kacang tanah yang berasal dari seleksi ganda cv. Singa (PFi-I) tidak menghasilkan tanaman yang toleran terhadap

113 89 Tabel 18. Indeks sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan bobot kering dan jumlah polong bernas pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan galur populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci seleksi dua siklus pada PEG (seleksi in vitro berulang) Kultivar dan galur Indeks sensitivitas kekeringan (S) Fenotipe Bobot kering polong Jumlah polong somaklon cv. Singa : Pi-0 : P Pi-I : P P A T A A T P A T Pi-II : T A T A P A A P PFi-I : A A A A A P A FPi-I : P P P A P T A P

114 90 Tabel Lanjutan : cv. Kelinci : Pi-0 : P Pi-I : P P P A A A T P P P T T Pi-II : P A T T P A A T A P PFi-I : P A T P T P A A FPi-I : P P P A A T Keterangan : Fenotipe somaklon terhadap nilai sensitivitas kekeringan (S) berdasarkan bobot polong kering. T = toleran, A = agak toleran, dan P = peka

115 91 cekaman kekeringan, namun tanaman peka sebesar 14.29% dan agak toleran 85.71%, sedangkan seleksi ganda yang lain (FPi-I) menghasilkan tanaman peka terhadap cekaman PEG yaitu sebesar 62.5%, agak toleran 25%, dan tanaman toleran 12.5%. Pada tanaman hasil seleksi ganda (PFi-I) pada cv. Kelinci menghasilkan tanaman peka dan agak toleran 37.5% dan tanaman toleran 25%, dan pada seleksi ganda yang lain (FPi-I) menghasilkan tanaman peka 50%, agak toleran 33.3% dan tanaman toleran 16.7%. Tanaman standar semuanya peka terhadap cekaman PEG. Pada Tabel 18 juga dapat dilihat bahwa seleksi in vitro berulang pada PEG 15% cenderung menghasilkan lebih banyak individu tanaman somaklon yang agak toleran dan toleran dibanding seleksi satu siklus dan seleksi ganda. Tanaman hasil seleksi satu siklus pada cv. Singa dan Kelinci cenderung menghasilkan lebih banyak individu tanaman yang agak toleran dan toleran terhadap cekaman kekeringan dibanding tanaman hasil seleksi ganda (PFi-I atau FPi-I). Tanaman hasil seleksi ganda diharapkan tidak hanya toleran terhadap cekaman kekeringan tetapi juga resisten terhadap infeksi S. rolfsii. Beberapa galur tanaman hasil seleksi ganda ada yang agak toleran dan toleran terhadap cekaman kekeringan (Tabel 18) dan peluang untuk resisten terhadap infeksi S. rolfsii dapat dilihat pada pengujian terhadap resistensi terhadap infeksi S. rolfsii. Kandungan Prolin dan Gula Total Tanaman Somaklon pada Cekaman Kekeringan Perlakuan cekaman kekeringan pada tanaman menyebabkan peningkatan kadar prolin tanaman (Tabel 19). Seleksi ES dengan menggunakan PEG 15% untuk menghasilkan tanaman somaklon nyata meningkatkan kadar prolin pada kondisi optimum dan kondisi cekaman kekeringan. Tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES dua siklus cv. Singa dan Kelinci pada kondisi optimum dan cekaman kekeringan cenderung menghasilkan kadar prolin yang lebih banyak dibanding seleksi ES satu siklus (Pi-I), seleksi ganda pada PEG dan diikuti seleksi pada filtrat kultur (PFi-I), atau seleksi ganda yang lain pada filtrat kultur dan diikuti dengan seleksi pada PEG (FPi-I) (Gambar 13). Persentase peningkatan kadar prolin pada cekaman kekeringan tanaman hasil seleksi ES dua siklus (seleksi

116 92 berulang) cenderung lebih rendah daripada tanaman standar atau dari tanaman hasil seleksi ES yang lain. Perilaku kadar gula total pada tanaman tidak dipengaruhi secara nyata karena perbedaan kondisi optimum dan cekaman kekeringan. Begitu pula tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES satu siklus, dua siklus, seleksi ganda, dan tanaman standar tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kadar gula total. Tabel 19. Kandungan prolin dan gula total pada populasi Pi-0 (tanpa seleksi in vitro) dan populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro berulang pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii terhadap kondisi cekaman dan optimum Populasi ta cv. Singa cv. Kelinci naman dari Optimum Cekaman Pening- Optimum Cekaman Pening seleksies katan (%) katan (%) Prolin (µg/g bobot kering) Pi ca ca ca ca 24.8 Pi-I bb aba ba ba 27.1 Pi-II aa aa aa aa 13.5 PFi-I bb ba ba ba 16.4 FPi-I ba bca bca ba 30.5 Gula total (µg/g bobot kering) Pi a a a a 8.0 Pi-I a a a a 18.7 Pi-II a a a a 5.1 PFi-I a a a a -5.5 FPi-I a a a a 0.2 Keterangan : Setiap peubah pengamatan dan kultivar, angka pada kolom dengan huruf kecil atau pada baris dengan huruf besar yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan a=5 %

117 93 Kadar prolin (ug/g BK) cv. Singa Pi-O Pi-I Pi-II PFi-I FPi-I Kadar prolin (ug/g BK) cv. Kelinci Pi-O Pi-I Pi-II PFi-I FPi-I Gambar 13. Kadar prolin pada populasi somaklon generasi R2 yang diregenerasikan dari ES cv. Singa dan Kelinci hasil seleksi in vitro satu siklus (Pi- I), dua siklus II (Pi-II) pada media PEG dan seleksi ganda pada PEG dan filtrat kultur S. rolfsii (PFi-I atau FPi-I), = kondisi cekaman, dan? = optimum

118 94 Pembahasan Evaluasi tanaman variasi somaklon hasil seleksi in vitro berulang pada media dengan penambahan PEG dan seleksi ganda pada media PEG dan diikuti seleksi pada filtrat kultur atau seleksi ganda yang diawali pada media filtrat kultur dan dikuti seleksi pada PEG terhadap cekaman kekeringan dilakukan dengan pengurangan pemberian air pada fase vegetatif dan generatif. Akibat pengurangan pemberian air menyebabkan komponen pertumbuhan vegetatif seperti jumlah cabang, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, bobot kering akar, dan bobot kering tanaman, dan pertumbuhan generatif (bobot kering dan jumlah polong bernas) menurun dibandingkan pertumbuhan tanaman pada kondisi optimum. Cekaman air menyebabkan pengurangan biomasa daun dan polong kering kacang tanah (Collino et al. 2000) dan penurunan bobot kering polong diduga disebabkan oleh proses terhambatnya inisiasi dan pemanjangan ginofor (Chapman et al. 1993). Cekaman kekeringan sangat tidak diinginkan dalam budidaya tanaman kacang tanah karena dapat menghambat pertumbuhan dan produktivitas tanaman (Yoshiba et al. 1997), menurunkan luas area dan kandungan klorofil daun (Shimada et al. 1992), menurunkan ukuran polong, biji, dan bobot kering polong (Pookpadi et al. 1990), dan menurunkan kualitas biji (Franca-Neto et al. 1993). Tanaman kacang tanah yang tidak melewati seleksi in vitro (tanaman standar) dan yang dihasilkan dari seleksi ES pada PEG dan seleksi ganda mempunyai respons yang berbeda terhadap cekaman kekeringan. Tanaman kacang tanah yang berasal dari seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) pada PEG 15% cenderung mengalami penurunan pertumbuhan vegetatif dan hasil polong yang lebih rendah dibanding seleksi ganda, sedangkan pertumbuhan vegetatif antara tanaman standar dengan tanaman hasil seleksi ES satu siklus pada PEG dan seleksi ganda (PFi-I atau FPi-I) mengalami penurunan yang lebih besar. Tanaman yang tidak melewati seleksi in vitro (tanaman standar) mempunyai hasil polong yang paling rendah pada kondisi cekaman. Pada Tabel 16 membuktikan bahwa persentase penurunan bobot kering dan jumlah polong bernas jauh lebih besar terjadi pada tanaman standar dan persentase penurunan yang terkecil terjadi pada tanaman hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang).

119 95 Tanaman hasil seleksi ES selama dua siklus pada media selektif PEG 15% diduga mempunyai mekanisme toleransi untuk melawan cekaman kekeringan. Tanaman varian somaklon ini telah berubah susunan genetiknya setelah dilakukan seleksi in vitro dalam media selektif PEG 15%. Akumulasi mutan sel/jaringan selama dua siklus dalam media PEG menyebabkan sel/jaringan tersebut lebih beradaptasi pada PEG 15% dan tanaman yang dihasilkan lebih toleran terhadap cekaman kekeringan. Untuk mendapatkan tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan, dilakukan perhitungan indeks sensitifitas (S) yang berdasarkan besarnya penurunan bobot polong kering. Indeks sensitifitas tanaman yang diregenerasikan dari ES cv. Singa yang diseleksi pada PEG selama dua siklus adalah 0.74 (agak toleran) dan untuk cv. Kelinci 0.90 (agak toleran). Tingkat toleransi tanaman ini memberikan indikasi bahwa penurunan hasil polong dan pertumbuhan akar dapat terhindar dari pengaruh negatif cekaman kekeringan. Tanaman menghadapi cekaman kekeringan dengan mengekspresikan gen-gen toleran. Tanaman kacang tanah yang toleran terhadap kekeringan mampu melaksanakan proses fisiologis dengan baik seperti fotosintesis dan transpirasi. Proses fotosintesis berlangsung dengan baik, sehingga suplai fotosintat ke bagianbagian sel atau organ tanaman dapat berjalan dengan lancar, dan kerusakan akibat dehidrasi dapat dihindari. Uji toleransi juga dilakukan pada setiap galur tanaman kacang tanah yang dihasilkan dari seleksi berulang ES pada PEG dan seleksi ganda (PFi-I dan FPi-I). Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak semua galur yang dihasilkan dari seleksi ES selama satu, dua siklus dan seleksi ganda menghasilkan tanaman yang toleran, bahkan ada beberapa galur yang mempunyai nilai S lebih besar (tanaman peka) dari tanaman standar. Hal ini dapat terjadi karena fenomena variasi somaklonal yang terjadi adalah bersifat spontan dan acak (Karp 1995). Namun dengan meningkatkan seleksi berulang pada media selektif PEG diharapkan mampu meningkatkan jumlah galur dengan karakter toleran terhadap cekaman kekeringan. Seleksi berulang ES dari cv. Kelinci menghasilkan jumlah galur tanaman toleran lebih banyak (30%). Ini membuktikan bahwa sifat toleransi tanaman cv. Kelinci dapat diperbaiki sifat toleransinya dari tanaman yang peka

120 96 menjadi tanaman toleran terhadap cekaman kekeringan. Pada Tabel 18 terlihat bahwa galur peka (S >1) terhadap cekaman kekeringan lebih sedikit diperoleh pada tanaman hasil seleksi berulang ES (2 siklus). Adkin et al. (1995) melaporkan bahwa penggunaan media selektif yang mengandung PEG dapat digunakan untuk menyeleksi sel-sel kalus tanaman padi. Sel-sel kalus insensitif PEG selanjutnya dapat berkembang menjadi tanaman padi dengan tingkat toleransi terhadap cekaman kekeringan yang lebih baik dari tanaman induknya. Selanjutnya Widoretono & Sudarsono (2004) menyatakan bahwa PEG dapat digunakan dalam seleksi in vitro untuk mendapatkan tanaman somaklon kedelai yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Pada penelitian ini seleksi in vitro dilakukan secara berulang pada media selektif PEG 15%. Seleksi ES dua siklus mampu menghasilkan sel/jaringan varian. Sel/jaringan mutan inilah yang berkembang menjadi tanaman varian somaklon yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Munculnya galur yang lebih banyak toleran terhadap cekaman kekeringan ada kaitannya juga dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa keragaman karakter kualitatif generasi R0 dan R1 lebih banyak terjadi pada tanaman hasil seleksi ES dua siklus. Indikasi ini terbukti bahwa peluang untuk mendapatkan galur toleran lebih banyak terjadi pada tanaman varian somaklon ini dibanding dengan seleksi ES satu siklus dan seleksi ganda. Toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan juga melibatkan akumulasi senyawa yang dapat melindungi sel dari kerusakan yang terjadi pada saat potensial air rendah (Jensen et al. 1996). Prolin memegang peranan penting untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan (Kim & Janick 1991; Pruvot et al. 1996; Nambara et al. 1998; Hanson et al. 1979). Pada penelitian ini ditemukan bahwa metode seleksi ES berpengaruh secara nyata terhadap kadar prolin. Ada kecenderungan bahwa kadar prolin meningkat akibat cekaman kekeringan. Tanaman standar (tanpa seleksi in vitro) menghasilkan prolin lebih rendah dari tanaman yang melewati seleksi in vitro. Tanaman kacang tanah hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) cv. Singa dan Kelinci nyata menghasilkan prolin lebih banyak dibanding seleksi ES satu siklus dan seleksi ganda. Namun peningkatan prolin pada tanaman hasil seleksi ES dua siklus tidak signifikan dari kondisi optimum ke kondisi cekaman kekeringan.

121 97 Kadar gula total pada tanaman kacang tanah tidak dipengaruhi oleh kekeringan. Begitu pula perbedaan metode seleksi ES tidak memberikan perbedaan terhadap kadar gula total daun kacang tanah. Tetapi ada kecenderungan bahwa tanaman yang dihasilkan dari seleksi ES memberikan kadar gula total yang lebih banyak dibanding tanaman standar. Penelitian Wanatabe et al. (2000) menyatakan bahwa kadar gula yang terakumulasi pada daun mengakibatkan tanaman toleransi terhadap cekaman garam dan osmotik. Gula dapat melindungai struktur integritas membran selama cekaman kekeringan dengan cara mencegah fusi atau separasi membran (Pelah et al. 1997). Selanjutnya Gebre et al. (1997) melaporkan bahwa akumulasi glukosa dan fruktosa pada Populus deltoides dapat menurunkan pengaruh potensial osmotik pada daun, dan dapat mempertahankan ketegaran tanaman pada cekaman kekeringan. Kandungan gula yang terakumulasi pada daun kacang tanah ketika cekaman kekeringan tidak dapat digunakan sebagai indikasi toleransi terhadap cekaman kekeringan. Hal ini dibuktikan juga oleh beberapa peneliti yang menyatakan bahwa kadar gula meningkat pada daun muda Populus euphratica pada cekaman garam namun menurun pada daun-daun tua. Peneliti lain menyatakan bahwa akumulasi sukrosa dan glukosa berkurang pada cekaman air pada tanaman P. tomentosa, namun glukosa meningkat pada P. popularis (Pelah et al. 1997). Kesimpulan Cekaman kekeringan dengan cara pengurangan pemberian air pada tanaman kacang tanah menghambat pertumbuhan vegetatif dan hasil polong tanaman kacang tanah. Tanaman hasil seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) pada PEG 15% cv. Singa dan Kelinci menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik dengan hasil polong yang lebih tinggi dan persentase penurunan hasil polong lebih kecil dibanding tanaman hasil seleksi ES satu siklus pada PEG atau seleksi ganda (pada PEG dan diikuti dengan seleksi ES pada filtrat kultur, atau sebaliknya pada filtrat kultur dan kemudian pada media PEG).

122 98 Secara umum, tanaman yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi dua siklus pada PEG 15% (seleksi berulang) mempunyai tingkat toleransi yang lebih baik terhadap cekaman kekeringan dengan rata-rata bobot polong kering g/polibeg untuk cv. Singa dan g/polibeg untuk cv. Kelinci. Seleksi ES dua siklus (seleksi berulang) cv. Kelinci pada media selektif PEG 15% menghasilkan jumlah individu galur kacang tanah toleran lebih banyak dibanding seleksi satu siklus dan seleksi ganda. Seleksi ganda (pada media PEG dan diikuti seleksi ES pada filtrat kultur atau sebaliknya pada media filtrat kultur dan diikuti pada media selektif PEG) menghasilkan jumlah individu galur toleran paling sedikit atau tanaman peka lebih banyak pada cekaman kekeringan. Tanaman kacang tanah hasil seleksi berulang pada media selektif PEG 15% mengandung kadar prolin yang lebih tinggi, sedangkan kadar gula tidak dapat digunakan sebagai indikasi untuk toleransi terhadap cekaman kekeringan.

123 PERCOBAAN BAGIAN II : SELEKSI IN VITRO, DIAWALI PADA MEDIA FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii

124 100 DIAGRAM ALIR PERCOBAAN BAGIAN II : (Seleksi in vitro, diawali pada media selektif filtrat kultur S. rolfsii ) Kalus ES (50 clump) Seleksi I dlm Filtrat kultur ES INSENSITIF Filtrat kultur Siklus I (Fi-I) Proliferas ES pd media MS-P16 ES INSENSITIF Filtrat kultur Siklus I (Fi-I) 50 clump ES INSENSITIF Filtrat kultur Siklus I (Fi-I) ES INSENSITIF Filtrat kultur Siklus I (Fi-I) 50 clump Seleksi II dlm filtrat kultur Regenerasi planlet Seleksi I dlm PEG ES INSENSITIF Filtrat kultur Siklus II (Fi-II) Planlet dari ES Fi-I ES INSENSITIF Filtrat kultur & PEG, seleksi ganda (FPi-I) Regenerasi planlet Regenerasi tanaman Regenerasi planlet Planlet dari ES Fi-II Regenerasi tanaman Tanaman dari ES Fi-I, Generasi R0, R1, & R2 Planlet dari ES FPi-I Regenerasi tanaman Tanaman dari ES Fi-II, Generasi R0, R1, & R2 Tanaman dar ies FPi-I, Generasi R0, R1, & R2 Keterangan : = ES insensitif Fi-I, Fi-II, dan FPi-I diuji responsnya pada media filtrat kultur 30 % dan PEG 15% = Planlet yang berasal dr ES Fi-I, Fi-II, dan FPi-I diuji responsnya pada filtrat kultur 30 % dan PEG 15% = Tanaman akhir hasil seleksi ES Fi-I, Fi-II, dan FPi-I diamati tipe & macam variasi somaklonal dan diuji ketahanannya terhadap infeksi S. rolfsii

125 SELEKSI IN VITRO BERULANG DAN SELEKSI GANDA SERTA IDENTIFIKASI PLANLET INSENSITIF CEKAMAN AKIBAT PENAMBAHAN FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii DAN POLIETILENA GLIKOL Abstrak Percobaan dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas (1) seleksi berulang dalam media filtrat kultur S. rolfsii untuk meningkatkan frekuensi embrio somatik (ES) kacang tanah yang insensitif cekaman filtrat kultur dan (2) seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan polietilena glikol (PEG) untuk meningkatkan frekuensi ES yang insensitif filtrat kultur dan PEG. Kalus embriogen dan ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa diseleksi pada media MS-P16 dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii 30% (siklus pertama). Embrio somatik insensitif yang didapat dari satu siklus seleksi (ES Fi-I), diseleksi kembali pada media dengan penambahan filtrat kultur (seleksi berulang, siklus kedua) atau dalam media dengan PEG (seleksi ganda). Selanjutnya, ES insensitif ES Fi-I, ES Fi-II, dan ES FPi-I diproliferasi dalam MS-P16 serta dievaluasi dalam media dengan penambahan filtrat kultur atau PEG. Hasil percobaan menunjukkan ES Fi- II yang didapat lebih insensitif terhadap cekaman filtrat kultur, tetapi sensitif terhadap cekaman PEG dalam media in vitro. Sebaliknya, ES FPi-I yang didapat selain toleran terhadap cekaman filtrat kultur juga toleran PEG. Planlet R0 yang diregenerasikan dari ES Fi-II hasil seleksi berulang juga lebih toleran terhadap cekaman filtrat kultur S. rolfsii dan peka terhadap PEG sedangkan yang dari ES FPi-I hasil seleksi ganda selain lebih toleran terhadap filtrat kultur juga toleran terhadap PEG. Planlet R0 yang didapat telah ditanam di rumah kaca untuk memproduksi benih R1 dan R2 yang akan digunakan dalam evaluasi respons tanaman varian hasil seleksi in vitro terhadap cekaman kekeringan dan infeksi S. rolfsii. Kata kunci : Busuk Sclerotium, resistensi penyakit, toleransi kekeringan, variasi somaklonal

126 102 REPEAT AND DOUBLE IN VITRO SELECTION AND IDENTIFICATION OF PEANUT PLANTLETS INSENSITIVE AGAINST Sclerotium rolfsii CULTURE FILTRATE AND POLYETHYLENE GLYCOL Abstract Objectives of this experiment were to evaluate effectiveness of (1) repeat in vitro selection using S. rolfsii culture filtrate to increase frequency of insensitive peanut somatic embryos (SE) and (2) double in vitro selection using culture filtrate and polyethylene glycol (PEG) for identification of culture filtrate and PEG insensitive - peanut SE. Somatic embryos were cultured for one or two cycles on MS-P16 medium supplemented with 30% of S. rolfsii culture filtrate (repeat in vitro selection) or on medium with 30% of culture filtrate for the first, followed by medium with 15% PEG for the second cycle (double in vitro selection). The surviving SE was proliferated in MS-P16 medium and tested agaisnt culture filtrate and PEG. The insensitive SE was also germinated and regenerated plantlets were tested against culture filtrate and PEG. Results of the experiment indicated insensitive SE surviving from two cycles of in vitro selection (Fi-II SE) were more insensitive against culture filtrate than one surviving from one cycles (Fi-I SE) or from non-selected one (Fi-0 SE). However, they were all equally sensitive against PEG. On the other hand, SE surviving from double in vitro selection (FPi-I SE) was both insensitive against S. rolfsii culture filtrate and PEG. Similar to the SE, plantlet regenerated from FPi-I SE was insensitive against culture filtrate and PEG. The R0 plants developed from selected SE have been grown in the glasshouse to produce R1 and R2 seeds. The seeds will be used to evaluate response of somaclonal variance lines against S. rolfsii infection and their tolerance against drought stress. Keywords : Sclerotium rot, disease resistance, drought tolerance, somaclonal variation

127 103 Pendahuluan Induksi variasi somaklonal yang diikuti dengan seleksi in vitro dapat meningkatkan keragaman genetik tanaman (Compton & Veilleux 1991; Maluszynski et al. 1995) dan telah digunakan untuk memperoleh varian tanaman yang toleran cekaman kekeringan pada kacang tanah dan kedelai, resisten terhadap S. rolfsii pada kacang tanah dan Septoria glycines pada kedelai (Yusnita et al. 2005; Rahayu et al. 2005; Widoretno et al. 2003a; Song et al. 1995). Efektivitas seleksi in vitro ditentukan oleh keberhasilan dalam menghambat pertumbuhan sel/jaringan normal yang tidak diinginkan dan memproliferasikan sel/jaringan varian dengan sifat unggul menggunakan agens penyeleksi tertentu. Filtrat kultur S. rolfsii telah digunakan dalam seleksi in vitro untuk mendapatkan galur kacang tanah yang resisten terhadap infeksi S. rolfsii (Yusnita et al. 2005) sedangkan polietilena glikol (PEG) untuk mendapatkan galur yang toleran cekaman kekeringan (Widoretno et al. 2003a; Rahayu et al. 2005). Dalam penelitian tersebut, seleksi in vitro hanya dilakukan satu periode yang lamanya tiga bulan. Hasil yang didapat menunjukkan sebagian besar ES hasil seleksi menghasilkan galur tanaman yang tetap peka terhadap infeksi S. rolfsii atau cekaman kekeringan (Widoretno et al. 2004; Yusnita et al. 2005). Periode seleksi dan kondisi selektif yang digunakan diduga belum cukup efektif untuk menghambat sel/jaringan normal sehingga tidak mati selama proses seleksi. Penggunaan seleksi in vitro berulang (repeat cycling in vitro selection) diharapkan dapat mengatasi hal ini. Dengan seleksi berulang, sel/jaringan normal yang lolos dari periode I dapat dihambat perkembangannya dalam periode seleksi II sehingga meningkatkan efektifitas seleksi serta menurunkan kemungkinan terjadinya salah identifikasi. Hasil penelitian Hemon et al. (2006) menunjukkan bahwa seleksi berulang dalam media dengan PEG mampu meningkatkan efektifitas identifikasi ES yang insensitif terhadap media selektif dengan PEG. Identifikasi varian dengan sifat unggul dapat dilakukan dengan metode seleksi ganda. Seleksi ganda dalam media dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii, diikuti dalam media dengan PEG diharapkan dapat menghasilkan ES kacang tanah yang toleran terhadap cekaman yang diinduksi oleh filtrat kultur S.

128 104 rolfsi dan PEG. Dari ES hasil seleksi diharapkan dapat dihasilkan galur kacang tanah yang sekaligus resisten terhadap infeksi S. rolsii dan toleran terhadap cekaman kekeringan. Seleksi in vitro menggunakan media yang mengandung filtrat kultur S. rolfsii sangat menurunkan persentase ES yang mampu bertahan hidup dalam media (Yusnita et al. 2005), dan tidak semua ES yang mampu bertahan hidup sesudah proses seleksi selalu toleran terhadap cekaman yang diinduksi oleh filtrat kultur. Untuk itu perlu dievaluasi efektifitas seleksi berulang dalam filtrat kultur S. rolfsii untuk meningkatkan frekuensi didapatkannya ES yang insensitif terhadap filtrat kultur. Percobaan ini mengevaluasi efektifitas seleksi berulang dengan filtrat kultur untuk mendapatkan ES kacang tanah yang insensitif filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda dalam filtrat kultur dan diikuti dalam PEG untuk mendapatkan ES insensitif filtrat kultur dan PEG. Regenerasi tanaman kacang tanah R0 juga dilakukan untuk mendapatkan tanaman varian dari ES kacang tanah hasil seleksi. Bahan dan Metode Penyiapan Kalus Embriogenik Dalam penelitian ini digunakan sumber eksplan dari daun embrio biji kacang tanah yang sudah tua. Biji kacang tanah disterilisasi dengan perendaman dalam larutan NaOCl (clorox) 0.5% selama dua menit dan dibilas dengan akuades steril sebanyak tiga kali. Daun embrio ditanam dalam media MS (Murashige & Skoog 1962) dengan penambahan pikloram 16 µm (media MS-P16), campuran vitamin dan asam amino (glisin, tiamin, piridoksin, dan niasin) 0.1 mg/l, sukrosa 2%, dan agar 8 g/l (Sulichantini 1998; Edy 1998). Kalus embriogen dan ES yang didapat diproliferasikan dalam media MS-P16 secara terus-menerus. Setiap bulan sekali eksplan dipindahkan ke media regenerasi yang masih segar. Sub kultur eksplan dilakukan terus menerus sampai terbentuknya ES primer. Untuk menginduksi pembentukan ES sekunder, eksplan ES primer disubkultur lebih lanjut dan terus menerus dalam media MS-P16. Kultur kalus embriogen dan ES sekunder yang telah berumur enam bulan digunakan dalam percobaan.

129 105 Seleksi Berulang dalam Media Filtrat Kultur S. rolfsii Filtrat kultur S. rolfsii disiapkan dengan menumbuhkan cendawan dalam media potato dextose agar (PDA) padat. Kultur cendawan umur 7 hari dalam media PDA padat dipotong-potong dengan ukuran 0.5 x 0.5 cm dan ditanam dalam media MS dengan penambahan campuran vitamin dan asam amino (glisin, tiamin, piridoksin, dan niasin) 0.1 mg/l, sukrosa 2%, dan agar 8 g/l. Setelah membentuk sklerotia (± 14 hari). Media MS bersama cendawan disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121 0, tekanan 17,5 psi selama 20 menit. Filtrat kultur S. rolfsii yang didapat disaring dan digunakan sebagai agens penyeleksi. Media selektif yang digunakan terdiri atas media MS-P16 dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii dengan konsentrasi sub-letal 30% (Yusnita et al. 2005). Dalam siklus I seleksi berulang, sebanyak 5 eksplan kalus embriogen, masing-masing dengan 8-10 ES/botol ditanam dalam media selektif dan diinkubasikan dalam ruangan bersuhu 26 o C dalam kondisi gelap. Total eksplan yang dievaluasi dalam siklus I sebanyak minimal 500 kalus embriogen atau 4000 ES. Eksplan disub-kultur dua kali ke dalam media selektif filtrat kultur yang masih segar selama periode tiga bulan. Kalus embriogen dan ES yang tumbuh setelah siklus I seleksi diperbanyak dalam media MS-P16 tanpa filtrat kultur S. rolfsii dan selanjutnya disebut sebagai ES insensitif terhadap filtrat kultur hasil seleksi siklus I (Fi-I). Setelah diperbanyak, ES Fi-I yang didapat dibagi menjadi lima bagian. Masing-masing bagian digunakan untuk uji respons ES terhadap filtrat kultur S. rolfsii dan PEG, untuk percobaan seleksi ganda, untuk dikecambahkan membentuk planlet Fi-I dan untuk seleksi siklus II. Dalam siklus II seleksi berulang, ES Fi-I ditanam kembali dalam media MS-P16 dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii 30% selama tiga bulan sebagaimana pada siklus I. Kalus embriogen dan ES yang tumbuh setelah siklus II seleksi diperbanyak dalam media MS-P16 tanpa filtrat kultur S. rolfsii dan selanjutnya disebut sebagai ES insensitif terhadap filtrat kultur hasil seleksi siklus II (Fi-II). Setelah diperbanyak, ES Fi-II yang didapat dibagi menjadi tiga bagian, sebagian digunakan untuk uji respons ES Fi-II terhadap filtrat kultur S. rolfsii dan PEG, dan bagian lain dikecambahkan untuk mendapatkan planlet Fi-II.

130 106 Seleksi Ganda dalam Media Filtrat Kultur S. rolfsii dan PEG Dalam seleksi ganda, kalus embriogen dan ES diseleksi menggunakan media dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii 30% dan dalam media dengan penambahan PEG 15%, masing-masing selama periode tiga bulan. Embrio somatik (ES Fi-I) hasil seleksi in vitro siklus I, diseleksi dalam media MS-P16 tanpa agar dengan penambahan PEG 15% dan disub-kultur dua kali ke dalam media selektif yang masih segar selama periode tiga bulan (Rahayu et al. 2005). Di atas permukaan media cair diambangkan busa sintetik dan satu lembar kertas saring untuk mencegah agar eksplan tidak tenggelam. Media selektif disterilkan dengan pemanasan hingga 121 o C pada tekanan 1.2 bar selama 20 menit. Kalus embriogen dan ES yang tumbuh setelah seleksi ganda diperbanyak dalam media MS-P16 dan selanjutnya disebut sebagai ES insensitif terhadap filtrat kultur S. rolfsii dan PEG (FPi-I). Setelah diperbanyak, ES FPi-I yang didapat dibagi menjadi tiga bagian, sebagian digunakan untuk uji respons ES FPi- I terhadap cekaman filtrat kultur S. rolfsii, PEG dan ES yang lain dikecambahkan untuk membentuk planlet FPi-I. Respons ES Hasil Seleksi terhadap Cekaman Filtrat Kultur S. rolfsii dan PEG Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan (populasi ES Fi-I, Fi-II, FPi-I, ES tanpa diseleksi dalam media selektif, dan kultivar kacang tanah). Dalam percobaan ini dievaluasi respons ES hasil seleksi berulang siklus I (ES Fi-I), siklus II (ES Fi-II), dan seleksi ganda (ES FPi-I) terhadap filtrat kultur S. rolfsii dan PEG. Efektifitas seleksi berulang dan seleksi ganda dalam mengisolasi ES yang insensitif terhadap cekaman filtrat kultur S. rolfsii ditentukan dengan mengamati respons ES Fi-I, Fi- II, dan FPi-I terhadap cekaman filtrat kultur S. rolfsii 30%. Sedangkan efektifitas seleksi berulang dan seleksi ganda untuk mengisolasi ES yang sekaligus insensitif terhadap cekaman filtrat kultur S. rolfsii dan PEG ditentukan dengan mengamati respon ES Fi-I, Fi-II, dan FPi-I terhadap cekaman PEG 15%. Masing-masing 50 eksplan kalus embriogen (5 eksplan per botol) ditanam dalam media selektif dengan penambahan filtrat kultur S. rolfsii 30% atau PEG

131 107 15% dan pertumbuhan kalus embriogen yang dikulturkan diamati setelah dua bulan. Dalam percobaan diamati persentase keberhasilan ES Fi-I, Fi-II, dan FPi-I hasil seleksi untuk bertahan hidup dalam media selektif, rataan jumlah ES yang terbentuk per eksplan, dan total ES yang didapat. Respons Planlet terhadap Cekaman Filtrat Kultur S. rolfsii dan PEG Embrio somatik hasil seleksi berulang (ES Fi-I dan Fi-II) dan seleksi ganda (ES FPi-I) dikecambahkan dan diregenerasikan menjadi planlet Fi-I, Fi-II, dan FPi-I. Planlet kacang tanah yang didapat selanjutnya diperbanyak secara vegetatif. Sebagian tunas yang didapat digunakan untuk menguji respons planlet terhadap cekaman filtrat kultur atau PEG, dan satu klon yang lain diakarkan dan diaklimatisasi untuk ditanam di rumah kaca. Masing-masing setek pucuk (dua buku, dengan 3-4 daun) planlet Fi-I, Fi- II, dan FPi-I hasil percobaan sebelumnya dipisahkan dan ditanam dalam media selektif yang mengandung filtrat kultur atau PEG. Pengamatan perkembangan setek pucuk dalam media selektif dilakukan selama satu bulan. Peubah yang diamati terdiri atas jumlah daun layu, pertambahan tinggi tunas, jumlah akar, dan tingkat kerusakan eksplan (kekeringan daun). Setek pucuk dari kecambah yang tidak melewati tahapan seleksi in vitro digunakan sebagai pembanding (Fi-0). Respon setek pucuk terhadap cekaman PEG dievaluasi dengan nilai skor : skor 0 eksplan mengalami kerusakan < 5%, skor1 eksplan mengalami kerusakan antara 5% 25%, skor 2 kerusakan antara > 25% 50%, skor 3 kerusakan antara > 50% 75%, dan skor 4 kerusakan >75% (Rahayu et al. 2005). Untuk skor kerusakan tunas yang ditanam dalam media dengan filtrat kultur ditentukan menggunakan kriteria : skor 0 jika pucuk setek sehat dan berakar; skor 1 pucuk sehat tetapi tidak berakar; skor 2 pucuk sehat dengan 1 atau 2 daun menguning (mengering); dan skor 3 pucuk mengering, daun nekrosis atau mengering dan tunas mati (Yusnita et al. 2005).

132 108 Hasil Seleksi In Vitro Berulang ES pada Media Filtrat Kultur S. rolfsii Pertumbuhan ES kacang tanah dipengaruhi secara nyata oleh siklus seleksi. Embrio somatik kacang tanah cv. Singa dan Kelinci yang diseleksi selama dua siklus pada filtrat kultur S. rolfsii 30% menghasilkan persentase proliferasi ES, rataan ES per eksplan, total ES yang lebih banyak dan persentase penurunan total ES yang lebih rendah dibanding yang hanya diseleksi selama satu siklus pada pengamatan akhir tahapan seleksi (Tabel 20). Seleksi ganda pada cv. Singa (diawali pada filtrat kultur S. rolfsii dan kemudian PEG) cenderung menghasilkan pertumbuhan ES yang lebih baik dibanding dengan seleksi berulang dan satu siklus. Embrio somatik cv. Kelinci yang diseleksi selama dua siklus cenderung menghasilkan perkembangan ES yang lebih baik dibanding siklus seleksi yang lain dengan menghasilkan persentase proliferasi ES 41.1, rataan ES per eksplan 2.31, total ES 4.62, dan persentase penurunan total ES sebesar Tabel 20. Pertumbuhan ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa setelah melalui satu (Fi-I), dua siklus (Fi-II) dalam media MS-P16 dengan filtrat kultur atau seleksi ganda dalam media dengan filtrat kultur dan PEG (FPi-I) Genotipe Siklus Pertumbuhan Embrio Somatik seleksi Proliferasi ES (%) Rataan ES/eksplan Total ES PP total ES* Kelinci F0 100 a 14.5 a 72.5 a 0 Fi-I 32.3 b 1.69 c 3.27 c 95.5 Fi-II 41.1 b 2.31 b 4.62 b 93.6 FPi-I 36.5 b 1.89 c 3.44 c 95.3 Singa F0 100 a 13.5 a 67.5 a 0 Fi-I 27.4 c 1.30 c 2.16 d 96.9 Fi-II 39.1 b 1.92 b 3.59 c 94.7 FPi-I 42.4 b 2.11 b 4.48 b 93.4 *) Persentase penurunan (PP) total ES dihitung dengan persamaan PP=[(X 0 Xt)/X 0 ]*100%. X 0 adalah total ES pada media tanpa seleksi (F0) (filtrat kultur S. rolfsii 0%) dan Xt total ES dalam media dengan penambahan agens penyeleksi (filtrat kultur S. rolfsii 30% dan PEG 15%) untuk masing-masing siklus seleksi. Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada masingmasing peubah tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak Duncan pada a = 5%.

133 109 Sebagian besar eksplan yang diseleksi dalam media filtrat kultur S. rolfsii atau yang diseleksi lanjut dalam PEG menjadi coklat kehitam-hitaman dan yang tidak tahan akan mati. Pada sebagian eksplan yang lain, diantara jaringan yang mati masih ada jaringan yang berkembang membentuk struktur embrio somatik atau kalus embriogen yang berwarna putih kekuningan (Gambar 14). Kalus embriogen dan embrio somatik yang terseleksi ini diduga berkembang dari sel/jaringan varian yang dapat hidup dalam kondisi selektif akibat penambahan filtrat kultur S. rolfsii 30% atau PEG 15%. Respons Embrio Somatik Hasil Seleksi terhadap Filtrat Kultur S. rolfsii dan PEG Eksplan kalus embriogen yang telah diseleksi selama satu, dua siklus dalam media selektif filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda (Tabel 20) dievaluasi kembali pertumbuhan ES pada media filtrat kultur S. rolfsii 30% dan PEG 15%. a b c d Gambar 14. Respons perkembangan ES yang ditanam dalam media selektif filtrat kultur S. rolfsii 30% dan PEG 15 % ( = ES insensitif). (a) kalus embriogen dalam media MS-P16 (kontrol), (b) seleksi filtrat kultur S. rolfsii 30% satu siklus, (c) seleksi dua siklus, (d) seleksi ganda Pada Tabel 21 terlihat bahwa ES yang diuji responsnya terhadap media PEG menunjukkan bahwa hasil seleksi ganda dalam filtrat kultur S. rolfsii dan PEG mempunyai persentase proliferasi ES, rataan ES per eksplan, dan total ES yang lebih banyak dibanding seleksi pada satu dan dua siklus dengan filtrat kultur S. rolfsii. Embrio somatik yang hanya diseleksi dalam filtrat kultur cenderung sensitif terhadap media PEG. Sebaliknya pada ES cv. Kelinci yang telah melalui seleksi berulang selama dua siklus cenderung menghasilkan persentase proliferasi

134 110 ES, rataan ES per eksplan, dan total ES yang terbanyak dibanding dengan ES yang hanya satu siklus atau seleksi ganda pada media selektif filtrat kultur. Tabel 21. Respons ES kacang tanah hasil seleksi in vitro siklus I (Fi-I), siklus II (Fi-II), dan seleksi ganda (FPi-I) terhadap cekaman yang diinduksi oleh penambahan filtrat kultur S. rolfsii atau PEG dalam media ES hasil seleksi dan PEG (15%) Cekaman filtrat kultur S. rolfsii Peubah pengamatan Kelinci Singa Kelinci Singa Poliferasi ES (%) : Fi-I 57.8 b 60.0 b 71.1 ab 57.5 ab Fi-II 59.4 b 57.8 b 78.6 a 68.8 a FPi-I 77.8 a 80.0 a 66.7 b 55.0 b Rataan ES/eksplan : Fi-I 2.2 b 2.3 b 2.7 ab 2.6 a Fi-II 2.2 b 2.5 ab 3.2 a 2.7 a FPi-I 2.6 a 2.8 a 2.5 b 2.5 a Total ES : Fi-I 6.4 b 7.0 b 9.4 b 7.4 b Fi-II 6.6 b 7.3 b 12.5 a 9.4 a FPi-I 10.1 a 11.3 a 8.3 c 6.9 b Keterangan : Untuk setiap peubah pengamatan, angka pada kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada a = 5%. Regenerasi Planlet R0 dari ES Hasil Seleksi Berulang dan Seleksi Ganda Embrio somatik yang insensitif hasil seleksi pada media selektif filtrat kultur S. rolfsii satu siklus, dua siklus dan seleksi ganda dikulturkan dalam media maturasi MS dengan penambahan 2 g/l arang aktif. Embrio somatik yang telah masak ditandai dengan terbentuknya struktur embrio lengkap dengan kotiledon dan radikula. Embrio somatik yang telah masak dikecambahkan terus dalam media perkecambahan MS dengan penambahan 2 g/l arang aktif. Setelah dikecambahkan selama satu bulan dalam media perkecambahan, ES yang telah masak mengalami pemanjangan epikotil dan lebih kurang tiga bulan kecambah mulai membentuk akar dan daun primer. Embrio somatik hasil seleksi dapat membentuk kecambah normal antara %, kecambah abnormal %, dan sisanya merupakan kecambah mati (Tabel 22). Kecambah abnormal ditandai dengan ketidakmampuan untuk membentuk akar atau daun primer. Kecambah yang ditanam berkembang menjadi planlet, yang ditandai dengan

135 111 semakin memanjangnya epikotil, terbentuknya akar dan daun baru. Setelah terbentuk sistem perakaran dan daun yang baik, planlet diaklimatisasi pada media campuran tanah, pasir dan kompos dan disungkup dengan botol untuk menjaga kelembaban. Keberhasilan untuk mendapatkan tanaman yang dapat hidup dari tanaman aklimatisasi mencapai 80-90%. Planlet dipindahkan ke pot yang berisi media tanah setelah dua minggu dalam tahapan aklimatisasi. Tanaman generasi R0 yang diperoleh dari ES insensitif PEG adalah 90 tanaman. Tanaman ini mampu tumbuh normal, berbunga dan membentuk polong berisi (Gambar 15). Tabel 22. Perkecambahan dan regenerasi planlet dari ES kacang tanah cv. Kelinci dan Singa insensitif filtrat kultur yang telah melalui satu (Fi-I) atau dua siklus (Fi- II) dalam media MS-P16 dengan filtrat kultur serta ES insensitif terhadap filtrat kultur dan PEG setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan filtrat kultur dan PEG (FPi-I) ES hasil Jumlah ES yang Persentase kecambah Regenerasi planlet seleksi dikecambahkan Abnormal Normal (tanaman R0 ) Kacang tanah cv. Kelinci Fi-I Fi-II FPi-I Kacang tanah cv. Singa Fi-I Fi-II FPi-I a b c d Gambar 15. Regenerasi ES insensitif filtrat kultur dan PEG untuk membentuk planlet. (a) planlet pada media MS + arang aktif, (b) planlet diaklimatisasi (c) tanaman di dalam rumah kaca, dan (d) polong tanaman R0 hasil seleksi in vitro

136 112 Respons Planlet R0 terhadap Cekaman Filtrat Kultur S. rolfsii dan PEG Planlet R0 yang berkembang dari ES insensitif filtrat kultur S. rolfsii diuji toleransinya pada media selektif PEG 15% dan filtrat kultur S. rolfsii 30%. Planlet R0 yang terbentuk dari ES insensitif filtrat kultur S. rolfsii hasil seleksi selama dua dan satu siklus tidak toleran terhadap media selektif PEG 15%. Namun, planlet cv. Singa dan Kelinci yang terbentuk dari ES hasil seleksi ganda lebih toleran terhadap media selektif PEG 15%. Persentase keberhasilan planlet R0 cv. Singa membentuk tunas sebesar 100%, jumlah daun layu 0.5, pertambahan tinggi tunas 5.8, jumlah akar 0.3 dan skor kerusakan daun 1.5 (kerusakan daun 5 25%) sedangkan cv. Kelinci secara berturut-turut memiliki 100%, 1.0, 5.0, 0.3 dan 1.7 (kerusakan daun 5 25%) (Tabel 23). Planlet R0 yang dihasilkan dari ES hasil seleksi selama dua siklus pada filtrat kultur S. rolfsii 30% lebih resisten terhadap cekaman filtrat kultur S. rolfsii 30%, dan cv. Kelinci lebih resisten daripada Singa. Planlet R0 cv. Kelinci dari ES hasil seleksi selama dua siklus pada filtrat kultur menghasilkan persentase keberhasilan eksplan membentuk tunas 100%, jumlah daun layu 0.0, pertambahan tinggi tunas 8.5, jumlah akar 1.3 dan skor kerusakan daun 0.3 (pucuk sehat dan berakar) (Tabel 24).

137 113 Tabel 23. Respons terhadap cekaman PEG dari setek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil regenerasi dari ES insensitif filtrat kultur melalui satu (Fi-I) atau dua siklus (Fi-II) dalam media MS-P16 dengan filtrat kultur serta ES insensitif terhadap filtrat kultur dan PEG setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan filtrat kultur dan PEG (FPi-I) Tunas R0 dari Respon kacang tanah cv. ES hasil seleksi Kelinci Singa Persentase keberhasilan eksplan yang membentuk tunas (%) : Fi-0 0 (0 0) * ) 33 (0 100) * ) Fi-I 50 (0 100) 67 (0 100) Fi-II 50 (0 100) 67 (0 100) FPi-I 100 (0 100) 100 (0 100) Jumlah daun dengan gejala layu : Fi (2 3) * ) 2.3 (2 3) * ) Fi-I 1.5 (1 2) 1.0 (1 1) Fi-II 1.5 (1 2) 1.0 (1 1) FPi-I 1.0 (1 1) 0.5 (0 1) Pertambahan tinggi tunas (mm) : Fi-0 0 (0-0) * ) 0.6 (0 2) * ) Fi-I 2.0 (0 5) 2.7 (0 5) Fi-II 1.5 (0 4) 2.7 (0 8) FPi-I 5.0 (3 7) 5.8 (3 10) Jumlah akar Fi-0 0 (0 0) * ) 0 (0 0) * ) Fi-I 0 (0 0) 0 (0 0) Fi-II 0 (0 0) 0.3 (0 1) FPi-I 0.3 (0 1) 0.3 (0 1) Skor kerusakan tunas: Fi-0 4 (4 4) * ) 3.7 (3 4) * ) Fi-I 2.5 (2-3) 2.3 (2 3) Fi-II 2.3 (2-3) 2.0 (2 2) FPi-I 1.7 (1 2) 1.5 (1 2) * ) Angka-angka dalam kurung tiap peubah adalah nilai kisaran dari terkecil sampai terbesar

138 114 Tabel 24 Respons terhadap cekaman filtrat kultur dari setek pucuk planlet R0 kacang tanah cv. Kelinci dan Singa hasil regenerasi dari ES insensitif filtrat kultur melalui satu (Fi-I) atau dua siklus (Fi-II) dalam media MS-P16 dengan filtrat kultur serta ES insensitif terhadap filtrat kultur dan PEG setelah melalui seleksi ganda dalam media dengan filtrat kultur dan PEG (FPi-I) Tunas R0 dari Respon kacang tanah cv. ES hasil seleksi Kelinci Singa Persentase keberhasilan eksplan yang membentuk tunas (%) : Fi-0 0 (0 0) * ) 33 (0 100) * ) Fi-I 75 (0 100) 100 (0 100) Fi-II 100 (0 100) 100 (0 100) FPi-I 100 (0 100) 100 (0 100) Jumlah daun dengan gejala layu : Fi (2 3) * ) 2.3 (2 3) * ) Fi-I 0.5 (0 1) 0.7 (0 1) Fi-II 0 (0 0) 0.3 (0 1) FPi-I 0.3 (0 1) 0.3 (0 1) Pertambahan tinggi tunas (mm) : Fi-0 0 (0 0) * ) 0.7 (0 2) * ) Fi-I 4.5 (0 7) 4.5 (3 5) Fi-II 8.5 (4 12) 5.7 (2 10) FPi-I 5.3 (3 7) 4.5 (0 10) Jumlah akar Fi-0 0 (0 0) * ) 0 (0 0) * ) Fi-I 0.5 (0 1) 0.3 (0 1) Fi-II 1.3 (0 2) 0.3 (0 1) FPi-I 0.3 (0 1) 0,3 (0 1) Skor kerusakan tunas: Fi (3 3) * ) 3.0 (3 3) * ) Fi-I 0.8 (0 2) 1.0 (0 2) Fi-II 0.3 (0 1) 1.0 (0 2) FPi-I 1.0 (0 2) 1.0 (0 2) * ) Angka-angka dalam kurung tiap peubah adalah nilai kisaran dari terkecil sampai terbesar

139 115 Pembahasan Upaya untuk meningkatkan ketahanan tanaman kacang tanah terhadap penyakit busuk batang yang disebabkan oleh S. rolfsii dan toleran terhadap kekeringan dapat dilakukan dengan seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda. Eksplan kalus embriogen dan embrio somatik kacang tanah diseleksi secara berulang dalam media selektif yang mengandung filtrat kultur S. rolfsii 30% untuk meningkatkan frekuensi ES yang insensitif terhadap filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda pada filtrat kultur S. rolfsii dan PEG untuk meningkatkan frekuensi ES yang insensitif terhadap filtrat kultur S. rolfsii dan PEG. Hasil analisis varian menunjukkan bahwa siklus seleksi dan cv. kacang tanah berpengaruh nyata terhadap persentase proliferasi ES, rataan ES per eksplan, dan total ES (Tabel 20). Media selektif filtrat kultur S. rolfsii 30% menghambat pertumbuhan embrio somatik terutama eksplan embriogen yang hanya diseleksi selama satu siklus dalam filtrat kultur S. rolfsii. Eksplan ES yang telah mengalami proses seleksi in vitro dua siklus lebih insensitif terhadap filtrat kultur S. rolfsii dibanding dengan eksplan ES yang hanya diseleksi satu siklus. Embrio somatik yang telah mengalami proses seleksi lebih lama dalam filtrat kultur S. rolfsii mempunyai daya adaptasi terhadap media selektif dan adanya kemungkinan muncul sel atau jaringan varian yang resisten selama tahapan seleksi. Sel atau jaringan varian yang resisten tersebut akan mengalami proliferasi sehingga pada akhir seleksi akan menghasilkan sel/jaringan klonal yang lebih banyak dibanding dengan embrio somatik yang hanya diseleksi selama satu siklus. Embrio somatik yang telah diseleksi selama satu siklus dalam filtrat kultur S. rolfsii terjadi juga penghambatan pertumbuhan embrio somatik selama proses seleksi dalam media selektif PEG. Eksplan embriogen cv. Kelinci yang diseleksi selama dua siklus dalam filtrat kultur S. rolfsii menghasilkan proliferasi embrio somatik, rataan embrio somatik per eksplan dan total embrio somatik yang lebih banyak dibanding cv. Singa dan Kelinci dengan siklus seleksi yang lain. Asam oksalat merupakan fitotoksin utama yang dikeluarkan oleh S. rolfsii ketika menginfeksi tanaman (Punja 1985). Penggunaan filtrat kultur S. rolfsii 30% pada seleksi in vitro dapat menghambat perkembangan ES kacang

140 116 tanah = 95% (Yusnita et al. 2005). Sekresi asam oksalat dapat meningkatkan virulensi pada cendawan Sclerotinia sclerotiorum (Dutton & Evans 1996). Beberapa enzim cendawan yang dikeluarkan selama invasi jaringan tanaman (seperti poligalakturonase) dapat berfungsi secara maksimal ketika ph rendah. Oksalat dapat meningkatkan virulensi dengan mengubah apoplastik ph ke nilai yang lebih cocok untuk enzim-enzim yang mendegradasi dinding sel tanaman (Bateman & Beer 1965). Selain itu, oksalat juga dapat secara langsung menjadi toksin pada tanaman inang, karena keasaman dapat menyebabkan tanaman menjadi lemah (Noyes & Hancock 1981). Pergantian Ca 2+ pada dinding sel oleh anion oksalat menyebabkan fungsi Ca 2+ tergantung pada respons pertahanan dan dapat melemahkan fungsi dinding sel tanaman (Bateman & Beer 1965). Efektifitas patogenisitas cendawan Sclerotinia sclerotiorum tergantung asam oksalat. Oksalat dapat menghambat oxidative burst. Oksalat dapat menekan produksi H 2 O 2 sebesar 4-5mM pada galur sel kultur tembakau dan kedelai (Cessna et al. 2000). Setelah dilakukan seleksi in vitro berulang ES dalam filtrat kultur S. rolfsii 30% selama satu, dua siklus, dan seleksi ganda dalam filtrat kultur S. rolfsii 30% selama satu siklus dan diikuti dengan PEG 15% selama satu siklus, selanjutnya pertumbuhan embrio somatik kacang tanah cv. Singa dan Kelinci dievaluasi responsnya dalam media PEG 15 % dan filtrat kultur S. rolfsii 30%. Embrio somatik hasil seleksi in vitro berulang pada media filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda (filtrat kultur dan PEG) menghasilkan respons yang berbeda terhadap media PEG. Embrio somatik hasil seleksi ganda cenderung lebih insensitif terhadap media PEG dibanding dengan seleksi in vitro berulang dan satu siklus pada media filtrat kultur. Embrio somatik yang telah terseleksi dalam seleksi ganda menghasilkan sel/jaringan varian yang toleran sekaligus terhadap media filtrat kultur dan PEG. Embrio somatik toleran hasil seleksi ganda diharapkan akan menghasilkan tanaman yang toleran terhadap kekeringan dan penyakit busuk batang S. rolfsii. Embrio somatik yang hanya diseleksi pada filtrat kultur cenderung menghasilkan ES yang tidak sensitif hanya pada filtrat kultur dan sangat sensitif pada PEG. Embrio somatik cv. Singa lebih toleran terhadap media selektif PEG

141 117 15% dan embrio somatik cv. Kelinci lebih resisten terhadap media filtrat kultur 30%. Kacang tanah cv. Singa adalah cv. toleran terhadap kekeringan (Hidajat et al. 1999). Embrio somatik cv. Kelinci diduga mempunyai sel/jaringan yang mampu beradaptasi terhadap media filtrat kultur. Embrio somatik cv. Singa dan Kelinci yang telah diseleksi dalam filtrat kultur selama dua siklus cenderung menghasilkan pertumbuhan embrio somatik yang lebih baik pada media filtrat kultur dibanding dengan siklus seleksi lain. Hal ini terjadi karena hasil seleksi in vitro menyebabkan terjadinya akumulasi sel/jaringan mutan yang toleran terhadap cekaman filtrat kultur S. rolfsii. Sel/jaringan varian yang resisten selama periode seleksi akan mengalami proliferasi sehingga akan diperoleh ES dalam jumlah yang banyak. Menurut Yusnita et al. (2005) ES insensitif terhadap filtrat kultur S. rolfsii mampu melakukan mekanisme detoksifikasi terhadap asam oksalat. Embrio somatik anggur dapat toleran pada media selektif yang mengandung filtrat kultur Elsinoe ampelina karena adanya induksi enzim detoksifikasi selama seleksi in vitro (Kulsova et al. 1997). Selama dalam evaluasi pertumbuhan embrio somatik dalam filtrat kultur S. rolfsii, varian ES toleran hasil seleksi selama dua siklus lebih resisten dari siklus seleksi lain. Pertumbuhan ES cv. Kelinci hasil seleksi selama dua siklus terutama setelah evaluasi selama dua bulan menghasilkan persentase proliferasi ES 78.6%, 3.2 ES per eksplan dan total ES adalah Embrio somatik resisten hasil seleksi berulang dalam media selektif filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda dalam filtrat kultur dan PEG dikecambahkan dalam media MS0 arang aktif. Embrio somatik tersebut mampu untuk berkecambah dan sebagian ES yang ditanam menghasilkan kecambah abnormal dan mati. Kecambah normal diregenerasikan untuk membentuk planlet. Planlet diaklimatisasi dan selanjutnya ditanam di rumah kaca untuk memproduksi biji generasi R1 dan R2. Biji generasi R1 dan R2 inilah yang akan digunakan untuk mempelajari keragaman morfologi dan agronomis yang mungkin muncul dan responsnya terhadap serangan S. rolfsii dan cekaman kekeringan. Setek pucuk planlet R0 cv. Singa dan Kelinci hasil regenerasi ES dari seleksi ganda (seleksi dalam media filtrat kultur dan kemudian pada PEG) cenderung lebih toleran terhadap cekaman PEG 15%. Planlet tersebut mampu

142 118 menghasilkan pertumbuhan setek yang lebih baik dibandingkan dengan planlet yang berasal dari ES hasil seleksi filtrat kultur S. rolfsii satu dan dua siklus. Setek pucuk planlet R0 hasil regenerasi ES dari seleksi filtrat kultur S. rolfsii dua siklus hanya lebih resisten setelah ditanam dalam media filtrat kultur S. rolfsii 30%. Hasil pengujian respons setek pucuk planlet R0 ini memberikan indikasi bahwa ES yang insensitif hasil seleksi selama dua siklus dalam media filtrat kultur S. rolfsii dan seleksi ganda akan menghasilkan juga setek pucuk planlet R0 yang resisten terhadap filtrat kultur S. rolfsii atau PEG. Kesimpulan Seleksi berulang selama dua siklus dalam media selektif dengan filtrat kultur 30% menghasilkan ES yang insensitif terhadap cekaman filtrat kultur S. rolfsii tetapi peka terhadap cekaman PEG. Sebaliknya, ES yang didapat dari hasil seleksi ganda (seleksi dalam media selektif filtrat kultur dan kemudian diseleksi pada media PEG) selain resisten terhadap cekaman media filtrat kultur juga toleran terhadap media PEG. Setek pucuk planlet R0 yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi berulang (dua siklus) juga lebih resisten terhadap cekaman media filtrat kultur dan peka terhadap PEG sedangkan setek planlet hasil seleksi ganda selain lebih resisten terhadap filtrat kultur juga toleran terhadap PEG.

143 VARIASI SOMAKLONAL DIANTARA TANAMAN KACANG TANAH HASIL SELEKSI IN VITRO BERULANG PADA MEDIA FILTRAT KULTUR Sclerotium rolfsii DAN POLIETILENA GLIKOL Abstrak Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh seleksi in vitro berulang pada media selektif yang mengandung filtrat kultur dan seleksi ganda pada media filtrat kultur dan diikuti dengan seleksi pada media PEG terhadap munculnya variasi somaklonal pada tanaman kacang tanah. Populasi ES dari hasil seleksi in vitro satu, dua siklus dan seleksi ganda diregenerasikan menjadi planlet (generasi R0). Tanaman dipelihara untuk menghasilkan benih R0:1.Tanaman generasi R1 dari turunan R0 ditanam untuk memproduksi benih R1:2. Kultivar Singa dan Kelinci ditanam sebagai tanaman standar. Keragaman yang muncul pada semua karakter kualitatif dan kuantitatif generasi R0 dan R1 diidentifikasi. Seleksi in vitro berulang dalam media filtrat kultur dan seleksi ganda pada media filtrat kultur dan polietilena glikol dapat menginduksi variasi somaklonal. Tanaman hasil seleksi in vitro berulang menghasilkan macam varian kualitatif lebih banyak. Macam varian kualitatif ada yang diwariskan secara genetik, yaitu karakter abnormalitas jumlah anak daun (pentafoliat, heksafoliat, heptafoliat, oktafoliat), jantan steril total, dan daun varigata, dan diwariskan secara epigenetik yaitu daun bergelombang, cabang dan tunas majemuk, serta batang menjalar. Tanaman hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda menghasilkan tanaman dengan bobot polong kering melebih atau lebih rendah dari tanaman standar, dan merupakan karakter varian kuantitatif. Kata kunci : variasi somaklonal, filtrat kultur, polietilena glikol

144 120 SOMACLONAL VARIATION AMONG PEANUT PLANT REGENERATED FROM REPEAT CYCLING IN VITRO SELECTION ON Sclerotium rolfsii CULTURE FILTRATE AND POLYETHYLENE GLYCOL MEDIUM Abstract The aim of this study was to know the effect of repeat cycling in vitro selection on S. rolfsii culture filtrate medium and double selection on S. rolfsii culture filtrate and polyethylene glycol medium against peanut plant somaclonal variation appearance. Somatic embryos (SE) population resulted from one cycle (Fi-I) or two cycles (Fi-II) of repeat cycling in vitro selection on culture filtrate containing medium, and from one cycle of selection on S. rolfsii culture filtrate containing medium, followed by one cycle of selection on PEG containing medium (FPi-I, double selection) were regenerated into R0 plants and maintain in glasshouse until maturity. The R0:1 seeds were planted to produced the R1:2 seeds. Peanut of cv. Kelinci and Singa were also planted as standar peanut. The qualitative and quantitative characters of the R1 plant populations were identified and the R1:2 seeds were separately harvested from each of the R1 plant. Repeat cyling in vitro selelction on S. rolfsii culture filtrate medium and double selection on S. rolfsii culture filtrate and polyethylene glycol medium can induce peanut plant somaclonal variation. Peanut plant resulted from Repeat cyling in vitro selelction produced more somaclonal variation type. The qualitative varians as abnormal leaflet number (pentafoliat, hexafoliat, heptafoliat, octafoliat), total male sterile, and leaf variegations were genetically inherited, whereas waving leaf, multiple shoots and branching and runner types were the observe epigenetically coltrolled variance characters. Variation in dry pod weight, either higher or lower than the standar peanut cultivars were indication of the existance of somaclonal variation for the quantitative characters. Keywords : somaclonal variation, culture filtrate, polyethylene glycol

145 121 Pendahuluan Mutasi spontan atau mutasi yang terinduksi sering merupakan sumber variasi genetik dan telah dimanfaatkan dalam program pemuliaan tanaman untuk mendapatkan karakter unggul. Mutagenesis terutama mutasi in vitro telah menjadi suplemen untuk teknik pemuliaan yang lain yaitu secara langsung memperbaiki kultivar untuk karakter spesifik, menyumbangkan material yang bernilai untuk melakukan persilangan, atau untuk program pengembangan bioteknologi (Jain 2001; Predieri & Zimmerman 2001). Mutasi in vitro melalui kultur jaringan dapat menginduksi variasi genetik dalam regenerasi tanaman (variasi somaklonal). Variasi somaklonal yang terjadi pada tanaman dapat meningkatkan kecepatan dan efisiensi dalam program pemuliaan tanaman. Karakter yang ditimbulkan oleh mutan somaklon dapat terjadi selama kultur in vitro, seperti resisten terhadap patotoksin penyakit, herbisida, dan toleransi terhadap cekaman kekeringan (Ahloowalia & Maluszynski 2001). Perubahan genetik tanaman melalui variasi somaklonal dapat diamati pada perubahan morfologi, fisiologi atau molekuler (Jain 2001; Larkin 2004). Banyak faktor yang ikut menyebabkan terjadinya variasi somaklonal yaitu genotipe tanaman donor (Rietvald et al. 1993), jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh terutama 2,4-D (Wernicle & Milkovits 1986), jenis kultur (Ladyzynski et al. 2002), dan umur kultur (Muller et al. 1990; Morrish et al. 1990). Plader et al. (1998) melaporkan bahwa frekuensi variasi somaklonal berkurang dengan regenerasi menggunakan eksplan meristem dan pucuk primordia (Kondo et al. 1991). Namun frekuensi terjadinya varian paling tinggi terdapat pada kultur protoplas (90%) dan kalus daun (42%). Jumlah siklus regenerasi in vitro berulang mempengaruhi frekuensi perubahan genetik. Regenerasi in vitro dua siklus pada tanaman mentimun menyebabkan perubahan genetik dua kali lebih banyak sedangkan empat siklus meningkatkan perubahan genetik tujuh kali lebih banyak dari tanaman kontrol (Plader et al. 1998). Perubahan fenotipe yang teramati pada mentimun adalah mutan klorofil, pertumbuhan lambat, daun mosaik, perubahan bentuk daun, kerdil, dan partenokarpi (Ladyzynski et al. 2002). Penelitian ini juga telah membuktikan

146 122 bahwa kultur suspensi embriogen dengan auksin yang berumur 36 bulan dengan media MS yang termodifikasi dengan penambahan amonium nitrat menyebabkan perubahan ploidi tanaman mencapai 100% pada generasi R0 dan R1. Telah diketahui bahwa jumlah sub kultur atau lamanya kalus dalam kultur meningkatkan variasi somaklonal ( variation ). Lambe et al. (1997) dan Jain (2000) melaporkan bahwa umur kultur yang lebih lama (long-term culture) menyebabkan hilangnya progresif dari totipotensi. Ternyata eliminasi progresif dari kemampuan sel berhubungan erat dengan metilasi DNA. Metilasi menyebabkan variasi pada karakter kuantitatif karena beberapa gen dapat dipengaruhi secara simultan. Hasil variasi kuantitatif yang ditimbulkan dari metilasi DNA dikendalikan secara epigenetik. Selain disebabkan metilasi DNA, variasi somaklonal terjadi karena mutasi titik, chromosomal rearrengement dan rekombinan, transposable element, jumlah kopi sekuens DNA, dan DNA amplifikasi. Sistim kultur jaringan sendiri ikut mengambil bagian dalam sistim mutagenesis karena sel mengalami traumatik setelah diisolasi dari tanaman dan beberapa prosedur atau restrukturisasi dalam proses regenerasi yang berbeda dengan di alam menyebabkan pula munculnya variasi epigenetik pada tanaman yang baru diregenerasi (Jain 2000; Larkin 2004). Penelitian sebelumnya telah diperoleh embrio somatik (ES) yang insensitif pada media selektif yang mengandung filtrat kultur S. rolfsii 30% sebagai agens penyeleksi untuk mendapatkan tanaman kacang tanah yang resisten terhadap penyakit busuk batang S. rolfsii dan media selektif polietilena glikol (PEG) untuk mendapatkan tanaman kacang tanah toleran kekeringan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh seleksi in vitro berulang pada media selektif yang mengandung filtrat kultur dan seleksi ganda pada media filtrat kultur dan diikuti dengan seleksi pada media PEG terhadap munculnya variasi somaklonal pada tanaman kacang tanah dengan mengamati keberadaan variasi somaklonal untuk berbagai sifat kualitatif dan kuantitatif, persentase variasi somaklonal yang diamati, dan pengelompokkan sifat varian yang diamati apakah dikendalikan secara genetik atau epigenetik. Keterkaitan antara respons yang diamati diantara populasi tanaman varian yang diregenerasikan dari ES hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda juga dievaluasi.

147 123 Bahan dan Metode Regenerasi Embrio Somatik Populasi ES yang insensitif terhadap media filtrat kultur dan PEG (ES Fi- I, ES Fi-II, dan ES FPi-I) diregenerasikan menjadi planlet kacang tanah. Embrio somatik selanjutnya dimaturasi, dikecambahkan, dan pemanjangan tunas dilakukan dalam media MS tanpa zat pengatur tumbuh dengan penambahan arang aktif 2 g/l. Tunas yang telah berkembang setinggi 2-3 cm diakarkan dalam media MS + arang aktif 2 g/l. Tunas planlet yang telah berakar diaklimatisasi pada media campuran tanah, pasir dan arang sekam. Tanaman generasi R0 yang mampu bertahan hidup dari tahapan aklimatisasi ditanam dalam pot plastik yang berisi 9 kg campuran tanah dan pasir. Tanaman disiram setiap pagi dan sore hingga kapasitas lapang dan dijaga dari serangan hama dan patogen dengan penyemprotan insektisida Confidor (0.25 ml/l) dan Kelthane (1 ml/l), dan fungisida Dithane M45 (1 g/l). Penanaman Tanaman Generasi R0 dan R1 Percobaan ini ditata dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan (populasi tanaman yang berasal dari ES Fi-I, ES Fi- II, dan ES FPi-I, tanaman standar, dan kultivar kacang tanah). Tanaman kacang tanah yang berasal dari ES insensitif terhadap media selektif filtrat kultur dan PEG, dan sudah melewati tahapan aklimatisasi dipelihara dalam rumah kaca dan benih R0:1 dipanen dan dikeringkan secara terpisah dari masing-masing tanaman R0. Perubahan karakter kualitatif dan kuantitatif dari masing-masing tanaman R0 yang didapat dievaluasi dan dibandingkan dengan tanaman standar (tanaman yang tidak melewati tahapan in vitro). Benih R0:1 zuriat dari tanaman R0 yang didapat ditumbuhkan menjadi tanaman R1 seperti tanaman R0. Tanaman R1 dipelihara hingga panen sampai menghasilkan benih R1:2. Perubahan karakter kualitatif dan kuantitatif dari tanaman R1 dari masing-masing populasi dievaluasi untuk menentukan keberadaan dan frekuensi variasi somaklonal yang terjadi. Dalam setiap evaluasi, benih standar kacang tanah cv. Singa dan Kelinci ditanam sebagai pembanding.

148 124 Evaluasi Karakter Kualitatif dan Kuantitatif Generasi R0 dan R1 Perubahan karakter kualitatif yang muncul diantara populasi tanaman R0 yang diregenerasikan dari ES insensitif dan dibandingkan dengan tanaman standar diasumsikan sebagai karakter varian. Semua karakter varian yang muncul diantara tanaman R0 dicatat dan diamati kembali pada populasi tanaman generasi R1. Karakter varian yang selalu muncul diantara populasi tanaman R0 dan R1 merupakan karakter varian yang diduga dikendalikan secara genetik. Sebaliknya, karakter varian yang muncul diantara populasi tanaman R0 tetapi tidak ditemui diantara populasi tanaman R1 diduga merupakan varian yang dikendalikan secara epigenetik. Jumlah dan persentase karakter varian yang muncul pada setiap generasi (R0 dan R1) ditentukan dan digunakan untuk mengelompokkan nomornomor tanaman sebagai tanaman varian. Pengamatan perubahan karakter kuantitatif dilakukan terhadap jumlah cabang, tinggi tanaman, umur berbunga, jumlah daun, jumlah dan bobot polong kering, dari masing-masing tanaman R0 dan R1 yang diuji. Karakter kuantitatif dari tanaman kacang tanah standar digunakan sebagai pembanding. Data yang didapat dari masing-masing populasi tanaman yang berasal dari seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda dikelompokkan ke dalam kelas-kelas. Tanaman hasil regenerasi seleksi in vitro dibandingkan apakah karakter kuantitatif lebih besar atau lebih kecil dari sebaran tanaman standar dan itu diduga sebagai varian somaklonal. Hasil Evaluasi Perubahan Karakter Kualitatif Perubahan karakter kualitatif (morfologi) teramati diantara tanaman yang diperoleh dari ES hasil seleksi in vitro berulang pada media filtrat kultur dan seleksi ganda pada media filtrat kultur dan PEG. Tidak ada muncul varian kualitatif diantara tanaman standar. Varian kualitatif yang diamati pada generasi R0 adalah abnormalitas jumlah anak daun (pentafoliat, heksafoliat, heptafoliat, oktafoliat), daun bergelombang, cabang dan tunas majemuk, batang menjalar, steril total, dan daun variegata. Perubahan varian morfologi dapat dilihat pada

149 125 Gambar 16. Varian kualitatif ini tersebar pada populasi tanaman hasil regenerasi ES seleksi satu siklus, dua siklus dan seleksi ganda. Macam dan frekuensi varian berbeda antar tanaman hasil seleksi in vitro berulang dan seleksi ganda. Pada Tabel 25 terlihat bahwa tanaman yang berasal dari seleksi in vitro berulang pada media filtrat kultur dan seleksi ganda (masing-masing satu siklus dalam media filtrat kultur dan PEG = FPi-I) cv. Kelinci cenderung menghasilkan macam morfologi yang lebih banyak dibanding dengan tanaman hasil seleksi ES satu siklus pada filtrat kultur. Pola ini juga teramati jelas pada cv. Singa, yaitu tanaman hasil seleksi ES satu siklus menghasilkan 4 varian, pada seleksi in vitro berulang menghasilkan 9 macam varian, dan seleksi ganda FPi-I menghasilkan 7 varian (Tabel 26). Frekuensi munculnya tiap-tiap varian beragam tergantung dari macam varian dan seleksi ES. a b c d e f g h i Gambar 16. Varian kualitatif yang teramati diantara populasi tanaman generasi R0 dan R1 yang regenerasi ES dari hasil seleksi in vitro berulang dalam media selektif dengan penambahan filtrat kultur dan seleksi ganda dalam media filtrat kultur dan PEG. (a) pentafoliat, (b) heksafoliat, (c) heptafoliat, (d) oktafoliat, (e) daun bergelombang, (f) cabang majemuk, (g) tunas majemuk, (h) cabang menjalar, dan (i) daun variegata

Oleh : A. Farid Hemon

Oleh : A. Farid Hemon EFEKTIFITAS SELEKSI IN VITRO BERULANG UNTUK MENDAPATKAN PLASMA NUTFAH KACANG TANAH TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN DAN RESISTEN TERHADAP PENYAKIT BUSUK BATANG Sclerotium rolfsii Oleh : A. Farid Hemon

Lebih terperinci

Dosen Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Mataram

Dosen Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Mataram PERTUMBUHAN TANAMAN KACANG TANAH HASIL SELEKSI IN VITRO PADA MEDIA POLIETILENA GLIKOL TERHADAP CEKAMAN LARUTAN POLIETILENA GLIKOL 1 (THE PEANUT PLANT GROWTH REGENERATED FROM IN VITRO SELECTION ON POLYETHYLENE

Lebih terperinci

IV. SELEKSI IN VITRO EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH PADA MEDIA DENGAN POLIETILENA GLIKOL YANG MENSIMULASIKAN CEKAMAN KEKERINGAN*)

IV. SELEKSI IN VITRO EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH PADA MEDIA DENGAN POLIETILENA GLIKOL YANG MENSIMULASIKAN CEKAMAN KEKERINGAN*) IV. SELEKSI IN VITRO EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH PADA MEDIA DENGAN POLIETILENA GLIKOL YANG MENSIMULASIKAN CEKAMAN KEKERINGAN*) Abstrak Pengembangan kultivar kacang tanah yang toleran terhadap cekaman kekeringan

Lebih terperinci

KETAHANAN SEJUMLAH GALUR KACANG TANAH HASIL REGENERASI EMBRIO SOMATIK TERHADAP INFEKSI

KETAHANAN SEJUMLAH GALUR KACANG TANAH HASIL REGENERASI EMBRIO SOMATIK TERHADAP INFEKSI 115 KETAHANAN SEJUMLAH GALUR KACANG TANAH HASIL REGENERASI EMBRIO SOMATIK TERHADAP INFEKSI Sclerotium rolfsii RESISTANCE TO INFECTION BY Sclerotium rolfsii IN VARIOUS GROUNDNUT LINES RESULTED FROM SOMATIC

Lebih terperinci

KETAHANAN BEBERAPA GALUR KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO TERHADAP PENYAKIT LAYU CENDAWAN Fusarium sp

KETAHANAN BEBERAPA GALUR KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO TERHADAP PENYAKIT LAYU CENDAWAN Fusarium sp 52 KETAHANAN BEBERAPA GALUR KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO TERHADAP PENYAKIT LAYU CENDAWAN Fusarium sp (RESISTANCE OF PEANUT CULTIVARS RESULTED IN VITRO CULTURE TO FUSARIUM sp INFECTION) Sumarjan,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL GALUR KACANG TANAH VARIAN SOMAKLONAL YANG DIBERI PUPUK NITROGEN PADA KONDISI STRES KEKERINGAN

PERTUMBUHAN DAN HASIL GALUR KACANG TANAH VARIAN SOMAKLONAL YANG DIBERI PUPUK NITROGEN PADA KONDISI STRES KEKERINGAN PERTUMBUHAN DAN HASIL GALUR KACANG TANAH VARIAN SOMAKLONAL YANG DIBERI PUPUK NITROGEN PADA KONDISI STRES KEKERINGAN GROWTH AND YIELD OF PEANUT SOMACLONES GENERATED FROM IN VITRO SELECTION THAT WAS GIVEN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang raja bulu (Musa paradisiaca L var. sapientum) merupakan salah

I. PENDAHULUAN. Pisang raja bulu (Musa paradisiaca L var. sapientum) merupakan salah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pisang raja bulu (Musa paradisiaca L var. sapientum) merupakan salah satu tanaman buah tropis yang dapat tumbuh baik pada dataran tinggi dengan kisaran ketinggian

Lebih terperinci

VII TOLERANSI TEMBAKAU TRANSGENIK GENERASI R2 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN P5CS TERHADAP CEKAMAN AKIBAT PENYIRAMAN POLIETILEN GLIKOL (PEG)

VII TOLERANSI TEMBAKAU TRANSGENIK GENERASI R2 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN P5CS TERHADAP CEKAMAN AKIBAT PENYIRAMAN POLIETILEN GLIKOL (PEG) VII TOLERANSI TEMBAKAU TRANSGENIK GENERASI R2 YANG MENGEKSPRESIKAN GEN P5CS TERHADAP CEKAMAN AKIBAT PENYIRAMAN POLIETILEN GLIKOL (PEG) Abstrak Percobaan yang dilakukan bertujuan untuk (i) menentukan pengaruh

Lebih terperinci

yang memiliki kandungan flavor, sehingga menyebabkan vanili mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara

yang memiliki kandungan flavor, sehingga menyebabkan vanili mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Vanili (Vanilla planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang memiliki kandungan flavor, sehingga menyebabkan vanili mempunyai nilai ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan turut meningkatkan kebutuhan makanan yang bernilai gizi tinggi. Bahan makanan yang bernilai gizi tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO MENGGUNAKAN PEG UNTUK IDENTIFIKASI VARIAN KACANG TANAH YANG TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN

INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO MENGGUNAKAN PEG UNTUK IDENTIFIKASI VARIAN KACANG TANAH YANG TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN INDUKSI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO MENGGUNAKAN PEG UNTUK IDENTIFIKASI VARIAN KACANG TANAH YANG TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN ENNI SUWARSI RAHAYU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Seleksi In-Vitro pada Kalus Embriogenik Kacang Tanah yang Tahan terhadap berbagai Filtrat Kultur Ras Sclerotium rolfsii

Seleksi In-Vitro pada Kalus Embriogenik Kacang Tanah yang Tahan terhadap berbagai Filtrat Kultur Ras Sclerotium rolfsii Seleksi In-Vitro pada Kalus Embriogenik Kacang Tanah yang Tahan terhadap berbagai Filtrat Kultur Ras Sclerotium rolfsii A. Farid Hemon, Sumarjan, Laksmi Ernawati, Hanafi AR Program Studi Agroekoteknologi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN DEPAN... i HALAMAN JUDUL... ii LEMBAR PERSETUJUAN. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v UCAPAN TERIMA KASIH vi ABSTRAK viii ABSTRACT. ix RINGKASAN..

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR MUTAN KACANG TANAH HASIL IRADIASI SINAR GAMMA

UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR MUTAN KACANG TANAH HASIL IRADIASI SINAR GAMMA 21 UJI DAYA HASIL BEBERAPA GALUR MUTAN KACANG TANAH HASIL IRADIASI SINAR GAMMA (YIELD EVALUATION OF PEANUT MUTAN CULTIVARS GENERATED FROM IRADIATION GAMMA RAYS) A. Farid Hemon 1 dan Sumarjan 1) 1) Program

Lebih terperinci

V. VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO DAN HASIL SELEKSI IN VITRO

V. VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO DAN HASIL SELEKSI IN VITRO 54 V. VARIAN KUALITATIF DAN KUANTITATIF KACANG TANAH HASIL KULTUR IN VITRO DAN HASIL SELEKSI IN VITRO Abstrak Kultur jaringan yang melibatkan fase kalus dapat menginduksi variasi somaklonal, yang intensitasnya

Lebih terperinci

BAB IX PEMBAHASAN UMUM

BAB IX PEMBAHASAN UMUM 120 BAB IX PEMBAHASAN UMUM Salah satu penyebab rendahnya produktivitas serat abaka antara lain karena adanya penyakit layu Fusarium atau Panama disease yang ditimbulkan oleh cendawan Fusarium oxysporum

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS FILTRAT KULTUR DAN IDENTIFIKASI EMBRIO SOMATIK DAN KECAMBAH KACANG TANAH KULTIVAR LOKAL BIMA PADA FILTRAT KULTUR CENDAWAN Fusarium sp

EFEKTIVITAS FILTRAT KULTUR DAN IDENTIFIKASI EMBRIO SOMATIK DAN KECAMBAH KACANG TANAH KULTIVAR LOKAL BIMA PADA FILTRAT KULTUR CENDAWAN Fusarium sp 147 EFEKTIVITAS FILTRAT KULTUR DAN IDENTIFIKASI EMBRIO SOMATIK DAN KECAMBAH KACANG TANAH KULTIVAR LOKAL BIMA PADA FILTRAT KULTUR CENDAWAN Fusarium sp EFFECTIVENESS OF CULTURE FILTRATE AND IDENTIFICATION

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kandungan karbondioksida mengakibatkan semakin berkurangnya lahan. subur untuk pertanaman padi sawah (Effendi, 2008).

I. PENDAHULUAN. kandungan karbondioksida mengakibatkan semakin berkurangnya lahan. subur untuk pertanaman padi sawah (Effendi, 2008). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk yang semakin bertambah pesat setiap tahunnya justru semakin memperparah permasalahan di bidang pertanian. Bukan hanya dari tingkat kebutuhan beras yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) termasuk sayuran buah yang tergolong tanaman semusim, tanaman ini biasanya berupa semak atau perdu dan termasuk kedalam

Lebih terperinci

INDUCTION MUTATION WITH GAMMA RAY IRRADIATION AND IN VITRO SELECTION OF PEANUT SOMATIC EMBRYO, CV LOCAL BIMA THAT POLYETHYLENE GLYCOL TOLERANT

INDUCTION MUTATION WITH GAMMA RAY IRRADIATION AND IN VITRO SELECTION OF PEANUT SOMATIC EMBRYO, CV LOCAL BIMA THAT POLYETHYLENE GLYCOL TOLERANT INDUKSI MUTASI DENGAN IRADIASI SINAR GAMMA DAN SELEKSI IN VITRO UNTUK IDENTIFIKASI EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH CV. LOKAL BIMA YANG TOLERAN PADA MEDIA POLIETILENA GLIKOL INDUCTION MUTATION WITH GAMMA RAY

Lebih terperinci

Seleksi In Vitro Embrio Somatik Kacang Tanah pada Medium dengan Polietilen Glikol untuk Simulasi Kondisi Cekaman Kekeringan

Seleksi In Vitro Embrio Somatik Kacang Tanah pada Medium dengan Polietilen Glikol untuk Simulasi Kondisi Cekaman Kekeringan Seleksi In Vitro Embrio Somatik Kacang Tanah pada Medium dengan Polietilen Glikol untuk Simulasi Kondisi Cekaman Kekeringan Enni Suwarsi Rahayu 1), Satriyas Ilyas 2) dan Sudarsono 2) * 1) Lab Biologi Molekuler

Lebih terperinci

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif). PEMBAHASAN UMUM Sorgum merupakan salah satu tanaman serealia yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap kekeringan sehingga berpotensi untuk dikembangkan di lahan kering masam di Indonesia. Tantangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Varietas Kedelai (1) Varietas Burangrang Varietas Burangrang berasal dari segregat silangan alam, diambil dari tanaman petani di Jember, Seleksi lini murni, tiga generasi asal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian yang penting dan banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah cabai memiliki aroma, rasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hipogea L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup penting. Komoditas kacang tanah diusahakan 70% di lahan kering dan hanya 30% di

Lebih terperinci

Analisis stomata Analisis stomata dilakukan dengan cara mengambil sampel daun nilam yang diambil dari masing-masing nomor somaklon yang dikategorikan peka dan toleran. Daun yang diambil adalah daun ketiga

Lebih terperinci

Halimursyadah et al. (2013) J. Floratek 8: 73-79

Halimursyadah et al. (2013) J. Floratek 8: 73-79 Halimursyadah et al. (213) J. Floratek 8: 73-79 PENGGUNAAN POLYETHYLENE GLYCOLE SEBAGAI MEDIA SIMULASI CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BEBERAPA VARIETAS BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogaea

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo 3 TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo Padi gogo adalah budidaya padi di lahan kering. Lahan kering yang digunakan untuk tanaman padi gogo rata-rata lahan marjinal yang kurang sesuai untuk tanaman. Tanaman padi

Lebih terperinci

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

Keragaman Somaklonal. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Keragaman Somaklonal Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP Mekanisme Terjadinya Keragaman Somaklonal Keragaman somaklonal adalah keragaman genetik tanaman yang terjadi sebagai hasil kultur

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Bakteri Kitinolitik Kitin adalah polimer kedua terbanyak di alam setelah selulosa. Kitin merupakan komponen penyusun tubuh serangga, udang, kepiting, cumi-cumi, dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L) merupakan salah satu sumber pangan yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati. Berdasarkan luas pertanaman, kacang

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis

BAB I. PENDAHULUAN. mempunyai nilai gizi cukup tinggi (Simatupang et al., 2005). Di antara jenis 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas pangan utama ketiga setelah padi dan jagung. Komoditas kedelai saat ini tidak hanya diposisikan sebagai bahan pangan dan bahan baku

Lebih terperinci

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya 55 5 DISKUSI UMUM Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

iii ABSTRACT ABDUL KADIR. Induction of somaclone variation through gamma irradiation and in vitro selection to obtain drought tolerance patchouly.

iii ABSTRACT ABDUL KADIR. Induction of somaclone variation through gamma irradiation and in vitro selection to obtain drought tolerance patchouly. iii ABSTRACT ABDUL KADIR. Induction of somaclone variation through gamma irradiation and in vitro selection to obtain drought tolerance patchouly. Under the supervision of Surjono H. Sutjahjo as a Promotor,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG A. DEFINISI PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG Pengairan dilakukan untuk membuat keadaan kandungan air dalam tanah pada kapasitas lapang, yaitu tetap lembab tetapi tidak becek.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman tomat memiliki daerah penyebaran yang cukup luas, mulai dataran tinggi sampai dataran rendah. Data dari BPS menunjukkan rata-rata pertumbuhan luas panen, produktivitas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija yang berguna untuk bahan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Selain itu, kacang tanah merupakan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium Pisang merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMULIAAN KACANG TANAH DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR *)

PERKEMBANGAN PEMULIAAN KACANG TANAH DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR *) PERKEMBANGAN PEMULIAAN KACANG TANAH DI INSTITUT PERTANIAN BOGOR *) (CURRENT STATUS OF PEANUT BREEDING AT BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY) Yudiwanti 1**, Sudarsono 1, Heni Purnamawati 1, Yusnita 2, Dwi Hapsoro

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI OLEH : MUTIA RAHMAH AET-PEMULIAAN TANAMAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SELEKSI INDIVIDU TERPILIH PADA TANAMAN KEDELAI (Glycine maxl.merrill) GENERASI M 5 BERDASARKAN KARAKTER PRODUKSI TINGGI DAN TOLERAN PENYAKIT BUSUK PANGKAL BATANG Athelia rolfsii(curzi) SKRIPSI OLEH : MUTIA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kacang Hijau secara Umum Tanaman kacang hijau termasuk famili Leguminosae yang banyak varietasnya. Secara morfologi tanaman kacang hijau tumbuh tegak. Batang kacang hijau berbentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas Benih 2.1.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai

II.TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai 9 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Taksonomi tanaman padi menurut Tjitrosoepomo (2004) adalah sebagai berikut : Regnum Divisio Sub Divisio Class Ordo Family Genus : Plantae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L]. Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan dengan kandungan protein nabati yang tinggi dan harga yang relatif murah. Kedelai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu dari enam komoditas terpenting di dunia. Sebagai tanaman kacang-kacangan sumber protein dan lemak nabati,

Lebih terperinci

disukai masyarakat luas karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita, 2010). Pengembangan anggrek

disukai masyarakat luas karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi dalam kondisi aseptik secara in vitro (Yusnita, 2010). Pengembangan anggrek I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan dengan keragaman varietas dan jenis tanaman hortikultura, misalnya tanaman anggrek. Anggrek merupakan tanaman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN

BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN BIOTEKNOLOGI TERMINOLOGI DAN MACAM KULTUR JARINGAN PEMBAGIAN KULTUR JARINGAN Kultur organ (kultur meristem, pucuk, embrio) Kultur kalus Kultur suspensi sel Kultur protoplasma Kultur haploid ( kultur anther,

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH:

UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: UJI KETAHANAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) HASIL RADIASI SINAR GAMMA (M 2 ) PADA CEKAMAN ALUMINIUM SECARA IN VITRO SKRIPSI OLEH: Dinda Marizka 060307029/BDP-Pemuliaan Tanaman PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN

PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN 0 PENGARUH UMUR FISIOLOGIS KECAMBAH BENIH SUMBER EKSPLAN (Leaflet) TERHADAP INDUKSI EMBRIO SOMATIK DUA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) SECARA IN VITRO Oleh Diana Apriliana FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi (Varietas Ciherang) Padi merupakan kebutuhan vital bagi manusia Indonesia sehari-hari, disebabkan setiap hari orang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok. Untuk menjaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) memiliki peran strategis dalam pangan nasional sebagai sumber protein dan minyak nabati, dalam setiap 100 g kacang tanah mentah mengandung

Lebih terperinci

VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO ABAKA (Musa textilis Nee) UNTUK KETAHANAN TERHADAP LAYU FUSARIUM RULLY DYAH PURWATI

VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO ABAKA (Musa textilis Nee) UNTUK KETAHANAN TERHADAP LAYU FUSARIUM RULLY DYAH PURWATI VARIASI SOMAKLONAL DAN SELEKSI IN VITRO ABAKA (Musa textilis Nee) UNTUK KETAHANAN TERHADAP LAYU FUSARIUM RULLY DYAH PURWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 SURAT PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber : 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Penyebab Penyakit Jamur penyebab penyakit rebah semai ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Fungi : Basidiomycota : Basidiomycetes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama proteinnya (35-38%) hampir mendekati protein

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Kedelai Pada awalnya kedelai dikenal dengan beberapa nama botani yaitu Glycine soja atau Soja max, tetapi pada tahun 1984 telah disepakati nama botani yang

Lebih terperinci

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN

PENGAIRAN KEDELAI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PUSAT PELATIHAN PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGAIRAN KEDELAI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGAIRAN KEDELAI Tujuan Berlatih

Lebih terperinci

EFFECTIVENESS OF POLYETHYLENE GLYCOL AND MANITOL AS IN VITRO SELECTIVE AGENS FOR DROUGHT STRESS AGAINST PEANUT SOMATIC EMBRYO GROWTH

EFFECTIVENESS OF POLYETHYLENE GLYCOL AND MANITOL AS IN VITRO SELECTIVE AGENS FOR DROUGHT STRESS AGAINST PEANUT SOMATIC EMBRYO GROWTH 30 EFEKTIVITAS POLIETILENA GLIKOL DAN MANITOL SEBAGAI AGENS PENYELEKSI IN VITRO UNTUK CEKAMAN KEKERINGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EMBRIO SOMATIK KACANG TANAH EFFECTIVENESS OF POLYETHYLENE GLYCOL AND MANITOL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein nabati yang relatif murah. Biji kedelai kaya protein dan lemak

I. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein nabati yang relatif murah. Biji kedelai kaya protein dan lemak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman penting di Indonesia karena merupakan sumber protein nabati yang relatif murah. Biji kedelai kaya protein dan

Lebih terperinci

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan

tidak dipengaruhi oleh jumlah eksplan awal. Tetapi tahapan fase stasioner dari akar transgenik yang ditanam lebih cepat tercapai pada kultur dengan KULTUR AKAR TRANSGENIK DARI Trichosanthes cucumerina L.: BEBERAPA FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PRODUKSI BIOMASSA DAN HASIL PROTEIN TOTAL, SERTA AKTIVITAS ANTICENDAWAN DARI PROTEIN ASAL AKAR TRANSGENIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Polietilen Glikol atau dengan nama IUPEC Alpha-Hydro-Omega- (inert) dengan berat molekul antara Da (Jecfa,1987).

TINJAUAN PUSTAKA. Polietilen Glikol atau dengan nama IUPEC Alpha-Hydro-Omega- (inert) dengan berat molekul antara Da (Jecfa,1987). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Polietilen Glikol (PEG) 1. Sifat Kimia Polietilen Glikol atau dengan nama IUPEC Alpha-Hydro-Omega- Hydroxypoly (oxy-1,2-ethanadiol) merupakan senyawa dengan rumus kimia (C 2 H 4

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine soya/ Glycine max L.) berasal dari Asia Tenggara dan telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah ditanam di negara tersebut dan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 ABSTRAK MIFTAHUL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 39 PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi 3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN

METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN i METODE DAN KARAKTER SELEKSI TOLERANSI GENOTIPE JAGUNG TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN ROY EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan terhadap proses induksi akar pada eksplan dilakukan selama 12 minggu. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan dan pengaruh pada setiap perlakuan yang diberikan.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah

BAB I PENDAHULUAN. dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kacang tanah (Arachis hypogea. L) merupakan tanaman yang berasal dari daerah Brasilia (Amerika Selatan). Sejak awal abad ke-17 kacang tanah telah dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan lahan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan lahan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Lahan Kering dan Potensinya di Bali Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah digenangi air atau tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. diolah menjadi makanan seperti kue, camilan, dan minyak goreng. kacang tanah dari Negara lain (BPS, 2012). 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu sumber protein nabati yang penting karena mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi. Manfaat yang dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Padi sudah dikenal sebagai tanaman pangan penghasil beras sejak jaman prasejarah.

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. divisio: Spermatophyta, subdivisio: Angiospermae, class: Dycotyledonae, subclass:

TINJAUAN PUSTAKA. divisio: Spermatophyta, subdivisio: Angiospermae, class: Dycotyledonae, subclass: TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Cabai Sistematika tanaman cabai dalam botani tanaman yaitu, kingdom: Plantae, divisio: Spermatophyta, subdivisio: Angiospermae, class: Dycotyledonae, subclass: Metachlamydeae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum Kacang Tanah. Kacang tanah (Arachis hypogaea,l.) merupakan tanaman polong-polongan atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum Kacang Tanah. Kacang tanah (Arachis hypogaea,l.) merupakan tanaman polong-polongan atau TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea,l.) merupakan tanaman polong-polongan atau legume yang berasal dari Amerika Selatan yang merupakan legume kedua yang terpenting

Lebih terperinci

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang AgroinovasI Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale. L.) merupakan salah satu tanaman

Lebih terperinci

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!!

WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! WASPADA PENYAKIT Rhizoctonia!! I. Latar Belakang Luas areal kebun kopi di Indonesia sekarang, lebih kurang 1,3 juta ha, sedangkan produksi kopi Indonesia sekarang, lebih kurang 740.000 ton dengan produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi 5 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi Tanaman padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam famili Graminae yang ditandai dengan batang yang tersusun dari beberapa ruas. Ruas-ruas ini merupakan bumbung kosong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci