ARTIKEL. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum OLEH TIARA OKTARINIE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARTIKEL. Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum OLEH TIARA OKTARINIE"

Transkripsi

1 ARTIKEL KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW TERHADAP SURAT KEPUTUSAN BERSAMA NOMOR 047/KMA/SKB/IV/ /SKB/P.KY/IV/2009 BERKAITAN DENGAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum OLEH TIARA OKTARINIE BAGIAN HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG

2 2

3 KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW TERHADAP SURAT KEPUTUSAN BERSAMA NOMOR 047/KMA/SKB/IV/ /SKB/P.KY/IV/2009 BERKAITAN DENGAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Tiara Oktarinie 1, Nurbeti 1, Sanidjar Pebrihariati 1 1 Study Program of Legal Studies University of Bung Hatta tiara.oktarinie@rocketmail.com ABSTRACT The Republic of Indonesia, which holds the Judicial Power is the Supreme Court and the Constitutional Court. In 2011 the Supreme Court hear and determine Judicial Application of the Joint Decree issued by the Chief Justice and Chairman of the Judicial Commission. The formulation of the problem in this study include: (1) How to Conduct Authority of Supreme Court in the Judicial Review of the Joint Decree of the Chief Justice and Chairman of the Judicial Commission of the Code of Ethics and Code of Conduct of Judges? (2) How do the parties Legal Standing Judicial Review? (3) How to Position Joint Decree of the Chief Justice and Chairman of the Judicial Commission in the Sort Order Regulation Legislation Under Law No. 12 of 2011?. The method use is the Normative Research Method, and Data Sources are using Secondary Data Sources. Data collection technique used is Study Documents. Data analysis used is qualitative analysis. Conclusion of Results: (1) the Supreme Court has the right to test the material with the Joint Decree accepting the petition filed by the Petitioners. (2) Legal Standing of the parties conducting the judicial review contained in Decision Number 36 P/HUM/2011 the Supreme Court of the Judicial Review Application. (3) The seat of the Joint Decree on Rules of Order Regulation Legislation Under Law No. 12 of 2011 of the decree of its formation on the orders of Law or Regulation Legislation higher. Keywords: Authority, Supreme Court, Judicial Review. Pendahuluan Di Negara Republik Indonesia yang memegang kekuasaan kehakiman ialah Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi yang bebas dari pengaruh cabang-cabang lainnya. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi merupakan lembaga Negara yang 3 1 dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 24 Ayat (2) yang menyatakan : Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum,

4 Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pada Tahun 2011 Mahkamah Agung memeriksa dan memutus permohonan Uji Materi terhadap Surat Keputusan Bersama yang dikeluarkan oleh Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Dalam mengadili sebuah perkara tentu harus terdapat hakim yang bijaksana, jujur, dan amanah. Berkaitan dengan Surat Keputusan Bersama yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung pertanyaan dalam aturan hukum apakah surat keputusan bersama termasuk dalam Tata Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia, karena dalam teori nya hal yang bisa di Uji Materi hanya Produk Peraturan Perundang-Undangan. Dalam hal Uji Materi tersebut Mahkamah Agung merupakan pihak yang menguji produknya sendiri. Didalam produk hukum yang mengikat umum itu, tidak ada lagi yang namanya Keputusan. Dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan, Bab 4 2 XII Ketentuan Penutup Pasal 56 menyatakan: Semua Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Gubernur, Keputusan Bupati/ Wali kota, atau keputusan pejabat lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 yang sifatnya mengatur, yang sudah ada sebelum undang-undang ini berlaku, harus dibaca peraturan, sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini. Di dalam Surat Keputusan Bersama Nomor 047/KMA/SKB/IV/ /SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim ini lahir dari materi muatan 8.1, 8.2, 8.3, 8.4, serta 10,1, 10.2, 10.3, dan 10.4 Surat Keputusan Bersama yang jelas-jelas bukan materi Norma Etik dan/atau Norma Perilaku, melainkan berisi Norma Hukum, yakni Norma Hukum Acara termasuk di dalamnya asas-asas peradilan dan asas-asas umum peradilan yang baik yang mengikat hakim dalam proses peradilan. Hal ini tentu bertentangan dengan Pasal 32A Ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 dan Pasal 40 Ayat (2), Pasal 41 Ayat (1) huruf b dan Pasal 41 Ayat (3) serta Pasal 43 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

5 Profesi Hakim memiliki Sistem Etika yang mampu menciptakan disiplin tata kerja dan menyediakan garis batas tata nilai yang dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk menyelesaikan tugasnya dalam menjalankan fungsi dan mengemban profesinya. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini merupakan panduan keutamaan moral bagi hakim, baik dalam menjalankan tugas profesinya maupun dalam hubungan kemasyarakatan di luar kedinasan. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti dengan judul KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MELAKUKAN JUDICIAL REVIEW TERHADAP SURAT KEPUTUSAN BERSAMA NOMOR 047/KMA/SKB/IV/ /SKB/P.KY/IV/2009 BERKAITAN DENGAN TATA URUTAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penulisan ini adalah : 1. Bagaimana Kewenangan Mahkamah Agung dalam Melakukan Judicial Review terhadap Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial tentang 5 3 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim? 2. Bagaimana Legal Standing pihak yang melakukan Judicial Review? 3. Bagaimana Kedudukan Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial dalam Tata Urutan Peraturan Perundang- Undangan Berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011? Metode Penelitian Dalam proposal ini peneliti melakukan penelitian dengan Metode Penelitian Hukum Normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum, perbandingan hukum serta sejarah hukum. Dalam Hukum Normatif, pengelolaan data hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematik hukum terhadap bahan-bahan hukum yang telah ada. Dalam penelitian ini penulis menggunakan Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh peneliti dari atau secara tidak langsung melalui perantara, seperti: 1) Bahan Hukum Primer, terutama peraturan perundang-undangan seperti:

6 a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun b. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 Jo Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi. c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. d. Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Serta konsep-konsep dan teori yang bersifat umum dan relevan dengan topik masalah. 2) Badan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer, berupa buku-buku teks, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum yang berhubungan dengan topik masalah yang dikaji. 1 3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap Bahan Primer dan Sekunder yaitu berupa Kamus Hukum, Kamus Bahasa Indonesia, Koran, Tabloid, Majalah dan artikel-artikel internet yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini. Dalam hal ini peneliti menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia, serta beberapa artikel yang dikutip dari Internet. 2 Hasil Penelitian dan Pembahasan Adapun hasil penelitian yaitu : 1. Kewenangan Mahkamah Agung dalam Melakukan Judicial Review terhadap Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Berdasarkan Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 20 Ayat (2)b dan Ayat (3) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman jo Pasal 31 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo Pasal 31A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Mahkamah Agung berwenang menguji Peraturan Perundang-Undangan di 1 Bambang Sungguno, 2013, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm Ibid, hlm 42

7 bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang. Di dalam Putusan Nomor 36 P/HUM/2011 yang di keluarkan oleh Mahkamah Agung, yang menjawab permohonan keberatan Hak Uji Materil dari pemohon yang menyatakan: Dalam Azas Nemo Judex in Rex Sua yang bermakna bahwa tidak seorang pun dapat menjadi hakim atau mengadili hal yang menyangkut dirinya sendiri, Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut: a. Hakim tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukumnya tidak ada, atau hukumnya kurang lengkap, melainkan harus mengadilinya (Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman) b. Tidak ada Badan Peradilan lain yang berwenang secara absolute untuk menyidangkan permohonan Hak Uji Materil ini, kecuali Mahkamah Agung. c. Secara logika Hukum, seharusnya yang khawatir terlanggar asas Nemo Judex In Rex Sua ini adalah Para Pemohon Hak Uji Materil karena diasumsikan bahwa Hakim tidak dapat berlaku netral dan akan memihak Mahkamah Agung 7 5 (Termohon I) In Casu, Para Pemohon Hak Uji Materil tidak menaruh keberatan dan tidak khawatir terlanggarnya asas nemo judex in rex sua, tetapi justru Termohon II (Komisi Yudisial) yang berkeberatan, padahal kepentingan paralel (sama) dengan Termohon I (Mahkamah Agung) yaitu agar Permohonan Hak Uji Materil tersebut ditolak. d. Objek sengketa ini yaitu Surat Keputusan Bersama tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim pada hakekatnya bukanlah produk hukum yang dibuat sendiri oleh Mahkamah Agung melainkan bersama-sama dengan badan lain yaitu Komisi Yudisial, sehingga tidaklah tepat apabila dikatakan asas nemo judex in rex sua dalam kasus ini dapat diartikan sebagaimana yang dimaksudkan bahwa Mahkamah Agung dilarang memeriksa dan mengadili produk hukumnya sendiri, karena yang diperiksa ini merupakan produk bersama dengan badan lain. Dimana tidak semata-mata produk Mahkamah Agung sendiri dan harus bertanggung jawab sendiri. e. Berdasarkan rangkaian alasan/pertimbangan a s/d d tersebut

8 di atas, maka keberatan Termohon II (Komisi Yudisial) terhadap terlanggarnya asas Nemo Judex In Rex Sua tidak beralasan nalar yang sehat (common sense) sehingga harus ditolak, dan karenanya dari segi formil atau prosedural Permohonan Hak Uji Materil adalah cukup beralasan dan dapat diterima. 2. Legal Standing Pihak yang Melakukan Judicial Review Pemohon baik secara sendirisendiri maupun bersama-sama adalah kelompok masyarakat atau perorangan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materil. kedudukan hukum para Pemohon terdapat dalam Putusan Nomor 36 P/HUM/2011 tentang Permohonan Keberatan Hak Uji Materil terhadap Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/ /SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Setelah permohonan tersebut diterima oleh Termohon I Mahkamah Agung, maka Kepaniteraan Mahkamah Agung membalas gugatan Pemohon dan menyatakan bahwa SKB tersebut berlaku secara sah berdasarkan hukum 8 6 dan harus dipatuhi serta dilaksanakan oleh seluruh hakim di jajaran kekuasaan kehakiman. Dari jawaban Termohon II (Komisi Yudisial) menyebutkan bahwa permohonan keberatan tersebut tidak sah atau ditolak karena SKB tersebut merupakan untuk profesi khusus yaitu hakim saja bukan untuk profesi Advokat seperti Para Pemohon, dan Termohon II juga menyebutkan bahwa SKB itu sudah sah dan dapat dilaksanakan untuk Profesi Hakim. Dalam jawaban Termohon II juga menyebutkan bahwa keputusan bersama ini dibuat oleh Mahkamah Agung dan Keputusan Bersama ini juga menjadi pedoman untuk Mahkamah Agung dalam mengawasi Hakim. Dalam hal ini, berlaku azas nemo judex in causa sua yaitu Mahkamah Agung tidak berwenang mengadili sengketa ini karena Mahkamah Agung sendiri terlibat didalamnya. 3. Kedudukan Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial dalam Tata Urutan Perundang-Undangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Surat Keputusan Bersama terus dipertanyakan kedudukannya di dalam

9 Tata Urutan Perundang-Undangan. Seperti yang diketahui dalam Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Hirarki Perundang-Undangan jelas tidak ada Surat Keputasan Bersama di dalam Tata Urutan Perundang-Undangan. Akan tetapi, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan, bahwa tidak mesti dengan penamaan peraturan saja tetapi mencakup pula penamaan atau penyebutan lain-lain, termasuk Surat Keputusan Bersama sepanjang keberadaannya diperintahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dan dibuat oleh lembaga yang berwenang. Dalam perkara ini yang membuat Surat Keputusan Bersama ini ialah Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial. Simpulan 1. Kewenangan Mahkamah Agung dalam Melakukan Judicial Review terhadap Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah Berdasarkan Pasal 24 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 jo Pasal 31 Undang-Undang Nomor Tahun 2004 jo Pasal 31A Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Mahkamah Agung berwenang menguji Peraturan Perundang- Undangan di bawah Undang- Undang terhadap Undang-Undang 2. Legal Standing pihak yang melakukan Judicial Review adalah Pemohon baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama adalah kelompok masyarakat atau perorangan sebagaimana dimaksud oleh Pasal 1 Ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2011 tentang Hak Uji Materil. Kedudukan hukum para Pemohon terdapat dalam Putusan Nomor 36 P/HUM/2011 tentang Permohonan Keberatan Hak Uji Materil terhadap Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 047/KMA/SKB/IV/ /SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. 3. Kedudukan Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial dalam Tata Urutan Peraturan Perundang- Undangan Berdasarkan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah SKB tersebut

10 pembentukannya berdasarkan perintah Undang-Undang atau Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi. Sehingga karenanya SKB tersebut bersifat derivatif dari suatu Undang-Undang. Saran Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan, penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Agar Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial sependapat dalam mengambil keputusan dalam membahas aturan untuk profesi hakim agar tidak terjadi penyimpangan dari aturan yang lebih tinggi. 2. Agar legal standing atau kedudukan hukum pihak yang melakukan Judicial Review tidak perlu dipertanyakan lagi, karena sudah jelas terdapat dalam Putusan Nomor 36 P/HUM/2011. Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada Ibu Nurbeti SH., MH., selaku Pembimbing I, sekaligus sebagai Wakil Dekan Fakultas Hukum, dan Ibu Dr. Sanidjar Pebrihariati R, SH., MH., selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan nasehat maupun saran dalam menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Dwi Astuti Palupi, SH., MH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. 2. Bapak Suamperi, SH., MH., selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara Universitas Bung Hatta sekaligus Penguji 2, Bapak Drs. Suparman Khan, M.Hum., selaku Penguji 1 dan Ibu Resma Bintani Gustaliza, S.H., M.H., selaku Penguji 3 3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, yang telah banyak memberi ilmu selama penulis belajar di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta serta Bapak dan Ibu Karyawan dan Karyawati Fakultas Hukum yang telah membantu. 4. Untuk kedua Orang Tua saya Papa Chairil Anwar dan Mama Arfia, dan Abang Ilham Chairil, serta Keluarga Besar Kedua Orang Tua saya yang tak lelah membimbing, memberikan do a dan semangat kepada penulis 10 8

11 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Bambang Sungguno, 2013, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. Dani Elpah, 2014, Masalah Legal Standing Dalam Putusan Hak Uji Materil Mahkamah Agung Tahun 2012 s.d 2014, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI, Jakarta. Hendarmin Ranadireksa, 2007, Visi Bernegara Arsitektur Konstitusi Demokrasi, Fokusmedia, Bandung. Jimly Asshiddiqie, 2010, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang Cet-1, Sinar Grafika, Jakarta., 2011, Kontitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta., 2012, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang Cet-2, Salemba Empat, Jakarta. Inu Kencana Syafiie, 2002, Sistem Pemerintahan Indonesia (cet.kedua),rajawali Pers, Jakarta. Kansil C.S.T dan Christine, 2008, Sistem Pemerintahan Indonesia (Edisi Revisi), Rajawali Pers, Jakarta., 2011, Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara, Rajawali Pers, Jakarta. Ni matul Huda, 2006, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Miriam Budiardjo, 1998, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Moh Mahfud MD, 2009, Konstitusi Dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta., 2011, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi (cet-2), Rajawali Pers, Jakarta., 2014, Politik Hukum, Rajawali Pers, Jakarta. Soerjono Soekanto, 2013, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers, Jakarta. Suherman Toha, 2011, Eksistensi Surat Keputusan Bersama Dalam Penyelesaian Konflik Antar Dan Intern Agama, Badan Pembinaan Hukum Nasional Dan HAM Kementrian RI, Jakarta. B. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 11 9

12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Surat Keputusan Bersama Nomor 047/KMA/SKB/IV/ /SKB/P.KY/IV/2009 Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Putusan Nomor 36 P/HUM/2011 Mahkamah Agung tentang Permohonan Hak Uji Materil Surat Keputusan Bersama tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Rossy Nurcholida, Tingkatan Lembaga Peradilan I Indonesia, /2012/12/tingkatan-lembagaperadilan-di-indonesia_18.html, di akses tgl 22 Januari C. Sumber Lainnya Diana Kusumasari, Syarat dan Tata Cara Pengajuan Judicial Review ke MA dan MK, detail/cl4944/judicial-review, di akses pada tanggal 22 Januari 2016 Fungsi Mahkamah Agung, pr2news.asp?bid=7, diakses pada tanggal 22 Januari 2016 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kedudukan,Kewenangan,Kewajiban Mahkamah Konstitusi, d/index.php?page=web.profilmk&i d=3, diakses pada tanggal 22 Januari

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 24C amandemen ketiga Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah panjang mengenai pengujian produk legislasi oleh sebuah lembaga peradilan (judicial review) akan terus berkembang. Bermula dari Amerika (1803) dalam perkara

Lebih terperinci

ARTIKEL. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh : FAISAL AL RIYADI

ARTIKEL. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Oleh : FAISAL AL RIYADI KAJIAN YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2/SKLN-X/2012 TENTANG SENGKETA KEWENANGAN LEMBAGA NEGARA ANTARA PRESIDEN, DPR DAN BPK ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s.

ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s. KAJIAN NORMATIF PUTUSAN ULTRA PETITA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Studi Kasus Putusan Mk Nomor 36/PUU-X/2012 Tentang Bp Migas) ARTIKEL Ditulis Kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara melakukan pengkajian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

ANALISA YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 43/PUU-XllI/2015 TERHADAP PENYELEKSIAN HAKIM DI INDONESIA ABSTRACT

ANALISA YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 43/PUU-XllI/2015 TERHADAP PENYELEKSIAN HAKIM DI INDONESIA ABSTRACT ANALISA YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 43/PUU-XllI/2015 TERHADAP PENYELEKSIAN HAKIM DI INDONESIA Sinatrya Putra 1, Sanidjar Pebrihariati R 1, Nurbeti 1 1 Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI Oleh : I Gusti Made Agus Mega Putra Ni Made Yuliartini Griadhi

Lebih terperinci

SKRIPSI KEDUDUKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG DAN KETUA KOMISI YUDISIAL TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

SKRIPSI KEDUDUKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG DAN KETUA KOMISI YUDISIAL TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM SKRIPSI KEDUDUKAN SURAT KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG DAN KETUA KOMISI YUDISIAL TENTANG KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM POSITION LETTER OF COLLECTIVE DECISION SUPREME COURT CHIEF AND JUDICIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan 1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan Peninjauan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) I. PEMOHON 1. Whisnu Sakti Buana, S.T. -------------------------------------- sebagai Pemohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas negara menegakkan hukum dan keadilan 1, dimana di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. tugas negara menegakkan hukum dan keadilan 1, dimana di dalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan dapat diartikan segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas negara menegakkan hukum dan keadilan 1, dimana di dalamnya mencakup Pengadilan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945

PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 PENGAWASAN KOMISI YUDISIAL TERHADAP KEHORMATAN KELUHURAN DAN MARTABAT PERILAKU HAKIM BERDASARKAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA 1945 Oleh: Verdinandus Kiki Afandi, Nengah Suantra, Made Nurmawati (Bagian

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA I. Buku Achmad Ali, 2012, Vol. 1 Pemahaman Awal: Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana,

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA Oleh : DJOKO PURWANTO Abstrak Wewenang Mahkamah Konstitusi secara khusus diatur

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA HASIL PERHITUNGAN SUARA PEMILIHAN KEPALA DAERAH 1 Oleh: Imam Karim 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kewenangan

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA Nomor : 03/PB/MA/IX/ /PB/P.

PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA Nomor : 03/PB/MA/IX/ /PB/P. PERATURAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA Nomor : 03/PB/MA/IX/2012 03/PB/P.KY/09/2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG

Lebih terperinci

Dapatkah Surat Keputusan Bersama MA-KY tentang Kode Etik & Pedoman Perilaku Hakim diuji materiil? Oleh :Abdul Fickar Hadjar

Dapatkah Surat Keputusan Bersama MA-KY tentang Kode Etik & Pedoman Perilaku Hakim diuji materiil? Oleh :Abdul Fickar Hadjar Dapatkah Surat Keputusan Bersama MA-KY tentang Kode Etik & Pedoman Perilaku Hakim diuji materiil? Pengantar Oleh :Abdul Fickar Hadjar SKB Ketua MA dan Ketua Komisi Yudisial No.047/KMA/SKB/IV/2009 Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

Deka Putra 1, Nurbeti 1, Suparman Khan 1, Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta.

Deka Putra 1, Nurbeti 1, Suparman Khan 1, Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta. 1 PENGAWASAN HAKIM SEBELUM DAN PASCA KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Deka Putra 1, Nurbeti 1, Suparman Khan 1, Prodi

Lebih terperinci

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014

BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 BAB III KEDUDUKAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/PUU- XII/2014 A. Latar Belakang Keluarnya SEMA No. 7 Tahun 2014 Pada awalnya SEMA dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut termaktub dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "negara Indonesia

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945 Oleh : Indah Permatasari 1 ABSTRACT The local government is given authority by the constitution to establish local regulations.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdata maupun putusan yang bersifat erga omnes seperti putusan Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. perdata maupun putusan yang bersifat erga omnes seperti putusan Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim memiliki posisi sentral dalam pengadilan. Jabatan hakim adalah jabatan berkaitan dengan hukum dan keadilan yang harus ditegakkan. 1 Putusan hakim dalam suatu perkara

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENGADILI SENGKETA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENGADILI SENGKETA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM TESIS KEWENANGAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENGADILI SENGKETA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM INDAH TRI HARYANTI No. Mhs : 125201892/PS/MIH PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keyword : Legal status, Applicant, Disputed Elections of Regional Heads, Constitutional Court ABSTRAK

ABSTRACT. Keyword : Legal status, Applicant, Disputed Elections of Regional Heads, Constitutional Court ABSTRAK KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON DALAM SENGKETA HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DI MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Ni Nyoman Wahyuni Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi Kuasa Hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HAKIM AD-HOC TERKAIT DENGAN ASPEK IMPARSIAL DALAM PRAKTEK PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

TINJAUAN TENTANG HAKIM AD-HOC TERKAIT DENGAN ASPEK IMPARSIAL DALAM PRAKTEK PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL TINJAUAN TENTANG HAKIM AD-HOC TERKAIT DENGAN ASPEK IMPARSIAL DALAM PRAKTEK PERADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh Ni Putu Inten Kusuma Yanti Tjok Istri Putra Astiti Program Kekhususan Hukum Acara Fakultas

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Afriady Putra S.,SH., S.Sos. Kuasa Hukum: Virza

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada I. PEMOHON 1. Imran, SH. (Pemohon I); 2. H. Muklisin, S.Pd. (Pemohon II); Secara bersama-sama disebut

Lebih terperinci

Oleh I Dewa Ayu Inten Sri Damayanti Suatra Putrawan Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh I Dewa Ayu Inten Sri Damayanti Suatra Putrawan Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana IMPLIKASI PUTUSAN NOMOR 34/PUU-XI/2013 MENGENAI JUDICIAL REVIEW PASAL 268 AYAT (3) TERHADAP UPAYA HUKUM LUAR BIASA PADA KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA Oleh I Dewa Ayu Inten Sri Damayanti Suatra

Lebih terperinci

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pengujian Ketentuan Penghapusan Norma Dalam Undang-Undang Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Pendahuluan Mahkamah Konstitusi memutus Perkara Nomor 122/PUU-VII/2009

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK I. PEMOHON 1. Dr. Harun Al Rasyid, S.H., M.Hum sebagai Pemohon I; 2. Hotman Tambunan, S.T., MBA.sebagai Pemohon II; 3. Dr.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan. Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik

Daftar Pustaka. Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan. Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Daftar Pustaka Buku Abdul Rasyid Thalib, Wewenang Mahkamah Konstitusi dan Implikasinya dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006 Ateng Syafrudin, Menuju Penyelenggaraan

Lebih terperinci

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PANCASILA DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM 1. Penegakan Hukum Penegakan hukum mengandung makna formil sebagai prosedur

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Pengujian Peraturan Perundang-undangan Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Materi Dasar Hukum Pengujian PUU Pengujian UU di Mahkamah Konstitusi Pengujian PUU di

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan I. PEMOHON 1. Elisa Manurung, SH 2. Paingot Sinambela, SH, MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1

Lebih terperinci

BAB III SUMBER HUKUM

BAB III SUMBER HUKUM BAB III SUMBER HUKUM A. Pengertian Sumber Hukum Adapun yang dimaksud dengan sumber hukum ialah segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan I. PEMOHON - Drs. Rusli Sibua, M.Si. ------------------------------- selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: -

Lebih terperinci

PENGUJIAN PERATURAN DESA DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PENGUJIAN PERATURAN DESA DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PENGUJIAN PERATURAN DESA DALAM SISTEM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Universitas Indonesia Timur (UIT) Makassar Email: kheldaayunitaa@gmail.com Abstract The regulation of the village is one of the types

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011)

PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011) PENERAPAN PIDANA BERSYARAT DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2591K/PID.SUS./2011) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 92/PUU-XIII/2015 Prinsip Sidang Terbuka Untuk Umum Bagi Pengujian Undang-Undang Terhadap Undang-Undang di Mahkamah Agung I. PEMOHON Forum Kajian Hukum dan Konstitusi

Lebih terperinci

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH ABSTRACT: Oleh : Putu Tantry Octaviani I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2 KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2 A B S T R A K Permohonan Grasi diajukan oleh yang dihukum bersalah kepada Kepala Negara atau Presiden yang mempunyai hak prerogatif.

Lebih terperinci

8. BERDISIPLIN TINGGI

8. BERDISIPLIN TINGGI ANOTASI HUKUM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR: 36P/HUM/2011 DALAM PERKARA PERMOHONAN HAK UJI MATERIIL TERHADAP KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG DAN KETUA KOMISI YUDISIAL NOMOR: 047/KMA/SKB/IV/2009;

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XV/2017 Hak Konstitusional Guru Dalam Menjalankan Tugas dan Kewajiban Menegakkan Disiplin dan Tata Tertib Sekolah (Kriminalisasi Guru) I. PEMOHON 1. Dasrul (selanjutnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 27/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 27/PUU-XIV/2016 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 27/PUU-XIV/2016 Upaya Hukum Peninjauan Kembali dalam Sengketa Tata Usaha Negara Mengenai Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON 1. Drs. Donatus Nimbetkendik, M. TP.,....

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBATALAN STATUS TERSANGKA DALAM PUTUSAN PRAPERADILAN Oleh : Wajihatut Dzikriyah I Ketut Suardita Bagian Peradilan, Fakultas Hukum Program Ekstensi Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

MATERIAL TESTING REGULATIONS UNDER STATUTORY LAW BY LAW NUMBER 14 OF 1985 CONCERING THE SUPREME COURT

MATERIAL TESTING REGULATIONS UNDER STATUTORY LAW BY LAW NUMBER 14 OF 1985 CONCERING THE SUPREME COURT MATERIAL TESTING REGULATIONS UNDER STATUTORY LAW BY LAW NUMBER 14 OF 1985 CONCERING THE SUPREME COURT ( Case Study Supreme Court Decision Number 48 P/HUM/2014) Bian Dwiputra Mangindaan 1, Nurbeti 1, Suamperi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) Kuasa Hukum Zenuri Makhrodji, SH, DR. (can) Saiful Anam,

Lebih terperinci

PERAN KOMISI KEJAKSAAN DALAM PENGAWASAN KINERJA KEJAKSAAN

PERAN KOMISI KEJAKSAAN DALAM PENGAWASAN KINERJA KEJAKSAAN PERAN KOMISI KEJAKSAAN DALAM PENGAWASAN KINERJA KEJAKSAAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh: KARLOS KRIANTADIPA 06 940 077 FAKULTAS HUKUM REGULER MANDIRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. DAFTAR PUSTAKA Buku: Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti. Armen Yasir, 2007. Hukum Perundang-Undangan. Bandar Lampung: Pusat Studi Universitas Lampung. Bagir

Lebih terperinci

ANALISA YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION PADA PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ARTIKEL. Oleh: AHMAD MAHMUL LUBIS

ANALISA YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION PADA PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ARTIKEL. Oleh: AHMAD MAHMUL LUBIS ANALISA YURIDIS TERHADAP DISSENTING OPINION PADA PUTUSAN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ARTIKEL Oleh: AHMAD MAHMUL LUBIS 1310012111032 Program Kekhususan Hukum Tata Negara FAKULTAS HUKUM

Lebih terperinci

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I.

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I. PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I Oleh : EIA007323 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H.

PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI. Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. PROSPEK MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PENGAWAL DAN PENAFSIR KONSTITUSI Oleh: Achmad Edi Subiyanto, S. H., M. H. Pendahuluan Ada dua sejarah besar dalam judicial review di dunia. Pertama adalah sejarah judicial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan Ketiga UUD 1945 mengamanahkan pembentukan lembaga yudikatif lain selain Mahkamah Agung (MA), yaitu Mahkmah Konstitusi (MK). Pengaturan tentang MK termaktub

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ps. 86. Dalam Praktek, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 17 Maret Legal standing..., Nur Syamsiati D., FHUI.

BAB 1 PENDAHULUAN. ps. 86. Dalam Praktek, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 17 Maret Legal standing..., Nur Syamsiati D., FHUI. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Kurang lebih empat tahun setelah terbentuknya Mahkamah Konstitsi (MK), dimana dalam perkembangan perkaranya, masih banyak kekurangan yang terdapat dalam

Lebih terperinci

NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA NILAI-NILAI POSITIF DAN AKIBAT HUKUM DISSENTING OPINION DALAM PERADILAN PIDANA DI INDONESIA Oleh : Ni Luh Kadek Rai Surya Dewi I Dewa Made Suartha Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 125/PUU-XIII/2015 Penyidikan terhadap Anggota Komisi Yudisial I. PEMOHON Dr. H. Taufiqurrohman Syahuri, S.H Kuasa Hukum Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H. dkk berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Tahun 2008, Presiden Republik Indonesia dengan kewenangannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada Tahun 2008, Presiden Republik Indonesia dengan kewenangannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada Tahun 2008, Presiden Republik Indonesia dengan kewenangannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 22 UUD 1945, mengeluarkan Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN Negara. Hak Keuangan. Fasilitas. Hakim Agung. Hakim Konstitusi. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 259). PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum 1, hal tersebut dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi

JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi Seri Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 JUDICIAL REVIEW : Antara Trend dan Keampuhan bagi Strategi Advokasi Tubagus Haryo Karbyanto, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejatien

Lebih terperinci

Penulisan Hukum (Skripsi)

Penulisan Hukum (Skripsi) PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PENGADILAN NEGERI KETAPANG DALAM PERKARA PENYIMPANAN BAHAN BAKAR MINYAK TANPA IZIN USAHA (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 167K/ Pid.Sus/ 2014) Penulisan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional Terdakwa dan/atau Mantan Narapidana Untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Drs. H. Rusli Habibie,

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 129/PUU-VII/2009 Tentang UU Kekuasaan Kehakiman, MA & MK Pengujian UU dan peraturan di bawahnya dalam satu atap I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2002 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN WEWENANG MAHKAMAH KONSTITUSI OLEH MAHKAMAH AGUNG MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci