TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Budidaya Ternak Kambing

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Budidaya Ternak Kambing"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Budidaya Ternak Kambing Ternak kambing (Capra hircus) sering diartikan sebagai ternak yang dapat membantu memecahkan masalah kemiskinan di kalangan peternak, karena kemampuannya dalam memanfaatkan hijauan dalam jumlah terbatas seperti pada lingkungan yang kritis dan kering/lahan marjinal (MacHugh & Bradley 2001). Kambing merupakan hewan pertama yang didomestikasi, diduga berasal dari Kambing liar Capra aegargus. Pada awalnya sekitar tahun yang silam di daerah Kawasan Timur Tengah manusia zaman Neolithic mulai memelihara kambing dalam jumlah kecil untuk mendapatkan susu, daging dan kotorannya sebagai bahan bakar, juga sebagai bahan untuk pakaian dan bangunan yang terbuat dari bulu, tulang, kulit dan urat daging (MacHugh et al. 2001; Zeder et al. 2000). Saat ini lebih dari 300 rumpun ternak kambing yang hidup di berbagai iklim dan ketinggian, mulai dari dataran tinggi sampai ke daerah dataran rendah. Ahli arkeologi melaporkan dua tempat yang berbeda sebagai asal dari pertama kali proses domestikasi kambing dilakukan, yaitu; Lembah Sungai Eupharate di Nevali Cori, Turki ( B.C.) dan di Pegunungan Zagros di Garj Dareh, Iran ( B.C.). Kemungkinan situs yang lain adalah Indus Basin, di daerah Mehgarh, Pakistan (9 000 B.C.) dan kemungkinan di Pusat Anatolia dan bagian utara Levant. Situs arkeologi yang lain yang penting menunjukkan adanya proses domestikasi kambing di Cayonu, Turki ( B.C.), Tell Abu Hureyra, Syria ( B.C.), Jerico, Israel (7 500 B.C.) dan Ain Ghazal, Jordan ( B.C.) (Hirst 2008). Kambing yang dipelihara (Capra aegagrus hircus) berasal dari 3 kelompok kambing liar yang telah dijinakkan, yaitu Bezoar goat atau kambing liar Eropa (Capra aegagrus), kambing liar India (Capra aegagrus blithy), dan Makhor goat atau Kambing Makhor di pegunungan Himalaya (Capra falconeri). Sebagian besar kambing yang diternakkan di Asia berasal dari keturunan Bezoar, termasuk Kambing Gunung Sumatra (Caprinae sumatraensis) atau disebut juga Kambing Gurun (Maddox & Cockett 2007). Kambing biasanya dibedakan berdasarkan letak geografis, karakteristik morfologi, dan performan produksi. Kambing berdasarkan ukuran tubuh (karakteristik morfologi) dibedakan atas tiga tipe yaitu; kambing tipe besar, tipe

2 7 sedang dan tipe kecil. Berdasarkan performan produksi kambing dibedakan atas kambing tipe perah, tipe pedaging dan tipe dwi guna (dual purpose). Saat ini usaha ternak kambing juga sangat berperan mendukung kebutuhan akan ternak Qurban bagi yang beragama Islam yang merupakan agama mayoritas di Indonesia dan juga pada aliran kepercayaan seperti agama Parmalim di Pulau Samosir dan daerah sekitar Danau Toba. Saat ini, usaha ternak secara komersial sudah berkembang di beberapa daerah di Indonesia untuk memproduksi susu kambing, dimana kualitas susu kambing mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan jenis susu ternak lainnya. Usaha ternak kambing perah berperan sekaligus menghasilkan ternak kambing potong. Keragaman Genetik Ternak Keragaman genetik terjadi tidak hanya antar rumpun tetapi juga di dalam satu rumpun yang sama, antar populasi maupun di dalam populasi. Pada spesies ternak domestik suatu identifikasi tingkat keragaman, terutama pada lokus-lokus yang mempunyai sifat bernilai penting mempunyai keterkaitan dengan seleksi dalam program pemuliaan (Handiwirawan & Subandriyo 2004; Abdullah 2008). Salah satu alat bantu yang dapat digunakan untuk mendeteksi keragaman populasi adalah DNA mitokondria dan DNA mikro satelit (Muladno 2006; Yuwono 2006) dan DNA kromosom Y segmen gen SRY. Keragaman genetik dalam populasi merupakan modal dasar aplikasi teknologi pemuliaan dalam pemanfaatan hewan. Keragaman genetik populasi yang digambarkan dalam keragaman penampilan hewan adalah refleksi informasi genetik yang dimilikinya. Perbedaan penampilan disebabkan selama proses domestikasi tipe atau rumpun-rumpun hewan terpisah secara genetik karena adanya proses adaptasi dengan masing-masing lingkungan lokal dan kebutuhan komunitas lokal sehingga dihasilkan rumpun yang berbeda (Muladno 2006). Adanya kemampuan adaptasi hewan disebabkan hewan memiliki kemampuan menghasilkan lebih dari satu alternatif bentuk morfologi, status fisiologi, dan atau tingkah laku sebagai reaksi terhadap lingkungan (Noor 2008). Lebih dari tahun yang lalu terdapat 12 spesies ternak telah didomestikasikan dan berevolusi sehingga menjadi rumpun (breed) yang secara genetik unik dan berbeda, beradaptasi terhadap lingkungan dan komunitas setempat. Saat ini terdapat sekitar rumpun ternak domestik dari

3 8 spesies yang telah terdomestikasi, bersama dengan lebih dari 80 spesies kerabat liarnya yang merupakan sumberdaya genetik ternak di bumi ini yang berperan penting untuk pangan dan produksi pertanian. Berbagai rumpun ternak yang telah berkembang dalam berbagai sistem dan lingkungan yang ada saat ini telah menghasilkan berbagai kombinasi gen yang unik. Gen-gen ini tidak hanya menentukan kualitas sifat produksi dari masing-masing rumpun, tetapi juga terhadap kemampuan adaptasinya pada perubahan kondisi lingkungan lokal termasuk makanan, ketersediaan air, iklim dan hama penyakit (FAO 2001). Berbagai macam kebutuhan manusia sehari-hari dipenuhi dari spesies ternak, dalam bentuk pangan maupun kebutuhan lainnya. Namun hanya sebagian kecil dari total keragaman genetik ternak dan kerabat liarnya, yakni sekitar 40 spesies yang memenuhi sebagian besar proporsi dari produksi ternak global. Keragaman ternak di dalam genetik ternak dan beberapa kerabat lainnya telah menjadi sumber keragaman dari rumpun dan populasi ternak. Keragaman genetik ini penting dalam pembentukan ternak modern dan akan terus berkelanjutan di masa mendatang (Subandriyo & Setiadi 2003). Sumberdaya genetik ternak sedikitnya memiliki empat manfaat, yaitu (1) keberlanjutan dan peningkatan produksi pangan; (2) memaksimumkan produktivitas lahan dan sumberdaya pertanian; (3) pencapaian pertanian berkelanjutan untuk memberikan keuntungan masa kini dan generasi rumpun ternak yang akan datang; (4) pemenuhan keanekaragaman baik yang telah maupun yang belum diketahui manfaatnya bagi kehidupan sosial masyarakat. Ketersediaan keanekaragaman genetik ternak, termasuk kambing akan mempengaruhi keberhasilan strategi pemuliaan untuk masa yang akan datang (FAO 2007). Pelestarian Sumberdaya Genetik Ternak Keragaman genetik ini penting dalam pembentukan rumpun dan populasi ternak modern dan akan terus berlanjut untuk masa mendatang. Punahnya keragaman plasma nutfah ternak tidak akan dapat diganti meskipun dengan kemajuan bioteknologi, paling tidak sampai saat ini. Negara-negara sedang berkembang pada umumnya berada pada iklim dengan perubahan temperatur yang ekstrim antara musim panas dan hujan. Pada kondisi seperti ini akan terbentuk rumpun ternak yang beradaptasi. Walaupun produktivitasnya rendah apabila dibandingkan dengan dengan rumpun yang terdapat di daerah temperate (eksotik), rumpun ternak ini memiliki daya tahan terhadap berbagai macam

4 9 penyakit; tahan terhadap fluktuasi ketersediaan dan mutu pakan dan air; tahan terhadap perubahan temperatur, kelembaban dan pengaruh iklim ekstrim lainnya. Rumpun ternak ini juga beradaptasi terhadap pemeliharaan yang kurang baik sehingga memiliki nilai yang sangat berharga untuk mengantisipasi berbagai perubahan alam dan lingkungan diwaktu yang akan datang (FAO 2007). Dengan demikian, pelestarian terhadap sumberdaya genetik ternak lokal sebagai bagian dari komponen keanekaragaman hayati adalah penting untuk memenuhi kebutuhan pangan, pertanian dan perkembangan sosial masyarakat di masa yang akan datang. Ada beberapa alasan untuk ini, antara lain: (1) lebih dari 60 persen dari rumpun-rumpun hewan ternak di dunia berada di negaranegara sedang berkembang, (2) konservasi rumpun ternak lokal tidak menarik bagi petani, (3) secara umum tidak ada program monitoring yang sistematis dan tidak tersedianya informasi deskriptif dasar sebagian besar sumberdaya genetik hewan ternak, serta (4) sedikit sekali rumpun-rumpun hewan ternak asli yang telah digunakan dan dikembangkan secara aktif (FAO 2001; 2007). Pelestarian sumberdaya genetik ternak pada dasarnya dapat dilakukan salah satu atau gabungan dari: (1) mempertahankan populasi ternak hidup baik dalam bentuk in-situ maupun ex-situ pada satu tempat tertentu, (2) penyimpanan beku (cryogenic), dan (3) penyimpanan dalam bentuk DNA. Dalam beberapa hal, mempertahankan populasi merupakan metode yang lebih praktis. Pelestarian pada ternak hidup mempunyai beberapa keuntungan antara lain; rumpun-rumpun ternak yang dilestarikan secara bertahap dapat merespon terhadap perubahan pengaruh eksternal dan memungkinkan dilakukan evaluasi kinerjanya (FAO 2007). Sumberdaya Genetik Kambing Indonesia Sumberdaya ternak kambing di Indonesia saat ini terdiri dari tiga kelompok, yakni: (1) ternak asli, (2) ternak impor, dan (3) ternak yang telah beradaptasi dalam jangka waktu lama sehingga membentuk karakteristik tersendiri (ternak lokal). Pentingnya nilai konservasi pada kelompok hewan ternak ini, beberapa rumpun ternak ini perlu dijadikan target konservasi sekaligus pemanfaatannya (Utoyo 2002). Rumpun ternak kambing di Indonesia dan rumpun kambing lainnya adalah merupakan hasil domestikasi sekitar tahun yang lampau. Kambing eksotis masuk ke Indonesia melalui daratan India

5 10 terus melalui Khyber Pass, kemudian menyebar melalui pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Jawa sampai Indonesia bagian Timur. Kambing Kacang merupakan rumpun kambing asli Indonesia, bentuk badannya kecil dengan tinggi pundak sekitar cm serta prolifik. Introduksi rumpun kambing impor Benggala dari India dimulai oleh orang-orang Arab dan kambing-kambing tersebut didatangkan melalui pelabuhan pantai utara Pulau Jawa. Mulai pada tahun didatangkan rumpun-rumpun Kambing Kashmir, Angora (Montgomey), Benggala dan Etawah untuk stasiun ternak kambing atau stasiun peternakan di Keresidenan Kedu, Solo, Yogyakarta, Banyumas, Pekalongan, Pangalengan, Padang Mangatas, Wlingi (Blitar), Sumba, dan Sumbawa. Disamping dari India pada tahun 1928 pernah pula diimpor dari Negeri Belanda yaitu Hollandse Edelgeiten (Kambing Belanda Murni). Rumpun kambing dari India selanjutnya disilangkan dengan rumpun kambing lokal Indonesia dengan cara digaduhkan atau menempatkan pejantan Etawah murni atau persilangan dengan proporsi darah Etawah yang cukup tinggi di desa-desa yang akan dikembangkan peternakan kambingnya. Hasil persilangan tersebut dikenal dengan nama Peranakan Etawah, yang proporsi darah Etawahnya sangat beragam. Selain itu juga terdapat rumpun kambing lain yang berkembang di daerah tertentu yang merupakan kambing lokal tradisional diantaranya Kambing Gembrong (di Bali), Kambing Kosta (di Banten), Kambing Bligon, Kambing Jawarandu (di Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta) dan beberapa jenis kambing lokal lainnya yang belum diidentifikasi secara ilmiah. Setelah zaman kemerdekaan diimpor atau diintroduksikan beberapa rumpun kambing, baik dalam bentuk hidup atau mani beku. Rumpun kambing yang pernah dintroduksikan antara lain Kambing Saanen dan Kambing Anglo Nubian. Bahkan akhir-akhir ini telah diintroduksikan pula Kambing Boer dari Australia yang dipersilangkan dengan Kambing Kacang atau Peranakan Etawah dalam bentuk pejantan hidup atau mani beku (Subandriyo 2004). Terjadinya persilangan antara kambing impor dengan kambing asli Indonesia (Kacang) serta adanya aklitimasi dan isolasi selama puluhan bahkan ratusan tahun di suatu lokasi tertentu dapat menyebabkan terbentuknya kelompok kambing lokal atau sub populasi dengan komposisi genetik yang unik pula. Terbentuknya galur/kelompok kambing bisa juga disebabkan terisolasinya suatu lokasi, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan genetik akibat

6 11 adanya penghanyutan genetik (random genetic drift) seperti dilaporkan Freeland (2005). Kambing Muara dijumpai di daerah Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara. Berdasarkan pada penampilannya kambing ini nampak gagah, tubuh kompak dan sebaran warna bervariasi antar warna bulu coklat kemerahan, putih dan ada juga yang berwarna bulu hitam. Bobot Kambing Muara ini lebih besar dari pada Kambing Kacang dan diduga mempunyai potensi sebagai ternak prolifik. Kambing Benggala menurut cerita dari peternak diduga merupakan hasil persilangan Kambing Black Bengal dengan kambing lokal yang diduga dibawa pendatang/pedagang dari India, Bangladesh dan Arab ke daerah sekitar Pulau Timor dan Pulau Flores di Propinsi Nusa Tenggara Timur sebelum zaman penjajahan Hindia Belanda. Selang waktu yang sudah ratusan tahun persilangan kambing tersebut mengalami proses adaptasi dengan lingkungan setempat (Batubara et al. 2007). Kambing Benggala secara umum lebih besar dari Kambing Kacang, umumnya didominasi warna hitam dan sedikit berwarna kecoklatan. Menurut FAO (2000) rumpun adalah bagian kelompok tertentu (subspecific group) dari ternak domestik dengan karakteristik eksternal yang dikenal dengan penilaian visual atau kelompok yang dipisahkan oleh geografi dan budaya secara fenotipik. Rumpun berkembang menurut perbedaan geografi dan budaya untuk memenuhi kebutuhan yang serupa dan telah diterima sebagai identitas yang terpisah. Berdasarkan adaptasi terhadap kondisi lokal rumpun dibedakan atas rumpun lokal dan rumpun introduksi. Rumpun lokal dapat dibedakan lagi atas rumpun asli (indigenous breed, native breed) adalah ternak yang berdasarkan sejarah terbukti berasal dari negara tersebut dan rumpun tradisional (rumpun lokal) adalah ternak yang sejarahnya tidak terbukti berasal dari negara tersebut tetapi selama tahun telah diternakkan di negara tersebut, terbukti mempunyai catatan silsilah selama lima generasi. Rumpun introduksi (rumpun asing, exotic, alocthonous) yang tidak berasal dari suatu negara atau tidak secara kontinu diternakkan di suatu negara lebih dari 50 tahun (Sapi, kuda) dan 30 tahun untuk ternak lainnya (FAO 2007). Penetapan dan pengakuan rumpun/galur ternak di Indonesia dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian Pertanian. Pemerintah menyusun tatacara mengenai pengujian, penilaian, penetapan dan pengakuan, pemberian nama dan

7 12 pelepasan rumpun/galur ternak. Istilah penetapan adalah sebagai bentuk pengakuan dari negara terhadap rumpun ternak yang telah ada dan dibudidayakan secara turun temurun oleh peternak dan menjadi milik masyarakat (rumpun lokal atau rumpun asli). Istilah pengakuan adalah suatu bentuk pengakuan negara terhadap rumpun dan/atau galur ternak hasil pemuliaan/ introduksi/rekayasa genetik (Puslitbangnak 2007). Sifat Kuantitatif dan Kualitatif Penampilan individu yang nampak dari luar disebut sebagai fenotipik, yang dapat dibedakan menjadi sifat kuantitatif dan kualitatif (Hardjosubroto 2001). Mabrouk et al. (2008) mengemukakan bahwa karakter kuantitatif adalah ciri-ciri dari mahluk hidup yang dapat diukur, dihitung atau diskor, misalnya ukuran-ukuran tubuh. Karakter ini ditentukan oleh banyak pasang gen (poligenik) dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Beberapa sifat kuantitatif pada ternak mempunyai hubungan satu sama lain, hubungan ini secara statistik disebut dengan korelasi. Sifat-sifat yang berkorelasi menjadi penting karena seleksi terhadap satu sifat akan menyebabkan kemajuan atau kemunduran bagi sifat lain yang berkorelasi dengan sifat tersebut (Nsoso et al. 2004). Berlawanan dengan karakter kuantitatif, karakter kualitatif adalah karakter yang pada umumnya dijelaskan dengan kata-kata atau gambar. Sifat ini sedikit sekali atau bahkan tidak ada hubungannya dengan kemampuan produksi, namun sifat ini mungkin penting sebagai penciri bagi rumpun atau tipe ternak tertentu, misalnya warna dan pola warna tubuh. Sifat ini diatur oleh satu atau beberapa pasang gen saja, dan sedikit sekali dipengaruhi oleh lingkungan (Noor 2008). Sponenberg (2004) mengemukakan bahwa tipe dasar tatawarna bulu dapat dibedakan menurut: pertama, warna yang meliputi seluruh permukaan tubuh sehingga membentuk warna seragam atau homogen atau warna tunggal; dan kedua, heterogen atau campuran. Warna heterogen ini memiliki dua tipe yang berbeda, yaitu: (a) komposit, apabila pada tubuh ditemukan bidang-bidang warna yang berbeda (spotted); dan (b) campuran, apabila bulu-bulu dari warna yang berbeda tampak secara bergantian satu dengan lainnya. Warna pada kambing umumnya diklasifikasikan kedalam warna tunggal (unicoloured) dan terpola (patterned).

8 13 Penanda Genetik Penanda adalah karakter yang dapat diwariskan dan berasosiasi dengan genotip tertentu dan digunakan untuk mengkarakterisasi genotip. Potensi penggunaan penanda sebagai alat untuk melakukan karakterisasi genetik telah dikenal sejak puluhan tahun yang lalu. Penanda ini dikategorikan atas penanda morfologi, sitologi, dan yang terbaru adalah penanda molekuler (Simianer 2006). a. Penanda Morfologi Penanda morfologi (fenotipik) merupakan penanda yang telah banyak digunakan baik dalam program genetika dasar maupun dalam program praktis pemuliaan, karena penanda ini paling mudah untuk diamati dan dibedakan. Pengukuran parameter tubuh biasa digunakan untuk menduga asal usul rumpun ternak. Ukuran-ukuran tubuh sangat berguna untuk menentukan asalusul dan hubungan filogenetik antar spesies, rumpun dan tipe ternak yang berbeda. Beberapa penelitian telah dilakukan menggunakan ukuran-ukuran tubuh untuk membedakan kelompok Kambing Tswana (Nsoso et al. 2004). Mabrouk et al. (2008) juga telah melakukan penelitian menggunakan beberapa ukuran tubuh (bobot badan, panjang badan, tinggi pundak, dalam dada, lingkar dada, tinggi pinggul, lingkar pinggul, dalam pinggul, panjang ekor, lebar ekor dan tebal ekor) sebagai peubah pembeda kelompok pada beberapa kelompok kambing lokal di Tunisia. Dossa et al. (2007) mengemukakan bahwa kesamaan fenotipik dapat menunjukkan identitas genetik, walau terdapat beberapa batasan, antara lain: fenotipik yang identik dapat disebabkan olel alel-alel yang berbeda atau oleh gen-gen pada lokus yang berbeda. Dalam hal tertentu, mungkin terdapat perbedaan dalam daya ekspresi (derajat manifestasi pada satu individu) atau oleh gen dominan (frekuensi satu sifat diekspresikan relatif terhadap sejumlah pembawa gen tertentu yang diketahui dalam satu populasi). Kemiripan fenotipik dapat juga disebabkan oleh fenokopi, yakni kemiripan satu fenotip yang diakibatkan satu genotip tertentu oleh aksi lingkungan pada genotip lainnya. Namun demikian, penanda ini memiliki kelemahan karena dipengaruhi oleh lingkungan, memperlihatkan sifat menurun dominan/resesif dan banyak yang hanya dapat diamati pada tingkat umur tertentu.

9 14 b. Penanda Molekuler Menurut Cardellino dan Boyazoglu (2009) aplikasi penanda molekuler yang paling penting adalah untuk pembuatan peta genetik, yang dapat digunakan untuk memeriksa lokasi suatu gen yang bertanggung jawab terhadap suatu sifat yang sederhana, misalnya resistensi terhadap penyakit atau sifat kuantitatif yang komplek pada kromosom. Penanda molekuler ini ada pada tingkat DNA, maka penanda ini bebas dari pengaruh-pengaruh epistasis, lingkungan dan fenotip sehingga dapat menyediakan informasi genetik yang defenitif untuk digunakan dalam mempelajari keragaman genetik, mendeteksi gen-gen major dan mempelajari sifat-sifat genetik yang komplek. Tehnik ini sangat membantu pemulia dalam melakukan studi genetik dengan ketepatan yang tinggi. Untuk mendapatkan informasi genetik dapat dilakukan dengan menggunakan penanda molekuler, seperti isozim, RFLP (restriction fragment length polymorphism), RAPD (random amplified polimorphic DNA), AFLP (amplified fragment length polymorphism) dan lain-lainnya. Penanda molekuler terbaru yang relatif mudah diamati adalah DNA mikrosatelit. DNA Mitokondria Organisme eukariot termasuk ternak domestik, sumber DNA dapat diperoleh oleh organel-organel sitoplasmik antara lain DNA mitokondria. DNA mitokondria memiliki karakteristik sebagai molekul DNA yang diturunkan secara utuh tanpa adanya rekombinasi, memiliki molekul dengan ukuran kecil/pendek yang susunannya berbeda dengan DNA inti (Lewin 2000) dan memiliki variasi basa nukleotida yang lebih tinggi dibandingkan dengan DNA inti. Tingginya variasi basa nukleotida disebabkan DNA mitokondria memiliki laju perubahan 5-10 kali lebih tinggi dibandingkan DNA inti (Muladno 2006; Fan-Bin 2007). DNA mitokondria terutama daerah D-loop, sangat baik digunakan untuk analisis keragaman hewan, baik di dalam spesies maupun antar spesies (Muladno 2006). Setiap sel mengandung satu hingga ratusan DNA mitokondria. DNA mitokondria merupakan DNA utas ganda yang berbentuk sirkuler (Freeland 2005), mengandung sejumlah gen penting untuk respirasi dan pembentukan energi sel tubuh dan fungsi lainnya, sehingga relatif lebih mudah untuk mengisolasi nukleotidanya dari genom (MacHugh & Bradley 2001). Genom mitokondria hewan berukuran relatif kecil dan terdapat dalam jumlah banyak, maka eksplorasi rumpun dan penelaahannya lebih mudah.

10 15 DNA mitokondria (mtdna) mempunyai beberapa kelebihan yang menjadikannya banyak digunakan untuk mengidentifikasi keanekaragaman genetik dan dinamika populasi. Beberapa kelebihan tersebut adalah (1) memiliki ukuran yang kompak dan relatif kecil ( pasang basa), tidak sekomplek DNA inti sehingga dapat dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh; (2) berevolusi lebih cepat dibandingkan dengan jelas perbedaan antara populasi dan hubungan kekerabatannya; (3) hanya sel telur yang menyumbangkan material mitokondria sehingga mitokondria DNA hanya diturunkan dari induk betina; dan (4) bagian-bagian dari genom mitokondria berevolusi dengan laju yang berbeda, sehingga dapat berguna untuk studi sistematika dan penelusuran kesamaan asal-usul. DNA mitokondria telah banyak digunakan sebagai penanda molekul untuk studi genetika populasi, penelusuran asal-usul dan pelacakan beberapa penyakit degeneratif, penuaan serta kanker (Wandia 2001). DNA mitokondria telah dikarakterisasi dengan lebih baik pada sebagian besar ternak dan telah digunakan untuk studi evolusi (Freeland 2005). Tingkat evolusi dari suatu gen atau bagian DNA yang berbeda merupakan faktor penting yang menentukan penggunaan penanda DNA dalam studi sistematika dan biogeografi. Umumnya, gen-gen yang terkonservasi dengan baik (berevolusi lambat) dapat dijadikan dasar penelusuran asal-usul atau filogeni. Sebaliknya, gen-gen yang tidak terkonservasi dengan baik (berevolusi cepat) dapat digunakan untuk perbandingan galur-galur baru (Chen et al. 2005). DNA mitokondria hewan secara umum memiliki jumlah dan jenis gen yang sama yaitu 13 daerah yang mengkode protein (URF1, URF2, URF3, URF4, URF5, URF6, URF6L, URF4L, Cytochrome Oxidase unit I, Cytochrome Oxidase unit II, Cytochrome Oxidase unit III, Cytochrome b dan ATPase 6); 2 gen pengkode rrna yaitu 12S rrna dan 16S rrna; 22 gen pengkode trna (Freeland 2005). Perkembangan sekarang ini ke-8 URF adalah diidentifikasi menjadi gen-gen 7 sub unit NADH-dehidrogenase (ND 1-6 dan ND 4L) dan sisa ATPase 8 (Lewin 2000). Daerah bukan pengkode, hanya terdiri atas daerah kontrol (control region) yang memegang peranan penting dalam proses transkripsi dan replikasi genom mitokondria. Pada mamalia, daerah bukan pengkode meliputi daerah bukan pengkode utama yang merupakan tempat awal replikasi H strand (OH). Daerah bukan penyandi utama terletak pada wilayah dislacement loop (D-loop region). Bagian lainnya adalah daerah bukan

11 16 pengkode segmen minor yaitu tempat awal replikasi L strand (OL) yang terletak pada gugus gen trna antara gen CO I dan ND 2. Gambar 2 Skema genom daerah D-loop kambing (Sumber : Freeland 2005) DNA Kromosom Y Penentuan jenis kelamin laki-laki pada manusia tergantung dari aktivitas yang disebut testis determining factor yang terdiri dari exon tunggal dan dikodekan oleh gen SRY. Karakteristik dari daerah kotak SRY-HMG merupakan target ideal untuk pengembangan dari uji penentuan jenis kelamin berdasarkan DNA (Prashant et al. 2008). Mutasi pada gen SRY berperan menentukan XY Gonadal Dysgenesis (XYGD). Fenotip XYGD yang telah dilaporkan antara lain pada manusia (Cohen dan Shaw 1965), kuda (Power 1986), sapi (Kawakura et al. 1996) dan kerbau rawa (Iannuzzi et al. 2001)

12 17 Sampai saat ini hanya sekitar 15-20% kasus yang ditemukan bermutasi (McElreavey 1996) sementara sebagian besar lainnya masih belum diketahui faktor apa yang mempengaruhinya (Veiteia et al. 2001). Gen SRY bersifat nonrekombinan pada bagian Y kromosom, sehingga sekuen gen ini dapat digunakan untuk menganalisis dan menyelidiki proses evolusi dan asal usul dari individu secara paternal atau menurut garis keturunan pejantan (Parma et al. 2004; Prashant et al. 2009). Gen SRY yang terletak di komosom Y bertanggung jawab untuk menentukan jenis kelamin pada mammalia (Sinclair et al. 1990) dan mengkodekan protein sebanyak 204 asam amino. Gen SRY terpusat di daerah High Mobility Groups (HMG) yang mempunyai variasi tinggi sehingga ideal digunakan untuk menguji garis keturunan paternal berdasarkan DNA (Prashant et al. 2008). Penelitian tentang Kromosom Y pada kambing telah dilakukan pada Kambing Sardinian dan Maltese (Sechi et al. 2009), Kambing Sangamneri (Prashant et al. 2009). Skema genom gen SRY kromosom Y dan kromosom X dapat dilihat pada Gambar 3. Gen SRY Sentromer Gambar 3 Skema genom gen SRY kromosom Y dan kromosom X (Sumber: Seli & Sakkas 2005). Gen yang Berhubungan dengan Sifat Prolifik Sifat prolifik pada ternak ruminansia bisa dibedakan menjadi 2 jenis yaitu: Superovulasi yang bersifat multizigous, yaitu jumlah anak sekelahiran bisa lebih

13 18 dari 2 bahkan bisa sampai beranak lima ekor dalam satu periode kelahiran, biasanya dijumpai pada ternak ruminansa kecil seperti domba dan kambing, dan yang bersifat monozigous, yaitu pada ternak ini ada kemungkinan satu sel telur berkembang dengan cara membelah menjadi dua, biasanya ini dijumpai pada ternak ruminansia besar. Folikel merupakan titik awal yang perlu disoroti sebagai salah satu pabrik penghasil sel telur dan penghasil hormon conseptus (kebuntingan) maupun mammogenic (kelenjar susu), bahkan secara genetik dapat digunakan sebagai alat seleksi untuk memperoleh ternak unggul berdasarkan jumlah anak yang dilahirkan. Selama ini dibidang fisiologi reproduksi telah terjadi inefisiensi pemanfaatan folikel pada induk betina. Kedua ovarium betina mengandung folikel bahkan lebih tergantung pada jenis ternak. Pada ruminasia (sapi,domba,kambing) berkisar folikel (Hafez 1993), namun selama hidupnya ternyata hanya beberapa folikel yang berovulasi, sehingga ratusan ribu sisanya tidak termanfaatkan. Folikel baik sebelum maupun sesudah ovulasi menjadi corpus luteum merupakan organ transitor yang memiliki peran regulator di dalam proses reproduksi, terutama sebagai sumber penghasil sel telur maupun hormon conseptus endogen (Gemmell 1995). Kematian anak dari tipe kelahiran 3 atau lebih sangat tinggi (Inounu et al. 1993), sehingga potensi keuntungan dari betina dengan jumlah anak banyak ini tidak terlihat. Betina-betina yang merawat anak banyak membutuhkan tingkat nutrisi yang sangat baik pada fase sebelum dan sesudah kelahiran dan juga memerlukan perawatan serta perhatian yang lebih banyak, jika persentase anak yang hidup ingin dicapai. Tehnik laparoskopi dapat dilakukan pada ternak kambing betina untuk mengamati produksi sel telur (laju ovulasi) dengan cara menghitung jumlah corpus luteum (CL) yang dihasilkan. Batas atas keragaan reproduksi adalah jumlah sel telur yang dihasilkan oleh seekor induk per satu siklus birahi, yang diamati dengan cara menghitung jumlah corpus luteum (badan kuning) dari kedua indung telur pada hari ke 3-10 setelah birahi. Faktor lingkungan merupakan faktor pendukung apakah batas atas tersebut dapat dicapai. Laju ovulasi adalah rataan jumlah sel telur yang dihasilkan oleh seekor induk setiap siklus birahi. Di dunia ini ada beberapa rumpun kambing yang sangat prolifik, ditandai dengan laju ovulasi dan jumlah anak sekelahiran tinggi yang bisa melahirkan anak 3-5 ekor anak per kelahiran. Karakterisasi genetik terhadap sifat-sifat prolifik ini telah banyak dilaporkan pada ternak Domba Jawa

14 19 ekor tipis, Merino, Thoka, Lacaune, Cambridge (Davis et al. 2002); Awassi dan Assap (Gootwine et al. 2008); Han ekor pendek (Chu et al. 2006); Rumpun Aragonesa (Rovo 2008), sedangkan untuk jenis ternak kambing baru dilaporkan pada Kambing Jining Grey (Chu et al. 2007). Meskipun demikian, kedua jenis ternak tersebut seringkali ditemukan mempunyai jumlah anak per kelahiran yang lebih dari satu (Odubute et al. 1992). Lan (2007) melaporkan bahwa laju ovulasi dan litter size pada Domba Booroola dari Merino Australia disebabkan alel FecBB dari major gene yang disebut FecB. Ditemukan pula bahwa gen utama tersebut berada pada ovine chromosome 6 yang juga merupakan posisi dari gen yang menyandikan salah satu anggota growth transforming factor-β, yaitu bone morphogenetik protein receptor 1B (BMPR1B). Hanrahan et al. (2004) kemudian menambahkan bahwa ada juga jenis gen lain yang berasosiasi dengan laju ovulasi dan litter size, yaitu Oocyte- growth derived factors GDF9 dan bone morphogenetik protein 15 pada Domba Cambridge dan Berclare. Dalam perkembangan berikutnya, ternyata ketiga jenis gen tersebut diketahui beraksi sebagai gen-gen utama yang mengatur tingkat laju ovulasi pada kisaran taksa mamalia yang luas, mulai dari manusia, sapi, tikus, dan kucing (Davis 2004; 2005) yang kemudian diikuti dengan penamaan gen yang bersinonim. Jadi dalam keluarga transforming growth factor-β yang berasosiasi dengan sifat-sifat prolifik adalah bone morphogenetik protein receptor type 1B (EU BMPR1B, activin-like kinase 6, atau FecB) pada ovine chromosome 6, growth differentiation factor 9 (= GDF9, Oocyte-derived growth factors, atau FecG) pada ovine chromosome 5, dan bone morphogenetik protein 15 (BMP15, atau FecX) pada ovine chromosome X. Selain ketiga gen fekunditas yang populer pada domba, gen prolactin receptor juga diduga berasosiasi dengan sifat prolifik pada Kambing Jining Grey (Zhang et al. 2007) dan pada manusia dan sapi. Berbagai analisis terhadap pola-pola mutasi dari gen-gen fekunditas dan asosiasinya dengan laju ovulasi, litter size dan berbagai efisiensi reproduksi lainnya banyak menarik perhatian para pemulia ternak (Davis 2005). Akibatnya bisa dipastikan bahwa pola-pola mutasi nukleotida pada gen-gen fekunditas diatas memunculkan berbagai penanda molekular yang diasosiasikan dengan berbagai sifat prolifik.

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa Bangsa telah mendirikan FAO Global Strategy for the Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan mengatur pemanfaatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik

Lebih terperinci

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA ARON BATUBARA 1, M. DOLOKSARIBU 1 dan BESS TIESNAMURTI 2 1 Loka Penelitian Kambing Potong, Sei Putih, PO Box 1, Galang 20585 2 Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa PENDAHULUAN Latar Belakang Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa pulang anak kambing dari hasil buruannya. Anak-anak kambing

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua

KAJIAN KEPUSTAKAAN. berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua 6 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Domba Berdasarkan taksonominya, domba merupakan hewan ruminansia yang berkuku genap dan termasuk sub-famili Caprinae dari famili Bovidae. Semua domba termasuk kedalam

Lebih terperinci

Rumpun Kambing Kacang di Indonesia

Rumpun Kambing Kacang di Indonesia Rumpun Kambing Kacang di Indonesia Rumpun Kambing Kacang di Indonesia Penyusun: Aron Batubara Fera Mahmilia Ismeth Inounu Bess Tiesnamurti Hasanatun Hasinah BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

Lebih terperinci

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G

Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G Abstrak Thesis Mochamad Syaiful Rijal Hasan G352090161 Mochamad Syaiful Rijal Hasan. Achmad Farajallah, dan Dyah Perwitasari. 2011. Polymorphism of fecundities genes (BMPR1B and BMP15) on Kacang, Samosir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Kambing 2.1.1. Kambing Kacang Menurut Mileski dan Myers (2004), kambing diklasifikasikan ke dalam : Kerajaan Filum Kelas Ordo Famili Upafamili Genus Spesies Upaspesies

Lebih terperinci

Fahrul Ilham ABSTRAK PENDAHULUAN

Fahrul Ilham ABSTRAK PENDAHULUAN KARAKTERISTIK FENOTIP SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KAMBING LOKAL DI KABUPATEN BONE BOLANGO (Characteristics of Phenotype Trait Qualitative and Quantitative Goat Local in The District Bone Bolango)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba mempunyai arti penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dapat menghasilkan daging, wool, dan lain sebagainya. Prospek domba sangat menjanjikan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Plasma nutfah ternak mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan dan kesejahteraan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sebagai negara tropis Indonesia memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi

TINJAUAN KEPUSTAKAAN. merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1 Perkembangan Domba Asia merupakan pusat domestikasi domba. Diperkirakan domba merupakan ruminansia yang berasal dari Asia dan pertama kali di domestikasi oleh manusia kira-kira

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing Kambing diklasifikasikan ke dalam kerajaan Animalia; filum Chordata; subfilum Vertebrata; kelas Mammalia; ordo Artiodactyla; sub-ordo Ruminantia; familia Bovidae; sub-familia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) Kambing PE pada awalnya dibudidayakan di wilayah pegunungan Menoreh seperti Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Pengasih (Rasminati,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari

PENDAHULUAN. Latar Belakang. beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara dengan keanekaragaman hayati paling beragam di dunia. Kuda (Equus caballus) adalah salah satu bentuk dari keanekaragaman hewan yang dimiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA

SEKOLAH PASCASARJANA STUDI KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK BEBERAPA SUB POPULASI KAMBING LOKAL INDONESIA DAN STRATEGI PEMANFAATANNYA SECARA BERKELANJUTAN ARON BATUBARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi

PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi PENETAPAN RUMPUN KAMBING MARICA SEBAGAI PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL ASLI SULAWESI SELATAN Oleh : M. Nuryadi A. PENDAHULUAN Tahun 2014 ini, Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang

KAJIAN PUSTAKA. (Ovis amon) yang berasal dari Asia Tenggara, serta Urial (Ovis vignei) yang II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Asal-Usul dan Klasifikasi Domba Domba yang dijumpai saat ini merupakan hasil domestikasi yang dilakukan manusia. Pada awalnya domba diturunkan dari 3 jenis domba liar, yaitu Mouflon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan sebagai salah satu sumber protein hewani mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh manusia (Suhartini dan Nur 2005 dalam Granada 2011),

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing 1. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi selama lebih dari 65 tahun. Kata "Boer" artinya petani. Kambing Boer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Provinsi Jambi Secara geografis terletak pada 00 o 45-02 o 45 lintang selatan dan antara 101 o 10 sampai 104 o 55 bujur timur. Sebelah Utara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.816, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Budidaya. Ikan. Jenis Baru. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PERMEN-KP/2014 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Lokal di Indonesia Menurut Hardjosubroto (1994) bahwa sapi potong asli indonesia adalah sapi-sapi potong yang sejak dulu sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang

TINJAUAN PUSTAKA. domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang TINJAUAN PUSTAKA Kerbau Penemuan-penemuan arkeologi di India menyatakan bahwa kerbau di domestikasi selama periode kehidupan lembah Indus, kira-kira 4500 tahun yang lalu. Hampir tidak ada bangsa kerbau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla

KAJIAN KEPUSTAKAAN. susu untuk peternak di Eropa bagian Tenggara dan Asia Barat (Ensminger, 2002). : Artiodactyla 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Domba Lokal Domba merupakan hewan ternak yang pertama kali di domestikasi. Bukti arkeologi menyatakan bahwa 7000 tahun sebelum masehi domestik domba dan kambing telah menjadi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna mata besar (Thunnus obesus) atau lebih dikenal dengan bigeye tuna adalah salah satu anggota Famili Scombridae dan merupakan salah satu komoditi ekspor perikanan tuna

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Kuda TINJAUAN PUSTAKA Kuda Kuda (Equus caballus atau Equus ferus caballus) memiliki klasifikasi ilmiah yaitu kerajaan Animalia (hewan), filum Chordata (bertulang belakang), kelas Mammalia (menyusui), ordo Perissodactylater

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masuk dalam urutan ketiga dari ketujuh negara dunia lainnya sebagai negara megadiversity (Auhara, 2013). Diperkirakan sebanyak 300.000 jenis satwa atau sekitar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN DAN PELEPASAN RUMPUN ATAU GALUR HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PROGRAM DOKTOR ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN IPB

PROGRAM DOKTOR ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN IPB PROGRAM DOKTOR ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN IPB 1 Setelah menyelesaikan program studi ini, lulusan mampu : bidang ilmu dan

Lebih terperinci

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara

2 Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1513, 2014 KEMENTAN. Hewan. Rumpun. Galur. Penetapan. Pelepasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/Permentan/SR.120/10/2014 TENTANG

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hewan sebagai karunia dan amanat Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang beranekaragam baik suku, budaya, bahasa, dan lain-lain. Keadaan geografis dari suku-suku yang berbeda

Lebih terperinci

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN WAFIATININGSIH 1, IMAM SULISTYONO 1, dan RATNA AYU SAPTATI 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

Lebih terperinci

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui) Sejarah Kambing Kambing lokal (Capra aegagrus hircus) adalah sub spesies dari kambing liar yang tersebar di Asia Barat Daya dan Eropa. Kambing merupakan suatu jenis binatang memamah biak yang berukuran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) tersebar luas di Daratan Asia Tenggara, Lempeng Sunda, Kepulauan Filipina, dan daerah Wallacea Selatan. Monyet ekor panjang di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan

TINJAUAN PUSTAKA. menurut Pane (1991) meliputi bobot badan kg, panjang badan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Bali Sapi bali adalah sapi lokal Indonesia keturunan banteng yang telah didomestikasi. Sapi bali banyak berkembang di Indonesia khususnya di pulau bali dan kemudian menyebar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing dapat menjadi salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani di Indonesia. Kambing merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal.

Lebih terperinci

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VIII VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA Tujuan Instruksional Umum : Mengetahui peranan ternak babi dalam usaha penyediaan daging. Mengetahui sifat-sifat karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing Peranakan Etawa (PE) betina. Kambing hasil persilangan ini mulai berkembang

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Domba Garut Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA

KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA Makalah Tentang KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA Disusun untuk memenuhi tugas Ilmu Produksi Ternak Potong Oleh: Sohibul Himam Haqiqi 0710510087 FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan Cyprinid salah satu yang populer diantaranya adalah ikan mas atau common carp (Cyprinus carpio) merupakan ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan cukup

Lebih terperinci

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA

KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA 35 KARAKTERISASI, KERAGAMAN POLA WARNA, CORAK TUBUH DAN GENETIK KUDA LOKAL SULAWESI UTARA Pendahuluan Populasi kuda lokal di Sulawesi Utara memiliki karakteristik baik morfologi maupun pola warna tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L.) merupakan komoditas pangan kedua setelah padi di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan sebagai pakan ternak.

Lebih terperinci

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN. MATERI Keanekaragaman tingkat gen, spesies, ekosistem. Ciri-ciri makhluk hidup dan perannya dalam kehidupan

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN. MATERI Keanekaragaman tingkat gen, spesies, ekosistem. Ciri-ciri makhluk hidup dan perannya dalam kehidupan KISI-KISI PENULISAN USBN Jenis Sekolah : SMA Mata Pelajaran : BIOLOGI Kurikulum : 2013 Alokasi Waktu : 120 menit Jumlah Soal : Pilihan Ganda : 35 Essay : 5 1 3.2 Menganalisis berbagai tingkat keanekaragaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1

DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 DAFTAR ISI 1 GENETIKA DASAR 1 Kromosom Meiosis Dan Mitosis Biokimia Sifat Keturunan Apakah Gen Itu? Regulasi Gen Mutasi Gen, Alel, dan Lokus Pewarisan Sederhana atau Mendel Keterpautan (Linkage) Inaktivasi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPBULIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas penghasil daging. Domba memiliki keuunggulan diantaranya yaitu memiliki daya adaptasi yang baik terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki Indeks Keanekaragaman Hayati(Biodiversity Index) tertinggi dengan 17% spesies burung dari total burung di dunia (Paine 1997). Sekitar 1598 spesies burung ada

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa domba sapudi merupakan salah satu

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia

1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN. Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banteng (Bos javanicus d Alton 1823) merupakan salah satu mamalia besar yang hidup di Pulau Jawa. Menurut Alikodra (1823), satwa berkuku genap ini mempunyai peranan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di

I PENDAHULUAN. Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kuda merupakan mamalia ungulata yang berukuran paling besar di kelasnya. Kuda dari spesies Equus caballus yang dahulu merupakan bangsa dari jenis kuda liar, kini sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG KAMBING SENDURO MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG PENETAPAN GALUR KAMBING SENDURO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba  Domba Lokal Indonesia Domba Ekor Tipis TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Domba Menurut Tomaszewska et al. (1993) domba berasal dari Asia, yang terdiri atas 40 varietas. Domba-domba tersebut menyebar hampir di setiap negara. Ternak domba merupakan

Lebih terperinci