STUDI BIONOMIK VEKTOR MALARIA DI KECAMATAN KALIBAWANG, KULONPROGO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI BIONOMIK VEKTOR MALARIA DI KECAMATAN KALIBAWANG, KULONPROGO"

Transkripsi

1 JRL Vol. 4 No.2 Hal Jakarta, Mei 2008 ISSN : STUDI BIONOMIK VEKTOR MALARIA DI KECAMATAN KALIBAWANG, KULONPROGO Diversitas dan Densitas di Kebun Kakao dan Kebun Campuran, Desa Banjarharjo dan Desa Banjaroyo Sardjito Eko Windarso, Agus Kharmayana Rubaya, Bambang Suwerda,Sri Puji Ganefati Pengajar di Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Depkes, Yogyakarta Abstrak The increasing of malaria cases in recent years at Kecamatan Kalibawang has been suspected correspond with the conversion of farming land-use which initiated in Four years after the natural vegetation in this area were changed become cocoa and coffee commercial farming estates, the number of malaria cases in 1997 rose more than six times, and in 2000 it reached This study were aimed to observe whether there were any differences in density and diversity of Anopheles as malaria vector between the cocoa and mix farming during dry and rainy seasons. The results of the study are useful for considering the appropriate methods, times and places for mosquito vector controlling. The study activities comprised of collecting Anopheles as well as identifying the species to determine the density and diversity of the malaria vector. Both activities were held four weeks in dry season and four weeks in rainy season. The mea-surement of physical factors such as temperature, humidity and rainfall were also conducted to support the study results. Four dusuns which meet the criteria and had the highest malaria cases were selected as study location. Descriptively, the results shows that the number of collected Anopheles in cocoa farming were higher compared with those in mix horticultural farming; and the number of Anopheles species identified in cocoa farming were also more varied than those in the mix horticultural farming. Key words: bionomik vektor malaria, anopheles, 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kalibawang adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Kulonprogo dengan kasus malaria yang terus menerus meningkat. Hingga tahun 2000 tercatat kasus malaria di kecamatan ini sebanyak 6085 orang. Angka tersebut menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan tahun 1998 yang hanya 631 orang kasus 1). Peningkatan nyata kasus malaria di wilayah ini mulai terlihat setelah tahun 1997 atau kurang lebih empat tahun sejak digantinya tanaman yang merupakan vegetasi alamiah wilayah ini dengan jenis tanaman yang bernilai komersial seperti kakao dan kopi. Hingga tahun 2000, wilayah ini tercatat me-miliki kebun kakao terluas di Kulonprogo yaitu 357,30 ha. Agar dapat tumbuh dengan optimal, perkebunan kakao mempunyai persyaratan kondisi fi sik, antara lain: temperatur maksimum berkisar o C, suhu minimum antara JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 :

2 o C, dan kelembaban nisbi berkisar an-tara %; serta dapat tetap hidup pada kelembaban %. Selain itu, pertumbuhan tanaman ini memerlukan intensitas cahaya yang rendah, yaitu antara % dari sinar matahari penuh, dan pada saat mulai ber-produksi sinar matahari yang diperlukan antara % sinar matahari penuh 2). Kondisi lingkungan fisik di atas sangat cocok untuk kehidupan vektor malaria, antara lain spesies-spesies Anopheles balabacensis dan Anopheles maculatus, yang biasa ditemukan di daerah dataran tinggi Kalibawang. Sementara itu, keberhasilan pengen-dalian vektor penyakit di suatu wilayah akan sangat tegantung dengan dikenalinya bionomik vektor di wilayah tersebut, mulai dari ke-biasaan mating, feeding, resting ataupun breedingnya. Namun, hingga kini data biono-mik vektor malaria tersebut di Kecamatan Ka-libawang masih belum tersedia. Hal tersebut menyebabkan pengendalian vektor malaria yang dilakukan saat ini hanya ditujukan pada nyamuk yang datang ke pemukiman penduduk, baik dengan penyemprotan rumah mau-pun dengan pemolesan insektisida pada ke-lambu. Selain itu, sesekali juga dilaksanakan penebaran ikan pemakan jentik di perairan. Pengendalian Anopheles dengan cara tersebut, bila berhasil akan memberikan perlindungan bagi kegiatan masyarakat di dalam rumah, namun belum melindungi masyarakat yang beraktifitas di luar rumah, termasuk akti-vitas yang berkaitan dengan perkebunan. Mengingat areal perkebunan kakao yang ada cukup luas dan secara teoritis sa-ngat cocok sebagai resting places vektor malaria, dan ditambah dengan sinyalemen masyarakat petani dan sekitar perkebunan yang memperkuat dugaan tersebut, maka peneliti terdorong untuk meneliti sebagian bionomik vektor malaria di Kalibawang yang berhubungan dengan perkebunan kakao yang keberadaannya menyatu dengan pemukimam rakyat. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk keperluan pengelolaan perkebunan dalam memimalisir timbulnya resting places bagi vektor malaria. Selain itu, hasil penelitian juga diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pemilihan waktu, metoda, dan tempat pengendalian vektor; serta termasuk untuk mengkaji bentuk peran serta masya-rakat dalam menekan, dan melindungi diri dari vektor malaria selama beraktivitas. 1.2 Tujuan Diketahuinya perbedaan densitas nyamuk Anopheles antara perkebunan kakao yang bersifat monokultur dan perkebunan campuran tanaman asli Kalibawang yang ber-sifat heterokultur. Diketahuinya perbedaan diversitas nyamuk Anopheles antara perkebunan kakao dan perkebunan campuran, dan antara musim kemarau dan musim penghujan. 2. Metodologi Penelitian ini menggunakan metoda survei dengan deskripsi sebagai berikut: 1.2 Peralatan dan Bahan Peralatan Survei Penangkapan Nyamuk Jaring penangkap nyamuk Aspirator penangkap nyamuk Lampu senter untuk membantu pencahayaan ketika penangkapan nyamuk dilakukan pada saat gelap Termohigrometer untuk mengukur suhu dan kelembaban lingkungan pada saat melakukan penangkapan nyamuk Roll-meter untuk mengukur jarak penangkapan Paper cup untuk menyimpan sementara nyamuk yang tertangkap Altimeter untuk mengukur ketinggian tempat dari permukaan laut Mikroskop untuk mengidentifikasi jenis nyamuk 112 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 :

3 1.2.2 Bahan Kapas dan larutan gula untuk makanan nyamuk yang tertangkap Chloroform untuk mematikan nyamuk dalam proses identifi kasi Kriteria Lokasi Perkebunan Untuk dapat dijadikan lokasi pe-nelitian, perkebunan terpilih harus memenuhi kriteria sebagai berikut: Kebun kakao atau kebun campuran yang di tengahnya terdapat rumah penduduk Rumah pada butir a di atas, mempunyai ja-rak dengan sungai/ sumber air yang diperkirakan sebagai breeding places bagi Anopheles kurang lebih 100 meter Sedapat mungkin pada rumah tersebut tidak terdapat rumah lain sampai dengan radius kurang lebih 100 meter ke arah sungai Berdasarkan kriteria di atas, ditetapkan perkebunan di empat dusun yang berada masing-masing dua di Desa Banjarharjo dan Desa Banjaroyo sebagai lokasi penelitian, yaitu Dusun Grapule, Dusun Pa-daan, Dusun Kempong dan Dusun Puguh. Selanjutnya berturut-turut dusun-dusun ter-sebut disebut sebagai Lokasi 1, Lokasi 2, Lokasi 3, dan Lokasi 4. Kedua desa di atas juga dipilih dengan pertimbangan bahwa kasus malaria di sana tertinggi dibandingkan dengan desa lain di Kalibawang Personil dan Pelatihan Survei Penangkapan Nyamuk Tenaga yang direkrut sebagai tim survei adalah mahasiswa dan alumni Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Depkes Yogyakarta yang berjumlah empat orang. Sebelum survei dilaksanakan, kepada mereka diberikan pelatihan dengan materi: teknik penangkapan nyamuk, teori dan praktik iden-tifi kasi nyamuk, dan penyiapan base-camp Pelaksanaan Survei Penangkapan nyamuk di lokasi terpilih dimulai pada minggu pertama Oktober 2004 sampai dengan minggu keempat November Penangkapan nyamuk dilakukan setiap ha-ri mulai jam s/d Identifi kasi spesies nyamuk yang tertang-kap dilakukan esok hari dari tiap hari penangkapan. Selama menanti waktu identifi kasi, nyamuk yang tertangkap ditempatkan dalam paper cup yang telah diberi kode sesuai jenis perkebunan dan nomor lokasi penangkapan, serta diberi makan berupa larutan gula yang dibasahkan pada kapas. 3. Hasil dan Pembahasan Penangkapan nyamuk untuk masingmasing lokasi dilakukan sebanyak delapan kali, yaitu empat kali sebelum musim penghujan/akhir musim kemarau (minggu pertama s/d ke empat Oktober) dan empat kali pada musim penghujan (minggu pertama s/d ke empat November). a. Pengukuran Lingkungan Fisik Faktor-faktor lingkungan fi sik yang di-ukur dalam penelitian ini meliputi temperatur dan kelembaban udara nisbi. Selain itu dikumpulkan juga data sekunder curah hujan yang diperoleh dari stasiun pengamatan milik Dinas Kehutanan dan Perkebunan yang ber-ada di Kalibawang. Dari hasil pengukuran, tercatat bahwa kisaran temperatur lingkungan di kedua jenis kebun sama, yaitu antara o C. Adapun mengenai kelembaban udara nisbi, kisaran data hasil pencatatan untuk kedua jenis ke-bun sedikit berbeda, yaitu antara % untuk kebun kakao dan antara % untuk kebun campuran. 113 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 :

4 Dalam penelitian ini intensitas cahaya tidak diukur karena walaupun penangkapan nyamuk dimulai pada pukul tapi Anopheles di lokasi penelitian tersebut baru mulai dijumpai pada saat matahari sudah terbenam. Data sekunder curah hujan menunjukkan bahwa selama minggu pertama hingga ke empat Okober tidak ada hujan yang turun atau 0 mm, sedangkan mulai minggu pertama sampai dengan ke empat November berturut-turut tercatat sebesar 46, 60, 120 dan 198 mm. b. Penangkapan dan Identifikasi Nyamuk Hasil penangkapan nyamuk selengkapnya disajikan secara deskriptif dalam tiga grafik berikut. Dari Grafi k 1 terlihat bahwa di tiga dari empat lokasi penelitian, jumlah (densitas) nyamuk Anopheles yang tertangkap lebih ba-nyak di kebun kakao dibandingkan dengan di kebun campuran. Adapun Grafik 2 menunjukkan bahwa pada musim kemarau (saat tidak ada hujan turun), pada tiga dari empat lokasi penelitian, jumlah spesies (diversitas) vektor Anopheles yang tertangkap di kebun campuran lebih ba-nyak jika dibandingkan dengan di kebun kakao. Sedangkan pada Grafi k 3, menunjukkan hal sebaliknya, yaitu pada musim hujan, di seluruh lokasi penelitian, spesies Anopheles yang tertangkap lebih banyak ada di kebun kakao. c. Pembahasan Keberadaan nyamuk, seperti halnya serangga lainnya dalam suatu ekosistem berkaitan dengan kelangsungan hidupnya atau karena ekosistem tersebut mempunyai peran penting dalam tahapan kehidupan nyamuk tersebut. Keterkaitan tersebut dapat berupa ekosistem sebagai tempat untuk melakukan breeding, resting, mating atau feeding 3). Nyamuk, seperti juga serangga lain mempunyai sifat yang mudah berubah (revolusioner). Perubahan ini merupakan salah satu bentuk respons nyamuk terhadap adanya tekanan dari lingkungan. Kemampuan berubah atau merespons keadaan di lingkungan tempat kehidupannya ini yang menyebabkan serangga termasuk nyamuk mempunyai kemampuan bertahan hidup yang lebih baik dibanding mahluk lain yang lebih kompleks. Ekosistem perkebunan monokultur, akan lebih memudahkan serangga termasuk nyamuk yang ada di dalamnya untuk menye-suaikan diri dibanding dengan ekosistem perkebunan yang bersifat heterokultur. Fenome-na ini sering dijumpai pada perkebunan monokultur yang berskala luas, di mana pada perkebunan seperti ini dijumpai adanya satu jenis serangga yang pertumbuhannya sangat cepat dan selanjutnya berkembang menjadi hama di perkebunan tersebut. Ledakan pertumbuhan populasi suatu jenis serangga di suatu ekosistem menokultur disebabkan karena serangga tersebut lebih mudah mencapai kondisi mapan. Mapannya suatu jenis serangga di suatu ekosistem, menyebabkan tingkat keberhasilan berkembang biaknya menjadi tinggi sehingga populasi pun tumbuh dengan sangat pesat. Apabila hal ini terjadi pada serangga yang mampu berperan sebagai vektor penyakit, maka tidak menutup kemungkinan peningkatan populasi ini akan segera diikuti dengan meningkatanya kejadian penyakit yang ditularkan serangga tersebut 4). Area perkebunan yang menyangkut keberadaan nyamuk Anopheles dalam penelitian ini diperkirakan sebagai resting places nyamuk tersebut sebelum menuju areal feeding di permukiman. Aktifitas feeding nyamuk ini diperlukan, karena setelah nyamuk dewasa keluar dari pupa di tempat breedingnya yaitu di sekitar sungai, nyamuk langsung melakukan aktifi tas mating. Untuk keperluan mematangkan telur yang diperoleh dari aktifitas mating, nyamuk memerlukan sterol, di mana kandungan sterol yang paling disukai adalah sterol yang berada dalam darah, baik darah yang berasal dari manusia maupun hewan mamalia. Kebutuhan darah inilah yang menyebabkan nyamuk akan terbang menuju arah pemukiman. 114 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 :

5 Grafi k 1. Jumlah Spesies Nyamuk Anopheles yang Tertangkap di Kebun Kakao dan Kebun Campuran pada Musim Penghujan Grafi k 2. Jumlah Spesies Nyamuk Anopheles yang Tertangkap di Kebun Kakao dan Kebun Campuran pada Musim Kemarau. 115 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 :

6 Grafi k 3. Jumlah Spesies Nyamuk Anopheles yang Tertangkap di Kebun Kakao dan Kebun Campuran pada Musim Penghujan Densitas dan Diversitas Anopheles Uraian di atas menjelaskan bahwa kebun monokultur lebih memungkinkan populasi suatu jenis serangga tumbuh mapan dibanding dengan kebun heterokultur. Keadaan tersebut juga terlihat pada hasil penelitian ini. Khususnya pada musim kemarau, terlihat bahwa diversitas spesies Anopheles yang tertangkap di kebun kakao lebih sedikit dibandingkan de-ngan yang tertangkap di kebun campuran. Rendahnya diversitas ini menunjukkan bahwa hanya spesies tertentu saja yang mampu menyesuaikan dengan ekosistem monokultur di kebun kakao. Namun demikian, sekalipun diversitasnya kecil, populasinya terlihat cukup tinggi. Bahkan pada mayoritas lokasi terlihat populasinya lebih tinggi dibanding yang ada di kebun campuran. Keadaan ini menjadi berbeda setelah datangnya musim penghujan. Musim kemarau menyebabkan timbulnya banyak genangan air pada cekungan-cekungan di dasar sungai. Setelah hujan datang, cekungan-cekungan itu menghilang oleh adanya aliran air. Selain hilangnya cekungan-cekungan air di dasar sungai, hujan juga menimbulkan cekungan-cekungan baru di sekitar sungai. Hal ini menyebabkan timbulnya breeding places baru yang disukai oleh spesies-spesies lain selain spe-sies yang dijumpai pada musim kemarau. Perubahan kondisi di atas juga terlihat dari hasil penangkapan nyamuk pada musim penghujan, dimana terjadi peningkatan baik densitas maupun diversitas. Terlihat densitas dan diversitas di kebun kakao yang monokultur cenderung lebih tinggi dibanding kebun campuran yang bersifat heterokultur Spesies Dominan Spesies Anopheles yang paling banyak tertangkap pada penelitian ini adalah Anopheles vagus. Fenomena ini juga dijumpai pada beberapa penelitian yang melakukan penangkapan nyamuk di sekitar wilayah Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Bahkan pada beberapa penelitian, spesies ini sering dijumpai mempunyai prosentase lebih dari 90% dari seluruh hasil identifikasi pemeriksaan 5). 116 JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 :

7 3.3.3 Spesies Vektor Wardoyo 5) juga melaporkan bahwa spesies Anopheles yang terbukti sebagai vektor malaria di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta adalah aconitus, maculatus, sundaicus, dan balabacensis. Penelitian lain menyebutkan bahwa spesies-spesies tersebut juga terbukti sebagai vektor malaria untuk wilayah-wilayah Purworejo, Kulonprogo, dan Kecamatan Turi di Kabupaten Sleman D.I.Yogya-karta. Hasil yang diperoleh selama penelitian ini menunjukkan bahwa spesies Anopheles yang tertangkap dan dapat berperan sebagai vektor adalah Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus. Kedua spesies ini tertang-kap di ke empat lokasi penelitian. 4. Kesimpulan Densitas nyamuk anopheles di kebun kakao cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan densitas di kebun campuran. Diversitas nyamuk anopheles di kebun kakao pada musim penghujan cenderung lebih tinggi dibanding dengan diversitas di kebun campuran. DAFTAR PUSTAKA 1. Puskesmas Kalibawang, 2001, Laporan Tahunan 2001, Puskesmas Kalibawang, Kulonprogo. 2. Bachri, A., 1998, Bercocok Tanam-tanaman Perkebunan Tahunan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 3. Untung K., 1996, Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 4. Gomes, M., 1998, More Crops, More Disease?, World Health Forum Wardoyo, S. K., 1991, Penelitian vektor malaria yang dilakukan institusi kesehatan, Buletin Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 1999, Modul Malaria I-VI, Depkes RI, Jakarta. 7. Farid, M. A., 1998, The Malaria Campaign Why Not Eradication?, World Health Forum Kartasapoetra, A. G., 1998, Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik, Bina Aksara, Jakarta. 9. Kanwil Depkes Prop. DIY, 1998, Laporan Kegiatan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 1998, Kanwl depkes Prop. DIY, Yogyakarta. 10. Kanwil Depkes Prop. DIY, 1999, Laporan Kegiatan Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit 1999, Kanwil Depkes Prop. DIY, Yogyakarta. 11. Lindsay, W. W., dan W. J. M. Martens, 1998, Malaria in the African highlands: past, present and future, Bulletin of the WHO JRL Vol. 4 No. 2, Mei 2008 :

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I.,

1. PENDAHULUAN. Plasmodium, yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi. Malaria

Lebih terperinci

PENGKAJIAN BIONOMIK NYAMUKANOPHELES SEBAGAI PENDEKATAN UNTUK MENGENDALIKAN POPULASINYA DALAM UPAYA MENANGGULANGI MALARIA

PENGKAJIAN BIONOMIK NYAMUKANOPHELES SEBAGAI PENDEKATAN UNTUK MENGENDALIKAN POPULASINYA DALAM UPAYA MENANGGULANGI MALARIA PENGKAJIAN BIONOMIK NYAMUKANOPHELES SEBAGAI PENDEKATAN UNTUK MENGENDALIKAN POPULASINYA DALAM UPAYA MENANGGULANGI MALARIA Studi kasus di Desa Kalibening, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Wonosobo, Provinsi

Lebih terperinci

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Hayati, September 2003, hlm. 85-90 ISSN 0854-8587 Vol. 10. No. 3 Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Diversity and Parasitism of

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan

I. PENDAHULUAN. dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit yang penyebarannya sangat luas di dunia. Di seluruh pulau Indonesia penyakit malaria ini ditemukan dengan derajat dan berat infeksi

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar

3 BAHAN DAN METODE. Kecamatan Batulayar 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi penelitian dan waktu penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Lembah Sari Kecamatan Batu Layar Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat (Gambar

Lebih terperinci

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A.

ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH. Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A. ARTIKEL VEKTOR MALARIA DIDAERAH BUKIT MENOREH, PURWOREJO, JAWA TENGAH Enny Wahyu Lestari, Supratman Sukovvati, Soekidjo, R.A. Wigati* Abstrak Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit yang muncul

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan nyamuk Anopheles

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Waktu Penelitian 3.3 Metode Penelitian 17 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di sekitar Pusat Reintroduksi Orangutan Nyaru Menteng yaitu Kelurahan Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya (Gambar 1).

Lebih terperinci

Surabaya adalah kota Pahlawan yang secara astronomis terletak diantara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Wilayah kota Surabaya

Surabaya adalah kota Pahlawan yang secara astronomis terletak diantara Lintang Selatan dan Bujur Timur. Wilayah kota Surabaya 30 Surabaya adalah kota Pahlawan yang secara astronomis terletak diantara 07 9-7 21 Lintang Selatan dan 112 36-112 54 Bujur Timur. Wilayah kota Surabaya merupakan dataran rendah dengan ketinggian 3-6 m

Lebih terperinci

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI

ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI ARTIKEL SISTEM KEWASPADAAN DIM KLB MALARIA BERDASARKAN CURAH HUJAN, KEPADATAN VEKTOR DAN KESAKITAN MALARIA DIKABUPATEN SUKABUMI Lukman Hakim, Mara Ipa* Abstrak Malaria merupakan penyakit yang muncul sesuai

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo. 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Dulanpokpok Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Desa Dulanpokpok merupakan daerah pantai, yang dikelilingi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis Kabupaten Karawang Wilayah Kabupaten Karawang secara geografis terletak antara 107 02-107 40 BT dan 5 56-6 34 LS, termasuk daerah yang relatif rendah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan menjadi perhatian global. Malaria termasuk dalam 3 penyebab kematian tertinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung Walet memiliki beberapa ciri khas yang tidak dimiliki oleh burung lain. Ciri khas tersebut diantaranya melakukan hampir segala aktivitasnya di udara seperti makan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh Plasmodium sp yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles spp betina. Penyakit malaria bersifat reemerging disease

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 13 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Kabupaten Bulukumba secara geografis terletak di jazirah selatan Propinsi Sulawesi Selatan (+150 Km dari Kota Makassar), yaitu antara 0,5 o 20 sampai 0,5 o 40

Lebih terperinci

PEMODELAN KONTROL MALARIA MELALUI PENGELOLAAN TERINTEGRASI DI KEMUKIMAN LAMTEUBA, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PEMODELAN KONTROL MALARIA MELALUI PENGELOLAAN TERINTEGRASI DI KEMUKIMAN LAMTEUBA, NANGGROE ACEH DARUSSALAM PEMODELAN KONTROL MALARIA MELALUI PENGELOLAAN TERINTEGRASI DI KEMUKIMAN LAMTEUBA, NANGGROE ACEH DARUSSALAM Disusun Oleh : RINIDAR NIM : 068106009 SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM DOKTOR UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2012 BAB I GEOGRAFIS CHAPTER I GEOGRAPHICAL CONDITIONS

Informasi Data Pokok Kota Surabaya Tahun 2012 BAB I GEOGRAFIS CHAPTER I GEOGRAPHICAL CONDITIONS BAB I GEOGRAFIS CHAPTER I GEOGRAPHICAL CONDITIONS Indonesia sebagai negara tropis, oleh karena itu kelembaban udara nya sangat tinggi yaitu sekitar 70 90% (tergantung lokasi - lokasi nya). Sedangkan, menurut

Lebih terperinci

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11

Iklim / Climate BAB II IKLIM. Climate. Berau Dalam Angka 2013 Page 11 BAB II IKLIM Climate Berau Dalam Angka 2013 Page 11 Beraua dalam Angka 2013 Page 12 Kondisi iklim di Berau sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di Samudra Pasifik. Secara umum iklim akan dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK)

GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Ririh Y., Gambaran Faktor Lingkungan Daerah Endemis Malaria GAMBARAN FAKTOR LINGKUNGAN DAERAH ENDEMIS MALARIA DI DAERAH BERBATASAN (KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN KABUPATEN TRENGGALEK) Environmental Factor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem

I. PENDAHULUAN. Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fungsi ekologi hutan mangrove merupakan satu dari dua fungsi lain ekosistem mangrove, yakni sebagai fungsi ekonomi dan fungsi sosial (Kustanti, 2011). Ketiga pengkategorian

Lebih terperinci

TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI

TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI TINGKAT KERAPATAN DAN POLA PEMETAAN TANAMAN PEKARANGAN DI KECAMATAN KALIWUNGU KABUPATEN SEMARANG JAWA TENGAH SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

Environment Factor of Malaria Incidence in Desa Telagah Kecamatan Namu Kabupaten Langkat, 2016

Environment Factor of Malaria Incidence in Desa Telagah Kecamatan Namu Kabupaten Langkat, 2016 ARTIKEL PENELITIAN Gambaran Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Kejadian Malaria di Desa Telagah Kecamatan Namu Kabupaten Langkat Tahun 2016 Hamidah Syukriah Lubis 1, Elman Boy 2 1 Mahasiswa S1 Fakultas

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA VARIABILITAS IKLIM DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI KOTA MANADO TAHUN 2012-2016 Elisabeth Y. Lumy*, Angela F. C. Kalesaran*, Wulan P J Kaunang* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4.1. PENDAHULUAN 4.1.1. Latar Belakang DBD termasuk salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus sebagai patogen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Serangga mempunyai berbagai peran di ekosistem yang oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. Serangga mempunyai berbagai peran di ekosistem yang oleh manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga mempunyai berbagai peran di ekosistem yang oleh manusia dikelompokan menjadi serangga yang menguntungkan atau merugikan. Serangga yang dianggap merugikan misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. serta semakin luas penyebarannya. Penyakit ini ditemukan hampir di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung meningkat jumlah klien serta semakin luas penyebarannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar

BAB I PENDAHULUAN. Data statistik WHO menyebutkan bahwa diperkirakan sekitar 3,2 milyar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit tular vektor yang sangat luas distribusi dan persebarannya di dunia, terutama daerah tropis dan subtropis. Data statistik WHO

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO

STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO STUDI PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP INFRASTRUKTUR JARINGAN DRAINASE KOTA RANTEPAO Meny Sriwati Jurusan Teknik Sipil Sekolah Tinggi Teknik Dharma Yadi Makassar ABSTRACT This study aimed (1)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009)

I. PENDAHULUAN. nyamuk Anopheles sp. betina yang sudah terinfeksi Plasmodium (Depkes RI, 2009) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini menjadi masalah bagi kesehatan di Indonesia karena dapat menyebabkan kematian terutama pada bayi, balita,

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi persebaran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi persebaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi persebaran penyakit malaria sangat diperlukan bagi penduduk maupun daerah yang masuk pada wilayah endemis malaria, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD

Balai Litbang P2B2 Banjarnegara. SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA dan DBD SURVEI ENTOMOLOGI MALARIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM Mampu menjelaskan, merencanakan dan melaksanakan survei entomologi malaria TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1.Mampu menjelaskan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO

BAB I PENDAHULUAN. lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki resiko terkena malaria. WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit menular yang dominan di daerah tropis dan sub tropis dan dapat mematikan. Setidaknya 270 penduduk dunia menderita malaria dan lebih dari

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian

3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Waktu Penelitian 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di desa Doro yang terletak di wilayah pesisir barat Pulau Halmahera Bagian Selatan. Secara administratif Desa Doro termasuk ke dalam wilayah

Lebih terperinci

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data)

Risk factor of malaria in Central Sulawesi (analysis of Riskesdas 2007 data) Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 4, Desember 2013 Hal : 175-180 Penulis : 1. Junus Widjaja 2. Hayani Anastasia 3. Samarang

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec.

3 BAHAN DAN METODE. Lokasi penelitian di Desa Riau Kecamatan Riau Silip Kabupaten Bangka Provinsi Bangka Belitung. Lokasi Penelitian. Kec. 3 BAHAN DAN METODE 3. 1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Riau, Kecamatan Riau Silip, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Gambar 1). Secara geografis desa ini terletak di wilayah bagian

Lebih terperinci

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( )

Summery ABSTRAK. Kata kunci : Malaria, Lingkungan Fisik Kepustakaan 16 ( ) Summery ABSTRAK Nianastiti Modeong. 2012. Deskripsi Lingkungan Fisik Daerah Endemik Malaria di Desa Kotabunan Kecamatan Kotabunan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur. Skripsi, Jurusan Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013

Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 Al-Sihah : Public Health Science Journal 410-423 Distribusi Spasial Spesies Larva Anopheles Di Daerah Pesisir Kota Makassar Tahun 2013 ABSTRAK Muh. Saleh Jastam 1 1 Bagian Keselamatan Masyarakat Fakultas

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI KUTU DOMPOLAN (Planococcus citri) PADA PERKEBUNAN KOPI DESA SEMIDANG ALAS KECAMATAN DEMPO TENGAH KOTA PAGAR ALAM

POLA DISTRIBUSI KUTU DOMPOLAN (Planococcus citri) PADA PERKEBUNAN KOPI DESA SEMIDANG ALAS KECAMATAN DEMPO TENGAH KOTA PAGAR ALAM POLA DISTRIBUSI KUTU DOMPOLAN (Planococcus citri) PADA PERKEBUNAN KOPI DESA SEMIDANG ALAS KECAMATAN DEMPO TENGAH KOTA PAGAR ALAM Dewi Rosanti 1 dan Sigit Purwanto 2 e-mail: dwrosanti@gmail.com 1 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit parasit tropis yang penting didunia dan masih merupakan masalah utama didunia. Malaria adalah penyebab kematian nomor 4 di dunia setelah infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti

BAB I PENDAHULUAN. jenisnya. Oleh karena itu penyakit akibat vector (vector born diseases) seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara tropis, sangat cocok untuk berkembangnya berbagai flora dan fauna, termasuk vector yang sangat banyak jumlah dan jenisnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung

Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan Bangka Belitung J Kesehat Lingkung Indones Vol.8 No.1 April 2009 Faktor Risiko Kejadian Malaria Faktor Risiko Kejadian Malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Kenanga Kecamatan Sungailiat Kabupaten Bangka Propinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria

BAB I PENDAHULUAN. berperan sebagai perantara (vektor) beberapa jenis penyakit terutama Malaria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nyamuk adalah Serangga yang termasuk dalam Phylum Arthropoda, yaitu hewan yang tubuhnya bersegmen-segmen, mempunyai rangka luar dan anggota garak yang berbuku-buku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA SUHU, KELEMBABAN DAN CURAH HUJAN DENGAN ANGKA KEJADIAN MALARIA DI KOTA MANADO TAHUN 2011-2015 Hary Prasetyo*, Angela F.C Kalesaran*, Wulan P.J. Kaunang * *Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, terutama di negara-negara tropis dan subtropis. Kurang lebih satu miliar penduduk dunia pada 104 negara (40%

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

DESKRIPSI KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN CEMPAKA

DESKRIPSI KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN CEMPAKA DESKRIPSI KEJADIAN MALARIA DI KECAMATAN CEMPAKA Abdul Khair, Noraida Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kesehatan Lingkungan Jl. H. MistarCokrokusumo No. 1A Kota Banjarbaru e-mail :ulunkhair@gmail.com

Lebih terperinci

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak

Pasal 3 Pedoman Identifikasi Faktor Risiko Kesehatan Akibat Perubahan Iklim sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB).

BAB I PENDAHULUAN. utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu. melahirkan, serta menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, karena mempengaruhi angka kesakitan bayi, balita, dan ibu melahirkan, serta menimbulkan Kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini banyak menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan penyakit

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat

PEMBAHASAN UMUM. surveilans aktif longitudinal dengan interval setiap dua minggu. Terdapat penurunan tingkat PEMBAHASAN UMUM Kelambu berinsektisida tahan lama (long-lasting insecticidal nets/llins) yang berinsektisida permetrin dan terbuat dari bahan polietilen yang diteliti ini merupakan LLIN pertama yang disetujui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia, memiliki 10 Kabupaten dengan status malaria dikategorikan endemis tinggi (>50 kasus per 1000 penduduk),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam proses terjadinya penyakit terdapat tiga elemen yang saling berperan dan berinteraksi, ketiga nya adalah host, agent dan lingkungan. Ketiga komponen ini dapat

Lebih terperinci

ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN KOTA SERANG

ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN KOTA SERANG http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/gravity ISSN 2442-515x, e-issn 2528-1976 GRAVITY Vol. 3 No. 1 (2017) ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN

Lebih terperinci

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date

Project Status Report. Presenter Name Presentation Date Project Status Report Presenter Name Presentation Date EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MALARIA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Epidemiologi Malaria Pengertian:

Lebih terperinci

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN FAKTOR IKLIM DI KOTA BATAM, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN FAKTOR IKLIM DI KOTA BATAM, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Kejadian demam berdarah dengue...(jusniar A & D Anwar M) KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN FAKTOR IKLIM DI KOTA BATAM, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Incidence of Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) and Climate

Lebih terperinci

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE)

PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN KOLONI LEBAH MADU, Apis cerana Fabr. (HYMENOPTERA : APIDAE) TESIS MAGISTER Oleh DIDA HAMIDAH 20698009 BIDANG KHUSUS ENTOMOLOGI PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

Medan Dalam Angka Medan In Figure,

Medan Dalam Angka Medan In Figure, 1. L E T A K Kota Medan terletak antara : - 2º.27' - 2º.47' Lintang Utara - 98º.35' - 98º.44' Bujur Timur Kota Medan 2,5 37,5 meter di atas permukaan laut. 1.Geography Position Medan lies between : - 2º.27'

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan

V. GAMBARAN UMUM. Pulau Untung Jawa berada pada posisi ,21 Lintang Selatan dan V. GAMBARAN UMUM 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Untung Jawa berada pada posisi 05 0 58 45,21 Lintang Selatan dan 106 0 42 11,07 Bujur Timur. Wilayah Kelurahan Pulau Untung Jawa adalah salah satu

Lebih terperinci

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan

Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan JHECDs, 3 (1), 2017, hal. 22-27 Penelitian Pengaruh curah hujan, kelembaban, dan temperatur terhadap prevalensi Malaria di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan The effect of rainfall, humidity, and

Lebih terperinci

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM.

TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM. TABEL HIDUP NYAMUK VEKTOR MALARIA Anopheles subpictus Grassi DI LABORATORIUM Nur Rahma 1, Syahribulan 2, Isra Wahid 3 1,2 Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Hasanuddin 3 Jurusan Parasitologi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries,

BAB 1 PENDAHULUAN. endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high burden countries, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit malaria masih mendominasi masalah kesehatan di masyarakat dunia, menurut laporan WHO tahun 2009 ada 109 negara endemik malaria, 31 negara merupakan malaria-high

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki**

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki** HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN 2012-2016 Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki** *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS KOTAK PERANGKAP NYAMUK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedesaegypti

EFEKTIFITAS KOTAK PERANGKAP NYAMUK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedesaegypti EFEKTIFITAS KOTAK PERANGKAP NYAMUK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedesaegypti Aienieng Nurahayati 1, Sayono 1 1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang ABSTRAK Latar belakang: Kelurahan

Lebih terperinci

Status Kerentanan Nyamuk Anopheles sundaicus Terhadap Insektisida Cypermerthrin Di Kabupaten Garut

Status Kerentanan Nyamuk Anopheles sundaicus Terhadap Insektisida Cypermerthrin Di Kabupaten Garut Status Kerentanan Nyamuk Anopheles sundaicus Terhadap Insektisida Cypermerthrin Di Kabupaten Garut Nunung Seniawati 1, Lukman Hakim 2 Susceptibility Status of Anopheles sundaicus Mosquitoes Against Insecticides

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT,

PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT, PENGARUH PENGGUNAAN KELAMBsU, REPELLENT, BAHAN ANTI NYAMUK DAN KEBIASAAN KELUAR RUMAH MALAM HARI TERHADAP KEJADIAN MALARIA DI DESA LOBU DAN LOBU II KECAMATAN TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA TAHUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian

V. PEMBAHASAN UMUM. Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan. bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian V. PEMBAHASAN UMUM Pengamatan di daerah pasang surut Delta Upang menunjukkan bahwa pembukaan hutan rawa untuk areal pertanian dan pemukiman mengakibatkan timbulnya berbagai habitat. Habitat yang ada dapat

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik

BAB I. Pendahuluan. A. latar belakang. Di indonesia yang memiliki iklim tropis. memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik BAB I Pendahuluan A. latar belakang Di indonesia yang memiliki iklim tropis memungkinkan nyamuk untuk berkembang biak dengan baik dan dapat berfungsi sebagai vektor penyebar penyakitpenyakit seperti malaria,

Lebih terperinci

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012 I Gusti Putu Anom Surya 1, I Ketut Aryana 2, I Wayan Jana 3 Abstract:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit malaria masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok resiko tinggi, diperkirakan pada 2009 dari 225

Lebih terperinci

SURVEI ENTOMOLOGI DALAM RANGKA KEWASPADAAN DINI PENULARAN MALARIA DI DESA KENDAGA, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012

SURVEI ENTOMOLOGI DALAM RANGKA KEWASPADAAN DINI PENULARAN MALARIA DI DESA KENDAGA, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 SURVEI ENTOMOLOGI DALAM RANGKA KEWASPADAAN DINI PENULARAN MALARIA DI DESA KENDAGA, KECAMATAN BANJARMANGU, KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 01 ENTOMOLOGY SURVEY AS EARLY WARNING OF MALARIA TRANSMISION IN KENDAGA

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak dan Luas. Komponen fisik KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak dan Luas Daerah penelitian mencakup wilayah Sub DAS Kapuas Tengah yang terletak antara 1º10 LU 0 o 35 LS dan 109 o 45 111 o 11 BT, dengan luas daerah sekitar 1 640

Lebih terperinci

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi

KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL Catur Pangesti Nawangsasi KAJIAN DESKRIPTIF KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS ROWOKELE KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2011 APRIL 2012 * ) Alumnus FKM UNDIP, ** ) Dosen Bagian Kesehatan Lingkungan FKM UNDIP, ***) Dosen Bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya terdapat sekitar 15 juta penderita malaria klinis yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Malaria adalah salah satu penyakit yang mempunyai penyebaran luas, sampai saat ini malaria menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Berdasarkan Survei

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN MALARIA Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium yang ditularkan kepada manusia oleh nyamuk Anopheles dengan gejala demam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyamuk merupakan serangga yang penting dalam ilmu kedokteran karena lebih dari 17% penyakit infeksi ditularkan melalui gigitannya dan lebih dari 1 juta orang meninggal

Lebih terperinci

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KELUARGA TENTANG PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TLOGOSARI WETAN KOTA SEMARANG ASSOSIATION

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci