KAJIAN POTENSI TRANSMISI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUHU DI JAWA TENGAH WILLY WULANSARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN POTENSI TRANSMISI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUHU DI JAWA TENGAH WILLY WULANSARI"

Transkripsi

1 KAJIAN POTENSI TRANSMISI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUHU DI JAWA TENGAH WILLY WULANSARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 ABSTRACT WILLY WULANSARI. Study of Transmission Potential of Dengue Hemorrhagic Fever Based on Rainfall and Temperature in Central Java. Under direction of Dr. Ir. RINI HIDAYATI, MS. Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a viral disease which has spread throughout Indonesia over the past 25 years. Ae. aegypti is the main vector of the disease. In Indonesia, especially in Central Java, there has been an upward trend in the incidence of dengue hemorrhagic fever. Therefore some efforts to suppress an outbreak of this disease had been done by the government with focus against the vector. This research aims to determine and mapping the transmission potential (TP) of DHF in Central Java under 4 principal seasons: rainy (December- February), transition 1 (March May), dry (June-August) and transition 2 (September November) at 3 rainfall conditions ( below normal, normal and above normal years) using vectorial capacity (VC) method. The results show that the maximum average VC for under normal years occur on December-February, whereas for normal and above normal years its occurs on March-May. In every rainfall condition, the minimum VC occur on June-August when rainfall is minimum. Based on resulted map from this research, in coastal area of northern and southern site of Central Java which is lowland area, TP were higher than in central area which is highland. TP on city with high population such as Tegal, Semarang, and Surakarta were higher. Nevertheless, between VC and incidence rate (IR) were significant with coefficient correlation 0.057, caused by there weren t interventions between 35 districts in Central Java to supress the number of DHF disease in case of sanitation, vector controls (fogging, aerial spraying, making abate), immunity of society, etc. Keywords : DHF, vectorial capacity, transmition potential, Central Java

3 ABSTRAK WILLY WULANSARI. Kajian Potensi Transmisi Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Curah Hujan dan Suhu di Jawa Tengah. Dibimbing oleh Dr. Ir. RINI HIDAYATI, MS. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus yang telah menyebar luas di Indonesia selama 25 tahun terakhir. Vektor utama pembawa virus Dengue penyebab penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti. Di Indonesia, terutama di Jawa Tengah, angka kejadian DBD selalu meningkat. Namun hingga saat ini belum ditemukan vaksin virus Dengue, sehingga penanggulangan virus Dengue hanya fokus pada pemberantasan vektor seperti yang telah dilakukan pemerintah. Sebagai upaya penanggulangan dan pencegahan penyakit DBD di Jawa Tengah dilakukan penentuan besarnya kapasitas penularan penyakit DBD di Jawa tengah menggunakan metode kapasitas vektor berdasarkan informasi entomologis dan iklim wilayah Jawa Tengah. Hasil perhitungan kapasitas vektor (VC) yang menggambarkan nilai potensi transmisi (TP) menunjukkan pada tahun curah hujan bawah normal (BN), VC tertinggi terjadi pada musim Desember-Januari-Februari. Pada tahun curah hujan normal (N) dan atas normal (AN), VC tertinggi terjadi pada musim Maret-April-Mei. VC terendah pada semua kondisi terjadi pada musim Juni-Juli-Agustus. Berdasarkan pemetaan di kecamatan pusat kabupaten/kota, kecamatan pusat kabupaten/kota yang terletak di dataran rendah berpotensi tinggi tertular penyakit DBD dan pada kecamatan pusat kabupaten/kota yang terletak di dataran tinggi berpotensi lebih rendah tertular penyakit DBD. Kecamatan pusat kabupaten/kota yang berpenduduk padat seperti Tegal (M), Semarang (M), dan Surakarta (M) pada hampir semua kondisi masuk ke dalam klasifikasi TP tinggi. Antara VC dengan Incidence Rate (IR) ditemukan hubungan nyata dengan korelasi sebesar 0.057, karena pada metode kapasitas vektor, faktor yang diperhitungkan hanya curah hujan, suhu dan kepadatan penduduk. Faktor lain seperti immunitas penduduk dan intervensi antara ke-35 kabupaten/kota dalam mencegah dan menanggulangi penyakit DBD tidak diperhitungkan. Kata kunci: DBD, kapasitas vektor, potensi transmisi, Jawa Tengah

4 KAJIAN POTENSI TRANSMISI PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUHU DI JAWA TENGAH WILLY WULANSARI Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

5 Judul Nama NRP : Kajian Potensi Transmisi Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Curah Hujan dan Suhu di Jawa Tengah : Willy Wulansari : G Disetujui Pembimbing Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP Mengetahui Ketua Departemen Geofisika dan Meteorologi Dr. Ir. Rini Hidayati, MS NIP Tanggal lulus :

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, rizqi dan karunia-nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Potensi Transmisi Penyakit Demam Berdarah Dengue Berdasarkan Curah Hujan dan Suhu di Jawa Tengah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat kelulusan di program studi Meteorologi Terapan, departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku pembimbing yang telah memberikan masukan, pengarahan, berbagi ilmu pengetahuan, nasehat, pengertian, dan memiliki andil yang besar dalam penyelesaian skripsi penulis. Selanjutnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada: 1. Keluarga tercinta : Bapak Idang Suparman dan Mamah Sumiati (Almh), Ibu Teulis Nani, Teteh Rosy Nawangsari, Teteh Niar Ratnasari, Aa Ogi Gustaman dan Adik Poppy Fitriasari yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan nasehat hingga saat ini. 2. Ibu Dr. Ir. Rini Hidayati, MS selaku ketua departemen Geofisika dan Meteorologi atas bantuan dalam menyelesaikan perkuliahan. 3. CCROM, BMKG, Laboratorium Entomologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan Bonita Ayu Novelani yang telah memberikan data yang dibutuhkan selama penelitian. 4. Bapak Prof. Dr. Ir. Ahmad Bey selaku pembimbing akademik. 5. Segenap civitas GFM, Bu Indah, Mas Azis, Pak Jun, Pak Pono, Mbak Wanti, Mbak Icha, Pak Kaerun, Pak Udin, serta seluruh staf dosen dan pengajar atas bimbingan dan kuliah selama ini. 6. Sahabat-sahabatku GFM 43, Ria, Ica, Maya, Titik, Ari, Lastu, Dinda dan semua angkatan 43 lainnya (Abi, Amel, Hilda, Desi, Diana, Debo, Chris, Neni, Yuli, Rika, Dian, Sasti, Sarah, Uti, Rahmi, Devi, Sandro, Fajar, Ridwan, Dicky, Rendy, Rizky, Tia, Tara, Robby, Gilang, Gema, Daniel, Uji, Isa, Lutfi, Egi, Legran, Dipa, Ray, Anang, Zahe), terima kasih atas kebersamaan selama ini. 7. Teman-teman Andaleb 2 dan Strawberry House (Lina, Dian, Mila, Memi, Naila, Mb Ratna, Mb Devi, Mb Cici, Mb Ratih, Nina, Celi, Usi, Ina, dan Isye) yang selalu menemani dalam suka dan duka di kosan tercinta dan membantu dalam doa, semangat, dan nasehat. 8. Sahabatku dari TPB Lisma dan Intan yang selalu setia sampai akhir. 9. Teman-teman terbaikku Puput, Winda, Rani, Anti, Nurul dan Ira yang masih setia menyemangati. 10. Izzan Faruqi beserta keluarga yang telah memberi banyak pelajaran, motivasi dan inspirasi. Kepada semua pihak lainnya yang telah memberikan kontribusi yang besar selama pengerjaan penelitian ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat. Bogor, November 2010 Penulis

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung Jawa Barat, 17 November 1988 sebagai anak keempat dari lima bersaudara pasangan Idang Suparman dan Sumiati (Almh). Penulis menyelesaikan studi dasar di SMU KOSGORO KOTA BOGOR (2006). Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), pertengahan tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pada pertengahan Agustus 2007, penulis melanjutkan studi bidang Meteorologi di Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, dan memilih Biometeorologi sebagai bidang khusus penelitian dan tugas akhir kesarjanaan. Selama masa studi, penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam periode dan aktif dalam berbagai kepanitiaan BEM FMIPA dan HIMAGRETO dan kegiatan akademik kampus seperti lolos seleksi pendanaan Proposal Kreativitas Mahasiswa pada tahun Selain itu penulis dipercaya menjadi asisten praktikum mata kuliah Metode Klimatologi tahun 2009 dan Biometeorologi tahun 2010.

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan... 1 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Virus Dengue Vektor Pembawa Virus Dengue Siklus Hidup Aedes aegypti Penularan Virus Dengue Nyamuk Sebagai Vektor Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penularan DBD Faktor Iklim Faktor Manusia Faktor Sosial Ekonomi Kapasitas Vektor dalam Menduga Potensi Transmisi (TP) Kondisi Geografi Jawa Tengah... 7 BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Metode Penelitian Penentuan Parameter-paremeter Kapasitas Vektor (VC) Pendugaan Man Hour Density (MHD) Berdasarkan Curah Hujan Perhitungan Nilai Potensi Transmisi (TP) Pengelompokkan Nilai TP Berdasarkan Musim Identifikasi Tahun Bawah Normal (BN), Normal (N) dan Atas Normal (AN) Berdasarkan Curah Hujan Pemetaan TP Mencari Hubungan antara Nilai VC dengan IR dan KP... 9 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iklim Jawa Tengah (Jateng) Persamaan Pendugaan Man Hour Density (MHD) Berdasarkan Curah Hujan MHD Jawa Tengah Kapasitas Vektor (VC) Jawa Tengah Pengamatan Suhu Potensi Transmisi (TP) Sebagai Gambaran Kapasitas Vektor (VC) Peta Sebaran TP Hubungan IR dengan VC dan KP BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 28

9 ix DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Pengelompokkan nilai potensi transmisi (TP) musiman Pengelompokan karakteristik curah hujan Ketinggian kecamatan pusat kabupaten/kota (mdpl), rata-rata bulanan suhu ( 0 C), dan kapasitas vektor (VC, per ) wilayah dataran tinggi (DT) Ketinggian kecamatan pusat kabupaten/kota (mdpl), rata-rata bulanan suhu ( 0 C), dan kapasitas vektor (VC, per ) wilayah dataran menengah (DM) Ketinggian kecamatan pusat kabupaten/kota (mdpl), rata-rata bulanan suhu ( 0 C), dan kapasitas vektor (VC, per ) wilayah dataran rendah (DR) Ketinggian (mdpl), rata-rata bulanan suhu ( 0 C), dan kapasitas vektor (VC, per ) tiap wilayah kabupaten/kota dengan rata-rata kapasitas vektor (VC, per ) tertinggi beserta suhu ( 0 C) dan curah hujan (mm) Rata-rata suhu ( 0 C) Jawa Tengah permusim setiap kodisi Rata-rata bulanan suhu ( 0 C) dan kapasitas vektor (VC, per ) Kabupaten/Kota Jawa Tengah Pembagian kelas berdasarkan nilai potensi transmisi (TP, per ) Bentuk sebaran yang diujikan untuk mendapatkan nilai peluang data potensi transmisi (TP) bulanan... 17

10 x DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Sebaran DBD di dunia tahun Virus Dengue Nyamuk Aedes aegypti Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti Pola curah hujan (mm) dan suhu ( 0 C) rata-rata Jawa Tengah Diagram alir penelitian Hubungan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) / kepadatan penduduk (KP, orang/km 2 ) dengan curah hujan (CH, mm) Man hour density (MHD, ekor/orang/jam) bulanan Jawa Tengah permusim setiap kondisi Curah hujan (CH, mm) rata-rata bulanan Jawa Tengah setiap kondisi Rata-rata jumlah hari hujan bulanan Kota Tegal, Kota Semarang, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Semarang pada setiap kondisi Rata-rata kapasitas vektor (VC, per ) bulanan wilayah dataran tinggi (DT) Rata-rata kapasitas vektor (VC, per ) bulanan wilayah dataran menengah (DM) Rata-rata kapasitas vektor (VC, per ) bulanan wilayah dataran rendah (DR) Rata-rata kapasitas vektor (VC, per ) bulanan Jawa Tengah permusim setiap kondisi Plot peluang potensi transmisi (TP) menggunakan sebaran 3-parameter Weillbul Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) Tahun bawah normal (BN) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) Tahun normal (N) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) Tahun atas normal (AN) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Maret-April-Mei (MAM) Tahun bawah normal (BN) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Maret-April-Mei (MAM) Tahun normal (N) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Maret-April-Mei (MAM) Tahun atas normal (AN) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) Tahun bawah normal (BN) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) Tahun normal (N) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) Tahun atas normal (AN) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim September-Oktober-November (SON) Tahun bawah normal (BN) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim September-Oktober-November (SON) Tahun normal (N) Sebaran potensi transmisi (TP, per ) demam berdarah dengue (DBD) Jawa Tengah Musim September-Oktober-November Tahun atas normal (AN) Diagram pencar antara kapasitas vektor (VC, per ) dengan incidence rate (IR, per ) Hubungan antara kapasitas vektor (VC, per ) dengan kepadatan penduduk (KP, orang/km 2 )... 25

11 xi DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Daftar Istilah Analysis of Variance (ANOVA) Persamaan Hubungan antara Curah Hujan (CH, mm) dengan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) Mataram dan Jakarta Timur Rata-rata Curah Hujan (CH, mm) dan man hour density( MHD, ekor/orang/jam) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Rata-rata Curah Hujan (CH, mm) dan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April (MAM) Tahun Bawah Normal (BN) Rata-rata Curah Hujan (CH, mm) dan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON) Tahun Bawah Normal (BN) Rata-rata Curah Hujan (CH, mm) dan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) Tahun Normal (N) Rata-rata Curah Hujan (CH, mm) dan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON) Tahun Normal (N) Rata-rata Curah Hujan (CH, mm) dan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) Tahun Atas Normal (AN) Rata-rata Curah Hujan (CH,mm) dan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON) Tahun Atas Normal (AN) Rata-rata Suhu ( 0 C) dan Kapasitas Vektor (VC, per ) Bulanan Kabupaten /Kota Jawa Tengah Rata-rata Suhu ( 0 C) dan Kapasitas Vektor (VC, per ) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) Tahun Bawah Normal (BN) Rata-rata Suhu ( 0 C) dan Kapasitas Vektor (VC, per ) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON)Tahun Bawah Normal (BN) Rata-rata Suhu ( 0 C) dan Kapasitas Vektor (VC, per ) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) Tahun Normal (N) Rata-rata Suhu ( 0 C) dan Kapasitas Vektor (VC, per ) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON) Tahun Normal (N) Rata-rata Suhu ( 0 C) dan Kapasitas Vektor (VC, per ) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) dan Maret-April-Mei (MAM) Tahun Atas Normal (AN) Rata-rata Suhu ( 0 C) dan Kapasitas Vektor (VC, per ) Bulanan Kabupaten/Kota Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) dan September-Oktober-November (SON) Tahun BN Analysis of Variance (ANOVA) Hubungan Incidence Rate (IR, per ) dengan Kapasitas Vektor (VC, per ) Bulanan Jawa Tengah Grafik Hubungan Kapasitas Vektor (VC, per ) dengan Kepadatan Penduduk (orang/km 2 ) Bulanan Jawa Tengah Plot Peluang Potensi Transmisi (TP) Menggunakan Sebaran 3-Parameter Weillbul Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) Tahun Bawah Normal (BN) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Desember-Januari-Februari (DJF) Tahun Normal (N) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Muism Desember-Januari-Februari (DJF) Tahun Atas Normal (AN)... 46

12 23 Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Maret-April-Mei (MAM) Tahun Bawah Normal (BN) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Maret-April-Mei (MAM)Tahun Normal (N) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Maret-April-Mei (MAM) Tahun Atas Normal (AN) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) Tahun Bawah Normal (BN) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) Tahun Normal (N) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim Juni-Juli-Agustus (JJA) Tahun Atas Normal (AN) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim September-Oktober-November (SON) Tahun Bawah Normal (BN) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim September-Oktober-November (SON) Tahun Normal (N) Sebaran Potensi Transmisi (TP, per ) Demam Berdarah Dengue (DBD) Jawa Tengah Musim September-Oktober-November (SON) Tahun Atas Normal (AN) xii

13 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang penyebarannya dilakukan oleh nyamuk Aedes sp. yang dapat menimbulkan kematian (Siregar 2004). Penyakit DBD di Indonesia pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya dengan jumlah penderita 58 orang dengan kematian 24 orang (41,3%) (Siregar 2004). Sejak saat itu penyakit DBD cenderung menyebar ke seluruh tanah air Indonesia dan mencapai puncaknya pada tahun 1988 dengan incidence rate mencapai 35,19 % per penduduk (LITBANGKES 2004). Reiter (2001) menyatakan bahwa iklim mempengaruhi ekologi, perkembangan, sifat hidup, daya tahan nyamuk dan dinamika penularan penyakit DBD. Unsur iklim seperti suhu, curah hujan dan kelembaban merupakan parameter iklim yang mempengaruhi penularan penyakit DBD. Selain itu Focks et al. (2000) menyatakan bahwa peningkatan pupa sebagai gambaran dari populasi nyamuk akan meningkatkan resiko penularan DBD, sehingga akan meningkatkan kejadian DBD. Pada saat ini seluruh provinsi di Indonesia sudah terjangkit penyakit DBD salah satunya provinsi Jawa Tengah (Siregar 2004). Penelitian Balitbangkes menunjukkan bahwa Jawa Tengah merupakan daerah endemis DBD dengan peningkatan kasus setiap tahunnya. Hal ini berkaitan dengan keadaan iklim Jawa Tengah yang bertipe iklim Am dengan curah hujan tahunan ratarata mm, dan suhu rata-rata o C ( Hal tersebut menyebabkan nyamuk Aedes sp. sebagai pembawa penyakit ini dapat berkembang biak di Jawa Tengah. Vektorial capacity atau kapasitas vektor merupakan nilai laju inokulasi sporozoit beberapa hari kemudian, yang diduga dari kasus manusia yang terinfeksi saat ini, dengan mengansumsikan bahwa semua nyamuk betina yang menggigit manusia telah terinfeksi virus Dengue. Potensi transmisi digambarkan dari besarnya kapasitas vektor yang dapat menularkan penyakit DBD. Upaya penurunan kejadian DBD memerlukan suatu perencanaan penanggulangan dan pencegahan. Upaya tersebut dapat didukung dengan perkiraan besarnya kapasitas penularan DBD di suatu wilayah. Dengan menghitung potensi penularan pada suatu musim maka kebutuhan sarana dan prasarana dapat dipersiapkan pada setiap musim. 1.2 Tujuan Penelitian bertujuan untuk mendapatkan nilai potensi transmisi penyakit DBD dalam peta sebaran tingkat kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah berdasarkan informasi unsur iklim dan entomologi pada kondisi tahun bawah normal (BN), normal (N) dan atas normal (AN). BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi virus yang paling penting di dunia, yang penyebarannya ditularkan oleh nyamuk sebagai vektor pembawa penyakit. Penyakit ini menyerang ratusan juta manusia setiap tahunnya dan ditularkan sebagian besar oleh satu spesies nyamuk, yaitu Aedes aegypti (Hales et al. 2002). Demam tiba-tiba pada awalnya, kemudian sakit kepala berat, rasa sakit yang sangat di daerah belakang mata, rasa sakit pada seluruh otot dan sendi, mual, dan timbul bintik merah pada kulit menjadi tanda-tanda awal penyakit ini (Reiter 2001). Demam berdarah biasanya terjadi sekitar enam atau tujuh hari dengan puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Sesudah masa inkubasi virus Dengue selama 3-15 hari, orang yang tertular dapat menderita penyakit ini dalam salah satu dari 4 bentuk berikut ini ( : 1. Bentuk abortif, penderita tidak merasakan suatu gejala apapun. 2. Dengue klasik, penderita mengalami demam tinggi selama 4-7 hari, nyerinyeri pada tulang, diikuti dengan munculnya bintik-bintik atau bercakbercak perdarahan di bawah kulit. 3. Dengue Hemorrhagic Fever (Demam Berdarah Dengue/DBD) gejalanya sama dengan Dengue klasik ditambah dengan pendarahan dari hidung (epistaksis/mimisan), mulut, dubur, dsb. 4. Dengue Shock Syndrome, gejalanya sama dengan DBD ditambah dengan shock / preshock. Bentuk ini sering berujung pada kematian. Gubler (2002) dalam Hidayati (2008) menyebutkan bahwa virus Dengue menjadi endemis di wilayah Asia sejak pertama kali terjadi pada 50 tahun pertama abad ke-20. Banyaknya tentara sekutu dan Jepang yang masuk ke dalam wilayah endemis Asia setelah

14 2 perang dunia (PD) ke II menyebabkan penyebaran virus Dengue menjadi dramatis. Material perang pada perang tersebut menyebabkan penyebaran nyamuk Aedes aegypti, sehingga terjadi epidemik diantara pasukan kedua angkatan perang, hiperendemik di kota-kota Asia yang disertai pula oleh peningkatan penularan multi serotipe virus Dengue. Di Indonesia, penyakit DBD pertama kali ditemukan di Kota Jakarta dan Surabaya pada tahun Sejak itu penyakit ini menjadi salah satu penyakit endemis di Indonesia. Selama kurun waktu 1968 sampai 1993 setiap tahun rata-rata orang dirawat di rumah sakit dan orang meninggal dunia karena terserang penyakit tersebut (Depkes RI 1997). Menurut Reiter (2001), penyakit DBD meningkat dramatis dalam beberapa dekade baru-baru ini, baik dalam hal angka kejadian maupun sebaran geografisnya. Lebih dari setengah populasi dunia saat ini hidup di daerah beresiko terinfeksi. Namun saat ini belum tersedia vaksin untuk penyakit tersebut. Gambar 1 Sebaran DBD di dunia tahun 2005 ( 2.2 Virus Dengue Penyebab penyakit DBD adalah virus Dengue. Virus ini termasuk kelompok Arthropoda. Sampai saat ini dikenal ada 4 serotipe virus yaitu ; 1. Dengue 1 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944, 2. Dengue 2 diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944, 3. Dengue 3 diisolasi oleh Sather, 4. Dengue 4 diisolasi oleh Sather. Keempat tipe virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3. Penelitian di Indonesia menunjukkan Dengue tipe 3 merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus yang berat (Siregar 2004). Keempat serotipe virus tersebut termasuk dalam genus Flavivirus dan famili Flaviviridae ( Gambar 2 Virus Dengue ( Martens (1988) menyatakan bahwa pada umumnya, virus Dengue tidak dapat bertahan hidup pada suhu di bawah C, sedangkan suhu minimum untuk perkembangan virus yaitu C. Itu sebabnya virus Dengue ini tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia, karena berdasarkan iklim, Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis basah, dengan rata-rata suhu dan curah hujan tahunan relatif tinggi sepanjang tahun. Nyamuk Aedes aegypti menjadi infektif jika di dalam tubuhnya telah membawa virus Dengue. Hanya nyamuk Aedes yang telah terinfeksi yang bisa menginfeksi manusia dengan virus Dengue. Virus Dengue membutuhkan waktu untuk berkembang biak dalam tubuh nyamuk hingga jumlahnya cukup untuk dapat menginfeksi dengan waktu inkubasi berkisar antara 3-14 hari dengan kejadian paling sering 4-7 hari. 2.3 Vektor Pembawa Virus Dengue Nyamuk merupakan vektor pembawa virus Dengue dalam penyakit DBD. Aedes aegypti merupakan kebanyakan nyamuk pembawa virus Dengue (Hales et al. 2002). Menurut Brown (1986) dalam Sebayang (1993), nyamuk Aedes diklasifikasikan menjadi sebagai berikut : Kingdom : Animal Filum : Invertebrata Kelas : Insekta Sub Kelas : Pterygota Ordo : Diptera Sub Ordo : Nematocera

15 3 Famili Sub Famili Species : Culicidae : Aedes : Aedes aegypti pada stadium telur, larva dan pupa, sedangkan pada stadium dewasa, nyamuk mempunyai bentuk serangga utuh yang terbang aktif mencari darah. Biasanya telur menetas menjadi jentik setelah terendam air selama 2 hari yang kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Hidayati 2008). Gambar 3 Nyamuk Aedes aegypti ( Siregar (2004) menyatakan bahwa ukuran nyamuk Aedes aegypti dewasa lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai dasar hitam dengan bintik- bintik putih pada bagian badan, kaki, dan sayapnya. Nyamuk Aedes aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan seperti sari bunga untuk keperluan hidupnya, sedangkan nyamuk betina mengisap darah. Nyamuk betina ini lebih menyukai darah manusia dari pada binatang. Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya pagi (pukul ) sampai petang hari ( ). Aedes aegypti mempunyai kebiasan mengisap darah berulang kali untuk memenuhi lambungnya dengan darah, sehingga nyamuk ini sangat infektif sebagai penular penyakit. Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau di luar rumah. Tempat hinggap yang disenangi adalah benda-benda yang tergantung dan biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Tempat-tempat tersebut dijadikan nyamuk sebagai tempat untuk menunggu proses pematangan telurnya. Selanjutnya nyamuk betina akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakan, sedikit di atas permukaan air. Biasanya telur menetas menjadi jentik setelah terendam air selama 2 hari yang kemudian menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyamuk dewasa (Siregar 2004) Siklus Hidup Aedes aegypti Aedes aegypti mengalami metamorfosis yang sempurna melalui empat stadium, yaitu telur, larva (jentik), pupa dan dewasa. Air merupakan medium untuk berkembang biak Stadium Telur Menurut Depkes RI (1990), telur Aedes aegypti berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam setelah satu atau dua jam. Telur nyamuk tersebut berbentuk oval dan menempel pada dinding tempat penampungan air. Telur mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap suhu dan kelembaban. Telur tersebut tidak dapat hidup pada suhu 10 0 C, namun dapat tahan terhadap kekeringan. Pada suhu lingkungan sebesar 21 0 C, telur dapat bertahan lebih dari satu tahun, sedangkan pada suhu C telur dapat menetas menjadi jentik nyamuk selama satu sampai tiga hari Stadium Larva (Jentik) Perkembangan jentik sangat dipengaruhi oleh suhu air, kepadatan populasi dan ketersediaan makanan (Depkes RI 1990). Jentik akan berubah menjadi pupa (kepompong) dalam waktu 4-8 hari pada suhu C, dan akan mati pada suhu 10 0 C dan 36 0 C. Jentik Aedes aegypti secara mikroskopis dapat dikenali dari gerakannya yang cepat dan membengkok-bengkokkan tubuh. Bila disoroti cahaya atau senter jentik tersebut bersifat menghindari cahaya Stadium Pupa (Kepompong) Menurut Wahyuni (2005) Pppa (kepompong) berbentuk seperti koma, bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibandingkan rata-rata nyamuk lainnya. Kepala dan dadanya bersatu dilengkapi sepasang terompet pernafasan. Pada stadium pup, pupa tidak makan dan bila terganggu, pupa akan bergerak naik turun di dalam wadah air. Pupa akan menjadi nyamuk dewasa dalam waktu lebih kurang dua hari. Beberapa pupa dapat hidup pada suhu air 47 0 C selama 5 menit dan pada suhu 4,5 0 C dapat hidup selama 24 jam Stadium Dewasa Waktu yang dibutuhkan pupa berubah menjadi nyamuk dewasa yaitu sekitar 1-5 hari. Setelah jam menjadi dewasa, nyamuk akan mengalami perkawinan. Nyamuk dewasa akan memproduksi telur 50-

16 4 500 butir pada pertama kali bertelur. Nyamuk dewasa akan bertelur setelah menghisap darah. Nyamuk dewasa akan mati pada suhu 6 0 C jika terpapar selama 24 jam atau pada suhu 36 0 C jika terpapar terus menerus. Suhu yang baik untuk nyamuk dewasa yaitu 26 0 C. Suhu, kelembaban, makanan dan reproduksi akan mempegaruhi umur nyamuk. Nyamuk dewasa dapat hidup selama 30 hari pada suhu 10 0 C dan kelembaban relatif 100% tanpa makan dan minum. Nyamuk betina mulai menghisap darah pada hari kedua atau ketiga setelah menjadi nyamuk dewasa. Umur nyamuk betina dewasa dapat bertahan hidup selama 102 hari. Gambar 4 Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti ( Penularan Virus Dengue Penyakit DBD ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit atau mengisap darah orang yang di dalam darahnya terdapat virus Dengue baik orang yang sakit ataupun tidak sakit. Selain itu juga bisa melalui keberadaan virus Dengue pada nyamuk karena terbawa telur nyamuk (transovarial). Seseorang yang di dalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan virus Dengue kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya, oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah mengisap virus Dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Siregar 2006) Nyamuk Sebagai Vektor Nyamuk dapat ditemukan di seluruh belahan dunia kecuali di tempat yang dingin terus menerus. Ada 3500 spesies nyamuk, yang tiga perempatnya hidup di tropis basah dan subtropis. Populasi terbesarnya terdapat di arctic tundra, dimana jumlah yang sangat besar muncul pada satu tempat perindukan setiap musim panas. Nyamuk betina semua spesies nyamuk, mendapatkan protein yang dibutuhkan untuk perkembangan telurnya dengan cara menggigit darah vertebrata. Beberapa spesies sangat selektif, membatasi dirinya pada satu atau beberapa spesies penjamu, namun ada juga spesies tidak begitu mempermasalahkan spesies penjamu dan bahkan dapat menggantinya dengan burung, mamalia bahkan juga reptil. Sistem sekresi air liur yang kompleks memudahkan penggigitan. Air liur yang di dalamnya mungkin terdapat virus, protozoa atau cacing nematode akan masuk ke dalam pembuluh darah ketika nyamuk menggigit. Selain itu, air liur juga akan memudahkan nyamuk menghisap darah, karena air liur berfungsi mencairkan darah yang beku (Rieter 2001). 2.4 Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penularan DBD Faktor Iklim Reiter (2001) menyatakan bahwa iklim sangat mempengaruhi ekologi, perkembangan, sifat hidup, daya tahan nyamuk dan dinamika penularan penyakit DBD. Unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban, angin dan durasi cahaya matahari memainkan peranan yang sangat penting dalam daya tahan dan laju penularan penyakit DBD Curah Hujan Salah satu faktor yang menyebabkan tersedianya habitat Aedes aegypti yaitu curah

17 5 hujan, karena curah hujan akan mengisi genangan-genangan air yang digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk. Kelangsungan hidup nyamuk dewasa dan nyamuk yang telah terinfeksi juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Suhu dan kelembaban yang kondusif untuk kelangsungan hidup nyamuk terjadi pada musim hujan, oleh karena itu curah hujan sangat mempengaruhi tersedianya habitat Aedes aegypti (Hidayati 2008). Menurut Aiken et al. (1980) peningkatan atau penurunan vektor DBD dalam hal jumlah dan ukuran tempat perindukan potensial dan juga populasi nyamuk disebabkan oleh curah hujan. Selain itu menurut Strickman & Kittayapong (2002), pada periode curah hujan tertinggi di Thailand, terjadi kelimpahan jentik nyamuk. Hal tersebut kemungkinan mencerminkan kebiasaaan masyarakat sekitar mengumpulkan air hujan yang tersedia dan terjadinya kelimpahan sumber air yang tak teratur. Aiken et al. (1980) menyatakan bahwa di beberapa kawasan di Asia Tenggara, pada musim hujan terjadi kasus DBD tertinggi setiap tahunnya. Selain itu di Rangoon Malaysia, pada musim hujan terjadi kelimpahan jumlah larva Aedes aegypti per kontainer dan jumlah kepadatan nyamuk. Dilaporkan pula di beberapa daerah, peningkatan kasus DBD terjadi selama musim kemarau. Kepadatan nyamuk Aedes aegypti di Singapura tertinggi terjadi pada musim kemarau yang meningkatkan pula kasus kejadian DBD. Kejadian tersebut juga terjadi di Jakarta dan Filipina (Aiken et al. (1980)). Kelimpahan tempat perindukan terjadi ketika kondisi kekeringan mengharuskan adanya penyimpanan air di atau di sekitar tempat hunian, sehingga di beberapa daerah terjadi hubungan yang negatif antara curah hujan dengan kejadian DBD Suhu Suhu udara mempengaruhi daur hidup, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan nyamuk, sehingga suhu udara menjadi salah satu faktor pembatas penyebaran nyamuk (Hidayati 2008). Menurut Sehgal (1997), dinamika penularan virus Dengue cenderung dipengaruhi oleh suhu. Suhu yang lebih hangat akan mengurangi ukuran jentik Aedes aegypti, vektor Dengue dan akhirnya mempengaruhi ukuran nyamuk dewasa. Nyamuk dewasa yang lebih kecil harus makan lebih sering untuk perkembangan telurnya, sehingga akan menggigit lebih sering. Selain itu perkembangan virus juga berubah dengan meningkatnya suhu. Pada suhu yang lebih tinggi, periode inkubasi ekstrinsik (EIP) akan lebih singkat, sehingga akan meningkatkan jumlah nyamuk terinfeksi. Perkembangan virus akan berjalan lambat dan nyamuk tidak akan bertahan lama apabila iklim terlalu dingin, sehingga nyamuk akan mati sebelum menjadi terinfeksi virus Dengue (Hales et al 2002). Sutherst (2004) menyatakan bahwa suhu yang lebih tinggi dapat mempercepat penularan DBD bahkan selama periode curah hujan rendah karena konteiner penyimpanan air buatan dijadikan tempat perindukan oleh Aedes aegypti Kelembaban Relatif (RH) RH merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan, penyebaran dan umur nyamuk. Kelembaban yang rendah akan menggangu sistem pernafasan trakea, sehingga nyamuk sangat rentan terhadap kelembaban rendah (Hidayati 2008) Unsur Iklim Lainnya Ketinggian tempat meter dari permukaan laut sangat cocok untuk kelangsungan hidup nyamuk Aedes aegypti, dan pada ketinggian 1000 meter nyamuk ini masih bertahan hidup. Menurut Knowlton et al. (2009), kecepatan pertumbuhan populasi masyarakat kota, peningkatan meluasnya travel dan transportasi internasional dan terganggunya atau berkurangnya langkahlangkah perngontrolan nyamuk juga mempengaruhi kapan dan dimana terjadinya wabah DBD. Secara nasional penyakit DBD di Indonesia setiap tahun terjadi pada bulan September sampai dengan Februari dengan puncak pada bulan Desember atau Januari yang bertepatan dengan waktu musim hujan. Namun untuk kota besar, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya musim penularan terjadi pada bulan Maret sampai Agustus dengan puncak terjadi pada bulan Juni atau Juli (Siregar 2004) Faktor Manusia Menurut Reiter (2001) penularan penyakit DBD juga dipengaruhi oleh aktivitas manusia. Sebagai contoh menghilangnya tempat-tempat berair di lubang-lubang pohon yang digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk akibat penebangan hutan. Selain itu penampungan air pada botol-botol dan drum, buket, pot dan wadah penampung air buatan

18 6 manusia lainnya yang dapat menjadi tempat dan sumber kehidupan Aedes aegypti. Penyebaran penyakit DBD di daerah perkotaan lebih intensif dari pada di daerah pedesaan. Hal ini disebabkan kepadatan jumlah penduduk yang tinggi di daerah perkotaan. Jarak antara rumah yang satu dengan yang lain sangat berdekatan sehingga memudahkan nyamuk penular DBD (Aedes aegypti) menyebarkan virus Dengue dari satu orang ke orang lain yang ada di sekitarnya (jarak terbang nyamuk Aedes aegypti biasanya tidak lebih dari 100 meter). Selain itu mobilitas penduduk di kota pada umumnya. jauh lebih tinggi dibandingkan di pedesaan (Siregar 2001) Faktor Sosial Ekonomi Secara umum kepadatan penduduk akan mempengaruhi penularan DBD, karena kepadatan penduduk akan mempengaruhi ketersediaan makanan dan kemudahan dalam penyebaran penyakit. Selain itu faktor lainnya yang mempengaruhi penularan DBD yaitu kehidupan sosial seperti perkumpulan olahraga, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, fasilitas ibadah. Kemiskinan juga menjadi salah satu fakor penularan DBD, biasanya berkaitan dengan malnutrisi, fasilitas sanitasi yang tidak memadai yang secara tidak langsung merupakan faktor penunjang dalam proses penyebaran penyakit menular. Faktor lainnya yaitu keberadaan dan ketersediaan fasilitas kesehatan. 2.5 Kapasitas Vektor dalam Menduga Potensi Transmisi (TP) Transmission potensial (TP) atau potensi transmisi merupakan tinggi rendahnya penularan penyakit dalam kajian kapasitas vektor. Potensi transmisi dan kejadian luar biasa DBD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari epidemiologi DBD. Kejadian luar biasa didasari oleh penularan yang tinggi, oleh sebab itu mengetahui potensi penularan DBD (transmisi potensial) sangatlah penting. Menurut Munif (2007) potensi transmisi adalah nilai potensi penularan yang sedang berlangsung di suatu ekosistem, sehingga dengan mengetahui potensi transmisi, potensi dari terjangkitnya penyakit tersebut di suatu daerah bisa diketahui. Vectorial capacity atau kapasitas vektor (VC) merupakan nilai laju inokulasi sporozoit masa yang akan datang yang diduga dari kasus manusia yang terinfeksi saat ini, dengan asumsi semua nyamuk betina yang menggigit manusia telah terinfeksi virus Dengue. Reiter (2001) menyatakan bahwa kapasitas vektor telah dikembangkan untuk meneliti ciri-ciri pokok dari penularan penyakit DBD, terutama pada konteks pengontrolan vektornya. MacDonald (1957) dalam Garret-Jones C (1964) mengekspresikan kapasitas vektor dalam persamaan matematika berikut ini : VC = mp a ln p Dimana : m : kepadatan nyamuk hinggap per orang per jam (ekor/orang/jam), a : rata-rata jumlah gigitan perhari pernyamuk (perhari), p : nilai harapan hidup harian nyamuk (perhari), dan n : periode inkubasi ekstrinsik (hari) (waktu yang dibutuhkan virus untuk berkembang dalam tubuh nyamuk hingga nyamuk tersebut menjadi infektif (Reiter 2001)). Berdasarkan persamaan VC diatas, diasumsikan faktor koreksi sama dengan 1, sehingga maka potensi transmisi merupakan berapa kapasitas vektor yang dapat menularkan penyakit DBD atau VC sama dengan TP. Reiter (2001) menyatakan bahwa dalam pendekatan kapasitas vektor diatas satusatunya faktor yang dipengaruhi langsung oleh iklim yaitu n (periode inkubasi ekstrinsik). Nilai n tersebut berhubungan langsung dengan suhu. Secara teori suhu yang tinggi akan meningkatkan penularan, karena suhu tinggi dapat mengurangi masa inkubasi ekstrinsik, sehingga aktivitas seperti menggigit dan bertelur menjadi lebih cepat (Reiter 2001). Selain itu dalam Biteau-Coroller F (2005) kapasitas vektor diekspresikan dalam persamaan berikut : ma a V p VC = lnp Dimana VC : Kapasitas vektor ma : jumlah kepadatan nyamuk (ekor/orang/jam) a : laju menggigit inang (perhari) p : peluang hidup nyamuk (perhari) n : siklus inkubasi ekstrinsik (hari) V : Vector competence (%) Pada kedua persamaan diatas, faktor yang paling berpengaruh yaitu suhu dan kepadatan penduduk, tanpa memperhitungkan faktor-

19 7 faktor lainnya, seperti sosial, ekonomi, budaya dan lain-lain. Pada penelitian ini tidak tersedia data vector competence (V), maka persamaan yang digunakan untuk menghitung kapasitas vektor yaitu mengikuti persamaan MacDonald (1957) yang menggunakan asumsi semua nyamuk betina yang menggigit manusia telah terinfeksi virus Dengue (vector competence = 100%). 2.6 Kondisi Geografi Jawa Tengah Jawa Tengah adalah sebuah provinsi Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat di sebelah barat, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Timur di sebelah timur, dan Laut Jawa di sebelah utara. Luas wilayahnya km², atau sekitar 25,04% dari luas pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah juga meliputi Pulau Nusakambangan di sebelah selatan (dekat dengan perbatasan Jawa Barat), serta Kepulauan Karimun Jawa di Laut Jawa. Jawa Tengah memiliki iklim tropis, dengan curah hujan tahunan rata-rata mm, dan suhu rata-rata o C. Daerah dengan curah hujan tinggi terutama terdapat di Nusakambangan bagian barat, dan sepanjang Pegunungan Serayu Utara. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering terjadi kekeringan di musim kemarau berada di daerah bagian selatan Kabupaten Wonogiri. Penelitian Balitbangkes menunjukkan bahwa Jawa Tengah merupakan daerah endemis DBD dengan peningkatan kasus setiap tahunnya. Hal ini berkaitan dengan keadaan iklim Jawa Tengah yang bertipe iklim Am dengan curah hujan tahunan ratarata mm, dan suhu rata-rata o C ( Hal tersebut menyebabkan nyamuk Aedes sp. sebagai pembawa penyakit ini dapat berkembang biak di Jawa Tengah. BAB III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dan pengolahan data dilakukan pada bulan Maret sampai Juni 2010 di Laboratorium Klimatologi Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data: a. Data suhu bulanan Jawa Tengah tahun (Sumber : BMKG Pusat Kemayoran Jakarta) b. Data curah hujan bulanan Jawa Tengah tahun (Sumber : BMKG Pusat Kemayoran Jakarta) c. Data curah hujan bulanan Jakarta Timur tahun 2006 (Sumber : Stasiun Cuaca Halim Perdana Kusuma Jakarta) d. Data curah hujan bulanan Mataram tahun 2009 (Sumber : BMKG Mataram ) e. Data MHD bulanan Jakarta Timur tahun 2006 (Sumber : Penelitian Bonita Ayu Novelani Sekolah Pascasarjana IPB) f. Data MHD Mataram bulanan tahun 2009 (Sumber : Penelitian Hidayati et al. CCROM SEAP) g. Data incidence rate (IR) penyakit DBD seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun (Sumber : Departemen Kesehatan RI) h. Data kepadatan penduduk Jakarta Timur tahun 2006 (Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Jakarta Timur) i. Data kepadatan penduduk Jawa Tengah tahun (Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah) j. Data kepadatan penduduk Mataram tahun 2009 (Sumber : BPS Kota Mataram) k. Peta ketinggian DEM SRTM 90x90 wilayah Jawa Tengah (Sumber: Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat komputer dengan software Ms. Office, MINITAB 14, Global Mapper dan Arc View. 3.3 Metode Penelitian Penentuan Nilai Parameterparameter Kapasitas Vektor (VC) a. Perhitungan a (frekuensi makan nyamuk) Nilai a menunjukkan banyaknya darah yang diambil oleh nyamuk tiap hari. Menurut Lardeux et al. (2007), human blood index (HBI) merupakan nilai perbandingan antara jumlah nyamuk yang mengandung darah manusia dengan jumlah populasinya. HBI Ae. aegypti hasil pengamatan Hidayati et al. (2009) di Mataram pada musim hujan (MH) sebesar 0.33 sedangkan pada musim kemarau (MK) sebesar Nilai tersebut diasumsikan sama untuk wilayah Jawa Tengah.

20 8 Lardeux et al.(2008), menyatakan bahwa jangka waktu siklus gonotropik didefinisikan sebagai interval waktu menghisap darah atau bertelur dua kali berturut-turut (feeding interval (FI)). FI = Dbd T Tmin, bd Dimana FI : Lama siklus gonotropik (hari) Dbd : Satuan panas nyamuk Aedes aegypti untuk siklus gonotropik yaitu ( 0 C Hari) = 36 0 C Hari (Hidayati 2008) T : Suhu rata-rata aktual Tmin,bd : Suhu dasar nyamuk Aedes aegypti untuk siklus gonotropik ( 0 C) = C (Hidayati 2008) Merujuk pada Martens (1998), frekuensi makan nyamuk secara matematik dituliskan dalam rumus di bawah ini: a = HBI FI Dimana a : frekuensi makan nyamuk (perhari) HBI : Human Blood Index FI : Lama siklus gonotropik (hari) b. Perhitungan p (nilai peluang hidup nyamuk setiap hari ) p = B Dimana : FI : lama siklus gonotropik B : Parity rate Nilai parity rate merupakan nilai perbandingan antara jumlah nyamuk yang pernah bertelur (parous) dengan banyaknya nyamuk yang dibedah. Nilai parity rate diasumsikan sebesar 0.5, sebagai hasil penelitian Hidayati et. al (2009) nilai parity rate di kota Mataram tahun 2009 sebesar c. Perhitungan periode inkubasi ekstrinsik (n) Menurut Reiter (2001) periode inkubasi ekstrinsik yaitu waktu yang dibutuhkan virus Dengue untuk berkembang dalam tubuh nyamuk hingga nyamuk tersebut menjadi infektif. n = ( )...(Martens 1998) Dimana n : Periode inkubasi ekstrinsik (hari) D : Satuan panas inkubasi virus Dengue ( 0 C Hari) = C Hari (Hidayati 2008) T : Suhu udara ( 0 C) T min : Suhu dasar untuk inkubasi ( 0 C) = 17 0 C (Hidayati 2008) Pendugaan Man Hour Density (MHD) Berdasarkan Curah Hujan (CH) MHD Jawa Tengah didapatkan dengan melakukan pendugaan MHD dari curah hujan dan kepadatan penduduk (KP). Persamaan hubungan antara MHD/KP dengan CH didapat dari data MHD dan KP Jakarta Timur, dan Mataram dan curah hujan bulanan di daerah tersebut yang kemudian digunakan untuk menduga MHD di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dengan menggunakan curah hujan dan KP di masing-masing kabupaten. MHD KP = a + bch = MHD KP f(ch) MHD = f(ch) KP Kab i Keterangan: MHD i : MHD Kabupaten/Kota i MHD/KP f(ch) : MHD sebagai fungsi curah hujan per kepadatan penduduk Jaktim dan Mataram (orang / km 2 ) KP Kab i : Kepadatan Penduduk Kabupaten i CH : Curah hujan bulanan (mm) Perhitungan Nilai Potensi Transmisi (TP) VC merupakan suatu index yang mencerminkan nilai potensi transmisi (TP) oleh vektor demam berdarah yang terinfeksi virus Dengue. Penentuan nilai TP dilakukan dengan menggunakan metode VC atau kapasitas vektor dengan rumus : TP = VCxFK Dalam penelitian ini FK atau faktor koreksi diasumsikan bernilai 1, sehingga nilai VC akan menggambarkan TP. Nilai VC tersebut mengikuti persamaan dibawah ini : VC = mp a ln p

21 9 Dimana : VC : Kapasitas vektor m : kepadatan nyamuk hinggap (ekor / orang / jam), a : rata-rata jumlah gigitan nyamuk (perhari), p : nilai harapan hidup nyamuk (perhari), dan n : periode inkubasi ekstrinsik (hari) Pengelompokkan Nilai TP Berdasarkan Musim (JJA) 4 Peralihan 2 (SON) Tabel 1 Pengelompokkan nilai potensi transmisi (TP) musiman No Musim Bulan 1 Hujan (DJF) Desember-Januari- Februari 2 Peralihan 1 Maret-April-Mei (MAM) 3 Kemarau Juni-Juli-Agustus September-Oktober- November Identifikasi Tahun Bawah Normal (BN), Normal (N) dan Atas Normal (AN) Berdasarkan Curah Hujan Identifikasi sifat hujan tahunan dilakukan dengan klasifikasi berdasarkan kriteria BMKG. Klasifikasi tersebut terbagi menjadi tiga kelompok yaitu : tahun bawah normal; normal; dan tahun atas normal (Tabel 2). Tabel 2 Pengelompokan karakteristik curah hujan No Karakteristik Kriteria 1 BN <85% CH rata-rata 30 tahunan 2 N 85%-115% CH ratarata 30 tahunan 3 AN >115% CH rata-rata 30 tahunan memodifikasi Rumus Braak (1929) dengan stasiun acuan yang digunakan adalah Stasiun Meteorologi Ahmad Yani, Semarang yang terletak pada ketinggian 3 meter di atas permukaan laut dengan suhu tahunannya C, sehingga estimasi suhu berdasarkan ketinggiannya menjadi : Tzi = h Dimana Tzi : Suhu berdasarkan estimasi ketinggian ( 0 C) h : ketinggian (m) Melalui software Arc View peta suhu tersebut dirubah menjadi peta TP dengan menggunakan metode VC Mencari Hubungan antara Nilai VC dengan IR dan KP Keeratan hubungan antara nilai kapasitas vektor dengan IR dan KP dianalisis menggunakan uji kolerasi sederhana. BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Iklim Jawa Tengah (Jateng) Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang berada di tengah-tengah Pulau Jawa yang dikelilingi oleh 3 provinsi yaitu Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Menurut pola curah hujan yang ada di Jawa Tengah, Jawa Tengah merupakan wilayah yang curah hujannya mengikuti pola monsoon yang memiliki satu puncak musim hujan yang biasanya terjadi pada bulan Desember atau Januari (Gambar 5). Menurut klasifikasi Köppen Jawa Tengah bertipe iklim Am dengan curah hujan tahunan rata-rata 2000 mm, dan suhu rata-rata o C. Selanjutnya dibuat nilai TP musiman pada tahun BN, N dan AN berdsarakan curah hujan Pemetaan TP Pemetaan dilakukan dengan software Arc View dengan memasukkan nilai TP yang telah dihitung sebelumnya. Pemetaan hanya dilakukan di kecamatan pusat kabupaten/kota Jawa Tengah karena biasanya DBD hanya terjadi di pusat-pusat kota yang berpenduduk padat. Ada beberapa kabupaten/kota suhu nya merupakan estimasi berdasarkan ketinggian. Estimasi suhu tersebut dilakukan dengan Gambar 5 Pola curah hujan (mm) dan suhu ( 0 C) rata-rata Jawa Tengah.

22 10 Data Suhu Pengamatan MHD, CH dan KP Jaktim&Mataram Ada / Tidak? Ada Suhu MHD/KP f(ch) CH dan KP Jateng Tidak n FI HBI MHD Jateng DEM p a Braak 1929 Peta Isotherm a 2 VC Tahun CH BN, N dan AN IR Jateng Korelasi TP TP Musiman TP Musiman perklasifikasi tahun hujan Peta TP Gambar 6 Diagram alir penelitian.

23 Persamaan Pendugaan Man Hour Density (MHD) Berdasarkan Curah Hujan Menurut Aiken et al. (1980), peningkatan atau penurunan vektor DBD disebabkan oleh curah hujan, baik dalam hal jumlah populasi maupun ukuran tempat perindukan nyamuk. Namun curah hujan yang besar akan menyebabkan genangan air yang digunakan sebagai tempat perindukan nyamuk melimpas sehingga larva atau pupa nyamuk tersebar ke tempat-tempat lain dan tidak sempat menjadi nyamuk dewasa yang bisa berpotensi menularkan penyakit (Hidayati 2008). Pada penelitian ini, didapatkan 3 persamaan antara MHD (Jaktim dan Mataram) dengan curah hujan (Jaktim dan Mataram) yang telah dibuat sebagai dasar untuk menduga MHD wilayah Jawa Tengah. Persamaan 1 dan 2, merupakan persamaan kuadratik dengan 2 periode hujan, sedangkan persamaan 3 merupakan persamaan polynomial dengan 1 periode hujan dan menyertakan faktor pembobot kepadatan nyamuk. Antara persamaan 1 dan 2, data yang digunakan sama. Persamaan 1 menyertakaan intersepsi dalam persamaan regresi, sedangkan persamaan 2 tidak. Namun, karena intersepsi tidak berpengaruh nyata maka untuk proses selanjutnya digunakan persamaan 2, dimana tidak digunakan intersepsi. Persamaan 1 (R 2 = 97.5%) MHD = CH CH CH 2 n-1 Persamaan 2 (R 2 = -) MHD = CH CH CH 2 n-1 Persamaan 3 (R 2 = 84.1%) MHD/KP = (-4x10-8 CH 2 ) + (2x10-5 CH) Pada penelitian ini persamaan yang digunakan untuk menduga MHD di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah berdasarkan data curah hujan masing-masing kabupaten/kota tersebut yaitu persamaan 3. Berdasarkan persamaan 2 dan 3, yang dianggap lebih rasional adalah persamaan 3, karena pada persamaan 3 digunakan faktor pembobot atau faktor koreksi yaitu data kepadatan penduduk (KP). Diasumsikan KP sebanding dengan kepadatan nyamuk. Nyamuk membutuhkan darah manusia untuk perkembangbiakannya, sehingga semakin banyak penduduk maka ketersediaan makan nyamuk akan semakin besar. Oleh sebab itulah kepadatan nyamuk sebanding dengan KP, sehingga persamaan 3 lebih tepat untuk menggambarkan keadaan kepadatan nyamuk di Jawa Tengah. Gambar 7 Hubungan man hour density (MHD, ekor/orang/jam) / kepadatan penduduk (KP, orang/km 2) dengan curah hujan (CH, mm). Selain adanya faktor koreksi, pada persamaan 3, MHD akan mencapai nilai maksimum pada curah hujan kurang lebih mm dan kemudian akan menurun dengan bertambahnya curah hujan yang disebabkan hubungan antara MHD/KP dengan curah hujan pada persamaan 3 (MHD/KP = ((- 4x10-8 CH 2 ) + (2x10-5 CH) ) mengikuti persamaan polynomial (Gambar 7). Curah hujan akan menimbulkan tersedianya tempat perindukan nyamuk, sehingga meningkatkan kepadatan nyamuk. Namun curah hujan juga akan menghilangkan tempat perindukan nyamuk melalui limpasan permukaan apabila nilainya sangat besar atau hujan yang terjadi sangat deras. 4.3 MHD Jawa Tengah Berdasarkan rata-rata MHD bulanan, Kota Surakarta memiliki nilai MHD tertinggi. Tingginya nilai MHD tersebut disebabkan oleh kepadatan penduduk Kota Surakarta yang paling tinggi dibanding kabupaten/kota lain di Jawa Tengah dan juga curah hujan dalam jumlah yang cukup (133.3 mm/bulan) untuk menyediakan tempat perindukan nyamuk. Suhu tidak diperhitungkan dalam persamaan MHD, sehingga nilai MHD terkecil terjadi di Kabupaten Batang. Rendahnya nilai MHD di kabupaten tersebut disebabkan oleh kepadatan penduduk dan curah hujan yang relatif rendah. Rata-rata MHD bulanan Jawa Tengah menunjukkan MHD terendah terjadi pada setiap musim JJA pada semua kondisi (Gambar 8). Hal tersebut sesuai dengan rata-

24 12 rata curah hujan dan jumlah hari hujan yang terendah pada musim JJA di semua tahun (Gambar 9 dan 10). Curah hujan rata-rata bulanan pada musim JJA yang digambarkan pada gambar 9, menunjukkan pada waktu tersebut curah hujan paling rendah. Selain itu, jumlah rata-rata bulanan hari hujan di Kabupaten Tegal, Cilacap, Semarang dan Kota Semarang menunjukkan pada musim JJA, hujan jarang terjadi, sehingga hujan yang diterima menguap sebelum memenuhi genangan-genangan atau tempat-tempat yang bisa menjadi tempat perindukan nyamuk. Hal tersebut menyebabkan MHD terendah terjadi pada musim JJA di setiap kondisi. MHD tertinggi, pada semua tahun terjadi pada musim yang berbeda. Pada tahun BN, MHD tertinggi terjadi pada musim DJF, karena pada bulan tersebut curah hujan berada pada kondisi yang optimum yaitu mm/bulan, sehingga dibutuhkan hujan yang sering dan optimum untuk menyediakan tempat perindukan nyamuk (Gambar 9 dan 10) agar MHD maksimum. Berbeda halnya pada tahun N dan AN, MHD tertinggi terjadi pada musim MAM. Pada tahun N dan AN dimana curah hujan diatas rata-rata, hujan yang sering dan dalam jumlah yang besar justru dinilai tidak cocok untuk perkembangbiakan nyamuk, karena pada kondisi tersebut terlalu basah sehingga sedikit tempat perindukan nyamuk akibat curah hujan yang langsung melimpas. Seperti yang terdapat pada Gambar 9 dan 10, maka MHD maksimum pada tahun N dan AN terjadi pada musim MAM dimana hujan dan jumlahnya tidak terlalu besar. Gambar 9 Curah hujan (CH, mm) rata-rata bulanan Jawa Tengah setiap kondisi. Gambar 10 Rata-rata jumlah hari hujan bulanan Kota Tegal, Kota Semarang, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Semarang pada setiap kondisi. Gambar 8 Man hour density (MHD, ekor/orang/jam) bulanan Jawa Tengah permusim setiap kondisi. Rata-rata MHD pada tahun BN lebih rendah dibanding pada tahun N dan BN. Hal tersebut juga disebabkan oleh curah hujan yang lebih tinggi dan sering pada tahun N dan AN dibanding tahun BN. Pola rata-rata MHD pada setiap kondisi tidak sama seperti pola rata-rata curah hujan dan hari hujan, karena pada perhitungan MHD, bukan hanya curah hujan yang menjadi faktor penentu melainkan ada faktor lain yaitu kepadatan penduduk. 4.4 Kapasitas Vektor (VC) Jawa Tengah Metode VC merupakan sebuah metode yang menggambarkan tingkat penularan DBD suatu wilayah melalui hubungan antara keberadaan virus Dengue, keberadaan Aedes aegypti sebagai vektor DBD, dan keberadaan

25 13 manusia sebagai inang. Suhu memainkan peranan penting dalam metode ini, yaitu mempengaruhi siklus inkubasi virus dan siklus gonotropik vektor. Selain itu curah hujan juga berpengaruh terhadap kepadatan nyamuk vektor dalam hal ketersediaan tempat perindukan. Pembahasan ini membagi Kabupaten/Kota Jawa Tengah menjadi tiga wilayah berdasarkan ketinggian kecamatan pusat kabupaten/kota, yaitu wilayah dataran tinggi (DT), menengah (DM) dan dataran rendah (DR). Kabupaten/ kota yang termasuk ke dalam wilayah DT merupakan kabupaten/kota yang kecamatan pusat kabupaten/kota nya berada pada ketinggian > 500 mdpl. Wilayah DM terdiri dari kabupaten/kota yang kecamatan pusat kabupaten/kota nya berada pada ketinggian mdpl, sedangkan wilayah DR terdiri dari kabupaten/kota yang kecamatan pusat kabupaten/kotanya berada pada ketinggian < 100 mdpl. Tabel 3 Ketinggian kecamatan pusat kabupaten/kota (mdpl), rata-rata bulanan suhu ( 0 C), dan kapasitas vektor (VC, per ) wilayah dataran tinggi (DT) Ketinggian Suhu Kab/Kota (mdpl) ( 0 VC C) Wonosobo ,0 182 Temanggung ,1 198 Salatiga (M) ,3 215 Boyolali ,7 362 Rataan > ,8 239 Tabel 4 Ketinggian kecamatan pusat kabupaten/kota (mdpl), rata-rata bulanan suhu ( 0 C), dan kapasitas vektor (VC, per ) wilayah dataran menengah (DM) Kab/Kota Ketinggian Suhu (mdpl) ( 0 C) VC Magelang (M) ,0 540 Magelang ,4 298 Semarang ,8 352 Banjarnegara ,9 240 Wonogiri ,5 188 Klaten ,5 539 Karanganyar ,9 308 Sukoharjo ,9 462 Rataan ,1 367 Tabel 5 Ketinggian kecamatan pusat kabupaten/kota (mdpl), rata-rata bulanan suhu ( 0 C), dan kapasitas vektor (VC, per ) wilayah dataran rendah (DR) Kab/Kota Ketinggian Suhu (mdpl) ( 0 C) VC Surakarta (M) 96 26, Purbalingga 90 26,8 584 Blora 86 27,1 303 Sragen 85 27,1 401 Pekalongan 50 26,9 460 Banyumas 43 25,8 513 Tegal 41 27,1 434 Purworejo 41 27,1 199 Grobogan 26 27,4 209 Kebumen 21 25,4 374 Kudus 19 27,6 536 Pati 15 27,5 267 Cilacap 10 26,9 404 Demak 8 27,5 467 Pekalongan (M) 8 27, Rembang 8 27,2 161 Kendal 8 27,6 437 Pemalang 7 27,5 620 Brebes 6 27,1 459 Jepara 3 27,7 552 Semarang (M) 3 27, Batang 2 27,6 74 Tegal (M) 2 27, Rataan <100 27,1 926 Wilayah DT terdiri dari 4 kabupaten/kota. Rata-rata bulanan VC tertinggi dari ke-4 kabupaten/kota tersebut terjadi di Kabupaten Boyolali (Tabel 3). Hal tersebut disebabkan oleh ketinggian Kabupaten Boyolali yang paling rendah dibandingkan ke-3 kabupaten/kota lainnya, sehingga suhunya merupakan yang tertinggi. Suhu akan mempengaruhi siklus gonotropik nyamuk, siklus inkubasi ekstrinsik virus Dengue di dalam tubuh nyamuk dan peluang hidup nyamuk. Semakin besar suhu, siklus tersebut akan semakin cepat, sehingga akan meningkatkan kapasitas vektor menularkan DBD. Wilayah DM terdiri dari 8 kabupaten/kota. Rata-rata bulanan VC tertinggi terjadi di Kota

26 14 Magelang (Tabel 4). Hal tersebut dikarenakan kepadatan penduduk yang tinggi di kota tersebut, sehingga meskipun ketinggian kota tersebut bukan yang terendah diantara ke-7 kabupaten lainnya, nilai VC Kota Magelang mencapai yang tertinggi. Wilayah DR terdiri dari 23 kabupaten/kota. Rata-rata nilai VC tertinggi yaitu terjadi di Kota Surakarta (Tabel 5). Berdasarkan kepadatan penduduknya, Kota Surakarta merupakan kota paling padat penduduknya di Jawa Tengah, sehingga kepadatan nyamuk pun tinggi. Hal tersebut menyebabkan kapasitas vektor menularkan DBD tinggi. Rata-rata bulanan VC wilayah DT menunjukkan VC tertinggi terjadi pada Bulan Mei dengan 0,00208 atau 208/ , VC terendah terjadi pada bulan Juli (Gambar 11). Setelah itu VC mulai meningkat pada bulan Agustus hingga Desember, karena pada waktu tersebut curah hujan sudah mulai meningkat. suhu menurun dengan bertambahnya ketinggian. Sesuai dengan Tabel 6, rata-rata VC wilayah dataran rendah lebih besar dibanding dataran menegah dan dataran tinggi. Suhu, curah hujan dan ketinggian tempat dari ketiga wilayah menunjukkan nilai yang lebih besar pada dataran rendah, menengah kemudian dataran tinggi. Suhu memainkan peranan penting dalam siklus gonotropik dan inkubasi ekstirnsik, sehingga pada dataran rendah siklus gonotropik dan inkubasi ekstrinsik terjadi lebih cepat yang,menyebabkan VC lebih besar. Sama halnya dengan curah hujan, curah hujan yang besar namun tidak lebih besar dari mm, akan meningkatkan kepadatan nyamuk, sehingga pada dataran rendah, VC lebih besar. Gambar 12 Rata-rata kapasitas vektor (VC, per ) bulanan wilayah dataran menengah (DM). Gambar 11 Rata-rata kapasitas vektor (VC, per ) bulanan wilayah dataran tinggi (DT). Rata-rata bulanan VC di wilayah DM, menunjukkan rata-rata bulanan VC tertinggi terjadi pada bulan April dan terendah pada Agustus (Gambar 12). Pada wilayah DR, VC tertinggi terjadi pada bulan April dan terendah pada bulan Juli (Gambar 13). Rata-rata bulanan VC dari ketiga wilayah menunjukkan bahwa VC akan meningkat dengan memasuki musim hujan (Desember-Mei) dan akan menurun dengan memasuki musim kemarau (Juni-Agustus). Hal tersebut berkaitan dengan penerimaan curah hujan yang mendukung ketersediaan tempat perindukan nyamuk. Rata-rata VC dari wilayah DT, DM, dan DR menunjukkan bahwa semakin rendah dataran maka VC akan semakin tinggi, karena Gambar 13 Rata-rata kapasitas vektor ( VC, per ) bulanan wilayah dataran rendah (DR).

27 15 Tabel 6 Ketinggian (mdpl), rata-rata bulanan suhu ( 0 C), dan kapasitas vektor (VC, per ) tiap wilayah Dataran Rendah Menengah Tinggi Ketinggian (mdpl) < >500 Suhu 27,1 26,1 24,8 VC Persamaan vektorial capacity atau kapasitas vector (VC) pada penelitian ini menekankan hanya pada pengaruh suhu, curah hujan, dan kepadatan penduduk. Pengaruh suhu dan curah hujan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu pada siklus gonotropik, inkubasi ekstrinsik dan kepadatan nyamuk. Kepadatan penduduk juga menentukan kepadatan nyamuk, karena asumsi kepadatan nyamuk sebanding dengan kepadatan penduduk. Kapasitas vektor menularkan DBD paling tinggi diantara 35 kabupaten/kota terjadi di Kota Surakarta (Tabel 7). Apabila dilihat dari suhu dan curah hujan, suhu dan curah hujan di kota tersebut bukan yang paling tinggi, namun karena kepadatan penduduk dikota tersebut yang terpadat, maka mempengaruhi kepadatan nyamuk yang menyebabkan VC maksimum di kota tersebut. Rata-rata VC Jawa Tengah musiman tahunan menunjukkan VC terendah terjadi pada musim JJA pada semua kondisi (Gambar 14). Pada tahun BN, TP tertinggi terjadi pada musim DJF, pada tahun N dan AN, VC tertinggi terjadi pada musim MAM. Hal tersebut sama dengan pola MHD. Rata-rata suhu pada musim DJF akan menurun dengan bertambahnya curah hujan (suhu pada musim DJF BN lebih tinggi daripada musim DJF N dan DJF AN) (Tabel 8). Hal tersebut disebabkan pada saat terjadi hujan, biasanya suhu akan lebih rendah karena keadaan atmosfer yang jenuh. Curah hujan BN lebih rendah dari pada curah hujan N dan AN yang salah satunya disebabkan oleh jumlah hari hujan yang lebih banyak pada curah hujan N dan AN, sehingga atmosfer selalu berada pada keadaan jenuh yang menyebabkan suhu lebih rendah pada musim DJF tahun AN. Pola rata-rata suhu pada musim ini berbanding terbalik pada musim JJA. Musim MAM merupakan musim peralihan, biasanya pada musim ini hujan terjadi tidak lebih sering dibandingkan pada musim DJF. Hal tersebut menyebabkan suhu pada curah hujan BN lebih tinggi dibanding pada curah hujan N dan AN. Pola ini berbanding terbalik dengan musim SON. Tabel 7 10 kabupaten/kota dengan rata-rata kapasitas vektor ( VC, per ) tertinggi beserta suhu 1 ( 0 C) dan curah hujan (mm) No Kab/Kota CH Suhu VC 1 Surakarta (M) , Pekalongan (M) , Tegal (M) , Semarang (M) , Pemalang , Purbalingga , Jepara , Klaten , Magelang (M) Kudus ,6 536 Gambar 14 Rata-rata kapasitas vektor ( VC, per ) bulanan Jawa Tengah permusim setiap kondisi. Tabel 8 Rata-rata suhu ( 0 C) Jawa Tengah permusim setiap kondisi Tahun DJF MAM JJA SON BN 26,4 26,8 26,2 26,8 N 26,5 26,6 26,4 26,8 AN 26,2 26,7 26,5 26,8 1 Rata-rata untuk seluruh kabupaten/kota pada setiap wilayah dengan kecamatan tempat ibukota kabupaten/kota yang berada pada ketinggian yang terendah.

sarana dan prasarana dapat dipersiapkan pada setiap musim. BAB I. PENDAHULUAN

sarana dan prasarana dapat dipersiapkan pada setiap musim. BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan salah satu penyakit infeksi virus yang penyebarannya dilakukan oleh nyamuk Aedes sp. yang dapat menimbulkan kematian (Siregar

Lebih terperinci

3.3.4 Pengelompokkan Nilai TP Berdasarkan Musim

3.3.4 Pengelompokkan Nilai TP Berdasarkan Musim 9 Dimana : VC : Kapasitas vektor m : kepadatan nyamuk hinggap (ekor / orang / jam), a : rata-rata jumlah gigitan nyamuk (perhari), p : nilai harapan hidup nyamuk (perhari), dan n : periode inkubasi ekstrinsik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Demam Berdarah Dengue Penyakit DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan iklim merupakan perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu yang panjang antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, sering muncul sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit akibat virus yang ditularkan oleh vektor nyamuk dan menyebar dengan cepat. Data menunjukkan peningkatan 30 kali lipat dalam

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Salah satu penyakitnya yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) yang masih menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi Demam berdarah dengue merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dari genus Flavivirus. Virus dengue terdiri

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Tahun

1. PENDAHULUAN Tahun IR per 100000 pddk Kab/Kota Terjangkit 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit deman berdarah (DBD) berkembang menjadi masalah kesehatan yang serius di dunia, terutama di Indonesia. Di Indonesia dalam

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Stadium Larva Telur nyamuk Ae. aegyti menetas akan menjadi larva. Stadium larva nyamuk mengalami empat kali moulting menjadi instar 1, 2, 3 dan 4, selanjutnya menjadi

Lebih terperinci

6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE

6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE 6. KEBUTUHAN SATUAN PANAS UNTUK FASE PERKEMBANGAN PADA NYAMUK Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) DAN PERIODE INKUBASI EKSTRINSIK VIRUS DENGUE 6.1. PENDAHULUAN Sebelum menularkan virus Dengue, nyamuk Aedes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) BAB II TINJAUAN UMUM AEDES AEGYPTI DAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) 2.1 Aedes aegypti Mengetahui sifat dan perilaku dari faktor utama penyebab penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yakni Aedes aegypti,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dari genus Flavivirus ditularkan melalui gigitan nyamuk

Lebih terperinci

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM

4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4. SEBARAN DAERAH RENTAN PENYAKIT DBD MENURUT KEADAAN IKLIM MAUPUN NON IKLIM 4.1. PENDAHULUAN 4.1.1. Latar Belakang DBD termasuk salah satu penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus sebagai patogen dan

Lebih terperinci

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah?

Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Bagaimanakah Perilaku Nyamuk Demam berdarah? Upik Kesumawati Hadi *) Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Epidemiologi perubahan vektor penyakit merupakan ancaman bagi kesehatan manusia, salah satunya adalah demam berdarah dengue (DBD). Dengue hemorraghic fever (DHF) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang. dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nyamuk merupakan salah satu golongan serangga yang dapat menimbulkan masalah pada manusia karena berperan sebagai vektor penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD),

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh vektor masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, salah satunya penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk

HASIL DAN PEMBAHASAN. Identifikasi Nyamuk 16 Identifikasi Nyamuk HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis nyamuk yang ditemukan pada penangkapan nyamuk berumpan orang dan nyamuk istirahat adalah Ae. aegypti, Ae. albopictus, Culex, dan Armigeres. Jenis nyamuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Nyamuk Aedes Sp Di awal atau penghujung musim hujan suhu atau kelembaban udara umumnya relatif optimum, yakni senantiasa lembab sehingga sangat memungkinkan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di sebagian kabupaten/kota di

Lebih terperinci

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD

II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 8 II MODEL MATEMATIKA PENYEBARAN PENYAKIT DBD 3.1 Penyebaran Virus DBD DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penyebaran virus demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk. Nyamuk Aedes

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE

BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE BAB II TINJAUAN DEMAM BERDARAH DENGUE 2.1 Sejarah Demam Berdarah Dengue Penyakit demam berdarah dengue pertama kali di temukan di Filiphina pada tahun 1953 dan menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang angka kejadiannya masih tinggi di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Pada tahun 2011, menurut World Health Organization

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini ditransmisikan melalui cucukan nyamuk dari genus Aedes,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 21 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1.1 Definisi Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi yang dilakukan dalam penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Sampai saat

Lebih terperinci

IR n = 0, ,157*CH3 n-2 0,052*CH3 n-4 + 0,066*CH3 n-5 + 0,826*TR2 n-2-0,387*tx2 n-2 0,492* n-2.

IR n = 0, ,157*CH3 n-2 0,052*CH3 n-4 + 0,066*CH3 n-5 + 0,826*TR2 n-2-0,387*tx2 n-2 0,492* n-2. 9. PEMBAHASAN UMUM Iklim merupakan komponen lingkungan yang berfluktuasi besar baik dalam dimensi ruang maupun waktu. Pengamatan, pencatatan dan pengarsipan hasil pencatatan, serta prediksi unsur-unsurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk

BAB I PENDAHULUAN. harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap individu masyarakat yang harus dipenuhi oleh setiap bangsa dan negara. Termasuk kewajiban negara untuk memproteksi masyarakatnya

Lebih terperinci

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Penyakit DBD banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) pada dekade terakhir menjadi masalah kesehatan global, ditandai dengan meningkatnya kasus DBD di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung meningkat jumlah penderita dan semakin luas daerah penyebarannya,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akibat infeksi virus dengue yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp. Virus dengue ada empat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang beriklim tropis. iklim tropis ini hanya memiliki dua musim yaitu musim penghujan dan juga musim kemarau. Disaat pergantian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC

I. PENDAHULUAN. vektor penyakit infeksi antar manusia dan hewan (WHO, 2014). Menurut CDC 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Insekta telah lama dikenal sebagai kelompok hewan yang memiliki diversitas paling tinggi di muka bumi. Insekta yang tercatat oleh Sabrosky (1952), pada tahun 1948 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui cucukan nyamuk Aedes aegypti habitatnya

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR. Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR 2015 Oleh I MADE SUTARGA PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015 1 BAB VI PENYELIDIKAN KEJADIAN LUAR BIASA DI GIANYAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia, terutama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengue adalah penyakit infeksi virus pada manusia yang ditransmisikan oleh nyamuk. Dengue menginfeksi lebih dari 1 juta penduduk diseluruh dunia setiap tahunnya dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae yang mempunyai empat serotipe,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Demam Berdarah Dengue a. Definisi DBD adalah demam virus akut yang disebabkan oleh nyamuk Aedes, tidak menular langsung dari orang ke orang dan gejala berkisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang banyak ditemukan di sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara, Amerika Tengah, Amerika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue yang menempati posisi penting dalam deretan penyakit infeksi yang masih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue atau yang lebih dikenal dengan singkatan DBD adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan merupakan vector borne disease

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue/dbd merupakan salah satu penyakit infeksi yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi virus dengue adalah suatu insiden penyakit yang serius dalam kematian di kebanyakan negara yang beriklim tropis dan sub tropis di dunia. Virus dengue

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Virus dengue merupakan Anthropode-Borne Virus (Arbovirus) keluarga Flaviviridae 1, virus ini dapat menyebabkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), yang dapat berakibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam berdarah dengue menjadi masalah kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Kejadian demam berdarah tidak kunjung berhenti walaupun telah banyak program dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengeu Hemorragic Fever (DHF) saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan

BAB I PENDAHULUAN. 3 tahun berturut turut. Berdasarkan laporan yang masuk dari rumah sakit dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, khususnya daerah endemis seperti kota Surabaya, hal ini

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber:

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber: BAB IV PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Gambar 3. Peta Administrasi Kabupaten Sleman (Sumber: www.slemankab.go.id) Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman, Daerah

Lebih terperinci

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah sub tropis dan tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan bahwa Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropik di seluruh

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Demam Berdarah Dengue 3.1.1. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan terutama menyerang anak-anak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Vektor Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa vektor mekanis dan biologis, juga dapat berupa vektor primer dan sekunder.vektor mekanis adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi virus dengue merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara tropis maupun subtropis. Penyakit ini dapat menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang jumlah penderitanya cenderung meningkat dan penyebarannya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering

I. PENDAHULUAN. Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam berdarah dengue (DBD), merupakan penyakit yang masih sering terjadi di berbagai daerah. Hal ini dikarenakan nyamuk penular dan virus penyebab penyakit ini

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit menular disebabkab oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan Aedes aegypti. Penyakit ini dapat menyerang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang harus lebih mengutamakan upaya promotif, tanpa mengabaikan upaya kuratif dan

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Aedes aegypti Nyamuk Ae. aegypti termasuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dan masuk ke dalam subordo Nematocera. Menurut Sembel (2009) Ae. aegypti dan Ae. albopictus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena

BAB I PENDAHULUAN. Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak. asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aedes aegypti adalah jenis nyamuk yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia, karena nyamuk ini merupakan salah satu vektor penyebar penyakit Demam Berdarah Dengue

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vektor Aedes aegypti merupakan vektor utama Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia sedangkan Aedes albopictus adalah vektor sekunder. Aedes sp. berwarna hitam dan belang-belang

Lebih terperinci

Gambar Epidemiologi Demam Berdarah II. TINJAUAN PUSTAKA Dengue (DBD) 2.1. Keadaan Cuaca dan Iklim Indonesia

Gambar Epidemiologi Demam Berdarah II. TINJAUAN PUSTAKA Dengue (DBD) 2.1. Keadaan Cuaca dan Iklim Indonesia 2 Pemetaan wilayah rawan DBD merupakan salah satu bentuk pendekatan strategis dalam antisipasi peningkatan kasus DBD. Peta ini memperlihatkan tingkattingkat kerawanan suatu wilayah terhadap kasus DBD.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah penderita maupun luas daerah penyebarannya

Lebih terperinci

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013) II. TELH PUSTK Nyamuk edes spp. dewasa morfologi ukuran tubuh yang lebih kecil, memiliki kaki panjang dan merupakan serangga yang memiliki sepasang sayap sehingga tergolong pada ordo Diptera dan family

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Chikungunya merupakan suatu penyakit dimana keberadaannya sudah ada sejak lama tetapi kemudian merebak kembali (re-emerging disease). Menurut sejarah, diduga penyakit

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dangue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypty. Diantara kota di

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III

EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.)TERHADAP KEMATIAN LARVA NYAMUK Aedes aegypti INSTAR III Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi HUBUNGAN ANTARA VARIABILITAS IKLIM DENGAN KEJADIAN PENYAKIT DIARE DI KOTA MANADO TAHUN 2012-2016 Elisabeth Y. Lumy*, Angela F. C. Kalesaran*, Wulan P J Kaunang* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Lebih terperinci

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA

BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA BAB IV PENGGUNAAN METODE SEMI-PARAMETRIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI PULAU JAWA DAN SUMATERA Untuk melengkapi pembahasan mengenai metode semi-parametrik, pada bab ini akan membahas contoh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Chikungunya merupakan penyakit re-emerging disease yaitu penyakit yang keberadaannya sudah ada sejak lama, tetapi kemudian merebak kembali. Chikungunya berasal dari

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki**

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki** HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN 2012-2016 Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki** *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

Peran Faktor Lingkungan Terhadap Penyakit dan Penularan Demam Berdarah Dengue

Peran Faktor Lingkungan Terhadap Penyakit dan Penularan Demam Berdarah Dengue Peran Faktor Lingkungan Terhadap Penyakit dan Penularan Demam Berdarah Dengue Hendra Kurniawan Abstrak. Indonesia sehat tahun 2010 difokuskan pada preventif yaitu pencegahan penyakit. Demam berdarah dengue

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya

BAB I PENDAHULUAN. berbahaya ini cenderung menurun bersamaan dengan terus membaiknya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia dari waktu ke waktu terus bertambah, namun demikian jumlah korban jiwa akibat serangan penyakit berbahaya ini cenderung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan subtropis di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demam Chikungunya merupakan salah satu re-emerging disease di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Demam Chikungunya merupakan salah satu re-emerging disease di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam Chikungunya merupakan salah satu re-emerging disease di kawasan Asia Tenggara disamping avian influenza dan demam kuning, penyakit ini tergolong vector-borne

Lebih terperinci

Global Warming. Kelompok 10

Global Warming. Kelompok 10 Global Warming Kelompok 10 Apa itu Global Warming Global warming adalah fenomena peningkatan temperatur global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca (green house effect) yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health Organization (WHO) menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit demam berdarah dengue (DBD) sampai saat ini merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama. Jumlah penderita maupun luas daerah penyebarannya semakin bertambah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. ,

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. , 5 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Aedes sp. Nyamuk masuk dalam ordo Diptera, famili Culicidae, dengan tiga subfamili yaitu Toxorhynchitinae (Toxorhynchites), Culicinae (Aedes, Culex, Mansonia, Armigeres),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia, terutama negara-negara tropis dan subtropis termasuk Indonesia. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) termasuk penyakit utama pada negara tropis dan subtropis. DBD terjadi akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Salah satu jenis penyakit yang sering muncul pada musim hujan ini antara

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever (DHF) merupakan penyakit akut bersifat endemik yang di sebabkan oleh virus dengue yang masuk ke peredaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat penting di Indonesia dan sering menimbulkan suatu kejadian luar biasa

Lebih terperinci

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo.

3 BAHAN DAN METODE. Sarmi. Kota. Waropen. Jayapura. Senta. Ars. Jayapura. Keerom. Puncak Jaya. Tolikara. Pegunungan. Yahukimo. 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Dulanpokpok Kecamatan Fakfak Kabupaten Fakfak Provinsi Papua Barat. Desa Dulanpokpok merupakan daerah pantai, yang dikelilingi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan yang besar di hampir semua negara berkembang karena angka kesakitan dan kematiannya yang tinggi dan dalam waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar paling cepat yang disebabkan oleh virus nyamuk. Dalam 50 tahun terakhir, insiden telah meningkat 30 kali

Lebih terperinci

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy Dia Bitari Mei Yuana Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Jember, Jl. Mastrip PO Box 164, Jember,

Lebih terperinci