PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI EMMA HIJRIATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI EMMA HIJRIATI"

Transkripsi

1 PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI EMMA HIJRIATI DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial, dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Emma Hijriati NIM I

4 ABSTRAK EMMA HIJRIATI. Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Kondisi Ekologi, Sosial, dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi. Dibimbing oleh RINA MARDIANA. Ekowisata merupakan perjalanan wisata yang bertanggungjawab terhadap kelestarian alam dan kesejahteraan masyarakat lokal. Peran aktif masyarakat dalam mengelola potensi ekowisata menjadi penting karena masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik ekowisata. Pengembangan ekowisata yang dikelola oleh masyarakat berpengaruh terhadap kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat setempat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan terhadap perubahan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekowisata berbasis masyarakat memberikan perubahan bagi masyarakat Batusuhunan khususnya pada aspek ekologi dan sosial. Pada aspek ekologi, penduduk telah memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan dengan cara membuang sampah pada tempatnya dan gaya hidup ramah lingkungan. Pada aspek sosial, ekowisata meningkatkan kerjasama masyarakat khususnya di bidang ekowisata. Kegiatan sosial di masyarakat menjadi lebih sering diadakan seiring dengan pengembangan ekowisata. Pada aspek ekonomi, peluang pekerjaan yang diperoleh dari sektor ekowisata dapat menjadi penghasilan tambahan bagi keluarga. Namun, perubahan taraf hidup belum dapat dirasakan oleh masyarakat Batusuhunan karena pengembangan ekowisata baru saja dimulai dan baru berjalan kurang lebih selama 3 tahun. Kata kunci: ekowisata berbasis masyarakat, ekologi, sosial, ekonomi ABSTRACT EMMA HIJRIATI. Community Based Ecotourism influence the condition of Ecology, Social, and Economic Batusuhunan village, Sukabumi. Supervised by RINA MARDIANA. Ecotourism is responsible travel journey towards environmental sustainability and well being of local communities. Active role in managing ecotourism potential is important because people have the knowledge of nature and culture potential sale value as ecotourism attraction. The development of community managed ecotourism affects the ecological, social, and economic communities. The purpose of this study was to analyze the influence of community based ecotourism in village Batusuhunan to changing ecological, social, and economic community. The results showed that the presence of community based ecotourism Batusuhunan give change for the community especially in the ecological and social aspects. On ecological aspect, the population has had the awareness to protect the environment by disposing of waste in place and environmentally friendly lifestyle. In the social aspect, ecotourism increase cooperation of community especially in the field ecotourism.

5 Social activities in the community often held in line with the development of ecotourism. On the economic, employment opportunities derived from ecotourism sector could be extra income for the family. However, changes in the standard of living can not be perceived by the Batusuhunan community because ecotourism development has just started and has been running for about 3 years. Keywords: Community Based Ecotourism, ecological, social, economic

6

7 PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI EMMA HIJRIATI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

8

9 Judul Skripsi: Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi Nama : Emma Hijriati NIM : I Disetujui oleh Rina Mardiana, SP, MSi. Pembimbing Diketahui oleh Dr. Ir. Siti Amanah, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga skripsi yang berjudul Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Rina Mardiana, SP, MSi selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan, masukan, saran dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ummi Yeti dan Bapak Amar Rusli, orang tua penulis atas doa dan kasih sayangnya, serta Sumayyah, Siti Hapsari, dan Hamzah Ali, kakak dan adik tersayang yang telah menghibur, memberikan dukungan doa dan semangat selama penulisan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan atas keramahan dan kerjasama seluruh warga Kampung Batusuhunan Ibu Apsiah, Pak Haji Bayi, Rizal, Pak Dasep, Teh Anti, Pak Camat Surade, Pak Lurah Surade, dan warga yang telah senantiasa membantu penulis selama penelitian yang tidak dapat dituliskan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan bagi pihak-pihak terkait yang akan membangun Kampung Batusuhunan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan-rekan HIMASIERA 2012 Rizka Amalia, Femy, Zela, Kiki, Mezy. Teman-teman seperjuangan Pasurenaners, Eka, Tante Dewi, Nuy, Tanti, Putra, dan Kuncoro. Keluarga besar K2NUI 2013 Pulau Brass yang telah memberikan doa, semangat, dan menginspirasi penulis dalam menyelesaikan skripsi. Teman-teman terdekat penulis, Zulmiziar Marwandana, Tiara Anja Kusuma, Finka Dwi Utami, Andri Nur Azizah, Indah Permatasari, Dewi Maharani Putri, Erni Sri Mulyani, Cucu Setiawati, dan Arniesa Nuur Endah yang senantiasa mendampingi penulis disaat senang maupun sedih dan senantiasa menjadi penyemangat bagi penulis. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada teman seperjuangan dan satu bimbingan, Melisa Anjani dan Vici Novia, serta teman-teman SKPM 46 yang telah memberikan doa, motivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, November 2013 Emma Hijriati

12

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Kegunaan Penelitian 4 PENDEKATAN TEORITIS 5 Tinjauan Pustaka 5 Kerangka Pemikiran 10 Hipotesis 11 Definisi Operasional 12 METODE 17 Metode Penelitian 17 Teknik Sampling 18 Teknik Pengumpulan Data 19 Teknik Analisis Data 19 PROFIL LOKASI PENELITIAN 21 Kondisi Geografis, Topografis, dan Demografis Kelurahan Surade 21 Kondisi Infrastruktur Kelurahan Surade 23 Gambaran Umum Kampung Batusuhunan 24 Ekowisata Berbasis Masyarakat Kampung Batusuhunan 24 Karakteristik Responden 30 PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI KAMPUNG BATUSUHUNAN 33 Kondisi Ekologi Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata 33 Kondisi Ekologi Mayarakat Setelah Adanya Ekowisata 35 PERUBAHAN KONDISI SOSIAL KAMPUNG BATUSUHUNAN 38 Kondisi Sosial Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata 39 Kondisi Sosial Masyarakat Setelah Adanya Ekowisata 40

14 PERUBAHAN KONDISI EKONOMI KAMPUNG BATUSUHUNAN 43 Kondisi Ekonomi Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata 43 Kondisi Ekonomi Masyarakat Setelah Adanya Ekowisata 45 SIMPULAN DAN SARAN 49 Simpulan 49 Saran 49 DAFTAR PUSTAKA 50 LAMPIRAN 51 RIWAYAT HIDUP 70

15 DAFTAR TABEL 1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Surade menurut jenis kelamin, tahun Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan tingkat kelestarian lingkungan 36 4 Jumlah dan persentase perubahan tingkat kerjasama masyarakat Kampung Batusuhunan 41 5 Jumlah dan persentase perubahan tingkat pendapatan rumahtangga Kampung Batusuhunan 46 6 Jumlah dan persentase perubahan tingkat taraf hidup rumahtangga Kampung Batusuhunan 48 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran 11 2 Jenis pekerjaan mayarakat Surade 22 3 Persentase tingkat pendidikan masyarakat Surade 23 4 Ketersediaan jumlah sarana infrastruktur Kelurahan Surade 23 5 Struktur kepengurusan ekowisata berbasis masyarakat 29 6 Persentase pekerjaan utama responden 31 7 Persentase pekerjaan sampingan responden 31 8 Persentase responden menurut tingkat pendidikan di Kampung Batusuhunan, tahun Kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya Tingkat pendapatan masyarakat sebelum ekowisata 44 DAFTAR LAMPIRAN 1 Peta Kelurahan Surade 52 2 Daftar sensus masyarakat yang terlibat dalam sektor ekowisata 54 3 Kuesioner 55 4 Panduan pertanyaan 62 5 Dokumentasi 65 6 Hasil uji statistik T 65

16 x

17 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki potensi keindahan alam dan kekayaan budaya yang bernilai tinggi dalam pasar industri ekowisata. Potensi alam tersebut dapat berupa sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan yang masih alami. Untuk kebudayaan, Indonesia memiliki sistem religi, kesenian, bahasa daerah, ritus kebudayaan, pengetahuan, dan organisasi sosial. Berdasarkan laporan World Travel Tourism Council (WTTC) tahun 2000, pertumbuhan ekowisata rata-rata sebesar 10 persen per tahun. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan rata-rata per tahun untuk pariwisata pada umumnya yaitu sebesar 4.6 persen per tahun. Sebagai bentuk wisata, ekowisata mempunyai kekhususan tersendiri yaitu mengedepankan konservasi lingkungan, pendidikan lingkungan, kesejahteraan penduduk lokal, dan menghargai budaya lokal. Sehingga ekowisata banyak diminati wisatawan, hal ini karena adanya pergeseran paradigma kepariwisataan internasional dari bentuk pariwisata masal (mass tourism) ke wisata minat khusus yaitu ekowisata. Terbitnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah, telah mendorong Pemerintah Daerah untuk mengembangkan ekowisata yang belakangan ini telah menjadi trend dalam kegiatan kepariwisataan di Indonesia. Secara garis besar, peraturan ini menjelaskan bahwa ekowisata merupakan potensi sumberdaya alam, lingkungan, serta keunikan alam dan budaya yang dapat menjadi salah satu sektor unggulan daerah yang belum dikembangkan secara optimal. Dengan demikian, dalam rangka pengembangan ekowisata di daerah secara optimal perlu strategi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, penguatan kelembagaan, serta pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kaidah-kaidah sosial, ekonomi, ekologi, dan melibatkan pemangku kepentingan dalam mengelola potensi ekowisata. Selanjutnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Mari Elka Pangestu menambahkan bahwa kebutuhan untuk berwisata, berekreasi dan menghasilkan suatu karya kreatif telah menjadi kebutuhan gaya hidup masyarakat 2. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa ekowisata sebagai kegiatan pariwisata memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan, yaitu aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif. Di bidang ekonomi, Ekowisata telah berkembang sebagai salah satu industri pariwisata yang potensial untuk meningkatkan penerimaan devisa negara, terutama pada dasawarsa terakhir ini. Di Indonesia, ekowisata telah menyumbangkan devisa sebesar Rp 80 triliun pada tahun 2008 dengan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 6.5 juta orang. Penerimaan tersebut meningkat 33 persen dari tahun 2007 (Rp 60 triliun), dengan jumlah wisatawan mancanegara 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah 2 Oleh I Made Asdhiana, Senin, 29 Oktober 2012, url:

18 2 yang datang ke Indonesia sebesar lima juta orang 3. Sektor ekowisata akan menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) apabila sektor ini dikelola dengan pengelolaan yang tepat guna dan tepat sasaran sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Hasil penelitian Tafalas (2010) menyatakan bahwa pengembangan ekowisata bahari di Pulau Mansuar menimbulkan dampak positif pada kelestarian lingkungan berupa semakin terpeliharanya perilaku masyarakat dalam menjaga lingkungan hidupnya, tetapi menimbulkan dampak negatif terjadinya konflik kepemilikan lahan. Hasil penelitian Ayuningtyas (2011) memaparkan bahwa adanya ekowisata berpengaruh pada aspek sosial, yaitu tingkat kerjasama di Desa Citalahab Central relatif meningkat meskipun tidak rutin. Hal ini terjadi karena di Citalahab Central terdapat tokoh agama dan ketua KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) yang selalu mengingatkan tentang kerjasama atau gotong royong. Konsep pengembangan ekowisata berbasis komunitas hadir sebagai alternatif solusi untuk melestarikan dan mempertahankan keseimbangan alam dan budaya setempat dengan memanfaatkan potensi alam, budaya, kearifan lokal, dan melibatkan masyarakat dalam seluruh kegiatan pelaksanaan pengembangan ekowisata. Ekowisata berbasis komunitas merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata. Hasil penelitian Untari (2009) permasalahan yang muncul seiring pengembangan ekowisata, seperti kasus pengembangan ekowisata di Zona Wisata Bogor Barat adalah pengelolaan yang belum optimal karena dalam implementasinya masyarakat masih diposisikan sebagai objek dalam kegiatan wisata dan pelibatan dalam pengembangan ekowisata masih kurang. Selain itu, pengetahuan masyarakat masih rendah terutama dalam pengelolaan ekowisata. Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang menerapkan prinsip ekowisata berbasis masyarakat dalam pengelolaannya. Kawasan ini merupakan wilayah yang masuk ke dalam rencana pengembangan prioritas di Kelurahan Surade. Surade terletak di selatan Kabupaten Sukabumi, jarak dari kota Sukabumi menuju Surade sekitar 63 km. Kampung Batusuhunan terletak di bagian selatan Kelurahan Surade. Kampung Batusuhunan menjadi prioritas pertama dalam rencana pembangunan karena terdapat curug yang berpotensi untuk dijadikan kawasan ekowisata, yang diberi nama Curug Cigangsa. Selain memiliki keindahan alam yang oleh orang-orang disebut the little Niagara juga memiliki keunikan sendiri yaitu masyarakatnya yang merupakan masyarakat adat dan Islam yang sangat menjunjung tinggi kaidah-kaidah Islam. Sehingga konsep ekowisata yang ditawarkan di Kampung Batusuhunan adalah Ekowisata Islami yang sesuai dengan kehidupan masyarakat setempat yang masih sangat Islami (Adelia 2012). Ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat setempat, khususnya pada aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Kegiatan ekowisata dapat membuka lapangan pekerjaan baru dan meningkatkan pendapatan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Di bidang sosial, adanya interaksi antara masyarakat 3 Siaran Pers Nomor: S.569/PIK-1/2009 Kementerian Kehutanan Republik Indonesia: Melambungkan Devisa Melalui Ekowisata

19 3 setempat untuk mengelola ekowisata menjadikan tingkat kerjasama dan tolong menolong dapat menjadi semakin erat. Selain itu, di bidang ekologi, masyarakat diharapkan memiliki kesadaran akan menjaga kelestarian lingkungan. Atas dasar pemikiran diatas, diperlukan penelitian tentang perubahan ekologi, sosial dan ekonomi yang dipengaruhi oleh pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. Perumusan Masalah Ekowisata merupakan suatu bentuk perjalanan wisata ke tempat yang memiliki daya tarik alami dengan mengutamakan aspek konservasi. Aspek konservasi inilah yang membedakan ekowisata dengan pariwisata yang bertujuan untuk kepuasan semata sehingga ekowisata dapat menyadarkan wisatawan dan pengelola agar bertanggungjawab akan kelestarian lingkungan dan budaya daerah tujuan wisata. Daya tarik alami ekowisata berasal dari keindahan alam, kebudayaan, tradisi, dan kesenian khas dari masyarakat suatu daerah. Hal ini memungkinkan masyarakat setempat untuk dapat mengelola ekowisata berdasarkan pengetahuan tentang alam dan budaya yang mereka miliki. Curug Cigangsa yang terdapat di Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu ekowisata yang telah menerapkan prinsip ekowisata berbasis masyarakat dalam pengelolaannya. Pengembangan ekowisata tentu akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat, sehingga terjadi perubahan dalam aspek ekologi sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Perubahan tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang negatif. Pada aspek sosial, adanya interaksi antara masyarakat setempat untuk mengelola ekowisata menjadikan tingkat kerjasama dan tolong menolong dapat menjadi semakin erat. Pada aspek ekonomi tentu terjadi perubahan, antara lain perubahan taraf hidup masyarakat. Sedangkan pada aspek lingkungan diharapkan dapat terjaga kelestariannya untuk keberlanjutan ekowisata. Dengan demikian, agar nantinya pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di Curug Cigangsa lebih memberikan kontribusi secara signifikan terhadap ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat setempat, maka sejak awal perlu dilakukan penelitian yang mendalam mengenai pengaruh ekowisata terhadap ekologi, sosial, dan ekonomi di Curug Cigangsa. Terkait dengan kondisi tersebut, rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah perubahan kondisi ekologi di Kampung Batusuhunan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat? 2. Bagaimanakah perubahan kondisi sosial di Kampung Batusuhunan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat? 3. Bagaimanakah perubahan kondisi ekonomi di Kampung Batusuhunan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat?

20 4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Menganalisis perubahan kondisi ekologi di Kampung Batusuhunan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat. 2. Menganalisis perubahan kondisi sosial di Kampung Batusuhunan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat. 3. Menganalisis perubahan kondisi ekonomi di Kampung Batusuhunan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi dan kajian untuk penelitian selanjutnya terkait perubahan ekologi, sosial, dan ekonomi di kawasan ekowisata. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penetapan kebijakan pengembangan ekowisata kedepan. 3. Bagi masyarakat, dapat memberikan pemahaman dan wawasan dalam mengoptimalkan pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat.

21 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Pariwisata, Ekowisata, dan Prinsip Ekowisata Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenang-senang, memenuhi rasa ingin tahu dan menghabiskan waktu senggang atau waktu libur (Zalukhu 2009 seperti dikutip Saputro 2011). Berbeda dengan pariwisata, ekowisata didefinisikan The International Ecotourism Society (TIES) (2000) seperti dikutip Damanik dan Weber (2006) sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Istilah ekowisata mulai diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Hector Ceballos Lascurian, setelah itu beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang masing-masing meninjau dari sudut pandang berbeda. Menurut Hector Ceballos-Lascurain definisi dari ecoturism (ekowisata) adalah perjalanan wisata alam yang tidak mengganggu atau merusak lingkungan alam, dengan tujuan khusus misalnya untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan serta tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, seperti setiap perwujudan kebudayaan (baik masa lampau atau sekarang) yang ada di daerah yang bersangkutan (Fennell 1999). From (2004) seperti dikutip Damanik dan Weber (2006) menyusun tiga konsep dasar yang lebih operasional tentang ekowisata, yaitu sebagai berikut: Pertama, Perjalanan outdoor dan di kawasan alam yang tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Wisata ini biasanya menggunakan sumberdaya hemat energi, seperti tenaga surya, bangunan kayu, bahan daur ulang, dan mata air. Sebaliknya kegiatan tersebut tidak mengorbankan flora dan fauna, tidak mengubah topografi lahan dan lingkungan dengan mendirikan bangunan yang asing bagi lingkungan dan budaya masyarakat setempat. Kedua, wisata ini mengutamakan penggunaan fasilitas transportasi yang diciptakan dan dikelola masyarakat kawasan itu. Prinsipnya, akomodasi yang tersedia bukanlah perpanjangan tangan hotel internasional dan makanan yang ditawarkan juga bukan makanan berbahan baku impor, melainkan semuanya berbasis produk lokal. Oleh sebab itu, wisata ini memberikan keuntungan langsung bagi masyarakat lokal. Ketiga, perjalanan wisata ini menaruh perhatian besar pada lingkungan alam dan budaya lokal. Para wisatawan biasanya banyak belajar dari masyarakat lokal bukan sebaliknya mengurangi mereka. Wisatawan tidak menuntut masyarakat lokal agar menciptakan pertunjukan dan hiburan ektra tetapi mendorong mereka agar diberi peluang untuk menyaksikan upacara dan pertunjukan yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat.

22 6 Dari definisi di atas dapat diidentifikasi beberapa prinsip ekowisata TIES (2000) dikutip Damanik dan Weber (2006), yaitu sebagai berikut: a). Mengurangi dampak negatif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. b). Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal, maupun pelaku wisata lainnya. c). Menawarkan pengalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi obyek daya tarik wisata. d). Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan. e). Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. f). Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di daerah tujuan wisata. g). Menghormati hak asasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata. Definisi dan prinsip-prinsip ekowisata yang bertujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan inilah yang telah mendorong para pengelola tempat wisata untuk menerapkan konsep ekowisata pada daerah tujuan wisata. Seperti yang telah diterapkan di sejumlah taman nasional di Indonesia yaitu Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kutai, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Terdapat pula di kawasan konservasi mangrove di Nusa Lembongan Bali dan Teluk Youtefa, Jayapura. Ekowisata Bahari juga diterapkan di Pulau Mansuar Raja Ampat, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Taman Nasional Teluk Cendrawasih Papua, dan Pulau Pasi Kepulauan Selayar Sulawesi Selatan. Di kawasan dataran tinggi, terdapat ekowisata Dataran Tinggi Dieng dan yang terakhir adalah kawasan konservasi penyu di Kepulauan Derawan Kalimantan Timur. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan serta

23 menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing masing (WWF Indonesia 2009). Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2009 bahwa prinsip pengembangan ekowisata meliputi: (1) kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata; (2) konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata; (3) ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan; (4) edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya; (5) memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung; (6) partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan (7) menampung kearifan lokal. Prinsip pengembangan ekowisata berbasis masyarakat ini dapat kita lihat pada contoh kasus pengelolaan ekowisata di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Taman Nasional Bukit Tigapuluh dan Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura. Penerapan ekowisata berbasis masyarakat pada kasus taman nasional di Gunung Halimun Salak dan Bukit Tigapuluh bertujuan untuk konservasi sumberdaya yang ada dihutan agar tetap lestari sehingga adanya ekowisata diharapkan lebih meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kawasan dan segala kegiatan yang merusak alam karena jika alam rusak maka akan merugikan masyarakat sendiri. Ekowisata juga merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh taman nasional untuk membantu perekonomian masyarakat lokal. Masyarakat pun ikut berperan serta dalam kegiatan perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata. Ekowisata berbasis masyarakat telah menjadi salah satu upaya untuk menghormati adat dan budaya masyarakat setempat dan ikut menjaga hutan alam. Hampir mirip dengan penerapan ekowisata berbasis masyarakat di taman nasional, penerapan ekowisata berbasis masyarakat di Taman Wisata Teluk Youtefa Jayapura (TWTY) memiliki peranan penting mengingat fungsi ekologis sebagai pendukung produktivitas perairan disekitar kawasan Teluk Youtefa dan juga mendukung kehidupan satwa liar serta aktivitas masyarakat setempat. Berdasarkan potensi kawasan mangrove di TWTY, maka diperlukan suatu perencanaan pengembangan ekowisata yang memadukan upaya pelestarian hutan mangrove dengan kepentingan pembangunan dibidang pariwisata. Untuk itu, konsep Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di kawasan TWTY dengan menggunakan konsep co-management diterapkan. Masyarakat lokal terlibat langsung mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi dengan memasukkan pendekatan terpadu dalam pengembangan ekowisata mangrove yaitu keterlibatan stakeholders selain masyarakat lokal sangat berperan dalam keberhasilan ekowisata. Stakeholders yang terkait adalah pemerintah (Bappeda Jayapura), masyarakat lokal, swasta, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). 7

24 8 Dampak Ekowisata Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas (Soemarwoto 1989). Ekowisata merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan. Pengelolaan ekowisata yang baik akan menghasilkan beberapa keuntungan dalam berbagai aspek. Akan tetapi, apabila tidak dikelola dengan benar, maka ekowisata dapat berpotensi menimbulkan masalah atau dampak negatif. Berdasarkan kacamata ekonomi makro, ekowisata memberikan beberapa dampak positif (Yoeti 2008), yaitu: 1. Menciptakan kesempatan berusaha; 2. Menciptakan kesempatan kerja; 3. Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar; 4. Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah; 5. Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB); 6. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya; 7. Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya. Pengembangan ekowisata tidak saja memberikan dampak positif, tetapi juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (Yoeti 2008): 1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang; 2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap, juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati; 3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya; dan 4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendunia berkaos oblong dan bercelana kedodoran. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan ekowisata dapat memberikan pengaruh pada berbagai aspek seperti sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pengaruh terhadap Ekologi Pengembangan ekowisata harus benar-benar dilakukan denagn penuh kehati-hatian dan pengelolaan yang cermat, tidak terjebak atau tergiur pada keuntungan ekonomi jangka pendek, tetapi harus berpedoman pada pengembangan berkelanjutan. Artinya, generasi kini dapat memetik manfaatnya, namun tanpa melupakan bahwa generasi berikutnya pun memiliki hak mendapat manfaat SDA yang sama (Warpani 2007). Oleh karena itu, kebijakan dalam kaitan dengan ekowisata dilandasi oleh dimensi ekologi yaitu (Damanik dan Weber 2006): 1. Penentuan dan konsistensi pada daya dukung lingkungan 2. Pengelolaan limbah dan pengurangan penggunaan bahan baku hemat energi

25 9 3. Prioritas pengembangan produk dan layanan jasa berbasis lingkungan 4. Peningkatan kesadaran lingkungan dengan kebutuhan konservasi Pengembangan ekowisata dapat mendatangkan dampak positif berupa meningkatnya upaya reservasi sumberdaya alam, pembangunan taman nasional, perlindungan pantai, dan taman laut. Namun di lain pihak, pengelolaan kegiatan ekowisata yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif berupa polusi, kerusakan lingkungan fisik, pemanfaatan berlebihan, pembangunan fasilitas tanpa memperhatikan kondisi lingkungan, dan kerusakan hutan mangrove (Tuwo 2011). Pengaruh terhadap Sosial-Budaya Ekowisata sebagai industri pariwisata merupakan bagian dari cultural industry yang melibatkan seluruh masyarakat. Meskipun hanya sebagian masyarakat yang terlibat, namun pengaruh sosial lebih luas seperti terjadinya ketimpangan/kesenjangan sosial dalam masyarakat. Pengaruh pariwisata terhadap masyarakat termasuk terjadinya perubahan proses sosial masyarakat yang di dalamnya terdapat kerjasama dan persaingan antara pelaku pariwisata. Proses sosial adalah hubungan timbal balik antar individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok, berdasarkan potensi atau kekuatan masing-masing (Abdulsyani 1994). Proses sosial merupakan aspek dinamis dari kehidupan masyarakat dimana terdapat proses hubungan antar manusia berupa interaksi sosial yang terjadi dalam kehidupan manusia secara terus-menerus. Terbentuknya interaksi sosial apabila terjadi kontak sosial dan komunikasi sosial. Proses sosial dapat terjadi dalam berbagai bentuk yaitu, kerjasama, persaingan, pertikaian/pertentangan, dan akomodasi (Tafalas 2010). Supaya hubungan antar manusia di dalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana diharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama-kelamaan norma tersebut dibuat secara sadar. Norma-norma yang ada di masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang, sampai yang terkuat daya ikatnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologis Soekanto dibagi menjadi 4 tingkatan norma (Soekanto 1982), yaitu: a. Cara (usage): suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus; b. Kebiasaan (folkways): suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuantujuan jelas dan dianggap baik dan benar; c. Tata kelakuan (mores): sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifatsifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggotaanggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan; dan d. Adat istiadat (custom): kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.

26 10 Pengaruh terhadap Ekonomi Menurut Sedarmayanti (2005) kegiatan ekowisata yang banyak menarik minat wisatawan telah memberikan sumbangan devisa untuk negara dan juga telah membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat tidak saja mendapatkan pekerjaan dan peningkatan pendapatan, tetapi juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan pariwisata. Taraf hidup dikutip dari Data BPS tahun 2005 dalam Rahman (2009) adalah variabel kemiskinan yaitu luas lantai bangunaan tempat tinggal, jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, fasilitas tempat buang air besar, sumber penerangan rumah tangga, sumber air minum, bahan bakar untuk memasak, konsumsi daging/ayam/susu/perminggu, pembeliaan pakaian baru setiap anggota rumah tangga setiap tahun, frekuensi makan dalam sehari, kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas atau dokter, lapangan pekerjaan kepala rumahtangga, pendidikan tertinggi kepala rumah tangga dan kepemilikan asset/harta bergerak maupun tidak bergerak. Taraf hidup adalah tingkat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kerangka Pemikiran Adanya potensi ekowisata berupa Curug Cigangsa di Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Sukabumi menjadikan kawasan ini sebagai salah satu lokasi pengembangan ekowisata di sukabumi. Dalam pengembangannya, ekowisata Curug Cigangsa menerapkan konsep ekowisata berbasis masyarakat mengingat masyarakat memiliki peran penting dalam kegiatan ekowisata. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Penelitian ini akan mengkaji perubahan kondisi ekologi dan sosial ekonomi masyarakat yang terjadi sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat. Perubahan dari aspek ekonomi, dapat dilihat dari variabel taraf hidup masyarakat. Sedangkan dari aspek sosial, dilihat dari variabel tingkat kerjasama antar masyarakat. Serta pada aspek ekologi yaitu tigkat keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 1.

27 11 Kondisi Awal Sebelum Ekowisata Pengembangan Ekowisata Kondisi Setelah Adanya Ekowisata Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat Perubahan Ekologi - Tingkat kelestarian lingkungan Sosial - Tingkat kerjasama Ekonomi - Tingkat Pendapatan - Taraf hidup Rumahtangga Keterangan : Berpengaruh : Fokus Penelitian Gambar 1 Kerangka pemikiran Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran maka diajukan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Ho: Tidak terdapat beda nyata antara kondisi ekologi sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. H1: Terdapat beda nyata antara kondisi ekologi sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. 2. Ho: Tidak terdapat beda nyata antara kondisi sosial sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. H1: Terdapat beda nyata antara kondisi sosial sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. 3. Ho: Tidak terdapat beda nyata antara kondisi ekonomi sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. H1: Terdapat beda nyata antara kondisi ekonomi sebelum dan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan.

28 12 Definisi Operasional Penelitian ini akan melihat bagaimana pengaruh pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat terhadap perubahan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat di Curug Cigangsa, Kampung Batusuhunan. Berikut adalah beberapa istilah operasional yang digunakan untuk mengukur variabel. Istilah-istilah tersebut, yaitu: 1. Perubahan kondisi ekologi adalah perubahan yang terjadi pada lingkungan dilihat dari sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan ini diukur dengan indikator tingkat kelestarian lingkungan. H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada kelestarian lingkungan dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi ekologi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah atau tinggi ke tinggi pada tingkat kelestarian lingkungan dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi ekologi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Tingkat kelestarian lingkungan adalah upaya responden terlibat dalam tindakan-tindakan menjaga lingkungan tetap bersih dan indah seperti membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, dan membiasakan gaya hidup ramah lingkungan. a. Ya, skor 2 b. Tidak, skor 1 Pengukuran pada tingkat kelestarian lingkungan sebelum dan setelah adanya ekowisata adalah sama. Kuesioner terdiri atas 10 pertanyaan untuk mengukur tingkat kelestarian lingkungan. Berdasarkan hasil perhitungan data kuesioner, skor maksimal untuk mengukur keterlibatan masyarakat adalah 20, sedangkan skor minimum adalah 10. Tingkat kelestarian lingkungan mempunyai 2 kategori untuk menunjukkan tingkat perubahannya, yaitu tinggi dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas yang dihitung dengan rumus sebagai berikut: Interval kelas (IK) = skor maksimum skor minimun kategori Maka interval kelas pada tingkat kelestarian lingkungan adalah 5 dan dapat menunjukkan kategori: Tingkat kelestarian rendah = 10 x<15 Tingkat kelestarian tinggi = 16<x Perubahan kondisi sosial adalah perubahan yang terjadi pada kondisi sosial dilihat dari sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan ini diukur dengan indikator perbedaan tingkat kerjasama masyarakat semenjak sebelum dan setelah adanya ekowisata.

29 13 H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada tingkat kerjasama masyarakat dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi sosial antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah atau tinggi ke tinggi pada tingkat kerjasama masyarakat dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi sosial antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Tingkat kerjasama antar masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden bersama masyarakat lainnya untuk mengelola ekowisata dan mempererat ikatan antar masyarakat. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk variabel ini adalah keterlibatan responden dalam kegiatan masyarakat. a. Ya, skor 2 b. Tidak, skor 1 Pengukuran pada tingkat keterlibatan masyarakat sebelum dan setelah adanya ekowisata adalah sama. Kuesioner terdiri atas 10 pertanyaan untuk mengukur tingkat kerjasama. Berdasarkan hasil perhitungan data kuesioner, skor maksimal untuk mengukur tingkat kerjasama adalah 20, sedangkan skor minimum adalah 10. Tingkat kerjasama dibagi menjadi 2 kategori untuk menunjukkan tingkat perubahannya, yaitu tinggi dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas yang dihitung dengan rumus interval kelas. Maka interval kelas pada Tingkat kerjasama adalah 5 dan dapat menunjukkan kategori: Tingkat kerjasama rendah = 10 x<15 Tingkat kerjasama tinggi = 16<x Perubahan kondisi Ekonomi adalah perubahan yang terjadi pada kondisi ekonomi masyarakat dilihat dari sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan ini diukur dengan indikator tingkat pendapatan dan taraf hidup. 1) Tingkat pendapatan Tingkat pendapatan rumahtangga dari sektor ekowisata diukur dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap anggota rumahtangga dalam suatu rumahtangga melalui aktivitas usaha ekowisata, baik berupa uang maupun barang yang dinilai dengan menggunakan ukuran rupiah dalam kurun waktu satu bulan. Usaha ekowisata yang dimaksud adalah keseluruhan aktivitas yang terkait dengan ekowisata mulai dari berjualan hingga menjadi pemandu wisata (tour guide). Tingkat pendapatan rumahtangga dari sektor non ekowisata diukur dari seberapa besar pendapatan yang diperoleh setiap anggota rumahtangga dalam suatu rumahtangga melalui aktivitas usaha di sektor non ekowisata, baik berupa uang maupun barang yang dinilai dengan menggunakan ukuran rupiah dalam kurun waktu satu bulan.

30 14 Pengukuran pada tingkat pendapatan masyarakat Berdasarkan hasil wawancara responden diperoleh pendapatan terendah sebesar Rp dan pendapatan tertinggi sebesar Rp Tingkat pendapatan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas yang dihitung dengan rumus interval kelas. Dari hasil perhitungan, didapat Rp sebagai interval kelas untuk rata-rata pendapatan masyarakat Kampung Batusuhunan. Sehingga, tingkat pendapatan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Rp Rp = tingkat pendapatan per bulan tergolong Tinggi = skor 3 2) Rp Rp = tingkat pendapatan per bulan tergolong Sedang = skor 2 3) Rp Rp = tingkat pendapatan per bulan tergolong Rendah = skor 1 H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada tingkat pendapatan rumah tangga dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah atau tinggi ke tinggi pada tingkat pendapatan rumah tangga dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. 2) Taraf hidup rumahtangga Taraf hidup rumahtangga adalah tingkat kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan mengacu pada data BPS SUSENAS 2005, Taraf hidup diukur dengan variabel: (a) Jenis lantai bangunan tempat tinggal; (b) Jenis dinding bangunan tempat tinggal; (c) Status kepemilikan rumah; (d) Daya listrik; (e) Bahan bakar untuk memasak; (f) Kepemilikan barang berharga. Namun, variabel status kepemilikan rumah (poin c) tidak diikutsertakan dalam penghitungan skor yang menjadi dasar penggolongan variabel. Hal tersebut disebabkan jawaban responden pada kuesioner tersebut bersifat homogen. Sehingga hanya terdapat 6 variabel yang dihitung dalam pengukuran taraf hidup. a. Jenis lantai bangunan terluas tempat tinggal: merupakan jenis lantai bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga responden dan dikategorikan: 1. Keramik, diberi skor 4 2. Bambu, diberi skor 3 3. Kayu murah, diberi skor 2 4. Tanah, diberi skor 1

31 15 b. Jenis dinding terluas: merupakan jenis dinding bangunan terluas yang menjadi tempat tinggal rumah tangga responden dan dikategorikan: 1. Tembok, diberi skor 4 2. Bambu, diberi skor 3 3. Kayu, diberi skor 2 4. Rumbia, diberi skor 1 c. Status rumah: merupakan status kepemilikan rumah yang ditempati responden saat ini, dikategorikan menjadi: 1. Sendiri, diberi skor 2 2. Sewa (kontrak), diberi skor 1 d. Daya listrik: merupakan jumlah daya yang digunakan responden sebagai sumber penerangan tempat tinggalnya dan dikategorikan: watt, diberi skor watt, diberi skor watt, diberi skor watt, diberi skor 1 e. Bahan bakar untuk memasak: merupakan jenis bahan bakar yang digunakan oleh rumah tangga responden untuk aktivitas memasak dan dikategorikan: 1. Gas dan Kayu Bakar, diberi skor 4 2. Gas, diberi skor 3 3. Minyak tanah, diberi skor 2 4. Kayu Bakar, diberi skor 1 f. Kepemilikan barang berharga: merupakan jenis barang yang dimiliki oleh rumah tangga responden dan dikategorikan: 1. Mobil 2. Sepeda motor 3. Komputer 4. Emas 5. Lemari es 6. Televisi 7. HP 8. Tape Radio Penggolongannya adalah sebagai berikut: 1. Memiliki 5 barang berharga = skor 3 2. Memiliki 3-4 barang berharga = skor 2 3. Memiliki 2 barang berharga= skor 1 Kemudian taraf hidup rumahtangga digolongkan kedalam 2 kategori setelah dihitung total skor dari masing-masing variabel yang diperoleh yaitu, total skor minimum adalah 10 dan total skor maksimum adalah 22. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui rumus interval kelas dengan ketentuan hasil interval kelas adalah 6. Sehingga total skor dapat dikategorikan menjadi: a = taraf hidup rumahtangga tergolong Tinggi b = taraf hidup rumahtangga Rendah

32 16 H1 diterima jika terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke tinggi atau tinggi ke rendah pada taraf hidup rumah tangga dan Ho ditolak. Hal ini berarti telah terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Ho diterima jika tidak terdapat perbedaan skor, kategori rendah ke rendah atau tinggi ke tinggi pada taraf hidup rumah tangga dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak terjadi perubahan kondisi ekonomi antara sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan.

33 17 METODE Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokoknya (Singarimbun dan Effendi 1989). Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif, yang dilakukan melalui observasi, studi literatur, dan wawancara mendalam. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan metode survei tehadap responden. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner yang ditujukan kepada responden mengenai pengaruh ekowisata berbasis masyarakat terhadap kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat di Kampung Batusuhunan. Adapun kuesioner dapat dilihat pada lampiran 3. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan menggunakan instrumen berupa panduan wawancara mendalam terhadap informan yang dipilih menggunakan metode snowball untuk melengkapi data pendekatan kuantitatif. Snowball adalah teknik penentuan informan menggunakan rantai rujukan, informan yang ditemui akan merujuk peneliti ke informan lain sehingga memungkinkan perkembangan mata rantai rujukan yang dibutuhkan peneliti (Bungin 2007). Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Penelitian explanatory merupakan penelitian dengan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi 1989). Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lokasi tempat dikembangkannya kawasan ekowisata Curug Cigangsa, yaitu di Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan hasil pengamatan peneliti sebelumnya terhadap lokasi melalui internet, studi literatur, dan survei penelitian. Lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa Kampung Batusuhunan memiliki potensi ekowisata berupa Curug Cigangsa yang dikelola berbasis masyarakat. Kampung Batusuhunan merupakan kampung yang lokasinya paling dekat dengan Curug Cigangsa, sehingga kegiatan ekowisata yang dilakukan di Curug Cigangsa akan memberikan pengaruh langsung terhadap masyarakat Kampung Batusuhunan. Selain itu, Kampung Batusuhunan merupakan kawasan yang menjadi prioritas pertama dalam pembangunan wilayah Kelurahan Surade karena selama ini wilayah Kampung Batusuhunan kurang berkembang dibandingkan dengan kampung-kampung di Kelurahan Surade lainnya Rangkaian penelitian dilakukan selama sepuluh bulan dengan kegiatan penelitian yang meliputi survei lokasi, penyusunan proposal skripsi, kolokium,

34 18 pengambilan data lapangan, pengolahan data dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kegiatan Februari - Maret Tabel 1 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013 April Mei Juni Juli Agustus September - Oktober November Penyusunan proposal skripsi Kolokium Revisi Proposal Pengambilan data lapangan Pengolahan dan analisis data Penulisan draft skripsi Uji Petik Sidang skripsi Perbaikan laporan penelitian Teknik Sampling Populasi sasaran dari penelitian ini adalah masyarakat Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi. Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya diduga. Unit analisis yang diteliti adalah rumahtangga. Populasi dalam penelitian ini adalah rumahtangga pemilik usaha di bidang ekowisata, bekerja di industri ekowisata, maupun pengelola ekowisata yang berada di Kampung Batusuhunan RW 08 yang terdiri atas 5 RT yaitu, RT 11, 12, 14, 16, dan 17. Unit sasaran dalam penelitian ini adalah suami/istri/anggota rumahtangga lainnya yang dapat memberikan data yang relevan mengenai masalah penelitian. Responden didefinisikan sebagai pihak yang memberi keterangan tentang diri sendiri dan kegiatan yang dilaksanakannya. Penelitian ini menggunakan metode sensus, sehingga semua anggota populasi dijadikan responden dalam penelitian ini. Penentuan responden tersebut berdasarkan alasan bahwa pemilik usaha, pekerja, dan pengelola di bidang ekowisata merupakan masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan ekowisata berbasis masyarakat sehingga dapat memberikan data yang relevan mengenai perubahan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi sebelum dan setelah adanya ekowisata. Jumlah responden dengan metode sensus ini berjumlah 34 orang yang terlibat langsung dalam kegiatan usaha ekowisata di Kampung Batusuhunan. Pendekatan kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam kepada informan. Informan dipilih dengan menggunakan metode snowball. Informan merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang diri sendiri, pihak lain dan

35 19 lingkungannya, dalam penelitian ini khususnya mengenai pengelolaan ekowisata kampung batusuhunan, profil desa, serta perubahan ekologi dan sosial ekonomi masyarakat dengan adanya pengembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan. Pendekatan kualitatif juga digunakan untuk pelengkap data kuantitatif yang diperoleh dari responden mengenai perubahan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi dengan adanya pengembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan. Selain itu, pendekatan kualitatif juga digunakan untuk menggali informasi mengenai profil lokasi penelitian. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuesioner dan wawancara mendalam, kuesioner yang ditujukan kepada responden, dan informan. Wawancara mendalam diarahkan melalui panduan pertanyaan wawancara. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen yang terkait dengan data-data mengenai topik penelitian yang didapatkan dari studi literatur yang berkaitan dengan tujuan penelitian seperti buku teks, artikel, skripsi, tesis, karya ilmiah, serta arsip/dokumen Pemerintah Kelurahan Surade dan Kampung Batusuhunan. Teknik Analisis Data Data kuantitatif yang diperoleh pada penelitian ini diperoleh merupakan data hasil kuesioner responden yang diolah dengan menggunakan program microsoft excel Data juga diolah dengan tabulasi silang dan dianalis secara statistik dengan uji statistik t yang menguji dua variabel dependen menggunakan software SPSS 16.0 For Windows. Uji statistik t (t test) ini digunakan untuk menguji beda adanya perubahan antara kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi sebelum dan setelah adanya ekowisata. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung. Pendekatan kualitatif digunakan untuk memberikan penguatan dari data yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan pengamatan. Gabungan data tersebut diolah dan dianalisis dengan disajikan dalam bentuk teks naratif, grafik, tabel, column chart atau bagan, kemudian ditarik kesimpulan dari semua data yang telah diolah.

36 20

37 21 PROFIL LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografis, Topografis, dan Demografis Kelurahan Surade Secara administratif, Kampung Batusuhunan merupakan bagian dari wilayah Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kelurahan Surade mempunyai luas 622,05 Ha, berada di sebelah selatan wilayah Kabupaten Sukabumi yang secara umum terbagi menjadi dua katagori lahan. Pertama, sebelah utara dan selatan yang mayoritas didominasi oleh lahan kering, perumahan, dan perkotaan. Kedua, sebelah barat dan timur didominasi oleh lahan basah pesawahan. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut : utara : Desa Citanglar timur : Desa Jagamukti selatan : Desa Buniwangi dan Desa Pasiripis barat : Desa Kadaleman Kelurahan Surade berjarak 63 km dari Ibu Kota kabupaten Sukabumi, sedangkan dari Ibu kota Provinsi berjarak km. Kondisi Topografi Kelurahan Surade memiliki ketinggian 116 meter di atas permukaan laut (dpl) dan secara umum wilayah Kelurahan Surade memiliki ketinggian berkisar antara meter dpl. Rata-rata suhu udara berkisar antara 15 0 C-25 0 C, dengan suhu rata-rata 26 0 C. Bentuk permukaan tanah (morfologi) relatif datar diseluruh bagian Kelurahan, baik di bagian utara, timur, selatan maupun barat wilayah Kelurahan Surade. Secara demografi, jumlah penduduk Kelurahan Surade Kecamatan Surade cenderung tetap dengan mutasi lahir, mati, pindah datang dan pindah pergi. Pada Bulan Januari 2013 ini penduduk Kelurahan Surade berjumlah Jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak KK. Untuk lebih jelasnya, jumlah penduduk Kelurahan Surade dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Kelurahan Surade menurut jenis kelamin, tahun 2013 Jenis Kelamin Jumlah Penduduk (jiwa) Total Persentase (%) Pria Wanita Total Sumber : Profil Kelurahan Surade (2013) Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 2, jumlah penduduk Kelurahan Surade terdiri dari jiwa dengan jumlah pria sebesar jiwa atau persen. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan jumlah wanita sebesar jiwa atau persen. Sebagian besar masyarakat Surade menganut agama islam dari jumlah penduduk 9 289, dan sisanya menganut agama kristen yang biasanya dianut oleh masyarakat pendatang, bukan warga asli Kelurahan Surade.

38 22 Jenis pekerjaan masyarakat Surade terbagi dalam beberapa bidang yaitu, pertanian, perdagangan, PNS, peternakan, jasa, home industry, kesenian, dan lain lain. Untuk rinciannya dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Jenis pekerjaan mayarakat Surade Berdasarkan gambar 2 diatas, dapat dilihat bahwa terdapat beragam jenis pekerjaan yang ditekuni oleh masyarakat Surade, dari pertanian hingga kesenian. Pada bidang pertanian sebesar 781 orang (44.6 persen), di bidang perdagangan sebesar 302 orang (17.2 persen), PNS/Karyawan sebesar 260 (14.8 persen), di bidang jasa sebesar 133 orang (7.6 persen), home industry sebesar 47 orang (2.7 persen), di bidang kesenian sebesar lima orang (0.3 persen), dan sisanya yang berjumlah 45 orang (2.6 persen) bekerja pada bidang lain. Kondisi lahan pertanian yang masih mendukung untuk menghasilkan keuntungan dan kebutuhan seharihari masyarakat menjadikan pertanian sebagai pekerjaan utama di Kelurahan Surade. Tingkat pendidikan merupakan faktor penting dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Hampir sebagian besar masyarakat Surade telah menempuh pendidikan Sekolah Dasar dengan persentase sebesar 61 persen, untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama sebesar 16 persen, Sekolah Menengah Atas sebesar 17 persen, dan Strata Satu sebesar enam persen. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini.

39 23 Gambar 3 Persentase tingkat pendidikan masyarakat Surade Masyarakat Surade dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Sunda, sedangkan para pendatang menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi dengan masyarakat setempat. Di tempat formal, seperti sekolah, kantor instansi pemerintahan, dan tempat resmi lainnya masyarakat menggunakan bahasa Indonesia. Kondisi Infrastruktur Kelurahan Surade Ketersediaan sarana infrastruktur di Kelurahan Surade sudah cukup memadai dari sarana peribadatan, kesehatan, hingga pendidikan. Untuk sarana pendidikan, tersedia delapan PAUD, dua Taman Kanak-kanak, enam Sekolah Dasar, delapan Madrasah, dua SMK Swasta, tujuh Pondok Pesantren, dan dua Perguruan Tinggi Swasta. Sarana kesehatan terdiri dari satu Puskesmas, 12 Posyandu, empat Klinik Dokter, dan satu Poskesdes. Terdapat 28 masjid dan 46 mushola yang didirikan di Kelurahan Surade yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sedangkan untuk umat kristiani biasanya beribadah di Desa Ujung Genteng karena Kelurahan Surade tidak memiliki gereja. Gambar 4 Ketersediaan jumlah sarana infrastruktur Kelurahan Surade

40 24 Gambaran Umum Kampung Batusuhunan Kampung Batusuhunan terletak di RW 08 Kelurahan Surade yang terdiri dari lima RT yaitu, RT 11, 12, 14, 16, dan 17. Wilayah Kampung Batusuhunan dapat ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Kampung Batusuhunan berada di pinggiran Kelurahan Surade dengan jarak tempuh tiga km. Tidak ada transportasi umum layaknya angkot untuk menuju kampung ini, namun terdapat ojek motor dengan tarif sebesar Rp dengan kondisi jalan yang rusak dan berbatu. Kampung ini memiliki 107 jiwa penduduk yang terbagi ke dalam 33 KK dengan jumlah pria 54 jiwa (50.5 persen) dan wanita 53 jiwa (49.5 persen). Nama Batusuhunan berasal dari bentuk batu-batu yang bersusun di tengah bendungan yang ada di kampung ini, susunan batu ini berbentuk seperti rumah sehingga masyarakat memberi nama Batusuhunan (batu yang bersusun) untuk kampung ini. Kampung Batusuhunan memiliki potensi wisata yang masih alami, yaitu: a. Air terjun (curug) Luhur yang menggunakan aliran air sungai cigangsa, pada curug ini terdapat tiga undak yaitu, leuwi mariuk yang paling atas, undak tengah, dan di undak paling bawah terdapat batu masigit yang dianggap keramat oleh masyarakat. Dahulu, di batu masigit inilah tempat berkumpul dan beribadah para wali. b. Area Persawahan yang terdapat diantara pemukiman warga dan curug cigangsa c. Leuwi Kanyere dan Leuwi Bali d. Curug Jawa dan Curug Nusa, Nusa adalah delta atau pulau kecil yang terdapat di tengah sungai. e. Batu tonjong, yang merupakan dinding batu sungai cigangsa yang memiliki panjang m, batu tonjong ini mirip dengan green canyon. f. Curug anjung merupakan curug yang tidak terlalu dalam tetapi seluruh permukaannya merupakan batu hijau. g. Saluran irigasi cigangsa, saluran ini menggunakan air yang berasal dari aliran sungai cigangsa untuk mengairi sawah petani. Kedalaman saluran irigasi ini kurang dari 1 m sehingga potensial untuk dipergunakan sebagai salah satu sarana permainan mini arum jeram dengan nama papalidan. Ekowisata Berbasis Masyarakat Kampung Batusuhunan Konsep ekowisata berbasis masyarakat yang diterapkan di Kampung Batusuhunan dapat dijelaskan dengan teori yang dikemukakan oleh WWF (2009). menurut WWF Indonesia (2009), ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha ekowisata yang menitikberatkan peran aktif masyarakat. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Partisipasi masyarakat dalam menfelola ekowisata dapat dilihat dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi kegiatan ekowisata.

41 25 1. Tahap Perencanaan Implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun suatu jaringan serta menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing masing. Pada awalnya, pemerintah yang menginisiasi masyarakat untuk bersama-sama membuka kawasan Curug Cigangsa sebagai tempat wisata. Namun masyarakat menolak untuk pembangunan area wisata karena khawatir akan ada pengaruh-pengaruh negative yang dibawa oleh wisatawan ke dalam kampung mereka. Namun, setelah ada perbincangan lebih mendalam antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan masyarakat Kampung Batusuhunan akhirnya pembukaan kawasan wisata disetujui tetapi dengan syarat bahwa jenis wisata yang ditawarkan adalah Ekowisata Islami sehingga segala tingkah laku wisatawan yang ada harus sesuai dengan kaidah-kaidah islam. Mengingat mayoritas masyarakat Kampung Batusuhunan beragama islam dan untuk menghindari hal-hal yang buruk kedepannya. 2. Tahap Pelaksanaan Pola ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Dengan adanya pola ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti masyarakat akan menjalankan usaha ekowisata sendiri. Pembangunan sarana prasarana ekowisata dimulai sejak tahun 2010 dengan dana dari pemerintah sebesar 300 juta Rupiah dan 75 juta Rupiah dari swadaya masyarakat. pembangunan ekowisata, baik pria maupun wanita ikut bekerjasama membuat sarana dan prasarana menuju Curug Cigangsa seperti jalan tangga menuju curug, pengaspalan jalan, membuat gapura, menyediakan tong sampah, dan menanam pohon. Pada saat pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ekowisata, pengurus ekowisata selalu mengundang seluruh masyarakat untuk diikutsertakan dalam musyawarah sehingga semua kegiatan pelaksanaan ekowisata juga diketahui oleh masyarakat setempat dan mereka ikut merasa memiliki ekowisata Curug Cigangsa. Akhirnya, pada tahun 2012 pembangunan sarana dan prasarana selesai dan selama masa pembangunan itu pula ekowisata Islami Curug Cigangsa mulai di buka sebagai ekowisata yang berada di kawasan Kampung Batusuhunan. Pada bulan November 2012, ekowisata ini dibuka secara resmi oleh Pemerintah Daerah Kecamatan Surade dan Kelurahan Surade. 3. Tahap Evaluasi Ekowisata yang dikembangkan untuk kepentingan pembangunan berkelanjutan, yaitu sebuah kegiatan usaha yang bertujuan untuk menyediakan alternatif ekonomi secara berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan ekowisata. Pengurus ekowisata Kampung Batusuhunan melakukan tahap evaluasi dengan mengundang seluruh masyarakat untuk

42 26 melakukan musyawarah bersama. Hal ini dilakukan untuk memonitoring kegiatan ekowisata dan sebagai pertanggungjawaban pengurus agar ekowisata yang dijalankan dapat terus berkembang dengan baik. Hasil dari keuntungan ekowisata digunakan untuk biaya perawatan fasilitas ekowisata dan disumbangkan untuk masyarakat Kampung Batusuhunan. Sejarah Ekowisata Curug Cigangsa Pada awalnya, Curug Cigangsa yang berada di Kampung Batusuhunan bukanlah lokasi ekowisata. Pada tahun 1997 organisasi kepemudaan BALADAKA Kecamatan Surade mengusulkan untuk membangun kawasan wisata di Curug Cigangsa. Namun, rencana tersebut tidak diizinkan oleh tokoh adat setempat yaitu, Pak HBY. Alasannya adalah Curug Cigangsa merupakan kawasan keramat peninggalan nenek moyang yang harus dijaga, beliau khawatir akan terjadi kerusakan yang dilakukan oleh para wisatawan yang berkunjung ke Curug Cigangsa nantinya. Selain itu, jika dijadikan tempat wisata tidak menutup kemungkinan akan didirikan penginapan dan vila untuk menginap, beliau pun tidak mengizinkan dengan alasan mencegah pengaruh negatif yang dibawa oleh wisatawan ke kampung mereka. Pengaruh yang dibawa wisatawan ada yang bersifat negatif maupun positif sehingga masyarakat harus dapat memilah dengan tepat yang baik dan buruk seperti cara berpakaian, gaya hidup, dan cara berbicara wisatawan. Pengaruh ini akan masuk ke lingkungan masyarakat setempat dan akan mempengaruhi kondisi lingkungan yang hingga kini masih terjaga norma dan adatnya. Kemudian selang beberapa tahun, dibuatlah Rencana Tindak Penataan Lingkungan dan Pemukiman (RTPLP) yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 06/PRT/M/2007. Peraturan ini berisi tentang niat pemerintah daerah yang mulai tertarik untuk membangun kawasan wisata di Kampung Batusuhunan. Namun, dengan alasan yang sama masyarakat dan tokoh adat setempat menolak rencana tersebut. Hingga pada tahun 2010, melalui PLP-BK (Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas) pemerintah mulai mengajak masyarakat untuk bersama-sama membuka kawasan Curug Cigangsa sebagai tempat wisata. PLP- BK ialah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pusat dan ditempatkan di enam kabupaten tiap provinsi. Tujuan utama pembentukan PLP-BK adalah untuk menciptakan tatanan kehidupan dan hunian yang tertata secara selaras, sehat, produktif, berjati diri, dan berkelanjutan. Fokus utama PLP-BK adalah pada penguatan dan pengembangan sosial kapital melalui pengokohan nilai-nilai universal dan kearifan lokal, penguatan pelayanan masyarakat di bidang ekonomi, lingkungan, sosial, serta membuka ruang kreativitas dan inovasi di masyarakat untuk menciptakan sumberdaya pembangunan pemukiman. Ciri utama PLP-BK ialah Community Based Management, yakni menangani persoalan pemukiman melalui perencanaan, pelaksanaan, serta pengelolaan hasil-hasil pembangunan yang dipelihara dan dikelola oleh masyarakat setempat. Tujuan dari PLP-BK membuka kawasan ini adalah untuk memajukan masyarakat Kampung Batusuhunan. Pengembangan kawasan ekowisata Curug Cigangsa dikelola melalui penerapan konsep pengelolaan berbasis masyarakat. Konsep ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat setempat di Kampung Batusuhunan mengingat kampung ini dapat dikatakan tertinggal

43 perekonomiannya dibandingkan dengan wilayah di kawasan surade lainnya. Arah pengembangan ekowisata ini diharapkan dapat sesuai dengan visi pengembangan Surade yaitu, mewujudkan lingkungan dan masyarakat Kelurahan Surade yang agamis, sehat, kreatif, produktif, dan sejahtera. Setelah melalui proses yang cukup lama dan kesepakatan bersama, akhirnya masyarakat Kampung Batusuhunan setuju apabila kawasan ini dibuka untuk umum dengan syarat jenis wisata yang ditawarkan adalah Ekowisata Islami sehingga segala tingkah laku wisatawan yang ada harus sesuai dengan kaidah-kaidah islam. Mengingat mayoritas masyarakat Kampung Batusuhunan beragama islam dan untuk menghindari hal-hal yang buruk kedepannya. Hasil penelitian Adelia (2012) menjelaskan bahwa Ekowisata Islami yang ditawarkan di Curug Cigangsa dikembangkan dan dikelola berdasarkan mitos dan norma yang dipercaya dan dianut masyarakat setempat. Norma dan mitos tersebut sejalan dengan aturan-aturan yang diajarkan oleh agama islam. Dengan adanya mitos dan norma maka terbangun tata aturan/pedoman dalam mengelola ekowisata. Mitos, norma dan aturan adat lokal yang berbasis islam dianggap dapat menjadi penangkal dampak negatif yang mungkin hadir seiring dengan hadirnya wisatawan ke lokasi tersebut. Norma-norma dan mitos-mitos yang dipercaya dan diyakini masyarakat bersifat turun-temurun diperoleh dari para nenek moyang yang ada di Kampung Batusuhunan. Masyarakat yang mendiami Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat asli yang sudah dari dulu mendiami kawasan tersebut, sehingga segala peraturan, norma dan mitos yang ada juga bersifat turuntemurun dan mendarah daging dalam diri masyarakat. Norma-norma yang dianut dan dilestarikan di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa ditaati masyarakat karena sejalan dengan aturan-aturan yang diajarkan oleh agama Islam. Norma-norma tersebut antara lain: 1. Norma untuk tidak membuang sampah sembarangan baik di Kampung Batusuhunan maupun Curug Cigangsa. 2. Norma yang melarang menebang pohon sembarangan. 3. Norma yang melarang meminum minuman keras/alkohol. 4. Norma yang melarang untuk menggunakan narkotika. 5. Norma yang melarang wanita dan pria yang bukan muhrim berdua-duaan di lokasi ekowisata. 6. Norma yang melarang untuk membuat bangunan mencurigakan di lokasi ekowisata. 7. Norma yang melarang untuk berada di lokasi Curug Cigangsa setelah pukul 5 sore. 8. Norma yang melarang untuk merusak/mengotori kawasan Curug Cigangsa. Kesemua norma tersebut ditaati dan dijadikan pedoman masyarakat dalam pengembangan lokasi ekowisata Curug Cigangsa. Norma-norma yang ada di Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa dibuat berdasarkan kaidah-kaidah Islam dan aturan-aturan yang diajarkan oleh Islam. Norma-norma itu sendiri bermanfaat bagi kelestarian lingkungan Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa, dan juga bermanfaat untuk melestarikan kebudayaan masyarakat yang terkenal Islami dan masih menjunjung tinggi ajaran-ajaran leluhur. Sikap yang ditunjukkan masyarakat terhadap kemungkinan munculnya dampak negatif juga sangat positif. Seluruh masyarakat berusaha meminimalisir kemungkinan munculnya dampak negatif dari ekowisata. Hal ini disebabkan 27

44 28 masyarakat menyadari bahwa dampak negatif yang mungkin muncul dapat menggeser konsep Ekowisata Islami yang dijadikan konsep ekowisata di Kampung Batusuhunan. Masyarakat pun lebih merasakan dampak positif yang muncul dibandingkan dengan dampak negatif dari ekowisata. Hal ini dikarenakan saat ini responden sudah merasakan dampak positif dari ekowisata berupa peningkatan pendapatan dan perluasan lapangan pekerjaan dalam bidang ekowisata. Pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata didorong oleh adanya harapan dari beberapa pihak untuk kemajuan ekonomi masyarakat dan wilayah ekowisata. Masyarakat Batusuhunan sebagai aktor utama dari kegiatan ekowisata di Curug Cigangsa memiliki harapan yang tinggi dalam aspek ekonomi dibandingkan dengan aspek ekologi juga sosial budaya. Hal ini terjadi karena masyarakat menginginkan adanya peningkatan pendapatan baik untuk masingmasing individu maupun untuk Kampung Batusuhunan secara keseluruhan. Harapan terhadap aspek ekonomi yang menjadi pendorong paling besar pada masyarakat untuk menyetujui pengembangan kawasan ekowisata. Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat Bentuk ekowisata yang ditawarkan di Curug Cigangsa konsep Ekowisata Islami yang dikelola berbasis masyarakat. Segala peraturan yang terdapat di lokasi ekowisata telah disesuaikan dengan kaidah-kaidah islam dan adat masyarakat setempat di lokasi ekowisata ini. Walaupun belum sepenuhnya mengikuti kaidah islam, akan tetapi segala norma yang dibuat sudah berpedoman pada kaidahkaidah islam. Masyarakat sebagai pengelola pun berupaya optimal untuk membangun dan merawat kawasan ekowisata agar menjadi lebih baik dan nyaman dikunjungi wisatawan. Objek daya tarik yang diunggulkan adalah ekowisata Curug Cigangsa yang menawarkan atraksi wisata tempat bermain, penyimpanan benda cagar budaya, irigasi, dan pemancingan. Selain itu, terdapat produk-produk khas untuk souvenir dan makanan khas seperti opak, gula kelapa, dan keripik singkong. Pada tahun 2010, setelah adanya persetujuan untuk membuka kawasan ini menjadi kawasan ekowisata dari masyarakat setempat, pemerintah Kelurahan Surade mulai mengajukan proposal dana kepada pemerintah daerah Kabupaten Sukabumi untuk melakukan pembangunan infrastruktur di kawasan Curug Cigangsa yang sebelumnya masih sangat alami. Bantuan awal yang diberikan oleh pemerintah kabupaten melalui PLP-BK ialah berjumlah sekitar 300 juta Rupiah. Ditambah lagi dengan iuran swadaya oleh masyarakat Kampung Batusuhunan yang mencapai 75 juta Rupiah. Sehingga total biaya pembangunan infrastruktur kawasan ekowisata sebesar 375 juta Rupiah. Dana tersebut dialokasikan untuk membangun jalan setapak dan tangga-tangga kecil yang dapat memudahkan wisatawan untuk mengunjungi Curug Cigangsa. Masyarakat juga membuat tiga buah tempat bersantai dan istirahat di tiga titik kawasan Curug Cigangsa. Selain itu, masyarakat sudah menyiapkan tiga bangunan tempat pembuangan sampah akhir, beserta beberapa tong sampah yang disimpan di sekitar Curug Cigangsa. Bantuan dana tersebut juga digunakan untuk membuat dua buah toilet umum dan bangunan loket untuk pembelian tiket. Keberadaan Lembaga PLP-BK sebagai fasilitator antara pemerintah dengan masyarakat yang mengelola ekowisata berakhir pada September 2012.

45 29 Masa aktif kepengurusan PLP-BK sudah berakhir dan belum ada pergantian kepengurusan kembali hingga pada saat dilakukannya penelitian. PLP-BK ditugaskan untuk membimbing masyarakat Batusuhunan dan mengawasi jalannya ekowisata. Namun lembaga ini sekarang sudah tidak ada dalam organisasi kelurahan karena masa kepengurusan sudah berakhir. (RIM/ 59 Tahun/ Sekertaris Kelurahan Surade) Sampai saat ini, kepengurusan ekowisata masih dipegang oleh masyarakat setempat dengan struktur yang sederhana. Kepengurusan diketuai oleh tokoh yang dihormati di Kampung Batusuhunan yaitu Pak HBY. Kemudian sekretaris dan bendahara yang di jabat masing-masing oleh Pak WAN dan Ibu ROR. Struktur kepengurusan hanya sebagai formalitas saja, pada dasarnya seluruh masyarakat Kampung Batusuhunan yang mengelolanya. (HBY/ 70 Tahun/ Ketua Ekowisata) KETUA Pak HBY SEKRETARIS Pak WAN Masyarakat Kampung Batusuhunan BENDAHARA Ibu ROR Gambar 5 Struktur kepengurusan ekowisata berbasis masyarakat Kampung Batusuhunan Berdasarkan gambar 5 di atas, struktur kepengurusan ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan dapat dijelaskan sebagai berikut, ketua ekowisata sekaligus sebagai tokoh yang dihormati oleh masyarakat setempat berperan sebagai wakil dari masyarakat yang dipercayai dan penasehat ekowisata yang mengarahkan pengelolaan jalannya ekowisata agar tetap pada aturan-aturan islami. Sekretaris berperan dalam mengurus berkas proposal pengajuan dana, surat-surat undangan rapat, dan laporan pertanggungjawaban mengenai pengelolaan ekowisata. Bendahara berperan dalam mengumpulkan keseluruhan dana yang masuk untuk pengelolaan ekowisata. Dana pengelolaan ekowisata sendiri berasal dari bantuan pemerintah uang tiket masuk sebesar Rp 2 000/ tiket. Apabila ada yang memakai jasa guide sebesar Rp , sebanyak 20 persen akan disumbangkan ke dalam uang kas yang dikumpulkan ke bendahara. Uang kas ini nantinya akan dibagi kepada seluruh KK (33 KK) pada saat Idul Fitri. Masyarakat Kampung Batusuhunan sendiri terlibat dalam kegiatan ekowisata dengan berperan sebagai tour guide, menyediakan katering, membuat gula kelapa sebagai oleh-oleh khas Kampung Batusuhunan, serta menjual es kelapa. Selain

46 30 itu, masyarakat juga berkewajiban untuk tetap merawat kawasan ekowisata. Seperti bekerja bakti membersihkan kampung, menanam pohon, membersihkan toilet umum, dan membuang sampah pada tempatnya. Karakteristik Responden Karakteristik penduduk yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah Masyarakat Kampung Batusuhunan yang terlibat dalam kegiatan ekowisata. Responden yang terlibat terdiri atas pengurus ekowisata, penjual kue, pembuat gula kelapa, usaha warung, pemandu wisata, dan penjual gula kelapa. Kegiatan ekowisata yang dilakukan oleh responden ada yang berupa pekerjaan utama responden dan ada pula yang menjadi usaha sampingan bagi responden. Pembagian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh ekologi, sosial, dan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat langsung semenjak adanya ekowisata. Semua responden yang terpilih merupakan warga asli Kampung Batusuhunan yang sudah menempati Kampung Batusuhunan selama kurun waktu yang lama sehingga sudah mengenal Kampung Batusuhunan dengan sangat baik. Kampung Batusuhunan terletak di RW 08 yang terdiri atas lima RT yaitu, RT 11, 12, 14, 16, dan 17 yang memiliki jumlah penduduk 107 jiwa. Dari 107 jiwa tersebut, terdapat 34 orang yang menjadi responden dalam penelitian ini. Berdasarkan jenis pekerjaan, 34 responden yang terpilih juga memiliki berbagai jenis pekerjaan yang berbeda. Terdapat delapan kelompok pekerjaan, antara lain wiraswasta, PNS, petani, penjual kue, pembuat gula, guru, pedagang warung dan ibu rumahtangga. Pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan utama responden. Pada gambar 6, data yang disajikan persentase jenis pekerjaan utama dari 34 responden yang diteliti. Responden terbanyak ialah bekerja sebagai petani (29 persen). Pekerjaan responden yang terbanyak selanjutnya adalah pedagang warung (18 persen). Kemudian responden selanjutnya bekerja di rumah sebagai ibu rumahtangga (17 persen). Terdapat pembuat gula (15 persen), wiraswasta (sembilan persen), dan guru (enam persen). Sisanya sebagai penjual kue (tiga persen). dan PNS (tiga persen). Setelah adanya ekowisata, kesempatan lapangan kerja di bidang ekowisata menjadi muncul dan mendorong masyarakat Kampung Batusuhunan untuk meningkatkan penghasilannya. Gambar 7 menunjukkan bahwa adanya ekowisata menjadikan usaha ekowisata sebagai pekerjaan sampingan mereka. Terdapat delapan jenis pekerjaan yang dapat menjadi tambahan penghasilan masyarakat di bidang ekowisata antara lain penjual es kelapa (lima persen), katering (16 persen), pedagang warung (21 persen), penjual kue (lima persen), penjual ikan (lima persen), pembuat gula (16 persen), penjual sayur (11 persen), dan pengelola ekowisata (21 persen). Gambar 6 dan gambar 7 menunjukkan terdapat tiga pekerjaan di sektor ekowisata yang ditekuni masyarakat sebagai pekerjaan utama dan sampingan yaitu, pembuat gula, penjual kue, dan pedagang warung. Kegiatan ekowisata membuka kesempatan masyarakat untuk mendapatkan penghasilan lebih banyak dari usaha ekowisata ini. Pada awalnya, masyarakat yang membuat gula sebagai pekerjaan utamanya sebesar 15 persen, kemudian permintaan akan gula kelapa sebagai makanan khas Kampung Batusuhunan semakin meningkat sehingga

47 31 masyarakat lainnya sebesar 16 persen ikut membuat gula kelapa sebagai pekerjaan sampingan mereka. Pedagang warung di Kampung Batusuhunan pun semakin meningkat yang awalnya hanya 18 persen bertambah menjadi 21 persen. Selain itu, masyarakat yang melihat peluang usaha ekowisata pun ikut berjualan kue di kawasan ekowisata dengan persentase dari tiga persen menjadi lima persen. Terdapat juga pekerjaan sampingan di sektor ekowisata yang menyumbangkan penghasilan tambahan terbesar yaitu, pengelola ekowisata sebesar 21 persen. Gambar 6 Persentase pekerjaan utama responden Gambar 7 Persentase pekerjaan sampingan responden

48 32 Tingkat pendidikan responden merupakan salah satu aspek penting dalam mengelola ekowisata.tingkat pendidikan berpengaruh terhadap keterampilan, pengetahuan, dan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) yang kedepannya akan mengelola ekowisata. Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka diharapkan pengelolaan ekowisata akan semakin baik. Tingkat pendidikan di Kampung Batusuhunan terbagi ke dalam empat kategori tingkatan, yaitu SD, SMP, SMA dan Sarjana (S1). Pada Gambar 8, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang hanya menempuh pendidikan sampai tingkat Sekolah Dasar paling banyak dibandingkan tingkat pendidikan lainnya yaitu 62 persen. Persentase jumlah responden yang menempuh tingkat pendidikan hingga SMP dan SMA masing-masing berjumlah 23 persen dan 12 persen. Responden yang menempuh pendidikan sampai Perguruan Tinggi berjumlah tiga persen. Dari hasil gambar 8, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Batusuhunan masih tergolong rendah karena separuh dari masyarakatnya adalah lulusan sekolah dasar. Namun, sebagian kecil masyarakat sudah menyadari pentingnya pendidikan terbukti dengan terdapat masyarakat yang sudah menempuh pendidikan dari SMP, SMA, hingga S1. Gambar 8 Persentase responden menurut tingkat pendidikan di Kampung Batusuhunan, tahun 2013

49 33 PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI KAMPUNG BATUSUHUNAN Ekowisata merupakan pariwisata yang mengedepankan aspek konservasi ekologi. Untuk itu, keberlanjutan ekowisata ditentukan oleh aspek ekologi. Adanya ekowisata mempengaruhi kehidupan masyarakat di sekitar kawasan ekowisata, dalam kasus ini adalah masyarakat Kampung Batusuhunan. Keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan akan mempengaruhi perkembangan ekowisata. Bab ini akan membahas mengenai bagaimana kondisi ekologi sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan yang dilihat dari perilaku keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kondisi Ekologi Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata Sanitasi dan Air bersih Kebutuhan akan air bersih merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat. Air di Kecamatan Surade sudah tidak dapat digunakan untuk keperluan minum karena airnya sudah mulai tercemar sehingga keperluan air minum menggunakan air isi ulang dan air kemasan. Berbeda dengan Kecamatan Surade, Kampung Batusuhunan belum dapat dijangkau oleh fasilitas PDAM untuk kebutuhan air sehari-hari. Walaupun demikian, Kampung Batusuhunan memiliki sumber air bersih yang cukup tersedia untuk masyarakatnya. Sumber air di kampung ini masih bersih dan belum tercemar sehingga penggunaan air bersih dan MCK (Mandi Cuci Kakus) diambil dari sungai dan air tanah yang melalui sumur. Air ini bersumber dari sumur gali dan sumur pompa sebagai sumber air bersih. Masyarakat masih memasak air ini untuk digunakan sebagai air minum. Selain itu, terdapat pula air yang bersumber dari sungai, biasanya air ini dimanfaatkan untuk pertanian dan perikanan masyarakat sekitar. Untuk sarana sanitasi, di setiap rumah masing-masing sudah memiliki MCK sendiri, namun masyarakat kampung ini masih sering terlihat menggunakan toilet umum untuk keperluan mandi dengan alasan lebih nyaman digunakan. Selain itu, masyarakat yang khususnya ibu rumahtangga lebih senang mencuci pakaian dan mandi di sungai karena airnya bersih. Pengolahan Sampah Masyarakat Batusuhunan memiliki kebiasaan untuk mengolah limbah sampah rumah tangga dengan cara dibakar. Sampah-sampah rumahtangga dikumpulkan menjadi satu dan kemudian dibakar. Belum adanya pengolahan sampah secara khusus yang dilakukan oleh pengurus Kampung Batusuhunan sebelum adanya pengembangan ekowisata. Kesadaran masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan dan menjaga lingkungan kampung agar tetap bersih dapat dilihat melalui kerja bakti yang diselenggarakan satu minggu sekali. Biasanya acara kerja bakti ini diadakan pada hari libur agar seluruh warga dapat berpartisipasi di dalamnya. Berdasarkan hasil kuesioner, kesadaran masyarakat Kampung Batusuhunan untuk membuang sampah pada tempatnya tergolong tinggi.

50 34 Persentase responden yang membuang sampah pada tempatnya sebesar 88% (30 responden) menjawab Ya telah membuang sampah di tempat sampah dan akan menaruhnya di tas atau membawa pulang sampah apabila tidak menemukan tempat samapah. Namun 12% (empat responden) menjawab tidak, yang berarti mereka membuang sampah dimana saja apabila tidak menemukan tempat sampah. Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah tidak didukung dengan adanya ketersediaan tempat sampah di kampung ini dan pengetahuan masyarakat akan sampah masih kurang karena sampah jenis apapun nantinya akan dikumpulkan menjadi satu dan kemudian akan dibakar oleh masyarakat setempat. Gambar 9 Kesadaran masyarakat membuang sampah pada tempatnya Tingkat Kelestarian Lingkungan Masyarakat Batusuhunan sadar akan menjaga kelestarian lingkungan kampung. Keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan ini meliputi gaya hidup ramah lingkungan, pengelolaan sampah, menanam pohon, dan mematuhi peraturan yang ada di kawasan Kampung Batusuhunan untuk menjaga lingkungan. Masyarakat telah memiliki kesadaran akan pentingnya alam dan lingkungan akan senantiasa menjaganya. Selain itu, masyarakat beranggapan bahwa dengan menjaga lingkungan mereka akan menerima manfaat yang baik pula dari lingkungan. Gaya hidup ramah lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat Batusuhunan yaitu, lebih senang berjalan kaki apabila melakukan perjalanan dekat seperti berkunjung ke rumah tetangga di kampung sebelah dan pergi berbelanja ke pasar, hal ini dapat mengurangi polusi udara akibat kendaraan bermotor yang merupakan transportasi utama di Batusuhunan. Di halaman rumah masyarakat pun menanam pohon seperti mangga atau beringin dan tanaman obat keluarga, yang akan membuat suasana Kampung Batusuhunan menjadi lebih asri. Masyarakat juga mematuhi aturan dan mitos yang dilarang dilakukan di kawasan Curug Cigangsa.

51 35 Kondisi Ekologi Mayarakat Setelah Adanya Ekowisata Sanitasi dan Air bersih Keadaan sanitasi dan air bersih di Kampung Batusuhunan saat ini (2013) tidak jauh berbeda dengan keadaan tiga tahun lalu (2010) sebelum adanya ekowisata. Menurut masyarakat setempat, air di kampung ini masih bersih dan belum tercemar sehingga penggunaan air bersih dan MCK (Mandi Cuci Kakus) diambil dari sungai dan air tanah. Air ini bersumber dari sumur gali dan sumur pompa sebagai sumber air bersih. Masyarakat masih memasak air ini untuk digunakan sebagai air minum. Selain itu, terdapat pula air yang bersumber dari sungai, biasanya air ini dimanfaatkan untuk pertanian dan perikanan masyarakat sekitar. Pengelolaan Sampah Setelah adanya pengembangan ekowisata, terjadi perubahan perilaku dan pengetahuan masyarakat tentang sampah dan pengelolaannya. Masyarakat sadar apabila lokasi Kampung Batusuhunan telah dijadikan ekowisata, akan ada wisatawan yang masuk ke kawasan kampung dan beraktivitas yang biasanya menimbulkan sampah makanan. Sampah yang dihasilkan Kampung Batusuhunan akan bertambah banyak karena ditambah oleh sampah yang dihasilkan para wisatawan. Masyarakat mulai belajar untuk mengelola dan mendaur ulang sampah. Masyarakat mulai mengelola sampah melalui tempat sampah khusus untuk membedakan jenis sampah. Disediakan 3 jenis tempat sampah yang berbeda, yaitu tempat sampah khusus plastik dan kertas (anorganik), tempat sampah basah dan sayuran yang bisa membusuk (organik), dan tempat sampah terakhir untuk sampah yang tidak termasuk ke dalam kategori organic dan anorganik (residu). Sampah yang telah dipisahkan kemudian dikumpulkan ke dalam tempat sampah yang berada di dekat rumah masing-masing. Pengangkutan dari tiap-tiap rumah tangga dilakukan oleh petugas yang telah ditunjuk oleh warga ke TPS (Tempat Pembuangan Sementara). Untuk sistem pengangkutan dan pembuangan akhir ditarik oleh petugas dengan gerobak atau motor sampah. Selain itu, sebagian masyarakat Batusuhunan juga mendaur ulang sampah menjadi tas, dompet, dan hiasan rumah seperti gorden dari sampah jenis plastik. Namun untuk jenis sampah organik, yaitu berupa daun kering, sisa sayuran, dan buah-buahan masyarakat belum mengolahnya menjadi pupuk organik untuk tanaman mereka karena tidak mengetahui cara mengolahnya. Tingkat Kelestarian Lingkungan Aspek lingkungan yang alamiah dalam ekowisata merupakan aspek utama ciri khas ekowisata. Manusia hidup bergantung dengan lingkungan, begitu pula dengan lingkungan yang membutuhkan perawatan manusia. Keberlanjutan ekowisata juga bergantung pada lingkungan, maka masyarakat diharapkan dapat terlibat untuk merawatnya. Sebelum adanya ekowisata, kesadaran masyarakat Batusuhunan terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan sudah cukup tinggi. Masyarakat beranggapan bahwa dengan menjaga lingkungan mereka akan menerima manfaat yang baik pula dari lingkungan. Apabila lingkungan rusak tidak hanya generasi saat ini yang mengalami akibatnya, namun juga generasi mendatang yang akan merasakannya.

52 36 Melalui ekowisata berbasis masyarakat, seluruh warga batusuhunan bersama-sama membangun ekowisata dengan memperhatikan aspek lingkungan. Dengan dibukanya menjadi kawasan ekowisata, perlu adanya perubahan bagaimana cara mengelola kawasan yang dahulunya hanya kampung biasa menjadi kawasan ekowisata yang nantinya akan sering dikunjungi wisatawan yang keluar dan masuk kampung ini. Masyarakat telah memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan sehingga dapat menarik wisatawan untuk datang dan menjaga kelestarian lingkungan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan tingkat kelestarian lingkungan Tingkat kelestarian lingkungan Sebelum Sesudah Σ (orang) % Σ (orang) % Δ (%) Tinggi Rendah Jumlah Rataan skor Δ (delta) = Perubahan tingkat kelestarian lingkungan Berdasarkan hasil Tabel 3, mengemukakan bahwa terdapat perubahan yang signifikan terhadap keterlibatan responden dalam menjaga kelestarian lingkungan. Awalnya jumlah responden yang tergolong dalam kategori rendah sebesar 17.6 persen (enam responden), kemudian mengalami perubahan menjadi 8.8 persen (tiga responden) setelah adanya ekowisata. Perubahan persentase responden adalah sebesar 8.8 persen atau mengalami penurunan dari kondisi sebelum adanya ekowisata, artinya responden yang memiliki tingkat keterlibatan rendah semakin berkurang terhadap kelestarian lingkungan. Perubahan yang nyata juga ditunjukkan oleh responden yang tergolong dalam kategori tinggi, awalnya jumlah responden yang memiliki tingkat keterlibatan tinggi sebesar 82.4 persen (28 responden), kemudian mengalami perubahan setelah adanya ekowisata sebesar 91.2 persen (31 responden). Perubahan persentase responden adalah sebesar 8.8 persen. Perubahan keterlibatan responden menjadi meningkat karena dipengaruhi oleh adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. Masyarakat merasa bertanggungjawab menjaga kelestarian lingkungan kampung mereka agar nantinya ekowisata dapat berkelanjutan untuk generasi selanjutnya kelak. Sekarang teh kalo mau buang sampah sembarangan di jalan kudu pikirpikir dulu deh neng. kampung ini kan udah jadi tempat wisata, kalo kampung ini kotor dan banyak sampah dimana-mana nanti gak ada yang mau jalan-jalan ke Batusuhunan lagi (CEC/ 41 Tahun/ Pengurus Ekowisata ) Berdasarkan uji statistik t dengan nilai α sebesar 0.05, diperoleh nilai signifikansi 0.00 serta nilai t hitung (Lampiran 6) lebih besar dari t tabel Uji statistik sebesar (< 5 persen) artinya terdapat beda nyata tingkat keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan antara sebelum

53 adanya ekowisata dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Terlihat bahwa setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat di kampung ini, masyarakat lebih peduli dan semakin aktif terlibat dalam upaya menjaga kelestarian lingkungan. 37

54 38

55 39 PERUBAHAN KONDISI SOSIAL KAMPUNG BATUSUHUNAN Masyarakat merupakan salah satu unsur penting dalam pengembangan ekowisata. Pada kasus ini, masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan subjek dari ekowisata yang berperan dalam mengelola ekowisata. Hal ini memberikan mobilitas baru bagi masyarakat, sehingga hadirnya ekowisata dapat mempengaruhi proses sosial yang ada di Kampung Batusuhunan. Hubungan kerjasama, tolong menolong, dan kegiatan kemasyarakatan yang biasanya menjadi ciri khas dalam suatu kampung dapat mengalami perubahan semenjak adanya ekowisata. Perubahan tersebut dapat berupa hal yang positif apabila dengan hadirnya ekowisata, masyarakat menjadi semakin sering berinteraksi dengan masyarakat lainnya dan menciptakan kerjasama yang semakin erat. Namun sebaliknya, perubahan dapat berupa hal negatif apabila ekowisata meningkatkan aktivitas kerja penduduk dan mengakibatkan hubungan antara masyarakat semakin renggang bahkan dapat menimbulkan konflik karena persaingan yang terjadi dalam bidang ekowisata. Dalam bab ini akan membahas mengenai bagaimana perubahan kondisi sosial sebelum dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan yang dilihat dari proses sosial yaitu tingkat kerjasama masyarakat Kampung Batusuhunan dan apakah adanya ekowisata menimbulkan konflik diantara masyarakat. Kondisi Sosial Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata Tingkat Kerjasama Masyarakat Soekanto (1990) dalam Ayuningtyas (2011) mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Interaksi sosial ini ada yang bersifat mempersatukan atau mendekatkan dan ada yang menjauhkan atau mempertentangkan. Salah satu proses sosial yang mendekatkan yaitu kerjasama. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Istilah kerjasama disini adalah padanan kata cooperation (co: bersama; operate: bekerja). Adanya Kerjasama memang telah ada sejak dahulu di Kampung Batusuhunan. Sebelum adanya ekowisata, bentuk kerjasama yang ada di kampung ini dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pengajian, gotong royong, musyawarah, siskamling, dan upacara adat. Kerjasama berupa pengajian biasanya rutin dilakukan setiap satu minggu sekali. Untuk bapak-bapak, diadakan setiap malam jumat. Sedangkan untuk ibu-ibu, diselenggarakan pada jumat sore. Untuk kegiatan gotong-royong yang meliputi perbaikan jalan, membantu tetangga yang sedang ada pesta hajatan ataupun mengalami kesulitan di kampung tersebut. Musyawarah diadakan apabila akan diselenggarakan suatu acara di kampung ini dan ketika terdapat masalah di masyarakat yang harus didiskusikan bersama. Untuk siskamling, rutin dilaksanakan setiap malam yang dilakukan oleh bapakbapak dan anak muda yang diatur dengan jadwal piket siskamling. Hampir seluruh masyarakat Kampung Batusuhunan beragama islam, maka tidak ada perayaan upacara adat khusus di kampung ini tetapi kerjasama untuk memperingati hari

56 40 besar islam seperti maulid nabi, isra miraj, idul fitri, dan idul adha. Contohnya saja saat mengadakan perayaan maulid nabi, masyarakat mengadakan pengajian dan ceramah di kampung ini. Para ibu-ibu bekerjasama untuk menyiapkan masakan yang dihidangkan seperti membuat kue-kue dan nasi tumpeng. Sedangkan bapak-bapak menyiapkan panggung, tempat, dan memantau acara selama kegiatan belangsung. Gotong royong di Kampung ini rutin dilakukan dan sudah ada sejak dulu. Biasanya warga diberitahu melalui pengumuman di masjid yang tersambung pada kabel televisi di setiap rumah. Selain informasi mengenai gotong royong, pengumuman juga berisi tentang sanak keluarga yang menikah, sakit, maupun meninggal. Dengan cara ini, seluruh masyarakat dapat mengetahui informasi di kampungnya. (DED/ 37 Tahun/ ketua RT 014) Gotong royong di Kampung ini biasanya dilakukan pada hari minggu dimana penduduknya libur bekerja. Hal ini dilakukan agar semua warga dapat berkumpul dan bersosialisasi tanpa adanya alasan harus bekerja (EDI/ 37 Tahun/ PNS) Eratnya hubungan antar masyarakat di Kampung Batusuhunan didukung dengan hubungan tali persaudaraan semenjak nenek moyang dahulu. Hampir satu kampung adalah keluarga dari satu garis keturunan yang sama dan menetap sejak lahir di Kampung Batusuhunan sehingga hubungan persaudaraannya masih sangat erat. Hubungan kekerabatan ini masing-masing saling menghargai dan menghormati. Kerjasama yang terjadi biasanya berupa saling tolong-menolong bila ada yang kekurangan, terkena musibah dan penyelenggaraan hajatan. Pekerjaan yang terasa berat jika dikerjakan seorang menjadi lebih ringan bila dikerjakan bersama-sama. Namun terdapat alasan lain yang dikemukakan oleh salah satu warga, yang mengikuti acara gotong royong di kampung karena merasa tidak enak dan malu jika tidak hadir membantu warga lainnya dalam gotong royong di kampung. Ibu teh malu sama tetangga/saudara kalo gak ikut bantu-bantu ada hajatan disini. Kadang suka diomongin sama tetangga. (ANT/ 29 Tahun/ IRT) Meskipun terdapat sindiran yang dikatakan tidak langsung seperti diatas, namun orang yang bersangkutan tidak menanggapinya secara serius. Permasalahan seperti itu hanya menjadi perbincangan penduduk setempat semata dan tidak dibesar-besarkan menjadi konflik diantara masyarakat. Masyarakat Kampung Btusuhunan menghindari adanya konflik dengan tetangga karena konflik tidak mendatangkan manfaat bagi mereka dan dilarang dalam ajaran agama Islam yang mereka percayai. Kondisi Sosial Masyarakat Setelah Adanya Ekowisata Tingkat Kerjasama Masyarakat Kerjasama yang dilakukan di Kampung Batusuhunan sudah lama ada dan adanya ekowisata berbasis masyarakat dapat dikatakan tidak berpengaruh penting terhadap proses sosial di masyarakat. Kerjasama yang dilakukan berupa gotong royong untuk mencapai tujuan bersama. Dana yang digunakan dalam gotong

57 41 royong ini berasal dari swadaya masyarakat sendiri. Adanya ekowisata membuat kegiatan kerjasama di masyarakat semakin meningkat. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4 di bawah ini. Tabel 4 Jumlah dan persentase perubahan tingkat kerjasama masyarakat Kampung Batusuhunan Tingkat kerjasama Sebelum Sesudah kelestarian lingkungan Σ (orang) % Σ (orang) % Δ (%) Tinggi Rendah Jumlah Rataan skor Δ (delta) = Perubahan tingkat kerjasama masyarakat Kampung Batusuhunan Tabel 4 memperlihatkan perubahan tingkat kerjasama masyarakat yang diukur dengan keikutsertaan responden pada kegiatan gotong royong meliputi musyawarah, pengajian, dan siskamling. Ekowisata yang dikelola berbasis masyarakat memberikan kesempatan masyarakat setempat sebagai pelaku utama dalam kegiatan ekowisata. Aktivitas dalam bidang ekowisata dapat mempengaruhi masyarakat dalam tingkat kerjasama yang biasa masyarakat lakukan sebelum adanya ekowisata. Berdasarkan Tabel 4, Awalnya jumlah responden yang tergolong dalam kategori rendah sebesar 17.6 persen (enam responden), kemudian mengalami perubahan menjadi 11.8 persen (empat responden) setelah adanya ekowisata. Perubahan persentase responden adalah sebesar 5.8 persen atau mengalami penurunan dari kondisi sebelum adanya ekowisata, artinya responden yang memiliki tingkat kerjasama tergolong rendah semakin berkurang semenjak adanya ekowisata. Pada responden yang tergolong dalam kategori tinggi, awalnya jumlah responden yang memiliki tingkat kerjasama tinggi sebesar 82.4 persen (28 responden), kemudian mengalami perubahan setelah adanya ekowisata sebesar 88.2 persen (30 responden). Perubahan persentase responden adalah sebesar 5.8 persen. Perubahan tingkat kerjasama responden menjadi meningkat karena dipengaruhi oleh adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. Berdasarkan uji statistik t dengan nilai α sebesar 0.05, diperoleh nilai signifikansi serta nilai t hitung (Lampiran 6). lebih besar dari t tabel Uji statistik sebesar (< 5 persen) artinya terdapat beda nyata tingkat kerjasama masyarakat sebelum adanya ekowisata dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan.

58 42

59 43 PERUBAHAN KONDISI EKONOMI KAMPUNG BATUSUHUNAN Untuk meningkatkan pengembangan ekowisata, tidak hanya kebutuhan alam yang harus diperhatikan, tetapi juga kebutuhan masyarakat setempat. Konsep ekowisata berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata. Ekowisata berbasis masyarakat dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat dan menambah penghasilan sehingga dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat setempat. Tidak saja mendapatkan pekerjaan dan peningkatan pendapatan, masyarakat juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan ekowisata. Dalam bab ini akan membahas mengenai bagaimana perubahan kondisi ekonomi masyarakat Kampung Batusuhunan sebelum dan setelah adanya ekowisata. Perubahan kondisi ekonomi dilihat dari perubahan tingkat pendapatan karena usaha ekowisata dan perubahan taraf hidup masyarakat setempat. Kondisi Ekonomi Masyarakat Sebelum Adanya Ekowisata Mata Pencaharian Masyarakat Pekerjaan masyarakat di Kampung Batusuhunan cukup beragam. Mulai dari petani, PNS, penjual kelapa muda, pembuat gula kelapa, penjual ayam bakar dan ikan bakar, tukang ojek, dan warung. Kebanyakan dari masyarakat adalah petani. Hal ini didukung oleh kondisi lahan pertanian yang masih subur. Jenis pertanian yang ditanam adalah padi sawah dan sayur-sayuran. Petani di Kampung Batusuhunan masih memiliki lahan pertanian sendiri, mereka tidak akan menjual lahan pertaniannya karena lahan tersebut merupakan peninggalan orang tua mereka dan akan diwariskan kembali untuk anak cucunya kelak. Di kampung ini, masyarakatnya terkenal sebagai pembuat gula kelapa. Gula kelapa adalah ciri khas dari Kampung Batusuhunan. Pembuatan gula kelapa dilakukan oleh satu rumah tangga yang menjalankan profesi ini. Mereka membuat dapur kecil di halaman rumah sebagai dapur khusus untuk membuat gula kelapa. Dalam satu hari, satu rumah tangga bisa menghasilkan hingga delapan kilogram. Satu kilogram gula kelapa dihargai sebesar Rp yang dijual kepada tengkulak. Dari tengkulak, biasanya gula dibawa ke pabrik gula kelapa yang lebih besar yang terdapat di Surade. Setelah itu, gula dibentuk dan dikemas untuk dijual ke pasar. Harga gula kelapa terkadang berubah, tergantung kualitas gula kelapa yang dihasilkan. Jika musim hujan, biasanya kualitas gula kelapa menjadi jelek dan harganya bisa turun hingga Rp 4 000/kg. Namun jika musim kemarau, kualitas gula menjadi bagus dan harganya pun dapat mencapai Rp /kg. Selain petani dan pembuat gula, masyarakat di kampung ini berprofesi sebagai PNS. Ada yang menjadi pegawai kelurahan, kecamatan, dan KUA. Namun kebanyakan adalah menjadi guru di SD, SMP, dan SMA. Masyarakat juga membuka usaha seperti berjualan ayam bakar dan ikan bakar, tukang ojek, serta usaha warung.

60 44 Tingkat Pendapatan Rumahtangga Kampung Batusuhunan merupakan salah satu kampung di Kecamatan Surade yang tingkat perekonomiannya tergolong rendah sehingga salah satu cara untuk meningkatkan perekonomian kampung ini pemerintah daerah menetapkan sebagai kawasan ekowisata. Sebelum adanya ekowisata, rata-rata tingkat pendapatan masyarakat adalah Rp Namun, untuk menggolongkan tingkat pendapatan dengan ukuran rata-rata tersebut tidak dapat mewakili gambaran seluruh responden di kampung ini. Pendapatan terendah di kampung ini adalah sebesar Rp dan untuk pendapatan tertinggi sebesar Rp Peneliti menggolongkan tingkat pendapatan masyarakat Batusuhunan menjadi 3 kategori, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tersebut dapat diperoleh melalui inverval kelas yang dihitung dengan rumus interval kelas. Dari hasil perhitungan, didapat Rp sebagai interval kelas untuk rata-rata pendapatan masyarakat Kampung Batusuhunan. Sehingga, tingkat pendapatan dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Rp Rp = tingkat pendapatan per bulan tergolong Tinggi = skor 3 2) Rp Rp = tingkat pendapatan per bulan tergolong Sedang = skor 2 3) Rp Rp = tingkat pendapatan per bulan tergolong Rendah = skor 1 Berdasarkan penggolongan diatas, didapat hasil seperti Gambar 10 dibawah ini: Gambar 10 Tingkat pendapatan masyarakat sebelum ekowisata Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh sebesar 71 persen (24 reponden) tergolong dalam kategori tingkat pendapatan rendah. Sedangkan yang tergolong tingkat pendapatan sedang sebesar 20 persen (tujuh responden). Untuk kategori tingkat pendapatan tinggi hanya sebesar 9 persen (tiga responden). Data ini

61 45 membuktikan bahwa tingkat pendapatan di Kampung Batusuhunan masih tergolong rendah. Taraf Hidup Taraf hidup rumahtangga adalah tingkat kemampuan rumahtangga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Taraf hidup yang dimaksudkan dalam penelitian ini dapat dilihat dari jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, status kepemilikan rumah, daya listrik, bahan bakar untuk memasak, dan kepemilikan barang berharga. Untuk jenis pemukiman masyarakat di kampung ini, bangunan sudah permanen dengan lantai keramik dan dinding tembok. Hanya sebagian kecil saja masyarakat yang rumahnya masih tradisional (rumah panggung dengan dinding bilik bambu). Status kepemilikan rumah yang dimiliki adalah milik sendiri, kebanyakan masyarakat membangun rumah di kampung ini karena tanah tersebut warisan dari orang tunya dahulu. Untuk pemakaian daya listrik, masyarakat di Kampung Batusuhunan tergolong unik. Mereka memasang daya listrik satu paket (900 watt) untuk digunakan oleh dua rumah sekaligus. Biasanya rumah orangtua yang disambungkan ke rumah anaknya yang sudah berumahtangga. Masyarakat Batusuhunan masih menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu bakar untuk memasak air dan nasi. Namun, seiring dengan masuknya program pemerintah mengenai penggunaan kompor gas, saat ini masyarakat juga sudah memasak menggunakan kompor gas. Untuk keperluan memasak lauk, biasanya masyarakat lebih memilih menggunakan kompor gas karena lebih cepat dan praktis. Kepemilikan barang berharga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mobil, motor, komputer, emas, lemari es, televisi, HP, dan radio. Kemampuan masyarakat membeli barang berharga tersebut bukan karena adanya tambahan dari usaha ekowisata, melainkan karena mereka butuh untuk membelinya. Contohnya saja, responden yang memiliki motor, membutuhkan motor untuk berbelanja persediaan dagangannya yang pergi ke pasar, terkadang motornya pun digunakan untuk ojek motor. Kepemilikan komputer juga dibutuhkan untuk keperluan anak-anak yang bersekolah. Untuk pembelian HP, masyarakat membelinya untuk komunikasi dengan keluarga dan teman-teman. Kondisi Ekonomi Masyarakat Setelah Adanya Ekowisata Mata Pencaharian Masyarakat Ekowisata telah membuka kesempatan kerja baru kepada masyarakat kampung batusuhunan. Adanya kesempatan kerja baru dapat menambah penghasilan keluarga. Ekowisata mendatangkan wisatawan yang berkunjung ke kampung ini untuk menikmati keindahan alam sehingga masyarakat dapat menangkap peluang kerja karena hadirnya ekowisata. Kampung Batusuhunan menjadi pusat aktivitas wisatawan seperti tidur, makan, dan jalan-jalan. Kesempatan kerja karena adanya ekowisata meliputi: penginapan (homestay), tour guide, katering, menjual kue ringan dan fotografer. Lapangan kerja baru pun semakin luas di bidang ekowisata dan menambah penghasilan masyarakat. Jenis pekerjaan di bidang ekowisata ada yang bersifat utama bagi masyarakat, ada juga sebagai pekerjaan sampingan (Lampiran 2).

62 46 Semenjak ada perencanaan pengembangan ekowisata di Kampung Batusuhunan, terdapat pihak yang ingin membangun villa di kampung ini. Namun rencana tersebut ditolak dan sebagai penggantinya, rumah warga dijadikan tempat menginap para wisatawan. Warga sangat senang apabila wisatawan dapat menginap di rumahnya, mereka pun tidak memastikan harga untuk pembayaran penginapan. Terkadang wisatawan memberikan Rp hingga Rp per malam. Untuk pemandu wisata, wisatawan biasa memberikan sebesar Rp Rp dan adapula wisatawan yang terkadang tidak membayar sama sekali. Permintaan katering untuk makan para wisatawan masih jarang diterima oleh masyarakat, kecuali jika terdapat rombongan wisatawan yang datang dan turis dari luar. Hal ini terjadi karena kebanyakan wisatawan jika berkunjung selalu membawa bekal makanan dari rumah sehingga jarang untuk memesan katering di kampung ini. Kesempatan kerja lain yang terbuka adalah jasa fotografer. Salah satu masyarakat yang hobi fotografi mulai membuka usaha ini semenjak pengembangan ekowisata. Permintaan dari wisatawan pun beragam, mulai dari berfoto dengan kawan-kawan sekolah, keluarga, hingga foto pre-wedding pun dilakukan di kawasan ekowisata Curug Cigangsa. Tingkat Pendapatan Rumahtangga Adanya ekowisata memang menambah penghasilan masyarakat Batusuhunan, namun tidak berpengaruh banyak bagi perekonomian masyarakat setempat. Wisatawan yang datang tidak tentu jumlah dan waktunya. Jumlah wisatawan pada hari libur biasanya meningkat dan pada hari biasa/kerja ekowisata terlihat sepi pengunjung. Wisatawan yang datang ada yang membuat janji terlebih dahulu dan ada yang langsung datang ke Curug Cigangsa. Wisatawan yang membuat janji biasanya memesan katering dari masyarakat setempat, bahkan ada yang menginap di rumah masyarakat. Penduduk didalam penelitian ini adalah responden yang bekerja di bidang ekowisata. Rata-rata pendapatan rumahtangga per bulan setelah adanya ekowisata adalah Rp , jumlah ini meningkat dari sebelum adanya ekowisata yang rata-rata pendapatan rumah tangga per bulan adalah Rp Setelah adanya ekowisata, jumlah pendapatan per bulan rumahtangga pun berubah. Pendapatan terendah rumah tangga menjadi Rp dan untuk pendapatan tertinggi sebesar RP Adanya kedatangan wisatawan ini, menjadikan masyarakat tidak dapat memastikan pendapatan yang diterima. Walaupun demikian, adanya ekowisata tetap dapat meningkatkan pendapatan penduduk. Hal ini dapat dijelaskan pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase perubahan tingkat pendapatan rumahtangga Kampung Batusuhunan Tingkat pendapatan Sebelum Sesudah Σ (orang) % Σ (orang) % Δ (%) Tinggi Sedang Rendah Jumlah Rataan skor Δ (delta) = Perubahan tingkat pendapatan rumahtangga Kampung Batusuhunan

63 47 Tabel 5 memperlihatkan perubahan pendapatan rumahtangga di Kampung Batusuhunan. Berdasarkan tabel 5, Awalnya jumlah responden yang tergolong dalam kategori pendapatan rendah sebesar 71 persen (24 responden), dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh rumahtangga di kampung ini tergolong kategori tingkat pendapatan rendah. Kemudian setelah adanya ekowisata tingkat pendapatan mengalami perubahan yang signifikan menjadi 44 persen (15 responden). Perubahan persentase responden adalah sebesar 27 persen atau mengalami penurunan dari kondisi sebelum adanya ekowisata, artinya responden yang memiliki tingkat pendapatan tergolong rendah semakin berkurang semenjak adanya ekowisata. Hal ini membuktikan bahwa ekowisata dapat membantu perekonomian masyarakat golongan rendah di Kampung Batusuhunan meningkatkan kualitas hidupnya. Hasil pendapatan yang diterima digunakan oleh masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup baik dalam bidang pendidikan maupun kesehatan mereka. Pada responden yang tergolong dalam kategori sedang, awalnya jumlah responden yang memiliki tingkat pendapatan sedang sebesar 20 persen (tujuh responden), kemudian mengalami perubahan setelah adanya ekowisata sebesar 35 persen (12 responden). Perubahan persentase responden adalah sebesar 15 persen. Perubahan tingkat pendapatan responden menjadi meningkat karena dipengaruhi oleh adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. Pada responden yang tergolong dalam kategori tinggi, awalnya jumlah responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi sebesar sembilan persen (tiga responden), kemudian mengalami perubahan setelah adanya ekowisata sebesar 21 persen (tujuh responden). Perubahan persentase responden adalah sebesar 12 persen. Perubahan tingkat pendapatan responden menjadi meningkat karena dipengaruhi oleh adanya ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan. Berdasarkan uji statistik t dengan nilai α sebesar 0.05, diperoleh nilai signifikansi 0.00 serta nilai t hitung (Lampiran 6) lebih besar dari t tabel Uji statistik sebesar 0.00 (< 5 persen) artinya terdapat beda nyata tingkat pendapatan rumahtangga sebelum adanya ekowisata dan setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan. Taraf Hidup Secara keseluruhan, perubahan taraf hidup belum dapat dirasakan oleh masyarakat Batusuhunan setelah adanya ekowisata. Hal ini terjadi karena pengembangan ekowisata baru saja dimulai dan baru berjalan kurang lebih selama tiga tahun, yaitu sejak awal perencanaan pengembangan ekowisata pada tahun 2010, hingga saat penelitian ini berlangsung (2013). Peningkatan pendapatan dari usaha ekowisata digunakan untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan keperluan sekolah anak-anak. Sehingga untuk melihat bukti fisik jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, status kepemilikan rumah, dan daya listrik masih tetap sama jika dibandingkan dengan 3 tahun yang lalu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa taraf hidup masyarakat Kampung Batusuhunan sebelum dan setelah adanya ekowisata tidak mengalami perubahan karena adanya ekowisata. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 6.

64 48 Tabel 6 Jumlah dan persentase perubahan tingkat taraf hidup rumahtangga Kampung Batusuhunan Tingkat pendapatan Sebelum Sesudah Σ (orang) % Σ (orang) % Δ (%) Tinggi Rendah Jumlah Rataan skor Δ (delta) = Perubahan tingkat pendapatan rumahtangga Kampung Batusuhunan Tabel 6 memperlihatkan perubahan taraf hidup rumahtangga di Kampung Batusuhunan. Berdasarkan tabel 6, Awalnya jumlah responden yang tergolong dalam kategori taraf hidup rendah sebesar 44 persen (15 responden), Kemudian setelah adanya ekowisata tingkat pendapatan mengalami perubahan yang menjadi 41 persen (14 responden). Perubahan persentase responden adalah sebesar tiga persen. Hal ini membuktikan bahwa ekowisata tidak mempengaruhi perbuhan taraf hidup rumahtangga masyarakat Batusuhunan karena tingkat perubahan hanya tiga persen. Angka tiga persen tidak dapat mewakili perubahan tingkat taraf hidup masyarakat karena ekowisata baru berjalan selama tiga tahun. Sama halnya dengan kategori responden bertaraf hidup rendah, pada responden yang tergolong dalam kategori tinggi, awalnya jumlah responden yang memiliki tingkat pendapatan tinggi sebesar 59 persen (20 responden), kemudian mengalami perubahan setelah adanya ekowisata sebesar 41 persen (14 responden). Perubahan persentase responden adalah sebesar 3 persen. Angka tiga persen tidak dapat mewakili perubahan tingkat taraf hidup masyarakat karena ekowisata baru berjalan selama tiga tahun. Sehingga pengukuran taraf hidup dengan indikator jenis lantai bangunan tempat tinggal, jenis dinding bangunan tempat tinggal, status kepemilikan rumah, dan daya listrik masih tetap sama jika dibandingkan dengan 3 tahun yang lalu.

65 49 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan memberikan perubahan berupa pengaruh yang positif bagi masyarakat batusuhunan khususnya pada aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Pada aspek ekologi, perubahan masyarakat semenjak adanya ekowisata adalah kesadaran untuk menjaga lingkungan dengan cara membuang sampah pada tempat sampah khusus dan mulai melakukan gaya hidup ramah lingkungan. Pada aspek sosial, ekowisata meningkatkan kerjasama masyarakat khususnya di bidang ekowisata. Kegiatan sosial di masyarakat menjadi lebih sering diadakan seiring dengan perencanaan pengelolaan dan pengembangan ekowisata. Masyarakat pun masih sering hadir mengikuti kegiatan siskamling, pengajian, dan gotong royong tanpa harus beralasan karena sibuk dengan kegiatan ekowisata. Pada aspek ekonomi, peluang pekerjaan yang diperoleh dari sektor ekowisata dapat menjadi tambahan penghasilan bagi keluarga. Peningkatan pendapatan digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya pendidikan. Namun, perubahan taraf hidup belum dapat dirasakan oleh masyarakat Batusuhunan setelah adanya ekowisata. Hal ini terjadi karena pengembangan ekowisata baru saja dimulai dan baru berjalan kurang lebih selama 3 tahun, yaitu sejak awal perencanaan pengembangan ekowisata pada tahun 2010, hingga saat penelitian ini berlangsung (2013). Saran Berdasarkan hasil penelitian, ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan masih perlu diarahkan kepada strategi dan kebijakan pengembangan ekowisata dengan mempertimbangkan potensi ekologi, sosial, dan budaya masyarakat setempat. Pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat yang diterapkan saat ini masih dalam struktur yang sederhana. Perlu adanya kerjasama dari pemerintah daerah yang tidak hanya sekedar dana, yaitu kegiatan pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan ini meliputi pelatihan di bidang ekowisata seperti bagaimana mengelola ekowisata, membuat souvenir khas, tatacara menjadi pemandu, ataupun belajar bahasa inggris. Selain itu, perlu dilakukan penelitian secara berkala setiap tahun untuk mendapatkan data yang lebih lengkap dari pelaksanaan ekowisata berbasis masyarakat serta dampak yang ditimbulkan dari kegiatan ekowisata untuk kebijakan dan arahan pengembangan ekowisata selanjutnya.

66 50 DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Adelia A Persepsi masyarakat terhadap pengembangan kawasan ekowisata islami curug cigangsa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ayuningtyas DI Dampak ekowisata terhadap kondisi sosio-ekonomi dan sosio- ekologi masyarakat di taman nasional gunung halimun salak [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bungin B Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta (ID): Kencana. Damanik J dan Weber HF Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta (ID): Andi. Fennell, D.A Ecotourism an Introduction. London: Routledge. Hasan I Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta (ID): Bumi Aksara Rahman A. 2009a. Evaluasi tanggung jawab sosial pt holcim Indonesia Tbk (studi kasus baitul maal wa tamwil swadaya pribumi, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Saputro PB Tata kelola wisata di dataran tinggi dieng provinsi jawa tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sedarmayanti Membangun Kebudayaan dan Pariwisata (Bunga Rampai Tulisan Pariwisata). Bandung (ID): Penerbit Mandar Maju. Singarimbun M dan S Effendi Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES. Soekanto S Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta (ID): PT RajaGrafindo Persada. Soemarwoto O Analisis Dampak Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Tafalas M Dampak pengembangan ekowisata terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat lokal studi kasus ekowisata bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Tuwo A Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Surabaya (ID): Brilian Internasional. Untari R Strategi pengembangan ekowisata berbasis masyarakat di Zona Wisata Bogor Barat Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Warpani S Pariwisata dalam Tata ruang Wilayah. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung WWF Indonesia Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat. Jakarta (ID): WWF. Yoeti OA Ekonomi Pariwisata: Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Jakarta (ID): Kompas.

67 LAMPIRAN 51

68 52

69 53 Lampiran 1 Peta Kelurahan Surade Peta Kelurahan Surade Lokasi Penelitian Kampung Batusuhunan dan Curug Cigangsa

70 54 Lampiran 2 Daftar sensus masyarakat yang terlibat dalam sektor ekowisata Daftar sensus masyarakat yang terlibat dalam sektor ekowisata di Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat No.Responden Nama Jenis Kelamin Alamat (RT) 1 APS P 14 2 ANT P 14 3 MAR P 14 4 RUQ P 14 5 DED L 14 6 SYA P 14 7 UMI P 14 8 ENT L 14 9 IKA P IDA P SAD P EDI L UWO L END L YUL P ROH P CUC P KES P ANI L ERN P ATI P UCI P IPA P ROR P AHM L YUS L DED L HAS L WAW L ASA L ABA L OJA L OYA L DAN L 16

71 55 Lampiran 3 Kuesioner KUESIONER PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL, DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI (Kasus: Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) Assalamualaikum. Wr. Wb. Saya adalah mahasiswi Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat angkatan Saya sedang melakukan penelitian Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat terhadap Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi. Penelitian ini dilakukan dalam rangka menyusun skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1). Saya berharap Bapak/Ibu bersedia meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini dengan jujur dan apa adanya. Apapun jawaban Bapak/Ibu, akan menjadi data penting bagi kelancaran penelitian ini. Identitas dan jawaban Bapak/Ibu akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini. Atas kesediaan dan waktu Bapak/Ibu mengisi kuesioner ini, saya ucapkan banyak terima kasih. DOKUMEN RAHASIA Hormat saya, Emma Hijriati

72 56 Jenis Kelamin Usia Pekerjaan Pendidikan Terakhir Agama Alamat lengkap Karakteristik Responden 1. Laki-laki 2. Perempuan.Tahun 1. Tidak tamat SD 2. Tamat SD/Sederajat 3. Tamat SMP/Sederajat 4. Tamat SMA/Sederajat 5. Diploma (D1, D2, D3) 6. Sarjana (S1, S2, S3) 1. Islam 2. Katolik 3. Protestan 4. Hindu 5. Budha Nomor Telepon.

73 57 KARAKTERISTIK ANGGOTA RUMAHTANGGA RESPONDEN (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) No Nama Anggota Rumahtangga Status dalam Rumahtangga (kode) Jenis Kelamin (kode) Usia (tahun) Tingkat Pendidikan Terakhir (kode) Utama Pekerjaan (kode) Sampingan Keterang -an Kode kolom 3 Kode kolom 4 Kode kolom 6 Kode kolom 7 1. Laki-laki 2. Perempuan 1.Kepala rumahtangga 2.Istri/suami 3.Anak 4. Menantu 5. Cucu 6. Orangtua 7.Mertua 8.Pembantu rumahtangga 9.Lainnya... (sebutkan) 1.Tidak sekolah/tidak tamat SD 2.Tamat SD/ MI 3.Tamat SMP/ MTs 4.Tamat SMA/ MA 5.Pondok Pesantren 6.PT tamat 7.D3 8.Sarjana/ Pascasarjana tetapi tidak 1.Petani 2.Ibu rumahtangga 3.PNS 4.Karyawan swasta 5. Buruh Bangunan 6. Buruh Pabrik 7.Pedagang (sebutkan...) 8.Wiraswasta (sebutkan...) 9. Jasa (sebutkan...) 10.Lainnya. Sebutkan..

74 58 Beri tanda centang ( ) pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan yan menunjukkan keadaan yang sebenarnya. A. Perubahan pada Aspek Ekologi Tingkat keterlibatan masyarakat dalam menjaga kelestarian lingkungan No Pertanyaan Sebelum Ekowisata Setelah Ekowisata Ya Tidak Ket Ya Tidak Ket 1 Apakah anda membuang sampah di tempat pembuangan sampah? 2 Jika anda tidak menemukan tempat sampah, Apakah anda akan menaruh sampah di tas anda dan membuangnya jika menemukan tempat sampah? 3 Apakah anda menyediakan tempat sampah di rumah? 4 Apakah anda memisahkan tempat sampah untuk jenis sampah organik dan anorganik? 5 Apakah anda ikut menanam pohon di sekitar curug cigangsa? 6 Apakah anda ikut kerja bakti membersihkan kampung? 7 Saat berbelanja, apakah anda membawa keranjang belanja dari rumah untuk mengurangi sampah plastik? 8 Jika anda bepergian, apakah anda membawa tempat makan dan minum dari rumah untuk mengurangi sampah? 9 Apakah anda lebih memilih untuk berjalan kaki dibandingkan dengan naek motor untuk perjalanan dekat? 10 Apakah anda mematuhi larangan yang terkait dengan menjaga lingkungan di sekitar curug cigangsa?

75 59 Beri tanda centang ( ) pada pernyataan dibawah ini sesuai dengan pilihan yang menunjukkan keadaan yang sebenarnya. B. Perubahan pada Aspek Sosial Tingkat Kerjasama No Pertanyaan Apakah anda mengikuti musyawarah desa terkait rencana pengelolaan ekowisata? Apakah anda menyampaikan aspirasi/gagasan anda? Apakah keputusan yang diambil dalam rapat merupakan kesepakatan bersama? Apakah anda ikut membantu tetangga yang mengadakan hajatan (syukuran dan pernikahan)? Apakah anda terlibat dalam upacara adat desa? Apakah anda menghindari berkonflik dengan tetangga/masyarakat di Kampung Batusuhunan Apakah anda ikut menyumbang dana untuk membangun ekowisata di kampung batusuhunan? Apakah anda terlibat dalam membangun jalan desa? Apakah anda menyukai bekerja secara kolektif/berkelompok? Apakah anda terlibat dalam siskamling/pengajian desa? Sebelum Ekowisata Setelah Ekowisata Ya Tidak Ket Ya Tidak Ket

76 60 C. Perubahan pada Aspek Ekonomi Taraf Hidup 21.A.Sebelum Ekowisata Tingkat Pendapatan Rumahtangga dari Sektor Non Ekowisata ( Rp / bulan ) NO Aktivitas Status Aktivitas Nafkah (Utama/ Sampingan) Tingkat Pendapatan Ayah (Suami) Tingkat Pendapatan Ibu (Istri) Tingkat Pendapatan Anak Total Total 21. B. Setelah Ekowisata Tingkat Pendapatan Rumahtangga dari Sektor Ekowisata (Rp / bulan) NO Aktivitas Status Aktivitas Nafkah (Utama/ Sampingan) Tingkat Pendapatan Ayah (Suami) Tingkat Pendapatan Ibu (Istri) Tingkat Pendapatan Anak Total Total Tingkat Pendapatan Rumahtangga dari Sektor Non Ekowisata ( Rp / bulan ) NO Aktivitas Status Aktivitas Nafkah (Utama/ Sampingan) Tingkat Pendapatan Ayah (Suami) Tingkat Pendapatan Ibu (Istri) Tingkat Pendapatan Anak Total Total

77 61 Kondisi Fisik dan Fasilitas Bangunan Sebelum Ekowisata Setelah Ekowisata 22 Luas lantai...m² m² 23 Jenis lantai 1. Keramik 2. Bambu 3. Kayu murah 4. Tanah 24 Jenis dinding 1. Tembok 2. Bambu 3. Kayu 4. Rumbia 25 Status rumah 1. Sendiri 2. Sewa (kontrak) 3. Lainnya.. 1. Keramik 2. Bambu 3. Kayu murah 4. Tanah 1. Tembok 2. Bambu 3. Kayu 4. Rumbia 1. Sendiri 2. Sewa (kontrak) 3. Lainnya.. 26 Daya Listrik yang digunakan 27 Bahan bakar untuk memasak watt watt watt watt 1. Gas dan kayu bakar 2. Gas 3. Minyak Tanah 4. Kayu Bakar watt watt watt watt 1. Gas dan kayu bakar 2. Gas 3. Minyak Tanah 4. Kayu Bakar 28 Barang yang dimiliki 1. Mobil 2. Sepeda motor 3. Komputer 4. Emas 5. Lemari es 6. Televisi 7. HP 8. Tape Radio 1. Mobil 2. Sepeda motor 3. Komputer 4. Emas 5. Lemari es 6. Televisi 7. HP 8. Tape Radio

78 62 Lampiran 4 Panduan pertanyaan Pertanyaan Penelitian : PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI (Kasus: Kampung Batusuhunan, Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat) Tujuan : Mengetahui perubahan kondisi ekologi, sosial, dan ekonomi masyarakat setelah adanya ekowisata di Kampung Batusuhunan Informan : Masyarakat, Tokoh adat, Pengurus ekowisata, Kepala Kampung Batusuhunan, dan Aparat Desa Kelurahan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Hari / Tanggal : Lokasi Wawancara : Nama : Jabatan : Perubahan kondisi ekologi masyarakat Kampung Batusuhunan semenjak adanya ekowisata 1. Bagaimana kondisi kebersihan lingkungan di kampung ini sebelum adanya ekowisata? 2. Apakah setelah pengembangan ekowisata, ada perubahan lingkungan yang terjadi? 3. Apa upaya masyarakat setempat untuk menjaga lingkungan kampung tetap bersih? 4. Bagaimana pengelolaan sampah di kampung batusuhunan sebelum dan setelah adanya ekowisata? 5. Bagaimana kondisi air di kampung batusuhunan? 6. Apa upaya yang akan anda lakukan untuk menjaga kebersihan lingkungan? Perubahan kondisi sosial masyarakat Kampung Batusuhunan semenjak adanya ekowisata 7. Pihak mana saja yang membantu pengelolaan ekowisata? Bantuan apa saja yang diperoleh dari pihak tersebut? 8. Apa kendala yang dihadapi dalam pengembangan ekowisata? 9. Bagaimana kerjasama masyarakat dalam mengelola ekowisata? 10. Apakah pernah ada konflik yang terjadi antara masyarakat? Jelaskan.

79 Bagaimana partisipasi masyarakat setempat apabila ada kerja bakti, siskamling, dan gotong royong desa? 12. Bagaimana perkembangan hubungan kemasyarakatan di Kampung Batusuhunan? 13. Apakah anda sering menghadiri perkumpulan desa? Jika tidak, berikan alasannya. 14. Apakah anda senang bekerjasama dengan tetangga lainnya dalam mengelola ekowisata? Perubahan kondisi ekonomi masyarakat Kampung Batusuhunan semenjak adanya ekowisata 15. Apa pekerjaan utama dari masing-masing anggota rumahtangga? Jelaskan. 16. Apa alasan melakukan pekerjaan tersebut? 17. Berapa pendapatan bersih yang diperoleh dari pekerjaan tersebut dalam satu tahun? 18. Bagaimana alokasi penggunaan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut? 19. Apa pekerjaan sampingan dari masing-masing anggota rumahtangga? Jelaskan! 20. Apa alasan melakukan pekerjaan tersebut? 21. Bagaimana alokasi pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan tersebut? 22. Apakah terdapat sumber pendapatan lainnya bagi rumahtangga dalam satu tahun? Jelaskan! 23. Dari keseluruhan pekerjaan yang dilakukan anggota rumahtangga, pekerjaan apa yang paling berkontribusi bagi pendapatan rumahtangga? Jelaskan! 24. Seberapa besar peran ekowisata memberi keuntungan terhadap pemenuhan kebutuhan rumahtangga? Jelaskan! 25. Apakah terdapat perbedaan pekerjaan masing-masing anggota rumahtangga saat ini dengan sebelum adanya ekowisata? Jelaskan! 26. Jika terdapat perbedaan pekerjaan saat ini dengan sebelum adanya ekowisata, kondisi pekerjaan pada waktu yang mana yang lebih disukai? Apa alasannya? Ekowisata Berbasis Masyarakat di Kampung Batusuhunan 27. Bagaimana sejarah ekowisata di kampung ini terbentuk? 28. Siapa pihak yang mengusulkan pengembangan ekowisata? 29. Apa saja upaya masyarakat untuk pengembangan ekowisata? 30. Bagaimana pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat yang dijalankan di Kampung Batusuhunan? 31. Bagaimana susunan pengelolaaan ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan? 32. Apa saja kendala pengelolaan ekowisata selama ini? Bagaimana cara masyarakat menyelesaikannya? 33. Apakah pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat di Kampung Batusuhunan sudah efektif? Perlukah bantuan pihak lain untuk mengelola ekowisata tersebut?

80 Jelaskan apa yang Bapak/Ibu ketahui mengenai sejarah perkembangan Kampung Batusuhunan. 35. Bagaimana perkembangan kondisi pertanian di Kampung Batusuhunan? 36. Bagaimana perkembangan kondisi pendidikan di Kampung Batusuhunan? 37. Bagaimana perkembangan mata pencaharian masyarakat di Desa Kampung Batusuhunan? 38. Apa saja kegiatan kemasyarakatan yang ada di Kampung Batusuhunan? 39. Apa saja tradisi/kegiatan kemasyarakatan yang ada di Kampung Batusuhunan? 40. Siapa saja tokoh yang dihormati di Kampung Batusuhunan? Mengapa? 41. Apa harapan anda terhadap pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat untuk kedepannya? 42. Setujukah anda apabila pengelolaan ekowisata dikelola oleh pihak pemerintah atau swasta? mengapa?

81 Lampiran 5 Dokumentasi 65

82 66

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pariwisata 2.1.1.1 Pengertian Pariwisata Menurut Yoeti (2008) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata pariwisata berasal dari kata bahasa sangskerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata berarti

Lebih terperinci

PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI

PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI ISSN : 2302-7517, Vol. 02, No. 03 PENGARUH EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN KONDISI EKOLOGI, SOSIAL DAN EKONOMI DI KAMPUNG BATUSUHUNAN, SUKABUMI Community Based Ecotourism influence the

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan

BAB III METODOLOGI. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan 33 BAB III METODOLOGI 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif yang di dukung dengan metode dengan informan, dan observasi. Data tentang karakteristik masyarakat lokal, tingkat,

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN EKOWISATA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa ekowisata merupakan potensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 25 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kelurahan Surade 4.1.1 Kondisi Geografis, Topografi, dan Demografi Kelurahan Surade Secara Geografis Kelurahan Surade mempunyai luas 622,05 Ha,

Lebih terperinci

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR Oleh: WISNU DWI ATMOKO L2D 004 358 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA

BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 49 BAB VI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 6.1 Persepsi Masyarakat terhadap Pengembangan Kawasan Ekowisata Islami Curug Cigangsa Mulai tahun 2012, Curug Cigangsa telah dibuka menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengembangan potensi ekowisata, dilakukan oleh Suryawan (2014), di Desa Cau Belayu,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka

I. PENDAHULUAN. keterbelakangan ekonomi, yang lebih dikenal dengan istilah kemiskinan, maka 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di banyak negara berkembang pada umumnya ditekankan pada pembangunan ekonomi. Hal ini disebabkan karena yang paling terasa adalah keterbelakangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB VII HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA

BAB VII HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 62 BAB VII HARAPAN MASYARAKAT TERHADAP PENGEMBANGAN EKOWISATA 7.1 Harapan Masyarakat terhadap Pengembangan Ekowisata Pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata tentu saja akan menumbuhkan harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik di darat maupun di laut. Hal ini didukung dengan fakta menurut Portal Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Keterangan : * Angka sementara ** Angka sangat sementara Sumber : [BPS] Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pariwisata menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang penting, dimana dalam perekonomian suatu Negara, apabila dikembangkan secara terencana dan terpadu, peran pariwisata

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN. Oleh: Henny Haerani G

PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN. Oleh: Henny Haerani G Henny Haerani G, Pengembangan Kawasan Ekowisata PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI PULAU MAITARA KOTA TIDORE KEPULAUAN Oleh: Henny Haerani G ABSTRAK Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian

Lebih terperinci

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap TEMA : Pengembangan Pariwisata (Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap Oleh Kartika Pemilia Lestari Ekowisata menjadi salah satu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Menurut Tika (2005:4) metode deskriptif adalah metode yang

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Menurut Tika (2005:4) metode deskriptif adalah metode yang BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Menurut Tika (2005:4) metode deskriptif adalah metode yang mengarah pada pengungkapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi (Data Kemendagri.go.id, 2012). Indonesia memiliki potensi alam yang melimpah sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI Ruang Lingkup Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian 17 BAB III METODOLOGI Metode penelitian memuat informasi mengenai lokasi dan waktu penelitian, teknit penentuan responden dan informan, teknik pengumpulan data, serta teknik pengolahan dan analisis data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia kepariwisataan menjadi perhatian berbagai negara dan organisasi, karena sektor ini telah menjadi industri penting. Pariwisata diperkirakan akan menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar untuk di manfaatkan, tentu sektor bisnis yang terkait kedatangan wisatawan

BAB 1 PENDAHULUAN. besar untuk di manfaatkan, tentu sektor bisnis yang terkait kedatangan wisatawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor pariwisata Indonesia merupakan salah satu industri penting yang ada di Indonesia, hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA

BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA BAB II GAMBARAN UMUM PARIWISATA 2.1 Pengertian Pariwisata Keberadaan pariwisata dalam suatu daerah biasa dikatakan merupakan suatu gejala yang kompleks di dalam masyarakat. Di sini terdapat suatu keterkaitan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG

IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG IDENTIFIKASI SEGMENTASI PENGUNJUNG WISATA AGRO STUDI KASUS KARAKTERISTIK PENGUNJUNG KAMPOENG WISATA CINANGNENG SKRIPSI HESTI FANNY AULIA SIHALOHO H34066060 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekowisata bagi negara-negara berkembang dipandang sebagai cara untuk mengembangkan perekonomian dengan memanfaatkan kawasan-kawasan alami secara tidak konsumtif. Untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DI PULAU TIDUNG

ANALISIS DAMPAK EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DI PULAU TIDUNG Reka Loka PWK - Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Januari 2013 ANALISIS DAMPAK EKONOMI WISATA BAHARI TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT DI PULAU TIDUNG ACHADIAT DRITASTO, IR., MT.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. September Matriks Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah per Kementerian/Lembaga.

BAB I PENDAHULUAN. September Matriks Rencana Tindak Pembangunan Jangka Menengah per Kementerian/Lembaga. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sektor pariwisata sebagai salah satu sektor andalan pembangunan perekonomian nasional, merupakan peran yang signifikan. Secara nasional, sektor pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU

KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU KETERLIBATAN WARGA PULAU PRAMUKA DALAM USAHA EKOWISATA DI KEPULAUAN SERIBU Oleh : HESTI WORO TRIUTAMI I34051032 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah tidak dapat dilepaskan dari upaya mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional yang potensial untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional di masa kini dan

Lebih terperinci

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap

Ekowisata Di Kawasan Hutan Mangrove Tritih Cilacap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Potensi sumber daya alam hutan serta perairannya berupa flora, fauna dan ekosistem termasuk di dalamnya gejala alam dengan keindahan alam yang dimiliki oleh bangsa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuan penyelenggaraan agrowisata adalah untuk memperluas

Lebih terperinci

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata JOKO PRAYITNO Kementerian Pariwisata " Tren Internasional menunjukkan bahwa desa wisata menjadi konsep yang semakin luas dan bahwa kebutuhan dan harapan dari permintaan domestik dan internasional menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian

I. PENDAHULUAN. mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Trend yang sedang terjadi di negara-negara industri saat ini adalah mulai mereposisikan ekonominya dari brand-based economy, yaitu perekonomian manufaktur yang berbasiskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada masa sekarang kepariwisataan menjadi topik utama di seluruh dunia. Isu-isu mengenai pariwisata sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat luas baik di Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi objek wisata yang tersebar di seluruh pulau yang ada. Salah satu objek wisata yang berpotensi dikembangkan adalah kawasan konservasi hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka usaha untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa, negara, dan rakyat Indonesia, dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan

Lebih terperinci

PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA

PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA PERAN UNDANG UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN DALAM PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN OBJEK WISATA Oleh : I Wayan Paramarta Jaya I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Teori Dampak Perkembangan Pariwisata Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dampak diartikan sebagai pengaruh

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian, rumah tangga yang aktif bekerja di sarana wisata Gua Pindul memiliki pendapatan perkapita antara Rp329.250,- sampai dengan Rp1.443.750,-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 36 BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial-Budaya Masyarakat Lokal Masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat yang identik dengan agama Islam dikarenakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Pengertian Ekowisata Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Bentuknya yang khusus itu menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimanfaatkan dan dilestarikan. Indonesia diberikan anugerah berupa kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT LUKI SANDI HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PADI SAWAH DENGAN TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM PHT (Kasus: Program PHT Desa Karangwangi, Kecamatan Depok, Kabupaten Cirebon) LUKI SANDI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sektor pariwisatanya telah berkembang. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sangat berperan dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini ditandai dengan kemajuan teknologi dimana menghasilkan

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi saat ini ditandai dengan kemajuan teknologi dimana menghasilkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi saat ini ditandai dengan kemajuan teknologi dimana menghasilkan berbagai kemudahan komunikasi dan informasi yang mengakibatkan kondisi persaingan bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan jumlah wisatawan internasional (inbound tourism) berdasarkan perkiraan

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan jumlah wisatawan internasional (inbound tourism) berdasarkan perkiraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata sebagai kegiatan perekonomian telah menjadi andalan potensial dan prioritas pengembangan bagi sejumlah negara, terlebih bagi negara berkembang

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci