BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Pariwisata Pengertian Pariwisata Menurut Yoeti (2008) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untu berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Pariwisata merupakan sebuah kegiatan atau industri yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat terutama dalam hal peningkatan pendapatan, peningkatan kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup serta stimulus bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Pada dasarnya tujuan banyak negara mengembangkan sektor pariwisata adalah untuk memperluas kesempatan kerja dan lapangan usaha, penerimaan devisa negara, dan mendorong pembangunan daerah. Pada sisi lain kita harus memikirkan dampak yang akan ditimbulkan pariwisata Dampak Pariwisata Pariwisata memberikan dampak sosial, ekologi dan ekonomi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Datangnya wisatawan akan memberikan tekanan ekologis terhadap kawasan hutan, air, danau atau pantai yang didatangi. Dalam usaha Pariwisata terdapat interaksi antara lingkungan dan wisatawan serta interaksi antar pihak. Interaksi ini dapat menimbulkan dampak sosial, ekologi dan ekonomi dari pariwisata. Interaksi sosio-ekologis dapat menimbulkan dampak negatif bagi alam maupun masyarakat bila tidak dibatasi dengan baik. Interaksi antar pihak, yaitu interaksi wisatawan dengan pihak swasta maupun pihak lainnya yang mempunyai kepentingan dalam usaha pariwisata pun dapat menimbulkan dampak negatif bila tidak dikelola dengan baik. Terdapatnya interaksi dapat menimbulkan perbedaan kepentingan antara komunitas lokal dengan pihak luar dan hal ini pun dapat menjadi faktor penyebab konflik. Dalam industri pariwisata pasti terdapat usaha-usaha ekonomi yang mendukung jalannya pariwisata. Pariwisata dapat dikatakan berhasil dalam meningkatkan ekonomi masyarakat bila sektor nonpertanian lebih menghasilkan pemasukan lebih besar dibandingkan sektor pertanian.

2 6 Namun, usaha-usaha ekonomi tersebut bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan ketimpangan pada aspek sosial dan ekologis di daerah wisata tersebut. Masuknya wisatawan kedalam daerah wisata membawa sampah serta kebisingan yang akan terus bertambah bila tidak dikelola dengan kelembagaan lokal yang kuat. Bila hal itu terus masuk tanpa ada kelembagaan lokal yang memagari, akan menimbulkan gangguan terhadap sektor sosial dan ekologis. Selain konflik yang ditimbulkan akibat korelasi dari dampak ekonomi, sosial dan ekologis, aktifitas pariwisata berpotensi memicu terjadinya komersialisasi budaya dalam segala bentuk. Memudarnya nilai dan norma sosial dapat timbul karena masuknya pariwisata ke dalam satu kawasan. Pariwisata dapat menyebabkan perubahan sosial atau modernisasi sehingga menyebabkan memudarnya nila-nilai yang ada dalam masyarakat itu sebelumnya, sehingga dapat menyebabkan kehilangan identitas, perubahan perilaku masyarakat, konflik sosial, hingga gangguan terhadap komunitas setempat baik fisik maupun nonfisik, serta pergeseran mata pencaharian. Berdasarkan kacamata ekonomi makro, pariwisata (termasuk ekowisata) memberikan beberapa dampak positif, yaitu (Yoeti 2008) : 1. Menciptakan kesempatan berusaha. 2. Menciptakan kesempatan kerja. 3. Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relative cukup besar. 4. Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. 5. Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB). 6. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya. 7. Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya. Pengembangan pariwisata (ekowisata) tidak saja memberikan dampak positif. Pariwisata juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (Yoeti 2008): 1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang.

3 7 2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati. 3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya. 4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendua berkaos oblong dan bercelana kedodoran. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata dapat memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif : a. Dampak ekowisata terhadap sosial-budaya : Kegiatan ekowisata yang menyajikan kehidupan sosial budaya masyarakat, secara tidak langsung telah memberikan dampak bagi kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar tempat wisata. Dampak yang diberikan antara lain, dengan adanya kegiatan ekowisata, masyarakat semakin melestarikan budaya dan adat istiadat mereka. Hal ini dikarenakan budaya dan adat istiadat akan semakin menarik minat wisatawan untuk mengunjungi daerah mereka. Dampak tersebut merupakan dampak yang diharapkan dari kegiatan ekowisata. Akan tetapi, kegiatan ekowisata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lunturnya adat istiadat dan kebudayaan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan, dengan adanya ekowisata maka akan semakin terbukanya akses masyarakat terhadap dunia luar yang dibawa oleh para wisatawan. Hal ini dapat membuat masyarakat lokal yang tadinya menjungjung tinggi adat istiadat dan kebudayaan mereka, menjadi mulai tertarik dengan kebudayaan yang datang dari luar. Dampak negatif ini menjadi persoalan yang harus segera diatasi, mengingat kegiatan ekowisata tidak saja mempertontonkan keindahan alam, tetapi juga mempertunjukan kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar yang dianggap unik dan menarik bagi para wisatawan. b. Dampak ekowisata terhadap ekonomi : Ekowisata yang semakin diminati oleh para wisatawan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap sektor perekonomian pemerintah daerah juga masyarakat di sekitar tempat wisata. Menurut Sedarmayanti (2005) kegiatan ekowisata yang banyak menarik minat wisatawan telah memberikan sumbangan devisa untuk negara dan juga telah membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat tidak saja mendapatkan pekerjaan, tetapi juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan pariwisata.

4 8 c. Dampak ekowisata terhadap lingkungan : Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang menonjolkan kelestarian lingkungan menjadikan kegiatan ini lebih memperhatikan kondisi lingkungan daerah sekitar tempat wisata. Pemerintah daerah beserta aktor-aktor penunjang pariwisata lainnya berusaha melestarikan lingkungan dengan tujuan untuk menarik wisatawan. Keinginan wisatawan terhadap lingkungan hidup yang tenang, bersih dan jauh dari polusi menjadikan ekowisata banyak dipilih orang sebagai bentuk pariwisata yang diinginkan. Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab juga menuntut adanya keterlibatan dari wisatawan untuk ikut melestarikan daerah yang dijadikan tujuan wisata. Kegiatan pariwisata yang dulu hanya memikirkan keinginan dan kepuasan wisatawan tanpa memikirkan dampak yang dialami oleh lingkungan semakin lama semakin ditinggalkan. Oleh karena itu, ekowisata secara tidak langsung telah memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar tempat wisata Pengertian Ekowisata Ekowisata merupakan isu hangat di Indonesia, banyak orang yang mulai mengkampanyekan dan memulai produk ekowisata karena isu back to nature" yang sedang gencar dikampanyekan. Pada saat ini ekowisata mulai berkembang, wisata tidak hanya sekedar melakukan pengamatan atas flora dan fauna yang ada dalam daerah tersebut tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggung jawab. Ekowisata dalam pandangan ekologi manusia dapat membentuk suatu pandangan tentang pembangunan yang berkelanjutan, ekowisata merupakan sebuah konsep perjalanan wisata yang dikelola dalam sistem yang baik sehingga dapat menghasilkan kegiatan wisata yang memperhatikan kelestarian. Ekowisata merupakan suatu perjalanan wisata daerah yang masih alami, dimana ekowisata selalu menjaga kualitas, keutuhan, dan kelestarian alam serta budaya. Ekowisata dalam pandangan ekologi manusia adalah pendekatan untuk menyelamatkan Sumberdaya alam dengan cara memanfaatkan jasa lingkungan (berupa keindahan alam) tanpa memberikan kerusakan yang berarti pada Sumberdaya alam tersebut. Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan di tentukan oleh Sumberdaya manusia yang berperan penting dalam pengelolaan ekowisata.

5 9 Ekowisata adalah pengembangan dari bentuk industri pariwisata yang menekankan pada upaya pelestarian lingkungan, berintepretasi pada lingkungan, dan dapat meminimalisir dampak bagi kerusakan alam. Ekowisata dapat pula memperhatikan keberlanjutan lingkungan serta kebudayaan lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. TIES (2000) seperti dikutip oleh Damanik dan Weber (2006:39-40) mengidentifikasikan 7 prinsip ekowisata, yaitu: a) Mengurangi dampak negatif pada sumberdaya alam berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. b) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya. c) Menawarkan pangalaman-pengalaman positif bagi wisatawan maupun masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW. d) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan. e) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. f) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di daerah tujuan wisata. g) Menghormati hak azasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata. Pengembangan ekowisata bukan menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi memerlukan peran aktif dari seluruh stakeholders. Pihak pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pihak swasta serta masyarakat yang harus bekerja sama untuk membangun ekowisata yang lebih baik. Kesinergisan antar ketiganya menjadi kunci kesuksesan ekowisata Masyarakat Adat Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa

6 10 identitas bersama (Koentjaraningrat 1990). Masyarakat adat adalah sekumpulan orang yang tingkat dalam satu wilayah dan memiliki budaya sendiri yang memiliki jejak secara turun temurun. Menurut UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan dirangkum oleh berbagai sumber menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki lima ciri yang berbeda dengan masyarakat biasa. Karakteristik masyarakat tersebut antara lain : (1) Sekelompok orang yang membentuk masyarakat atau komunitas (2) Memiliki lokasi yang merupakan tempat tinggal mereka (3) Memiliki aturan dan hukum yang jelas (4) Kondisi cultural, budaya dan ekonomi yang khas sehingga berbeda dengan masyarakat lainnya (5) Berasal dari keturunan yang sama. Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata. Menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata (Damanik dan Weber 2006). Masyarakat lokal mempunyai cara sendiri untuk mengelola pariwisata yang ada di daerahnya karena mereka mengetahui dengan jelas daerah mereka sendiri sehingga mengetahui serta mempunyai kesadaran bagaimana menjaganya Kearifan Lokal Menurut Keraf (2002) kearifan lokal (tradisional) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntut perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kearifan lokal bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan dan pemahamn masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi diantara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Konsep kearifan lokal menurut Mitchell, et al. (2000) berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Konsep kearifan lokal merupakan bagian dari kelembagaan lokal dimana kerifan lokal tersebut merupakan salah satu bentuk dari kelembagaan lokal yang berasal

7 11 dari pengetahuan masyarakat sekitar untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat lokal Pengertian Kelembagaan Menurut Schmid (1987) dalam Kartodihardjo et al (2004), Kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Pengembangan kelembagaan tidak sekedar menyangkut pengembangan tata aturan dalam masyarakat, melainkan pengembangan sistem manajemen serta kontrol didalamnya. Pentingnya kelembagaan untuk pengelolaan atau sistem manajemen dalam ekowisata dapat meminimalisir dampak negatif sosial-ekologi-ekonomi dari ekowisata sehingga ekowisata dapat berjalan berkelanjutan. Menurut Uphoff (1993) dalam Soekanto (2009) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif. Sebagian besar sosiolog berpendapat bahwa kelembagaan merupakan suatu konsepsi dan bukan sesuatu yang kongkrit atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Kelembagaan memiliki aspek cultural dan structural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai sedangkan sedangkan segi cultural berupa berbagai peranan sosial. Menurut koentjaraningrat (2009), kelembagaan adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat. Rahardjo (1999) menyebutkan bahwa secara umum lembaga sering diartikan sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat. Kelembagaan dalam kaitan ini adalah tindakan bersama (collective action) yang memiliki pola atau tertib yang jelas dalam upaya mencapai tujuan atau kebutuhan tertentu. Ini berarti bahwa kelembagaan yang ada dalam suatu masyarakat eksistensinya ditentukan oleh sifat dan ragam kebutuhan yang ada dala suatu masyarakat. Dengan demikian apabila dalam masyarakat muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang semakin meluas dan beragam, maka lembaga-lembaga lama menjadi kurang berfungsi. Sebagai

8 12 konsekuensinya, lembaga-lembaga baru yang instrumental bagi pemenuhan kebutuhan baru itu semakin dituntut keberadaannya. Perubahan kelembagaan tidak hanya berkaitan dengan kuantitas, melainkan juga menyangkut berbagai aspek kualitatifnya. Diantaranya adalah yang berkaitan dengan pengaruh modernisasi. Sejalan dengan proses modernisasi yang terjadi, terjadi pula perubahan atau pergantian lembaga-lembaga baru yang modern. perubahan semacam ini bukan hanya menyangkut jenis atau ragamnya, melainkan juga karakteristik yang terletak padanya. Kelembagaan lama umumnya dilandasi oleh komunalisme masyarakat desa dan fungsi-fungsi yang membaur (diffused), sedangkan kelembagaan baru lebih bertumpu pada individualitas dan diferensiasi fungsi. Perubahan dan perkembangan kelembagaan pada desa-desa di Indonesia ditentukan oleh kondisi internal maupun oleh pengaruh eksternal desa. Pengaruh eksternal terutama datang dari program-program pembangunan dan hal-hal yang datang dari luar. Dalam pengelolaan pariwisata terdapat kelembagaan yang menjadi faktor penting dalam pengelolaan pariwisata. Terdapat tiga fungsi kelembagaan, yaitu : 1. Sebagai pedoman masyarakat, kelembagaan berfungsi sebagai pedoman masyarakat yang merupakan sebuah tuntunan masyarakat dalam menentukan sikap dalam lingkungan tersebut. Dalam pariwisata kelembagaan berfungsi sebagai pedoman Sumberdaya Manusia dalam mengelola sumberdaya alam dalam pariwisata tersebut agar sama-sama menghasilkan output yang baik bagi alam dan masyarakat. 2. Menjaga keutuhan masyarakat, kelembagaan berfungsi untuk menjaga keutuhan masyarakat dan memperkuat keutuhan masyarakat itu sendiri, dalam pariwisata kelembagaan dapat menjaga pariwisata itu agar tetap berjalan baik karena masyarakat yang kuat dari keutuhan kelembagaan dalam pengelolaan pariwisata tersebut. 3. Sebagai sistem pengendalian sosial, kelembagaan berperan sebagai kontrol yang dapat memperjelas batasan masyarakat dalam pengendalian pariwisata. Sistem pegendalian sosial ini berperan penting menjaga keutuhan pariwisata. Terdapat dua jenis kelembagaan penting dalam pengelolaan pariwisata, yaitu kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan formal adalah sistem tata aturan yang berdiri berdasarkan legalitas formal, salah satu contohnya regulasi pemerintah. Kelembagaan informal adalah sistem tata aturan yang dibentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat itu sendiri contohnya aturan adat. Bila pariwisata di kemas sistem pengelolaan kelembagaan yang berpengaruh baik dalam pengelolaan pariwisata, pengelolaan pariwisata dapat dikatakan sukses bila didukung kelembagaan formal dan

9 13 informal yang dijalankan secara berkesinambungan, karena kedua hal tersebut dapat mengurangi dampak ekologi-ekonomi-sosial yang dapat ditimbulkan oleh pariwisata sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi antara kelembagaan formal dan informal dalam pengelolaan ekowisata agar dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan Nilai dan Norma Menurut Abdulsyani (1994) sebagaimana dikutip oleh Tafalas (2010) mengemukakan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan sebagai ukuran sikap dan beberapa perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah, atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik material maupun non material. Menurut Setiadi et al. (2011), norma adalah sesuatu yang menjadi pola-pola pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial yang didalamnya terdapat seperangkat perintah dan larangan berupa sanksi. Aturan lokal terbentuk berdasarkan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma akan berkembang seiring dengan perubahan kesepakatan sosial masyarakat yang sering di sebut sebuat aturan Lokal. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Norma disusun agar hubungan antara manusia dalam sebuah masyarakat dapat berlangsung tertib. Terdapat sanksi dalam sebuah aturan lokal, dapat disebut juga sebagai sanksi atas pelanggaran norma dalam sebuah masyarakat. Aturan terbentuk berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam sebuah masyarakat. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas dan wajar. Didalam norma, terdapat tingkatantingkatan yang membedakan norma yang satu dengan yang lainnya. Tingkatan norma tersebut antara lain : Cara (usage) : suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam ;suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus. Kebiasaan (folkways) : suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Tata kelakuan (mores) : sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan

10 14 pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsure memaksa atau melarang suatu perbuatan. Adat istiadat (Custom) : kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya Interaksi Sosial Soekanto (2009) mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi du syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Menurut Soekanto (2009) proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan dapat diperinci sebagai berikut : 1. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Istilah kerjasama disini adalah padanan kata cooperation (co:bersama; operate: bekerja). 2. Akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orangperorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan normanorma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. 3. Asimilasi merupakan proses-proses sosial dalam taraf lanjut. Hal ini ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meiputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama Kerangka Pemikiran Industri pariwisata mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat terutama dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta

11 15 stimulus bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Pariwisata dapat meningkatan pendapatan masyarakat dan berperan cukup besar dalam peningkatan devisa. Obyek yang menjadi daya tarik bagi wisatawan dalam konsep pariwisata adalah keindahan alam dan keunikan budaya lokal. Kelembagaan berperan penting dalam sistem pengelolaan pariwisata, terutama kelembagaan lokal, karena masyarakat yang mengetahui dengan jelas nilai, norma serta kebutuhan untuk mengelola daerahnya. Salah satu bentuk kelembagaan lokal yang diperlukan untuk pengelolaan pariwisata adalah aturan lokal. Kerjasama antara kelembagaan formal dan kelembagaan informal (kelembagaan formal) akan menghasilkan produk pariwisata yang lebih baik. Kelembagaan yang baik disertai sosialisasi dan kontrol yang baik akan berperan efektif dalam pengelolaan pariwisata serta meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata. Dampak didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi di dalam lingkungan akibat aktivitas manusia. Dalam pariwisata terdapat berbagai aspek yang dapat menimbulkan dampak bagi pariwisata itu sendiri, yaitu aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Setiap kegiatan pariwisata pasti menimbulkan dampak bagi lingkungan dan masyarakat setempat, baik itu dampak negatif maupun dampak positif. Pada aspek ekologis jelas terlihat kegiatan pariwisata menimbulkan dampak terhadap lingkungan ekologi sekitar. Peningkatan intensitas wisatawan yang datang dalam lokasi pariwisata dapat menimbulkan gangguan dan pencemaran bagi lingkungan sekitar. Bila melihat pada aspek ekonomi, pariwisata dapat memberi manfaat kepada masyarakat setempat dengan pembukaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Adanya aktivitas pariwisata memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, kesempatan kerja, perubahan dan mobilitas sosial masyarakat. Aktivitas pariwisata dapat menyebabkan pergeseran mata pencaharian masyarakat dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian. Kemungkinan adanya ketimpangan dalam kesempatan kerja dan pendapatan dapat menyebabkan konflik bagi masyarakat setempat. Selain itu, masuknya wisatawan dapat diartikan sebagai sebuah modernisasi baru yang dibawa wisatawan ke dalam sebuah kawasan pariwisata, hal ini dapat menyebabkan akan terjadinya sebuah perubahan sosial yang berpotensi memicu memudarnya nilai-nilai dan norma yang ada pada masyarakat setempat, hingga dapat menyebabkan kehilangan identitas dan perubahan perilaku pada masyarakat. Kelembagaan berperan penting dalam sistem pengelolaan pariwisata. Salah satu bentuk kelembagaan lokal yaitu berupa aturan lokal yang dibentuk oleh masyarakat

12 16 setempat dapat dijadikan pengelolaan pariwisata yang cukup efektif. Aturan lokal tersebut dapat menjaga tempat wisata tetap utuh seperti sebagaimana aslinya. Kelembagaan lokal yang baik disertai kontrol yang ketat dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata. Kelembagaan merupakan seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus di lakukan. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.1. Obyek Wisata Gili Trawangan Kelembagaan Lokal Aturan Lokal Perilaku Wisatawan Tingkat Pengetahuan Tingkat Pemahaman Tingkat Implementasi Penghargaan Penerapan Kelembagaan Lokal Sanksi Keterangan : Efektivitas Kelembagaan Lokal Berdampak Terdapat Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

13 17 Aturan lokal merupakan sebuah bentuk kelembagaan lokal yang ada di Gili Trawangan. Aturan lokal ini dibuat untuk mengatur perilaku wisatawan yang datang ke Gili Trawangan agar tidak mengganggu dan merusak lingkungan dan masyarakat di Gili Trawangan. Perilaku wisatawan dapat dilihat dari tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara dan domestik terhadap aturan lokal yang ada di Gili Trawangan. Efektivitas kelembagaan lokal dapat dilihat dari seberapa besar wisatawan menerapkan aturan tersebut, penerapan tersebut didukung oleh bentuk sanksi dan penghargaan yang beragam bentuknya. 2.3 Hipotesis 1. Diduga kedalaman tingkat pengetahuan terhadap awig-awig berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran 2. Diduga kedalaman tingkat pemahaman terhadap awig-awig berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran 3. Diduga tingkat implementasi terhadap awig-awig berpengaruh terhadap terhadap efektivitas kelembagaan lokal 2.4 Definisi Operasional Definisi operasional merupakan konsep-konsep yang dibuat untuk membantu dalam pengumpulan data di lapangan, serta membantu dalam mengolah dan menganalisis data. Sejumlah konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lama waktu berlibur adalah rentan waktu wisatawan menetap untuk melakukan kegiatan liburan di Gili Trawangan. 2. Jumlah kunjungan liburan adalah berapa kali wisatawan tersebut melakukan kunjungan wisata ke daerah Gili Trawangan. 3. Umur responden yaitu rentang waktu saat lahir sampai saat pengambilan data, dihitung saat ulang tahun terakhir dan diukur dalam satuan tahun, diukur dengan menggunakan skala interval. a. Golongan umur muda : 15 tahun 45 tahun b. Golongan umur tua : > 45 tahun

14 18 4. Tingkat pendidikan responden, yaitu jenjang pendidikan formal yang terakhir dijalani. 5. Jenis Pekerjaan merupakan macam kegiatan yang dilakukan individu sebagai pokok penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. 6. Jenis kelamin merupakan status biologis individual yang terdiri dari lakilaki dan perempuan, diukur dengan skala nominal. 7. Waktu lama liburan adalah rentan waktu yang digunakan wisatawan selama menetap atau melakukan liburan di Gili Trawangan. Waktu lama liburan berdasarkan data emik sebaran normal. 8. Tingkat Pelanggaran adalah seberapa besar wisatawan sama sekali tidak mengimplementasikan aturan lokal yang ada. Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut : a. Melanggar : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Tidak Melanggar : Apabila skor total variabel berada pada rentang Tingkat pengetahuan wisatawan adalah seberapa besar wisatawan mengetahui aturan lokal yang terdapat di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan, dan disediakan dua jawaban yaitu YA atau TIDAK. Jawaban YA akan diberi skor 1, sedangkan TIDAK akan mendapat skor 0. Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut : a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang Tingkat pemahaman wisatawan adalah seberapa dalam wisatawan memahami alasan dibuatnya aturan lokal dan sanksi aturan lokal yang ada di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pemahaman, dan disediakan dua jawaban yaitu YA atau TIDAK. Jawaban YA akan diberi skor 1, sedangkan TIDAK akan mendapat skor 0.

15 19 Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut : a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang Tingkat implementasi adalah sejauh mana wisatawan menerapkan aturan yang terdapat di Gili Trawangan terhadap perilaku mereka selama berada di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat implementasi, dan disediakan dua jawaban yaitu YA dan TIDAK. Jawaban YA untuk yang mengimplementasikan dan jawaban TIDAK untuk yang tidak mengimplementasikan. a. TIDAK : skor 0 b. YA : skor 1 Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut : a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang 5-12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA

EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA (Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat) Oleh : DRUCELLA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata

BAB I PENDAHULUAN. kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kata pariwisata berasal dari kata bahasa sangskerta yang terdiri atas dua kata yaitu pari yang berarti banyak, berkali-kali,berputar-putar, sedangkan wisata berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang semakin arif dan bijaksana. Kegiatan pariwisata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata di Indonesia saat ini telah memberikan sumbangan dalam meningkatkan devisa maupun lapangan kerja. Sektor pariwisata juga membawa dampak sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah

BAB I PENDAHULUAN. dalam membangun perekonomian nasional. Jumlah wisatawan terus bertambah BAB I PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sektor pariwisatanya telah berkembang. Pengembangan sektor pariwisata di Indonesia sangat berperan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepariwisataan meliputi berbagai kegiatan yang berhubungan dengan wisata, pengusahaan, objek dan daya tarik wisata serta usaha lainnya yang terkait. Pembangunan kepariwisataan

Lebih terperinci

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP

POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP POTENSI DAN USAHA PENGEMBANGAN EKOWISATA TELUK PENYU CILACAP Ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecotourism Society (1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO. 32 2011 SERI. E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 32 TAHUN 2010 TENTANG KAMPUNG BUDAYA GERBANG KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dusun Srowolan adalah salah satu Dusun di Desa Purwobinangun, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Dusun ini terletak 20 km di sebelah utara pusat Propinsi Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012).

1. PENDAHULUAN. jenis flora dan fauna menjadikan Indonesia sebagai salah satu mega biodiversity. peningkatan perekonomian negara (Mula, 2012). 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis yang memiliki karakteristik kekayaan hayati yang khas dan tidak dimiliki oleh daerah lain di dunia. Keanekaragaman jenis flora dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. potensi wisata, yaitu potensi fisik dan potensi budayayang bisa dikembangkan dengan BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1 Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya berkaitan dengan pengembangan potensi ekowisata, dilakukan oleh Suryawan (2014), di Desa Cau Belayu,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis

I. PENDAHULUAN. keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi kekayaan sumber daya alam yang melimpah, keindahan panorama alam, keanekaragaman flora dan fauna, keragaman etnis budaya, serta berbagai peninggalan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. besar untuk di manfaatkan, tentu sektor bisnis yang terkait kedatangan wisatawan

BAB 1 PENDAHULUAN. besar untuk di manfaatkan, tentu sektor bisnis yang terkait kedatangan wisatawan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sektor pariwisata Indonesia merupakan salah satu industri penting yang ada di Indonesia, hal tersebut dibuktikan dengan meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul,

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Karangtengah merupakan salah satu desa agrowisata di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Letaknya berdekatan dengan tempat wisata makam raja-raja Mataram. Menurut cerita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah

BAB I PENDAHULUAN. bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat besar, yang dihuni oleh bermacam macam ras, suku, dan etnis yang berbeda-beda. Masing-masing daerah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untuk berusaha atau

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. pariwisata, seperti melaksanakan pembinaan kepariwisataan dalam bentuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengelolaan Pariwisata Pengelolaan merupakan suatu proses yang membantu merumuskan kebijakankebijakan dan pencapaian tujuan. Peran pemerintah dalam pengelolaan pariwisata, seperti

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2017-2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

I PENDAHULUAN. Gambar 1. Perkembangan Wisatawan Mancanegara Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (2011) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan alam merupakan anugerah yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa yang harus dimanfaatkan dan dilestarikan. Indonesia diberikan anugerah berupa kekayaan alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. yang bersifat terpusat (sentralistik) berubah menjadi desentralisasi melalui BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Semenjak Reformasi terdapat beberapa perubahan kebijakan dalam paradigma pembangunan nasional, diantaranya adalah paradigma pembangunan yang bersifat terpusat (sentralistik)

Lebih terperinci

I. UMUM. Sejalan...

I. UMUM. Sejalan... PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM I. UMUM Kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5800 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Kepariwisataan. Hortikultura. Agro. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 332) PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 170 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan hasil analisis yang telah penulis lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kawasan Sorake,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latar Belakang Pemilihan Project BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pemilihan Project Pada zaman sekarang ini, manusia selalu memperoleh tekanan untuk bertahan hidup. Tekanan untuk bertahan hidup ini mendorong manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya

BAB I PENDAHULUAN. dan ekosistemnya ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan pariwisata terjadi karena adanya gerakan manusia di dalam mencari sesuatu yang belum di ketahuinya, menjelajahi wilayah yang baru, mencari perubahan suasana,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada masa sekarang kepariwisataan menjadi topik utama di seluruh dunia. Isu-isu mengenai pariwisata sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat luas baik di Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata

Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata Analisis Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Desa Cihideung sebagai Desa Wisata Hanifah Gunawan 1, Karim Suryadi 2, Elly Malihah 3 1 SMA Negeri 2 Cianjur 2 Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi 3 Dosen

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata pada saat ini, menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan ekonomi. Bahkan tidak berlebihan,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Teori Dampak Perkembangan Pariwisata Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dampak diartikan sebagai pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan baik dalam sektor pertanian, perkebunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. artinya bagi usaha penanganan dan peningkatan kepariwisataan. pariwisata bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia tidak hanya dikaruniai tanah air yang memiliki keindahan alam yang melimpah, tetapi juga keindahan alam yang mempunyai daya tarik sangat mengagumkan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

BAB II KAJIAN TEORI. mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Pariwisata Menurut Suyitno (2001) dalam Tamang (2012) mendefinisikan pariwisata sebagai berikut : a. Bersifat sementara, bahwa dalam jangka waktu pendek pelaku wisata akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. dipandang sebagai pemenuhan terhadap keinginan (hasrat) mendapatkan nilai

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. dipandang sebagai pemenuhan terhadap keinginan (hasrat) mendapatkan nilai BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pariwisata telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari siklus hidup hampir setiap orang. Pariwisata juga memiliki porsi tersendiri dalam anggaran kebutuhan sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Donggala merupakan salahsatu wilayah yang terdapat di Provinsi Sulawesi Tengah dengan luas wilayah 10.472 km² yang terdiri atas 16 wilayah kecamatan. Daerah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang

cenderung akan mencari suasana baru yang lepas dari hiruk pikuk kegiatan sehari hari dengan suasana alam seperti pedesaan atau suasana alam asri yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati dan dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversitas terbesar

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah suatu kegiatan sebagai industri pelayanan dan jasa yang akan menjadi andalan Indonesia sebagai pemasukan keuangan bagi negara. Kekayaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu produk yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara cepat dalam hal kesempatan kerja, peningkatan taraf hidup yaitu dengan mengaktifkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek

BAB I PENDAHULUAN. tempat obyek wisata berada mendapat pemasukan dari pendapatan setiap obyek 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pariwisata merupakan salah satu hal yang penting bagi suatu negara, dengan adanya pariwisata suatu negara atau lebih khusus lagi pemerintah daerah tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan

BAB I PENDAHULUAN. berupa produk jasa lingkungan yang manfaatnya secara langsung bisa di rasakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam dengan berbagai manfaat baik manfaat yang bersifat langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung berupa produk jasa lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata semakin mengokohkan dirinya menjadi salah satu peraup devisa

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata semakin mengokohkan dirinya menjadi salah satu peraup devisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan dan investasi memang senantiasa menjadi dua sektor pendulang pendapatan negara, namun signifikasi pariwisata sangat perlu diperhatikan dengan seksama. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan kesimpulan akhir dari studi yang dilakukan dan beberapa saran dan rekomendasi terhadap studi lanjutan pengembangan pariwisata daerah studi. Kesimpulan berupa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30

I. PENDAHULUAN. pulau mencapai pulau yang terdiri dari lima kepulauan besar dan 30 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki kekayaan sumberdaya alam dan lingkungan yang melimpah dengan jumlah total pulau mencapai 17.508 pulau

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Adikampana dkk, 2014) yang berjudul Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 2007). Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan terbesar yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan yang mempunyai pesisir dan lautan yang sangat luas, dengan garis pantai sepanjang 95.181 km dan 17.480 pulau (Idris, 2007). Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis

BAB I PENDAHULUAN. andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditengah krisis ekonomi dunia, pariwisata masih menjadi sektor andalan bagi perekonomian Indonesia dan merupakan sektor paling strategis yang mampu mendatangkan

Lebih terperinci

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya.

pengembangan pariwisata di kampung Sawinggrai bisa dijadikan sebagai buktinya. Bab Enam Kesimpulan Masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di suatu kawasan atau daerah tujuan wisata (DTW), seringkali diabaikan dan kurang diberikan peran dan tanggung jawab dalam mendukung aktivitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki ribuan pulau. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki ribuan pulau. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki ribuan pulau. Hal ini membuat Indonesia memiliki beraneka ragam wilayah, budaya, adat istiadat,dan bahasa. Banyak daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan yang dapat menjadi suatu aset dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

DEFINISI- DEFINISI A-1

DEFINISI- DEFINISI A-1 DEFINISI- DEFINISI Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR

PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR PENGARUH AKTIVITAS PARIWISATA TERHADAP KEBERLANJUTAN SUMBERDAYA WISATA PADA OBYEK WISATA PAI KOTA TEGAL TUGAS AKHIR Oleh: MULIANI CHAERUN NISA L2D 305 137 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi

Conventional vs Sustainable Tourisms WISATA KONVENSIONAL 1. Satu tujuan: Keuntungan 2. Tak terencana 3. Berorientasi pada wisatawan 4. Kontrol oleh pi STRATEGI DAN PERENCANAAN PENGEMBANGAN WISATA PANTAI DAN LAUT (Ekowisata Berbasis Masyarakat) Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Conventional vs Sustainable Tourisms

Lebih terperinci

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN

BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN 5.1 Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan Masyarakat Gili Trawangan merupakan masyarakat sasak yaitu masyarakat asli Lombok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang direncanakan, baik secara fisik maupun non fisik dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. mengandalkan sektor pariwisata untuk membantu pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini merupakan andalan utama dalam menghasilkan devisa di berbagai negara. Indonesia termasuk salah satu negara berkembang yang mengandalkan sektor pariwisata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbentang antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan tersebar dari pulau Sumatera sampai ke ujung timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: FITRI YULIANA L2D 002 409 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki panorama alam yang indah yang akan memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan baik itu alam pegunungan (pedesaan), alam bawah laut, maupun pantai.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, menyebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri penting sebagai penyumbang Gross Domestic Product (GDP) suatu negara dan bagi daerah sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang dimiliki. Pembangunan pariwisata telah diyakini sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pariwisata telah menjadi salah satu industri andalan dalam menghasilkan devisa suatu negara. Berbagai negara terus berupaya mengembangkan pembangunan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pariwisata telah menjadi sektor industri yang sangat pesat dewasa ini, pariwisata sangat berpengaruh besar di dunia sebagai salah satu penyumbang atau membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Malioboro adalah jantung Kota Yogyakarta yang tak pernah sepi dari pengunjung. Membentang di atas sumbu imajiner yang menghubungkan Kraton Yogyakarta, Tugu dan puncak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari / BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK Proyek yang diusulkan dalam penulisan Tugas Akhir ini berjudul Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta. Era globalisasi yang begitu cepat berkembang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata, wisata dan wisata alam Pariwisata merupakan perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain yang bukan tempat tinggalnya dan menetap sementara waktu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak potensi dan sumber daya alam yang belum dikembangkan secara maksimal, termasuk didalamnya di sektor pariwisata. Untuk lebih memantapkan pertumbuhan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN PARIWISATA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABALONG, Menimbang : a. bahwa kondisi wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor penyumbang devisa negara serta penggerak ekonomi masyarakat. Pada tahun 2010, pariwisata internasional tumbuh sebesar 7% dari 119

Lebih terperinci