BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisik. Tsitsis dan Lavdanity (2015) menjelaskan bahwa kualitas hidup

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisik. Tsitsis dan Lavdanity (2015) menjelaskan bahwa kualitas hidup"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Kualitas Hidup Definisi Kualitas Hidup Chung, Killingworth, dan Nolan (2012) menyatakan bahwa kualitas hidup adalah keadaan bagaimana individu merespon secara fisik dan emosinal serta seberapa baik individu memfungsikan secara psikologis, sosial, pekerjaan dan fisik. Tsitsis dan Lavdanity (2015) menjelaskan bahwa kualitas hidup berhubungan dengan perhatian pada emosi sosial dan kesejahteraan fisik yang digambarkan sebagai pengaruh dari kesehatan individu sehari-hari. Kualitas hidup merupakan bentuk pilihan individu dan pengalaman di lingkungan sekitar, yang secara subjektif bergantung pada beberapa faktor seperti kesehatan, pendapatan, status pekerjaan dan keadaan keluarga (Rokicka, 2014). Kinghron (2006) dalam Mardiyaningsih (2014) mengatakan bahwa kualitas hidup memiliki dua komponen dasar yaitu subjektifitas dan multidimensi, subjektifitas mengandung arti bahwa kualitas hidup hanya dapat ditentukan dari salah satu sudut pandang klien itu sendiri dan ini hanya dapat diketahui dengan bertanya langsung pada klien dan multidimensi yang bermakna kualitas hidup dipandang dari seluruh aspek kehidupan seseorang secara holistik meliputi aspek biologi, fisik, psikologis, sosial dan lingkungan. WHOQoL (1994) dalam Mollon (2012) memaknai kualitas hidup sebagai persepsi individu terkait posisi mereka dikehidupan didalam konteks budaya dan 8

2 sistem nilai dimana mereka hidup dan berhubungan dengan tujuan, pandangan, standar dan perhatian mereka. Dari pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup sebagai kepuasan hidup seseorang bersifat subjektif dengan multidimensi yang dipandang secara holistik yakni meliputi aspek biologi, fisik, psikologis, sosial dan lingkungan Domain Kualitas Hidup Model konsep kualitas hidup dari WHOQol-Brief menurut skevington (2004) dalam Mardiyaningsih (2014) terdiri atas 4 domain, yaitu a. Dimensi kesehatan fisik yang terdiri dari rasa nyeri, energy dan istirahat, tidur, mobilitas, aktivitas, pengobatan dan pekerjaan, b. Dimensi psikologis yang terdiri dari perasaan positif dan negative, cara berfikir, harga diri, body image, dan spiritual, c. Dimensi hubungan sosial terdiri dari hubungan individu, dukungan social, d. Dimensi lingkungan meliputi sumber keuangan, informasi dan keterampilan, rekreasi dan bersantai, lingkungan rumah, akses ke perawatan kesehatan dan sosial, keamanan fisik, lingkungan fisik dan transportasi. Bowling (2013) membagi kualitas hidup dalam 7 dimensi kualitas hidup yang terdiri dari keseluruhan hidup (kepuasan hidup), kesehatan (kesanggupan melakukan aktifitas), hubungan sosial (hubungan lansia terhadap keluarga, teman, dan aktifitas sosial yang diikuti), kemandirian (melakukan suatu hal tanpa bantuan orang lain), di rumah dan bertetangga (perasaan nyaman dan tenang di rumah dan lingkungan terdekatnya), psikologi dan emosional (persepsi lansia terhadap kehidupannya), keuangan (biaya hidup).

3 2.1.3 Pengukuran kualitas hidup Pengukuran kualitas hidup menggunakan skala pengukuran OPQOL-Brief (Older People Quality of Life-Brief) untuk mengukur kualitas hidup lansia yang dibuat oleh Ann Bowling (2013). Instrumen OPQOL-Brief ini telah digunakan di Italia yaitu pada penelitian Bilotta, et al., (2011). Penelitian ini dilakukan pada 210 responden untuk melihat hubungan antara dua health outcomes. Nilai validitas penelitian ini adalah 0.01 dan nilai reliabilitas dengan cronbach alpha of internal consistency Kuisioner OPQOL-Brief terdiri dari 13 pertanyaan yang mencakup kepuasan dan live overall. Jawaban dari pertanyaan kepuasan berdasarkan skala Likert yaitu sangat baik = 5, baik = 4, sedang = 3, buruk = 2, dan sangat buruk = 1. Sedangkan untuk live overall yaitu sangat setuju = 5, setuju = 4, sedikit tidak setuju = 3, tidak setuju = 2, sangat tidak setuju = 1. Nilai tertinggi untuk kualitas hidup adalah 65 dan terendah 13, semakin tinggi nilai kuisioner, semakin baik kualitas hidup lansia. 2.2 Konsep Dukungan Keluarga Definisi Keluarga Kelurga adalah dua orang atau lebih yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 2010). Menurut Wong (2007) keluarga merupakan sekelompok orang yang hidup bersama atau berhubungan erat, yang saling memberikan perhatian dan memberikan bimbingan untuk anggota keluarga

4 lainnya. Mubarak, et al., (2006) mendefinisikan keluarga sebagai suatu sistem yakni terdiri dari ayah, ibu dan anak atau semua individu yang tinggal didalam rumah tangga tersebut dimana anggota keluarga tersebut saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Dari beberapa pendapat para ahli tentang defenisi keluarga maka dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah dua orang atau lebih yang memiliki hubungan erat, saling memberi perhatian dan saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama Fungsi Keluarga Secara umum fungsi keluarga menurut Friedman (1999) dalam Ali (2010) adalah sebagai berikut: (a) Fungsi afektif adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. (b) Fungsi sosialisasi adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. (c) Fungsi reproduksi adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. (d) Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. (e) Fungsi perawatan/pemeliharaan kesehatan adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

5 Fungsi keluarga menurut UU No. 10 tahun 1992 PP No. 21 tahun 1994 dalam Ali (2010) adalah sebagai berikut: 1) Fungsi keagamaan: (a) Membina norma ajaran-ajaran agama sebagai dasar dan tujuan hidup seluruh anggota keluarga. (b) Menerjemahkan agama dalam tingkah laku hidup sehari-hari kepada seluruh anggota keluarga. (c) Memberikan contoh konkrit dalam hidup sehari-hari dalam pengamalan dalam ajaran agama. (d) Melengkapi dan menambah proses kegiatan belajar anak tentang keagamaan yang kurang diperolehnya disekolah atau masyarakat. (e) Membina rasa, sikap dan praktik kehidupan keluarga beragama sebagai fondasi menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 2) Fungsi budaya: (a) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk meneruskan norma-norma dan budaya masyarakat dan bangsa yang ingin dipertahankan. (b) Membina tugas-tugas keluarga sebagai lembaga untuk menyaring norma dan budaya asing yang tidak sesuai. (c) Membina tugastugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya mencari pemecahan masalah dari berbagai pengaruh negatif globalisasi dunia. (d) Membina tugastugas keluarga sebagai lembaga yang anggotanya dapat berperilaku yang baik sesuai dengan norma Indonesia dalam menghadapi tantangan globalisasi. (e) Membina budaya keluarga yang sesuai, selaras, dan seimbang dengan budaya masyarakat atau bangsa untuk menjunjung terwujudnya norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 3) Fungsi cinta kasih: (a) Menumbuh kembangkan potensi kasih sayang yang telah ada antar anggota keluarga ke dalam simbol-simbol nyata secara

6 optimal dan terus menerus. (b) Membina tingkah laku saling menyayangi baik antar anggota keluarga secara kuantitatif atau kualitatif. (c) Membina praktik kecintaan terhadap kehidupan duniawi dan rohani dalam keluarga secara serasi, selaras, dan seimbang. (d) Membina rasa, sikap,dan praktik hidup keluarga yang mampu memberikan dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup ideal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 4) Fungsi perlindungan: (a) Memenuhi kebutuhan rasa aman anggota keluarga baik dari rasa tidak aman yang timbul dari dalam maupun dari luar keluarga. (b) Membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai bentuk ancaman dan tantangan yang datang dari luar. (c) Membina dan menjadikan stabilitas dan keamanan keluarga sebagai modal menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 5) Fungsi reproduksi: (a) Membina kehidupan keluarga sebagai wahana pendidikan reproduksi sehat baik bagi anggota keluarga maupun bagi keluarga disekitarnya. (b) Memberikan contoh pengamalan kaidah-kaidah pembentukan keluarga dalam hal usia, pendewasaan fisik, maupun mental. (c) Mengamalkan kaidah-kaidah reproduksi sehat, baik yang berkaitan dengan waktu melahirkan, jarak antara 2 anak dan jumlah ideal anak yang diinginkan dalam keluarga. (d) Mengembangkan kehidupan reproduksi sehat sebagai modal yang kondusif menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 6) Fungsi sosialisasi: (a) Menyadari, merencanakan dan menciptakan lingkungan keluarga sebagai wahana pendidikan dan sosialisasi anak pertama dan utama. (b) Menyadari, merencanakan dan menciptakan kehidupan

7 keluarga sebagai pusat tempat anak dapat mencari pemecahan dari berbagai konflik dan permasalahan yang dijumpainya baik lingkungan sekolah maupun masyarakat. (c) Membina proses pendidikan dan sosialisasi anak tentang halhal yang diperlukan untuk meningkatkan kematangan dan kedewasaan (fisik dan mental), yang kurang diberikan lingkungan sekolah maupun masyarakat. (d) Membina proses pendidikan dan sosialisasi yang terjadi dalam keluarga sehingga tidak saja dapat bermanfaat perkembangan dan kematangan hidup bersama menuju keluarga kecil dan sejahtera. 7) Fungsi ekonomi: (a) Melakukan kegiatan ekonomi baik diluar maupun didalam lingkungan keluarga dalam rangka menopang kelangsungan dan perkembangan kehidupan keluarga. (b) Mengelola ekonomi keluarga sehingga terjadi keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran keluarga. (c) Mengatur waktu sehingga kegiatan orang tua diluar rumah dan perhatiannya terhadap anggota keluarga berjalan serasi, selaras, dan seimbang. (d) Membina kegiatan dan hasil ekonomi keluarga sebagai modal untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. 8) Fungsi pelestarian lingkungan: (a) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan keluarga. (b) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan keluarga. (c) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestrian lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara lingkungan keluarga dengan lingkungan hidup masyarakat sekitarnya. (d) Membina kesadaran, sikap dan praktik pelestarian lingkungan hidup sebagai pola hidup keluarga menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.

8 2.2.3 Tugas Keluarga dalam Bidang Kesehatan Friedman (2010) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu: 1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila menyadari adanya perubahan perlu segera dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya. 2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa keluarga yang mampu untuk memutuskan penentuan tindakan keluarga maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi hingga teratasi. 3) Memberikan perawatan pada anggotanya yang sakit. Hal ini dapat dilakukan dirumah apabila keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pemberian pertolongan pertama atau pelayanan kesehatan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi. 4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga. 5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga kesehatan (pemanfaatan fasilitas kesehatan yang ada).

9 Keluarga sebagai salah satu aspek terpenting terhadap kesehatan anggota kelompoknya juga sebagai pemberi asuhan keperawtan pada unit keluarga. Friedman (2010) menguraikan alasan keluarga sebagai unit pemberi asuhan keperawatan. 1) Keluarga adalah unit utama dari masyarakat dan merupakan lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya dengan keluarga sangat menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga/unit layanan perlu diperhitungkan. 2) Keluarga sebagai suatu kelompok individu di dalam keluarga dapat menimbulkan, mencegah, mengabaikan atau memperbaiki masalah kesehatan individu di dalam keluarga mulai dari awal sampai akhir akan dipengaruhi oleh keluarga. Keluarga mempunyai peran utama dalam pemeliharaan kesehatan seluruh anggota keluarganya dan bukan individu itu sendiri yang mengusahakan tercapainya tingkat kesehatan yang diinginkannya. 3) Masalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan. penyakit pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh keluarga tersebut. peran anggota keluarga akan mengalami perubahan apabila salah satu anggota keluarganya menderita sakit. Di lain pihak, status kesehatan klien juga sebagian besar ditentukan oleh kondisi keluarganya. 4) Dalam perawatan klien sebagai individu, keluarga berperan sebagai pengambil keputusan. Bukan hanya anggota keluarga inti saja yang mengambil keputusan, anggota keluarga yang jauh juga ikut serta dalam pengambilan keputusan pada keluarga berpenghasilan rendah karena ketidakmampuannya,

10 biasanya penyakit dalam keluarga ditangani sendiri oleh keluarga dengan membeli obat di warung. 5) Keluarga merupakan perantara yang efektif dan efisien untuk berbagai usaha kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa keluarga dalam hal ini tidak dipandang dari jumlah anggotanya, tetapi kesatuannya yang unik dalam menghadapi masalah. Keunikannya terlihat dengan cara berkomunikasi, mengambil keputusan, sikap, nilai, hubungan dengan masyarakat luas dan gaya hidup yang tidak sama antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya Definisi Dukungan Keluarga Anggota kelurga masing-masing memberikan dukungan pada anggota keluarga lainnya dengan cara yang bervariasi dan dukungan itu dapat diberikan dengan arahan yang berbeda-beda (Parker, 2015). Dukungan keluarga menurut Friedman (1998) dalam Pratiwi (2011) merupakan sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Dukungan keluarga bukan sekedar memberikan bantuan, tetapi yang penting adalah bagaimana persepsi si penerima terhadap makna dari bantuan tersebut (Friedman, 2010). Taylor (2006) dalam Fadillah (2013) berpendapat bahwa dukungan keluarga adalah semua bantuan yang diberikan oleh keluarga sehingga memberikan rasa aman secara fisik dan psikologis pada individu yang sedang merasakan tertekan atau stress. Dari beberapa pengertian dukungan keluarga menurut para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa dukungan keluarga

11 adalah semua tindakan berupa sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarga yang bermasalah, baik itu anggota keluarga yang sakit maupun tertekan atau stress. yaitu: Dimensi Dukungan Keluarga Setiadi (2008) menjelaskan bahwa dukungan keluarga terdiri dari 4 dimensi, 1) Dukungan instrumental, yaitu keluarga menerapkan sumber pertolongan praktis dan konkrit diantaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat dan terhindarnya penderita dari kelelahan. Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana, maupun meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan anggota keluarga menyampaikan perasaanya. 2) Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan penyebar informasi yang meliputi pemberian saran, informasi yang bisa digunakan untuk mengungkapkan sebuah masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasihat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. 3) Dukungan penilaian (appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai

12 sumber validator identitas keluarga diantaranya menerima keterbatasan yang dialami salah satu anggota keluarga, memberikan support, penghargaan dan perhatian. 4) Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Dukungan emosional merupakan bentuk dukungan atau bantuan yang dapat memberikan rasa aman, cinta kasih, membangkitkan semangat dan mengurangi putus asa. 2.3 Konsep Penyakit Kronis Pada Lansia Konsep Lansia Definisi Lansia Noorkasiani dan Tamber (2009) berpendapat bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas. Menurut Hawari (2001) dalam Makhfudli dan Efendi (2009) lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis, kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta meningkatkan kepekaan secara individual. Depkes RI (2014) sependapat dengan Noorkasiani dan Tamber (2009) yang menjelaskan bahwa seseorang dikatakan sebagai seorang lansia dengan usia 60 tahun ke atas Berdasarkan defenisi lansia yang dikemukakan oleh para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60

13 tahun ke atas yang ditandai oleh penurunan daya kemampuan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis Klasifikasi Lansia Klasifikasi lansia dalam Dewi (2014) berdasarkan WHO yaitu Elderly (60-74 tahun), Old (75-89 tahun), Very Old (>90 tahun). Sedangkan menurut Maryam, et al., (2008) ada 5 klasifikasi lansia, yakni: 1) Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara tahun. 2) Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3) Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003). 4) Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa (Depkes RI, 2003). 5) Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003) Perubahan Perubahan yang Terjadi pada Lansia Lansia pada umumnya mengalami perubahan secara fisiologis, perubahan kognitif, dan perubahan psikososial (Potter & Perry, 2005). Perubahan secara fisiologis yaitu kulit kehilangan kelenturan dan kelembapan pada lansia yang menyebabkan keriput pada kulit lansia, ketajaman penglihatan lansia menurun, penurunan fungsi pendengaran, penurunan massa dan tonus otot, peningkatan

14 jumlah jaringan lemak pada tubuh dan abdomen yang mengakibatkan penurunan peristaltik, perubahan hormonal dan siklus tidur memendek. Perubahan secara kognitif meliputi demensia yang mengakibatkan penurunan fungsi intelektual, perubahan kepribadian, dan kerusakan penilaian. Delirium yang terjadi pada lansia berupa kurang perhatian, ilusi, halusinasi, kadang kadang bicara inkoheren gangguan siklus tidur bangun, dan disorientasi. Perubahan yang terjadi pada lansia selanjutnya adalah perubahan psikososial yang meliputi pensiun, isolasi sosial yang terdiri dari isolasi sikap yang terjadi karena nilai pribadi atau budaya dan isolasi penampilan seperti citra tubuh, higiene, tanda penyakit yang terlihat dan kehilangan fungsi. Tempat tinggal dan lingkungan dimana terjadi perubahan pada peran sosial, tanggung jawab keluarga, dan status kesehatan mempengaruhi rencana kehidupan lansia (Potter & Perry, 2005). Peneliti menyimpulkan bahwa perubahan perubahan yang terjadi pada lansia membuat lansia harus menyesuaikan diri terhadap penurunan fungsi baik secara fisiologis, kognitif, dan psikososial dengan menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup Penyakit pada Lansia The National Old People s Welfare Council di inggris (Nugroho, 2008), penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia ada 12 macam, yaitu depresi mental, gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan, gangguan pada koksa/sendi panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan, ansietas, dekompensasi kordis, diabetes melitus, osteomalasia, hipertiroidisme dan gangguan defekasi, sedangkan penyakit lansia di Indonesia

15 meliputi penyakit sistem pernapasan, penyakit kardiovaskular dan pembuluh darah, penyakit pencernaan makanan, penyakit sistem urogenital, penyakit gangguan metabolik/endokrin, penyakit pada persendian dan tulang serta penyakit yang disebabkan oleh keganasan. Menurut Potter dan Perry (2005) hampir 80% lansia dengan usia 65 tahun ke atas mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan. Potter dan perry membagi masalah kesehatan lansia menjadi dua yaitu masalah kesehatan fisiologis dan masalah kesehatan psikososial. Masalah kesehatan fisiologis terdiri dari masalah kardiovaskular (hipertensi, angina pektoris, infark miokard, dan cedera serebrovaskular), kanker, arthritis, kerusakan sensori, masalah gigi, dan penyakit paru obstruktif menahun. Masalah psikososial pada lansia yang biasanya terjadi karena transisi peran pada lingkungan sosial, kehilangan, perubahan pada fisiologis dan kematian. Penyebab kematian yang biasa terjadi pada lansia adalah penyakit jantung, neoplasma maligna, penyakit serebrovaskular, dan penyakit paru obstruksi menahun (Potter & Perry, 2005) Konsep Penyakit Kronis Definisi Penyakit Kronis Penyakit kronis didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan dengan kumpulan beberapa gejala atau ketidakmampuan yang terjadi selama 3 bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2009). Menurut US Department of Health and Human Services (2010, dalam Goodman 2013) penyakit kronis adalah suatu

16 kondisi yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang berlanjut yang terjadi lebih dari 1 tahun yang berdampak pada keterbatasan dalam aktivitas sehari-hari. Sedangkan menurut WHO (2014) penyakit kronis memiliki onset yang secara umum bertahap dan sering tersembunyi, disebabkan oleh banyak faktor dengan perubahan yang terjadi sewaktu-waktu, masalah kesehatan dengan jangka waktu yang lama seperti diabetes, penyakit jantung, mental yang progresif dan gangguan neurologi, gangguan muskuloskeletal, dan penyakit keganasan lainnya. Dari beberapa definisi penyakit kronis tersebut peneliti dapat menyimpulkan bahwa penyakit kronis adalah suatu kondisi penyakit yang lebih dari 3 bulan, membutuhkan perawatan dan pengobatan secara berlanjut, onset yang pada umumnya bertahap dan tersembunyi Fase-Fase Penyakit Kronis Menurut Corbin dan Cherry (1997, dalam Smeltzer & Bare, 2009) penyakit kronis terdiri dari 9 fase, yakni: 1) Fase pre trajectory. Individu berisiko terhadap penyakit kronis karena faktorfaktor genetic atau perilaku yang meningkatkan ketahanan seseorang terhadap penyakit kronis. 2) Fase trajectory. Adanya gejala-gejala yang berkaitan dengan penyakit kronis. Fase ini sering tidak jelas karena gejala sedang dievaluasi dan pemeriksaan diagnostic sedang dilakukan. 3) Fase stabil. Ketika gejala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol.

17 4) Fase tidak stabil. Adanya ketidakstabilan dari penyakit kronis, kekambuhan gejala-gejala dari penyakit-penyakit. 5) Fase Akut. Ditandai dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau komplikasi yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk menanganinya. 6) Fase krisis. Ditandai dengan situasi krisis atau mengancam jiwa yang membutuhkan pengobatan dan perawatan kedaruratan. 7) Fase pulih. Pulih kembali pada cara hidup yang diterima pada batasan yang dibebani oleh penyakit kronis. 8) Fase penurunan. Terjadi ketika perjalanan penyakit berkembang dan disertai dengan peningkatan ketidakmampuan dan kesulitan dalam mengatasi gejalagejala. 9) Fase kematian. Ditandai dengan penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan penghentian hubungan individual. 2.4 Desain Korelasi Peneliti menggunakan desain korelasi untuk menguji hubungan variabelvariabel. Korelasi adalah sebuah hubungan atau gabungan antara dua variabel, yang cenderung pada variasi satu variabel dihubungkan dengan variasi yang lain (Polit & Beck, 2012). Menurut Ludico et al., (2006), suatu penelitian dengan dua variabel dikatakan berhubungan ketika adanya gabungan antara variabel-variabel yang berbeda jumlah atau level dari satu variabel dengan variabel yang berbeda jumlah atau level dari variabel lain secara sistematik.

18 Suatu penelitian dengan menggunakan desain korelasi harus mempertimbangkan apakah ada hubungan antara variabel-variabel yang digunakan, apa petunjuk hubungan dari variabel-variabel, seberapa kuat hubungan antara variabel-variabel dan apa yang mendasari hubungan antara variabelvariabel tersebut (Polit & Beck, 2012). Desain nonexperiment korelasi meiliki kelebihan yang memuaskan, tetapi desain ini juga memiliki beberapa kekurangan. Kelemahan dari desain korelasi adalah pada interpretasi atau tafsiran dari hasil desain korelasi yang dipertimbangkan untuk sementara, terutama jika penelitian tidak memiliki dasar secara teoritis dan jika penelitian menggunakan desain crosssectional, sedangkan kelebihan desain korelasi yaitu pada masalah pengumpulan data dalam jumlah besar yang sering efesien, penelitian korelasi akan tepat bila dilanjutkan pada penelitian dalam bidang keperawatan karena banyak masalahmasalah yang menarik yang tidak dapat dilakukan untuk suatu percobaan atau eksperimen (Polit & Beck, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson

BAB 1 PENDAHULUAN. pengobatan dan peralatan (Busse, Blumel, Krensen & Zentner, 2010).Robertson ` BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kronis adalah penyebab dari kesakitan dan kematian yang membutuhkan jangka waktu lama dan respon yang kompleks, jarang sembuh total, serta berkoordinasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan

BAB I PENDAHULUAN. aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek psikologis, biologis, fisiologis, kognitif, sosial, dan spiritual yang akan menjadikan lansia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1. Karakteristik Pemenuhan Kebutuhan Spiritualitas 1.1 Definisi Spiritualitas 1.2 Karakteristik Spiritualitas 1.3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk terjadi secara global, tidak terkecuali di Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut usia (lansia), yakni

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar belakang. Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker, diabetes melitus, cedera dan penyakit paru obstruktif kronik serta penyakit kronik lainnya merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur

BAB I PENDAHULUAN. Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Dimana pada usia lanjut tubuh akan mencapai titik perkembangan yang maksimal, setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami

BAB I PENDAHULUAN. secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia atau lanjut usia adalah tahap akhir dari proses penuaan. Pada tahap ini biasanya individu tersebut sudah mengalami kemunduran fungsi fisiologis organ tubuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan individu yang berada pada tahapan dewasa akhir yang usianya dimulai dari 60 tahun keatas. Setiap individu mengalami proses penuaan terlihat dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Operasi merupakan penyembuhan penyakit dengan jalan memotong dan mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi, dirawat inap dan jenis operasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi layanan kesehatan telah lama dibicarakan, baik di Negara maju maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan yang semakin responsiv

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stroke 2.1.1 Defenisi Stroke Stroke adalah berhentinya pasokan darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan gangguan pada fungsi otak (Smeltzer dan Bare, 2002). Kurangnya aliran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia (Lansia) 2.1.1 Definisi Lanjut usia merupakan proses dari tumbuh kembang yang akan dijalami setiap individu, yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, peraikan lingkungan hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1999), masa dewasa awal dimulai pada umur 18 40 tahun, saat perubahan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Keluarga 2.1.1. Defenisi Keluarga Banyak ahli yang mendefenisiskan tentang keluarga berdasarkan perkembangan sosial di masyarakat. Hal ini bergantung pada orientasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan Paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasie

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perawatan Paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasie BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan Paliatif adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasie n dan keluarga dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Ginjal Kronik yang selanjutnya disebut CKD (chronic kidney disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi penderita akan meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dampak kemajuan dari ilmu teknologi dan ilmu pengetahuan, terutama dibidang kesehatan, temasuk penemuan obat-obatan seperti antibiotik yang mampu melenyapkan berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia merupakan suatu proses alami yang di tentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu anugerah. Menjadi tua, dengan segenap keterbatasannya akan dialami oleh seseorang bila berumur panjang. Di Indonesia istilah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), lanjut usia (lansia) adalah orang berusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proporsi penduduk pada usia 60 tahun keatas di negara berkembang diperkirakan meningkat menjadi 20% antara tahun 2015-2050. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

Asuhan Kebidanan Komunitas I. Mata Kuliah DODIET ADITYA SETYAWAN NIP

Asuhan Kebidanan Komunitas I. Mata Kuliah DODIET ADITYA SETYAWAN NIP Pertemuan I KONSEP DASAR KELUARGA Oleh : DODIET ADITYA SETYAWAN NIP. 197401121998031002 Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas I Program Studi Diploma IV Kebidanan Komunitas Jurusan Kebidanan Poltekkes

Lebih terperinci

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan

populasi yang rentan atau vulnerable sebagai akibat terpajan risiko atau akibat buruk dari masalah kesehatan dari keseluruhan populasi (Stanhope dan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati. Dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Berdasarkan data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan skizofrenia. Dari seluruh skizofrenia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada masa globalisasi saat ini dengan kehidupan modern yang semakin kompleks, manusia cenderung akan mengalami stress apabila ia tidak mampu mengadaptasikan keinginan-keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran

BAB I PENDAHULUAN. Lansia yang berhenti bekerja, umumnya menderita post power. syndrome, kehilangan kepercayaan diri karena berkurangnya peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nugroho (2006) menjelaskan bahwa menua atau menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Kemunduran fisik yang di alami saat

Lebih terperinci

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan aset yang paling berharga bagi manusia, karena dengan sehat manusia bisa terus menjalankan aktivitas kehidupan tanpa mengalami masalah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. timbulnya berbagai penyakit. Salah satu penyakit yang dapat terjadi yaitu diabetes 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup yang tidak sehat dapat mempengaruhi kesehatan individu. Kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan kurangnya olahraga telah menjadi pola hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain

BAB II TINJAUAN TEORI. (dalam Setiadi, 2008).Menurut Friedman (2010) keluarga adalah. yang mana antara yang satu dengan yang lain BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Keluarga 2.1.1 Pengertian Menurut UU No.10 tahun 1992 keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dan

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara-negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia adalah masa dimana seseorang mengalami masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lanjut usia adalah masa dimana seseorang mengalami masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah masa dimana seseorang mengalami masa penyesuaian diri atas berkurangnya kekuatan dan kesehatan, dan penyesuaian diri dengan peran peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. umur harapan hidup tahun (Nugroho, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya usia harapan hidup hampir di seluruh negara di dunia menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) dan terjadi transisi demografi ke arah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan di negara maju dan negara berkembang, maka bertambahlah usia harapan hidup penduduk negara tersebut. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsiko-sosio-spiritual-kultural.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsiko-sosio-spiritual-kultural. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi biopsiko-sosio-spiritual-kultural. Ini menjadi prinsip keperawatan bahwa asuhan keperawatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap lansia (

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu juga mulai terlihat hilangnya bentuk-bentuk dukungan keluarga terhadap lansia ( BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan telah meningkatkan kesejahteraan sosial dan derajat kesehatan masyarakat, yang dampak positifnya adalah meningkatkan taraf hidup masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orang tua merupakan sosok yang paling terdekat dengan anak. Baik Ibu maupun Ayah memiliki hak yang sama dalam merawat dan membesarkan anak. Membesarkan anak bukanlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dukungan Suami 1. Pengertian Dukungan Suami Dukungan adalah menyediakan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Dukungan juga dapat diartikan sebagai memberikan dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang berusia 60 tahun (Badan Pusat Statistik, 2015). Menurut WHO BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Lansia merupakan suatu proses alami yang di tentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang akan mengalami proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang

Lebih terperinci

GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015

GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015 GAMBARAN KONSEP DIRI PASIEN POST OP FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUANG RAWAT INAP TAHUN 2015 Daniel¹ Warjiman² Siti Munawaroh³ Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Suaka Insan aniel.green8@gmail.com, warjiman99@gmail.com,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin

BAB V PEMBAHASAN. a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Univariat 1. Karakteristik responden a. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Responden dalam penelitian ini adalah pasien LBP yang sebagian besar berjenis kelamin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem fisiologis dan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menua 2.1.1 Definisi Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang rentan dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis

Lebih terperinci

Asuhan Kebidanan Komunitas I. Mata Kuliah DODIET ADITYA SETYAWAN NIP

Asuhan Kebidanan Komunitas I. Mata Kuliah DODIET ADITYA SETYAWAN NIP Pertemuan II KONSEP DASAR KELUARGA Oleh : DODIET ADITYA SETYAWAN NIP. 197401121998031002 Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Komunitas I Program Studi Diploma IV Kebidanan Komunitas Jurusan Kebidanan Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang utama dan merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di Negara-negara maju, modern dan industri. Keempat masalah kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh jajaran lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan jiwa adalah suatu keadaan dengan adanya gejala klinis yang bermakna berupa sindrom pola perilaku dan pola psikologik, yang berkaitan dengan adanya distress

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Bp. J DENGAN GANGGUAN KONSEP DIRI: HARGA DIRI RENDAH DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapat Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.

Lebih terperinci

Metodologi Asuhan Keperawatan

Metodologi Asuhan Keperawatan Metodologi Asuhan Keperawatan A. Pendahuluan Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Aktualisasi Diri Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Aktualisasi Diri Anak Usia Prasekolah 1. Pengertian Faktor internal : Perasaan Kebutuhan ragu dan takut dasar mengungkapkan manusia menurut potensi Maslow diriyaitu : Ketidaktahuan Fisiologis potensi Dukungan diri. informasional Faktor Eksternal Rasa aman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. resistensi insulin, serta adanya komplikasi yang bersifat akut dan kronik (Bustan,

BAB I PENDAHULUAN. resistensi insulin, serta adanya komplikasi yang bersifat akut dan kronik (Bustan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam dunia kesehatan penyakit diabetes melitus termasuk penyakit yang tidak menular, namun merupakan salah satu penyakit degeneratif yang bersifat kronis. Diabetes

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah

I. PENDAHULUAN. (Nugroho, 2008). Lanjut usia bukanlah suatu penyakit. Lanjut usia adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia (lansia) merupakan suatu keadaan atau proses alamiah yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Memasuki usia tua terjadi banyak perubahan baik itu perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari

BAB I PENDAHULUAN. (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mulai masuk ke dalam kelompok negara berstruktur tua (ageing population). Adanya ageing population merupakan cerminan dari semakin tingginya usia rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh (Nugroho, 2007). Semakin bertambahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam ruang lingkup ilmu penyakit dalam, depresi masih sering terlupakan, padahal kasusnya cukup banyak ditemukan, hal ini terjadi karena seringkali pasien depresi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Halusinasi 2.1.1 Pengertian Halusinasi Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN STROKE DALAM MENJALANI REHABILITASI STROKE DI RSUD BENDAN PEKALONGAN TAHUN 2013

STUDI DESKRIPTIF DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN STROKE DALAM MENJALANI REHABILITASI STROKE DI RSUD BENDAN PEKALONGAN TAHUN 2013 STUDI DESKRIPTIF DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN STROKE DALAM MENJALANI REHABILITASI STROKE DI RSUD BENDAN PEKALONGAN TAHUN 2013 Oleh : Basuki dan Urip Haryanto Abstrak Stroke dapat mengenai semua usia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membedakan menjadi dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia

BAB I PENDAHULUAN. membedakan menjadi dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia adalah seseorang yang mengalami usia lanjut. Para ahli membedakan menjadi dua macam usia, yaitu usia kronologis dan usia biologis (Nawawi, 2009). Pada lansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gagal ginjal merupakan suatu kondisi dimana fungsi ginjal mengalami penurunan, sehingga tidak mampu lagi untuk melakukan filtrasi sisa metabolisme tubuh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup penduduk

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA SUPPORT SYSTEM KELUARGA DENGAN KEPATUHAN BEROBAT KLIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang tumbuh dan berkembang sehat sebagaimana anak pada umumnya memiliki kecerdasan, perilaku yang baik, serta dapat bersosialisasi dengan orang lain dan kelak

Lebih terperinci

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F

Disusun Oleh : SARI INDAH ASTUTI F HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA PENDERITA PASCA STROKE DI RSUD UNDATA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ialah melihat usia harapan hidup penduduknya. Dari tahun ke tahun usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ialah melihat usia harapan hidup penduduknya. Dari tahun ke tahun usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi ikut berkontribusi secara bermakna dalam dunia kesehatan. Salah satu tolok ukur kemajuan suatu bangsa ialah melihat usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia (Departemen Kesehatan [Depkes], 2008). Jumlah lansia

BAB I PENDAHULUAN. penduduk lanjut usia (Departemen Kesehatan [Depkes], 2008). Jumlah lansia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan angka harapan hidup terjadi sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara. Meningkatnya angka harapan hidup tersebut menimbulkan salah

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN KONDISI FISIK DENGAN TINGKAT STRES PADA LANSIA DI DUSUN JIMUS DESA PULE KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN ABSTRACT

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN KONDISI FISIK DENGAN TINGKAT STRES PADA LANSIA DI DUSUN JIMUS DESA PULE KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN ABSTRACT HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DAN KONDISI FISIK DENGAN TINGKAT STRES PADA LANSIA DI DUSUN JIMUS DESA PULE KECAMATAN MODO KABUPATEN LAMONGAN Abdul Rokhman*, Edi Tulus Tiono** Dosen Prodi S1 Keperawatan STIKES

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki visi menciptakan masyarakat yang mempunyai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat sehingga tercapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta

BAB 1 PENDAHULUAN. Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sakit kritis adalah kejadian tiba-tiba dan tidak diharapkan serta membahayakan hidup bagi pasien dan keluarga yang mengancam keadaan stabil dari ekuibrium internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diselenggarakan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Hidup. individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Hidup 1. Pengertian Menurut WHOQOL Group (1997) kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai posisi individu dalam hidup, konteks budaya dan sistem nilai dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. usia tua di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan usia harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Lanjut usia di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, ini disebabkan karena meningkatnya usia harapan hidup. Pada tahun 1980 usia harapan hidup di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health

BAB I PENDAHULUAN. mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health Organization [WHO], 2011). DM termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO), masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang sangat serius. WHO (2001) menyatakan, paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi

BAB I PENDAHULUAN. serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingginya beban ekonomi, makin lebarnya kesenjangan sosial, serta ketidakpastian situasi sosial politik membuat gangguan jiwa menjadi suatu hal yang mengancam bagi setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu yang lama tanpa gejala. Rheumatoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi ini teknologi berkembang semakin pesat, begitu pula dengan teknologi dibidang kesehatan. Selain itu, juga kebutuhan akan kesehatan pada masyarakat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI

HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI HUBUNGAN ANTARA GAYA HIDUP DENGAN TINGKAT KETERGANTUNGAN DALAM AKTIVITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI LANSIA DI KELURAHAN KOPEN TERAS BOYOLALI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 10,67 juta orang (8,61 % dari seluruh penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Orang lanjut usia adalah sebutan bagi mereka yang telah memasuki usia 60 tahun keatas. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif diberbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. No.13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia dinyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembagunan kesehatan di Indonesia diarahkan pada peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat termaksud usia lanjut. Berdasarkan undang-undang No.13 tahun 1998

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014

PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 PENGARUH TERAPI OKUPASIONAL TERHADAP PENURUNAN TINGKAT DEPRESI LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2014 1* Gumarang Malau, 2 Johannes 1 Akademi Keperawatan Prima Jambi 2 STIKes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia merupakan suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa dekade. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahterahaan lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan individu. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan yang terkadang dialami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan

BAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik melalui indra penglihatan,

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci