MODEL MITIGASI EMISI CO2 DI KABUPATEN BEKASI BERDASARKAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM RIZKI AYU GAYATRI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODEL MITIGASI EMISI CO2 DI KABUPATEN BEKASI BERDASARKAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM RIZKI AYU GAYATRI"

Transkripsi

1 MODEL MITIGASI EMISI CO2 DI KABUPATEN BEKASI BERDASARKAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM RIZKI AYU GAYATRI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Model Mitigasi Emisi CO2 di Kabupaten Bekasi Berdasarkan Pendekatan Dinamika Sistem adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2017 Rizki Ayu Gayatri NIM E

4 ABSTRAK RIZKI AYU GAYATRI. Model Mitigasi Emisi CO2 di Kabupaten Bekasi Berdasarkan Pendekatan Dinamika Sistem. Dibimbing oleh HERRY PURNOMO Salah satu pemicu pemanasan global adalah meningkatnya gas efek rumah kaca (GRK) yang mayoritas disebabkan oleh aktivitas manusia. Penetapan Kabupaten Bekasi sebagai kawasan industri mengakibatkan melonjaknya pertumbuhan penduduk di daerah ini sehingga akan berdampak pada meningkatnya aktivitas dan kebutuhan penduduk yang dapat memicu peningkatan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya emisi yang dihasilkan dari transportasi, energi listrik, limbah rumah tangga dan peternakan serta serapan CO2 di Kabupaten Bekasi dan mengetahui upaya alternatif mitigasi pengurangan emisi CO2 yang dapat dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan membuat model simulasi melalui pendekatan dinamika sistem. Skenario mitigasi emisi CO2 dilakukan dengan diversifikasi bahan bakar, pengolahan limbah sampah dan peternakan serta penanaman. Hasil penelitian ini menunjukkan besarnya emisi CO2 di Kabupaten Bekasi pada tahun 2014 sebesar ton CO2 dan meningkat sebesar ton CO2 sampai tahun Emisi terbesar dihasilkan dari pemakaian energi listrik terutama oleh sektor indutri. Penerapan skenario mitigasi dapat menurunkan emisi CO2 sebesar ton CO2 pada tahun Kata kunci: emisi CO2, Kabupaten Bekasi, mitigasi, pendekatan dinamika sistem. ABSTRACT RIZKI AYU GAYATRI. Model Mitigation of CO2 Emission in Bekasi Regency Based on System Dynamic Apporoach. Supervised by HERRY PURNOMO. One of global warming triggers is the increased greenhouse effect gases (GHG) mostly caused by human activity. Bekasi Regency determination as industrial areas lead to spiralling population growth in this area so that will have an impact on the increased activity and population needs that can trigger an increase in CO2 emissions in Bekasi Regency. This study aims to determine the magnitude of the emissions resulted by the transportations, electricities, households waste, livestocks and CO2 uptake in Bekasi Regency and determine alternatives mitigation efforts to reduce emissions of CO2 that can be done. The research was conducted by making a simulation model through a system dynamics approach. Mitigation of CO2 emissions scenarios was performed by diversification of fuels, garbages and livestocks waste treatment and planting. The results of this study indicated the magnitude of CO2 emissions in Bekasi in 2014 was tonnes of CO2 and increased up to tonnes of CO2 by The largest emissions resulted by electrical energy consumption, especially by the industrial sector. The Implementation of mitigation scenarios could reduce carbon dioxide emissions by tonnes of CO2 in Keyword: CO2 emission, Bekasi regency, mitigation, system dynamics approach.

5 MODEL MITIGASI EMISI CO2 DI KABUPATEN BEKASI BERDASARKAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM RIZKI AYU GAYATRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

6

7

8 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah emisi karbondioksida, dengan judul skripsi Model Mitigasi Emisi CO2 di Kabupaten Bekasi Berdasarkan Pendekatan Dinamika Sistem. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir. Herry Purnomo, M. Comp selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberi saran kepada penulis dari awal sampai akhir penelitian ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu selama pengumpulan data dan penyusunan skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah Muhidin dan ibu Uminih, Maulana Ma arief, Husen Alfaridzi serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga besar Departemen Manajemen Hutan, Fahutan 49, Manajemen Hutan 49, serta semua sahabat yang telah memberikan semangat, motivasi, doa dan dukungannya selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2017 Rizki Ayu Gayatri

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 Alat dan Bahan 3 Prosedur Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Identifikasi isu, tujuan, dan batasan 6 Konseptualisasi Model 6 Spesifikasi Model 7 Evaluasi Model 16 Penggunaan Model 18 SIMPULAN DAN SARAN 26 Simpulan 26 Saran 26 DAFTAR PUSTAKA 26 LAMPIRAN 29

10 DAFTAR TABEL 1 Luas area dan daya serap tutupan lahan di Kabupaten Bekasi 8 2 Spesifikasi submodel transportasi dan jumlah kendaraan tahun Jenis pelanggan dan jumlah pemakaian listrik tahun Populasi ternak tahun 2014 dan faktor emisi fermentasi enterik 13 dan manajemen kotoran 5 Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi 15 6 Hubungan antara jumlah penduduk, jumlah sampah, dan emisi sampah 17 7 Perbandingan hasil simulasi emisi respirasi Kabupaten Bekasi 17 dengan Kota Medan 8 Perbandingan hasil simulasi emisi bahan bakar Kabupaten Bekasi 18 dengan Kota Medan 9 Perbandingan emisi peternakan hasil simulasi dengan penelitian lain Sisa emisi dan jumlah reduksi emisi CO2 dari skenario 24 DAFTAR GAMBAR 1 Peta administrasi Kabupaten Bekasi 3 2 Konsep model dinamika sistem yang dikembangkan 6 3 Tutupan lahan di Kabupaten Bekasi tahun 2003,2009,dan Submodel serapan CO2 9 5 Hasil simulasi serapan CO2 tutupan lahan 10 6 Submodel emisi CO2 dari kendaraan 10 7 Hasil simulasi emisi CO2 kendaraan 11 8 Submodel emisi CO2 dari pemakaian listrik 12 9 Hasil simulasi emisi CO2 pemakaian listrik Submodel emisi CO2 dari peternakan Hasil simulasi emisi CO2 dari peternakan Submodel emisi CO2 manusia Hasil simulasi emisi CO2 manusia Model CO2 Kabupaten Bekasi Hasil simulasi model CO2 Kabupaten Bekasi Perbandingan emisi dan serapan CO2 kondisi BAU Hasil simulasi skenario pada emisi kendaraan Hasil simulasi skenario pada emisi listrik Hasil simulasi skenario pengolah sampah Hasil simulasi skenario emisi peternakan Hasil simulasi skenario penanaman Perbandingan emisi CO2 BAU dengan skenario 24 DAFTAR LAMPIRAN 1. Persamaan Model 29

11 2. Matriks perubahan tutupan lahan tahun (dalam ha) Matriks perubahan tutupan lahan tahun Hasil simulasi model awal emisi CO Hasil simulasi skenario 1 sampai 4 36

12

13 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan iklim akibat pemanasan global telah berlangsung saat ini dan dampaknya menjadi ancaman yang nyata bagi dunia terutama keberlangsungan makhluk hidup. Pemanasan global merupakan peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi. Salah satu pemicu terjadinya pemanasan global adalah peningkatan gas rumah kaca (GRK) berupa karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitrogen dioksida (NO2). Gas CO2 berpengaruh besar pada efek gas rumah kaca, konsentrasinya sebesar 35% dari total GRK yang ada. Sumber peningkatan gas CO2 dapat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil yang sering digunakan pada sektor transportasi, industri, dan listrik. Hasil perhitungan emisi Indonesia menurut Kementerian Lingkungan Hidup menjelaskan tingkat emisi gas rumah kaca di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 1.72 Gt CO2eq dan akan meningkat menjadi 2.95 Gt CO2eq pada tahun Bukti-bukti baru yang kuat mengatakan bahwa mayoritas pemanasan bumi yang diobservasi selama 50 tahun terakhir disebabkan oleh aktivitas manusia (IPCC 2007). Bekasi sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta berpotensi sebagai kawasan pengimbang Ibukota Jakarta, namun dengan ini juga menjadikan Bekasi sebagai wilayah tujuan perpindahan penduduk dari kota. Luas wilayah Kabupaten Bekasi yaitu ha dengan jumlah penduduk terhitung jiwa pada tahun 2013 (BPS 2014). Laju pertumbuhan penduduk akan memengaruhi peningkatan aktivitas dan kebutuhan penduduk. Hal ini dapat memicu laju peningkatan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi, sehingga perlu adanya upaya mitigasi emisi CO2. Upaya mitigasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan kapasitas serapan karbon dan pengurangan emisi CO2 ke atmosfer yang berpotensi menipiskan ozon dan berdampak pada kualitas udara bersih. Perencanaan mitigasi emisi CO2 dapat dilakukan dengan pendekatan dinamika sistem. Pendekatan dinamika sistem merupakan metoda atau teknik analisis yang dapat menggambarkan hubungan saling keterkaitan diantara komponen-komponen dan melihat dinamika yang terjadi sebagai dampak dari adanya hubungan saling keterkaitan diantara masing-masing komponen yang ada. Perumusan Masalah Bertambahnya laju pertumbuhan penduduk akan berpengaruh pada aktivitas dan kebutuhan penduduk terutama dalam transportasi, industri, energi, perumahan, pertanian, peternakan, dll. Selain itu semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja maka diperlukan pula daya serap tenaga kerja yang tinggi. Secara proporsional sektor industri memegang peranan besar dalam menyerap tenaga kerja. Pembangunan sektor industri di wilayah Ibukota sudah tidak memungkinkan lagi dilakukan karena terbatasnya lahan sehingga pengembangan sektor industri dilakukan pada wilayah sekitar Jakarta seperti Bekasi, Tanggerang, Cilegon, dan lain - lain. Hal ini didukung dengan dikeluarkannya Perda Provinsi Jawa Barat

14 2 No.13/1998, yang menetapkan Kabupaten Bekasi menjadi zona industri dan kawasan industri. Pembangunan tidak terlepas dari perekonomian di suatu wilayah tersebut. Pembangunan yang tidak terkontrol akan berdampak negatif terhadap lingkungan hidup. Oleh karena itu, peningkatan emisi dapat disebabkan oleh proses pembangunan dan peningkatan penggunaan energi berbahan bakar fosil. Pemerintah Kabupaten Bekasi telah berupaya dalam mengimbangi pembangunan di Kabupaten Bekasi dengan menetapkan luas kawasan ruang terbuka hijau paling sedikit 30% dari luas kawasan kota/kabupaten yang terdiri atas 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% ruang terbuka hijau privat Sesuai dengan Perda Tata Ruang Kabupaten Bekasi Pasal 23 ayat (5) Peraturan Daerah Kabupaten Bekasi Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bekasi tahun Namun, perkembangan luas RTH Kabupaten Bekasi selama periode tahun mencapai m2/ ha (11.87%) dari luas wilayah Kabupaten Bekasi ha (Bappeda 2015). Perkembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada dirasa belum cukup untuk mereduksi peningkatan emisi CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas dan kebutuhan penduduk Kabupaten Bekasi. Sehingga diperlukan upaya dalam menangani kondisi tersebut. Perhitungan emisi CO2 diperlukan untuk mengetahui sektor apa saja yang berpengaruh besar dalam menghasilkan emisi CO2. Selain adaptasi terhadap perubahan iklim, mitigasi emisi CO2 juga penting dilakukan untuk merencanakan pengurangan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi yang dapat dilakukan melalui pendekatan dinamika sistem. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Mengetahui dan membuat model simulasi emisi CO2 yang dihasilkan dari transportasi, energi listrik, peternakan, dan aktivitas manusia serta mengetahui perbandingannya dengan potensi daya serapan karbon berdasarkan tutupan lahan yang ada di Kabupaten Bekasi. 2. Mengetahui dan membuat skenario mitigasi penurunan emisi CO2. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi besarnya emisi CO2 di Kabupaten Bekasi dan memberikan gambaran alternatif mitigasi penurunan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan pembangunan yang berkelanjutan.

15 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan November 2016 dengan objek penelitian adalah Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Peta administrasi Kabupaten Bekasi Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kalkulator, seperangkat komputer/laptop serta perangkat lunak (Software) berupa programprogram komputer dalam mengolah data yaitu Stella 9.0.2, Vensim ple x32, Arc map 10.1, Microsoft Office Word dan Microsoft Office Excel. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data tersebut adalah sebagai berikut : 1. Data perubahan tutupan lahan Kabupaten Bekasi yang bersumber dari Badan Planologi Kementerian Kehutanan 2. Data jumlah penduduk Kabupaten bekasi yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) 3. Data jumlah kendaraan darat yang bersumber dari Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) Kabupaten Bekasi

16 4 4. Data pemakaian energi listrik yang bersumber dari PT PLN APJ Bekasi 5. Data jumlah ternak dan unggas yang bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) 6. Hasil penelitian penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan acuan sebagai berikut : a. Cadangan karbon setiap jenis tutupan lahan b. Konsumsi energi setiap jenis kendaraan c. Nilai kalor bahan bakar d. Faktor emisi CO2 bahan bakar e. Faktor emisi CO2 pemakaian listrik f. Faktor emisi CH4 fermentasi enterik dan manajamen kotoran setiap jenis ternak g. Faktor emisi CO2 sampah dan respirasi manusia Pendekatan Dinamika Sistem Prosedur Analisis Data Pendekatan sistem dipakai untuk mengintegrasikan ragam pengetahuan yang didapat dari beragam metode untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dan dinamis (Purnomo 2012). Pendekatan sistem dapat didefinisikan sebagai suatu metode dalam mengorganisasi, memberikan prosedur yang efisien untuk representasi, merencanakan, dan menganalisis suatu sistem yang kompleks dan dinamik. Metode pendekatan sistem berhubungan erat dengan pertanyaanpertanyaan tentang tendensi-tendensi dinamika sistem yang kompleks, yaitu polapola tingkah laku yang diakibatkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu (Mukti et al 2014). Sistem adalah sesuatu yang terdapat di dunia nyata (real word). Oleh karena itu, pemodelan adalah kegiatan membawa sebuah dunia nyata kedalam dunia tak nyata tanpa kehilangan sifat-sifat utamanya. Analisis sistem berguna untuk mendekati permasalahan yang kompleks. Analisis sistem mensyaratkan adanya dasar pemahaman terhadap sistem tersebut baik sedikit atau banyak sehingga diperlukan kemampuan untuk memahami fenomena daripada jumlah data yang tersedia (Purnomo 2012). Dinamika sistem adalah studi mengenai perubahan sistem menurut waktu dengan memerhatikan faktor umpan balik. Dinamika sistem lebih sesuai untuk simulasi-simulasi yang komponen utamanya adalah permasalahan biofisik karena akar dari dinamika sistem merupakan persamaan-persamaan diferensial yang sesuai dengan laju perubahan komponen-komponen biofisik. Persamaan tersebut direpresentasikan sebagai stok (stock) dan aliran (flow) yang merupakan pembentuk utama konsep dinamika sistem dengan adanya efek umpan balik (Purnomo 2012). Dalam mempermudah memahami sebuah sistem yang kompleks dan dinamik maka digunakan suatu permodelan. Model merupakan suatu abstraksi atau penyederhanaan dari realita atau objek yang dikaji sehingga dapat menggambarkan struktur dan keterkaitan antara komponen-komponennya serta dapat memberikan gambaran perilaku keseluruhan model sesuai dengan masukan dan tujuan yang diinginkan. Prosedur penelitian mengikuti tahapan dari pemodelan dinamika sistem menurut Purnomo (2012) sebagai berikut :

17 5 1. Identifikasi isu, tujuan, dan batasan Identifikasi isu dilakukan untuk mengetahui dan mendefinisikan permasalahan yang akan dikaji sehingga diketahui manfaat dari pemodelan yang akan dibuat. Setelah isu ditentukan berikutnya adalah menentukan tujuan dari pemodelan Tujuan pemodelan dapat dikatakan capaian yang diinginkan dari pembuatan pemodelan tersebut. Selanjutnya menentukan batasan yaitu ruang lingkup dari model yang dibentuk atau kejelasan dari apa saja yang termasuk dan tidak termasuk dalam pemodelan. 2. Konseptualisasi model Pada tahap ini bertujuan untuk memberikan gambaran keseluruhan sistem yang akan dimodelkan. Tahapan ini dimulai dengan mengidentifikasi semua komponen yang termasuk dalam pemodelan. Hubungan antar komponen digambarkan menggunakan ragam metode berupa diagram sebab-akibat. Konseptualisasi model dibuat menggunakan Vensim ple x Spesifikasi model Perumusan makna dari diagram berupa persamaan numerik yang dapat menggambarkan interaksi antar komponennya. Kemudian dibuat kuantifikasi model dan spesifikasi model dibuat dengan menggunakan software Stella Pendugaan serapan CO2 dari tutupan lahan mengacu pada metode perhitungan IPCC (2006) untuk sektor AFOLU (Agriculture, Forestry and Other Land Use) sebagai berikut : Serapan CO 2 =Luas area i FE i Keterangan : Luas areai = Luas area setiap jenis tutupan lahan (ha) FEi = Faktor emisi setiap jenis tutupan lahan (ton C/ha) i = Jenis tutupan lahan Pendugaan emisi pada sektor transportasi menggunakan rumus IPCC (2006) sebagai berikut : Emisi CO 2 = Konsumsi BB a Faktor emisi a a Konsumsi BB = Konsumsi energi (l) Nilai kalor ( TJ l ) Keterangan : Konsumsi BBa = Konsumsi bahan bakar (TJ) Faktor emisia = Faktor emisi jenis bahan bakar (kg /TJ) a = Jenis bahan bakar Pendugaan emisi pada sektor peternakan menggunakan rumus IPCC (2006) sebagai berikut : CH 4 Fermentasi enterik/manajemen kotoran = N T FE T 10 3 T Keterangan : CH 4 = Emisi CH4 dari fermentasi enterik atau Fermentasi enterik/manajemen kotoran manajemen kotoran ternak (ton CH4/th) = Jumlah setiap jenis ternak (ekor/th) N T

18 6 FE T = Faktor emisi setiap jenis ternak (kg CH4/th) T = Jenis ternak Pendugaan emisi dari pemakaian listrik, sampah, dan respirasi menggunakan rumus IPCC (2006) sebagai berikut : Emisi CO 2 = DA FE Keterangan : DA = Data aktivitas dari sumber emisi (jumlah konsumsi listrik, jumlah sampah, dan jumlah penduduk) FE = Faktor emisi dari spesifik aktivitas sumber emisi (ton per unit dari DA) 4. Evaluasi model Evaluasi model yaitu mengamati kelogisan model dan membandingkan antara perilaku model dengan dunia nyata atau model andal yang serupa. 5. Penggunaan model Membuat skenario-skenario mitigasi dalam upaya menurunkan emisi CO2. HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Isu, Tujuan, dan Batasan Isu utama yang menjadi dasar penelitian ini adalah besaran konsentrasi gas rumah kaca (GRK) berupa karbondioksida (CO2) di Kabupaten Bekasi. Pemodelan yang dibuat bertujuan untuk membangun sebuah model dinamika sistem mengenai jumlah emisi CO2 dan kemampuan penyerapan CO2 di Kabupaten bekasi serta mitigasi yang efisien dalam pengurangan emisi CO2 di Kabupaten Bekasi. Batasan dari model yang dibangun adalah jumlah gas CO2 yang dihitung mencakup wilayah Kabupaten Bekasi. Basic time unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun. Rentang waktu untuk simulasi selama 20 tahun kedepan terhitung dari tahun 2014 hingga Sumber emisi CO2 yang dihitung berasal dari transportasi, peternakan, sampah rumah tangga, respirasi manusia dan energi listrik. Sumber serapan CO2 berdasarkan cadangan karbon tiap tutupan lahan di Kabupaten Bekasi. Pada sektor energi listrik yang termasuk dalam perhitungan emisi CO2 hanya berasal dari kegiatan penggunaan listrik sehingga kegiatan penyediaan energi listrik tidak diperhitungkan. Emisi CO2 dari kendaraan tidak membedakan kendaraan produksi baru dan lama. Konseptualisasi Model Model simulasi yang dibangun terdiri dari satu model utama yaitu model penyerapan emisi CO2 Kabupaten Bekasi dan lima submodel yaitu submodel serapan CO2, submodel emisi transportasi, submodel emisi listrik, submodel emisi peternakan, dan submodel emisi manusia. Setiap model memiliki komponen masing-masing yang dapat mempengaruhi modelnya. Berdasarkan Gambar 2, emisi sampah, respirasi manusia, pemakaian listrik, kendaraan dan peternakan bersifat meningkatkan emisi CO2 sedangkan serapan CO2 bersifat mengurangi emisi CO2.

19 7 Pendugaan serapan CO2 dikembangkan berdasarkan aktivitas perubahan tutupan lahan di Kabupaten Bekasi. Pada kondisi gas CO2 di Kabupaten Bekasi mengalami peningkatan maka akan dilakukan upaya untuk dapat menyeimbangi emisi CO2. Upaya yang dilakukan berupa penanaman yang dapat menambah kemampuan serapan CO2 di Kabupaten Bekasi, upaya pengolahan sampah dan limbah ternak yang dapat mengurangi jumlah sampah dan limbah ternak sehingga berdampak pada pengurangan emisi CO2, dan upaya diversifikasi bahan bakar kendaraan untuk mengurangi emisi kendaraan. Pada submodel emisi transportasi, peningkatan emisi kendaraaan dipengaruhi oleh meningkatnya jumlah kendaraan tiap tahunnya. Pertumbuhan jumlah kendaraan ini sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah penduduk pada daerah tersebut. - Jumlah limbah peternakan + Pengolahan limbah ternak menjadi biogas Jumlah ternak Jumlah emisi peternakan + - Jumlah emisi respirasi + + Jumlah penduduk Penanaman seluas ha Jumlah emisi sampah Jumlah sampah Total Emisi CO2 - Jumlah serapan CO2 tutupan lahan Jumlah emisi kendaraan Jumlah pemakaian listrik + Pengolahan limbah sampah Jumlah kendaraan Jumlah emisi listrik - + Diversifikasi bahan bakar Gambar 2 Konsep model dinamika sistem yang dikembangkan Spesifikasi Model 1. Submodel Serapan CO2 Submodel ini menggambarkan kemampuan serapan CO2 di Kabupaten Bekasi. Serapan CO2 berdasarkan akumulasi dari daya serap setiap jenis tutupan lahan terhadap CO2 di Kabupaten Bekasi. Konversi atom karbon ke senyawa karbondioksida dengan menggunakan perbandingan massa molekul relatif CO2 dan massa atom relatif C yaitu Setiap jenis tutupan lahan memiliki cadangan karbon masing-masing yang termasuk pada Tabel 1.

20 8 Tabel 1 Luas area dan daya serap tutupan lahan di Kabupaten Bekasi No Jenis tutupan lahan Tahun 2003 Luas area (ha) 1 Tahun 2009 Tahun 2014 Laju perubahan luasan (% per tahun) Cadangan karbon (ton C/ha/tahun) 2 1 Awan Perkebunan Permukiman Pertanian lahan kering Sawah Semak/Belukar Tambak Tanah terbuka Tubuh air Total Sumber : 1 Badan Planologi Kementerian Kehutanan; 2 Santosa 2012 dalam Wibowo 2013 Dinamika penggunaan lahan pada submodel ini dikembangkan berdasarkan matriks perubahan tutupan lahan Kabupaten Bekasi tahun dan (Lampiran 2 dan 3). Bentuk matriks ini memberikan informasi jumlah luas perubahan dan bentuk perubahan dari suatu jenis tutupan lahan tertentu menjadi jenis tutupan lahan lainnnya. Selain itu, perubahan tutupan lahan ditunjukan pada Gambar 3. Sumber : : Badan Planologi Kementerian Kehutanan Gambar 3 Tutupan lahan di Kabupaten Bekasi tahun 2003, 2009, dan 2014 Berdasarkan matriks dan Gambar 3 dapat diketahui pada periode tahun 2003 sampai 2009 jenis tutupan lahan yang paling banyak mengalami penurunan adalah jenis tutupan lahan sawah dan pertanian lahan kering sebesar ha dan 450 ha.

21 9 Jenis tutupan lahan semak, tanah terbuka, dan perkebunan mengalami penurunan sebesar 37 ha, 18 ha, dan 5 ha. Sedangkan jenis tutupan lahan permukiman dan tambak mengalami peningkatan sebesar ha dan 295 ha. Jenis tutupan lahan sawah, pertanian lahan kering dan semak paling banyak berubah menjadi permukiman. Selain itu, lahan sawah juga berubah menjadi pertanian lahan kering dan tambak sebesar 181 ha dan 295 ha. Pertanian lahan kering selain berubah menjadi permukiman juga berubah menjadi sawah. Tanah terbuka berubah menjadi sawah sebesar 18 ha. Perubahan jenis tutupan lahan paling banyak terjadi pada lahan sawah menjadi permukiman yaitu 962 ha dan yang paling sedikit terjadi pada lahan perkebunan menjadi sawah sebesar 5 ha. Pada periode tahun 2009 sampai 2014 jenis tutupan lahan yang paling banyak mengalami penurunan adalah jenis tutupan lahan sawah dan pertanian lahan kering sebesar ha dan ha. Jenis tutupan perkebunan dan tanah terbuka mengalami penurunan sebesar 460 ha dan 67 ha. Sedangkan jenis tutupan lahan permukiman dan tambak mengalami peningkatan sebesar ha dan 113 ha. Pola perubahan lahan sama dengan perubahan pada periode 2003 sampai 2009 namun dengan jumlah perubahan yang lebih besar. Pada periode ini lahan perkebunan juga berubah menjadi pertanian lahan kering sebesar 422 ha dan tanah terbuka berubah menjadi permukiman sebesar 67 ha. Perubahan tutupan lahan paling banyak terjadi pada sawah menjadi permkiman sebesar ha dan yang paling sedikit terjadi pada pertanian lahan kering menjadi tambak sebesar 29 ha. Pada submodel ini laju perubahan masing masing jenis tutupan lahan mempengaruhi luasan setiap tutupan lahan tersebut sehingga dapat berpengaruh terhadap serapan CO2 yang dihasilkan dan perhitungan persentase laju perubahan tutupan lahan tidak mengubah luas total area Kabupaten Bekasi. Jenis tutupan lahan yang termasuk dalam submodel adalah permukiman, pertanian lahan kering, sawah, tanah terbuka, tambak, dan tubuh air sedangkan semak dan perkebunan tidak termasuk pada model karena pada tahun 2014 kedua jenis tutupan lahan tersebut tidak memiliki luasan. Konsep submodel serapan CO2 dapat dilihat pada Gambar 4. laju tb Model Serapan CO2 out tb 1 Tanah Terbuka out swh 2 out tb2 out swh 1 Tambak Permukiman Sawah Pertanian lahan kering Permukiman Sawah laju permukiman out plk 2 out pmk 1 out swh 3 out plk1 laju swh out plk 3 cadangan karbon permukiman Serapan CO2 cadangan karbon pertanian lahan kering out pmk 2 Pertanian lahan kering Tubuh air cadangan karbon sawah laju plk Gambar 4 Submodel serapan CO2

22 10 Gambar 5 Hasil simulasi serapan CO2 tutupan lahan Berdasarkan Gambar 5 tutupan lahan di Kabupaten Bekasi dapat menyimpan karbon sebesar ton C atau setara dengan menyerap CO2 sebesar ton CO2eq pada tahun 2014 dan mengalami penurunan hingga ton CO2eq pada tahun Submodel Emisi Transportasi Emisi CO2 transportasi pada submodel ini hanya bersumber dari kendaraan darat yang terbagi dalam lima kategori yaitu mobil penumpang, bus, truk, alat berat, dan sepeda motor. Pada submodel ini diasumsikan jenis bahan bakar yang dipakai oleh kendaraan yaitu gasoline dan solar. Mobil penumpang dan sepeda motor termasuk dalam jenis kendaraan yang memakai bahan bakar gasoline sedangkan jenis kendaraan yang memakai solar yaitu bus, truk, dan alat berat. Laju pertumbuhan jumlah kendaraan dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk terutama pada moda transportasi kendaraan pribadi. Berdasarkan data yang diperoleh laju pertumbuhan kendaraan meningkat setiap tahun sebesar %. Konsumsi energi setiap jenis kendaraan memiliki besaran masing-masing yang dapat mempengaruhi besarnya emisi CO2 yang dihasilkan. Selain itu, nilai kalor dan faktor emisi jenis bahan bakar juga berpengaruh terhadap perhitungan emisi kendaraan. Spesifikasi submodel kendaraan dapat dilihat pada Tabel 2 dan konsep submodel ini dapat dilhat pada Gambar 6. Tabel 2 Spesifikasi submodel transportasi dan jumlah kendaraan tahun 2014 Konsumsi Faktor Nilai kalor Jumlah unit energi No Jenis kendaraan tahun (TJ/lt) (Liter/tahun/ emisi CO 2 (kg/tj) 3 unit) 2 1 Mobil penumpang 2 Bus Truk Alat berat Sepeda motor Sumber : 1 SAMSAT Kab. Bekasi [diolah], 2c Boedoyo 2004 dan Sugiyono 2012 [diolah], 3 KLH 2012

23 11 Emisi Transportasi Jml mobil penumpang konsumsi bb mobil penumpang nilai kalor gasoline Mobil penumpang Jmlh penduduk nilai kalor gasoline konsumsi bb sepeda motor emisi mobil penumpang f aktor emisi gasoline Laju kendaraan faktor emisi solar emisi truck truck Jml Truck konsumsi bb truck Jml sepeda motor emisi sepeda motor emisi kendaraan nilai kalor solar sepeda motor faktor emisi gasoline faktor emisi solar emisi alat berat konsumsi bb alat berat Jml alat berat Jml bus emisi bus faktor emisi solar alat berat bus konsumsi bb bus nilai kalor solar nilai kalor solar Gambar 6 Submodel emisi CO2 dari kendaraan Gambar 7 Hasil simulasi emisi CO2 kendaraan Gambar 7 menunjukkan emisi CO2 yang dihasilkan dari sektor transportasi di Kabupaten Bekasi mengalami kenaikan pada tahun awal simulasi sebesar ton CO2 dan meningkat menjadi ton CO2 pada tahun akhir simulasi. 3. Submodel Emisi Listrik Emisi listrik dihasilkan dari pemakaian energi listrik yang dibedakan menjadi enam golongan pelanggan berdasarkan tarifnya yaitu sosial, rumah tangga, bisnis, industri, pemerintah, dan lain-lain. Berdasarkan Tabel 3 golongan pelanggan yang paling besar mengkonsumsi energi listrik adalah industri sebesar KWH pada tahun Jumlah pemakaian listrik di Kabupaten Bekasi mengalami kenaikan tiap tahunnya dengan laju rata-rata penggunaan listrik sebesar 8.72 %. Menurut Wulandari (2013) nilai faktor emisi CO2 dari penggunaan listrik sebesar

24 ton CO2/KWH. Konsep submodel emisi listrik dapat dilihat pada Gambar 8. Tabel 3 Jenis pelanggan dan jumlah pemakaian listrik tahun 2014 No Jenis Pelanggan Jumlah pemakaian tahun 2014 (KWH) 1 Sosial Rumah tangga Bisnis Industri Pemerintah Lain-lain Sumber : PLN APJ Bekasi (2014) [Diolah] Emisi CO2 listrik Sosial Lainlain Up sosial Up lainlain Rumah tangga Pemerintah Up rumah tangga Bisnis Laju pemakaian Up pemerintah Industri Up bisnis Emisi listrik Up industri FE Gambar 8 Submodel emisi CO2 dari pemakaian listrik Gambar 9 Hasil simulasi emisi CO2 pemakaian listrik Berdasarkan Gambar 9 emisi CO2 yang dihasilkan dari penggunaan energi listrik meningkat setiap tahunnya pada tahun 2014 emisi yang dihasilkan ton CO2 dan pada tahun 2034 emisi yang dihasilkan sebesar ton CO2.

25 13 4. Submodel Emisi Peternakan Submodel ini meggambarkan emisi peternakan yang berasal dari fermentasi enterik dan pengelolaan kotoran ternak. Fermentasi enterik merupakan proses pemecahan karbohidrat menjadi molekul sederhana oleh mikroorganisme yang diserap kedalam aliran darah. Hasil samping yang memiliki komposisi terbanyak dari fermentasi enterik berupa metana. Fermentasi enterik terjadi pada ternak mamah biak ruminansia (sapi, kerbau, kambing, domba ) dan ternak non ruminansia (kuda, babi). Manur yang terdiri dari feses dan urin memiliki potensi untuk mengemisikan gas metana selama proses penyimpanan, pengolahan, dan pemupukan/pengendapan. Konversi metana ke karbondioksida menggunakan indeks Global Warming Potential (GWP). Indeks GWP tersebut mencerminkan potensi setiap komponen GRK untuk menyebabkan pemanasan global berdasarkan tekanan radiasi dan lamanya gas-gas tersebut di atmosfer sesuai dengan waktu yang ditentukan. Menurut IPCC (2014) indeks GWP untuk CH4 adalah 28 dengan lamanya gas CH4 di atmosfer selama 100 tahun. Nilai satu GWP sama dengan satu karbondioksida sehingga pengali untuk CH4 sebesar 28. Populasi setiap jenis ternak dan unggas menjadi state variable yang peningkatan dan penurunan populasinya dipengaruhi oleh laju masing-masing. Emisi fermentasi enterik dan pengelolaan kotoran dipengaruhi oleh populasi ternak dan faktor emisi masing-masing. Spesifikasi submodel peternakan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Populasi ternak tahun 2014 dan faktor emisi fermentasi enterik dan manajemen kotoran Faktor Populasi Laju emisi Faktor emisi No ternak dan rata-rata metana metana Jenis ternak unggas populasi fermentasi manajemen dan unggas 2014 (% per enterik (kg kotoran (kg (Ekor) 1 tahun) CH4/ekor/t CH4/ekor/tahun) 2 ahun) 2 1 Sapi potong Sapi perah Kerbau 836 (-22.03) Kuda 66 (-2.55) Kambing Domba Babi Unggas Sumber : 1 BPS (2015); 2 Qurimanasari E (2011) Konsep submodel peternakan dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan Gambar 11 emisi yang dihasilkan dari sektor peternakan pada awal tahun simulasi sebesar ton CO2eq dan meningkat hingga tahun terakhir simulasi sebesar ton CO2eq.

26 14 Emisi Peternakan FE PK sapi potong Kerbau Laju kerbau Sapi potong Emisi PK sapi potong FE F kerbau Out kerbau FE F kuda Kuda Laju kuda up sapi potong Emisi PK kerbau FE PK kerbau Emisi F kuda Out kuda Laju sapi potong FE F sapi potong Emisi F sapi potong Emisi F kerbau FE PK kuda Emisi PK kuda FE PK sapi perah Emisi F domba Laju sapi perah Sapi perah FE F domba Laju domba Domba Emisi PK sapi perah Up sapi perah Emisi F sapi perah Emisi fermentasi enterik Emisi peternakan Emisi pengelolaan kotoran Emisi PK domba FE PK domba Up domba FE F sapi perah Unggas FE F kambing Emisi PK babi Emisi PK unggas Kambing Emisi F babi Up unggas Emisi F kambing FE PK babi FE PK unggas Up kambing FE F babi Babi Laju unggas Emisi PK kambing Laju kambing FE PK kambing up babi Laju babi Gambar 10 Submodel emisi CO2 dari peternakan Gambar 11 Hasil simulasi emisi CO2 dari peternakan 5. Submodel Emisi Manusia Submodel ini menggambarkan besaran emisi CO2 yang dihasilkan dari aktivitas manusia berupa produksi sampah tiap jiwa dan respirasi manusia. Jumlah penduduk pada model ini sebagai state variable yang dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk. Berdasarkan data jumlah penduduk yang diperoleh pada Tabel 5, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bekasi meningkat sebesar 4.42 % per tahun. Menurut Suprihatin (2008) rata-rata produksi sampah di Jabodetabek adalah ton/jiwa/tahun. Perhitungan emisi sampah dipengaruhi oleh produksi sampah per jiwa dan faktor emisi sampah sedangkan emisi respirasi dipengaruhi oleh produksi CO2 dari respirasi per jiwa. Menurut Rushayati (2012) faktor emisi CO2 sampah sebesar 2.56 ton CO2/tahun dan produksi CO2 dari respirasi manusia adalah ton CO2/jiwa/tahun. Konsep submodel emisi manusia dapat dilihat pada Gambar 12.

27 15 Tabel 5. Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi No Tahun Jumlah penduduk (jiwa) Sumber : BPS (2015) Emisi Manusia Faktor emisi respirasi Emisi respirasi Emisi CO2 manusia Jmlh penduduk Emisi sampah Jumlah sampah Faktor emisi sampah Pertumbuhan penduduk Laju pertumbuhan penduduk Gambar 12 Submodel emisi CO2 manusia Gambar 13 Hasil simulasi emisi CO2 manusia Berdasarkan Gambar 13 emisi CO2 yang dihasilkan dari sampah dan respirasi penduduk meningkat setiap tahunnya pada tahun awal simulasi emisi yang dihasilkan sebesar ton CO2 dan pada tahun terakhir simulasi sebesar ton CO2. 6. Model Penyerapan Emisi CO2 Kabupaten Bekasi Model utama ini menggambarkan besaran gas CO2 di Kabupaten Bekasi yang diperoleh berdasarkan selisih dari total emisi dengan serapan CO2 di Kabupaten Bekasi sehingga variabel CO2 Kabupaten Bekasi merupakan sisa emisi yang tidak dapat diserap. Total emisi CO2 dipengaruh oleh emisi setiap sektornya yang terakumulasi ke dalam variabel emisi CO2 sehingga variabel ini disebut auxilary

28 16 variable sedangkan variabel emisi setiap sektor dan variabel serapan CO2 disebut driving variable karena mempengaruhi variabel Besaran CO2 Kab Bekasi tetapi tidak berlaku sebaliknya. Konsep model ini dapat dilihat pada Gambar 14. Model CO2 Kab Bekasi emisi kendaraan Emisi listrik Serapan CO2 Emisi CO2 CO2 Kab Bekasi Emisi CO2 penduduk Emisi peternakan Gambar 14 Model CO2 Kabupaten Bekasi Gambar 15 Hasil simulasi model CO2 Kabupaten Bekasi Gambar 15 menyajikan hasil besaran CO2 Kabupaten Bekasi sekitar 8.3 juta ton CO2 pada tahun 2014 dan meningkat hingga 19 juta ton CO2 pada tahun Evaluasi Model Evaluasi model dilakukan untuk melihat kelogisan model dan kesesuaiannya dengan konsep yang telah dibuat dan dunia nyata. Terdapat tiga tahapan dalam mengevaluasi model yaitu mengamati kelogisan keseluruhan model, mengamati perilaku model dengan kesesuain perkiraan konsep model, dan membadingkan perilaku model dengan data aktual atau membandingkan dengan model andal yang serupa (Purnomo 2012). Tahap pertama dan kedua dilakukan dengan mengambil contoh emisi CO2 sampah. Evaluasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6, Hubungan antara jumlah penduduk dengan jumlah sampah dan emisi sampah yang dihasilkan. Berdasarkan tabel tersebut semakin besar jumlah penduduk akan meningkatkan

29 17 jumlah sampah yang dihasilkan tiap tahunnya dan emisi yang berasal dari sampah juga akan meningkat. Hal ini sesuai dengan konseptual yang telah direncanakan maka model dapat dikatakan logis. Tabel 6 Hubungan antara jumlah penduduk, jumlah sampah, dan emisi sampah Tahun Jumlah Jumlah Emisi penduduk (jiwa) sampah (ton) Sampah (ton CO2) Sumber: Hasil simulasi Tahap ketiga dilakukan dengan membandingkan hasil simulasi dengan hasil model lain. Pengujian pada tahap ini dilakukan pada emisi CO2 yang berasal dari respirasi manusia dan emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar pada sektor kendaraan. Hasil perbandingan simulasi pada emisi respirasi dapat dilihat pada Tabel 7. Berdasarkan Tabel 7 emisi respirasi Kabupaten Bekasi dibandingkan dengan emisi respirasi Kota Medan. Emisi respirasi yang diperoleh dari hasil simulasi lebih besar daripada hasil penelitian pembanding dikarenakan jumlah penduduk Kabupaten Bekasi lebih besar daripada Kota Medan dengan perbandingan jumlah penduduk dan emisi yang dihasilkan sekitar 1 : 13. Pada tahun proyeksi 2020 jumlah penduduk di Kabupaten Bekasi sebesar jiwa dengan hasil emisi respirasi yaitu ton CO2 sedangkan pada Kota Medan sebesar jiwa dengan hasil emisi respirasi yaitu ton CO2. Tabel 7 Perbandingan hasil simulasi emisi respirasi Kabupaten Bekasi dengan Kota Medan Tahun Jumlah penduduk (jiwa) Emisi respirasi (ton CO2) Kab Bekasi a Kota Medan b Kab Bekasi a Kota Medan b Sumber : a Hasil simulasi; b Gratimah 2009 Hasil perbandingan simulasi pada emisi kendaraan dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8 emisi yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar pada Kabupaten Bekasi lebih besar daripada Kota Medan karena jumlah konsumsi bahan bakar di Kabupaten Bekasi lebih besar dari Kota Medan. Perbandingan konsumsi bahan bakar dan emisinya pada Kabupaten Bekasi dengan Kota Medan sekitar 1 : 6. Pada tahun proyeksi 2020 konsumsi bahan bakar untuk sektor kendaraan di Kabupaten Bekasi sebesar 1.5 triliun liter dengan emisi sebesar 3.9 juta ton CO2 sedangkan pada Kota Medan jumlah konsumsi bahan bakar sebesar 267 juta liter dengan emisi bahan bakar sebesar 659 ribu ton CO2.

30 18 Tabel 8 Perbandingan hasil simulasi emisi kendaraan Kabupaten Bekasi dengan Kota Medan berdasarkan bahan bakar Tahun Konsumsi bahan bakar (liter) Emisi kendaraan (ton CO2) Kab Bekasi a Kota Medan b Kab Bekasi a Kota Medan b Sumber : a Hasil simulasi; b Gratimah 2009 Pengujian tahap ini juga dilakukan dengan membandingkan data hasil simulasi emisi peternakan yang dihasilkan dari fermentasi enterik ternak dan manajemen manur. Hasil simulasi tahun 2014 dibandingkan dengan hasil penelitian lain tahun 2008 (Qurimanasari 2011) di lokasi yang sama yaitu Kabupaten Bekasi. Berdasarkan pada Tabel 9, jumlah ternak di Kabupaten Bekasi mengalami peningkatan sehingga emisi peternakan yang diperoleh dari hasil simulasi lebih besar daripada hasil penelitian pembanding dikarenakan jumlah ternak yang lebih banyak. Pada tahun 2014 jumlah ternak di Kabupaten Bekasi sebesar ekor dengan emisi yang dihasilkan ton CH4 setara dengan ton CO2eq sedangkan pada tahun 2008 jumlah ternak sebesar ekor dengan emisi yang dihasilkan ton CH4 setara dengan ton CO2eq. Pola peningkatan jumlah ternak di Kabupaten Bekasi akan meningkatkan emisi yang dihasilkannya sehingga dapat dikatakan hasil simulasi pemodelan yang diperoleh memiliki relasi yang logis jika dibandingkan dengan hasil penelitian pembanding pada lokasi yang sama. Tabel 9 Perbandingan emisi peternakan hasil simulasi dengan penelitian lain No Uraian Data simulasi a Data penelitian lain b 1 Lokasi penelitian Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi 2 Tahun simulasi Jumlah ternak (ekor) Emisi peternakan (ton CO2eq) Sumber : a Hasil simulasi; b Qurimanasari E 2011 Penggunaan Model Kondisi awal atau business as usual (BAU) emisi CO2 Kabupaten Bekasi Pada kondisi awal atau business as usual (BAU) serapan CO2 yang dihasilkan dari tutupan lahan di Kabupaten Bekasi sebesar ton CO2eq pada tahun 2014 dan menurun hingga ton CO2eq pada tahun Emisi total Kabupaten Bekasi sebesar ton CO2 pada tahun 2014 dan meningkat sebesar ton CO2 pada tahun 2034 sehingga kemampuan serapan CO2 di Kabupaten Bekasi hanya dapat mengurangi emisi sekitar 18 % pada tahun 2014

31 19 dan menurun menjadi 8 % pada tahun Hasil perbandingan antara besarnya emisi CO2 dengan serapan CO2 Kabupaten Bekasi dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Perbandingan emisi dan serapan CO2 kondisi BAU. CO2, CO2 Kab Bekasi, Serapan CO2. Emisi Sisa emisi yang tidak dapat diserap perlu dilakukan tindakan untuk menguranginya melalui skenario mitigasi. Skenario mitigasi yang akan dikembangkan adalah pengolahan sampah dengan, pengolahan limbah peternakan menjadi biogas, diversifikasi bahan bakar, dan penanaman. Skenario 1 : Diversifikasi bahan bakar Berkembangnya perekonomian akan berdampak signifikan terhadap naiknya konsumsi bahan bakar minyak untuk sektor transportasi mengingat sektor tersebut adalah salah satu penunjang sektor industri. Konsumsi energi pada sektor transportasi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2000 sebesar 139 juta SBM (Setara Barrel Minyak) menjadi 324 juta SBM pada tahun 2013 atau setara dengan peningkatan 6.7% tiap tahunnya (Supriadi et al 2015). Diperkirakan cadangan minyak bumi hanya dapat bertahan sampai lima belas tahun mendatang sementara potensi gas alam di Indonesia saat ini mencapai lima kali cadangan minyak bumi Indonesia yang dapat digunakan hingga empat puluh enam tahun kedepan. Dengan kebutuhan energi yang terus meningkat dan kondisi cadangan minyak bumi yang semakin menipis diperlukan alternatif bahan bakar lain untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut dan bersifat ramah lingkungan untuk mengurangi emisi yang dihasilkan dari sektor transportasi. Bahan bakar gas memiliki peluang untuk menjadi alternatif pengganti bahan bakar minyak selain sumberdaya gas yang masih relatif besar penggunaan gas bumi juga lebih murah daripada minyak bumi. Pada sektor transportasi bahan bakar gas yang dapat digunakan adalah CNG (Compressed natural gas), LPG (Liquefied petroleum gas), dan LNG (Liquefued natural gas) Energi terbarukan lainnya seperti biodiesel dan bioethanol yang terbuat dari produk pertanian dapat digunakan dalam menggantikan bahan bakar berupa solar dan premium. Pada skenario ini dilakukan substitusi bahan bakar minyak dengan CNG untuk mobil penumpang, LPG untuk sepeda motor, dan biodiesel untuk kendaraan truck, alat berat, dan bus. Substitusi ini diterapkan pada 10 % dari unit kendaraan berbahan bakar gasoline dan solar. Penggunaan energi bahan bakar gas CNG lebih

32 20 efisien sampai dengan 10% dibanding dengan bahan bakar gasoline (Homzah 2015). Menurut Anton (2013) dalam penelitiannya konsumsi bahan bakar LPG lebih kecil 18% daripada premium dalam pengujian jarak tempuh 5 km. Konsumsi dari penggunaan biodiesel pada beban tinggi yaitu 80% dapat menghemat 0.8% dari penggunaan solar (Bhikuning 2014). Faktor emisi untuk CNG, LPG, dan biodiesel masing-masing adalah Kg/TJ, Kg/TJ, dan Kg/TJ (IPCC 2006). Gambar 17 Hasil simulasi skenario pada emisi kendaraan. BAU, Emisi kendaraan skenario. Emisi kendaraan Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan untuk mengganti bahan bakar minyak dapat menurunkan emisi GRK yang dihasilkan oleh sektor transportasi. Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 17, emisi kendaraan mengalami penurunan % emisi yang dihasilkan dari transportasi selama tahun simulasi. Emisi CO2 yang dihasilkan kendaraan pada tahun 2034 sekitar 5.7 juta ton CO2 dan setelah diterapkan skenario emisi menurun menjadi 1.7 juta ton CO2. Pada skenario ini juga dilakukan penggantian energi untuk pembangkit listrik mengingat di jaman modern ini pemakaian energi listrik telah menjadi kebutuhan sehari-hari sehingga permintaan terhadap energi listrik juga akan terus meningkat. Energi listrik yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar fosill dan minyak akan menyebabkan peningkatan pada suhu atmosfer bumi. Pada tahun 2014, produksi energi primer listrik masih didominasi oleh bahan bakar batu bara sebesar 52,6% (PLN 2014). Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pembangkitan listrik memiliki faktor emisi GRK tertinggi dibandingkan penggunaan bahan bakar lain. Pada skenario ini diterapkan pemanfaatan tenaga surya untuk pembangkitan listrik. Satu modul surya dapat mensuplai beban sebesar watt dengan tingkat insolasi matahari yang diterima oleh modul adalah tingkat insolasi terendah yaitu 3.91 jam maka energi yang dapat dihasilkan oleh modul surya sebesar wh selama satu hari (Bien LE et al 2008). Pembangunan pembangkit tenaga surya (PLTS) ini diasumsikan untuk pemenuhan 50% dari konsumsi listrik pelanggan rumah tangga dan pemerintah.

33 21 Gambar 18 Hasil simulasi skenario pada emisi listrik. Emisi listrik skenario. Emisi listrik BAU, Berdasarkan Gambar 18, emisi listrik mengalami penurunan sebesar 7.4% setiap tahunnya setelah skenario pada tahun 2034 sebesar ton CO2 dan menurun setelah diterapkannya skenario menjadi juta ton CO2. Skenario 2 : Pengolahan sampah Pengolahan sampah di TPA Burangkeng saat ini menurut RPJMD Kabupaten Bekasi 2015 masih menggunakan sistem open dumping. Sistem tersebut belum optimal dalam mengurangi jumlah sampah yang terus meningkat di TPA Burangkeng. Skenario penurunan emisi dari sampah dilakukan dengan menerapkan konsep zero waste. Pada konsep zero waste sampah akan diolah menjadi kompos, listrik, dan biogas. Menurut Setiyono (2002) komposisi sampah di Kabupaten Bekasi 73% didominasi oleh sampah organik dan 27% berupa sampah anorganik. Menurut Suprihatin (2008) pengomposan pada kondisi optimum dapat mereduksi volume bahan baku sebesar 50-70%. Pada skenario ini diterapkan 75% sampah penduduk diolah menjadi produk. Pada kasus PLTSa Bantargebang 700 ton sampah dapat menghasilkan produk listrik sebanyak 182 MW / hari (Widyaputri 2014). Setiap ton sampah organik dapat diolah menjadi biogas yang menghasilkan m 3 biogas (Sudrajat 2006 diacu dalam Fatimah 2005). Gambar 19 Hasil simulasi skenario pengolahan sampah. Emisi sampah skenario. Emisi sampah BAU,

34 22 Berdasarkan hasil simulasi pada Gambar 19, pengolahan sampah dengan konsep zero waste dapat mengurangi 90.5 % emisi manusia yang dihasilkan dari sampah tiap tahunnya. Pada tahun 2034 emisi sampah sebelum skenario diterapkan sebesar ton CO2 dan menurun setelah skenario diterapkan menjadi ton CO2. Produk yang dihasilkan dari pengolahan sampah di tahun 2017 adalah ton kompos, MW listrik, dan 19.4 juta m 3 biogas. Produk-produk ini akan meningkat setiap tahunnya mengikuti jumlah peningkatan sampah yang ada. Skenario 3 : Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas Limbah peternakan memiliki potensi untuk dijadikan produk biogas selain itu dengan dilakukannya pengolahan terhadap limbah peternakan dapat ikut serta menurunkan emisi GRK. Feses ternak ruminansia sangat baik untuk dijadikan bahan pembuatan biogas disebabkan terdapatnya sistem pencernaan khusus pada ternak ruminansia. Biogas yang dihasilkan oleh sapi perah memiliki nilai kalor paling tinggi dibandingkan dari ternak lain oleh karena itu sapi perah sangat potensial dalam menghasilkan biogas. Rata-rata setiap satu ekor sapi menghasilkan 20 kg feses dan urin. Produksi gas per kilogram kotoran ternak sapi menghasilkan m 3 biogas (Setyati 2012). Skenario ini menerapkan kotoran ternak yang dihasilkan oleh ternak ruminansia atau enterik diolah menjadi biogas. Gambar 20 Hasil simulasi skenario emisi peternakan. Emisi peternakan skenario. Emisi peternakan BAU, Pengolahan kotoran ternak menjadi biogas berpengaruh terhadap emisi peternakan yang dihasilkan. Berdasarkan hasil simulasi yang terlihat pada Gambar 20, emisi peternakan setelah diterapkannya skenario dapat mengurangi emisi sebesar 60 %. Pada tahun 2034 emisi peternakan yang dihasilkan sebesar ton CO2 eq dan setelah diterapkan skenario emisi peternakan berkurang menjadi ton CO2 eq. Penurunan emisi peternakan ini tidak telalu signifikan karena kotoran ternak yang diolah menjadi biogas hanya ternak ruminansia selain itu emisi peternakan juga bersumber dari gas CH4 yang dikeluarkan akibat proses fermentasi enterik melalui eruksi/sendawa dan pernapasan. Pada tahun 2014 biogas yang diproduksi sebanyak 16 juta m 3 dan meningkat tiap tahunnya seiring dengan meningkatnya jumlah ternak. Biogas dapat dijadikan sebagai pengganti bahan bakar lain seperti LPG, minyak solar, dan bensin dengan perbandingan 1 m 3 biogas setara dengan 0.46 kg LPG liter minyak solar, dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 17 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin,

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK (FES) UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR INDUSTRI DAN TRANSPORTASI DI WILAYAH KABUPATEN SIDOARJO Yonnet Hellian Kresna 1, *), Rachmat Boedisantoso 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah

BAB I PENDAHULUAN. untuk mencukupi kebutuhan hidup. Aktivitas-aktivitas manusia telah mengubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan manusia yang cepat mendorong manusia memanfaatkan alam secara berlebihan. Pemanfaatan tersebut baik sebagai pemukiman maupun usaha untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh :

KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN. Disusun Oleh : KONTRIBUSI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT TERHADAP TINGKAT EMISI CO2 DI EKOREGION KALIMANTAN Disusun Oleh : Arianty Prasetiaty, S.Kom, M.S.E (Kasubid Transportasi, Manufaktur, Industri dan Jasa Bidang Inventarisasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Pemanasan global yang semakin meningkat menuntut industri peternakan untuk ikut serta dalam upaya penurunan emisi gas. Penurunan emisi gas dengan metode

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan,

Lebih terperinci

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG

2015 POTENSI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI MENJADI BIOGAS SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF DI DESA CIPOREAT KECAMATAN CILENGKRANG KABUPATEN BANDUNG 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Energi merupakan bagian penting dalam kehidupan manusia, karena hampir semua aktivitas manusia selalu membutuhkan energi. Sebagian besar energi yang digunakan di Indonesia

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL

PEMANASAN GLOBAL PENYEBAB PEMANASAN GLOBAL PEMANASAN GLOBAL APA ITU PEMANASAN GLOBAL Perubahan Iklim Global atau dalam bahasa inggrisnya GLOBAL CLIMATE CHANGE menjadi pembicaraan hangat di dunia dan hari ini Konferensi Internasional yang membahas

Lebih terperinci

Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3)

Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3) Prediksi Emisi Karbondioksida Dari Kegiatan Transportasi Di Kecamatan Tampan Febrian Maulana 1), Aryo Sasmita 2), Shinta Elystia 3) 1) Mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan, 2,3) Dosen Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Proyeksi Emisi CO 2 untuk Jangka Panjang Suryani *1 1 Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta * E-mail: suryanidaulay@ymail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung.

I. PENDAHULUAN. Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong merupakan salah satu komoditi pertanian di Provinsi Lampung. Provinsi Lampung pada tahun 2013 memiliki luas panen untuk komoditi singkong sekitar 318.107 hektar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kota Yogyakarta sekarang ini sudah menjadi penarik tersendiri bagi penduduk luar Kota Yogyakarta dengan adanya segala perkembangan di dalamnya. Keadaan tersebut memberikan

Lebih terperinci

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP

Tugas Akhir. Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo. Dimas Fikry Syah Putra NRP Tugas Akhir Pemodelan Spasial Beban Sumber Emisi Gas Rumah Kaca di Kecamatan Driyorejo Dimas Fikry Syah Putra NRP. 3310 100 111 Dosen Pembimbing: Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc.ES., Ph.D Program Sarjana

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI.

STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. STUDI PEMANFAATAN KOTORAN SAPI UNTUK GENSET LISTRIK BIOGAS, PENERANGAN DAN MEMASAK MENUJU DESA NONGKOJAJAR (KECAMATAN TUTUR) MANDIRI ENERGI. OLEH : Dhika Fitradiansyah Riliandi 2205 100 003 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

FENOMENA GAS RUMAH KACA

FENOMENA GAS RUMAH KACA FENOMENA GAS RUMAH KACA Oleh : Martono *) Abstrak Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO 2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO 2 ini disebabkan

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh 1), dan Alia Damayanti 2)

Muhimmatul Khoiroh 1), dan Alia Damayanti 2) ANALISIS KEMAMPUAN JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA GREEN LINE STREET CAPABILITY

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biomassa adalah bahan biologis yang berasal dari organisme atau makhluk hidup. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, definisi biomassa adalah jumlah keseluruhan organisme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk

I. PENDAHULUAN. anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha tani yang intensif telah mendorong pemakaian pupuk anorganik terus meningkat. Akibat jangka panjang dari pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan adalah

Lebih terperinci

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI

BIOGAS DARI KOTORAN SAPI ENERGI ALTERNATIF TERBARUKAN BIOGAS DARI KOTORAN SAPI Bambang Susilo Retno Damayanti PENDAHULUAN PERMASALAHAN Energi Lingkungan Hidup Pembangunan Pertanian Berkelanjutan PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS Dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan oleh berbagai gas di atmosfer) sebagian dipantulkan dan sebagian diserap oleh bumi. Bagian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi secara global sekarang disebabkan oleh ketimpangan antara konsumsi dan sumber energi yang tersedia. Sumber energi fosil yang semakin langka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah

1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah 1.1 GRK dan Pengelolaan Limbah Limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan (UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH). Pengelolaan Sampah diatur melalui UU 18/2008 (berwawasan lingkungan)

Lebih terperinci

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T.

ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL. Hasbullah, S.Pd, M.T. ENERGI BIOMASSA, BIOGAS & BIOFUEL Hasbullah, S.Pd, M.T. Biomassa Biomassa : Suatu bentuk energi yang diperoleh secara langsung dari makhluk hidup (tumbuhan). Contoh : kayu, limbah pertanian, alkohol,sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

Studi Carbon Footprint dari Aktivitas Rumah Tangga di Kelurahan Limbungan Baru Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru

Studi Carbon Footprint dari Aktivitas Rumah Tangga di Kelurahan Limbungan Baru Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru Studi Carbon Footprint dari Aktivitas Rumah Tangga di Kelurahan Pesisir Kota Pekanbaru Okthasia Indra 1), Aryo Sasmita 2), Jecky Asmura 2) 1) Mahasiswa Prodi Teknik Lingkungan, 2) Dosen Teknik Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produksi kendaraan bermotor di negara-negara berkembang maupun di berbagai belahan dunia kian meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh mobilitas dan pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK DARI SEKTOR TRANSPORTASI UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DI KABUPATEN SUMENEP-JAWA TIMUR Qorry Nugrahayu 1), Rachmat Boedisantoso 2) dan Joni Hermana 3) 1,2,3)

Lebih terperinci

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Agung Nugroho 1, *, Burhan Fazzry 1 1 Universitas Gajayana, Jl. Mertojoyo, Blok L, Merjosari, Malang. * E-mail

Lebih terperinci

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur

Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Analisis Emisi Gas Rumah Kaca (CO2) Angkutan Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) di Jawa Timur Agung Nugroho 1 *, Burhan Fazzry 2 1. Universitas Gajayana, Jl. Mertojoyo, Blok L, Merjosari, Malang. 2. Universitas

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan :

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI. Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan Dari serangkaian analisis yang telah dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan : 1. Berdasarkan proyeks permintaan energi

Lebih terperinci

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan

Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Pengaruh Daya Dukung Hutan Terhadap Iklim & Kualitas Udara di Ekoregion Kalimantan Ruhyat Hardansyah, Maria C.L. Hutapea Subbidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Inventarisasi Daya Dukung dan daya Tampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan energi merupakan persoalan yang terus berkembang di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan semakin

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida (CO 2 ), metana (CH 4 ), dinitrogen oksida (N 2 O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC)

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-251 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-251 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur terhadap Emisi CO 2 melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun

Lebih terperinci

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi

Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Kajian Tentang Kontribusi Jawa Timur Terhadap Emisi CO 2 Melalui Transportasi dan Penggunaan Energi Chrissantya M. Kadmaerubun,

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN

PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN PRAKIRAAN KEBUTUHAN ENERGI UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI PERKOTAAN: ASPEK PEMODELAN Agus Sugiyono Bidang Perencanaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gedung BPPT II, Lantai 20, Jl. M.H. Thamrin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Natalitas (kelahiran) yang terjadi setiap hari tentu menambah jumlah populasi manusia di muka bumi ini. Tahun 2008 ini populasi penduduk Indonesia menduduki peringkat 4 setelah

Lebih terperinci

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia Keenam sektor; Kehutanan, pertanian, pembangkit listrik, transportasi, bangunan dan semen bersama-sama dengan emisi yang berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Judul dan Pengertian Judul 1. Judul Jakarta Integrated Urban Farm 2. Pengertian Judul Jakarta merupakan ibu kota Indonesia, daerah ini dinamakan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Kota

Lebih terperinci

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG

PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG PENENTUAN FAKTOR EMISI SPESIFIK UNTUK ESTIMASI TAPAK KARBON DAN PEMETAANNYA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DI KOTA MALANG Gianina Qurrata Dinora 1), Joni Hermana 1 dan Rahmat Boedisantoso 1 1) Teknik Lingkungan,

Lebih terperinci

APA ITU GLOBAL WARMING???

APA ITU GLOBAL WARMING??? PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu

I. PENDAHULUAN. hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Inti dari permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya (Sitorus, 2004). Suatu pandangan yang mencoba

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda

I. PENDAHULUAN. Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan sumber bahan bakar merupakan masalah yang sering melanda masyarakat. Kelangkaan tersebut menimbulkan tingginya harga-harga bahan bakar, sehingga masyarakat

Lebih terperinci

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.

Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M. Nama : Putri Kendaliman Wulandari NPM : 35410453 Jurusan : Teknik Industri Pembimbing : Dr. Ir. Rakhma Oktavina, M.T Ratih Wulandari, S.T, M.T TUGAS AKHIR USULAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN KINERJA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK)

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) Oleh: Ir. Akhmad Makchul, MSi. Bappeda Provinsi NTB ISU TERKAIT PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di

I. PENDAHULUAN. Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri penghasil devisa non migas di Indonesia dengan komoditas utama yaitu minyak sawit (Crude Palm Oil/CPO). Minyak sawit

Lebih terperinci

Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun

Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca Tahun 2012 2030 Suryani Pusat Teknologi Pengembangan Sumberdaya Energi, BPPT, Jakarta Email: suryanidaulay@ymail.com Abstract Acceleration of the National development of Indonesia

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Perkembangan kota sebagai pusat pemukiman, industri dan perdagangan telah mengalami transformasi lingkungan fisik lahan. Transformasi lingkungan fisik lahan tersebut

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT PENERAPAN KONSEP CO-GENERATION DALAM PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PADA KAWASAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT Benny Nafariza Program Studi Energy Security Universitas Pertahanan Indonesia email: bennynafariza@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH

POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH POTENSI SIMPANAN KARBON TANAH (SOIL CARBON STOCK) PADA AREAL REHABILITASI TOSO COMPANY Ltd. DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT NAELI FAIZAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya

PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya PEMANASAN GLOBAL: Dampak dan Upaya Meminimalisasinya Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia dewasa ini membutuhkan solusi yang tepat, terbukti dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global

(RAD Penurunan Emisi GRK) Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL DAN PERUBAHAN IKLIM (RAD Penurunan Emisi GRK) Oleh : Ir. H. Hadenli Ugihan, M.Si Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumsel Pemanasan Global Pengaturan Perubahan Iklim COP 13 (2007) Bali menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang sarana transportasi.sektor transportasi merupakan salah satu sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya laju pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia menyebabkan kebutuhan masyarakat juga semakin tinggi. Salah satunya adalah dalam bidang sarana transportasi.sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu perubahan iklim, banyak orang yang sepakat bahwa dampak yang ditimbulkan akan menjadi sangat serius apabila tidak diantisipasi, namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU TUGAS AKHIR ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI KALOR PADA INDUSTRI TAHU Disusun : HENDRO DWI SAPTONO NIM : D 200 050 116 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNUVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA MEI 2010 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN. maupun untuk industri dan transportasi. Untuk mengurangi ketergantungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional yang dihadapi saat ini dan harus segera dipecahkan atau dicarikan jalan keluarnya adalah masalah kelangkaan sumber energi terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Suatu masalah terbesar yang dihadapi oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia adalah masalah energi. Saat ini Indonesia telah mengalami krisis energi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Komputer, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP), Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada Bulan September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradaban manusia terus berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Perubahan ini didorong oleh perkembangan pengetahuan manusia, karena dari waktu ke waktu manusia

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2015 Vol. 20 (1): ISSN Rizka Permatayakti Rasyidta Nur *, Herry Purnomo ABSTRAK

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 2015 Vol. 20 (1): ISSN Rizka Permatayakti Rasyidta Nur *, Herry Purnomo ABSTRAK Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia (JIPI), April 05 Vol. 0 (): 47 5 ISSN 0853 47 Model Simulasi Emisi dan Penyerapan CO di Kota Bogor (Model Simulation of CO Emission and Absorption in Bogor City) Rizka Permatayakti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PENCEMARAN UDARA Udara adalah campuran beberapa macam gas dan berupa atmosfir yang mengelilingi bumi dan memiliki fungsi yang sangat penting untuk kelangsungan kehidupan di bumi.

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi yang terjadi beberapa dekade akhir ini mengakibatkan bahan bakar utama berbasis energi fosil menjadi semakin mahal dan langka. Mengacu pada kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Volume sampah setiap harinya terus bertambah banyak sampah begitu saja di buang tanpa memikirkan dampak dari menumpuknya sampah salah satunya sampah organik,

Lebih terperinci

TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar magister dari Institut Teknologi Bandung

TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar magister dari Institut Teknologi Bandung No : 390/S2-TL/TML/2008 INVENTORI EMISI GAS RUMAH KACA (CO 2 DAN CH 4 ) DARI SEKTOR TRANSPORTASI DENGAN PENDEKATAN JARAK TEMPUH KENDARAAN DAN KONSUMSI BAHAN BAKAR DALAM UPAYA PENGELOLAAN KUALITAS UDARA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah)

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Populasi Ternak di Indonesia (000 ekor) * Angka sementara Sumber: BPS (2009) (Diolah) I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi yang cukup tinggi pada sektor peternakan. Peternakan yang banyak terdapat di Indonesia antara lain adalah peternakan sapi baik itu sapi perah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah di Indonesia umumnya merupakan usaha peternakan tradisional yang didominasi oleh peternak rakyat dengan skala relatif kecil. Produksi susu dalam

Lebih terperinci

GREENHOUSE GAS EMISSION LEVEL IN INDRAMAYU DISTRICT TINGKAT EMISI GAS RUMAH KACA DI KABUPATEN INDRAMAYU

GREENHOUSE GAS EMISSION LEVEL IN INDRAMAYU DISTRICT TINGKAT EMISI GAS RUMAH KACA DI KABUPATEN INDRAMAYU GREENHOUSE GAS EMISSION LEVEL IN INDRAMAYU DISTRICT TINGKAT EMISI GAS RUMAH KACA DI KABUPATEN INDRAMAYU Diyah Krisna Yuliana 1 Abstract The term of Greenhouse Gas surfaced in tandem with the issue of global

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi:

Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Strategi dan Kebijakan Provinsi Maluku Untuk Mencapai Target Penurunan Emisi: Pengalaman dari Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Bappeda Provinsi Maluku Background KOMITMEN PEMERINTAH PUSAT PENURUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Saat ini Indonesia memiliki indeks pencemaran udara 98,06 partikel per meter kubik

Lebih terperinci