KAJIAN IMPLEMENTASI REGULASI PEMANIS BUATAN DI INDONESIA DAN STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI WILAYAH DKI JAKARTA DWI JARWATI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN IMPLEMENTASI REGULASI PEMANIS BUATAN DI INDONESIA DAN STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI WILAYAH DKI JAKARTA DWI JARWATI"

Transkripsi

1 KAJIAN IMPLEMENTASI REGULASI PEMANIS BUATAN DI INDONESIA DAN STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI WILAYAH DKI JAKARTA DWI JARWATI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

2 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Kajian Implementasi Regulasi Pemanis Buatan di Indonesia dan Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di Wilayah DKI Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini. Jakarta, Agustus 2009 Dwi Jarwati NRP F

3 ABSTRACT DWI JARWATI. Study on Implementation of Artificial Sweetener Regulation in Indonesia and Case Study on home food industry (IRTP) in Jakarta. Under the direction of C. HANNY WIJAYA and NURI ANDARWULAN. Artificial Sweetener is a food additive widely used by food industries especially in beverage industry. It can improve the taste, has low calorie and has stability at heating process. The aims of this study were to evaluate the data of BPOM registered foods using artificial sweetener during and to conduct case study on implementation of artificial sweetener by home food industry (IRTP). Results of the study on registered foods showed that there was almost no change in the categories of food using artificial sweetener, before and after establishment of the regulation on artificial sweetener (Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan). However, it was increasing the number of food products that used artificial sweetener, for single artificial sweetener up to 116% and for combination increased 255%. Artificial sweetener is most widely used in powdered drinks, while sugar free candy used the most combination of artificial sweetener. Results of the case study on IRTP indicate that the understanding of the respondents about Good Manufacturing Practices (GMP) does not affect its implementation. The survey shows that 37,6% respondents are said to know and 52,4% knew the basic principles of food safety (GMP), but the results of observation in the field show less. Only 17% respondents got Good value, while 57% respondents got Fair value and 26% respondents got Poor value. Artificial sweetener used by 27% respondents consist of 23% using mix of sugar and artificial sweetener, and 4% using only artificial sweetener. Survey conducted in 7 chemical shops in East Jakarta and Central Jakarta showed that artificial sweetener was very easily obtained without distribution rules. The artificial sweetener that was sold freely in the market were sodium saccharin and sodium cyclamate, which were packed in sachet or bulk packaging.

4 RINGKASAN Penggunaan BTP khususnya pemanis buatan pada beragam produk pangan yang beredar di pasaran cenderung mengalami peningkatan. Adanya tuntutan konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya mendorong produsen makanan mengganti gula dengan pemanis buatan, karena selain dapat memberikan rasa manis pada makanan, pemanis buatan memiliki nilai kalori yang sangat kecil. Dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung pemanis buatan diharapkan asupan kalorinya dapat ditekan, sehingga berat badan dapat dikontrol. Adanya kecenderungan penggunaan pemanis buatan yang semakin meluas tersebut telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang penggunaan pemanis buatan pada produk pangan. Sebelum tahun 2004, regulasi pemanis buatan yang berlaku adalah Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan yang mengatur penggunaan 4 jenis pemanis buatan. Selain regulasi tersebut, Badan POM RI juga mengeluarkan izin khusus penggunaan pemanis buatan pada produk pangan. Selama periode tahun 1993 hingga 2000 telah dikeluarkan izin khusus sebanyak 7 jenis pemanis buatan yaitu maltitol, isomalt, asesulfam K, alitam, silitol, manitol dan sukralosa. Namun keberadaan izin khusus ini memang tidak diketahui oleh masyarakat luas, hanya diketahui industri pangan yang telah mengajukan izin khusus tersebut. Jadi, sebelum diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, sebenarnya pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada produk pangan ada 11 jenis. Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan mengatur penggunaan 13 jenis pemanis buatan dan penambahan jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan, yaitu laktitol dan neotam. Dengan diberlakukannya 13 jenis pemanis buatan tersebut, bagi masyarakat yang kontra telah menimbulkan gejolak, karena Badan POM RI dianggap membuat peraturan yang longgar tentang pemanis buatan. Oleh karena itu melalui pengkajian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka proses manajemen risiko. Proses manajemen risiko merupakan salah satu komponen analisis risiko. Proses manajemen risiko terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu Evaluasi Risiko, Mengkaji Opsi Manajemen Risiko, Implementasi Keputusan Manajemen Risiko, Monitoring dan Review. Tahapan manajemen risiko yang dilakukan pada kajian ini adalah Monitoring dan Review. Monitoring dan review dilakukan terhadap pemberlakuan regulasi pemanis buatan oleh Badan POM RI. Tujuan dari penelitian ini yaitu: 1) melakukan kajian terhadap implementasi Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan yang dilakukan dengan membandingkan penggunaan pemanis buatan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI sebelum dan sesudah pemberlakuan regulasi tersebut, meliputi: a) mengkaji jenis dan kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan yang terdaftar pada kurun waktu (sebelum diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan) dan (sesudah diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan), b) mengkaji jenis pemanis buatan kombinasi yang digunakan pada produk pangan yang

5 terdaftar pada kurun waktu dan ; 2) studi kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah Jakarta, meliputi: a) mengkaji penggunaan pemanis buatan oleh IRTP dan distribusi pemanis buatan di wilayah Jakarta, b) mengkaji persepsi pengusaha IRTP mengenai aspek-aspek Cara Produksi Pangan Yang Baik () dan penerapannya. Kajian implementasi penggunaan pemanis buatan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM dilaksanakan dengan inventarisasi data produk pangan yang menggunakan pemanis buatan yang terdaftar di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM RI antara tahun 1992 hingga Data yang dikumpulkan meliputi: (1) nomor file, (2) nomor persetujuan pendaftaran, (3) nama dan alamat produsen, (4) tahun persetujuan pendaftaran (5) jenis pangan (6) jenis pemanis buatan (7) kadar pemanis buatan (dalam satuan ppm). Data dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu yang terdaftar tahun dan tahun Data yang terkumpul dibuat matriks untuk membandingkan jumlah per jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan (tunggal atau kombinasi) selama tahun dan , jenis pemanis buatan (tunggal atau kombinasi) yang digunakan pada produk pangan selama tahun dan , kadar tiap-tiap pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan selama tahun dan Studi kasus pada IRTP mencakup kegiatan penyusunan kuesioner, penetapan responden, pelaksanaan survei dan pengolahan data. Survei dilakukan untuk mengetahui implementasi penggunaan pemanis buatan oleh IRTP dan mengetahui persepsi IRTP tentang aspek-aspek serta penerapannya. Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada tahun ada 5 jenis dari 11 jenis yang diizinkan (berdasarkan Permenkes 722 dan izin khusus) yaitu aspartam, sorbitol, asesulfam K, siklamat dan sakarin. jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah sorbitol. Hal ini sesuai dengan regulasi pemanis buatan bahwa fungsi dari sorbitol tidak hanya sebagai pemanis, namun juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai perisa, bahan pengisi, penstabil, pengental, anti kempal, humektan, sekuestran dan bahan utama, sehingga industri banyak menggunakan sorbitol pada produknya. Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada kurun waktu ada 8 jenis dari 13 jenis yang diizinkan berdasarkan SK Kepala BPOM yaitu aspartam, asesulfam K, isomalt, maltitol, sorbitol, siklamat, sakarin, dan sukralosa. Jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah aspartam, karena sebagian besar pangan yang menggunakan pemanis buatan adalah minuman serbuk berperisa buah, sehingga penggunaan aspartam menguntungkan karena aspartam memiliki rasa manis seperti gula, tetapi tanpa rasa pahit atau metallic aftertaste, dan dapat memperbaiki cita rasa. Hasil kajian pada kadar pemanis buatan tunggal pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI tahun , terdapat penyimpangan yaitu ditemukannya 2 (dua) produk yang menggunakan pemanis buatan melebihi batas maksimum persyaratan yakni minuman beralkohol dan permen rendah kalori. Temuan ini merupakan human error, namun hasilnya tidak signifikan, karena hanya 2 dari 820 produk (0,2%). Hasil kajian pada jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi, baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya regulasi pemanis buatan oleh Badan POM RI tahun 2004, ada peningkatan baik dari jumlah produk maupun jenis pangan terutama kelompok minuman. Ada 9 jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar pada tahun Pada tahun terjadi peningkatan jenis kombinasi pemanis buatan, tercatat ada 26 jenis kombinasi. Jenis

6 pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi adalah minuman serbuk, ada 116 produk yang terdaftar tahun Jenis pangan yang cukup banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi selain minuman serbuk adalah kembang gula. Ada 69 produk yang terdaftar selama tahun , dengan variasi kombinasi pemanis buatan yang paling banyak. Hingga tahun 2007, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya, namun belum pernah digunakan dalam produk pangan baik secara tunggal maupun kombinasi adalah Laktitol. Hasil survei pada 30 IRTP menunjukkan bahwa responden yang menggunakan pemanis buatan pada produknya ada 27% yang terdiri dari 4% responden menggunakan pemanis buatan saja dan 23% responden menggunakan campuran gula dan pemanis buatan. Umumnya penggunaan pemanis buatan tersebut tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan, karena responden menggunakan pemanis buatan tersebut berdasarkan sensori saja. Hasil survei terbatas pada 7 toko kimia di Jakarta Timur dan Jakarta Pusat menunjukkan bahwa jenis pemanis buatan yang dijual secara bebas di pasaran ada 2 macam yaitu natrium siklamat dan natrium sakarin. Pemanis buatan tersebut dijual dalam kemasan rencengan (sachet) yang berlabel dengan merek Cap Nona, Cap Gentong, Cap Cangkir dan Cap Tiga T serta kemasan kiloan tanpa label. Tidak ada informasi takaran penggunaan pada label kemasan. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah mengingat bahaya penggunaan pemanis buatan bila digunakan tanpa batas maksimum, sehingga distribusi dan perdagangannya perlu mendapatkan pengawasan. Persepsi responden tentang aspek-aspek dalam cukup baik, karena sebagian besar Sangat Tahu (rata-rata 37,6% responden) dan Tahu (rata-rata 52,4% responden) tentang aspek-aspek. Namun hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa hanya 17% IRTP yang mendapatkan nilai Baik, selebihnya 57% IRTP mendapat nilai Cukup dan 26% mendapat nilai Kurang, artinya 90% responden yang tahu aspek-aspek (52,4% responden Sangat Tahu + 37,6% responden Tahu), 16% diantaranya tidak menerapkan sama sekali dan 57% responden belum menerapkan secara menyeluruh. Hal ini perlu mendapat perhatian pemerintah untuk dilakukan penyuluhan terus menerus agar kesadaran IRTP untuk menerapkan semakin meningkat, sehingga IRTP mampu menghasilkan pangan yang aman dan bermutu. Berdasarkan hasil kajian terhadap implementasi regulasi pemanis buatan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI dapat disimpulkan bahwa jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan baik sebelum maupun sesudah diberlakukannya regulasi pemanis buatan oleh Badan POM RI tahun 2004, hampir tidak mengalami perubahan, walaupun ada peningkatan dari segi jumlah produk. Peningkatan jumlah produk kemungkinan berkaitan dengan adanya perkembangan industri baru atau pengembangan produk dari industri yang sudah ada (menambah varian produk), tidak terkait langsung dengan diberlakukannya regulasi tersebut. Berdasarkan studi kasus implementasi regulasi pemanis buatan pada IRTP menunjukkan bahwa IRTP belum menerapkan regulasi pemanis buatan dengan benar, karena IRTP menggunakan pemanis buatan tersebut tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan dan hanya berdasarkan sensori saja. Selain itu, IRTP juga belum sepenuhnya menerapkan, karena hasil penilaian terhadap praktek masih jauh dari harapan pemerintah.

7 Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

8 KAJIAN IMPLEMENTASI REGULASI PEMANIS BUATAN DI INDONESIA DAN STUDI KASUS PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) DI WILAYAH DKI JAKARTA DWI JARWATI Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Program Studi Teknologi Pangan SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

9 Judul Tugas Akhir : Kajian Implementasi Regulasi Pemanis Buatan di Indonesia dan Studi Kasus Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah DKI Jakarta Nama : Dwi Jarwati NRP : F Program Studi : Teknologi Pangan Disetujui Komisi Pembimbing Prof. DR. Ir. C Hanny Wijaya, M.Agr. (Ketua) DR. Ir. Nuri Andarwulan, M.S. (Anggota) Diketahui Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana DR. Ir. Lilis Nuraida, MSc. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal ujian: 09 Sep 2009 Tanggal lulus: 30 Sep 2009

10 PRAKATA Segala puji, hormat dan syukur kami panjatkan kepada TUHAN yang telah melimpahkan kasih dan rahmat-nya kepada kami, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Tugas akhir berjudul Kajian Implementasi Regulasi Pemanis Buatan di Indonesia dan Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah DKI Jakarta disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Teknologi Pangan. Selama proses penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, M.Agr. dan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.S., selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan arahannya selama proses penyusunan tugas akhir ini hingga selesai. 2. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc., selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan untuk perbaikan tugas akhir ini. 3. Badan Pengawas Obat dan Makanan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana. 4. Dr. M. Hayatie Amal, MPH., selaku Direktur Penilaian Keamanan Pangan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan sekolah pascasarjana dan memberikan dukungan selama penyelesaian tugas akhir ini. 5. Dra. Kustiani Adisuparto, Apt., Dewi Sakti Murniati, S.IP., MAP., dan rekan-rekan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan yang selalu memberikan dukungan semangat untuk menyelesaikan tugas akhir ini. 6. Mbak Tika, sebagai asisten koordinator program studi pascasarjana teknologi pangan yang selalu membantu pelaksanaan sidang komisi dan memberikan dukungan semangat untuk penyelesaian tugas akhir ini. 7. Keluargaku tercinta: ibu, suami, mbak Endang, mas Kris, Juliana, dan anak-anak (Grace, Advent dan Hanna) yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil serta dorongan semangat dalam penyelesaian studi. 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Jakarta, Agustus 2009 Dwi Jarwati

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 17 Maret 1969 sebagai anak bungsu dari almarhum Bapak Drs. Suhardi dan Ibu Soemarmi. Tahun 1988, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Klaten dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Penulis menyelesaikan program Sarjana Farmasi pada tahun 1993 dan melanjutkan pendidikan Profesi Apoteker pada perguruan tinggi yang sama dan lulus pada tahun Sejak tahun 1997, penulis bekerja di Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan yang pada tahun 2000 menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Untuk mendalami ilmu pangan, penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi Teknologi Pangan pada tahun 2006 melalui beasiswa yang diperoleh dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR. DAFTAR LAMPIRAN. PENDAHULUAN Latar Belakang... Tujuan.. Kegunaan... TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tambahan Pangan.. Pemanis Buatan. Regulasi Pemanis Buatan.... Analisis Risiko... Industri Rumah Tangga Pangan. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu.... Bahan.. Metode. HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk Pangan Terdaftar di Badan POM RI pada tahun Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)... KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. Saran... ix x xi DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 60 viii

13 DAFTAR TABEL Halaman 1 Hasil sampling pangan secara nasional Hasil sampling PJAS secara nasional Batas maksimum penggunaan pemanis buatan Izin khusus penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan Jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya di Indonesia Jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Kadar pemanis buatan tunggal pad akelompok pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Kadar pemanis buatan tunggal pad akelompok pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada kembang gula yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun ix

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Komponen analisis risiko Proses manajemen risiko Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun dan Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun dan Jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Proporsi jumlah responden menurut jenis produknya Status badan hukum responden Tingkat pendidikan responden Distribusi frekuensi wilayah pemasaran produk Penggunaan pemanis oleh responden Persepsi responden tentang aspek-aspek Hasil penilaian penerapan responden. 50 x

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Lampiran Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang penggunaan pemanis uatan berdasarkan kategori pangan Tiga belas pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya oleh Codex Alimentarius Commision dan di Indonesia Kuesioner untuk mengetahui implementasi regulasi pemanis buatan oleh IRTP dan persepsi responden tentang aspek-aspek Pedoman pemeriksaan sarana produksi pangan industri rumah tangga Formulir pemeriksaan sarana produksi industri rumah tangga pangan Kadar pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun xi

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan mendasar dan merupakan hak asasi setiap orang. Tersedianya pangan yang cukup, aman, bermutu dan bergizi merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya mewujudkan insan yang berharkat dan bermartabat, serta sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk mendapatkan pangan yang aman, bermutu dan layak bagi konsumen merupakan tanggung jawab produsen, pemerintah dan konsumen sendiri. Pemerintah wajib mengupayakan agar pangan yang beredar aman, bermutu, bergizi, tersedia secara memadai dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Pemerintah mengatur dan mengawasi keamanan pangan yang beredar dengan membuat kebijakan-kebijakan yang dapat dijadikan landasan hukum. Produsen harus berusaha menghasilkan produk pangan yang memenuhi standar mutu dan keamanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan konsumen juga harus lebih selektif dalam memilih produk pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Pada kenyataannya, belum semua orang di Indonesia bisa mendapatkan akses terhadap produk pangan yang aman. Sampai saat ini di Indonesia masih sering ditemukan adanya produk pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan keamanan, misalnya penggunaan bahan yang dilarang sebagai bahan tambahan pangan (BTP) atau penggunaan BTP secara berlebihan sehingga melampaui ambang batas maksimal yang diperkenankan. Penggunaan BTP khususnya pemanis buatan pada beragam produk pangan yang beredar di pasaran cenderung mengalami peningkatan. Ada berbagai alasan penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan. Adanya perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung menginginkan memiliki tubuh yang langsing membuat produsen makanan berusaha mengganti gula sebagai pemanis pada produknya dengan pemanis buatan, karena selain dapat memberikan rasa manis pada makanan, pemanis buatan memiliki nilai kalori yang sangat kecil. Dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung pemanis buatan diharapkan asupan kalorinya dapat ditekan, sehingga berat badan dapat dikontrol. Adanya kecenderungan penggunaan pemanis buatan yang semakin meluas tersebut telah menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Kurangnya sosialisasi ke masyarakat kemungkinan menjadi pemicu adanya pertentangan penggunaan pemanis buatan ini. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang kontra 1

17 dengan penggunaan pemanis ini seringkali memberikan informasi yang kurang tepat kepada masyarakat. Apalagi setelah diberlakukannya regulasi pemanis buatan pada tahun 2004 yang mengizinkan penggunaan 13 jenis pemanis buatan. Bahkan Lembaga Konsumen Jakarta (LKJ) pada bulan Maret 2007 telah melakukan penelitian kandungan pemanis buatan pada beberapa produk pangan yang beredar. Hasilnya telah dipublikasikan ke media massa, sehingga menimbulkan kekhawatiran masyarakat untuk mengkonsumsi produk pangan yang mengandung pemanis buatan, karena menurut informasi yang disampaikan oleh LKJ tersebut bahwa dengan mengkonsumsi pemanis buatan dapat menyebabkan kanker. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (Badan POM RI) selaku pemerintah yang telah menetapkan kebijakan tersebut, seharusnya meredam gejolak di masyarakat dengan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat terkait dengan keamanan penggunaan pemanis buatan tersebut. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa di Indonesia masih banyak permasalahan terkait dengan penggunaan pemanis buatan. Meski sudah ada ketentuan batas maksimum penggunaan yang diizinkan, penggunaan pemanis buatan masih sering dilakukan melebihi batas maksimum yang diperbolehkan. Produk-produk yang melanggar ketentuan ini umumnya dibuat oleh para perajin dan pedagang makanan jajanan serta industri rumah tangga pangan yang belum mendapat pembinaan atau penyuluhan. Pemakaian pemanis buatan banyak dipakai pedagang kecil dan industri rumahan karena dapat menghemat biaya produksi. Harga pemanis buatan jauh lebih murah dibandingkan dengan gula asli. Pemanis buatan hanya sedikit ditambahkan untuk memperoleh rasa manis yang kuat. Dalam rangka pemantauan mutu dan keamanan produk pangan, Badan POM RI telah melakukan sampling baik pada sarana produksi maupun sarana distribusi guna dilakukan pengujian laboratorium. Sampling ini merupakan pengawasan rutin yang dilakukan Balai Besar/Balai POM. Pelaksanaan sampling dilakukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Seri Sampling Produk Pangan dan Sampling Rutin Produk Pangan yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Penetapan jumlah dan lokasi sampling adalah n dimana n adalah jumlah kabupaten/kota yang ada dalam cakupan wilayah Balai Besar/Balai POM, jika hasil dari n berupa nilai pecahan, maka dilakukan pembulatan. Nilai di atas 0,5 dilakukan pembulatan ke atas. Khusus untuk kabupaten/kota pada periode sampling tahun sebelumnya dengan hasil uji produk pangan telah memenuhi syarat 90%, maka kabupaten/kota tersebut tidak dijadikan sasaran sampling tahun berikutnya. Jumlah 2

18 sampel pangan ditetapkan oleh masing-masing Balai Besar/Balai POM, karena hal ini bekaitan dengan anggaran/dana yang tersedia. Pengujian laboratorium dilakukan untuk parameter uji yang terkait langsung dengan aspek keamanan pangan dan klaim yang dicantumkan pada label. Pengujian cemaran mikroba terhadap produk yang sudah ada SNI-nya, maka parameter yang diuji mengacu pada SNI produk yang bersangkutan. Sedangkan produk yang belum mempunyai SNI, parameter uji mengikuti tabel prioritas dalam Petunjuk Teknis Seri Sampling Produk Pangan dan Sampling Rutin Produk Pangan yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Hasil sampling untuk periode tahun 2005 hingga 2007 secara nasional dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil sampling pangan secara nasional* No Uraian Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun Jumlah sampel yang diuji Jumlah sampel memenuhi syarat (85,62%) (89,89%) (85,88%) 3. Jumlah sampel tidak memenuhi syarat (14,38%) (10,11%) (14,12%) Jenis Pelanggaran: Menggunakan pemanis buatan 844 (3,09%) 620 (2,39%) 554 (2,39%) bukan untuk makanan diet/rendah kalori Menggunakan pengawet melebihi 216 (0,79%) 382 (1,47%) 205 (0,89%) batas maksimum yang diizinkan Menggunakan formalin pada 282 (1,03%) 198 (0,76%) 185 (0,80%) makanan Menggunakan boraks pada 307 (1,13%) 184 (0,71%) 169 (0,73%) makanan Menggunakan pewarna bukan untuk 445 (1,63%) 351 (1,35%) 309 (1,34%) makanan Mengandung cemaran mikroba 225 (0,83%) 558 (2,15%) 362 (1,56%) melebihi batas maksimum Lain-lain (kadar abu, kadar air, bobot tuntas, label, BTP belum diizinkan) 1605 (5,88%) 333 (1,28%) 1484 (6,41%) *Laporan Inspeksi dan Sertifikasi Pangan tahun Terdapat pelanggaran pada penggunaan pemanis buatan bukan untuk makanan diet atau makanan rendah kalori. Hasil sampling pada periode tahun 2005 hingga 2007 menunjukkan bahwa pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran yang cukup tinggi dibanding pelanggaran yang lain, yaitu rata-rata 2,62% dari total sampel yang diuji. Jika dilihat dari regulasi pemanis buatan yang berlaku, sebenarnya penggunaan pemanis buatan bukan pada makanan diet/rendah kalori bukan merupakan pelanggaran, karena sesuai dengan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, penggunaan pemanis buatan tidak dikhususkan pada makanan diet/rendah kalori, seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. 3

19 Badan POM RI juga melakukan monitoring terhadap Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS). Pelaksanaan sampling dilakukan sesuai dengan Petunjuk Teknis Sampling Produk Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) yang disusun oleh Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Sasaran sampling adalah sarana distribusi pangan meliputi warung, kios, dan pedagang di sekitar sekolah. Hasil sampling PJAS secara nasional untuk periode tahun 2005 hingga 2007 dapat dilihat pada Tabel 2. Pelanggaran pada penggunaan pemanis buatan (siklamat dan sakarin) yang melebihi batas maksimum persyaratan merupakan pelanggaran yang cukup tinggi dibanding pelanggaran yang lain, disamping pelanggaran kandungan cemaran mikroba yang melebihi batas maksimum. Tabel 2 Hasil sampling PJAS secara nasional* No. Uraian Tahun 2005 Tahun 2006 Tahun Jumlah sampel yang diuji Jumlah sampel memenuhi syarat 517 (60,05%) (71,10%) 540 (43,48%) 3. Jumlah sampel tidak memenuhi syarat 344 (39,95%) 839 (28,90%) 702 (56,52%) Jenis Pelanggaran: Menggunakan pewarna dilarang 90 (10,45%) 150 (5,17%) 60 (4,83%) (Rhodamin B, Methanyl Yellow, Amaranth) Mengandung boraks 34 (3,95%) 96 (3,31%) 47 (3,79%) Mengandung formalin 7 (0,81%) 40 (1,38%) 6 (0,48%) Menggunakan siklamat melebihi batas 93 (10,80%) 458 (15,78%) 191 (15,38%) maksimum persyaratan Menggunakan sakarin melebihi batas 29 (3,37%) 85 (2,92%) 66 (5,31%) maksimum persyaratan Mengandung benzoat melebihi batas 10 (1,16%) 8 (0,27%) 20 (1,61%) maksimum persyaratan Mengandung sorbat melebihi batas - 2 (0,07%) - maksimum persyaratan Mengandung cemaran mikroba melebihi batas maksimum 81 (9,41%) (25,12%) *Laporan Inspeksi dan Sertifikasi Pangan tahun Sejauh ini pengawasan post market memang belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya, khususnya pengawasan terhadap pemanis buatan, karena keterbatasan anggaran, fasilitas dan sumber daya manusia. Terlebih kondisi laboratorium penguji di Balai maupun Balai Besar POM yang masih belum mampu menguji ke-13 jenis pemanis buatan yang telah diizinkan penggunaannya di Indonesia. Laboratorium penguji Badan POM RI yaitu Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional sampai saat ini baru mampu melakukan pengujian terhadap 4 (empat) jenis pemanis buatan yaitu aspartam, asesulfam K, sakarin dan siklamat. Sejauh ini sampling dan pengujian hanya dilakukan terhadap penggunaan sakarin dan siklamat, karena sakarin dan siklamat adalah pemanis buatan yang paling sering digunakan oleh produsen dengan alasan harganya yang murah. 4

20 Memperhatikan kasus di atas, melalui pengkajian ini akan digali dan dianalisis permasalahan dalam implementasi regulasi pemanis buatan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah DKI Jakarta. Pengkajian ini merupakan proses manajemen risiko yang merupakan salah satu komponen analisis risiko. Proses manajemen risiko terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu Evaluasi Risiko, Mengkaji Opsi Manajemen Risiko, Implementasi Keputusan Manajemen Risiko, Monitoring dan Review. Tahapan manajemen risiko yang dilakukan pada kajian ini adalah Monitoring dan Review. Monitoring dan review dilakukan terhadap pemberlakuan regulasi pemanis buatan oleh Badan POM RI. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan kajian terhadap implementasi Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, dengan membandingkan penggunaan pemanis buatan pada produk pangan terdaftar sebelum dan sesudah pemberlakuan regulasi tersebut, meliputi: (1) mengkaji jenis dan kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada kurun waktu dan , (2) mengkaji jenis pemanis buatan kombinasi yang digunakan pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada kurun waktu dan Studi kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) di wilayah Jakarta, meliputi: a) mengkaji penggunaan pemanis buatan oleh IRTP dan distribusi pemanis buatan di wilayah Jakarta, b) mengkaji persepsi pengusaha IRTP mengenai aspekaspek Cara Produksi Pangan Yang Baik () dan penerapannya. Kegunaan Hasil kajian diharapkan dapat digunakan oleh pihak Pemerintah sebagai (1) masukan dalam rangka pelaksanaan manajemen risiko terhadap Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, (2) masukan dalam rangka pengawasan pre market dan post market, (3) masukan dalam rangka penyusunan kebijakan untuk pembinaan keamanan pangan terhadap IRTP. 5

21 TINJAUAN PUSTAKA Bahan Tambahan Pangan CAC (2006) menguraikan definisi Bahan Tambahan Pangan (BTP) sebagai komponen yang tidak biasa dikonsumsi sebagai pangan dan bukan merupakan ingridien pangan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Penggunaan BTP seharusnya menghasilkan produk pangan yang aman, sehat dan ekonomis dalam jumlah yang cukup. Dalam CAC (2006) dinyatakan bahwa penggunaan BTP dianjurkan bila mempunyai manfaat, tidak menimbulkan bahaya terhadap kesehatan, tidak menyesatkan konsumen, dan memberikan fungsi secara teknologi. Tujuan penggunaan BTP harus memenuhi satu syarat atau lebih berikut ini: mempertahankan mutu gizi pangan, menyediakan ingridien yang dibutuhkan dalam memproduksi pangan untuk konsumen yang memerlukan diet khusus, meningkatkan mutu atau stabilitas pangan atau untuk meningkatkan sifat organoleptis dengan ketentuan bukan untuk menipu konsumen serta membantu proses pengolahan. BTP tidak boleh digunakan bila bertujuan untuk menutupi kesalahan atau kekurangan selama proses pengolahan, merahasiakan kecacatan, kerusakan atau kejelekan lainnya, menipu konsumen, menurunkan zat gizi yang diperlukan tubuh, efek yang dihasilkan dapat dicapai melalui penerapan Good Manufacturing Practices (GMP), dan untuk mencapai efek yang diinginkan dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Dziezak (1986) yang disitasi oleh Wirakartakusumah dan Syarief (2001) mengelompokkan BTP menjadi 2 (dua) yaitu: (1) bahan tambahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan memperbaiki nilai gizi, mempertahankan kesegaran, sifat organoleptik, dan membantu pengolahan; (2) bahan tambahan yang tidak sengaja ditambahkan. Berdasarkan asal bahannya, BTP dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu alami dan sintetik. BTP alami mempunyai sifat kurang pekat, mudah terpengaruh oleh panas dan kondisi lainnya serta memerlukan bahan dalam jumlah yang lebih banyak sehingga mahal. Sedangkan BTP sintetik bersifat lebih pekat, lebih stabil dan lebih 6

22 murah. Namun, BTP sintetik memiliki beberapa kelemahan, yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan proses sehingga mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan dan seringkali bersifat karsinogenik yang merangsang terjadinya kanker pada manusia dan hewan (Winarno 1997). Indonesia mengatur penggunaan BTP dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, BTP yang diizinkan digunakan dalam pangan terdiri dari golongan antioksidan, antikempal, pengatur keasaman, pemanis buatan, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pemantap, pengental, pengawet, pengeras, pewarna alam, pewarna sintetik, penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, dan sekuestran. Pemanis Buatan Pemanis Buatan adalah bahan tambahan pangan yang dapat menyebabkan rasa manis pada produk pangan yang tidak atau sedikit mempunyai nilai gizi atau kalori, hanya boleh ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu (BPOM 2004). Ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu, yaitu alitam, asesulfam K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin (dan garam natrium, kalium, kalsium), siklamat (asam siklamat dan garam natrium, kalium, kalsium), silitol, sorbitol, dan sukralosa (BPOM 2004). 1. Alitam Alitam atau L-α-aspartil-N-[2,2,4,4-tetrametil-3-trietanil]-D-alanin amida, hidrat dan merupakan senyawa yang disintesis dari asam amino L-asam aspartat, D-alanin, dan senyawa amida yang disintesis dari 2,2,4,4-tetrametiltienanilamin (Auerbach et al. 2001). Alitam memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 2000 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori 1,4 kkal/g atau setara dengan 5,85 kj/g dan Acceptable Daily Intake (ADI) 0,34 mg/kg berat badan. Penggunaannya dengan pemanis buatan lainnya bersifat sinergis (Auerbach et al. 2001; BPOM 2004). 7

23 CAC (Codex Alimentarius Commission) dan Indonesia mengatur maksimum penggunaan alitam pada berbagai produk pangan berkisar antara mg/kg produk dan Cara Produksi Pangan yang Baik () pada sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008). 2. Asesulfam K Asesulfam K atau garam kalium dari 6-methyl-1,2,3-oxathiazin-4(3H)-one- 2,2-dioxide memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 200 kali tingkat kemanisan sukrosa tetapi tidak berkalori dan ADI 15 mg/kg berat badan. Kombinasi penggunaan asesulfam K dengan asam aspartat dan natrium siklamat bersifat sinergis dalam mempertegas rasa manis gula (Lipinski & Hanger 2001; BPOM 2004). CAC mengatur maksimum penggunaan asesulfam K pada berbagai produk pangan berkisar antara mg/kg produk dan pada sediaan pemanis buatan. Indonesia mengatur maksimum penggunaan asesulfam K pada berbagai produk pangan berkisar antara (BPOM 2004; GSFA 2008). 3. Aspartam Aspartam atau L-aspartil-fenilalanin metil ester memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 0,4 kkal/g atau setara dengan 1,67 kj/g dan ADI 50 mg/kg berat badan (Butcho et al. 2001; BPOM 2004). CAC mengatur maksimum penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan berkisar antara mg/kg produk dan pada sediaan pemanis buatan. Indonesia mengatur maksimum penggunaan aspartam pada berbagai produk pangan berkisar antara 110 hingga (BPOM 2004; GSFA 2008). 4. Isomalt Isomalt merupakan campuran dari 6-α-D-glucopyranosyl-D-sorbitol (1,6-GPS) dan 1-o-α-glucopyranosyl-D-mannitol dihydrate (1,1-GPM dihydrate). Isomalt berbentuk kristal berwarna putih, tidak berbau, dan berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,45 0,60 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori isomalt sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kj/kg dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk Generally Recognized as Safe (GRAS) (Wijers & Strater 2001; BPOM 2004). 8

24 CAC dan Indonesia mengatur penggunaan isomalt pada berbagai produk pangan sebagai. Selain sebagai pemanis, isomalt berfungsi sebagai anti kempal, pengemulsi, bulking agent, dan glazing agent (BPOM 2004; GSFA 2008). 5. Laktitol Laktitol dengan rumus kimia C 12 H 24 O 11 atau 4-o- -D-galactopyranosil-Dglucitol, dihasilkan dengan cara mereduksi glukosa dari disakarida laktosa. Laktitol berasa manis seperti gula tanpa purna rasa (aftertaste), dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,4 kali kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2 kkal/g atau setara dengan 8,36 kj/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (Mesters et al. 2001; BPOM 2004). CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaannya pada berbagai produk pangan sebagai. Selain sebagai pemanis, laktitol berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dan bulking agent (BPOM 2004; GSFA 2008). 6. Maltitol Maltitol atau (1-4)-glucosylsorbitol termasuk golongan poliol yang dibuat dengan cara hidrogenasi maltosa yang diperoleh dari hirolisis pati. Maltitol berasa manis seperti gula dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,9 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori laktitol sebesar 2,1 kkal/g atau setara engan 8,78 kj/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (BPOM 2004; Kato & Moskowits 2001). CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaannya pada berbagai produk pangan. Selain sebagai pemanis, maltitol berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, dan bulking agent (BPOM 2004; GSFA 2008). 7. Manitol Manitol dengan rumus kimia C 6 H 14 O 6 merupakan monosakarida poliol. Manitol berasa manis dengan tingkat kemanisan relatif sebesar 0,5 kali tingkat kemanisan sukrosa. Nilai kalori manitol sebesar 1,6 kkal/g atau 6,69 kj/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (BPOM 2004; Le & Mulderrig 2001). CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaannya pada berbagai produk pangan. Selain sebagai pemanis, maltitol berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, pengental, anti kempal dan bulking agent (BPOM 2004; GSFA 2008). 9

25 8. Neotam Neotam atau (N-[N-(3,3-dimethylbutyl)-L-α-aspartyl]-L-phenylalanine 1-methyl ester merupakan pemanis buatan dengan tingkat kemanisan relatif sebesar kali tingkat kemanisan sukrosa. Neotam termasuk pemanis non-nutritif yaitu tidak memiliki nilai kalori. Penggunaan neotam dalam produk pangan dapat secara tunggal maupun kombinasi dengan pemanis lain seperti aspartam, garam asesulfam, siklamat, sukralosa dan sakarin (Stargel et al. 2001). CAC mengatur penggunaan neotam dalam berbagai produk pangan berkisar antara mg/kg produk dan untuk sediaan pemanis buatan. Penggunaan neotam di Indonesia diatur berkisar antara mg/kg produk dan untuk sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008). 9. Sakarin Sakarin sebagai pemanis buatan biasanya dalam bentuk garam berupa kalsium, kalium atau natrium sakarin. Natrium sakarin paling banyak digunakan karena memiliki kelarutan dan stabilitas yang tinggi serta sangat murah. Sakarin tidak mengandung kalori, tapi mempunyai tingkat kemanisan 300 kali lebih manis dari sukrosa, tetapi pada konsentrasi yang tinggi, sakarin mempunyai after taste pahit (Pearson 2001)). CAC mengatur penggunaan sakarin dalam berbagai produk pangan berkisar antara mg/kg produk dan untuk sediaan pemanis buatan. Penggunaan sakarin di Indonesia diatur berkisar antara mg/kg produk dan mg/kg produk untuk sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008). 10. Siklamat Asam siklamat, atau asam sikloheksilsulfamat mempunyai rumus kimia C 6 H 13 NO 3 S dan berat molekul 179,24. Siklamat memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 40 kali kemanisan sukrosa, tidak berkalori dan memiliki ADI 0-11 mg/kg berat badan (Bopp & Price 2001; BPOM 2004). CAC mengatur penggunaan siklamat dalam berbagai produk pangan berkisar antara mg/kg produk dan untuk sediaan pemanis buatan. Penggunaan siklamat di Indonesia diatur berkisar antara mg/kg produk dan untuk sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008). 10

26 11. Silitol Silitol adalah senyawa poliol dengan 5 atom karbon dengan tingkat kemanisan yang relatif sama dengan sukrosa. Secara alami terdapat dalam beberapa buah dan sayur. Nilai kalori silitol sebesar 2,4 kkal/g atau setara dengan 10,03 kj/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (BPOM 2004; Olinger & Pepper 2001). CAC dan Indonesia mengatur penggunaan silitol pada berbagai produk pangan sebagai, kecuali pada kategori pangan sebesar mg/kg produk (BPOM 2004; GSFA 2008). 12. Sorbitol Sorbitol merupakan monosakarida poliol dengan rumus kimia C 6 H 14 O 6. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 0,6 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kj/g dan ADI tidak dinyatakan karena termasuk GRAS (BPOM 2004; Le & Mulderrig 2001). CAC dan Indonesia mengatur maksimum penggunaan sorbitol pada berbagai produk pangan sebagai, kecuali pada kategori pangan sebesar mg/kg dan kategori pangan sebesar mg/kg (BPOM 2004; GSFA 2008). 13. Sukralosa Sukralosa atau 1,6-dichloro-1,6-dideoxy- -D-fructofuranosyl-4-chloro-4- deoxy- -D-galactopyranoside dengan rumus kimia C 12 H 19 Cl 3 O 8. Sukralosa memiliki tingkat kemanisan relatif sebesar 600 kali tingkat kemanisan sukrosa tanpa nilai kalori dan ADI 0 15 mg/kg berat badan (BPOM 2004; Goldsmith & Merkel 2001). CAC mengatur maksimum penggunaan sukaralosa pada berbagai produk pangan berkisar antara mg/kg produk, sedangkan Indonesia menetapkan antara mg/kg produk dan untuk sediaan pemanis buatan (BPOM 2004; GSFA 2008). Regulasi Pemanis Buatan Penggunaan pemanis buatan pada produk pangan diatur dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Ada 4 jenis pemanis buatan yang diatur penggunaannya dalam produk pangan seperti ditunjukkan pada Tabel 3. 11

27 Badan POM RI juga mengeluarkan izin khusus penggunaan pemanis buatan yang tidak ada dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Selama periode tahun 1993 hingga 2000 telah dikeluarkan izin khusus sebanyak 7 jenis pemanis buatan yaitu maltitol, isomalt, asesulfam K, alitam, silitol, manitol dan sukralosa, seperti pada Tabel 4. Jadi, sebelum tahun 2004, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan izin khusus ada 11 jenis yaitu aspartam, sakarin (dan garam natrium), siklamat (garam natrium dan garam kalsium), sorbitol, maltitol, isomalt, asesulfam K, alitam, silitol, manitol dan sukralosa. Pada tahun 2004 Badan POM RI menerbitkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Ada 13 jenis pemanis buatan yang diizinkan ditambahkan ke dalam produk pangan dalam jumlah tertentu, yaitu alitam, asesulfam K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin (dan garam natrium, kalium, kalsium), siklamat (asam siklamat dan garam natrium, kalium, kalsium), silitol, sorbitol, dan sukralosa (BPOM 2004). Tabel 3 Batas maksimum penggunaan pemanis buatan *) No. Nama BTP Jenis/Bahan Pangan Batas Maksimum Penggunaan 1. Aspartam Hanya dalam bentuk sediaan 2. Sakarin (dan garam natrium) Pangan Berkalori Rendah: a. Permen Karet b. Permen c. Saus d. Es Krim dan sejenisnya e. Es Lilin f. Jem dan Jeli g. Minuman ringan h. Minuman yogurt i. Minuman ringan fermentasi 50 mg/kg (Sakarin) 100 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 200 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 200 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 300 mg/kg (Na Sakarin) 50 mg/kg (Sakarin) 3. Siklamat (garam natrium dan garam kalsium) Pangan Berkalori Rendah: a. Permen Karet b. Permen c. Saus d. Es Krim dan sejenisnya e. Es Lilin f. Jem dan Jeli g. Minuman ringan h. Minuman yogurt i. Minuman ringan fermentasi 4. Sorbitol a. Kismis b. Jem dan jeli; Roti c. Pangan lain Dihitung sebagai asam siklamat: 500 mg/kg 1 g/kg 3 g/kg 2 g/kg 3 g/kg 2 g/kg 3 g/kg 3 g/kg 500 mg/kg 5 g/kg 300 g/kg 120 g/kg *) Permenkes RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 12

28 Jenis-jenis pemanis buatan yang dizinkan penggunaannya pada ke-3 regulasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Sebelum tahun 2004, ada 11 jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan berdasarkan Permenkes RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan izin khusus. Jika dibandingkan sebelum dan sesudah tahun 2004, ada penambahan jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan, yaitu laktitol dan neotam. Tabel 4 Izin khusus penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan* No. Tanggal Nama Pemanis Bahan Pangan Kadar Isomalt Cokelat dan cokelat susu, kembang gula, permen karet, jam, selai, marmalad, es krim Secukupnya dan sejenisnya, yogurt, biskuit, produk panggang, cake, sereal sarapan, makanan ringan ekstrudat Maltitol minuman ringan, jeli, kembang gula, permen Secukupnya dan karet, produk cokelat, susu dan hasil olahnya Asesulfam K Minuman ringan, kembang gula, saos dan Secukupnya sejenisnya, produk roti, sari buah, susu dan hasil olahnya, pangan ringan, marmalad, jam dan jeli Alitam Minuman, tepung dan hasil olahnya, kembang Secukupnya gula, yogurt, es krim, jam, jeli Silitol - Kembang gula, permen karet Secukupnya Sereal, jam, jeli, saus, mustard Manitol - Produk bakeri Secukupnya Sukralosa - Desert dengan dasar susu (es krim, es susu, puding) - Desert dengan dasar lemak - Desert dengan dasar buah-buahan - Kembang gula lunak dan keras - Roti dan produk bakeri - Table Top Sweetener - Pangan diet (pangan untuk bayi dan anak) - Pangan diet untuk mengurangi berat badan - Pangan diet (pangan suplemen untuk penggunaan dietary) *Kompilasi izin khusus Direktorat Standardisasi Produk Pangan 400 mg/kg 250 mg/kg 1250 mg/kg 1500 mg/kg 750 mg/kg GMP 400 mg/kg 1250 mg/kg 800 mg/kg CAC mengatur penggunaan pemanis buatan dalam Codex General Standard for Food Additives. Ada 24 jenis pemanis yang diizinkan penggunaannya dalam produk pangan yaitu asesulfam K, alitam, aspartam, garam aspartam-asesulfam, kalsium siklamat, kalsium sakarin, asam siklamat, eritritol, isomal (isomaltitol), laktitol, maltitol, sirup maltitol, manitol, neotam, sirup poliglisitol, kalium sakarin, sakarin, natrium siklamat, natrium sakarin, sorbitol, sirup sorbitol, sukralosa, thaumatin, dan silitol. Tiga belas jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya dalam GSFA tersebut sama dengan yang diizinkan di Indonesia, yaitu alitam, asesulfam K, aspartam, isomalt, laktitol, maltitol, manitol, neotam, sakarin (dan garam natrium, 13

29 kalium, kalsium), siklamat (asam siklamat dan garam natrium, kalium, kalsium), silitol, sorbitol, dan sukralosa, seperti pada Lampiran 2. No. Tabel 5 Jenis pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya di Indonesia Sebelum Tahun 2004 Sesudah tahun 2004 Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan Izin khusus 1. Aspartam Isomalt Alitam 2. Sakarin Maltitol Asesulfam K 3. Siklamat Asesulfam K Aspartam 4. Sorbitol Alitam Isomalt 5. Silitol Maltitol 6. Manitol Manitol 7. Sukralosa Sakarin 8. Siklamat 9. Sukralosa 10. Silitol 11. Sorbitol 12. Laktitol 13. Neotam Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan Penggunaan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan Analisis Risiko Analisis risiko merupakan generasi ketiga dari sistem keamanan pangan. Ketiga generasi tersebut adalah: 1) Good Hygienic Practices dan pendekatan serupa dalam produksi dan penyiapan pangan untuk menurunkan prevalensi dan konsentrasi bahaya 2) HACCP dan pendekatan serupa yang secara pro-aktif mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya pada tahap-tahap proses dan menitikberatkan pada tindakan pencegahan 3) Analisis risiko yang secara sistematis memfokuskan pada penanggulangan kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan jika mengkonsumsi pangan yang mengandung bahaya dan terdapatnya bahaya pada seluruh rantai pangan. Melalui analisis risiko diharapkan dapat diperoleh suatu proses yang secara sistematis dan transparan; dapat mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi ilmiah maupun non-ilmiah yang relevan tentang bahaya kimia, mikrobiologis maupun fisik yang mungkin terdapat dalam pangan, sebagai landasan pengambilan keputusan untuk memilih opsi terbaik dalam menangani risiko tersebut berdasarkan berbagai alternatif yang diidentifikasi (Rahayu & Kusumaningrum 2004). 14

30 Komponen Analisis Risiko Sebagai proses pengambilan keputusan yang terstruktur, menurut CAC yang dipakai sebagai acuan oleh Rahayu dan Kusumaningrum (2004), analisis risiko dibagi dalam 3 komponen, meliputi: kajian risiko, manajemen risiko, dan komunikasi risiko, seperti pada Gambar 1. Risiko yang dimaksud adalah kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan tingkat gangguan kesehatan sebagai akibat adanya bahaya (hazard) dalam pangan. Kajian Risiko adalah suatu proses penentuan tingkat risiko yang berlandaskan data-data ilmiah yang terdiri dari 4 (empat) tahapan, yakni: i) identifikasi bahaya; ii) karakterisasi bahaya; iii) kajian pemaparan; iv) karakterisasi risiko. Manajemen risiko secara prinsip adalah suatu proses yang terpisah dari kajian risiko yang meliputi pembuatan dan penerapan kebijakan dengan mempertimbangkan masukan dari pihak-pihak terkait mengenai kajian risiko dan faktor lain yang relevan untuk melindungi kesehatan konsumen dan mempromosikan perdagangan yang fair, dan jika diperlukan memilih opsi pencegahan dan pengendalian yang sesuai untuk menanggulangi risiko. Kajian Risiko Landasan ilmiah Manajemen Risiko Landasan kebijakan Komunikasi Risiko Pertukaran informasi dan opini yang interaktif terus menerus Gambar 1 Komponen analisis risiko Komunikasi Risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara interaktif dalam pelaksanaan proses analisis risiko mengenai risiko, faktor yang berkaitan dengan risiko, dan persepsi risiko, antara pengkaji risiko, manajer risiko dan pihak 15

31 terkait lainnya, seperti pihak pemerintah, konsumen, industri dan akademisi informasi yang diberikan termasuk penjelasan tentang temuan-temuan dalam kajian risiko dan landasan keputusan manajemen risiko. Manajemen Risiko Menurut Rahayu dan Kusumaningrum (2004), manajemen risiko merupakan bagian yang esensial dalam analisis risiko. Proses manajemen risiko terdiri dari tahapan-tahapan yang meliputi identifikasi dan evaluasi suatu risiko keamanan pangan, pengkajian semua opsi yang mungkin untuk mengendalikan risiko tersebut, pengambilan keputusan manajemen risiko, dan penjaminan bahwa keputusan yang diambil adalah keputusan yang terbaik, seperti terlihat pada Gambar 2. Evaluasi Risiko - Identifikasi masalah - Pengembangan profil risiko - Pengurutan bahaya - Pembentukan komisi kajian risiko Monitoring dan Review - Review hasil - Pengkajian keberhasilan tindakan yang diambil Mengkaji Opsi Manajemen Risiko - Identifikasi opsi - Seleksi opsi - Pengambilan keputusan akhir manajemen Implementasi Keputusan Manajemen Risiko - Pelaksanaan tindakan terbaik untuk menangani masalah Gambar 2 Proses Manajemen Risiko Proses manajemen risiko merupakan proses yang berkesinambungan. Dengan demikian setiap model manajemen risiko harus fleksibel, sehingga memungkinkan untuk dilakukan review terhadap berbagai kegiatan, melakukan pengulangan dan melakukan modifikasi jika diperlukan. Tahapan dalam proses 16

32 manajemen risiko tidak harus selalu mempunyai urutan yang sama, yang penting adalah perhatian harus diberikan pada semua tahapan. Evaluasi Risiko Evaluasi risiko adalah proses yang meliputi tahapan sebagai berikut: a. Identifikasi masalah keamanan pangan Identifikasi yang dimaksukan adalah menentukan masalah keamanan pangan yang akan dikaji. Informasi permasalahan dapat diperoleh berdasarkan pengalaman pada waktu inspeksi, uji toksisitas, data surveilan penyakit, keterbatasan aturan standar, serta studi laboratorium, klinis dan epidemiologi. b. Mengembangkan profil risiko Pengembangan profil adalah suatu analisis keadaan yang dapat memberikan informasi yang cukup tentang masalah keamanan pangan yang menggambarkan kapan dan bagaimana munculnya masalah tersebut dan kemungkinan cara pemecahan-pemecahannya, yang akan digunakan oleh manajer risiko untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan kajian risiko terhadap masalah tersebut. c. Mengurutkan bahaya untuk kajian risiko dan menetapkan prioritas untuk manajemen risiko Dalam menentukan urutan bahaya maupun prioritas perlu disusun terlebih dahulu tujuan dan kriteria untuk manajemen risiko. Tujuan tersebut misalnya: untuk menurunkan tingkat cemaran mikrobiologis pada produk pangan pada saat penjualan, menurunkan jumlah penyakit yang disebabkan patogen tertentu, dan sebagainya. d. Penetapan kebijakan kajian risiko Penetapan kebijakan kajian risiko merupakan tanggung jawab manajemen risiko yang dilakukan bersama-sama dengan pengkaji risiko. Kebijakan kajian risiko merupakan acuan yang terdokumentasi tentang pemilihan opsi-opsi dan penilaiannya untuk pengambilan keputusan dalam kajian risiko. Kebijakan tersebut harus memberikan pemahaman yang jelas tentang manfaat dan lingkup kajian risiko dan cara pelaksanaan kajian risiko. 17

33 e. Pembentukan komisi kajian risiko Komisi kajian risiko dibentuk sesudah ada keputusan diperlukannya kajian risiko, dengan melibatkan keahlian di berbagai bidang, termasuk ahli mikrobiologi/kimia dan matematika/statistik. f. Interpretasi hasil-hasil kajian risiko Interpretasi hasil-hasil kajian risiko dilakukan jika kajian risiko sudah selesai, untuk meninjau apakah hasil-hasil kajian risiko sudah dapat menjawab pertanyaan manajemen risiko ataupun mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengkajian Opsi-opsi Manajemen Risiko Pengkajian opsi-opsi manajemen dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Identifikasi opsi-opsi manajemen risiko yang tersedia Proses identifikasi opsi manajemen dapat dilakukan dengan membuat daftar semua kejadian, perubahan ataupun hal-hal lain yang dapat mempengaruhi tujuan manajemen risiko yang sudah ditentukan. b. Memilih opsi manajemen yang sesuai Pemilihan opsi manajemen meliputi suatu analisis yang sistematis, perbandingan dan evaluasi dampak yang mungkin terjadi dari berbagai opsi yang ada, untuk menurunkan atau mencegah terjadinya risiko. Manajer risiko dapat menggunakan berbagai cara untuk menentukan pilihan, misalnya dengan mempertimbangkan perlunya zero risk, cost-benefit analysis, dan sebagainya. c. Menentukan keputusan akhir manajemen Keputusan akhir manajemen harus diambil berdasarkan pada ketersediaan informasi ilmiah, teknis dan ekonomis serta informasi lain yang relevan. Prioritas harus lebih ditekankan pada pencegahan bahaya daripada pengendalian bahaya. Implementasi Keputusan Manajemen Risiko Keputusan manajemen risiko dapat diimplementasikan oleh berbagai pihak, termasuk pejabat pemerintahan, industri pangan, dan konsumen. Jenis dan metode implementasi dapat berbeda-beda disesuaikan dengan pihak yang terkait, misalnya melalui inspeksi rutin oleh inspektor, penerapan GMP atau HACCP oleh industri pangan ataupun pendidikan konsumen. 18

34 Monitoring dan Review Keputusan manajemen risiko harus dipantau secara periodik. Berdasarkan pada perkembangan informasi ilmiah yang baru atau temuan-temuan selama monitoring, dimungkinkan untuk memperbaiki keputusan manajemen risiko yang ditetapkan ataupun tujuan manajemen risiko. Selama monitoring, manajer risiko dapat mengukur keberhasilan suatu proses atau prevalensi maupun tingkat bahaya tertentu pada bagian spesifik pada rantai pangan. Berdasarkan hasil monitoring ada kemungkinan diperlukan revisi dan pengulangan kajian risiko, pengambilan keputusan baru, dan implementasi keputusan, sehingga merupakan suatu proses yang berulang (iteratif). Perubahanperubahan tujuan umum yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, informasi maupun data baru, atau inovasi teknologi merupakan faktor-faktor yang menentukan perlu tidaknya peninjauan kembali opsi-opsi manajemen risiko dan memperbanyak proses analisis risiko. Industri Rumah Tangga Pangan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) menurut definisi Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, adalah perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis. Namun demikian, Badan POM RI tidak memiliki batasan tentang berapa tenaga kerja dan modal bagi IRTP yang menjadi objek pengawasannya. Menurut UU No. 9 tahun 1995, usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,-. Kriteria lainnya menurut UU tersebut adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak. IRTP sebagai produsen yang memproduksi pangan untuk dikonsumsi seyogyanya mendapat perhatian pemerintah. IRTP harus mampu menghasilkan pangan olahan yang bersih, higienis, dan bebas dari cemaran bakteri patogen dan bahan kimia berbahaya yang dapat membahayakan dan merugikan masyarakat. Untuk mewujudkan itu, adalah tugas pemerintah untuk melakukan pembinaan terhadap IRTP agar hasil produksinya aman untuk dikonsumsi dengan tetap membentuk jaring pengaman sosial dan memberdayakan serta mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu 19

35 menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, IRTP dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja. Oleh karena itu, disamping melakukan pengawasan terhadap IRTP agar mampu menghasilkan pangan yang bermutu dan aman dikonsumsi, pemerintah juga diharapkan dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang mendorong untuk mengembangkan potensi ekonomi rakyat. Dalam upaya peningkatan mutu dan keamanan pangan, IRTP harus didukung oleh peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM. Pengembangan dan peningkatan kualitas SDM ini dilakukan melalui berbagai pelatihan, yaitu pelatihan dasar dan lanjutan, serta bimbingan teknis bagi tenaga penyuluh keamanan pangan dan District Food Inspector kabupaten/kota. Pengawasan keamanan pangan harus melibatkan peran dan tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam satu jaringan yang bersinergi, yang mencakup 3 subsistem yaitu pengawasan oleh produsen/pelaku usaha, pengawasan oleh pemerintah dan pengawasan oleh masyarakat. Badan POM dalam melakukan pengawasan bekerja sama dengan berbagai pihak terutama pemerintah daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota berupaya secara maksimal untuk mencegah, memantau dan mengawasi agar tidak terjadi penyalahgunaan BTP ilegal misalnya penggunaan formalin sebagai pengawet pangan atau penggunaan BTP yang tidak sesuai dengan takaran penggunaannya. 20

36 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di wilayah Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, selama 10 (sepuluh) bulan sejak bulan April 2008 sampai dengan bulan Januari Data sekunder berupa data pendaftaran produk pangan dalam negeri diperoleh dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan dan data hasil inspeksi / sampling pangan dan pangan jajanan anak sekolah diperoleh dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan, Badan POM RI. Data primer diperoleh melalui survei yang dilakukan pada IRTP dan toko kimia yang berada di wilayah Jakarta. Bahan Bahan yang digunakan berupa data sekunder, meliputi: (1) data penggunaan pemanis buatan dalam produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun , (2) data hasil sampling pangan dan PJAS nasional dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. Data primer diperoleh melalui survei pada IRTP dan 7 toko kimia di Jakarta, dengan alat bantu berupa: (1) kuesioner sebagai instrumen untuk mengetahui persepsi produsen tentang aspek-aspek dan implementasi penggunaan pemanis buatan dalam produknya, (2) pedoman pemeriksaan sarana produksi IRTP dan formulir pemeriksaan sarana produksi IRTP untuk mengetahui penerapan IRTP. Metode Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan kegiatan sesuai dengan tujuan penelitian dan hasil yang diharapkan yaitu: (1) Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Pangan yang Terdaftar di Badan POM RI pada tahun (2) Studi Kasus pada IRTP. Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Pangan yang Terdaftar di Badan POM RI meliputi (a) Kajian jenis dan kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan dan (b) kajian jenis pemanis buatan kombinasi yang digunakan pada produk pangan. Studi Kasus pada IRTP meliputi (a) kajian penggunaan pemanis buatan oleh IRTP didukung dengan data distribusi pemanis buatan di toko kimia di Jakarta (b) kajian terhadap persepsi pengusaha IRTP mengenai aspek-aspek dan penerapannya. 21

37 Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk Pangan Terdaftar di Badan POM RI pada tahun Penggunaan Pemanis Buatan Tunggal Pada Produk Pangan Kegiatan diawali dengan inventarisasi data produk pangan yang menggunakan pemanis buatan yang terdaftar di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, Badan POM RI antara tahun 1992 hingga Data yang dikumpulkan meliputi: (1) nomor file, (2) nomor persetujuan pendaftaran, (3) nama dan alamat produsen, (4) tahun persetujuan pendaftaran (5) jenis pangan (6) jenis pemanis buatan (7) kadar pemanis buatan. Kadar pemanis buatan untuk tiap-tiap produk dihitung dengan mengkonversikan kadar pemanis buatan yang digunakan dalam produk pangan dari satuan % atau persajian menjadi satuan ppm. Kemudian, dibuat interval dari kadar terendah hingga kadar tertinggi. Dari interval tersebut dihitung rata-rata kadar pemanis buatan untuk tiap jenis pemanis pada masing-masing jenis produknya. Data yang terkumpul dibuat matriks yang membandingkan jumlah per jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan selama tahun dan selama tahun , jenis pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan selama tahun dan selama tahun , kadar tiap-tiap pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan selama tahun dan selama tahun Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kesesuaian implementasi penggunaan pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan terhadap regulasi pemanis buatan, meliputi jenis pemanis, jenis produk pangan dan kadarnya. Penggunaan Pemanis Buatan Secara Kombinasi Pada Produk Pangan Kegiatan yang dilakukan sama dengan kegiatan kajian jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan yang terdaftar di BPOM antara tahun 1992 hingga 2007, perbedaannya adalah jenis pemanis buatan yang digunakan merupakan kombinasi. Dari data base Direktorat Penilaian Keamanan Pangan, dikelompokkan tiap nomor file dan nomor persetujuan pendaftaran yang sama, sehingga dapat diketahui kombinasi pemanis buatan yang digunakan untuk produk tersebut. Data yang terkumpul dibuat matriks yang membandingkan jumlah per jenis pangan yang 22

38 menggunakan pemanis buatan kombinasi antara tahun dan serta kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan antara tahun dan Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kesesuaian implementasi penggunaan pemanis buatan yang digunakan secara kombinasi pada produk pangan terhadap regulasi pemanis buatan, meliputi jenis pemanis dan jenis produk pangan. Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan Penyusunan Kuesioner. Kuesioner merupakan salah satu instrumen untuk mendapatkan informasi yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh data tentang pemahaman pengusaha industri rumah tangga pangan mengenai pengetahuan keamanan pangan. Kuesioner terdiri dari 3 (tiga) bagian meliputi identitas responden, persepsi produsen IRTP tentang aspek-aspek dan implementasi regulasi pemanis buatan oleh IRTP (Lampiran 3). Disamping kuesioner, penulis menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP (Lampiran 4) dan Formulir Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP untuk mengkaji penerapan yang telah dilakukan oleh IRTP (Lampiran 5). Identitas responden meliputi nama dan alamat perusahaan, jenis produk pangan, status badan hukum, nama pemilik/penanggungjawab, umur, pendidikan terakhir pengusaha, dan cakupan wilayah pemasaran produk. Persepsi produsen IRTP tentang aspek-aspek berisi 41 pernyataan yang terdiri dari 13 unsur yaitu: 1. Lingkungan Produksi 2. Bangunan dan Fasilitas 3. Peralatan Produksi 4. Suplai Air 5. Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Dan Sanitasi 6. Pengendalian Hama 7. Kesehatan dan Higiene Karyawan 8. Pengendalian Proses 9. Label Pangan 10. Penyimpanan 11. Manajemen Pengawasan 12. Pencatatan Dan Dokumentasi 13. Pelatihan Karyawan 23

39 Data yang dihasilkan dari survei ini berupa jawaban pernyataan dengan alternatif jawaban: ST = Sangat Tahu, T = Tahu, R = Ragu-ragu, TT = Tidak Tahu, STT = Sangat Tidak Tahu. Penerapan pada IRTP dilakukan dengan melakukan pengamatan di lapang menggunakan Formulir Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP dan hasilnya dinilai berdasarkan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP yang disusun oleh Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan POM RI. Untuk mendukung hasil survei terhadap IRTP, dilakukan juga survei terbatas di 7 (tujuh) toko kimia yang menjual pemanis buatan di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat, untuk mengetahui distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Penetapan Kriteria dan Jumlah Responden. Responden dipilih dari IRTP yang ada di DKI Jakarta yang diduga menggunakan pemanis buatan pada produknya. Sesuai dengan data produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI, maka IRTP yang dipilih adalah IRTP yang memproduksi minuman baik minuman serbuk maupun minuman yang siap minum. Dengan menggunakan variabel estimasi proporsi populasi dengan tingkat kepercayaan 95% dihitung dengan menggunakan rumus (Nazir 2003) sebagai berikut: n = z α/22 pq E 2 dengan: E = galat estimasi = error estimation p = proporsi populasi, 0.5 apabila tidak diketahui q = 1 p α = taraf keterandalan 100 (1 α)% = tingkat keyakinan Pada penelitian ini, diharapkan galat estimasi (tingkat kesalahan) tidak lebih dari 18% dengan tingkat keyakinan 95%. Dengan demikian, maka nilai α = 0.05, dan α/2 = 0.025, sehingga z = 1.96 (diperoleh dari tabel distribusi normal standar). Dengan nilai E = 0.18; p = 0.5; q = 0.5, maka diperoleh jumlah responden untuk penelitian ini adalah: n = x 0.5 x 0.5 = 29 responden

40 Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka ditetapkan jumlah responden sebanyak 30 (tiga puluh) IRTP. Pelaksanaan survei. Survei dilaksanakan melalui pengisian kuesioner dan wawancara. Responden merupakan pengusana IRTP, diminta mengisi kuesioner sesuai dengan persepsi mereka tentang aspek-aspek. Wawancara dilakukan untuk mengetahui bagaimana IRTP menggunakan pemanis buatan pada produknya. Disamping itu, dilakukan pengamatan terhadap kondisi IRTP menggunakan formulir pemeriksaan IRTP dan dinilai menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP. Survei terbatas ke 7 (tujuh) toko kimia di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Pusat dilakukan untuk mengetahui distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini bermanfaat untuk mendukung hasil survei terhadap IRTP. Pengolahan data. Keluaran dari kajian ini berupa : (a) Profil responden meliputi jenis produk pangan yang diproduksi oleh IRTP, status badan hukum IRTP, pendidikan pengusaha, dan cakupan wilayah pemasaran produk (b) gambaran implementasi regulasi pemanis buatan. Dari ke-30 IRTP dihitung jumlah IRTP yang menggunakan pemanis berupa gula, gula dan pemanis buatan, serta yang menggunakan pemanis buatan saja; data didukung dengan hasil survei distribusi pemanis buatan di toko kimia. (c) gambaran persepsi pengusaha IRTP tentang aspek-aspek Tiap-tiap unsur yang ditanyakan kepada ke-30 reponden, dihitung jumlah dari masingmasing alternatif jawaban yaitu ST, T, R, TT, atau STT. Kemudian dihitung persentase untuk masing-masing alternatif jawaban tersebut.. (d) gambaran penerapan oleh IRTP. Dari ke-30 IRTP dilihat penerapan nya menggunakan formulir pemeriksaan sarana produksi IRTP, kemudian hasilnya dinilai menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP. 25

41 HASIL DAN PEMBAHASAN Kajian Implementasi Penggunaan Pemanis Buatan pada Produk PanganTerdaftar di Badan POM RI pada tahun Penggunaan Pemanis Buatan Tunggal Pada Produk Pangan Data produk pangan yang menggunakan pemanis buatan diperoleh dari database Direktorat Penilaian Keamanan Pangan selama tahun tahun 1992 hingga 2007, karena pada tahun 2008 entry data pendaftaran pangan sempat terhenti dikarenakan adanya uji coba sistem registrasi yang baru. Data dikelompokkan menjadi 2 (dua) kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal, yaitu yang terdaftar pada tahun tahun dan yang terdaftar pada tahun tahun Pengelompokan tersebut ditujukan untuk melihat kecenderungan industri pangan dalam menggunakan pemanis buatan pada produknya terkait dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Perbandingan kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun dengan dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan, ada pengurangan dan penambahan jenis pangan baru setelah dibelakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Pengurangan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal terdapat pada jenis pangan Ikan dan Hasil Olahnya, Lemak Hewani-nabati dan Minuman Gula Asam. Pengurangan jenis pangan tersebut sebenarnya tidak terkait dengan pemberlakuan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun kemungkinan disebabkan tidak adanya pendaftaran jenis pangan tersebut pada tahun 2004 hingga Karena menurut regulasi yang berlaku, pemanis buatan diizinkan penggunaannya pada jenis pangan tersebut. Penambahan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan pada tahun dibandingkan pada tahun terdapat pada jenis pangan: Penguat Rasa, Jam, Kue/Roti, Dekorasi (Pengisi Roti), Es Krim, Krimer Nabati, Minuman Beralkohol, Minuman Beroksigen, Minuman Susu, dan Yogurt. Berdasarkan regulasi pemanis buatan yang berlaku saat itu yaitu Permenkes RI No. 26

42 722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus, terdapat penambahan 2 jenis pangan yaitu minuman beralkohol dan krimer nabati. Penambahan jenis pangan Penguat Rasa, Jam, Kue/Roti, Dekorasi (Pengisi Roti), Es Krim, Minuman Beroksigen, Minuman Susu, dan Yogurt lebih terkait dengan pengembangan produk oleh industri pangan, seperti minuman beroksigen yang baru ada pada sekitar tahun Tabel 6 Jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun No. I II III JENIS PRODUK PANGAN Bahan Tambahan Pangan 1. Bahan Pengembang 2. Perisa 3. Pengemulsi 4. Pewarna Makanan 5. Sediaan Pemanis Buatan 6. Penguat Rasa Makanan 1. Agar-agar / Jeli 2. Jam 3. Saus 4. Biskuit 5. Ikan dan Hasil Olahnya 6. Kecap 7. Kembang Gula 8. Lemak Hewani-Nabati 9. Makanan Ringan 10. Kue / Roti 11. Dekorasi (Pengisi Roti) Minuman 1. Sirup Berperisa 2. Susu Bubuk 3. Makanan Diet Khusus 4. Minuman Sari Buah 5. Minuman Gula Asam 6. Minuman Isotonik 7. Minuman Jeli 8. Minuman Berperisa 9. Minuman Serbuk 10. Minuman Teh 11. Es Krim 12. Krimer Nabati 13. Minuman Beralkohol 14. Minuman Beroksigen 15. Minuman Susu 16. Yogurt JUMLAH PRODUK PANGAN JUMLAH Selain penambahan jenis pangan, jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan pada tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu dari 379 produk pangan menjadi 820 produk pangan (meningkat 116%) dibanding tahun Hal ini disebabkan oleh adanya kecenderungan industri pangan untuk menekan biaya produksi karena krisis ekonomi, adanya penambahan 27

43 varian baru pada jenis pangan yang sama dan adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya, karena pemanis buatan tidak atau sangat kecil kandungan kalorinya. Gambar 3 menunjukkan histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun dan , untuk melihat sejauh mana penambahan jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan. Gambar 3 Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun dan Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa pengurangan jenis pangan dan penambahan jenis pangan pada masing-masing kategori (BTP, Makanan, dan Minuman) pada tahun dibanding tahun , ternyata sangat kecil. Artinya pada tahun dan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan sebenarnya hampir sama. Proporsi jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun dapat dilihat pada Gambar 4. Pada tahun 1992 hingga tahun 2003 yakni sebelum diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, jenis pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan adalah minuman serbuk, BTP (pewarna makanan, sediaan pemanis buatan, 28

44 essence), minuman ringan/ berkarbonasi, sirup beraroma, kembang gula, agar-agar dan jeli. Jenis pangan lain yang menggunakan pemanis buatan memiliki proporsi hanya sedikit. n = 379 Gambar 4 Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun dapat dilihat pada Gambar 5. Sesudah diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, jenis pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan tunggal ternyata hampir tidak ada perubahan dibanding tahun , yaitu minuman serbuk, BTP (pewarna makanan, sediaan pemanis buatan, bahan pengembang), minuman ringan/berkarbonasi, sirup beraroma, kembang gula, saus, minuman susu, dan minuman teh. Jenis pangan lain yang menggunakan pemanis buatan juga memiliki proporsi yang sedikit. Penambahan jumlah produk pangan tersebut terdapat pada jenis pangan yang sama. Hal ini berkaitan dengan adanya perkembangan industri baru atau pengembangan produk (penambahan varian) dari industri yang sudah ada, tidak terkait langsung 29

45 dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. n = 820 Gambar 5 Proporsi jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan tunggal pada tahun Berdasarkan jenisnya, pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun dapat dilihat pada Gambar 6. Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun ada 5 jenis yaitu aspartam, sorbitol, asesulfam K, siklamat dan sakarin. Jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah sorbitol, diikuti siklamat, aspartam, sakarin dan asesulfam K. Hal ini sesuai regulasi pemanis buatan yang menyatakan bahwa fungsi dari sorbitol tidak hanya sebagai pemanis, namun juga memiliki fungsi lain yaitu sebagai perisa, bahan pengisi, penstabil, pengental, anti kempal, humektan, sekuestran dan bahan utama. Data registrasi pada Direktorat Penilaian Keamanan Pangan memasukkan sorbitol ke dalam BTP Pemanis Buatan, karena sesuai regulasi pemanis buatan, sorbitol termasuk dalam golongan BTP pemanis buatan, walaupun sebenarnya fungsi sorbitol pada produk pangan tersebut bukan sebagai pemanis buatan, sehingga 30

46 diperoleh data bahwa penggunaan sorbitol paling banyak (123 produk dari 379 produk). n = 379 Gambar 6 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun Jenis-jenis pangan yang menggunakan ke-5 jenis pemanis buatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7. Ada beberapa hal yang perlu dicermati yaitu adanya penyimpangan penggunaan pemanis buatan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam regulasi yang berlaku pada saat itu yaitu Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus yang diterbitkan oleh Direktorat Pengawasan Makanan dan Minuman. Sebagai contoh, aspartam digunakan pada berbagai jenis pangan, sedangkan pada Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 aspartam hanya dapat digunakan sebagai sediaan. Alasan diizinkannya penggunaan aspartam pada saat itu adalah karena sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, aspartam dapat digunakan dalam berbagai produk pangan (Butcho et al. 2001). Menurut Schiffman (1984) yang diacu oleh Butchko et al. (2001), dari segi teknologi pangan, aspartam memiliki rasa manis seperti gula, tetapi tanpa rasa pahit atau metallic aftertaste seperti pada pemanis yang memiliki tingkat kemanisan yang tinggi. Tingkat kemanisan aspartam antara 160 hingga 220 kali kemanisan sukrosa, sehingga dengan menggunakan aspartam, dapat menekan penggunaan gula. Keuntungan lain dari penggunaan aspartam adalah dapat menguatkan rasa buahbuahan dalam produk pangan, terutama rasa asam, sehingga sangat menguntungkan jika digunakan pada produk pangan yang menggunakan perisa buah, seperti minuman, kembang gula, jeli, sirup dan susu (Baldwin dan Korschgen 1979). Oleh karena itu industri pangan menggunakannya untuk berbagai jenis pangan, walaupun belum ditetapkan pada regulasi pemanis buatan. Dalam Codex 31

47 GSFA, aspartam diizinkan penggunaannya dalam berbagai produk pangan dengan batas maksimum antara 300 ppm hingga ppm, dan GMP untuk Table Top Sweetener (GSFA 2008). Tabel 7 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun NO. JENIS JUMLAH PRODUK JENIS PRODUK PANGAN PEMANIS PANGAN 1 Aspartam Sediaan Pemanis Buatan 9 Susu bubuk 5 Kembang Gula 9 Minuman Serbuk 39 Minuman Isotonik 3 Minuman Teh 3 Minuman Ringan / Berkarbonasi 21 Minuman Lidah Buaya 3 Minuman Gula Asam 1 Makanan Diet Khusus 3 Sirup Beraroma 2 Essence 1 Agar-agar dan Jelly 4 2 Asesulfam K Minuman Buah / Sari Buah 1 3 Siklamat Sediaan Pemanis Buatan 23 Minuman Ringan / Berkarbonasi 10 Sirup Beraroma 26 Minuman Serbuk 31 Saus 2 Makanan Ringan 4 Agar-agar dan Jelly 16 Biskuit 1 4 Sakarin Sediaan Pemanis Buatan 4 Minuman Ringan / Berkarbonasi 10 Sirup Beraroma 9 Minuman Serbuk 6 Saus 8 Kecap 1 Makanan Ringan 1 5 Sorbitol Kembang Gula 24 Essence 19 Pewarna Makanan 61 Pengemulsi 1 Lemak Hewani - Nabati 1 Bahan Pengembang 4 Ikan dan hasil olahnya 4 Sirup Beraroma 2 Minuman Buah / Sari Buah 6 Minuman Serbuk 1 Kecap 1 Makanan Ringan 1 JUMLAH 379 Penyimpangan yang lain terjadi pada penggunaan siklamat pada makanan ringan dan biskuit serta penggunaan sakarin pada kecap dan makanan ringan. Siklamat dan sakarin diizinkan penggunaannya pada berbagai produk pangan, namun penggunaan pada kategori pangan tersebut belum ada dalam peraturan. 32

48 Penggunaan sakarin dan siklamat pada jenis pangan tersebut sudah diatur pada Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Berdasarkan jenisnya, pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun dapat dilihat pada Gambar 7. Ada 8 jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun yaitu aspartam, asesulfam K, isomalt, maltitol, sorbitol, siklamat, sakarin, dan sukralosa. n = 820 Gambar 7 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada produk pangan pada tahun Jenis pemanis buatan yang paling banyak digunakan dalam pangan adalah aspartam diikuti siklamat dan sorbitol. Jenis-jenis pangan yang menggunakan ke-8 jenis pemanis buatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun NO. JENIS PEMANIS JENIS PRODUK PANGAN JUMLAH PRODUK PANGAN 1. Aspartam Sediaan Pemanis Buatan 6 Susu Bubuk 17 Minuman Susu 19 Minuman Ringan / Berkarbonasi 24 Kembang Gula 11 Minuman Serbuk 141 Minuman Isotonik 3 Minuman Teh 3 33

49 Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun (lanjutan) NO. JENIS PEMANIS JENIS PRODUK PANGAN JUMLAH PRODUK PANGAN Minuman Beralkohol 1 Makanan Diet Khusus 6 Sirup Beraroma 12 Agar-agar dan Jelly 5 Makanan Ringan 6 Saus 2 2. Asesulfam K Minuman Ringan / Berkarbonasi 7 Minuman Beroksigen 8 Minuman Teh 4 Makanan Diet Khusus 3 Minuman Susu 5 Minuman Serbuk 13 Kembang Gula 1 Minuman Isotonik 3 Saus 2 3. Isomalt Kembang Gula 5 4. Maltitol Makanan Diet Khusus 1 5. Siklamat Sediaan Pemanis Buatan 18 Minuman Ringan / Berkarbonasi 52 Sirup Beraroma 68 Minuman Serbuk 43 Saus 1 Kecap 4 Makanan Ringan 1 Agar-agar dan Jelly 9 Minuman Lidah Buaya, Jelly & Nata de coco 17 Es krim 2 Minuman Teh 13 Makanan Diet Khusus 2 Yogurt 3 Minuman Beralkohol 2 Minuman Sari Buah 3 Penguat Rasa 1 Minuman Isotonik 1 6. Sakarin Sediaan Pemanis Buatan 4 Saus 20 Makanan Ringan 4 Minuman Susu 1 Minuman Ringan / Berkarbonasi 3 Minuman Beralkohol 2 7. Sorbitol Kembang Gula 28 Essence 3 Pewarna Makanan 128 Pengemulsi 11 Bahan Pengembang 24 Kue, Roti 8 Minuman Isotonik 1 Minuman Diet Khusus 5 Jam 1 Susu Bubuk 2 Sediaan Pemanis Buatan 6 Biskuit 1 Krimer Nabati 5 Dekorasi (Pasta, Pengisi Roti) 1 Penguat Rasa 1 34

50 Tabel 8 Jenis pemanis buatan yang digunakan secara tunggal pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun (lanjutan) NO. JENIS PEMANIS JENIS PRODUK PANGAN JUMLAH PRODUK PANGAN 8. Sukralosa Jam 3 Minuman Ringan / Berkarbonasi 2 Kembang Gula 1 Sediaan Pemanis Buatan 1 Minuman Isotonik 2 Minuman Teh 3 Makanan Diet Khusus 1 JUMLAH 820 Kadar pemanis buatan tunggal yang digunakan pada produk pangan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10, dan untuk lebih detailnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Pencantuman kadar pemanis buatan pada label pangan, sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, belum sepenuhnya berdasarkan hasil analisa, karena keterbatasan kemampuan laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional yang baru mampu melakukan analisa terhadap 4 jenis pemanis (aspartam, asesulfam K, sakarin dan siklamat) dari 13 jenis pemanis yang diizinkan. Selain ke-4 jenis pemanis buatan tersebut, pencantuman kadar pemanis buatan pada label dihitung berdasarkan kadar pemanis buatan pada formulasi atau berdasarkan hasil analisa yang dilampirkan oleh industri pangan dari laboratorium lain. Tabel 9 Kadar pemanis buatan tunggal pada kelompok kategori pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun No JENIS PEMANIS KELOMPOK KATEGORI PANGAN JUMLAH INTERVAL KADAR min maks (ppm) RATA-RATA KADAR (ppm) Batas Maksimum *) 1. Aspartam BTP Khusus sediaan Makanan Minuman Ket 2. Asesulfam K Minuman Siklamat BTP Makanan Minuman Sakarin BTP Makanan TMS:2 Minuman Sorbitol BTP Makanan Minuman Jumlah 379 *) Batas maksimum menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan dan izin khusus 35

51 Pada tahun ada ketidaksesuaian penggunaan sorbitol pada pewarna makanan, pengemulsi dan kembang gula yang melebihi batas maksimum penggunaan. Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, batas maksimum penggunaan sorbitol pada pangan lain adalah 120 g/kg. Definisi pangan lain disini kurang jelas, apakah produk pangan yang siap dikonsumsi ataukah mencakup BTP yang di dalam penggunaannya hanya sedikit. Seperti penggunaan sorbitol pada pewarna makanan dan pengemulsi memang melebihi batas maksimum, namun karena pewarna makanan dan pengemulsi merupakan bahan tambahan pangan, maka bila pewarna makanan dan pengemulsi tersebut digunakan dalam produk pangan, kadar sorbitol pada produk pangan siap dikonsumsi diperkirakan akan lebih rendah dan tidak melebihi batas maksimum. Disamping itu, fungsi sorbitol pada bahan tambahan pangan tersebut (pewarna makanan dan pengemulsi) sebenarnya sebagai bahan pengisi, bukan sebagai pemanis buatan. No Tabel 10 Kadar pemanis buatan tunggal pada produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI tahun JENIS PEMANIS KELOMPOK KATEGORI PANGAN JUMLAH INTERVAL KADAR min maks (ppm) RATA-RATA KADAR (ppm) Batas Maksimum *) 1. Aspartam BTP Makanan Minuman TMS: 1 2. Asesulfam K Makanan Minuman Siklamat BTP Makanan Minuman Sakarin BTP Makanan Minuman Sorbitol BTP Makanan Minuman 13 6, Isomalt Makanan Maltitol Minuman Sukralosa BTP Makanan TMS: 1 Minuman Jumlah 820 *) Batas maksimum menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan Ket 36

52 Penggunaan sorbitol dalam kembang gula menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, memang melebihi batas maksimum, namun seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sorbitol atau gula alkohol telah dikembangkan sebagai bahan utama pembuatan kembang gula bebas gula (sugar free) untuk tujuan khusus yaitu mengurangi karies gigi. Dalam Codex GSFA, penggunaan sorbitol pada produk kembang gula juga diizinkan dengan takaran GMP. Penyimpangan juga terjadi pada penggunaan sakarin pada makanan ringan dan kecap yang belum diatur pada Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus, namun penggunaan sakarin pada makanan ringan dan kecap ini telah diatur pada Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Pada tahun , ada 2 (dua) produk yaitu minuman beralkohol dan permen rendah kalori yang menggunakan pemanis buatan melebihi batas maksimum persyaratan. Temuan ini merupakan human error, namun hasilnya tidak signifikan, karena hanya 2 dari 820 produk (0,2%). Penggunaan Pemanis Buatan Secara Kombinasi Pada Produk Pangan Kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi ditunjukkan pada Tabel 11. Ada beberapa produk pangan yang mengalami peningkatan atau tetap dalam menggunakan pemanis buatan, dan ada pula pengurangan dan penambahan jenis pangan. Pengurangan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun dibandingkan pada tahun hanya pada jenis pangan kecap. Pengurangan jenis pangan ini tidak terkait dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, namun kemungkinan karena pada kurun waktu tidak ada industri pangan yang mendaftarkan produk kecap yang meggunakan pemanis buatan, karena sesuai regulasi tersebut kecap diizinkan menggunakan pemanis buatan. Penambahan jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun dibandingkan pada tahun terdapat pada jenis pangan: jam, saus, minuman sari buah, minuman gula asam, minuman lidah buaya, minuman ringan, minuman teh, minuman 37

53 beralkohol, minuman beroksigen, minuman susu, yogurt, dan minuman berenergi. Penambahan jenis pangan tersebut tidak berkaitan dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, karena jenis pangan tersebut sudah diatur pada Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus, kecuali minuman beralkohol. Penambahan jenis pangan kemungkinan adanya pengembangan produk oleh industri pangan seperti minuman beroksigen dan adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya. Tabel 11 Produk pangan yang menggunakan pemanis buatan secara kombinasi pada tahun No. I JUMLAH PRODUK PANGAN JENIS PRODUK PANGAN Bahan Tambahan Pangan 1. Sediaan Pemanis Buatan 5 17 II Makanan 1. Agar-agar / Jeli 2. Jam 3. Saus 4. Kecap 5. Kembang Gula III Minuman 1. Sirup Berperisa Susu Bubuk Makanan Diet Khusus Minuman Sari Buah Minuman Gula Asam Minuman Lidah Buaya, Jeli & Nata de Coco Minuman Ringan/Berkarbonasi Minuman Serbuk Minuman Teh Minuman Beralkohol 11. Minuman Beroksigen 12. Minuman Susu 13. Yogurt 14. Minuman Berenergi JUMLAH Selain penambahan jenis pangan, jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi pada tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu dari 76 produk pangan menjadi 270 (meningkat 255%) dibanding pada tahun Peningkatan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya penambahan industri pangan baru atau pengembangan produk baru (penambahan varian baru), karena kalau dilihat dari 38

54 jenis pangannya hampir sama. Adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya, karena pemanis buatan tidak atau sangat kecil kandungan kalorinya juga mendorong meningkatnya jumlah produk yang menggunakan pemanis buatan. Penggunaan pemanis buatan kombinasi menurut pakar teknologi pangan memiliki beberapa keuntungan, yaitu sifat kemanisannya lebih mendekati kemanisan sukrosa dan menghilangkan aftertaste yang kurang disukai konsumen seperti sakarin yang memiliki aftertaste pahit; lebih stabil, membuat rasa manis baru seperti halnya penggunaan perisa pada industri pangan dan juga lebih dapat menekan biaya produksi, karena beberapa pemanis bila dikombinasikan akan memiliki sifat saling menguatkan sehingga mengurangi penggunaannya (Bakal 2001). Gambar 8 menunjukkan histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun dan , untuk melihat sejauh mana penambahan jenis dan jumlah produk pangan yang menggunakan pemanis buatan. Gambar 8 Histogram jenis dan jumlah kelompok pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun dan Pengurangan dan penambahan jenis pangan pada masing-masing kategori (BTP, Makanan, dan Minuman) pada tahun dibanding tahun , ternyata sangat kecil. Artinya pada tahun dan jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan sebenarnya 39

55 hampir sama. Pada kelompok Minuman, penambahan jenis dan jumlah pangan paling besar, namun hal ini tidak berkaitan dengan diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, karena jenis minuman yang menggunakan kombinasi pemanis buatan pada tahun sudah diatur pada Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus. Penambahan jenis pangan ini disebabkan oleh pengembangan produk baru oleh industri pangan, misalnya minuman beroksigen, atau adanya permintaan dari konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya. Ada 9 jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar pada tahun , seperti ditunjukkan pada Tabel 12. Pemanis buatan yang paling banyak dikombinasikan dengan pemanis lain pada tahun adalah aspartam. Aspartam banyak digunakan secara kombinasi baik dengan sorbitol maupun siklamat, karena aspartam dapat menguatkan rasa buah, dan dapat menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh pemanis lain. Kombinasi tersebut banyak digunakan pada produk kembang gula dan minuman serbuk yang pada formulasinya seringkali ditambahkan perisa buah-buahan, sehingga dengan mengkombinasikan pemanis lain dengan aspartam, maka rasa buahnya semakin kuat. Tabel 12 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun NO. JENIS KOMBINASI JENIS PANGAN JUMLAH PRODUK PANGAN 1. Aspartam & Sorbitol Sediaan Pemanis Buatan 5 Jelly 4 Kembang Gula 12 Minuman Serbuk 1 Sirup 4 Susu Bubuk 1 2. Aspartam & Isomalt Makanan Diet Khusus 1 3. Aspartam & Siklamat Kembang Gula 1 Minuman Serbuk 22 Makanan Diet Khusus 1 4. Asesulfam & Isomalt Kembang Gula 2 5. Siklamat & Sorbitol Sirup 1 6. Siklamat & Sakarin Sirup 8 Kecap Manis 4 7. Sorbitol & Silitol Kembang Gula 2 8. Aspartam - Isomalt - Silitol Kembang Gula 5 9. Alitam - Isomalt - Silitol Kembang Gula 2 JUMLAH 76 40

56 Kombinasi siklamat dengan sakarin sering dijumpai pada produk pangan, karena tingkat kemanisan yang dihasilkan oleh kombinasi ke-2 pemanis tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan penggunaan pemanis tersebut secara tunggal, karena kombinasi tersebut memilki sifat sinergis. Sebagai contoh, kombinasi 5 mg Sakarin dan 50 mg Siklamat pada Table Top Sweetener memiliki rasa manis yang sama dengan 125 mg Siklamat tunggal atau 12,5 mg Sakarin tunggal. Meskipun rasio Siklamat dengan Sakarin mungkin bervariasi untuk tiap-tiap produk, namun rasio yang paling sering digunakan adalah 10:1. Dengan kombinasi ini, setiap komponen menyumbang rasa manis yang setara karena Sakarin memiliki tingkat kemanisan 10 kali Siklamat (Bopp & Price 2001). Keuntungan bagi industri pangan yang menggunakan kombinasi siklamat dan sakarin ini adalah dapat menekan biaya produksi dan penggunaan siklamat dapat menutupi rasa pahit yang sering ditimbulkan dengan penggunaan sakarin. Pada tahun , jumlah produk pangan yang menggunakan kombinasi pemanis buatan mengalami peningkatan. Tercatat ada 26 kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada produk pangan, seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Pemanis buatan aspartam adalah pemanis buatan yang paling banyak digunakan untuk dikombinasikan dengan pemanis buatan yang lain. Tabel 13 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun NO. JENIS KOMBINASI JENIS PANGAN JUMLAH PRODUK PANGAN 1. Aspartam & Sorbitol Sediaan Pemanis Buatan 3 Kembang Gula 15 Susu Bubuk 4 Minuman Serbuk 1 2. Aspartam & Sakarin Minuman Serbuk 1 3. Aspartam & Asesulfam Sediaan Pemanis Buatan 1 Minuman jelly 1 Minuman Susu 1 Minuman Teh 1 Minuman Serbuk Diet Khusus 1 Minuman Serbuk 18 Minuman Beroksigen 5 Yogurt 4 Minuman Ringan / Berkarbonasi 3 Minuman Berenergi 1 Kembang Gula 1 4. Aspartam & Siklamat Minuman Ringan / Berkarbonasi 6 Minuman Serbuk 44 Jelly 18 Minuman Jelly / Nata de Coco 10 Minuman Gula Asam 2 Minuman Teh 1 5. Aspartam & Silitol Kembang Gula 1 6. Asesulfam & Maltitol Makanan Diet Khusus 1 7. Asesulfam & Isomalt Kembang Gula 1 41

57 Tabel 13 Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada berbagai produk pangan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun (lanjutan) NO. JENIS KOMBINASI JENIS PANGAN JUMLAH PRODUK PANGAN 8. Asesulfam & Siklamat Sirup Beraroma 7 Minuman Jelly 4 Minuman Teh 4 Minuman Ringan / Berkarbonasi 5 9. Asesulfam & Sorbitol Jam 2 Kembang Gula 1 Minuman Sari Buah Siklamat & Sakarin Sediaan Pemanis Buatan 4 Sirup Beraroma 9 Jelly 1 Minuman Ringan / Berkarbonasi 4 Minuman Beralkohol 6 Minuman Teh 1 Minuman Jelly / Nata de Coco 2 Minuman Gula Asam 1 Saus Alitam & Silitol Kembang Gula Sorbitol & Sukralosa Sediaan Pemanis Buatan Sorbitol & Silitol Kembang Gula Aspartam - Asesulfam - Isomalt Kembang Gula Aspartam - Asesulfam - Sorbitol Minuman Serbuk Aspartam - Sakarin - Siklamat Sediaan Pemanis Buatan 5 Minuman Ringan / Berkarbonasi Aspartam - Isomalt - Silitol Kembang Gula Aspartam - Siklamat - Asesulfam Minuman Serbuk Aspartam - Maltitol - Silitol Kembang Gula Asesulfam - Maltitol - Sorbitol Kembang Gula Asesulfam - Isomalt - Maltitol Kembang Gula Sakarin - Siklamat - Sorbitol Sediaan Pemanis Buatan Sakarin - Siklamat - Neotam Nata de Coco dg Jelly Aspartam - Asesulfam - Isomalt - Silitol Kembang Gula Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol Kembang Gula Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol - Manitol Kembang Gula 2 JUMLAH 270 Jenis pangan yang menggunakan kombinasi pemanis buatan yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun dapat dilihat pada Gambar 9. Jenis pangan yang banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi tersebut berturut-turut adalah minuman serbuk, kembang gula, sirup beraroma, agar-agar dan jeli, sediaan pemanis buatan, minuman ringan dan minuman jeli. Jenis pangan yang paling banyak menggunakan pemanis buatan kombinasi adalah minuman serbuk, ada 116 produk (33,5%) yang terdaftar dari tahun 1992 hingga tahun Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk ada 6 jenis, seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk tersebut ada 6 jenis, seperti ditunjukkan pada Tabel

58 n = 346 Gambar 9 Jenis produk pangan yang menggunakan pemanis buatan kombinasi yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun Tabel 14 Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada minuman serbuk yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun No. JENIS KOMBINASI PEMANIS JUMLAH 1. Aspartam & Sorbitol 2 2. Aspartam & Sakarin 1 3. Aspartam & Asesulfam Aspartam & Siklamat Aspartam - Asesulfam - Sorbitol 1 6. Aspartam - Siklamat - Asesulfam 28 JUMLAH 116 Kombinasi pemanis buatan yang digunakan dalam minuman serbuk menurut data sistem registrasi pangan di Direktorat Penilaian Keamanan Pangan selama tahun 1992 hingga 2007 selalu menggunakan aspartam yang dikombinasikan dengan pemanis lain. Hal ini sesuai dengan sifat aspartam yang memiliki stabilitas yang baik pada bentuk sediaan 43

59 serbuk. Selain itu aspartam memiliki rasa manis yang mirip dengan sukrosa, dapat berfungsi sebagai penguat rasa buah dan dapat menutupi rasa pahit yang ditimbulkan oleh pemanis lain. Jenis pangan yang paling banyak menggunakan variasi kombinasi pemanis buatan adalah kembang gula. Ada 69 produk yang terdaftar selama tahun 1992 hingga 2007 dengan 17 jenis kombinasi pemanis buatan, seperti ditunjukkan pada Tabel 15. Kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada kembang gula tersebut hampir selalu menggunakan gula alkohol (sorbitol, silitol, manitol dan maltitol) yang dikombinasikan dengan pemanis lain. Hal ini terkait dengan pengembangan produk kembang gula bebas gula (sugar free candy) yang menggunakan bahan utama gula alkohol sebagai pengganti gula. Penggunaan gula alkohol ini menguntungkan karena tidak menyebabkan karies gigi dan nilai kalorinya juga rendah. Hingga tahun 2007, pemanis buatan yang diizinkan penggunaannya, namun belum pernah digunakan dalam produk pangan adalah Laktitol. Tabel 15 Jenis-jenis kombinasi pemanis buatan yang digunakan pada kembang gula yang terdaftar di Badan POM RI pada tahun No. JENIS KOMBINASI PEMANIS JUMLAH 1. Aspartam & Sorbitol Aspartam & Siklamat 1 3. Asesulfam & Isomalt 3 4. Sorbitol & Silitol 7 5. Aspartam - Isomalt - Silitol Alitam - Isomalt - Silitol 2 7. Aspartam & Asesulfam 1 8. Aspartam & Silitol 1 9. Asesulfam & Sorbitol Alitam & Silitol Aspartam - Asesulfam - Isomalt Aspartam - Maltitol - Silitol Asesulfam - Maltitol - Sorbitol Asesulfam - Isomalt - Maltitol Aspartam - Asesulfam - Isomalt - Silitol Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol Aspartam - Maltitol - Sorbitol - Silitol - Manitol 2 JUMLAH 69 Studi Kasus pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Profil Responden Jumlah Responden Pengambilan data dilaksanakan melalui survei dan wawancara pada bulan November 2008 Januari 2009 dengan jumlah responden 30 IRTP. Jumlah responden berdasarkan jenis produk yang diproduksi, yang terlibat pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar

60 n = 30 Gambar 10 Proporsi jumlah responden menurut jenis produknya Responden yang sudah memiliki nomor izin edar (P-IRT) ada 18 (60%) responden, 7 (23%) responden memiliki nomor SP, dan sisanya 5 (17%) responden belum memiliki P- IRT. Badan Hukum IRTP merupakan perusahaan kecil, karena pada umumnya, pelaku kegiatan ekonomi ini adalah keluarga itu sendiri ataupun salah satu dari anggota keluarga yang berdomisili di tempat tinggalnya itu dengan mengajak beberapa orang di sekitarnya sebagai karyawannya. Menurut UU No. 9 tahun 1995, usaha kecil adalah usaha dengan kekayaan bersih paling banyak Rp. 200 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) dengan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp ,-. Kriteria lainnya menurut UU tersebut adalah: milik WNI, berdiri sendiri, berafiliasi langsung atau tidak langsung dengan usaha menengah atau besar dan berbentuk badan usaha perorangan, baik berbadan hukum maupun tidak. Profil responden berdasarkan status badan hukum seperti yang diperlihatkan pada Gambar 11. Sebagian besar responden tidak berbentuk badan hukum yaitu sebesar 63% sedangkan yang berbentuk badan hukum sebesar 37%. Menurut UU No. 9 tahun 1995 status IRTP yang tidak berbadan hukum tersebut tidak menyalahi aturan, karena IRT tidak harus berbadan hukum. 45

61 n = 30 Gambar 11 Satus badan hukum responden Semua responden yang berbadan hukum sudah memiliki nomor P-IRT, sedangkan responden yang belum berbadan hukum, ada 5 (17%) responden belum memiliki P-IRT, 7 (23%) responden memiliki P-IRT dan 7 (23%) responden memiliki nomor SP. Pendidikan Pengusaha IRTP Profil responden berdasarkan tingkat pendidikan seperti yang diperlihatkan pada Gambar 12. n = 30 Gambar 12 Tingkat pendidikan responden Pendidikan sebagian besar pengusaha IRTP adalah Sekolah Menengah Atas. Hal ini sesuai dengan jenis produk yang diproduksi oleh IRTP tersebut umumnya pangan yang sederhana dan tidak terlalu membutuhkan pendidikan formal. Namun tingkat pendidikan ini kemungkinan dapat mempengaruhi kesadaran IRTP dalam menerapkan. Wilayah Pemasaran Hasil analisis data wilayah pemasaran produk IRTP menunjukkan bahwa 3 responden (10%) memasarkan produknya hanya satu kecamatan, 10 responden (33%) memasarkan produknya di satu kotamadya, 5 responden (17%) memasarkan produknya di seluruh wilayah Jakarta, 11 responden (37%) memasarkan produknya di wilayah 46

62 Jabodetabek dan 1 responden (3%) telah memasarkan produknya secara nasional. Diagram wilayah pemasaran IRTP dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 Distribusi frekuensi wilayah pemasaran produk Implementasi Regulasi Pemanis Buatan pada IRTP Data hasil survei terhadap 30 IRTP yang diduga menggunakan pemanis buatan dapat dilihat pada Gambar 14. Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap 30 responden, IRTP yang menggunakan pemanis buatan pada produknya hanya 4% responden dan 23% responden menggunakan gula dan pemanis buatan. Dari hasil survei tersebut diketahui bahwa pemanis buatan yang digunakan oleh IRTP tersebut adalah natrium siklamat yang oleh responden sering disebut sebagai sodium atau biang gula. n = 30 Gambar 14 Penggunaan pemanis oleh responden 47

63 Karena keterbatasan pengetahuan responden, umumnya takaran penggunaan dari pemanis buatan tersebut tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan, karena responden menggunakan pemanis buatan tersebut berdasarkan sensori saja. Berdasarkan wilayah pemasaran produk, responden yang menggunakan pemanis buatan tersebut memasarkan produknya: satu kecamatan saja: 1 responden (3%) satu kotamadya: 2 responden (7%) seluruh wilayah DKI Jakarta: 3 responden (10%) seluruh wilayah Jabodetabek: 2 responden (7%) Untuk mendukung penelitian implementasi regulasi pemanis buatan pada IRTP, dilakukan survei terbatas ke toko kimia dan warung di pasar-pasar di Jakarta Timur dan Jakarta Pusat yang menjual bahan-bahan untuk keperluan pembuatan roti/kue. Hal ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana distribusi pemanis buatan di tingkat yang paling mudah diakses oleh masyarakat. Karena hasil wawancara dengan responden, ada 27% reponden yang menggunakan pemanis buatan, yang terdiri dari: 4% responden hanya menggunakan pemanis buatan dan 23% responden yang menggunakan campuran gula dan pemanis buatan pada produknya. Sementara hasil sampling terhadap PJAS tahun 2007, lebih dari 20% PJAS yang menggunakan sakarin dan siklamat melebihi batas maksimum penggunaan. Artinya sebagian besar IRTP tersebut menggunakan pemanis buatan tidak dengan takaran yang benar. Hasil survei terbatas terhadap toko kimia dan warung di pasarpasar tersebut adalah: Jenis pemanis buatan: natrium siklamat dan natrium sakarin Merek: cap Nona, Cap Gentong, Cap Cangkir, cap Tiga T, tanpa merek Jenis kemasan: sachet ukuran 25 g (bermerek), dan kemasan bulk (tanpa merek); kemasan bulk dijual minimal 500 gram. Pelabelan: tidak mencantumkan takaran penggunaan. Karena tidak ada takaran penggunaan pada label, penjual hanya menginformasikan bahwa penggunaannya berdasarkan rasa sensori saja. Mudahnya akses untuk mendapatkan pemanis buatan, sebenarnya dapat disimpulkan bahwa responden kurang jujur dalam mengungkapkan penggunaan pemanis buatan pada produknya. Apalagi Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia seringkali mengatakan di media mengenai dampak negatif dari penggunaan pemanis buatan, sehingga responden merasa takut bila diketahui menggunakan pemanis buatan pada produknya. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah mengingat bahaya penggunaan pemanis buatan yang digunakan tanpa batas maksimum yang jelas, sehingga distribusi dan perdagangannya perlu mendapatkan pengawasan. Di sisi lain, penyuluhan terhadap pengusaha IRTP juga perlu dilakukan terus menerus karena pendidikan 48

64 pengusaha IRTP yang rendah mempengaruhi kesadaran pengusaha tersebut dalam menggunakan bahan tambahan pangan dengan takaran yang benar. Persepsi Responden tentang Aspek-aspek Cara Produksi Pangan yang Baik dan Penerapannya Hasil survei terhadap 30 IRTP yang berada di wilayah Jakarta mengenai persepsi responden (pengusaha IRTP) tentang aspek-aspek dapat dilihat pada Gambar 15. Hasil survei menunjukkan bahwa persepsi pengusaha IRTP tentang aspek-aspek adalah cukup baik, karena ada 37,6% responden menjawab sangat tahu dan 52,4% responden menjawab tahu tentang aspek-aspek keamanan pangan (). Sedangkan responden yang menjawab Ragu-ragu, Tidak Tahu dan Sangat Tidak Tahu tentang aspekaspek sebanyak 10% dari responden. Keterangan: Aspek-aspek : 1: Lingkungan Produksi; 2: Bangunan dan Fasilitas; 3: Peralatan Produksi; 4: Suplai Air; 5: Fasilitas Dan Kegiatan Higiene Dan Sanitasi; 6: Pengendalian Hama; 7: Kesehatan dan Higiene Karyawan; 8: Pengendalian Proses; 9: Label Pangan; 10: Penyimpanan; 11: Manajemen Pengawasan; 12: Pencatatan Dan Dokumentasi; 13: Pelatihan Karyawan Gambar 15 Persepsi responden tentang aspek-aspek Pengamatan penerapan di lapang dilakukan menggunakan Formulir Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP, kemudian hasil penilaiannya disimpulkan menggunakan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi IRTP. Kesimpulan hasil penilaian penerapan oleh IRTP tersebut seperti terlihat pada Gambar

65 n = 30 Gambar 16 Hasil penilaian penerapan responden Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa praktek pada IRTP belum sesuai dengan harapan pemerintah, dimana sebagian besar IRTP (83%) nilainya Cukup dan Kurang, sedangkan nilai Baik masih rendah (17%). Walaupun sebagian responden (90% responden) menjawab sangat tahu dan tahu aspek-aspek, namun tidak mempengaruhi IRTP tersebut dalam menerapkan. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa IRTP yang mendapatkan nilai Kurang sebanyak 26% dan Cukup 57%, artinya 90% responden yang menjawab sangat tahu dan tahu aspek-aspek, ada 16% reponden tidak menerapkan tersebut sama sekali dan 57% responden belum menerapkannya secara menyeluruh. Hal ini berkaitan juga dengan fasilitas yang dimiliki oleh IRTP, ada yang bangunannya sudah tua dan lokasi IRTP juga masih banyak yang berada di lingkungan kumuh. Jumlah responden yang menggunaan pemanis buatan, baik dicampur dengan gula atau pemanis buatan saja ada 8 responden, dan dari ke-8 responden tersebut penerapan -nya yang mendapatkan nilai Kurang ada 2 responden dan yang mendapatkan nilai Cukup ada 6 responden. Berdasarkan izin edar (P-IRT), ada 4 (13,3%) responden yang belum memiliki izin edar dan 4 (13,3%) responden sudah memiliki izin edar. Untuk meredam penggunaan pemanis buatan yang tidak sesuai dengan batas maksimum persyaratan, maka seharusnya IRTP yang menggunakan pemanis buatan pada produknya harus memiliki izin edar (P-IRT). Analisis terhadap hasil pengamatan dari unsur-unsur yang seharusnya diterapkan oleh IRTP adalah sebagai berikut: 1. Lingkungan Produksi Dalam menetapkan lokasi IRTP perlu mempertimbangkan keadaan dan kondisi lingkungan yang mungkin dapat menjadi sumber pencemaran dan mempertimbangkan 50

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan :

Lampiran 1. A. Karakteristik Responden 1. Nama Responden : 2. Usia : 3. Pendidikan : Lampiran 1 KUESINER PENELITIAN Analisa Kandungan Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai Roti Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Serta Tingkat Pengetahuan Penjual Tentang Natrium Benzoat, Siklamat Pada Selai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.757, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Bahan Tambahan. Pangan. Persyaratan. Kesehatan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG BAHAN TAMBAHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Seiring dengan berkembangnya industri makanan dan minuman di Indonesia terjadi peningkatan produksi makanan dan minuman yang beredar di pasaran sehingga penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat.

I. PENDAHULUAN. additive dalam produknya. Zat tambahan makanan adalah suatu senyawa. memperbaiki karakter pangan agar mutunya meningkat. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini banyak terjadi perkembangan di bidang industri makanan dan minuman yang bertujuan untuk menarik perhatian para konsumen. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010

Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN 2010 Kuesiner Penelitian PENGETAHUAN, DAN SIKAP PEDAGANG ES KRIM TENTANG PENGGUNAAN PEMANIS BUATAN DI BEBERAPA PASAR KOTA MEDAN TAHUN A. Identitas Responden. Nomor Responden :. Inisial Nama : 3. Pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik diolah maupun tidak

Lebih terperinci

Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB

Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB Click to edit Master title style Kuliah Program Magister Profesi Teknologi Pangan IPB RIA dan STUDI KASUSNYA PERATURAN PEMANIS Winiati P. Rahayu Pendahuluan Department of Food Science and Technology Rekomendasi

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PELAPIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PEMBUIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI

PENERAPAN PENGETAHUAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA PEMILIHAN MAKANAN JAJANAN MAHASISWA PENDIDIKAN TATA BOGA UPI BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini, merupakan bab dimana memberikan suatu gambaran umum mengapa topik atau judul tersebut diambil dan disajikan dalam karya ilmiah bagian pendahuan menguraikan mengenai latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi pangan dan bahan kimia yang dibutuhkan agar mutunya baik. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat, baik di pedesaan maupun di perkotaan. Kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks menyebabkan perlu

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PROPELAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( )

Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari ( ) Assalamu alaikum Wr. Wb. BAHAN TAMBAHAN PANGAN (BTP) Disusun oleh : Devi Diyas Sari (08312244013) PRODI PENDIDIKAN IPA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM 2012 DEFINISI BTP Bahan Tambahan Pangan

Lebih terperinci

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta

(3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta (3) KENALI DENGAN BAIK MANFAAT BAH AN TAMBAHAN PANGAN Ardiansyah PATPI Cabang Jakarta Perkembangan ilmu dan teknologi pangan mengalami kemajuan yang pesat dewasa ini. Salah satu inovasi yang banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK

KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK KAJIAN KESESUAIAN PRODUK MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN KONTRIBUSI TERHADAP KECUKUPAN GIZI BAYI/ANAK ELIN HERLINA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM AIR PEMANIS PADA SIRUP JAJANAN ES KELAPA DI SIRING BANJARMASIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

ANALISIS KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM AIR PEMANIS PADA SIRUP JAJANAN ES KELAPA DI SIRING BANJARMASIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET INTISARI ANALISIS KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM AIR PEMANIS PADA SIRUP JAJANAN ES KELAPA DI SIRING BANJARMASIN MENGGUNAKAN METODE SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET Nazila Mu minah 1 ; Ratih Pratiwi Sari 2 ; Rivai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 208/MENKES/PER/IV/r985

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 208/MENKES/PER/IV/r985 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 208/MENKES/PER/IV/r985 TENTANG PEMANIS BUATAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. \Ienimbang : a. bahwa pada akhir-akhir ini terjadi peningkatan

Lebih terperinci

RINGKASAN Herlina Gita Astuti.

RINGKASAN Herlina Gita Astuti. RINGKASAN Herlina Gita Astuti. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Pemanis Buatan Siklamat pada Selai Tidak Berlabel yang Dijual di Pasar Besar Kota Palangka Raya Tahun 2015. Program Studi D-III Farmasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi pengolahan pangan, industri produksi pangan semakin berkembang. Industri skala kecil, sedang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PENGAWASAN TAKARAN SAJI PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 722/MENKES/PER/IX/88 TENTANG BAHAN TAMBAHAN MAKANAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa makanan yang menggunakan bahan tambahan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PERETENSI WARNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, -1- PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN

Lebih terperinci

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen

Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen Bab 21. Bahan Tambahan Makanan (BTM), Keamanan Pangan dan Perlindungan Konsumen 21. 1. Pendahuluan Pangan Masyarakat - Aman untuk Kesehatan -Murni (halal komposisi sesuai label) - Nilai Ekonomi Wajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia

BAB I PENDAHULUAN. harus aman dalam arti tidak mengandung mikroorganisme dan bahan-bahan kimia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan masyarakat. Makanan dan minuman harus aman dalam arti tidak mengandung

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2017 TENTANG BATAS MAKSIMUM CEMARAN LOGAM BERAT DALAM PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau

I. PENDAHULUAN. setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam. terbawa hingga dewasa. Kegemaran masyarakat akan jajan atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jajan merupakan suatu kebiasaan yang telah lama tertanam dalam diri setiap orang. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO) dalam Taryadi (2007), jajanan merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.800, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Batas Maksimum. Batas Tambahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.543, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Penambahan Pangan. Pengkarbonasi. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Ilotidea, Tualango, Tabumela, Tenggela dan Tilote. Kecamatan Tilango memiliki BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Lokasi Penelitian Kecamatan Tilango merupakan bagian dari beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Gorontalo yang memiliki 7 desa yakni desa Dulomo,

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN BAHAN PENGKARBONASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.557, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Sekuestran. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manisan Buah Manisan adalah salah satu proses pengawetan yang menggunakan gula sebagai pengawetnya (Royaningsih, 1999). Manisan buah adalah salah satu bentuk makanan olahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta

BAB 1 PENDAHULUAN. penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Minuman merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling penting. Saat ini minuman dijual dalam berbagai jenis dan bentuk, serta dikemas dengan berbagai kemasan

Lebih terperinci

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup

memerlukan makanan yang harus dikonsumsi setiap hari, karena makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat bergizi untuk mendukung hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu bangsa adalah suatu usaha yang dirancang secara khusus untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kesehatan adalah salah satu komponen kualitas manusia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan

BAB I PENDAHULUAN. tambahan pangan, bahan baku dan bahan lain yang digunakan dalam proses pengolahan 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

SEMINAR SAFETY DAN HALAL Kamis, 2 Juni 2016 Di Hotel Gracia Semarang

SEMINAR SAFETY DAN HALAL Kamis, 2 Juni 2016 Di Hotel Gracia Semarang BAHAN TAMBAHAN PANGAN HALAL DAN THOYYIB OLEH : ABDULLAH SEMINAR SAFETY DAN HALAL Kamis, 2 Juni 2016 Di Hotel Gracia Semarang PENTINGNYA PANGAN HALAL DAN THOYYIB ? Daging Pengeras,? Pengenyal FILSAFAT TEKNIK

Lebih terperinci

Chocolate TIME! Wajah Cokelat Kekinian. Memilih Cokelat untuk Topping, Coating, Garnish & Filling. Fakta Menarik Di balik Lezatnya Susu Cokelat

Chocolate TIME! Wajah Cokelat Kekinian. Memilih Cokelat untuk Topping, Coating, Garnish & Filling. Fakta Menarik Di balik Lezatnya Susu Cokelat Edisi Februari 2016 Wajah Cokelat Kekinian Chocolate TIME! Fakta Menarik Di balik Lezatnya Susu Cokelat Memilih Cokelat untuk Topping, Coating, Garnish & Filling KULINOLOGI INDONESIA Februari 2016 1 KULINOLOGI

Lebih terperinci

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM)

Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM) BAB 4 BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM) Alasan Penggunaan BTM : (Food Food Protection Committee in Publication) Menjaga kualitas makanan dengan menggunakan antioksidan Mempertinggi kualitas dan kestabilan makanan

Lebih terperinci

PENETAPAN KADAR SIKLAMAT PADA BEBERAPA MINUMAN RINGAN KEMASAN GELAS DENGAN METODA GRAVIMETRI

PENETAPAN KADAR SIKLAMAT PADA BEBERAPA MINUMAN RINGAN KEMASAN GELAS DENGAN METODA GRAVIMETRI PENETAPAN KADAR SIKLAMAT PADA BEBERAPA MINUMAN RINGAN KEMASAN GELAS DENGAN METODA GRAVIMETRI SKRIPSI SARJANA FARMASI Oleh AZAN PUTRA 06 131 012 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan jajanan sangat beragam jenisnya dan berkembang pesat di Indonesia. Makanan jajanan dapat memberikan kontribusi zat gizi dalam tubuh yaitu berkisar antara 10-20%.

Lebih terperinci

a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi.

a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi. 7.10 ZAT BESI 7.10.1 Ketentuan Zat besi wajib dicantumkan apabila : a. terdapat dalam jumlah yang berarti yaitu lebih dari 2 % AKG per sajian; dan atau b. mencantumkan pernyataan (klaim) tentang zat besi.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No.550, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengembang. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Dewi Ayu Setiawati 1, Nurmaini 2, Indra Chahaya 2. Departemen Kesehatan Lingkungan

Dewi Ayu Setiawati 1, Nurmaini 2, Indra Chahaya 2. Departemen Kesehatan Lingkungan ANALISA KANDUNGAN NATRIUM BENZOAT, SIKLAMAT PADA SELAI ROTI YANG BERMEREK DAN TIDAK BERMEREK SERTA TINGKAT PENGETAHUAN PENJUAL DI PASAR PETISAH KOTA MEDAN TAHUN 2013 Dewi Ayu Setiawati 1, Nurmaini 2, Indra

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan

Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum. A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Lampiran 1. Decision tree kelompok pelanggaran umum A. Larangan Iklan Pangan Berkaitan dengan Penggunaan Kata-Kata atau Ilustrasi yang Berlebihan Q1 Apakah iklan pangan yang dievaluasi menggunakan kata-kata

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN

KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN KEBIJAKAN NASIONAL PENGATURAN IRTP DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KEAMANAN PANGAN BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR SIKLAMAT PADA ES PUTER YANG DIJUAL PEDAGANG DI KABUPATEN GRESIK. Anik Eko Novitasari, M. Arifudin ABSTRACT

ANALISIS KADAR SIKLAMAT PADA ES PUTER YANG DIJUAL PEDAGANG DI KABUPATEN GRESIK. Anik Eko Novitasari, M. Arifudin ABSTRACT ANALISIS KADAR SIKLAMAT PADA ES PUTER YANG DIJUAL PEDAGANG DI KABUPATEN GRESIK Anik Eko Novitasari, M. Arifudin ABSTRACT The puter ice is a traditional ice which based the coconout milk, the puter ice

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.23.3644 TE N TA N G KETENTUAN POKOK PENGAWASAN SUPLEMEN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Perlakuan Tepung. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Perlakuan Tepung. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.546, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Perlakuan Tepung. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut WHO, makanan adalah : Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, which are part of human diet. Artinya adalah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA No.545,2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pembawa. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA.  BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum. No.680, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Peningkatan Volume. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Anak usia Sekolah Dasar merupakan kelompok usia yang mempunyai aktivitas yang cukup tinggi, baik dalam keadaan belajar maupun di saat istirahat. Untuk mendapatkan kondisi

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENCANTUMAN INFORMASI TANPA BAHAN TAMBAHAN PANGAN PADA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permen adalah produk makanan selingan yang terbuat dari gula/ pemanis, air, dan bahan tambahan makanan (pewarna dan flavoring agent). Permen banyak digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan atau minuman adalah salah satu kebutuhan dasar manusia. Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan bahan dasar makanan harus mengandung zat gizi untuk memenuhi fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari.

BAB 1 PENDAHULUAN. Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia.dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan

BAB 1 PENDAHULUAN. aman dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan keracunan. Penentuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan adalah salah satu kebutuhan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai kebutuhan dasar, makanan tersebut harus mengandung zat gizi untuk dapat memenuhi fungsinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia, karena makanan berguna untuk menjaga kelangsungan proses fisiologis tubuh dapat berjalan dengan lancar. Makanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.555, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Garam Pengemulsi. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana

Resiko Bahan Kimia Pada Makanana Resiko Bahan Kimia Pada Makanana Nur Hidayat Macam Bahan Kimia Bahan kimia dalam makanan ada yang sengaja ditambahkan ada yang muncul karena proses pengolahan atau dari bahan bakunya Resiko yang perlu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM MINUMAN SIRUP JAJANAN DI KAWASAN CAR FREE DAY

ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM MINUMAN SIRUP JAJANAN DI KAWASAN CAR FREE DAY INTISARI ANALISIS KUALITATIF DAN KUANTITATIF SIKLAMAT DALAM MINUMAN SIRUP JAJANAN DI KAWASAN CAR FREE DAY MASJID RAYA SABILAL MUHTADIN BANJARMASIN DENGAN METODE PENGENDAPAN DAN SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET

Lebih terperinci

ARTIKEL IDENTIFIKASI SAKARIN PADA MINUMAN JAJANAN DI KAWASAN PENDIDIKAN SD DI WILAYAH KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI

ARTIKEL IDENTIFIKASI SAKARIN PADA MINUMAN JAJANAN DI KAWASAN PENDIDIKAN SD DI WILAYAH KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI Simki-Techsain Vol. 02 No. 07 Tahun 2018 ISSN : 2599-3011 ARTIKEL IDENTIFIKASI SAKARIN PADA MINUMAN JAJANAN DI KAWASAN PENDIDIKAN SD DI WILAYAH KECAMATAN MOJOROTO KOTA KEDIRI Oleh: DWI ARINI 13.1.01.06.0015

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.802, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Antioksidan. Batas Maksmum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang terkandung di dalamnya dalam jangka panjang.

BAB I PENDAHULUAN. bahan-bahan yang terkandung di dalamnya dalam jangka panjang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini, banyak dijumpai berbagai produk minuman kemasan yang beredar di masyarakat dengan bermacam-macam varian rasa. Hal ini diiringi dengan semakin meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2015 mencapai 523.927 ton, hasil tersebut meningkat dibandingkan produksi daging sapi pada tahun 2014 yang mencapai 497.670

Lebih terperinci

3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis

3. Peserta didik dapat mengidentifikasi bahan tambahan pangan yang berjenis RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) SMP/MTs : SMP Negeri 5 Sleman Mata Pelajaran : IPA Terpadu Kelas / Semester : VIII / Genap Tahun Pelajaran : 2011 / 2012 Pokok Bahasan : Bahan Tambahan Pangan Alokasi

Lebih terperinci

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan

Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada Label Pangan DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA 2005 Pedoman Pencantuman Informasi Nilai Gizi Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan, bukan merupakan bahan khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum.

BERITA NEGARA. BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.547, 2013 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Bahan Tambahan Pangan. Pengatur Keasaman. Batas Maksimum. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Pangsa pasar cokelat sehat dunia yang berbasis poliol sejak tahun 1999 mulai tumbuh sebesar 2 persen dari total pertumbuhan pasar cokelat dunia sebesar 5.1 persen.

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga yang murah, menarik dan bervariasi. Menurut FAO (Food BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan dan minuman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dan diupayakan agar lebih tersedia dalam kualitas dan kuantitas secara memadai

Lebih terperinci

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN Oleh: Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes. Kasubdit. Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan Disampaikan Pada Acara: Praktek Kerja Profesi Apoteker Jakarta,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4)

SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2. (1) dan (2) (1) dan (4) (2) dan (3) (3) dan (4) SMP kelas 8 - KIMIA BAB 3. ZAT ADITIFLatihan Soal 3.2 1. Perhatikan tabel berikut ini! Zat Lakmus Merah Biru (1) (-) (+) (2) (+) (-) (3) (+) (-) (4) (-) (+) Pasangan zat yang bersifat basa adalah... (1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak keberhasilan yang dicapai di berbagai bidang, seperti di bidang

BAB 1 PENDAHULUAN. Banyak keberhasilan yang dicapai di berbagai bidang, seperti di bidang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak keberhasilan yang dicapai di berbagai bidang, seperti di bidang pertanian, ekonomi, kesehatan dan lain-lain setelah dilakukan penyuluhan, sehingga Wiraatmadja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat pemerintah telah melakukan berbagai upaya sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 23 tahun 1992

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA Pangan jajanan yang banyak dijajakan oleh pedagang kaki lima baik yang statis maupun pedagang keliling yang dalam bahasa Inggris disebut street food, yang menurut FAO didefisinikan

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No.1220, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Kategori Pangan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2016 TENTANG KATEGORI PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131,

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1221, 2016 BPOM. Pangan Perisa. Bahan Tambahan. Penggunaan. Persyaratan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI BIDANG PANGAN Disampaikan oleh: Ir. Tetty Helfery Sihombing, MP Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Visi dan Misi Badan

Lebih terperinci

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS

KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS KAJIAN PEMBUATAN EDIBEL FILM KOMPOSIT DARI KARAGENAN SEBAGAI PENGEMAS BUMBU MIE INSTANT REBUS ENDANG MINDARWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 0 6 Judul Tesis Nama NIM : Kajian

Lebih terperinci

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan

BAB 1. Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia, sebagian besar masyarakatnya mempunyai tingkat pendidikan yang relatif rendah, sehingga kesadaran dan kemampuan masyarakat sebagai konsumen juga masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan produk kopi olahan di Indonesia secara keseluruhan selama setengah dasawarsa terakhir mengalami peningkatan, dengan rata-rata pertumbuhan lebih kurang 5,12

Lebih terperinci

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT)

The First Food Technology Undergraduate Program Outside of North America Approved by the Institute of Food Technologists (IFT) Department of Food Science and Technology Bogor Agricultural University http://itp.fateta.ipb.ac.id Tujuan Aturan Label dan Iklan Pangan (PP 69/1999) Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung

Lebih terperinci

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP PENGERAS. Fungsi lain : Pengatur keasaman, pengemulsi, pengental, penstabil

BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BTP PENGERAS. Fungsi lain : Pengatur keasaman, pengemulsi, pengental, penstabil 2013, 548 8 LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN PENGERAS BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN UMUM Terciptanya perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab merupakan salah satu tujuan penting

Lebih terperinci

PENENTUAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT DALAM MINUMAN RINGAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS KARYA ILMIAH DARLINA BR TARIGAN

PENENTUAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT DALAM MINUMAN RINGAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS KARYA ILMIAH DARLINA BR TARIGAN i PENENTUAN KADAR NATRIUM SIKLAMAT DALAM MINUMAN RINGAN SECARA SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS KARYA ILMIAH DARLINA BR TARIGAN 062401031 PROGRAM STUDI D-III KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN

Lebih terperinci

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan

Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia Berbahaya Pada Makanan Zat Kimia berbahaya pada makanan sering kita temui pada berbagai jenis produk seperti makanan yang diawetkan, penyedap rasa, pewarna makanan,

Lebih terperinci

BAB. III METODOLOGI A. TAHAPAN KAJIAN tahun sebelumnya.

BAB. III METODOLOGI A. TAHAPAN KAJIAN tahun sebelumnya. BAB. III METODOLOGI A. TAHAPAN KAJIAN Tahapan kajian penelitian ini dilakukan seperti terlihat pada Gambar 3. bagan alir penelitian dengan uraian dibawah ini. 1. Pengumpulan data sekunder pengawasan PJAS.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG BATAS MAKSIMUM PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN GAS UNTUK KEMASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT

Lebih terperinci