TINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Satwa Komodo. Taksonomi Klasifikasi komodo menurut Ouwens (1912) dalam Grzimek (1975) sebagai berikut:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Bioekologi Satwa Komodo. Taksonomi Klasifikasi komodo menurut Ouwens (1912) dalam Grzimek (1975) sebagai berikut:"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Bioekologi Satwa Komodo Taksonomi Klasifikasi komodo menurut Ouwens (1912) dalam Grzimek (1975) sebagai berikut: Kingdom Phylum Sub-Phylum Class Sub-Class Ordo Sub-Ordo Infra Ordo Family Genus Spesies : Animalia : Chordata : Craniata : Reptilia : Lepidosauria : Squamata : Sauria : Varanomorpha : Varanidae : Varanus : Varanus komodoensis Surahya (1989) menyatakan suatu kedudukan baru bagi komodo dalam suatu taksonomi sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Sub-Phylum : Craniata Class : Reptilia Ordo : Squamata Family : Mosasauridae Genus : Mosasaurus Spesies : Mosasaurus komodoensis Surahya memberi nama tersebut berdasarkan hasil penelitiannya yang meliputi penelitian anatomi dan penelitian sistemik. Penelitian tersebut untuk menguji kedudukan komodo dalam sistematik hewan, yang terlanjur dimasukkan dalam genus varanus oleh Ouwens (1912) dalam Grzimek (1975), unsur-unsur

2 5 anatomi komodo dibandingkan dengan unsur-unsur anatomi subgenus dari genus Varanus, dalam hal ini Varanus salvator. Ternyata ditemukan sifat-sifat yang menonjol pada komodo yang membedakan dari Varanus salvator. Di rahang biawak hanya terdapat sederet gigi. Pada komodo ada beberapa baris, sehingga setiap gigi menyerupai kumpulan gigi yang secara teoritis sering diakui sebagai tanda hewan purba. Persendiannya pun berbeda. Lengan-kaki komodo tak bisa melipat rapat seperti biawak. Bentuk engselnya berbeda. Ujung engsel komodo hampir rata bentuknya, sedangkan biawak bulat seperti bola. Itu sebabnya lengankaki biawak leluasa bergerak, ke kanan-kiri dan depan-belakang, sedangkan komodo tidak. Surahya (1989) menganggap bahwa komodo harus keluar dari marga Varanus karena dari studi kepustakaannya, teridentifikasi bahwa ciri-ciri komodo dekat dengan marga Mosasaurus. Menurutnya, komodo tinggal satusatunya jenis marga Mosasaurus yang mampu bertahan sampai abad ini. Penggunaan nama Mosasaurus komodoensis belum diakui dalam klasifikasi spesies satwa, sampai sekarang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) masih menggunakan nama Varanus komodoensis. Anatomi dan Morfologi Bentuk komodo hampir sama dengan biawak biasa, tetapi mempunyai ukuran yang lebih besar dan panjang (PPA 1978). Komodo benar-benar panjang dan besar pada umur dewasa. Panjang tubuhnya mencapai 3 meter lebih dan mempunyai bobot badan lebih dari 100 kg (Verhallen 2006). Menurut Abdoesoeki (1968), komodo memiliki badan yang panjang, lebih besar dari kepalanya. Kepala agak memanjang, mirip seekor kadal. Matanya kecil, mulutnya agak memanjang ke belakang. Kulitnya coklat-kuning kehitam-hitaman dan bersisik agak kasar. Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2,5 cm, yang kerap berganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik pada saat makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang (Ciofi 1999).

3 6 Kulit komodo keras karena ditutupi sisik granular. Pada bagian leher terdapat lipatan-lipatan kulit begitu juga pada ketiak depan dan lipatan paha bagian belakang (PPA 1978). Bari (1988) mengatakan bahwa punggung ekor bersisik menyerupai gergaji dengan arah miring ke belakang. Pada waktu muda, terutama kaki, berwarna hitam dengan bintik-bintik menonjol, mirip warna Varanus timorensis. Cakar tajam mirip cakar burung elang, berwarna hitam. Ukuran kepala, ukuran tubuh, ukuran kaki, dan penampilan dapat digunakan untuk menentukan perbedaan antara komodo jantan dan betina. Komodo betina memiliki bentuk kepala yang agak lonjong, kepala berukuran relatif kecil, penampilan muka lebih jelek dan kaki kecil. Komodo jantan memiliki ukuran kepala lebih besar, bentuk kepala agak bulat, penampilan muka gagah, kaki lebih keluar dan besar serta ukuran tubuh lebih besar (Kartono 1994). Gambar 1 Komodo betina Gambar 2 Komodo jantan Fisiologi Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar (Badger 2002). Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak. Komodo mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun kurang mampu membedakan obyek yang tak bergerak (National Zoo 2010).

4 7 Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap (Voogd 2010). Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4-9,5 kilometer (Darling 2004). Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga hidung (Zipcode Zoo 2009). Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan (Voogd 2010). Rangsangan sentuhan pada komodo terdapat pada sisik-sisik komodo yang diperkuat dengan tulang, dimana memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu, dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih (Darling 2004). Kategori umur komodo berdasarkan ukuran menurut PPA (1979) sebagai berikut: Komodo Muda : Panjang badan total (dari ujung kepala sampai ujung ekor) kurang dari 1 meter. Warna kulit coklat muda kegelapan dengan diselingi garis-garis merah muda kuning. Komodo Dewasa : Panjang badan total antara 1-2 meter. Warna kulit coklat agak tua dan garis-garis badan sudah mulai kabur bahkan sudah hampir hilang. Komodo Tua : Panjang badan total lebih dari 2 meter. Warna kulit coklat tua-kelabu sampai hampir kehitam-hitaman. Populasi Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu (Anderson 1985). Sedangkan dalam Tarumingkeng (1994), populasi adalah sehimpunan individu atau kelompok individu suatu jenis makhluk hidup yang tergolong dalam suatu spesies (atau kelompok lain yang dapat melangsungkan interaksi genetik dengan lawan jenis yang bersangkutan), dan pada suatu waktu tertentu mungkin menempati suatu

5 8 wilayah atau tata ruang tertentu. Alikodra (1990) menyempurnakan batasan yaitu sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu menghasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya. Anggota kelompok ini tidak ataupun jarang melakukan hubungan dengan spesies yang sama dari kelompok lainnya. Ukuran populasi merupakan jumlah total individu (Santoso 1993). Ukuran populasi satwa liar merupakan suatu ukuran yang dapat memberikan informasi mengenai nilai rata-rata, nilai minimum serta nilai maximum dari jumlah individu di dalam suatu populasi jenis. Sedangkan struktur populasi merupakan suatu informasi yang dapat menunjukkan komposisi dari suatu populasi seperti struktur umur dan jenis kelamin. Data dan informasi mengenai ukuran dan struktur populasi dapat digunakan untuk mengetahui status ekologis suatu populasi jenis satwaliar tertentu (Kartono 1994). Ciri dasar suatu populasi ditandai adanya kelahiran, kematian, struktur umur, perbandingan jenis kelamin, dan kepadatan (Alikodra 1990). Populasi komodo di seluruh daerah penyebarannya diperkirakan mencapai ekor (Auffenberg 1981). Pada tahun 2003 populasi komodo di P. Komodo sekitar 1351 ekor dan 1265 ekor di P. Rinca, tahun 2005 populasi komodo di P. Komodo sekitar 1298 ekor dan 1237 di P. Rinca, kemudian pada tahun 2007 populasi komodo di P. Komodo sekitar 1329 ekor dan 1370 ekor di P. Rinca (BTN Komodo 2007). Populasi komodo menurun pada tahun 2005 dan meningkat kembali pada tahun Dari data populasi komodo tahun 2003, 2005, dan 2007 tersebut dapat dilihat bahwa populasi komodo berfluktuasi dari tahun ke tahun. Penyebaran Pada tahun 1971 komodo diketahui hidup di lima pulau di Indonesia, yaitu: Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, dan Flores. Daerah tersebut merupakan daerah terkering di Indonesia, diamana Pulau Komodo memiliki curah hujan hanya sebesar 650 mm/tahun (Ciofi 1994). Menurut Kartono (1994), berdasarkan wawancara dengan para petugas di pos jaga Loh Liang (P. Komodo), penyebaran komodo terdapat di lembah-lembah yang banyak ditumbuhi oleh pepohonan, sering di puncak-puncak bukit yang terdapat pohon, dan jarang di lereng bukit. Komodo banyak ditemukan di lembah-

6 9 lembah sebelah barat G. Ara dan G. Satalibo (P. Komodo). Sedangkan di P. Flores, komodo ditemukan dalam jumlah kecil di padang rumput sebelah utara G. Nampar (Auffenberg 1981). Saat ini komodo sudah tidak lagi terdapat di P. Padar. Di P. Flores komodo umumnya dijumpai di pantai barat hingga teluk Nanggalili (Ciofi dalam Monk et al. 2000). Habitat Biawak besar komodo sangat menyukai habitat savana (Auffenberg 1981). Alikodra (1990) menyatakan bahwa savana (padang rumput dengan penyebaran pohon-pohon yang jarang) ditemukan di daerah tropis dengan curah hujan mm per tahun dan mempunyai kondisi musim kering yang panjang. Lebih dari 70% luasan Taman Nasional Komodo adalah savana. Jenis-jenis pohon dan rumput di daerah savanna mempunyai sifat tahan kekeringan dan tahan api. Komposisi vegetasi didominasi terutama dari jenis Setaria adherens, Chloris barbata, dan Heteropogon concortus. Tegakan yang menyelingi padang savana ini adalah pohon lontar (Borrasus flabellifer) dan bidara (Zizyphus jujuba) (Erdmann 2004). Pada umumnya habitat komodo memiliki suhu rata-rata harian yang sangat tinggi dengan musim kemarau yang panjang. Komodo yang tersebar di beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur hidup pada keadaan topografi yang berbukit-bukit dengan ketinggian maksimum 735 mdpl. Susunan vegetasi didominasi oleh padang savana dengan beberapa tegakan pohon tinggi (Suara Alam 1987). Keadaan habitat komodo pada semua tempat hampir sama, dengan suhu rata-rata 23 o -40 o C, kelembaban berkisar antara % dan ketinggian mdpl. Habitat tersebut memiliki topografi sudut kemiringan 10 o -40 o (Mochtar 1992). Komponen habitat adalah makanan, air, pelindung (cover), dan ruang (space). Pelindung (cover) adalah segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan perlindungan bagi satwa dari cuaca dan predator, ataupun menyediakan kondisi yang lebih baik dan menguntungkan bagi kelangsungan kehidupan satwa (Shawn 1985 dalam Napitu et al. 2007). Menurut PPA (1978), cover bagi komodo yang berupa vegetasi adalah hutan savanna atau lingkungan yang terbuka dengan jenis pohon seperti kesambi (Schleichera olsea) dan asam

7 10 (Tamarindus indica). Cover sebagai tempat berlindung digunakan untuk bersarang dan biasanya dilengkapi dengan lubang-lubang atau liang yang berada di pinggir sungai atau babatuan. Makanan Komodo adalah binatang karnivora dan tidak mempunyai makanan khusus. Komodo dewasa utamanya memangsa babi hutan dan rusa serta kadangkala komodo lain. Apabila komodo merasa mampu mereka akan memburu kerbau liar, musang, tikus, dan burung. Sering juga komodo memangsa ular, telur penyu, dan monyet. Anak komodo biasanya memangsa kadal kecil, telur, tikus, ular, dan serangga yang hidup di pepohonan, tunggul dan batang kayu (Erdmann 2004). Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata, reptil lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih kecil), burung dan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda memangsa serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil (Mattison 1989 and 1992; Jura 2009). Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari lubang makam yang dangkal. Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat digali komodo (Balance and Morris 1998). Ada pula yang menduga bahwa komodo berevolusi untuk memangsa gajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di Flores. Komodo juga pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina yang tengah bunting, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat dimangsa; suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di Afrika (Diamond 1987). Komodo melumpuhkan mangsanya dengan bisa dan bakteri yang ada dalam air liur mereka. Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek

8 11 langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa yaitu bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian (Fry et al. 2005). Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo (Australian Federal Police 2009). Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya, lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini (Montgomery et al. 2002). Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septicemia pada korbannya. Jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan, diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium (Feldman 2007). Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang yaitu sekitar menit. Komodo terkadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah (Balance and Morris 1998). Untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan, komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya (Darling 2004). Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan

9 12 leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melebar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan (Jura 2009; Halliday and Adler 1994). Setelah makan, komodo berjalan dengan tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan. Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semaksemak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel; perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri (Darling 2004). Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut hirarki. Jantan terbesar menunjukkan dominansinya melalui bahasa tubuh dan desisannya, yang disambut dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan, dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan mundur; meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang (Darling 2004). Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat menghirup air atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo mencedok air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya (Darling 2004). Reproduksi Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September (Jung 1999). Perilaku menyelisik merupakan perilaku komodo jantan menarik betina untuk menjadi pasangan kawin dengan

10 13 cara menjilat-jilat dan mencium anggota tubuh bagian belakang, menggaruk/meraba sampai menaiki pasangannya. Hal ini merupakan ciri aktivitas kawin komodo. Aktivitas kawin mulai nampak setelah 3 hari menyelisik. Setelah itu aktivitas menyelisik dan kawin dilakukan dalam satu rangkaian perilaku kawin. Perkawinan dapat berlangsung selama 6 hari. Posisi jantan akan selalu di atas punggung betina. Setelah aktivitas menyelisik dan kawin tidak dilakukan lagi, aktivitas dan perilaku bertelur mulai terlihat. Perilaku awal yang dilakukan yaitu betina menjadi lebih aktif menjelajah untuk mencari tempat bertelur (Mulyana dan Ridwan 1992). Komodo akan menyimpan telurnya dalam tanah atau sarang yang telah digali sendiri. Sarang komodo dapat berupa lubang di tanah, sarang gundukan, dan sarang bukit (Jessop et al. 2007). Terkadang komodo menggunakan gundukan tanah seperti bekas sarang burung gosong (Erdman 2004). Masa pengeraman telur berlangsung selama 8 bulan dan telur menetas pada bulan April dan Mei dengan perbandingan jenis kelamin anak 3:1 (Ciofi dalam Monk et al. 2000). Komodo betina dapat menghasilkan telur butir. Ukuran panjang rata-rata telur komodo adalah 8,6 cm, diameter 5,9 cm, dan berat 105 gram (Erdman 2004). Anak-anak komodo memiliki panjang 40 cm dengan berat kurang dari 100 gram. Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan (Jessop et al. 2007). Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7 8 bulan (Badger 2002). Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga (Jung 1999). Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur (kulit keras membentuk di moncong mulut ketika bayi menetas dari telurnya) yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator (Darling 2004).

11 14 Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu (Badger 2002). Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun (Cogger and Zweifel 1998). Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan telur dan menetas walaupun tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus (Burnie and Wilson 2010). Partenogenesis adalah bentuk reproduksi aseksual dimana betina memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi. Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris menghasilkan telur tanpa fertilisasi. Dari 11 telur 7 di antaranya berhasil menetas (BBC News 2006). Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Fenomena tersebut merupakan contoh parthenogenesis pada komodo. Disebutkan bahwa pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada Mei Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan (Sedgwick County Zoo 2008). Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY seperti pada manusia. Keturunan yang biasanya berkelamin jantan menunjukkan terjadinya beberapa hal. Bahwa telur yang tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal. Ketika komodo betina

12 15 (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenesis. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang (BBC News 2006). Meskipun partenogenesis ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika (Wats et al. 2006). Perilaku dan Aktivitas Komodo Menurut Suratmo (1979), tingkah laku atau perilaku satwa merupakan ekspresi suatu satwa yang disebabkan oleh semua faktor yang mempengaruhinya. Tingkah laku satwa yang timbul adalah merupakan fungsi dari faktor: 1. Eksogenus (faktor luar), 2. Endogenus (faktor dalam), 3. Riwayat pengalaman satwa, 4. Fisiologi satwa. Scott dalam Lehner (1979) mendefinisikan pola perilaku adalah sebagai segmen tingkah laku yang mempunyai fungsi adaptasi khusus. Kemudian satu sistem perilaku didefinisikan sebagai kumpulan (rangkaian) pola perilaku yang mempunyai fungsi adaptasi umum yang sama, seperti: 1. Perilaku ingestif (makan dan minum) 2. Perilaku mencari tempat bernaung dan berlindung (Shelter seeking) 3. Perilaku agonistik yang terjadai dalam konflik antar binatang 4. Perilaku seksual 5. Perilaku epimeletik (memberikan pemeliharaan) oleh induk terhadap anaknya 6. Perilaku etemeletik (meminta pemeliharaan) oleh anak terhadap induknya 7. Perilaku eliminatif (perilaku membuang kotoran) 8. Perilaku allelomimetik (perilaku meniru) 9. Perilaku memeriksa (investigatif behavior).

13 16 Fungsi primer perilaku adalah untuk memungkinkan seekor hewan untuk menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Sebagian besar hewan-hewan mempunyai berbagai pola belajar menerapkan salah satu pola yang menghasilkan penyesuaian yang terbaik (Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985). Aktivitas komodo tergantung terhadap keadaan lingkungan terutama kenaikan suhu lingkungan. Pada malam hari komodo lebih senang tinggal di dalam liang/lubang atau goa yang relatif suhunya hangat dibandingkan di padang rumput terbuka (Auffenberg 1981). Komodo merupakan satwa diurnal dimana aktivitasnya dilakukan pada siang hari. Komodo mulai aktif beraktivitas pada pukul diawali dengan berjalan mencari tempat terbuka untuk berjemur diri. Aktivitas berhenti dilakukan sekitar pukul Aktivitas puncak pada siang hari (±10.00) dan mulai menurun saat matahari mulai meninggi (Mulyana 1994 dan Sunoto 1998). Aktivitas berjalan menjelajah dilakukan secara quadropedal, yaitu menggunakan keempat kakinya, dalam rangka mencari mangsa, makanan, air, pasangan atau sarang untuk bertelur (Mulyana dan Ridwan 1992), dan penjelajahan dilakukan secara soliter. Mulyana (1994) melaporkan bahwa diam adalah aktivitas dengan frekuensi tertinggi yang dilakukan komodo. Komodo adalah hewan berdarah dingin yang membutuhkan panas matahari bagi tubuhnya. Savana banyak dimanfaatkan komodo sebagai tempat berjemur di pagi hari. Sedangkan pada siang hari komodo akan beristirahat di tempat teduh untuk menghindari dan mempertahankan suhu tubuhnya dari panas matahari. Aktivitas diam lebih banyak dilakukan di habitat savana dan hutan hujan musim dengan vegetasi yang jarang, sedangkan aktivitas istirahat (tidur) banyak dilakukan di hutan musim pada daerah tebing atau akar-akar pohon di lubang yang dibuat di bekas aliran air. Pohon juga dimanfaatkan oleh komodo muda sebagai tempat istirahat. Pada waktu kecil komodo merupakan satwa yang mempunyai kemampuan memanjat pohon. Hal ini berkaitan dengan usaha beradaptasi untuk mempertahankan hidupnya yang digunakan untuk memangsa jenis-jenis binatang seperti belalang, tokek, dan cecak. Menurut Mochtar (1992), memanjat pohon merupakan usaha untuk melindungi diri, karena sifat komodo yang kanibal.

14 17 Komodo mampu berpindah tempat dari satu pohon ke pohon lainnya dengan merayap. Perilaku aboreal itu terutama untuk beristirahat dan mencari mangsa seperti tokek, cecak, telur burung, serangga, tikus atau untuk menghindari serangan kanibalisme dan pemangsaan komodo lain serta predator lain, antara lain musang dan burung (Mulyana dan Ridwan 1992). Komodo yang sudah besar mulai turun dari pohon ke tanah dan meninggalkan cara hidup di atas pohon. Tetapi, komodo pun tidak kehilangan kemampuannya untuk memanjat pohon dan mampu mengejar mangsanya yang naik ke pohon. Pohon dan semak-semak dijadikan sebagai tempat untuk beristirahat bagi komodo karena mampu memberikan keteduhan. Posisi berbaring dengan kepala dan perutnya diletakkan di atas tanah. Terkadang kepalanya selalu diangkatangkat ke atas. Komodo mulai merendamkan dirinya dalam air pada saat siang hari bahkan mampu berenang-renang sambil menjulur-julurkan lidahnya.

KAJIAN AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU REPRODUKSI. KOMODO (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN YUVITA MEILANY

KAJIAN AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU REPRODUKSI. KOMODO (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN YUVITA MEILANY KAJIAN AKTIVITAS HARIAN DAN PERILAKU REPRODUKSI KOMODO (Varanus komodoensis, OUWENS 1912) DI TAMAN MARGASATWA RAGUNAN YUVITA MEILANY FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komodo (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) merupakan kadal besar dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Tekukur Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang terbentang dari India dan Sri Lanka di Asia Selatan Tropika hingga ke China Selatan dan Asia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Informasi Geografis 2.1.1. Pengertian dan Konsep Dasar Prahasta (2001) menyebutkan bahwa pengembangan sistem-sistem khusus yang dibuat untuk menangani masalah informasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Gajah Sumatera (Elephas maxius sumateranus) Menurut Lekagung dan McNeely (1977) klasifikasi gajah sumatera sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Merak hijau 2.1.1 Taksonomi Grzimek (1972) menyatakan bahwa klasifikasi merak hijau jawa (Pavo muticus muticus) sebagai berikut : Kingdom Phyllum : Animalia : Chordata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 5. Kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakanlatihan Soal 5.2 1. Cara adaptasi tingkah laku hewan mamalia air yang hidup di air laut

Lebih terperinci

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan

Pengertian. Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi Pengertian Kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan Adaptasi dibedakan menjadi 3 jenis 1. Adaptasi Morfologi Proses adaptasi yang dilakukan dengan menyesuaikan bentuk

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Subclass: Telostei. Ordo : Ostariophysi BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Lele Masamo (Clarias gariepinus) Klasifikasi lele masamo SNI (2000), adalah : Kingdom : Animalia Phylum: Chordata Subphylum: Vertebrata Class : Pisces

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi

TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Bioekologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Rumah, Tikus Pohon, dan Tikus Sawah Klasifikasi dan Morfologi Berdasarkan karakter dan ciri morfologi yang dimiliki, tikus rumah (Rattus rattus diardii) digolongkan ke dalam kelas

Lebih terperinci

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup

2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2. Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup 2.1 Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui adaptasi, seleksi alam, dan perkembangbiakan 1. Mengaitkan perilaku adaptasi hewan tertentu dilingkungannya

Lebih terperinci

M. MUSLICH 1) DAN AGUS PRIYONO 2)

M. MUSLICH 1) DAN AGUS PRIYONO 2) PENYEBARAN DAN KARAKTERISTIK SARANG BERBIAK KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens, 1912) DI LOH LIANG PULAU KOMODO TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR M. MUSLICH 1) DAN AGUS PRIYONO 2) 1) Alumni Departemen

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik Prinsip-Prinsip Ekologi Pembahasan ekologi tidak lepas dari pembahasan ekosistem dengan berbagai komponen penyusunnya, yaitu faktor abiotik dan biotik. Faktora biotik antara lain suhu, air, kelembapan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA

CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA BAB 1 CIRI KHUSUS MAKHLUK HIDUP DAN LINGKUNGAN HIDUPNYA Tujuan Pembelajaran: 1) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri khusus hewan dengan lingkungannya; 2) mendeskripsikan hubungan antara ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA. 2.1 Padang Pasir

BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA. 2.1 Padang Pasir BAB II REPTIL PADANG PASIR ASIA 2.1 Padang Pasir Padang pasir merupakan suatu kawasan yang memiliki iklim panas, kering dan sangat gersang, karena rendahnya curah hujan. Padang pasir biasa menerima hujan

Lebih terperinci

BAB 4 KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISME (MATERI IPA TERPADU KELAS IX) Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup

BAB 4 KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISME (MATERI IPA TERPADU KELAS IX) Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup BAB 4 KELANGSUNGAN HIDUP ORGANISME (MATERI IPA TERPADU KELAS IX) Standar Kompetensi: Memahami kelangsungan hidup makhluk hidup Kompetensi Dasar : Mengidentifikasi kelangsungan hidup makhluk hidup melalui

Lebih terperinci

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian

2015 LUWAK. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian 2015 LUWAK Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Kementerian Pertanian LUWAK A. Biologi Luwak Luwak merupakan nama lokal dari jenis musang

Lebih terperinci

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG

1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG 1. DUGONG BUKAN PUTRI DUYUNG Istilah dugong sering dikacaukan dengan istilah lain seperti ikan duyung dan putri duyung. Dalam khasanah ilmiah, istilah dugong adalah satwa mamalia yang hidup di perairan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Gajah Sumatera Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu dari sub species gajah asia (Elephas maximus). Dua sub species yang lainnya yaitu Elephas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Klasifikasi ilmiah dari Katak Pohon Bergaris (P. Leucomystax Gravenhorst 1829 ) menurut Irawan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia, Phyllum: Chordata,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi Burung jalak bali oleh masyarakat Bali disebut dinamakan dengan curik putih atau curik bali, sedangkan dalam istilah asing disebut dengan white starling, white mynah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bio-ekologi Ungko (Hylobates agilis) dan Siamang (Symphalangus syndactylus) 2.1.1 Klasifikasi Ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) merupakan jenis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan

TINJAUAN PUSTAKA. (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ilmiah Pengklasifikasian primata berdasarkan 3 (tiga) tingkatan taksonomi, yaitu (1) secara ilmiah nama spesies dan sub-spesies yang dikenali yang disahkan secara terang-terangan,

Lebih terperinci

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suksesi dan Restorasi Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang di dominasi oleh pepohonan. Masyarakat hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang hidup dan tumbuh

Lebih terperinci

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA Materi Penyebaran Komunitas Fauna di Dunia Keadaan fauna di tiap-tiap daerah (bioma) tergantung pada banyak kemungkinan yang dapat diberikan daerah itu untuk memberi

Lebih terperinci

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas

telur, dimana setelah jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas Siklus hidup Artemia (gambar 3) dimulai pada saat menetasnya kista atau telur, dimana setelah 15-20 jam diinkubasi pada suhu 25 C kista akan menetas manjadi embrio. Selanjutnya dalam waktu beberapa jam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi lutung Jawa Klasifikasi lutung Jawa menurut Groves (2001) dalam Febriyanti (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom Class Ordo Sub ordo Famili Sub famili Genus : Animalia

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

Denda Canez Venatici Pengertian Kucing Copyright Asep Denda Is Pirwanto

Denda Canez Venatici Pengertian Kucing Copyright Asep Denda Is Pirwanto Pengertian Kucing page 1 / 7 page 2 / 7 Kucing, Felis silvestris-catus, adalah sejenis karnivora. Kata "kucing" biasanya merujuk kepada "kucing" yang telah dijinakkan, tetapi bisa juga merujuk kepada page

Lebih terperinci

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut :

Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut : Amfibi merupakan kelompok hewan dengan fase hidup berlangsung di air dan di darat.,yang merupakan kelompok vertebrata yang pertama keluar dari kehidupan alam air. Amfibi mempunyai ciri ciri sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung

Lebih terperinci

CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP

CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP CIRI-CIRI MAKHLUK HIDUP Kegiatan yang dilakukan oleh manusia, hewan, dan tumbuhan tidak sama. Tetapi gejala yang ditunjukkan oleh manusia, hewan, dan tumbuhan sama. Gejala atau ciri yang ditunjukkan oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU EDY HENDRAS WAHYONO Penerbitan ini didukung oleh : 2 BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU Ceritera oleh Edy Hendras Wahyono Illustrasi Indra Foto-foto Dokumen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org

LAMUN. Project Seagrass. projectseagrass.org LAMUN Project Seagrass Apa itu lamun? Lamun bukan rumput laut (ganggang laut), tetapi merupakan tumbuhan berbunga yang hidup di perairan dangkal yang terlindung di sepanjang pantai. Lamun memiliki daun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)

Lebih terperinci

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus)

BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) BUDIDAYA BELUT (Monopterus albus) 1. PENDAHULUAN Kata Belut merupakan kata yang sudah akrab bagi masyarakat. Jenis ikan ini dengan mudah dapat ditemukan dikawasan pesawahan. Ikan ini ada kesamaan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang beriklim tropis terluas di dunia dan merupakan negara yang memiliki banyak keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna

Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna 1 Cara cepat untuk membuat terarium padang pasir yang sempurna Kita semua pasti tahu kalau di gurun sangatlah panas. Fakta lainnya kurang dikenal, tetapi akan jadi penting jika menyangkut tentang hewan

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS TERNAK JALAK SUREN Oleh : Taufik Rizky Afrizal 11.12.6036 S1.SI.10 STMIK AMIKOM Yogyakarta ABSTRAK Di era sekarang, dimana ekonomi negara dalam kondisi tidak terlalu baik dan

Lebih terperinci

POTENSI MAMALIA BESAR SEBAGAI MANGSA KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens 1912) DI PULAU RINCA TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR

POTENSI MAMALIA BESAR SEBAGAI MANGSA KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens 1912) DI PULAU RINCA TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR Media Konservasi Vol. 16, No. 1 April 011 : 47 53 POTENSI MAMALIA BESAR SEBAGAI MANGSA KOMODO (Varanus komodoensis Ouwens 191) DI PULAU RINCA TAMAN NASIONAL KOMODO NUSA TENGGARA TIMUR (Big Mammals Potential

Lebih terperinci

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging) BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS Kemampuan Fisik 1. Menggali (digging) Tikus terestrial akan segera menggali tanah jika mendapat kesempatan, yang bertujuan untuk membuat sarang, yang biasanya tidak melebihi

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani²

KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU. Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² KEANEKARAGAMAN EKTOPARASIT PADA BIAWAK (Varanus salvator, Ziegleri 1999) DIKOTA PEKANBARU, RIAU Elva Maharany¹, Radith Mahatma², Titrawani² ¹Mahasiswa Program S1 Biologi ²Dosen Bidang Zoologi Jurusan Biologi

Lebih terperinci

JENIS_JENIS TIKUS HAMA

JENIS_JENIS TIKUS HAMA JENIS_JENIS TIKUS HAMA Beberapa ciri morfologi kualitatif, kuantitatif, dan habitat dari jenis tikus yang menjadi hama disajikan pada catatan di bawah ini: 1. Bandicota indica (wirok besar) Tekstur rambut

Lebih terperinci

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut

Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Terbuka lebar peluang ekspor dari budidaya belut Karya Ilmiah Di susun oleh : Nama : Didi Sapbandi NIM :10.11.3835 Kelas : S1-TI-2D STMIK AMIKOM YOGYAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011 Abstrak Belut merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer Ekosistem adalah kesatuan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem juga dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik yang komplek antara organisme dengan lingkungannya. Ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas

BAB I PENDAHULUAN. Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Taman Nasional Komodo memiliki kawasan darat dan perairan laut seluas 1.817 km 2, terletak diantara pulau Sumbawa di sebelah Barat, dan pulau Flores di sebelah Timur.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kuntul 2.1.1 Klasifikasi Burung Kuntul Burung kuntul termasuk ordo Ciconiiformes dan famili Ardeidae (Mackinnon, 1993). klasifikasi Kuntul besar (Egretta alba) adalah

Lebih terperinci

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Kelas Agnatha Merupakan vertebrata pertama kali muncul Muncul pada 500

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo ruminansia, famili Bovidae, dan genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burn, 1994). Kambing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tikus dan mencit adalah hewan pengerat (rondensia) yang lebih dikenal sebagai hama tanaman pertanian, perusak barang digudang dan hewan pengganggu yang menjijikan di

Lebih terperinci

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus) Lutung (Trachypithecus auratus cristatus) Oleh: Muhammad Faisyal MY, SP PEH Pelaksana Lanjutan Resort Kembang Kuning, SPTN Wilayah II, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Trachypithecus auratus cristatus)

Lebih terperinci

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun Beruang Kutub (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah 1417021082 Nabiilah Iffatul Hanuun 1417021077 Merupakan jenis beruang terbesar. Termasuk kedalam suku Ursiidae dan genus Ursus. Memiliki ciri-ciri sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taksonomi Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus

Lebih terperinci

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis

lagomorpha. Ordo ini dibedakan menjadi dua famili, yakni Ochtonidae (jenis BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah kelinci Menurut Kartadisatra (2011) kelinci merupakan hewan mamalia dari family Leporidae yang dapat ditemukan di banyak bagian permukaan bumi. Dulunya, hewan ini adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Di seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian utara, Eropa, Rusia bagian tenggara, dan Asia (Nowak, 1999). Dari 20 spesies tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur

II. TINJAUAN PUSTAKA Ekologi Telur 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Telur Katak betina dewasa menentukan tempat peletakan telur setelah terjadi pembuahan dan untuk kebanyakan katak pohon telur tersebut terselubung dalam busa. Hal ini

Lebih terperinci

JMSC Tingkat SD/MI2017

JMSC Tingkat SD/MI2017 I. Pilihlah jawaban yang benar dengan cara menyilang (X)abjad jawaban pada lembar jawaban kerja yang disediakan. 1. Pada sore hari jika kita menghadap pada matahari, bayangan tubuh kita tampak lebih...

Lebih terperinci

1. Ciri Khusus pada Hewan

1. Ciri Khusus pada Hewan Makhluk hidup memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri yang membedakan beberapa makhluk hidup dengan makhluk hidup lain disebut ciri khusus. Ciri khusus tersebut berfungsi untuk mempertahankan hidup di dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat Habitat adalah kawasan yang terdiri dari berbagai komponen baik fisik maupun biotik yang merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Klasifikasi Makhluk Hidup dan Ciri-ciri Makhluk Hidup untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN

Lebih terperinci

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber)

KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KIAT-KIAT MEMILIH DAGING SEHAT Oleh : Bidang Keswan-Kesmavet, Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (disadur dari berbagai macam sumber) KASUS SEPUTAR DAGING Menghadapi Bulan Ramadhan dan Lebaran biasanya

Lebih terperinci

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 7. CIRI KHUSUS HEWAN DAN TUMBUHANLatihan soal 7.1

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 7. CIRI KHUSUS HEWAN DAN TUMBUHANLatihan soal 7.1 SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 7. CIRI KHUSUS HEWAN DAN TUMBUHANLatihan soal 7.1 1. Ciri khusus yang ada pada makhluk hidup bertujuan untuk... Untuk mencari makanan Untuk menarik perhatian hewan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total 15 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pulau Sembilan merupakan salah satu pulau yang terdapat di Kabupaten Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom :

TINJAUAN PUSTAKA. dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Berdasarkan klasifikasi taksonomi dan morfologi Linneus yang terdapat dalam buku Steenis (2003), taksonomi dari tanaman tebu adalah Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

TAHAP. Kucing Liar. Meneroka Membongkar. Menaakul.

TAHAP. Kucing Liar. Meneroka Membongkar. Menaakul. TAHAP 4 Kucing Liar Meneroka Membongkar Orbit Buku Menaakul Sneak Peak! Kandungan Apakah kucing?...6 Singa...8 Harimau...10 Harimau bintang...12 Jaguar...14 Harimau bintang salji...16 Puma...18 Citah...20

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma

Ayo Belajar IPA. Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1. Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Ilmu Pengetahuan Alam Kelas VI semester 1 Elisabeth Sekar Dwimukti Universitas Sanata Dharma Peta Konsep Ciri khusus mahkluk hidup 1. Mencari makan 2. Kelangsungan hidup 3. Menghindari diri dari Hewan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta). a. Peletakkan dan Jumlah Sarang Seriti. Dari hasil perhitungan jumlah sarang seriti yang ada di bawah jembatan dan di dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Boer Jawa (Borja) Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan antara kambing Afrika lokal tipe kaki panjang dengan kambing yang berasal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. lingkungannya (Alikodra, 2002). Tingkah laku hewan adalah ekspresi hewan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Rusa Sambar Perilaku satwa liar merupakan gerak gerik satwa liar untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan rangsangan yang diperoleh dari lingkungannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang

II. TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi. Pembentukan Kabupaten Kuantan Singingi didasari dengan Undang-undang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Kabupaten Kuantan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Riau, hasil pemekaran dari Kabupaten induknya yaitu Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER

LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI REGIONAL INDONESIA (GPW 0101) ACARA V: PEMAHAMAN FENOMENA BIOSFER Disusun oleh : Nama NIM : Mohammad Farhan Arfiansyah : 13/346668/GE/07490 Hari, tanggal : Rabu, 4 November 2014

Lebih terperinci

Gambar 1. Koloni Trigona sp

Gambar 1. Koloni Trigona sp BUDIDAYA LEBAH MADU TRIGONA SP Oleh : Victor Winarto *) Rusmalia *) I. PENDAHULUAN Madu adalah salah satu produk primadona HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) di Indonesia. Banyaknya manfaat madu bagi kesehatan,

Lebih terperinci