BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Usaha Milik Negara,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Usaha Milik Negara,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Usaha Milik Negara, selanjutnya disebut BUMN, hadir sebagai salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur bahwa segala sesuatu yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 1 Salah satu implementasi penguasaan negara dalam pasal konstitusi tersebut yaitu dalam bentuk BUMN yang selama ini mengusahakan produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak. 2 Saat ini, Pemerintahan Joko Widodo ingin menumbuhkan perekonomian secara lebih agresif dan BUMN diharapkan menjadi salah satu pilar pendorong pertumbuhan ekonomi. Seperti halnya negara tetangga Indonesia yaitu Singapura dan Malaysia yang sukses membangun ekonomi nasionalnya dengan motor utama perusahaan negara. 3 BUMN di Indonesia juga berpotensi untuk berperan besar seperti BUMN di negara-negara tersebut. 1 Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pandji Anoraga, 1995, BUMN Swasta dan Koperasi, Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, hlm Estu Suryowati, Ini Perbandingan antara BUMN RI dengan Malaysia dan Singapura, bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/12/17/ /ini.perbandingan.antara.bumn.ri.de ngan.malaysia.dan.singapura, diakses 17 September 2016.

2 2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) Tahun 2016 telah memberikan dana sebesar Rp 44,38 (empat puluh empat koma tiga puluh delapan) triliun untuk 20 (dua puluh) BUMN sebagai penambahan penyertaan modal negara. 4 Pemberian penambahan penyertaan modal negara tersebut adalah dalam rangka mengoptimalkan peran BUMN sebagai agen pembangunan yang diharapkan dapat mewujudkan program-program prioritas yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Menteri BUMN, Rini Soemarno, menyatakan bahwa kontribusi BUMN kepada pemerintah sudah semakin tinggi dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya. Kontribusi BUMN pada APBN tahun anggaran 2015 diperkirakan telah mencapai Rp 220 (dua ratus dua puluh) triliun, yang terdiri atas setoran pajak sebesar Rp 183 (seratus delapan puluh tiga) triliun dan dividen sebesar Rp 37 (tiga puluh tujuh) triliun. Kontribusi BUMN tahun 2015 tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan kontribusi pada tahun 2014 yang hanya mencapai Rp 177 (seratus tujuh puluh tujuh) triliun. 5 Namun sayangnya, pembangunan perekonomian yang sedang gencar dilakukan Indonesia tersebut menjadi pisau bermata dua. Hal ini dikarenakan di tengah pembangunan Indonesia yang begitu hebatnya, sejalan dengan itu korupsi semakin meningkat pula. Raja Sihanouk dari Kamboja pernah berkata bahwa ia akan tetap berusaha meningkatkan pembangunan di negaranya walaupun dengan 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran Royke Sinaga, Rini: Kontribusi BUMN bagi Perekonomian Makin Besar, news.com/berita/524734/rini-kontribusi-bumn-bagi-perekonomian-makin-besar, diakses 17 September 2016.

3 3 konsekuensi akan meningkat pula korupsinya. 6 Dalam hal ini, pernyataan Andi Hamzah yang menganalogikan bahwa ketika bertambah besar volume pembangunan, maka bertambah besar pula kemungkinan kebocoran adalah tepat. 7 Direksi merupakan salah satu organ terpenting BUMN yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN. 8 Dalam menjalankan pengurusan tersebut, direksi memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan bisnis di mana keputusan bisnis yang diambil tersebut akan berdampak pada BUMN. Hal inilah yang menyebabkan direksi sering kali menjadi sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi pada BUMN karena direksi memiliki kewenangan yang begitu besar untuk menentukan jalannya BUMN. Sebagai contoh adalah mantan Direktur Operasi I PT. Adhi Karya, Teuku Bagus M Noor, diputus bersalah melakukan tindak pidana korupsi pada tahun 2014 karena terlibat dalam penyimpangan dan rekayasa tender saat BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur tersebut menjadi pelaksana proyek Hambalang. 9 Selanjutnya, mantan Direktur Utama PT. Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, diputus bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait sewa pesawat dengan menggunakan security deposit Ibid., hlm Andi Hamzah, 2008, Perbandingan Pemberantasan Korupsi di Berbagai Negara, Sinar Grafika, Jakarta, hlm Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. 9 Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Nomor 58/PID/TPK/2014/PT.DKI perihal Banding perkara Teuku Bagus Mokhamad Noor. 10 Putusan Mahkamah Agung Nomor 417 K/Pid.Sus/2014 perihal Kasasi perkara Hotasi D.P. Nababan.

4 4 Masih pada tahun yang sama, mantan Direktur Utama PT. Sang Hyang Seri (SHS), Eddy Budiono, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait subsidi benih padi, kedelai, jagung hibrida, dan jagung komposit. 11 Kemudian pada tahun 2015, mantan Direktur Utama PT. Garam, Slamet Untung Irrendenta, dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait kasus penjualan (sepuluh ribu) ton garam senilai Rp 5 (lima) miliar. 12 Terungkapnya kasus-kasus tindak pidana korupsi yang menimpa direksi BUMN tersebut menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana sesungguhnya peran direksi sebagai salah satu organ terpenting dalam BUMN. Pada dasarnya, tujuan BUMN adalah untuk memperoleh keuntungan sehingga dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat. Namun demikian, direksi BUMN justru dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi sehingga semakin dikhawatirkan dan diragukan oleh masyarakat. Di sisi lain, direksi sebenarnya memiliki perlindungan terhadap setiap keputusan bisnis yang diambilnya sehingga seharusnya tidak dapat diadili meskipun keputusan tersebut merugikan BUMN. Doktrin perlindungan atas keputusan bisnis yang dilakukan oleh direksi tersebut disebut dengan business judgment rule. 13 Dunia usaha yang penuh dengan ketidakpastian dan tingginya persaingan menunjukkan bahwa memang tidak selamanya BUMN selalu 11 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 14/Pid.Sus/TPK/2014/PN.JKT.PST perihal Pemeriksaan Tingkat Pertama perkara Eddy Budiono. 12 Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 62/Pid.Sus/TPK/2015/PN.SBY perihal Pemeriksaan Tingkat Pertama perkara Slamet Untung Irredenta. 13 Munir Fuady, 2014, Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 190.

5 5 memperoleh keuntungan. Berbagai risiko usaha dapat menyebabkan BUMN mengalami kerugian. Menyikapi maraknya bisnis BUMN yang mengalami kerugian dan kemudian dianggap merugikan keuangan negara sehingga termasuk sebagai tindak pidana korupsi, banyak pengurus BUMN yang kemudian menjadi merasa was-was dan dibayangi rasa ketakutan dalam mengambil keputusan bisnis. Hal ini dikarenakan keputusan bisnis yang diambilnya mungkin saja salah dan menimbulkan kerugian. Hal tersebut tentunya akan mengganggu kinerja direksi dalam melaksanakan pengurusan BUMN dan justru semakin dapat merugikan BUMN. Business judgment rule inilah yang kemudian dijadikan suatu jaminan pembebasan bagi direksi untuk berinovasi dan mengedepankan pengurusan yang bersifat korporatif dan profit oriented dalam BUMN. 14 Fenomena kebimbangan yang dialami direksi BUMN dalam mengambil keputusan bisnis tersebut dapat terjadi karena pada dasarnya BUMN memiliki fungsi dan peranan yang unik. Di satu sisi BUMN dituntut sebagai badan usaha pengemban kebijaksanaan dan program pemerintah. Sedangkan, di sisi lain harus tetap berfungsi sebagai badan usaha komersial biasa yang mampu berjalan dan beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip usaha yang sehat. Kedua fungsi ini sering kali tidak dapat berjalan seiringan atau saling menunjang, dan bahkan tidak jarang justru saling bertentangan Freddy Harris dan Teddy Anggoro, 2010, Hukum Perseroan Terbatas: Kewajiban Pemberitahuan oleh Direksi, Penerbit Ghalia Indonesia, Bogor, hlm Pandji Anoraga, Op. cit., hlm. 69.

6 6 Kedua fungsi yang sulit untuk dijalankan tersebut sering kali justru digunakan aparat penegak hukum untuk menjadikan direksi BUMN sebagai sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi. Aparat penegak hukum memanfaatkan unsur-unsur yang ada pada Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, selanjutnya disebut Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Unsur-unsur yang dimanfaatkan dalam kedua pasal tersebut yaitu melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, dan kerugian keuangan negara. 16 Hal tersebut didukung dengan adanya fakta yang menunjukkan bahwa lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) tersangka korupsi selalu dijerat dengan menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, baik yang dijerat oleh Polri, Kejaksaan, maupun KPK. Kedua pasal tersebut sering digunakan oleh aparat penegak hukum karena mengandung norma kabur sehingga sangat mudah dibuktikan. 17 Berdasarkan uraian di atas, perlu diteliti lebih lanjut mengenai peranan doktrin business judgment rule sebagai perlindungan direksi saat BUMN mengalami kerugian kemudian direksi dijadikan sasaran pemberantasan tindak pidana korupsi dengan menggunakan unsur-unsur pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu unsur melawan 16 Hotasi Nababan, 2015, Hukum Tanpa Takaran Penjara Korupsi Bagi Korban Penipuan, Q Communication, Jakarta, hlm Eddy O.S. Hiariej, Pasal Keranjang Sampah, Kompas, 7 Mei 2015.

7 7 hukum dan unsur menyalahgunakan kewenangan. Oleh karena itu, penting untuk diangkat sebagai suatu penelitian dalam bentuk penulisan hukum dengan judul: KORELASI BUSINESS JUDGMENT RULE TERHADAP UNSUR MELAWAN HUKUM DAN UNSUR MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut. 1. Bagaimana perbandingan penerapan business judgment rule di Indonesia dengan di Amerika Serikat dalam tindak pidana korupsi? 2. Bagaimana korelasi business judgment rule terhadap unsur melawan hukum dan unsur menyalahgunakan kewenangan dalam tindak pidana korupsi pada BUMN? C. Tujuan Penelitian Terdapat beberapa tujuan dilakukannya penelitian dalam bentuk penulisan hukum ini, antara lain sebagai berikut. 1. Untuk mengetahui dan menganalisis perbandingan penerapan business judgment rule di Indonesia dengan di Amerika Serikat dalam tindak pidana korupsi.

8 8 2. Untuk mengetahui dan menganalisis korelasi business judgment rule terhadap unsur melawan hukum dan unsur menyalahgunakan kewenangan dalam tindak pidana korupsi pada BUMN. D. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan, ditemukan beberapa penelitian yang identik membahas mengenai business judgment rule dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut. 1. Ananda Megha Wiedhar Saputri, Penerapan Doktrin Business Judgment Rule sebagai Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi oleh Korporasi (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK/Pid.Sus/2012 dalam Perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT. PUSRI Palembang), 2015, dalam Tesis program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 18 Rumusan Masalah: a. Apakah dasar Mahkamah Agung menolak novum business judgment rule dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK/Pid.Sus/2012 dalam perkara pengadaan solenoid valve dan thrustor brake pada PT. PUSRI Palembang? 18 Ananda Megha Wiedhar Saputri, 2015, Penerapan Doktrin Business Judgment Rule sebagai Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Korupsi oleh Korporasi (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK/Pid.Sus/2012 ddalam Perkara Pengadaan Solenoid Valve dan Thrustor Brake pada PT PUSRI Palembang), Tesis program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

9 9 b. Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana atas korporasi yang dapat diterapkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK/Pid.Sus/2012 dalam perkara pengadaan solenoid valve dan thrustor brake pada PT. PUSRI Palembang? Kesimpulan: a. Doktrin business judgment rule tidak dapat diterapkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK/Pid.Sus/2012 dalam perkara pengadaan solenoid valve dan thrustor brake pada PT PUSRI Palembang dikarenakan doktrin business judgment rule hanya dapat diberlakukan bagi direksi. b. Pertanggungjawaban pidana dalam kasus pengadaan solenoid valve dan thrustor brake dibebankan pada manager sesuai dengan teori identifikasi. Perbedaan: Perbedaan antara penelitian yang telah disebutkan di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam penulisan hukum ini, yaitu penelitian dalam tesis ini menjadikan Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK/Pid.Sus/2012 dalam perkara pengadaan solenoid valve dan thrustor brake pada PT. PUSRI Palembang sebagai objek penelitiannya. Terdakwa dalam putusan tersebut adalah manager PT. PUSRI Palembang yang artinya penelitian ini membahas mengenai apakah business judgment rule dapat diterapkan kepada seorang manager perseroan terbatas ataukah tidak. Sedangkan, dalam penulisan hukum yang dilakukan oleh penulis membahas mengenai business judgment rule sebagai perlindungan direksi dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi pada BUMN. Selain itu pula, penulis juga tidak membahas sama

10 10 sekali mengenai Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK/Pid.Sus/2012 dalam perkara pengadaan solenoid valve dan thrustor brake pada PT. PUSRI Palembang dalam penulisan hukum ini. 2. Danu Bagus Pratama, Pertanggungjawaban Pidana Direksi BUMN yang Berbentuk Perseroan Terbatas dalam Tindak Pidana Korupsi di BUMN, 2015, dalam Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. 19 Rumusan Masalah: a. Bagaimana pertanggungjawaban pidana direksi BUMN dalam tindak pidana korupsi di BUMN? b. Kapan prinsip business judgment rule dapat diterapkan dalam tindak pidana korupsi di BUMN? Kesimpulan: Setiap kebijakan, praktik, atau prosedur kegiatan pengelolaan keuangan atau kekayaan milik negara yang dilakukan oleh korporasi atau badan hukum dalam hal ini dilakukan oleh direksi BUMN selaku pengurus perseroan terbatas, yang merupakan keputusan bisnis (business judgment rule) yang mengakibatkan kerugian bagi perseroan dapat dipandang merugikan Negara juga, sehingga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi. Walaupun dalam hal ini penerapan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi tidak bersifat premium 19 Danu Bagus Pratama, 2015, Pertanggungjawaban Pidana Direksi BUMN yang Berbentuk Perseroan Terbatas dalam Tindak Pidana Korupsi di BUMN, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang.

11 11 remedium (upaya pertama) tetapi lebih berorientasi ultimum remedium (upaya terakhir). Dari penjelasan di atas dapat dijelaskan kembali bahwa prinsip business judgment rule dapat digunakan sebagai alasan pembenar yaitu alasan menghapuskan sifat melawan hukum atas perbuatannya sehingga yang telah dilakukan atau diperbuat oleh terdakwa dapat dikatakan menjjadi perbuatan yang patut dan benar apabila kebijakan tersebut memang diambil dengan penuh kehati-hatian, tidak ada kesewenang-wenangan dan tidak bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri, kebijakan tersebut murni dilakukan untuk penyelamatan atau demi keuntungan yang diperoleh oleh BUMN (Perseroan Terbatas). Perbedaan: Perbedaan antara penelitian yang telah disebutkan di atas dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam penulisan hukum ini, yaitu penelitian di dalam jurnal tersebut hanya secara umum membahas mengenai pertanggungjawaban pidana direksi dalam tindak pidana korupsi dan pada saat kapankah direksi dapat menggunakan business judgment rule dapat digunakan sebagai perlindungan oleh direksi dalam tindak pidana korupsi. Rumusan masalah dalam jurnal tersebut memang identik dengan penulisan hukum yang dilakukan penulis, akan tetapi penulis memiliki variabel yang berbeda yaitu adanya unsur melawan hukum dan unsur menyalahgunakan kewenangan yang dijadikan penulis sebagai objek penelitian. Perbedaan yang mendasar dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti di dalam penulisan hukum ini adalah sangat jelas bahwa penulis secara komprehensif membahas

12 12 unsur melawan hukum dan unsur menyalahgunakan kewenangan dalam tindak pidana korupsi yang kemudian dikaitkan dengan adanya business judgment rule sebagai perlindungan direksi. 3. Frans Affandhi, et all, Business Judgment Rule Dikaitkan dengan Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Direksi Badan Usaha Milik Negara terhadap Keputusan Bisnis yang Diambilnya, 2016, dalam Jurnal Universitas Sumatera Utara, Medan. 20 Rumusan Masalah: a. Apakah business judgment rule dapat diterapkan dan digunakan oleh direksi BUMN yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara? b. Bagaimana business judgment rule dikaitkan dengan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh direksi BUMN Persero terhadap keputusan bisnis yang diambil? Kesimpulan: a. Business judgment rule dapat diterapkan dan digunakan oleh direksi BUMN yang diduga telah melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara karena setiap direksi BUMN Persero berbadan hukum perseroan terbatas dapat dibela dengan menggunakan Pasal 97 UU PT apabila dituntut oleh pemegang saham (dalam hal ini 20 Frans Affandhi, et all, 2016, Business Judgment Rule Dikaitkan dengan Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh Direksi Badan Usaha Milik Negara terhadap Keputusan Bisnis yang Diambilnya, Jurnal Universitas Sumatera Utara, Medan.

13 13 negara) atau dewan komisaris mengenai kebijakan yang diambilnya. Namun, dalam pembuktiannya direksi BUMN Pesero tersebut harus membuktikan bahwa dalam mengambil keputusan tersebut sudah menganut prinsip fiduciary duty, yaitu duty of care dan duty of loyalty. Hal ini merupakan ukuran bagi direksi BUMN Persero untuk menjalankan perusahaan dengan itikad baik dan tanggung jawab. Sebuah BUMN Persero tidak selamanya menguntungkan shareholders, melainkan dapat merugi. Namun, hal in tidak dapat seenaknya saja dalam menyalahkan direksi tersebut. b. Hubungan business judgment rule dengan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh direksi BUMN Persero terhadap keputusan bisnis yang diambil adalah bahwa salah satu unsur yang harus dibuktikan terlebih dahulu adalah apakah kekayaan BUMN Persero adalah keuangan Negara. Berdasarkan dissenting opinion salah satu Majelis Hakim dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 62/PUU-XI/2013 tertanggal 03 Februari 2014, pada intinya menyatakan bahwa kekayaan BUMN Persero tidak dapat dikategorikan sebagai keuangan negara, karena kekayaan BUMN Persero merupakan kekayaan negara yang dipisahkan yang berasal dari keuangan negara yang dipisahkan. BUMN Persero sebagai badan hukum memisahkan harta kekayaan pemilik kekayaan badan hukum serta pengurusnya. Hal ini dikarenakan acuan dalam pengelolaan BUMN adalah UU PT dan UU BUMN. Dissenting opinion diperbolehkan dalam suatu putusan pengadilan karena pengambilan keputusan tidak berdasarkan

14 14 musyawarah mufakat, maka Majelis Hakim mengambil voting sehingga Majelis Hakim yang tidak sependapat tersebut, pendapatnya harus dimasukkan juga ke dalam putusan tersebut. Dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi sudah final dan mengikat, namun penggunaan dissenting opinion untuk dasar pembelaan seorang direksi BUMN adalah sah-sah saja. Dissenting opinion tersebut sebagai pintu masuk penerapan business judgment rule. Perbedaan: Rumusan masalah dalam penelitian yang telah disebutkan di atas memang identik dengan penelitian yang dilakukan penulis dalam penulisan hukum ini, yaitu yaitu business judgment rule dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi pada BUMN. Namun demikian, jurnal tersebut cenderung mengaitkan business judgment rule dengan unsur kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi. Jurnal tersebut lebih menyoroti bahwa kekayaan negara yang dipisahkan dalam BUMN bukan termasuk kekayaan negara sehingga seharusnya apabila BUMN mengalami kerugian maka itu bukan termasuk kerugian negara. Sedangkan penulis dalam penulisan hukum ini fokus mengkaji mengenai korelasi business judgment rule terhadap unsur melawan hukum dan unsur menyalahgunakan kewenangan dalam tindak pidana korupsi pada BUMN. Berdasarkan perbedaan penelitian yang telah disebutkan di atas, dapat dikatakan masih belum ada penelitian yang menjadikan korelasi business

15 15 judgment rule terhadap unsur melawan hukum dan unsur menyalahgunakan kewenangan dalam tindak pidana korupsi pada BUMN sebagai objek penelitian. Selain itu, belum ada pula penelitian yang membahas mengenai perbandingan penerapan business judgment rule sebagai perlindungan direksi antara di Indonesia dengan di Amerika Serikat dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan dalam penulisan hukum ini berbeda dengan penelitian yang pernah ada sebelumnya. Apabila tanpa sepengetahuan penulis ternyata pernah ada penelitian yang sama dengan penelitian ini, maka diharapkan penelitian ini dapat melengkapi penelitian yang pernah ada. E. Manfaat Penelitian Penulis berharap bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat, yaitu: 1. Manfaat bagi negara Penulisan hukum ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi lembaga yang berwenang khususnya aparat penegak hukum agar memperhatikan segala permasalahan mengenai business judgment rule dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi pada BUMN serta perbandingan penerapan business judgment rule di Indonesia dengan di Amerika Serikat dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi; 2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan

16 16 Penulisan hukum ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi dunia hukum di Indonesia dan bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang business judgment rule dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi pada BUMN serta perbandingan penerapan business judgment rule di Indonesia dengan di Amerika Serikat dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1.

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan business judgment..., Kanya Candrika K, FH UI, , TLN No. 4756, Pasal 1 angka 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perseroan Terbatas ( PT ) adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara

Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara Uji Materiil Undang-Undang Keuangan Negara nasional.sindonews.com Perdebatan tentang Undang-Undang Keuangan Negara yang menyatakan aset BUMN 1 menjadi bagian dari kekayaan negara masih terus bergulir.

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN. MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN www.kompasiana.com Mantan Kepala Divisi Konstruksi VII PT Adhi Karya Wilayah Bali, NTB, NTT, dan Maluku, Imam Wijaya Santosa, kembali mendapat pengurangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu

I. PENDAHULUAN. melahirkan perkembangan usaha yang dapat menunjang perekonomian suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perusahaan merupakan setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus menerus dengan tujuan memperoleh keuntungan atau laba, baik yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, hal ini tertulis jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa, hal ini tertulis jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari Negara Indonesia salah satunya adalah guna mencerdaskan kehidupan bangsa, hal ini tertulis jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Kepailitan merupakan kondisi dimana debitor yang telah dinyatakan pailit tidak dapat melakukan tindakan-tindakan keperdataan, dalam arti lain, debitor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

BAB I PENDAHULUAN. dan harta kekayaan para pendiri atau pemegang sahamnya. 3. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

Lebih terperinci

Kerugian Negara: Resiko Bisnis atau Tindak Pidana Korupsi

Kerugian Negara: Resiko Bisnis atau Tindak Pidana Korupsi Kerugian Negara: Resiko Bisnis atau Tindak Pidana Korupsi Hikmahanto Juwana Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum UI Copyright by Hikmahanto Juwana 2015(c) 1 Apakah Uang BUMN merupakan Uang Negara? Uang

Lebih terperinci

T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Pidana Ekonomi

T E S I S Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Ilmu Hukum Minat Utama : Hukum Pidana Ekonomi PENERAPAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE SEBAGAI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KORPORASI (Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 154 PK / Pid. Sus / 2012 Dalam Perkara Pengadaan

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Tanggung Jawab Direksi Terhadap Kerugian Yang Diderita Perseroan Direksi sebagai organ yang bertugas melakukan pengurusan terhadap jalannya kegiatan usaha perseroan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI

BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI BAB 3 ANALISA PUTUSAN 3.1. DUDUK PERKARA PT AYUNDA PRIMA MITRA MELAWAN PT ADI KARYA VISI Awal permasalahan ini muncul ketika pembayaran dana senilai US$ 16.185.264 kepada Tergugat IX (Adi Karya Visi),

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

RILIS MEDIA A. Dakwaan B. Tuntutan

RILIS MEDIA A. Dakwaan B. Tuntutan RILIS MEDIA Hasil Eksaminasi Publik Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah Provinsi Jambi Tahun 2009 Putusan Pengadilan Tipikor Nomor: 08/PID.B/TPK/2012/PN.JBI (Terdakwa: Drs. A. Mawardy Sabran, MM, Ketua STIE-ASM

Lebih terperinci

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS. pemegang sahamnya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS A. Defenisi Perseroan Terbatas Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006 I. PEMOHON/KUASA Ir Dawud Djatmiko II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIV/2016 Frasa dapat merugikan keuangan negara dan Frasa atau orang lain atau suatu korporasi Sebagai Ketentuan Menjatuhkan Hukuman Pidana Bagi Tindak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh :

PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh : PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh : Dr. Hassanain Haykal, SH.,M.Hum ABSTRAK Bank sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana

Lebih terperinci

BAB III STATUS DAN IMPLIKASI YURIDIS UANG PUBLIK DAN UANG PRIVAT BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN. A. Status Hukum Uang Negara Berdasarkan Tindak

BAB III STATUS DAN IMPLIKASI YURIDIS UANG PUBLIK DAN UANG PRIVAT BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN. A. Status Hukum Uang Negara Berdasarkan Tindak BAB III STATUS DAN IMPLIKASI YURIDIS UANG PUBLIK DAN UANG PRIVAT BERDASARKAN TINDAK PEMERINTAHAN A. Status Hukum Uang Negara Berdasarkan Tindak Pemerintahan Dalam sub-bab ini penulis hendak berargumen

Lebih terperinci

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak terelakkan lagi, dimana Indonesia berada di tengah dan dalam kancah BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum perusahaan sebagai bagian dalam hukum bisnis semakin terasa dibutuhkan lebih-lebih pada awal abad 21 ini dengan prediksi bisnis internasional yang tidak terelakkan

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa balinewsnetwork.com Mantan Bupati Jembrana, I Gede Winasa membantah tudingan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyebut dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK.

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang. Undang Nomor 20 Tahun 2001 selanjutnya disebut dengan UUPTPK. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi di Indonesia telah menjadi wabah yang berkembang dengan sangat subur dan tentunya berdampak pada kerugian keuangan Negara. Maraknya korupsi telah mendorong

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah I. PEMOHON 1. Masyarakat Hukum Adat Nagari Guguk Malalo, sebagai Pemohon I; 2. Edi Kuswanto, sebagai Pemohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan salah satu sendi utama dalam kehidupan masyarakat modern, karena merupakan salah satu pusat kegiatan manusia untuk memenuhi kehidupan kesehariannya.

Lebih terperinci

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar

Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar Kasus PDAM Makassar, Eks Wali Kota Didakwa Rugikan Negara Rp 45,8 Miliar www.kompas.com Mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin didakwa menyalahgunakan wewenangnya dalam proses kerja sama rehabilitasi,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang akibatnya menghambat pertumbuhan dan kelangsungan

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006 I. PARA PEMOHON Prof. DR. Nazaruddin Sjamsuddin sebagai Ketua KPU PEMOHON I Prof. DR. Ramlan Surbakti, M.A., sebagai Wakil Ketua

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Direktori Putusan Maia P U T U S A N Nomor 58 PK/Pid.Sus/2016 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara pidana khusus pada pemeriksaan Peninjauan Kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perlindungan hukum bagi masyarakat Indonesia merupakan kewajiban mutlak dari Bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan Negara Indonesia adalah Negara yang

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin

PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin PROBLEMATIKA STATUS KEKAYAAN NEGARA DALAM PERMODALAN BUMN PERSERO Oleh: Amanda Savira Karin Abstract When Government encloses its wealth to the-state owned enterprises, The wealth which they have been

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan

BAB IV PENUTUP. A. Simpulan BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan apa yang telah diuraikan oleh penulis dalam hasil peneletian pembahasan terhadap Putusan Mahakamah Agung Nomor: 1022 K/Pid.Sus/2014, maka diperoleh simpulan sebagai

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang belakangan ini cukup marak di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus korupai

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, kesimpulan utama dari tesis ini adalah masing-masing organ dalam suatu perseroan terbatas mempunyai kedudukan yang sama, seluruh

Lebih terperinci

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH.

KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH. KADIS PENDIDIKAN MTB DAN PPTK RUGIKAN NEGARA Rp200 JUTA LEBIH www.siwalima.com Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Maluku Tenggara Barat (MTB), Holmes Matruty dan Pejabat Pelaksana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2010 tanggal 24 September 2010 atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak

BAB IV. Pasal 46 UU No.23 tahun 1997 dinyatakan bila badan hukum terbukti melakukan tindak BAB IV ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBAKARAN HUTAN PADA PENGADILAN TINGGI PEKANBARU NOMOR 235/PID.SUS/2012/PTR Tindak Pidana dan Tanggung Jawab Korporasi di Bidang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN PENGADILAN MENGENAI BESARNYA UANG PENGGANTI DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI SUPRIYADI / D 101 07 638 ABSTRAK Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 43/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 43/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 43/PUU-X/2012 Tentang Penentuan Harga BBM Bersubsidi I. PEMOHON 1. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) diwakili oleh Ir. H. Said Iqbal, M.E. dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 562 KMK. 02/2004 TENTANG SUBSIDI BENIH PADI, KEDELAI, JAGUNG HIBRIDA DAN JAGUNG KOMPOSIT BERSERTIFIKAT HASIL

Lebih terperinci

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016 Syapri Chan, S.H., M.Hum. Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Medan E-mail : syapri.lawyer@gmail.com Abstrak Korporasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. 1 Agar dapat melakukan

BAB I PENDAHULUAN. juga tidak dapat melakukan tindakannya sendiri. 1 Agar dapat melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas atau yang biasa disebut PT, di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dimana dalam Pasal 1 Ayat

Lebih terperinci

BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP

BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP A. Pengertian BUMN Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama I. PEMOHON Haji Agus Ali, sebagai Direktur Utama PT. Igata Jaya Perdania.

Lebih terperinci

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis) 1. Dany Try Hutama Hutabarat, S.H.,M.H, 2. Suriani, S.H.,M.H Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau

BAB V PENUTUP. pajak, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut: dengan adanya beberapa teori yaitu Doctrine of strict liability atau BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian pembahasan diatas mengenai permasalahan pertanggungjawaban korporasi, juga pertanggungjawaban direksi sebagai representasi korporasi dan kendala-kendala yang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif

BAB IV PEMBAHASAN. A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif BAB IV PEMBAHASAN A. Analisis Kewenangan Pemberian Hukuman Denda Administratif Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kepada Toray Advanced Materials Korea Inc. Dalam suatu tindakan pengambilalihan saham

Lebih terperinci

Nama : ALEXANDER MARWATA

Nama : ALEXANDER MARWATA Nama : ALEXANDER MARWATA 1. Pengadilan adalah tempat seseorang mencari keadilan. Pengadilan bukan tempat untuk menjatuhkan hukuman. Meskipun seorang Terdakwa dijatuhi hukuman penjara hal itu dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan I. PEMOHON Rama Ade Prasetya. II. OBJEK PERMOHONAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang murah, dan pendidikan yang gratis.

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan yang murah, dan pendidikan yang gratis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu ciri khas pajak adalah tidak adanya kontra prestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. Mungkin saja pelayanan negara kepada pembayar

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan lahirnya konsep Negara kesejahteraan yang mana Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir diseluruh dunia saat ini termasuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut tidak lagi sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya.

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tersebut tidak lagi sanggup melaksanakan kewajiban-kewajibannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada hakikatnya merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak jenis, ragam, kualitas dan variasinya

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci