BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP"

Transkripsi

1 BAB II TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP PELEPASAN ASSET TIDAK BERGERAK PADA BUMN DALAM PUTUSAN NOMOR : 1491/PID.B/2006/PN-LP A. Pengertian BUMN Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Perusahaan perseroan (persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau yang paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Dari defenisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa unsur yang menjadikan suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai BUMN Persero, yaitu: 1. Badan usaha atau perusahaan tersebut berbentuk perseroan terbatas; 2. Modal badan usaha tersebut seluruhnya atau sebagian besar dimiliki oleh negara. Jika modal tersebut tidak seluruhnya dikuasai negara, maka agar tetap dikategorikan sebagai BUMN Persero, negara minimum menguasai 51 % (lima puluh satu persen) modal tersebut; 3. Di dalam usaha tersebut, negara melakukan penyertaan secara langsung. Penyertaan modal negara pada BUMN Persero yang berasal dari APBN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 4. Modal penyertaan tersebut berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

2 Kekayaan negara yang dipisahkan disini adalah pemisahan kekayaan negara dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN. Setelah itu pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Kekayaan negara yang dipisahkan yang diinvestasikan kepada BUMN Persero direksi sebagai organ yang vital untuk melakukan pengurusan bertanggung jawab penuh atas operasional perusahaan. 52 Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan perusahaan maka direksi wajib mempertanggungjawabkan melalui mekanisme RUPS. Direksi mempunyai kewajiban menyampaikan laporan tahunan yang memuat antara lain neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas dan kegiatan persero lainnya kepada RUPS. Mekanisme pertanggungjawaban melalui RUPS adalah resiko bagi pemerintah yang memilih investasinya melakukan kegiatan usaha BUMN oleh karena BUMN adalah merupakan perseroan terbatas. Dikatakan resiko, apabila direksi tidak melaksanakan kewajiban dengan baik dan benar, maka resikonya perseroan terbatas mengalami kerugian, dimana Menteri BUMN juga ikut mengalami kerugian tersebut yang mengakibatkan timbulnya utang bagi perseroan terbatas. BUMN sebagai salah satu pelaku ekonomi, disamping swasta, memegang peranan yang penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna 52 Penjelasan Pasal 4 ayat 1Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.

3 mewujudkan kesejahteraan masyarakat, 53 khususnya BUMN yang berbentuk persero oleh karena tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan. 54 Kedudukan BUMN dilihat dari tahap perkembangan pada awalnya lebih banyak berperan sebagai Agent of Development. Dalam konteks peran BUMN sebagai Agent of Development, negara mendorong berkembangnya sektor-sektor usaha di masyarakat. Di satu sisi, peran ini berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan rakyat banyak, disisi lain peran ini mendorong dan mendampingi masyarakat dan swasta untuk mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhannya. 55 Satu realita lagi yang patut di cermati dalam peran BUMN sebagai agen pembangunan adalah tanggung jawab moral BUMN untuk melakukan efisiensi (karena beban tenaga kerja) yang mungkin harus melakukan rasionalisasi. 56 Fase kedua dalam pengembangan BUMN adalah tahap transisi. Dalam tahap ini BUMN harus sudah mulai melepas demi sedikit fungsi agen of development dan mulai mengarah pada orientasi bisnis, tetapi tetap menggendong sebagian tugastugas dan kewajiban negara yang dinamakan Public Services Obligation (PSO) atau pelayanan publik. 57 Sektor-sektor yang masih ada pelayanan publiknya adalah sektorsektor yang tidak popular, tidak mempunyai sifat komersial dan faktor resiko yang tinggi, dan pihak swasta atau warga negara belum berminat untuk mengerjakannya. 53 Pertimbangan latar belakang Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. 54 Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN. 55 Pandu Djayanto, Sekilas TentangPeran, Fungsi dan Pivratisasi Badan Usaha Milik Negara, Newsletter Hukum dan Perkembangannya, Nomor 70, September 2007, hlm Ibid., hlm Ibid, hlm.13.

4 Jadi sektor-sektor yang mesti harus ada pelayanan publiknya adalah sektor yang merupakan kebutuhan pokok, yang menjadi bagian dari kehidupan warga negara yang belum dilakukan kegiatannya oleh masyarakat/usaha swasta. Setelah masa transisi (bila) dapat dilewati, kemungkinan dapat memperkenalkan konsep bisnis yang membangun pilar-pilar yang dapat meningkatkan value, kini saatnya bagi negara untuk melakukan reposisi BUMN. Saat fase inilah BUMN berkedudukan tampil sebagai pelaku bisnis profesional yang memenuhi amanat undang-undang untuk mengejar keuntungan. Sebagai BUMN yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan penyertaan modal negara maka peranannya tidak terlepas untuk melakukan PSO tersebut dibatasi secara ketat oleh peraturan perundangan dengan memperhatikan sifat usaha BUMN, yaitu untuk mengejar keuntungan. Kewajiban pelayanan umum dilakukan oleh pemerintah sebagai pemegang saham melalui mekanisme RUPS dengan memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan PSO. 58 Sementara untuk keperluan pembinaan usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN dapat dilakukan dengan menyisihkan sebagian laba bersih dengan Peraturan Menteri. Peraturan Menteri yang dimaksud adalah Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 tertanggal 27 April 2007 tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program bina lingkungan. Dalam batas kepatutan BUMN dapat memberikan donasi untuk amal 58 Pasal 66 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.

5 atau tujuan sosial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sejauh mana operasional di lapangan sangat tergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengendalikan BUMN melalui mekanisme RUPS. Bila seluruh saham dimiliki oleh pemerintah maka pemerintah bertindak selaku RUPS (pemegang saham tunggal) dan dapat sepenuhnya mengendalikan BUMN, demikian sebaliknya. B. Tujuan Pendirian BUMN Ada 5 tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam pasal 2 UU BUMN yaitu sebagai berikut : 1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan perekonomian negara pada khususnya. BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan konstribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerima keuangan negara Mengejar keuntungan. Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau 59 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf a.

6 komersial Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yang bermutu tinggi serta memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 88 ayat 1 UU BUMN dikatakan BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk keperluan pembinaan 60 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b. 61 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf c. 62 Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf c.

7 usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar BUMN, dan juga dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : PER-05/MBU/2007 tertanggal 27 April 2007 tentang Program kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan usaha kecil dan program bina lingkungan. Dimana dikatakan dalam pasal 1 angka 6 dan 7 dalam Peraturan Menteri tersebut. Program kemitraan BUMN dengan usaha kecil, yang selanjutnya disebut program kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Sedangkan program bina lingkungan, yang selanjutnya disebut program BL, adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN. Dalam pasal 9 ayat 1, pasal 11 ayat 1 dijelaskan tentang dana program kemitraan, sedangkan dalam pasal 9 ayat 2 dan pasal pasal 11 ayat 2 dijelaskan tentang program bina lingkungan.bahwa adapun bunyi pasal 9 ayat 1, pasal 11 ayat 1, pasal 9 ayat 2 dan pasal pasal 11 ayat 2 adalah dikutip sebagai berikut : Pasal 9 ayat 1 : Dana program kemitraan bersumber dari : 1. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen). 2. Jasa administrasi pinjaman/marjin/bagi hasil, bunga deposito dan/atau jasa giro dari dana program kemitraan setelah dikurangi beban operasional. 3. Pelimpahan dana program kemitraan dari BUMN lain, jika ada. Pasal 11 ayat 1 : Dana Program Kemitraan diberikan dalam bentuk : 1. Pinjaman untuk membiayai modal kerja dan atau pembelian aktiva tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan; 2. Pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksanaan kegiatan usaha mitra binaan yang bersifat pinjaman tambahan dan berjangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan usaha mitra binaan; 3. Beban Pembinaan :

8 a. Untuk membiayai pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi, dan hal-hal lain yang menyangkut peningkatan produktivitas Mitra Binaan serta untuk pengkajian/penelitian yang berkaitan dengan Program Kemitraan; b. Beban pembinaan bersifat hibah dan besarnya maksimal 20% (dua puluh persen) dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun berjalan; c. Beban pembinaan hanya dapat diberikan kepada atau untuk kepentingan mitra binan. Pasal 9 ayat 2 : Dana program bina lingkungan bersumber dari : 1. Penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2% (dua persen). 2. Hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL. Pasal 11 ayat 2 : Dana program bina lingkungan berbentuk : 1. Dana Program BL yang tersedia setiap tahun terdiri dari saldo kas awal tahun, penerimaan dari alokasi laba yang terealisir, pendapatan bunga jasa giro dan/atau deposito yang terealisir serta pendapatan lainnya. 2. Setiap tahun berjalan sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari jumlah dana Program BL yang tersedia dapat disalurkan melalui Program BL BUMN Pembina. 3. Setiap tahun berjalan sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah dana Program BL yang tersedia diperuntukkan bagi Program BL BUMN Peduli. 4. Apabila pada akhir tahun terdapat sisa kas dana Program BL BUMN Pembina dan BUMN Peduli, maka sisa kas tersebut menjadi saldo kas awal tahun dana Program BL tahun berikutnya. 5. Ruang lingkup bantuan Program BL BUMN Pembina : a. Bantuan korban bencana alam; b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; c. Bantuan peningkatan kesehatan; d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; e. Bantuan sarana ibadah; f. Bantuan pelestarian alam; C. Penyertaan Modal Negara Dalam menjalankan kegiatan usahanya BUMN mendapatkan modal yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Penyertaan modal negara dalam

9 rangka pendirian atau penyertaan pada BUMN 63 bersumber dari : 1. Anggaran Pendapatan dan belanja negara. Sumber yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara adalah : a. Dana segar. Dana segar sangat dibutuhkan untuk pengembangan BUMN itu sendiri di masa yang akan datang dan juga ketersediaan sumber dana untuk ekspansi akan lebih terjamin bagi BUMN itu sendiri. b. Proyek-proyek yang dibiayai oleh anggaran belanja dan pendapatan negara. Proyek-proyek yang dibiayai oleh anggaran belanja dan pendapatan negara adalah proyek yang dikelola oleh BUMN maupun instansi pemerintah. Penetapan proyek tersebut menjadi penyertaan modal negara harus dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan BUMN dan hasil kajian, yang nilainya ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan hasil perhitungan yang berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Menteri Keuangan. Menteri dan Menteri teknis yang bersangkutan dalam rangka perhitungan atas nilai aset eks proyek tersebut. Menteri Keuangan dapat menunjuk penilai independen untuk melakukan penilaian yang dimaksud yang biayanya dibebankan kepada BUMN yang bersangkutan tanpa mengurangi nilai aset. c. Piutang negara pada BUMN atau perseroan terbatas. Hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan pajak yang 63 Mulhadi, Op Cit., hlm

10 pemungutannya menjadi tanggung jawab Kementeriaan Negara/ lembaga yang bersangkutan d. Aset-aset negara lainnya. Yang dimaksud dengan aset-aset negara lainnya adalah aset negara yang tidak termasuk dalam kategori sebagaimana yang diuraikan pada huruf a,b, dan c. Apabila aset negara lainnya yang akan dijadikan penyertaan modal negara belum di rencanakan dalam APBN, maka pelaksanaannya harus mengikuti mekanisme APBN. Yang dimaksud mekanisme APBN dalam hal ini adalah pencatatan nilai aset dimaksud dalam APBN sebagai penerimaan dan sekaligus dikeluarkan sebagai penyertaan modal negara. 2. Kapitalisasi cadangan. Kapitalisasi cadangan adalah penambahan modal disetor yang berasal dari cadangan. Penambahan penyertaan dari kapitalisasi cadangan cukup dengan keputusan RUPS/Menteri dan dilaporkan kepada Menteri Keuangan karena pada prinsipnya kekayaan negara tersebut telah terpisah dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Cadangan berasal dari laba (keuntungan) bersih dari BUMN. 3. Sumber lainnya. Sumber yang berasal dari sumber lainnya berupa : a. keuntungan revaluasi aset adalah selisih revaluasi aset yang berakibat naiknya nilai aset. b. agio saham adalah selisih lebih dari penjualan saham dengan nilai nominalnya.

11 Negara dapat melakukan penyertaan modal untuk : 1. Pendirian BUMN atau perseroan terbatas. 2. Penyertaan modal negara pada perseroan terbatas yang didalamnya belum terdapat saham milik negara atau peyertaan modal negara pada BUMN atau perseroan terbatas yang didalamnya telah terdapat saham milik negara. Penyertaan modal negara pada perseroan terbatas yang didalamnya belum terdapat saham milik negara atau peyertaan modal negara pada BUMN atau perseroan terbatas yang didalamnya telah terdapat saham milik negara dilakukan dalam keadaan tertentu untuk menyelamatkan perekonomian nasional. Penyertaan modal negara dapat berupa penambahan dan pengurangan penyertaan modal negara. Penambahan penyertaan modal negara ke dalam suatu BUMN dan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka 64 : 1. Memperbaiki struktur pemodalan BUMN dan perseroan terbatas. 2. Meningkatkan kapasitas usaha BUMN dan perseroan terbatas. Sedangkan pengurangan penyertaan modal negara pada BUMN dan perseroan terbatas dilakukan dalam rangka 65 : 1. Penjualan saham milik negara pada persero dan perseroan terbatas. 2. Pengalihan aset BUMN untuk penyertaan modal negara pada BUMN lain atau perseroan terbatas, pendirian BUMN baru atau dijadikan kekayaan negara yang 64 Pasal 7 dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara pernyertaan dan penatausahaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas. 65 Pasal 8 dari Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang tata cara pernyertaan dan penatausahaan modal negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.

12 tidak dipisahkan. 3. Pemisahan anak perusahaan BUMN menjadi BUMN. 4. Restruksi perusahaan. D. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero Persepsi bahwa BUMN menjadi bagian dari keuangan negara tidak bisa diabaikan begitu saja, karena persepsi itu sudah merasuk dan menjadi pendapat stakeholder terutama aparat penegak hukum. Dalam yurisprudensi berbagai keputusan-keputusan pengadilan, aparat penegak hukum seperti jaksa dan pemeriksa, mereka sependapat bahwa BUMN merupakan bagian dari keuangan negara. Opini para penegak hukum tersebut bukan tanpa dasar. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara menyatakan: Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sementara itu sehubungan dengan ruang lingkup keuangan negara pada Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara yang berbunyi: kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hakhak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. Dalam penjelasan Undang-Undang Keuangan Negara berkaitan dengan pengertian dan ruang lingkup keuangan negara dijelaskan sebagai berikut: Pengertian yang digunakan dalam merumuskan keuangan negara

13 adalah dari sisi obyek, subyek, proses dan tujuan. Dari sisi obyek yang dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Dari sisi subyek dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh obyek sebagaimana tersebut diatas dimiliki negara, dan/atau dikuasai oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan negara/daerah, dan badan lain yang ada kaitannya dengan keuangan negara. Dari sisi proses, keuangan negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan pengelolaan obyek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai dengan pertanggungjawaban. Dari sisi tujuan keuangan negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum atau penguasaan obyek sebagaimana tersebut diatas dalam rangka pemerintahan negara. Bidang pengelolaan keuangan negara yang demikian luas dapat dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, menyatakan: Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Pasal 3 ayat (1) Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung

14 Jawab Keuangan Negara, menyatakan: Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan: Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp (satu milyar rupiah). Sementara itu dalam penjelasan undang-undang tersebut lebih lanjut dijelaskan, bahwa dalam undang-undang ini dimaksud untuk menggantikan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diharapkan mampu memenuhi dan mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara khususnya serta masyarakat pada umumnya. Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena:

15 1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; 2. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban BUMN/BUMD, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. 66 Berdasarkan pasal-pasal tersebut aparat penegak hukum Polisi, Jaksa, dan BPK selaku pemeriksa, bertindak memeriksa Direksi BUMN Persero apabila ada dalam transaksi bisnisnya mengalami kerugian karena ini merupakan indikasi awal akan adanya potensi kerugian negara, Dalam konsepsi yang demikian keuangan negara yang dipisahkan sebagai penyertaan modal pada BUMN Persero adalah merupakan bagian dari kekayaan negara. Oleh karena itu apabila Direksi BUMN dalam mengelola perusahannya mengalami kerugian berpotensi merugikan keuangan negara. Persepsi ini masih dijadikan pedoman oleh aparat penegak hukum atas dasar perundang-undangan tersebut diatas. 67 Namun demikian permasalahan menjadi lain sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara. Dalam Pasal 1 angka 1 UU BUMN dijelaskan yang dimaksud dengan Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau 66 Penjelasan Umum dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 67 Nindyo Pramono, Kekayaan Negara Yang Dipisahkan Menurut UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN, dalam Sri Redjeki Hartono, Permasalahan Seputar Hukum Bisnis : Persembahan kepada Sang Maha Guru, (PT.Citra Umbara, Jogjakarta), hlm.142.

16 sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Selanjutnya Pasal 1 angka 2 UU BUMN menyatakan: Perusahaan perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnyaterbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 68 BUMN sebagai perseroan terbatas merupakan entitas bisnis yang memiliki kedudukan mandiri terlepas dari orang atau badan hukum lain dari orang yang mendirikannya, pengaturannya tunduk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Modal BUMN Persero berasal dari kekayaan negara yang telah dipisahkan dari APBN dan selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak didasarkan pada sistem APBN melainkan didasarkan pada mekanisme korporasi melalui prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang sehat. Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU BUMN dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Ayat (2) huruf a: Termasuk dalam APBN yaitu meliputi pula proyek-proyek APBN yang dikelola oleh BUMN dan/atau piutang negara pada BUMN yang dijadikan sebagai 68 Ibid.

17 penyertaan modal negara. Pemerintah sendiri (dalam hal ini Departemen Keuangan) masih ada kegamangan menyangkut penyertaan modal pemerintah pada BUMN Persero sebagai bagian dari kekayaan negara, terutama dengan adanya piutang-piutang beberapa bank plat merah (antara lain BNI, Bank Mandiri, BRI merupakan BUMN Persero) yang macet tidak dapat ditagih dari para penanggung hutang (debitur). Atas dasar ketentuan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Pasal 8 menyatakan bahwa: piutang negara atau hutang kepada negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun dan dalam penjelasannya dikatakan bahwa piutang negara meliputi pula piutang badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya milik negara, misalnya bank-bank negara, perseroan terbatas negara, perusahaan-perusahaan negara, yayasan perbekalan dan persediaan, yayasan urusan bahan makanan dan sebagainya, serta Pasal 12 ayat (1) undang-undang yang sama mewajibkan instansi-instansi pemerintah dan badan-badan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 untuk menyerahkan piutang-piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi penanggung hutangnya tidak mau melunasi sebagaimana mestinya kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN). Kemudian pasal 19 peraturan pemerintah nomor 14 tahun 2005 tentang tata cara penghapusan piutang negara/daerah, menyatakan: bahwapenghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak piutang

18 perusahaan negara/daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Berikutnya Pasal 20 menyatakan: bahwa tata cara dan penghapusan secara bersyarat dan penghapusan secara mutlak atas piutang perusahaan negara/daerah yang pengurusan piutang diserahkan kepada PUPN diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri Keuangan. Tetapi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah, dimana dalam pasal 1 dikatakan ketentuan pasal 19 dan pasal 20 dalam peraturan pemerintah nomor 14 tahun 2005 tentang tata cara penghapusan piutang negara/daerah, dihapus, dengan demikian pasal 19 dan 20 tidak diberlakukan lagi karena sudah dihapuskan. Dari uraian diatas, peraturan-peraturan tersebut tidak memisahkan antara kekayaan BUMN dan kekayaan negara sebagai pemegang saham, yang kemudian memunculkan polemik apakah piutang-piutang pada penanggung hutang (debitur) masuk pada kekayaan negara ataukah kekayaan BUMN sebagai suatu perseroan terbatas yang merupakan badan hukum yang tunduk pada ranah hukum privat. 69 Dengan adanya UU BUMN, maka ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan 69 Ibid., hlm.143.

19 Negara, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, khusus mengenai kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah menjadi tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. E. Jenis-Jenis BUMN Dalam UU BUMN, jenis BUMN ada 2 yaitu : 1. Perusahaan Umum (Perum) Perusahaan Umum (Perum) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk memanfaatkan umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. 70 Pendirian perum diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri teknis dan meteri keuangan. Perum yang didirikan tersebut memperoleh status badan hukum sejak diundangkannya peraturan pemerintah tentang pendiriannya. Peraturan pemerintah ini memuat antara lain penetapan pendirian perum, penetapan besarnya kekayaan negara yang dipisahkan, anggaran dasar dan penunjukan menteri selaku wakil pemerintah sebagai pemilik modal. Dalam Pasal 39 UU BUMN Menteri bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan 70 Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

20 tidak bertanggung jawab atas kerugian perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam perum, kecuali apabila menteri:baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad burukmemanfaatkan perum semata-mata untuk kepentingan pribadi, terlihat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perum dan langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan persero. Pendirian perum harus memenuhi kriteria, 71 antara lain : 1. Bidang usaha atau kegiatannya berkaitan dengan kepentigan yang banyak. 2. Didirikan tidak hanya untuk mengejar keuntungan. 3. Berdasarkan pengkajian memnuhi persyaratan ekonomis yang diperlukan bagi berdirinya suatu badan usaha. Maksud dan tujuan Perum adalah untuk menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. 72 Organ Perum adalah Menteri, direksi dan dewan pengawas, dan Perum bubar karena 73 : 1. Ditetapkan oleh peraturan pemerintah berdasarkan usulan menteri. 2. Jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam anggaran dasar. 3. Penetapan pengadilan. 4. Dicabutnya putusan pernyataan pailit oleh pengadilan niaga sebab harta pailit Perum tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. 5. Perum dalam keadaan tidak mampu bayar sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 71 Penjelasan Pasal 35 ayat Pasal 36 ayat Pasal 83 dari Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN.

21 2. Perusahaan perseroan (Persero) Perusahaan perseroan (persero) adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruhnya atau yang paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. 74 Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan menteri teknis dan menteri keuangan. Pengkajian bertujuan untuk menentukan layak tidaknya persero tersebut didirikan, melalui kajian atas perencanaan bisnis dan kemampuan untuk mandiri serta mengembangkan usaha di masa mendatang. Pengkajian dalam hal ini melibatkan Menteri teknis sepanjang menyangkut kebijakan sektoral. Pelaksanaan pendirian persero dilakukan oleh menteri mengingat menteri merupakan wakil negara selaku pemegang saham pada persero dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan. Anggaran dasar persero memuat sekurang-kurangnya hal-hal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas. 75 Maksud dan tujuan pendirian persero adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat dan mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. 74 Pasal 1 angka 2 dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. 75 Pasal 9 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan Pengawasan dan Pembubaran BUMN

22 F. Organ-Organ Persero Organ BUMN Persero sama seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, oleh karena BUMN Persero pada hakekatnya adalah Perseroan Terbatas, yaitu meliputi RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris. Perbedaan antara Organ Perseroan Terbatas dengan Organ BUMN Persero terletak pada pemegang sahamnya. Pada BUMN Persero pemerintah dapat bertindak selaku RUPS apabila seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, sementara apabila pemerintah terlibat dalam Penyertaan Modal Negara (PMN) sebagian, maka kedudukan pemerintah adalah sebagai salah satu pemegang saham. Seberapa besar pengaruh pemerintah dalam mengendalikan BUMN Persero tentunya dipengaruhi oleh seberapa besar peran pemerintah dalam PMN (dibuktikan dengan jumlah kepemilikan saham). Semakin besar peran pemerintah dalam PMN maka semakin berperan pula dalam mengendalikan perusahaan. Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang berkaitan dengan segala kegiatan perseroan mulai dari direksi dan/atau dewan komisaris, sepanjang berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan kepentingan perseroan. 1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS adalah organ persero yang memegang kekuasaan tertinggi dalam persero dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

23 Dalam persero berlaku ketentuan bahwa bila seluruh saham persero dimiliki oleh negara 100 % (seratus persen) maka yang bertindak selaku RUPS adalah menteri. Menteri yang ditunjuk mewakili negara selaku pemegang saham dalam setip keputusan tertulis yang berhubungan dengan persero adalah merupakan keputusan RUPS. Dalam praktiknya, menteri dapat memberikan kuasa dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS. Perorangan adalah seseorang yang menduduki jabatan dibawah menteri yang secara teknis bertugas membantu menteri selaku pemegang saham pada persero. Meskipun kedudukan menteri selaku wakil pemerintah telah dikuasakan kepada perorangan atau badan hukum untuk mewakilinya dalam RUPS, untuk hal-hal tertentu penerima kuasa wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari menteri sebelum hal-hal dimaksud diputuskan dalam RUPS. Hal ini perlu mendapat persetujuan terlebih dahulu dari menteri mengingat sifatnya yang sangat strategis bagi kelangsungan persero Direksi Direksi adalah Organ BUMN yang bertanggung jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta mewakili BUMN baik didalam maupun diluar pengadilan. 78 Menurut Pasal 15 ayat (1) UU BUMN pengangkatan dan pemberhentian direksi dilakukan oleh RUPS. Dalam kedudukannya selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian cukup dilakukan dengan keputusan Menteri. Keputusan Menteri 77 Mulhadi, Op Cit., hlm Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.

24 tersebut mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS. Mengingat kedudukan Direksi sebagai organ persero dalam mengurus perusahaan guna mencapai maksud dan tujuan perusahaan untuk mengisi jabatan tersebut diperlukan calon-calon anggota direksi yang mempunyai keahlian, integritas, kejujuran, kepemimpinan, pengalaman, perilaku yang baik dan dedikasi yang tinggi serta mempunyai visi pengembangan perusahaan. Untuk memperoleh calon-calon anggota yang terbaik, diperlukan seleksi melalui uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan secara transparan, profesional, mandiri dan dapat dipertanggungjawabkan. 79 Uji kelayakan dan kepatutan tersebut dilakukan oleh suatu tim yang ditunjuk oleh Menteri selaku RUPS dalam hal seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, dan ditunjuk oleh Menteri selaku pemegang saham dalam hal sebagian sahamnya dimiliki oleh negara, khusus bagi direksi yang mewakili unsur pemerintah. Anggotaanggota tim yang ditunjuk oleh Menteri harus memenuhi kriteria antara lain profesionalitas, pemahaman bidang manajemen dan usaha BUMN yang bersangkutan, tidak memiliki benturan kepentingan dengan calon anggota direksi yang bersangkutan dan memiliki integritas serta dedikasi yang tinggi. Menteri BUMN dapat pula menunjuk lembaga profesional untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon-calon anggota direksi persero. 80 Anggota direksi diangkat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat 79 Mulhadi, Op Cit., hlm Ibid., hlm.172.

25 kembali untuk 1 kali masa jabatan. Apabila masa jabatan anggota direksi berakhir, maka dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak masa jabatan tersebut berakhir, RUPS untuk persero sudah harus menetapkan anggota direksi yang definitif. Anggota direksi tidak berwenang mewakili BUMN, apabila terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota direksi dan anggota direksi yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN. Anggota direksi dilarang memangku jabatan rangka sebagai anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga pemerintah pusat dan daerah dan jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 81 Larangan perangkapan jabatan tersebut dimaksudkan agar anggota direksi benar-benar mencurahkan segala tenaga dan pikirannya dan/atau perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan persero serta menghindari timbulnya benturan kepentingan. Menurut pasal 23 ayat 2 Peraturan Pemerintah nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, pemberhentian anggota direksi apabila berdasarkan kenyataan, anggota direksi yang bersangkutan : 1. Tidak dapat memenuhi kewajibannya yang telah disepakati dalam kontrak manajemen. 2. Tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. 81 Pasal 21 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara.

26 3. Tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau ketentuan anggaran dasar. 4. Terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN dan/atau negara. 5. Dinyatakan bersalah dalam putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. f. Mengundurkan diri. Menurut pasal 24 peraturan pemerintah nomor 45 Tahun 2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan dan pembubaran BUMN, jabatan anggota direksi berakhir apabila : 1. Meninggal dunia. 2. Masa jabatan berakhir. 3. Diberhentikan berdasarkan keputusan RUPS/Menteri. 4. Tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota direksi berdasarkan ketentuan perarturan pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan lainnya. Ada beberapa tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh direksi dalam menjalankan tugasnya 82, yaitu : 1. Menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan persero yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Rancangan rencana jangka panjang memuat antara lain yaitu evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya, posisi perusahaan saat ini, asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka panjang dan penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja rencana jangka panjang. 2. Menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka panjang. 82 Mulhadi, Op Cit., hlm 173.

27 Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan memuat antara lain : misi persero, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan perusahaan dan program kerja/kegiatan, anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan, proyeksi keuangan persero setiap anggaran program kerja/kegiatan dan hal-hal lain yang memerlukan keputusan RUPS. 3. Menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan. Mengingat rencana kerja dan anggaran perusahaan disahkan oleh RUPS, setiap perubahannya juga harus disetujui oleh RUPS, kecuali ditentukan lain dalam keputusan RUPS mengenai pengesahan rencana kerja dan anggaran perusahaan dimaksud. 4. Menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan dalam waktu lima bulan setelah tahun buku persero ditutup. Laporan tahunan memuat antara lain : a. Perhitungan tahunan yang terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru, lampau dan perhitungan laba rugi dari tahun buku yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut. b. Neraca gabungan dari perseroan yang tergabung dalm satu grup, di samping neraca dari masing-masing perseroan tersebut. c. Laporan mengenai keadaan dan jalannya perseoran, serta hasil yang telah tercapai. d. Kegiatan utama perseroan dan perubahan selama tahun buku. e. Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang mempengaruhi kegiatan perseroan. f. Nama anggota direksi dan komisaris. g. Gaji dan tunjangan lain bagi anggota direksi dan honorarium serta tunjangan lain bagi anggota direksi.

28 5. Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan persero. Risalah rapat di sini adalah risalah rapat direksi, komisaris dan risalah RUPS. Direksi perlu memelihara risalah rapat tersebut karena merupakan dokumen resmi yang memuat hal-hal yang dibicarakan dan diputuskan dalam rapat, serta merupakan bukti yang melatarbelakangi diambilnya suatu tindakan baik direksi, komisaris maupun pemegang saham dalam pengelolaan perusahaan. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara kewajiban direksi adalah sebagai berikut : 1. Direksi wajib mencurahkan perhatian dan pengabdiannya secara penuh pada tugas, kewajiban dan pencapaian tujuan BUMN (Pasal 26 ayat 2). 2. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang merupakan strategis yang memuat sasaran dan tujuan BUMN yang hendak dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun (Pasal 32 ayat 1). Rancangan rencana jangka panjang memuat antara lain yaitu evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya, posisi BUMN pada saat penyusunan rencana jangka panjang, asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka panjang dan penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan, dan program kerja rencana jangka panjang. Rencana jangka panjang yang telah ditandatangani bersama dengan komisaris disampaikan kepada RUPS

29 untuk persero untuk memperoleh pengesahan Direksi wajib menyiapkan rencana kerja dan anggaran perusahaan yang memuat penjabaran tahunan dan rencana jangka panjang (Pasal 35 ayat 1). Rencana kerja dan anggaran dasar perusahaan sekurang-kurangnya memuat misi,sasaran usaha,strategi usaha, kebijakan perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan, anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program kerja/kegiatan, proyeksi keuangan perusahaan dan anak perusahaannya dan hal-hal lain yang memerlukan keputusan RUPS untuk persero. 84 Rencana kerja dan anggaran dasar yang telah ditandatangani bersama dengan komisaris, diajukan kepada RUPS untuk persero selambat-lambatnya 60 hari sebelum tahun anggaran dimulai untuk memperoleh pengesahan. Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan disahkan oleh RUPS untuk Persero selambat-lambatnya 30 hari setelah tahun anggaran berjalan 85 sedangkan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan belum disahkan oleh RUPS maka rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan dianggap sah untuk dilaksanakan sepanjang telah memenuhi ketentuan cara penyusunan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan. 4. Direksi wajib menyiapkan laporan berkala yang memuat pelaksanaan rencana kerja dan anggaran perusahaan (Pasal 39 ayat 1). 83 Pasal 33 ayat 1 Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. 84 Pasal Pasal 35 ayat 1.

30 5. Direksi wajib menyerahkan perhitungan tahunan kepada auditor eksternal yang ditunjuk oleh RUPS untuk persero (Pasal 44 ayat 1). Laporan atas hasil pemeriksaan auditor eksternal yang disampaikan secara tertulis kepada RUPS untuk persero. Perhitungan tahunan yang disediakan ternyata tidak benar dan atau menyesatkan, anggota direksi dan dewan pengawas secara tanggung renteng bertanggungjawab terhadap pihak yang dirugikan Komisaris Komisaris adalah organ persero yang bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan perseroan. Pengangkatan dan pemberhentian komisaris dilakukan oleh RUPS. Dalam hal ini menteri bertindak selaku RUPS, pengangkatan dan pemberhentian komisaris ditetapkan oleh menteri. 87 Anggota komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, memahami masalah-masalah manajemen perusahaan yang berkaitan dengan salah satu fungsi manajemen, memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha pesero tersebut, serta dapat menyediakan waktu yang cukup untuk melaksanakan tugasnya. Komisaris tidak boleh mempunyai kepentingan yang dapat menganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap direksi. 86 Pasal 44 ayat Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

31 Anggota komisaris tidak berwenang mewakili BUMN, apabila terjadi perkara di depan pengadilan antara BUMN dan anggota komisaris dan anggota komisaris yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan BUMN. Anggota komisaris dilarang memangku jabatan sebagai anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta dan jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan. Anggota komisaris dapat diberhentikan berupa tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau anggaran dasar, terlibat dalam tindakan yang merugikan BUMN dan/atau negara, dinyatakan bersalah dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengundurkan diri. 88 Komisaris dalam melakukan tugasnya berkewajiban 89 yaitu: 1. Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana kerja dan anggaran perusahaan yang diusulkan direksi. 2. Mengikuti perkembangan kegiatan persero, memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengurusan persero. 3. Melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi gejala menurunkannya kinerja persero. 4. Memberikan nasihat kepada direksi dalam melaksanakan pengurusan persero. 5. Melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar persero dan/atau berdasarkan keputusan RUPS. Selain itu, agar komisaris dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai 88 Mulhadi, Op Cit., hlm Penjelasan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN.

32 dengan tugas dan fungsinya, komisaris mempunyai wewenang 90 sebagai berikut : 1. Melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya, memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan persero. 2. Memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh persero. 3. Meminta penjelasan dari direksi dan/atau pejabat lainnya mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan persero. 4. Meminta direksi dan/atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan direksi untuk menghadiri rapat komisaris. 5. Menghadiri rapat direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan. 6. Memberhentikan sementara direksi dengan menyebutkan alasannya. 7. Wewenang lain yang dianggap perlu sebagaimana diatur dalam anggaran dasar persero. G. Tanggung Jawab Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas Mengenai tanggung jawab direksi diatur secara tegas dan jelas dalam ketentuan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Sebagai organ Perseroan, Direksi bertanggung jawab penuh atas kegiatan pengurusan Perseroan untuk kepentingan dan dalam mencapai tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan dalam melakukan tindakannya, baik didalam maupun diluar pengadilan. Bahwa adapun tanggung jawab direksi adalah sebagai berikut : 1. Direksi bertanggung jawab mengurus perseroan Tentang masalah pengurusan untuk kepentingan perseroan digariskan pasal 92 ayat 1 dan 2 sudah dijelaskan 91, yang dapat diringkas sebagai berikut : a. Wajib menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan Maksud dari menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan yaitu hlm Ibid. 91 M.Yahya Harahap,SH, Hukum Perusahaan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009),

33 pengurusan perseroan yang dilaksanakan anggota direksi harus sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan yang ditetapkan dalam anggaran dasar dan pelaksanaan pengurusan, meliputi pengurusan sehari-hari. 92 b. Wajib menjalankan pengurusan sesuai kebijakan yang dianggap tepat. Dalam menjalankan pengurusan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar, anggota direksi harus menjalankan pengurusan sehari-hari dengan kebijakan yang dianggap tepat. Menurut penjelasan pasal 92 ayat 2 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang dimaksud dengan kebijakan yang dianggap tepat adalah didasarkan kepada keahlian yang bersumber dari pengetahuan luas dan kemahiran yang terampil sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman, didasarkan kepada peluang yang tersedia bersumber dari kebijakan pengurusan yang diambil dan dilaksanakan harus benar-benr mendatangkan keuntungan dan kebijakan itu diambil sesuai dengn kondisi yang benar-benar cocok bagi perseroan dan bisnis, dan didasarkan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis Wajib menjalankan pengurusan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Pengertian mengenai itikad baik dan penuh tanggung jawab dalam konteks tanggung jawab anggota direksi mengurus perseroan dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Kewajiban melakukan pengurusan, menjadi tanggung jawab setiap anggota hlm M.Yahya Harahap,SH, Hukum Perusahaan Terbatas, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), 93 Ibid.

34 direksi. Sesuai dengan ketentuan pasal 97 ayat 2 yang diwajibkan melaksanakan pengurusan perseroan adalah setiap anggota direksi perseroan dan oleh karena itu, setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan pengurusan perseroan. 94 b. Pengurusan wajib dilaksanakan dengan itikad baik. Makna itikad baik dalam konteks pelaksanaan pengurusan perseroan oleh anggota direksi dalam praktik dan doktrin hukum memiliki jangkauan yang luas antara lain wajib dipercaya artinya setiap anggota direksi selamanya dapat dipercaya serta selamanya harus jujur, wajib melaksanakan pengurusan untuk tujuan yang wajar artinya setiap anggota direksi harus melaksanakan kekuasaan atau fungsi dan kewenangan pengurusan untuk tujuan yang wajar termasuk kewajiban memperhatikan kepentingan karyawan, wajib patuh menaati peraturan perundang-undangan artinya setiap anggota direksi dalam melaksanakan pengurusan perseroan wajib melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, wajib loyal terhadap perseroan artinya setiap anggota direksi wajib bertindak dengn itikad baik yang setinggi-tingginya mengurus perseroan untuk kepentingan perseroan berhadapan dengan kepentingan pribadinya dan wajib menghindari benturan kepentingan artinya setiap anggota direksi wajib menghindari benturan kepentingan, sebab tindakan tersebut juga 94 Ibid.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA

NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat; UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO . PETIKAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH (BUMD) KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a.

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LEMBAGA KANTOR BERITA NASIONAL ANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) JAMINAN KREDIT INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) DAMRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) SARANA PENGEMBANGAN USAHA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 91 TAHUN 2000 (91/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 91 TAHUN 2000 (91/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 91 TAHUN 2000 (91/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 91 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PENGANGKUTAN PENUMPANG DJAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 133 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 34 TAHUN 2000 (34/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 34 TAHUN 2000 (34/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 34 TAHUN 2000 (34/2000) TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM PERCETAKAN UANG REPUBLIK INDONESIA (PERUM PERURI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT ANAK DAN BERSALIN HARAPAN KITA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-09/NIBU/07/2015 TENTANG

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-09/NIBU/07/2015 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR : PER-09/NIBU/07/2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DANA PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN BADAN USAHA MILIK NEGARA bitheula.blogspot.com I. PENDAHULUAN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu alat negara untuk mendukung perekonomian nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 53 TAHUN 1999 (53/1999) TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 53 TAHUN 1999 (53/1999) TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 53 TAHUN 1999 (53/1999) TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

Perpustakaan LAFAI

Perpustakaan LAFAI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting

b. bahwa Badan Usaha Milik Negara mempunyai peranan penting UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas; d. bahwa sel

2016, No Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas; d. bahwa sel BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1928, 2016 BUMN. Program Kemitraan. Program BL. Perubahan. PERATURAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER - 03/MBU/12/2016 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

- 2 - MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR PER-05/MBU/2007 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN USAHA KECIL DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN MENTERI NEGARA BADAN USAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERUBAHAN DALAM PER 03/MBU/12/2016:

RINGKASAN PERUBAHAN DALAM PER 03/MBU/12/2016: LATAR BELAKANG Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 Pada tanggal 3 Juli 2015, Pemerintah mengundangkan Peraturan Menteri BUMN No. PER-09/MBU/07/2015 tentang Program Kemitraan dan Program Bina

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Undang-undang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIJUNJUNG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIJUNJUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan menumbuh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RUMAH SAKIT DR. M. DJAMIL PADANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SALATIGA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Badan Usaha Milik Negara merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan daya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR KEP-236/MBU/2003 TENTANG

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR KEP-236/MBU/2003 TENTANG SALINAN KEPUTUSAN NOMOR KEP-236/MBU/2003 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN USAHA KECIL DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka mendorong kegiatan

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN YAPEN

BUPATI KEPULAUAN YAPEN BUPATI KEPULAUAN YAPEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAN DAERAH PT. YAPEN MANDIRI SEJAHTERA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. KEUANGAN. BUMN. Perusahaan Umum (PERUM). Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan Nasional.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA. KEUANGAN. BUMN. Perusahaan Umum (PERUM). Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan Nasional. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO.44.2004 KEUANGAN. BUMN. Perusahaan Umum (PERUM). Perusahaan Umum (PERUM) Pembangunan Perumahan Nasional. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRASARANA PERIKANAN SAMUDERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERJAN JAWATAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERJAN JAWATAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERJAN JAWATAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya meningkatkan daya saing

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM GUNUNG POTENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2010 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA INTAN KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,

NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengantisipasi perkembangan ekonomi global

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEMBANGUNAN PERUMAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dengan diundangkannya Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1990 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) LISTRIK NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang Nomor 15 Tahun

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUSAHAAN UMUM DAERAH ANEKA USAHA DAN JASA

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUSAHAAN UMUM DAERAH ANEKA USAHA DAN JASA BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PERUSAHAAN UMUM DAERAH ANEKA USAHA DAN JASA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR BERMARTABAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2003 TENTANG PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN NEGARA (PERUM PERHUTANI) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOM OR : 172/KM K.06/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 448/KMK.017/2000 TENTANG PERUSAHAAN

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS 1 tahun ~ keharusan Perseroan menyesuaikan ketentuan Undang-undang ini Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Perseroan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa agar dapat berperan sebagai alat perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2000 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN RADIO REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan daya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan

Lebih terperinci

2012, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

2012, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2012 BUMN. PERUSAHAAN UMUM. Percetakan Negara. Pencabutan. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) BULOG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dengan diundangkannya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PERCETAKAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BUKIT SERELO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BUKIT SERELO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAHAT NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH BUKIT SERELO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAHAT, Menimbang : a. bahwa untuk pemantapan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH PT. MAPAN KOTA SUNGAI PENUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAA ESA

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 KEPUTUSAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA NOMOR KEP-236/MBU/2003 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN USAHA KECIL DAN PROGRAM BINA LINGKUNGAN MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jumlah perkara tindak pidana korupsi yang melibatkan Badan Usaha Milik Negara berbentuk Persero (selanjutnya disebut BUMN Persero) sering terjadi. Perkara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2000 TENTANG PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk.

SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal SEMULA ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. USULAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR PT. BANK VICTORIA INTERNATIONAL, Tbk. Pasal PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM PASAL 10 PEMINDAHAN HAK ATAS SAHAM

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 44 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENYERTAAN DAN PENATAUSAHAAN MODAL NEGARA PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA DAN PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG

PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PEMERINTAH KOTA SINGKAWANG PERATURAN DAERAH KOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM GUNUNG POTENG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci