Efektivitas-Biaya Seftazidim Generik A dan B pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Tahun 2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Efektivitas-Biaya Seftazidim Generik A dan B pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Tahun 2012"

Transkripsi

1 Efektivitas-Biaya Seftazidim Generik A dan B pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Tahun 2012 Mutiara Jeany Rahayu Pertiwi, Nadia Farhanah Syafhan, dan Agusdini B. Saptaningsih Faculty of Pharmacy, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia mutiara.jeany@gmail.com Abstrak Infeksi pada pasien kanker payudara yang menerima kemoterapi mielosupresif mengakibatkan kebutuhan akan hospitalisasi sehingga meningkatkan biaya kesehatan. Pemberian seftazidim dapat mempersingkat durasi neutropenia dan lama hari rawat inap. Analisis efetivitas-biaya (AEB) merupakan salah satu metode farmakoekonomi yang penting untuk menentukan obat efektif dengan biaya yang lebih rendah. Penelitian dilakukan untuk membandingkan total biaya medis langsung dan efektivitas yang dilihat dari lama hari rawat penggunaan seftazidim generik A dan B, serta menentukan seftazidim yang lebih costeffective pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dengan studi perbandingan secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan rekam medis serta data administrasi tahun Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling. Jumlah pasien yang dilibatkan dalam analisis sebanyak 9 pasien, yaitu 7 pasien menggunakan seftazidim generik A dan 2 pasien menggunakan seftazidim generik B. Median total biaya medis langsung kelompok generik A pada pasien kanker stadium awal maupun lanjut berturut-turut sebesar Rp Rp ,45 dan Rp Rp ,25, lebih tinggi dibanding generik B, berturut-turut sebesar Rp ,21 dan Rp ,92. Median lama hari rawat kelompok generik A pada pasien kanker stadium awal maupun lanjut berturut-turut 7 hari dan 10 hari, lebih panjang dibanding generik B, berturut-turut 3 hari dan 4 hari. Berdasarkan AEB diketahui seftazidim generik B lebih cost-effective dibanding generik A. Cost-effectiveness of Ceftazidime Generic A and B in Breast Cancer Patients at National Cancer Center Dharmais Hospital Year 2012 Abstrack Infections among breast cancer patients receiving myelosuppressive chemotherapy led to hospitalization thus increased the health cost. Early administration of ceftazidime shortened duration of neutropenia and hospitalization days. Cost-effectiveness analysis (CEA) as one of pharmacoeconomic methods was important to determine treatment attaining effect for lower cost. This study was conducted to compare the total direct medical cost and effectiveness, which was measured from length-of-stay (LOS), of ceftazidime generic A and B usage, and to decide which ceftazidime that was more cost-effective in early-stage and late-stage breast cancer patients at National Cancer Center Dharmais Hospital Jakarta year The study design was non-experimental with comparative study retrospectively on secondary data from medical records and administrative data in Samples were taken by using total sampling method. The number of samples were 9 patients, which included 7 patients with ceftazidime generic A and 2 patients with ceftazidime generic B. The total direct medical cost of ceftazidime generic A in early-stage and late-stage breast cancer patients, respectively Rp

2 ,45 and Rp ,25, were higher than generic B, respectively Rp ,21 and Rp ,92. Median LOS of ceftazidime generic A in early-stage and late-stage breast cancer patients, respectively 7 days and 10 days, were longer than generic B, respectively 3 days and 4 days. According to CEA result, ceftazidime generic B was more cost-effective than generic A. Keywords : breast cancer;ceftazidime; cost-effectiveness; generic; infection Pendahuluan Agen kemoterapi yang umum diberikan pada pasien kanker payudara seperti doxorubisin, fluorourasil, taxan, carboplatin, memiliki toksisitas efek samping mielosupresi yang dapat menginduksi timbulnya neutropenia pada pasien (Skeel (Ed.), 2007). Keadaan neutropenia, atau menurunnya jumlah neutrofil absolut pada leukosit, membuat pasien dengan penyakit keganasan umumnya menjadi rentan terhadap infeksi dan apabila terkena infeksi seringkali sulit diatasi. Infeksi bakteri pada pasien yang menerima kemoterapi mielosupresif untuk tumor padat mengakibatkan komplikasi, kebutuhan akan hospitalisasi, penundaan dan pengurangan dosis pada regimen kemoterapi, serta pada beberapa kasus, kematian (Cullen et al, 2005). Pasien kanker stadium lanjut dan metastasis biasanya mengalami penurunan usia bertahan hidup serta risiko infeksi rekuren yang sangat tinggi karena penurunan fungsi imun akibat penyakit yang mendasarinya, dibanding pasien kanker yang masih dalam stadium awal (Hadinegoro, 2002; Martin, 2012). Keadaan stadium lanjut dan metastasis kanker payudara juga meningkatkan risiko febril neutropenia sampai 20% yang membuat pasien membutuhkan perawatan akut yang lebih intensif sehingga mengakibatkan peningkatan biaya hospitalisasi (Minisini et al, 2005; Aapro et al, 2011). Seftazidim (C 22 H 22 N 6 O 7 S 2 ) merupakan antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang menjadi pilihan terapi antibiotik empiris lini pertama untuk infeksi pada pasien kanker payudara karena aktivitasnya cukup luas dalam melawan bakteri gram-negatif dan gram-positif (Hadinegoro, 2002). Egerer et al (2002) mengungkapkan median durasi neutropenia pasca kemoterapi pada kanker payudara adalah 11 hari yang menurun menjadi delapan hari setelah dimulainya terapi seftazidim, sehingga pemberian seftazidim dapat mengurangi kebutuhan hospitalisasi. Terdapat dua jenis seftazidim yang beredar, yaitu seftazidim bermerek dagang dan seftazidim generik. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan adalah cara pembuatan obat yang bertujuan untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaan. Hal tersebut mengartikan bahwa setiap obat

3 dengan kandungan zat aktif sama yang beredar dan telah lulus persyaratan CPOB tidak memberikan mutu, khasiat, dan keamanan yang jauh berbeda, sehingga obat generik dapat diunggulkan dengan harga jual yang lebih murah dibanding obat generik bermerek karena tidak ada biaya produksi untuk kemasan yang lebih bagus dan tanpa disertai promosi yang gencar (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Variasi harga sediaan seftazidim generik yang beredar dari berbagai pabrik farmasi dapat memberikan variasi besaran biaya pengobatan. Hal ini memicu perlunya dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis seftazidim yang lebih menguntungkan dalam menangani infeksi pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta selaku rumah sakit rujukan nasional penyakit kanker. Studi farmakoekonomi merangkum aspek ekonomi yaitu pengidentifikasian, penghitungan dan pembandingan biaya serta aspek konsekuensi farmasetika dan klinis produk obat (Rascati, 2004). Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta menggunakan seftazidim generik A dan B dalam formulariumnya. Analisis farmakoekonomi untuk pemilihan obat generik dan bermerek atau satu dari dua obat generik biasanya dilakukan dengan metode analisis minimalisasi-biaya dengan mengasumsi obat memiliki luaran efikasi dan keamanan yang setara sehingga yang diperhitungkan hanyalah biaya dan pemilihan diambil berdasarkan obat dengan biaya termurah (Chisholm-Burns, Vaillancourt, Shepherd, 2012). Namun, Briggs dan O Brien (2001) mengungkapkan metode analisis minimalisasi-biaya tidak tepat dilakukan apabila tersedia data perbedaan biaya dan efektivitas. Oleh karena itu, untuk menghindari bias akibat ketidakpastian estimasi perbedaan efek, lebih baik dilakukan analisis efektivitas-biaya dengan mempresentasikan data yang tersedia pada diagram efektivitas-biaya dan menghitung rasio efektivitas-biaya. Analisis efektifitas-biaya membantu memberikan alternatif yang optimal yang tidak selalu berarti biayanya lebih murah tetapi mengidentifikasi dan mempromosikan terapi pengobatan yang paling efisien (Walley, 2004). Penelitian mengenai analisis efektivitas-biaya penggunaan antibiotik seftazidim belum pernah dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pemberian antibiotik seftazidim yang paling bersifat cost-effective pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut. Tinjauan Teoritis Farmakoekonomi menggunakan tolak ukur income (biaya) dan outcome (dampak) dalam menganalisis suatu bentuk terapi kesehatan. Biaya adalah harga yang dibutuhkan atau

4 dikeluarkan sejak pasien mulai menerima terapi sampai pasien sembuh yang meliputi biaya langsung (biaya yang dikeluarkan dari perspektif penyandang dana kesehata seperti biaya obat, biaya jasa dokter, biaya perawatan), biaya tidak langsung (biaya dari perspektif masyarakat secara keseluruhan yang disebabkan penyakit atau dilaksanakannya terapi seperti kehilangan pendapatan karena tidak dapat bekerja, kehilangan produktivitas, kehilangan waktu luang, biaya perjalanan ke rumah sakit), dan biaya tak terukur (hal-hal yang tidak berwujud yang ditimbulkan sebagai akibat dari penyakit maupun pengobatan seperti rasa nyeri, stres atau kekhawatiran yang menyangkut kualitas hidup pasien). Dampak adalah hasil yang muncul akibat pelaksanaan terapi yang diterima pasien seperti perubahan fisik, emosi, spiritual, finansial, status sosial, kepuasan, peningkatan angka harapan hidup, dan lain-lain (Walley, 2004). Ketika intervensi kesehatan yang berbeda tidak diharapkan memberi dampak yang sama, perbedaan biaya dan dampak yang dihasilkan perlu dinilai. Efektifitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Cost Effectiveness Analysis (CEA) merupakan salah satu cara untuk menilai dan memilih dua atau beberapa strategi pengobatan dengan memeriksa rasio perbedaan biaya dan perbedaan efektivitas kesehatan antar pilihan yang ada (Andargie, 2008). Pada CEA, outcome kesehatan diekspresikan bukan dalam terminologi moneter, melainkan dalam terminologi yang objektif dan terukur seperti jumlah kasus yang diobati, penurunan tekanan darah yang dinyatakan dalam mmhg, dan lain-lain. Biaya alternatif A terhadap alternatif B Lebih rendah Sama Lebih tinggi Efektivitas alternatif A terhadap alternatif B Lebih tinggi + (dominan) + +/- (tukaran) Sama + Diantara - Lebih rendah +/- (tukaran) - - (didominasi) [Sumber : Afdhal, 2011] Gambar 1. Diagram efektivitas-biaya Diagram efektivitas-biaya menggambarkan persoalan efektivitas-biaya, yang membedakan cost-effective dengan cost-uneffective. Strategi dominan didefinisikan sebagai biaya rendah dan efektivitas lebih tinggi dibandingkan alternatif, sementara pada strategi yang didominasi, biayanya lebih besar daripada pembanding dan efektivitas lebih rendah.

5 Opsi lain merupakan tukaran yang mempresentasikan biaya lebih tinggi dan lebih efektif atau biaya lebih rendah dan efektivitasnya lebih rendah dibandingkan alternatif (Afdhal, 2011). Hasil CEA umumnya dinyatakan sebagai rasio, baik sebagai Rasio Rerata Efektivitas- Biaya (REB=ACER=Average Cost-Effectiveness Ratio) atau Rasio Inkremental Efektivitas- Biaya (RIEB=ICER=Incremental Cost-Effectiveness Ratio). ACER, yang dihitung dengan rumus ACER =!"#$#!"#$!"#$ (!"#$%"&!"#$), merupakan total biaya dari strategi pengobatan dibagi dengan hasil klinis untuk menghasilkan rasio biaya rupiah per dampak klinis spesifik yang diperoleh. Seringkali efektivitas klinis didapatkan pada tambahan biaya, di mana hal ini sering menjadi pertanyaan: apakah penambahan efektivitas sepadan dengan penambahan biaya. ICER, yang dihitung dengan rumus ICER =!"#$#!"#$!!!"#$#!"#$!, digunakan untuk!"!#!"#$!!!"!#!"#$! menentukan tambahan biaya per efektivitas yang didapat terhadap pilihan terbaik berikutnya. Jika biaya tambahan ini rendah, berarti strategi tersebut dapat dipilih, sebaliknya jika biaya tambahan sangat tinggi maka strategi tersebut tidak baik untuk dipilih (Dorothy, 2009; Trask, 2011). Menurut Price & Wilson (2006), pada kanker payudara terjadi proliferasi keganasan sel epitel yang membatasi duktus atau lobus payudara. Awalnya hanya terdapat hiperplasia sel dengan perkembangan sel-sel atipikal yang kemudian berlanjut menjadi karsinoma in situ dan menginvasi stroma. Kanker membutuhkan waktu tujuh tahun untuk tumbuh dari satu sel manjadi massa yang cukup besar untuk dapat dipalpasi (kira-kira berdiameter 1 cm) di mana pada ukuran itu, sekitar 25% kanker payudara sudah mengalami metastasis. Salah satu terapi penatalaksanaan kanker payudara adalah kemoterapi yaitu penggunaan bahan kimia atau obat yang bersifat toksik untuk membunuh sel kanker yang efeknya mempengaruhi seluruh tubuh. Efek samping yang dialami akibat kemoterapi antara lain meliputi mielosupresi (penurunan dalam produksi sel darah merah, sel darah putih dan trombosit oleh sumsum tulang), kelelahan, mual dan muntah, kehilangan nafsu makan, kerontokan rambut, dan berhentinya siklus menstruasi secara temporer atau permanen (Chisholm-Burns et al (Eds.), 2008). Pasien dengan penyakit keganasan pada umumnya rentan terhadap infeksi dan apabila terkena infeksi seringkali sulit diatasi. Infeksi pada pasien keganasan berhubungan langsung dengan berbagai keadaan, yaitu penurunan daya tahan akibat penyakit yang mendasarinya, defek imun sebagai akibat pengobatan dengan sitostatik, radiasi, berbagai prosedur invasif dan kombinasi dari berbagai hal tersebut. Pada defek sistem imun yang berat, mikroorganisme yang semula bersifat apatogen dapat menjadi patogen (infeksi oportunistik) (Hadinegoro, 2002). Neutropenia adalah suatu keadaan di mana jumlah neutrofil kurang dari

6 500 sel/µl atau jumlah leukosit kurang dari 1000sel/µL. Pasien dengan neutropenia umumnya mengalami infeksi yang disebabkan bakteri endogen dan jamur pada saluran gastrointestinal. Selain itu, pasien kanker juga dapat mengalami infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang terjadi 48 jam setelah berada di rumah sakit. Beberapa penyebab infeksi nosokomial antara lain adalah pemasangan kateter intravena jangka panjang, pemasangan kateter saluran kemih, dan obstruksi atau nekrosis jaringan sekunder terhadap keganasan (Skeel (Eds.), 2007). Cullen et al (2005) mengungkapkan pengukuran primer kejadian infeksi pasca kemoterapi adalah episode demam, ditandai dengan suhu inti melebihi 38 C. Kejadian kemungkinan infeksi sebagai pengukuran sekunder didefinisikan oleh setidaknya satu diantara kriteria berikut: episode demam yang terdokumentasi klinis; tanda-tanda lain disebabkan oleh respon sistemik terhadap infeksi, seperti hipotermia (suhu dibawah 35,6 C), demam tingkat rendah (suhu 37,5-37,9 C), takikardia (lebih dari 90 denyut per menit), atau takipnea (lebih dari 20 napas per menit); atau tanda-tanda dari infeksi terfokus. Masalah infeksi sangat penting dan berbahaya untuk pasien keganasan terutama pada 72 jam pertama saat kuman penyebab infeksi belum dapat ditentukan. Umumnya 60-70% pasien mengalami infeksi dengan demam yang tidak diketahui penyebabnya (fever of unknown origin). Pada sebagian besar kasus, sulit mencari penyebab penyakit walaupun telah dilakukan pemeriksaan penunjang diagnosis. Oleh karena itu, seringkali pengobatan empiris harus segera diberikan tanpa menunggu hasil laboratorium yang spesifik. Pengobatan empiris adalah pemberian antibiotik pada 72 jam pertama demam dengan obat terpilih berdasarkan perkiraan kuman penyebab yang tersering (Hadinegoro, 2002). Febrile neutropenia (FN) didefinisikan sebagai demam (dalam dua kali pengukuran suhu lebih dari 38 C atau satu kali suhu lebih dari 38.5 C) pada pasien dengan jumlah neutrofil kurang dari 500sel/µL atau pasien dengan jumlah leukosit kurang dari 1000sel/µL yang diprediksi akan mengalami penurunan jumlah neutrofil hingga kurang dari 500sel/µL. Pemberian antibiotik spektrum luas seperti sefalosporin generasi tiga (seftazidim) atau generasi empat (sefepim), atau karbapenem (imipenem-cilastin, meropenem) telah terbukti sama efektifnya dengan pemberian regimen duoterapi pada pasien FN. Meskipun begitu, penambahan aminoglikosida (gentamisin, tobramisin, amikasin) dapat digunakan untuk menghasilkan efek potensial sinergis dalam melawan bakteri gram negatif. Pada pasien yang penyebab infeksinya tidak ditemukan spesifik, terapi antibiotik dapat dihentikan ketika jumlah neutrofil mencapai lebih dari 500sel/µL dan pasien bebas demam selama lebih dari 48

7 jam tanpa tanda infeksi. Pada pasien yang afebril selama 3-5 hari namun tetap neutropenia, antibiotik umumnya dilanjutkan sampai bebas demam 5-7 hari (Skeel (Eds.), 2007). Pasien dengan jumlah neutrofil >1000sel/µL dapat menunjukkan kondisi demam atau infeksi yang penyebabnya ditemukan atau tidak. Infeksi non-neutropenia pada pasien kanker payudara umumnya berasal dari infeksi nosokomial pada paru, kateter, saluran kemih, dan diare. Terapi empiris nosokomial pneumonia pada paru dilakukan dengan pemberian β- laktam antipseudomonal (sefepim atau seftazidim), atau karbapenem (imipienem-cilastin, meropenem), atau piperasilin-tazobaktam + antipseudomonal fluorokuinolon (levofloksasin atau siprofloksasin) + vankomisin atau linezolid, selama maksimal tiga minggu (Skeel (Eds.), 2007). Efektivitas pengobatan infeksi dengan antibiotik ditandai dengan tiga kriteria, yaitu efikasi klinis, efikasi bakteriologis, dan efikasi terapeutis. Efikasi klinis dicapai jika pasien mengalami minimal satu dari kriteria berikut : menjadi afebris (suhu <38 C) dalam 96 jam setelah pemberian antibiotik dan bertahan afebris selama minimal 48 jam; terjadi penurunan suhu sebesar 1,7 C setelah 7 hari dimulainya pemberian antibiotik; suhu tubuh kembali normal; jumlah leukosit kembali ke jumlah normal (4,000-10,000 sel/mm 3 ); serta frekuensi denyut jantung dan pernapasan pasien kembali normal. Efikasi bakteriologis dicapai jika kultur positif terisolasi dieradikasi (patogen berhasil dibasmi pada akhir terapi) atau dianggap telah dieradikasi (bahan yang cocok untuk menguji kultur tidak tersedia, namun pasien menunjukkan respon klinis yang memuaskan). Efikasi terapeutis dicapai jika pasien menunjukkan satu atau lebih perbaikan klinis dan efikasi bakteriologis terpenuhi (Berman, DePauw, Feld, Ho & Keating, 2000; Garcia-Contreras, Del-Angel-Garcia, Cuenca, Malvaez- Valdes, Yanez & Amato, 2000; Maddix, D., Lampiris, H. & Mai Vu, 2012). Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah non-eksperimental dengan studi perbandingan (comparative study) yaitu membandingkan suatu peristiwa dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya dari dua atau beberapa kelompok sampel (Notoatmodjo, 2010). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan rekam medis serta data administrasi tahun Hasil penelitian disajikan secara deskriptif dan analitik. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta bagian rekam medis dan administrasi dari bulan Februari sampai Mei Sampel penelitian adalah semua pasien kanker payudara yang dirawat inap pada tahun 2012 yang memenuhi kriteria inklusi di

8 Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling yaitu jumlah semua sampel yang memenuhi kriteria berikut. Kriteria inklusi penelitian diantaranya pasien berjenis kelamin wanita, pasien yang menjalani kemoterapi sebelum diberikannya antibiotik, dan pasien yang mendapatkan inisial terapi tunggal antibiotik seftazidim generik.kriteria eksklusi meliputi pasien yang rekam medisnya tidak lengkap, hilang dan tidak jelas dan pasien kanker payudara metastasis tulang. Definisi operasional penelitian ini antara lain adalah : a. Stadium kanker payudara : keadaan kanker yang ditetapkan dokter melalui tes dan pemeriksaan fisik pasien berdasarkan ukuran tumor serta penyebaran kanker ke nodus limfe dan metastasis jauh ke paru-paru, otak, tulang, dan hati. Kategori : stadium awal (0-IIIA) dan stadium lanjut (IIIB-IV). b. Jenis seftazidim : antibiotik seftazidim generik yang digunakan pasien dengan regimen dosis 3 x 1 gram melalui injeksi IV. Kategori : seftazidim generik A dan seftazidim generik B. c. Total biaya medis langsung : jumlah biaya pengobatan langsung yang dikeluarkan pasien dan tercatat di data SIRS meliputi biaya seftazidim, biaya rawat inap, biaya visit dokter, biaya obat lain, biaya alat kesehatan, biaya penunjang, dan biaya administrasi, mulai dari diberikannya seftazidim sampai bertahan tanpa demam selama 48 jam, dalam satuan Rupiah. d. Biaya seftazidim : jumlah biaya antibiotik seftazidim yang digunakan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah. e. Biaya rawat inap : jumlah biaya akomodasi kelas perawatan yang digunakan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah. f. Biaya visit dokter : jumlah biaya untuk mendapatkan jasa profesional medis, yaitu dokter, yang dikeluarkan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah. g. Biaya obat lain : jumlah biaya obat antipiretik, G-CSF (Granulocyte-Colony Stimulating Factor), antibiotik tambahan atau pengganti seftazidim, serta sediaan infus dan nutrisi parenteral yang digunakan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah. h. Biaya alat kesehatan : jumlah biaya alat kesehatan meliputi spuit, jarum suntik, introcan safety set dan kassa, yang dikeluarkan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah. i. Biaya penunjang : jumlah biaya uji laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan gas darah, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan

9 radiologis dan uji kultur mikrooganisme, yang dilakukan oleh pasien selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah. j. Biaya administrasi : biaya yang dikeluarkan pasien untuk keperluan administrasi selama dirawat di rumah sakit, dalam satuan Rupiah. k. Lama hari rawat : jumlah hari dihitung dari pemberian seftazidim sampai bertahan tanpa demam selama 48 jam. l. Efektifitas-biaya : perbandingan total biaya yang dikeluarkan oleh pasien kanker payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta yang mendapat terapi antibiotik seftazidim terhadap efektivitas hasil terapi (lama rawat), dalam satuan Rupiah/hari Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpul data dan pengolahan data dilakukan secara statistik menggunakan software pengolah data. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan data demografi pasien dan disajikan secara deskriptif berupa tabel, analisis bivariat dilakukan pada total biaya medis langsung dan efektivitas (lama hari rawat) antara penggunaan seftazidim generik A dan generik B dengan uji Mann-Whitney. Efektifitas-biaya dianalisis dengan menentukan posisi alternatif pengobatan dalam Diagram Efektivitas-Biaya seperti pada Gambar 1. Biaya yang dilihat adalah biaya pengobatan, bukan rerata efektivitas-biaya. Kemudian tiap jenis antibiotik seftazidim yang digunakan diperbandingkan total biaya rawatnya dengan melakukan penghitungan rasio rerata efektivitas-biaya (REB = Average Cost Effectiveness Ratio/ACER) yang dihitung berdasarkan total biaya medis langsung yang dikeluarkan pasien kanker payudara terhadap efektivitas penggunaan antibiotik yaitu lama hari rawat dengan rumus sebagai berikut: REB (ACER) =!"#$%!"#$#!"#$%!"#$%&#$!"#"!!"#!"#"$ Setelah itu dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui sejauh mana perubahan nilai biaya atau efektivitas yang digunakan untuk menghitung REB dapat mempengaruhi kesimpulan (Honneycutt et al., 2006). Analisis sensitivitas untuk analisis efektivitas-biaya antibiotik dilakukan dengan melakukan variasi penurunan dan kenaikan 25% terhadap total biaya (David et al, 2003). Hasil Penelitian Terdapat 514 pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi di RSKD pada tahun Sebanyak 18 pasien menggunakan seftazidim pasca kemoterapi dan yang memenuhi kriteria inklusi didapatkan sembilan pasien kanker payudara yang memenuhi kriteria inklusi dengan perincian tujuh pasien menggunakan seftazidim generik A dan dua

10 pasien menggunakan seftazidim generik B. Data karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Data perbedaan lama hari rawat, suhu demam, dan pemberian G-CSF tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut dapat dilihat pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan total pasien dan jenis seftazidim yang digunakan di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta tahun 2012 Karakteristik pasien Usia (%) tahun tahun - > 60 tahun median rentang Asal daerah (%) - Jakarta - Luar Jakarta Pekerjaan (%) - Ibu Rumah Tangga - Swasta Pendidikan (%) - Tamat SD - Tamat SMA - Tamat sarjana Jaminan pembiayaan (%) - ASKES - Jamkesmas - Jaminan Perusahaan Jenis kamar rawat inap (%) - Kelas I dan VIP - Kelas II dan III Stadium (%) - Awal (I-IIIA) - Lanjut (IIIB-IV) Kondisi metastasis (%) - Tidak metastasis - Paru - Hati Kemoterapi (%) - FAC - AC - AT Derajat Leukopenia (%) - leukopenia grade III - febril neutropenia Pemberian G-CSF - ya - tidak Total (N = 9) 4 (44,5) 2 (22,2) 3 (33,3) (33,3) 6 (66,7) 7 (77,8) 2 (22,2) 2 (22,2) 5 (55,6) 2 (22,2) 5 (55,6) 2 (22,2) 2 (22,2) 4 (44,4) 5 (55,6) 4 (44,4) 5 (55,6) 6 (66,7) 2 (22,2) 1 (11,1) 2 (22,2) 4 (44,5) 3 (33,3) 1 (11,1) 8 (88,9) Generik A (N = 7) 3 (42,86) 2 (28,57) 2 (28,57) (42,86) 4 (57,14) 6 (85,71) 1 (14,29) 2 (28,57) 4 (57,14) 1 (14,29) 4 (57,14) 2 (28,57) 1 (14,29) 3 (42,86) 4 (57,14) 3 (42,86) 4 (57,14) 5 (71,42) 1 (14,29) 1 (14,29) 2 (28,57) 2 (28,57) 3 (42,86) 1 (14,29) 6 (85,71) Generik B (N = 2) 1 (50) 0 (0) 1 (50) 55, (0) 2 (100) 1(50) 1 (50) 0 (0) 1 (50) 1 (50) 1 (50) 0 (0) 1(50) 1(50) 1(50) 1 (50) 1 (50) 1 (50) 1 (50) 0 (0) 0 (0) 2 (100) 0 (0) 0 (0) 2 (100) 8 (88,9) 1 (11,1) 6 (85,71) 1 (14,29) 2 (100) 0 (0) Keterangan : ASKES = asuransi kesehatan, jamkesmas = jaminan kesehatan mayarakat, FAC = flourourasil/doxorubisin/siklofosfamid, AC = doxorubisin/siklofosfamid, AT = doxorubisin/taxan, G-CSF = granulocyte-colony stimulating factor

11 Tabel 2. Lama hari rawat, suhu demam dan pemberian G-CSF pada kelompok generik A dan B pasien kanker payudara stadium awal Parameter Total Generik A Generik B Lama hari rawat (hari) - median - rentang Rata-rata suhu demam (⁰celcius) - median - rentang Pemberian G-CSF (vial) - median - rentang ,5 38,2-38, , Keterangan : G-CSF = granulocyte-colony stimulating factor 38,7 38,2-38, ,3 38,3 4 4 Tabel 3. Lama hari rawat, suhu demam dan pemberian G-CSF pada kelompok generik A dan B pasien kanker payudara stadium lanjut Parameter Total Generik A Generik B Lama hari rawat (hari) Median Rentang Rata-rata suhu demam (⁰celcius) - median - rentang Pemberian G-CSF (vial) - median - rentang 8, ,4 38,4-39, ,55 38,4-38, Keterangan : G-CSF = granulocyte-colony stimulating factor ,4 38,4 2 2 Analisis biaya dilakukan untuk mengetahui besaran komponen biaya yang terlibat dari pengobatan kelompok generik A dan generik B dengan melihat median biaya dari biaya medis langsung yang dikeluarkan pasien mulai dari diberikannya seftazidim, yang meliputi biaya antibiotik, biaya obat lain, biaya tindakan, biaya rawat inap, biaya penunjang dan biaya administrasi. Distribusi median biaya medis langsung tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Analisis efektivitas-biaya dilakukan dengan menentukan posisi alternatif pengobatan dalam diagram efektivitas-biaya berdasarkan total biaya rawat kelompok generik A dan generik B dengan median lama hari rawatnya masing-masing. Perhitungan ACER tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Posisi penggunaan seftazidim generik A dan B pada pasien kanker

12 payudara stadium awal dan lanjut dalam diagram efektivitas-biaya dapat dilihat pada Gambar 2 dan Gambar 3. Tabel 4. Distribusi median biaya medis langsung pasien kanker payudara stadium awal berdasarkan kelompok seftazidim Median biaya (rupiah) P Jenis Biaya value Generik A Generik B Biaya seftazidim ,655 Biaya rawat inap ,346 Biaya visit dokter ,346 Biaya obat lain ,180 Biaya alat kesehatan ,655 Biaya penunjang ,655 Biaya administrasi , ,21 0,655 Total biaya medis langsung , ,21 0,655 Keterangan : P value = nilai signifikansi ; P value > 0,05 berarti tidak ada perbedaan bermakna antara dua komponen biaya kelompok generik A dan generik B Tabel 5. Distribusi median biaya medis langsung pasien kanker payudara stadium lanjut berdasarkan kelompok seftazidim Median biaya (rupiah) P Jenis Biaya Generik A Generik B value Biaya seftazidim ,480 Biaya rawat inap ,000 Biaya visit dokter ,000 Biaya obat lain ,480 Biaya alat kesehatan , ,157 Biaya penunjang ,157 Biaya administrasi , ,92 0,157 Total biaya medis langsung , ,92 0,157 Keterangan : P value = nilai signifikansi ; P value > 0,05 berarti tidak ada perbedaan bermakna antara dua komponen biaya kelompok generik A dan generik B Tabel 6. Perhitungan ACER tiap kelompok seftazidim pasien kanker payudara stadium awal Jenis seftazidim total biaya (E) lama hari rawat (C) ACER (C/E) Generik A Rp ,45 7 hari Rp ,49/hari Generik B Rp ,21 3 hari Rp ,74/hari Tabel 7. Perhitungan ACER tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium lanjut Jenis seftazidim total biaya (C) lama hari rawat (E) ACER (C/E) Generik A Rp ,25 10 hari Rp ,92/hari Generik B Rp ,92 4 hari Rp ,23/hari

13 Biaya alternatif A terhadap alternatif B Lebih rendah Sama Lebih tinggi Efektivitas alternatif A terhadap alternatif B Lebih tinggi Generik B (dominan) + +/- (tukaran) Sama + Diantara - Lebih rendah +/- (tukaran) - Generik A (didominasi) Gambar 2. Posisi penggunaan antibiotik seftazidim generik A dan generik B pasien kanker payudara stadium awal dalam diagram efektivitas-biaya Biaya alternatif A terhadap alternatif B Lebih rendah Sama Lebih tinggi Efektivitas alternatif A terhadap alternatif B Lebih tinggi Generik B (dominan) + +/- (tukaran) Sama + Diantara - Lebih rendah +/- (tukaran) - Generik A (didominasi) Gambar 3. Posisi penggunaan antibiotik seftazidim generik A dan generik B pada pasien kanker payudara stadium lanjut dalam diagram efektivitas-biaya Analisis sensitivitas dilakukan dengan melakukan penurunan dan kenaikan 25% terhadap median total biaya masing-masing kelompok seftazidim generik pada pasien kanker payudara stadium awal dan lanjut. Nilai biaya yang didapat kemudian dibagi terhadap lama hari rawat masing-masing kelompok seftazidim dan didapatkan nilai ACER yang kemudian dibandingkan terhadap nilai ACER sesungguhnya tiap kelompok seftazidim. Hasil analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9. Tabel 8. Analisis sensitivitas tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium awal Sensitivitas Biaya (C) Lama hari rawat (E) ACER (C/E) Generik A penurunan 0% Rp ,45 7 hari Rp ,49/hari penurunan 25% Rp ,59 7 hari Rp ,37/hari kenaikan 25% Rp ,18 7 hari Rp ,62/hari Generik B penurunan 0% Rp ,21 3 hari Rp ,74/hari penurunan 25% Rp ,91 3 hari Rp ,30/hari kenaikan 25% Rp ,51 3 hari Rp ,17/hari

14 Tabel 9. Analisis sensitivitas tiap kelompok seftazidim pada pasien kanker payudara stadium lanjut Sensitivitas Biaya (C) Lama hari rawat (E) ACER (C/E) Generik A penurunan 0% Rp ,25 10 hari Rp ,92/hari penurunan 25% Rp ,44 10 hari Rp ,94/hari kenaikan 25% Rp ,06 10 hari Rp ,91/hari Generik B penurunan 0% Rp ,92 4 hari Rp ,23/hari penurunan 25% Rp ,91 4 hari Rp ,92/hari kenaikan 25% Rp ,51 4 hari Rp ,54/hari Pembahasan Jumlah pasien yang sedikit dalam penelitian ini kemungkinan berhubungan dengan rendahnya tingkat kejadian infeksi pasca kemoterapi pada pasien kanker payudara. Menurut Polednak (2004) dalam studi surveilans pada pasien kanker payudara di USA yang didiagnosis sebelum usia 65 tahun, kebutuhan rawat inap karena kondisi terkait-infeksi (neutropenia, demam, dan/atau infeksi/bakteremia) adalah 8,6% dari 463 pasien dengan kemoterapi dan 2,8% dari 212 pasien tanpa kemoterapi (nilai signifikan p < 0,01). Pemberian G-CSF (Granulocyte-Colony Stimulating Factor) sebagai terapi profilaksis terhadap risiko neutropenia pasca kemoterapi juga dapat mengurasi risiko febril neutropenia dari 17% menjadi 1%, serta mengurangi kebutuhan rawat inap dari 14% menjadi 1% (Adams, Angelotta dan Bennet, 2006). Median usia pasien kanker payudara yang mendapat seftazidim selama periode penelitian adalah 54 tahun dengan pasien terbanyak berasal dari kelompok usia tahun yaitu empat pasien (44,5%). Banyaknya pasien yang berusia 40 tahun keatas dikarenakan pada usia ini risiko terkena kanker payudara semakin besar. Kanker payudara mulai berkembang pesat saat umur tahun sebelum wanita memasuki usia 50 tahun keatas, sedangkan risiko kanker payudara sendiri berkembang sampai usia 50 tahun dengan perbandingan peluang 1 diantara 50 wanita (Nani, 2009). Lebih dari 60% pasien berasal dari luar Jakarta, hal ini sesuai dengan tujuan RSKD sebagai rumah sakit rujukan pusat nasional sehingga pasien yang datang tidak hanya berasal dari dalam kota Jakarta saja namun banyak juga yang berasal dari luar Jakarta. Lebih dari 50% pasien kanker payudara yang masuk dalam penelitian ini merupakan pasien kanker payudara stadium lanjut dengan tiga pasien di antaranya merupakan pasien kanker payudara metastasis, yaitu dua (22,2%) pasien mengalami metastasis paru dan satu

15 (11,1%) pasien mengalami metastasis hati. Pasien dengan metastasis hati sebanyak satu orang dimasukkan dalam kriteria inklusi karena berdasarkan penelitian Pasko, M.T., Beam, T.R., Sponer, J.A., dan Camara, D.S (1985) mengenai studi keamanan dan farmakokinetika seftazidim pada pasien gangguan hati kronis diperoleh kesimpulan bahwa pemberian seftazidim tetap stabil dan normal sehingga modifikasi dosis seftazidim pada gangguan hati tidak diperlukan. Pasien kanker payudara dengan metastasis tulang dieksklusi karena hasil hitung darah lengkap mungkin menunjukkan menurunnya jumlah leukosit dan trombosit karena keterlibatan sumsum tulang yang mengganggu kebutuhan peryaratan parameter hematologi yang mendekati normal (Ballot, McDonnel, Crown, 2003; Oliver, Bhat, Kellet, Adamson, 2011). Jumlah kemoterapi terbanyak yang menyebabkan infeksi dengan tanda penurunan jumlah leukosit dan demam pada pasien regimen AC (doxorubisin-siklofosfamid) yaitu empat pasien dari keseluruhan pasien, diikuti tiga pasien dengan regimen AT (doxorubisinpaclitaxel/docetaxel) dan dua pasien dengan regimen FAC (fluorourasil-doxorubisinsiklofosfamid). Hal ini sedikit kurang sesuai dengan pernyataan Aapro et al (2011) dan National Comprehensive Cancer Network (2013) yang mengkategorikan regimen kemoterapi dengan risiko tinggi (>20%) febril neutropenia yaitu AT, AC yang dilanjutkan dengan Taxan, dan TAC, sementara AC, FAC dan Taxan termasuk dalam risiko sedang (10%-20%). Regimen kemoterapi dengan risiko tinggi kemungkinan diatasi dengan pemberian inisial terapi seftazidim yang dikombinasi dengan antibiotik lainnya. Pemberian inisial kombinasi antibiotik menguntungkan untuk pengobatan infeksi campuran, pengobatan awal pada infeksi berat yang etiologinya belum jelas karena keterlambatan pengobatan dapat membahayakan jiwa pasien, untuk mendapatkan efek sinergi, dan memperlambat timbulnya resistensi. Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida bermanfaat untuk infeksi Pseudomonas pada pasien neutropenia (Gunawan, 2007; Skeel (Eds.), 2007). Diagnosis febril neutropenia dan leukopenia ditegakkan oleh dokter dalam catatan rekam medis berdasarkan keadaan demam (suhu lebih dari 38⁰C dalam satu jam atau dua kali pengukuran) yang dialami pasien dan jumlah leukosit dari pemeriksaan hematologi. Pengobatan empiris infeksi pasca kemoterapi dengan antibiotik seftazidim segera diberikan pada sembilan pasien yang masuk dalam kriteria inklusi. Sebanyak delapan (88,9%) pasien mengalami febril neutropenia pasca kemoterapi yang dijalaninya, sedangkan satu (11,1%) pasien lainnya diberi terapi antibiotik empiris seftazidim dengan diagnosis leukopenia. Sebagian besar pasien yaitu 8 (88,9%) pasien mendapat terapi tambahan faktor pertumbuhan (G-CSF) untuk mengatasi leukopenia dan neutropenia. G-CSF diberikan pada

16 pasien secara intravena atau subkutan dengan dosis 300µg per vial satu sampai dua kali sehari. G-CSF diberikan hingga jumlah leukosit pasien minimal 2000sel/µl (Chisholm-Burns et al (Eds.), 2008). Median lama hari rawat pada pasien kanker payudara stadium awal sedikit lebih singkat dibanding lama hari rawat pasien kanker payudara stadium lanjut (7 hari dibanding 8,5 hari). Menurut Hai Pun et al (2009), perawatan di rumah sakit dibutuhkan pada pasien dengan demam dan neutropenia untuk menghindari komplikasi yang tidak diinginkan. Meski hal ini akan mengurangi risiko kematian, pasien mungkin akan mendapat efek samping lainnya seperti toksisitas antimikroba, infeksi nosokomial, superinfeksi jamur, serta dampak psikologi dan keuangan akibat rawat inap. Median suhu demam pada pasien kanker payudara stadium lanjut sedikit lebih rendah yaitu 38,4 C dibanding 38,5 C pasien kanker payudara stadium awal. Suhu demam tertinggi tercatat pada kelompok pasien kanker payudara stadium lanjut dengan 39,2 C. Median pemberian G-CSF pada pasien kanker payudara stadium awal kelompok generik B lebih banyak dibanding kelompok generik A yaitu 4 vial dibanding 3 vial, sedangkan pemberian G-CSF pada pasien kanker payudara stadium lanjut kelompok generik A lebih banyak dibanding kelompok generik B yaitu 6 vial dibanding 2 vial. Hal ini akan mempengaruhi besaran total biaya rawat. Perbedaan besarnya jumlah vial G-CSF yang diberikan pada pasien dipengaruhi oleh jenis kemoterapi mielospuresif dan jaminan pembiayaan pasien. Pada analisis biaya dari Tabel 4 dan Tabel 5 diketahui bahwa biaya seftazidim pada kelompok generik A lebih rendah dibanding kelompok generik B disebabkan pada kelompok generik A meski inisial terapi empiris diawali dengan terapi tunggal seftazidim, terjadi penggantian dengan antibiotik lain akibat demam yang menetap atau didapatkannya hasil uji kultur mikroorganisme yang bersifat lebih rentan terhadap antibiotik lain. Di Rumah Sakit Kanker Dharmais terdapat fasilitas VVIP, VIP, kelas I, II dan III. Biaya rawat inap kelompok generik A lebih tinggi dari kelompok generik B disebabkan oleh perbedaan median lama hari rawat di mana dari Tabel 2 dan Tabel 3 diketahui bahwa median lama rawat generik A memang lebih panjang yaitu 7 hari dibanding 3 hari pada pasien kanker payudara stadium awal dan 10 hari dibanding 4 hari pada pasien kanker payudara stadium lanjut. Serupa dengan biaya rawat inap, besaran biaya visit kelompok generik A yang lebih tinggi juga disebabkan oleh perbedaan median lama hari rawat. Besaran median biaya obat lain kelompok generik A baik pada pasien kanker payudara stadium awal maupun pada pasien kanker payudara stadium lanjut lebih besar dibanding kelompok generik B. Hal ini dapat disebabkan oleh penggantian seftazidim dengan antibiotik

17 lain serta pemberian G-CSF di mana median pemberian G-CSF pada pasien kanker payudara stadium lanjut kelompok generik A lebih banyak dibanding kelompok generik B yaitu 6 vial dibanding 2 vial. G-CSF yang umum diberikan adalah filgrastim (Leucogen, Leukokine ) atau lenograstim dengan merek dagang Granocyte. Biaya alat kesehatan kelompok generik A baik pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut lebih besar dari kelompok generik B disebabkan oleh komponen obat lain yang diberikan pada kelompok generik A yang lebih besar serta lama hari rawat yang lebih panjang sehingga dibutuhkan alat kesehatan yang lebih banyak pula. Biaya penunjang dikeluarkan oleh pasien untuk pemeriksaan laboratorium baik saat menegakkan diagnosa, pemantauan efek samping, kemajuan terapi ataupun menentukan hasil akhir terapi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pasien meliputi pemeriksaan hematologi rutin, pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan gas darah, pemeriksaan elektrolit, pemeriksaan glukosa darah serta pemeriksaan radiologis foto thorax AP-lateral. Pemeriksaan mikrobiologi juga dilakukan beberapa pasien seperti uji kultur darah, urin, dan feses, serta uji resistensi. Biaya penunjang kelompok generik A baik pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut lebih besar dari kelompok generik B disebabkan lama hari rawat yang lebih panjang. Biaya administrasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh pasien untuk membayar keperluan administrasi pasien selama pengobatan. Di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, biaya administrasi dihitung sejumlah 3% dari total tagihan yang dibayarkan pasien. Median total biaya medis langsung kelompok generik A secara keseluruhan baik pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut lebih besar yaitu Rp ,45 dan Rp ,25 dibanding total biaya medis langsung kelompok generik B yang sebesar Rp ,21 dan Rp ,92. Lama hari rawat digunakan sebagai parameter efektivitas yaitu sampai pasien bertahan tanpa demam selama minimal 48 jam sesuai panduan durasi terapi antibiotik untuk pasien kanker yang mengalami febril neutropenia menurut Maddix, Lampiris, Mai Vu (2012) bahwa pemberian antibiotik dihentikan setelah 48 jam tanpa demam. Peningkatan jumlah leukosit tidak dapat dijadikan parameter efektivitas karena pemberian G-CSF dapat langsung meningkatkan jumlah leukosit ketika pasien masih menunjukkan gejala infeksi lainnya seperti demam. Simoens (2011) mengungkapkan bahwa efektivitas-biaya terapi antibiotik ditentukan oleh berbagai faktor yang menyangkut karakteristik dan penggunaan antibiotik (seperti diagnosis, perbandingan biaya dan efektivitas, resistensi, kepatuhan pasien, dan kegagalan

18 terapi), serta faktor eksternal (seperti sumber pembiayaan, intervensi farmasi klinis, dan pedoman implementasi intervensi). Pada pasien kanker payudara stadium awal, total biaya kelompok generik B yang lebih rendah membuat kelompok generik B berada pada posisi dominan pada diagram efektivitasbiaya dengan total biaya yang lebih rendah dan efektivitas yang lebih tinggi, sedangkan kelompok generik A dengan total biaya yang lebih tinggi dan efektivitas lebih rendah (median lama hari rawat lebih panjang) berada dalam posisi terdominasi sehingga kelompok seftazidim generik B merupakan seftazidim yang lebih cost-effective. Rasio biaya rupiah per hari yang dilakukan dengan perhitungan ACER memberikan hasil besaran biaya yang sedikit lebih rendah pada kelompok generik B dibanding kelompok generik A yaitu sebesar Rp ,74/hari dibanding Rp ,49/hari. Analisis sensitivitas memberikan hasil bahwa pemilihan generik B sensitif terhadap kenaikan biaya 25% di mana nilai ACER generik B akan lebih tinggi dibanding baseline nilai ACER generik A. Pemilihan generik B juga sensitif terhadap penurunan biaya 25% pada kelompok generik A di mana nilai ACER generik A akan lebih rendah dibanding baseline nilai ACER generik B. Nilai ACER generik B yang lebih rendah dengan lama hari rawat yang lebih singkat membuat total biaya kelompok generik B jauh lebih rendah dibanding kelompok generik A. Oleh karena itu, seftazidim generik B merupakan seftazidim yang lebih cost-effective. Pada pasien kanker payudara stadium lanjut, total biaya kelompok generik B yang lebih rendah membuat kelompok generik B berada pada posisi dominan pada diagram efektivitas-biaya dengan total biaya yang lebih rendah dan efektivitas yang lebih tinggi, sedangkan kelompok generik A dengan total biaya yang lebih tinggi dan efektivitas lebih rendah (median lama hari rawat lebih panjang) berada dalam posisi terdominasi sehingga kelompok seftazidim generik B merupakan seftazidim yang lebih cost-effective. Rasio biaya rupiah per hari yang dilakukan dengan perhitungan ACER memberikan hasil besaran biaya yang lebih rendah pada kelompok generik A dibanding kelompok generik B yaitu sebesar Rp /hari dibanding Rp /hari. Analisis sensitivitas memberikan hasil generik A sensitif terhadap kenaikan biaya 25% di mana nilai ACER generik A akan lebih tinggi dibanding baseline nilai ACER generik B. Sedangkan generik B juga sensitif terhadap penurunan biaya 25% di mana nilai ACER generik B akan lebih rendah dibanding baseline nilai ACER generik A. Nilai ACER atau rasio biaya per hari kelompok generik B memang lebih besar dibanding kelompok generik A namun dengan median lama hari rawat yang lebih singkat membuat total biaya kelompok generik B jauh lebih rendah dibanding kelompok

19 generik A. Oleh karena itu seftazidim generik B merupakan seftazidim yang lebih costeffective. Kesimpulan Median total biaya pengobatan dengan kelompok seftazidim generik A pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut lebih tinggi yaitu sebesar Rp ,45 dan Rp ,25, dibanding kelompok seftazidim generik B yaitu sebesar Rp ,21 dan Rp ,92. Efektivitas pengobatan seftazidim, dilihat dari lama hari rawat, kelompok generik A lebih rendah dengan median hari rawat yang lebih lama pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut yaitu berutut-turut 7 hari dan 10 hari, dibanding efektivitas kelompok generik B yang lebih tinggi dengan lama hari rawat yang lebih singkat yaitu 3 hari dan 4 hari. Berdasarkan analisis efektivitas-biaya, seftazidim generik B pada pasien kanker payudara stadium awal maupun lanjut (dengan nilai ACER berturut-turut Rp ,74/hari dan Rp /hari) lebih cost-effective dibanding generik A (dengan nilai ACER berturut-turut Rp ,49/hari dan Rp /hari). Saran Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dilakukan perbandingan efektivitas-biaya dengan seftazidim bermerek dagang di tahun berikutnya secara prospektif dengan populasi kanker secara keseluruhan, asal kelas rawat inap yang sama dan jumlah pasien yang lebih banyak. Disarankan juga kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan analisis farmakoekonomi dari segi Cost Utility dan Cost Benefit. Daftar Referensi Aapro, et al. (2011) update of EORTC guidelines for the use of granulocytecolony stimulating factor to reduce the incidence of chemotherapy-induced febrile neutropenia in adult patients with lymphoproliferative disorders and solid tumours. EUROPEAN JOURNAL OF CANCER, 47, Adams, J.R., Angelotta, C., & Bennet, C. (2006). When the Risk of Febrile Neutropenia Is 20%, Prophylactic Colony-Stimulating Factor Use Is Clinically Effective, but Is It Cost-Effective?. JCO, 24(19), Afdhal, A.F. (2011). Farmakoekonomi : Pisau Analisis Terbaru Dunia Farmasi (pp ). Jakarta : Samira Media Utama. Andargie, G. (2008). Introduction to Health Economics (pp ). Ethiopia : University of Gondar.

20 Ballot, J., McDonnel, D., & Crown, J. (2003). Successful Treatment of Thrombocytopenia Due to Marrow Metastases of Breast Cancer with Weekly Docetaxel. J Natl Cancer Inst, 95(11), Berman, S., DePauw, B., Feld, R., Ho, W., & Keating, A. (2000). Meropenem Versus Ceftazidime in the Treatment of Cancer Patients With Febrile Neutropenia: A Randomized, Double-Blind Trial. J Clin Oncol, 18, Briggs, A.H. & O Brien, B.J. (2001). Death of cost-minimization analysis? Health Econ, 10, Chisholm-Burns et al (Eds.). (2008). Pharmacotherapy : Principles and Practice (pp. 1297, ). New York : McGraw-Hill. Chisholm-Burns, M.A., Vaillancourt, A.M. & Shepherd, M (Eds.). (2012). Pharmacy Management, Leadership, Marketing, and Finance, (2nd ed., pp ). USA : Jones & Bartlett Learning. Cullen, M., et al. (2005). Antibacterial Prophylaxis after Chemotherapy for Solid Tumors and Lymphomas. N Engl J Med, 353, David, E., et al. (2003). Decision Analysis of Antibiotic and Diagnostic Strategies in Ventilator-associated Pneumonia. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 168(9), Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2012). OBAT GENERIK - Pilihan Terbaik Dengan Harga Terjangkau. April 25, Dorothy, S. (2009). Role of Economic Epidemiology: With Special Reference to HIV/AIDS. April 25, Egerer et al. (2002). Continuous infusion of ceftazidime for patients with breast cancer and multiple myeloma receiving high-dose chemotherapy and peripheral blood stem cell transplantation. Bone Marrow Transplant, 30, Gunawan, S.G., (Ed.). (2007). Farmakologi dan Terapi edisi 5 (pp. 593, ). Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Garcia-Contreras F, Del-Angel-Garcia G, Cuenca A R, Malvaez-Valdes M, Yanez A V & Amato D. (2000). Estudio de costo-efectividad de ceftriaxona y cefotaxima en el tratamiento de neumonia adquirida en la comunidad. [Cost-effectiveness study of ceftriaxone and cefotaxime for the treatment of community acquired pneumonia]. Revista de Investigacion Clinica, 52(4), Hadinegoro, Sri Rezeki S. (2002). Demam pada Pasien Neutropenia. Sari Pediatri 3, Hai Pun, E., et al. (2009). Cancer Patients with Fever and Neutropenia: A Prospective Evaluation of Risk Assessment Tools and Infectious Etiology in Hong Kong (pp. 5). Hongkong : Health and Health Services Research Fund.

21 Honneycutt, A.A, et al. (2006). Guide to Analyzing the Cost-Effectiveness of Community Public Health Prevention Approaches (pp ). USA : Research Triangle Park. Maddix, D., Lampiris, H. & Mai Vu. (2012). Guide to Antimicrobials (pp. 4). USA : San Francisco VA Medical Center. Martin, Nancy. (2012). Understanding Metastatic Cancer in Detail. Juni 20, Minisini et al. (2004). Incidence of febrile neutropenia and neutropenic infections in elderly patients receiving anthracycline-based chemotherapy for breast cancer without primary prophylaxis with colony-stimulating factors. Critical Reviews in Oncology/Hematology, 53, Nani, Desiyani. (2009). Hubungan Umur Awal Menopause dan Status Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dengan Kejadian Kanker Payudara. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), 4(3), Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan (pp. 26, 47). Jakarta : Rineka Cipta. Oliver, T.B., Bhat, R., Kellet, C.F. & Adamson, D.J. (2011). Diagnosis and management of bone metastases. J R Coll Physicians, 41, Pasko, M.T., Beam, T.R., Sponer, J.A. & Camara, D.S. (1985). Safety and pharmacokinetics of ceftazidime in patients with chronic hepatic dysfunction. J Antimicrob Chemother, 15(3), Polednak, A.P. (2004). Surveillance for hospitalizations with infection-related diagnoses after chemotherapy among breast cancer patients diagnosed before age 65. Chemotherapy, 50(4), Price, S., & Wilson, L.M. (2006). Pathophysiology clinical concepts of disease processes (6th ed., pp. 1303). St. Louis: Mosby Year Book. Rascati, K.I., Drummond, M.F., Annemans, I. & Davey, P.G. (2004). Education in Pharmacoeconomics : an Internasional Multidiciplinary View (Review). Pharmaco- Economics, 22, Simoens, S. (2011). Factors Affecting the Cost Effectiveness of Antibiotics. Chemotherapy Research and Practice, , 1-6. Taylor, M. (2009). What is Sensitivity Analysis? (pp. 1-8). United Kingdom: Hayward Group. Trask, L.S. (2011). Pharmacoeconomics: Principles, Methods, and Applications. Dalam Dipiro (Ed.). (2011). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach (8th ed., pp. 1-9). USA : McGraw-Hill Education. Walley, Tom. (2004). Pharmacoeconomics and Economic Evaluation of Drug Therapies (pp ). UK : Liverpool.

Analisis Cost-Effectiveness Seftazidim Generik pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, 2012

Analisis Cost-Effectiveness Seftazidim Generik pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, 2012 ARTIKEL PENELITIAN Analisis Cost-Effectiveness Seftazidim Generik pada Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, 2012 NADIA FARHANAH SYAFHAN 1, AGUSDINI BANUNSAPTANINGSIH 2, MUTIARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu % pada solid tumor dan % pada keganasan hematologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yaitu % pada solid tumor dan % pada keganasan hematologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Neutropenia merupakan komplikasi yang sering terjadi selama kemoterapi yaitu 20-40 % pada solid tumor dan 50-70 % pada keganasan hematologi. Durasi dan keparahan neutropenia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan salah satu infeksi berat penyebab 2 juta kematian anak usia di bawah 5 tahun di negara berkembang pada tahun 2011 (Izadnegahdar dkk, 2013).

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 6 No. AGUSTUS 017 ISSN 0-49 ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA (COST EFF ECTIVENESS ANALYSIS) PADA PASIEN GASTRITIS KRONIK RAWAT INAP DI RSU PANCARAN KASIH GMIM MANADO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia (Anonim, 2008b). Di dunia, 12%

Lebih terperinci

COST EFFECTIVE ANALYSIS DALAM PEMILIHAN BARANG FARMASI. Oleh: Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS

COST EFFECTIVE ANALYSIS DALAM PEMILIHAN BARANG FARMASI. Oleh: Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS COST EFFECTIVE ANALYSIS DALAM PEMILIHAN BARANG FARMASI Oleh: Dr. Dra. Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS ISSUE STRATEGIS ERA JKN FARMAKOEKONOMI 1. Era JaminanKesehatanNasional, membuat diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE,

BAB I PENDAHULUAN. dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis adalah puncak interaksi kompleks mikroorganisme penyebab infeksi dengan imunitas pejamu, respon inflamasi, dan respon koagulasi (Hack CE, 2000).The American College

Lebih terperinci

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007 ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007 Fransisca Maya Angela, 2010; Pembimbing I Pembimbing II : J. Teguh Widjaja, dr., Sp P : Evi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini

Lebih terperinci

WORKSHOP. DISAMPAIKAN OLEH TIM Dr. Dra Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS Dra Yuri Pertamasari, Apt., MARS

WORKSHOP. DISAMPAIKAN OLEH TIM Dr. Dra Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS Dra Yuri Pertamasari, Apt., MARS WORKSHOP DISAMPAIKAN OLEH TIM Dr. Dra Agusdini Banun Saptaningsih, Apt., MARS Dra Yuri Pertamasari, Apt., MARS Cost Minimization Analysis (CMA) Cost Benefit Analysis(CBA) Cost Effectiveness Analysis(CEA)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi

Lebih terperinci

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG MENGALAMI DEMAM NEUTROPENIA

POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG MENGALAMI DEMAM NEUTROPENIA POLA KUMAN DAN SENSITIVITAS ANTIBIOTIKA PADA ANAK DENGAN LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT YANG MENGALAMI DEMAM NEUTROPENIA Utami, A.A.I.A.Y.T 1., Niruri, R 1., Ariawati, K 2 1 Jurusan Farmasi-Fakultas Matematika

Lebih terperinci

APLIKASI METODE KESINTASAN PADA ANALISIS FAKTOR DETERMINAN LAMA RAWAT PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT UMUM PURI RAHARJA

APLIKASI METODE KESINTASAN PADA ANALISIS FAKTOR DETERMINAN LAMA RAWAT PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT UMUM PURI RAHARJA UNIVERSITAS UDAYANA SKRIPSI APLIKASI METODE KESINTASAN PADA ANALISIS FAKTOR DETERMINAN LAMA RAWAT PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT UMUM PURI RAHARJA I KOMANG CANDRA WIGUNA 0820025045 PROGRAM

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS-BIAYA SEFTRIAKSON GENERIK A DAN B PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA TAHUN 2012

EFEKTIVITAS-BIAYA SEFTRIAKSON GENERIK A DAN B PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA TAHUN 2012 EFEKTIVITAS-BIAYA SEFTRIAKSON GENERIK A DAN B PADA PASIEN KANKER PAYUDARA DI RUMAH SAKIT KANKER DHARMAIS JAKARTA TAHUN 2012 Jade Nugrahaningtyas Liswono 1, Nadia Farhanah Syafhan 1, Agusdini Banun Saptaningsih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi tumor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi tumor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013, prevalensi tumor atau kanker di Indonesia mencapai 1,4 per 1000 penduduk. Di Indonesia jumlah penderita kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjar lemak, pembuluh darah, dan persyarafan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir

BAB I PENDAHULUAN. paru. Bila fungsi paru untuk melakukan pembebasan CO 2 atau pengambilan O 2 dari atmosfir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ventilator adalah suatu sistem alat bantu hidup yang dirancang untuk menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Ventilator dapat juga berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia komunitas merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok penyakit yang berhubungan dengan infeksi. Penyakit ini banyak ditemukan dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR

DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR GAMBARAN PERESEPAN OBAT PASIEN RAWAT JALAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. konsolidasi paru yang terkena dan pengisian alveoli oleh eksudat, sel radang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, yang menimbulkan konsolidasi paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang rawat intensif atau Intensive Care Unit (ICU) adalah unit perawatan di rumah sakit yang dilengkapi peralatan khusus dan perawat yang terampil merawat pasien sakit

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 1) EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013-JUNI 2014 2) 1) Abraham Sanni 1), Fatimawali 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi diparenkim

Lebih terperinci

MATA KULIAH Onkologi dan Kemoterapi

MATA KULIAH Onkologi dan Kemoterapi RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) MATA KULIAH Onkologi dan Kemoterapi Tim Pengampu : Nurrochmad, MSi, (Koord) drh. Retno, PhD Dra. Sri Kadarinah, PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan yang banyak terjadi di dunia. Satu diantara 4 kematian di Amerika disebabkan karena kanker. Kanker kolorektal merupakan salah satu

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014

ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 ABSTRAK GAMBARAN PASIEN KANKER PARU DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2014 Ida Ayu Komang Trisna Bulan, 2015 Pembimbing I : Dr. Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA (K). Pembimbing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi neonatus khususnya sepsis neonatorum sampai saat ini masih menjadi masalah karena merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada bayi baru lahir. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi

BAB I. PENDAHULUAN. Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) merupakan bakteri penyebab tersering infeksi di lingkungan Rumah Sakit. P. aeruginosa merupakan bakteri Gram negatif

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu. Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009

ABSTRAK. Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 ABSTRAK Angka Kejadian Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Januari 2007 Desember 2009 Fifi, 2010. Pembimbing I: Laella Kinghua Liana, dr., Sp.PA, M.Kes Pembimbing II: Evi Yuniawati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN TATALAKSANA PENGOBATAN MALARIA PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD ULIN BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN PERIODE TAHUN

ANALISIS BIAYA DAN TATALAKSANA PENGOBATAN MALARIA PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD ULIN BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN PERIODE TAHUN ANALISIS BIAYA DAN TATALAKSANA PENGOBATAN MALARIA PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD ULIN BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN PERIODE TAHUN 20062009 COST ANALYSIS AND MALARIA THERAPY FOR HOSPITALIZED PATIENT IN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat inflamasi pada ruang subarachnoid yang dibuktikan dengan pleositosis cairan serebrospinalis

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif Medicine Tahun 201 ISBN: 978-602-196-2-8 Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2017 Kesehatan pissn eissn

Prosiding SNaPP2017 Kesehatan pissn eissn Prosiding SNaPP2017 Kesehatan pissn 2477-2364 eissn 2477-2356 GAMBARAN KLINIK PASIEN KANKER SERVIKS YANG MENDAPATKAN REGIMEN KEMOTERAPI CISPLATIN-VINKRISTIN-BLEOMISIN CLINICAL PICTURE OF CERVICAL CANCER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan. merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari (Astari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan. merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari (Astari, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Lansia (Lanjut usia) adalah sekelompok orang dengan usia lanjut yang mengalami proses penuaan yang terjadi secara bertahap dan merupakan proses alami yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang menempati urutan keempat dari semua jenis kanker ginekologi yang paling sering terjadi diseluruh dunia dan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization, 2014). Data proyek Global Cancer (GLOBOCAN) dari

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization, 2014). Data proyek Global Cancer (GLOBOCAN) dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan salah satu bentuk kanker pada perempuan yang paling mematikan di dunia tetapi paling mudah untuk dicegah ( World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada jaringan payudara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada jaringan payudara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah pertumbuhan sel yang abnormal pada jaringan payudara seseorang, yang bersifat buruk, sifat tumbuhnya sangat cepat, merusak, menyebar dan menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pneumonia, mendapatkan terapi antibiotik, dan dirawat inap). Data yang. memenuhi kriteria inklusi adalah 32 rekam medik. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini mengevaluasi tentang penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 79 rekam

Lebih terperinci

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013 JULI 2014 Lisa Citra N. Kuluri 1), Fatimawali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL. Isolat Pseudomonas aeruginosa BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : Isolat Pseudomonas aeruginosa

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48

BAB 6 PEMBAHASAN. pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 BAB 6 PEMBAHASAN VAP (ventilatory acquired pneumonia) adalah infeksi nosokomial pneumonia yang terjadi pada pasien dengan bantuan ventilasi mekanik setelah 48 jam. 4,8,11 Insiden VAP bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 18 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang (Cross Sectional). Pengambilan data secara retrospektif terhadap data sekunder berupa catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA CARCINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2012-DESEMBER 2013 Bram Adhitama, 2014 Pembimbing I : July Ivone, dr, MKK.MPd.Ked Pembimbing II : Cherry Azaria,dr.

Lebih terperinci

Demam neutropenia adalah apabila suhu

Demam neutropenia adalah apabila suhu Artikel Asli Etiologi Demam Neutropenia pada Anak dengan Rondinelli Adrieanta, Endang Windiastuti, Setyo Handryastuti Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Ubiversitas Indonesia/Rumah Sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah keganasan yang terjadi pada sel-sel yang terdapat pada jaringan payudara, bisa berasal dari komponen kelenjarnya (epitel maupun lobulusnya) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker payudara merupakan salah satu kanker dengan insidensi terbanyak, terutama pada wanita. Perkembangan terapi banyak dilakukan untuk meningkatkan survival

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom respons inflamasi sistemik atau yang lebih dikenal dengan istilah systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons inflamasi tubuh yang

Lebih terperinci

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di negara maju, penyakit kronik tidak menular (cronic

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL DAN APLIKASI UNTUK PENGUKURAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER PAYUDARA OPERABLE DI RS KANKER DHARMAIS

PENGEMBANGAN MODEL DAN APLIKASI UNTUK PENGUKURAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER PAYUDARA OPERABLE DI RS KANKER DHARMAIS PENGEMBANGAN MODEL DAN APLIKASI UNTUK PENGUKURAN KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER PAYUDARA OPERABLE DI RS KANKER DHARMAIS OLEH DR DRA AGUSDINI BANUN SAPTANINGSIH, APT MARS Masalah dalam dunia kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Penyakit Saraf. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian Rekam Medik RSUP Dr. Kariadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah penyakit mengancam jiwa yang disebabkan oleh reaksi tubuh yang berlebihan terhadap infeksi. Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif. berbentuk batang. Enterobacter sp. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacter sp. merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang. Enterobacter sp. ini sering menyebabkan infeksi saluran kemih, berhubungan erat dengan trauma dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien menjalani proses perawatan lebih dari 48 jam, namun pasien tidak menunjukkan gejala sebelum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for

BAB I PENDAHULUAN. pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting pada perempuan. Menurut riset yang dilakukan oleh International Agency for Reasearch on Cancer (IARC)

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejadian HAIs 2.1.1 Definisi Menurut definisi dari WHO (World Health Organization) HAIs (Healthcare Associated Infections) atau HAIs merupakan infeksi pada pasien di rumah sakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proporsi usia lanjut (WHO, 2005, pp. 8-9). Di Indonesia, data survei kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proporsi usia lanjut (WHO, 2005, pp. 8-9). Di Indonesia, data survei kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia sebagai penyebab utama kedua kematian di negara maju dan di antara tiga penyebab utama kematian di negara

Lebih terperinci

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP KANKER PAYUDARA PADA KULTUR SEL T47D

ABSTRAK. PENGARUH EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP KANKER PAYUDARA PADA KULTUR SEL T47D ABSTRAK PENGARUH EKSTRAK JAHE (Zingiber officinale) TERHADAP KANKER PAYUDARA PADA KULTUR SEL T47D Jimmy, 2011, Pembimbing I : Hana Ratnawati, dr., M.Kes., PA(K) Pembimbing II : David Gunawan, dr. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tahun dan penyebab kematian kedua pada kelompok anak usia 5-14 tahun (Minino

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. tahun dan penyebab kematian kedua pada kelompok anak usia 5-14 tahun (Minino BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kanker merupakan penyakit keganasan yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar. Penyakit kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 8,2 juta orang. Berdasarkan Data GLOBOCAN, International Agency BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit tidak menular yang ditandai dengan pertumbuhan sel tidak normal/terus-menerus dan tidak terkendali yang dapat merusak jaringan sekitarnya serta

Lebih terperinci

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3 INTISARI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DAN PNEUMONIA SERTA TB PARU STUDI DESKRIPTIF PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DI RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2013 Lisa Ariani 1 ; Erna

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian di sub bagian Pulmologi, bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr Kariadi 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, imunologi, dan mikrobiologi RSUP dr.kariadi Semarang

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak, imunologi, dan mikrobiologi RSUP dr.kariadi Semarang BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ilmu Kesehatan Anak, imunologi, dan mikrobiologi RSUP dr.kariadi Semarang 4.2 Rancangan, Jenis dan Desain penelitian Penelitian menggunakan rancangan/metoda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGOBATAN DEMAM TIFOID ANAK MENGGUNAKAN KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON DI RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2001 2002

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGOBATAN DEMAM TIFOID ANAK MENGGUNAKAN KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON DI RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2001 2002 ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA PENGOBATAN DEMAM TIFOID ANAK MENGGUNAKAN KLORAMFENIKOL DAN SEFTRIAKSON DI RUMAH SAKIT FATMAWATI JAKARTA TAHUN 2001 2002 Lili Musnelina 1, A Fuad Afdhal 1, Ascobat Gani 2, Pratiwi

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1 Ruang lingkup keilmuan Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang ilmu Mikrobiologi Klinik dan ilmu penyakit infeksi. 4.1.2 Ruang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015. 25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dan bersifat deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan melakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

STUDI TERAPI ANTIBIOTIK PADA PASIEN HOSPITAL- ACQUIRED PNEUMONIA DIKAITKAN DENGAN BIAYA DI RSUD DR.SOETOMO SURABAYA

STUDI TERAPI ANTIBIOTIK PADA PASIEN HOSPITAL- ACQUIRED PNEUMONIA DIKAITKAN DENGAN BIAYA DI RSUD DR.SOETOMO SURABAYA STUDI TERAPI ANTIBIOTIK PADA PASIEN HOSPITAL- ACQUIRED PNEUMONIA DIKAITKAN DENGAN BIAYA DI RSUD DR.SOETOMO SURABAYA REVICHA ANGGRAINI 2443013301 PROGRAM STUDI S1 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA

Lebih terperinci

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3 INTISARI GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DENGAN DIAGNOSIS TB PARU DENGAN ATAU TANPA GEJALA HEMAPTO DI RSUD ULIN BANJARMASIN PADA TAHUN 2013 Ari Aulia Rahman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker yang sering terjadi pada anak adalah leukemia, mencapai 30%-40% dari seluruh keganasan. Insidens leukemia mencapai 2,76/100.000 anak usia 1-4 tahun (Permono,

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA ANTIBIOTIK PADA TERAPI PNEUMONIA PASIEN BPJS ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN

ANALISIS BIAYA ANTIBIOTIK PADA TERAPI PNEUMONIA PASIEN BPJS ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN ANALISIS BIAYA ANTIBIOTIK PADA TERAPI PNEUMONIA PASIEN BPJS ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2014-2015 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi Oleh:

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran nafas akut yang sering ditemukan dalam masyarakat, mencangkup common cold sampai dengan pneumonia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002,

BAB I PENDAHULUAN. satu penyebab kematian utama di dunia. Berdasarkan. kematian tertinggi di dunia. Menurut WHO 2002, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah invasi dan multiplikasi mikroorganisme atau parasit dalam jaringan tubuh (1). Infeksi tidak hanya menjadi masalah kesehatan bagi Indonesia bahkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita

BAB I PENDAHULUAN. dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling sering ditemui dikalangan wanita sedunia, meliputi 16% dari semua jenis kanker yang diderita oleh kaum wanita dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. dari saluran pencernaan yang berfungsi menyerap sari makanan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker kolorektal didefinisikan sebagai tumor ganas yang terjadi pada kolon dan rektum. Kolon berada di bagian proksimal usus besar dan rektum di bagian distal

Lebih terperinci

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik Dra. Magdalena Niken Oktovina,M.Si.Apt. Farmasi klinik Instalasi Farmasi dan Anggota Sub.Komite Program Pengendalian Resistensi Antibiotik Abstrak

Lebih terperinci

Kloramefenikol Cost Effectiveness Analisys And Seftriakson In The Treatment Of Typhoid Fever Patients In Inpatient RSUD.Abdul Moeloek In 2011

Kloramefenikol Cost Effectiveness Analisys And Seftriakson In The Treatment Of Typhoid Fever Patients In Inpatient RSUD.Abdul Moeloek In 2011 Analisis Efektivitas Biaya Dan Pada Pengobatan Pasien Demam Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD.Abdul Moeloek Tahun 2011 Yusrizal Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes Tanjungkarang Abstrak Pengobatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. belahan dunia. Data International Agency for Research on Cancer (IARC) GLOBOCAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. belahan dunia. Data International Agency for Research on Cancer (IARC) GLOBOCAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker payudara masih merupakan masalah kesehatan utama dalam sepuluh tahun terakhir dengan kecenderungan peningkatan angka kejadian yang signifikan di berbagai

Lebih terperinci

*) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. **) Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

*) Alumni Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro. **) Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro ANALISIS DESKRITIF LAMA PERAWATAN, KARAKTERISTIK PASIEN DAN PEMBIAYAAN PADA KASUS HEMATOLOGI DENGAN TINDAKAN KEMOTERAPI PASIEN BPJS NON PBI PADA TAHUN 2015 DI RSUP DR KARIADI SEMARANG Dwi Ratna Yuliyanti

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci