APLIKASI GIS UNTUK PEMETAAN POLA ALIRAN AIR TANAH DI KAWASAN BOROBUDUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "APLIKASI GIS UNTUK PEMETAAN POLA ALIRAN AIR TANAH DI KAWASAN BOROBUDUR"

Transkripsi

1 DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA DIREKTORAT JENDERAL SEJARAH DAN PURBAKALA LAPORAN HASIL KAJIAN APLIKASI GIS UNTUK PEMETAAN POLA ALIRAN AIR TANAH DI KAWASAN BOROBUDUR OLEH : Fr. Dian Ekarini, S.Si. Achmat Chabib Santoso Irawan Setiyawan BALAI KONSERVASI PENINGGALAN BOROBUDUR MAGELANG 2009

2 Halaman Pengesahan Laporan Kajian APLIKASI GIS UNTUK PEMETAAN POLA ALIRAN AIR TANAH DI KAWASAN BOROBUDUR Tim Pelaksana : Ketua : Fr. Dian Ekarini, S.Si / / III a Anggota : Achmat Chabib Santoso / / II b Irawan Setiyawan / / II a Jangka Waktu Pelaksanaan : 4 bulan Sumber Anggaran : DIPA Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Mengetahui/Menyetujui Kepala BKPB Borobudur, Desember 2009 Ketua Tim Pelaksana Drs. Marsis Sutopo, M.Si NIP Fr. Dian Ekarini, S.Si NIP ii

3 DAFTAR ISI Halaman Judul... i Halaman Pengesahan... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel... v Daftar Gambar... vi Abstrak... vii Abstract... viii BAB I. PENDAHULUAN A. Dasar... 1 B. Latar Belakang Masalah... 1 C. Rumusan Masalah... 2 D. Tujuan... 3 E. Manfaat... 3 F. Ruang Lingkup Penelitian... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori... 4 B. Tinjauan Pustaka C. Kerangka Pikir BAB III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan B. Metode Pelaksanaan BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Daerah Penelitian A.1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian A.2. Curah Hujan A.3. Temperatur A.4. Kondisi Geologi A.5. Kondisi Sosial Penduduk B. Data Penelitian C. Pembahasan/Analisis Data BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran iii

4 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iv

5 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perlapisan Tanah Dasar Candi Borobudur Tabel 2. Data Curah Hujan di Wilayah Borobudur Tahun Tabel 3 Banyaknya Hari Hujan di Wilayah Borobudur Tahun Tabel 4 Data Temperatur Udara Bulanan Tahun Tabel 5 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah Tahun Tabel 6 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun Tabel 7 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Km 2 Tahun Tabel 8 Sampel Sumur Penduduk v

6 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Siklus Hidrologi di Bumi... 4 Gambar 2. Tipe-tipe Akuifer... 5 Gambar 3 Akuifer Melayang (Perched Aquifer)... 6 Gambar 4 Distribusi Air Bawah Permukaan... 8 Gambar 5 Zona Jenuh dan Tidak Jenuh... 8 Gambar 6 (1).A. Sungai efluen, (1).B. Gambar kontur air tanah sungai efluen (2).A. Sungai influen, (2).B. Gambar kontur air tanah sungai influen. 9 Gambar 7 Penampang Tanah Bukit Candi Borobudur Gambar 8 Sistem Aplikasi GIS Gambar 9 Bagan Alir Penelitian Gambar 10 Contoh Pembuatan Perkiraan Arah Aliran Air Tanah Gambar 11 LokasiTitik-titik Sumur Penduduk Gambar 12 Grafik Kedalaman Muka Air Tanah Gambar 13 Peta Sebaran Sampel Sumur Penduduk Gambar 14 Peta Kontur Kedalaman Muka Air Tanah Kawasan Borobudur Gambar 15 Peta Kontur Air Tanah Kawasan Borobudur Gambar 16 Peta Pola Aliran Air Tanah Kawasan Borobudur vi

7 ABSTRAK Candi Borobudur merupakan warisan nenek moyang yang harus dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Unesco telah menetapkan Candi Borobudur masuk ke dalam WHL (World Heritage List) sebagai Warisan Budaya Dunia (World Cultural Heritage) dengan nomor 348 tertanggal 13 Desember 1991 dan kemudian diperbaharui menjadi nomor 592 tahun 1991, yang harus dilindungi oleh masyarakat dunia. Begitu banyak permasalahan dan tantangan yang harus dihadapi dalam melestarikan Candi Borobudur. terutama masalah air karena tempatnya yang terbuka. Setelah pemugaran kedua Candi Borobudur yang dilakukan oleh perintah Indonesia kerjasama dengan Unesco pada tahun , telah mulai dilakukan pemantauan/monitoring dan evaluasi terhadap hasil pemugaran termasuk salah satunya adalah mengenai masalah kondisi air bawah Candi Borobudur. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pola aliran air tanah di kawasan Candi Borobudur dengan memanfaatkan GIS (Geographic Information System). Dengan diketahuinya pola aliran air tanah ini dapat dijadikan acuan dikemudian hari untuk penelitian-penelitian lanjutan yang berhubungan dengan air tanah, contohnya adalah masalah pencemaran. Lokasi yang diambil untuk penelitian ini adalah Zona III Candi Borobudur yang merupakan tempat terdekat dengan Candi Borobudur yang berupa zona pengembang yang diperuntukkan bagi kawasan pemukiman penduduk, sehingga bisa diambil sampel sumurnya untuk penelitian. Setelah kegiatan observasi di lapangan selesai, dilanjutkan pengolahan data dengan komputer menggunakan software AcrGIS 9.3 dan ArcView 3.3 untuk mendapatkan hasil peta kontur muka air tanah/kedalaman air tanah, peta kontur air tanah dan peta pola aliran air tanah di kawasan Borobudur. Dari peta kedalaman air tanah dapat diperkirakan kedalaman air tanah di komplek Candi Borobudur adalah 21,5-22 meter di bawah halaman candi. Di sekitar Candi Borobudur dapat diketahui pola aliran air tanahnya yaitu dari barat laut mengalir menuju ke arah tenggara sampai Sungai Progo. Selain itu dari penelitian ini, 2 sungai yang ada di lokasi penelitian yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo masing-masing mempunyai 2 sifat aliran yaitu aliran efluen (sungai mendapat aliran air dari air tanah) dan influen (sungai memberi air kepada air tanah). vii

8 ABSTRACT Borobudur Temple is an ancestor s heritage which must be preserved its existence. UNESCO has decided that Borobudur temple includes in WHL (World Heritage List) as World Cultural Heritage, number 348 on 13th of December 1991 and it is renewed into number 592 in There are so many problems and challenges which must be encountered to preserve Borobudur Temple, especially in case of water problem because its place is outdoor. After the second restoration which is done by Indonesian Government with the help of UNESCO in , it has done monitoring and evaluation to the result of restoration. One of them is about the problem of water condition under Borobudur Temple. This research is intended to know the ground water flow model in Borobudur Temple area by using GIS (Geographic Information System). By knowing this ground water flow model, it ican be used as the reference for the other researches related to the ground water, for example pollution problem. The location for this research is Zona III in Borobudur Temple which is the closest area of Borobudur Temple which is the development zone for the population resident, so that it can be taken the sample of well for the research. After field observation is finished, it is continued with data tabulation by computer using AcrGIS 9.3 and ArcView 3.3 for obtaining the result of contour mapping of surface ground water/ the depth of ground water, the contour mapping of ground water and the ground water flow model in Borobudur Area. From the map of ground water depth, it can be assumed that the depth of groung water in Borobudur Temple is meters under the temple yard. Around Borobudur Temple, it can be known that the ground water flow model comes from the North West to South East to Progo river. Besides, from this research, 2 rivers which include in the research area which are Progo river and Elo river, each of them has 2 flow characteristics namely efluen flow (river gets the water flow from the ground water) and influen flow (river gives water to the ground water). viii

9 BAB I. PENDAHULUAN A. Dasar 1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya; 2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Th. 1992; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 4. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : PM.40/OT.001/MKP-2006 Tanggal 7 September 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Konservasi Peninggalan Borobudur; 5. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor : KM.57/KP.101/MKP/2008 Tanggal 31 Desember 2008 tentang Penunjukan Pejabat Pelaksana Anggaran Tahun 2009 pada Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Lingkungan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata; 6. DIPA Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Tahun 2009 No / /XIII/2009 Tanggal 31 Desember B. Latar Belakang Masalah Candi Borobudur merupakan benda purbakala yang harus dilestarikan keberadaannya. Walaupun tidak termasuk salah satu keajaiban dunia namun Candi Borobudur menjadi World Heritage List (Daftar Warisan Dunia) dan secara kontinyu terus dipantau oleh UNESCO. Candi Borobudur terletak di Dusun Ngaran, Desa Borobudur, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Letaknya yang di atas bukit, sangat terbuka dan rawan terjadi kerusakan. Setelah pemugaran Candi Borobudur yang kedua tahun hasil kerjasama dari pemerintah Indonesia dengan UNESCO, mulai dilakukan pemantauan/monitoring dan evaluasi terhadap hasil pemugaran termasuk salah satunya adalah mengenai kondisi air bawah Candi Borobudur. Untuk mencegah dan menghindari rusaknya struktur candi yang diakibatkan oleh air tanah maka penting untuk dilakukan penelitian terhadap kondisi air tanah di bawah candi. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan salah satu sumber daya air yang keberadaannya 1

10 terbatas dan kerusakannya dapat mengakibatkan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan. Penyembuhan atau pengisian kembali air yang ada dalam tanah ini berlangsung akibat curah hujan, yang sebagian meresap ke dalam tanah, tergantung pada jenis tanah dan batuan yang mengalasi suatu daerah serta besarnya curah hujan yang meresap ke dalam bumi dalam jumlah besar atau kecil. Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun untuk kepentingan industri. Kerusakan sumber daya air tidak dapat dipisahkan dari kerusakan di sekitarnya seperti kerusakan lahan, vegetasi dan tekanan penduduk. Ketiga hal tersebut saling berkaitan dalam mempengaruhi ketersediaan sumber air. Kondisi tersebut di atas tentu saja perlu dicermati secara dini, agar tidak menimbulkan kerusakan air tanah di kawasan sekitarnya. Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya permasalahan kerusakan air tanah ini adalah : 1. Pertumbuhan industri yang pesat di suatu kawasan disertai dengan pertumbuhan pemukiman akan menimbulkan kecenderungan kenaikan permintaan air tanah. 2. Pemakaian air beragam sehingga berbeda dalam kepentingan, maksud serta cara memperoleh sumber air. 3. Perlu perubahan sikap sebagian besar masyarakat yang cenderung boros dalam penggunaan air serta melalaikan unsur konservasi. Adanya krisis air akibat kerusakan lingkungan, perlu suatu upaya untuk menjaga keberadaan/ketersediaan sumber daya air tanah salah satunya dengan memiliki suatu sistem monitoring penggunaan air tanah yang dapat divisualisasikan dalam data spasial dan atributnya. Dikarenakan selama ini tidak tersedia alat pemantau kondisi air tanah di lingkungan Candi Borobudur maka studi kali ini mengambil sampel air tanah penduduk di sekitar candi yaitu di sumur-sumur penduduk pada zona 3 yang mempunyai radius kurang lebih 3 km dari as candi. C. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang ada dapat dibuat rumusan masalah yaitu bagaimanakah pola aliran air tanah di kawasan Borobudur dengan memanfaatkan GIS (Geographic Information System). 2

11 D. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian/studi pada kali ini adalah memanfaatkan GIS (Geographic Information System) untuk mengetahui pola aliran air tanah di kawasan Borobudur. E. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian kali ini adalah untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang membutuhkan data tentang pola aliran air tanah di sekitar Candi Borobudur dan terutama kepada Balai Konservasi Peninggalan Borobudur untuk melakukan analisa selanjutnya dalam rangka melestarikan situs purbakala ini. F. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup studi ini adalah observasi lapangan dengan memanfaatkan GIS untuk memetakan pola aliran air tanah di kawasan Borobudur dengan mengukur koordinat x, y dan kedalaman air sumur penduduk yang ada di zona 3. Dipilihnya zona 3 sebagai lingkup penelitian karena zona 3 merupakan zona yang dihuni oleh penduduk sekitar dan dekat dengan Candi Borobudur yaitu mempunyai radius 3 km dan seluas kurang lebih 10,1 km 2, sehingga diestimasikan mampu untuk merepresentasikan pola aliran air tanah di kawasan Candi Borobudur. 3

12 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori A. 1. Air Tanah Siklus hidrologi memegang peranan penting dalam penelusuran asal muasal air tanah. Sumber daya air tanah bersifat dapat diperbaharui (re-newable) secara alami, karena air tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus hidrologi di bumi. Kejadian dan pergerakan air tanah bergantung pada kondisi fisik dan geologi setempat. Aliran air tanah merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi yang komplek. Dalam kenyataannya terdapat faktor pembatas yang mempengaruhi pemanfaatannya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Dari segi kuantitas, air tanah akan mengalami penurunan kemampuan penyediaan apabila jumlah yang diturap melebihi umpan (ketersediaannya). Curah hujan merupakan sumber utama dari air tanah selain sumber-sumber yang lain. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi tidak seluruhnya mengalir sebagai aliran permukaan yang menuju ke sungai akan tetapi sebagian akan meresap ke dalam tanah melalui infiltrasi atau perkolasi sebagai umpan air tanah. Jumlah bagian air hujan yang masuk ke dalam tanah dipengaruhi oleh kondisi geologi, topografi, penggunaan lahan dan penutup lahan serta faktor laiinya. Oleh karena itu curah hujan bukan merupakan faktor utama yang mementukan potensi air tanah. Dengan kata lain daerah yang curah hujannya tinggi belum tentu mempunyai potensi air tanah yang tinggi pula. Gambar 1. Siklus Hidrologi di Bumi. 4

13 Air tanah terdapat dalam beberapa tipe formasi geologi, salah satu yang penting adalah aquifer, yaitu formasi batuan yang dapat menyimpan maupun meluluskan air (Todd 1980;25). Formasi jenis ini merupakan suatu formasi yang tembus air (permeable) yang merupakan struktur dimana dimungkinkan adanya gerakan air yang melaluinya dalam kondisi medan (field condition) biasa. Sebaliknya formasi yang tidak dapat tembus air (impermeable) dinamakan aquiclude. Formasi ini mengandung air tapi tidak dimungkinkan adanya gerakan air yang melaluinya, misal tanah liat. Formasi lain yang benar-benar tidak mampu menyimpan dan mengalirkan air, atau apabila mampu hanya sangat kecil disebut aquifuge, termasuk didalamnya lapisan granit yang keras. Selain itu ada yang namanya aquitard yaitu formasi yang dapat dijenuhi air, tapi merupakan stratum yang mempunyai permeabilitas sangat kecil. Formasi ini mampu menerima dan menyimpan air tetapi tidak dapat memberi air dalam keadaan biasa, mampu memberi air bila padanya diberikan tekanan atau gaya tekan yang kuat. Sifat akuifer untuk dapat menyimpan air tanah disebut dengan kesarangan/porositas (porosity), sedang sifat akuifer untuk melalukan/meluluskan air tanah disebut dengan permeabilitas (permeability) (Todd, 1980). Kedua sifat akuifer inilah yang berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah pada suatu mintakat geologi, karena air tanah berada diantara rongga-rongga dalam lapisan batuan tersebut. Batuan mempunyai pori-pori dimana air tanah terdapat dan bergerak melaluinya. Kapasitas penyimpanan atau cadangan air suatu bahan ditunjukkan dengan porositas (kesarangan) yang merupakan nisbah volume rongga atau pori-pori terhadap total volume batuan. Gambar 2. Tipe-tipe Akuifer 5

14 Untuk menerangkan kedapatan air tanah memerlukan suatu ulasan tentang dimana dan bagaimana air tanah terdapat dan juga perlu diambil perkiraan distribusi di bawah permukaan. Dalam hal ini dikenal zona-zona geologi yang penting terhadap air tanah yaitu struktur batuan yang mampu menampung atau mengeluarkan air. Dengan kata lain geologi mempunyai arti penting dalam hidrologi air tanah (Todd, 1980). Berdasarkan kedudukannya dalam formasi geologi maka air tanah dikelompokkan ke dalam 4 jenis yaitu : 1. Air tanah bebas, adalah air tanah yang terdapat pada akuifer bebas (unconfined aquifer), yaitu di atas lapisan geologi yang kedap air (confined aquifer atau aquiclude) sampai pada batas permukaan air tanah (water table) di bawah permukaan tanah. 2. Air tanah tertekan adalah air tanah yang terdapat diantara 2 lapisan yang kedap air (aquiclude-aquiclude). 3. Air tanah semi tertekan disebut pula akuifer bocor (leacky aquifer) yaitu air tanah yang dibatasi oleh lapisan kedap di bawah (aquiclude) dengan lapisan agak kedap (semi confined aquifer atau aquitard) di bagian atas. 4. Selain itu ada yang namanya akuifer melayang (perched aquifer) yang merupakan akuifer lokal yang berada di atas water table, karena tertampungnya air diatas lapisan kedap (aquiclude) berupa lensa-lensa lempung. Gambar 3. Akuifer Melayang (Perched Aquifer) Secara umum air tanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan. Lapisan di dalam bumi yang mudah dapat membawa atau menghantarkan air disebut lapisan pembawa air, pengantar air atau akuifer. Penghantar yang baik biasanya adalah lapisan pasir dan kerikil, atau di daerah tertentu, lava dan batu gamping. Air tanah akan bergerak dari tekanan tinggi menuju ke 6

15 tekanan rendah. Perbedaan tekanan ini secara umum diakibatkan oleh gaya gravitasi (perbedaan ketinggian antara daerah pegunungan dengan permukaan laut), adanya lapisan penutup yang impermeable di atas lapisan akifer, gaya lainnya yang diakibatkan oleh pola struktur batuan atau fenomena lainnya yang ada di bawah permukaan tanah. Pergerakan ini secara umum disebut gradien aliran air tanah (potentiometrik). Secara alamiah pola gradien ini dapat ditentukan dengan menarik kesamaan muka air tanah yang berada dalam satu sistem aliran air tanah yang sama. Lapisan permeabel adalah lapisan tanah yang didalamnya memungkinkan bagi air untuk bergerak secara leluasa, baik itu bergerak vertikal dari atas ke bawah pada saat meresap atau bergerak secara horisontal. Aliran air tanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan. Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeable). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang sering kali disebut sebagai daerah luahan air tanah (discharge zone). Pada gambar 4. memperlihatkan distribusi air bawah tanah. Pada zona tidak jenuh (unsaturated zone), terlihat pori-pori batuan terisi oleh udara dan pada zona jenuh (saturated zone), pori-pori batuan terisi penuh oleh air (lihat gambar 5). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran air tanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone). Dalam perjalanannya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akifer yang diatasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeable), hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah lapisan penutup dan air tanah yang berada diatasnya. Perubahan tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya. Air tanah tertekan/air tanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis (artesian well). Batas atas air tanah bebas disebut muka air tanah (water table), yang sekaligus merupakan batas lajur jenuh. Menurut tempatnya, air tanah bebas dapat dijumpai pada kedalaman yang berbeda-beda. 7

16 Gambar 4. Distribusi Air Bawah Permukaan Gambar 5. Zona Jenuh dan Tidak Jenuh Permukaan air tanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Jika suatu saluran aliran berhubungan langsung dengan air tanah pada suatu akuifer bebas, aliran tersebut dapat menerima atau memberikan air kepada air tanah, tergantung pada permukaan air nisbi. Terdapat 3 tipe sungai yang diklasifikasikan menurut permukaan air nisbi : 8

17 1. Sungai Efemeral, yang hanya mengalir setelah terjadinya hujan badai yang menghasilkan limpasan permukaan yang memadai. Permukaan air tanah selalu berada di bawah dasar sungai. 2. Sungai Intermitten (terputus), yang mengalir selama musim penghujan saja. Permukaan air tanah berada di atas dasar sungai hanya selama musim-musim hujan. Pada musim-musim kemarau, permukaan tersebut berada di bawah dasar sungai. 3. Sungai Perenial (sungai permanent), mengalir sepanjang tahun dengan debit-debit yang lebih tinggi selama musim-musim penghujan. Permukaan air tanah selalu berada di atas dasar sungai. Klasifikasi yang berlainan dimungkinkan menurut pemberian air tanah kepada dasar sungai, yaitu : 1. Sungai efluen, yaitu sungai yang menerima air dari air tanah. 2. Sungai influen, yaitu sungai yang mengeluarkan air kepada air tanah (Ersin Seyhan, 1977). (1) (2) Gambar 6. (1).A. Sungai efluen, (1).B. Gambar kontur air tanah sungai efluen. (2).A. Sungai influen, (2).B. Gambar kontur air tanah sungai influen. Tanah yang ditumbuhi oleh rerumputan dan tumbuh-tumbuhan memiliki lebih banyak rongga dan pori-pori terbuka di permukaannya dibandingkan tanah yang sudah tertutup bangunan dan aspal jalan raya. Itulah sebabnya bila turun hujan, air hujan bisa 9

18 meresap ke bawah tanah dengan mudah dan cepat sehingga dapat meninggikan water table. Suatu kawasan dimana air hujan mudah meresap ke bawah tanah di sebut kawasan resapan air atau disebut juga kawasan konservasi air. Manusia mengambil air tanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apabila pengambilan air tidak melebihi masukan alam (natural recharge) ke dalam akuifer, secara kuantitas air tanah pada akuifer itu masih seimbang, tapi ada kemungkinan pemakaian air tanah yang berlebihan sehingga melebihi masukan alami ke dalam akuifer. Dampak negative sebagai akibat pengambilan air tanah secara berlebihan adalah rusaknya tata air tanah pada daerah yang bersangkutan. Sesuai dengan penelitian-penelitian tanah dasar pada tahapan terdahulu, maka diketahui bahwa bangunan Candi Borobudur berintikan bukit yang terdiri dari tanah dan batuan. Tanah atau batuan dimana Candi Borobudur tersebut didirikan selanjutnya dinamakan tanah dasar atau tanah fondasi, karena seluruh bangunan candi diletakkan di atasnya. Tanah dasar ini dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu : 1). Tanah urug; 2). Tanah asli, yaitu tanah yang membentuk bukit asli. Golongan ini selanjutnya dapat dibagi lagi dalam beberapa horizon. Tanah asli Tabel 1. Perlapisan tanah dasar Candi Borobudur Golongan Tebal (m) Keterangan Litologi Urug 0,5 8,5 Lempungpasiran, pasir, berwarna coklat tua, sering mengandung fragmen-fragmen andesit runcing atau membulat 2-6 cm. Horison A 1,5 13,5 Lempung pasiran atau pasir lempungan, berwarna coklat tua sampai kehitam-hitaman, agak lekat dan agak kenyal, kadang-kadang gembur. Lempungpasiran berwarna coklat kemerah-merahan Horison B 0,5 3,5 atau coklat kuning (merah bata), agak lekat dan kenyal. Pasir tufa berbutir sedang, berwarna kuning keputihputihan, Horison C > 13,5 tidak lekat dan tidak kenyal. Mengandung batuan beku. Sumber : Sampurno, 1969 Pada saat pemugaran kedua Candi Borobudur, dilakukan pemboran di candi untuk mendapatkan data deskripsi dari tubuh tanah candi, seperti tampak pada tabel 1. 10

19 Seluruh pengeboran tersebut tidak sampai pada muka air tanah yang memang terletak agak dalam. Gambar 7. Penampang Tanah Bukit Candi Borobudur Pemboran inti yang dilakukan telah dilengkapi dengan pengamatan permeabilitas lapangan pada beberapa macam tanah dan horizon. Hal ini dapat dilakukan baik dengan jalan mengukur pada permukaan langsung, ataupun harus digali lebih dahulu untuk mendapatkan horizon yang dikendaki. Hasil pengamatan tersebut umumnya memperlihatkan bahwa tanah horizon A mempunyai permeabilitas terbesar, menyusul kemudian horizon C dan yang mempunyai permeabilitas terkecil adalah horizon B. Horison B dengan demikian merupakan tanah/batuan yang hampir impermeabel atau setidak-tidaknya sangat sukar ditembus air. Permeabilitas yang kecil dari horizon B menyebebkan air yang telah lolos merembes melalui tanah urug dan horizon A selanjutnya akan tertahan oleh horizon B yang impermeabel dan akan melanjutkan perjalanannya mengukuti permukaan horizon B kearah luar. Dari sifat impermeabel horizon B ini dibeberapa tempat mengakibatkan kadar air dari tanah yang terletak di 11

20 atasnya (horizon A) pada umumnya lebih besar dari kadar air di horizon B sendiri. Semua air yang dikandung oleh segala macam tanah tersebut di atas terdapat dalam zona aeration dan terletak di atas zone saturasi (zona kenyang). Besar kemungkinannya air tersebut adalah air kapiler (Sampurno, 1969). Berdasarkan Sampurno, Bukit Candi Borobudur dikelilingi oleh tanah datar yang berasal dari endapan banjir dan endapan alluvial sungai dan terdiri dari pasir dan lempung. Bangunan Candi Borobudur didirikan di atas sebuah bukit berbentuk memanjang berarah Barat Daya Timur menenggara dengan ukuran panjang kurang lebih 300 m dan lebar 100 m. Bukit ini mempunyai ketinggian kurang lebih 15 m diukur dari permukaan tanah datar disekitarnya dan mempunyai puncak yang rata. Ada dugaan bahwa puncak bukit candi adalah rata karena diratakan. Di dataran sekitar bukit terdapat sumur-sumur dengan air tawar yang dalamnya agak berbeda antara satu tempat dengan yang lain menurut tempatnya. Kedalaman rata-rata muka air tanah dari muka tanah adalah 7,5 m, contoh : a. Sumur di desa Sabrangrowo = 5,7 m. b. Sumur di sebelah utara candi = 9,5 m. c. Sumur si sebelah timur candi = 7,5 m. Keadaan tanah yang porous di tempat ini (dataran sekitar candi) dan kedalaman permukaan air tanah akan menyebabkan air hujan yang jatuh meresap dengan cepat ke dalam tanah, jika demikian air tanah tidak menganggu bangunan candi. A. 2. GIS (Geographic Information System) GIS (Geographic Information System) atau yang sering disebut SIG (Sistem Informasi Geografi) mulai dikenal pada awal 1980-an. Sejalan dengan berkembangnya perangkat komputer, baik perangkat lunak maupun keras, SIG berkembang sangat pesat pada era 1990-an. Secara harfiah, SIG dapat diartikan sebagai : suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasi, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis. Komponen utama SIG meliputi perangkat keras, perangkat lunak, data dan sumber daya manusia. Sedangkan elemen fungsional SIG meliputi pengambilan data, pemrosesan awal, pengelolaan data, manipulasi dan pembuatan output akhir. Informasi spasial (keruangan) memakai lokasi dalam suatu sistem koordinat, sebagai dasar referensinya. Karenanya SIG mempunyai kemampuan untuk 12

21 menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Aplikasi SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti : lokasi, kondisi, trend, pola dan pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya. Sebagaimana sistem komputer pada umumnya, SIG hanyalah sebagai alat yang mempunyai kemampuan khusus. Kemampuan sumber daya manusia untuk memformulasikan persoalan dan menganalisa hasil akhir sangat berperan dalam keberhasilan sistem SIG. Data spasial dalam bentuk digital seperti data hasil pengukuran lapangan dan data dari GPS bisa dimasukkan dalam sistem SIG. Pada intinya SIG membutuhkan data spasial dalam format tertentu untuk membedakan apakah data tersebut berupa point, line atau polygon. GPS, singkatan dari Global Positioning System (Sistem Pencari Posisi Global), adalah suatu jaringan satelit yang secara terus menerus memancarkan sinyal radio dengan frekuensi yang sangat rendah. Alat penerima GPS secara pasif menerima sinyal ini, dengan syarat bahwa pandangan ke langit tidak boleh terhalang, sehingga biasanya alat ini hanya bekerja di ruang terbuka. Alat penerima GPS akan bekerja jika ia menerima sinyal dari sedikitnya 4 buah satelit GPS, sehingga posisinya dalam 3 dimensi bisa dihitung. Sebetulnya GPS adalah suatu sistem yang dapat membantu kita mengetahui posisi koordinat dimana kita berada. Sedangkan untuk menerima sinyal yang dipancarkan oleh GPS, kita membutuhkan suatu alat yang dapat membaca sinyal tersebut. Yang biasa kita sebut sebagai GPS adalah sebenarnya merupakan alat penerima, karena alat ini dapat memberikan nilai koordinat dimana ia digunakan, maka keberadaan GPS merupakan terobosan besar bagi SIG. Aplikasi SIG telah banyak merambah pada sektor-sektor yang bersentuhan langsung dengan dinamika dan problematika kehidupan seperti masalah pengelolaan lingkungan, kependudukan, perencanaan wilayah, pertanahan, utility, pariwisata dan ekonomi, bisnis, marketing, perpajakan, telekomunikasi, biologi, hidrologi, pendidikan, pertambangan, transportasi, navigasi, kesehatan, militer dan sebagainya. Perangkat lunak yang mempunyai kemampuan untuk mendukung SIG banyak sekali, misalnya MapInfo, ArcInfo, ArcView, ArcCAD, ArcGIS, ArcMap, Ilwis, Erdas, Immager, ERMapper, ENVI, R2V, Sufer Idrisi, SPAN, River Tools AutoCAD dan lain-lain. SIG dalam pengertian sistem terdiri dari 3 sub-sistem utama : yaitu sub-sistem masukan, proses dan keluaran. Melalui paket sederhana ini dapat digambarkan secara sederhana aplikasi sistem dan fungsi dengan metode praktis sebagai berikut : 13

22 Input Proses Output Tabel Laporan Pengukuran Data Digital Peta Tematik Citra Satelit Foto Udara Input Storage Retrieval Processing Output Peta Tabel Laporan Informasi digital Data lain Gambar 8. Sistem Aplikasi SIG B. Tinjauan Pustaka Untuk menghindari struktur Candi Borobudur dari kerusakan yang diakibatkan oleh air tanah maka setelah pemugaran ke 2 tahun , dilakukan penelitian terhadap kondisi air tanah di bawah candi. Dari penelitian terhadap struktur geologi dan air tanah yang dilakukan sebelum pemugaran candi yang kedua, telah diketahui bahwa elevasi muka air tanah di komplek candi berkisar antara 20 m sampai dengan 25 m di bawah bidang halaman candi. Candi Borobudur terletak di atas bukit yang elevasinya lebih tinggi dari halaman candi, maka air tanah asli diperkirakan tidak berpengaruh terhadap struktur tubuh candi. Karena itu air yang berpengaruh terhadap struktur tubuh candi diperkirakan adalah air tanah yang berasal dari air hujan yang meresap ke dalam tanah bukit di bawah Candi Borobudur (Ir. Joko Luknanto, dkk, 2002). Dari hasil evaluasi yang telah dilakukannya diperkirakan bahwa air bawah tanah yang berasal dari air hujan dan air limpasan permukaan candi tidak membahayakan struktur candi karena tidak terjadi akumulasi air tanah yang secara terus menerus. 14

23 Beberapa penelitian yang telah dilaksanakan pada Candi Borobudur menyebutkan bahwa aspek dari air hujan menyebabkan adanya beberapa rembesan air pada dindingdinding candi, adanya kantong-kantong air yang tidak terdeteksi pada inklinometer dan adanya air tanah pada bukit candi yang kesemuanya itu akan berdampak negatif terhadap batuannya sendiri maupun terhadap stabilitas serta struktur pada Candi Borobudur (Ir. Hendy Soesilo, dkk, 2001). C. Kerangka Pikir Kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dalam bagan alir seperti tampak di bawah ini : Input berupa data lapangan : koordinaat x,y dengan alat GPS kedalaman air sumur penduduk Pengolahan data dengan GIS ArcGIS dan ArcView Output : Peta kontur muka air tanah/kedalaman air tanah Peta kontur air tanah Peta pola aliaran air tanah Analisis Kesimpulan Gambar 9. Bagan alir penelitian 15

24 BAB III. METODOLOGI A. Alat dan bahan Alat dan bahan yang diperlukan dalam studi ini meliputi : 1. Alat : GPS Magellan Triton 2000 Disto Meteran Baterai 2. Bahan : Citra Ikonos Tahun 2003 Peta RBI (Rupa Bumi Indonesia) wil. Borobudur 1: Peta RBI digital dari Bakosurtanal B. Metode Pelaksanaan Metode pelaksanaan pada studi kali ini dilakukan dengan observasi lapangan untuk memetakan sumur-sumur penduduk di zona 3 Candi Borobudur dengan menggunakan alat GPS Magellan. Dengan alat tersebut akan terekam semua data koordinat x, y dari titik-titik sampel yang diambil. Selain itu juga dilakukan pengukuran kedalaman muka air tanah sumur penduduk dengan menggunakan alat disto atau dengan manual menggunakan meteran. Untuk mengukur elevasi muka air tanah, karena data ketinggian tempat di kawasan zona 3 belum pernah dilakukan pengukuran secara terestris maka data ketinggian tempat menggunakan data sekunder yaitu data kontur tanah dari peta RBI digital keluaran Bakosurtanal tahun 2003 dengan skala 1 : Data selanjutnya diolah dengan komputer menggunakan perangkat lunak (software) ArcGIS 9.3 dan ArcView 3.3. Pada kawasan zona 3 ini akan diambil sampel sumur-sumur penduduk tiap dusun 1 sampel sumur untuk diukur koordinat dan kedalamannya. Dusun-dusun yang ada di kawasan zona 3 Candi Borobudur yang disurvai meliputi 46 dusun. Metode pelaksanaan pada studi kali ini meliputi : 1. Persiapan Mempersiapkan alat-alat yang diperlukan dan menentukan sampel titik-titik sumur penduduk yang akan diukur. 2. Observasi Lapangan Melakukan pengukuran pada sumur-sumur penduduk di zona 3 meliputi pengukuran koordinat x, y dengan alat GPS Magellan dan pengukuran kedalaman muka air tanah dengan disto atau manual dengan meteran. 16

25 3. Pengumpulan data dan entry data Mengumpulkan data-data hasil pengukuran lapangan dan entry data di komputer. 4. Pengolahan data dan analisis Pengolahan data dengan program software ArcGIS dan ArcView dengan output peta kontur muka air tanah/kedalaman air tanah, peta kontur air tanah dan peta pola aliran air tanah. Cara pengambilan sampel sumur penduduk dengan sistem Purposive Sampling (sampel dengan maksud) yaitu pengambilan sampel dilakukan hanya atas dasar petimbangan peneliti saja dan menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota sampel yang diambil. Setelah sumur-sumur tersebut diukur kemudian dilakukan entry data dilanjutkan pengolahan dengan software ArcGIS dan ArcView untuk mendapatkan peta kontur muka air tanah (kedalaman air tanah) dan peta kontur air tanah (dpal). Selanjutnya, dari peta kontur air tanah kemudian dibuat pola arah aliran air tanah dengan jalan membuat garis arah yang tegak lurus terhadap garis kontur, untuk lebih jelasnya lihat ilustrasi pembuatan perkiraan pola arah aliran air tanah di bawah ini (gambar 10.). Berdasarkan gambar 10. terdapat 3 titik sampel sumur yang diukur kedalamannya dari muka air laut, kemudian dari 3 titik sumur tadi ditarik garis dan diinterpolasi untuk mendapatkan garis kontur air tanah (garis yang menghubungkan titik-titik atau tempat yang mempunyai ketinggian muka air tanah yang sama). Dari garis kontur tersebut bisa dibuat garis arah aliran air tanah yang memotong tegak lurus terhadap garis kontur air tanah (90 o ). Dalam pembuatan peta kontur air tanah, dikarenakan data tentang ketinggian tanah dari muka air laut tidak tersedia maka untuk pembuatan peta tersebut menggunakan data sekunder yaitu dari peta RBI digital dari Bakosurtanal keluaran tahun 2003 dengan skala 1 :

26 Gambar 10. Contoh pembuatan perkiraan arah aliran air tanah 18

27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Daerah Penelitian A.1. Letak, Batas dan Luas Daerah Penelitian Candi Borobudur sejak tahun 1991 telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia yang harus dijaga kelestariannya. Upaya pelestarian kawasan Borobudur telah dilakukan dalam bentuk Masterplan Candi Borobudur yang salah satu bagiannya berisi tentang pembagian zonasi kawasan Borobudur (JICA, 1979) yang terbagi menjadi 5 zona yaitu : 1. Zona I, merupakan zona inti (Sanctuary area), dengan luas area kurang lebih km 2. Zona tersebut khusus diperuntukkan bagi perlindungan monumen dan lingkungannya. Di dalam zona ini tidak diperkenankan mendirikan bangunan dan fasilitas baru yang bertentangan dengan prinsip pelestarian. Fasilitas yang ada hanya berupa pos keamanan, penerangan listrik, pagar, sistem drainase yang semuanya bertujuan untuk perlindungan dan pelestarian Candi Borobudur. Zona I ini dikelola oleh Direktorat Jendral Kebudayaan. 2. Zona II, merupakan zona taman wisata arkeologi, menyediakan fasilitas taman dan perlindungan lingkungan sejarah dengan luas area kurang lebih 0.87 km 2. Pada zona ini dapat diberi fasilitas baru namun harus dibatasi jumlahnya, misalnya museum, tempat parkir, toilet, tempat ibadah, warung cinderamata dan loket karcis. Zona ini dikelola oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur dan Prambanan. 3. Zona III, merupakan zona pengembangan (Development zone) dengan luas area kurang lebih 10 km 2. Zona ini merupakan kawasan pemukiman terbatas, daerah pertanian, jalur hijau dan fasilitas khusus dalam rangka menunjang kelestarian Candi Borobudur. Zona III ini dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Magelang. 4. Zone IV, merupakan zona perlindungan kawasan bersejarah (Historical scenery preservation zone) dengan luas area kuang lebih 26 km Zone V, merupakan zona perlindungan kawasan bersejarah dengan luas area sekitar 78.5 km 2, diperlukan dalam rangka penanggulangan kerusakan terhadap peninggalan-peninggalan purbakala yang masih terpendam dalam tanah. Daerah penelitian meliputi Zona III Candi Borobudur yang luasnya kurang lebih 932 Ha atau sekitar 10,1 km 2 dan berada dalam radius kurang lebih 3 km dari as candi. Zona III ini merupakan kawasan yang diperuntukkan untuk pemukiman terbatas, daerah pertanian, jalur hijau atau fasilitas tertentu lainnya yang disediakan untuk menjamin 19

28 Gambar 11. Lokasi Titik-Titik Sumur Penduduk

29 keserasian dan keseimbangan kawasan zona I pada umumnya dan untuk mendukung kelestarian candi serta fungsi taman pada khususnya. Zona III ini sebagain besar wilayahnya berada pada 3 desa yaitu Desa Borobudur, Desa Wanurejo yang termasuk Kecamatan Borobudur dan Desa Mendut yang termasuk Kecamatan Mungkid. Batas dari zona III ini adalah : 1. Sebelah utara : Desa Bumiharjo, Desa Deyangan, Desa Sawitan dan Desa Rambeanak; 2. Sebelah timur : Desa Ngrajek dan Desa Progowati; 3. Sebelah Selatan : Desa Candirejo, Desa Ngargogondo, Desa Tuksongo, Desa Tanjungsari dan Desa Karanganyar; 4. Sebelah Barat : Desa Karangrejo dan Desa Wringin Putih. Gambar 11. menunjukkan lokasi titik-titik sumur penduduk dengan latar belakang citra IKONOS tahun A.2. Curah Hujan Curah hujan dan suhu udara rata-rata berpengaruh pada kondisi air tanah. Semakin besar curah hujan pada suatu daerah tangkapan hujan (recharge area), maka semakin besar input air tanah pada daerah tersebut. Mohr membagi iklim berdasarkan curah hujan yang sampai ke permukaan bumi, yaitu menjadi 3 golongan sebagai berikut : 1. Bulan kering (BK), yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan tersebut kurang dari 60 mm. 2. Bulan sedang (BS), yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan tersebut antara mm. 3. Bulan basah (BB), yaitu jumlah rata-rata curah hujan dalam bulan tersebut 100 mm ke atas. Dari tabel 2. dapat dilihat besarnya curah hujan bulanan dari tahun Bulan basah terjadi pada bulan Januari hingga Mei dilanjutkan bulan Oktober hingga Desember pada tahun Terlihat juga adanya kecenderungan semakin banyaknya bulan basah antara tahun 2006 sampai dengan Pada tahun 2006 hanya terdapat 6 bulan basah, sedangkan pada tahun 2008 terdapat 8 bulan basah. Artinya pada bulanbulan tersebut curah hujan banyak, sehingga input air tanah juga banyak dan menjadikan muka air tanah menjadi naik pada bulan-bulan basah. Pada penelitian ini ketinggian muka air sumur penduduk diukur pada bulan-bulan kering, sehingga pada waktu di lapangan banyak ditemui sumur-sumur yang mengering.

30 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tabel 2. Data Curah Hujan di Wilayah Borobudur Tahun Bulan Curah Hujan (mm) Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun Total Sumber : Kantor BKPB Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tabel 3. Banyaknya Hari Hujan di Wilayah Borobudur Tahun Bulan Banyaknya Hari Hujan Tahun 2006 Tahun 2007 Tahun Total Rerata 10, Sumber : Kantor BKPB Jumlah hari hujan selama tahun dapat dilihat pada tabel 3. di atas. Pada tahun 2006 jumlah hari hujan terbanyak jatuh pada bulan Januari yaitu 23 hari, di tahun 2007 terbanyak di bulan Desember yaitu sebanyak 24 hari, sedangkan di tahun 2008 terbanyak di bulan Maret yaitu 23 hari. Dari tabel di atas terlihat bahwa hari hujan banyak jatuh pada musim-musim penghujan, yaitu bulan Oktober-Mei. Banyaknya hari hujan belum tentu menunjukkan besarnya suplai air tanah tergantung dari curah hujannya. 22

31 A.3. Temperatur Suhu udara akan mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap keseimbangan air tanah antara musim kemarau dan penghujan yaitu berpengaruh terhadap besarnya evapotranspirasi. Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Tabel 4. Data Temperatur Udara Bulanan Tahun Temperatur Bulanan ( 0 C) Min Max Rataratrata Rata- Min Max Min Max Ratarata Jumlah Rata-rata Sumber : Kantor BKPB Mulai bulan Februari tahun 2008, temperatur maximum tidak ada data karena air raksa putus dan sampai saat ini belum diperbaiki. Pada tahun 2008 banyak data yang tidak terbaca oleh alat maka tidak bisa dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2006 mempunyai temperatur minimum rata-rata 18,1 o C dan temperatur maximum ratarata 33,7 o C, sedang pada tahun 2007 mempunyai temperatur minimum rata-rata 17 o C dan temperatur maximum rata-rata 32.7 o C. Temperatur rata-rata untuk kedua tahun tersebut sama yaitu 26 o C. A.4. Kondisi Geologi Lingkungan geografis Candi Borobudur berada pada bentang alam berupa dataran dan perbukitan di wilayah Kedu dan dikelilingi oleh Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah timur, Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara dan pegunungan Menoreh di sebelah selatan, serta terletak diantara sungai Elo dan Progo. Candi Borobudur didirikan di atas bukit yang telah dimodifikasi, dengan ketinggian 265 dpl. Kondisi geologi 23

32 kewasan Borobudur sangat dipengaruhi oleh Pegunungan Menoreh yang termasuk dalam stratigrafi daerah Kubah Kulon Progo (Murwanto dalam Yudi S, 2008). Van Bemmelen berhipotesis bahwa adanya telaga di sekitar Borobudur terjadi akibat bendungan piroklastika Gunung Merapi yang menyumbat aliran Kali Progo di kaki timur laut Perbukitan Menoreh. Dia juga menyebutkan bahwa piroklastika Merapi pada letusan besar tahun 1006 telah menutupi danau Borobudur sehingga menjadi kering dan sekaligus menutupi candi ini, lenyap dari sejarah sampai ditemukan kembali oleh tim Van Erp pada tahun Kalo melihat gambar peta dan penampang geologi volkanotektonik Gunung Merapi, maka akan terlihat bahwa Borobudur sepanjang sejarahnya telah banyak ditentukan oleh merosot-runtuhnya dinding barat daya Gunung Merapi (Van Bemmelen, 1949). Hasil kajian geologi yang dilakukan para ahli dari Geologi UPN Jogjakarta membuktikan bahwa keberadaan danau di kawasan Candi Borobudur memang benar adanya. Penelitian ini dilakukan sejak tahun 1996 dan masih berlanjut sampai sekarang. Yang diteliti adalah endapan lempung hitam yang ada di dasar sungai sekitar Candi Borobudur yaitu Sungai Sileng, Sungai Progo dan Sungai Elo. Setelah mengambil sampel lempung hitam dan melakukan analisa laboratorium, ternyata lempung hitam banyak mengandung serbuk sari dan tanaman komunitas rawa atau danau, antara lain Commelina, Cyperaceae, Nymphaea stellata, Hydrocharis, istilah populernya tanaman teratai, rumput air dan paku-pakuan yang mengendap di danau saat itu. Selain lempung hitam, fosil kayu juga dianalisa dengan radio karbon C14. Dari hasil analisa diketahui endapan lumbung hitam bagian atas berumur 660 tahun.tahun 2001, Helmi melakukan pengeboran lempung hitam pada kedalaman 40 m, setelah dianalisis dengan hidro karbon C14 diketahui lempung hitam itu berumur 22 ribu tahun. Jadi kesimpulannya danau di kawasan Borobudur sudah ada sejak 22 ribu tahun lalu, jauh sebelum Candi Borobudur dibangun dan berakhir di akhir abad XIII. Lingkungan danau merupakan muara dari beberapa sungai yang berasal dari gunung api aktif, seperti Sungai Pabelan dari Gunung Merapi, Sungai Elo dari Gunung Merbabu, Sungai Progo dari Gunung Sumbing dan Sindoro, yang membawa endapan lahar yang lambat laun bermuara dan menimbun danau sehingga danau makin dangkal dan sempit diikuti dengan endapan lahar Gunung Merapi pada abad XI. Lama kelamaan danau menjadi kering tertimbun lahar dan berubah menjadi dataran Borobudur seperti sekarang. Dataran yang terletak antara Borobudur dan perbukitan menoreh sebagian besar merupakan dataran luapan dari Sungai Sileng yang umumnya mengalir dari arah Barat ke Timur yang kemudian bermuara di Sungai Progo. Sedangkan dataran yang terdampar di sebelah Utara dan Timur Borobudur sebagian besar merupakan endapan lahar hasil 24

33 kegiatan Gunung Merapi dan sebagian yang lain merupakan dataran luapan, mungkin dari Sungai Progo lama. Pada kedua dataran yang melingkari bukit Borobudur masih dapat diikuti sisa-sisa aliran sungai lama yang kesemuanya bermuarakan Sungai Sileng ataupun Sungai Progo. Di sekitar bekas aliran lama ini sering ditemukan teras-teras lama (Sampurno, 1969). A.5. Kondisi Sosial Penduduk Zona 3 Candi Borobudur sebagian besar wilayahnya berada pada 3 desa yaitu Desa Borobudur dan Wanurejo yang masuk ke dalam Kecamatan Borobudur serta Desa Mendut yang termasuk ke dalam Kecamatan Mungkid. Tabel di bawah ini menyajikan luas wilayah 3 desa tersebut menurut penggunaan tanah yang bersumber dari buku Kecamatan Borobudur dan Mungkid dalam Angka. Dari referensi ini data yang tersedia hanya ada pada tahun 2004 yang tentunya sampai saat ini telah mengalami perubahan. Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Tanah Tahun 2004 Keterangan Luas wilayah (m 2 ) Borobudur Wanurejo Mendut Tanah sawah 1. Irigasi teknis 2. Irigasi ½ teknis 3. Sederhana 4. Tadah hujan Tanah kering 1. Pekarangan/bangunan 2. Tegalan/kebun 3. Padang gembala 4. Tambak/kolam 5. Rawa 6. Hutan negara Lahan kering 1. Perkebunan negara/swasta 2. Lain-lain Total luas Sumber : Kecamatan Dalam Angka 2004 Berdasarkan tabel luas wilayah tahun 2004, Desa Borobudur mempunyai luas wilayah terbesar yaitu m 2, disusul Desa Wanurejo sebesar m 2 dan terakhir Desa Mendut seluas m 2. Desa Borobudur sebagian besar tanah sawahnya berupa irigasi teknis, sedangkan Desa Wanurejo tanah sawahnya menggunakan sistem sederhana. Untuk Desa Mendut tanah sawahnya banyak dilakukan secara irigasi ½ teknis. Tanah kering untuk ketiga desa sebagian besar semua untuk 25

34 pekarangan/bangunan, sisanya berupa tegalan/kebun dan tambak/kolam. Adanya masyarakat di Mendut yang menggunakan sebagian tanahnya untuk tambak/kolam kemungkinan besar karena adanya sumber air yang melimpah dari daerah Ngrajek yang mempunyai mata air. Pada tahun 2004 jumlah penduduk terbanyak berada di Desa Borobudur sejumlah jiwa, disusul oleh Desa wanurejo yang berpenduduk jiwa dan terakhir Desa Mendut yang berpenduduk jiwa (lihat tabel 6.) Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2004 Desa Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan Total Borobudur Wanurejo Mendut Sumber : Kecamatan Dalam Angka 2004 Berdasarkan kepadatan penduduknya, yang paling padat adalah Desa Borobudur yaitu sebanyak kurang lebih jiwa per km 2, disusul oleh Desa Mendut yaitu jiwa per km 2 sedang yang terakhir adalah Desa Wanurejo yaitu jiwa per km 2. Desa Wanurejo walaupun daerahnya lebih luas tapi penduduknya lebih padat Desa Mendut. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini. Tabel 7. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk per Km 2 Tahun 2004 Desa Luas wilayah (km 2 ) Jumlah Penduduk (jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km 2 ) Borobudur ,69 Wanurejo ,55 Mendut Sumber : Kecamatan Dalam Angka 2004 B. Hasil Penelitian Tabel 8. berikut menyajikan sampel-sampel sumur penduduk yang diambil di lapangan. Sampel diambil mewakili dusun-dusun yang ada di Zona III Candi Borobudur yang sebagian besar wilayahnya berada di 3 desa yaitu Desa borobudur, Desa Wanurejo dan Desa Mendut. Dari survei di lapangan terdapat 80 titik sampel yang diambil. Ada sebagian kecil dari titik sampel yang tidak masuk Zona III tapi tetap diambil karena diperlukan untuk membantu dalam pembuatan kontur air tanah. 26

35 Tabel 8. Sampel Sumur Penduduk NO Dusun X Y Kedalaman Muka Air (m) Ketinggian Muka Air (dpal) 1 Barepan ,62 225,83 2 Barepan ,06 224,38 3 Bejen ,69 208,30 4 Bejen ,95 245,05 5 Bejen ,91 203,15 6 Bekangan ,54 216,49 7 Bogowanti kidul ,72 238,00 8 Bogowanti Lor ,14 230,34 9 Bojong I ,81 211,53 10 Bojong II ,67 218,28 11 Bojong II ,48 211,32 12 Brangkal ,88 219,20 13 Brojonalan ,20 223,70 14 Brojonalan ,02 245,05 15 Brojonalan ,42 209,57 16 Brojonalan ,76 217,36 17 Brojonalan ,68 217,89 18 Brojonalan ,37 216,14 19 Bumisegoro ,02 231,74 20 Cawangsari ,17 226,50 21 Gedongan ,03 216,97 22 Gedongan ,13 216,22 23 Gedongan ,78 216,38 24 Gedongan ,68 216,28 25 Gendingan ,93 237,77 26 Gendingan ,92 235,40 27 Gendingan ,68 233,94 28 Gopalan ,09 231,49 29 Gopalan ,97 232,06 30 Gopalan ,46 225,00 31 Janan ,05 229,42 32 Jayan ,00 230,20 33 Jligudan ,88 216,42 34 Jowahan ,60 216,50 35 Jowahan ,31 216,12 36 Jowahan ,21 216,73 37 Jurugan ,93 213,36 38 Jurugan ,08 213,26 39 Jurugan ,11 215,50 40 Kaliabon ,84 227,24 41 Kalon ,77 225,83 42 Kanggan ,84 242,05 43 Kenayan ,22 232,18 44 Kujon ,22 234,85 45 Kujon ,75 241,16 46 Kurahan ,60 224,18 47 Maitan ,85 243,00 48 Mendut I ,16 229,47 27

36 49 Mendut II ,51 216,63 50 Mendut II ,11 212,79 51 Nampan ,74 222,58 52 Ngaran I ,29 225,21 53 Ngaran I ,71 225,00 54 Ngaran II ,72 225,72 55 Ngaran II ,87 221,65 56 Ngaran ngisor ,34 227,62 57 Ngaran ngisor ,96 225,47 58 Ngentak ,02 217,88 59 Ngentak ,50 219,46 60 Palihan ,78 210,27 61 Paren ,62 217,92 62 Paren ,87 217,17 63 Sabrangrowo ,20 237,44 64 Sangen ,26 210,89 65 Santan ,12 209,00 66 Sawitan ,33 222,99 67 Sigug ,52 232,27 68 Sigug ,08 231,63 69 Sikepan ,53 236,53 70 Soropadan ,34 214,60 71 Soropadan ,57 215,37 72 Soropadan ,31 219,57 73 Tamanan ,19 242,78 74 Tanjungan ,89 243,60 75 Tanjungsari ,35 230,01 76 Tingal kulon ,38 223,81 77 Tingal wetan ,51 218,50 78 Tingal wetan ,90 216,64 79 Wagean ,47 220,57 80 Wagean ,52 222,48 Pada Peta Sebaran Sampel Sumur Penduduk (gambar 13.) menunjukkan titik-titik sumur penduduk yang tersebar di beberapa desa di Zona 3, paling besar tersebar di 3 desa yaitu Desa Borobudur, Desa Wanurejo dan Desa Mendut. Dari peta tersebut nampak beberapa titik yang tidak termasuk ke dalam zona 3 (ada 17 titik dari 80 titik) tetapi tetap dipakai karena titik-titik tersebut nantinya akan membantu dalam proses pembuatan kontur muka air tanah/kedalaman air tanah dan kontur air tanah. Berdasarkan grafik kedalaman muka air tanah dari sumur pengamatan (gambar 12.), terlihat bahwa dari sampel sumur yang diambil muka air paling dangkal yaitu 1,53 m di dusun Singkepan dan muka air paling dalam 16,12 m ada di dusun Santan tapi titik ini tidak termasuk zona 3, sedangkan yang termasuk dalam zona 3, sumur yang paling dalam ada di Mendut II yaitu 16,11 karena lokasi sampelnya berada di dekat sungai Elo yang mempunyai dinding yang curam dan dalam. 28

37 Kedalaman Muka Air Tanah 15,42 16,11 16,12 14,48 14,08 13,81 13,51 11,93 12,11 11,90 2,62 6,06 8,69 9,95 10,91 8,54 4,72 9,14 7,67 4,88 5,20 7,02 10,37 9,76 9,68 5,02 5,17 8,03 9,13 9,78 8,68 8,93 9,92 7,68 5,09 4,97 10,05 9,88 9,31 9,00 9,21 8,46 8,60 8,84 4,77 9,84 9,22 5,22 9,75 8,60 7,85 4,16 9,51 Gambar 12. Grafik Kedalaman Muka Air Tanah 8,74 8,29 5,71 7,34 6,72 6,87 6,96 7,02 5,50 8,78 9,62 10,87 7,20 9,26 9,33 8,52 10,08 1,53 10,34 9,57 5,31 7,89 7,19 7,35 3,38 9,47 9,52 Bejen3 Bekangan Bogowanti kidul Bogowanti Lor Bojong I Bojong II Bojong II Brangkal Brojonalan1 Brojonalan2 Brojonalan3 Brojonalan4 Brojonalan5 Brojonalan6 Bumisegoro1 Cawangsari Gedongan1 Gedongan2 Gedongan3 Gedongan4 Gendingan1 Gendingan2 Gendingan3 Gopalan1 Gopalan2 Gopalan3 Janan Jayan Jligudan Jowahan1 Jowahan2 Jowahan3 Jurugan1 Jurugan2 Jurugan3 Kaliabon Kalon Kanggan Kenayan Kujon1 Kujon2 Kurahan Maitan Mendut I Mendut II Mendut II Nampan Ngaran I Ngaran I Ngaran II Ngaran II Ngaran ngisor1 Ngaran ngisor2 Ngentak1 Ngentak2 Palihan Paren1 Paren2 Sabrangrowo Sangen Santan Sawitan Sigug1 Sigug2 Sikepan Soropadan1 Soropadan2 Soropadan3 Tamanan Tanjungan Tanjungsari Tingal kulon Tingal wetan1 Tingal wetan2 Wagean1 Wagean2 Sampel Sumur Barepan1 Barepan2 Bejen1 Bejen2 Kedalaman Muka Air (m)

38 Gambar 13. Peta Sebaran Sampel Sumur Penduduk

39 C. Pembahasan/Analisis Data Berdasarkan hasil data yang diperoleh dari survei sumur-sumur penduduk di lapangan, data diolah menggunakan perangkat komputer untuk mendapatkan hasil yaitu peta kontur kedalaman muka air tanah, peta kontur air tanah (equipotential line) dan peta pola aliran air tanah (streamlines) di kawasan Borobudur. Peta kontur kedalaman muka air tanah adalah peta yang didalamnya terdapat garis yang menghubungkan tempattempat yang mempunyai kedalaman muka air tanah yang sama. Sedangkan peta kontur air tanah adalah peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian muka air tanah yang sama (ketinggian dari permukaan air laut). Sedangkan peta pola aliran air tanah adalah peta yang menunjukkan arah aliran air tanah. Pembuatan arah aliran air tanah adalah dengan menarik garis arah yang tegak lurus (90 o ) dengan kontur air tanahnya. Pembuatan peta kontur air tanah menggunakan data ketinggian tempat/kontur tanah dari peta topografi digital yang dipunyai oleh Kantor Balai Konservasi Peninggalan Borobudur. Peta topografi digital yang dipakai adalah keluaran dari BAKOSURTANAL tahun Dalam peta topografi digital tersebut terdapat kontur tanah skala 1: yang mempunyai interval konturnya 12,5 meter. Sebenarnya peta tersebut kurang detail untuk pemetaan air tanah dan butuh skala yang lebih besar, akan tetapi karena data yang tersedia dari Bakosurtanal untuk sementara ini hanya skala 1: maka data tersebut tetap digunakan. Pembuatan peta kontur muka air tanah/kedalaman air tanah, peta kontur air tanah ini diolah dengan menggunakan software ArcGIS 9.3. Setelah peta kontur air tanah dibuat maka selanjutnya dapat dibuat pola aliran air tanah di kawasan Borobudur. Peta kontur muka air tanah/kedalaman air tanah ditunjukkan pada gambar 14. Pada peta kontur kedalaman air tanah ini dibuat interval sebesar 0,5 meter agar terlihat secara jelas perbedaannya. Dari gambar peta kontur muka air tanah kawasan Borobudur, kedalaman muka air tanah di Candi Borobudur berkisar antara 6,5 7 meter. Angka ini menunjukkan kedalaman air tanah di daerah datar di sekitar bukit Borobudur, bukan di bukitnya karena di bukit Borobudur tidak ada sumur yang bisa diambil datanya. Berdasarkan Sampurno (1973), ketinggian bukit Borobudur dari permukaan datar di sekitarnya sampai halaman candi adalah kurang lebih 15 m, jadi dari penelitian ini kedalaman air tanah di bukit Borobudur adalah sekitar 21,5 22 meter. Hal ini sejalan dengan perkiraan Sampurno (1969) yang menyebutkan bahwa kedalaman muka air tanah di komplek candi adalah sekitar meter di bawah permukaan halaman candi.

40 Berdasarkan Sampurno (1969), semua air yang terkandung pada tanah dasar Candi Borobudur (tanah urug dan horison A-C) terletak pada zona aerasi dan di atas zona saturasi, sehingga kedalaman air tanah di bukit Candi Borobudur tidak diketahui karena pemboran tidak mencapai zona saturasi. Air tanah di bukit Candi Borobudur ini diperkirakan mempunyai debit yang kecil dan fluktuasinya besar. Dengan demikian air tanah secara langsung tidak berpengaruh pada kerusakan-kerusakan yang terjadi pada bangunan candi. Dilihat dari kontur muka air tanah, pola kedalaman air tanah semakin jauh dari Candi Borobudur ke arah Utara, Timur dan Selatan mempunyai kecenderungan semakin dalam. Hal ini kemungkinan karena di kanan kiri sungai Progo merupakan tebing yang terjal dan dalam sehingga sumur yang didekat Sungai Progo bukan semakin dangkal akan tetapi semakin dalam. Di daerah antara Sungai Progo dan Sungai Elo kedalaman sumurnya berkisar antara 10,5 11,5 meter. Sedangkan dari daerah Mendut ke arah Palbapang mempunyai kecenderungan semakin dangkal muka air tanahnya, hal ini disebabkan karena di daerah Ngrajek terdapat sumber mata air. Gambar 15. menunjukkan peta kontur air tanah yaitu peta yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai ketinggian muka air tanah (dari permukaan air laut) yang sama. Pembuatan peta kontur air tanah ini adalah dengan menginterpolasi kontur dari data sekunder yang ada yaitu dari data topografi digital skala 1: Setelah peta kontur air tanah selesai dibuat maka dapat ditentukan pola aliran air tanahnya dengan membuat garis arah aliran yang tegak lurus dengan kontur air tanah. Peta kontur air tanah ini dibuat dengan inverval kontur sebesar 1 meter. 32

41 Gambar 14. Peta Kontur Kedalaman Muka Air Tanah Kawasan Borobudur

42 Gambar 15. Peta Kontur Air Tanah Kawasan Borobudur 34

43 Gambar 16. Peta Pola Aliran Air Tanah Kawasan Borobudur 35

44 Gambar 16. menunjukkan adanya flownets yaitu suatu peta atau konstruksi yang berisikan peta kontur air tanah (equipotential line) dan peta aliran air tanah (streamlines). Secara alami, aliran air tanah akan memotong tegak lurus (90 o ) kontur air tanah pada kondisi akuifer yang homogen dan isotropis karena pengaruh potensial grafitasi dan mempunyai arah aliran dari muka air tanah (hydraulic head) tinggi menuju air tanah yang lebih rendah. Berdasarkan peta pola aliran air tanah kawasan Borobudur, pada area di sekitar Candi Borobudur air tanah mengalir dari arah barat laut menuju ke arah tenggara sampai ke Sungai Progo. Sedangkan di daerah Mendut air tanah mengalir dari arah timur laut menuju ke arah barat daya, yang selanjutnya mengarah ke utara setelah memotong Sungai Elo. Pada daerah sebelah selatan mendut, pola air tanahnya mengalir dari arah timur laut berbelok menuju ke arah selatan. Di kawasan yang terletak di antara Sungai Progo dan Elo, air tanah mengalir ke arah utara. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 16. Lokasi penelitian pola aliran air tanah ini ternyata melintasi sungai-sungai, sehingga bisa dilihat hubungan air tanah dengan sungai tersebut. Untuk Sungai Progo bagian utara arah aliran air tanahnya dari barat daya menuju ke arah timur laut kemudian berbelok ke utara. Dilihat dari alirannya, di sebelah barat Sungai Progo disebut aliran efluen yaitu sungai menerima air dari air tanah, sedang di sebelah timur Sungai Progo disebut aliran influen yaitu sungai mengeluarkan air kepada air tanah. Untuk Sungai Elo, arah aliran air tanahnya dari arah timur menuju ke arah barat lalu berbelok ke utara. Di sebelah timur Sungai Elo disebut aliran efluen dan di sebelah barat sungai disebut aliran influen. Gambar 16. adalah gambaran pola aliran air tanah di kawasan Borobudur. Dengan diketahuinya arah aliran air tanah ini akan bisa berguna untuk analisa selanjutnya, sebagai contoh apakah ada pencemaran air melalui air tanah. Sampai saat ini belum ada penelitian tentang air tanah di kawasan Borobudur khususnya di Candi Borobudur, karena tidak adanya data sumur dan peralatan yang memadai. Selama ini pengukuran muka air tanah di Candi Borobudur menggunakan alat inklinometer yang sebenarnya bukan fungsinya untuk mengukur air tanah melainkan untuk mengukur pergerakan horison dari tanah bukit Candi Borobudur. Untuk mengetahui kondisi air tanah yang sebenarnya di Candi Borobudur perlu dibuat sumur-sumur penelitian dan peralatan yang mendukung, agar air tanah bisa dimonitor secara terus menerus dan berkesinambungan.

45 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian, untuk kedalaman muka air tanah di bukit Candi Borobudur adalah sekitar 21,5 22 meter, sejalan dengan perkiraan Sampurno (1969) yang memperkirakan kedalaman air tanah meter dari permukaan halaman candi. 2. Pola aliran air tanah di sekitar Candi Borobudur mengalir dari arah barat laut ke arah tenggara sampai Sungai Progo. Sedangkan di daerah Mendut, air tanahnya mengalir dari arah timur laut menuju ke arah barat daya. Di area selatan Mendut aliran air tanahnya dari timur laut berbelok ke arah selatan. 3. Dua sungai besar di wilayah penelitian yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo mempunyai 2 sifat aliran sekaligus yaitu aliran efluen (sungai menerima air dari air tanah) dan aliran influen (sungai mengeluarkan air kepada air tanah). 4. Inklinometer tidak cocok untuk memonitor kondisi air tanah di tubuh Candi Borobudur karena inklinometer digunakan untuk mengukur pergerakan horisontal dari tubuh candi. 37

46 B. Saran 1. Perlu adanya percobaan pengeboran di sekitar Candi Borobudur untuk medapatkan data tentang air tanah yang selama ini belum ada data mengenai air tanah di sekitar Candi Borobudur, sehingga bisa dilakukan monitoring air tanah secara kontinu dan berkesinambungan. 2. Penelitian mengenai geologi tanah di sekitar Candi Borobudur secara detail perlu dilakukan penting hubungannya dengan studi air tanah. 3. Perlu diadakan penelitian serupa yang dilakukan pada musim penghujan agar dapat dibandingkan kondisi air tanahnya dengan musim kemarau seperti hasil dari penelitian ini. 38

47 DAFTAR PUSTAKA Ersin Seyhan, 1977, Dasar-dasar Hidrologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Ir. Hendy Soesilo, dkk, 2001, Laporan Studi Masalah Air Tanah Pada Candi Borobudur (Studi Air Permukaan-Tahap II), Balai Konservasi Peninggalan Borobudur Ir. Joko Luknanto,M.Sc.,Ph.D, dkk, 2002, Evaluasi Stabilitas Sub Struktur, Magelang JICA,1979, Masterpan Borobudur Archaeology Park, Jakarta : Pemerintah Republik Indonesia. Sampurno, 1969, Pelita Borobudur, Seri B No. 3, Penelitian Tanah Dasar Candi Borobudur, Penugasan dari Lembaga Purbakala dan Sejarah Restorasi Borobudur, Laporan Kegiatan Proyek PELITA Restorasi Candi Borobudur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sampurno, 1973, Pelita Borobudur, Seri B No.1, Penelitian Tanah Candi Borobudur, Laporan Kegiatan Proyek PELITA Restorasi Candi Borobudur, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Suhartono, Yudi, 2008, Pelestarian Sumberdaya Arkeologi Dalam Konteks Keruangan di Kawasan Borobudur, Tesis, Program Studi Arkeologi Program Pasca Sarjana, Jogjakarta : Program Pasca Sarjana UGM Todd, 1980, Groundwater Hydrology, Second Edition, University of Califonia, Berkeley : John Wiley and Sons, New York Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, vol.ia, General Geology, Government Printing Office, The Hague Martinus Nijnhoff 39

48 40

49 Gambar GPS Magellan Triton 2000 yang digunakan dalam penelitian untuk mengetahui posisi suatu tempat berdasar koordinat x dan y 41

50 Gambar Leica Disto Classic (The Laser Distancemeter) digunakan dalam penelitian untuk mengukur kedalaman muka air sumur 42

51 Foto Kegiatan Observasi Lapangan 43

APLIKASI GIS UNTUK PEMETAAN POLA ALIRAN AIR TANAH DI KAWASAN BOROBUDUR

APLIKASI GIS UNTUK PEMETAAN POLA ALIRAN AIR TANAH DI KAWASAN BOROBUDUR APLIKASI GIS UNTUK PEMETAAN POLA ALIRAN AIR TANAH DI KAWASAN BOROBUDUR Oleh Fr. Dian Ekarini, S.Si. Balai Knservasi Peninggalan Brbudur ABSTRAK Candi Brbudur merupakan warisan nenek myang yang harus dilestarikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Hidrologi Pengertian dan pengetahuan tentang rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air mulai dari air jatuh ke permukaan bumi hingga menguap ke udara dan kemudian jatuh

Lebih terperinci

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi

1. Alur Siklus Geohidrologi. dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi 1. Alur Siklus Geohidrologi Hidrogeologi dalam bahasa Inggris tertulis hydrogeology. Bila merujuk dari struktur bahasa Inggris, maka tulisan hydrogeology dapat diurai menjadi (Toth, 1990) : Hydro à merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung II. TINJAUAN PUSTAKA A. Geologi Umum Sekitar Daerah Penelitian Daerah penelitian termasuk dalam lembar Kotaagung yang terletak di ujung selatan Sumatra, yang mana bagian selatan di batasi oleh Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR BAB I

KATA PENGANTAR BAB I KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Geomorfologi Dasar ini dengan judul Air Tanah /

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses TINJAUAN PUSTAKA Intrusi Air Laut Intrusi atau penyusupan air asin ke dalam akuifer di daratan pada dasarnya adalah proses masuknya air laut di bawah permukaan tanah melalui akuifer di daratan atau daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan. Manusia akan memanfaatkan Sumberdaya yang ada di Lingkungan. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan mutlak bagi seluruh kehidupan di bumi. Air juga merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui. Tetapi saat ini, ketidakseimbangan

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

Analisis Potensi Air A I R

Analisis Potensi Air A I R Analisis Potensi Air A I R Sumber Daya habis terpakai tetapi dapat diperbaharui/di daur ulang Persediaan air bumi yang dapat diperbaharui diatur oleh siklus hydrologic (Siklus air), yaitu suatu sistem

Lebih terperinci

Cyclus hydrogeology

Cyclus hydrogeology Hydrogeology Cyclus hydrogeology Siklus hidrogeologi Geohidrologi Secara definitif dapat dikatakan merupakan suatu studi dari interaksi antara kerja kerangka batuan dan air tanah. Dalam prosesnya, studi

Lebih terperinci

DINAMIKA ALIRAN AIR TANAH PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT

DINAMIKA ALIRAN AIR TANAH PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DINAMIKA ALIRAN AIR TANAH PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT Qalbi Hafiyyan 1), Marsudi 2), Nurhayati 2) qhafiyyan@gmail.com Abstrak Pada lahan rawa pasang surut, tinggi muka air tanah akan mengalami fluktuasi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN 3.1 Data Lokasi Gambar 30 Peta Lokasi Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 62 1) Lokasi tapak berada di Kawasan Candi Prambanan tepatnya di Jalan Taman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hidrologi Hidrologi merupakan cabang ilmu geografi yang mempelajari seputar pergerakan, distribusi, dan kualitas air yang ada dibumi. Hidrologi adalah ilmu yang membahas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan penting pada pemenuhan kebutuhan makhluk hidup untuk berbagai keperluan. Suplai air tersebut dapat

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN

TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN TEKNOLOGI KONSERVASI AIR TANAH DENGAN SUMUR RESAPAN Oleh Kelompok Teknologi Pengelolaan Air Bersih dan Limbah Cair Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Informasi, Energi, Material dan

Lebih terperinci

KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DTA RAWA PENING

KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DTA RAWA PENING KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DTA RAWA PENING Alvian Febry Anggana dan Ugro Hari Murtiono Peneliti Pertama pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Kemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang, Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Dalam rangka peningkatan taraf hidup masyarakat dan peningkatan sektor pertanian yang menjadi roda penggerak pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah berupaya melaksanakan

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR S A R I Oleh : Sjaiful Ruchiyat, Arismunandar, Wahyudin Direktorat Geologi Tata Lingkungan Daerah penyelidikan hidrogeologi Cekungan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI II-1 BAB II 2.1 Kondisi Alam 2.1.1 Topografi Morfologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Pemali secara umum di bagian hulu adalah daerah pegunungan dengan topografi bergelombang dan membentuk cekungan dibeberapa

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Setelah dilakukan penelitian dengan mengumpulkan data skunder dari instansi terkait, dan data primer hasil observasi dan wawancara maka dapat diperoleh

Lebih terperinci

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN

GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN GEOHIDROLOGI PENGUATAN KOMPETENSI GURU PEMBINA OSN SE-ACEH 2014 BIDANG ILMU KEBUMIAN Pengertian o Potamologi Air permukaan o o o Limnologi Air menggenang (danau, waduk) Kriologi Es dan salju Geohidrologi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 3.1 Deskripsi Umum Lokasi Lokasi perancangan mengacu pada PP.26 Tahun 2008, berada di kawasan strategis nasional. Berda satu kawsan dengan kawasan wisata candi. Tepatnya

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan Pendahuluan 1.1 Umum Sungai Brantas adalah sungai utama yang airnya mengalir melewati sebagian kota-kota besar di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Mojokerto, dan Surabaya. Sungai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN 4 BAB II DASAR TEORI DAN METODOLOGI PENELITIAN 2.1. Deskripsi ABT (Air Bawah Tanah) Keberadaan ABT (Air Bawah Tanah) sangat tergantung besarnya curah hujan dan besarnya air yang dapat meresap kedalam tanah.

Lebih terperinci

Sub Kompetensi. Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil.

Sub Kompetensi. Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil. PENGEMBANGAN AIR TANAH Sub Kompetensi Pengenalan dan pemahaman pengembangan sumberdaya air tanah terkait dalam perencanaan dalam teknik sipil. 1 PENDAHULUAN Dalam Undang-undang No 7 tahun 2004 : air tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan air (dependable flow) suatu Daerah Pengaliran Sungai (DPS) relatif konstan, sebaliknya kebutuhan air bagi kepentingan manusia semakin meningkat, sehingga

Lebih terperinci

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X Geografi HIDROSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami pengertian hidrosfer dan siklus hidrologi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif

BAB I PENDAHULUAN. pembangkit tenaga listrik. Secara kuantitas, jumlah air yang ada di bumi relatif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air merupakan sumberdaya yang sangat vital untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia menggunakan air untuk berbagai macam kebutuhan diantaranya kebutuhan

Lebih terperinci

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Pasal 6 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG PEMANFAATAN AIR HUJAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA AIR (PSDA) Dosen : Fani Yayuk Supomo, ST., MT ATA 2011/2012 BAB VI Air Tanah Air Tanah merupakan jumlah air yang memiliki kontribusi besar dalam penyelenggaraan kehidupan dan usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut Soemarto (1999) infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak pasti), melalui permukaan dan secara vertikal. Setelah beberapa waktu kemudian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Manfaat air sangat luas bagi kehidupan manusia, misalnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, irigasi, industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan vital setiap makhluk hidup. Dalam kehidupan manusia, air tidak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik saja, yaitu digunakan untuk

Lebih terperinci

DAMPAK AKTIVITAS PENAMBANGAN PASIR DI SUNGAI LUKULO TERHADAP AIRTANAH DANGKAL DI PESANGGRAHAN KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

DAMPAK AKTIVITAS PENAMBANGAN PASIR DI SUNGAI LUKULO TERHADAP AIRTANAH DANGKAL DI PESANGGRAHAN KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, JAWA TENGAH DAMPAK AKTIVITAS PENAMBANGAN PASIR DI SUNGAI LUKULO TERHADAP AIRTANAH DANGKAL DI PESANGGRAHAN KARANGSAMBUNG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Kristiawan Widiyanto 1, Eko Puswanto 1, Puguh Dwi Raharjo 1, Sueno Winduhutomo

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada

Universitas Gadjah Mada II. DAUR HIDROLOGI A. Siklus Air di Bumi Air merupakan sumberdaya alam yang sangat melimpah yang tersebar di berbagai belahan bumi. Di bumi terdapat kurang lebih 1,3-1,4 milyard km 3 air yang terdistribusi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran...

DAFTAR ISI. Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran... DAFTAR ISI Halaman Judul... Halaman Persetujuan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Peta... Daftar Lampiran... i ii iii vi ix xi xiii xii BAB I. PENDAHULUAN... 1

Lebih terperinci

Air Tanah. Air Tanah adalah

Air Tanah. Air Tanah adalah Air Tanah Rekayasa Hidrologi Universitas Indo Global Mandiri Air Tanah adalah pergerakan air dalam rongga pori batuan di bawah permukaan bumi dan merupakan bagian integral dari sistem hidrologi air yg

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menurut (Soemarto,1999). Infiltrasi adalah peristiwa masuknya air ke dalam tanah, umumnya (tetapi tidak pasti), melalui permukaan dan secara vertikal. Setelah beberapa waktu kemudian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air tanah merupakan sumber daya yang sangat bermanfaat bagi semua makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan berbagai cara untuk memenuhi

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*)

PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS. Oleh: Suryana*) PENGENDALIAN OVERLAND FLOW SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGELOLAAN DAS Oleh: Suryana*) Abstrak Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dilakukan secara integratif dari komponen biofisik dan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 40 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Lokasi penelitian berada di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota Depok seluas 462 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak

Lebih terperinci

Jurnal APLIKASI ISSN X

Jurnal APLIKASI ISSN X Volume 3, Nomor 1, Agustus 2007 Jurnal APLIKASI Identifikasi Potensi Sumber Daya Air Kabupaten Pasuruan Sukobar Dosen D3 Teknik Sipil FTSP-ITS email: sukobar@ce.its.ac.id ABSTRAK Identifikasi Potensi Sumber

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi

METODE PENELITIAN. 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian Lokasi Studi III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Studi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Studi Daerah Irigasi Way Negara Ratu merupakan Daerah Irigasi kewenangan Provinsi Lampung yang dibangun pada tahun 1972 adapun

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5%

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard Km 3 air dengan persentase 97,5% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan pokok untuk semua makhluk hidup tanpa terkecuali, dengan demikian keberadaannya sangat vital dipermukaan bumi ini. Terdapat kira-kira

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 6. Perkembangan Danau Borobudur dipengaruhi oleh adanya aktivitas vulkanik, tektonik, dan manusia. Ekosistem

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman

DAFTAR ISI. BAB III TEORI DASAR Lereng repository.unisba.ac.id. Halaman DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN SARI... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR GRAFIK... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infiltrasi Menurut Munaljid dkk. (2015) infiltrasi adalah proses masuknya air dari atas (surface) kedalam tanah. Gerak air di dalam tanah melalui pori pori tanah dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di bumi, air yang berada di wilayah jenuh di bawah air permukaan tanah secara global, kira-kira sejumlah 1,3 1,4 milyard km3 air: 97,5 % adalah airlaut 1,75 % berbentuk

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR ) KEGIATAN KEGIATAN PENYUSUNAN ZONA PEMANFAATAN DAN KONSERVASI AIR TANAH PADA CEKUNGAN AIR TANAH (CAT) DI JAWA TENGAH DINAS

Lebih terperinci

Borobudur, Desember 2013

Borobudur, Desember 2013 KATA PENGANTAR Kegiatan Survei dan Pemetaan Cagar Budaya ini merupakan salah satu usaha untuk melestarikan keberadaan dari pada Situs-situs yang tersebar di nusantara khususnya situs-situs yang ada dan

Lebih terperinci

Berkala Fisika ISSN : Vol 10., No.1, Januari 2007, hal 1-5

Berkala Fisika ISSN : Vol 10., No.1, Januari 2007, hal 1-5 Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 10., No.1, Januari 2007, hal 1-5 Analisis Geometri Akuifer Dangkal Mengunakan Metode Seismik Bias Reciprocal Hawkins (Studi Kasus Endapan Alluvial Daerah Sioux Park,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan utama seluruh makhluk hidup. Bagi manusia selain untuk minum, mandi dan mencuci, air bermanfaat juga sebagai sarana transportasi, sebagai sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Kebutuhan akan air bersih semakin meningkat dan sumber-sumber air konvensional yang berupa air permukaan semakin

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah maupun masyarakat mengandung pengertian yang mendalam, bukan hanya berarti penambahan pembangunan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan Masalah... 8 C. Tujuan Penelitian... 8 D.

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI

BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI BAB IV KONDISI HIDROGEOLOGI IV.1 Kondisi Hidrogeologi Regional Secara regional daerah penelitian termasuk ke dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung-Soreang (Distam Jabar dan LPPM-ITB, 2002) dan Peta Hidrogeologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan makhluk hidup khususnya manusia, antara lain untuk kebutuhan rumah tangga, pertanian, industri dan tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan pembangunan, pendekatan wilayah merupakan alternatif lain dari pendekatan sektoral yang keduanya bisa saling melengkapi. Kelebihan pendekatan wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI AIR TANAH DAN PEMANFAATANYA UNTUK PERTANIAN. Hendri Sosiawan. Identifikasi Air Tanah dan Pemanfaatannya untuk Pertanian

IDENTIFIKASI AIR TANAH DAN PEMANFAATANYA UNTUK PERTANIAN. Hendri Sosiawan. Identifikasi Air Tanah dan Pemanfaatannya untuk Pertanian IDENTIFIKASI AIR TANAH DAN PEMANFAATANYA UNTUK PERTANIAN? Hendri Sosiawan Air Tanah Air tanah merupakan komponen dari suatu sistem daur hidrologi (hydrology cycle) yang terdiri rangkaian proses yang saling

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Pekerjaan pembangunan embung teknis (waduk kecil), diawali dengan survei dan investigasi secara lengkap, teliti dan aktual di lapangan, sehingga diperoleh data - data

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

KONDISI W I L A Y A H

KONDISI W I L A Y A H KONDISI W I L A Y A H A. Letak Geografis Barito Utara adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Kalimantan Tengah, berada di pedalaman Kalimantan dan terletak di daerah khatulistiwa yaitu pada posisi 4 o

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta 4.1.1 Letak Geografis dan Administrasi Secara geografis DI. Yogyakarta terletak antara 7º 30' - 8º 15' lintang selatan dan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Airtanah merupakan air yang tersimpan dan mengalir dalam ruang antar butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air bersih. Badan Pusat

Lebih terperinci

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F

PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI. Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN MODEL TANGKI Oleh : FIRDAUS NURHAYATI F14104021 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 1 PENDUGAAN PARAMETER UPTAKE ROOT MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien.

dan penggunaan sumber daya alam secara tidak efisien. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan komponen penting bagi proses kehidupan di bumi karena semua organisme hidup membutuhkan air dan merupakan senyawa yang paling berlimpah di dalam sistem

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah

TINJAUAN PUSTAKA. bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Air Tanah Air tanah adalah semua air yang terdapat dalam ruang batuan dasar yang bergerak dalam tanah yang terdapat di dalam ruang-ruang antara butir-butir tanah yang terbentuk

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996 Tentang : Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas Di Dataran MENTERI NEGARA LINGKUNGAN

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Pengantar Teknologi FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO http://www.dinus.ac.id Informasi (Teori) Minggu ke-11 Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom Definisi GIS

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI Kabupaten Kendal terletak pada 109 40' - 110 18' Bujur Timur dan 6 32' - 7 24' Lintang Selatan. Batas wilayah administrasi Kabupaten

Lebih terperinci

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA Julhija Rasai Dosen Fakultas Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara Email.julhija_rasai@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Rencana pengembangan kawasan pantai selatan Pulau Jawa yang membentang dari Jawa Timur sampai Jawa Barat, tentu akan memberi dampak perkembangan penduduk di daerah-daerah

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI BAB II 2.1. Tinjauan Umum Sungai Beringin merupakan salah satu sungai yang mengalir di wilayah Semarang Barat, mulai dari Kecamatan Mijen dan Kecamatan Ngaliyan dan bermuara di Kecamatan Tugu (mengalir

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah

Lebih terperinci