PERBAIKAN MUTU KULIT KOPI MELALUI FERMENTASI UNTUK BAHAN PAKAN IKAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBAIKAN MUTU KULIT KOPI MELALUI FERMENTASI UNTUK BAHAN PAKAN IKAN"

Transkripsi

1 633 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 ABSTRAK PERBAIKAN MUTU KULIT KOPI MELALUI FERMENTASI UNTUK BAHAN PAKAN IKAN Neltje Nobertine Palinggi, Kamaruddin, dan Asda Laining Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan Limbah kulit kopi dapat digunakan sebagai bahan pakan alternatif karena masih memiliki kandungan protein sekitar 6,48% dan ketersediaannya melimpah serta belum termanfaatkan dengan baik di daerah-daerah yang ada di Indonesia. Pemanfaatan kulit kopi sebagai bahan baku pakan ikan perlu pengolahan lebih lanjut untuk meningkatkan kualitasnya. Salah satu cara yang telah dilakukan adalah pengolahan secara biologis yaitu memanfaatkan mikroorganisme jenis Aspergillus niger, Trichoderma viride, dan Rhizopus oryzae. Kulit kopi yang digunakan berasal dari Kelurahan Malakaji, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa. Kulit kopi ini dikeringkan kemudian dihaluskan dan selanjutnya disterilkan. Tepung kulit kopi steril difermentasi dengan 3 jenis mikroorganisme tersebut di atas dan sebagai kontrol tanpa fermentasi. Dari hasil fermentasi ini diperoleh peningkatan kadar protein kasar, lemak kasar dan kadar abu kulit kopi masing-masing sebesar 28,7%-37,7%; 38,1%-80,3%; dan 3,2%-21,1% sedang kandungan serat kasar menurun 2,6%-8,7%. KATA KUNCI: kulit kopi, fermentasi, Aspergillus niger, Trichoderma viride, Rhizopus oryzae PENDAHULUAN Kulit kopi termasuk limbah pertanian yang sampai saat ini belum termanfaatkan. Indonesia tercatat merupakan negara terbesar kedua dalam luas areal perkebunan kopi namun masih di urutan keempat dalam hal produksi dan ekspor kopi dunia. Sampai dengan tahun 2008 luas perkebunan kopi Indonesia diperkirakan mencapai ribu ha. Produksi perkebunan kopi selama lima tahun terakhir tumbuh sekitar 6%, pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 683 ribu ton (Anthoni, 2009). Berdasarkan hasil produksi kopi tahunan Indonesia dapat diestimasikan bahwa dari 683 ribu ton yang dihasilkan per tahun juga dihasilkan limbah kulit kopi sebesar 310 ribu ton. Jumlah ini merupakan suatu potensi yang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan. Pemanfaatan kulit kopi sebagai salah satu alternatif bahan pakan dikarenakan melimpahnya ketersediaan jumlah bahan ini di daerah-daerah yang ada di Indonesia dan belum termanfaatkan dengan baik. Bahan ini juga belum dimanfaatkan untuk kegiatan manusia sehingga dapat menjamin ketersediaannya dan harganya yang relatif murah dibandingkan dengan bahan baku pakan lain. Hal yang sangat bermanfaat dalam penggunaan limbah kulit kopi ini adalah kandungan nutrisi yang cukup tinggi yang dapat digunakan sebagai sumber protein untuk mengurangi penggunaan tepung ikan sebagai pakan. Dalam pengolahan kopi dihasilkan 45% kulit kopi, 5% kulit ari dan 40% biji kopi (untuk manusia). Kulit kopi mempunyai kandungan berat kering sebesar 91,77%, Protein kasar sebesar 11,18%, serat kasar (21,74%), Lemak kasar 2,8%, dan kandungan BETN sebesar 50,8% (Anonim, 2005). Pemanfaatan kulit kopi sebagai bahan baku pakan belum dilakukan secara optimal saat ini. Hal ini dikarenakan adanya kandungan serat kasar terutama lignin yang relatif tinggi dalam kulit kopi dan adanya kandungan antinutrisi berupa senyawa kafein dan tannin. Hal-hal tersebut di atas yang mengakibatkan belum digunakannya bahan ini sebagai salah satu alternatif bahan baku pakan. Solusi pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah dengan pengolahan limbah tersebut. Salah satu alternatif pengolahan limbah yang aman, relatif murah dan sering digunakan oleh masyarakat adalah pengolahan secara biologis, yakni pengolahan dengan memanfaatkan mikroorganisme yang akan melakukan proses biologis (bioprocess) dalam mengolah senyawa-senyawa yang tidak dibutuhkan dalam bahan baku pakan dan mendapatkan senyawa yang diinginkan dalam Page 649 of 1000 Page 1 of 11

2 Perbaikan mutu kulit kopi melalui fermentasi... (Neltje N. Palinggi) 634 proses pembuatan bahan pakan. Mikroorganisme yang dimanfaatkan adalah mikroorganisme yang dapat berperan dalam memfermentasi senyawa-senyawa yang tidak diinginkan serta tidak menimbulkan efek toksik bagi organisme budidaya. Beberapa jenis mikroorganisme yang berpotensi untuk proses fermentasi kulit bii kopi diantaranya adalah Aspergillus niger, Trichoderma viride., dan Rhizopus oryzae. Pemanfaatan kulit biji kopi dengan bioprosessing menggunakan bantuan mikroorganisme diharapkan mampu menghasilkan senyawa-senyawa nutrien yang dibutuhkan oleh ikan. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan kulit biji kopi sebagai bahan baku pakan ikan dengan bantuan mikroorganisme. Sasaran penelitian adalah perbaikan mutu dan pemanfaatan limbah pertanian untuk menurunkan biaya pakan dalam kegiatan budidaya ikan yang berkelanjutan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros. Bahan uji yaitu kulit biji kopi diperoleh dari lokasi penggilingan buah kopi di Kelurahan Malakaji, Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Gowa. Penyediaan Bahan Baku Kulit kopi dijemur hingga kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan hammer mill (mesin penepung). Sebagian dari kulit kopi ini diambil sampelnya yang representatif untuk selanjutnya dianalisis proksimat sebagai data awal bahan yang tidak difermentasi. Sebagian lainnya difermentasi menggunakan 3 jenis mikroba sebagai perlakuan yaitu (A) Aspergillus niger, (B) Rhizopus orizae, (C) Trichoderma viride, Mikroba tersebut diperoleh dari hasil isolasi di Laboratorium Mikrobiologi PAU, Institut Pertanian Bogor. Perbanyakan Mikroba Fermentasi (Kapang) Hasil isolasi mikroba tersebut selanjutnya diperbanyak dengan metode sebagai berikut: Kapang diinokulasi pada media PDA (Potato Dextrose Agar) yang ditambah yeast extract 0,3% dengan metode agar miring. Kemudian dilanjutkan dengan membiakkannya pada cawan petri (diameter 9 cm) dengan media yang sama. Hasil biakan ini siap digunakan pada fermentasi beras. Beras dicuci, lalu ditambahkan air sebanyak 400 cc air per 1 kg beras. Beras yang sudah ditambahkan air, dimasak (diaron), kemudian dikukus selama 30 menit, lalu didinginkan. Setelah dingin dicampur dengan biakan mikroba (kapang) sebanyak 3 petri per 1 kg beras. Setelah tercampur rata diinkubasi (didiamkan) selama 5 hari, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40 o C (selama 5 hari), lalu ditepungkan menjadi stok, dan siap digunakan dalam fermentasi bahan pakan. Fermentasi Bahan Pakan Fermentasi kulit kopi dilakukan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Palinggi (2009) dengan tahapan proses seperti pada Gambar 1. Bahan yang akan difermentasi terlebih dahulu disterilkan dalam autoclave pada suhu 121 o C tekanan 1 ATM selama 15 menit, kemudian didinginkan. Setelah dingin kulit kopi dimasukkan ke dalam baskom plastik. Lalu ditambahkan air steril dengan perbandingan 1 kg kulit kopi : 1 L air. Selanjutnya diaduk rata kemudian ditambahkan 10g mikroba, lalu diaduk rata lagi. Sesudah itu dimasukkan ke dalam nampan plastik dengan ketebalan ± 3 cm lalu ditutup dengan plastik yang sudah dilubang-lubangi kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 4-5 hari. Percobaan ini didisain dengan rancangan acak kelompok, masing-masing 4 kelompok berdasarkan waktu. Setelah selesai fermentasi, produk yang dihasilkan dikeringkan dan ditepungkan, lalu dianalisis proksimat untuk melihat kelayakannya sebagai bahan pakan ikan. Analisis proksimat dilakukan berdasarkan metode AOAC International (1999): protein kasar dianalisis dengan micro-kjeldahl, lemak dideterminasi secara gravimetric dengan extraksi chloroform, serat kasar dengan ekstraksi ether, abu dengan pembakaran dalam muffle furnace pada suhu 550ºC selama 24 jam. Peubah komposisi proksimat hasil fermentasi tersebut dianalisis ragam menggunakan rancangan acak kelompok (Steel & Torrie, 1995). Page 650 of 1000 Page 2 of 11

3 635 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 Kulit biji kopi Disterilkan dalam autoclave Didinginkan Ditambahkan mikroorganisme Difermentasi (4 hari) Dikeringkan dalam oven (50 o c) Analisa proksimat Gambar 1. Skema fermentasi bahan pakan HASIL DAN BAHASAN Dari hasil analisis proksimat kulit biji kopi diperoleh kandungan protein kasar kulit biji kopi yang difermentasi meningkat bila dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Fermentasi kulit biji kopi menggunakan A. niger, R. oryzae dan T. viride memberikan nilai kandungan protein kasar tidak berbeda nyata (P>0,05) di antara ketiganya tetapi memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) dengan tanpa fermentasi (Tabel 1). Peningkatan kandungan protein juga terjadi pada bungkil kopra yang difermentasi dengan A. niger, S. cereviceae, Rhizopus sp., dan B. Subtilis (Palinggi et.al., 2013). Akmal & Mairizal (2003) melaporkan bahwa proses fermentasi pada bungkil kelapa menggunakan A. niger dapat meningkatkan kandungan protein kasar. Peningkatan kandungan protein terjadi karena biokonversi gula menjadi protein miselium atau protein sel tunggal (Iyayi, 2004) dan adanya kenaikan jumlah massa sel mikroba dan kehilangan bahan kering selama fermentasi berlangsung (Wang et al., 1979). Kandungan lemak kasar kulit biji kopi yang difermentasi mengalami peningkatan dibandingkan dengan tanpa fermentasi. Peningkatan kandungan lemak tertinggi diperoleh pada fermentasi menggunakan T. viride dan A. niger, berbeda nyata (P<0,05) dengan kandungan lemak kasar kulit biji kopi tanpa fermentasi. Peningkatan kandungan lemak ini juga terjadi pada bungkil kopra yang Tabel 1. Hasil analisis proksimat kulit biji kopi Analisis Fermentasi Tanpa fermentasi proksimat A. niger R. oryzae T. viride Protein kasar 6,48 b ± 0,35 8,34 a ± 1,25 8,92 a ± 1,64 8,67 a ± 1,59 Lemak kasar 1,47 b ± 1,37 2,63 a ± 1,03 2,03 ab ± 1,38 2,65 a ± 1,50 Serat kasar 50,26 a ± 2,74 48,94 a ± 1,26 50,38 a ± 1,39 45,87 a ± 6,03 Abu 11,25 b ± 2,70 11,65 b ± 3,03 13,62 a ± 2,07 11,61 b ± 2,30 BETN 30,55 ab ± 2,73 28,45 ab ± 5,22 25,05 b ± 3,48 31,20 a ± 10,68 Keterangan: nilai dalam baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) Page 651 of 1000 Page 3 of 11

4 Perbaikan mutu kulit kopi melalui fermentasi... (Neltje N. Palinggi) 636 difermentasi dengan A. niger, S. cereviceae dan B. subtilis (Palinggi et al., 2013). Hal yang sama terjadi pula pada dedak halus yang difermentasi dengan A.niger dan R. oryzae (Rahma, 1996; Palinggi, 2009). Peningkatan ini disebabkan adanya kandungan lemak kasar yang dihasilkan oleh massa sel mikroba yang tumbuh dan berkembang biak pada media selama fermentasi (Ganjar, 1983). Gutierrez et al. (2005) melaporkan bahwa selama proses dekomposisi, komponen lemak mengalami degradasi tetapi ditemukan kembali senyawa lemak baru. Kandungan serat kasar kulit kopi fermentasi relatif mengalami penurunan dibanding dengan tanpa fermentasi, walaupun dari hasil uji statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Penurunan kandungan serat kasar dapat terjadi karena proses dekomposisi komponen serat oleh kapang. Serat kasar sebagian besar berasal dari sel dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Menurut Satiawiharja (1984) menurunnya serat kasar dalam bahan fermentasi dapat disebabkan oleh tercernanya bagian dari serat kasar oleh mikroba. Hal ini didukung oleh pendapat Winarno & Fardiaz (1979) yang menyatakan proses fermentasi menyebabkan terjadinya pemecahan oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan-bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Judoamidjojo et al. (1992) mengemukakan senyawa karbohidrat komplek seperti pati, selulosa, pektin, lignoselulosa, dan serat umumnya dapat digunakan sebagai sumber C dan sumber energi medium fermentasi, secara biologis senyawa karbohidrat komplek dapat diubah menjadi glukosa, maltosa, etanol, dektrin dan asam-asam organik yang bernilai ekonomis tinggi. Kandungan abu dalam kulit biji kopi yang difermentasi cenderung meningkat. Peningkatan tertinggi diperoleh pada fermentasi dengan R. orizae berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Hal yang sama terjadi pula pada bungkil kopra yang difermentasi dengan A. niger, S. cereviceae dan Rhizopus sp. (Palinggi et al., 2013). Perubahan kandungan abu substrat selama proses fermentasi disebabkan oleh perubahan bahan organik yang terjadi selama proses biokonversi (Haddadin et al., 2009). Fardiaz (1988) menyatakan bahwa peningkatan kadar abu selama fermentasi disebabkan oleh bertambahnya masa sel tubuh kapang dan terjadinya peningkatan konsentrasi didalam produk karena perubahan-perubahan bahan organik akibat proses biokonversi yang menghasilkan H2O dan CO2. Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) ditentukan melalui pengurangan bahan kering dengan seluruh komponen nutrien substrat. Nilai BETN sangat bergantung pada kandungan nutrien lain. Kandungan BETN tertinggi diperoleh pada kulit biji kopi yang difermentasi dengan T. viride dan berbeda nyata (P<0,05) dengan kulit biji kopi yang difermentasi dengan R. orizae tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan kulit biji kopi tanpa fermentasi dan yang difermentasi dengan A. Niger. Perubahan kandungan BETN dapat terjadi karena perombakan karbohidrat struktural, terutama hemiselulosa menjadi bahan mudah larut. Hemiselulosa dirombak menjadi monomer gula dan asam asetat (Sanchez 2009). KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini diperoleh kulit biji kopi yang difermentasi dengan A. niger, R. orizae dan T. viride dapat meningkatkan kandungan protein kasar, lemak kasar dan kadar abu kulit biji kopi serta cenderung menurunkan serat kasar dan BETN DAFTAR ACUAN Akmal dan Mairizal Pengaruh penggunaan bungkil kelapa hasil fermentasi dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam pedaging. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition October Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang. Hal Anonim, Hasil Analisis Proksimat Bahan Pakan Asal Limbah Pertanian. Laporan tahunan. Loka Penelitian Sapi Potong, Grati. 5 hal. Anthoni, N Komoditas Kopi. pdf [23 Maret 2010] AOAC International Official Methods of Analysis, 16 th edn. Association of Official Analytical Chemists International, Gaithersberg, Maryland, USA pp. Fardiaz, S Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 186 hal. Page 652 of 1000 Page 4 of 11

5 637 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 Ganjar, I Pemanfaatan ampas tape ketan. Departemen Kesehatan. Jakarta. Dalam Halid, I Perubahan nilai nutrisi onggok yang diperkaya nitrogen bukan protein selama proses fermentasi dengan biakan kapang. Tesis Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 53 hal. Gutierrez A., Rio JC del, M.J. Martinez-Inigo, M.J. Martinez and A.T. Martinez Production of new unsaturated lipids during wood decay by ligninolytic basidiomycetes. Appl. Environ. Microbiol. 68: Haddadin M.S.Y., J. Haddadin, O.I. Arabiyat and B. Hattar Biological conversion of olive pomace into compost by using Trichoderma harzianum and Phanerochaete chrysosporium. Bioresour. Technol. 100: Iyayi, E.A Changes in the cellulose, sugar and crude protein contents of agro-industrial by-products fermented with Aspergillus niger, Aspergillus flavus and Penicillium sp. Afr. J. Biotechnol. 3: Judoamidjojo, R.M., E.G. Sa id dan L. Hartoto Biokonversi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi., IPB. Dirjen Dikti. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 88 hal. Palinggi, N.N Penambahan Aspergillus niger dalam dedak halus sebagai bahan pakan pada pembesaran ikan kerapu bebek. Prosiding Seminar Nasional Perikanan Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Sekolah Tinggi Perikanan.7 hal. Palinggi, N. N., Usman, Kamaruddin dan Laining, A Perbaikan mutu bungkil kopra melalui bioprosessing (fermentasi) untuk bahan pakan ikan bandeng. Hasil penelitian yang disajikan pada Forum Inovasi Teknologi, 3-4 September Solo, Jawa Tengah. 13 hal. Rahma, S.N Evaluasi kandungan zat makanan dedak halus yang difermentasi dengan Aspergillus niger, Aspergillus oryzae dan Rhizopus oryzae. Sripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. 51 hal. Sanchez C Lignocellulosic residues: biodegration and bioconversion by fungi. Biotechnol. Advan. 27: Satiawiharja, B Fermentasi Media Padat dan Manfaatnya. Dirjen Dikti, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 109 hal.. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika. Alih bahasa: Bambang Sumantri. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta. 748 hal. Wang, D.I.C., C.L. Coney, A.L. Damain, P. Dunnil, A.F. Humherey and M.D. Lily Fermentation and enzymes Technology. John Wiley and Sons. New York. 86 pp. Winarno, F.G. dan S. Fardiaz Biofermentasi dan Biosintesa Protein. Angkasa. Bandung. 98 hal. Page 653 of 1000 Page 5 of 11

6 Perbaikan mutu kulit kopi melalui fermentasi... (Neltje N. Palinggi) 638 Page 654 of 1000 Page 6 of 11

7 639 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 ABSTRAK PENERAPAN TEKNOLOGI PAKAN DAN RATIO INDUK PADA PRODUKSI TELUR IKAN GURAME (Osphronemus gouramy) DI SUMATERA BARAT Muhammad Sulhi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1, Bogor Kegiatan penerapan teknologi pakan pada produksi telur ikan gurame telah dilakukan di kolam pembudidaya daerah Lubuk Buaya Padang dengan tujuan untuk menerapkan teknologi intensif pada tahapan pemijahan ikan gurame melalui perbaikan manajemen pakan berkualitas dan teknik pemijahan. Wadah yang digunakan berupa kolam tanah ukuran 2x3x1 m dengan kedalaman air cm. Ikan uji yang digunakan adalah induk ikan gurame strain bastar dengan ukuran 2-2,5 kg/ekor. Perlakuan yang diberikan pada kegiatan ini yaitu A Pemeliharaan induk menggunakan pakan dengan kandungan protein 24-26% dan ratio jantan betina 1:1 merupakan perlakuan yang umumnya dilakukan pembudidaya Lubuk Buaya dalam memproduksi telur ikan gurame,sedang perlakuan B menggunakan pakan dengan kandungan protein 30-32% dan ratio jantan betina 1:3.merupakan teknik produksi telur hasil kegiatan riset BPPBAT. Parameter yang diamati terdiri dari interval pemijahan dan produksi telur/induk. Hasil pengamatan selama 6 bulan diperoleh data bahwa intensitas pemijahan dan produksi telur terbaik diperoleh pada perlakuan B dengan intensitas pemijahan 3 kali dan produksi telur antara antara butir sampai butir jauh lebih tinggi dari perlakuan pembudidaya yang hanya menghasilkan telur antara butir sampai butir. KATA KUNCI: gurame, induk, kandungan protein, ratio jantan betina PENDAHULUAN Ikan gurame (Osphronemus gouramy) merupakan salah satu dari 15 jenis komoditi perikanan yang ditujukan untuk peningkatan produksi dan pendapatan petani serta untuk pemenuhan sasaran peningkatan gizi masyarakat. Ikan gurame mempunyai nilai ekonomis yang tinggi karena selain banyak disukai juga mempunyai harga yang relatif lebih tinggi dibanding jenis lainnya. Ikan gurame telah dikenal cukup jauh dari daerah asalnya yaitu Indonesia dikarenakan oleh nilainya yang tinggi sebagai sumber makanan ( Shedd,1983). Perkembangan budidaya ikan saat ini telah mencapai tahapan intensif, namun pada prakteknya banyak sekali masalah yang harus dihadapi, salah satu diantaranya adalah masalah pakan. Jenis ikan ini mudah dipelihara dalam wadah budidaya terkontrol dan cepat menyesuaikan diri terhadap pemberian pakan buatan (Handayani, 1997). Ikan gurame bersifat omnivora, menyukai air yang tergenang, dan tergolong kedalam golongan ikan ikan dataran rendah dan tingkat kematian ikan ini sepanjang diusahakan secara intensif, relatif cukup rendah. Jenis ikan ini mudah dipelihara dalam wadah budidaya terkontrol dan cepat menyesuaikan diri terhadap pemberian pakan buatan. Makanan (pakan) berfungsi sebagai sumber energi dan materi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Menurut Elliot (1979) Pakan mempengaruhi laju pertumbuhan, produksi, kesehatan, kelangsungan hidup (sintasan), dan reproduksi ikan. Lannan et al. (1983) mengatakan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan produksi ada 3 aspek penting yang perlu diperhatikan yaitu pemupukan, padat penebaran dan pakan tambahan. Produksi benih ikan gurame di tingkat pembudidaya umumnya masih rendah dan jauh dari memenuhi tingginya permintaan benih untuk mencukupi kebutuhan pembudidaya pada tahapan pembesaran. Rendahnya produksi benih ini umumnya diakibatkan oleh di samping teknik produksi yang belum dilakukan secara tepat, juga aplikasi pakan buatan pada pemeliharaan induk untuk memproduksi telur umumnya belum dilakukan. Page 655 of 1000 Page 7 of 11

8 Penerapan teknologi pakan dan ratio induk... (M. Sulhi) 640 Teknik pemijahan induk gurame yang umum dilakukan pembudidaya masih belum menerapkan teknologi yang mengarah kepada peningkatan produksi benih, pembudidaya beranggapan bahwa dalam melakukan pemijahan induk ikan gurame, pemberian pakan buatan pada pemeliharaan induk merupakan hal yang tabu. Pembudidaya pada tahapan ini hanya memberikan hijauan sebagai pakan tambahan. Pembudidaya beranggapan bahwa jika diberikan pakan buatan akan berdampak pada membusuknya telur dalam sarang yang berakibat tingkat derajat tetas relatif rendah. Hasil penelitian sebelumnya tentang teknik produksi telur ikan gurame yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kebutuhan protein pakan untuk ikan gurame ukuran > 15 cm adalah 28% (SNI, 2009). Sunarno et al. (2012) menambahkan bahwa kandungan protein pakan untuk gurame ukuran induk berkisar antara 32-35%. Ratio induk jantan dan betina pada produksi telur ikan gurame untuk memperoleh hasil yang optimal dan menguntungkan adalah 1 jantan dan 3 betina dengan ukuran induk > 2 kg ( Sulhi et al.,2012) Melihat kondisi yang terjadi di tingkat pembudidaya, perlu dilakukan penerapan dari teknologi yang telah dihasilkan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar terutama teknologi pemeliharaan pada tahapan pemijahan ikan gurame. Tujuan dari kegiatan ini adalah Penerapan teknologi intensif pada tahapan pemijahan ikan gurame melalui perbaikan teknik pemijahan dan manajemen pakan berkualitas dengan sasaran terjadinya Peningkatan produksi benih gurame secara efektif,efisien dan menguntungkan ditingkat pembudidaya melalui BAHAN DAN METODE Ikan uji yang digunakan adalah induk ikan gurame strain bastar. Lokasi penelitian di pembudidaya daerah Lubuk Buaya Kota Padang. Sumatera Barat. Ukuran induk yang digunakan berkisar 2-2,5 kg/ ekor. Luasan kolam pemijahan yang digunakan adalah 2x3x1 m dengan ketinggian air sekitar cm sebanyak 6 buah. Sisi pematang kolam bagian dalam dibiarkan berumput sebagai tempat menempelkan sarang. Dalam kolam pemijahan ditempatkan meja untuk meletakkan bahan sarang berupa ijuk yang diberikan sebanyak 1 ikat/induk betina. Sebelum ovulasi, umumnya induk jantan dan betina akan membuat sarang dari ijuk yang tersedia untuk ditempelkan di rumput pada dinding pematang. Setelah sarang telah berisi telur dan diangkat untuk ditetaskan, ijuk ditambahkan kembali ke meja sarang yang ada di kolam. Lama pemeliharan 6 bulan. Perlakuan difokuskan pada teknik pemijahan yang dilakukan dalam memproduksi benih gurame sebagai berikut : No Uraian Perlakuan A B 1 Ratio jantan dan betina 1:01 1:03 2 Kandungan protein Pakan Buatan 24-26% 30-32% komersial 3 Jumlah pemberian dan frekuensi 1%/hari 1%/hari 4 Hijauan (daun sente) 5%/minggu 2%/hari 5 Ulangan 3 kali 3 kali 6 Parameter amatan Meliputi interval pemijahan 7 Analisa data dan jumlah produksi telur Deskriptif Perlakuan A merupakan perlakuan yang umumnya dilakukan pembudidaya Lubuk Buaya yaitu dengan ratio induk jantan dan betina 1:1, kandungan protein pakan buatan yang diberikan berkisar 24-26% dengan jumlah pemberian 1%/hari dan hijauan (sente) diberikan sebanyak 5%/minggu. Perlakuan B merupakan perlakuan yang berdasarkan hasil penelitian terdahulu yaitu dengan ratio induk jantan dan betina 1:3, kandungan protein pakan buatan yang diberikan berkisar 30-32% dengan jumlah pemberian 1%/hari dan hijauan (sente) diberikan sebanyak 2%/hari. Parameter yang diamati meliputi interval pemijahan yaitu jarak waktu antar pemijahan tiap induk dan jumlah produksi telur Page 656 of 1000 Page 8 of 11

9 641 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 HASIL DAN BAHASAN Dari hasil pengamatan selama 6 bulan terhadap proses pemijahan tiap perlakuan diperoleh informasi sebagai berikut : Interval Pemijahan Tiap Perlakuan Selama 6 Bulan Pemeliharaan Interval pemijahan selama pengamatan terhadap perlakuan tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Interval pemijahan tiap perlakuan selama 6 bulan pemeliharaan Ulangan Perlakuan A B Interval Jumlah sarang Interval Jumlah sarang 1 2 kali 2 buah 3 kali 9 buah 2 2 kali 2 buah 3 kali 9 buah 3 2 kali 2 buah 3 kali 9 buah Dari Tabel 1 terlihat bahwa interval pemijahan pada perlakuan A berlangsung hanya 2 kali selama 6 bulan pemeliharaan sedang perlakuan B berlangsung rata-rata 3 kali pemijahan. Dari interval pemijahan ini, jumlah sarang selama 6 bulan pemeliharaan pada perlakuan A hanya 6 buah sedang pada perlakuan B sebanyak 27 buah. Perbedaan Interval pemijahan dari tiap perlakuan menunjukkan bahwa kualitas pakan terutama kandungan protein pakan buatan sangat berpengaruh terhadap intensitas pemijahan induk gurame. Menurut Halver (2002) & Elliot (1979) mengatakan bahwa pakan induk mempunyai peranan penting bagi pematangan gonad dalam menghasilkan telur dan perkembangan larva dengan kualitas baik. Perbedaan kandungan protein pakan dimana pakan B mengandung protein 30-32% lebih tinggi dibanding kandungan protein pakan A (24%-26%) membuktikan bahwa kandungan protein dalam pakan sangat berpengaruh terhadap interval pemijahan. Kebutuhan kandungan protein pakan ikan gurame untuk ukuran > 15 cm adalah 28% (SNI 7473, 2009). Menurut Sunarno et al. (2012) kandungan protein pakan untuk gurame ukuran induk berkisar antara 32-35%. Kandungan protein pakan pada perlakuan A (22-24%) terbukti kurang memenuhi kebutuhan induk untuk memproduksi telur jika dibandingkan dengan perlakuan B (30-32%). Sunarno et al. (2012) mengatakan bahwa protein merupakan unsur utama yang mutlak ada dalam pakan, fungsi protein salah satunya adalah sebagai bahan enzim yang membantu proses fisiologis dalam tubuh ikan. Gunadi et al. ( 2010) mengatakan bahwa interval pemijahan dipengaruhi oleh kadar protein yang diterima oleh induk ikan. Induk gurame yang diberi pakan dengan kandungan protein 33% dan 38% mempunyai produksi sarang lebih tinggi dibandingkan dengan induk yang diberi pakan dengan kandungan protein 14%. Disamping kandungan protein pakan buatan, pemberian daun sente pada perlakuan B yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan A ikut memberikan dampak positip terhadap Gambar 1. Kolam pemijahan Gambar 2. Induk gurame Page 657 of 1000 Page 9 of 11

10 Penerapan teknologi pakan dan ratio induk... (M. Sulhi) 642 Tabel 2. Jumlah produksi telur selama 6 bulan pemeliharaan Perlakuan Ulangan A B Jumlah Rata-rata/induk Jumlah Rata-rata/induk butir 2562,5 butir butir 3052,5 butir butir 2239,0 butir butir 3020,8 butir butir 2718,5 butir butir 3103,2 butir interval pemijahan. Rimpang tanaman sente banyak mengandung pati dan daunnya berpengaruh terhadap peningkatan fertilitas. ( Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perlakuan B memberikan hasil terbaik terhadap interval pemijahan induk gurame dan dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya yang cukup nyata. Jumlah Produksi Telur Tiap Perlakuan Selama 6 Bulan Pemeliharaan Produksi telur tiap perlakuan selama pengamatan tercantum pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi telur dari perlakuan B jauh lebih tinggi dibanding perlakuan A. Pada perlakuan B tiap induk menghasilkan telur antara 3.020,8 butir sampai 3.103,2 butir/sarang sedang perlakuan A hanya menghasilkan telur antara 2.239,0 butir sampai 2.718,5 butir/sarang. Jatmiko (2003) mengatakan bahwa ikan gurame dapat menghasilkan butir dalam setiap pemijahan pada gurame bastar bahkan butir pada gurame Blusafir. Jumlah telur yang dihasilkan tiap kolam selama 6 bulan pemeliharaan untuk perlakuan B antara butir sampai butir jauh lebih tinggi dari perlakuan A yang hanya menghasilkan telur antara butir sampai butir. Jumlah telur dalam tiap sarang yang lebih banyak pada perlakuan B dibanding dengan perlakuan A membuktikan bahwa pengaruh pakan baik kandungan protein pakan maupun jumlah pemberian hijauan berdampak positip terhadap jumlah telur yang dihasilkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Gunadi et al. ( 2010) yang mengatakan bahwa pemberian pakan tambahan dengan kadar protein semakin tinggi kepada induk gurame menghasilkan produksi telur per sarang semakin tinggi. Pemberian pakan yang berkualitas baik pakan buatan maupun hijauan pada tahapan produksi telur gurame merupakan satu hal yang penting, menurut Tandler et al. (1995) dalam Halver (2002) bahwa Pakan induk mempunyai peranan penting bagi pematangan gonad dalam menghasilkan telur dan perkembangan larva dengan kualitas baik (daya tetas tinggi, tingkat kelangsungan hidup tinggi).hal ini ditambahkan pula oleh Woynarovich & Horvath, (1980) bahwa defisiensi nutrien esensial terutama asam amino, asam lemak, vitamin, dan mineral menyebabkan perkembangan telur terhambat dan akhirnya terjadi kegagalan ovulasi. Makanan (pakan) berfungsi sebagai sumber energi dan materi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan. Menurut Elliot (1979) Pakan mempengaruhi laju pertumbuhan, produksi, kesehatan, sintasan, dan reproduksi ikan. Pertumbuhan dan pematangan gonad terjadi apabila terdapat kelebihan energi yang diperoleh dari makanan untuk pertumbuhan tubuh. Menurut Wooton (1979) mengatakan bahwa ikan apabila kekurangan energi dapat meningkatkan oosit yang mengalami atresia (Wooton, 1979;). Komposisi bahan pakan pada formulasi pakan induk sangat menentukan terhadap produksi telur yang dihasilkan. Dahlgren (1981) mengatakan bahwa bahwa fekunditas induk ikan antara lain dipengaruhi oleh kandungan protein yang diterimanya, pemberian pakan dengan kadar protein 72% terhadap induk guppy betina meningkatkan fekunditas dan jumlah ovum dibandingkan dengan pemberian pakan dengan kadar protein 53,23 dan 15%. Pada ikan Nila Gunasekera et al. (1996) mengatakan bahwa induk ikan nila yang diberi pakan dengan kadar protein 20% dan 35% menghasilkan telur lebih banyak pada setiap pemijahan dibandingkan dengan induk yang diberi pakan dengan kadar 10%. Page 658 of 1000 Page 10 of 11

11 643 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 Penggunaan Bahan herbal/hijauan dalam pemeliharaan gurame memang sangat dibutuhkan. Daun sente (Alocasia macrorrhiza) dikalangan pembudidaya gurame merupakan daun yang sudah tidak asing lagi, baik untuk kegiatan produksi benih maupun kegiatan pembesaran sampai dengan ukuran konsumsi. Para pembudidaya ikan gurame berasumsi bahwa tanpa penggunaan daun ini baik produksi benih maupun pembesaran tidak akan berhasil dengan baik. Tanaman Sente banyak mengandung saponin, flavonoid dan polifenol yang terdapat pada tangkai dan daun diduga berkhasiat meningkatkan daya tahan ikan terhadap serangan penyakit ( Tanaman sente rimpangnya kaya akan pati dan daunnya dapat digunakan untuk meningkatkan fertilitas ( KESIMPULAN Dari pengamatan selama kegiatan berlangsung dapat disimpulkan bahwa Perlakuan B dengan pemberian pakan mengandung protein 30-32% serta ratio induk jantan dan betina 1:3 memberikan dampak positip terhadap peningkatan produksi telur, produktivitas lahan dan pendapatan pembudidaya. Jumlah telur tiap induk pada perlakuan B berkisar butir lebih baik dibanding perlakuan A dengan jumlah berkisar butir. Pada perlakuan B dengan ratio jantan dan betina 1 :3 menghasilkan telur selama pengamatan antara butir sampai butir dengan interval pemijahan 3 kali sedang perlakuan A dengan ratio 1:1 menghasilkan telur antara butir sampai butir dengan Interval pemijahan 2 kali. DAFTAR ACUAN Anonim Gurame? Tak melulu Sente. Diunduh 20 februari 2014 Anonim Detil data Alocasia macrorrhiza. Diunduh 20 februari 2014 Dahlgren, B.T Impact of Different Dietary Protein Contents of Fecundity and Fertility in the Guppy (Poecilia reticulata). Biology of Reproduction. 24: p Elliot, J.M Energetic of freshwater teleost, p dalam P.J. Miller (Ed). Fish phenology adaptive. Acad. Press. Inc. London. Gunadi, B., Lamanto, & Febrianti, Rita Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Dengan Kadar Protein Berbeda Terhadap Jumlah dan Fertilitas Telur Induk Gurame. Pros. Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. hlm Gunasekera, R.M., Shim, K.F & Lam, T.J Effect of Dietary Protein Level on Spawning Performance and Amino Acid Composition of Egg of Nile Tilapia. Aquaculture.146: p Halver, E., John, & Ronald, W. Wardy (Ed) Fish Nutrition. 3rd Edition. Academic press. Tokyo. p Handayani, Sri Dosis optimum 3,5,3 Triyodotironin (T3) dalam pakan untuk pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus gouramy Lac). Desertasi. Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jatmiko, T Analisis Pendapatan Dan Efisiensi Penggunaan Faktor Faktor Produksi Usaha Ikan Gurame. Skripsi. Jur. Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Lannan, J.E., Smitherman, R. Oneal., & george Ichobanoglaus Principles and Practices of Pond aquaculture. Oregon State University. p Shedd, J.G Aquatic Life. The Sheed Aquarium Society. Chicago. USA. Sunarno M.T.D., Sulhi, M., Samsudin, Reza., & Heptarina, Deisi Petunjuk Teknis Teknologi Pakan Ikan Ekonomis dan Efisien Berbasis Bahan Baku Lokal. IPB Press. hlm. 54. Wooton, R.J Energy cost production and environmental determinant of fecundity in teleost fishes p dalam P.J. Miller (Ed). Fish Phenology, anabolic adaptive in teleost. Acad. Press. Inc. London. Woynarovich, E., & Horvath, L The artificial propagation of warmwater fish. A manual for extention FAO, Fishes Technical Paper, No.201: p Page 659 of 1000 Page 11 of 11

PENGGUNAAN KOMBINASI BERAGAM PAKAN HIJAUAN DAN PAKAN KOMERSIAL TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.)

PENGGUNAAN KOMBINASI BERAGAM PAKAN HIJAUAN DAN PAKAN KOMERSIAL TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.) 759 Penggunaan kombinasi beragam pakan hijauan... (M. Sulhi) PENGGUNAAN KOMBINASI BERAGAM PAKAN HIJAUAN DAN PAKAN KOMERSIAL TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT IKAN GURAME (Osphronemus gouramy Lac.) ABSTRAK Muhammad

Lebih terperinci

PERBAIKAN MUTU KULIT KAKAO DAN TONGKOL JAGUNG MELALUI FERMENTASI UNTUK BAHAN PAKAN IKAN

PERBAIKAN MUTU KULIT KAKAO DAN TONGKOL JAGUNG MELALUI FERMENTASI UNTUK BAHAN PAKAN IKAN 569 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 PERBAIKAN MUTU KULIT KAKAO DAN TONGKOL JAGUNG MELALUI FERMENTASI UNTUK BAHAN PAKAN IKAN ABSTRAK Kamaruddin, Neltje Nobertine Palinggi, dan Usman Balai

Lebih terperinci

SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus

SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus 737 Substitusi tepung bungkil kedelai... (Neltje Nobertine Palinggi) SUBSTITUSI TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DENGAN TEPUNG BUNGKIL KOPRA DALAM PAKAN IKAN BERONANG, Siganus guttatus ABSTRAK Neltje Nobertine Palinggi

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) 697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) ABSTRAK

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDATERHADAP JUMLAH DAN FERTILITAS TELUR INDUK GURAME

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDATERHADAP JUMLAH DAN FERTILITAS TELUR INDUK GURAME 817 Pengaruh pemberian pakan tambahan... (Bambang Gunadi) PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN DENGAN KADAR PROTEIN YANG BERBEDATERHADAP JUMLAH DAN FERTILITAS TELUR INDUK GURAME ABSTRAK Bambang Gunadi, Lamanto,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan

I. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan gurame (Osphronemus goramy Lac.) merupakan ikan air tawar yang memiliki gizi tinggi dan nilai ekonomis penting. Ikan gurame juga banyak digemari oleh masyarakat

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan

Lebih terperinci

KANDUNGAN PROTEIN DAN SERAT KASAR TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN

KANDUNGAN PROTEIN DAN SERAT KASAR TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA ABSTRACT ABSTRAK PENDAHULUAN KANDUNGAN PROTEIN DAN SERAT KASAR TONGKOL JAGUNG YANG DIINOKULASI Trichoderma sp. PADA LAMA INKUBASI YANG BERBEDA Crude Protein and Crude Fiber Corncob Inoculated by Trichoderma sp. at Different Time of

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 2 Februari 2014 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN TEPUNG ONGGOK SINGKONG YANG DIFERMENTASI DENGAN Rhizopus sp. SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam budidaya ternak unggas secara intensif biaya pakan menduduki urutan pertama yaitu mencapai

Lebih terperinci

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger)

Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava Tuber Skin Fermented by Aspergillus niger) Edhy Mirwandhono, Irawati Bachari, dan Darwanto Situmorang: Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Uji Nilai Nutrisi Kulit Ubi Kayu yang Difermentasi dengan Aspergillus niger (Nutrient Value Test of Cassava

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan, oleh karena itu penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto

Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto AZI MINGGUSTI LUNAR 1, HERY SUPRATMAN 2, dan ABUN 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang

I. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Balakang Ikan lele merupakan salah satu hasil perikanan budidaya yang menempati urutan teratas dalam jumlah produksi yang dihasilkan. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP),

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR

PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR PENGARUH DOSIS DAN LAMA FERMENTASI BUAH KETAPANG (Ficus lyrata) OLEH Bacillus licheniformis TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN KASAR DAN SERAT KASAR AANG. R 1, ABUN 2, dan TJITJAH. A 3 Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG ECENG GONDOK TERFERMENTASI SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV

PEMANFAATAN TEPUNG ECENG GONDOK TERFERMENTASI SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV PEMANFAATAN TEPUNG ECENG GONDOK TERFERMENTASI SEBAGAI BAHAN BAKU DALAM PEMBUATAN PAKAN IKAN BAUNG (Mystus nemurus CV Indra Suharman 1, Nur Asiah 1, Helmy Syaripah Nasution 2 1 Staf Pengajar Jurusan Budidaya

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA 1233 Pertumbuhan calon induk ikan beronang Siganus guttatus... (Samuel Lante) PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA ABSTRAK Samuel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.

I. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke

1. PENDAHULUAN. kelapa sawit terbesar di dunia. Luas perkebunan sawit di Indonesia dari tahun ke 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bungkil inti sawit (BIS) merupakan salah satu hasil samping agroindustri dari pembuatan minyak inti sawit. Perkebunan sawit berkembang pesat di Asia Tenggara, termasuk

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1. Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap persiapan bahan baku, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan data. 2.1.1. Persiapan Bahan Baku

Lebih terperinci

PRODUKSI BENIH GURAME DILAHAN SEMPIT

PRODUKSI BENIH GURAME DILAHAN SEMPIT PRODUKSI BENIH GURAME DILAHAN SEMPIT M. SULM Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jalan Raya Sempur No. I Bogor ABSTRAK Suatu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan teknik produksi benih ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas)

Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas) Pemanfaatan Kulit Nanas Sebagai Pakan Ternak oleh Nurdin Batjo (Mahasiswa Pascasarjana Unhas) PENDAHULUAN Sebagaimana kita ketahui, di negara Indonesia banyak ditumbuhi pohon nanas yang tersebar di berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum

I. PENDAHULUAN.. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Kulit pisangmerupakan limbah dari industri pengolahan pisang yang belum banyak diminati masyarakat untuk dijadikan sebagai pakan alternatif. Produksi pisang di Sumatera

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Populasi ayam pedaging meningkat dari 1,24 milyar ekor pada tahun 2012 menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan budidaya air tawar di Indonesia memiliki prospek yang cerah, terutama setelah terjadinya penurunan produksi perikanan tangkap. Permintaan produk akuakultur

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia. Pakan ruminansia sebagian besar berupa hijauan, namun persediaan hijauan semakin

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan

BAB I. PENDAHULUAN. pertanian atau sisa hasil pertanian yang bernilai gizi rendah sebagai bahan pakan 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan utama makanan ternak ruminansia adalah hijauan pada umumnya, yang terdiri dari rumput dan leguminosa yang mana pada saat sekarang ketersediaannya mulai terbatas

Lebih terperinci

PEMANFAATAN FERMENTASI AMPAS TAHU DALAM PAKAN IKAN UNTUK PERTUMBUHAN IKAN GURAMI OSPHRONEMUS GOURAMY LAC

PEMANFAATAN FERMENTASI AMPAS TAHU DALAM PAKAN IKAN UNTUK PERTUMBUHAN IKAN GURAMI OSPHRONEMUS GOURAMY LAC Prosiding Seminar Antarabangsa Ke 2 Ekologi, Habitat Manusia & Perubahan Persekitaran 53 PEMANFAATAN FERMENTASI AMPAS TAHU DALAM PAKAN IKAN UNTUK PERTUMBUHAN IKAN GURAMI OSPHRONEMUS GOURAMY LAC IDASARY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS BAHAN NABATI (DEDAK PADI DAN DEDAK POLAR) MELALUI PROSES FERMENTASI

PENINGKATAN KUALITAS BAHAN NABATI (DEDAK PADI DAN DEDAK POLAR) MELALUI PROSES FERMENTASI 689 Peningkatan kualitas bahan nabati... (Ningrum Suhenda) PENINGKATAN KUALITAS BAHAN NABATI (DEDAK PADI DAN DEDAK POLAR) MELALUI PROSES FERMENTASI (Rhyzopus oligosporus) DAN PENGGUNAANNYA DALAM PAKAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah tongkol jagung manis kering yang diperoleh dari daerah Leuwiliang, Bogor. Kapang yang digunakan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Perubahan kandungan nutrisi daun mata lele Azolla sp. sebelum dan sesudah fermentasi dapat disajikan pada Gambar 1. Gambar1 Kandungan nutrisi daun mata lele Azolla

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak percobaan dilakukan dari bulan

Lebih terperinci

FERMENTASI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN Aspergillus niger TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING DAN ABU

FERMENTASI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN Aspergillus niger TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING DAN ABU FERMENTASI LIMBAH KULIT BUAH KAKAO (Theobroma cacao L) DENGAN Aspergillus niger TERHADAP KANDUNGAN BAHAN KERING DAN ABU Syarifah Merdekawani dan Ariani Kasmiran Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan

I. PENDAHULUAN. Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menjalankan usaha peternakan pakan selalu menjadi permasalahan utama yang dialami oleh peternak. Hal tersebut dikarenakan harga pakan yang cukup mahal yang disebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan penyuplai kebutuhan daging terbesar bagi kebutuhan masyarakat. Saat ini, perunggasan merupakan subsektor peternakan yang sedang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar populasi ternak sapi di Indonesia dipelihara oleh petani peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al., 2011). Usaha peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketela pohon merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ketela pohon merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketela pohon merupakan tanaman yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat di Indonesia. Tanaman ini dapat tumbuh di berbagai tempat dan kondisi, baik di daerah bersuhu

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh PenambahanProbiotik Rhizopus oryzae Dalam Ransum Terhadap Populasi Mikroba, Panjang serta Bobot Relatif Seka Ayam Kampung dilaksanakan pada bulan

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan

1. PENDAHULUAN. perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu sumber pangan yang bergizi. Selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber asam lemak esensial yang menunjang perbaikan kualitas sumberdaya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok merupakan limbah padat agro industri pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Ketersedian onggok yang melimpah merupakan salah satu faktor menjadikan onggok sebagai pakan

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN KOMPOSISI KIMIA BEBERAPA BAHAN LIMBAH PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN NINA MARLINA DAN SURAYAH ASKAR Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002 RINGKASAN Salah satu jenis pakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merang merupakan salah satu jenis jamur pangan yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan permintaan pasar yang terus meningkat. Menurut Trubus (2012), permintaan

Lebih terperinci

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 2, Desember 2015, pp. 41-47 ISSN 2303 1093 Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower F.N.L. Lubis 1*, S. Sandi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak dan hasil produksinya merupakan sumber bahan pangan protein yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkembangan populasi ternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahu merupakan salah satu makanan yang digemari dan mudah dijumpai di Indonesia selain tempe. Tahu juga sering dijadikan sebagai lauk-pauk karena rasanya yang enak

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat menunjang kegiatan usaha budidaya perikanan, sehingga pakan yang tersedia harus memadai dan memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan dapat dijadikan alternatif usaha yang dapat memberikan keuntungan dan memiliki prospek jangka panjang yang baik. Hal ini dikarenakan atas permintaan produk

Lebih terperinci

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI Pita Sudrajad, Muryanto, dan A.C. Kusumasari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah E-mail: pitosudrajad@gmail.com Abstrak Telah

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan hewan ternak perah lainnya. Keunggulan yang dimiliki sapi perah tersebut membuat banyak pengusaha-pengusaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia khususnya unggas menghadapi tantangan

I. PENDAHULUAN. Industri peternakan di Indonesia khususnya unggas menghadapi tantangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri peternakan di Indonesia khususnya unggas menghadapi tantangan yang sangat berat akibat biaya pakan yang mahal. Mahalnya biaya pakan disebabkan banyaknya industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian

I. PENDAHULUAN. pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan ternak merupakan salah satu cara pemecahan masalah biaya tinggi pada industri peternakan. Kelayakan limbah pertanian dijadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani.

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2010 berdasarkan sensus penduduk 2010 tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya (BPS, 2010). Peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

PENGANTAR KULIAH KE 7 (STUDENT CENTERED LEARNING) DR RITA ROSTIKA PRODI PERIKANAN FPIK UNPAD

PENGANTAR KULIAH KE 7 (STUDENT CENTERED LEARNING) DR RITA ROSTIKA PRODI PERIKANAN FPIK UNPAD PENGANTAR KULIAH KE 7 (STUDENT CENTERED LEARNING) DR RITA ROSTIKA PRODI PERIKANAN FPIK UNPAD CONTENT Jenis, sumber bahan baku yang dapat digunakan untuk mengganti bahan baku pakan. TIK : Setelah mempelajari

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA FERMENTASI KULIT PISANG KEPOK. (Musa paradisiaca normalis) TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN, LEMAK, DAN KARBOHIDRAT ARTIKEL SKRIPSI

PENGARUH LAMA FERMENTASI KULIT PISANG KEPOK. (Musa paradisiaca normalis) TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN, LEMAK, DAN KARBOHIDRAT ARTIKEL SKRIPSI PENGARUH LAMA FERMENTASI KULIT PISANG KEPOK (Musa paradisiaca normalis) TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN, LEMAK, DAN KARBOHIDRAT ARTIKEL SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga membutuhkan ketersediaan pakan yang cukup untuk ternak. Pakan merupakan hal utama dalam tata laksana

Lebih terperinci

FERMENTASI KULIT KAKAO (Theobroma cacao ) SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK

FERMENTASI KULIT KAKAO (Theobroma cacao ) SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 2 Februari 2015 ISSN: 2302-3600 FERMENTASI KULIT KAKAO (Theobroma cacao ) SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong merupakan sumber utama sapi bakalan bagi usaha penggemukan. Penggemukan sapi potong umumnya banyak terdapat di daerah dataran tinggi dengan persediaan

Lebih terperinci