BAB II TEORI DASAR. 2.1 Teknologi Long Term Evolution

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TEORI DASAR. 2.1 Teknologi Long Term Evolution"

Transkripsi

1 BAB II TEORI DASAR 2.1 Teknologi Long Term Evolution LTE (Long Term Evolution) adalah sebuah nama baru dari layanan yang mempunyai kemampuan tinggi dalam sistem komunikasi bergerak (mobile). LTE merupakan standar komunikasi dasar nirkabel tingkat tinggi yang didasarkan pada jaringan GSM/EDGE. Teknologi LTE adalah langkah evolusi lanjutan dari 3GPP (Third Generation Partnership Project) menuju generasi 4G dari teknologi radio yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan jaringan telepon mobile. LTE memberikan kemampuan dalam pengiriman data mencapai kecepatan 300 Mbit/s untuk downlink dan 75 Mbit/s untuk uplink. Bandwidth LTE beroperasi pada 1,4 MHz hingga 20 MHz. Kecepatan ini dapat dicapai dengan menggunakan Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) pada downlink dan Single Carrier Frequency Division Multiplex (SC-FDMA) pada uplink, yang digabungkan dengan penggunaan MIMO. Teknologi LTE dirancang untuk menyediakan efisiensi spektrum yang lebih baik, peningkatan kapasitas radio, latency dan biaya operasional yang rendah bagi operator serta layanan pita lebar nirkabel bergerak kualitas tinggi untuk pengguna. Parameter LTE dapat dilihat pada Tabel 2.1 5

2 Tabel 2.1 Parameter LTE [8] Arsitektur Jaringan Long Term Evolution Arsitektur jaringan Long Term Evolution (LTE) dirancang untuk tujuan mendukung trafik paket switching dengan mobilitas tinggi, Quality of Service (QOS), dan latency yang kecil. Pendekatan paket switching ini memperbolehkan semua layanan termasuk layanan voice menggunakan koneksi paket. Oleh karena itu pada arsitektur jaringan LTE dirancang sesederhana mungkin, yaitu hanya terdiri dari dua node yaitu enode B dan Mobility Management Entity/Gateway (MME/GW). Hal ini sangat berbeda dengan arsitektur teknologi GSM dan UMTS yang memiliki struktur lebih kompleks dengan adanya Radio Network Controller (RNC). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan hanya adanya single node pada jaringan akses adalah pengurangan latency dan distribusi beban proses RNC untuk beberapa enode B. Bentuk arsitektur LTE dapat dilihat pada Gambar

3 Gambar 2.1 Bentuk Arsitektur LTE [8] Jaringan LTE terdiri tiga komponen penting yaitu User Equipment (UE), Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network (E-ULTRAN) dan Evolved Packet Core (EPC). Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing komponen jaringan LTE. 1. User Equipment (UE) User Equioment (UE) adalah perangkat komunikasi yang terletak paling ujung dan dekat dengan pengguna. Dua bagian penyusun UE yaitu Mobile Equipment (ME) dan Universal Integrated Circuit Card (UICC). 2. Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN) Evolved UMTS Terrestrial Radio Access Network (E-UTRAN) adalah sistem arsitektur jaringan LTE yang berfungsi menangani sisi radio akses dari UE ke jaringan core. E-UTRAN memiliki satu komponen penting yaitu Evolved Node B (enode B). enode B adalah antar-muka jaringan LTE dengan pengguna. Pada jaringan GSM dikenal sebagai BTS. Pada enode B memungkinkan dilakukan protocol air interface user plan dan control plane secara bersama-sama dalam satu unit tersebut. 7

4 enode B mempunyai dua interface yaitu S1 dan X2. Interface S1 digunakan untuk hubungan dengan EPC. Sedangkan interface X2 digunakan untuk hubungan langsung antar enode B. Interface X2 merupakan suatu logical interface yang berfungsi untuk mendukung akses komunikasi dan penerusan paket trafik pada saat UE melakukan handover. Ada dua tugas penting dari sebuah enode B, yaitu sebagai radio pengirim (transmitter) dan penerima (reciever), serta mengontrol low-level operation semua mobile user dengan cara mengirim suatu sinyal tertentu berupa pesan seperti pada saat handover. 3. Evolved Packet mobile, karena Core (EPC) Core Network pada Evolved Packet Core (EPC) menggunakan all-ip yaitu sebuah kerangka konvergensi yang berbasis packet realtime dan layanan non-realtime yang dibentuk oleh 3GPP Release 8 standar. Pada generasi kedua (2G) dan ketiga (3G), EPC menyediakan fungsionalitas core mobile yang memiliki dua bagian terpisah sub-domain yaitu Circuit-Switch (CS) untuk voice dan Packet-Switch (PS) untuk data. Sedangkan pada LTE, pengolahan dan switching antara mobile voice dan data akan bersatu dalam sebuah IP tunggal. LTE akan menjadi sistem dari end-to-end nya akan menggunakan IP yaitu dari enode B, EPC, dan sampai domain aplikasi (IMS atau non-ims). Dengan adanya EPC yang memiliki performansi yang tinggi dan kapasitas yang besar pada all-ip di core network membuat LTE mampu memberikan layanan realtime yang lebih baik dan layanan media yang dapat meningkatkan Quality of Experience (QoE). EPC dengan arsitektur jaringan all-ip dalam mobile network akan berimplikasi pada: 1. Layanan semua komunikasi baik suara, data dan media akan menjadi satu pada protokol IP. 2. Interworking arsitektur baru. 3. Skalabilitas yang besar untuk mengatasi peningkatan jumlah besar untuk koneksi langsung ke pengguna, pelipatan penggunaan bandwidth, serta mobilitas terminal yang bergerak dinamis. 8

5 EPC terdiri dari beberapa bagian sebagai berikut: 1. enode B Jaringan akses pada LTE terdiri dari suatu elemen, yaitu enode B. enode B merupakan interface dengan UE (User Equipment). enode B berfungsi untuk Radio Resurce Management (RRM) dan sebagai transceiver. RRM sendiri berfungsi untuk mengontrol dan mengawasi pengiriman sinyal yang dibawa oleh sinyal radio, berperan dalam autentikasi atau mengontrol kelayakan data yang akan melewati enode B serta mengatur scheduling. Gambar 2.2 enode B [5] 2. Mobility Management Entity (MME) Mobility Management Entity (MME) merupakan pengontrol setiap node pada jaringan akses LTE. MME dapat dianalogikan sebagai MSC pada jaringan GSM. Pengoperasiannya hanya pada control plane dan tidak meliputi user plane. MME memiliki koneksi control plane secara langsung pada UE. Koneksi tersebut digunakan primary control channel antara UE dan Jaringan. MME memiliki tiga fungsi utama yaitu Authentication dan Security, mobility Management (menjaga jalur lokasi semua yang berada pada service area) dan Managing Subcription dan Service Connectivity (bertanggung jawab mendapatkan kembali profil pelanggan dari home network). MME bertanggung jawab untuk prosedur paging untuk idle mode UE termasuk retransmisi dan dalam proses aktivas/daktivasi dan autentikasi user (dengan bantuan HSS). MME juga berfungsi untuk mengatur handover, yaitu 9

6 memilih MME lain untuk handover dengan MME lain atau memilih SGSN untuk handover dengan jaringan akses 2G / 3G. Gambar 2.3 MME [5] 3. Serving Gateway (S-GW) Serving Gateway (SGW) terdiri dari dua bagian yaitu 3GPP Anchor dan SAE Anchor. 3GPP Anchor berfungsi sebagai gateway paket data yang berasal dari jaringan 3GPP, sedangkan SAE Anchor berfungsi sebagai gateway jaringan non- 3GPP. SGW merutekan dan memforward paket data user, ini juga berfungsi sebagai mobility anchor saat handover antar enode B dan untuk menghubungkan LTE dengan jaringan lain yang sudah ada. Serving Gateway (S-GW) berfungsi sebagai jembatan antara manajemen dan switching user plane. Sebagai fungsi pengontrolan, S-GW hanya bertanggung jawab pada sumbernya sendiri dan mengalokasikannya berdasarkan permintaan MME, P-GW atau PCRF yang memerlukan set up, modifikasi, atau penjelasan pada UE. Pada LTE, S-GW berfungsi mengatur jalan dan meneruskan paket dari setiap user, penghubung UE dengan enode B pada saat terjadi inter-handover dan penghubung teknologi LTE dengan teknologi 3GPP yang lain (2G dan 3G). 10

7 Gambar 2.4 S-GW [5] 4. Home Subscriber Server (HSS) Home Subcriber Server (HSS) merupakan sistem database yang menyimpan data pelanggan untuk semua data permanen user. Selain itu, HSS juga menyimpan lokasi user pada level yang dikunjungi node pengontrol jaringan. HSS menyimpan copy master profil pelanggan yang berisi informasi tentang layanan yang layak untuk user, termasuk informasi koneksi PDN apakah roaming ke jaringan tertentu atau tidak. Kunci permanen yang digunakan untuk menghitung pada arah authentication yang dikirim ke jaringan yang dituju untuk authentication user dan memperoleh serangkaian kunci untuk enkripsi dan perlindungan secara integritas yang disimpan pada Authentication Center (AuC) Long Term Evolution Air Interface Pada sisi air interface transmisi dalam arah downlink dan uplink berbeda. Pada arah downlink teknik akses yang digunakan adalah Orthogonal Frequency Division Modulation Access (OFDMA) dan pada arah uplink teknik akses yang digunakan adalah Single Carrier Frequency Division Multiple Access (SC-FDMA). OFDMA adalah variasi dari Orthogonal Frequency Division Modulation (OFDM). Pada teknik OFDM subcarrier adalah orthogonal sehingga akan menghemat 11

8 spektrum frekuensi dan setiap subcarrier tidak akan saling mempengaruhi. MIMO (Multiple Input Multiple Output ) digunakan untuk meningkatkan data rate pada teknologi seluler untuk menyediakan peningkatan tingkat efesiensi, MIMO menggunkan multiple antena pada receiver dan transmitter untuk memanfaatkan multi-path effect yang selalu ada untuk mentrasmisikan data tambahan. Akan tetapi salah satu kelemahan teknik akses ini adalah tingginya Peak Average Power Ratio (PAPR) yang dibutuhkan. Tingginya PAPR dalam OFDM membuat 3GPP melihat skema teknik akses yang berbeda pada arah uplink karena akan sangat mempengaruhi konsumsi daya sehingga pada arah uplink LTE menggunakan teknik SC-FDMA. SC-FDMA dipilih karena teknik ini mengkombinasikan keunggulan PAPR yang rendah dengan daya tahan terhadap gangguan lintasan jamak dan alokasi frekuensi yang fleksibel dari OFDMA. 2.2 Perencanaan Sel Long Term Evolution Perencanaan Berdasarkan Kapasitas Berikut ini tahapan dalam perencanaan kapasitas sel LTE: 1. Menentukan lokasi dan potensi wilayah serta permintaan pelanggan yang akan dicakup oleh LTE. 2. Menentukan jumlah pelanggan layanan Long Term Evolution Jaringan yang dibangun digunakan dalam kurun waktu yang lama. Dalam periode tertentu, untuk mengantisipasi pertumbuhan pelanggan yang semakin meningkat maka diperlukan estimasi pertumbuhan pelanggan dengan persamaan sebagai berikut : Un = Uo (1 + fp) n...(2.1) [8] Keterangan : Un = Jumlah total pengguna setelah tahun ke-n Uo = Jumlah pengguna saat perencanaan fp = Faktor pertumbuhan n = Jumlah tahun prediksi 12

9 3. Menentukan kapasitas trafik LTE berdasarkan Offered Bit Quantity (OBQ) Pada tahap memperkirakan besar kebutuhan suatu trafik merupakan hal yang penting dalam jaringan radio. Di dapatnya besar kebutuhan suatu trafik selanjutnya memudahkan dalam perencanaan kapasitas suatu jaringan optimal yang nantinya akan dibangun, selain itu dapat diketahui juga seberapa banyak perangkat enode B yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan trafik pada suatu daerah. Perhitungan total kebutuhan trafik yang diperlukan dapat dihitung menggunakan metode Offered Bit Quantity (OBQ). OBQ merupakan total bit throughput per km 2 pada jam sibuk. Dimana persamaan perhitungan OBQ adalah sebagai berikut : OBQ = σ.p.d.bhca.bw...(2.2) [8] Keterangan : σ = kepadatan pelanggan potensial dalam suatu daerah (user/km 2 ) p = penetrasi pengguna tiap layanan d = durasi atau lama panggilan efektif (s) BHCA = Busy Hour Call Attempt (call/s) BW = Bandwidth tiap layanan (Kbps) 4. Pendimensian sel Pada tahap pendimensian suatu sel ini bertujuan untuk menentukan berapa jumlah sel yang dibutuhkan dalam suatu daerah untuk satu frekuensi carrier. Pendimensian sel meliputi : a. Luas Cakupan Satu Sel Untuk menentukan luas cakupan satu sel dapat di hitung dengan menggunakan persamaan berikut :...(2.3)[8] Keterangan : L = luas cakupan satu sel (km 2 ) KSel = kapasitas informasi tiap sel 13

10 OBQ = Offered Bit Quantity b. Penentuan Jumlah Sel Untuk menentukan berapa jumlah sel yang dibutuhkan untuk memberi cakupan yang optimal pada suatu wilayah sesuai kebutuhan trafik pada wilayah tersebut dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :...(2.4)[8] Keterangan : J = jumlah sel LW = luas area atau luas wilayah (km 2 ) L = luas cakupan satu sel c. Penentuan Radius Sel Untuk menentukan radius yang dihasilkan dari setiap sel dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :...(2.5)[8] Keterangan : Rsel = radius sel L = luas cakupan satu sel Perencanaan Berdasarkan Coverage Berikut ini tahapan tahapan dalam perencanaan coverage sel LTE 1. Link Budget Link budget merupakan sebuah cara untuk menghitung mengenai semua parameter dalam transmisi sinyal, mulai dari gain dan losses dari Tx sampai Rx melalui media transmisi. Link merupakan parameter dalam merencanakan suatu jaringan yang menggunakan media transmisi berbagai macam. Link budget 14

11 dihitung berdasarkan jarak antara transmitter (Tx) dan receiver (Rx). Link budget dihitung karena adanya penghalang antara Tx dan Rx misal gedung atau pepohonan. Link budget juga dihitung dengan melihat spesifikasi yang ada pada antena. 2. Path Loss Model Path Loss adalah loss yang terjadi ketika data/sinyal melewati media udara dari antena ke penerima dalam jarak tertentu. Path loss mengakibatkan penurunan level daya pada sisi penerima yang secara umum diakibatkan dengan adanya difraksi, refleksi, dan scattering. Selain itu path loss juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, kontur wilayah, jarak antara transmitter dan receiver, serta tinggi dan penempatan antena. Model Propagasi Okumura Hata Model propagasi Okumura Hata adalah empiris dari rugi-rugi propagasi yang telah diajukan. Rugi-rugi propagasi rata-rata didaerah urban dinyatakan dengan persamaan : L Prop City =69, ,16 log f 13,83 log h tx a(h rx ) + (44,9 6,55 log h tx ) log r sel...(2.6)[8] Keterangan : L f h tx = Maximum allowable pathloss (db) = Frekuensi (MHz) = Tinggi antena tx (m) a(h rx ) = Penguatan path loss (db) r sel = Jari-jari sel (Km) 15

12 3. Penentuan jumlah enode B. Penentuan jumlah enode B dapat dilakukan setelah mengetahui radius luas cakupan dari masing masing sel. Penentuan jumlah enode B dapat dilakukan dengan persamaan :.(2.7)[8] 2.3 Perancangan Elemen Jaringan pada EPC Pada saat penelitian ini dilakukan, provider belum menggunakan IP Multimedia Subsystem (IMS), dan belum menggunakan Voice over LTE (VoLTE). Dalam penelitian ini batasan masalahnya dimensioning elemen network yang termasuk dalam Evolved Packet Core (EPC) baik yang menggunakan 4G LTE atau CS fallback. Beberapa elemen jaringan pada EPC dan proses dimana dimensioningnya dijabarkan sebagai berikut : MSS Dalam dimensioning MSS, ada beberapa hal yang diperlukan adalah sebagai berikut : MSS = Max..(2.8) [7] HSS Untuk menentukan jumlah HLR yang diperlukan adalah sebagai berikut : Jumlah HSS.(2.9) [7] MME Untuk menentukan jumlah MME yang diperlukan, perlu dipertimbangakan tiga aspek penting adalah sebagai berikut : MME = Max..(2.10) [7] 16

13 2.3.4 SGW-PGW Penentuan jumlah S/PGW yang diperlukan adalah sebagai berikut : SGW-PGW = Max.(2.11) [7] 2.4 Routing Konsep dasar routing Routing merupakan proses pencarian jalur dari satu jaringan ke jaringan lainnya, dimana proses pencarian jalur tersebut harus mempertimbangakan faktor efisiensi dalam proses transmisi. Proses pencarian rute tersebut menggunakan sebuah perangkat yang disebut router. Gambar dibawah mengilustrasikan fungsi sebuah router. Gambar 2.5 ilustrasi fungsi router [2] Suatu data yang dikirimkan oleh suatu komputer/stasiun dari sebuah jaringan lokal, akan diteruskan oleh router komputer/stasiun lain pada jaringan lokal tersebut, jika komputer yang dituju berada dalam satu jaringan lokal yang sama dengan pengirim. Akan tetapi, jika alamat yang dituju berada pada jaringan lain, di luar jaringan lokal pengirim, maka router akan meneruskan paket data tersebut ke jaringan lainnya yang merujuk pada alamat yang dituju. Dalam proses pengiriman 17

14 paket data tersebut, router akan mencari rute terbaik untuk mencapai alamat yang dituju. Setidaknya, ada tiga komponen penting dalam proses routing, yakni: 1. Algoritma Yakni, alur logika dari proses transmisi data, sehingga menghasilkan rute yang paling efisien. Ada beberapa algoritma dalam proses routing. 2. Basis data Yakni, informasi yang tersimpan di dalam routing tabel. 3. Protokol Yakni, cara untuk mendistribusikan dan menyatukan paket data yang dikirim. Routing Tabel Bahwa dalam jaringan WAN kita sering mengenal yang namanya TCP/IP (Transmission Control Protocol/ Internet Protocol) sebagai alamat sehingga pengiriman paket data dapat sampai ke alamat yang dituju (host tujuan). TCP/IP membagi tugas masing-masingmulai dari penerimaan paket data sampai pengiriman paket data dalam sistem sehingga jika terjadi permasalahan dalam pengiriman paket data dapat dipecahkan dengan baik. Berdasarkan pengiriman paket data routing dibedakan menjadi routing lansung dan routing tidak langsung. Routing langsung merupakan sebuah pengalamatan secara langsung menuju alamat tujuan tanpa melalui host lain. Contoh: sebuah komputer dengan alamat mengirimkan data ke komputer dengan alamat Routing tidak langsung merupakan sebuah pengalamatan yang harus melalui alamat host lain sebelum menuju alamat hort tujuan. (contoh: komputer dengan alamat mengirim data ke komputer dengan alamat , akan tetapi sebelum menuju ke komputer dengan alamat , data dikirim terlebih dahulu melalui host dengan alamat kemudian dilanjutkan ke alamat host tujuan. Dalam melakukan proses transmisi data, sebuah router menggunakan routing tabel, yakni sebuah tabel yang berisi informasi mengenai topologi jaringan yang ada di sekitar router tersebut, sehingga router dapat menentukan rute transmisi ke suatu alamat yang dituju. 18

15 Ketika suatu paket data ingin dikirimkan dari stasiun A ke stasiun B, maka router C yang terhubung dengan jaringan lokal dimana stasiun A berada akan melakukan pengecekan terhadap paket data yang dikirimkan, sehingga akan diketahui kemana paket data tersebut akan dikirimkan. Apabila destinasi yang ingin dituju, yakni stasiun B terhubung secara langsung dengan router C, maka router akan melakukan pengiriman langsung ke stasiun B. Namun, jika tidak, maka router C akan mencari rute lain yang yang bisa menghubungkan dirinya dengan router lain yang memiliki koneksi dengan alamat yang ingin dituju. Gambar dibawah mengilustrasikan sebuah routing tabel. Gambar 2.6 ilustrasikan sebuah routing tabel [2] Berdasarkan cara pengelolaan routing tabel, routing terbagi menjadi dua macam, yakni static routing dan dynamic routing. Static routing merupakan teknik routing yang routing tabel-nya dikelola secara manual oleh administrator/user. Administrator harus melakukan update pada routing tabel jika terjadi perubahan topologi jaringan. Dynamic routing adalah teknik routing yang routing tabel-nya dikelola sendiri oleh router secara otomatis. Dynamic routing umumnya digunakan untuk jaringan komputer yang luas dan kompleks. 1. Static Routing 19

16 Routing dapat merujuk kepada sebuah metode penggabungan beberapa jaringan sehingga paket-paket data dapat hinggap dari satu jaringan ke jaringan selanjutnya. Routing dibangun pada jaringan yang memiliki banyak gateway jenis ini hanya memungkinkan untuk jaringan kecil dan stabil. static route akan berfungsi sempurna jika routing tabel berisi suatu route untuk setiap jaringan di dalam internetwork yang mana dikonfigurasi secara manual oleh administrator jaringan. Setiap host pada jaringan harus dikonfigurasi untuk mengarah kepada default route atau default gateway agar cocok dengan IP address dari interface local router, di mana router memeriksa routing tabel dan menentukan router yang mana digunakan untuk meneruskan paket. Cara kerja routing statis dapat dibagi menjadi 3 bagian: 1. Administrator jaringan yang mengkonfigurasi router 2. Router melakukan routing berdasarkan informasi dalam tabel routing 3. Routing statis digunakan untuk melewatkan paket data 4. Seorang administrator harus menggunakan perintah IP route secara manual untuk mengkonfigurasi router dengan routing statis. Langkah-langkah untuk melakukan konfigurtasi routing statis adalah sebagai berikut: 1. Tentukan dahulu prefix jaringan, subnet mask dan address. Address bisa saja interface local atau next hop address yang menuju tujuan. 2. Masuk ke mode global configuration. 3. Ketik perintah IP route dengan prefix dam mask yang diikuti dengan address seperti yang sudah ditentukan di langkah 1. Sedangkan untuk administrative distance bersifat tambahan, boleh digunakan boleh tidak. 4. Ulangi langkah 3 untuk semua jaringan yang dituju yang telah ditentukan pada langkah Keluar dari mode global configuration. 6. Gunakan perintah copy running-config startup-config untuk menyimpan konfigurasi yang sedang aktif ke NVRAM. 20

17 2. Routing Dinamis Routing protocol adalah berbeda dengan router protocol. Routing protocol adalah komunikasi antara router-router. Routing protocol mengijinkan routerrouter untuk sharing informasi tentang jaringan dan koneksi antar router. Router menggunakan informasi ini untuk membangun dan memperbaiki tabel routingnya. Seperti pada gambar 2.8 Router protocol digunakan untuk trafik user langsung. Router protocol menyediakan informasi yang cukup dalam layer address jaringannya untuk melewatkan paket yang akan diteruskan dari satu host ke host yang lain berdasarkan alamatnya. Contoh router protocol : 1. Internet Protocol (IP) 2. Internetwork Packet Exchange (IPX) Gambar 2.7 Contoh router protocol dan routing protocol [2] Contoh routing protocol: 1. Routing Information Protocol (RIP) 2. Interior Gateway Routing Protocol (IGRP) 3. Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP) 4. Open Shortest Path First (OSPF) 5. Klasifikasi Routing Protocol 21

18 Sebagian besar algoritma routing dapat diklasifikasikan menjadi satu dari dua kategori berikut : 1. Distance Vector Routing distance vector bertujuan untuk menentukan arah atau vector dan jarak ke link-link lain dalam suatu internetwork. Sedangkan link-state bertujuan untuk menciptakan kembali topologi yang benar pada suatu internetwork. Gambar 2.8 routing distance vector [2] Algoritma routing distance vector secara periodik menyalin tabel routing dari router ke router. Perubahan tabel routing ini di-update antar router yang saling berhubunganpada saat terjadi perubahan topologi. Algoritma distance vector juga disebut dengan algoritma Bellman-Ford. Setiap router menerima tabel routing dari router tetangga yang terhubung langsung. Pada gambar di bawah ini digambarkan konsep kerja dari distance vector. 22

19 Gambar 2.9 konsep kerja dari distance vector [2] Router B menerima informasi dari Router A. Router B menambahkan nomor distance vector, seperti jumlah hop. Jumlah ini menambahkan distance vector. Router B melewatkan tabel routing baru ini ke router-router tetangganya yang lain, yaitu Router C. Proses ini akan terus berlangsung untuk semua router. Algoritma ini mengakumulasi jarak jaringan sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki database informasi mengenai topologi jaringan. Bagaimanapun, algoritma distance vector tidak mengijinkan router untuk mengetahui secara pasti topologi internetwork karena hanya melihat router-router tetangganya. Setiap router yang menggunakan distance vector pertama kali mengidentifikasi router- router tetangganya. Interface yang terhubung langsung ke router tetangganya mempunyai distance 0. Router yang menerapkan distance vector dapat menentukan jalur terbaik untuk menuju ke jaringan tujuan berdasarkan informasi yang diterima dari tetangganya. Router A mempelajari jaringan lain berdasarkan informasi yang diterima dari router B. Masing-masing router lain menambahkan dalam tabel routingnya yang mempunyai akumulasi distance vector untuk melihat sejauh mana jaringan yang akan dituju. Seperti yang dijelaskan pada gambar di bawah : 23

20 Gambar 2.10 akumulasi distance vector [2] Update tabel routing terjadi ketika terjadi perubahan toplogi jaringan. Sama dengan proses discovery, proses update perubahan topologi step-by-step dari router ke router. Gambar dibawah menunjukkan algoritma distance vector memanggil ke semua router untuk mengirim ke isi tabel routingnya. Tabel routing berisi informasi tentang total path cost yang ditentukan oleh metric dan alamat logic dari router pertama dalam jaringan yang ada di isi tabel routing, seperti yang diterangkan oleh gambar di bawah ini. Gambar 2.11 Algoritma distance vector memanggil ke semua router untuk mengirim ke isi tabel routingnya [2] 24

21 Analogi distance vector dapat digambarkan dengan jalan tol. Tanda yang menunjukkan titik menuju ke tujuan dan menunjukkan jarak ke tujuan. Dengan adanya tanda-tanda seperti itu pengendara dengan mudah mengetahui perkiraan jarak yang akan ditempuh untuk mencapai tujuan. Dalam hal ini jarak terpendek adalah rute yang terbaik. 2. Link State Algoritma link-state juga dikenal dengan algoritma Dijakarta atau algoritma shortest path first (SPF). Algoritma ini memperbaiki informasi database dari informasi topologi. Algoritma distance vector memiliki informasi yang tidak spesifik tentang distance network dan tidak mengetahui jarak router. Sedangkan algortima link-state memperbaiki pengetahuan dari jarak router dan bagaimana mereka inter-koneksi. Fitur-fitur yang dimiliki oleh routing link-state adalah: 1. Link-state advertisement (LSA) - adalah paket kecil dari informasi routing yang dikirim antar router 2. Topological database - adalah kumpulan informasi yang dari LSA-LSA 3. SPF algorithm - adalah hasil perhitungan pada database sebagai hasil dari pohon SPF 4. Routing tabel - adalah daftar rute dan interface Gambar 2.12 Fitur-fitur yang dimiliki oleh routing link-state [2] 25

22 2.4.2 Proses discovery dari routing link-state Ketika router melakukan pertukaran LSA, dimulai dengan jaringan yang terhubung langsung tentang informasi yang mereka miliki. Masing-masing router membangun database topologi yang berisi pertukaran informasi LSA. Algoritma SPF menghitung jaringan yang dapat dicapai. Router membangun logical topologi sebagai pohon (tree), dengan router sebagai root. Topologi ini berisi semua rute-rute yang mungkin untuk mencapai jaringan dalam protokol link-state internetwork. Router kemudian menggunakan SPF untuk memperpendek rute. Daftar rute-rute terbaik dan interface ke jaringan yang dituju dalam tabel routing. Link-state juga memperbaiki database topologi yang lain dari elemen-elemen topologi dan status secara detail. Gambar 2.13 informasi routing dikirim ke semua router [2] Router pertama yang mempelajari perubahan topologi link-state melewatkan informasi sehingga semua router dapat menggunakannya untuk proses update. Gambar 2.14 adalah informasi routing dikirim ke semua router dalam internetwork. Untuk mencapai keadaan konvergen, setiap router mempelajari routerrouter tetangganya. Termasuk nama dari router-router tetangganya, status interface dan cost dari link ke tetangganya. Router membentuk paket LSA yang mendaftar informasi ini dari tetangga-tetangga baru, perubahan cost link dan link-link yang tidak 26

23 lagi valid. Paket LSA ini kemudian dikirim keluar sehingga semua router-router lain menerima itu. Gambar inisialisasi paket flooding link-state [2] Pada saat router menerima LSA, ia kemudian meng-update tabel routing dengan sebagian besar informasi yang terbaru. Data hasil perhitungan digunakan untuk membuat peta internetwork dan lagoritma SPF digunakan untuk menghitung jalur terpendek ke jaringan lain. Setiap waktu paket LSA menyebabkan perubahan ke database link-state, kemudian SPF melakukan perhitungan ulang untuk jalur terbaik dan meng-update tabel routing. Titik berat yang berhubungan dengan protokol link-state : 1. Processor overhead 2. Kebutuhan memori 3. Konsumsi bandwidth Router-router yang menggunakan protokol link-state membutuhkan memori lebih dan proses data yang lebih daripada router-router yang menggunakan protokol distance vector. Router link-state membutuhkan memori yang cukup untuk menangani semua informasi dari database, pohon topologi dan tabel routing. Gambar 2.15 menunjukkan inisialisasi paket flooding link-state yang mengkonsumsi bandwidth. Pada proses inisial discovery, semua router yang menggunakan protokol routing link-state mengirimkan paket LSA ke semua router tetangganya. Peristiwa ini 27

24 menyebabkan pengurangan bandwidth yang tersedia untuk me-routing trafik yang membawa data user. Setelah inisial flooding ini, protokol routing link-state secara umum membutuhkan bandwidth minimal untuk mengirim paket-paket LSA yang menyebabkan perubahan topologi. Gambar 2.15 Pengolahan dan persyaratan memori meningkat untuk link state routing [2] Penentuan Jalur Router menggunakan dua fungsi dasar yaitu: 1. Fungsi penentuan jalur 2. Fungsi switching Penentuan jalur terjadi pada layer network. Fungsi penentuan jalur menjadikan router untuk mengevaluasi jalur ke tujuan dan membentuk jalan untuk menangani paket. Router menggunakan tabel routing untuk menentukan jalur terbaik dan kemudian fungsi switching untuk melewatkan paket. Konsep Link State Dasar algoritma routing yang lain adalah algoritma link state. Algoritma link state juga bisa disebut sebagai algoritma Dijakarta atau algoritma shortest path first (SPF). 28

25 2.4.4 Konfigurasi Routing Untuk menghidupkan protokol routing pada suatu router, membutuhkan seting parameter global dan routing. Tugas global meliputi pemilihan protokol routing seperti RIP, IGRP, EIGRP atau OSPF. Sedangkan tugas konfigurasi routing untuk menunjukkan jumlah jaringan IP. Routing dinamis menggunakan broadcast dan multicast untuk berkomunikasi dengan router-router lainnya. Router pertama yang mempelajari perubahan topologi link-state melewatkan informasi sehingga semua router dapat menggunakannya untuk proses update. Gambar 2.14 adalah informasi routing dikirim ke semua router dalam internetwork. Untuk mencapai keadaan konvergen, setiap router mempelajari routerrouter tetangganya. Termasuk nama dari router-router tetangganya, status interface dan cost dari link ke tetangganya. Router membentuk paket LSA yang mendaftar informasi ini dari tetangga-tetangga baru, perubahan cost link dan link-link yang tidak lagi valid. Paket LSA ini kemudian dikirim keluar sehingga semua router-router lain menerima itu. 2.5 Algoritma Genetika Algoritma Genetika pertama kali ditemukan oleh John Holland pada tahun 1960-an dan kemudian dikembangkan bersama murid-murid dan rekan kerjanya di Universitas Michigan pada tahun 1970-an. Dasar Algoritma Genetika adalah teori evolusi Darwin, yang menjelaskan prinsip dasar terciptanya banyak spesies makhluk hidup yang ada di dunia sekarang ini. Makhluk hidup yang dapat beradaptasi dengan lebih baik terhadap lingkungannya akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bertahan hidup dan bereproduksi sehingga mempengaruhi jumlah populasi spesies yang bersangkutan di waktu-waktu selanjutnya. Dimana mendefinisikan algoritma genetika ini sebagai metode algoritma pencarian pada mekanisme seleksi alam dan genetika alam. Algoritma genetika adalah teknik pencarian heuristik yang didasarkan pada gagasan evolusi seleksi alam dan genetik. Algoritma Genetika ini banyak dipakai pada aplikasi bisnis, teknik maupun pada bidang keilmuan. Keberagaman pada evolusi biologis adalah variasi dari kromosom antar individu 29

26 organisme. Variasi kromosom ini akan mempengaruhi laju reproduksi dan tingkat kemampuan organisme untuk tetap hidup. pada dasarnya ada 4 kondisi yang sangat mempengaruhi proses evaluasi yaitu : 1. kemampuan organisme untuk melakukan reproduksi 2. keberadaan populasi organisme yang bisa melakukan reproduksi 3. keberagaman organisme dalam suatu populasi 4. perbedaan kemampuan untuk survive Individu yang lebih kuat (fit) akan memiliki tingkat survival dan tingkat reproduksi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan individu yang kurang fit. Pada kurun waktu tertentu (sering dikenal dengan istilah generasi), populasi secara keseluruhan akan lebih banyak memuat organisme yang fit. Pada algoritma ini teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang munngkin, dikenal dengan istilah populasi. Di dalam populasi tersebut terdapat individu yang disebut dengan istilah kromosom. Kromosom-kromosom terolusebut merupakan suatu solusi yang masih berbentuk simbol, biasanya disebut bilangan biner. Kromosom-kromosom ini akan mengalami evolusi melalui sejumlah interasi yang disebut dengan generasi. Dalam setia generasi kromosom akan mengalami proses evaluasi dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi fitness. Dalam algoritma genetik, istilah kromosom suatu merujuk pada kandidat solusi dari masalah, sering dilambangkan sebagai sebuah string yang terdiri dari bit. Gen adalah suatu bit tunggal atau sebuah blok yang terdiri dari bit-bit yang berdampingan melabangkan elemen tertentu dari kandidat solusi Struktur Umum Algoritma Genetika Pada algoritma teknik pencarian dilakukan sekaligus atas sejumlah solusi yang mungkin yang dikenal dengan populasi. Individu yang terdapat dalam satu populasi disebut istilah kromosom. Kromosom ini merupakan suatu solusi yang masih berbentuk simbol. Populasi awal dibangun secara acak, sedangkan populasi berikutnya merupakan hasil evolusi kromosom - kromosom melalui iterasi yang 30

27 disebut dengan istilah generasi. Pada setiap generasi, kromosom akan melalui proses evaluasi dengan menggunakan alat ukur yang disebut dengan fungsi fitness. Nilai fitness dari suatu kromosom akan menunjukkan kualitas kromosom dalam populasi tersebut. Generasi berikut dikenal dengan istilah anak (offspring) terbentuk dari gabungan 2 kromosom generasi sekarang yang bertindak sebagai induk (parent) dengan menggunakan operator penyilangan (crossover). Selain operator penyilangan, suatu kromosom juga dapat dimodifikasi dengan menggunakan operator mutasi. Populasi generasi yang baru dibentuk dengan cara menyeleksi nilai fitness dari kromosom induk (parent) dan nilai fitness dari kromosom anak (offspring), serta menolak kromosom-kromosom yang lainnya sehingga ukuran populasi (jumlah kromosom dalam suatu populasi) konstan. Setelah melalui beberapa generasi, maka algoritma ini akan konvergen ke kromosom terbaik. Goldberg (1989) mengemukakan bahwa algoritma genetika mempunyai karakteristik karakteristik yang perlu diketahui sehingga dapat terbedakan dari prosedur pencarian atau optimasi yang lain yaitu: 1. Algoritma genetik bekerja dengan pengkodean dari himpunan solusi permasalahan berdasarkan parameter yang telah ditetapkan dan bukan parameter itu sendiri. 2. Algoritma genetik melakukan pencarian pada sebuah populasi dari sejumlah individu - individu yang merupakan solusi permasalahan bukan hanya dari sebuah individu. 3. Algoritma genetik merupakan informasi fungsi objektif (fitness), sebagai cara untuk mengevaluasi individu yang mempunyai solusi terbaik, bukan turunan dari suatu fungsi. 4. Algoritma genetik menggunakan aturan-aturan transisi peluang, bukan aturanaturan deterministik. Variabel dan parameter yang digunakan pada algoritma genetika adalah: 31

28 1. Fungsi fitness (fungsi tujuan) yang dimiliki oleh masing-masing individu untuk menentukan tingkat kesesuaian individu tersebut dengan kriteria yang ingin dicapai. 2. Populasi jumlah individu yang dilibatkan pada setiap generasi. 3. Probabilitas terjadinya pindah silang (crossover) pada suatu generasi. 4. Probabilitas terjadinya mutasi pada setiap individu. 5. Jumlah generasi yang akan dibentuk yang menentukan lama dari penerapan algoritma genetika Komponen-komponen Utama Algoritma Genetika Terdapat 6 komponen utama dalam algoritma genetika, yaitu : 1. Teknik Pengkodean Teknik pengkodean adalah bagaimana mengkodekan gen dari kromosom dimana gen merupakan bagian dari kromosom. Satu gen biasanya akan mewakili satu variable. Agar dapat diproses melalui algoritma genetik, maka alternative tersebut harus dikodekan terlebih dahulu kedalam bentuk kromosom masing masing kromosom berisi sejumlah gen yang mengkodekan informasi yang disimpan di dalam kromosom. Gen dapat dipresentasikan dalam bentuk: string bit, pohon, array bilangan real, daftar aturan, elemen permutasi, elemen program, atau representasi lainnya yang dapat diimplementasikan untuk operator genetika. 2. Prosedur Inisialisasi Inisialisasi adalah proses membangkitkan sejumlah individu secara acak atau melalui prosedur tertentu. Membangkitkan kromosom (sesuai dengan ukuran populasi) untuk menjadikan anggota pupulasi awal. Ukuran untuk populasi tergantung pada masalah yang akan dipecahkan dan jenis operator genetika yang akan diimplementasikan. Setelah ukuran populasi ditentukan, kemudian harus dilakukan pembangkitan populasi awal. Inisialisasi kromosom dilakukan secara acak, namun demikian harus tetap memperhatikan domain solusi dan kendala permasalahan yang ada. 32

29 3. Fungsi Evaluasi Setiap kromosom pada populasi dihitung nilai fitnessnya berdasarkan fungsi fitness. Fungsi yang digunakan untuk mengukur nilai kecocokan atau derajat optimalitas suatu kromosom disebut fungsi fitness (fitness function). Nilai fitness suatu kromosom menggambarkan kualitas kromosom dalam populasi tersebut. Proses ini akan mengevaluasi setiap populasi dengan menghitung nilai fitness setiap kromosom dan mengevaluasinya sampai terpenuhi kriteria berhenti. Ada 2 hal yang harus dilakukan dalam melakukan evaluasi kromosom, yaitu: evaluasi fungsi objektif (fungsi tujuan) dan konversi fungsi objektif kedalam fungsi fitness. Secara umum, fungsi fitness diturunkan dari fungsi objektif dengan nilai tidak negatif. Apabila ternyata fungsi objektif memiliki nilai negatif, maka perlu ditambahkan suatu konstanta C agar nilai fitness yang terbentuk menjadi tidak negatif. 4. Seleksi Seleksi merupakan proses pemilihan individu - individu mana saja yang akan dipilih untuk proses pindah silang (crossover) atau mutasi. Proses pemilihan tersebut biasanya dipilih berdasarkan probabilitas dari individu yang terbaik dalam populasi. Individu terbaik ditentukan berdasarkan nilai fitness masing masing dari tiap tiap individu. Seleksi digunakan untuk mendapatkan calon induk yang baik. induk yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik. Dalam proses reproduksi setiap individu, populasi pada suatu generasi diseleksi berdasarkan nilai fitness-nya untuk berproduksi guna menghasilkan keturunan. Semakin tinggi nilai fitness suatu individu maka semakin besar kemungkinan untuk terpilih. Probabilitas terpilihnya suatu individu untuk berpoduksi adalah sebesar nilai fitness individu tersebut dibagi dengan nilai fitness seluruh individu dalam populasi. 5. Operator Genetika Ada 2 operator genetika, yaitu: a. Operator untuk melakukan rekombinasi, yang terdiri dari : 33

30 1. Operator untuk melakukan rekombinasi bernilai real - Rekombinasi diskrit - Rekombinasi intermediate - Rekombinasi garis - Rekombinasi garis yang diperluas 2. Rekombinasi bernilai biner (crossover) - Crossover satu titik - Crossover banyak titik - Crossover seragam b. Mutasi, yang terdiri dari : 1. Mutasi bernilai real 2. Mutasi bernilai biner 6. Penentuan parameter Parameter adalah parameter kontrol algoritma genetika, yaitu: ukuran populasi (popsize), peluang crossover (P c ) dan peluang mutasi (P m ). Nilai parameter ini ditentukan juga berdasarkan permasalahan yang akan dipecahkan. 2.6 Perancangan Operator - Operator Algoritma Genetika Reproduksi Reproduksi merupakan sebuah string individu disalin kembali menjadi individu baru yang akan dipersiapkan menjadi orang tua. Kegunaan dari penyeleksian orang tua dalam algoritma genetika yaitu agar mendapatkan anggota populasi yang terbaik. Prinsip kerja dari operator reproduksi yaitu membangkitkan nilai-nilai random gen dari individu sebelumnya (parent) untuk ditempatkan dalam kromosom baru (offspring) yang mewakili satu individu pada generasi selanjutnya. Berikut ini adalah ilustrasi dari cara kerja operator reproduksi : 34

31 Gambar 2.16 ilustrasi dari cara kerja operator reproduksi Crossover Pada crossover (pindah silang) adalah operator dari algoritma genetik yang melibatkan dua induk untuk membentuk kromosom baru. Crossover akan dipilih secara acak dua individu dan tempat pertukaran, dimana kromosom yang ditandai diantara kedua tempat pertukaran akan bertukar tempat satu sama lain. Proses crossover akan membangkitkan offspring baru dengan mengganti sebagian informasi dari parents. Tujuan dari proses crossover adalah untuk menambahkan keanekaragaman individu dalam populasi dengan mengawinkan individu - individu pada populasi sehingga menghasilkan keturunan berupa individu - individu baru untuk ditempatkan pada populasi selanjutnya. Prosedur untuk memilih parent mana yang akan di crossover melalui tahap berikut ini : 1. Menetukan titik crossover secara random berdasarkan panjang kromosom parent 2. Untuk dua kromosom parent yang sudah ditentukan titik potongnya masingmasing dilakukan pertukaran gen atau penyilangan gen. Dalam algoritma genetika dikenal beberapa tipe dari crossover, antara lain : 1. One Cut Point Crossover Pada One Point Crossover hanya ada satu titik potong yang ditentukan secara acak. kromosom offspring di peroleh dengan menukar potongan kromosom sisi kanan dari parent pertama dengan parent kedua. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat melalui tahapan - tahapan berikut ini : a. Hitung panjang kromosom yaitu banyak gen yang ada dalam kromosom b. Buat titik crossover dengan cara membangkitkan nilai random antara 1 sampai dengan panjang individu (1-, misalnya nilai randomnya n). 35

32 c. Pertukarkan gen yang ke n sampai ke total gen dari parent 1 dengan yang ke n sampai ke total gen dari parent 2 Gambar 2.17 Contoh Single Point Crossover 2. Order Based Crossover Crossover membangkitkan offspring baru dengan menggantikan sebagian informasi dari parents. Offspring yang dihasilkan hanya satu hasil dari kombinasi kedua parent. Gambar 2.18 Contoh Order Based Crossover Mutasi Mutasi merupakan proses untuk mngubah nilai dari satu atau beberapa gen dalam suatu kromosom. Operasi mutasi yang dilakukan pada kromosom dengan tujuan untuk memperoleh kromosoom kromosom baru sebagai kandidat solusi pada 36

33 generasi mendatang dengan fitness yang lebih baik dan lama kelamaan menuju solusi optimum yang diinginkan. Mutasi berfungsi untuk menggantikan gen yang hilang dari populasi selama proses seleksi serta menyediakan gen yang tidak ada dalam populasi awal. Sehingga mutasi akan meningkatkan variasi populasi. Proses ini merubah sedikit komposisi penyusun individual tersebut dan menambah suatu karakteristik tertentu secara acak. Shif mutation dilakukan dengan cara : Menentukan dua site secara random. Site pertama ditempatkan ke site kedua, untuk selanjutnya digeser ke kiri seperti terlihat pada gambar berikut : Gambar 2.19 Contoh Shift Mutation 2.7 Evolutionary Programming Pada intinya, evolutionary programming memproses suatu populasi dari individual dimana setiap individual merupakan suatu kandidat solusi (candidate solution) untuk permasalahan yang ingin dipecahkan. Pada setiap generasi, individual dievaluasi berdasarkan suatu fungsi kesesuaian (fitness function). Individual terbaik akan terpilih untuk proses reproduksi dan melanjutkan ke proses pindah silang (crossover) dan mutasi untuk memproduksi keturunan (offspring) atau candidate solution baru yang mewarisi sebagian sifat dari induknya. Proses evolutionary dilakukan secara iteratif sampai kriteria tertentu terpenuhi, misal jumlah iterasi tertentu terpenuhi atau solusi optimal telah tercapai. Dalam prosesnya, evolutionary programming melibatkan komponen-komponen antara lain: individual, fitness function, metode seleksi, operator genetik dan populasi Individual Dalam evolutionary programming, individual adalah kandidat solusi untuk permasalahan yang ingin dicari solusinya. Karakteristik suatu individual diwakili oleh 37

34 kromosom atau genome, digambarkan dengan suatu pita gen, dimana setiap gen merupakan bagian kecil dari kandidat solusi. Kromosom terdiri dari dua kelas, yaitu genotype dan phenotype. Individual membentuk populasi. Individual merepresentasikan kemungkinan solusi untuk masalah yang ditangani, dan biasanya juga disertakan informasi lainnya seperti parameter strategi (strategy parameter) dan kesesuaian idnividual (individual s fitness) Fitness Function Fitness function merupakan komponen yang penting dalam suatu evolutionary programming. Tujuan Fitness function adalah untuk memetakan representasi kromosom ke suatu nilai skalar. Fitness function digunakan untuk mengevaluasi seberapa baik suatu individual dapat digunakan dalam memecahkan masalah yang dikehendaki, fitness function juga berperan untuk menentukan individual mana yang akan bereproduksi dan sebagian materi genetiknya (yaitu bagian dari kandidat solusinya) akan diwariskan kepada penerusnya/generasi berikutnya. Semakin besar kesesuaian (fitness) suatu individual, semakin tinggi peluang individual tersebut terpilih untuk operasi reproduksi, pindah silang (crossover), dan mutasi. Idealnya, suatu fitness function bisa mengukur kualitas suatu individu (candidate solution) seakurat mungkin, namun desain dari fitness function juga akan memiliki batasan tentang processing power, latar belakang pengetahuan dan persyaratan yang ditentukan user Metode Seleksi Metode seleksi yang dimaksud untuk mencakup mekanisme seleksi induk (parents) dan mekanisme seleksi survivor. Peran pemilihan parents dalam evolutionary programming adalah untuk membedakan antara individual berdasarkan kualitasnya dan memberi kesempatan individual yang lebih baik untuk menjadi parents bagi generasi berikutnya. Semakin baik tingkat kesesuaian (dalam ukuran kualitas) suatu individual, semakin tinggi peluang individual tersebut untuk terpilih. 38

35 Seperti pemilihan parents, pemilihan survivor juga berperan berperan untuk membedakan individual berdasarkan kualitasnya, perbedaannya hanya pada proses keduanya dilakukan pada tahap yang berbeda. Pemilihan survivor dilakukan setelah proses penciptaan offspring dari parents terpilih. Terdapat beberapa metode seleksi menurut Kusumadewi, yaitu seleksi ranking (rank-based fitness assignment), seleksi roulette wheel (Roulette Wheel Selection), stochastic universal sampling, seleksi lokal (local selection), seleksi dengan pemotongan (truncation selection) dan seleksi dengan turnamen (tournament selection). Skripsi ini menggunakan metode Roulette Whee. Metode seleksi stochastic sampling with replacement atau yang lebih dikenal dengan nama Roulette Wheel Selection, merupakan salah satu metode yang paling sederhana dan sering dipakai pada berbagai algoritma berbasis multi agen seperti Algoritma Genetika, Bee Colony Optimization dan lain lain. Metode ini digunakan dalam proses seleksi/pengambilan keputusan dan memastikan agar individu atau node-node dengan fitness/fungsi objektif yang lebih baik akan memiliki peluang lebih besar untuk dipilih. Cara kerja metode ini adalah sebagai berikut: 1. Hitung nilai fitness dari masing-1. masing individu 2. Hitung total fitness dari semua individu 3. Hitung probabilitas masing-masing individu 4. Dari probabilitas tersebut, hitung jatah masing-masing individu pada angka 1 sampai Bangkitkan bilangan acak antara Dari bilangan acak yang dihasilkan, tentukan individu mana yang terpilih dalam proses seleksi Operator Genetik Operator genetik berperan untuk menciptakan individual baru dari individual lama (parents) atau tujuan akhirnya adalah membangkitkan candidate solutions baru. Operator genetik terbagi menjadi dua, yaitu mutasi dan rekombinasi. Rekombinasi disebut juga sebagai pindah silang atau crossover. 39

36 2.7.5 Populasi Populasi memiliki peran sebagai representasi dari segala kemungkinan solusi. Populasi merupakan kumpulan individual atau populasi merupakan multiset dari genotypes. Genotypes adalah sejumlah karakter yang diwariskan yang tetap terkandung dalam seluruh proses reproduksi populasi. Jika ukuran populasi kecil, agar tetap mencakup sebagian besar dari search space, maka keragaman populasi (population diversity) harus diperhatikan. Jika diperlukan, dalam evolutionary programming populasi bisa memiliki struktur spasial tambahan, yaitu dengan ukuran jarak atau hubungan antar tetangga (neighbourhood relations). Untuk menjaga keragaman populasi, operator mutasi sering disarankan menjadi solusi. Evolutionary programming memiliki kemampuan optimisasi yang powerful meski dengan ukuran populasi yang relatif kecil. Dalam kasus populasi kecil, evolutionary programming dapat digunakan untuk mengeksplorasi search space yang lebih besar, yaitu dengan meningkatkan tingkat mutasi (mutation rate). 2.8 Penelitian Sebelumnya Tabel 2.2 Penelitian Sebelumnya No. Judul Jurnal Kesimpulan yang diambil 1. Genetic Routing GSM 1. Proses routing (pencarian jalur komunikasi) dapat mempermudah dalam mencari lokasi, dimana client dan client bisa saling berhubungan dan saling bertukar informasi melalui jalur yang telah disediakan pada telekomunikasi. 2. Masalah dalam algoritma dapat dalam fungsi tujuan, yang dikenal dengan fungsi fitness. Dimana semakin besar nilai fitness, maka sistem yang dihasilkan semakin baik. 40

37 3. Simulasi optimasi routing berbasis algoritma genetika berfungsi untuk menggambarkan proses terjadinya komunikasi anatar dua buah stasiun. 4. Tujuan dilakuakan algoritma genetik ini adalah untuk mempermudah menghitung waktu yang dibutuhkan dalam usaha pencarian rute terpendek antara enode B asal ke enode B tujuan. 5. Berdasarkan hasil simulasi routing dengan menerapkan algoritma genetik maka didapat sebagai berikut : Pencarian rute pada jalur komunikasi semakin cepat karena adanya penginisialisasian awal. Rute pada proses hand-over sama dengan rute terjadi koneksi awal. Dengan menerapkan algoritma genetika maka jarak tempuh dari sebuah komunikasi tidak membutuhkan waktu yang cukup lama. 2. LTE Long Term Evolution (LTE) adalah teknologi sistem komunikasi selular di masa depan yang kini pembangunannya yang telah dilakukan besar besaran. LTE memiliki banyak keunggulan dibandingkan yang sebelumnya dari segi bandwidth yang lebar, kecepatan transmisi data yang tinggi, 41

38 3. Self Adaptive Genetic Alogarith for LTE 4. Genetic Alogaritm for Energy Efficient QoS Multicast Routing 5. Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Area Jabodetabek Studi Kasus PT. Telkomsel delay yang lebih rendah dan fleksibel dalam hal penggunaan spektrum. 1. Node memiliki fungsi routing dimana ia berkomunikasi dengan meneruskan paket melalui node intermediate. Jika dua node berada dalam jangkauan transmisi satu sama lain, mereka berkomunikasi secara langsung. Jika tidak, node lain yang diperlukan untuk meneruskan paket mereka. MANET ditandai dengan mobilitas non-terbatas dan penyebaran yang mudah. 2. Algoritma yang diusulkan berlaku operasi crossover dan mutasi langsung pada pohon, yang menyederhanakan operasi coding dan menghilangkan proses coding/decoding. MME bertanggung jawab untuk semua fungsi kontrol dari pengguna dan sesi manajemen, yang setara dengan control plane dari SGSN dalam sistem 2G/3G. SGW terutama bertanggung jawab untuk pesawat pengguna transfer data, forwarding dan routing, yang setara dengan pengguna pesawat dari SGSN dalam sistem 2G/3G. 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah enode B yang dibutuhkan dipengaruhi oleh frekuensi. 2. Semakin besar frekuensi yang digunakan 42

DYNAMIC ROUTING. Semua router memiliki informasi lengkap mengenai topologi, link cost. Contohnya adalah algoritma link state.

DYNAMIC ROUTING. Semua router memiliki informasi lengkap mengenai topologi, link cost. Contohnya adalah algoritma link state. DYNAMIC ROUTING Apabila jaringan memiliki lebih dari satu kemungkinan rute untuk tujuan yang sama maka perlu digunakan dynamic routing. Sebuah dynamic routing dibangun berdasarkan informasi yang dikumpulkan

Lebih terperinci

STATIC & DYNAMIC ROUTING. Rijal Fadilah, S.Si

STATIC & DYNAMIC ROUTING. Rijal Fadilah, S.Si STATIC & DYNAMIC ROUTING Rijal Fadilah, S.Si Dasar Teori Static route : suatu mekanisme routing yg tergantung dengan routing table dengan konfigurasi manual. Jaringan skala yg terdiri dari 2 atau 3 router,

Lebih terperinci

Pada bab 6 akan dijelaskan tentang konsep Routing dan jenisnya serta jenis-jenis protokol routing untuk komunikasi antar router di jaringan.

Pada bab 6 akan dijelaskan tentang konsep Routing dan jenisnya serta jenis-jenis protokol routing untuk komunikasi antar router di jaringan. BAB 6 KONSEP ROUTING Pada bab 6 akan dijelaskan tentang konsep Routing dan jenisnya serta jenis-jenis protokol routing untuk komunikasi antar router di jaringan. 1.1. Pengertian Routing Routing adalah

Lebih terperinci

Modul 6 Routing dan protokol routing

Modul 6 Routing dan protokol routing Modul 6 Routing dan protokol routing Routing adalah suatu protokol yang digunakan untuk mendapatkan rute dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Rute ini, disebut dengan route dan informasi route secara

Lebih terperinci

Dynamic Routing (OSPF) menggunakan Cisco Packet Tracer

Dynamic Routing (OSPF) menggunakan Cisco Packet Tracer Dynamic Routing (OSPF) menggunakan Cisco Packet Tracer Ferry Ardian nyotvee@gmail.com http://a Dasar Teori. Routing merupakan suatu metode penjaluran suatu data, jalur mana saja yang akan dilewati oleh

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Travelling Salesman Problem (TSP) Travelling Salesmen Problem (TSP) termasuk ke dalam kelas NP hard yang pada umumnya menggunakan pendekatan heuristik untuk mencari solusinya.

Lebih terperinci

BAB III. Metode Penelitian

BAB III. Metode Penelitian BAB III Metode Penelitian 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara umum diagram alir algoritma genetika dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 3.1. pada Algoritma genetik memberikan suatu pilihan bagi penentuan

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE) Pada bab dua ini akan dibahas mengenai evolusi jaringan komunikasi bergerak seluler, jaringan Long Term Evolution (LTE). Lalu penjelasan mengenai dasar Orthogonal

Lebih terperinci

Routing LOGO. Muh. Izzuddin Mahali, M.Cs.

Routing LOGO. Muh. Izzuddin Mahali, M.Cs. Routing Muh. Izzuddin Mahali, M.Cs. Email : izzudin@uny.uny.ac.id Pendahuluan Fungsi utama dari layer network adalah pengalamatan dan routing Pengalamatan telah kita bicarakan sebelumnya. Routing merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 7 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Perkuliahan Penjadwalan memiliki pengertian durasi dari waktu kerja yang dibutuhkan untuk melakukan serangkaian untuk melakukan aktivitas kerja[10]. Penjadwalan juga

Lebih terperinci

Pendahuluan. 0Alamat IP berbasis kepada host dan network. 0Alamat IP berisi informasi tentang alamat network dan juga alamat host

Pendahuluan. 0Alamat IP berbasis kepada host dan network. 0Alamat IP berisi informasi tentang alamat network dan juga alamat host Pendahuluan 0Alamat IP berbasis kepada host dan network 0Host: apa saja yang dapat menerima dan mengirim paket. Misal router, workstation 0 Host terhubung oleh satu (atau beberapa) network 0Alamat IP berisi

Lebih terperinci

Static Routing & Dynamic Routing

Static Routing & Dynamic Routing Modul 20: Overview Routing tak lain adalah untuk menentukan arah paket data dari satu jaringan ke jaringan lain. Penentuan arah ini disebut juga sebagai route, routing dapat diberikan secara dinamis (dynamic

Lebih terperinci

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Algoritma Genetika Algoritma Genetika Pendahuluan Struktur Umum Komponen Utama Seleksi Rekombinasi Mutasi Algoritma Genetika Sederhana Referensi Sri Kusumadewi bab 9 Luger & Subblefield bab 12.8 Algoritma Genetika 1/35 Pendahuluan

Lebih terperinci

Dynamic Routing (RIP) menggunakan Cisco Packet Tracer

Dynamic Routing (RIP) menggunakan Cisco Packet Tracer Dynamic Routing (RIP) menggunakan Cisco Packet Tracer Ferry Ardian nyotvee@gmail.com http://ardian19ferry.wordpress.com Dasar Teori. Routing merupakan suatu metode penjaluran suatu data, jalur mana saja

Lebih terperinci

IP Routing. Olivia Kembuan, M.Eng PTIK -UNIMA

IP Routing. Olivia Kembuan, M.Eng PTIK -UNIMA IP Routing Olivia Kembuan, M.Eng PTIK -UNIMA Routing? Routing Routing adalah proses meneruskan suatu paket data dari suatu jaringan ke jaringan lain yang dituju. Router alat jaringan komputer yang melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rochandi Wirawan (2011), bertujuan untuk melakukan perbandingan terhadap kemampuan dari dua buah protokol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi telekomunikasi yang semakin pesat dan kebutuhan akses data melahirkan salah satu jenis teknologi telekomunikasi yang mutakhir saat ini yaitu

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang

BAB 2 DASAR TEORI. 2.1 Teka-Teki Silang BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Teka-Teki Silang Teka-teki silang atau disingkat TTS adalah suatu permainan yang mengharuskan penggunanya untuk mengisi ruang-ruang kosong dengan huruf-huruf yang membentuk sebuah

Lebih terperinci

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe

ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G. Penerbit Telekomunikasikoe ANDRIAN SULISTYONO LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Penerbit Telekomunikasikoe LONG TERM EVOLUTION (LTE) MENUJU 4G Oleh: Andrian Sulistyono Copyright 2012 by Andrian Sulistyono Penerbit Telekomunikasikoe

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Algoritma Genetika 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Algoritma Genetika Algoritma genetika merupakan metode pencarian yang disesuaikan dengan proses genetika dari organisme-organisme biologi yang berdasarkan pada teori evolusi

Lebih terperinci

ROUTING. Budhi Irawan, S.Si, M.T

ROUTING. Budhi Irawan, S.Si, M.T ROUTING Budhi Irawan, S.Si, M.T PENDAHULUAN Routing adalah mekanisme yang dilaksanakan pada perangkat router dijaringan (yang bekerja pada lapis 3 network) untuk mencari dan menentukan jalur yang akan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Literatur Para penulis di [1] menjelaskan bahwa algoritma self-organization network dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja jaringan secara keseluruhan dan mengurangi

Lebih terperinci

TK 2134 PROTOKOL ROUTING

TK 2134 PROTOKOL ROUTING TK 2134 PROTOKOL ROUTING Materi Minggu ke-3 & 4: Konsep Routing Devie Ryana Suchendra M.T. Teknik Komputer Fakultas Ilmu Terapan Semester Genap 2015-2016 Konsep Routing Topik yang akan dibahas pada pertemuan

Lebih terperinci

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN

3.6.3 X2 Handover Network Simulator Modul Jaringan LTE Pada Network Simulator BAB IV RANCANGAN PENELITIAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xii INTISARI... xiii ABSTRACT... xiv BAB I PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM

ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST.,M.KOM DEFINISI ALGEN adalah algoritma yang memanfaatkan proses seleksi alamiah yang dikenal dengan evolusi Dalam evolusi, individu terus menerus mengalami perubahan gen untuk

Lebih terperinci

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Teknologi 3G 3G adalah singkatan dari istilah dalam bahasa Inggris: third-generation technology. Istilah ini umumnya digunakan mengacu kepada perkembangan teknologi telepon nirkabel

Lebih terperinci

JARINGAN KOMPUTER S1SI AMIKOM YOGYAKARTA

JARINGAN KOMPUTER S1SI AMIKOM YOGYAKARTA Sudah Mengumpulkan Jurnal? http://goo.gl/hhsqum JARINGAN KOMPUTER S1SI AMIKOM YOGYAKARTA Group Jarkom SI Amikom https://www.facebook.com/groups/jarkom.amikom/ Pertemuan 8 Router Protocol Routing TCP/IP

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berbeda agar bisa melakukan komunikasi antar device di dalam jaringan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berbeda agar bisa melakukan komunikasi antar device di dalam jaringan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Router merupakan sebuah alat yang berfungsi menghubungkan jaringan yang berbeda agar bisa melakukan komunikasi antar device di dalam jaringan tersebut. Router bekerja

Lebih terperinci

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia telekomunikasi saat ini sangatlah pesat, kebutuhkan jaringan handal yang mampu mengirim data berkecepatan tinggi dan mendukung fitur layanan yang

Lebih terperinci

Protokol Routing. Muhammad Zen Samsono Hadi, ST. MSc.

Protokol Routing. Muhammad Zen Samsono Hadi, ST. MSc. Protokol Routing 1 Muhammad Zen Samsono Hadi, ST. MSc. Pendahuluan Fungsi utama dari layer network adalah pengalamatan dan routing Routing merupakan fungsi yang bertanggung jawab membawa data melewati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini membahas literatur yang mendukung penelitian di antaranya adalah Long Term Evolution (LTE), Cognitive Radio (CR), Oppurturnistic Spectrum Access (OSA) dan Hidden Markov

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK

EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK EVALUASI PENGGUNAAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK MENYELESAIKAN PERSOALAN PENGALOKASIAN RESOURCE BLOCK PADA SISTEM LTE ARAH DOWNLINK Josia Ezra1), Arfianto Fahmi2), Linda Meylani3) 1), 2), 3) School of Electrical

Lebih terperinci

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA 2. 1 Code Division Multiple Access (CDMA) Dalam perkembangan teknologi telekomunikasi telepon selular terutama yang berkaitan dengan generasi ke tiga CDMA merupakan teknologi

Lebih terperinci

Lingkup Metode Optimasi

Lingkup Metode Optimasi Algoritma Genetika Lingkup Metode Optimasi Analitik Linier Non Linier Single Variabel Multi Variabel Dgn Kendala Tanpa Kendala Numerik Fibonacci Evolusi Complex Combinasi Intelijen/ Evolusi Fuzzy Logic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin tingginya pertumbuhan pengguna telepon seluler/smartphone dewasa ini menyebabkan pertumbuhan pengguna layanan data menjadi semakin tinggi, pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peneliti Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti diantaranya: BGP, sebagai satu-satunya

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Resource Reservation Protocol (RSVP) merupakan protokol pada layer

BAB II TEORI DASAR. Resource Reservation Protocol (RSVP) merupakan protokol pada layer BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan Resource Reservation Protocol (RSVP) merupakan protokol pada layer transport yang digunakan untuk meminta kualitas layanan QoS tinggi transportasi data, untuk sebuah

Lebih terperinci

ROUTING. Pengiriman Langsung & Tidak Langsung

ROUTING. Pengiriman Langsung & Tidak Langsung Modul 07 ROUTING Dalam suatu sistem packet switching, routing mengacu pada proses pemilihan jalur untuk pengiriman paket, dan router adalah perangkat yang melakukan tugas tersebut. Perutean dalam IP melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekarang ini teknologi komunikasi data yang lebih dikenal sebagai packet switching semakin berkembang dari tahun ke tahun. Voice over Internet Protokol (VoIP)

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA MIMO-OFDM DENGAN MODULASI ADAPTIF PADA LONG TERM EVOLUTION DALAM ARAH DOWNLINK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendididikan sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak pertama kali diperkenalkan hingga tiga puluh tahun perkembangannya, teknologi seluler telah melakukan banyak perubahan besar. Sejarah mencatat perkembangan

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN METODE ROUTING DISTANCE VECTOR DAN LINK STATE PADA JARINGAN PACKET

ANALISA PERBANDINGAN METODE ROUTING DISTANCE VECTOR DAN LINK STATE PADA JARINGAN PACKET ANALISA PERBANDINGAN METODE ROUTING DISTANCE VECTOR DAN LINK STATE PADA JARINGAN PACKET Vina Rifiani 1, M. Zen Samsono Hadi 2, Haryadi Amran Darwito 2 1 Mahasiswa Politeknik Elektronika Negeri Surabaya,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan

BAB II LANDASAN TEORI. Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah Perusahaan Tahun 2001 pemilik CV. Tunas Jaya membuka usaha di bidang penjualan dan pengadaan suku cadang computer. Dalam bidang tersebut diharuskan berbadan hukum PD,

Lebih terperinci

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle

Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Analisis Operator Crossover pada Permasalahan Permainan Puzzle Kun Siwi Trilestari [1], Ade Andri Hendriadi [2] Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Singaperbanga Karawang

Lebih terperinci

BAB 2. LANDASAN TEORI

BAB 2. LANDASAN TEORI BAB 2. LANDASAN TEORI 2.1 IPv6 IPv6 dikembangkan oleh IETF untuk dapat memenuhi kebutuhan IP yang diperlukan, selain itu IPv6 juga dikembangkan untuk mengatasi atau menyempurnakan kekurangankekurangan

Lebih terperinci

A. TUJUAN PEMBELAJARAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Siswa memahami konsep gateway 2. Siswa memahami skema routing 3. Siswa memahami cara kerja router 4. Siswa mampu melakukan konfigurasi static routing B. DASAR TEORI 1. Routing

Lebih terperinci

PROTOKOL ROUTING. Budhi Irawan, S.Si, M.T

PROTOKOL ROUTING. Budhi Irawan, S.Si, M.T PROTOKOL ROUTING Budhi Irawan, S.Si, M.T PENDAHULUAN Protokol Routing secara umum diartikan sebagai suatu aturan untuk mempertukarkan informasi routing yang akan membentuk sebuah tabel routing sehingga

Lebih terperinci

INTERNETWORKING. Dosen Pengampu : Syariful Ikhwan ST., MT. Submitted by Dadiek Pranindito ST, MT,. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM LOGO

INTERNETWORKING. Dosen Pengampu : Syariful Ikhwan ST., MT. Submitted by Dadiek Pranindito ST, MT,. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM LOGO INTERNETWORKING Dosen Pengampu : Syariful Ikhwan ST., MT. Submitted by Dadiek Pranindito ST, MT,. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM LOGO PURWOKERTO Review 1. Memori 2. Tabel routing 3. running

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 27 BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI 3.1 Analisis Pada subbab ini akan diuraikan tentang analisis kebutuhan untuk menyelesaikan masalah jalur terpendek yang dirancang dengan menggunakan algoritma

Lebih terperinci

ANILISIS JARINGAN DENGAN ROUTING PROTOKOL BERBASIS SPF (SHORTEST PATH FIRST) DJIKSTRA ALGORITHM

ANILISIS JARINGAN DENGAN ROUTING PROTOKOL BERBASIS SPF (SHORTEST PATH FIRST) DJIKSTRA ALGORITHM ANILISIS JARINGAN DENGAN ROUTING PROTOKOL BERBASIS SPF (SHORTEST PATH FIRST) DJIKSTRA ALGORITHM Oris Krianto Sulaiman, Khairuddin Nasution Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Teknik UISU oris.ks@ft.uisu.ac.id;

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM IV MANAGEMENT INTERNETWORKING & ROUTER ROUTING ROUTING DINAMIS. Disusun oleh: Oktavia Indriani IK 3B

LAPORAN PRAKTIKUM IV MANAGEMENT INTERNETWORKING & ROUTER ROUTING ROUTING DINAMIS. Disusun oleh: Oktavia Indriani IK 3B LAPORAN PRAKTIKUM IV MANAGEMENT INTERNETWORKING & ROUTER ROUTING ROUTING DINAMIS Disusun oleh: Oktavia Indriani IK 3B 3.34.13.1.13 PROGAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI

Lebih terperinci

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T

PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T PENERAPAN ALGORITMA GENETIKA PADA PERENCANAAN LINTASAN KENDARAAN Achmad Hidayatno Darjat Hendry H L T Abstrak : Algoritma genetika adalah algoritma pencarian heuristik yang didasarkan atas mekanisme evolusi

Lebih terperinci

Kholid Fathoni, S.Kom., M.T.

Kholid Fathoni, S.Kom., M.T. Routing Kholid Fathoni, S.Kom., M.T. Pendahuluan Fungsi utama dari layer network adalah pengalamatan dan routing Pengalamatan telah kita bicarakan sebelumnya. Routing merupakan fungsi yang bertanggung

Lebih terperinci

Handbook Edisi Bahasa Indonesia

Handbook Edisi Bahasa Indonesia 4G Handbook Edisi Bahasa Indonesia Industry Outlook Overview Data on 2G & 3G Frequency Spectrum on 4G 4G OFDMA & SC-FDMA 4G LTE SAE Heterogeneus Network 4G LTE Planning with Atoll 4G LTE Drivetest Collaborator

Lebih terperinci

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika

Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Algoritma Evolusi Dasar-Dasar Algoritma Genetika Imam Cholissodin imam.cholissodin@gmail.com Pokok Bahasan 1. Pengantar 2. Struktur Algoritma Genetika 3. Studi Kasus: Maksimasi Fungsi Sederhana 4. Studi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab kajian pustaka berikut ini akan dibahas beberapa materi yang meliputi graf, permasalahan optimasi, model matematika dari objek wisata di Yogyakarta, dan algoritma genetika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penjadwalan Penjadwalan kegiatan belajar mengajar pada suatu lembaga pendidikan biasanya merupakan salah satu pekerjaan yang tidak mudah dan menyita waktu. Pada lembaga pendidikan

Lebih terperinci

Statik Routing. School of Industrial and System Engineering System Information Program 2016

Statik Routing. School of Industrial and System Engineering System Information Program 2016 Statik Routing School of Industrial and System Engineering System Information Program 2016 Introduction Static Routing Dynamic Routing ROUTING Routing adalah proses pengiriman informasi/data pada network

Lebih terperinci

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi 1780-1875 MHz di Provinsi Papua Barat Nurul Hidayah Mt.R 1), Fitriana Istiqomah 2), Muhammad Dickri Primayuda 3) dan Nur Indah 4) Prodi S1 Teknik Telekomunikasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Long Term Evolution (LTE) 2.1.1. Pendahuluan LTE merupakan pengembangan standard teknologi 3GPP dengan menggunakan skema multiple access OFDMA pada sisi downlink dan SC-FDMA

Lebih terperinci

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European BAB II JARINGAN GSM 2.1 Sejarah Teknologi GSM GSM muncul pada pertengahan 1991 dan akhirnya dijadikan standar telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European Telecomunication Standard Institute).

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang

1 BAB I PENDAHULUAN. Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Long Term Evolution (LTE) menjadi fokus utama pengembangan dalam bidang telekomunikasi pada masa kini. Dengan banyak pengembangan dari generasi-generasi sistem jaringan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G Diajukan guna melengkapi sebagian syarat dalam mencapai gelar Sarjana Strata Satu (S1) Disusun oleh : Nama : Dyan Tri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka (Samuel, Toni & Willi 2005) dalam penelitian yang berjudul Penerapan Algoritma Genetika untuk Traveling Salesman Problem Dengan Menggunakan Metode Order Crossover

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI FUZZY EVOLUTIONARY ALGORITHMS UNTUK PENENTUAN POSISI BASE TRANSCEIVER STATION (BTS)

IMPLEMENTASI FUZZY EVOLUTIONARY ALGORITHMS UNTUK PENENTUAN POSISI BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) IMPLEMENTASI FUZZY EVOLUTIONARY ALGORITHMS UNTUK PENENTUAN POSISI BASE TRANSCEIVER STATION (BTS) Muhammad Fachrie 1, Sri Widowati 2, Ahmad Tri Hanuranto 3 1,2 Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Informatika,

Lebih terperinci

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler Wireless Communication Systems Modul 14 Perencanaan Jaringan Seluler Faculty of Electrical Engineering Bandung 2015 Tujuan Mengetahui model perencanaan jaringan yang optimum Dapat memberikan pengembangan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2. 1 Komunikasi Bergerak Perkembangan sistem komunikasi dunia semakin marak dengan teknologiteknologi baru yang memudahkan manusia untuk berkomunikasi dimanapun, dengan siapapun dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka Pada Penelitian Terkait Tugas akhir ini mengacu pada penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana beberapa penelitian tersebut membahas manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Mobile Internet Internet adalah sekumpulan jaringan yang tersebar di seluruh dunia yang saling terhubung membentuk suatu jaringan komputer besar Secara gambaran

Lebih terperinci

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT.

Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Studi Perencanaan Jaringan Long Term Evolution (LTE) Pada Spektrum 1800 MHz Area Kota Bandung Menggunakan Teknik FDD, Studi Kasus PT. Telkomsel Yonathan Alfa Halomoan (0822065) Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

ROUTING PADA TCP/IP. Mata kuliah Jaringan Komputer Jurusan Teknik Informatika - UNIKOM

ROUTING PADA TCP/IP. Mata kuliah Jaringan Komputer Jurusan Teknik Informatika - UNIKOM ROUTING PADA TCP/IP Mata kuliah Jaringan Komputer Jurusan Teknik Informatika - UNIKOM Materi : Pengertian Routing Protocol Routing Protocol IGP pada Routing Dinamik Algoritma Dasar Untuk Protocol Interior

Lebih terperinci

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER Arsitektur jaringan seluler dibagi menjadi yaitu: 1. Generasi Kedua terdiri atas: SISTEM DECT (DIGITAL ENHANCED CORDLESS TELECOMMUNICATION) adalah

Lebih terperinci

Memahami cara kerja TCP dan UDP pada layer transport

Memahami cara kerja TCP dan UDP pada layer transport 4.1 Tujuan : Memahami konsep dasar routing Mengaplikasikan routing dalam jaringan lokal Memahami cara kerja TCP dan UDP pada layer transport 4.2 Teori Dasar Routing Internet adalah inter-network dari banyak

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan membahas landasan atas teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan tugas akhir ini. Teori-teori yang dibahas mengenai pengertian penjadwalan, algoritma

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian VRRP VRRP (Virtual Routing Redundancy Protocol) merupakan salah satu protokol open source redundancy yang artinya dapat digunakan di berbagai merek perangkat dan dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Routing adalah suatu protokol yang digunakan untuk mendapatkan rute dari satu jaringan ke jaringan yang lain. Rute ini, disebut dengan route dan informasi route secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman globalisasi saat ini salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi tingkat kehidupan masyarakat adalah perkembangan teknologi. Berpedoman pada tingkat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 27 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penelitian Terkait Penelitian terkait yang menggunakan algoritma genetika untuk menemukan solusi dalam menyelesaikan permasalahan penjadwalan kuliah telah banyak dilakukan.

Lebih terperinci

ROUTING. Melwin Syafrizal Daulay, S.Kom.,., M.Eng.

ROUTING. Melwin Syafrizal Daulay, S.Kom.,., M.Eng. ROUTING Melwin Syafrizal Daulay, S.Kom.,., M.Eng. Apa itu Routing? Proses pengambilan keputusan melalui gateway yang mana paket harus dilewatkan Routing dilakukan untuk setiap paket yang dikirimkan dari

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG DAN SEJARAH

LATAR BELAKANG DAN SEJARAH LATAR BELAKANG DAN SEJARAH RIP (Routing Information Protocol) ini lahir dikarenakan RIP merupakan bagian utama dari Protokol Routing IGP (Interior Gateway Protocol) yang berfungsi menangani perutean dalam

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah BAB II TEORI DASAR 2.1 Umum Sistem komunikasi seluler merupakan salah satu jenis komunikasi bergerak, yaitu suatu komunikasi antara dua terminal dengan salah satu atau kedua terminal berpindah tempat.

Lebih terperinci

Modul 8 Cisco Router RIP

Modul 8 Cisco Router RIP Modul 8 Cisco Router RIP I. Tujuan 1. Mahasiswa memahami konsep routing RIP dengan perangkat Cisco. 2. Mahasiswa mampu melakukan konfigurasi dengan menggunakan Cisco Router dengan protokol routing RIP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division

BAB I PENDAHULUAN. Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division BAB I PENDAHULUAN Bab satu ini membahas tujuan, latar belakang masalah, dan sistematika penulisan Tugas Akhir yang berjudul Discrete Fourier Transform-Spread Orthogonal Frequency Division Multiplexing

Lebih terperinci

Modul 9 Dasar Troubleshooting Router

Modul 9 Dasar Troubleshooting Router Modul 9 Dasar Troubleshooting Router Pendahuluan Testing jaringan dan troubleshooting adalah pekerjaan admin jaringan yang paling banyak memakan waktu. Karena itu harus dilakukan secara efisien, misalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi selular semakin berkembang, diawali dengan munculnya teknologi 1G (AMPS), 2G yang dikenal dengan GSM, dan 3G yang mulai berkembang di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Komunikasi Seluler GSM GSM merupakan salah satu teknologi seluler yang banyak digunakan pada saat ini. GSM adalah generasi kedua dalam teknologi seluler yang menggunakan

Lebih terperinci

Bab 9. Circuit Switching

Bab 9. Circuit Switching 1/total Outline Konsep Circuit Switching Model Circuit Switching Elemen-Elemen Circuit Switching Routing dan Alternate Routing Signaling Control Signaling Modes Signaling System 2/total Jaringan Switching

Lebih terperinci

Routing. Institut Tekonolgi Sepuluh Nopember Surabaya

Routing. Institut Tekonolgi Sepuluh Nopember Surabaya Routing Politeknik ik Elektronika Negeri Surabaya Institut Tekonolgi Sepuluh Nopember Surabaya 1 Pendahuluan Dengan menggunakan pengalamatan IP, memungkinkan kita membangun beberapa jaringan pada suatu

Lebih terperinci

Mata kuliah Jaringan Komputer Jurusan Teknik Informatika - UNIKOM

Mata kuliah Jaringan Komputer Jurusan Teknik Informatika - UNIKOM Mata kuliah Jaringan Komputer Jurusan Teknik Informatika - UNIKOM ROUTING STATIK dan DINAMIK Definition ROUTING : Routing is process offorwarding packets from one network to another, this is sometimes

Lebih terperinci

Modul 8 Cisco Router (Dynamic Routing)

Modul 8 Cisco Router (Dynamic Routing) Modul 8 Cisco Router (Dynamic Routing) I. Tujuan 1. Mahasiswa memahami konsep routing RIP dengan perangkat Cisco. 2. Mahasiswa mampu melakukan konfigurasi dengan menggunakan Cisco Router dengan protokol

Lebih terperinci

Optimasi Metode Fuzzy Dengan Algoritma Genetika Pada Kontrol Motor Induksi

Optimasi Metode Fuzzy Dengan Algoritma Genetika Pada Kontrol Motor Induksi Optimasi Metode Fuzzy Dengan Algoritma Genetika Pada Kontrol Motor Induksi Rahman Aulia Universitas Sumatera Utara Pasca sarjana Fakultas Ilmu Komputer Medan, Indonesia Rahmanaulia50@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Sistem standar 3G yang dipakai di Indonesia menggunakan teknologi WCDMA ( Wide Code Division Multiple Access ) dimana dengan teknologi ini memungkinkan kecepatan data mencapai 384

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sinergi Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh, juga berlaku pada komputer ditempat kerja. Dengan network card, beberapa meter kabel dan sistem operasi,

Lebih terperinci

Gambar 1. Hop multi komunikasi antara sumber dan tujuan

Gambar 1. Hop multi komunikasi antara sumber dan tujuan Routing pada Jaringan Wireless Ad Hoc menggunakan teknik Soft Computing dan evaluasi kinerja menggunakan simulator Hypernet Tulisan ini menyajikan sebuah protokol untuk routing dalam jaringan ad hoc yang

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 18 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Optimasi Optimasi adalah salah satu ilmu dalam matematika yang fokus untuk mendapatkan nilai minimum atau maksimum secara sistematis dari suatu fungsi, peluang maupun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Penjadwalan Penjadwalan adalah penempatan sumber daya (resource) dalam satu waktu. Penjadwalan mata kuliah merupakan persoalan penjadwalan yang umum dan sulit dimana tujuannya

Lebih terperinci

Genetic Algorithme. Perbedaan GA

Genetic Algorithme. Perbedaan GA Genetic Algorithme Algoritma ini bekerja dengan sebuah populasi yang terdiri atas individu-individu (kromosom). Individu dilambangkan dengan sebuah nilai kebugaran (fitness) yang akan digunakan untuk mencari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari tahun ke tahun, telah banyak penelitian yang dilakukan untuk menyediakan layanan multicast, dimulai dari IP multicast sampai dengan application layer multicast

Lebih terperinci

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI YUYUN SITI ROHMAH, ST,.MT //04 OUTLINES A. Pendahuluan B. Frequency Reuse C. Handoff D. Channel Assignment Strategies //04 A. Pendahuluan

Lebih terperinci

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK

OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK OPTIMASI PENJADWALAN KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DENGAN ALGORITMA GENETIK Usulan Skripsi S-1 Jurusan Matematika Diajukan oleh 1. Novandry Widyastuti M0105013 2. Astika Ratnawati M0105025 3. Rahma Nur Cahyani

Lebih terperinci