PENGAYAAN PUPUK ORGANIK DENGAN PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGGUNAAN HARA, PERTUMBUHAN, DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI RIDWAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGAYAAN PUPUK ORGANIK DENGAN PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGGUNAAN HARA, PERTUMBUHAN, DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI RIDWAN"

Transkripsi

1 PENGAYAAN PUPUK ORGANIK DENGAN PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGGUNAAN HARA, PERTUMBUHAN, DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI RIDWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengayaan Pupuk Organik dengan Pupuk Hayati untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Hara, Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Ridwan G

4

5 ABSTRACT RIDWAN. (The Enrichment of Organic Fertilizer with Biofertilizer to Improve Nutrient Use Efficiency, Growth, and Yield of Red Chili). Under direction of HAMIM and TRIADIATI. Red chili production in Indonesia is low due to low soil productivity. Soil productivity can be increased by using biofertilizer. Biofertilizer can improve plant growth, yield, and soil quality. The aim of this study was to study influence of enriched compost and ordinary compost to increase nutrient use efficiency, growth, and yield of red chili. This study used biofertilizer which consisted of Bacillus subtilis (strain HU48), Pseudomonas beteli (strain ATCC1986IT), Azotobacter sp. (strain HY1141), and Azospirillum sp. (strain NS01). The experiment was conducted in the field using randomized block design (RBD) with two factors and three replications. The first factor was organic fertilizer that consisted of ordinary compost (O1), enriched compost (O2), and compost added biofertilizer when planted (O3). The second factor was inorganic fertilizer that consisted of 50% dosage of NPK and 100% dosage of NPK. The plants were grown on plots of 3 m x 3 m with a plant distance about 50 cm x 60 cm. The observed parameters were nutrient use efficiency, plant growth, and yield. The results showed that biofertilizer increased plant nutrient uttilization efficiency, plant growth, and yield by 65 %, 59%, and 126%, respectively. The combination of enriched compost and 50% dosage of NPK (O2A1) had the highest plant nutrient uttilization efficiency, plant growth, and yield than the other treatment. Keywords: Biofertilizer, Enriched Compost, Nutrient Uptake, Red Chili.

6

7 iii RINGKASAN RIDWAN. Pengayaan Pupuk Organik Dengan Pupuk Hayati untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Hara, Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai. Dibimbing oleh HAMIM dan TRIADIATI. Produksi tanaman cabai Indonesia tergolong masih rendah. Rendahnya produktivitas cabai merah ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya mungkin berhubungan dengan tingkat kesuburan tanah. Kesuburan tanah merupakan suatu hal yang penting dalam usaha pertanian. Tanah dikatakan subur jika mengandung cukup unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhannya sampai dengan produksi. Dalam usaha mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah, penambahan unsur hara ke dalam tanah melalui pemupukan sudah lazim dilakukan. Pada saat ini, pemupukan menggunakan pupuk anorganik merupakan pilihan utama. Fenomena ini terjadi karena efek dari penggunaan pupuk anorganik sangat cepat terlihat. Akan tetapi, di samping kelebihan tersebut, jika digunakan dalam jumlah banyak dan terus menerus, pupuk anorganik dapat mengakibatkan penurunan kualitas tanah. Pilihan lain yang bisa digunakan dan mungkin lebih aman adalah pemupukan menggunakan pupuk organik. Pemberian pupuk organik bertujuan untuk meningkatkan C-organik tanah untuk menunjang pertumbuhan mikroba tanah. Di Indonesia, tingkat kandungan C-organik tanah kurang dari 2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di Jawa kandungannya kurang dari 1%, padahal untuk menunjang pertumbuhan mikroba, kandungan C-organik tanah minimal 2,5%. Penggunaan pupuk organik dalam usaha pertanian diketahui masih kurang aplikatif karena harus diberikan dalam jumlah yang banyak. Hal tersebut disebabkan oleh ketersediaan hara pupuk organik rendah. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan ketersediaan hara pupuk organik. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pupuk organik adalah dengan cara melakukan pengayaan dengan pupuk hayati. Pada saat ini, beberapa mikroba telah diketahui memiliki potensi yang besar dalam memacu pertumbuhan tanaman yang dikenal dengan bakteri PGPR (plant growth promoting rhyzobacteria), seperti Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. sebagai penghasil hormon pertumbuhan dan penambat N, Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. sebagai penghasil hormon dan pelarut posfat dan kalium. Sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengkaji peran pupuk hayati dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman dengan cara penggunaan pupuk hayati secara sendiri ataupun dipadukan dengan pupuk kompos, namun aplikasi pupuk hayati dengan metode pengayaan kompos belum banyak dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh kompos yang diperkaya dengan pupuk hayati terhadap efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai. Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Bogor. Percobaan ini dirancang menggunakan Rancangan Acak Kelompok 2 faktor. Faktor pertama adalah perlakuan pupuk organik yang terdiri atas 3 taraf, yaitu : kompos biasa (O1), kompos yang diperkaya pupuk hayati (O2), dan kompos yang diaplikasikan dengan pupuk hayati secara terpisah (O3). Faktor kedua adalah perlakuan pupuk anorganik (NPK) yang terdiri atas 2 taraf, yaitu

8 iv pupuk NPK dosis 50% (A1) dan pupuk NPK dosis 100% (sesuai rekomendasi) (A2). Dari kedua faktor percobaan tersebut didapatkan 6 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan 18 unit percobaan. Satu unit percobaan adalah satu petak percobaan dengan ukuran 3 m x 3 m. Parameter pengamatan yang diamati adalah serapan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai. Untuk pengamatan parameter serapan hara diambil 3 sampel tanaman dalam satu petak percobaan, sedangkan untuk pengamatan parameter pertumbuhan dan produksi tanaman diambil 6 sampel tanaman perpetak percobaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai masing-masing sebesar 65%, 59%, dan 126%. Metode pengayaan kompos memiliki pengaruh yang lebih efektif dalam meningkatkan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai dibandingkan dengan metode penggunaan pupuk hayati dan kompos secara terpisah (O3). Aplikasi pupuk hayati dengan metode O2 dapat meningkatkan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai berturut-turut sebesar 72%, 76%, dan 137%. Metode O3 dapat meningkatkan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai sebesar 58%, 43%, 114%. Pengurangan dosis pupuk anorganik (NPK) dari 100% dosis (A2) menjadi 50% dosis (A1) pada penelitian ini tidak mengakibatkan penurunan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, maupun produksi tanaman cabai, bahkan terdapat kecenderungan mengalami peningkatan. Oleh karena itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan O2A1 ( kombinasi kompos diperkaya pupuk hayati dengan pupuk anorganik 50% dosis rekomendasi) merupakan kombinasi perlakuan terbaik dalam meningkatkan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai. Kata Kunci: Pupuk hayati, serapan hara, pertumbuhan, produksi, tanaman cabai.

9 Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

10

11 PENGAYAAN PUPUK ORGANIK DENGAN PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI PENGGUNAAN HARA, PERTUMBUHAN, DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI RIDWAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi Tumbuhan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

12 vii Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si

13 PRAKATA Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul Pengayaan Kompos dengan Pupuk Hayati untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Hara, Pertumbuhan, dan Produksi Tanaman Cabai ini dilaksanakan sejak bulan Juni sampai bulan Desember 2010 di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Ibu Dr. Dra.Triadiati, M.Si. selaku pembimbing, serta Dr.Ir. Sugiyanta, M.Si selaku penguji luar komisi. Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada Departemen Agama RI yang telah memberikan beasiswa bagi penulis untuk menyelesaikan studi dan penelitian Program Magister Sains. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Program IMHERE B2C IPB 2010 yang telah membiayai penelitian ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Amin. Bogor, Juni 2011 Ridwan

14

15 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Lombok Tengah pada tanggal 31 Juli 1981 dari ayah Rumaksa dan ibu Riasip. Penulis merupakan putra bungsu dari 6 bersaudara. Saat ini penulis telah dikaruniai satu orang putri yaitu Yuana Filza Huwaida R. dari istri Iqlima Dwi Yuntari Al-Qadri. Tahun 1999 penulis lulus dari Sekolah Menengah Umum (SMU) NW Pancor-Selong Kabupaten Lombok Timur Provinsi NTB. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan jenjang S1 di Fakultas Pertanian Universitas Mataram (UNRAM) pada jurusan Ilmu Tanah. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana IPB pada Program Studi Biologi Tumbuhan.

16

17 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 3 Manfaat Penelitian... 3 Rumusan Hipotesis... 3 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik dan Pupuk Hayati... 4 Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)... 5 Peranan Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dalam Menyediakan Unsur Hara bagi Tanaman... 5 Peranan Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) sebagai Biokontrol... 7 Peranan Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) sebagai Penghasil Hormon Pertumbuhan. 8 Peranan Auksin, Sitokinin, dan Giberelin dalam Pertumbuhan Tanaman... 8 Efisiensi Penggunaan Hara... 9 BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan Prosedur Penelitian Analisis Tanah Penyiapan Pupuk Hayati dan Pupuk Organik Persemaian Penyiapan Lahan Penanaman Pemeliharaan Aplikasi Kompos, Pupuk Hayati, dan Pupuk Anorganik Pengamatan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PERCOBAAN Hasil Analisis Tanah dan Kompos Pengaruh Perlakuan terhadap Serapan Hara... 16

18 xii Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman Bobot Kering Tanaman Tinggi Tanaman, Diameter Batang, dan Jumlah Daun Jumlah Buku Total, Jumlah Cabang Total, dan Luas Daun Perakaran Tanaman Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Tanaman Cabai Pengaruh Pupuk Hayati sebagai Biokontrol Efisiensi Penggunaan Unsur Hara Hubungan antara Beberapa Parameter PEMBAHASAN PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 43

19 DAFTAR TABEL Halaman 1 Persentase peningkatan serapan unsur hara makro tanaman cabai akibat kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik dibanding kontrol Persentase peningkatan serapan unsur hara mikro tanaman cabai akibat kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik dibanding kontrol Tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun tanaman cabai pada perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik... 19

20

21 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Serapan hara makro tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik Serapan hara mikro tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik Bobot kering tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik Jumlah buku dan cabang total tanaman cabai pada perlakuan tunggal pupuk organik Luas daun tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik Panjang dan bobot kering akar tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik Bobot buah segar tanaman cabai pada perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik Jumlah buah tanaman cabai akibat perlakuan tunggal pupuk organik 22 9 Panjang dan diameter buah tanaman cabai pada perlakuan pupuk organik Buah cabai pada perlakuan pupuk organik Intensitas serangan penyakit Fusarium pada tanaman cabai yang mendapat perlakuan tunggal pupuk organik Efisiensi Penggunaan Hara Makro Tanaman Cabai pada Perlakuan Pupuk Organik dan Interaksi Pupuk Organik dan Anorganik Efektivitas Penggunaan Hara Mikro Tanaman Cabai pada Interaksi Pupuk Organik dan Anorganik Laju pertumbuhan tinggi tanaman dan pembentukan cabang tanaman cabai yang mendapat perlakuan tunggal pupuk organik Hubungan antara jumlah cabang dan jumlah buku tanaman cabai pada semua perlakuan Hubungan antara jumlah buku dan jumlah buah tanaman cabai pada semua perlakuan Hubungan antara serapan hara makro dan mikro dengan bobot kering tanaman cabai pada semua perlakuan Hubungan antara serapan hara makro dan mikro dengan produksi tanaman cabai pada semua perlakuan... 29

22

23 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Sketsa Rancangan Percobaan (RAK) Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Percobaan Hasil Analisis Kompos Percobaan Hasil Analisis Data Serapan Hara Tanaman Cabai Hasil Analisis Data Pertumbuhan Tanaman Cabai Hasil Analisis Data Produksi Tanaman Cabai Hasil Identifikasi Penyakit Tanaman Cabai Percobaan Hasil Analisis Data Intensitas Serangan Penyakit Tanaman Cabai.. 57

24

25 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Cabai merah merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Cabai merah dapat dikonsumsi dalam bentuk segar, kering, atau dalam bentuk olahan seperti bumbu masak dan industri makanan. Di samping itu, Taychansipitak dan Taywiya (2003) menyatakan bahwa ekstrak dari buah cabai dapat digunakan untuk produksi obat-obatan, pewarna makanan, dan kosmetika. Di Indonesia, produksi cabai merah pada tahun 2008 mencapai 6,37 ton/ha (BPS 2009), padahal menurut hasil penelitian Purwati et al. (2000), produksi cabai merah di Indonesia bisa mencapai 12 ton/ha. Belum maksimalnya produktivitas cabai merah ini dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya mungkin berhubungan dengan tingkat kesuburan tanah. Kesuburan tanah merupakan suatu hal yang penting dalam usaha pertanian. Tanah dikatakan subur jika mengandung cukup unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhannya sampai dengan produksi. Ryan (2002) mendefinisikan kesuburan tanah sebagai suatu hubungan antara sifat-sifat fisik, biologi dan kimia tanah dalam menunjang pertumbuhan tanaman. Terdapat sekitar 19 unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman secara umum yang terbagi ke dalam dua kelompok berdasarkan jumlah kebutuhan tanaman, yaitu unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, dan unsur hara mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Taiz & Zeiger 2002). Dalam usaha mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah, penambahan unsur hara ke dalam tanah melalui pemupukan sudah lazim dilakukan. Pada saat ini, pemupukan menggunakan pupuk anorganik merupakan pilihan utama. Fenomena ini terjadi karena efek dari penggunaan pupuk anorganik sangat cepat terlihat. Akan tetapi, di samping kelebihan tersebut, jika digunakan dalam jumlah banyak dan terus menerus, pupuk anorganik dapat mengakibatkan penurunan kesuburan tanah (Havlin et al. 2005). Pilihan lain yang bisa digunakan dan mungkin lebih aman adalah pemupukan menggunakan pupuk organik. Pemberian pupuk organik bertujuan untuk meningkatkan C-organik tanah untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme tanah. Di Indonesia, tingkat kandungan C-organik tanah kurang dari 2%, bahkan pada banyak lahan sawah intensif di

26 2 Jawa kandungannya kurang dari 1%, padahal untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme, kandungan C-organik tanah minimal 2,5% (Simanungkalit et al. 2006). Namun, penggunaan pupuk organik ini juga memiliki kendala, terutama dalam aplikasi. Penggunaan pupuk organik kurang aplikatif karena harus diberikan dalam jumlah yang banyak sebagai akibat dari ketersediaan haranya yang rendah (Simanungkalit et al. 2006). Untuk itu, diperlukan usaha untuk meningkatkan kualitas pupuk organik agar jumlah yang harus diaplikasikan ke tanaman dapat direduksi. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pupuk organik adalah dengan cara pengayaan dengan pupuk hayati (Simanungkalit 2001) yang mengandung beberapa mikroorganisme pemacu tumbuh. Vessey (2003) mendefinisikan pupuk hayati sebagai bahan yang mengandung mikroorganisme hidup yang jika diaplikasikan pada benih, tanaman, atau tanah akan membentuk koloni pada daerah perakaran (rhizosphere) atau di dalam jaringan tanaman inang dan dapat memacu pertumbuhan tanaman dengan cara meningkatkan suplay atau ketersediaan unsur hara bagi tanaman inangnya. Pada saat ini, telah diketahui bahwa beberapa mikroorganisme memiliki potensi yang besar dalam memacu pertumbuhan tanaman, seperti Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. sebagai penghasil hormon pertumbuhan dan penambat N 2 udara (Gardner et al. 1991; Salamone et al. 2001), Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. sebagai penghasil hormon, biokontrol dan pelarut fosfat (Vessey 2003). Keempat bakteri ini dikenal sebagai Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Selain dapat memacu pertumbuhan tanaman, pupuk hayati bahkan juga dapat mengurangi serangan penyakit pada beberapa tanaman (Sorensen & Sessitch 2007). Sudah banyak penelitian untuk mengkaji pengaruh pupuk hayati terhadap peningkatan produksi tanaman, baik dengan aplikasi secara tunggal (Egamberdiyeva & Hoflich 2004; Hindersah & Simarmata 2004)) maupun diaplikasi secara bersama-sama dengan kompos (Sahni et al. 2008). Namun, sampai sekarang, aplikasi pupuk hayati dengan metode pengayaan kompos belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, kajian tentang pengayaan pupuk organik dengan pupuk hayati untuk meningkatkan penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai menjadi perlu untuk dilakukan.

27 3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan dan mengkaji pengaruh pupuk kompos yang diperkaya pupuk hayati dengan kompos tanpa pengayaan terhadap peningkatan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu solusi dalam meningkatkan produksi tanaman cabai serta sebagai langkah antisipasi masalah degradasi lahan akibat penggunaan pupuk anorganik secara intensif. Hipotesis Penelitian Pengayaan kompos dengan pupuk hayati dapat meningkatkan efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai.

28

29 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk Organik dan Pupuk Hayati Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah dikomposkan, baik dari sisa-sisa tumbuhan maupun hewan dengan bantuan mikroba esensial untuk proses dekomposisi (Bayer et. al. 2002). Pupuk organik jika diberikan ke dalam tanah dapat berfungsi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah (Soepardi 1982). Bahan organik mempunyai peranan yang penting dalam kesuburan tanah seperti pelapukan dan dekomposisi mineral tanah, sumber hara tanaman, perbaikan struktur tanah, dan berperan langsung dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Brady 1990). Simanungkalit et al. (2006) menyatakan bahwa pupuk organik memiliki fungsi kimia yang penting di antaranya adalah penyediaan unsur hara makro seperti N, P, K, Ca, Mg, dan S dan unsur hara mikro seperti Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe meskipun dalam jumlah yang sedikit. Penggunaan bahan organik dapat mencegah kahat unsur mikro pada tanah marginal atau tanah yang telah dikelola dengan cara intensif dengan pemupukan yang tidak seimbang. Fungsi kimia yang lain dari pupuk organik adalah dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah dan dapat juga membentuk senyawa kompleks dengan ion logam yang dapat meracuni tanaman seperti Al, Fe, dan Mn. Penggunaan pupuk organik memiliki manfaat dalam meningkatkan produksi tanaman baik secara kualitas maupun kuantitas (Chen 2008), dan apabila diaplikasikan dalam waktu yang lama dapat meningkatkan kualitas lahan serta dapat mengurangi pencemaran lingkungan (Tisdale et al. 1985). Selain itu, penggunaan pupuk organik juga berguna sebagai sumber energi mikroorganisme tanah sehingga dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tersebut dalam penyediaan unsur hara (Chen 2008). Pupuk hayati merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman dalam menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Vessey 2003). Pupuk hayati dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman melalui beberapa cara, di antaranya dengan penyediaan unsur hara, baik melalui fiksasi langsung seperti fiksasi nitrogen dari udara oleh Azotobacter sp. dan Azospirillum sp. (Rahmawati 2005; Isminarni

30 5 2007) ataupun melalui mekanisme pelarutan unsur hara seperti fosfor dan kalium oleh Bacillus sp dan Pseudomonas sp. (Han & Lee 2005) dan mensintesis zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti auksin, sitokinin dan giberelin (Hindersah & Simarmata 2004; Haefele et al. 2008). Aplikasi pupuk hayati telah terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman, seperti pada tanaman kacang tanah dan kedelai (Bertham 2002; Bertham et al. 2005) serta tanaman jagung (Hasanudin 2003). Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) Rhizobacteria merupakan bakteri tanah yang berkoloni di daerah perakaran tanaman. Rhizobacteria dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok, yaitu Rhizobacteria yang menguntungkan (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), Rhizobacteria yang merugikan (Deleterius Rhizobacteria), dan Rhizobacteria yang bersifat netral (Kloepper et al. 2004). Sampai saat ini, beberapa bakteri dilaporkan memiliki pengaruh yang menguntungkan bagi tanaman sehingga dapat digolongkan ke dalam kelompok PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), yaitu kelompok genus Azoarcus sp., Azospirillum sp., Azotobacter sp., Arthrobacter sp., Bacillus sp., Clostridium sp., Enterobacter sp., Gluconoacetobacter sp., Pseudomonas sp., dan Serratia sp. (Somers et al. 2004). Pada penelitian ini hanya empat dari sepuluh kelompok genus PGPR di atas yang akan digunakan dan dipelajari pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman cabai, yaitu : Azotobacter sp., Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Azospirillum sp. Dalam peranannya sebagai pemacu pertumbuhan, PGPR dapat berperan secara langsung maupun tidak langsung. Zang et al. (1997) menyatakan bahwa PGPR dapat berperan secara langsung dengan cara meningkatkan penyediaan hara serta menghasilkan hormon pertumbuhan, sedangkan peranannya yang tidak langsung dengan cara memproduksi senyawa-senyawa metabolit seperti antibiotik serta menekan pertumbuhan fitopatogen dan serangan mikroorganisme lain. Peranan Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) dalam Menyediakan Unsur Hara bagi Tanaman Sampai saat ini, sudah banyak laporan tentang peranan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) sebagai penyedia unsur hara bagi tanaman. Hamim et

31 6 al. (2007) menyatakan bahwa terdapat korelasi yang baik antara aplikasi pupuk hayati (PGPR) dengan peningkatan serapan hara makro dan mikro pada tanaman sehingga memacu pertumbuhan dan produksi tanaman. Bakteri PGPR memiliki kemampuan sebagai penyedia hara disebabkan oleh kemampuannya dalam melarutkan mineral-mineral dalam bentuk senyawa kompleks menjadi bentuk ion sehingga dapat diserap oleh akar tanaman (Vessey 2003). Sebagai contoh, Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. dapat menghasilkan asam-asam organik seperti asam fomiat, asam asetat, dan asam laktat (Han & Lee 2005), propionat, glikolat, fumarat, oksalat, suksinat, tartrat (Banik & Dey 1982), sitrat, laktat, dan ketoglutarat (lllmer & Schinner 1992) yang dapat melarutkan fosfat dalam bentuk yang sulit larut. Asam-asam organik ini membentuk khelat dengan kation kation pengikat P di dalam tanah seperti Al 3+ dan Fe 3+. Khelat tersebut dapat menurunkan reaktivitas ion-ion tersebut sehingga menyebabkan pelarutan fosfat yang efektif (Han & Lee 2005; Saraswati & Sumarno 2008). Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. juga dapat melarutkan fosfat yang terikat dengan unsur lain menjadi tersedia bagi tanaman karena kemampuannya dalam menghasilkan enzim fosfatase dan fitase (Alexander 1977). Beberapa jenis bakteri PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) juga merupakan penambat N 2 dari udara seperti Azotobacter dan Azospirillum yang jika berasosiasi dengan perakaran tanaman dapat membantu tanaman dalam memperoleh nitrogen melalui proses fiksasi nitrogen oleh mikroorganismemikroorganisme tersebut (Gardner et al. 1991). Azotobacter adalah rhizobakteria yang telah dikenal sebagai agen biologis pemfiksasi nitrogen, yang mengubah nitrogen menjadi amonium melalui reduksi elektron dan protonasi gas nitrogen (Hindersah & Simarmata, 2004). Nitrogen yang terikat pada struktur tubuh mikroba dilepas dalam bentuk organik sebagai sekresi atau setelah mikroba tersebut mati (Andayaningsih, 2000). Isminarni et. al. (2007) melaporkan bahwa jumlah Azotobacter berbanding lurus dengan jumlah N 2 yang dapat diubah oleh sel Azotobacter. Apabila keunggulan bakteri ini dapat dimanfaatkan dengan efisien, maka harapannya dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan pupuk N tanpa mengganggu target produksi tinggi. Azotobacter sangat sensitif pada alkalinitas, asiditas (Mishustin & Shilnikova, 1971), dan optimum pada ph 7-8

32 7 (Sutedjo et al. 1991). Ion Aluminium bersifat toksik untuk Azotobacter. Hal ini merupakan hambatan utama bagi keberadaan Azotobacter yang berasal dari tanah podsolik (Mishustin & Shilnikova, 1971). Azospirillum juga merupakan rhizobacteria yang mempu memfiksasi N 2 dari udara. Sampai saat ini ada tiga spesies Azospirillum yang telah ditemukan mempunyai kemampuan yang sama dalam fiksasi N 2 dari udara, yaitu: Azospirillum brasilense, Azospirillum lipoferum, dan Azospirillum amazonese (Rahmawati 2005). Beberapa laporan menyatakan bahwa PGPR yang salah satunya adalah Azospirillum memiliki kontribusi yang besar dalam meningkatkan cadangan N untuk tanaman tebu (Urquiaga et al. 1992; Mirza et al. 2001) dan mangrove (Bashan et al. 1998). Peranan Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) sebagai Biokontrol Salah satu peranan bakteri PGPR terhadap peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman secara tidak langsung adalah sebagai biokontrol terhadap penyakit tanaman. Ji et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan PGPR sebagai biokontrol dapat menekan penyakit bercak daun pada tomat hingga lebih dari 60% pada percobaan di dalam rumah kaca, serta 63,6 94,1% pada percobaan di lapang (Guo et al. 2004). Kloepper dan Schroth (1978) menyatakan bahwa kemampuan PGPR sebagai agen pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraseluler yang bersifat antagonis melawan patogen. Selain itu, bakteri PGPR juga berperan dalam melindungi tanaman dari serangan patogen melalui mekanisme antibiosis, parasitisme, atau melalui peningkatan respon ketahanan tanaman (Whipps 2001). Pseudomonas spp. telah terbukti dapat menstimulir timbulnya ketahanan tanaman terhadap infeksi jamur patogen akar, bakteri dan virus (Wei et al. 1991). Voisard et al. (1989) mendapati bahwa sianida yang dihasilkan P. fluorescens strain CHAO merangsang pembentukan akar rambut pada tumbuhan tembakau dan menekan pertumbuhan Thielaviopsis basicola penyebab penyakit busuk akar yang diduga menjadi penyebab timbulnya ketahanan sistemik (ISR).

33 8 Peranan Bakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) sebagai Penghasil Hormon Pertumbuhan Peranan PGPR selain sebagai penyedia hara bagi tanaman dapat juga sebagai penghasil hormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Matiru & Dakora 2004). Azotobacter selain dapat mengikat N 2 dari udara, juga mampu menghasilkan Asam Indol Asetat (IAA) dalam jumlah yang berbanding lurus dengan kepadatannya (Isminarni et al. 2007). Selain itu, Azotobacter juga dapat menghasilkan sitokinin, giberelin, dan asam absisat (ABA) (Haefele et al. 2008). Azospirillum dan Pseudomonas juga memiliki kemampuan dalam menghasilkan zat pengatur tumbuh. Azospirillum dapat menghasilkan IAA yang berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, sedangkan Pseudomonas dapat menghasilkan sitokinin untuk pertumbuhan tajuk (Salamone et al. 2001). Wibowo (2007) melaporkan bahwa penggunaan pupuk hayati mampu meningkatkan kandungan hormon IAA sebesar % pada tanaman caisim, jagung, dan kedelai. Isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian ini juga sudah terbukti dapat memproduksi IAA dalam larutan yang mengandung triptofan dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Bacillus subtilis (strain HU48) dapat menghasilkan 67,2 ppm IAA, sedangkan Azospirillum sp. (strain NS01) dapat menghasilkan 7,2 ppm IAA (Ditjen PLA Deptan dan LPPM IPB 2006). Peranan Auksin, Sitokinin, dan Giberelin dalam Pertumbuhan Tanaman Auksin disintesis utamanya di meristem apikal tajuk. Pengangkutan auksin di bagian tajuk utamanya secara basipetal, sedangkan di akar secara akropetal. Pengangkutan auksin dari tajuk ke akar berpengaruh terhadap beberapa proses fisiologis, seperti pemanjangan batang, dominansi apikal, penyembuhan luka, penuaan daun (Taiz & Zeiger 2002). Adapun sitokinin utamanya disintesis di ujung akar dan diangkut ke tajuk. Pengangkutan sitokinin dari akar ke tajuk terjadi melalui xilem bersama-sama dengan air dan mineral yang diserap oleh tanaman. Sitokinin utamanya berperan dalam proses pembelahan sel, namun berperan juga dalam pemecahan dominansi apikal yang menyebabkan inisiasi kuncup lateral (Taiz & Zeiger 2002).

34 9 Auksin dan sitokinin di dalam jaringan tumbuhan memiliki sifat yang berlawanan (Bishopp et al. 2011), sehingga perbandingan konsentrasi auksin dan sitokinin di dalam jaringan tumbuhan menentukan arah pertumbuhan tanaman. Perbandingan auksin-sitokinin yang tinggi berpengaruh kepada terjadinya dominansi apikal dan inisiasi akar lateral serta pemanjangan akar (Aloni et al. 2006; Bishopp et al. 2011), sedangkan jika perbandingan auksin-sitokinin rendah akan memacu terjadinya pembentukan cabang lateral (Sato et al. 2009). Giberelin memiliki peranan dalam proses fisiologis tanaman, salah satunya adalah pembungaan. Peranan tersebut bisa bersifat memacu dan bisa juga menghambat tergantung konsentrasi dan jenis tanaman. Penyemprotan dengan giberelin (GA 3 ) pada konsentrasi 100 µm telah terbukti dapat memacu pembungaan pada tanaman Arabidopsis (Blazquez et al. 1998), apel (Cao et al. 2001), dan cabai (Ouzounidou et al. 2010), namun pada konsentrasi 100 mg/l bersifat menghambat untuk tanaman persik (Li-jun 2008). Efisiensi Penggunaan Hara Efisiensi penggunaan hara merupakan konsep yang secara umum mendiskripsikan seberapa baik tanaman menggunakan hara yang ada di dalam tanah untuk menghasilkan produksi (Stewart 2007). Efisiensi penggunaan hara oleh tanaman dapat digambarkan dengan beberapa cara. Lopez dan Lopez (2001) menggunakan beberapa parameter untuk menggambarkan efisiensi penggunaan unsur hara nitrogen, yaitu: Nitrogen use efficiency (NUE) yang merupakan rasio antara produksi dengan N yang diberikan; Nitrogen uptake efficiency (NUpE) yaitu rasio antara serapan N total dengan N yang diberikan; Nitrogen utilization efficiency (NUtE) yang merupakan rasio antara produksi dengan serapan N total; Nitrogen harvest indext (NHI) yang merupakan rasio antara N yang terkandung pada produksi dengan serapan N; Nitrogen physiological efficiency (NPE) yang merupakan rasio antara hasil produksi pada aplikasi N x dikurangi produksi pada N 0 dengan hasil pengurangan antara serapan N pada aplikasi N x dengan serapan N pada aplikasi N 0 ; Nitrogen Agronomic efficiency (NAE) yang merupakan hasil pengurangan produksi pada aplikasi N x dengan N 0 yang dibagi dengan N yang diaplikasikan pada N x ; Nitrogen apparent recovery fraction (ARF) yang

35 10 merupakan hasil pengurangan serapan N pada aplikasi N x dengan serapan N pada aplikasi N 0 yang dibagi dengan aplikasi pada N x. Mosier et al. (2004) menggunakan 4 indikator agronomi untuk menggambarkan efisiensi penggunaan hara tanaman, yaitu: Partial Factor Productivity (PFP) yang didapatkan dengan cara membagi produksi (kg) dengan jumlah unsur hara yang diberikan (kg); Agronomic Efficiency (AE) yang didapatkan dengan cara membagi peningkatan produksi (kg) dengan jumlah unsur hara yang diberikan (kg); Apparent Recovery Efficiency (ARE) yang didapatkan dengan cara membagi serapan unsur hara (kg) dengan jumlah unsur hara yang diberikan (kg); Physiological Efficiency (PE) yang didapat dengan cara membagi peningkatan produksi (kg) dengan serapan unsur hara tanaman (kg).

36

37 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah benih cabai hibrida varietas kanjeng produksi PT Prabu Agro Mandiri, Purwakarta, Jawa Barat. Pupuk organik yang telah dikomposkan terdiri atas jerami dan pupuk kandang. Bakteri pemacu tumbuh (PGPR) yang digunakan sebagai pupuk hayati terdiri atas Bacillus subtilis (strain HU48), Pseudomonas beteli (strain ATCC1986IT), Azotobacter sp. (strain HY1141), dan Azospirillum sp. (strain NS01). Pupuk NPK yang digunakan terdiri atas Urea, SP-36, dan KCl. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni Desember 2010, bertempat di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Darmaga, Bogor. Rancangan Percobaan Percobaan ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial yang terdiri atas 2 faktor. Faktor pertama adalah perlakuan pupuk organik yang terdiri atas 3 taraf, yaitu : perlakuan pupuk kompos biasa (O1) sebagai kontrol, perlakuan pupuk kompos yang diperkaya pupuk hayati (O2), dan perlakuan pupuk kompos yang diaplikasikan secara terpisah dengan pupuk hayati (O3). Faktor kedua adalah perlakuan pupuk anorganik (NPK) yang terdiri atas 2 taraf, yaitu perlakuan pupuk NPK dengan dosis 50% (setengah rekomendasi) (A1) dan perlakuan pupuk NPK dengan dosis 100% (A2). Dari kedua faktor percobaan tersebut didapatkan 6 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan 18 unit percobaan. Satu unit percobaan pada percobaan ini adalah satu petak percobaan dengan ukuran 3 m x 3 m (9 m 2 ). Jadi pada percobaan ini dibutuhkan lahan dengan luas 162 m 2. Sketsa rancangan percobaan pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. Prosedur Penelitian Analisis Tanah Sampel tanah diambil pada lapisan top soil, kemudian dianalisis secara lengkap di Laboratorium Ilmu Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya

38 12 Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Analisis tanah awal ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan kimianya yang dapat menggambarkan tingkat kesuburan tanah dari lahan yang digunakan. Penyiapan Pupuk Hayati dan Pupuk Organik Isolat bakteri yang digunakan sebagai pupuk hayati adalah Bacillus subtilis (strain HU48), Pseudomonas beteli (strain ATCC1986IT), Azotobacter sp. (strain HY1141), dan Azospirillum sp. (strain NS01) yang didapatkan dari koleksi Departemen Biologi Fakultas MIPA, IPB. Perbanyakan bakteri dilakukan dalam media spesifik, yaitu media NB (Nutrient Broth) untuk Bacillus subtilis, media NFB (Nutriemt Ferro Broth) untuk Azospirillum sp., media LGI untuk Azobacter sp., dan media TSB (Triptic Soy Broth) untuk Pseudomonas beteli. Penyiapan pupuk hayati ini diawali dengan sterilisasi media cair sebagai media inokulasi dan gambut sebagai bahan pembawa. Media yang sudah steril tersebut kemudian diinokulasikan isolat bakteri yang akan digunakan sebagai pupuk hayati. Setelah itu, diinkubasi dengan shaker selama 24 jam untuk Bacillus subtilis, Pseudomonas beteli, Azospirillum sp., dan 48 jam untuk Azotobacter sp. Sentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm dilakukan untuk menghasilkan pelet bakteri dengan volume cair yang disurutkan dari 2 liter menjadi 50 ml. Pelet yang dihasilkan sebanyak 50 ml kemudian dicampur dengan 1 kg gambut yang sudah disterilisasi sebelumnya. Pemanenan bakteri dilakukan pada fase eksponensial dengan kerapatan sel 10 8 sel/ml. Kerapatan sel bakteri diamati dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Penyiapan pupuk kompos diawali dengan penyiapan jerami dan kotoran sapi dengan perbandingan 2 : 1 (b/b). Jerami dan kotoran sapi tersebut kemudian disusun masing-masing dalam 5 lapisan, kemudian ditutup menggunakan terpal. Setelah 3 minggu (setengah matang), sebagian kompos diperkaya (dicampur) pupuk hayati sebanyak 1% dari bahan kompos dan sebagian lainnya tidak. Kompos dinyatakan matang pada saat sudah memenuhi kriteria kelayakan kompos berdasarkan BSN tahun Pada percobaan ini, kompos matang setelah 1,5 bulan.

39 13 Persemaian Media penyemaian yang akan digunakan adalah campuran pupuk kandang, pasir, dan tanah dengan perbandingan 1:1:1 (b/b/b). Benih yang akan disemai terlebih dahulu direndam dalam larutan fungisida selama 12 jam (Zulkifli et al. 2000). Benih kemudian disebar pada bak persemaian yang berisi media tanam yang sudah disiram sebelumnya. Persemaian diletakkan di bawah sungkup plastik dan disiram setiap hari dengan air secukupnya. Bibit dinyatakan siap ditanam pada saat sudah memiliki daun sebanyak 3 helai. Sebelum bibit ditanam di lapang dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk memilih bibit yang baik dan sehat. Penyiapan Lahan Pengolahan tanah dilakukan menggunakan hand tractor, dilanjutkan dengan pembuatan petak-petak percobaan berbentuk bedeng dengan ukuran 3 m x 3 m sebanyak 18 bedeng. Pada masing-masing petak percobaan tersebut dibuat 3 guludan dengan lebar 80 cm. Seluruh guludan tersebut kemudian disiram lalu ditutup dengan mulsa plastik. Setelah itu dibuat lubang tanam sebanyak 30 lubang/petak percobaan. Penanaman Penanaman dilakukan setelah bibit mempunyai daun sebanyak 3 helai atau setelah berumur hari setelah semai (Susila 2006). Bibit ditanam dengan jarak tanam 50 cm x 60 cm (BPTP Jawa Barat 2009) sehingga dalam satu guludan terdapat 10 tanaman, dan dalam 1 petak percobaan terdapat 30 tanaman. Jadi dalam 18 petak percobaan terdapat 540 tanaman. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pemasangan ajir, pengairan, penyiangan, dan pengendalian hama tanaman. Penyulaman paling lambat dilakukan 2 minggu setelah tanam, sedangkan pemasangan ajir dilakukan pada saat tanaman berumur 10 hst (Susila 2006). Pengairan dilakukan dengan cara pengairan saluran dan penyiraman disesuaikan dengan kondisi lengas tanah yang dipertahankan dalam kondisi kapasitas lapang (BPTP Jawa Barat 2009). Penyiangan dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat gulma sudah dianggap mengganggu pertumbuhan tanaman percobaan. Hama tanaman dikendalikan

40 14 dengan pestisida, sedangkan penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan cendawan pada penelitian ini tidak dikendalikan, karena termasuk parameter yang diamati. Aplikasi Kompos, Pupuk Hayati, dan Pupuk Anorganik Perlakuan pupuk kompos dan pupuk hayati diberikan pada saat tanam dengan dosis berturut-turut 10 ton/ha dan 250 gram perpetak percobaan. Aplikasi O1 dan O2 diberikan pada lubang tanam. Aplikasi O3 dengan cara pupuk kompos diberikan pada lubang tanam, pupuk hayati ditugal dengan jarak 5 cm dari tanaman. Perlakuan pupuk anorganik (NPK) diberikan 2 kali (Zulkifli et al. 2000), yaitu pada saat tanam (0 hst) dan 45 hst. Perlakuan pupuk anorganik (NPK) 100% dosis diberikan dengan dosis Urea 300 kg/ha, SP kg/ha, dan KCl 250 kg/ha (BPTP Jawa Barat 2009). Pada saat tanam diberikan 40%, sedangkan pada umur 45 hst diberikan 60%. Perlakuan pupuk anorganik (NPK) 50% diberikan sama seperti perlakuan NPK 100%, namun dengan dosis setengahnya (50%). Pengamatan Dari 30 tanaman dalam satu petak percobaan, 6 di antaranya diambil menjadi sampel yang akan diamati. Khusus untuk analisis serapan hara, sampel tanaman yang diambil berjumlah 3 sampel. Parameter yang akan diamati dalam percobaan ini adalah sebagai berikut : 1. Pertumbuhan tanaman, meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang dan buku total, perakaran, dan bobot kering tanaman. Pengamatan pertumbuhan tanaman ini akan dilakukan setelah tanaman berumur 10 hst dengan interval 10 hari. 2. Serapan hara tanaman yang meliputi unsur hara makro N, P, K, Ca, Mg, dan S, dan unsur hara mikro Fe, Mn, Cu, Zn, dan B. Analisis serapan hara ini dilakukan pada saat tanaman memasuki masa transisi fase vegetatif ke fase generatif dengan mengalikan konsentrasi unsur hara dalam jaringan tanaman dengan bobot kering tanaman. Analisis konsentrasi unsur hara dalam jaringan tanaman dilakukan di BALITTAN (Balai Penelitian Tanah) Bogor dengan metode Kjeldahl untuk unsur hara N, dan metode AAS (Atomic Absorbance Spectrophotometer) untuk unsur hara yang lain.

41 15 3. Efisiensi penggunaan unsur hara makro dan mikro yang dihitung dengan membagi bobot kering produksi (kg) dengan serapan hara tanaman (kg) (Lopez & Lopez 2001) 4. Intensitas serangan penyakit. Pengamatan intensitas serangan penyakit ini dilakukan mulai dari 10 hst sampai dengan panen. Tanaman yang terserang penyakit diperiksa di Klinik Tanaman Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. 5. Produksi tanaman, meliputi jumlah buah/tanaman, bobot buah pertanaman, dan diameter dan panjang buah. Pengamatan produksi tanaman ini mulai dilakukan pada saat bunga sudah keluar sampai dengan panen. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis dengan Sidik Ragam (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95 %. Data yang memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata, diuji lanjut dengan Uji lanjut Duncan.

42

43 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL PERCOBAAN Hasil Analisis Tanah dan Kompos Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah yang digunakan dalam percobaan ini menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki tekstur yang didominasi oleh mineral liat (Lampiran 2) dan digolongkan ke dalam tanah dengan kesuburan yang rendah sampai sangat rendah (Hardjowigeno 1995). Adapun hasil analisis kompos percobaan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa kompos tersebut sudah memenuhi persyaratan teknis minimal dan layak untuk digunakan (Deptan 2009; BSN 2004). Pengaruh Perlakuan terhadap Serapan Hara Tanaman Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi pupuk organik dan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap serapan seluruh unsur hara tanaman, baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro (Lampiran 4). Secara keseluruhan, tanaman yang diberi perlakuan kombinasi pupuk kompos yang diperkaya pupuk hayati dan penggunaan kompos dan pupuk hayati secara terpisah dengan pupuk anorganik (O2A1, O2A2, O3A1, O3A2) memiliki serapan hara yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang diberi perlakuan kombinasi pupuk kompos biasa dengan pupuk anorganik (O1A1 dan O1A2) (Gambar 1 dan 2). Serapan N (g/tan) Serapan Ca (g/tan) , , , , , , , ,00 O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 A1 A2 Serapan P (g/tan) Serapan Mg (g/tan) , , , , , , , , , ,00 O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Gambar 1. Serapan unsur hara makro tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati), A1 (anorganik 50%), A2 (anorganik 100%). A1 A2 A1 A2 Serapan K (g/tan) Serapan S (g/tan) , , , , , , , , , ,01 0,00 0 O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 A1 A2

44 17 Serapan Fe (mg/tan) 2.5 2, , , , , ,0 O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Serapan Mn (mg/tan) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Serapan Cu (mg/tan) 0, , , , O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Serapan Zn (mg/tan) 1.0 1, , , , , ,0 O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Serapan B (mg/tan) , , , , ,0 O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Gambar 2. Serapan unsur hara mikro tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati), A1 (anorganik 50%), A2 (anorganik 100%). Gambar 1 dan 2 di atas menunjukkan bahwa meskipun secara umum serapan unsur hara tanaman pada perlakuan O2A1, O2A2, O3A1, dan O3A2 cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol (O1A1 dan O1A2), namun khusus untuk serapan hara Mn tanaman yang mendapatkan perlakuan O2A2 paling rendah. Serapan hara makro dan mikro tertinggi terdapat pada tanaman yang diberi perlakuan kombinasi pupuk kompos yang diperkaya pupuk hayati dan pupuk anorganik 50% (O2A1). Persentase peningkatan serapan unsur hara makro dan mikro pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Persentase peningkatan serapan unsur hara makro tanaman cabai akibat kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik dibandingkan kontrol. KODE UNSUR HARA MAKRO (%) N P K Ca Mg S O2A1 133,16 184,49 182,86 150,54 122,30 194,96 O2A2 9,78 26,65 3,38 3,16 14,26 20,26 O3A1 59,43 68,94 54,46 58,16 50,87 36,24 O3A2 92,90 67,38 87,31 45,40 61,18 38,27

45 18 Tabel 2. Persentase peningkatan serapan unsur hara mikro tanaman cabai akibat kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik dibandingkan kontrol. KODE UNSUR HARA MIKRO (%) Fe Mn Cu Zn B O2A1 134, ,49 148,28 221,56 173,11 O2A2 5,73-30,01 6,383 12,21 13,98 O3A1 98,91 249,40 76,93 153,74 128,07 O3A2 21,96 133,59 28,75 46,74 115,20 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan Tanaman Bobot Kering Tanaman Parameter bobot kering tanaman dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik (Lampiran 5). Tanaman yang mendapatkan perlakuan O2A1, O2A2, O3A1, dan O3A2 memiliki bobot kering yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (O1A1 dan O1A2) (Gambar 3). Bobot kering tertinggi dimiliki oleh tanaman yang diberi perlakuan O2A1 kemudian diikuti secara berurutan oleh tanaman yang diberi perlakuan O2A2, O3A1, O3A2, O1A1, dan O1A2. Bobot Kering Tanaman (g) O1 O2 O3 A1 A2 Jenis Pupuk Organik Gambar 3. Bobot kering tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati), A1 (anorganik 50%), A2 (anorganik 100%). Walaupun bobot kering tanaman secara umum memperlihatkan perbedaan yang nyata, namun pada beberapa parameter pertumbuhan lainnya tidak berbeda nyata.

46 19 Tinggi Tanaman, Diameter Batang, dan Jumlah Daun Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun tanaman cabai tidak dipengaruhi oleh perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik maupun interaksi kedua perlakuan tersebut (Lampiran 5). Walupun demikian, pada dasarnya tanaman cabai yang mendapat perlakuan pupuk hayati (O2 dan O3) cenderung lebih tinggi dan memiliki diameter batang lebih besar, serta jumlah daun yang cenderung lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang diberi perlakuan kompos biasa (Tabel 3). Tabel 3. Tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun tanaman cabai pada perlakuan pupuk organik. Jenis Tinggi Diameter Jumlah Pupuk Organik Tanaman (cm) Batang (mm) Daun (helai) O1 33,11 ± 2,81 a 8,41 ± 0,58 a 72 ± 13 a O2 39,19 ± 2,81 a 9,38 ± 0,58 a 101 ± 13 a O3 36,64 ± 2,81 a 9,34 ± 0,58 a 94 ± 13 a Ket : Data merupakan nilai rata-rata dari 3 ulangan. Data yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak beda nyata (P 0,05). Keterangan: O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati). Jumlah Buku Total, Jumlah Cabang Total, dan Luas Daun Parameter jumlah buku dan cabang total dipengaruhi oleh perlakuan tunggal pupuk organik, sedangkan perlakuan tunggal pupuk anorganik tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata. Adapun luas daun dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pupuk organik dengan pupuk anorganik (Lampiran 5). Perlakuan pupuk kompos yang diperkaya pupuk hayati (O2) dan penggunaan kompos dan pupuk hayati secara terpisah (O3) dapat meningkatkan jumlah buku dan cabang total tanaman cabai (Gambar 4). Jumlah buku dan cabang total meningkat dibandingkan dengan kontrol masing-masing sebesar 127,87% dan 143,27%. Walaupun perlakuan O2 dan O3 sama-sama dapat meningkatkan jumlah buku dan cabang total tanaman cabai, namun perlakuan O2 memiliki pengaruh yang lebih besar (Gambar 4). Jumlah buku dan cabang total tanaman cabai yang mendapat perlakuan O2 masing-masing meningkat sebesar 21,00%, 175,41%, dan 198,08% dibanding kontrol, sedangkan tanaman yang

47 20 mendapat perlakuan O3 meningkat sebesar 19,16%, 80,33%, dan 88,48% dibanding kontrol. Jumlah Buku O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Jumlah Cabang O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Gambar 4. Jumlah buku dan cabang total tanaman cabai pada perlakuan tunggal pupuk organik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati). Tanaman cabai yang mendapat perlakuan O2A1, O2A2, O3A1, dan O3A2 memiliki daun yang lebih luas dibandingkan dengan tanaman kontrol (Gambar 5). Peningkatan luas daun tanaman cabai pada perlakuan O2A1, O2A2, O3A1, dan O3A2 secara berturut-turut sebesar 25,21%, 11,79%, 4,97%, dan 28,42% dibanding kontrol. Luas Daun (cm 2 ) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Gambar 5. Luas daun tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati), A1 (anorganik 50%), A2 (anorganik 100%). Perakaran Tanaman Panjang dan bobot kering akar tanaman cabai dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik (Lampiran 5). Tanaman yang diberi perlakuan O2A1, O2A2, O3A1, dan O3A2 memiliki akar yang lebih panjang dan bobot kering akar yang lebih tinggi dibandingkan tanaman kontrol (Gambar 6). Perlakuan O2A1, O2A2, O3A1, dan O3A2 dapat meningkatkan

48 21 panjang akar masing-masing sebesar 97,41%, 38,31%, 25,37%, dan 44,60% dan bobot kering akar tanaman cabai sebesar 415,56%, 82,65%, 52,22%, dan 94,90%. Panjang Akar (cm) O1 O2 O3 Kombinasi Perlakuan A1 A2 Bobot Kering Akar (g) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Gambar 6. Panjang dan bobot kering akar tanaman cabai pada kombinasi perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati), A1 (anorganik 50%), A2 (anorganik 100%). Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Tanaman Cabai Bobot Buah Segar Perlakuan pupuk organik memiliki pengaruh yang nyata terhadap bobot buah segar tanaman cabai, namun perlakuan pupuk anorganik dan kombinasi kedua perlakuan tersebut tidak menyebabkan perbedaan yang nyata pada bobot buah segar tanaman cabai (Lampiran 6). Tanaman yang memiliki bobot basah buah yang tertinggi adalah tanaman yang mendapat perlakuan O2, kemudian diikuti secara berurutan oleh tanaman yang mendapat perlakuan O3 dan O1 (Gambar 7). Bobot Buah (g) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Gambar 7. Bobot buah segar tanaman cabai pada perlakuan pupuk organik dan pupuk anorganik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati).

49 22 Jika bobot buah segar pertanaman cabai tersebut dikalibrasi ke dalam luasan hektar, maka tanaman yang mendapat perlakuan O1, O2, dan O3 memiliki produksi masing-masing sebesar 3,5 ton/ha, 8,4 ton/ha, dan 7,6 ton/ha. Jadi, jika dibandingkan dengan kontrol (O1), maka bobot buah segar tanaman cabai yang mendapat perlakuan O2 dan O3 meningkat masing-masing sebesar 137% dan 114%. Jumlah Buah per Tanaman Perlakuan pupuk organik berpengaruh nyata terhadap jumlah buah tanaman cabai, namun perlakuan pupuk anorganik dan kombinasi kedua faktor perlakuan tersebut tidak memberikan pengaruh yang nyata (Lampiran 6). Tanaman dengan jumlah buah yang paling banyak terdapat pada tanaman yang diberi perlakuan O2, kemudian diikuti oleh tanaman yang diberi perlakuan O3 dan O1 (Gambar 8). Perlakuan O2 dan O3 dapat meningkatkan jumlah buah tanaman cabai masing-masing sebesar 83,93% dan 66,76% dibanding kontrol (O1). Junlah Buah O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Gambar 8. Jumlah buah tanaman cabai akibat perlakuan tunggal pupuk organik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati). Panjang dan Diameter Buah per Tanaman Panjang dan diameter buah rata-rata tanaman cabai dipengaruhi oleh perlakuan pupuk organik (Lampiran 6). Tanaman yang mendapat perlakuan O2 dan O3 memiliki buah yang lebih panjang dengan diameter yang lebih besar dibandingkan buah tanaman kontrol (Gambar 9 dan 10). Panjang buah tanaman yang mendapat perlakuan O2 dan O3 meningkat masing-masing sebesar 11,51% dan 10,18%, sedangkan diameter buahnya meningkat masing-masing sebesar 7,42% dan 7,45%.

50 23 Panjang Buah (cm) O1 O2 O3 Diameter Buah (mm) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Jenis Pupuk Organik Gambar 9. Panjang dan diameter buah tanaman cabai pada perlakuan pupuk organik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati). O1 O2 O3 Gambar 10. Buah cabai pada perlakuan pupuk organik. Keterangan: O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati). Pengaruh Pupuk Hayati sebagai Biokontrol Berdasarkan hasil identifikasi di Klinik Tanaman Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, tanaman cabai percobaan terserang penyakit yang disebabkan oleh cendawan Fusarium oxysforum yang merupakan penyakit tular tanah (Lampiran 7). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan pupuk organik menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap ketahanan tanaman cabai terhadap

51 24 serangan penyakit, namun tidak demikian halnya dengan perlakuan tunggal pupuk anorganik dan kombinasi kedua perlakuan tersebut (Lampiran 8). Tanaman yang mendapat perlakuan kompos yang diperkaya pupuk hayati (O2) dan penggunaan kompos dan pupuk hayati secara terpisah (O3) memiliki ketahanan terhadap penyakit Fusarium yang lebih baik dibandingkan tanaman yang mendapat perlakuan kompos biasa (O1). Namun, di antara kedua perlakuan tersebut (O2 dan O3), perlakuan O3 memiliki ketahanan yang lebih baik (Gambar 11). Perlakuan O3 dan O2 mampu menekan serangan penyakit Fusarium masing-masing sebesar 39,82% dan 19,47% jika dibandingkan dengan kontrol. Intensitas Serangan (%) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Gambar 11. Intensitas serangan penyakit Fusarium pada tanaman cabai yang mendapat perlakuan tunggal pupuk organik. Keterangan: O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati). Efisiensi Penggunaan Unsur Hara Efisiensi penggunaan unsur hara makro N, P, K, dan S dipengaruhi oleh pupuk organik, sedangkan Ca dan Mg dipengaruhi oleh interaksi antara pupuk organik dan pupuk anorganik. Adapun untuk efisiensi penggunaan unsur hara mikro, seluruhnya dipengaruhi oleh interaksi antara pupuk organik dan pupuk anorganik. Secara keseluruhan, tanaman yang diberi perlakuan pupuk hayati lebih efektif dalam menggunakan unsur hara makro (Gambar 12) maupun mikro (Gambar 13) untuk berproduksi dibandingkan dengan tanaman kontrol. Tanaman yang diberi perlakuan pupuk hayati dengan metode pengayaan kompos (O2) memperlihatkan peningkatan efisiensi penggunaan unsur hara N, P, K, Ca, Mg, dan S dibandingkan kontrol masing-masing sebesar 93%, 60%, 78%, 88%, 62%, dan 77%, sedangkan tanaman yang diberi perlakuan pupuk hayati dan kompos secara terpisah (O3) mengalami peningkatan dibandingkan kontrol

52 25 sebesar 56%, 63%, 61%, 83%, 75%, 99%, 73%. Untuk efisiensi penggunaan unsur hara mikro (Fe, Mn, Cu, Zn, dan B), tanaman yang diberi perlakuan pupuk hayati dengan metode pengayaan kompos (O2) mengalami peningkatan dibanding kontrol secara berurutan sebesar 103%, 8%, 92%, 62%, dan 72%, sedangkan tanaman yang diberi perlakuan pupuk hayati dan kompos secara terpisah (O3) mengalami peningkatan efisiensi penggunaan hara Fe, Cu, Zn, dan B dibanding kontrol masing-masing sebesar 71%, 84%, 47%, dan 25%. Khusus untuk penggunaan hara Mn lebih banyak sebesar 8% dibandingkan dengan kontrol. Efisiensi Penggunaan Hara N (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Efisiensi Penggunaan Hara P (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Efisiensi Penggunaan Hara K (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Efisiensi Penggunaan Hara S (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik Efisiensi Penggunaan Hara Mg (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Efisiensi Penggunaan Hara Ca (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Gambar 12. Efisiensi Penggunaan Hara Makro Tanaman Cabai pada Perlakuan Pupuk Organik dan Interaksi Pupuk Organik dan Anorganik. Keterangan: O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati), A1 (anorganik 50%), A2 (anorganik 100%).

53 26 Efisiensi Penggunaan Hara Fe (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Efisiensi Penggunaan Hara Mn (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Efisiensi Penggunaan Hara Cu (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Efisiensi Penggunaan Hara Zn (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Efisiensi Penggunaan Hara B (kg/kg) O1 O2 O3 Jenis Pupuk Organik A1 A2 Gambar 13. Efisiensi Penggunaan Hara Mikro Tanaman Cabai pada Interaksi Pupuk Organik dan Anorganik. Keterangan: O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati), A1 (anorganik 50%), A2 (anorganik 100%). Hubungan antara Beberapa Parameter Tinggi Tanaman dengan Jumlah Cabang Pada penelitian ini, pertambahan tinggi tanaman cabai mulai terhenti pada saat tanaman berumur 50 hst. Pada umur yang sama, pembentukan cabang mulai terbentuk secara intensif. Jadi, pembentukan cabang tanaman cabai memasuki fase eksponensial pada saat tinggi tanaman memasuki fase stasioner (Gambar 14).

54 27 Tinggi Tanaman (cm) O1 O2 O Jumlah Cabang O1 O2 O Umur Tanaman (Hari) Umur Tanaman (Hari) Gambar 14. Laju pertumbuhan tinggi tanaman dan pembentukan cabang tanaman cabai yang mendapat perlakuan tunggal pupuk organik. Keterangan : O1 (kompos), O2 (kompos pengayaan), O3 (kompos+pupuk hayati). Jumlah Cabang Total dengan Jumlah Buku Total Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara jumlah cabang dan jumlah buku tanaman cabai (R 2 =0,997, Pearson s) (Gambar 15). Hasil analisis regresi tersebut bermakna semakin banyak jumlah buku semakin banyak pula jumlah cabang. Jumlah Cabang y = 0,977x - 9,390 R² = 0, Jumlah Buku Gambar 15. Hubungan antara jumlah cabang dan jumlah buku tanaman cabai pada semua perlakuan. Jumlah Buku Total dengan Jumlah Buah Jumlah buku dengan jumlah buah tanaman cabai memiliki hubungan yang erat. Dari hasil analisis regresi (R 2 =0,893, Pearson s) ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah buku tanaman cabai, semakin banyak pula jumlah buahnya (Gambar 16).

55 28 Jumlah Buah y = 0,148x + 11,47 R² = 0, Jumlah Buku Gambar 16. Hubungan antara jumlah buku dan jumlah buah tanaman cabai pada semua perlakuan. Serapan Hara dengan Bobot Kering Tanaman Serapan hara makro dan mikro memiliki hubungan yang linier dengan bobot kering tanaman walaupun lemah (R 2 < 0,75) (Gambar 17). Semakin besar serapan hara tanaman cabai, bobot keringnya cenderung meningkat. Bobot Kering Tanaman (g) y = 339,5x - 7,237 R² = 0,661 Bobot Kering Tanaman (g) y = 6,103x + 7,602 R² = 0,747 0, , , , Serapan Hara Makro (g/tan) Serapan Hara Mikro (mg/tan) Gambar 17. Hubungan antara serapan hara makro dan mikro dengan bobot kering tanaman cabai pada semua perlakuan. Serapan Hara dengan Produksi Sama seperti pada hubungan serapan hara dan bobot kering tanaman, hubungan serapan hara dengan produksi juga memperlihatkan hubungan yang lemah (R 2 < 0,75) (Gambar 18). Semakin besar serapan hara tanaman cabai, produksinya cenderung meningkat.

56 29 Produksi (g) y = 2483x - 12,62 R² = 0, , , , , , , ,16 Produksi (g) y = 40,78x + 108,9 R² = 0, Serapan Hara Makro (g/tan) Serapan Hara Mirko (mg/tan) Gambar 18. Hubungan antara serapan hara makro dan mikro dengan produksi tanaman cabai pada semua perlakuan.

57 PEMBAHASAN Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah tempat tanaman tersebut tumbuh. Kesuburan tanah tersebut berpengaruh pada penyediaan unsur hara baik unsur hara makro maupun unsur hara mikro. Tanah yang memiliki ketersediaan unsur hara rendah tentu tidak akan bisa mensuplai kebutuhan unsur hara tanaman dengan cukup sehingga pertumbuhan tanaman menjadi terganggu dan akan berakibat pada penurunan produksinya. Berdasarkan kriteria penilaian sifat tanah dari Hardjowigeno (1995), lahan percobaan ini memiliki tanah dengan tingkat kesuburan yang rendah sehingga perlu suatu upaya untuk meningkatkan kesuburannya. Upaya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pemberian pupuk kompos yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik. Pupuk kompos diketahui merupakan sumber bahan organik yang sangat baik perannya dalam meningkatkan kesuburan tanah. Berdasarkan standar minimal kelayakan pupuk kompos dari Deptan (2009), kompos yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan unsur hara yang cukup sehingga layak untuk digunakan. Nilai C/N juga menunjukkan bahwa kompos tersebut memiliki kualitas yang baik. Nilai C/N kompos yang diperkaya pupuk hayati sebesar 14,11, sedangkan yang tidak diperkaya sebesar 18,29. Kompos dengan kualitas yang baik memiliki C/N sebesar (BSN 2004) atau 25 (Deptan 2009). Kompos dengan nilai C/N lebih rendah akan menyebabkan mikroorganisme kekurangan C, sedangkan kompos dengan nilai C/N tinggi menyebabkan mikroorganisme kekurangan N, padahal fungsi utama dari pemberian pupuk organik adalah untuk meningkatkan kandungan C dan N organik tanah untuk menunjang pertumbuhan mikroorganisme tanah yang menguntungkan bagi tanaman. Jadi, aplikasi pupuk kompos pada penelitian ini bertujuan untuk menyediakan C dan N organik untuk menunjang pertumbuhan bakteri PGPR yang digunakan sebagai pupuk hayati yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah. Di Samping itu, pemberian pupuk organik dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperbaiki agregat tanah, karena tanah yang dgunakan dalam percobaan ini termasuk tanah berat yang akan retak jika kekurangan air dan dapat

58 31 mengganggu perakaran tanaman. Bahan organik dapat mengikat air lebih lama (Havlin et al. 2005) sehingga dapat mengurangi retakan. Pada dasarnya, penggunaan pupuk kompos yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik (O1) sudah merupakan upaya optimum dalam budidaya pertanian. Namun dengan penambahan pupuk hayati (O2 dan O3), ternyata serapan hara, efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai dapat meningkat masing-masing sebesar 112%, 65%, 59% dan 126%. Meskipun secara umum penambahan pupuk hayati dapat meningkatkan serapan hara, efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan dan produksi tanaman cabai, namun metode aplikasi pupuk hayati yang berbeda juga memiliki pengaruh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati dengan metode pengayaan kompos (O2) memberikan peningkatan yang lebih besar terhadap serapan hara, pertumbuhan dan produksi tanaman cabai dibandingkan dengan kompos yang diaplikasikan dengan pupuk hayati secara terpisah (O3). Hal ini terjadi karena penambahan pupuk hayati dengan cara pengayaan (O2) memungkinkan proses dekomposisi bahan organik pada kompos lebih baik karena bakteri PGPR (plant growth promoting rhizobacteria) juga mampu berperan sebagai dekomposer dengan cara mensintesis enzim pektinase dan selulase (Egamberdiyeva & Hoflich 2004). Di samping itu, pemberian pupuk hayati dengan metode pengayaan memungkinkan proses perbanyakan biomassa mikroba berlangsung lebih lama sebelum diaplikasikan ke tanaman, sehingga pada saat kompos diaplikasikan ke tanaman populasi bakteri sudah lebih banyak. Populasi bakteri yang terbentuk dalam kompos dapat berperan dalam proses mineralisasi unsur hara dan senyawa-senyawa lain yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman cabai (Havlin et al. 2005). Peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman memiliki pola yang sama dengan peningkatan serapan unsur hara tanaman. Tanaman yang memiliki serapan unsur hara tertinggi memiliki pertumbuhan dan produksi tertinggi (O2), dan begitu juga sebaliknya tanaman yang memiliki serapan hara terendah memiliki pertumbuhan dan produksi paling rendah (O1). Semakin besar serapan hara tanaman akan berakibat pada pertambahan bobot kering tanaman dan produksi tanaman cabai, meskipun sampai pada tahap tertentu akan mengalami penurunan.

59 32 Hal ini membuktikan bahwa unsur hara memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Setiap unsur hara memiliki fungsi masing-masing, sehingga kekurangan salah satu unsur hara essensial saja dapat menyebabkan tanaman tidak mampu menyempurnakan siklus hidupnya. Disamping itu, suatu unsur hara juga merupakan bagian dari molekul essensial bagi tumbuhan, seperti nitrogen dalam protein, P dalam gula fosfat, dan magnesium dalam klorofil (Taiz & Zeiger 2002). Jika tanaman mendapatkan seluruh unsur hara essensial yang dibutuhkan dalam jumlah cukup, maka tanaman akan dapat tumbuh dengan normal dan berproduksi maksimal. Peningkatan serapan unsur hara tanaman pada percobaan ini tidak lepas dari peningkatan ketersediaan hara di dalam tanah sebagai pengaruh dari pemberian pupuk hayati. Bakteri PGPR diketahui memiliki kemampuan dalam akumulasi dan penyediaan unsur hara di dalam tanah, seperti pengikatan nitrogen bebas dari udara oleh Azotobacter sp. (Hindersah & Simarmata 2004) dan Azospirillum sp. (Vessey 2003). Selain itu, bakteri PGPR juga memiliki kemampuan dalam melarutkan unsur hara yang tidak tersedia bagi tanaman menjadi tersedia bagi tanaman, seperti Bacillus sp. dan Pseudomonas sp. yang sudah diketahui dapat melarutkan unsur hara fosfat (P) dan kalium (K) (Vessey 2003). Dari segi efisiensi penggunaan hara tanaman, aplikasi pupuk hayati juga mampu meningkatkan efisiensi penggunaan hara tanaman cabai untuk berproduksi. Hal ini mempertegas bahwa penggunaan pupuk hayati secara efektif dapat meningkatkan produksi tanaman cabai. Stewart 2007 menyatakan bahwa efisiensi penggunaan hara merupakan konsep yang secara umum mendiskripsikan seberapa baik tanaman menggunakan hara yang ada di dalam tanah untuk menghasilkan produksi. Bakteri PGPR juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman dengan cara mensintesis beberapa zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. Auksin dan sitokinin telah diketahui dapat disintesis oleh Bacillus sp. (Teixeira et al. 2007), Pseudomonas sp. (Salamone et al. 2001), Azotobacter sp. (Hindersah & Simarmata 2004), dan Azospirillum sp. (Akbari et al. 2007). Selain itu, giberelin (GA 3 ) juga sudah dibuktikan mampu dihasilkan oleh Azotobacter sp. (Hindersah & Simarmata 2004). Tiga dari empat

60 33 strain bakteri yang digunakan pada penelitian ini (Bacillus subtilis, Pseudomonas beteli, dan Azospirillum sp.) juga sudah terbukti mampu menghasilkan auksin (Ditjen PLA Deptan dan LPPM IPB 2006). Wibowo (2007) juga melaporkan bahwa penggunaan pupuk hayati mampu meningkatkan kandungan hormon IAA sebesar % pada tanaman caisim, jagung, dan kedelai. Auksin dan sitokinin memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan tanaman, terutama pertumbuhan akar (Salomon et al. 2001; Aloni et al. 2006) dan pembentukan cabang (Salomon et al. 2001; Sato 2009). Auksin disintesis utamanya pada jaringan meristem apikal dan secara umum berfungsi dalam pemanjangan sel. Transportasi auksin di bagian tajuk tanaman bersifat basipetal (menuju dasar) yang berpengaruh terhadap beberapa proses fisiologis tanaman, salah satunya adalah dominansi apikal. Dominansi apikal diketahui menyebabkan pertumbuhan kuncup lateral terhambat (Taiz & Zeiger 2002). Hal inilah yang menyebabkan percabangan tanaman cabai pada awal pertumbuhan tidak langsung terbentuk dengan intensif. Berbeda dengan yang terjadi di tajuk, pengangkutan auksin di akar bersifat akropetal (mencari ujung) dan berperan dalam pembentukan akar lateral serta pemanjangan akar (Aloni et al. 2006). Sitokinin disintesis di ujung akar tanaman dan diangkut ke arah tajuk. Sitokinin dapat mematahkan dominansi apikal dan berperan dalam pembentukan cabang tanaman (Taiz & Zeiger 2002). Dalam penelitian ini terlihat bahwa percabangan tanaman mulai terbentuk secara intensif pada saat pertambahan tinggi tanaman sudah mulai berhenti. Hal ini berarti bahwa peran sitokinin dalam pembentukan cabang mulai aktif setelah dominansi apikal berhenti. Hal lain yang kemungkinan berperan adalah kandungan N tanah. Sebagaimana telah diketahui bahwa sintesis sitokinin juga dipengaruhi oleh kandungan N tanah. Keberadaan sitokinin di dalam jaringan tanaman memiliki hubungan dengan kandungan N tanah. Tanah dengan kandungan N yang rendah menyebabkan sintesis sitokinin rendah, sebaliknya tanah dengan kandungan N tinggi menyebabkan sintesis sitokinin tinggi (Lambers et al. 1998). Tanah yang digunakan dalam percobaan ini memiliki kandungan N yang sangat rendah, namun dengan pemberian pupuk organik dan anorganik dapat meningkatkan kandungan N tanah. Jadi, kemungkinan pada fase awal pertumbuhan, kandungan

61 34 N tanah masih rendah sehingga sintesis sitokinin rendah yang menyebabkan percabangan terhambat. Perakaran tanaman cabai yang diberi perlakuan pupuk hayati lebih baik dibandingkan dengan yang hanya diberi kompos biasa. Begitu juga dengan jumlah cabang dan jumlah buku, jumlah cabang dan jumlah buku tanaman cabai yang diberi perlakuan pupuk hayati lebih banyak dibandingkan dengan tanaman yang diberi kompos biasa. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh kemampuan bakteri PGPR yang digunakan sebagai pupuk hayati dalam mensintesis auksin dan sitokinin. Auksin yang disintesis oleh bakteri PGPR tersebut dapat diserap oleh tanaman dan secara bersama sama dengan auksin dari tajuk digunakan untuk pertumbuhan akarnya (Ridge & Katsumi 2002). Adapun sitokinin yang disintesis oleh bakteri PGPR setelah diserap oleh akar tanaman secara bersama-sama dengan sitokinin endogen diangkut ke tajuk dan digunakan salah satunya untuk memacu pembentukan cabang (Taiz & Zeiger 2002). Jadi, tanaman yang mendapat perlakuan pupuk hayati bisa memiliki cabang yang lebih banyak dan perakaran yang lebih baik karena mendapat tambahan auksin dan sitokinin eksogen dari hasil sintesis bakteri PGPR yang digunakan sebagai pupuk hayati. Perakaran dan percabangan tanaman cabai merupakan parameter pertumbuhan tanaman yang memiliki peran penting dalam peningkatan produksi. Perakaran yang baik menyebabkan tanaman dapat menyerap hara mineral dan air dengan baik untuk memenuhi kebutuhannya. Jumlah cabang yang banyak mengindikasikan jumlah buku yang banyak karena jumlah cabang dan jumlah buku memiliki hubungan yang linier. Jumlah buku memiliki arti yang penting dalam menentukan produksi tanaman. Sebagaimana diketahui bahwa pada bagian buku terdapat meristem lateral sebagai tempat inisiasi bunga yang akan menjadi buah pada fase generatif jika tanaman mendapatkan suplai unsur hara dan zat pengatur tumbuh yang cukup. Hal ini terbukti dengan adanya hubungan yang positif antara jumlah buku dengan jumlah buah. Perkembangan meristem generatif ini sangat dipengaruhi oleh giberelin dengan cara memacu pembelahan sel (Taiz & Zeiger 2002). Oleh karena itu, jumlah buku yang banyak harus didukung oleh peranan giberelin yang memadai untuk bisa terjadi inisiasi bunga pada setiap buku.

62 35 Salah satu aspek yang penting dalam upaya peningkatan produksi tanaman adalah ketahanan tanaman terhadap penyakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati mampu menekan serangan layu Fusarium hingga 40%. Hal ini disebabkan karena bakteri PGPR memang memiliki kemampuan sebagai biocontrol terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan cendawan (Jetiyanon & Kloeper 2002). Bakteri PGPR telah dilaporkan mampu meningkatkan ketahanan tanaman tomat terhadap penyakit sebesar 66,1% sampai 76% di lapang (Guo et al. 2004), dan 60% di rumah kaca (Ji et al. 2005). Idris et al. (2007) juga melaporkan bahwa bakteri PGPR mampu menekan keberadaan cendawan Fusarium oxysporum pada daerah perakaran sorgum sebesar 60% sampai 87%. Penggunaan bakteri PGPR juga mampu menekan penyakit busuk buah pada tanaman cabai (Bharati et al. 2004). Populasi bakteri PGPR mampu menekan serangan penyakit melalui beberapa cara, yaitu dengan mensintesis bahan-bahan tertentu seperti siderofor, β- 1,3 glukanase, kitinase, antibiotik, dan asam sianida (Whipps 2001). Di samping itu, bakteri PGPR juga dapat menekan serangan patogen karena adanya persaingan dalam mendapatkan ruang dan makanan (Mafia et al. 2009) dan melalui peningkatan respon ketahanan tanaman (Whipps 2001). Pseudomonas spp. telah terbukti dapat menstimulir timbulnya ketahanan tanaman terhadap infeksi jamur patogen akar, bakteri dan virus (Wei et al. 1991). Voisard et al. (1989) menyatakan bahwa sianida yang dihasilkan Pseudomonas fluorescens dapat merangsang pembentukan akar rambut pada tumbuhan tembakau dan mampu menekan pertumbuhan Thielaviopsis basicola penyebab penyakit busuk.

63 PENUTUP Simpulan Aplikasi pupuk hayati yang terdiri atas Bacillus subtilis (strain HU48), Pseudomonas beteli (strain ATCC1986IT), Azotobacter sp. (strain HY1141), dan Azospirillum sp. (strain NS01) dapat meningkatkan serapan hara, efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai masing-masing sebesar 112%, 65%, 59%, dan 126%. Kompos yang diperkaya pupuk hayati menghasilkan produksi lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi pupuk hayati secara terpisah dengan kompos. Aplikasi pupuk anorganik 50% dosis dengan 100% dosis memiliki pengaruh yang sama terhadap serapan hara, efisiensi penggunaan hara, pertumbuhan, dan produksi tanaman cabai. Saran Pada penelitian ini, populasi mikroorganisme tanah dan kompos serta zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang digunakan sebagai pupuk hayati tidak diamati. Oleh karena itu, diperlukan penelitian lanjutan dengan mengamati hal-hal tersebut. Perlu dilakukan uji multi lokasi untuk melihat pengaruh pupuk hayati pada berbagai karakteristik lahan.

64

65 37 DAFTAR PUSTAKA Akbari GA, Arab SM, Alikhani HA, Allahdadi I, Arzanesh MH Isolation and selection of indigenous Azospirillum spp. and the IAA of superior strains effects on wheat roots. World J Agric Sci 3: Aloni A, Aloni E, Langhans M, Ullrich CI Role of cytokinin and auxin in shaping root architecture: Regulating vascular differentiation, lateral root initiation, root apical dominance and root gravitropism. Ann of Bot 97: Alexander M Introduction to Soil Mycrobiology. 2nd Ed. New York. John Wiley and Sons. Andayaningsih P Pengaruh takaran molase terhadap perkembangan Azotobacter indigenus podsolik merah kuning asal Subang pada media gambut. J. Bionatura. 2: Banik S, Dey BK Available phosphate content of an alluvial soil as influenced by inoculation of some isolated phosphate-solubilizing microorganisms. Plant and Soil. 69: Bashan Y, Puente ME, Myrold DD, Toledo G In vitro transfer of fixed nitrogen from diazotrophic filamentous cyanobacteria to black mangrove seedlings. FEMS Microbiol Ecol. 26: Bayer L, Pingpank K, Sieling K Soil organic matter in temperate arable land and its relationship to soil fertility and crop production. Di dalam : Krishna K.R. editor. Soil Fertility and Crop Production. Hlm Bishopp A, Benkova E, Helariutta Y Sending mixed messages: auxincytokinin crosstalk in roots. Curr Opp in Plant Biol. 14: Blazquez MA, Green R, Nilsson O, Sussman MR, Weigel D Gibberellins promote flowering of Arabidopsis by activation the LEAFY promoter. The Plant Cell. 10: [BPS] Biro Pusat Statistik Luas Panen, produksi dan produktivitas cabai. [BPTP] Balai Pengkajian Teknologi Benih Jawa Barat Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu Cabai Merah. Bertham YH Potensial pupuk hayati dalam peningkatan produktivitas kacang tanah dan kedelai pada tanah seri Kandang Limun Bengkulu. J. Ilmu Pert Ind. 4 (1):18-26

66 38 Bertham YH, Kusmana C, Setiadi Y, Mansur I, Sopandie D Introduksi pasangan CMA dengan rhizobia indigenous untuk peningkatan pertumbuhan dan hasil kedelai di ultisol Bengkulu. J. Ilmu Pert Ind. 7(2): Bharati R, Vivekananthan R, Harish S, Ramanathan A, Samiyappan R Rhizobacteria-based bio-formulations for the management of fruit rot infection in chillies. Crop Protect. 23: Brady M The Nature and Properties of Soils. 10 th Macmillan Publ. Company. ed. New York. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Spesifikasi kompos dari sampah organik domestik. SNI Cakmakci R, Donmez F, Aydin A, Sahin F Growth promotion of plants by plant growth-promoting rhizobacteria under greenhouse and two different field soil conditions. Soil Biochem. 20:1 6 Cao SY, Tang YZ, Jiang AH Effects of PPP 333 and GA 3 on the mechanism of flower bud induction in apple tree. Acta Horticulturae Sinica. 28: Chen JH The Combined Use of Chemical and Organic Fertilizer and/or Biofertilizer for Crop Growth and Soil Fertility. Food and Fertilizer Technology Center for The asia and Pacific Region. [Deptan] Departemen Pertanian Peraturan Menteri Pertanian Nomor 28/Permentan/SR.130/5/2009 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik. Jakarta: Deptan. [Ditjen PLA Deptan, LPPM IPB] Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Perbaikan pemanfaatan bahan organik dan mikroba potensial tanah untuk meningkatkan produksi tanaman di Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Laporan Ditjen PLA dan LPPM. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Egamberdiyeva D, Hoflich G Effect of plant growth-promoting bacteria on growth and nutrient uptake of cotton and pea in a semi-arid region of Uzbekistan. J of Arid Env. 56 : Gardner FP, Pearce RB, Mitchel RL Fisiologi Tanaman Budidaya. Ed. Bahasa Indonesia. Universitas Indonesia. Guo JH, Qi HY, Guo YH, Ge HL, Gong LY, Zhang LX, Sun PH Biocontrol of tomato wilt by plant growth-promoting rhizobacteria. Biol Control. 29:66 72

67 39 Haefele SM, Jabbar SMA, Siopongco JDLC, Tirol-Padre A, Amarante ST, Sta- Cruz PC, Cosico WC Nitrogen use efficiency in selected rice (Oryza sativa L.) genotypes under different water regimes and nitrogen levels. Crop Res 107: Hamim, Rachmania N, Hanarida I, Sumarni N Pengaruh pupuk biologi terhadap pola serapan hara, ketahanan penyakit, produksi dan kualitas hasil beberapa tanaman pangan dan sayuran unggulan. Bogor. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. IPB. Han HS, Lee KD Phosphate and potassium solubilizing bacteria effect on mineral uptake, soil availability and growth of eggplant. Res J Agric and Biol Scie. 2: Hardjowigeno S Ilmu Tanah. Edisi Revisi. Akademika Pressindo. Jakarta Hasanudin Peningkatan ketersediaan dan serapan hara P serta hasil tanaman jagung melalui inokulasi mikoriza, azotobacter dan bahan organik pada ultisol. J Ilmu Pert Ind. 5(2): Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL Soil Fertility and Fertilizer. New Jersey. Pearson Prentice Hall. Upper Saddle River. Hlm Hindersah R, Simarmata T Potensi rhizobacteri Azotobacter dalam meningkatkan kesehatan tanah. J. Natura Ind. 5: Idris HA, Labuschagne N, Korsten L Screening rhizobacteria for biological control of fusarium root and crown of sorghum in Ethiopia. Biol Contr. 40 : Illmer P, Schinner F Solubilization of inorganic phosphate by microorganisms isolated from forest soils. Soil Biol Biochem. 24: Isminarni F, Wedhastri S, Widada J, Purwanto BH Penambatan nitrogen dan penghasilan indol asam asetat oleh isolat-isolat Azotobacter pada ph rendah dan aluminium tinggi. J Ilmu Tanah dan Lingkungan. 7: Jetiyanon K, Kloepper JW Mixtures of plant growth promoting rhizobacteria for induction of systemic resistance against multiple plant diseases. Biol Contr. 24: Ji P, Campbell HL, Kloepper JW, Jones JB, Suslow TV, Wilson M Integrated biological control of bacterial speck and spot of tomato under Weld conditions using foliar biological control agents and plant growth-promoting rhizobacteria. Biol Control doi: /j.biocontrol

68 40 Kloepper JWE, Schroth MN Plant growth-promoting rhizobacteria on radish Dalam. Proc. 4th into Conf. Plant Pathogenic Bact. Franco. Gibert-Clarey,Tours. Kloepper JWE, Ryu CW, Zang S Induced systemic resistance and promoting of plant growth by Bacillus spp. J Phytopath. 94: Lambers H, Chavin III FS, Pons TL Plant Physiological Ecology. Springer-Verlag. New York. Hlm Li-jun A, Lian J, Chun-qin Y, Tian-hong L Effect and functional mechanism of the action of exogenous gibberellin on flowering of peach. Agri. Sci in China. 7(11): Lopez-Bellido RJ, Lopez-Bellido L Efficiency of nitrogen in wheat under Mediterranean conditions: effect of tillage, crop rotation and N fertilization. Crop Res. 71: Mafia RG, Alfenas AC, Maffia LA, Ferreira EM, Binoti DHB, Mafia GMV Plant growth promoting rhizobacteria as agents in the biocontrol of eucalyptus mini-cutting rot. Tropic Plant Pathol. 34 : Matiru NV, Dakora DF Potential use of rhizobial bacteria as promoters of plant growth for increased yield in landraces of African cereal crops. Afric J. Biotechnol 3:1-7 Mirza MS, Ahmad W, Latif F, Haurat J, Bally R, Normand P, Malik KA Isolation, partial characterization, and the effect of plant growth-promoting bacteria (PGPB) on micro-propagated sugarcane in vitro. Plant and Soil 237: Mishustin, EN,. Shilnikova NK The Biological Fixation of Atmospheric Nitrogen by Free-Living Bacteria. London. MacMillan. Mosier, A.R., J.K. Syers and J.R. Freney Agriculture and The Nitrogen Cycle. Assessing The Impacts of Fertilizer Use on Food Production and the Environment. Scope-65. Island Press, London. Ouzounidou G, Ilias I, Giannakoula A, Papadopoulou P Comparative study on the effects of various plant growth regulators on growth, quality and physiology of Capsicum annuum L. Pak. J Bot. 42(2): Purwati E, Jaya B, Duriat AS Penampilan beberapa varietas cabai dan uji resistensi terhadap penyakit virus krupuk. J Hort. 10: Rahmawati N Pemanfaatan biofertilizer pada pertanian organik. USU Repository.

69 41 Ridge RW, and Katsumi M Root hairs: Hormones and tip molecules. Dalam: Waisel Y, and Eshel A. editor. Plant Roots. The Hidden Half. 3 rd Edition. Ryan J Available soil nutrients and fertilizer use ini relation to crop production in the mediteranian area. Di dalam: Krishna K.R., editor. Soil Fertility and Crop Production. Sahni S, Sarma BK, Singh DP, Singh HB, Singh KP Vermicompost enhances performance of plant growth-promoting rhizobacteria in Cicer arietinum rhizosphere against Sclerotium rolfsii. Crop Protect. 27: Salamone GIE, Russel KH, Louise MN Cytokinin production by plant growth promoting rhizobacteria and selected mutants. J Microbiol 47: Saraswati R, Sumarno Pemanfaatan mikroba penyubur tanah sebagai komponen teknologi pertanian. Iptek Tan Pangan 3(1): Sato SS, Tanaka M, Mori H Auxin cytokinin interactions in the control of shoot branching. Plant Mol Biol. 69: Simanungkalit RDM Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia: suatu pendekatan terpadu. Buletin Agrobiol 42: Simanungalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, Hartatik W Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Penelitian Tanah. Bogor. Soepardi G Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. Bogor. Fakultas Pertanian IPB. Somers E, Vanderlag J, Srinivasan M Rhizosphere bacterial signaling: A love parade beneath our feet. Critic Rev Microbiol 30: Sorensen J, Sessitch A Plant associated bacteria-lifestyle and molecular interactions. Di dalam: Elsas JDV, Jansson JK, Trevors JT., editors. Modern Soil Microbiology. Second Edition. New York. CRC Pr. Hlm Stewart WM Nutrient Use Efficiency Considerations. [Diakses 16 Juni 2011] Susila AD Panduan Budidaya Tanaman Sayuran. Bagian Produksi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor. Agroforestry and Sustainable Vegetable Production in Southeast Asian Wathershed Project SANREM-CRSP-USAID. Sutedjo MM, Kartasapoetra AG, Sastroatmodjo S Mikrobiologi Tanah. Jakarta. Rineka Cipta.

70 42 Taiz L, Zeiger D Plant Physiology. 3rd Ed. Sinauer. Sunderland. Taychasinpitak T, Taywiya P, Specific combining ability of ornamental pepper (Capsicum annuum L.). J. Kasetsart. 37: Teixeira DA, Alfenas AC, Mafia RG, Ferreira EM, Siqueira LD, Maffia LA, Mounteer AH Rhizobacterial promotion of eucalypt rooting and growth. Brazil J of Microbiol 38: Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD Soil Fertility and Fertilizers. Fourth Ed. Macmillan Publ. Co., New York. Urquiaga S, Cruz KHS, Boddey RM Contribution of nitrogen fixation to sugarcane: nitrogen-15 and nitrogen balance estimates. Soil Scie Soc of Am J. 56: Vessey J.K Plant growth promoting rhizobacteria as biofertilizer. Plant and Soil. 255: Voisard C, Keel C, Haas D, Defago G Cyanide production by Pseudomonas fluorescens helps suppres black root rot of tobacco under gnotobiotic conditions. Eur Mol BioI Org J. 8: Wei G, Kloepper JW, Tuzun S Induction of systemic resistance of cucumber to Colletotrichum orbiclilare by select strain of plant growthpromoting rhizobacteria. Phytopath. 81: Whipps JM Microbial interactions and biocontrol in the rhizosphere. J Exp Botany. 52: Wibowo ST Respon morfologi dan fisiologi beberapa tanaman budidaya terhadap aplikasi kompos yang diperkaya dengan mikroba activator. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Zhang F, Dashti N, Hynes RK, Smith DL Plant growth promoting rhizobacteria and soybean (Glycine max L. Merr) growth and physiology at suboptimal root zone temperatures. Ann. Bot. 79: Zulkifli AK, Adli Yusuf A, Amrizal T, Iskandar M, Adil M, Ali N, Sulaeman B, Roswita, Azis A, Fahrizal TM, Umar Z, Djuanda T Rakitan Teknologi Budidaya Cabai Merah. [Diakses 26 Juni 2010].

71 LAMPIRAN

72

73 44 Lampiran 1. Sketsa Rancangan Percobaan (RAK) DESAIN PERCOBAAN N W E O2A1 (3) O2A2 (3) O1A2 (3) O1A1 (3) O3A1 (3) O3A2 (3) S O1A2 (2) O1A1 (2) O3A2 (2) O3A1 (2) O2A1 (2) O2A2 (2) O1A1(1) O1A2 (1) O2A1 (1) O3A2 (1) O3A1 (1) O2A2 (1) Keterangan : O1 = Kompos biasa O2 = Kompos diperkaya O3 = Kompos + Pupuk Hayati A1 = Pupuk NPK 50% A2 = Pupuk NPK 100% (1) = Blok Pertama (2) = Blok Kedua (3) = Blok Ketiga

74 45 Lampiran 2. Hasil Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Percobaan ph 1:1 H2O Walkley HCl N NH4OAc ph Kjeldhal Bray I 0,05 N HCl Tekstur & Black 25% 7,0 C-Org N-Total P Ca Mg K Fe Cu Zn Mn Pasir Debu Liat % % (ppm) (me/100g) (ppm) % 5,3 0,95 0,1 3,8 42 1,06 0,79 0,31 3,04 3,6 14,24 61,2 7,51 18,86 73,63

75 46 Lampiran 3. Hasil Analisis Kompos Percobaan C N P K Ca Mg Fe Cu Zn Mn Kode % ppm K- (1) 30,71 1,16 0,29 1,55 1,90 0,82 4,40 7,00 11,00 184,00 K- (2) 31,82 2,25 0,25 1,52 2,00 0,72 4,43 8,00 11,00 192,00 K+ (1) 31,23 2,29 0,26 1,35 2,65 0,71 4,45 9,00 10,00 204,00 K+ (2) 33,41 2,28 0,24 1,43 2,50 0,69 4,63 9,00 8,00 226,00

76 47 Lampiran 4. Hasil Analisis Data Serapan Hara Tanaman Cabai A. Serapan Hara N Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok,002 2,001 1,645,241 Perlakuan Organik,033 2,016 30,515,000* Anorganik,001 1,001 1,538,243 Organik * Anorganik,031 2,015 28,530,000* Galat,005 10,001 Total, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% B. Serapan Hara P Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 8,948E-6 2 4,474E-6 1,803,214 Perlakuan Organik 3,16E-4 2 1,58E-4 63,592,000* Anorganik 9,517E-5 1 9,517E-5 38,361,000* Organik * Anorganik 2,24E-4 2 1,12E-4 45,205,000* Galat 2,481E ,481E-6 Total, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% C. Serapan Hara K Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok,002 2,001 1,654,239 Perlakuan Organik,053 2,026 39,138,000* Anorganik,008 1,008 12,629,005* Organik * Anorganik,074 2,037 55,182,000* Galat,007 10,001 Total, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5%

77 48 D. Serapan Hara Ca Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok, ,509E-5 1,690,233 Perlakuan Organik,004 2,002 47,549,000* Anorganik,003 1,003 75,636,000* Organik * Anorganik,005 2,002 51,498,000* Galat 4,44E ,442E-5 Total, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% E. Serapan Hara Mg Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 1,361E-5 2 6,807E-6 1,610,248 Perlakuan Organik 4,12E-4 2 2,06E-4 48,651,000* Anorganik,001 1, ,243,000* Organik * Anorganik 3,46E-4 2 1,73E-4 40,946,000* Galat 4,229E ,229E-6 Total, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% F. Serapan Hara S Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 7,896E-6 2 3,948E-6 1,776,219 Perlakuan Organik 3,57E-4 2 1,78E-4 80,201,000* Anorganik 9,688E-5 1 9,688E-5 43,575,000* Organik * Anorganik 3,04E-4 2 1,52E-4 68,253,000* Galat 2,223E ,223E-6 Total, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5%

78 49 G. Serapan Hara Fe Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok,116 2,058 1,910,198 Perlakuan Organik 1,429 2,715 23,540,000* Anorganik,160 1,160 5,286,044* Organik * Anorganik,816 2,408 13,435,001* Galat,304 10,030 Total 48, Total Terkoreksi 2, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% H. Serapan Hara Mn Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 3, ,984 1,808,214 Perlakuan Organik 488, , ,410,000* Anorganik 180, , ,101,000* Organik * Anorganik 827, , ,019,000* Galat 10, ,097 Total 3030, Total Terkoreksi 1510, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% I. Serapan Hara Cu Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 2,06E-4 2 1,03E4 1,849,207 Perlakuan Organik,004 2,002 34,254,000* Anorganik 2,98E-4 1 2,98E-4 5,349,043* Organik * Anorganik,003 2,001 26,770,000* Galat, ,566E-5 Total, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5%

79 50 J. Serapan Hara Zn Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok,009 2,004 1,979,189 Perlakuan Organik,318 2,159 71,167,000* Anorganik,092 1,092 41,193,000* Organik * Anorganik,191 2,095 42,681,000* Galat,022 10,002 Total 4, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% K. Serapan Hara B Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok,002 2,001 1,737,225 Perlakuan Organik,081 2,040 60,918,000* Anorganik,020 1,020 29,723,000* Organik * Anorganik,038 2,019 29,061,000* Galat,007 10,001 Total 1, Total Terkoreksi, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5%

80 51 Lampiran 5. Hasil Analisis Data Pertumbuhan Tanaman Cabai A. Bobot Kering Tanaman Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 149, ,851 4,620,380 Perlakuan Organik 2104, ,496 64,961,000* Anorganik 262, ,205 16,184,002* Organik * Anorganik 676, ,487 20,892,000* Galat 162, ,202 Total 11836, Total Terkoreksi 3355, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% B. Tinggi Tanaman Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 14, ,167,302,746 Perlakuan Organik 109, ,500 2,300,151 Anorganik,056 1,056,002,962 Organik * Anorganik 44, ,056,931,426 Galat 237, ,700 Total 24385, Total Terkoreksi 404, C. Diameter Batang Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok,881 2,440,431,661 Perlakuan Organik 3, ,827 1,788,217 Anorganik,016 1,016,015,904 Organik * Anorganik,880 2,440,431,662 Galat 10, ,022 Total 1487, Total Terkoreksi 15,647 17

81 52 D. Jumlah Daun Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 210, ,167,205,818 Perlakuan Organik 2883, ,500 2,808,108 Anorganik 329, ,389,642,442 Organik * Anorganik 1344, ,389 1,310,312 Galat 5133, ,300 Total , Total Terkoreksi 9900, E. Luas Daun Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 11, ,945 4,832,034 Perlakuan Organik 29, ,995 12,187,002* Anorganik 1, ,933 1,571,239 Organik * Anorganik 19, ,830 7,989,008* Galat 12, ,230 Total 4351, Total Terkoreksi 75, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% F. Jumlah Buku Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 8763, ,722 1,132,360 Perlakuan Organik 34532, ,056 4,460,041* Anorganik 8277, ,556 2,138,174 Organik * Anorganik 10295, ,722 1,330,308 Galat 38709, ,922 Total , Total Terkoreksi , *) Berpengaruh nyata pada uji F 5%

82 53 G. Jumlah Cabang Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 8763, ,722 1,182,346 Perlakuan Organik 31841, ,722 4,295,045* Anorganik 8580, ,500 2,315,159 Organik * Anorganik 10062, ,167 1,357,301 Galat 37067, ,789 Total , Total Terkoreksi 96315, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% H. Panjang Akar Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 57, ,867 5,182,029 Perlakuan Organik 782, ,467 70,274,000* Anorganik,094 1,094,017,899 Organik * Anorganik 229, ,657 20,583,000* Galat 55, ,571 Total 19743, Total Terkoreksi 1125, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% I. Bobot Kering Akar Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 15, ,894 3,916,055 Perlakuan Organik 182, ,327 45,304,000* Anorganik 29, ,645 14,706,003* Organik * Anorganik 109, ,682 27,125,000* Galat 20, ,016 Total 1093, Total Terkoreksi 357, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5%

83 54 Lampiran 6. Hasil Analisis Data Produksi Tanaman Cabai A. Bobot Buah Segar Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 2643, ,501,156,858 Perlakuan Organik 72380, ,352 4,266,046* Anorganik 4652, ,909,548,476 Organik * Anorganik 27707, ,562 1,633,243 Galat 84830, ,031 Total , Total Terkoreksi , *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% B. Jumlah Buah Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok 165, ,722,972,411 Perlakuan Organik 946, ,389 5,561,024* Anorganik 84, ,500,993,343 Organik * Anorganik 290, ,167 1,705,231 Error 851, ,122 Total 18961, Corrected Total 2338, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5% C. Panjang Buah Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok,527 2,263 1,383,295 Perlakuan Organik 3, ,828 9,598,005* Anorganik,001 1,001,007,936 Organik * Anorganik,917 2,459 2,408,140 Galat 1,905 10,190 Total 1598, Total Terkoreksi 7, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5%

84 55 D. Diameter Buah Sumber Keragaman Jumlah db Tengah F Hitung P Value Blok,120 2,060,358,708 Perlakuan Organik 2, ,386 8,268,008* Anorganik,079 1,079,469,509 Organik * Anorganik,479 2,240 1,430,284 Galat 1,677 10,168 Total 2491, Total Terkoreksi 5, *) Berpengaruh nyata pada uji F 5%

85 Lampiran 7. Hasil Identifikasi Penyakit Tanaman Cabai Percobaan 56

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Metode Penelitian Pembuatan Pupuk Hayati BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor, serta di kebun percobaan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh

PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh PEMBAHASAN Kualitas Pupuk Kompos dengan Penambahan Mikroba Pemacu Tumbuh Penambahan pupuk hayati ke dalam pembuatan kompos mempunyai peran penting dalam meningkatkan kandungan hara dalam kompos, terutama

Lebih terperinci

KANDUNGAN HORMON IAA, SERAPAN HARA, DAN PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN BUDI DAYA SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK BIOLOGI SIGIT TRI WIBOWO

KANDUNGAN HORMON IAA, SERAPAN HARA, DAN PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN BUDI DAYA SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK BIOLOGI SIGIT TRI WIBOWO KANDUNGAN HORMON IAA, SERAPAN HARA, DAN PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN BUDI DAYA SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK BIOLOGI SIGIT TRI WIBOWO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting

I. PENDAHULUAN. Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya

HASIL PERCOBAAN. C N C/N P K Ca Mg ph Cu Zn Mn (%) (%) ppm Kompos 9,5 0,5 18,3 0,5 0,8 0,6 0,2 7,2 41,9 92,4 921,8 Kompos diperkaya 17 Hasil Analisis Tanah HASIL PERCOBAAN Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tekstur tanah di Kubu Raya didominasi oleh debu dan liat dengan sedikit kandungan pasir. Tanah di Sui Kakap, Kabupaten Kubu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI

PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI PENGARUH PENGOLAHAN TANAH DAN DOSIS PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI Fitri Handayani 1, Nurbani 1, dan Ita Yustina 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur; 2 Balai Pengkajian

Lebih terperinci

KOMBINASI ANTARA PUPUK HAYATI DAN SUMBER NUTRISI DALAM MEMACU SERAPAN HARA, PERTUMBUHAN, SERTA PRODUKTIVITAS JAGUNG

KOMBINASI ANTARA PUPUK HAYATI DAN SUMBER NUTRISI DALAM MEMACU SERAPAN HARA, PERTUMBUHAN, SERTA PRODUKTIVITAS JAGUNG KOMBINASI ANTARA PUPUK HAYATI DAN SUMBER NUTRISI DALAM MEMACU SERAPAN HARA, PERTUMBUHAN, SERTA PRODUKTIVITAS JAGUNG (Zea mays L.) DAN PADI (Oryza sativa L.) IQBAL TAQDIR EL AINY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung

I. PENDAHULUAN. bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, tetapi juga untuk mendukung 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai [Glycine max (L.) Merril] merupakan komoditas strategis di Indonesia. Oleh karena itu, upaya untuk berswasembada kedelai tidak hanya bertujuan untuk memenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang

Lebih terperinci

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays) 2016 PENDAHULUAN Daerah rhizosper tanaman banyak dihuni

Lebih terperinci

PENGARUH RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA

PENGARUH RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA 31 PENGARUH RIZOBAKTERI DAN PUPUK FOSFAT DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TETUA BETINA JAGUNG HIBRIDA Abstract The use of quality seeds from improved varieties will produce more productive

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dan Laboratorium Agronomi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah

RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST. Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah RESPON TANAMAN JAGUNG MANIS AKIBAT PEMBERIAN TIENS GOLDEN HARVEST Oleh : Seprita Lidar dan Surtinah Staf Pengajar fakultas pertanian Universitas Lancang kuning Jurusan Agroteknologi ABSTRAK Permintaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung (POLINELA). Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Cair Industri Tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses industri maupun domestik (rumah tangga), yang lebih di kenal sebagai sampah, yang kehadiranya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2010 Juli 2011. Pengambilan sampel urin kambing Kacang dilakukan selama bulan Oktober Desember 2010 dengan

Lebih terperinci

LAPORAN DEMPLOT PEMUPUKAN ORGANIK

LAPORAN DEMPLOT PEMUPUKAN ORGANIK LAPORAN DEMPLOT PEMUPUKAN ORGANIK UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PALA Proyek Demplot inii Dibiayai oleh MERCYCORPS MALUKU Dengan Konsultan Pelaksana: Dr. Ir. I. Marzuki, M.Si Mei 2015 DAFTAR ISI KATA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura dari jenis sayuran yang memiliki buah kecil dengan rasa yang pedas. Cabai jenis ini dibudidayakan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan I. BAHAN DAN METODE 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Suka Banjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran pada bulan Mei sampai September 2011. 1.2 Bahan dan Alat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan dapat TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) Pembangunan hutan tanaman industri memerlukan tanah yang subur agar hasil tanaman dapat optimum. Produktivitas suatu ekosistem dapat dipertahankan

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Unsur Hara Tanaman untuk Tumbuh dan Berproduksi

TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Unsur Hara Tanaman untuk Tumbuh dan Berproduksi TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Unsur Hara Tanaman untuk Tumbuh dan Berproduksi Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang tergantung sepenuhnya pada bahan anorganik dari lingkungannya atau disebut autotrof. Tumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Cikabayan-University Farm IPB, Darmaga Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan elevasi 250 m dpl dan curah

Lebih terperinci

PENAMBAHAN MIKROBA PEMACU TUMBUH UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PUPUK ORGANIK, SERAPAN HARA, PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI PADI GOGO DAN JAGUNG SETIYOWATI

PENAMBAHAN MIKROBA PEMACU TUMBUH UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PUPUK ORGANIK, SERAPAN HARA, PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI PADI GOGO DAN JAGUNG SETIYOWATI PENAMBAHAN MIKROBA PEMACU TUMBUH UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PUPUK ORGANIK, SERAPAN HARA, PERTUMBUHAN SERTA PRODUKSI PADI GOGO DAN JAGUNG SETIYOWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah hutan di Indonesia pada umumnya berjenis ultisol. Menurut Buckman dan Brady (1982), di ultisol kesuburan tanah rendah, pertumbuhan tanaman dibatasi oleh faktor-faktor yang

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara

TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara 4 TINJAUAN PUSTAKA Serapan Hara Serapan hara adalah jumlah hara yang masuk ke dalam jaringan tanaman yang diperoleh berdasarkan hasil analisis jaringan tanaman (Turner dan Hummel, 1992). Manfaat dari angka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82

Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ A0 T1 20,75 27,46 38,59 86,80 28,93 T2 12,98 12,99 21,46 47,43 15,81 T3 16,71 18,85 17,90 53,46 17,82 Lampiran 1. Tabel rataan pengukuran tinggi bibit sengon, bibit akasia mangium, dan bibit suren pada aplikasi aktivator EM 4, MOD 71, dan Puja 168. Aktivator Tanaman Ulangan Ʃ Ӯ 1 2 3 A0 T1 20,75 27,46

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pada penelitian ini diperoleh data pertumbuhan dan produktivitas jamur tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan berat basah jamur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

PENGARUH MIKROBA KONSORSIA Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp. TERHADAP HASIL CAISIM PADA TANAH MASAM ULTISOL JASINGA

PENGARUH MIKROBA KONSORSIA Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp. TERHADAP HASIL CAISIM PADA TANAH MASAM ULTISOL JASINGA PENGARUH MIKROBA KONSORSIA Azotobacter sp. dan Pseudomonas sp. TERHADAP HASIL CAISIM PADA TANAH MASAM ULTISOL JASINGA Jati Purwani Balai Penelitian Tanah, Bogor Abstrak Tingkat produktivitas lahan masam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik TUGAS AKHIR - SB09 1358 Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik Oleh : Shinta Wardhani 1509 100 008 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Alat dan Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 Februari 2010. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kandungan Hara Tanah Analisis kandungan hara tanah pada awal percobaan maupun setelah percobaan dilakukan untuk mengetahui ph tanah, kandungan C-Organik, N total, kandungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas yang bersifat multiguna dan banyak diminati oleh masyarakat, khususnya di Indonesia, saat ini tomat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 14 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Gedung Meneng, Kecamatan raja basa, Bandar Lampung

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016 di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian dan Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR TANGGAL I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR TANGGAL I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK LAMPIRAN XII PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR TANGGAL : 70/Permentan/SR.140/2011 : 25 Oktober 2011 I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK Pengujian efektivitas pupuk organik dilaksanakan setelah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara bagi tanaman. Bahan tersebut dapat berasal dari organik maupun anorganik yang diperoleh secara

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MIKRO ORGANISME LOKAL LIMBAH RUMAH TANGGA DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L)

PENGARUH PENGGUNAAN MIKRO ORGANISME LOKAL LIMBAH RUMAH TANGGA DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L) PENGARUH PENGGUNAAN MIKRO ORGANISME LOKAL LIMBAH RUMAH TANGGA DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L) The Effect of Local Micro Organisms and NPK Fertilizers on Growth

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat Tanaman tomat diduga berasal dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan terutama Peru dan Ekuador, kemudian menyebar ke Italia, Jerman dan negaranegara Eropa lainnya. Berdasarkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB 091358) BIOAUGMENTASI BAKTERI PELARUT FOSFAT GENUS Bacillus PADA MODIFIKASI MEDIA TANAM PASIR DAN KOMPOS (1:1) UNTUK PERTUMBUHAN TANAMAN SAWI (Brassica sinensis) Oleh : Resky Surya Ningsih

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan bulan Maret 2010 sampai dengan bulan Maret 2011. Pengambilan sampel urin kambing Etawah dilakukan pada bulan Maret sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Kedelai Tanaman kedelai dapat mengikat Nitrogen di atmosfer melalui aktivitas bakteri Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di dalam akar tanaman yang diberi nama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area, Jalan Kolam No.1 Medan Estate kecamatan Percut Sei

Lebih terperinci

I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK

I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK LAMPIRAN XII PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 70/Permentan/SR.140/10/2011 Tanggal: 25 Oktober 2011 I. METODE PENGUJIAN EFEKTIVITAS PUPUK ORGANIK Pengujian efektivitas pupuk organik dilaksanakan setelah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong

I. PENDAHULUAN. Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Gladiol merupakan salah satu komoditas hortikultura sebagai penghasil bunga potong yang berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Prospek agribisnis

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Faktor abiotik (meliputi sifat fisik dan kimia tanah Faktor biotik (adanya mikrobia lain & tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian konsorsium mikroba dalam biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang tanah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian konsorsium mikroba dalam biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang tanah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pengaruh pemberian konsorsium mikroba dalam biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang tanah Pada penelitian ini ada 6 perlakuan yaitu P 1 (tanpa perlakuan),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK ANORGANIK NPK MUTIARA DAN CARA APLIKASI PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN

PENGARUH DOSIS PUPUK ANORGANIK NPK MUTIARA DAN CARA APLIKASI PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN Jurnal Cendekia Vol 11 Nomor 2 Mei 2013 PENGARUH DOSIS PUPUK ANORGANIK NPK MUTIARA DAN CARA APLIKASI PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN MENTIMUN (Cucumis sativus L.) VARIETAS HARMONY Oleh:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan dilaksanakan dari bulan

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) PENGARUH PUPUK KANDANG KELINCI DAN PUPUK NPK (16:16:16) TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.) SKRIPSI OLEH : HENDRIKSON FERRIANTO SITOMPUL/ 090301128 BPP-AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR

Lebih terperinci

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN PUPUK FOSFOR DAN PUPUK HIJAU PAITAN Sumarni T., S. Fajriani, dan O. W. Effendi Fakultas Pertanian Universitas BrawijayaJalan Veteran Malang Email: sifa_03@yahoo.com

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

PUPUK ORGANIK CAIR DAN PUPUK KANDANG AYAM BERPENGARUH KEPADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI ( Glycine max L. )

PUPUK ORGANIK CAIR DAN PUPUK KANDANG AYAM BERPENGARUH KEPADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI ( Glycine max L. ) Agrium, April 2014 Volume 18 No 3 PUPUK ORGANIK CAIR DAN PUPUK KANDANG AYAM BERPENGARUH KEPADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI ( Glycine max L. ) Suryawaty Hamzah Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Lebih terperinci