PRINSIP HAKIM PASIF DAN AKTIF DALAM PERKARA PERDATA 1. hakim dan praktisi hukum sampai sekarang. M. Yahya Harahap menyebutkan
|
|
- Ratna Tedjo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PRINSIP HAKIM PASIF DAN AKTIF DALAM PERKARA PERDATA 1 A. PENDAHULUAN Prinsip hakim pasif atau aktif masih menjadi pro dan kontra di kalangan hakim dan praktisi hukum sampai sekarang. M. Yahya Harahap menyebutkan bahwa prinsip yang dianut sejak awal adalah prinsip pasif sedangkan prinsip aktif adalah prinsip baru yang muncul sebagai upaya menantang prinsip pasif sebelumnya. 2 Federal Court Australia telah meninggalkan prinsip pasif Sejak tujuh belas tahun yang lalu. Hakim FCA tidak hanya diam mendengar pihak yang bersengketa di persidangan, tapi ia aktif mengendalikan persidangan sehingga perkara dapat segera diselesaikan. Hakim pun aktif mendorong para pihak agar dapat mengakhiri sengketa dengan damai. 3 Pasifnya hakim akan berpengaruh terhadap jalannya perkara dan bahkan bisa merugikan para pihak seperti adanya perkara dinyatakan tidak dapat diterima (NO). Menyikapi hal ini Rapat kerja Nasional Mahkamah Agung membuat rumusan tentang prinsip hakim aktif bahwa untuk menghindari terjadinya kerugian pihak penggugat yang telah mengeluarkan biaya perkara, majelis Hakim agar bersikap aktif memberi nasehat kepada penggugat, untuk memperbaiki surat gugat yang belum memenuhi syarat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 119 HIR, atau Pasal 143 Rbg, serta Pasal 4 ayat (1) 1 Makalah diajukan oleh IKAHI 50 Kota sebagai makalah pembanding dalam diskusi hakim bertajuk BATAS KEWENANGAN HAKIM DALAM MEMBERIKAN PETUNJUK KEPADA PIHAK PENCARI KEADILAN tanggal 14 November 2014 di Batu sangkar. 2 M. Yahya Harahap, 2005, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Peryitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Sinar Grafika Jakarta, hlm
2 dan (2) UU No 48 Tahun 2009, sehingga Majelis Hakim tidak begitu saja dengan mudah menjatuhkan putusan tidak menerima gugatan Penggugatan (NO). Berangkat dari pemikiran di atas maka prinsip hakim pasif dan aktif menarik untuk dikaji guna memahami dengan benar bagaimana sebenarnya ketentuan hukum yang tepat tentang dua prinsip ini. B. PEMBAHASAN 1. Asas Hakim Bersifat Pasif Secara normatif, ketentuan-ketentuan H.l.R., R.Bg., maupun R.v. tidak menyebut secara eksplisit istilah asas hakim aktif dan hakim pasif. Dalam berbagai literatur hukum, kedua asas ini juga tidak didefinisikan secara pasti dan sistematis. Beberapa sarjana hukum mengartikan asas hakim pasif adalah hakim bersikap menunggu datangnya perkara yang diajukan oleh para pihak. 4 Sebagian sarjana hukum lain mengartikan asas hakim pasif sebagai hakim memegang peranan tidak berbuat apa-apa." 5 Wildan Suyuti berpendapat, dalam perkara perdata hakim bersifat pasif, artinya ruang lingkup atau luas pokok sengketa ditentukan para pihak. Hakim hanya mengawasi supaya peraturan peraturan yang ditetapkan undangundang dijalankan oleh para pihak. Apakah termohon mengajukan gugatan balik, banding, ataupun kasasi, itu bukan kepentingan hakim. 6 4 A.T. Hamid, 1986, Hukum Acara Perdata serta Susunan dan Kekuasaan Pengadilan, Bina llmu, Surabaya, hlm.6. 5 L.J.van Apeldoorn, 2005, Pengantar llmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm Wildan Suyuti, 2005, Sekitar Acara dan Hukum Perdata Agama, Dilengkapi dengan Permasalahan dan Pemecahan, Edisi revisi, Pusdiklat Mahkamah Agung RI,, Jakarta, hlm. 15.
3 Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa hakim bersifat pasif artinya hanya peristiwa yang disengketakan sajalah yang harus dibuktikan. Hakim terikat dengan pada peristiwa yang menjadi sengketa yang diajukan oleh para pihak. Para pihaklah yang diwajibkan untuk membuktikan dan bukan hakim (Verhandlungs-maxim). 7 Menurut Abdul Manan pasifnya hakim hanya dari segi luasnya tuntutan dan luasnya pokok perkara yang diajukan kepada hakim. Hakim bersifat pasif itu maksudnya tidak boleh menambah atau mengurangi luasnya pokok sengketa. Dalam hukum acara perdata kedudukan hakim dalam persidangan bersifat pasif hanya dianut oleh Reglement op de Burgerlijk Rechtvordering (Rv) yang berlaku untuk golongan di Eropa di depan Raad van Justitie yang sekarang sudah tidak berlaku lagi namun masih banyak dipakai oleh hakim di Indonesia. Dalam sistem ini hakim hanya mengawasi jalannya persidangan agar para pihak bertindak sesuai dengan hukum acara. Ada 2 alasan mengapa hakim bersifat pasif: 8 - Karena Rv menetapkan semua tahap pemeriksaan harus dilakukan secara tertulis (schriftelijke procedur). - karena dalam beracara para pihak wajib didampingin oleh penasehat hukum (procedure stelling). 7 Sudikno Mertokusumo, 1994, Hukum Acara perdata Indonesia, edisi IV Liberty, Yogyakarta, hlm Abdul Manan, 2006, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan agama, Cet IV, Kencana Prenada Media Grup, Jakarta, hlm
4 Dari pendapat para ahli hukum sangat jelas bahwa arti pasif itu sebatas ruang lingkup perkara yang ditentukan para pihak, hakim tidak boleh menambah atau menguranginya. 2. Asas Hakim Bersifat Aktif Asas hakim aktif adalah asas yang harus ditegakkan oleh hakim dalam memeriksa dan memutus perkara perdata, karena hakim adalah pimpinan sidang yang harus berusaha menyelesaikan sengketa seefektif dan seadil mungkin serta mengatasi segala hambatan dan rintangan bagi para pencari keadilan dalam menjalankan peradilan yang fair. Pengejawantahan asas hakim aktif ini tercermin dalam beberapa ketentuan H.I.R./R.Bg Oleh karena itu, sistem H.l.R./R.Bg dianggap menerapkan asas hakim aktif. Sistem ini tentu berbeda dengan sistem R.v. yang secara tegas menganut asas hakim pasif. Peran hakim dalam persidangan menurut R.v. sangat terbatas. Akan tetapi, R.v. pada saat ini dianggap hanya sebagai pedoman belaka karena sudah tidak berlaku sebagaimana mestinya. Ahmad Kamil berpendapat bahwa pengertian pasif bukan berarti hakim tidak aktif sama sekali tetapi hakim harus aktif memimpin pemeriksaan perkara, oleh karena itu hakim berhak memberikan nasehat kepada para pihak (Pasal 119 HIR/143 RBg) dan hakim berhak menunjukkan upaya hukum dan memberikan keterangan secukupnya kepada para pihak (Pasal 132 HIR/156 RBg). 9 Pendapat tersebut sama dengan pendapat Abdul Manan dengan menjabarkan maksud memimpin persidangan adalah mengatur, mengarahkan dan menentukan hukumnya. Hakim berperan aktif memimpin dari awal hingga akhir pemeriksaan. 9 Ahmad Kamil, 2005, Kapita Selekta Hukum Perdata Agama dan Penerapannya, Mahkamah Agung RI, Jakarta, hlm. 170.
5 Hakim berwenang juga memberi petunjuk kepada para pihak yang berperkara agar perkara yang diajukan itu menjadi jelas duduk perkaranya sehingga memudahkan hakim dalam memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara. 10 Memberikan nasehat dan keterangan secukupnya kepada para pihak tidaklah melanggar asas hakim yang harus bersifat pasif, karena ruang lingkup atau luas pokok sengketa telah ditentukan para pihak. Hakim hanya mengawasi supaya peraturan-peraturan yang ditetapkan undang-undang dijalankan oleh para pihak. Hakim memberi nasehat dan keterangan hukum dalam rangka agar hukum dijalankan dengan semestinya sehingga tercapailah asas keadilan, kepastian hukum dan manfaat. Memberikan bantuan atau nasehat hukum kepada para pihak adalah perintah undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 119 HIR/143 RBg dan Pasal 132 HIR/156 RBg. jo Pasal 58 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Maka dalam perkara perceraian (CT) hakim memberi tahu termohon tentang akibat putusnya perceraian dibenarkan secara hukum (justifiable). Dan itu bukan keberpihakan kepada termohon, karena yang dilakukan hakim dalam rangka menerapkan asas keadilan kepada para pihak berperkara (equality before the law). Sudikno Mertokusumo, menyatakan bahwa hakim berhak untuk memberi nasehat kepada kedua belah pihak berperkara serta menunjukkan uapaya hukum dan memberi keterangan kepada mereka (Pasal 132 HIR/156 RBg). 10 Abdul Manan, Op. Cit., hlm. 202.
6 Diharapkan dari hakim sebagai orang yang bijaksana aktif dalam memecahkan masalah. Karena yang dituju dengan kekuasaan kehakiman dalam Pasal 24 UUD 1945 adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila demi terlaksananya Negara Hukum Republik Indonesia. 11 Menurut M. Yahya Harahap, membantu para pihak dari sudut pengkajian teoretis dapat dikategorikan wajib, jadi bersifat imperatif dasarnya adalah Pasal 58 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 1989 maupun yang tercantum dalam Pasal 119 HIR/143 RBg. Sedangkan dilihat dari sudut pandang tujuan memberi bantuan, diarahkan untuk terwujud praktek peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan. Ditambah lagi dari sudut pandang system hukum acara perdata itu sendiri, langsung dengan lisan dan tidak wajib berproses dengan bantuan penasehat hukum, dihubungkan dengan tingkat kecerdasan hukum masyarakat Indonesia pada umumnya, semakin kuat alasan yang menyatakan membantu para pencari keadilan dalam proses pemeriksaan perkara perdata bersifat imperatif. 12 Menurut Abdul Manan dan A. Mukti Arto, tugas pokok hakim di pengadilan agama salah satunya adalah membantu pencari keadilan. Dalam perkara perdata pengadilan membantu para pencari keadilan untuk dapat mewujudkan tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Pemberian bantuan tersebut harus dalam hal-hal yang dianjurkan dan atau diizinkan oleh hukum acara perdata, yaitu dalam hal-hal sebagai berikut: Sudikno Mertokusumo, OP. Cit., hlm M. Yahya Harahap, Op. Cit., hlm Abdul Manan, Op. Cit., hlm A. Mukti Arto, 1996, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 31.
7 a. Membuat gugatan bagi yang buta huruf. b. Memberi pengarahan tata cara prodeo. c. Menyarankan penyempurnaan surat kuasa. d. Menganjurkan perbaikan surat gugatan/permohonan. e. Memberi penjelasan tentang alat bukti yang sah. f. Memberi penjelasan tentang cara mengajukan bantahan dan jawaban. g. Bantuan memanggil saksi secara resmi. h. Memberi penjelasan tentang acara verzet dan rekonpensi. i. Memberi penjelasan tentang upaya hukum. j. Mengarahkan dan membantu memformulasikan perdamaian. 3. Hakim antara Pasif dan Aktif Beberapa praktisi dan akademisi berpendapat bahwa dewasa ini keberadaan asas hakim pasif dan aktif tidaklah esensial. Pertanyaan mengenai asas mana yang berlaku pada saat ini atau asas mana yang lebih penting dalam hukum acara perdata tidak lagi menjadi persoalan. 14 Secara normatif maupun empiris, kedua asas tersebut sama-sama diterapkan oleh hakim dalam menyelesaikan perkara perdata di pengadilan. Meskipun demikian, bukan berarti hubungan antara kedua asas tersebut komplementer: kedua-duanya sama-sama fundamental karena memiliki fungsinya masing-masing. Fungsi yang berbeda ini muncul karena hukum perdata sebagai hukum privat mengatur kepentingan antar individu mempunyai batasan yang sifatnya perseorangan (individual).persoalan baru muncul ketika pihak yang merasa 14 Focused Group Discussion FGD di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 11 September 2009.
8 dirugikan ingin kepentingan dan hak hukumnya terjamin. Oleh karena itu, sangat logis jika hakim mencerminkan sikap pasif, baik pada saat menunggu datangnya perkara yang diajukan padanya maupun bersikap pasif dalam hal menentukan batasan tentang perkaranya (ruang lingkup perkara). Hanya pihak pencari keadilan (penggugat dalam gugatannya dan tergugat dalam jawabannya) yang mengetahui tujuan yang ingin mereka capai dalam penyelesaian perkara mereka. Sejak perkara diserahkan kepada hakim sebagai pemutus perkara, maka hakim yang menjunjung nilai impartiality (ketidakberpihakan) dan kebijaksanaan sebagai seorang ahli dalam penyelesaian sengketa hukum, harus memastikan agar para pencari keadilan mampu menyelesaikan sengketa secara efektif dan mengakomodir lebih banyak hasrat keadilan bagi keduanya (audi et qlterqm partem). Di sinilah hakim harus bersikap aktif. Jika para pihak sudah menyerahkan sengketa mereka pada hakim, mereka seharusnya menyadari bahwa hakim adalah orang yang paham hukum (ius curia novit) dan ia telah dipercaya untuk memutus sengketa antara keduanya. Dengan demikian prinsip pasif atau aktif merupakan dua hal yang tidak bisa dihindari oleh hakim, karenanya yang terpenting sebagai batasannya adalah menerapkan asas yang disebutkan dalam peraturan perundanga-undangan, yaitu: a. Memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak dalam membela dan memperjuangkan hak-haknya (equal acces rule) atau mengadili dengan tidak
9 membeda-bedakan orang/ impartiality. (Pasal 4 ayat 1 UU. No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman). 15 b. Membantu para pihak untuk mengatasi segala hambatan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.( Pasal 4 ayat 2 UU. No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman). 16 c. Kesimpulan Dari pembahasan di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Secara normatif, ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan baik UU No. 48 tentang kekuasaan kehakiman, H.l.R., R.Bg., maupun R.v. tidak menyebut secara eksplisit istilah asas hakim aktif dan hakim pasif. 2. Asas hakim pasif adalah hakim terikat dengan peristiwa yang disengketakan dan diajukan para pihak dan para pihak pula yang diwajibkan untuk membuktikan (Verhandlungs-maxim). 3. Hakim bersifat aktif adalah hakim aktif dalam memeriksa dan memutus perkara, berusaha menyelesaikan sengketa seefektif dan seadil mungkin 15 Prinsip ini telah diawali oleh Umar bin Khatab dalam intruksinya yang dikenal dengan Risalat al-qadha. Salah satu instruksinya yang mengandung asas equality before the law adalah: و س وآس ( ا&س و%$ و#"! و Samakan pandanganmu kepada para pihak, dudukkanlah para pihak di majelis yang sama, berilah putusan yang adil kepadanya, agar orang yang terhormat tidak tamak pada kecurangan anda dan supaya orang yang lemah tidak merasa teraniaya karena putusan anda. Baca hasbi al- Shiddiqy, 1970, Sejarah Peradilan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, hlm Pada beberapa pengadilan agama dijumpai penggugat/pemohon dipandu dalam membuat permohonan/gugatan, namun tergugat/termohon tidak dipandu dalam merumuskan jawaban/gugatan rekonvensi. Demi keadilan para pihak harus mendapatkan standar hukum materiil yang sama (equal uniformity) dan perlindungan yang sama atas hak-haknya sesuai dengan ketentuan hukum materiil (equal protection of the law). Baca M. Yahya Harahap, 1997, Beberapa Permasalahan Peradilan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pustaka Rosdakarya, Bandung, hlm. 67. A. Mukti Arto, Pelayanan Prima Jasa Peradilan Membangun Kepercayaan Publik dan Jati Diri, Varia Peradilan, Majalah Hukum, Tahun XXV No. 298 September 2010, Jakarta: IKAHI, 2010, hlm. 83.
10 serta mengatasi segala hambatan dan rintangan bagi para pencari keadilan dalam menjalankan peradilan yang fair. 4. Batasan hakim untuk pasif atau aktif adalah adalah menerapkan asas peradilan yang disebutkan dalam peraturan perundanga-undangan, yaitu: - Memberikan kesempatan yang sama kepada para pihak dalam membela dan memperjuangkan hak-haknya (equal acces rule) atau mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang/ impartiality. (Pasal 4 ayat 1 UU. No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman). - Membantu para pihak untuk mengatasi segala hambatan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.( Pasal 4 ayat 2 UU. No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman) Pada beberapa pengadilan agama dijumpai penggugat/pemohon dipandu dalam membuat permohonan/gugatan, namun tergugat/termohon tidak dipandu dalam merumuskan jawaban/gugatan rekonvensi. Demi keadilan para pihak harus mendapatkan standar hukum materiil yang sama (equal uniformity) dan perlindungan yang sama atas hak-haknya sesuai dengan ketentuan hukum materiil (equal protection of the law). Baca M. Yahya Harahap, 1997, Beberapa Permasalahan Peradilan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pustaka Rosdakarya, Bandung, hlm. 67. A. Mukti Arto, Pelayanan Prima Jasa Peradilan Membangun Kepercayaan Publik dan Jati Diri, Varia Peradilan, Majalah Hukum, Tahun XXV No. 298 September 2010, Jakarta: IKAHI, 2010, hlm. 83.
11 DAFTAR PUSTAKA A.T. Hamid, 1986, Hukum Acara Perdata serta Susunan dan Kekuasaan Pengadilan, Bina llmu, Surabaya, hlm.6. Abdul Manan, Prof., Dr., H., SH., S.IP., M. Hum. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan agama, Cet IV, Jakarta, Kencana Prenada Media Grup, Ahmad Kamil, Drs. H., SH., M. Hum. Kapita Selekta Hukum Perdata Agama dan Penerapannya, Mahkamah Agung RI, Jakarta, Mukti Arto, Drs., H. SH., M.Hum. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Pelayanan Prima Jasa Peradilan Membangun Kepercayaan Publik dan Jati Diri, Varia Peradilan, Majalah Hukum, Tahun XXV No. 298 September 2010, Jakarta, IKAHI, Al-Shan any, Subul al-salam, Syarah Bulugh al-maram min Jami i Adillat al- Akhkam karya Ibnu Hajar Al-Asqalany, Juz III, Mesir, Darul Ulum, Ash. Shiddieqy, Hasby, T.M. Prof. Sejarah Peradilan Islam, Jakarta, Bulan Bintang, Basuki Rekso Wibowo, Prof., Pembaruan Hukum yang Berwajah Keadilan, Varia Peradilan, Majalah Hukum, Tahun XXVII No. 313 Desember 2011, Jakarta, IKAHI, Harahap, M. Yahya, SH, Beberapa Permasalahan Peradilan dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Bandung, Pustaka Rosdakarya, , Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, UU No. 7 Tahun 1989, edisi kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, , Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, cet. ke-6, Jakarta, Sinar Grafika, L.J.van Apeldoorn, 2005, Pengantar llmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta Samudra, Teguh, 1992, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung.
12 Sudikno Mertokusumo, Prof. Dr., SH., Hukum Acara perdata Indonesia, edisi IV, Yogyakarta, Liberty, Tresna, 1970, Komentar qtas Reglemen Hukum Acara di dalampemeriksaan di Muka Pengadilan Negeri atou H.l.R., Cetakan Ketiga, Pradnya Paramita, Jakarta. Wardah, Sri dan Bambang Sutiyoso, 2007, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di Indonesia, Gama Media, Yogyakarta. Wildan Suyuti, Drs. H. SH., MH. Sekitar Acara dan Hukum Perdata Agama, Dilengkapi dengan Permasalahan dan Pemecahan, Edisi revisi, Jakarta, Pusdiklat Mahkamah Agung RI, HIR/RBg. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang
BAB IV ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KEDIRI NOMOR : 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. OLEH PENGADILAN TINGGI AGAMA SURABAYA NOMOR : 375/Pdt. G/2011/PTA. Sby. TENTANG GUGATAN WARIS A. Analisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi atau melakukan hubungan-hubungan antara satu sama
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi
Lebih terperinciKecamatan yang bersangkutan.
1 PENCABUTAN PERKARA CERAI GUGAT PADA TINGKAT BANDING (Makalah Diskusi IKAHI Cabang PTA Pontianak) =========================================================== 1. Pengantar. Pencabutan perkara banding dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam
BAB I PENDAHULUAN Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam hukum perdata formil. Hukum perdata formil bertujuan memelihara dan mempertahankan hukum perdata materiil. Jadi, secara
Lebih terperinciKAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG?
KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG? Oleh: Ahmad Z. Anam (Hakim Pratama Muda Pengadilan Agama Mentok) Pendahuluan Ada dua hak bagi pihak berperkara yang perkaranya dinyatakan
Lebih terperinci[DEVI SELVIYANA, SH] BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang harus dihargai dan dihormati oleh orang lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN
HUKUM ACARA PERDATA BAB I PENDAHULUAN 1. Istilah dan pengertian - Hukum perdata materiil : hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak dalam hubungan perdata - Hukum perdata formil : hukum acara
Lebih terperinciPutusan di atas merupakan putusan dari perkara cerai talak, yang diajukan. oleh seorang suami sebagai Pemohon yang ingin menjatuhkan talak raj i di
79 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TIDAK DITERAPKANNYA KEWENANGAN EX OFFICIO HAKIM TENTANG NAFKAH SELAMA IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NOMOR:1110/Pdt.G/2013/PA.Mlg) Putusan di atas merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menerima atau mendengarkan sumpah tersebut, apakah mempercayainya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata Sumpah dalam masyarakat luas dikenal sebagai pernyataan yang dilontarkan oleh seseorang untuk menguatkan pernyataan yang dikemukakannya dengan tujuan agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman. memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengadilan Agama sebagai Badan Pelaksana Kekuasaan Kehakiman memiliki tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap perkara yang diajukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Suatu perkara perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada Pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. 1 Untuk mendapatkan pemecahan atau
Lebih terperinciTujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti
TINJAUAN TENTANG KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA ( SENGKETA TANAH ) DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Febrina Indrasari,SH.,MH Politeknik Negeri Madiun Email: febrinaindrasari@yahoo.com
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
1 HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA I. Pengertian, asas & kompetensi peradilan TUN 1. Pengertian hukum acara TUN Beberapa istilah hukum acara TUN, antara lain: Hukum acara peradilan tata usaha pemerintahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam menjatuhkan sebuah putusan akhir ternyata masih ada yang menimbulkan permasalahan. Untuk itu dalam bab tinjauan pustaka ini, penulis hendak menguraikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. 2 Hukum sebagai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian,
Lebih terperinciBAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF
21 BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF A. Putusan Verstek Pada sidang pertama, mungkin ada pihak yang tidak hadir dan juga tidak menyuruh wakilnya untuk hadir, padahal sudah dipanggil dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam praktik sehari-hari, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi
13 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN A. Pengertian Kumulasi Gugatan Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi adalah pengumpulan; penimbunan; penghimpunan. 1 Kumulasi
Lebih terperinciProsedur Bantuan Hukum
Prosedur Bantuan Hukum PENDAHULUANProgram pemberian bantuan hukum bagi masyarakat tidak mampu telah berlangsung sejak tahun 1980 hingga sekarang Dalam kurun waktu tersebut, banyak hal yang menunjukkan
Lebih terperinciHal. 1 dari 11 hal. Put. No. 105/Pdt.G/2014/PTA Mks.
P U T U S A N Nomor 105/Pdt.G/2014/PTA Mks. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017
TATA CARA PEMANGGILAN PARA PIHAK YANG BERPERKARA PENGGUGAT/TERGUGAT YANG TERLIBAT DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI (PENERAPAN PASAL 388 jo PASAL 390 HIR) 1 Oleh: Delfin Pomalingo 2 ABSTRAK Tujuan
Lebih terperinci2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene
No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap
Lebih terperinciPENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN
PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN Oleh Nyoman Agus Pitmantara Ida Bagus Putu Sutama Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinci1 Abdul Manan, Penerapan, h R.Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan, (Bogor: Politea, 1995). h. 110.
RINGKASAN SKRIPSI PANDANGAN HAKIM DAN ADVOKAT TERHADAP PASAL 150 HIR TENTANG PEMERIKSAAN SAKSI SECARA SILANG (CROSS EXAMINATION) (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kota Malang) A. Latar Belakang Masalah
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015
PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara
Lebih terperinciBAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT A. Dasar Hukum Hakim dalam Penerapan Pencabutan Cerai Gugat Pengadilan
Lebih terperinciMEWACANAKAN WALI ADHAL SEBAGAI PERKARA CONTENTIOUS
MEWACANAKAN WALI ADHAL SEBAGAI PERKARA CONTENTIOUS Oleh: Achmad Cholil, S.Ag (Hakim Pengadilan Agama Maninjau) PENDAHULUAN Perkara Wali Adhol menempati peringkat ke-8 dalam urutan perkara yang diterima
Lebih terperinciPANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET
PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET TERHADAP PUTUSAN VERSTEK DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JOMBANG (Studi Perkara No. 1455/Pdt.G/2013/PA.Jbg) BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)
TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kepada Hakim menjatuhkan putusan tanpa hadirnya Tergugat. Putusan verstek
BAB I PENDAHULUAN Putusan verstek merupakan bagian dari Hukum Acara Perdata di Indonesia. Putusan verstek tidak terlepas hubungannya dengan beracara dan penjatuhan putusan atas perkara yang dipersengketakan,
Lebih terperinciPEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PRODEO (Selayang Pandang Implementasi SEMA No. 10 Tahun 2010 Oleh : Firdaus Muhammad Arwan
1 PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PERKARA PRODEO (Selayang Pandang Implementasi SEMA No. 10 Tahun 2010 Oleh : Firdaus Muhammad Arwan A. PENGANTAR Mahkamah Agung tidak henti-hentinya melakukan perubahan dalam
Lebih terperinciMAKALAH : PEMBAHASAN :
MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : TATA CARA PEMANGGILAN PARA PIHAK : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH DI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 10 JANUARI 2012 O L E H
Lebih terperinciBAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA TUBAN TENTANG TENTANG PENOLAKAN EKSEPSI DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI PUTUSAN NO.1810/Pdt.G/2012/PA.Tbn.) A. Analisis Terhadap Penerapan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan I. PEMOHON 1. Elisa Manurung, SH 2. Paingot Sinambela, SH, MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1
Lebih terperinciSEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)
SEKITAR EKSEKUSI (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Tinjauan Umum Eksekusi 1. Pengertian eksekusi Pengertian eksekusi menurut M. Yahya Harahap, adalah pelaksanaan secara paksa
Lebih terperinciEKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM
57 BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan N0.251/Pdt.G/2013 PA.Sda Dalam memutuskan setiap Perkara di dalam persidangan hakim tidak serta merta memutuskan perkara
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA
BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA A. Analisis Dualisme Akad Pembiayaan Mud{arabah Muqayyadah Keberadaaan suatu akad atau perjanjian adalah sesuatu yang
Lebih terperinciFUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2
FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah utnuk mengetahui bagaimana prosedur pengajuan Peninjauan
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) Kuasa Hukum Zenuri Makhrodji, SH, DR. (can) Saiful Anam,
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XI/2013 Tentang Frasa Pihak Ketiga Yang Berkepentingan I. PEMOHON Organisasi Masyarakat Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), diwakili
Lebih terperinciP U T U S A N. Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P U T U S A N Nomor : 07/Pdt.G/2010/MS-Aceh BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Mahkamah Syar'iyah Aceh yang mengadili perkara Harta Bersama pada tingkat banding,
Lebih terperinciBAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN
BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia
Lebih terperinciTERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI
TERGUGAT DUA KALI DIPANGGIL SIDANG TIDAK HADIR APAKAH PERLU DIPANGGIL LAGI Oleh: H.Sarwohadi, S.H.,M.H., (Hakim PTA Mataram). A. Pendahuluan Judul tulisan ini agak menggelitik bagi para pambaca terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. esensial, yaitu keadilan (gerechtigheit), kemanfaatan (zwachmatigheit) dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan hakim sebagai aparat kekuasaan kehakiman pasca Undang- Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pada prinsipnya tugas Hakim adalah melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang cenderung untuk selalu hidup berkelompok (bermasyarakat). Kehidupan bermasyarakat menuntut manusia untuk saling berinteraksi atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan perkara di lingkungan peradilan agama, khususnya di pengadilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian perkara di lingkungan peradilan agama sebagaimana lingkungan peradilan lainnya tidak hanya dilakukan oleh hakim sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
Lebih terperinciREKONVENSI YANG DIAJUKAN SECARA LISAN DALAM PERSIDANGAN
REKONVENSI YANG DIAJUKAN SECARA LISAN DALAM PERSIDANGAN MAKALAH PEMBANDING I Disampaikan oleh Pengadilan Agama Bukittinggi dalam kegiatan IKAHI PTA Padang tentang diskusi hukum yang diikuti oleh Kordinator
Lebih terperinciTENTANG DUDUK PERKARANYA
P U T U S A N Nomor : 7/Pdt.G/2010/PTA Smd BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Tinggi Agama Samarinda yang mengadili perkara perdata pada tingkat banding
Lebih terperincidengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).
MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Didalam sistem hukum Negara Republik Indonesia ini, terdapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam sistem hukum Negara Republik Indonesia ini, terdapat suatu tata hukum yang mengatur suatu hubungan antar warga negaranya, mulai dari perihal keluarga, pribadi,
Lebih terperinciPERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH
SKRIPSI PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Magetan ) Disusun dan Diajukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia filsafat, para filosof, khususnya Aristoteles menjuluki manusia dengan zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan
Lebih terperinciDIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :
ALAT BUKTI SURAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA PADA PENGADILAN NEGERI TEMANGGUNG (Studi Kasus Putusan No. 45/Pdt.G/2013/PN Tmg) Abdurrahman Wahid*, Yunanto, Marjo Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas
Lebih terperinciBAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1
54 BAB IV KEKUATAN YURIDIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PURWOREJO NO. 0272/Pdt.G/2011/PA.Pwr. DENGAN PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA SEMARANG NO. 224/ Pdt.G/2011/PTA.Smg. TENTANG CERAI TALAK A. Kekuatan Yuridis
Lebih terperinciPHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA
PHI 5 ASAS HUKUM ACARA PERDATA Oleh Herlindah, SH, M.Kn 1 Sub Pokok Bahasan: 1. Istlah dan Pengertan Hukum Acara Perdata 2. Sumber Hukum Acara Perdata 3. Ruang Lingkup Hukum Acara Perdata 4. Asas-Asas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciPENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO
PENERAPAN AZAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA MELALUI MEDIASI BERDASARKAN PERMA NO. O1 TAHUN 2008 DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan diajukan untuk
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul
BAB IV PEMBAHASAN Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul Dalam Pasal 7 ayat (1) UUP disebutkan bahwa perkawinan hanya dapat diberikan
Lebih terperinciMASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)
MASALAH PUTUSAN SERTA MERTA DALAM PRAKTEK DI PENGADILAN NEGERI (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat
Lebih terperinciLangkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya :
Langkah-langkah yang harus dilakukan Pemohon (Suami) atau kuasanya : 1. a. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada pengadilan agama/mahkamah syar iyah (Pasal 118 HIR, 142 R.Bg jo Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara di peradilan agama diatur oleh UU. No. 7 Tahun 1989 yang diubah oleh UU. No. 3 tahun 2006, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman, peradilan agama
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang
Lebih terperinciKEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA. Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH
MENARA Ilmu Vol. X Jilid 1 No.70 September 2016 KEDUDUKAN AKTA OTENTIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PERKARA PERDATA Oleh : Anggun Lestari Suryamizon, SH. MH ABSTRAK Pembuktian merupakan tindakan yang dilakukan
Lebih terperinciJAMINAN. Oleh : C
NASKAH PUBLIKASII SKRIPSI PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA JAMINAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA (Study Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menghukum orang-orang yang melanggar norma-norma dengan hukum yang
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan lembaga peradilan dalam suatu negara merupakan hal yang sangat strategis dan menentukan karena lembaga inilah yang bertindak untuk menyelesaikan segala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah negara hukum, demikianlah makna yang tersirat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti di negara Indonesia ada tata hukum
Lebih terperinciBAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt
BAB IV ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt A. Analisis Hukum Acara Peradilan Agama terhadap Pertimbangan Majelis Hakim tentang
Lebih terperinciKEWENANGAN PENGADILAN DALAM MENGADILI MENURUT HUKUM TANPA MEMBEDA-BEDAKAN ORANG (ASAS OBYEKTIFITAS)
KEWENANGAN PENGADILAN DALAM MENGADILI MENURUT HUKUM TANPA MEMBEDA-BEDAKAN ORANG (ASAS OBYEKTIFITAS) ABSTRAK TITIN APRIANI Fakultas Hukum Univ. Mahasaraswati Mataram e-mail : Titinapriani97@yahoo.com, Tujuan
Lebih terperinciPENERAPAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN SERTA ASAS MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA PENCARI KEADILAN DI PERADILAN AGAMA
PENERAPAN ASAS SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN SERTA ASAS MEMBERIKAN BANTUAN KEPADA PENCARI KEADILAN DI PERADILAN AGAMA Oleh : Drs.H. Zainir Surzain., S.H., M.Ag I. PENDAHULUAN Peradilan agama adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbuat atau tidak berbuat di dalam masyarakat. 1 Dari sini dapat dipahami,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum materiil, baik yang tertulis sebagaimana tertuang dalam peraturan perundang-undangan atau bersifat tidak tertulis merupakan pedoman bagi setiap warga masyarakat
Lebih terperinciPROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA
Tempat Pendaftaran : BAGAN PROSEDUR DAN PROSES BERPERKARA Pengadilan Agama Brebes Jl. A.Yani No.92 Telp/ fax (0283) 671442 Waktu Pendaftaran : Hari Senin s.d. Jum'at Jam 08.00 s.d 14.00 wib PADA PENGADILAN
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUUXIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim I. PEMOHON 1. Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.; 2. Dr. H. Suhadi, S.H., M.H.; 3. Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP.,
Lebih terperinciHUKUM FORMIL PERADILAN AGAMA DI INDONESIA
HUKUM FORMIL PERADILAN AGAMA DI INDONESIA 1. Pendahuluan Peradilan Agama di Indonesia sejak berlakunya sistem satu atap (one roof system) 1 dibawah naungan Mahkamah Agung mempunyai peranan penting untuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS A. Tinjauan Umum Mengenai Pencabutan Gugatan Salah satu permasalahan yang muncul dalam suatu proses beracara di muka pengadilan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK Kehadiran tergugat di persidangan adalah hak dari tergugat. Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo menyatakan hal tersebut bahwa tidak ada keharusan bagi tergugat untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Derden verzet merupakan salah satu upaya hukum luar biasa yang dilakukan oleh pihak ketiga dalam suatu perkara perdata. Derden verzet merupakan perlawanan pihak ketiga
Lebih terperinciEKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA. Drs. H. Masrum M Noor, M.H EKSEPSI
1 EKSEPSI KOMPETENSI RELATIF DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PERADILAN AGAMA Drs. H. Masrum M Noor, M.H I EKSEPSI Eksepsi (Indonesia) atau exceptie (Belanda) atau exception (Inggris) dalam istilah hukum acara
Lebih terperinciBAB IV. Hakim dalam memutuskan suatu perkara yang ditanganinya, selain. memuat alasan dan dasar dalam putusannya, juga harus memuat pasal atau
BAB IV ANALISIS YURIDIS TENTANG PENERAPAN HAK EX OFFICIO HAKIM TERHADAP HAK ASUH DAN NAFKAH ANAK DALAM CERAI GUGAT (STUDI PUTUSAN NOMOR : 420/PDT.G/2013/PTA.SBY) A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sedangkan hukum perdata itu dibagi menjadi dua macam yaitu hukum perdata
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bidang ilmu hukum adalah hukum perdata yaitu serangkaian peraturan hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan
Lebih terperinciP U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa
P U T U S A N No. : 264 K / AG / 2006 BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata agama dalam tingkat kasasi telah memutuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan di Indonesia berdasarkan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 34/PUU-XVI/2018 Langkah Hukum yang Diambil DPR terhadap Pihak yang Merendahkan Kehormatan DPR I. PEMOHON Nining Elitos...(Pemohon 1) Sunarno...(Pemohon 2) Eduard
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimenangkan dan pihak yang dikalahkan. Terdapat dua pilihan bagi pihak yang. putusan serta-merta(uitvoerbaar Bij Voorraad).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Putusan dalam persidangan perdata adalah puncak dari suatu proses pencarian kebenaran hukum yang dilakukan hakim berdasarkan prinsip-prinsip dan asas-asas
Lebih terperinciSEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu
1 SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu Pencabutan gugatan atau pencabutan perkara dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama sering sekali dilakukan oleh
Lebih terperinciTATA CARA PEMANGGILAN Oleh : Dr. Hj. Djazimah Muqoddas, SH.,M.Hum
1 TATA CARA PEMANGGILAN Oleh : Dr. Hj. Djazimah Muqoddas, SH.,M.Hum I. Pendahuluan. Pelayanan optimal, transparan dan efektif kepada masyarakat pencari keadilan adalah salah satu tujuan Pengadilan, dalam
Lebih terperinciTINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D
TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D 101 09 643 ABSTRAK Pemeriksaan suatu perkara perdata dimulai pada tingkat Pengadilan
Lebih terperinciKESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2
Lex Crimen, Vol.II/No.1/Jan-Mrt/2013 KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun
Lebih terperinciP E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat
Lebih terperinci1. Pengertian Saksi. 2. Syarat syarat Saksi MAKALAH :
1 MAKALAH : JUDUL : TATA CARA PEMERIKSAAAN SAKSI DI PERSIDANGAN DISAMPAIKAN PADA : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH DI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 28 FEBRUARI
Lebih terperinciPERANAN HAKIM DAN PARA PIHAK DALAM USAHA UNTUK MEMPERCEPAT PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI KLATEN
PERANAN HAKIM DAN PARA PIHAK DALAM USAHA UNTUK MEMPERCEPAT PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI KLATEN SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai
Lebih terperinciPANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?
PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap
Lebih terperinciIS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS
BAB III IS BAT WAKAF SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM ATAS WAKAF TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT A. Kewenangan Peradilan Agama Tugas dan kewenangan peradilan agama sangat terkait dengan kekuasaan peradilan dalam
Lebih terperinciBAB IV. memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili agar
BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NOMOR: 543/Pdt.G/2011/PA.Mlg PERIHAL UPAYA HUKUM VERZET ATAS PUTUSAN VERSTEK DALAM SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Analisis Terhadap Dasar Pertimbangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia
Lebih terperinci