SEBARAN GRANIT DI INDONESIA
|
|
- Fanny Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 SEBARAN GRANIT DI INDONESIA Orogenesis di Kepulauan Indonesia diikuti oleh intrusi seperti batolit granit sebagai inti geantiklin. Granit ini berumur Permo-Triassic sampai Tersier akhir, sedemikian sehingga mereka menyebar secara berangsur lebih muda di jalur orogenesa dari pusat diastrofisma yang berbeda. Di pusat orogenesa pasti mempunyai tahap diatrofisma dan granit yang paling tua, kemudian gejalanya menjadi lebih muda ke arah busur sebelah luar. Perkecualian dibentuk oleh granit Sumba berumur Mesosoikum. Di dataran Sunda sebaran massa plutonik dari yang bagian dalam ke sebelah luar sudah jelas. Poros Daratan Sunda dibentuk oleh jalur Anambas-Schwaner yang berumur Permotrias. Perjalanan ke utara dari poros ini, ditemukan pertama Zona Natuna-Semitau dengan umur lebih tua, sekitar Trias. Di Seberuwang didapatkan diorit berumur Kapur Akhir. Di Ketungau batuan berumur Tersier Tengah diduga diorit. Di Sumatra busur bagian dalam dari Sistem Pegunungan Sunda terdapat jalur dengan massa seperti granit di unit terlipat. Jalur berumur Kapur akhir ini meluas dari timur melalui Pulau Jawa ke Flores. Di Ambon, Kaibodo, Manipa dan Kellang tempat busur Banda ini berakhir dijumpai batuan seperti granit berumur Tersier Tengah. Dari Kalimantan ke timur kita bertemu granit berumur Kapur Meratus, dan kemudian granit berumur Tersier di Sulawesi utara. Distribusi granit ini betul-betul menyatakan bahwa telah ada suatu pertumbuhan granit sejak Mesosoikum dari Anambas-Schwaner ke arah Sistem Pegunungan Sunda. Di bagian pusat sekarang membentuk kerak bumi yang kaku seperti karakter kontinental. Intrusi granit terjadi secara bertahap sesuai evolusi orogenesa. Pada puncak dari geantiklin kita temukan aktivitas jenis magma volkanis seri Pacific, dengan komposisi basalikandesit. Aktivitas ini di dalam jalur geantiklin didahului oleh tekanan dan intrusi ofiolit di geosinklin; langkah-langkah berikutnya terjadi evolusi orogenesa dan magma Mediteran. Oleh karena itu diperlukan memandang masalah dari asal granit Kepulauan Indonesia dalam hubungan dengan formasi dari asal magma granit. A. SUMATERA Batuan granit di sekitar Sumatera memiliki usia dari Paleozoic (Silur) hingga Tersier (Cobbing, 2005; Setijadji, 2009 dalam Setijadji, 2011). Batuan granit tersebut merupakan produk dari
2 sejarah geologi yang kompleks dari pulau Sumatera. Granitoid Mesozoikum-Paleozoikum hadir sebagai bukit terisolasi hingga pegunungan yang sebagian besar ditutupi oleh batuan yang lebih muda yang mengakibatkan kesulitan untuk menentukan sabuk, disaat terdapat sabuk. Sabuk granitoid Sumatera dianggap sebagai kelanjutan dari sabuk granit Asia Tenggara, meskipun korelasi tersebut masih kontroversial. Gambar 2 menunjukkan usaha untuk menghubungkan sabuk granit Asia Tenggara dan Sumatera menurut Cobbing (2005) dalam Setijadji (2011). Gambar 2. Batuan granit di Sumatera dan pulau-pulau Tin (Bangka, Belitung) dan kemungkinan hubungan dengan granit Asia Tenggara (dimodifikasi dari Cobbing 2005). Pulau Belitung / Pulau Tin Secara geologi, batuan granit ini berumur Trias hingga Kapur, atau terbentuk kira-kira antara 200 juta tahun hingga 65 juta tahun yang lalu (Gambar 3. Peta Geologi Lembar Belitung, Baharuddin dan Sidarto, 1995). Batuan ini merupakan hasil pembekuan magma yang bersifat asam, yaitu dengan kandungan silika yang tinggi lebih dari 65%.
3 Gambar 3. Peta Geologi Belitung (Baharuddin dan Sidarto, 1995; P3G Bandung) Dari peta geologi terlihat bahwa granit tertua berumur Trias (Triassic) tersebar di Belitung bagian barat laut, termasuk di Pantai Tanjungtinggi, Pulau Kepayang dan Pulau Lengkuas. Singkapannya dengan bongkah-bongkah besar berwara abu-abu terang, berkristal kasar hingga sangat kasar. Granit ini kaya akan mineral kasiterit primer. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) juta (Zaman Trias). Intrusi granit berikutnya berumur Zaman Jura (Jurasic)tersebar terutama di bagian selatan Belitung, di Pantai Penyabong, termasuk juga Bukit Baginde, dan Pantai Klumpang. Granit ini pada peta geologi disebut Adamelit Baginda denganwarna abu-abu hingga kehijauan, berbutir kasar hingga sangat kasar dan banyak dijumpai xenolit (batuan lain yang masuk ke dalam intrusi) dan tidak mengandung kasiterit. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) juta (Zaman Jura). Intrusi granit paling muda adalah berumur Kapur (Cretaceous) tersebar di timur laut Belitung, di Pantai Burungmandi dan Gunung Bolong Tanjung, yang lebih intermedier dan dikenal sebagai
4 Granodiorit Burungmandi, serta dalam sebaran terbatas di Gunung Batubesi dan Air Dengong sebagai Diorit Kuarsa Batubesi. Warnanya umumnya lebih gelap karena lebih banyak kandungan mineral berwarna gelap felspar. Butirannya sedang, tidak kasar. Umur absolutnya menurut penyelidikan Priem et al (dalam Baharuddin dan Sidarto, 1995) juta (Zaman Kapur). Seluruh intrusi granit, granodiorit dan diorit ini menerobos batuan sedimen yang terlebih dahulu diendapkan pada Masa Paleozoik (Permo-Karbon), yaitu Formasi Kelapakampit berupa selangseling batupasir-batulempung dan sisipan batuan sedimen lain, serta Formasi Tajam berupa batupasir kuarsa dengan sisipan batulanau. Itulah sebabnya kedua formasi batuan sedimen ini mengalami proses metamorfosis sehingga berubah menjadi metasedimen yang lebih keras. Selain itu formasi-formasi ini diterobos oleh urat-urat kuarsa yang banyak membawa mineral bijih primer kasiterit. Dari sisi mineralogi, jika kita amati batu granit, maka kita akan jumpai banyak mineral yang mudah dikenal, yaitu yang berwarna terang seperti kaca dengan bentuk tidak beraturan yang disebut sebagai mineral kuarsa. Mineral lain yang biasanya muncul pada granit adalah K-felspar atau orthoklas dan plagioklas yang biasanya dicirikan oleh mineral-mineral memanjang berwarna coklat, merah muda pucat, atau putih. Mineral lain adalah biotit yang berwarna coklat pucat dengan bentuk pipih tipis sehingga disebut juga sebagai mika. Mineral lain dalam persentase yang sangat kecil adalah mineral-mineral mafik golongan felspar yang berwarna gelap, seperti hornblenda atau piroksen. Kompleks Granitoid Sibolga, Sumatera Utara Menurut Subadrio (2012), Kompleks Granitoid Sibolga di Sumatra Utara memperlihatkan karateristik granitoid tipe-a. Pluton granitoid Sibolga terletak berbatasan dengan pantai barat Sumatra Utara. Berdasarkan identifikasi tekstur dan mineralogi, daerah penelitian dibagi menjadi empat fasies, yaitu granit biotit, sienit biotit, sienit hornblende dan meta-volkanik. Granit biotit mencakup fasies yang terluas di daerah penelitian, Granitoid Sibolga mengintrusi batuan metasedimen berumur Karbon Formasi Kluet. Pluton Kompleks Granitoid Sibolga yang berumur Perm Akhir-Trias Akhir ini dipotong oleh intrusi berupa korok batuan mafic. Batuan granitoid Sibolga umumnya mempunyai kandungan SiO 2 antara 59-76%, alkali total relative tinggi 8-11%, kaya akan Rb, Zr dan Ga serta nilai perbadingan tinggi Ga/Al, tetapi rendah kadar Ba, Sr dan logam transisi. Pengayaan Mo-U dapat dijumpai di beberapa tempat. Berdasarkan saturasi
5 aluminina, batuan Sibolga teridentifikasi sebagai batuan transisi antara metaluminus ringan hingga peraluminus dengan kisaran A/CNK 0,8 hingga 1,3. Ciri-ciri geokimia lainnya adalah granitoid Sibolga cenderung berasosiasi dengan lingkungan tektonik late-orogenic hingga anorogenic serta Within Plate Granite (WPG). A. KALIMANTAN Batuan granit di Kalimantan didominasi oleh Cretaceous I-jenis (magnetit-series) batolit, meskipun lebih tua dan lebih muda batu juga hadir (Setijadji et al., 2010) Data radiometrik menunjukkan panjang sejarah magmatisme sejak Late Carboniferous sampai Kuarter. Granit Tertua adalah S-type Lumo Granit (Late Carboniferous-Early Permian), terletak di dekat Pegunungan Meratus di Tenggara Pulau Kalimantan (Hartono et al., 2000 di Setijadji et al., 2010). Granodiorit berumur Tersier tengah juga di Kalimantan Utara (Kinabalu), yang belakangan menjadi anggota busur orogenesa Pilipina. Intrusi diorit di daerah Telen Kalimantan Timur menduduki suatu posisi terisolasi. Mereka mungkin menjadi anggota Zona Semitau. Dari zona Anambas-Schwaner ke arah selatan dijumpai granit Malaya berumur Yura di Kepulauan Riau- Lingga, Bangka, Billiton, Karimata Pulau dan Kalimantan Barat. Zone ini dapat dibagi menjadi dua jalur. Di bagian dalam cebakan timah jarang dijumpai, dan sebelah luar membentuk jalur timah
BAB I PENDAHULUAN. batuan dan kondisi pembentukannya (Ehlers dan Blatt, 1982). Pada studi petrologi
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Petrologi merupakan suatu cabang ilmu geologi yang mempelajari tentang batuan dan kondisi pembentukannya (Ehlers dan Blatt, 1982). Pada studi petrologi batuan beku
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Izin penambangan kaolin oleh PT Aneka Kaoline Utama yang dikeluarkan oleh Bupati Belitung masih dalam bentuk Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) Bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Timah merupakan salah satu mineral ekonomis yang sangat penting dan potensial di dunia karena mempunyai manfaat yang sangat melimpah. Timah banyak digunakan di bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN I.1 Judul Penelitian Penelitian ini berjudul Studi Karakteristik Batuan Beku dan Evolusi Magma di Daerah Ruwai, Pegunungan Schwaner, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah I.2 Latar Belakang
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Timah merupakan komoditas tambang tertua dan penting di Indonesia. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan merupakan salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Petrogenesis merupakan bagian dari ilmu petrologi yang menjelaskan tentang seluruh aspek pembentukan batuan mulai dari sumber, proses primer terbentuknya batuan hingga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan
Lebih terperinciBab II Tinjauan Pustaka
Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Tektonik Sumatera Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas ke atas. Diapir-diapir
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Stuktur DNF terletak kurang lebih 160 kilometer di sebelah barat kota Palembang. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai
Lebih terperinciSTUDI MINERALISASI TIPE ENDAPAN GREISEN DI BUKIT MONYET KECAMATAN PANGKALAN BARU KABUPATEN BANGKA TENGAH
STUDI MINERALISASI TIPE ENDAPAN GREISEN DI BUKIT MONYET KECAMATAN PANGKALAN BARU KABUPATEN BANGKA TENGAH Mardiah Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Bangka Belitung Balunijuk, Kabupaten
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timurbarat (Van Bemmelen, 1949). Zona tersebut dari arah utara ke selatan meliputi: 1. Zona
Lebih terperinciMetamorfisme dan Lingkungan Pengendapan
3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras
Lebih terperinciSTUDI DEPOSIT MONASIT DAN ZIRKON DI DAERAH CERUCUK BELITUNG
STUDI DEPOSIT MONASIT DAN ZIRKON DI DAERAH CERUCUK BELITUNG Bambang Soetopo, Lilik Subiantoro, Dwi Haryanto Pusat Pengembangan Geologi Nuklir BATAN Kawasan PPTN Pasar Jum at, Jakarta Selatan ABSTRAK STUDI
Lebih terperinciINVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI
INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh
Lebih terperinciBAB II STRATIGRAFI REGIONAL
BAB II STRATIGRAFI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI JAWA TIMUR BAGIAN UTARA Cekungan Jawa Timur bagian utara secara fisiografi terletak di antara pantai Laut Jawa dan sederetan gunung api yang berarah barat-timur
Lebih terperinciBAB 2 Tatanan Geologi Regional
BAB 2 Tatanan Geologi Regional 2.1 Geologi Umum Jawa Barat 2.1.1 Fisiografi ZONA PUNGGUNGAN DEPRESI TENGAH Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949). Daerah Jawa Barat secara fisiografis
Lebih terperinciEksplorium ISSN Volume 33 No. 1, M e i 2012: 25-40
Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 33 No. 1, M e i 2012: 25-40 STUDI DEPOSIT MONASIT DAN ZIRKON DALAM BATUAN KUARTER DI DAERAH CERUCUK BELITUNG Bambang Soetopo, Lilik Subiantoro, Priyo Sularto, Dwi Haryanto
Lebih terperinciBAB 2 TATANAN GEOLOGI
BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Fisiografi Jawa Barat (Gambar 2.1), berdasarkan sifat morfologi dan tektoniknya dibagi menjadi empat bagian (Van Bemmelen, 1949 op. cit. Martodjojo, 1984),
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 bagian yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan Jawa
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Kerangka Tektonik dan Struktur Geologi Regional Pulau Kalimantan berada di bagian tenggara dari lempeng Eurasia. Pulau Kalimantan berbatasan dengan Laut Cina Selatan di bagian
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis dan struktural daerah Jawa Barat dapat di bagi menjadi 4 zona, yaitu Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitan Granit secara umum terbagi menjadi dua tipe, yaitu tipe I dan Tipe S. Granit tipe I atau Igneous menunjukan granit yang terbentuk akibat dari proses peleburan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Bangka memiliki batuan granitik yang melampar luas dengan beberapa variasi sifat (Cobbing et al., 1992). Granit di Pulau Bangka merupakan bagian
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI
BAB III TATANAN GEOLOGI Daerah penyelidikan (gambar 3.1) berada di daerah Tambu. Secara administratif daerah panas bumi Tambu termasuk dalam wilayah Kecamatan Balaesang, Kabupaten Donggala, Propinsi Sulawesi
Lebih terperinciINVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Paparan Sunda 2. Zona Dataran Rendah dan Berbukit 3. Zona Pegunungan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara
Lebih terperinciBAB 9 KESIMPULAN. Bab terakhir ini meringkaskan secara padat kesimpulan yang telah dicadangkan di
BAB 9 KESIMPULAN 9.1 Pendahuluan Bab terakhir ini meringkaskan secara padat kesimpulan yang telah dicadangkan di dalam setiap bab sebelum ini dengan mengetengahkan penemuan dan tafsiran baru khusus bagi
Lebih terperinciSURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG
SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
1 BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di daerah Subang, Jawa Barat, untuk peta lokasi daerah penelitiannya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Peta Lokasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL
BAB II TINJAUAN GEOLOGI REGIONAL 2.1. TINJAUAN UMUM Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya dibagi menjadi tiga mendala (propinsi) geologi, yang secara orogen bagian timur berumur lebih tua sedangkan bagian
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Cekungan Jawa Barat Utara merupakan cekungan sedimen Tersier yang terletak tepat di bagian barat laut Pulau Jawa (Gambar 2.1). Cekungan ini memiliki penyebaran dari wilayah daratan
Lebih terperinciBAB IV ALTERASI HIDROTERMAL
BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Struktur Geologi Sumatera terletak di sepanjang tepi Barat Daya Paparan Sunda, pada perpanjangan Lempeng Eurasia ke daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.
Lebih terperinciSURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG
SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Lokasi Penelitian Gambar 3. Letak cekungan Asam-asam (Rotinsulu dkk., 2006) Pulau Kalimantan umumnya merupakan daerah rawa-rawa dan fluvial. Selain itu juga terdapat
Lebih terperinciInterpretasi Stratigrafi daerah Seram. Tabel 4.1. Korelasi sumur daerah Seram
BAB 4 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 4.1. Interpretasi Stratigrafi 4.1.1. Interpretasi Stratigrafi daerah Seram Daerah Seram termasuk pada bagian selatan Kepala Burung yang dibatasi oleh MOKA di bagian utara,
Lebih terperinciTIPE GRANIT SEPANJANG PANTAI TIMUR PULAU BATAM DAN PANTAI BARAT PULAU BINTAN, PERAIRAN SELAT BATAM BINTAN
Tipe Granit Sepanjang Pantai Timur Pulau Batam Dan Pantai Barat Pulau Bintan, Perairan Selat Batam Bintan (D. Setiady, et.al) TIPE GRANIT SEPANJANG PANTAI TIMUR PULAU BATAM DAN PANTAI BARAT PULAU BINTAN,
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.2 Fisiografi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 zona (Gambar 2.1), pembagian zona tersebut berdasarkan sifat-sifat morfologi dan tektoniknya (van
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI Menurut van Bemmelen (1949), fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi enam zona, yaitu Zona Dataran Aluvial Utara Jawa Barat, Zona Antiklinorium Bogor, Zona Gunungapi
Lebih terperinciBAB 2 GEOLOGI REGIONAL
BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan
Lebih terperinciEKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU
EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium
Lebih terperinciCiri Litologi
Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografi, Pulau Jawa berada dalam busur kepulauan yang berkaitan dengan kegiatan subduksi Lempeng Indo-Australia dibawah Lempeng Eurasia dan terjadinya jalur
Lebih terperinciSoepriadi dan Bambang Pardiarto Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi
PENELITIAN DAN EVALUASI HASIL PENGEBORAN LOGAM TIMAH PRIMER DI DAERAH PARIT TEBU, KECAMATAN GANTUNG, KABUPATEN BELITUNG TIMUR, PROVINSI BANGKA BELITUNG Soepriadi dan Bambang Pardiarto Kelompok Penyelidikan
Lebih terperinciTATANAN TEKTONIK ZONA SUBDUKSI DAN BATUAN BEKU INDONESIA
TATANAN TEKTONIK ZONA SUBDUKSI DAN BATUAN BEKU INDONESIA RIVDHAL SAPUTRA Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta, Indonesia ABSTRAK Proses magmatisme
Lebih terperinciJilid 1. Penulis : Arief Harisa Muhammad. Copyright 2013 pelatihan-osn.com. Cetakan I : Oktober Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.
Jilid 1 Penulis : Arief Harisa Muhammad Copyright 2013 pelatihan-osn.com Cetakan I : Oktober 2012 Diterbitkan oleh : Pelatihan-osn.com Kompleks Sawangan Permai Blok A5 No.12 A Sawangan, Depok, Jawa Barat
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Daerah Jawa Barat memiliki beberapa zona fisiografi akibat pengaruh dari aktifitas geologi. Tiap-tiap zona tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum wilayah utara Jawa Barat merupakan daerah dataran rendah, sedangkan kawasan selatan merupakan bukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi.
Lebih terperinciPENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
PENYEBARAN CEBAKAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN AIRGEGAS KABUPATEN BANGKA SELATAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Heru Sigit Purwanto Program Pascasarjana Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi
4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lokasi Penelitian Menurut Van Bemmelen (1949), lokasi penelitian masuk dalam fisiografi Rembang yang ditunjukan oleh Gambar 2. Gambar 2. Lokasi penelitian masuk dalam Fisiografi
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dibagi menjadi empat bagian besar (van Bemmelen, 1949): Dataran Pantai Jakarta (Coastal Plain of Batavia), Zona Bogor (Bogor Zone),
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara umum Jawa Barat dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu wilayah utara, tengah, dan selatan. Wilayah selatan merupakan dataran tinggi dan pantai, wilayah tengah merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas subduksi antara lempeng Indo-Australia dengan bagian selatan dari
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pulau Jawa dianggap sebagai contoh yang dapat menggambarkan lingkungan busur kepulauan (island arc) dengan baik. Magmatisme yang terjadi dihasilkan dari aktivitas
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Daerah penelitian hanya berada pada area penambangan PT. Newmont Nusa Tenggara dan sedikit di bagian peripheral area tersebut, seluas 14 km 2. Dengan
Lebih terperinciBAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU
BAB IV PROVENAN BATUPASIR FORMASI KANTU 4.1 Pendahuluan Kata provenan berasal dari bahasa Perancis, provenir yang berarti asal muasal (Pettijohn et al., 1987 dalam Boggs, 1992). Dalam geologi, istilah
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN. Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian
BAB II GEOLOGI REGIONAL DAERAH PENELITIAN 2.1 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatera Selatan Posisi C ekungan Sumatera Selatan yang merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II.1 Fisiografi Menurut van Bemmelen (1949), Jawa Timur dibagi menjadi enam zona fisiografi dengan urutan dari utara ke selatan sebagai berikut (Gambar 2.1) : Dataran Aluvial Jawa
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Jawa barat dibagi atas beberapa zona fisiografi yang dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan aspek geologi dan struktur geologinya.
Lebih terperinciGEOLOGI REGIONAL. Gambar 2.1 Peta Fisiografi Jawa Barat (van Bemmelen, 1949)
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona (Gambar 2.1), yaitu : 1. Zona Gunungapi Kuarter 2. Zona Dataran Aluvial Jawa Barat Utara
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barattimur (van Bemmelen, 1949 dalam Martodjojo, 1984). Zona-zona ini dari utara ke
Lebih terperinciBAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI
BAB II KEADAAN UMUM DAN KONDISI GEOLOGI 2.1 KESAMPAIAN DAERAH 2.1.1 Kesampaian Daerah Busui Secara geografis, daerah penelitian termasuk dalam daerah administrasi Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Pasir,
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Indonesia merupakan tempat pertemuan antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Eurasia yang relatif diam, Lempeng Pasifik Barat yang relatif bergerak ke arah baratlaut, dan Lempeng Hindia
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Endapan mineral Batu Hijau yang terletak di Pulau Sumbawa bagian baratdaya merupakan endapan porfiri Cu-Au. Pulau Sumbawa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan penggunaan timah hitam oleh negara maju. Peningkatan konsumsi untuk berbagai kebutuhan
Lebih terperinciMINERALOGY AND GEOCHEMISTRY OF BAGINDA HILL GRANITOID, BELITUNG ISLAND, INDONESIA
MINERALOGY AND GEOCHEMISTRY OF BAGINDA HILL GRANITOID, BELITUNG ISLAND, INDONESIA (MINERALOGI DAN GEOKIMIA GRANITOID BUKIT BAGINDA, PULAU BELITUNG, INDONESIA) Naufal Ikhsan Anastasia Dewi Titisari * Departemen
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Regional Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian barat. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Van Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL Pulau Sumatera terletak di sepanjang tepi baratdaya dari Sundaland (tanah Sunda), perluasan Lempeng Eurasia yang berupa daratan Asia Tenggara dan merupakan bagian dari Busur Sunda.
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL
BAB III TATANAN GEOLOGI REGIONAL 3.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi zona fisiografi Jawa Barat menjadi empat bagian (Gambar 3.1). Pembagian zona yang didasarkan pada aspek-aspek fisiografi
Lebih terperinciFoto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama
Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Sulawesi Selatan) (Gambar 1.1). Setiawan dkk. (2013) mengemukakan bahwa
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batuan metamorf merupakan batuan yang persebarannya terbatas di Indonesia dan muncul di tempat tertentu seperti Daerah Komplek Luk Ulo (Jawa Tengah), Komplek Meratus
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografis Regional Secara fisiografis, Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Antiklinorium Bandung, Zona Depresi Bandung,
Lebih terperinciA. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK)
A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK) Batuan Beku Ultrabasa (Ultramafik) adalah batuan beku dan meta -batuan beku dengan sangat rendah kandungan silika konten (kurang dari 45%), umumnya > 18% Mg O, tinggi
Lebih terperinciPOLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG
Jurnal Fisika Vol. 3 No. 1, Mei 2013 95 POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG D. G. Pryambodo 1, *, M. Hasanudin 2 1 Loka Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir, KKP Jl.
Lebih terperinciBAB II TATANAN GEOLOGI
BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi Thorp dkk. (1990; dalam Suwarna dkk., 1993) membagi fisiografi wilayah Singkawang, Kalimantan Barat, menjadi 5 zona fisiografi (Gambar 2.1,
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di
Lebih terperinciSTUDI KARAKTERISTIK DAN PETROGENESIS BATUAN BEKU DI DAERAH SINGKAWANG DAN SEKITARNYA, PROVINSI KALIMANTAN BARAT
STUDI KARAKTERISTIK DAN PETROGENESIS BATUAN BEKU DI DAERAH SINGKAWANG DAN SEKITARNYA, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Egy Erzagian 1* Lucas Donny Setijadji 2 I Wayan Warmada 2 1 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Gambaran Umum Daerah penelitian secara regional terletak di Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan ini dibatasi Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di sebelah
Lebih terperinciBatuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan
Batuan beku atau batuan igneus (dari Bahasa Latin: ignis, "api") adalah jenis batuan yang terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di bawah permukaan
Lebih terperinciIII.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk
III.3 Interpretasi Perkembangan Cekungan Berdasarkan Peta Isokron Seperti telah disebutkan pada sub bab sebelumnya bahwa peta isokron digunakan untuk menafsirkan perkembangan cekungan. Perlu diingat bahwa
Lebih terperinciOKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36
PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 FISIOGRAFI REGIONAL Kabupaten Brebes terletak di Jawa Tengah bagian baratlaut. Fisiografi Jawa Tengah berdasarkan Bemmelen (1949) terbagi atas 6 zona (Gambar 2.1), yaitu: 1.
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Morfologi Pulau Sumatra memiliki orientasi baratlaut yang terbentang pada ekstensi dari Lempeng Benua Eurasia. Pulau Sumatra memiliki luas area sekitar 435.000
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Daerah penyelidikan terletak di Desa Popai, Kecamatan Ella Hilir, Kabupaten Melawi, Propinsi Kalimantan Barat. Secara geografis daerah penyelidikan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
9 II.1 Fisiografi dan Morfologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL Area Penelitian Gambar 2-1 Pembagian zona fisiografi P. Sumatera (disederhanakan dari Van Bemmelen,1949) Pulau Sumatera merupakan salah
Lebih terperinciBAB III TATANAN GEOLOGI
BAB III TATANAN GEOLOGI Daerah penelitian terletak di daerah Ria-ria, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, tepatnya pada posisi koordinat 98 o 54 00-99 o 01 30 BT dan 1 o 56 30 2 o 06 00 LU. Gambar
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Pulau Kalimantan merupakan salah satu pulau terbesar di Indonesia. Pulau ini terdiri dari daerah dataran dan daerah pegunungan. Sebagian besar daerah pegunungan berada
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL II. 1 KERANGKA GEOLOGI REGIONAL Sebelum membahas geologi daerah Tanjung Mangkalihat, maka terlebih dahulu akan diuraikan kerangka geologi regional yang meliputi pembahasan fisiografi
Lebih terperinciBAB III ALTERASI HIDROTERMAL
BAB III ALTERASI HIDROTERMAL 3.1 Tinjauan Umum White (1996) mendefinisikan alterasi hidrotermal adalah perubahan mineralogi dan komposisi yang terjadi pada batuan ketika batuan berinteraksi dengan larutan
Lebih terperinciINVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT)
INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN KAIMANA, PROVINSI IRIAN JAYA BARAT (PAPUA BARAT) Kisman 1 dan Bambang Nugroho Widi 1 1 Kelompok Program dan Penelitian Mineral SARI Daerah Kaimana merupakan salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Perusahaan CV. Putra Parahyangan Mandiri adalah salah satu perusahaan batubara yang terletak di Kec. Satui, Kab. Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, yang didirikan
Lebih terperinci