Soepriadi dan Bambang Pardiarto Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Soepriadi dan Bambang Pardiarto Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi"

Transkripsi

1 PENELITIAN DAN EVALUASI HASIL PENGEBORAN LOGAM TIMAH PRIMER DI DAERAH PARIT TEBU, KECAMATAN GANTUNG, KABUPATEN BELITUNG TIMUR, PROVINSI BANGKA BELITUNG Soepriadi dan Bambang Pardiarto Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Pulau Belitung termasuk jalur timah Indonesia yang memanjang dari tenggara hingga Baratdaya, Selain Pulau Belitung, pulau lain seperti Bangka, Singkep, Kundur, Karimun dan pulau-pulau kecilnya juga termasuk penghasil timah di Indonesia. Jalur timah ini menerus hingga ke Malaysia-Thailand dan Burma. Pulau-pulau yang disebutkan diatas yang terletak di Jalur timah Indonesia, tidak diragukan sebagai penghasil timah terbesar di dunia.secara regional, Pulau Belitung ditutupi oleh runtunan batuan metasedimen yang berumur dari Karbon hingga Perem (Gambar 13). Runtunan ini dibedakan menjadi Formasi Kelapa Kampit, Tajam dan Siantu (Baharuddin dkk., 1995). Didaerah penyelidikan mineralisasi timah primer yang dijumpai dipermukaan umumnya mempunyai tipe urat dengan gangue mineral berupa kwarsa yang berasosiasi dengan mineral besi. Mineralisasi terdapat dalam batupasir kwarsa kadang berselingan dengan batulanau/lempung yang termetakan. Sedangkan dari hasil pemboran tidak nampak jelas mineralisasi timah yang diamati. Kemungkinan mineralisasi timah terdapat sebagai urat halus/hairline bersama dengan mineral besi yang memotong batupasirkwarsa, batu lanau dan batulempung. Mineralisasi tipe urat kwarsa polimetalik yang mengandung galena, spalerit dan pirit terdapat dalam batuan meta batu pasir/kwarsit. Proses pembentukan mineralisasi diperkirakan mempunyai tiga tahap. Tahap pertama mineralisasi timah tipe urat yang berhubungan dengan batolit granit Tanjung Pandan berumur Trias. Kemudian tahap dua adalah pembentukan urat kwarsa putih susu, masiv dengan mineralisasi pirit akibat terobosan batuan adamelit Baginda berumur Jura. Tahap ketiga atau terakhir adalah adanya terobosan batuan diorit kwarsa Batubesi berumur Kapur yang meyebabkan terbentuknya mineralisasi tipe urat kwarsa polimetalik yang mengandung galena, sphalerit dan pirit. Respon hasil survey IP pada lintasan E menunjukkan khususnya pada titik lubang bor LB-02 terlihat semakin kedalam terjadi peningkatan resistivity dan chargebility. Anomali ini diperkirakan lebih mencerminkan pada kondisi batuan yaitu adanya kwarsit dan kandungan mineral sulfida yang tinggi berupa urat polimetalik. PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagai tindak lanjut dari hasil kajian timah primer tahun 2013, penyelidikan untuk menentukan wilayah pengeboran eksplorasi mineral logam timah primer dan logam lainnya di daerah Parit Tebu, Lintang dan survey geofisika oleh Pusat Sumber Daya Geologi mulai dari survey tinjau, pengamatan geologi, penyelidikan geokimia dan geofisika, tahun 2014 yang di pusatkan di daerah Parit Tebu, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur. Hasil penyelidikan tersebut memperlihatkan zona anomali mineral logam yang perlu ditindaklanjuti dengan metoda eksplorasi rinci uji geologi (pengeboran). Tahun Anggaran 2015, Pusat Sumber Daya Geologi telah melakukan kegiatan yaitu Penelitian dan Evaluasi Potensi Hasil Pengeboran Logam Timah Primer di daerah Parit Tebu Desa Batu Penyu, Kecamatan Gantung,

2 Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Maksud dan Tujuan Kegiatan ini dimaksudkan mengidentifikasi geologi bawah permukaan dalam kaitannya dengan mineralisasi timah untuk mengetahui besarnya potensi timah primer berdasarkan hasil dari data pengeboran. Tujuannya memperoleh data secara rinci potensi timah primer di daerah pengeboran dan melengkapi data neraca sumber daya mineral dan tata ruang pertambangan di daerah. Lokasi Kegiatan Lokasi kegiatan terletak di daerah Parit Tebu, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur (Gambar.1). Secara geografis terletak antara '31,4 BT '45,5 BT dan 2 57'33,1 - LS, 3 00'15,7 LS, dan koordinat utm (Unit transfers mecator) menunjukkan titik bor Xm.175,589.2 Ym.9,670,206.2; Xm.176,408.1, Ym. 670,111.9 dan Xm.177,769.0, Ym. 9,670, METODOLOGI Pengumpulan data sekunder Merupakan data hasil penelitian di lokasi penyelidikan yang telah dilakukan sebelumnya yang meliputi kegiatan penyelidikan, penelitian dan eksplorasi instansi pemerintah, kegiatan eksplorasi dari perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan mineral logam. Pengumpulan data primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan uji geologi pengeboran dengan bertujuan untuk memperoleh data geologi berserta ubahan dan mineralisasi logam, mengetahui keterjadian mineralisasi logam dan skematik model mineralisasi dan memiliki anomali geokimia keterdapatan mineral logam. Pengeboran dilakukan dengan mesin bor Longyear-38 dengan kedalaman 175 meter untuk masingmasing 3 (tiga) titik lubang bor dengan arah N90 o E. Conto bor diambil sekitar ±3 kg untuk kebutuhan analisis laboratorium dan sebagian untuk arsip. Analisis Laboratorium Analisis laboratorium dilakukan terhadap conto-conto yang diambil hasil pengeboran, seperti: Analisis petrografi, mineragrafi, analisis kimia, inklusi fluida dan XRD. HASIL PENYELIDIKAN Kegiatan pengeboran cebakan timah primer dilakukan didaerah Parit Tebu, Desa Batu Penyu, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur. Kegiatan ini merupakan pemboran uji geologi yang dilakukan dengan latar belakang berdasarkan hasil survey geofisika metoda Induced Polarization (IP) dan magnet tahun 2014 (Gambar 3,4,5). Pemboran vertikal dilakukan pada tiga titik lubang bor dengan kedalaman masingmasing 175 m yang menghasilkan inti bor berukuran HQ dan NQ dengan core recovery rata-rata mencapai 98%. Pelaksanaan pemboran menggunakan rig tipe Long Year 38 yang dilakukan oleh PT. Dunggio Drilling dalam kurun waktu bulan Agustus-September-Oktober Geologi Daerah Penelitian Morfologi Secara morfologi, wilayah Parit Tebu memperlihatkan perbukitan bergelombang rendah dan pedataran dengan ketinggian berkisar dari m diatas permukaan laut ditutupi oleh batuan sedimen Formasi Tajam dan endapan alluvial. Umumnya, daerah ini ditutupi oleh pepohonan yang relatif rendah dan perkebunan masyarakat. Daerah pedataran umumnya berupa daerah rawa, lembah dan daerah tambang timah. Umumnya, daerah ini agak gundul dan

3 hanya ditutupi oleh pohon-pohon pardu dan rerumputan Geologi dan Mineralisasi Daerah Sekitar Pengeboran. Satuan batuan yang mendominasi daerah ini terdiri atas batu pasir kwarsa berselingan dengan batu lempung dan batu lanau yang diduga merupakan bagian dari Formasi Tajam berumur Permo - Karbon (Gambar 12 /Peta Geologi). Kemudian satuan batuan tersebut secara menjemari berhubungan dengan meta batupasir kwarsa/kwarsit, batusabak dan lempung tufaan yang merupakan bagian dari Formasi Kelapa Kampit yang juga berumur Permo-Karbon. Jurus dan kemiringan lapisan batupasir yang kontak dengan batu lempung yang teridentifikasi berarah N E/15 dan N E/45 (Gambar.6). Umumnya batuan ini sebagian besar telah mengalami pelapukan kuat yang membentuk endapan laterit/limonit yang mengandung mineral oksida besi. Sebagian satuan batuan tersebut masih tampak segar dengan ubahan silika, pirit dan lempung serta setempat-setempat mengandung urat/urat halus kwarsa. Batuan terkekarkan kuat dimana retakan yang terbentuk diisi oleh urat kuarsa tipis (mm) dan oksida besi/limonit yang saling berpotongan sebagaimana dijumpai disekitar Bukit Klenteng. Endapan aluvial yang terdiri atas pasir, lanau dan lempung menutupi kedua satuan batuan tersebut yang menempati pada lembah sungai. Struktur geologi yang teramati adalah berupa kekar dan patahan normal yang diperkirakan dengan arah hampir utara-selatan. Gejala patahan ini ditandai oleh adanya pola perubahan jurus dan kemiringan lapisan batupasir yang berada disekitar Bukit Klenteng. Sedangkan kekar yang terbentuk umumnya terisi oleh oksida besi/limonit seperti yang dijumpai didaerah sekitar Bukit Klenteng Indikasi mineralisasi berupa urat/urat halus kwarsa dengan tebal 1mm - 3 cm, tidak beraturan dan saling perpotongan pada perselingan batupasir kwarsa dan meta batulempung. Mineral kasiterit teramati pada dua singkapan urat kwarsa dengan tebal 1 s.d 2,5 cm, agak transparan, kristalin dan struktur vuggy dan comb, berarah N 100 E/50 dan N 65 E/55 seperti yang ditemukan didaerah Bukit Klenteng pada lokasi KL 01 R/2015 ( Gambar 7). Pada tempat lain urat-urat kwarsa juga mengandung mineral timah dan hematit/gutit pada batu pasir yang disertai dengan urat-urat halus limonitik pada lokasi KL R/2015 Selain itu hasil pelapukan bijih logam berupa gossan yang mengandung gutit, jarosit dan hematit juga ditemukan disekitar daerah ini. Diduga terbentuknya gossan akibat dari proses pelapukan terhadap batuan termineralisasi dengan intensitas kuat urat tipis dan kandungan besi yang tinggi sehingga memberikan warna merah dan kuning kecoklatan (Gambar 8). Hasil pemerian batuan inti secara rinci masing-masing lubang bor tersebut dapat diresumekan pada Tabel 1. Pembahasan Hasil Pemboran Uji Secara regional cebakan timah primer didaerah Pulau Belitung proses pembentukan mineralisasinya berhubungan dengan larutan hidrotermal yang dihasilkan oleh intrusi batuan bersusunan asam (granit tipe S). Didaerah Tikus mineralisasi timah primer mempunyai tipe greisen ditemukan dalam batuan granit Tanjung Pandan yang merupakan granit tipe- S berumur Trias. Selain itu didaerah Batubesi terdapat mineralisasi timah yang berasosiasi dengan logam dasar terdapat dalam cebakan tipe skarn akibat kontak antara batuan diorit kwarsa Batubesi berumur Kapur dengan batuan metasedimen. Berdasarkan evaluasi dari masingmasing lubang pemboran LB-01, LB-02

4 dan LB-03 mineralisasi timah primer tidak terlihat secara jelas. Hal ini sangat berbeda dengan mineralisasi yang teramati dipermukaan dimana mineralisasi berasosiasi dengan urat kwarsa tipis, transparant-kristalin yang mengandung kasiterit, monasit, hematit dan gutit. Namun demikian mineralisasi timah dalam batuan inti pemboran diperkirakan bersama dengan besi dalam bentuk urat halus/hairline yang banyak memotong dalam batupasir maupun perselingan batupasir-lanau. Hal ini nampak jelas terlihat pada fenomena hair line/urat halus tersebut dimana sebagian urat halus terubah menjadi limonit/oksida besi yang berwarna coklat sedangkan yang lainnya tetap berwarna hitam yang diduga mengandung kasiterit berukuran halus. Setempat juga teramati ada bercak pirit. Pembentukan urat halus dan sebagian urat kwarsa ini merupakan tahap pertama proses mineralisasi didaerah ini yang sifatnya lebih luas/regional kemungkian berhubungan dengan intrusi batholit dari granit Tanjung Pandan yang berumur Trias. Kemudian proses pembentukan mineralisasi tahap kedua yang diperkirakan berhubungan dengan intrusi adamelit Baginda yang berumur Jura. Sisa larutan hidrothermal ini yang menyebabkan terbentuknya urat kwarsa berwarna putih susu dan sedikit mengandung bercak pirit. Urat urat kwarsa ini dalam batuan terlihat memotong hair line mineral besi yang terbentuk pada tahap pertama. Akibat terobosan ini larutan yang melalui zona patahan kemungkinan dapat membentuk mineralisasi besi yang dominan baik dalam bentuk pengisian rekahan maupun bijih besi. Hal ini terlihat ditemukannya zona patahan yang matriknya terisi oleh kwarsa putih susu dan masif. Mineralisasi yang teramati hanya bercak pirit dan oksida besi. Selain itu juga ditemukannya gossan dengan mineral hematit, gutit dan oksida besi. Proses pembentukan mineralisasi yang terakhir diperkirakan akibat terobosan batuan diorit kwarsa Batubesi yang juga berumur Kapur. Mineralisasi yang terbentuk lebih banyak ditemukan dalam meta batupasir kwarsa/kwarsit. Sebagian ditemukan juga dalam batupasir kwarsa berselingan dengan lanau. Tipe mineralisasi berupa urat halus/urat kwarsa yang mengandung mineral galena, sphalerit, pirit dan kadang kadang kasiterit (?). Selain itu mineral klorit juga teramati pada sekitar urat halus dan pada masa batuan. Urat kwarsa ini dalam batuan memotong hair line besi dan urat kwarsa masif yang terbentuk pada tahap pertama dan kedua. Dari hasil pemboran tidak ada satupun lubang bor yang terindikasi menembus batuan beku. Namun dari bor LB-02 dan LB-03 ditemukan batuan meta batupasir/kwarsit yang kemungkinan proses malihannya akibat kontak dengan intrusi. Dari hasil survey geofisika sebaran anomali tahanan jenis (resistivity) dan chargeability pada lintasan E dimana lintasan ini melewati lokasi titik bor LB-02, menunjukkan nilai tahanan jenis rendah yang meningkat tinggi kearah dalam (Gambar 5). Nilai tahanan jenis rendah ini merupakan pencerminan batuan yang bersifat kurang resistif/ konduktif yaitu berupa batuan sedimen. Sedangkan nilai tahanan jenis yang tinggi merupakan pencerminan batuan yang lebih resistif dalam hal ini batuan metasedimen/kwarsit. Batuan yang mengandung mineral sulfida umumnya memiliki nilai tahanan jenis rendah (konduktif), sedangkan sifat kemagnetannya relatif lebih tinggi dari batuan di sekitarnya Nilai chargeability rendah mengindikasikan sedikitnya kandungan mineral yang dapat menyimpan arus. Sedangkan chargebility tinggi relatif berhubungan keberadaan urat kwarsa yang mengandung galena, spalerit dan bercak pirit. Kesimpulan

5 Didaerah penyelidikan mineralisasi timah primer yang dijumpai dipermukaan umumnya mempunyai tipe urat dengan gangue mineral berupa kwarsa yang berasosiasi dengan mineral besi. Mineralisasi terdapat dalam batupasir kwarsa kadang berselingan dengan batulanau/lempung yang termetakan. Sedangkan dari hasil pemboran tidak nampak jelas mineralisasi timah yang diamati. Kemungkinan mineralisasi timah terdapat sebagai urat halus/hairline bersama dengan mineral besi yang memotong batupasirkwarsa, batu lanau dan batulempung. Mineralisasi tipe urat kwarsa polimetalik yang mengandung galena, spalerit dan pirit terdapat dalam batuan meta batu pasir/kwarsit. Proses pembentukan mineralisasi diperkirakan mempunyai tiga tahap. Tahap pertama mineralisasi timah tipe urat yang berhubungan dengan batolit granit Tanjung Pandan berumur Trias. Kemudian tahap dua adalah pembentukan urat kwarsa putih susu, masiv dengan mineralisasi pirit akibat terobosan batuan adamelit Baginda berumur Jura. Tahap ketiga atau terakhir adalah adanya terobosan batuan diorit kwarsa Batubesi berumur Kapur yang meyebabkan terbentuknya mineralisasi tipe urat kwarsa polimetalik yang mengandung galena, sphalerit dan pirit. Respon hasil survey IP pada lintasan E menunjukkan khususnya pada titik lubang bor LB-02 terlihat semakin kedalam terjadi peningkatan resistivity dan chargebility. Anomali ini diperkirakan lebih mencerminkan pada kondisi batuan yaitu adanya kwarsit dan kandungan mineral sulfida yang tinggi berupa urat polimetalik. DAFTAR PUSTAKA Aleva, G.J.J., 1960, The plutonic igneous rocks from Billiton Indonesia, Geol. En Mijnb. 3 q.e.p Bappeda,2013, Belitung Dalam Angka, Badan Statistik Kabupaten Belitung, Timur, Provinsi Bangka Belitung, Manggar Lehmann, B, Metallogeny of Tin. Lecture notes in Earth Sciences., 32. Springer-Verlag, Berlin. Franklin dkk, Laporan Survey Geologi Detail Dan Persiapan Lokasi Pengeboran Logam Dasar Di Daerah Wai Wajo, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Yudi A dkk, 2014., Survei Polarisasi Terimbas (IP) dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kecamatan Gantung Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung. Schwartz, M.O. dan Surjono, The Stratabound deposit of Namsalu Kelapa Kampit, Indonesia. Econ. Geol WWW/id.wikipedia.org/wiki/Belitung _Timur Lokasi Penelitian Gambar 1. Lokasi Penelitian dan Evaluasi Pengeboran Logam Timah Primer Daerah Parit Tebu, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Balitung

6 Gambar 2. Lokasi Titik Pengeboran Logam Timah Primer Daerah Parit Tebu, Kecamatan Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Balitung LB.0 1 Gambar 3. Peta Hasil Penafsiran Geofisika Lintasan C Daerah Parit Tebu Titik Bor LB.01 LB.0 2 Gambar 4. Peta Hasil Penafsiran Geofisika dan Lokasi Titik Bor LB.02 Lintasan E Daerah Parit Tebu

7 LB.03 Gambar 5. Peta Hasil Penafsiran Geofisika Magnetit dan Lokasi Titik Bor LB.03 Daerah Parit Tebu Batu pasir Batu lempung Gambar 6. Singkapan Kontak Antara Batupasir Kwarsa dan Batu Lempung Dengan Jurus N 280 E/45 Didaerah Bukit Klenteng. Gambar 7. Singkapan Urat Kwarsatipis N100oE/50 Mengandung Mineralkasiterit Didaerah Bukit Klenteng (KL 01 R/2015)

8 Gambar 8.Singkapan Gossan Disekitar Daerah Penyelidikan Gambar 9. Hairline/urat Halus Kuarsa Mengandung Besi/Timah Pada btpsr Kuarsa Lubang bor LB.02 Gambar 10. Urat Kuarsa Polimetalik Mengadung Pb,Py dan Spalerit LB.02 Gambar 11. Urat Kuarsa Massif Sedikit Kristalin Mengandung Klorit, Besi Lubang bor LB.03

9 Gambar 12. Peta lokasi titik bor dan geologi daerah Parit Tebu, Desa Batu Penyu, Kecamata Gantung, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung Gambar 13. Korelasi Lubang Bor Daerah Parit, Desa Batu Penyu, Kecamatan Gantung, Kabupaten Balitung Timur, Provinsi Bangka Belitung

10 LB-01 Tabel 1. Hasil Pemerian Batuan Inti Lubang Bor No Kode Bor Kedalaman (m) Deskripsi Mineralisasi Endapan aluvium berupa pasir, pasir - lempungan, lempung putih kekuningan Batupasir kuarsa, coklat kekuningan, Mineral besi/timah dengan butir sedang, membulat, kemas tertutup, retakan diisi oksida besi pemilahan sedang, agak lapuk, kuarsa dan kerapatan 3-5%. dominan dan felspar, terkekarkan Batulanau, kelabu, butir halus, masif, berlapis baik dengan sisipan batu pasir kwarsa, coklat-kekuningan, butir halussedang (40 cm), terkekarkan Batu pasir kwarsa, kuning - kecoklatan, butir sedang, bentuk membulat, kemas tertutup, pemilahan sedang, banyak terkekarkan dengan sisipan batu lanau, kelabu, masif Batu pasir kwarsa, kelabu sedikit kecoklatan, butir sedang, setempat berselingan batu lanau, terkekarkan sedang Batu pasir kwarsa, kelabu-kehijauan, butir sedang, setempat memperlihatkan sedikit tekstur granoblastik, dipotong oleh urat halus kwarsa, kompak Batulanau, kelabu terkekarkan, milonitisasi, hancur diduga zona sesar. Pada batu pasir terlihat hairline dari mineral besi/timah, kerapatan 1% dan urat halus kwarsa 3 mm, barren dengan orientasi 45⁰ terhadap sumbu inti. Teramati hairline mineral besi/timah agak intensif dengan kerapatan sekitar 5% yang dipotong oleh urat halus kwarsa, diameter 1-7 mm, barren dan orientasi 70⁰-80⁰ terhadap sumbu inti. Pada kedalaman m urat halus kuarsa mengandung mineral galena, sphalerit dan kasiterit dimana urat kuarsa mempunyai struktur vuggy dan comb orientasi 35⁰-40⁰ terhadap sumbu inti. Pada m urat halus kuarsa dengan mineralisasi pirit sepanjang retakan, urat kuarsa diameter 0,3 cm, struktur vuggy- comb, epidot, dengan orientasi 80⁰-90⁰ terhadap sumbu inti Batupasir kuarsa, kelabu-keputihan, butir sedang, sebagian berselingan dengan batulanau, hijau, masif, kompak, dipotong urat kuarsa, bercak pirit Perselingan batupasir kuarsa dan batulanau, hijau kelabu, butir halus, berlapis baik. Setempat sisipan batupasir kuarsa, butir halus-sedang, butir membulat, kemas tertutup, putih kelabu, dominan kuarsa, kompak. Urat halus kuarsa 1-2 mm, vuggy,klorit dalam tepi urat, mengandung pirit dalam retakan (1%) dengan ubahan kloritisasi yang agak intensif. Pada m urat mengandung pirit, sphalerit, tebal 0,4 cm, klorititisasi, derajat terhadap sumbu inti

11 No Kode Bor Kedalaman (m) Deskripsi Mineralisasi Endapan aluvium berupa pasir, pasir - lempungan, lempung, kuning kecoklatan - merah, clayed. Beberapa mengandung material batupasir teroksidasi Batupasir kuarsa, coklat-kemerahan, Pada m berbutir sedang, dominan kuarsa sedikit teramati urat urat halus lempung, kemas tertutup, pemilahan kuarsa yang mengandung sedang, bentuk butir membulat, fragmen mineral besi/timah kuarsa dalam matrik silika dan sisipan batulempung-lanau, kelabu kecoklatan agak lapuk, butir halus, kompak Batu lanau, kehijauan, butir halus, masif. Teramati hairline mineral besi/timah, sedikit kloritisasi Batupasir kuarsa, butir sedang, putih Urat halus kuarsa, 0,5-1,0 kehijauan, kuarsa dominan, dipotong cm, putih susu, masifstruktur oleh urat halus kuarsa. vuggy, barren, kloritisasi disekitar urat, orientasi 50⁰ terhadap sumbu inti dan hairline mineral besi/timah dengan kerapatan 3%. LB Perselingan batu pasir - lanau, berbutir halus, kelabu, agak lapuk, tampak struktur lapisan, kemas tertutup, pemilahan sedang Batulanau kelabu, butir halus, sedikit terkekarkan Batupasir selang seling batulanau, batu lempung, berlapis buruk Batupasir kuarsa, butir sedang, putih kehijauan, kuarsa dominan dan felspar, terkekarkan, butir membulat, kemas tertutup, pemilahan sedang Perselingan batupasir dan lanau, kelabu, masif dan berlapis baik dengan orientasi lapisan o terhadap sumbu inti bor Kuarsit, hijau-kelabu, keras, granoblastik, masif, rekristalisasi kuarsa, dipotong urat kuarsa. Urat halus kuarsa mengandung mineral besi/timah mengisi retakan (5%), cm, orientasi 70⁰ terhadap sumbu inti. Pada m teramati bercak mineral besi/timah, urat halus kuarsa dan klorit mengsisi retakan. Kloritisasi teramati dalam urat urat halus berasosiasi dengan kuarsa, hairline besi/timah agak intensif dengan kerapatan 4%. Juga bercak pirit dalam masa batuan dan urat halus. - Silisifikasi, pada m terdapat urat kwarsa polimetalik (galena, spalerit, pirit dan kasiterit), 0,5-0,7 cm dengan orientasi 80⁰-70⁰ terhadap sumbu inti.

12 No Kode Bor Kedalaman (m) Deskripsi Mineralisasi Gossan, coklat kemerahan sebagian lempungan, fragmen dari hematit, gutit dan urat-urat halus mineral besi Lempung dan lempung pasiran, setengah lapuk, merah kecoklatan, sedikit ada fragmen batu lempung coklat Batupasir kuarsa, butir sedang, bentuk Retakan terisi oleh oksida membulat, kelabu kecoklatan, besi beberapa berupa terkekarkan kuat, dominan kuarsa dan menjaring dengan orientasi sedikit felspar, fragmen kuarsa dalam 60⁰, pada m matrik silika, kemas. Juga berselingan terdapat urat kwarsa dengan batulempung tufaan, butir halus mengandung pirit, 1mmkelabu sebagian kecoklatan, 3mm, kloritisasi dan dan terkekarkan berselingan dengan sebagian hairline batulanau. besi/timah. tertutup, pemilahan sedang, kompak. Pirit kubik teramati pada kedalaman 50 m. LB Batupasir kuarsa, putih-kecoklatan, kekar kuat, terbreksikan, diisi oleh oksida besi, bercak pirit dan dalam urat halus. Fragmen batupasir dalam matrik kuarsa Batupasir kuarsa berselingan dengan batu lanau/lempung, hijau kelabu, terkekarkan dan pada zona patahan, butir sedang, membulat, kemas tertutup, pemilahan sedang Batupasir kuarsa kelabu, butir sedang, bentuk membulat, kemas terbuka, pemilahan sedang, dominan mineral kuarsa, dipotong oleh urat kuarsa. Pada m urat kuarsa masif, putih susu, 2 cm, bercak pirit, pada tepi urat ada klorit dan mineral hitam dan ada hairline besi/timah, kerapatan 1% dan zona breksiasi urat kuarsa, masif, limonitik. Pada 70.m, urat kuarsa, 0,5-1 cm, mengandung pirit, klorit dan bercak kalkopirit, orientasi 80⁰. Ada dua fasa urat satu urat 0,7 cm dengan orientasi 45⁰ tidak terpotong dan mengandung urat halus kuarsa. Pada kedalaman 70 m teramati urat kuarsa 0,5-1cm, mengandung pirit, kalkopirit dan klorit dengan orientasi 80⁰. Pada meter ubahan limonitik dengan urat kuarsa halus, 1-2 mm yang sebagian terisi mineral hitam besi/timah dengan kerapatan 1%. Pada m terdapat gejala tergerus akibat patahan. Pada m, limonitik kuat dan sebagian membentuk jarosit dengan urat halus besi/timah, kerapatan 1%. Selain itu urat halus kuarsa 1-2 mm, kristalin, sedikit mengandung mineral

13 No Kode Bor Kedalaman (m) Deskripsi Mineralisasi hitam besi/timah, orientasi 60⁰ terhadap sumbu inti. Batulanau, kelabukecoklatan, terbreksikan, dengan fragmen menyudut dalam matrik lempung, diduga pada zona patahan Batupasir kuarsa, putih kecoklatankehijauan, butir sedang, kemas tertutup, Limonitik dengan oksida besi dalam retakan dan terbreksikan mengandung sedikit hairline besi/timah. Pada m, limonitik kuat, banyak mengandung hairline mineral besi/timah dan sedikit pola menjaring yang terisi limonit dengan kerapatan 30% Batupasir kuarsa, butir halus berselingan dengan batu lanau, kelabukehijauan, berlapis baik dg orientasi 50⁰ thd sumbu inti, dipotong urat halus Meta batu pasir kuarsa/kuarsit, sisipan batulanau, kehijauan, granoblastik. Kloritisasi kuat, serisit pada masa batuan, hairline mineral besi/timah dengan kerapatan 30% dengan orientasi 30⁰ - 40⁰ terhadap sumbu initi. Bintik mineral hitam juga teramati. Pada masa batuan teramati bercak pirit dengan urat halus kuarsa dan serisit, lebar 1 mm dengan orientasi 90⁰, kloritisasi kuat dan hairline dari mineral besi/timah.

KARAKTERISTIK CEBAKAN TIMAH PRIMER DI DAERAH PARIT TEBU, KABUPATEN BELITUNG TIMUR, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

KARAKTERISTIK CEBAKAN TIMAH PRIMER DI DAERAH PARIT TEBU, KABUPATEN BELITUNG TIMUR, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARAKTERISTIK CEBAKAN TIMAH PRIMER DI DAERAH PARIT TEBU, KABUPATEN BELITUNG TIMUR, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG ABSTRAK CHARACTERISTIC OF THE PRIMARY TIN DEPOSITS IN PARIT TEBU AREA, BELITUNG TIMUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Timah merupakan komoditas tambang tertua dan penting di Indonesia. Indonesia sudah memproduksi timah sejak abad ke 18 (van Leeuwen, 1994) dan merupakan salah satu

Lebih terperinci

Oleh : Soepriadi, Armin Tampubolon dan Hamdan Z. Abidin Kelompok Penyelidikan Mineral Logam, Pusat Sumber Daya Geologi SARI

Oleh : Soepriadi, Armin Tampubolon dan Hamdan Z. Abidin Kelompok Penyelidikan Mineral Logam, Pusat Sumber Daya Geologi SARI PENYELIDIKAN UNTUK MENENTUKAN WILAYAH PENGEBORAN EKSPLORASI MINERAL LOGAM TIMAH PRIMER DAN LOGAM LAINNYADAERAH PARIT TEBU DAN LINTANG, KECAMATAN GANTUNG, KABUPATEN BELITUNG TIMUR, PROVINSI BANGKA BELITUNG

Lebih terperinci

buletin SUMBER DAYA GEOLOGI

buletin SUMBER DAYA GEOLOGI buletin SUMBER DAYA GEOLOGI ISSN 1907-5367 Volume 11 No. 2, Agustus 2016 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi Buletin Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit. (a) (c) (b) (d) Foto 3.10 Kenampakan makroskopis berbagai macam litologi pada Satuan

Lebih terperinci

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung

Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Parit Tebu Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung Oleh : Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber Daya Geologi

Lebih terperinci

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan 3.2.3.3. Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan Secara umum, satuan ini telah mengalami metamorfisme derajat sangat rendah. Hal ini dapat ditunjukkan dengan kondisi batuan yang relatif jauh lebih keras

Lebih terperinci

Ciri Litologi

Ciri Litologi Kedudukan perlapisan umum satuan ini berarah barat laut-tenggara dengan kemiringan berkisar antara 60 o hingga 84 o (Lampiran F. Peta Lintasan). Satuan batuan ini diperkirakan mengalami proses deformasi

Lebih terperinci

3. HASIL PENYELIDIKAN

3. HASIL PENYELIDIKAN Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Ulusuiti dan Tanjung Lima Kapas, Kabupaten Solok Selatan, Provinsi Sumatera Barat Oleh : Yudi Aziz Muttaqin Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan sumberdaya mineral di Indonesia khususnya di pulau Jawa banyak terkait oleh mineralisasi endapan hidrotermal-magmatik. Dalam berbagai penyelidikan yang dilakukan

Lebih terperinci

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi 3.2.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan Penentuan umur pada satuan ini mengacu pada referensi. Satuan ini diendapkan pada lingkungan kipas aluvial. Analisa lingkungan pengendapan ini diinterpretasikan

Lebih terperinci

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Secara umum, daerah penelitian memiliki morfologi berupa dataran dan perbukitan bergelombang dengan ketinggian

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN SUMBA BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Armin Tampubolon Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Secara regional, Pulau Sumba disusun oleh litologi yang berdasar

Lebih terperinci

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah BAB V MINERALISASI 5.1. Mineralisasi di daerah Sontang Tengah Studi mineralisasi pada penelitian ini dibatasi hanya pada mineralisasi Sulfida masif dengan komposisi mineral galena, sfalerit, pirit, Ag

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Geologi Regional Menurut Kastowo (1973), Silitonga (1975), dan Rosidi (1976) litologi daerah Padang dan sekitarnya terdiri dari batuan Pratersier, Tersier dan Kwarter. Batuan

Lebih terperinci

Bab III Geologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian Bab III Geologi Daerah Penelitian Foto 3.4 Satuan Geomorfologi Perbukitan Blok Patahan dilihat dari Desa Mappu ke arah utara. Foto 3.5 Lembah Salu Malekko yang memperlihatkan bentuk V; foto menghadap ke

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Bentuk dan Pola Umum Morfologi Daerah Penelitian Bentuk bentang alam daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal tekstur berupa perbedaan tinggi dan relief yang

Lebih terperinci

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli Lokasi pengamatan singkapan atupasir sisipan batulempung karbonan adalah pada lokasi GD-4 ( Foto 3.21) di daerah Gandasoli. Singkapan ini tersingkap pada salah satu sisi sungai. Kondisi singkapan segar.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU Wahyu Widodo*, Rudy Gunradi* dan Juju Jaenudin** *Kelompok Penyelidikan Mineral, **Sub Bidang Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN BOVEN DIGOEL PROVINSI PAPUA Reza Mochammad Faisal Kelompok Penyelidikan Mineral Logam SARI Secara geologi daerah Kabupaten Boven Digoel terletak di Peta Geologi

Lebih terperinci

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN BAB IV PROSPEK MINERAL LOGAM DI DAERAH PENELITIAN 4.1. KONSEP DASAR EKSPLORASI Konsep eksplorasi adalah alur pemikiran yang sistimatis, dimana kita menentukan objek dari pencaharian itu atau jenis dan

Lebih terperinci

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya) 3.2.2.1 Penyebaran Satuan batuan ini menempati 2% luas keseluruhan dari daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5-3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan

BAB. I PENDAHULUAN. Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Judul Penelitian Judul penelitian Studi Karakteristik Mineralogi dan Geomagnetik Endapan Bijih Besi di Daerah Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. 1.2. Latar

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Emas merupakan salah satu logam yang memiliki nilai yang tinggi ( precious metal). Tingginya nilai jual emas adalah karena logam ini bersifat langka dan tidak banyak

Lebih terperinci

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI ALIRAN PANAS (HEAT FLOW) DAERAH PANAS BUMI PERMIS KABUPATEN BANGKA SELATAN, PROVINSI BANGKA BELITUNG Edy Purwoto, Yuanno Rezky, Robertus S.L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi dan Morfologi Batu Hijau Pulau Sumbawa bagian baratdaya memiliki tipe endapan porfiri Cu-Au yang terletak di daerah Batu Hijau. Pulau Sumbawa

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM No. Record : Judul Laporan : DATA UMUM Instansi Pelapor : Penyelidik : Penulis Laporan : Tahun Laporan : Sumber Data : Digital Hardcopy Provinsi : Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Berdasarkan bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian maka diperlukan analisa geomorfologi sehingga dapat diketahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentang alam dan morfologi suatu daerah terbentuk melalui proses pembentukan secara geologi. Proses geologi itu disebut dengan proses geomorfologi. Bentang

Lebih terperinci

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB V PENGOLAHAN DATA BAB V PENGOLAHAN DATA Data yang didapatkan dari pengamatan detail inti bor meliputi pengamatan megakopis inti bor sepanjang 451 m, pengamatan petrografi (32 buah conto batuan), pengamatan mineragrafi (enam

Lebih terperinci

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL 4.1. Tinjauan umum Ubahan Hidrothermal merupakan proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan hidrotermal

Lebih terperinci

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut). Barat. 18 3. Breksi Tuf Breksi tuf secara megaskopis (Foto 2.9a dan Foto 2.9b) berwarna abu-abu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Izin penambangan kaolin oleh PT Aneka Kaoline Utama yang dikeluarkan oleh Bupati Belitung masih dalam bentuk Surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) Bahan

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT EKSPLORASI UMUM MINERAL LOGAM MULIA DAN LOGAM DASAR DI DAERAH PERBATASAN MALAYSIA-KABUPATEN SANGGAU PROVINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : 1) Kisman, 2) Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan

BAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Timah merupakan salah satu mineral ekonomis yang sangat penting dan potensial di dunia karena mempunyai manfaat yang sangat melimpah. Timah banyak digunakan di bidang

Lebih terperinci

3. HASIL PENYELIDIKAN

3. HASIL PENYELIDIKAN Survei Polarisasi Terimbas (IP) Dan Geomagnet Daerah Santong, Kabupaten Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat Oleh : Yudi Aziz Muttaqin, Iqbal Takodama Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Foto 3.7. Singkapan Batupasir Batulempung A. SD 15 B. SD 11 C. STG 7 Struktur sedimen laminasi sejajar D. STG 3 Struktur sedimen Graded Bedding 3.2.2.3 Umur Satuan ini memiliki umur N6 N7 zonasi Blow (1969)

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT PENYELIDIKAN GEOFISIKA DI DAERAH GUNUNG RAWAN, KECAMATAN SEKAYAM, KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Yudi Aziz. M., A.Md., Reza Marza. D., ST. Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG

SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG SURVEI GAYA BERAT DAN AUDIO MAGNETOTELURIK (AMT) DAERAH PANAS BUMI PERMIS, KABUPATEN BANGKA SELATAN PROVINSI BANGKA BELITUNG Muhammad Kholid dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Bawah Permukaan Pusat Sumber

Lebih terperinci

BAB III Perolehan dan Analisis Data

BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III Perolehan dan Analisis Data BAB III PEROLEHAN DAN ANALISIS DATA Lokasi penelitian, pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000, terletak di Formasi Rajamandala. Penelitian lapangan berupa

Lebih terperinci

PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT

PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT PROSPEKSI MANGAN DI KECAMATAN TIMPEH, KABUPATEN DHARMASRAYA, PROVINSI SUMATERA BARAT Kisman, Bambang Pardiarto, dan Edya Putra Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Kegiatan prospeksi

Lebih terperinci

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Mardiah Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta Abstrak Penelitian tentang

Lebih terperinci

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46 BAB VI DISKUSI 6.1 Evolusi Fluida Hidrotermal Alterasi hidrotermal terbentuk akibat adanya fluida hidrotermal yang berinteraksi dengan batuan yang dilewatinya pada kondisi fisika dan kimia tertentu (Pirajno,

Lebih terperinci

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO

MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO MENGENAL JENIS BATUAN DI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO Oleh : Akhmad Hariyono POLHUT Penyelia Balai Taman Nasional Alas Purwo Kawasan Taman Nasional Alas Purwo sebagian besar bertopogarafi kars dari Semenanjung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI

BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar

Lebih terperinci

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN 5.1 Tinjauan Umum Alterasi hidrotermal adalah suatu proses yang terjadi sebagai akibat dari adanya interaksi antara batuan dengan fluida hidrotermal. Proses yang

Lebih terperinci

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan 3.2.3 Satuan Batulempung A. Penyebaran dan Ketebalan Satuan batulempung ditandai dengan warna hijau pada Peta Geologi (Lampiran C-3). Satuan ini tersingkap di bagian tengah dan selatan daerah penelitian,

Lebih terperinci

REKAMAN DATA LAPANGAN

REKAMAN DATA LAPANGAN REKAMAN DATA LAPANGAN Lokasi 01 : M-01 Morfologi : Granit : Bongkah granit warna putih, berukuran 80 cm, bentuk menyudut, faneritik kasar (2 6 mm), bentuk butir subhedral, penyebaran merata, masif, komposisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT

SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT SURVEI GEOKIMIA TANAH LANJUTAN DAERAH GUNUNG SENYANG KABUPATEN SANGGAU, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Kisman dan Bambang Nugroho Widi Kelompok Penyelidikan Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi SARI Gunung Senyang

Lebih terperinci

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011 LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT TRISULA KENCANA SAKTI (PT DIAN SWASTATIKA SENTOSA Tbk) MEI 2011 BAB I KEADAAN GEOLOGI I.1 Morfologi Daerah penyelidikan merupakan wilayah dengan bentuk morfologi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi Kata kunci : Sumani, panas bumi, landaian suhu, pengeboran. ABSTRAK Lapangan panas

Lebih terperinci

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama

Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama Foto 3.24 Sayatan tipis granodiorit (HP_03). Satuan ini mempunyai ciri-ciri umum holokristalin, subhedral-anhedral, tersusun atas mineral utama berupa plagioklas, kuarsa (C6-C7) dan k-feldspar (D3-F3).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya mineral merupakan komoditas yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Hal inilah yang melatarbelakangi adanya pencarian lokasi sumber mineral baru. Setelah adanya

Lebih terperinci

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:

RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1: RESUME HASIL KEGIATAN PEMETAAN GEOLOGI TEKNIK PULAU LOMBOK SEKALA 1:250.000 OLEH: Dr.Ir. Muhammad Wafid A.N, M.Sc. Ir. Sugiyanto Tulus Pramudyo, ST, MT Sarwondo, ST, MT PUSAT SUMBER DAYA AIR TANAH DAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Secara administratif wilayah IUP Eksplorasi CV Parahyangan Putra Mandiri, termasuk di dalam daerah Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi

BAB I PENDAHULUAN. bijih besi, hal tersebut dikarenakan daerah Solok Selatan memiliki kondisi geologi I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Daerah Solok Selatan merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sebagai penghasil sumber daya mineral terutama pada sektor bijih besi,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Daerah penelitian berada pada kuasa HPH milik PT. Aya Yayang Indonesia Indonesia, yang luasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Penelitian Emas termasuk bahan galian mineral logam mulia yang harganya sangat tinggi sehingga keberadaannya perlu diteliti secara detail. Oleh karena itu penelitian

Lebih terperinci

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT

INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT INVENTARISASI MINERAL LOGAM DI KABUPATEN 50 KOTA DAN SIJUNJUNG, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Armin Tampubolon P2K Sub Direktorat Mineral Logam SARI Pada tahun anggaran 2005, kegiatan inventarisasi mineral

Lebih terperinci

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. Nodul siderite Laminasi sejajar A B Foto 11. (A) Nodul siderite dan (B) struktur sedimen laminasi sejajar pada Satuan Batulempung Bernodul. 3.3.1.3. Umur, Lingkungan dan Mekanisme Pengendapan Berdasarkan

Lebih terperinci

STUDI DEPOSIT MONASIT DAN ZIRKON DI DAERAH CERUCUK BELITUNG

STUDI DEPOSIT MONASIT DAN ZIRKON DI DAERAH CERUCUK BELITUNG STUDI DEPOSIT MONASIT DAN ZIRKON DI DAERAH CERUCUK BELITUNG Bambang Soetopo, Lilik Subiantoro, Dwi Haryanto Pusat Pengembangan Geologi Nuklir BATAN Kawasan PPTN Pasar Jum at, Jakarta Selatan ABSTRAK STUDI

Lebih terperinci

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH Asmoro Widagdo*, Sachrul Iswahyudi, Rachmad Setijadi, Gentur Waluyo Teknik Geologi, Universitas

Lebih terperinci

Bab II Geologi Regional

Bab II Geologi Regional BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Geologi Regional Kalimantan Kalimantan merupakan daerah yang memiliki tektonik yang kompleks. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi konvergen antara 3 lempeng utama, yakni

Lebih terperinci

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA 4.1 Tinjauan Umum Menurut kamus The Penguin Dictionary of Geology (1974 dalam Rusman dan Zulkifli, 1998), mineralisasi adalah proses introduksi (penetrasi atau akumulasi

Lebih terperinci

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB II TATANAN GEOLOGI BAB II TATANAN GEOLOGI 2.1 Geologi Regional 2.1.1 Fisiografi Thorp dkk. (1990; dalam Suwarna dkk., 1993) membagi fisiografi wilayah Singkawang, Kalimantan Barat, menjadi 5 zona fisiografi (Gambar 2.1,

Lebih terperinci

BAB 2 TATANAN GEOLOGI

BAB 2 TATANAN GEOLOGI BAB 2 TATANAN GEOLOGI Secara administratif daerah penelitian termasuk ke dalam empat wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Sinjai Timur, Sinjai Selatan, Sinjai Tengah, dan Sinjai Utara, dan temasuk dalam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Lintasan Dan Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan dalam cakupan peta 1212 terdiri dari 44 lintasan yang terbentang sepanjang 2290 km, seperti yang terlihat pada peta

Lebih terperinci

FENOMENA BARU KETERDAPATAN BIJIH BESI DI KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR. Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto. Sari

FENOMENA BARU KETERDAPATAN BIJIH BESI DI KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR. Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto. Sari FENOMENA BARU KETERDAPATAN BIJIH BESI DI KABUPATEN TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR Oleh : Wahyu Widodo dan Bambang Pardiarto Sari Lokasi daerah penelitian termasuk di wilayah perbatasan antara Kec. Dongko,

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / Pada sayatan tipis (Lampiran C) memiliki ciri-ciri kristalin, terdiri dari dolomit 75% berukuran 0,2-1,4 mm, menyudut-menyudut tanggung. Matriks lumpur karbonat 10%, semen kalsit 14% Porositas 1% interkristalin.

Lebih terperinci

SEBARAN GRANIT DI INDONESIA

SEBARAN GRANIT DI INDONESIA SEBARAN GRANIT DI INDONESIA Orogenesis di Kepulauan Indonesia diikuti oleh intrusi seperti batolit granit sebagai inti geantiklin. Granit ini berumur Permo-Triassic sampai Tersier akhir, sedemikian sehingga

Lebih terperinci

INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT

INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT INTRUSI VULKANIK DI PERAIRAN SEKOTONG LOMBOK BARAT L. Arifin dan D. Kusnida Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Jl. Dr. Junjunan 236 Bandung 40174 S a r i Rekaman seismik pantul dangkal

Lebih terperinci

STUDI MINERALISASI TIPE ENDAPAN GREISEN DI BUKIT MONYET KECAMATAN PANGKALAN BARU KABUPATEN BANGKA TENGAH

STUDI MINERALISASI TIPE ENDAPAN GREISEN DI BUKIT MONYET KECAMATAN PANGKALAN BARU KABUPATEN BANGKA TENGAH STUDI MINERALISASI TIPE ENDAPAN GREISEN DI BUKIT MONYET KECAMATAN PANGKALAN BARU KABUPATEN BANGKA TENGAH Mardiah Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Bangka Belitung Balunijuk, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Menoreh terletak di ujung utara pegunungan Kulon Progo, bagian timur dari zona jajaran punggungan oblong domes / ridges, di sebelah barat perbatasan Propinsi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Singkapan Stadion baru PON Samarinda Singkapan batuan pada torehan bukit yang dikerjakan untuk jalan baru menuju stadion baru PON XVI Samarinda. Singkapan tersebut

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI 6.1 Alterasi dan Fluida Hidrotermal Zona alterasi (Gambar 6.3) yang ditemukan pada Sumur BWS-H01 terdiri empat zona alterasi yaitu zona argilik (kaolinit, dikit, kuarsa sekunder,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karakteristik dari suatu endapan mineral dipengaruhi oleh kondisi pembentukannya yang berhubungan dengan sumber panas, aktivitas hidrotermal, karakteristik

Lebih terperinci

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN

EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN EKSPLORASI BITUMEN PADAT DENGAN OUT CROPS DRILLING DAERAH MALUTU DAN SEKITARNYA KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN, PROPINSI KALIMANTAN SELATAN OLEH Untung Triono dan Mulyana Sub Direktorat Batubara, Direktorat

Lebih terperinci

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan

Lebih terperinci

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT Suranta Sari Bencana gerakan tanah terjadi beberapa

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Morfologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian berdasarkan pengamatan awal dari peta topografi dan citra satelit,

Lebih terperinci

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRAK Daerah penelitian terletak di daerah Gunung Bahagia, Damai, Sumber Rejo, Kota Balikpapan,

Lebih terperinci

Abstrak

Abstrak PENENTUAN KARAKTERISTIK ENDAPAN MINERAL LOGAM BERDASARKAN DATA INDUCED POLARIZATION (IP) PADA DAERAH PROSPEK CBL, BANTEN Wahyu Trianto 1, Adi Susilo 1, M. Akbar Kartadireja 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Daerah Penelitian Geomorfologi daerah penelitian ditentukan berdasarkan intepretasi peta topografi, yang kemudian dilakukan pengamatan secara langsung di

Lebih terperinci

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang.

Gambar 2. Lokasi Penelitian Bekas TPA Pasir Impun Secara Administratif (http://www.asiamaya.com/peta/bandung/suka_miskin/karang_pamulang. BAB II KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 2.1 Geografis dan Administrasi Secara geografis daerah penelitian bekas TPA Pasir Impun terletak di sebelah timur pusat kota bandung tepatnya pada koordinat 9236241

Lebih terperinci

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1. DAFTAR ISI COVER i HALAMAN PENGESAHAN ii HALAMAN PERNYATAAN iii KATA PENGANTAR iv DAFTAR ISI vi DAFTAR GAMBAR x DAFTAR TABEL xvi SARI xvii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang 1 I.2. Rumusan Masalah

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 GEOMORFOLOGI Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses eksogen adalah proses-proses yang bersifat

Lebih terperinci