Pengertian Ekolabeling dan Penerapannya pada Industri Rotan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengertian Ekolabeling dan Penerapannya pada Industri Rotan"

Transkripsi

1 Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 Pengertian Ekolabeling dan Penerapannya pada Industri Rotan Oleh : D. Martono Artikel Ekolabel adalah salah satu alat yang dikembangkan berdasarkan metoda pendekatan pasar dengan maksud untuk mempromosikan perlindungan lingkungan dan kelestarian produk. Kegiatan ini dimotivasi adanya dorongan peningkatan kualitas produk dalam pengembangan melalui program ekolabel pada tingkat lokal di daerah sumber penghasil produk. Setiap kegiatan yang berkenaan dengan ekolabeling untuk suatu negara yang menerapkannya dapat mencerminkan kepedulian negara tersebut terhadap perlindungan kelestarian lingkungan pada negara tersebut atau jika suatu perusahaan yang memproduksi produk barang (goods). Sehingga untuk setiap produk yang dihasilkannya memberikan jaminan bagi konsumen yang menggunakan atau membelinya tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan baik di daerah atau negara penghasil produk maupun tempat pengguna produk, yang didasari nilai ilmiah yang akurat dapat dipertanggungjawabkan. Uraian dalam tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pengertian dan konsep dasar serta perkembangan penerapan ekolabel di Indonesia sebagai upaya sosialisasi penyebaran informasi bagi masyarakat pengguna/ produsen dan peranannya dalam perdagangan global. Pengertian Ekolabel merupakan salah satu sarana penyampaian informasi yang akurat, variabel dan tidak menyesatkan kepada konsumen mengenai aspek lingkungan dari suatu produk (barang atau jasa), komponen atau kemasannya. Pemberian informasi tersebut pada umumnya bertujuan untuk mendorong permintaan dan penawaran produk ramah lingkungan di pasar yang juga mendorong perbaikan lingkungan secara berkelanjutan. Ekolabel dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang diterapkan pada produk atau kemasan produk, atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet. Selain itu, informasi yang disampaikan dapat pula lebih lengkap dan mengandung informasi kuantitatif untuk aspek lingkungan tertentu yang terkait dengan produk tersebut. Pada dasarnya, ekolabel dapat dibuat oleh produsen, importir, distributor, pengusaha retail atau pihak manapun yang mungkin memperoleh manfaat dari hal tersebut. KonsepDasarEkolabel Ekolabel menurut artikulasi kata berasal dari kata eco yang berarti lingkungan hidup dan kata label yang berarti tanda. Produk ekolabel adalah produk yang diberi tanda yang membedakan dengan produk lain karena terkandung informasi berkenaan memperhatikan masalah lingkungan hidup. Produk ekolabel sebetulnya membantu bagi konsumen untuk memilih produk tersebut ramah lingkungan, yang juga berperan sebagai alat bagi produsen untuk menginformasikan kepada konsumen bahwa produk yang diproduksinya memililiki sifat ramah lingkungan baik bahan bakunya ataupun proses produksinya. Ekolabel merupakan salah satu tipe pelabelan yang didasarkan atas performance suatu produk atau jasa dan keterkaitannya dengan lingkungan, yang secara khusus label ini memberikan informasi kepada konsumen tentang kualitas produk yang membedakan dengan produk sejenis tanpa ber ekolabel dan menjamin ramah lingkungan. Pada 20

2 Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 Tempat penimbunan rotan produk yang berlabel ekolabel tentu harus memenuhi persyaratan dan telah lolos uji, baik oleh produsennya maupun oleh pihak lain yang bersifat independen yang berhak menilai kualitas produk baik bahan bakunya maupun cara dalam memprosesnya. Sehingga nilai biaya produksinya lebih mahal dari produk sejenis yang tanpa berlabel ekolabel, namun hal ini menjamin bagi konsumen pemakai atau pengguna dan masyarakat sekitar produsennya karena dalam proses memperhatikan masalah lingkungan. TujuandanManfaatEkolabel Ekolabel mempunyai dua tujuan yaitu bagi konsumen dan bagi produsen. Bagi konsumen bertujuan selain memberikan informasi kepada konsumen dalam memilih sesuatu produk yang bersifat ramah lingkungan dengan produk sejenis tidak memperhatikan pengaruhnya terhadap lingkungan yang ditandai tidak berlabel. Bagi produsen bertujuan suatu penghargaan atau pengakuan dalam upaya dan usahanya memproduksi sesuatu produk yang bersifat ramah lingkungan dan memperhatikan kelestarian lingkungan. Mengingat kerusakan lingkungan dalam pemulihannya memerlukan biaya yang justru besar meski tidak secara langsung akibatnya dalam waktu singkat terlihat, dan memang pada awalnya biaya produksi lebih kecil tapi dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan kerugian bagi masyarakat maupun lingkungan. Ekolabel dapat dimanfaatkan untuk mendorong konsumen agar memilih produk yang memberikan dampak lingkungan yang lebih kecil dibandingkan produk lain sejenis. Penerapan ekolabel oleh para pengusaha dapat mendorong industri yang positif bagi inovasi untuk mengembangkan wawasan lingkungan. Selain itu, ekolabel dapat memberikan citra yang positif bagi brand produk maupun perusahaan yang memproduksi dan mengedarkan di pasar, yang sekaligus juga menjadi peningkatan daya saing dalam keunggulan komparatif dengan produk sejenis lainnya. Bagi konsumen manfaat dalam penerapan ekolabel adalah diperolehnya informasi sebagai pengetahuan mengenai dampak terhadap lingkungan, dari produk yang dibeli atau digunakan dari sejak bahan baku hingga prosesnya, serta ketepatan dalam memilih produk yang berkualitas menjaga lingkungan. Karena penerapan inilah konsumen dapat memperoleh peran dalam memberikan masukan dalam memilih kategori produk dan kategori apa yang dapat dipakai untuk menentukan kriteria ekolabel. Penerapan ekolabel bagi konsumen akan meningkatkan kepedulian konsumen akan kesadaran memelihara lingkungan. Sehingga dalam memilih suatu produk tidak hanya dilihat dari murahnya harga tetapi kualitas yang mendasari kepedulian lingkungan dari suatu produk yang dipakai atau dibeli. Tolok ukur keberhasilan penerapan ekolabel dapat dilihat dari indikator perbaikan kualitas lingkungan yang berkaitan dengan sumber bahan produk, selama produksi, serta peredaran pemasaran produk tetap menjaga lingkungan sehingga layak mendapat keterangan berekolabel. Dalam hal ini peran pelaku usaha dalam penerapan produknya berekolabel akan menjadi salah satu indikator keberhasilan penerapan ekolabeling. AsalMulaProgramEkolabel Kegiatan ekolabeling terlihat sejak munculnya kepedulian wawasan global terhadap lingkungan oleh pihak pemerintah, kalangan dunia usaha dan Ekosistem alami 21

3 Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 masyarakat konsumen. Kepedulian terhadap kualitas lingkungan ini terlihat sangat nyata di negara-negara yang telah maju, dan ditandai pada produk yang dihasilkannya. Kesempatan ini sering ditangkap sebagai peluang dalam memasarkan produknya, dengan disertai informasi yang diterjemahkan dalam label yang menyertai produknya untuk menarik konsumen dalam persaingan pasar. Sebagai contoh produknya disertai keterangan seperti recycable atau bersifat eco friendly atau recycle content dengan demikian akan bersaing di pasar. Namun penandaan keterangan tersebut pada akhirnya harus membuktikan kebenaran yang dapat dipercaya. Untuk menyatakan keterangan tersebut sering pihak produsen menunjuk pihak independen sebagai penilai, apakah benar penyertaaan tanda tersebut tidak hanya berkepentingan menarik konsumen tetapi melindungi konsumen maupun lingkungan. Penyertaan label yang menunjuk kepedulian terhadap lingkungan bagi masyarakat yang peduli memang akan memilih produk tersebut. Tetapi bagi masyarakat yang tidak tahu pentingnya kualitas lingkungan justru menjadi kebingungan karena banyaknya keterangan dalam produk yang akan dibelinya. Seperti halnya pada produk makanan yang beredar di Indonesia juga mengaitkan dengan nilai religius agar masyarakat meyakini kebenaran label yang menyertai produk makanan atau minuman. Demikian juga pada produk berekolabel yang memperhatikan masalah lingkungan. Kondisi isu ini justru dapat memunculkan suatu kelembagaan yang dapat memberikan peluang jasa bagi masyarakat yaitu lembaga yang bersifat independen tetapi mempunyai kredibilitas tahu persis dalam menilai terhadap lingkungan. Contoh seperti ini pihak perguruan tinggi yang memang dapat menilai terhadap perubahan kondisi lingkungan setelah penerapan ekolabel, dapat diminta jasa dalam menilai keadaan tersebut. Penilaian ini tentu menyangkut waktu, biaya serta introduksi peralatan analisis yang cukup besar pengaruhnya terhadap biaya produksi. Namun demikian, jika dibandingkan dengan sesuatu produk yang dalam proses produksinya merusak lingkungan serta pengurasan sumber bahan baku yang menimbulkan kerusakan lingkungan, tentu biaya produksi dengan penerapan ekolabel masih lebih kecil jika dibandingkan biaya untuk memulihkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan apabila tanpa mendasari kelestarian lingkungan. Ekosistem manusia yang asri Program penerapan ekolabel yang berhasil di dunia yaitu di Jerman dikenal sebagai Blue Angel yang dimulai 1977, program ini dikenal sebagai program ekolabel tipe 1. Karena keberhasilannya yang dalam perjalanan waktu dikembangkan dan mengilhami negara-negara lain untuk meniru dan menerapkan program sejenis. Di dunia internasional saat ini telah banyak dikembangkan sistem pelabelan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Sistem pelabelan ini biasanya merupakan turunan yang berkembang lebih terfokus serta berkaitan salah satu faktor dalam lingkungan yang lebih dikenal sebagai hybrid ekolabel. Misalnya industri kehutanan, atau industri kimia, bahkan sering dikaitkan dengan salah satu isu misal kualitas udara, konservasi energi atau bentuk lain misal dalam daur ulang produk yang ramah lingkungan. Sebetulnya pengembangan ekolabel tipe 1 yang semula memperhatikan dari lebih satu aspek penampilan lingkungan menyeluruh, pengembangannya hanya pada satu atau dua aspek yang isunya sedang diperbincangkan di masyarakat. Sebagai contoh di Indonesia bahan nyamuk bakar dan pemberantasan nyamuk dengan semprotan aerosol yang ramah lingkungan bahkan dengan elektrik, sebetulnya sebagai penerapan ekolabel yang terfokus masalah kualitas udara. Pengembangan ekolabel harus tetap memperhatikan prinsip dalam ekolabel yaitu : Produk yang diberi ekolabel selayaknya adalah produk yang dalam daur hidupnya mulai pemilihan dan pengadaan bahan baku, proses produksi, pendistribusian, penggunaan dan pembuangan setelah penggunaan memberi dampak lingkungan relatif lebih kecil dibandingkan produk lain yang sejenis. Ekolabel akan memberikan informasi kepada konsumen mengenai dampak lingkungan 22

4 Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 yang ada dalam suatu produk tertentu yang membedakannya dengan produk lain yang sejenis. Sehingga jika tipe ekolabel yang akan dikembangkan haruslah tetap mengacu pada prinsip dengan urutan penetapan sistem penilaian dalam pelabelan. Penilaian oleh pihak yang berkompeten dan kredibel yang bersifat independen dan telah diakui pihak internasional. Pendeklarasian untuk rencana pelabelan haruslah dilakukan sebelum proses produksi agar pihakpihak yang berkepentingan dapat menilai kemungkinan terjadinya dampak yang akan ditimbulkan. Sehingga kegiatan ini dapat dijadikan suatu kegiatan yang lengkap menyeluruh dalam analisis dampak lingkungan (AMDAL) TipedanStakeholderdalamEkolabel Dalam pasaran global di dunia dikenal beberapa tipe pelabelan yang terkait dengan lingkungan dan cara mendeklarasikannya dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe ekolabel. Pengertian tipe ekolabel didasarkan standar prinsip, praktek pelaksanaan dan sifat-sifat khusus yang terkait dan sifatnya sukarela yaitu mengikuti standar organisasi internasional (ISO = International Organization of Standardization) pembagian itu yakni : Tipe1 : voluntary, multiple criteria based practitioner programs- ecolabel. Tipe 2 : self declaration environmental claims Tipe3 : quantified product information label (environmental declaration) - label informasi, kartu pelaporan. EkolabelTipe 1. Jenis ekolabel yang banyak digunakan di dunia sampai saat ini adalah ekolabel tipe 1 yang dilaksanakan oleh pihak ketiga yang independen. Kriteria pemberian ekolabel pada umumnya bersifat multi-kriteria, berdasarkan pertimbangan pada dampak lingkungan yang terjadi sepanjang daur hidup produk. Setelah melalui proses evaluasi oleh badan pelaksana ekolabel tipe 1, maka pemohon diberi lisensi untuk mencantumkan logo ekolabel tertentu pada produk atau kemasan produknya. Keikut sertaan para pelaku usaha dalam penerapan ekolabel tipe 1 bersifat sukarela. Secara umum, ekolabel tipe 1 terdiri dari beberapa tahap sebagai berikut : - Pemilihan kategori produk dan jasa - Pengembangan dan penetapan kriteria ekolabel - Penyiapan mekanisme dan sarana sertifikasi, termasuk pengujian,verifikasi dan evaluasi serta pemberian lisensi penggunaan logo ekolabel. EkolabelTipe 2 Ekolabel tipe 2 merupakan pernyataan atau klaim lingkungan yang dibuat sendiri oleh produsen/pelaku usaha yang bersangkutan. Ekolabel tipe 2 dapat berupa simbol, label atau pernyataan yang dicantumkan pada produk atau kemasan produk atau pada informasi produk, buletin teknis, iklan, publikasi, pemasaran, media internet, dan berbagai media cetak. Misal pernyataan recycble recycled material atau CFC free serta yang terlalu muluk low energy and reducecable intake. Namun pernyataan label pada ekolabel tipe 2 keabsahan yang dapat dipertanggung jawabkan sangat tergantung pada metodologi dalam evaluasi yang jelas dan transparan, mengandung nilai substansi ilmiah, terdokumentasi jelas dan obyektif. Dalam verifikasi harus memadai dan terbuka serta pelaporan yang terus menerus. EkolabelTipe 3 Ekolabel tipe 3 berbasis pada multi kriteria seperti pada tipe 1, namun informasi rinci mengenai pencapaian pada masing-masing item kriteria disajikan secara kuantitatif dalam label. Evaluasi pencapaian pada masing-masing item kriteria tersebut didasarkan pada suatu studi/kajian daur hidup produk. Dengan penyajian informasi tersebut, konsumen diharapkan dapat membandingkan kinerja lingkungan oleh berbagai produk berdasar-kan informasi pada label yang selanjutnya dapat memilih sendiri berdasarkan item kriteria yang dianggap penting dan berperan bagi konsumen sendiri. Mengacu pada GATT (General Agreement on Tariff and Trade), ekolabel didasarkan pada non diskriminasi dan atas dasar sukarela. Dasar sukarela menekankan bahwa sistem sertifikasi bekerja atas dasar insentif pasar. Produsen ikut serta ketika melihat ada insentif pasar atau kesempatan untuk mengembangkan pasaran baru atau mereka tidak melakukan ancaman boikot ketika tidak mendapatkan insentif pasar. Pemilihan kategori produk memasukkan seluruh produk-produk sejenis menerapkan standar-standar yang sama guna menghindari diskriminasi perdagangan, hal ini mengacu pada pasal 7 Kesepakatan Technical Barriers totrade (TBT) pada GATT. Perbandingan tipe-tipe pelabelan dan deklarasi produk aman lingkungan: 23

5 Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 Criteria Areas/Metrics: Type I multiple Type II single Type III multiple Selectivity : Type I yes Type II no Type III no Life Cycle Consideration : Type I yes Type II no Type III yes Third Party Verification/Certification : Type I yes Type II preferred Type III yes Stakeholder pada Ekolabel : Keterlibatan berbagai pihak dalam pengembangan inisiasi ekolabel merupakan faktor yang sangat penting bagi keberhasilan program serta dampak dari program tersebut. Walaupun tidak ada program ekolabel yang sama pada setiap negara, tetapi secara umum, para stakeholder yang berperan dalam pengembangan ekolabel dapat dikelompokkan sebagai berikut : Pemerintah Banyak program ekolabel diinisiasi dan didanai oleh pemerintah dalam bentuk memberikan masukan yang langsung ataupun tidak langsung bagi pengembangan program, pengelolaan dan wilayah keluaran. Pemerintah ini (dalam berbagai tingkat) dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap lambat tidaknya inisiasi program ekolabel di negara masing-masing Otoritas pengelola program (misal : Program Managers) Suatu lembaga independen biasanya melihat dan mengarahkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan program ekolabel (misal dari aspek teknis, pemasaran, serta administrasi) Tingkat keterlibatan lembaga ini bervariasi mulai dari fungsinya dari koordinator dan penghubung berbagai lembaga terkait sampai menjalankan tugas sehari-hari. Asosiasi Industri, komersial, retailer, serta perusahaan Kesadaran, ketertarikan dan keikut sertaan langsung dari sektor industri dan komersial merupakan hal yang pentig bagi keberhasilan program ekolabel. Penyusunan kriteria untuk Sebaran anakan rotan sertifikasi dan lisensi harus bagus,kredibel dan dapat diterapkan di lapangan. Keterlibatan dari pihak industri dan retailer merupakan kunci utama dalam menentukan keberhasilan ekolabel. Demikian juga, panduan dari sektor industri dan komersial serta dukungan dari kedua sektor ini sangat diharapkan. Perlu diketahui bahwa pihak industri merupakan wakil dari produser serta penyedia jasa dan juga sebagai pemakai dari program ekolabel. Konsumer Permintaan dari konsumer baik dalam bentuk rumah tangga, institusi maupun korporasi sangat berpengaruh terhadap pemasaran program ekolabel ini. Keinginan dan kebutuhan konsumen harus dikenali, dideteksi dan direfleksikan dalam berbagai program aksi serta keluaran dari program ekolabel. Ekolabel di Indonesia Indonesia sebagai anggota PBB tentu harus taat pada kesepakatan (comeetment) terhadap aturan yang berlaku diantaranya pada konveksi PBB yaitu Convection on International Trade in Endangered Species (CITES) yang membatasi pemanfaatan dan melindungi spesies-spesies mahluk hidup yang dianggap mendekati kepunahan atau dikhawatirkan akan punah jika tidak dilindungi. Selain itu,karena Indonesia telah meratifikasi dan menjadi anggota pada International Tropical Timber Organization (ITTO) yang dalam salah satu kesepakatan memberlakukan pengelolaan hutan secara lestari ( Sustainable Forest Management/ SFM). Pelaksanaan dalam SFM adalah memberlakukan pengena-an ekolabel pada produk-produk yang berbahan baku berbasis dari hasil hutan, harus mengikuti aturan ekolabel. Artinya hasil hutan yang dipungut harus berasal dari areal hutan yang dikelola secara lestari berdasar kaidah yang telah ditetapkan dalam kriteria dan indikator tertentu dan dinilai oleh pihak independen. Perkembangan ekolabel di Indonesia yang meskipun didukung pemerintah melalui Kepmenhut No: 252/Kpts- II/1993 tanggal 29 April 1993 tentang Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Secara Lestari yang harus dilakukan oleh HPH, namun karena sifatnya masih bersifat Voluntary (sukarela) kemajuannya sangat lamban hingga tahun 2001 baru 6 % anggota ASMINDO yang bersertifikat ekolabel, demikian juga HPH malahan lebih sedikit. Hal tersebut sangat berkait erat dengan kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan serta pengetahuan para manager terhadap pentingnya perlindungan lingkungan. 24

6 Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 Penerapanekolabelpadaindustrirotan Rotan sebagai salah satu hasil hutan bukan kayu, yang merupakan unggulan serta diharapkan pemasukan devisa andalan dari produk-produk yang dibuat dari rotan, tentu agar dapat bersaing di pasar global pemerintah sangat mendorong penerapan ekolabel pada produk rotan. Mengingat produk rotan berasal dari areal hutan tentunya juga terkait dengan penerapan ekolabel. Artinya asal usul rotan harus dari areal yang dikelola secara lestari. Pada hal hampir 90 % rotan berasal dari hutan alam dan hanya sebagian kecil dari rotan tanaman terutama yang berdiameter kecil seperti sega taman dan irit yang telah lama ditanam petani di Kalimantan Tengah dan Selatan serta sebagian Kalimantan Timur. Namun karena pemberlakuan ekolabel tidak semua negara memberlakukan barang impor yang masuk harus berekolabel hingga saat ini belum terasa pentingnya menerapkan ekolabel pada komoditi rotan, tetapi hal ini tentu tidak akan berlangsung lama, dalam waktu singkat tentu banyak negara akan memberlakukan penerapan ekolabel bagi produk yang masuk ke negaranya. PeluangdanTantanganPenerapanEkolabel Penerapan ekolabel produk industri rotan saat ini oleh beberapa pengusaha sebagai suatu hambatan dalam pengembangan usaha, pemikiran ini masih terlalu sempit hanya mendasarkan adanya tambahan biaya produksi, namun jika direnungkan dan menetapkan jangka panjang dalam pengembangan usahanya tentu kondisi ini sebagai peluang dalam daya saing dari produk sejenisnya. Untuk menyiasati selama dalam penerapan ekolabel sebagai persiapan produk yang dihasilkannya dipasarkan di negara yang tidak atau belum menerapkan ketentuan ekolabel begi barang impor. Selain itu, pangsa pasar dalam negeri yang sebetulnya masih cukup besar peluang pemasaran haruslah ditempuh guna masih memperoleh pilihan konsumen bagi produknya. Sementara untuk mempersiapkan dalam penerapan ekolabel industri rotan yang biasa memproduksi mebel biasanya dilakukan kombinasi dengan bahan yang memang tidak dikenakan syarat ekolabel misal dengan kombinasi kayu yang berasal dari perkebunan atau produk pertanian lain.bahan baku alternatif ini memang sering berbeda sifatnya dengan bahan dari hutan alam misal kayu sifat kayu ramin dengan kayu sengon atau kayu kamper dengan kayu suren baik nilai tekstur dan cara pengerjaan serta estetika penampilan namun jika diolah secara baik akan bermutu juga. Tantangan dalam menyikapi untuk menerapkan ekolabel tidaklah ringan, yaitu mulai dari mendapatkan bahan baku yang berasal dari areal hutan tanaman atau hutan yang dikelola secara lestari, proses pengerjaan produksi mengikuti standar ISO yang berlaku ( ISO 9001-ISO 9004 juga ISO 14000) serta amdal yang berlaku,proses pengemasan serta pendistribusiannya. Tantangan ini tentu tidak secara drastis ditangani diatasi tetapi secara bertahap. Misal mendorong pedagang pengumpul rotan agar mensosialisasikan dan menyuluhkan agar pemungut rotan menanam di arel kebunnya atau nenanam rotan alam yang kondisi potensinya menurun seperti rotan manau ( Calamus manan ). Menggunakan bahan penolong yang ramah lingkungan serta menjaga proses produksi yang ramah lingkungan, serta mutu produk yang dihasilkannya benar tetap terjaga. Permasalahan lain yaitu jika penerapan ekolabel tentu ada introduksi proses dan penggunaan peralatan yang lebih baik, kontinyuitas pengadaan bahan baku yang sering tidak lancar karena kurang kesiapan di lapangan. Hal ini dapat diatasi secara bertahap jika ada jalinan kerja yang baik dari setiap tahap pelaku kegiatan usaha. Dalam hal proses produksi untuk industri mebel rotan saat ini telah mulai banyak menggunakan bahan finishingnya yang ramah lingkungan misal dengan water solvent base demikian juga dalam proses pengolahan dengan bahan nabati serta kondisi lingkungan kerja kualitas udara yang tetap dijaga. Keadaan ini menggambarkan mulainya kepedulian terhadap lingkungan agar produk yang dihasilkannya mampu menembus pasar global yang banyak menerapkan ekolabel. Kesimpulan Dari uraian yang telah dipaparkan tersebut di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu: 1. Ekolabel merupakan kekangan dalam proses berproduksi sesuatu produk agar terhindar dari kerusakan lingkungan hidup yang telah disepakati baik secara regional maupun internasional. 2. Penerapan ekolabel berguna bagi konsumen maupun produsen serta negara yang menerapkannya karena lingkungan hidup tetap terjaga. 25

7 Vol. 1, No. 1, Edisi Juli 2012 = 3. Sosialisasi ekolabel perlu dilakukan kepada masyarakat yang terkait langsung dalam kegiatan produksi, penyebaran informasi dapat dilakukan pada berbagai bentuk sarana media komunikasi. 4. Untuk menunjang pengembangan ekolabel peran pemerintah sangat diperlukan baik berupa pengenaan prasyarat dalam perizinan maupun aktif penyuluhan dan kegiatan nyata perbaikan kondisi lingkungan hidup. DAFTAR PUSTAKA Machfudh Ekolabel : Pengertian,konsep dan perkembangannya. Mak alah Diklat Sosialisasi Ekolabel pada Industri Kecil dan Menengah bidang Perkayuan. Pusdiklat 26 Perindustrian Departemen Perindustrian September 2006 Jakarta.Tidak terbit. Martono, D Ekolabel : Peluang dan tantangan bagi industri pengolahan kayu. Makalah Sosialisasi Peningkatan Mutu dan Produksi Industri Pengolahan Kayu pada IKM. Ditjen IKAH Deperindag. 16 Oktober 2004 Jambi. Tidak terbit Martono, D Peluang dan tantangan dalam pererapan ekolabeling pada industri pengolahan kayu. Pusdiklat Perindustrian Departemen Perindustrian September 2006 Jakarta.Tidak terbit Martono, D Kajian SKSHH dari HPH yang bersertifikat. Info Teknis Ranting Manuskrip BelumTerbit.

Ekolabel sebagai Peluang Pengelolaan Lingkungan di Indonesia

Ekolabel sebagai Peluang Pengelolaan Lingkungan di Indonesia Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi FMIPA IPB bekerja sama dengan Bagian PKSDM

Lebih terperinci

Pedoman Umum Akreditasi dan Sertifikasi Ekolabel

Pedoman Umum Akreditasi dan Sertifikasi Ekolabel Pedoman KAN 800-2004 Pedoman Umum Akreditasi dan Sertifikasi Ekolabel Komite Akreditasi Nasional KATA PENGANTAR Pedoman ini diperuntukkan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan penerapan Skema Sertifikasi

Lebih terperinci

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO RINGKASAN EKSEKUTIF WISHNU TIRTA, 2006. Analisis Strategi Penggunaan Bahan Baku Kayu Bersertifikat Ekolabel Di Indonesia. Di bawah bimbingan IDQAN FAHMI dan BUDI SUHARDJO Laju kerusakan hutan di Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri

I. PENDAHULUAN. (UKM) dengan sistem home industry yang bekerjasama dengan industri-industri I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha furniture sudah lama dikenal masyarakat Indonesia, bahkan dibeberapa daerah tertentu sudah menjadi budaya turun temurun. Sentra-sentra industri furniture berkembang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR GAMBAR... xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL........ xvi DAFTAR GAMBAR........ xvii DAFTAR LAMPIRAN.. xix I. PENDAHULUAN.... 1 1.1 Latar Belakang. 1 1.2 Rumusan Masalah. 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian....

Lebih terperinci

PROSPEK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PULP DAN KERTAS INDONESIA DALAM ERA EKOLABELING DAN OTONOMI DAERAH ABSTRACT PENDAHULUAN

PROSPEK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PULP DAN KERTAS INDONESIA DALAM ERA EKOLABELING DAN OTONOMI DAERAH ABSTRACT PENDAHULUAN Jurnal Mannjcmen Hutan Tropikr Vol. 6 No. 2 : 71-75 (MOO) Komunikasi (Communicdon) PROSPEK DAN TANTANGAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PULP DAN KERTAS INDONESIA DALAM ERA EKOLABELING DAN OTONOMI DAERAH ABSTRACT

Lebih terperinci

STANDAR INDUSTRI HIJAU

STANDAR INDUSTRI HIJAU Kementerian Perindustrian-Republik Indonesia Medan, 23 Februari 2017 OVERVIEW STANDAR INDUSTRI HIJAU Misi, Konsep dan Tujuan Pengembangan Industri Global Visi: Mengembangan Industri yang berkelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tak dapat dipisahkan. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal. balik antara manusia dan lingkungan tempat hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. yang tak dapat dipisahkan. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal. balik antara manusia dan lingkungan tempat hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia dan lingkungan hidupnya bagaikan dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Diantara keduanya terdapat hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan

Lebih terperinci

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum

Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum Mengekspor di Tengah Perubahan Lansekap Hukum LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Indonesia 2,3 & 5 Agustus, 2010 LOKAKARYA PELATIHAN LEGALITAS Kebijakan dan Konvensi Internasional yang berdampak pada Perdagangan

Lebih terperinci

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per

No pemeliharaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati sebagai modal dasar pembangunan. Penerapan prinsip Keuangan Berkelanjutan sebagai per TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6149 KEUANGAN OJK. Efek. Utang. Berwawasan Lingkungan. Penerbitan dan Persyaratan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 281) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

PRESS RELEASE Standar Pengelolaan Hutan Lestari IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) Mendapat Endorsement dari PEFC

PRESS RELEASE Standar Pengelolaan Hutan Lestari IFCC (Indonesian Forestry Certification Cooperation) Mendapat Endorsement dari PEFC PRESS RELEASE Jakarta, 11 Desember 2014 Pada 1 Oktober 2014, Skema Sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari IFCC* secara resmi telah mendapatkan endorsement dari sistem sertifikasi terdepan dan terpercaya

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian mengenai Studi Kelayakan Hutan Rakyat Dalam Skema Perdagangan Karbon dilaksanakan di Hutan Rakyat Kampung Calobak Desa Tamansari, Kecamatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel

Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Pedoman KAN 801-2004 Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Ekolabel Komite Akreditasi Nasional Kata Pengantar Pedoman ini diperuntukkan bagi lembaga yang ingin mendapat akreditasi sebagai Lembaga Sertifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan ini dicetuskan oleh adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sejak beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sejak beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan ini dicetuskan oleh adanya

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Masalah

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Berdasarkan Journal Strategi Green Marketing Terhadap Pilihan Konsumen Melalui Pendekatan Marketing Mix yang ditulis oleh Rudi Haryadi (2009:9), kesadaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan perekonomian dan pembangunan adalah masalah pemanfaatan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan perekonomian dan pembangunan adalah masalah pemanfaatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu pokok permasalahan yang sangat berpengaruh dalam penyelenggaraan perekonomian dan pembangunan adalah masalah pemanfaatan berimbang atas sumber daya alam.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar

BAB I PENDAHULUAN. pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar di seluruh dunia. Kita dapat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.946, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor. Produk Hortikultura. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60/M-DAG/PER/9/2012 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001 SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN MENURUT ISO 14001 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi

Lebih terperinci

Pedoman Klaim Lingkungan Swadeklarasi. Kata Pengantar

Pedoman Klaim Lingkungan Swadeklarasi. Kata Pengantar Kata Pengantar Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah mengembangkan program ekolabel sebagai perangkat lingkungan yang bersifat proaktif sukarela. Program ekolabel tersebut dikembangkan dalam upaya untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN UNTUK MENYONGSONG ERA RAMAH LINGKUNGAN. SITI LATIFAH, S.Hut., Msi.

SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN UNTUK MENYONGSONG ERA RAMAH LINGKUNGAN. SITI LATIFAH, S.Hut., Msi. SISTEM MANAJEMEN LINGKUNGAN UNTUK MENYONGSONG ERA RAMAH LINGKUNGAN SITI LATIFAH, S.Hut., Msi. Program Ilmu Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN! Pada saat ini pasar

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne

2016, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Ne No. 887, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Klaim. Pangan Olahan. Label dan Iklan. pengawasan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU. Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI HIJAU Disampaikan pada : Workshop Efisiensi Energi di IKM Jakarta, 27 Maret 2012 1. Kondisi Industri I. LATAR BELAKANG Pembangunan sektor industri di Indonesia yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemanasan global menjadi isu yang penting dikalangan masyarakat akhirakhir ini. Pemanasan global adalah suatu bentuk ketidak seimbangan ekosistem di bumi yang

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : 24-34 PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN RAKYAT SEBAGAI UPAYA MENDORONG PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERBASIS MASYARAKAT Oleh: Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan I. PENDAHULUAN Hutan adalah sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemasaran hijau merupakan suatu konsep baru yang ditujukan untuk melindungi lingkungan secara luas. Konsep ini pada dasarnya meliputi dua aspek penting, yaitu aspek

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001

Sistem Manajemen Lingkungan Menurut ISO 14001 Materi yang terdapat dalam halaman ini adalah materi yang disampaikan dalam Pelatihan Audit Lingkungan yang diadakan atas kerja sama antara Departemen Biologi FMIPA IPB bekerja sama dengan Bagian PKSDM

Lebih terperinci

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013

Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat. Kota, Negara Tanggal, 2013 Legalitas Pengeksporan Hasil-Hasil Hutan ke Negara-Negara Uni Eropa, Australia dan Amerika Serikat Kota, Negara Tanggal, 2013 Regulasi Kayu Uni Eropa (European Union Timber Regulation/EUTR) Regulasi Kayu

Lebih terperinci

LAMPIRAN Bagaimana sejarah berdirinya PT Margono Dian Graha? 2. Apa visi dan misi PT Margono Dian Graha?

LAMPIRAN Bagaimana sejarah berdirinya PT Margono Dian Graha? 2. Apa visi dan misi PT Margono Dian Graha? LAMPIRAN 1 Daftar Pertanyaan Wawancara Pertanyaan untuk pemilik perusahaan : 1. Bagaimana sejarah berdirinya PT Margono Dian Graha? 2. Apa visi dan misi PT Margono Dian Graha? 3. Bagaimana struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangannya di perusahaan manufaktur, selain bersaing dalam dunia pasar yang semakin memunculkan teknologi informasi yang canggih, perusahaan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System

BAB I PENDAHULUAN. Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sistem Jaminan Legalitas Kayu/Startegy Timber Legality and Assurance System (TLAS) atau di dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai SVLK (Sistem Verifikasi Legalitas

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 4 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN PEMANFAATAN DAN PENATAUSAHAAN HASIL HUTAN YANG BERASAL

Lebih terperinci

PERBEDAAN AMDAL DAN ANDAL

PERBEDAAN AMDAL DAN ANDAL PERBEDAAN AMDAL DAN ANDAL 1. Pengertian Untuk dapat mengetahui perbedaan antara Amdal dan Andal, maka kita dapat merujuk pada Pasal 5 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa merupakan karunia yang wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar dapat tetap menjadi

Lebih terperinci

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup

HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup BAHAN KULIAH HUKUM PERDAGANGAN BEBAS MULTILATERAL Perdagangan Internasional Dan Lingkungan Hidup Prof. Sanwani Nasution, SH Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

Kriteria kompetensi evaluator sertifikasi ekolabel

Kriteria kompetensi evaluator sertifikasi ekolabel Pedoman KAN 804-2004 Kriteria kompetensi evaluator sertifikasi ekolabel Komite Akreditasi Nasional Prakata Kriteria ini disusun oleh Panitia Teknis 207S Manajemen Lingkungan yang berkedudukan di Kementerian

Lebih terperinci

sebelumnya. Hal tersebut membuat manusia mampu menemukan hal-hal baru

sebelumnya. Hal tersebut membuat manusia mampu menemukan hal-hal baru BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Zaman yang semakin maju membuat pemikiran manusia juga turut berkembang ke arah yang lebih baik dan jauh lebih maju di bandingkan sebelumnya. Hal tersebut membuat

Lebih terperinci

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib

Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) secara Wajib LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR : 1 TAHUN 20118.A/PER/BSN/2/2010 TANGGAL : 1 Februari 2011 Pedoman Standardisasi Nasional Nomor 301 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberlakuan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya

Lebih terperinci

European Union. Potensi rotan ramah lingkungan

European Union. Potensi rotan ramah lingkungan European Union Potensi rotan ramah lingkungan Manfaat rotan ramah lingkungan Solo, (Provinsi Jawa Tengah) Surabaya (Provinsi Jawa Timur) SNV menyadari besarnya kebutuhan akan produk rotan Indonesia yang

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh aktivitas alam (bencana alam) atau aktivitas manusia, yang menyebabkan rusaknya keseimbangan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas tersebut mencakup

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas tersebut mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan lingkungan yang terjadi sejak dekade terakhir diakibatkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas tersebut mencakup

Lebih terperinci

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN

Renstra Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi BSN Tahun RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN RENSTRA PUSAT AKREDITASI LEMBAGA SERTIFIKASI TAHUN 2015-2019 BADAN STANDARDISASI NASIONAL 2015 Kata Pengantar Dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang dapat diperbaharui,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Chlorofluorocarbon). CFC inilah yang merusak lapisan ozon, memungkinkan sinar ultraviolet yang membahayakan menembus bumi.

BAB I PENDAHULUAN. (Chlorofluorocarbon). CFC inilah yang merusak lapisan ozon, memungkinkan sinar ultraviolet yang membahayakan menembus bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pelestarian lingkungan telah menjadi topik yang banyak diperbincangkan beberapa tahun terakhir. Hal ini dipicu oleh adanya kekhawatiran akan ancaman bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan besar terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87%

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dengan jumlah penduduk lebih dari 200 juta dan sekitar 87% beragama Islam merupakan potensi pasar yang sangat besar bagi produk-produk halal. Apabila

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

Adanya indikasi penurunan kayu bulat tersebut ternyata telah disadari oleh

Adanya indikasi penurunan kayu bulat tersebut ternyata telah disadari oleh Adanya indikasi penurunan kayu bulat tersebut ternyata telah disadari oleh para produsen kayu yang menggunakan kayu bulat sebagai bahan bakunya. Untuk mencari barang substitusi dari kayu bulat tersebut,

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND)

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/ TENTANG PENERBITAN DAN PERSYARATAN EFEK BERSIFAT UTANG BERWAWASAN LINGKUNGAN (GREEN BOND) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak membuang-buang waktu yang ada. Kemudahan yang diinginkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak membuang-buang waktu yang ada. Kemudahan yang diinginkan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan di era globalisasi saat ini memaksa setiap pihak untuk dapat bergerak dengan cepat dan aktif. Setiap aktivitas dijalankan dengan serba cepat dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kepedulian serta kesadaran akan lingkungan saat ini telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kepedulian serta kesadaran akan lingkungan saat ini telah menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepedulian serta kesadaran akan lingkungan saat ini telah menjadi perbincangan di semua kalangan dan telah merubah cara pandang serta pola hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama beberapa dekade terakhir, kepedulian terhadap lingkungan telah meningkat secara drastis di Amerika Serikat dan Eropa Barat. Perubahan yang positif pada perilaku

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri kecil dan menengah, termasuk industri mebel merupakan hal yang penting bagi Indonesia karena selain memberikan kontribusi bagi penerimaan devisa, juga menciptakan lapangan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

2017, No Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara No.239, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pengawasan Pangan Olahan Organik. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA/PENGRAJIN

PEDOMAN PELAKSANAAN VERIFIKASI LEGALITAS KAYU PADA INDUSTRI RUMAH TANGGA/PENGRAJIN Lampiran 3.6. Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor : P.8/VI-BPPHH/2012 Tanggal : 17 Desember 2012 Tentang : Standar dan Pedoman Pelaksanaan Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2014 T E N T A N G PENGELOLAAN KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI DALAM USAHA PERKEBUNAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Lebih terperinci

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan

Menjadikan Bogor sebagai Kota yang nyaman beriman dan transparan BAB 3 ISU ISU STRATEGIS 1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN a. Urusan Perdagangan, menghadapi permasalahan : 1. Kurangnya pangsa pasar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN LH. Logo. Ekolabel. Pencantuman. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENCANTUMAN LOGO EKOLABEL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pembentukan kerangka pemikiran dalam penelitian ini didukung oleh teori-teori yang terkait dengan tujuan penelitian. Teori-teori tersebut meliputi

Lebih terperinci

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu :

KERANGKA PROGRAM. Lokasi : Kab. Kuningan, Kab. Indramayu, Kab. Ciamis. Periode Waktu : KERANGKA PROGRAM Peningkatan Hutan Rakyat dan Industri Kayu Kecil dan Menengah yang Terverifikasi Legal dalam Meningkatkan Pasokan Kayu dan Produk Kayu Sesuai Lisensi FLEGT (di Wilayah Provinsi Jawa Barat)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena

BAB I PENDAHULUAN. dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penurunan kualitas dan kuantitas hutan di Indonesia sudah dirasakan sejak dekade 1990-an. Degradasi dan deforestasi sumberdaya hutan terjadi karena tindakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/M-IND/PER/5/2006 T E N T A N G STANDARDISASI, PEMBINAAN DAN PENGAWASAN STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG INDUSTRI MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sangat bergantung pada kondisi lingkungan hidup dan tempat manusia tinggal. Lingkungan merupakan bagian dari kehidupan manusia. Bahkan, manusia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 1990 TENTANG HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam

Lebih terperinci

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS

Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Persyaratan untuk Cakupan Sertifikat Menurut APS Versi 1.0.0 Versi 1.0.0 Fair Trade USA A. Pengantar Standar Produksi Pertanian (Agricultural Production Standard/APS) Fair Trade USA merupakan serangkaian

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

Globalisasi perekonomian menimbulkan pencemaran dan memunculkan kepedulian terhadap lingkungan. ISO mengembangkan standar spesifik lingkungan bagi

Globalisasi perekonomian menimbulkan pencemaran dan memunculkan kepedulian terhadap lingkungan. ISO mengembangkan standar spesifik lingkungan bagi AUDIT LINGKUNGAN Globalisasi perekonomian menimbulkan pencemaran dan memunculkan kepedulian terhadap lingkungan. ISO mengembangkan standar spesifik lingkungan bagi industri dan jasar AMDAL sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan keprihatinan masyarakat dunia tentang pentingnya pelestarian lingkungan, hal ini tentu

Lebih terperinci

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI)

BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) BAB III STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 3.1 Peraturan Perundang Undangan Standar Nasional Indonesia (SNI) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh terjadinya Global warming yang terjadi pada saat ini. Hal ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh terjadinya Global warming yang terjadi pada saat ini. Hal ini sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang masalah Di era modern seperti sekarang ini banyak sekali kegiatan-kegiatan yang dilakukan manusia berdampak tidak baik bagi lingkungan. Saat ini adalah dimana terjadinya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. No.105, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN STANDARDISASI NASIONAL. SNI. Pemberlakuan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN STANDARDISASI NASIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat menjadi lebih peduli terhadap produk-produk yang mereka

BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat menjadi lebih peduli terhadap produk-produk yang mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesadaran masyarakat di berbagai belahan dunia tentang pentingnya menjaga kelesterarian lingkungan semakin meningkat. Terjadinya pemanasan global membuat masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 56/Menhut-II/2007 TENTANG PENGADAAN DAN PEREDARAN TELUR ULAT SUTERA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang : bahwa dalam rangka pengembangan persuteraan alam nasional terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan kesadaran

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan kesadaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak beberapa periode terakhir ini kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, peningkatan kesadaran akan kelestarian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam

Lebih terperinci

Good Agricultural Practices

Good Agricultural Practices Good Agricultural Practices 1. Pengertian Good Agriculture Practice Standar pekerjaan dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang dihaslikan memenuhi standar internasional. Standar ini harus dibuat

Lebih terperinci

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN

LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN LAPORAN PENYELENGGARA DAN SAMBUTAN 1 PROSIDING Workshop Nasional 2006 2 LAPORAN KETUA PANITIA PENYELENGGARA Oleh: Ir. Tajudin Edy Komar, M.Sc Koordinator Pre-Project ITTO PPD 87/03 Rev. 2 (F) Assalamu

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan penduduk dunia khususnya di negara-negara Asia Tenggara menghendaki adanya pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang meningkat dan harus segera diatasi salah

Lebih terperinci

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas

Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas Royal Golden Eagle (RGE) Kerangka Kerja Keberlanjutan Industri Kehutanan, Serat Kayu, Pulp & Kertas I. Ruang Lingkup: Seluruh ketentuan Sustainability Framework ini berlaku tanpa pengecualian bagi: Seluruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi nasional menitikberatkan pada pembanguan sektor pertanian. Sektor pertanian secara umum terdiri dari lima subsektor, yaitu subsektor tanaman bahan pangan,

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA "PENYERAHAN PENGHARGAAN ASIA STAR AWARDS 2014" JAKARTA, 9 APRIL 2015

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PENYERAHAN PENGHARGAAN ASIA STAR AWARDS 2014 JAKARTA, 9 APRIL 2015 SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA "PENYERAHAN PENGHARGAAN ASIA STAR AWARDS 2014" JAKARTA, 9 APRIL 2015 Yang terhormat, Duta Besar Negara Amerika Serikat untuk Indonesia, Duta

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 7 TAHUN 1990 (7/1990) Tentang HAK PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa hutan merupakan suatu potensi kekayaan alam yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP-42/MENLH/11 /94 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN AUDIT LINGKUNGAN, MENIMBANG : 1. bahwa setiap orang yang menjalankan suatu bidang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN FASILITASI SERTIFIKASI PRODUK DAN PROSES PRODUKSI TA. 2016 DINAS PERINDUSTRIAN PERDAGANGAN KOPERASI DAN UMKM KOTA PEKALONGAN 2016 DAFTAR ISI Prakata Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia.

BAB I PENDAHULUAN. memilikinya,melainkan juga penting bagi masyarakat dunia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan memiliki arti penting bagi negara. Kekayaan alam yang terkandung di dalamnya mencerminkan potensi ekonomi yang besar dan strategis bagi pembangunan nasional. Kekayaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 102 TAHUN 2000 TENTANG STANDARDISASI NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka mendukung peningkatan produktivitas, daya guna produksi,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.148,2012 KEMENTERIAN PERTANIAN. Rekomendasi. Impor. Produk. Hortikultura. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/OT.140/1/2012 TENTANG REKOMENDASI

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar manusia secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar manusia secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar manusia secara langsung ataupun tidak langsung dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Lingkungan dapat memberikan dampak

Lebih terperinci