STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA ALAM PENYU BERBASIS MASYARAKAT LOKAL DI PANTAI TEMAJUK KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT NURITA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA ALAM PENYU BERBASIS MASYARAKAT LOKAL DI PANTAI TEMAJUK KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT NURITA"

Transkripsi

1 STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA ALAM PENYU BERBASIS MASYARAKAT LOKAL DI PANTAI TEMAJUK KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT NURITA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengembangan Wisata Alam Penyu Berbasis Masyarakat Lokal di Pantai Temajuk Kabupaten Sambas Kalimantan Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Nurita NIM P

4 RINGKASAN NURITA. Strategi Pengembangan Wisata Alam Penyu Berbasis Masyarakat Lokal di Pantai Temajuk Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan METI EKAYANI. Kabupaten Sambas merupakan salah satu wilayah perbatasan yang masih jauh dari pembangunan. Kondisi tersebut berdampak pada perekonomian masyarakat daerah tersebut. Masyarakat lokal yang hidup kekurangan dari segi ekonomi cenderung melakukan kegiatan ilegal, yaitu menjual telur penyu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini melanggar peraturan yang ada karena telur penyu yang dijual merupakan spesies yang dilindungi. Kegiatan ini dapat mengancam populasi penyu. WWF-Indonesia (2012) menyatakan bahwa periode tahun sebanyak persen sarang penyu di Pantai Paloh dalam kondisi terancam, 48 persen tidak dapat diselamatkan dan hanya 1.08 persen yang mampu diselamatkan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan penerapan suatu kebijakan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan secara bersamaan usaha perlindungan penyu dapat dilakukan. Penelitian ini bertujuan: (1) mengkaji kesediaan membayar (WTP) pengunjung jika diadakan wisata alam penyu di Pantai Temajuk; (2) mengkaji persepsi kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata di Desa Temajuk; (3) mengkaji pendapatan masyarakat lokal dari hasil menjual telur penyu dan pendapatan dari usaha di bidang wisata di Desa Temajuk; (4) merumuskan strategi pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis willingness to pay (WTP), skala likert dengan teknik skoring, analisis pendapatan dan analisis SWOT. Analisis WTP dilakukan untuk menentukan estimasi tarif tiket wisata alam penyu yang merupakan nilai WTP pengunjung. Nilai WTP diperoleh melalui tiga tahapan analisis, yaitu: pembuatan hipotesis pasar, penentuan nilai lelang dengan metode bidding game dan penghitungan rataan WTP. Kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata dianalisis menggunakan skala likert. Analisis pendapatan dilakukan untuk mengetahui pendapatan masyarakat lokal yang menjual telur penyu dan yang bekerja di bidang wisata. Analisis SWOT digunakan untuk mengetahui kondisi wisata saat ini dan merumuskan strategi pengembangan wisata alam penyu. Analisis ini mencakup empat tahapan, antara lain: analisis matriks IFAS, matriks EFAS, matriks IE dan matriks SWOT. Pengunjung yang menyatakan bersedia membayar untuk tarif tiket wisata alam penyu sebanyak 90 persen yang berpotensi mempengaruhi penerimaan wisata tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa pengunjung Desa Temajuk memiliki kecenderungan mendukung pengembangan wisata alam penyu dengan nilai WTP Rp per tiket per orang. Masyarakat lokal memberikan respon yang baik terhadap wisata ini yang ditunjukkan dari hasil penelitian yaitu 40 persen masyarakat menyatakan sangat bersedia mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata dan kebanyakan memilih sebagai penjual makanan dan minuman. Pendapatan masyarakat lokal yang bekerja di

5 bidang wisata lebih tinggi dari hasil menjual telur penyu dengan selisih Rp per tahun per orang. Hasil tersebut berpotensi memberikan motivasi bagi masyarakat lokal untuk bekerja di bidang wisata. Adapun strategi yang dapat diterapkan antara lain: (1) pemanfaatan keberadaan aktivitas penyu sebagai salah satu objek wisata alam yang melibatkan masyarakat dan digabungkan dengan objek wisata lainnya, (2) penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung wisata dan konservasi penyu, (3) pelatihan untuk masyarakat lokal di bidang wisata, (4) pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pengefektifan peraturan perlindungan penyu, (5) sosialisasi terhadap pengunjung berkaitan dengan usaha pelestarian dan potensi penyu sebagai objek wisata, dan (6) pemberdayaan masyarakat lokal di bidang wisata sebagai usaha peningkatan kualitas SDM pengelola wisata. Kata kunci: analisis SWOT, manfaat ekonomi, willingness to pay, wisata alam penyu

6 SUMMARY NURITA. The Development Strategy for Natural Tourism of Sea Turtle Based on Local Communities in Temajuk Beach Sambas District West Kalimantan. Supervised by SRI MULATSIH and METI EKAYANI. Sambas District is one of the border region is still far from development. That condition has an impact on the local community's economy. Local communities who live shortcomings in terms of the economy tend to perform illegal activities, which sell sea turtle eggs to meet their needs. This is in violation of existing regulations, because the sea turtle eggs are sold is a protected species. This activity can threaten sea turtle populations. WWF-Indonesia (2012) states that the period as much as percent of sea turtle nests on the Paloh Beach under threat, 48 percent cannot be saved and only 1.08 percent were able to be saved. Under these conditions, it would require the implementation of a policy that can improve the welfare of society and at the same time preserving the sea turtle can be done. This study aims to: (1) analyzing the willingness to pay (WTP) of visitors if natural tourism of sea turtle is held in the Temajuk Beach; (2) analyzing the willingness of local communities to change the patterns of livelihood of sea turtle egg sellers into businesses in the field of tourism in the Temajuk Village; (3) analyzing the local communities income from selling sea turtle eggs and the income from the business in the field of tourism in the Temajuk Village; (4) formulating development strategy for natural tourism of sea turtle based on local communities in Temajuk Beach. The method used is the analysis of WTP, a likert scale with a scoring technique, revenue analysis and SWOT analysis. WTP analysis performed to determine the estimated ticket fare of sea turtle nature tourism, which is the value of WTP visitors. WTP values obtained through three stages of analysis, namely: the creation of market hypothesis, the determination of the value of the auction by bidding game method and calculation of the mean WTP. The willingness of local communities to change the patterns of livelihood of sea turtle egg sellers to businesses in the field of tourism was analyzed using a likert scale. Income analysis was conducted to determine the income of local people who sell sea turtle eggs and working in the field of tourism. SWOT analysis is used to determine the condition existing and formulate development strategies for nature tourism of sea turtle. This analysis includes four stages, among others: analysis of IFAS matrix, the matrix EFAS, IE matrix and SWOT matrix. Visitors who expressed willing to pay for a ticket fare for nature tourism of sea turtle of as much as 90 percent of the potentially affect the tourist reception. This suggests that visitors Temajuk Village has a tendency to support the development of nature tourism of sea turtle with WTP value is Rp per ticket per person. Local communities respond well for activities of this tourism, which the result of research showed that 40 percent of local communities expressed very willing to change the patterns of livelihood of turtle egg sellers into businesses in the field of tourism and most preferred as food and beverage vendors. Income of local people who work in the field of tourism is higher from income selling sea turtle eggs with a difference of Rp per year per

7 person. These results potentially provide motivation for local people to work in the field of tourism. The strategies that can be applied, among others: (1) utilization of the existence of the activity of the sea turtle as one of the natural attractions that involves the community and combined with other attractions, (2) the provision of facilities and infrastructure that supports tourism and preservation of sea turtle, (3) training for local communities in the field of tourism, (4) empowerment of local communities as improve the effectiveness of regulation sea turtle protection, (5) the socialization of visitors associated with conservation efforts and potential of sea turtles as a tourist attraction, and (6) the empowerment of local communities in the field of tourism as an attempt to improve the quality of human resources tourism manager. Keywords: economic benefits, nature tourism of sea turtle, SWOT analysis, willingness to pay

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 STRATEGI PENGEMBANGAN WISATA ALAM PENYU BERBASIS MASYARAKAT LOKAL DI PANTAI TEMAJUK KABUPATEN SAMBAS KALIMANTAN BARAT NURITA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Ahyar Ismail, M Agr

11

12 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul dalam penelitian ini yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 ini ialah Strategi Pengembangan Wisata Alam Penyu Berbasis Masyarakat Lokal di Pantai Temajuk Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Sri Mulatsih, MSc Agr dan Ibu Dr Meti Ekayani, SHut MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Ahyar Ismail, M Agr selaku penguji dan Bapak Dr Ir Haryadi, MS selaku perwakilan dari program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) atas saran yang diberikan. Terima kasih juga penulis ungkapkan kepada Bapak Drs Zulfan selaku Kepala Bidang Pariwisata Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas, Bapak Suriawan selaku Kepala Bidang Penataan Ruang Pesisir dan Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas dan Bapak Hermanto selaku Anggota WWF- Kecamatan Paloh yang telah banyak memberikan informasi tentang perkembangan penyu di Pantai Paloh khususnya Pantai Temajuk serta perkembangan pariwisata dan infrastruktur Desa Temajuk. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Aman selaku tokoh masyarakat Desa Temajuk dan Bapak Rasad selaku Pengelola Objek Wisata Teluk Atung Bahari yang telah banyak memberikan informasi terkait kondisi masyarakat lokal dan kegiatan wisata di Desa Temajuk. Terima kasih juga penulis sampaikan untuk pengunjung dan masyarakat lokal Desa Temajuk yang telah memberikan partisipasinya selama pengambilan data berlangsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis mengakui karya ilmiah ini masih banyak kekurangan sehingga saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Januari 2016 Nurita

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi 1 PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5 Kerangka Pikir Penelitian 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 7 Kondisi Wilayah Perbatasan 7 Wisata Berbasis Masyarakat 8 Regulasi Perlindungan Penyu 9 Penyu Hijau (Chelonia mydas) 10 Konservasi dan Wisata Alam Penyu 11 Willingness To Pay (WTP) 12 Analisis SWOT 14 3 METODE 15 Lokasi dan Waktu Penelitian 15 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 15 Analisis Data 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23 Kondisi Geografis Lokasi Penelitian 23 Kondisi Demografis Lokasi Penelitian 25 Kegiatan Ekonomi di Lokasi Penelitian 27 Keadaan Umum Objek Wisata 30 Karakteristik Responden 31 Kesediaan Membayar (WTP) Pengunjung 34 Kesediaan Masyarakat Lokal Mengubah Pola Mencari Nafkah dari Penjual Telur Penyu ke Usaha di Bidang Wisata 36 Pendapatan Masyarakat Lokal Desa Temajuk 38 Strategi Pengembangan Wisata Alam Penyu Berdasarkan Analisis SWOT 41 5 SIMPULAN DAN SARAN 49 Simpulan 49 Saran 50 DAFTAR PUSTAKA 51 LAMPIRAN 55 RIWAYAT HIDUP 63

14 DAFTAR TABEL 1 Kondisi penyu di Kecamatan Paloh tahun Jenis, jumlah dan kriteria responden 16 3 Indikator kesediaan responden mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata di Desa Temajuk 18 4 Matriks IFAS dan EFAS wisata alam penyu di Pantai Temajuk 20 5 Matriks analisis SWOT wisata alam penyu di Pantai Temajuk 22 6 Matriks variabel yang diukur, jenis, sumber, teknik pengumpulan, teknik analisis data dan keluaran berdasarkan tujuan penelitian 22 7 Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin per Februari tahun Distribusi jumlah Kepala Keluarga (KK) per Februari tahun Distribusi penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian per Februari Karakteristik responden masyarakat lokal Desa Temajuk Karakteristik responden pengunjung Pantai Temajuk Kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap wisata alam penyu Rataan WTP pengunjung terhadap tiket wisata alam penyu Estimasi penerimaan dengan penerapan harga tiket sesuai WTP pengunjung Kesediaan masyarakat lokal Desa Temajuk untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata Persepsi masyarakat lokal terhadap jenis pekerjaan yang dipilih Estimasi pendapatan masyarakat lokal Desa Temajuk Target penjualan telur penyu Matriks IFAS wisata alam penyu di Pantai Temajuk Matriks EFAS wisata alam penyu di Pantai Temajuk Matriks analisis SWOT wisata alam penyu di Pantai Temajuk 47 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir penelitian 6 2 Lokasi penelitian 15 3 Matriks internal-eksternal (IE matrix) 21 4 Peta administratif Desa Temajuk 23 5 Kondisi jalan dari Desa Ceremai ke Desa Temajuk 27 6 Atraksi panen raya ubur-ubur 28 7 Peta wisata Desa Temajuk 31 8 Hasil analisis matriks internal-eksternal (IE matrix) 45 DAFTAR LAMPIRAN 1 Karakteristik responden pengunjung Pantai Temajuk 56 2 Karakteristik responden masyarakat lokal Desa Temajuk 57 3 Pendapatan masyarakat lokal Desa Temajuk 58 4 Objek wisata Desa Temajuk 59 5 Wisma penginapan di Desa Temajuk 60 6 Dokumentasi penelitian 61 7 Kondisi aksesibilitas jalan menuju Desa Temajuk 62

15 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Daerah perbatasan merupakan wilayah strategis yang menjadi wajah sebuah negara, dalam hal ini Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena wilayah-wilayah tersebut merupakan pintu masuk bagi warga negara asing atau pihak luar lainnya yang berkepentingan untuk masuk sehingga sudah sewajarnya wilayah tersebut dibangun. Akan tetapi ironisnya, masyarakat perbatasan yang ada di NKRI cenderung masuk dalam kategori masyarakat tertinggal dari berbagai aspek pembangunan (Budianta 2010; Rani 2012). Meskipun faktanya daerah perbatasan memiliki potensi sumber daya alam sangat besar, wilayah tersebut belum bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia secara optimal. Dilihat dari segi letak geografis, sebenarnya Indonesia sangat memungkinkan mengambil manfaat dari wilayah tersebut, akan tetapi kenyataannya banyak daerah perbatasan bahkan menjadi beban negara. Sebagian besar daerah perbatasan di Indonesia masih merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial ekonomi yang masih sangat terbatas. Pandangan di masa lalu bahwa daerah perbatasan merupakan wilayah yang perlu diawasi secara ketat karena merupakan daerah yang rawan keamanan telah menjadikan paradigma pembangunan perbatasan lebih mengutamakan pada pendekatan keamanan dari pada kesejahteraan. Hal ini menyebabkan wilayah perbatasan di beberapa daerah menjadi tidak tersentuh oleh kegiatan pembangunan. Persoalan-persoalan perbatasan yang cukup rumit dan kompleks selama ini kurang mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah. Perencanaan pembangunan yang tersentralisasi dengan memprioritaskan sasaran makro pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tanpa mempertimbangkan aspek pemerataan memberi dampak pada timbulnya kesenjangan antar daerah, sehingga menyebabkan ketertinggalan daerah perbatasan. Seperti yang dinyatakan oleh Prasojo (2013) bahwa kurangnya pemerataan pembangunan mengakibatkan terdapat fakta kesenjangan tingkat ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan. Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Sarawak (Malaysia). Garis perbatasan tersebut sepanjang kurang lebih 966 km yang terbentang di 14 kecamatan dan 98 desa mulai dari Kabupaten Sambas sampai Kabupaten Kapuas Hulu. Dalam Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kalimantan Barat triwulan III tahun 2011 bahwa terdapat 50 jalan setapak di wilayah perbatasan yang menghubungkan 55 desa di Kalimantan Barat dengan 32 desa di Sarawak (BI 2011). Kondisi tersebut menandai dekatnya hubungan masyarakat perbatasan Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi, kedekatan hubungan tersebut belum diikuti dengan kesetaraan kesejahteraan antara masyarakat perbatasan Kalimantan Barat dan Sarawak. Hal ini tercermin dari fasilitas atau infrastruktur cukup berbeda antara dua wilayah yang dimaksud. Berikut adalah kondisi infrastruktur di perbatasan Kalimantan Barat (BI 2011): 1. Sebagian besar jalan utama desa masih berupa tanah dan terdapat 6 desa yang media transportasinya menggunakan sarana air.

16 2 2. Sarana media elektronik khususnya siaran televisi yang dominan di wilayah perbatasan merupakan saluran luar negeri (31 desa) sedangkan yang mampu menangkap sinyal saluran nasional hanya 16 desa, dan 8 kecamatan tidak mendapatkan sinyal televisi. 3. Sumber air di 65 desa menggunakan sungai/danau sebagai sumber air dan 32 desa menggunakan mata air. 4. Sinyal telekomunikasi tidak terdapat di 39 desa, tetapi di 42 desa masih terdapat sinyal meskipun lemah. Beberapa kondisi di atas berpotensi menghambat masuknya investasi swasta sehingga perekonomian di perbatasan hanya digerakkan oleh masyarakat lokal yang mengakibatkan aktivitas ekonomi kurang berjalan optimal. Hal ini akhirnya akan mempengaruhi pola pemenuhan kebutuhan masyarakat di wilayah perbatasan. Kabupaten Sambas adalah salah satu daerah perbatasan yang memiliki ciriciri tersebut. Dalam RPJM Kabupaten Sambas periode tahun dimunculkan isu strategis tentang minimnya infrastruktur dasar. Seperti yang dinyatakan oleh Huruswati et al. (2012) bahwa permasalahan utama di perbatasan Kabupaten Sambas terkait dengan infrastruktur jalan dan transportasi yang masih sulit sehingga berdampak pada kehidupan masyarakat sehari-hari. Kehidupan masyarakat yang jauh dari pembangunan menyebabkan kecenderungan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di daerahnya, salah satunya adalah memperdagangkan telur penyu. Kegiatan tersebut merupakan salah satu pelanggaran terhadap peraturan yang ada. Akan tetapi, perdagangan telur penyu secara ilegal masih terjadi di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas, karena Pantai Paloh termasuk kawasan open access dan 84 persen dari total panjang pantai belum berstatus kawasan konservasi (DKP-Kabupaten Sambas 2014). Pantai Paloh merupakan pantai peneluran penyu terpanjang yang ada di Indonesia. Panjang Pantai Paloh mencapai 63 km dan 54 km dari total panjang pantai tersebut merupakan habitat penyu. Akan tetapi, hanya 10 km yang memiliki status sebagai kawasan lindung yaitu Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing. Kemiringan dan luas Pantai Paloh sangat sesuai sebagai habitat peneluran penyu, karena penyu cenderung memilih pantai yang landai dan luas untuk melakukan pendaratan. Hasil penelitian Putra et al. (2014) menyatakan bahwa kemiringan Pantai Paloh masuk kategori landai (6.81 o ) dengan lebar pantai rata-rata m. Ada 2 jenis penyu yang sering melakukan aktivitas peneluran di Pantai Paloh, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricate), akan tetapi penyu hijau lebih banyak ditemukan dibandingkan penyu sisik (Panjaitan et al. 2012; Sheavtiyan et al. 2014). Menurut penelitian WWF-Indonesia (2012) keberadaan penyu hijau di Pantai Paloh terancam karena adanya aktivitas perdagangan telur penyu. Kegiatan pengambilan telur penyu secara ilegal dapat merusak sarang penyu. Periode tahun , sarang yang mampu diselamatkan sangat kecil jumlahnya (hanya 88 sarang dari total sarang atau 1.08 persen) dibandingkan dengan jumlah sarang yang tidak dapat diselamatkan dan sarang yang terancam. Sarang yang tidak dapat diselamatkan hampir sama jumlahnya dibandingkan sarang yang berstatus terancam, yaitu masing-masing sarang atau 48 persen dan sarang atau persen. Kondisi penyu tersebut disajikan pada Tabel 1.

17 Tabel 1 Kondisi penyu di Kecamatan Paloh tahun a Kondisi sarang penyu Jumlah sarang Persentase Sarang yang terancam Sarang yang tidak dapat diselamatkan Sarang yang mampu diselamatkan Total sarang a Sumber: Diadaptasi dari hasil presentasi WWF-Indonesia program Kalimantan Barat dalam pertemuan Forum Koordinasi Penanganan Tindak Lanjut Pidana Perikanan di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Barat pada tanggal 20 Juli 2011 dalam Anshary et al. (2014). Desa Temajuk memiliki Pantai Temajuk yang merupakan bagian dari Pantai Paloh. Desa Temajuk jauh dari pembangunan dan mengalami ketergantungan ekonomi terhadap negara tetangga mempengaruhi perilaku masyarakat lokal. Salah satunya adalah aktivitas perdagangan telur penyu yang dilakukan sebagai usaha untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Aktivitas ini didukung oleh letak Desa Temajuk yang berbatasan langsung dengan Desa Telok Melano Malaysia, sehingga berpotensi sebagai target pemasaran telur penyu. Agar masyarakat tidak melakukan penjualan telur penyu, maka perlu suatu kebijakan yang mendukung perlindungan penyu dan secara bersamaan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan seoptimal mungkin potensi wisata yang dimiliki Desa Temajuk. Objek wisata alam Desa Temajuk memiliki beberapa keunikan antara lain: hamparan pasir sangat luas dengan lebar sekitar m di Pantai Sixteen, Objek Wisata Batu Nenek yang berupa gugusan batu dalam berbagai ukuran dan membentuk formasi unik, Dermaga Temajuk yang menjorok ke laut sehingga memudahkan pengunjung untuk melihat fenomena matahari terbenam, Gunung Tanjung Datuk yang terletak di ekor Pulau Kalimantan, aktivitas panen raya uburubur merupakan atraksi masyarakat lokal setiap tahun dan sebagainya. Selain potensi tersebut, di Desa Temajuk juga terdapat aktivitas peneluran penyu yang menarik untuk dijadikan objek wisata alam. Jika objek wisata alam penyu dikembangkan, maka masyarakat lokal dapat berkontribusi langsung dalam bentuk usaha di bidang wisata, seperti: penjual makanan dan minuman, pemandu wisata, penyewaan sarana dan prasarana wisata serta pelayanan jasa ojek. Melalui upaya pengembangan objek wisata penyu tersebut diharapkan dapat memberikan income tambahan pada masyarakat lokal tanpa harus mengganggu habitat penyu, bahkan masyarakat lokal akan menjaga kelestariannya karena besarnya pendapatan bergantung pada keberadaan penyu. Dengan demikian, upaya tersebut dapat mendukung usaha pelestarian penyu dan secara bersamaan usaha peningkatan pendapatan masyarakat lokal dapat dilakukan. 3 Perumusan Masalah Dermawan et al. (2009) menyatakan bahwa pengambilan penyu dan telurnya merupakan salah satu faktor penyebab penurunan populasi penyu. Karakteristik siklus hidup penyu sangat panjang, sehingga tidak bisa mengimbangi penurunan populasi yang terjadi. WWF-Indonesia (2009a) menyatakan Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai masa dewasa sangat lama, yaitu harus bermigrasi sangat jauh dari habitat satu ke habitat lainnya selama

18 4 periode menjadi tukik, remaja dan dewasa (berkisar antara tahun). Oleh sebab itu, sudah seharusnya pelestarian terhadap satwa ini menjadi hal yang mendesak. Kondisi inilah yang menyebabkan semua jenis penyu di Indonesia diberikan status dilindungi oleh negara, sebagaimana yang tertuang dalam PP nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Apalagi secara internasional, penyu masuk daftar merah (red list) di IUCN dengan status terancam (endangered) dan CITES Apendiks I yang berarti bahwa keberadaannya di alam telah terancam sehingga segala bentuk pemanfaatan dan peredarannya harus mendapat perhatian secara serius. Akan tetapi, pemberian status perlindungan saja tidak cukup untuk memulihkan atau setidaknya mempertahankan populasi penyu di Pantai Temajuk. Selama secara ekonomi masyarakat masih lemah dan tidak mendapatkan pendapatan tambahan, maka tindakan pengambilan dan penjualan akan tetap terjadi. Berdasarkan hal tersebut, maka perlunya suatu solusi untuk melindungi penyu sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat tanpa ada unsur pemaksaan hukum. Salah satu tindakan yang dapat diambil sebagai suatu kebijakan adalah dengan mengembangkan salah satu alternatif objek wisata alam yaitu penyu dengan melibatkan masyarakat lokal secara langsung. Keterlibatan masyarakat yang dimaksud dalam kegiatan wisata alam tersebut antara lain: bekerja sebagai penjual makanan dan minuman, penyewaan sarana dan prasarana wisata, pelayanan jasa ojek dan khususnya sebagai pemandu wisata alam penyu, karena masyarakat yang biasanya mengambil telur penyu lebih mengetahui dan memahami keberadaan dan aktivitas penyu. Oleh sebab itu, upaya ini dapat memberikan manfaat ekonomi terhadap masyarakat lokal secara langsung. Agar kegiatan konservasi tersebut dapat berjalan dan berkelanjutan, maka salah satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah dana. Dana diperoleh dari besarnya kesediaan membayar pengunjung sehingga perlu diteliti tentang kesediaan membayar (WTP) dari setiap pengunjung. Selain itu, perlu juga penelitian tentang kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari menjual telur penyu ke usaha di bidang wisata, serta perbandingan pendapatan masyarakat lokal sebagai penjual telur penyu dan pendapatan dari usaha di bidang wisata. Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal. Berdasarkan kondisi yang melatarbelakangi tersebut, maka pada penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan antara lain: 1. Bagaimana besaran nilai kesediaan membayar (WTP) pengunjung jika diadakan wisata alam penyu di Pantai Temajuk? 2. Bagaimana kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata di Desa Temajuk? 3. Bagaimana pendapatan masyarakat lokal dari hasil penjualan telur penyu dan penghasilan dari usaha di bidang wisata di Desa Temajuk? 4. Bagaimana strategi yang tepat untuk pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka yang menjadi tujuan pada penelitian ini adalah:

19 1. Mengkaji kesediaan membayar (WTP) pengunjung jika diadakan wisata alam penyu di Pantai Temajuk. 2. Mengkaji kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata di Desa Temajuk. 3. Mengestimasi pendapatan masyarakat lokal dari hasil penjualan telur penyu dan penghasilan dari usaha di bidang wisata di Desa Temajuk. 4. Merumuskan strategi yang tepat untuk pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat terutama bagi masyarakat Desa Temajuk dan masyarakat umum agar menumbuhkembangkan rasa peduli terhadap kondisi penyu saat ini, serta memberikan pemahaman tentang pentingnya untuk menjaga kelestarian penyu khususnya di Pantai Temajuk. Selain itu, penelitian ini diharapkan menjadi salah satu masukan sebagai pertimbangan bagi pengambil kebijakan untuk menentukan alternatif solusi yaitu pengelolaan kawasan wisata saat ini dipadukan dengan pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk, dan memberikan sumbangan pemikiran berupa penerapan strategi yang sesuai untuk pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Desa Temajuk. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya mengkaji besaran kesediaan membayar (WTP) pengunjung Pantai Temajuk terhadap konsep penawaran yang diberikan sebagai objek wisata tambahan yaitu objek wisata penyu, sehingga bentuk pemasaran dan peluang pasar objek wisata penyu serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besaran WTP tidak diteliti secara mendalam. Selanjutnya, penelitian ini hanya mengkaji kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari usaha penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata, seperti: penjual makanan dan minuman, pemandu wisata, penyewaan sarana dan prasarana wisata serta penyedia jasa ojek. Selain itu, penelitian ini sebatas kajian terhadap penerimaan dan pendapatan masyarakat lokal yang menjual telur penyu dan masyarakat lokal yang menggeluti usaha di bidang wisata di Desa Temajuk, sedangkan pendapatan dari bentuk usaha yang belum dilakukan masyarakat Desa Temajuk tidak dikaji. Kerangka Pikir Penelitian Desa Temajuk merupakan daerah perbatasan dengan kondisi jauh dari pembangunan sehingga berpengaruh terhadap kelancaran kegiatan ekonomi masyarakat lokal terutama dalam hal pendistribusian barang dan jasa. Oleh sebab itu, usaha masyarakat sulit berkembang sehingga berdampak pada rendahnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lokal. Selain itu, kondisi tersebut juga menyebabkan timbulnya kesenjangan dari segi tingginya harga bahan pokok lokal dibandingkan harga bahan pokok di negeri tetangga. Akibatnya pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat lokal masih bergantung kepada negara tetangga. 5

20 6 Wilayah perbatasan Desa Temajuk Kondisi infrastruktur: Sarana transportasi kurang memadai Distribusi barang dan jasa kurang lancar Kondisi masyarakat lokal: Kurangnya pendapatan Ketergantungan dengan negara tetangga Penyu Perdagangan telur penyu Status penyu terancam (Endangered) Upaya memberikan income tambahan kepada masyarakat lokal Upaya pelestarian penyu Peran pengunjung terhadap wisata alam penyu Kesediaan masyarakat lokal mengubah pola mencari nafkah dari menjual telur penyu ke usaha di bidang wisata Penghasilan masyarakat lokal menjual telur penyu dan usaha di bidang wisata WTP Skala likert Analisis pendapatan Estimasi tarif tiket dan penerimaan wisata alam penyu Kesediaan masyarakat lokal mengubah pola mencari nafkah Pendapatan hasil penjualan telur penyu dan usaha di bidang wisata Analisis SWOT (Matriks IFAS, EFAS dan IE) Matriks SWOT Keterangan: = dampak/akibat = ruang lingkup penelitian Alternatif strategi pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal Gambar 1 Kerangka pikir penelitian Atas dasar pemenuhan kebutuhan, masyarakat melakukan salah satu usaha sebagai salah satu alternatif solusi untuk menambah pendapatan, yaitu dengan mengambil dan menjual telur penyu yang ada di Pantai Temajuk, sehingga keberadaan penyu terancam. Bahkan penjualan telur penyu dilakukan di negara tetangga yaitu Desa Teluk Melano, Malaysia. Aktivitas masyarakat tersebut dapat mengganggu keberlangsungan penyu Pantai Temajuk, lagi pula penyu merupakan salah satu fauna yang dilindungi dan termasuk daftar merah (red list) dalam IUCN dengan status Endangered (EN: genting atau terancam) serta termasuk CITES Apendiks I (CITES 2012), yang berarti bahwa satwa ini diprediksi beresiko tinggi untuk punah di alam liar pada masa yang akan datang (IUCN 2013).

21 Berdasarkan hal tersebut, maka perlunya suatu upaya untuk tetap menjaga kelestarian penyu sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat lokal. Sebagai salah satu alternatif yang dapat dikembangkan adalah dengan penerapan wisata alam berintegrasikan penyu dengan melibatkan masyarakat lokal. Jika upaya tersebut berkembang dengan baik, maka keberadaan penyu tetap lestari dan pemenuhan kebutuhan ekonomi masyarakat lokal juga terpenuhi. Pengembangan wisata alam penyu perlu keberlanjutan agar dapat memberikan manfaat ekonomi yang nyata kepada masyarakat lokal. Oleh sebab itu, peran pengunjung penting untuk diperhitungkan karena penghasilan diperoleh dari kesediaan pengunjung untuk membayar yang bersumber dari tiketing (harga tiket). Selain itu, pandangan positif masyarakat lokal terhadap penambahan pendapatan dari usaha pelayanan jasa di bidang wisata juga perlu diperhitungkan karena manfaat ekonomi akan berdampak langsung dari wisata ini jika masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. Terkait hal tersebut, maka dibutuhkan suatu analisis untuk mengestimasikan kesediaan membayar pengunjung (WTP) terhadap keberadaan wisata alam penyu, menganalisis kesediaan masyarakat lokal mengubah pola mencari nafkah dari usaha penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata, serta menganalisis besaran pendapatan masyarakat lokal dari hasil penjualan telur penyu dan dari usaha di bidang wisata. Informasi yang telah dikumpulkan digunakan untuk menyusun strategi yang tepat dalam usaha pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Desa Temajuk. Melalui penerapan wisata ini, selain membantu pemerintah setempat untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk perbatasan Temajuk, kegiatan tersebut juga dapat melestarikan keberadaan penyu di alam. 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Wilayah Perbatasan Pembangunan wilayah perbatasan jauh tertinggal dibandingkan pembangunan wilayah perkotaan maupun wilayah negara tetangga, sehingga kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal juga kurang berkembang. Secara umum daerah perbatasan termasuk ke dalam kriteria desa miskin dengan pertumbuhan cenderung lebih lambat dibandingkan dengan desa-desa sekitarnya. Budianta (2010) menyatakan bahwa beberapa faktor penyebab lambatnya pertumbuhan daerah perbatasan antara lain: 1. Daerah perbatasan belum digali secara mendalam dan menyeluruh mengenai potensi sosial ekonomi masyarakatnya yang merupakan faktor pendukung ketahanan wilayah perbatasan. 2. Lemahnya kemampuan pelayanan sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah perbatasan. 3. Kurangnya distribusi pelayanan sosial ekonomi secara merata di wilayah perbatasan. 4. Investasi ekonomi (infrastruktur dan kelembagaan) yang cenderung terkonsentrasi di daerah perkotaan.

22 8 Wilayah perbatasan merupakan wilayah pertemuan antara dua wilayah administrasi, sehingga sumber daya alam dan masyarakatnya bisa menjadi bagian komplementer sistem fungsional untuk pengembangan wilayah yang didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana. Akan tetapi Huruswati et al. (2010) menyatakan bahwa daerah perbatasan Indonesia mengalami persoalan sosial ekonomi dan keterbatasan fasilitas, sehingga masyarakat perbatasan cenderung menyeberang ke negara tetangga untuk memenuhi kebutuhannya. Masyarakat memanfaatkan sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhannya ke dalam berbagai aktivitas, salah satunya adalah perdagangan. Seperti yang dilaporkan dalam Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kalimantan Barat triwulan III tahun 2011 bahwa sistem perdagangan yang terjadi di perbatasan adalah masyarakat menjual hasil pertanian dan laut ke Malaysia, dan kebutuhan pokok diperoleh dari negara tersebut (BI 2011). Agar kecenderungan ketergantungan terhadap negara tetangga berkurang, maka salah satu yang dapat dilakukan adalah membuat rencana tata ruang yang lebih mendetail di daerah perbatasan dan percepatan pembangunan. Seperti halnya yang dinyatakan oleh Prayuda dan Harto (2012) bahwa rencana tata ruang sangat dibutuhkan di daerah perbatasan supaya pengelolaannya berdaya guna, seimbang dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan. Percepatan pembangunan di daerah perbatasan menjadi penting karena daerah perbatasan memiliki nilai-nilai strategis. Nilai strategis daerah perbatasan ditentukan oleh kegiatan yang berlangsung di dalamnya. Hasil penelitian Prayuda dan Harto (2012) menyatakan bahwa terdapat 4 nilai strategis daerah perbatasan, antara lain: 1. Daerah perbatasan mempunyai potensi sumber daya yang bernilai ekonomi. 2. Daerah perbatasan merupakan faktor pendorong untuk peningkatan sosial ekonomi masyarakat. 3. Daerah perbatasan mempunyai keterkaitan yang kuat dengan wilayah lainnya baik dalam lingkup regional, nasional maupun internasional. 4. Daerah perbatasan mempunyai dampak politis dan fungsi pertahanan keamanan nasional. Wisata Berbasis Masyarakat Pariwisata sebagai suatu kegiatan secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa dampak terhadap masyarakat setempat. Dampak pariwisata terhadap masyarakat dan daerah tujuan wisata mencakup dampak terhadap sosial-ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan (Riyadi dan Pambudi 2013; Moscardo dan Murphy 2014). Pariwisata berbasis masyarakat merupakan wisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas (WWF-Indonesia 2009b). Budaya serta pengetahuan masyarakat tentang alam dijadikan sebagai potensi dan daya jual melalui daya tarik wisata. Selain itu, hal tersebut dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal seperti: fee pemandu, ongkos transportasi, homestay, menjual kerajinan dan lain-lain. Berikut beberapa aspek kunci dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat (WWF-Indonesia 2009b):

23 1. Masyarakat membentuk panitia atau lembaga untuk pengelolaan kegiatan wisata di daerahnya, dengan dukungan dari pemerintah dan organisasi masyarakat (nilai partisipasi masyarakat dan edukasi). 2. Prinsip local ownership (pengelolaan dan kepemilikan oleh masyarakat lokal) diterapkan sedapat mungkin terhadap sarana dan prasarana wisata, kawasan wisata dan lain-lain (nilai partisipasi masyarakat). 3. Homestay menjadi pilihan utama untuk sarana akomodasi di lokasi wisata (nilai ekonomi dan edukasi). 4. Pemandu adalah orang setempat (nilai partisipasi masyarakat). 5. Perintis, pengelolaan dan pemeliharaan objek wisata menjadi tanggung jawab masyarakat setempat, termasuk penentuan biaya (fee) untuk wisatawan (nilai ekonomi dan wisata). Cara untuk menilai seberapa jauh pengaruh pariwisata terhadap kehidupan masyarakat lokal maka dapat dilihat melalui beberapa kriteria. Damayanti et al. (2014) menyatakan bahwa upaya pengembangan daerah wisata dinilai dapat meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat lokal yang dibuktikan dengan tiga parameter pembangunan ekonomi, yaitu: 1. Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. 2. Meningkatkan pembangunan infrastruktur desa. 3. Meningkatkan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat lokal. Regulasi Perlindungan Penyu Semua jenis penyu laut dilindungi secara internasional melalui konvensi CITES (Convention on International Trade of Endangered Species of Flora and Fauna) dan termasuk ke dalam Apendiks I yang artinya pelarangan perdagangan internasional penyu dan semua jenis produknya baik dalam bentuk daging, cangkang, telur maupun bagian tubuh lainnya (CITES 2012). Kondisi ini menyebabkan penyu termasuk daftar merah (red list) di IUCN dengan status terancam/genting (endangered) atau dengan kata lain beresiko punah di alam liar dan diprediksi tinggi pada masa yang akan datang (IUCN 2013). Selain di lingkup internasional, usaha perlindungan penyu juga terdapat dalam kesepakatan di lingkup regional antara Samudera Hindia dan Asia Tenggara yang dikenal dengan Indoan Ocean-South East Asian Marine Turtle Memorandum of Understanding (IOSEA MoU). Kesepakatan ini juga bertujuan melakukan perlindungan terhadap penyu melalui pengawetan, peningkatan dan penyelamatan habitat penyu khusus kawasan tersebut, tidak terkecuali Indonesia. Penyu merupakan bentuk keanekaragaman hayati yang dilindungi karena statusnya tersebut. Pradana et al. (2013) menyatakan bahwa populasi penyu di Indonesia terus menurun yang disebabkan oleh pencurian telur dan anak penyu semakin meningkat, lalu lintas air yang semakin ramai oleh nelayan dan pengunjung, serta banyaknya vegetasi yang rusak akibat abrasi sehingga terjadi pendegradasian habitat penyu. Oleh sebab itu, semua jenis penyu di Indonesia dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis tumbuhan dan satwa artinya segala bentuk perdagangan penyu baik dalam keadaan hidup maupun mati dilarang negara. Selanjutnya, pada tahun yang sama dikeluarkan PP nomor 8 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa yang mengatur bentuk hukuman terhadap pelaku pelanggaran peraturan 9

24 10 yang sudah ditentukan. Selain itu, perlindungan terhadap penyu juga diatur di dalam Undang Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang merumuskan bahwa setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi di antaranya adalah penyu (pasal 21), dan pada pasal 40 dijelaskan pelaku perdagangan satwa tersebut (penjual dan pembeli) dikenakan hukuman penjara 5 tahun dan denda 100 juta rupiah. Di dalamnya juga dinyatakan bahwa pemanfaatan jenis satwa dilindungi hanya diperbolehkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan dan penyelamatan jenis satwa yang bersangkutan. Selain itu, di dalam Surat Keputusan Bupati Bandung Nomor 672/1996 diputuskan hanya mengijinkan pemanfaatan penyu dengan Curve Carapase Length (CCL) atau ukuran lebar kerapas lebih dari 50 cm. Semua jenis penyu di Indonesia dilindungi secara hukum. Penyu yang pertama kali dilindungi adalah penyu belimbing (Dermochelys coriacea) melalui Keputusan Menteri Pertanian No.327/Kpts/Um/5/1978. Kemudian melalui Keputusan Menteri Pertanian no.716/kpts/-10/1980 menyusul penyu abuabu/lekang dan penyu tempayan memiliki status proteksi. Setelah diberlakukannya regulasi tahun 1992 melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.882/Kpts/-II/92, giliran penyu pipih berstatus dilindungi. Tahun 1996, status proteksi diberlakukan terhadap penyu sisik melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.771/Kpts/-II/1996. Dengan diberlakukannya PP nomor 7 dan 8 tahun 1999, maka penyu hijau turut dilindungi. Penyu Hijau (Chelonia mydas) Penyu yang ada di dunia terdiri atas tujuh jenis dan enam di antaranya terdapat di Indonesia. Penyu yang tidak ditemukan di Indonesia adalah penyu jenis karnivora yaitu penyu lekang kempi (Lepidochelys kempi) atau nama lainnya Kemp s ridley turtle. Penyu yang ada di Indonesia antara lain: penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu pipih (Natator depressus) dan penyu tempayan (Caretta caretta). Keberadaan penyu hijau sering ditemukan di Indonesia karena satwa ini hidup di laut tropis. Salah satu kawasan pendaratan penyu hijau adalah Provinsi Kalimantan Barat. Seperti yang dinyatakan oleh Anshary et al. (2014) yaitu kawasan Kalimantan Barat yang menjadi tempat aktivitas peneluran penyu hijau berada di sepanjang Pantai Paloh. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Sheavtiyan et al. (2014) yang menyatakan bahwa penyu yang lebih banyak mendarat di Pantai Paloh adalah penyu hijau. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pendaratan penyu hijau yaitu: faktor lingkungan, kegiatan masyarakat sekitar pantai, pasang surut air laut, kemiringan dan kebersihan pantai (Rukmi et al. 2011). Faktor lingkungan yang dimaksud adalah faktor vegetasi pantai yang ada di hamparan pantai. Sheavtiyan et al. (2014) menyatakan bahwa vegetasi pantai secara tidak langsung membantu keberhasilan penetasan telur penyu karena vegetasi berpengaruh terhadap kestabilan suhu yang mengurangi pengaruh langsung sinar matahari terhadap sarang serta pelindung bagi penyu dari ancaman predator. Kegiatan masyarakat di

25 sekitar pantai mempengaruhi penyu hijau saat mendarat dan bertelur di pantai karena penyu hijau sensitif akan suara dan gangguan lainnya. Pasang surut air laut berdampak pada kemungkinan tergenangnya sarang penyu sehingga berefek pada gagalnya penetasan telur (WWF-Indonesia 2012). Anshary (2014) menyatakan bahwa kemiringan pantai berpengaruh terhadap kemampuan pendaratan penyu. Pantai yang landai akan mempermudah saat penyu melakukan aktivitas pendaratan menuju pantai. Kebersihan pantai penting dalam hal kemudahan penyu hijau beraktivitas terutama menggali lubang untuk bertelur. Penyu hijau memiliki kepala kecil dan paruh yang tumpul. Bagian tubuh dari penyu ini yang berwarna hijau adalah warna lemak di bawah lapisan sisik. Bisanya tubuh penyu hijau berawarna abu-abu, kehitaman atau kecoklatan. Kerapas yang dimiliki penyu hijau cukup panjang dan lebar. Putra et al. (2014) menyatakan bahwa khusus untuk penyu hijau di Pantai Paloh memiliki panjang kerapas (CCL) berkisar antara cm dengan rata-rata cm dan lebar kerapas berkisar antara cm dengan rata-rata cm. Penyu hijau termasuk omnivora karena saat masih muda, penyu ini akan makan berbagai jenis biota laut seperti alga, rumput laut, cacing laut, udang remis dan lain-lain, jika memasuki masa dewasa (ukuran tubuh sudah mencapai cm) penyu ini akan berubah menjadi herbivora dan memakan rumput laut (WWF-Indonesia 2012). Biasanya lebar jejak (track) kurang lebih 100 cm dan bentuk pintasan berpola simetris yang dibuat oleh tungkainya, sedangkan kedalaman sarang berkisar antara cm (Dermawan et al. 2009). Konservasi dan Wisata Alam Penyu Penyu adalah salah satu satwa yang berstatus terancam, sehingga perlunya suatu usaha agar keberadaannya di alam tidak punah. Konservasi penyu perlu dilakukan karena untuk menjamin keberlangsungan populasi penyu. Penangkaran penyu merupakan salah satu usaha konservasi dangan tujuan meningkatkan peluang hidup penyu sebelum dilepas ke alam. Kegiatan penangkaran penyu biasanya melalui beberapa tahapan teknis yaitu: kegiatan penetasan telur yang dilakukan pada habitat semi alami atau inkubasi, pemeliharaan tukik dan pelepasan tukik ke laut (Dermawan et al. 2009). Bentuk nyata konservasi penyu di Indonesia telah dilakukan untuk perlindungan penyu. Pardede et al. (2015) menyatakan bahwa salah satu bentuk konservasi penyu adalah pendirian pusat konservasi dan pendidikan penyu yang dikenal dengan istilah TCEC (Turtle Conservation and Education) yang merupakan hasil kesepakatan antara Gubernur Bali, Walikota Denpasar, BKSDA Provinsi Bali dan WWF. Melalui TCEC, potensi penyu dimanfaatkan untuk pengembangan di bidang pendidikan, penelitian, pariwisata dan bisnis. TCEC salah satu strategi yang komprehensif untuk menghilangkan perdagangan ilegal penyu di Pulau Serangan. Berbeda dengan bentuk usaha konservasi penyu di Bali yang memasukkan unsur pendidikan, konsep konservasi penyu di Kabupaten Sukabumi lebih memprioritaskan pada pelibatan masyarakat sebagai stakeholders. Penerapan usaha konservasi dilakukan di Kawasan Konservasi Penyu di Pangumbahan melalui konsep pengelolaan kolaboratif yang di dalamnya ada pembagian wewenang dan tanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat (stakeholders). 11

26 12 Oleh sebab itu, persepsi masyarakat berperan penting dalam usaha konservasi. Berdasarkah hasil penelitian Harahap et al. (2015) menyatakan bahwa semakin baik persepsi masyarakat (stakeholders), maka semakin baik pula pengelolaan kawasan konservasi tersebut. Pada penelitian tersebut juga menyatakan bahwa bentuk pelibatan masyarakat berdasarkan masing-masing tingkat perannya dalam kegiatan wisata. Agar mempermudah usaha pengelolaan konservasi penyu, penentuan jejaring area perlindungan penyu digunakan untuk mengestimasi pergerakkan penyu. Oleh sebab itu, telah dilakukan upaya konservasi dengan cara menentukan komposisi genetik dan temuan penanda (metal tag). Upaya tersebut telah dilakukan di Sulawesi sebagai bentuk pengelolaan konservasi penyu hijau (Chelonia mydas). Berdasarkan hasil penelitian Cahyani et al. (2007) yakni terkait temuan tag dan data genetik, jejaring pengelolaan konservasi penyu hijau di Laut Sulu, Sulawesi menunjukkan habitat pakan dan habitat peneluran berkontribusi pada habitat peneluran di kawasan pantai lain dalam hal ini di Kepulauan Derawan, Malaysia Turtle Island dan Philipine Turtle Island. Selain usaha tersebut, usaha konservasi penyu juga dapat dilakukan dengan cara menjadikannya sebagai objek wisata, sehingga keberadaannya di alam sangat diperlukan agar aktivitas wisata dapat berjalan. Penerapan wisata berbasis penyu dapat meningkatkan pendapatan dengan adanya penciptaan lapangan pekerjaan dan secara bersamaan perlindungan terhadap penyu juga bisa dilakukan. Hasil penelitian Dermawan et al. (2009) merumuskan beberapa teknis pengelolaan wisata berbasis penyu, antara lain: 1. Membuat tata ruang wilayah yang akan menjadi objek wisata dan minimal harus ada ruang untuk kantor pengelolaan dan pusat informasi penyu, lokasi peneluran, lokasi penetasan semi alami, lokasi pemeliharaan dan pelepasan tukik, serta desain vegetasi-vegetasi yang sesuai dengan habitat penyu. 2. Konstruksi daerah wisata sesuai dengan poin pertama. 3. Promosi dan sosialisasi. 4. Menggabungkan paket wisata penyu dengan paket wisata lain di sekitarnya. 5. Pengembangan wisata harus memperhatikan kondisi dan kenyamanan penyu bertelur karena penyu sensitif terhadap gangguan cahaya, suara dan habitat. Wisata berbasis penyu telah dikembangkan oleh beberapa negara di dunia yang berkonsepkan wisata alam atau wisata pendidikan. Waayers (2006) menyatakan bahwa wisata berbasis penyu telah dipraktikan di beberapa negara seperti: Taman Laut Sabah di Malaysia, Fiji di Pasifik Selatan, Taman Nasional Tortugero dan Rio Oro di Costa Rica, Bahia Magdalena di Mexico, Zakynthos di Yunani dan Bali di Indonesia. Selain itu, sebagai salah satu contohnya adalah di Australia yang telah membangun sebuah museum penyu khusus untuk wisatawan, agar dapat mengenal penyu lebih dekat yaitu dengan memberikan pengetahuan tentang biologi penyu, kehidupan penyu di laut, kronologis siklus kehidupan penyu, penelitian terbaru khusus penyu dan cara untuk membantu penyu agar tetap lestari (Wilson dan Tisdell 2000). Willingness To Pay (WTP) Mohamed (2015) menyatakan bahwa WTP merupakan salah satu pendekatan dalam memperkirakan biaya yang akan diberikan seseorang melalui

27 pengukuran nilai terhadap suatu objek. Selain itu, Aryanto dan Mardjuko (2005) menegaskan bahwa WTP adalah salah satu teknik penilaian untuk mengkuantifikasikan konsep nilai jasa-jasa lingkungan atau sumber daya alam. Nilai keberadaan sumber daya alam diidentifikasi dengan kesediaan bagian dari masyarakat membayar untuk pelestarian atau penggunaan nilai-nilai rekreasi hutan dan ekosistem alam, dan bagian masyarakat tersebut melakukan valuasi hutan untuk nilai keberadaannya, tidak mengenai penggunaan atau eksploitasi sumber daya alam (Dehghani et al. 2010; Blakemore dan Williams 2008; Mohammed 2009; Gelcich et al. 2013). Penilaian yang didasarkan pada substitutability dapat diindikasikan salah satunya melalui willingness to pay (WTP). WTP diartikan sebagai jumlah maksimum uang yang sanggup dibayarkan seseorang, sehingga indiferen antara opsi mambayar untuk perubahan sesuatu (misalnya perbaikan lingkungan) atau menolak terjadinya perubahan tersebut, dan membelanjakan pendapatannya untuk yang lain. Nilai WTP dapat menggambarkan manfaat dari suatu kebijakan yang akan diajukan seperti perbaikan lingkungan (Fauzi 2014). Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mendapatkan besaran nilai kesediaan membayar (WTP) dari seseorang. Duta et al. (2007) dan Han et al. (2011) menyatakan bahwa metode yang digunakan untuk memunculkan nilai WTP seseorang, antara lain: pertanyaan open-ended, kartu pembayaran, pilihan dikotomis, permainan penawaran berulang dan referendum. Sementara itu, Fauzi (2014) menyatakan bahwa metode untuk memunculkan nilai WTP disebut metode elisitasi, yaitu teknik mengekstrak informasi kesanggupan membayar dari responden dengan menanyakan besaran pembayaran melalui format tertentu yang umumnya ada lima format, antara lain: 1. Open ended Metode ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden untuk besaran yang dapat diberikannya terhadap objek yang akan dinilai. 2. Bidding game Teknik mendapatkan besaran yang mampu diberikan responden terhadap objek yang dinilai dengan sistem tawar-menawar. Tawar-menawar terus berlangsung sampai responden memberikan nilai maksimum terhadap objek terkait. 3. Kartu pembayaran Teknik mendapatkan nilai WTP dengan cara memberikan opsi nilai yang sudah ditentukan, sehingga responden hanya memilih salah satu nilai yang tersedia. 4. Single bounded dichotomous Teknik mendapatkan nilai WTP dengan cara memberikan pertanyaan lengkap dengan satu nilai yang sudah ditentukan, sehingga responden hanya memberikan pernyataan setuju atau tidak setuju. 5. Double-bounded dichotomous Metode ini dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan kepada responden mengenai objek yang akan dinilai. Jika responden menyatakan sanggup maka enumerator akan menaikkan nilai kelipatannya, sebaliknya jika tidak maka enumerator menurunkan setengah nilainya. Khusus pada penelitian ini, nilai WTP pengunjung Desa Temajuk diperoleh melalui metode bidding game atau tawar-menawar. Metode ini dipilih agar nilai WTP yang diberikan pengunjung diperoleh semaksimal mungkin sehingga dapat 13

28 14 dijadikan acuan penentuan tarif tiket untuk wisata alam penyu yang relevan. Ada enam tahapan analisis untuk menentukan nilai WTP yang diadaptasi dari penelitian Priambodo (2014), antara lain: membuat pasar hipotesis (hypotetical market), mendapatkan nilai penawaran, menghitung dugaan nilai WTP, menduga kurva WTP, menentukan nilai WTP dan tahap evaluasi. Akan tetapi, pada penelitian ini hanya menggunakan 3 tahapan analisis karena tahapan analisis lainnya tidak termasuk ke dalam ruang lingkup penelitian ini. Tahapan analisis untuk nilai WTP pengunjung Desa Temajuk antara lain: penentuan pasar hipotesis wisata alam penyu yang melibatkan masyarakat lokal Desa Temajuk, penentuan nilai WTP yang diperoleh dengan metode bidding game dan perhitungan nilai dan total WTP tersebut. Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan salah satu alat strategi manajemen untuk mencocokkan kekuatan dan kelemahan dalam sebuah organisasi (sistem) dengan peluang eksternal dan ancaman. Rezvani (2012) menyatakan bahwa analisis SWOT secara sistematis mengakui adanya faktor dan strategi yang mencerminkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap suatu sistem. Dengan demikian, analisis SWOT secara langsung mendukung tindakan pengambilan keputusan. Seperti yang dinyatakan oleh Rangkuti (2014) bahwa analisis kekuatan internal dan kelemahan serta peluang dan ancaman secara sistematis mendukung untuk pengambilan keputusan dan membentuk model kualitas SWOT. Hal ini didukung oleh pernyataan Fahmi et al. (2013) yaitu matriks SWOT menunjukkan posisi dan potensi suatu organisasi atau perusahaan sehingga dapat memberikan alternatif strategi yang baik. Yuksel dan Viren (2007) menyatakan bahwa cara mendapatkan alternatif strategi yang dipilih dalam menentukan kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang adalah melalui analisis lingkungan internal dan eksternal. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Sayyed et al. (2013), bahwa survei lingkungan internal dan eksternal merupakan bagian penting dari perencanaan strategis. Faktor internal dapat diklasifikasikan sebagai kekuatan (S) atau kelemahan (W) dan faktor eksternal dapat diklasifikasikan sebagai peluang (O) atau ancaman (T). Rangkuti (2014) menyatakan bahwa penggunaan analisis SWOT berdasarkan pada logika dengan cara memaksimalkan faktor yang menimbulkan dampak positif yaitu kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), akan tetapi pada saat bersamaan dapat meminimalkan faktor yang menjadi hambatan (berdampak negatif) yaitu kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Analisis SWOT membantu dalam menganalisis keuntungan dan kerugian dari kegiatan wisata dan outputnya adalah saran strategis untuk perencanaan wisata. Hal ini juga membantu dalam pemahaman baik elemen, proses dan praktek institusi lokal dalam rangka untuk menentukan intervensi yang tepat. Sebelum penerapan model SWOT, biasanya dilakukan suatu identifikasi komponen atau faktor internal dan eksternal. Proses identifikasi faktor internal (IFAS) dan eksternal (EFAS) menggunakan unsur bobot dan rating. Rangkuti (2014) menyatakan bahwa terdapat dua cara perhitungan bobot dan rating antara lain: menggunakan metode FGD (Focus Group Discussion) dengan cara membuat suatu grup peserta yang akan memberikan penilaian terhadap bobot dan rating

29 untuk masing-masing indikator; dan menggunakan bantuan kuesioner yaitu penentuan nilai setiap komponen atau indikator diberikan oleh responden melalui kuesioner mulai dari 1 (tidak penting) sampai 5 (sangat penting). Jika menggunakan bantuan kuesioner, maka di dalam kuesioner sudah terdapat komponen yang akan responden nilai. Penentuan komponen tersebut dapat diidentifikasi menggunakan kajian literatur, wawancara atau riset operasi (Rangkuti 2014). Khusus pada penelitian ini cara untuk mendapatkan nilai setiap komponen dari faktor internal dan eksternal adalah melalui bantuan kuesioner dan responden yang dipilih merupakan key persons METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini secara sengaja (purposive) dilakukan di daerah perbatasan yaitu Desa Temajuk Kecamatan Paloh yang terletak di wilayah paling utara Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat (Gambar 2). Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan Maret Desa Temajuk - Paloh Sumber: DKP-Kabupaten Sambas (2014) Gambar 2 Lokasi penelitian Jenis dan Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi lapang dan studi literatur. Observasi lapang yaitu melihat secara langsung lokasi penelitian dan wawancara dengan bantuan kuesioner yang dilakukan terhadap 3 kelompok responden, yaitu: pengunjung, masyarakat lokal dan key persons. Studi literatur dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan penelitian.

30 16 Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa informasi dari responden hasil wawancara dengan bantuan kuesioner dan wawancara mendalam terhadap key persons (Kepala Desa Temajuk, Kabid Pariwisata dari Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas, Kabid Penataan Ruang Pesisir dan Laut dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas, pengelola Objek Wisata Teluk Atong Bahari dan anggota WWF-Kecamatan Paloh). Data sekunder merupakan informasi dari hasil berbagai studi literatur dan sumber pendukung lainnya seperti: jurnal-jurnal ilmiah yang terkait, data-data yang tersedia di Kantor Desa Temajuk, Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas serta WWF. Berikut adalah bentuk data tersebut: 1. Data primer yaitu: data karakteristik responden pengunjung dan masyarakat lokal, data nilai WTP responden pengunjung, informasi terkait aktivitas pengambilan telur penyu (hasil, harga jual telur, target penjualan, waktu pengambilan telur, sistem pengambilan telur, kendala ketika mengambil telur) dan informasi usaha di bidang wisata di Desa Temajuk. 2. Data sekunder yaitu: data perkembangan penyu di Kecamatan Paloh terutama di Desa Temajuk, informasi potensi sumber daya alam yang dimiliki Desa Temajuk, perkembangan pembangunan infrastruktur serta sektor pariwisatanya, informasi kondisi geografis, demografis dan kegiatan perekonomian. Penentuan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling atau sengaja. Pengambilan sampel secara sengaja dengan pertimbangan tertentu yang dianggap relevan atau dapat mewakili objek yang akan diteliti (Effendi dan Tukiran 2012; Silalahi 2009). Jenis, jumlah dan kriteria pemilihan responden dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis, jumlah dan kriteria responden Jumlah Jenis responden responden (orang) Kriteria pemilihan Pengunjung 30 Berdasarkan faktor demografi di lapangan dan karakteristik berwisata. Masyarakat lokal 20 Sengaja dipilih masyarakat yang mengambil dan menjual telur penyu. Key persons 5 Sengaja dipilih dari Kepala Desa Temajuk, Kabid Pariwisata dari Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sambas, Kabid Penataan Ruang Pesisir dan Laut dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas, pengelola Objek Wisata Teluk Atong Bahari dan anggota WWF-Kecamatan Paloh. Jumlah 55 Analisis Data Penentuan nilai WTP pengunjung Nilai kesediaan membayar pengunjung merupakan acuan diberlakukannya tarif tiket wisata alam penyu di Desa Temajuk. Berikut adalah tahapan

31 menentukan nilai WTP pengunjung Pantai Temajuk yang diadaptasi dari Priambodo (2014). 1. Penentuan pasar hipotetik (hypotetical market) Sebelum masuk ke tahap penawaran tarif tiket wisata, responden diberi gambaran tentang skenario/pasar hipotesis yang telah ditentukan. Hal ini diperlukan karena nilai WTP dipengaruhi oleh pasar hipotesis yang digambarkan (Plott dan Zeiler 2005; Campbell dan Smith 2006). Pasar hipotetik atau skenario yang dimaksud berupa penyajian informasi yang diberikan pada responden mengenai pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Desa Temajuk dalam upaya pelestarian penyu dan peningkatan pendapatan masyarakat lokal. Setelah penyajian informasi dilakukan, responden diberi pertanyaan mengenai kesediaan membayar tarif tiket wisata alam penyu. Pasar hipotetik yang dibuat pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Penyu merupakan salah satu satwa yang dilindungi baik secara nasional maupun internasional. Akan tetapi perdagangan telur penyu masih terjadi yang mengakibatkan populasinya di alam terancam. Hal tersebut terjadi di Desa Temajuk karena Pantai Temajuk merupakan salah satu habitat penyu. Masyarakat Desa Temajuk menjual telur penyu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di sisi lain, Desa Temajuk memiliki banyak potensi pariwisata yang belum dikelola secara optimal yang dapat memberikan income tambahan kepada masyarakat lokal. Salah satunya adalah adanya aktivitas peneluran penyu. Oleh sebab itu, aktivitas penyu di Pantai Temajuk direncanakan menjadi salah satu objek wisata. Kegiatan wisata ini memprioritaskan keterlibatan masyarakat lokal sebagai pemandu wisata penyu maupun usaha lainnya. Dengan demikian, wisata ini dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal berupa income tambahan sehingga masyarakat dapat mengubah pola mencari nafkah dari mengambil dan menjual telur penyu ke usaha di bidang wisata dan secara bersamaan upaya pelestarian penyu dapat dilakukan. Agar kegiatan wisata ini dapat berjalan dan berkelanjutan, peran pengunjung diperlukan sebagai sumber dana yang diperoleh dari tarif tiket wisata alam penyu. Apakah bapak/ibu/saudara/i bersedia berpartisipasi dalam bentuk kesediaan membayar untuk pelestarian penyu melalui wisata alam penyu?. 2. Penentuan nilai lelang (bids) Metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai WTP pengunjung Pantai Temajuk adalah metode bidding game. Metode tersebut dilakukan dengan menawarkan harga tiket secara bertahap hingga mendapatkan nilai WTP maksimal. Penawaran tarif tiket wisata dimulai dari nilai starting point Rp per tiket per orang dan interval Rp Penentuan nilai starting point dan interval berdasarkan informasi dari key persons, yaitu: Pengelola Objek Wisata Teluk Atung Bahari dan Kepala Desa Temajuk yang memiliki pengalaman dan pengetahuan wisata sejenis di Bali dan key persons tersebut telah menyesuaikan dengan kondisi di Pantai Temajuk. Apabila responden bersedia untuk membayar, maka penawaran dinaikkan secara bertahap sesuai interval hingga nilai maksimal yang responden bersedia membayar. Sebaliknya, apabila responden tidak bersedia untuk membayar meskipun di tahap starting point, maka nilai yang ditawarkan diturunkan sesuai interval. 17

32 18 3. Nilai rataan WTP pengunjung Setelah nilai WTP dari setiap responden diperoleh, maka dilakukan tahapan selanjutnya yaitu menghitung nilai rataan WTP. Nilai rataan WTP dihitung menggunakan formula berikut ini (Hanley dan Splash 1993). n P... (i) n Keterangan: EWTP = dugaan WTP Wi = nilai WTP ke-i n = jumlah responden pengunjung Pantai Temajuk (orang) i = responden ke-i yang bersedia membayar tarif tiket untuk menikmati wisata alam penyu di Pantai Temajuk (,2,,n) Kesediaan masyarakat lokal mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata Kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata di Desa Temajuk dianalisis dengan metode skala likert melalui teknik skoring. Bentuk usaha di bidang wisata yang dimaksud antara lain: pemandu wisata, penjual makanan/minuman/souvenir, penyewaan sarana dan prasarana wisata dan pelayanan jasa ojek. Metode ini dilakukan dengan pemberian nilai oleh responden yang ditentukan pada skala tertentu. Pada penelitian ini ditentukan 4 skor skala penilaian, yaitu: tidak bersedia diberi nilai 1, cukup bersedia diberi nilai 2, bersedia diberi nilai 3 dan sangat bersedia diberi nilai 4. Tabel 3 Indikator kesediaan responden mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata di Desa Temajuk Parameter Indikator Keterangan Kesediaan masyarakat lokal mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata penilaian 1 = tidak bersedia 2 = cukup bersedia 3 = bersedia 4 = sangat bersedia penilaian - Tidak bersedia mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata - Cukup bersedia mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata - Bersedia mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata - Sangat bersedia mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata Pendapatan masyarakat lokal 1. Pendapatan masyarakat lokal menjual telur penyu Pendapatan masyarakat lokal menjual telur penyu di Desa Temajuk dihitung menggunakan analisis penerimaan dan pendapatan. Rumus yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. P... (ii) Keterangan: I = pendapatan (income) penjualan telur penyu (Rp/th) TC = total biaya yang dikeluarkan (Rp/th) TR = penerimaan total hasil menjual telur penyu (Rp/th) P = harga telur penyu (Rp/btr) Q = jumlah hasil pengambilan telur penyu (btr/th)

33 2. Pendapatan masyarakat lokal dari usaha di bidang wisata Bentuk keterlibatan masyarakat lokal dapat berupa usaha di bidang wisata, antara lain: penjual makanan dan minuman, pemandu wisata, penyewaan sarana dan prasarana wisata dan penyedia jasa ojek. Pada penelitian ini bentuk keterlibatan masyarakat lokal secara sengaja dipilih masyarakat lokal yang menjual makanan dan minuman. Hal ini dilakukan berdasarkan kondisi demografi di lapangan dan hasil penelitian Zuhriana et al. (2013) bahwa masyarakat sekitar lokasi wisata lebih cenderung menjadikan usaha di bidang wisata yaitu penjual makanan dan minuman sebagai pekerjaan utama. Selain itu, pendapatan dari masyarakat lokal sebagai penyedia penyewaan wisma penginapan juga dianalisis. Pendapatan masyarakat lokal dari usaha di bidang wisata dianalisis dengan rumus pendapatan (Persamaan ii). Pendapatan dari usaha di bidang wisata minimal sama dengan pendapatan menjual telur penyu sehingga masyarakat termotivasi untuk meninggalkan kegiatan ilegal menjual telur penyu dan berpindah bekerja di bidang wisata. Strategi pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal Strategi pengembangan wisata alam penyu di Desa Temajuk dirumuskan menggunakan analisis SWOT. Analisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (SWOT) adalah sebuah pendekatan yang menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi sebuah organisasi atau rencana kegiatan (Buta 2007; Margles et al. 2010; Favro et al. 2010). Analisis SWOT digunakan dengan tujuan memaksimalkan kekuatan dan peluang, meminimalkan ancaman eksternal, mengubah kelemahan menjadi kekuatan dan memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan internal (Sayyed et al. 2013). Seperti yang dijelaskan oleh Rezvani et al. (2010) bahwa tujuan khusus dari analisis SWOT adalah untuk mengidentifikasi kekuatan internal suatu kegiatan dalam rangka untuk mengambil keuntungan dari peluang eksternal dan menghindari ancaman eksternal maupun internal, secara bersamaan menangani kelemahan. Oleh sebab itu, analisis SWOT memungkinkan transparansi dalam proses pengambilan keputusan (Margles et al. 2010; Karahman dan Caliscan 2012). Penentuan strategi yang tepat untuk suatu rencana kegiatan harus memiliki tahapan tersendiri sesuai dengan kondisi saat ini. Penyusunan formula strategi kebijakan untuk pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk melalui beberapa tahapan yang diadaptasi dari Rangkuti (2014): 1. Menentukan faktor-faktor strategi internal yang terdiri atas komponen kekuatan dan kelemahan serta analisis bobot, rating dan skor (matriks IFAS). 2. Menentukan faktor-faktor strategi eksternal, yang terdiri atas komponen peluang dan ancaman serta analisis bobot, rating dan skor (matriks EFAS). 3. Membuat matriks internal-eksternal (IE matrix). 4. Merumuskan alternatif strategi dengan membuat matriks SWOT. 1. Penentuan IFAS dan EFAS Sebelum menentukan matriks SWOT, perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui faktor internal atau Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) dan faktor eksternal atau External Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) (Sayyed et al. 2013). IFAS mempresentasekan faktor internal strengths dan weaknesses, sedangkan EFAS mengindikasikan faktor eksternal opportunities dan threats. Masing-masing komponen faktor berserta bobot dan ratingnya 19

34 20 dimasukkan dalam bentuk matriks (Tabel 4). Berikut adalah adaptasi tahapan penentuan faktor-faktor tersebut (Rangkuti 2014): a. Penentuan faktor internal 1. Penentuan komponen faktor internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk. 2. Pemberian bobot setiap komponen berdasarkan tingkat kepentingannya mulai dari 0.00 (tidak penting) sampai 1.00 (sangat penting). 3. Penghitungan rating untuk setiap komponen dengan pemberian skala mulai dari 1 (poor) sampai 4 (outstanding) berdasarkan tingkat pengaruhnya terhadap perencanaan pengembangan wisata alam penyu. Komponen yang menjadi kekuatan bersifat positif, artinya semakin besar pengaruh komponen suatu kekuatan nilainya semakin besar dan semakin kecil pengaruh suatu komponen kekuatan nilainya semakin kecil, sebaliknya untuk komponen yang menjadi kelemahan bersifat negatif, artinya semakin besar pengaruh komponen suatu kelemahan nilainya semakin kecil dan semakin kecil pengaruh komponen suatu kelemahan nilainya semakin besar. 4. Bobot dan rating dikalikan untuk memperoleh faktor pembobotan, hasilnya berupa skor pembobotan masing-masing komponen dalam faktor internal. 5. Penjumlahan skor pembobotan sehingga diperoleh total skor pembobotan. Tabel 4 Matriks IFAS dan EFAS wisata alam penyu di Pantai Temajuk a Faktor strategi Internal Kekuatan dst. Kelemahan dst. Total Faktor strategi eksternal Peluang dst. Ancaman dst. Bobot (B) b x x x x Bobot (B) b x x x x Rating (R) b x x x x Rating (R) b x x x x Skor B x R b x x x x Skor B x R b Total x x X a Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti (2014), b x: Nilai bobot dan rating. b. Penentuan faktor eksternal 1. Penentuan komponen faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk. 2. Pemberian bobot setiap komponen berdasarkan tingkat kepentingannya mulai dari 0.00 sampai Penghitungan rating untuk setiap komponen mulai dari skala 1 sampai 4 berdasarkan tingkat pengaruh setiap komponen terhadap perencanaan pengembangan wisata alam penyu. Pemberian rating terhadap komponen x x x x

35 peluang bersifat positif, artinya semakin besar pengaruh suatu komponen peluang nilainya semakin besar dan semakin kecil pengaruh komponen suatu peluang nilainya semakin kecil, sedangkan pemberian rating pada komponen ancaman bersifat negatif, artinya semakin besar pengaruh komponen suatu ancaman nilainya semakin kecil dan semakin kecil pengaruh suatu komponen ancaman nilainya semakin besar. 4. Bobot dan rating dikalikan untuk memperoleh faktor pembobotan, hasilnya berupa skor pembobotan masing-masing faktor eksternal. 5. Penjumlahan skor pembobotan sehingga diperoleh total skor pembobotan. 2. Penentuan Matriks Internal-Eksternal (IE Matrix) Rangkuti (2014) menyatakan bahwa tujuan penentuan matriks internaleksternal (IE matrix) adalah melihat strategi yang tepat untuk diterapkan berdasarkan total skor dari masing-masing hasil IFAS dan EFAS. Matriks internal-eksternal digunakan untuk mengetahui posisi dan kondisi wisata alam saat ini dan arah pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk. Berikut adalah arah pengembangan atau perbaikan yang digunakan dalam analisis SWOT (Rangkuti 2014): Kuadran I = strategi konsentrasi melalui integrasi vertikal Kuadran II = strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal Kuadran III = pengelolaan dalam kondisi penciutan (turnaround) Kuadran IV = strategi stabilitas Kuadran V = strategi konsentrasi melalui integrasi horizontal atau stabilitas Kuadran VI = strategi divestasi (pengelolaan dalam situasi pengurangan) Kuadran VII = strategi diversifikasi konsentrik Kuadran VIII = strategi diversifikasi konglomerat Kuadran IX = strategi likuiditas atau bangkrut Total skor faktor strategi eksternal Tinggi Menengah Rendah III Penciutan VI Penciutan IX Likuiditas Total skor faktor strategi internal II Pertumbuhan V Pertumbuhan Stabilitas VIII Pertumbuhan I Pertumbuhan IV Stabilitas VII Pertumbuhan Rendah Menengah Tinggi Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti (2014) Gambar 3 Matriks internal-eksternal (IE matrix) 3. Penentuan Matriks SWOT Penentuan strategi kebijakan pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk menggunakan matriks berdasarkan elemenelemen SWOT (Tabel 5). Berdasarkan matriks tersebut, maka dihasilkan empat set alternatif strategi yang diadaptasi dari Orr (2013) dan Rangkuti (2014), yaitu: a. Strategi SO yaitu strategi berdasarkan jalan pemikiran memanfaatkan seluruh kekuatan wisata alam penyu di Pantai Temajuk untuk mendapatkan dan memanfaatkan peluang semaksimal mungkin dari wisata tersebut. 21

36 22 b. Strategi ST yaitu strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang mempengaruhi aktivitas wisata alam penyu di Pantai Temajuk. c. Strategi WO yaitu strategi memanfaatkan peluang yang ada pada wisata alam penyu di Pantai Temajuk dan meminimalkan kelemahan yang dimilikinya. d. Strategi WT yaitu strategi didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada pada wisata alam penyu di Pantai Temajuk serta menghindari ancaman yang dihadapi. Tabel 5 Matriks analisis SWOT wisata alam penyu di Pantai Temajuk a IFAS Kekuatan (strenght) Kelemahan (weakness) EFAS Peluang (opportunities) Ancaman (threats) a Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti (2014). Strategi SO Menghasilkan strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi ST Menghasilkan strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman Strategi WO Menghasilkan strategi meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi WT Menghasilkan strategi meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman Keseluruhan metode yang digunakan untuk penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6. Mulai dari variabel yang diukur, sumber data, jenis data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data sampai keluaran penelitian. Tabel 6 Matriks variabel yang diukur, jenis, sumber, teknik pengumpulan, teknik analisis data dan keluaran berdasarkan tujuan penelitian Tujuan penelitian Mengkaji nilai WTP pengunjung jika diadakan wisata alam penyu Mengkaji kesediaan masyarakat lokal mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata Mengkaji pendapatan masyarakat lokal menjual telur penyu dan usaha di bidang wisata Merumuskan strategi pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal Variabel yang diukur Batas maksimum nilai WTP pengunjung Kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah Pendapatan menjual telur penyu dan usaha di bidang wisata Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal Sumber data Responden pengunjung Responden masyarakat lokal Responden masyarakat lokal Responden pengunjung, masyarakat lokal dan key persons Jenis data Data primer Data primer Data primer Data primer Teknik pengumpulan data Wawancara dan kuesioner Wawancara mendalam dengan panduan kuesioner Wawancara dengan panduan kuesioner Wawancara mendalam dengan panduan kuesioner Metode analisis data Analisis WTP Skala likert Analisis pendapatan Analisis SWOT Keluaran Estimasi harga tarif tiket wisata alam penyu Kesediaan masyarakat lokal bekerja di bidang wisata Perbandingan pendapatan Rumusan strategi pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal

37 23 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis Lokasi Penelitian Letak dan kondisi geografis Sebelum dimekarkan pada tahun 1999, Kabupaten Sambas terdiri atas tiga daerah administratif yaitu: Kabupaten Sambas, Kabupaten Bengkayang dan Kota Singkawang, sedangkan Temajuk hanyalah sebuah dusun dari Desa Sebubus. Namun setelah dimekarkan, Temajuk berubah dari dusun menjadi desa dengan jarak jangkauan ke Ibu Kota Kecamatan Paloh sejauh 74 km. Desa Temajuk merupakan desa yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia (darat dan laut). Desa Temajuk berada di ekor Pulau Kalimantan dengan letak geografis sebagai berikut: 1. Bagian timur berbatasan dengan Desa Teluk Melano (Sarawak-Malaysia). 2. Bagian barat berbatasan dengan Laut China Selatan. 3. Bagian utara berbatasan dengan Laut China Selatan. 4. Bagian selatan berbatasan dengan Desa Sebubus, Kecamatan Paloh. Desa Temajuk Gambar 4 Peta administratif Desa Temajuk Desa Temajuk memiliki wilayah seluas hektar yang terdiri atas 3 dusun yaitu: Dusun Camar Bulan, Dusun Maludin dan Dusun Sempadan. Dusun Camar Bulan terdiri atas 6 RT (RT 11, 12, 13, 14, 15 dan 16) yang merupakan pusat perdagangan Temajuk. Dusun ini memiliki Pantai Sixteen adalah lokasi terletaknya Objek Wisata Dermaga dan atraksi panen raya ubur-ubur. Disebut Pantai Sixteen karena lokasi pantai ini terletak di RT 16, Dusun Camar Bulan. Letak salah satu objek wisata bahari yang paling terkenal yaitu Teluk Atong Bahari termasuk dalam wilayah Dusun Maludin. Selain itu, di Dusun Maludin terdapat juga objek wisata lainnya seperti: Objek Wisata Batu Nenek dan Gunung Tanjung Datuk. Khusus pintu gerbang perbatasan Indonesia Malaysia terletak di Dusun Sempadan. Desa Temajuk yang berada di ekor Pulau Kalimantan menjadikan lokasi desa ini tergolong strategis. Selain sebagai salah satu desa perbatasan yang sering dikunjungi wisatawan dari Desa Teluk Melano (Malaysia), Desa Temajuk juga

38 24 memiliki kekayaan sumber daya alam di darat maupun di laut, khususnya yang mendukung kelestarian habitat penyu. Beberapa sumber daya alam yang dimiliki Desa Temajuk antara lain (DKP-Kabupaten Sambas 2014): 1. Kawasan Hutan Tanjung Datuk masih alami dengan kekayaan flora dan fauna seperti: kayu khas kalimantan (kayu belian), kera belanda (bekantan) dan burung khas Kalimantan. 2. Pesisir Desa Temajuk dengan hamparan pasirnya yang bersih sejauh 46 km hingga ke Pulau Selimpai (Desa Sebubus) yang merupakan tempat peneluran penyu (penyu hijau dan penyu sisik). 3. Hutan mangrove yang membentang mengiringi pantai Desa Temajuk juga masih alami dengan tanaman khasnya yaitu: api-api (Avicennia sp), bakau (Rizhopora sp), pedada (Sonneratia sp), nyirih (Xycarpus granatum), berus (Bruguiera sp), nipah (Nypa) dan pandan pantai (Pandanus tectorius). Kondisi lingkungan sekitar seperti kebersihan hamparan pasir di pantai dan keberadaan vegetasi pantai berkontribusi terhadap keberhasilan penetasan penyu yang berpotensi mempertahankan bahkan menambah populasi penyu di alam. Hasil penelitian Sheavtiyan et al. (2014) menyatakan bahwa Pantai Paloh memiliki vegetasi pandan pantai dan cemara yang secara tidak langsung membantu keberhasilan penetasan telur penyu. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wicaksono et al. (2013) bahwa pendaratan penyu lebih sering terjadi di lokasi pantai yang banyak tumbuhan Pandanus sp. Hamparan pasir dan vegetasi pandan pantai yang dimiliki Desa Temajuk menyebabkan lokasinya sangat sesuai sebagai habitat penyu. Kealamian rona lingkungan Pantai Temajuk menjadi faktor pendukung keberadaan penyu. Kondisi tanah Morfologi bebatuan di Desa Temajuk berupa litologi akuifer dengan lapisan aluvium yang terdiri atas: pasir, kerikil, kerakal, lempung dan lumpur dengan kehalusan sedang sampai tinggi. Karakteristik ketinggian lahan Desa Temajuk melandai ke arah barat dengan ketinggian m dpl dengan rangkaian Gunung Tanjung Datuk di sebelah utara. Gunung ini merupakan gunung bersama antara Pemerintah Republik Indonesia bagian barat, sedangkan sebelah timur milik Negara Malaysia. Kemudian di sebelah selatan Desa Temajuk merupakan rangkaian pegunungan yang terdiri atas: Gunung Manjulang, Gunung Pangi dan Gunung Asuangsang. Desa Temajuk memiliki lahan sangat luas ( hektar) dengan beberapa kategori kawasan. Berikut adalah kategori kawasan dan tatus lahan Desa Temajuk: 1. Kawasan Hutan lindung, yaitu terletak di kawasan Gunung Tanjung Datuk dan di gunung inilah terdapat sumber air bersih yang dimanfaatkan masyarakat lokal untuk memenuhi kebutuhan air bersih sehari-hari. 2. Kawasan Hutan Produksi, berstatus milik negara yang berlokasi di kawasan perbatasan dengan Desa Sebubus. 3. Kawasan perkebunan dan pertanian lahan kering dimanfaatkan sebagai perkebunan lada, kopi, sawit, karet dan tanaman buah-buahan. 4. Kawasan permukiman Desa Temajuk belum tertata dengan baik. Permukiman lebih banyak di sekitar pesisir yaitu Dusun Camar Bulan dan Dusun Maludin.

39 Kondisi iklim Desa Temajuk termasuk daerah beriklim tropis sehingga sesuai sebagai habitat penyu hijau. Curah hujan tahunan berkisar antara mm/tahun. Temperatur desa berkisar antara C dan kelembabannya adalah 87 persen. Kondisi Demografis Lokasi Penelitian Kependudukan Jumlah penduduk Desa Temajuk semakin meningkat dibandingkan sepuluh tahun yang lalu. Berdasarkan data laporan kependudukan Desa Temajuk per Februari tahun 2015, penduduk di Desa Temajuk berjumlah jiwa yang didominasi oleh laki-laki sebesar 51.4 persen, sedangkan perempuan 48.6 persen. Data distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Distribusi penduduk berdasarkan jenis kelamin per Februari tahun 2015 a Jenis kelamin Frekuensi (orang) Persentase Laki-laki Perempuan Jumlah a Sumber: Kantor Desa Temajuk (2015). Data kependudukan Desa Temajuk per Februari juga memuat informasi jumlah Kepala Keluarga (KK) per dusun (Tabel 8). Jumlah KK di Desa Temajuk adalah 557 KK. Dusun Camar Bulan lebih mendominasi karena merupakan pusat perekonomian desa, sehingga penduduk lebih terfokus di dusun tersebut, yaitu sebanyak 252 KK (45.2 persen), sedangkan di Dusun Maludin terdapat 158 KK (28.4 persen) dan 147 KK ada di Dusun Sempadan atau 26.4 persen. Tabel 8 Distribusi jumlah Kepala Keluarga (KK) per Februari tahun 2015 a Nama Dusun Frekuensi (orang) Persentase Camar Bulan Maludin Sempadan Jumlah a Sumber: Kantor Desa Temajuk (2015). Mata pencaharian Mata pencaharian penduduk Desa Temajuk lebih dominan adalah petani, yaitu persen. Petani yang dimaksud adalah petani padi, petani karet, lada dan kelapa sawit. Sementara itu, penduduk yang berprofesi sebagai wirausaha berjumlah 22 orang atau 1.04 persen, sedangkan nelayan kurang dari 1 persen (0.95 persen) atau hanya ada 20 orang. Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 12 orang (0.57 persen) dan buruh hanya 5 orang (0.24 persen). Nelayan kebanyakan adalah nelayan kecil dengan sarana kapal motor tempel dan hanya sebagian kecil nelayan yang memiliki kapal kurang dari 5 GT sehingga operasi penangkapannya tidak melebihi 4 mill laut. Data jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian yang digeluti masyarakat Desa Temajuk tertera pada Tabel 9. 25

40 26 Tabel 9 Distribusi penduduk berdasarkan jenis mata pencaharian per Februari 2015 a Jenis mata pencaharian Frekuensi (orang) Persentase Petani Nelayan Wirausaha Pegawai Negeri Sipil (PNS) Buruh Usia belum produktif Jumlah a Sumber: Kantor Desa Temajuk (2015). Struktur pemerintahan desa Pemerintahan Desa Temajuk dipimpin oleh seorang kepala desa, seorang sekretaris desa, 3 orang kaur yaitu: kaur pemerintahan, kaur desa dan kaur pembangunan. Sebagai partner pemerintah desa, dibentuk Badan Perwakilan Desa (BPD) membantu merumuskan berbagai persoalan desa serta sebagai pertimbangan dalam menentukan prioritas dari rencana yang akan dilaksanakan setiap tahunnya. BPD juga berfungsi sebagai pengawasan dalam pembangunan desa. Selain itu, pemerintahan desa juga ditunjang dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), yakni lembaga yang memberikan pertimbangan tentang kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat di desa tersebut. Sarana dan prasarana desa Sejak tahun 2006, pembangunan di Desa Temajuk sudah mulai dilakukan pemerintah daerah. Pembangunan awal sarana dan prasarana lebih banyak difokuskan untuk nelayan. Tahun 2006 telah dibangun sarana penangkapan, PLTS untuk nelayan dibangun tahun 2007, pabrik es dibangun tahun 2008, staiger (tempat kapal nelayan berlabuh) dibangun tahun 2009 dan tahun 2011 dibangun jalan setapak nelayan. Khusus di bidang wisata, pada tahun 2009 telah dibangun pondok wisata. Sarana pendidikan dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) telah dibangun oleh pemerintah di Desa Temajuk. Walau demikian, apabila ingin mengikuti ujian nasional siswa SMA harus ke ibu kota kecamatan. Akhir tahun 2011, baru ada pembangunan jalan dengan lebar 8 meter mulai dari Dusun Ceremai sampai Desa Temajuk. Akan tetapi, sebagian besar jalan masih berupa jalan tanah berpasir, sehingga pada saat musim hujan jalan menjadi licin dan musim panas jalan berdebu. Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan sebelumnya tanpa ada jalan yang menyebabkan warga Desa Temajuk harus menunggu air laut surut agar bisa melewati pantai. Penerangan desa masih berupa PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya) yang dikhususkan untuk nelayan. Penerangan hanya ada ketika malam hari dan masyarakat yang dapat merasakan manfaat listrik hanya sebagian kecil yang berada di sekitar pantai. Sementara itu, untuk sebagian besar masyarakat lokal yang berada jauh dari pantai, memanfaatkan sumber penerangan lain seperti: aki, senter tenaga surya dan pelita minyak tanah.

41 Sumber air bersih yang digunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air bersih bersumber dari Kawasan Gunung Tanjung Datuk. Sumber air ini dibendung dan dialirkan ke perumahan penduduk dengan menggunakan pipa. Selain itu, sarana penunjang lainnya yang telah dibangun adalah puskesmas. 27 (a) Kondisi jalan saat musim hujan tahun 2014 (b) Kondisi jalan saat musim panas tahun 2015 Sumber: Dokumentasi penelitian (2014 dan 2015) Gambar 5 Kondisi jalan dari Desa Ceremai ke Desa Temajuk Kegiatan Ekonomi di Lokasi Penelitian Industri Desa Temajuk belum memiliki perkembangan industri skala besar, akan tetapi untuk industri skala kecil terjadi musiman. Industri tersebut berupa kilang ubur-ubur yang hanya beroperasi saat musim panen raya ubur-ubur. Biasanya musim panen raya ubur-ubur terjadi selama 2 bulan yaitu Februari dan Maret. Kilang ubur-ubur berjumlah 12 buah dengan bak penggaraman mencapai puluhan untuk setiap kilangnya. Pemilik kilang adalah warga Kecamatan Jawai. Tenaga kerja untuk setiap kilang bervariasi antara 2 sampai 5 orang, sedangkan jumlah tenaga kerja harian tidak tentu. Ubur-ubur hasil tangkapan nelayan dihargai Rp1 500 sampai Rp2 000 per ekor, sedangkan upah harian untuk tenaga kerja yang memindahkan ubur-ubur dari tepi pantai ke bak penggaraman ditetapkan Rp400 sampai Rp500 per ekor. Ubur-ubur yang sudah ditangkap dimasukkan ke bak penggaraman satu per satu sambil dihitung. Penggaraman dilakukan agar lendir ubur-ubur berkurang. Penggraman di setiap bak diberikan ukuran garam yang berbeda-beda. Pemberian garam dilakukan dengan menaburkan secara merata. Pada tahap penggaraman awal, garam yang diberikan diberikan sekitar 1 piring untuk 1 bak. Kemudian ubur-ubur dicuci dengan air bersih. Ubur-ubur diberi perlakuan dengan cara yang sama sampai lendirnya habis. Setelah itu, masuk ke tahap pengeringan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari. Ubur-ubur yang sudah kering biasanya didistribusikan ke Singkawang, Pontianak dan Jakarta. Selain didistribusikan, ubur-ubur juga dijadikan makanan khas Desa Temajuk. Saat musim panen raya ubur-ubur hampir setiap hari masyarakat lokal berkumpul di tepi Pantai Camar Bulan untuk menangkapnya. Kebanyakan uburubur yang ditangkap berukuran sangat besar. Uniknya di balik atraksi tersebut terdapat tradisi yang sudah dianut masyarakat lokal sejak turun-temurun (local wisdom). Biasanya saat musim ubur-ubur tiba dan sebelum memulai penangkapan, masyarakat harus melakukan upacara yang dipimpin oleh ketua adat. Selain itu,

42 28 ada aturan yang harus dipatuhi yaitu larangan melakukan penangkapan saat malam hari. Secara logika, ubur-ubur akan lebih mudah dilihat saat malam hari, sehingga mempermudah penangkapan. Hal tersebut dilakukan untuk membatasi penangkapan agar tidak mengganggu regenerasi ubur-ubur. Menurut kepercayaan masyarakat lokal, apabila ada pelanggaran maka akan terjadi hal yang tidak diinginkan. (a) (b) (c) (d) (e) Sumber: Dokumentasi penelitian (2015) Keterangan: (a) penangkapan, (b) pemindahan dari perahu (c) pemikulan dari tepi pantai ke lokasi kilang (d) penghitungan dan pemasukkan ke bak penggaraman (e) penggaraman Gambar 6 Atraksi panen raya ubur-ubur Aktivitas panen raya ubur-ubur dan local wisdom yang dianut masyarakat lokal di Desa Temajuk merupakan fenomena yang sangat menarik, sehingga menjadi daya tarik tersendiri sebagai objek wisata yang sangat unik. Selain pengunjung dapat melihat ubur-ubur yang sudah ditangkap secara langsung, makanan dari ubur-ubur juga sangat menarik dijadikan wisata kuliner. Potensi wisata tersebut bisa menambah minat pengunjung untuk datang ke Desa Temajuk. Dengan demikian, fenomena ini dapat dijadikan salah satu objek wisata tambahan

43 selain objek wisata alam penyu. Akan tetapi, pengunjung tidak dapat menikmati kedua potensi objek wisata tersebut secara bersamaan karena musim panen raya ubur-ubur dan musim penyu naik ke daratan terjadi pada waktu yang berbeda. Biasanya musim penyu bertelur terjadi pada bulan Juni sampai Agustus, sedangkan musim panen raya ubur-ubur terjadi pada bulan Februari sampai Maret. Walau demikian, jika datang saat musim penyu bertelur pengunjung dapat menikmati makanan khas dari ubur-ubur, dan sebaliknya jika datang saat musim panen raya ubur-ubur, pengunjung mendapat pengetahuan tentang penyu. Perdagangan Pusat perdagangan Desa Temajuk adalah Dusun Camar Bulan. Biasanya pedagang dari luar daerah juga menjadi bagian dari pelaku pasar di dusun tersebut. Musim panen raya ubu-ubur merupakan saat yang tepat bagi pedagang luar untuk berbisnis di Desa Temajuk, karena pada musim tersebut sebagian penduduk mendapatkan pendapatan tambahan dari pekerjaan sampingan sebagai buruh harian di kilang ubur-ubur. Bahan pokok yang dijual pedagang di Desa Temajuk sebagian besar disuplai dari Malaysia. Desa Temajuk menjual hasil perikanan, hasil hutan dan perkebunan, sedangkan Desa Teluk Melano menjual sembako. Oleh sebab itu, mata uang yang digunakan dalam perdagangan yaitu ringgit dan rupiah sesuai kesepakatan antar pedagang. Distribusi barang dari Desa Teluk Melano (Malaysia) termasuk mudah, karena jaraknya hanya 2 km dengan waktu tempuh 15 sampai 20 menit. Ketika sampai di Desa Temajuk, bahan pokok dijual dengan harga lebih murah. Sementara itu, lokasi terdekat di Indonesia hanya Desa Liku (Ibu Kota Kecamatan Paloh) yang jaraknya sangat jauh (74 km) dan harus menempuh waktu 6 jam dengan kondisi jalan yang kurang mendukung dan biaya transportasi yang mahal, sehingga berdampak pada tingginya harga kebutuhan pokok. Habitat penyu dan perdagangannya Desa Temajuk beriklim tropis dan memiliki kawasan pantai dengan hamparan pasir yang luas. Pantai Temajuk merupakan bagian dari Pantai Paloh yang termasuk kategori landai dengan lebar pantai rata-rata m (Putra et al. 2014). Selain itu, di Pantai Temajuk juga terdapat vegetasi Pandanus tectorius yang merupakan salah satu vegetasi pantai yang disukai penyu secara naluriah sebagai vegetasi naungannya untuk bersarang dan membantu keberhasilan penetasan telurnya (Sheavtiyan et al. 2014). Kondisi tersebut menjadi faktor pendukung keberadaan penyu di Pantai Temajuk. DKP-Kabupaten Sambas (2014) menyatakan bahwa ada 3 jenis penyu yang mendarat di Pantai Temajuk yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricate), penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea), akan tetapi yang paling sering ditemukan adalah penyu hijau. Puncak peneluran penyu hijau pada bulan Juli, Agustus dan September. Biasanya dalam 1 sarang penyu hijau terdapat kurang lebih 120 butir telur. Pantai Temajuk merupakan areal terbuka atau open access yang menjadi salah satu penyebab terjadi pengambilan telur penyu secara ilegal. Hal ini disebabkan Pantai Temajuk belum berstatus kawasan konservasi sehingga mudah diakses siapa saja (DKP-Kabupaten Sambas 2014). Habitat penyu di Pantai Temajuk terancam oleh aktivitas masyarakat mengambil dan memperdagangkan 29

44 30 telur penyu secara ilegal (WWF-Indonesia 2012). Selain itu, DKP-Kabupaten Sambas (2014) juga menyatakan bahwa kondisi ekonomi masyarakat lokal yang masih rendah dan jauh dari pembangunan juga menjadi faktor penunjang terjadinya aktivitas tersebut. Kondisi tersebut memicu masyarakat lokal memanfaatkan kekayaan Pantai Temajuk yang menjadi habitat penyu sebagai sumber pendapatan tambahan, meskipun secara hukum dilarang. Keadaan Umum Objek Wisata Secara umum perkembangan sektor pariwisata di Desa Temajuk sangat pesat. Tercatat pada tahun 2011 ada sebanyak pengunjung Objek Wisata Teluk Atong Bahari baik dari Indonesia maupun dari Malaysia, kemudian pada tahun 2013 jumlah pengunjung meningkat menjadi orang (DKP- Kabupaten Sambas 2014). Pengunjung bersifat musiman, artinya hanya pada harihari tertentu pengunjung datang ke Pantai Temajuk seperti hari lebaran, hari kemerdekaan RI, hari Festival Pesisir Paloh dan liburan akhir pekan. Pengunjung paling banyak berkunjung pada saat hari lebaran dan bahkan 2 minggu setelah lebaran pengunjung tetap berwisata. Penelitian dilakukan saat low season atau musim sedikit pengunjung, yaitu liburan akhir pekan selama bulan Maret. Pengunjung datang berupa rombongan dan homogen, dalam 1 rombongan terdiri atas 10 sampai 20 orang, sehingga sampel diambil homogen dari setiap rombongan. Sebagian besar pengunjung menginap 1 sampai 3 malam di wisma penginapan. Tarif harga yang ditentukan untuk penginapan bekisar antara Rp sampai Rp per kamar per satu malam. Biasanya pengunjung dari Malaysia tidak menginap karena rute perjalanannya lebih dekat dan transportasi yang lebih baik, sehingga tidak banyak menyita waktu dan biaya wisata. Desa Temajuk memiliki berbagai objek wisata yang sangat menarik. Akan tetapi, hingga saat ini belum diberlakukan tarif tiket masuk untuk pengunjung yang berkunjung ke setiap objek wisata. Objek wisata yang dimaksud antara lain: 1. Tugu Garuda sebagai simbol pintu gerbang Desa Temajuk yang terletak di Dusun Camar Bulan. 2. Pantai Sixteen terletak di RT 16 Dusun Camar Bulan. 3. Dermaga Camar Bulan merupakan dermaga yang sangat panjang menjorok ke laut untuk mempermudah pengunjung melihat fenomena matahari terbenam. 4. Pantai Surya terletak di Dusun Maludin berdekatan dengan lokasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan perumahan Angkatan Laut (AL). Ketika surut, di pantai ini akan terlihat bebatuan dengan formasi yang sangat unik. 5. Pantai Maludin berlokasi di Dusun Maludin dengan keistimewaan pemandangan bawah laut. 6. Batu Nenek berupa bebatuan purba raksasa tersusun rapi yang terletak di Dusun Maludin. 7. Teluk Atong adalah kawasan Objek Wisata Teluk Atong Bahari dengan hamparan pasir tepi pantai dan formasi bebatuan yang sangat cantik. Objek wisata ini berlokasi di Dusun Maludin. 8. Pasir Plaik berdekatan dengan lokasi Objek Wisata Teluk Atong Bahari. Pantai tersebut agak sulit dikunjungi karena belum jalur darat untuk menuju

45 ke lokasi tersebut. Walau demikian, pengunjung dapat melewati jalur tepi pantai, akan tetapi pengunjung harus menyewa kapal nelayan. 9. Gunung Tanjung Datuk berada tepat di ekor Pulau Kalimantan. Sebagian lokasinya berada di wilayah NKRI dan sebagian lagi masuk wilayah Malaysia. 10. Batu Bejulang berupa bongkahan batu besar yang menjulang tinggi di bukit sekitar Gunung Tanjung Datuk. 11. Hutan bakau berlokasi di Dusun Maludin. 12. Durian 8 Batang berupa bukit pemantauan Desa Temajuk. 13. Pos lintas batas Indonesia Malaysia yaitu pintu gerbang perbatasan Indonesia Malaysia yang terletak di Dusun Sempadan. 14. Air terjun Gunung Pangi hanya dapat dinikmati saat musim hujan karena saat musim panas, air di Gunung Pangi ikut kering. 31 Sumber: Kantor Desa Temajuk (2012) Keterangan: 1. Tugu Garuda 2. Pantai Sixteen (RT 16) 3. Dermaga Camar Bulan 4. Pantai Surya 5. Pantai Maludin 6. Batu Nenek 7. Teluk Atong Gambar 7 Peta wisata Desa Temajuk 8. Pasir Plaik 9. Gunung Tanjung Datuk 10. Batu Bejulang 11. Hutan Bakau 12. Durian 8 Batang 13. Pos Lintas Batas Indonesia-Malaysia 14. Air Terjun Gunung Pangi Karakteristik Responden Karakteristik responden masyarakat lokal Desa Temajuk Responden masyarakat lokal keseluruhan merupakan laki-laki karena aktivitas pengambilan telur penyu dilakukan malam hari sehingga hampir tidak memungkinkan bagi perempuan untuk melakukannya. Tabel 10 menunjukkan bahwa masyarakat lokal lebih banyak berumur di atas 33 tahun dan secara umum merupakan petani serta sudah menikah sehingga cenderung memiliki tanggungan

46 32 lebih banyak. Responden masyarakat lokal lebih dominan memiliki pendapatan di bawah atau sama dengan Rp per bulan. Pendapatan tersebut tidak memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga kesejahteraan masyarakat lokal masih sangat memprihatinkan. Kecilnya pendapatan akan berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan. Hal ini mengakibatkan timbulnya dorongan bagi masyarakat lokal untuk berusaha menambah pendapatan sehingga berdampak pada terjadinya tindakan pelanggaran yaitu mengambil dan menjual telur penyu di Pantai Temajuk. Kebanyakan masyarakat lokal lulusan SD yang menjadi salah satu faktor kurangnya pemahaman mengenai kondisi penyu yang berstatus terancam sehingga aktivitas penjualan telur penyu tetap dilakukan meskipun secara hukum dilarang. Tabel 10 Karakteristik masyarakat lokal Desa Temajuk Karakteristik Kategori Persentase Umur Pendidikan Pekerjaan SD SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Wirausaha Honorer Petani Nelayan Buruh Pendapatan Jumlah tanggungan Karakteristik responden pengunjung Pantai Temajuk Pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam pengembangan sektor pariwisata terutama wisata alam penyu. Pendidikan tinggi mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berpola pikir modern. Tingkat pendidikan menunjukkan dalamnya pengetahuan dan pemahaman pengunjung, khususnya tentang kondisi aktual penyu. Berdasarkan pengetahuan dan pemahaman tersebut, pengunjung akan menunjukkan besarnya dukungannya terhadap usaha pelestarian penyu. Tabel 11 menunjukkan bahwa responden pengunjung sebagian besar mempunyai latar belakang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat, sehingga disimpulkan bahwa pengunjung Pantai Temajuk mempunyai latar belakang pendidikan cukup baik. Berbekal pendidikan tersebut, pengunjung Pantai Temajuk cenderung akan memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjaga kelestarian penyu dan habitatnya. Terutama pengunjung yang memiliki pengetahuan tentang kondisi penyu di sepanjang Pantai Paloh khususnya Pantai Temajuk akan memiliki kecenderung bersedia membayar tarif tiket wisata berbasis penyu

47 Tabel 11 Karakteristi responden pengunjung Pantai Temajuk Karakteristik Kategori Persentase Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Umur Pendidikan Pekerjaan SD SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Perguruan tinggi/s1 PNS Wirausaha Pegawai swasta Honorer Ibu rumah tangga Mahasiswa Petani Pendapatan Daerah asal Status Frekuensi kunjungan (kali/tahun) Lamanya di lokasi wisata (hari) Malaysia Pontianak Singkawang Sambas Bengkayang Sekura Semparuk Galing Tebas Suami Istri Belum menikah (single) 1 2 >2 < > Pengunjung berasal dari Kota Sambas adalah pengunjung yang mendominasi di Pantai Temajuk. Hal ini disebabkan selain jaraknya lebih dekat dari lokasi wisata (kurang lebih 120 km), Kota Sambas merupakan sentral kegiatan kepemerintahan, ekonomi dan pendidikan Kabupaten Sambas, sehingga pengunjung yang berprofesi PNS, wirausaha dan mahasiswa lebih banyak berkunjung. 33

48 34 Jenis pekerjaan seseorang akan menunjukkan tingkat pendapatan dan tingkat konsumtif yang dimiliki. Semakin baik pekerjaannya, maka semakin besar persentase keuangan yang dikhususkan untuk di luar kebutuhan pokok, seperti: kebutuhan akan pengetahuan, kemewahan, kesenangan, berwisata dan lain-lain. Biasanya pengunjung tersebut memiliki kesibukan hampir setiap hari sehingga hari libur yang dimiliki akan dimanfaatkan sebaik mungkin untuk bersama keluarga atau teman, salah satunya dengan berwisata ke Desa Temajuk sehingga akan berpotensi untuk berkunjung ke wisata alam penyu di Pantai Temajuk. Pengunjung Pantai Temajuk bersifat musiman, artinya kunjungan cenderung meningkat pada hari-hari tertentu, seperti: hari raya, tahun baru, hari kemerdekaan RI dan Festival Pesisir Paloh. Akan tetapi, tidak sedikit juga yang datang setiap akhir pekan atau liburan sekolah. Kebanyakan pengunjung datang ke Pantai Temajuk 1 kali dalam setahun. Biasanya pengunjung berwisata pada saat libur lebaran. Potensi peningkatan jumlah pengunjung akan memberikan dampak terhadap besaran penerimaan aktivitas wisata alam penyu dan secara tidak langsung berdampak pada peningkatan penjualan produk dari masyarakat lokal yang bekerja di bidang wisata. Waktu yang dihabiskan pengunjung untuk berada di lokasi wisata Desa Temajuk berkisar antara 3 sampai 4 hari. Oleh sebab itu, pengunjung tersebut menyewa wisma penginapan dan membeli segala kebutuhannya selama berada di lokasi wisata, sehingga berpotensi memberikan keuntungan pada masyarakat lokal yang bekerja di bidang wisata seperti: penyedia wisma penginapan, penjual makanan dan minuman. Pengunjung yang menghabiskan waktu paling sedikit di Desa Temajuk adalah pengunjung dari Desa Teluk Melano, Malaysia. Biasanya pengunjung tersebut tidak menginap dan waktu yang dihabiskan di lokasi wisata tidak lebih dari 1 hari. Hal ini disebabkan jarak dari Desa Teluk Melano ke lokasi wisata lebih dekat. Kesediaan Membayar (WTP) Pengunjung Tabel 12 menunjukkan bahwa 90 persen pengunjung bersedia untuk membayar untuk tarif tiket wisata alam penyu di Desa Temajuk, sedangkan 10 persennya menyatakan tidak bersedia membayar untuk tarif tiket tersebut, sehingga tidak ada besaran WTP yang diberikan. Dengan kata lain, pengunjung tersebut kurang mendukung pengadaan wisata alam berbasis penyu di Desa Temajuk. Alasan pengunjung yang tidak bersedia membayar cukup bervariasi, antara lain: tidak ada ketertarikan terhadap aktivitas penyu, merasa cukup puas terhadap wisata yang sekarang atau kurang menyenangi wisata malam karena biasanya saat malam hari adalah waktu yang ideal untuk melihat aktivitas penyu bertelur. Aryanto dan Mardjuka (2005) menyatakan bahwa penyu akan naik ke daratan apabila pantai dalam kondisi gelap dan terjadi sekitar tengah malam. Tidak terkecuali di Pantai Temajuk, seperti yang dinyatakan oleh WWF-Indonesia (2012) bahwa secara umum aktivitas pendaratan penyu hijau (Chelonia mydas) terjadi saat malam hari pada kisaran waktu WIB sampai WIB.

49 Tabel 12 Kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap wisata alam penyu Kesediaan membayar pengunjung Frekuensi (orang) Persentase Ya Tidak 3 10 Total Nilai WTP untuk tarif tiket wisata alam penyu yang diperoleh dari pengunjung Desa Temajuk cukup beragam, mulai dari Rp8 000 hingga Rp Berikut adalah data rataan WTP pengunjung terhadap wisata alam penyu di Desa Temajuk (Tabel 13). Tabel 13 Rataan WTP pengunjung terhadap tiket wisata alam penyu Nilai WTP Pengunjung Rataan WTP (Rp/tiket/orang) Frekuensi (orang) Persentase (Rp) a b c = (b/n) x 100% d = a x c Total n = Jumlah responden pengunjung yaitu 30 orang. Tabel 13 menunjukkan bahwa rataan WTP pengunjung adalah Rp dengan standar deviasi (Lampiran 1). Nilai standar deviasi tersebut memiliki arti bahwa data rataan tersebar dengan nilai Rp8 900 (pembulatan) per tiket wisata alam penyu per orang. Penetapan tarif tiket wisata alam penyu dapat diterapkan berdasarkan nilai rataan WTP pengunjung yaitu sebesar Rp per tiket per orang (Tabel 13), namun tidak semua pengunjung bersedia membayar tiket sebesar nilai tersebut. Dari 30 responden pengunjung, ada 3 (10 persen) pengunjung yang tidak bersedia membayar tarif tiket wisata alam penyu dan 17 (56.7 persen) pengunjung bersedia membayar tiket wisata tersebut di bawah Rp per tiket per orang. Hal ini berarti, dengan penetapan tarif tiket wisata alam penyu sesuai rataan WTP pengunjung akan mengakibatkan turunnya jumlah pengunjung. Pengunjung yang tidak bersedia membayar yang memiliki WTP di bawah WTP rataan tidak akan berwisata di tempat tersebut. Oleh karena itu, perlu diestimasi jumlah penerimaan dari penerapan tiket berdasarkan WTP pengunjung (Tabel 14). Tabel 14 Estimasi penerimaan dengan penerapan harga tiket sesuai WTP pengunjung Harga tiket (Rp/tiket/orang) a % pengunjung pen un un (orang) c = b x N Estimasi penerimaan (Rp/th) d = a x c b N = Jumlah pengunjung tahun 2013 yaitu orang. Tabel 14 menunjukkan bahwa estimasi penerimaan wisata alam penyu di Desa Temajuk terbesar berjumlah Rp per tahun, jika diterapkan harga 35

50 36 tiket wisata tersebut sebesar Rp per tiket per orang. Hal ini disebabkan pengunjung yang memiliki nilai WTP sebesar Rp22 000, Rp dan Rp akan ikut bersedia membayar harga tiket tersebut, sehingga persentase pengunjung yang bersedia membayar tarif tiket wisata alam penyu yang sebelumnya 53.4 persen akan bertambah menjadi 86.3 persen dari jumlah pengunjung keseluruhan ( orang). Nilai WTP yang terkecil diberikan pengunjung sebesar Rp8 000 per tiket per orang. Jika nilai ini diterapkan sebagai tarif tiket wisata alam penyu, maka pengunjung yang memberikan nilai WTP Rp ke atas akan ikut berwisata. Dengan demikian, pengunjung yang bersedia membayar tarif tiket wisata bertambah menjadi 90 persen, sehingga penerimaan usaha wisata alam penyu di Desa Temajuk diestimasikan sebesar Rp per tahun. Estimasi penerimaan tersebut bahkan lebih besar dibandingkan estimasi penerimaan dengan penerapan tarif wisata alam penyu sesuai rataan WTP pengunjung (Rp per tiket per orang), yaitu Rp per tahun. Estimasi penerimaan wisata alam penyu terbesar adalah pada penerapan tarif Rp per tiket per orang. Meskipun pada tarif Rp8 000 lebih banyak pengunjung yang bersedia membayar, akan tetapi estimasi penerimaannya lebih kecil dibanding penerapan tarif Rp per tiket per orang. Begitu juga dengan tarif lainnya yang lebih tinggi, tetapi pengunjung yang bersedia membayar lebih sedikit, sehingga estimasi penerimaan usaha wisata ini bahkan lebih kecil dari penerapan tarif Rp dan Rp8 000 per tiket per orang. Meskipun pengunjung yang berwisata lebih banyak tetapi tarif tiket murah, maka penerimaan kegiatan wisata belum mencapai optimal. Jika diterapkan tiket Rp per tiket per orang, maka penerimaan kegiatan wisata bisa mencapai nilai optimal. Oleh sebab itu, disarankan penerapan tarif tiket wisata alam penyu sebesar Rp per tiket per orang. Penerimaan dari kegiatan wisata alam penyu dapat digunakan sebagai salah satu sumber dana untuk usaha konservasi penyu. Selain itu, dari dana tersebut akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal dalam hal potensi income tambahan, sehingga memotivasi masyarakat lokal Desa Temajuk untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata seperti: menjual makanan dan minuman, pemandu wisata, penyedia sarana dan prasarana wisata serta penyedia jasa ojek. Kesediaan Masyarakat Lokal Mengubah Pola Mencari Nafkah dari Penjual Telur Penyu ke Usaha di Bidang Wisata Kesediaan masyarakat lokal Desa Temajuk untuk mengubah pola mencari nafkah dari menjual telur penyu ke usaha di bidang wisata berpengaruh terhadap tingkat keberadaan penyu. Apabila masyarakat lokal bergantung pada usaha di bidang wisata khususnya wisata alam penyu, maka secara tidak langsung keberadaan penyu di Pantai Temajuk akan terjaga karena keberadaan penyu menjadi daya tarik pengunjung untuk datang yang akan berdampak pada jumlah penerimaan usaha wisata dan pendapatan tambahan bagi masyarakat lokal. Jika masyarakat bergantung dari penerimaan wisata alam maka masyarakat akan menjaga kelestarian sumber daya alam yang menjadi objek utama wisata alam tersebut. Hal ini dikarenakan tanpa kelestarian alam maka wisata alam tidak akan

51 ada, yang berimplikasi pada hilangnya manfaat ekonomi bagi masyarakat dari kegiatan wisata alam (Ekayani et al. 2014a; Ekayani et al. 2014b). Desa Temajuk memiliki prospek cukup besar di bidang wisata. Saat ini Desa Temajuk memiliki 14 destinasi objek wisata yang cukup unik dan menarik. Kondisi tersebut menjadi faktor penarik pengunjung untuk berwisata ke Desa Temajuk. Potensi peningkatan jumlah pengunjung akan semakin besar apabila Desa Temajuk memanfaatkan aktivitas penyu yang mendarat untuk bertelur di Pantai Temajuk sebagai salah satu objek wisata tambahan. Peningkatan jumlah pengunjung berpotensi untuk meningkatkan penerimaan usaha di bidang wisata. Selain itu, kondisi tersebut juga didukung estimasi dana yang diperoleh dari kegiatan wisata alam penyu dapat digunakan untuk usaha konservasi penyu dan income tambahan bagi masyarakat lokal, sehingga menarik minat masyarakat lokal Desa Temajuk untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata. Masyarakat lokal termotivasi untuk bekerja di bidang wisata karena adanya potensi daya tarik berupa income yang dapat menggantikan income dari menjual telur penyu yang merupakan kegiatan ilegal. Hal ini didukung penelitian Parma (2011) di Pulau Serang Provinsi Bali, yaitu tingginya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan wisata menyebabkan terjadi pergeseran pola mencari nafkah yang awalnya mengutamakan hasil laut dan kemudian bergeser ke pola industri kecil menengah di bidang wisata. Tabel 15 menunjukkan bahwa 40 persen masyarakat lokal Desa Temajuk lebih dominan menyatakan sangat bersedia untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata. Masyarakat yang menyatakan cukup bersedia dan bersedia mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata, masing-masing 30 persen dan 25 persen. Masyarakat yang menyatakan tidak bersedia untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata, hanya 5 persen. Dengan demikian, disimpulkan bahwa masyarakat lokal Desa Temajuk mendukung kegiatan pelestarian penyu melalui pengadaan wisata alam penyu. Tabel 15 Kesediaan masyarakat lokal Desa Temajuk untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata Parameter Frekuensi (orang) Persentase Tidak bersedia 1 5 Cukup bersedia 6 30 Bersedia 5 25 Sangat bersedia 8 40 Jumlah Setelah diketahui ketersediaan masyarakat lokal untuk berpindah usaha mencari nafkah dari menjual telur penyu ke usaha di bidang wisata, kemudian dianalisis jenis pekerjaan yang diinginkan masyarakat lokal Desa Temajuk. Tabel 16 menunjukkan bahwa kebanyakan msyarakat lokal memilih pekerjaan menjadi penjual makanan dan minuman yakni sebanyak 40 persen. Hal ini disebabkan jenis pekerjaan ini sudah dilakukan oleh beberapa warga Desa Temajuk. Zuhriana et al. (2013) menyatakan hal yang sama, yaitu masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai lebih banyak bekerja di bidang wisata sebagai penjual makanan dan minuman, bahkan usaha tersebut dijadikan sebagai pekerjaan utama. 37

52 38 Tabel 16 Persepsi masyarakat lokal terhadap jenis pekerjaan yang dipilih Jenis pekerjaan Frekuensi (orang) Persentase Pemandu wisata penyu 6 30 Berjualan makanan/minuman 8 40 Berjualan souvenir 0 0 Penyewaan sarana dan prasarana wisata 4 20 Pelayanan jasa ojek 1 5 Tidak memilih 1 5 Jumlah Pekerjaan kedua yang dipilih masyarakat lokal adalah pemandu wisata penyu yaitu sebanyak 30 persen, karena masyarakat lokal sudah mempunyai pengalaman dan memahami aktivitas dan siklus kehidupan penyu di Pantai Temajuk, sehingga sebagai pemandu wisata penyu akan lebih mudah dilakukan. Jenis pekerjaan ini mempunyai potensi yang besar untuk melestarikan penyu, karena secara otomatis pemandu wisata memerlukan keberadaan penyu di Pantai Temajuk. Tabel 16 juga memuat informasi bahwa 20 persen masyarakat lokal memilih sebagai penyedia sewa sarana dan prasarana wisata. Sarana dan prasarana wisata yang dapat disewakan masyarakat lokal seperti: wisma penginapan dan peralatan renang/tenda/wisata malam melihat aktivitas penyu dan sebagainya. Sementara itu, 5 persen masyarakat lokal memilih sebagai penyedia pelayanan jasa ojek. Pelayanan jasa ini bisa berupa ojek darat dan laut. Pelayanan jasa ojek darat biasanya menggunakan sepeda motor, sehingga pengunjung dapat jalan-jalan mengelilingi Desa Temajuk untuk menikmati objek wisata yang ada serta menambah pengalaman berkunjung ke Desa Teluk Melano, Malaysia. Dalam hal ini, pengojek yang merupakan masyarakat lokal dapat berfungsi ganda sebagai pemandu wisata ke negara tetangga. Keeratan hubungan kekeluargaan antara masyarakat Desa Temajuk dan masyarakat Desa Teluk Melano akan mempermudah perjalanan wisata. Berdasarkan informasi tersebut, maka disimpulkan bahwa masyarakat lokal Desa Temajuk lebih tertarik pada usaha sebagai penjual makanan dan minuman. Alasan dipilihnya usaha tersebut karena berdasarkan pengalaman sebagian kecil warga Desa Temajuk yang telah lama berusaha di bidang tersebut. Biasanya peningkatan pendapatan akan dialami penjual ketika musim liburan akhir pekan serta hari libur nasional seperti: hari lebaran, perayaan hari kemerdekaan, tahun baru dan perayaan Festival Pesisir Paloh. Ketika musim tersebut tiba, biasanya jumlah pengunjung akan meningkat drastis, sehingga produk akan cepat terjual meskipun harga jual lebih tinggi dari hari biasa. Pendapatan Masyarakat Lokal Desa Temajuk Pendapatan masyarakat lokal yang dianalisis pada penelitian ini adalah penghasilan dari usaha menjual telur penyu dan usaha di bidang wisata (penjual makanan dan minuman serta penyedia wisma penginapan). Hal ini dilakukan untuk mengetahui pendapatan usaha di bidang wisata minimal sama dengan pendapatan penjualan telur penyu, sehingga dapat menarik minat atau memotivasi masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari usaha menjual telur penyu ke usaha di bidang wisata.

53 Pendapatan masyarakat lokal dari menjual telur penyu Tabel 17 menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata masyarakat lokal Desa Temajuk dari usaha menjual telur penyu tidak mencapai Rp per tahun per orang. Rata-rata hasil pengambilan telur penyu berjumlah butir per tahun per orang, dengan harga jual sebesar Rp2 500 per butir (Lampiran 3). Dengan demikian, diperoleh penerimaan rata-rata penjualan telur penyu dalam setahun adalah Rp per tahun per orang. Selain itu, data pada tabel tersebut juga menunjukkan nilai biaya rata-rata yang dikeluarkan Rp per tahun per orang. Biasanya biaya yang dikeluarkan tergolong kecil karena hanya berupa pengisian bahan bakar minyak bagi yang menggunakan kendaraan dan konsumsi (khusus perokok). Berdasarkan data tersebut, maka diperoleh nilai pendapatan rata-rata masyarakat lokal yang menjual telur penyu adalah Rp per tahun per orang. Estimasi pendapatan masyarakat lokal Desa Temajuk disajikan pada Tabel 17 dan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebagian besar masyarakat lokal Desa Temajuk yang mengambil telur penyu merupakan petani dan nelayan. Pengambilan telur penyu hanya sebagai pekerjaan sampingan guna menambah pendapatan rumah tangga. Besaran pendapatan masyarakat lokal dari hasil penjualan telur penyu tidak dapat dipastikan setiap bulannya, karena aktivitas pengambilan telur penyu hanya bisa dilakukan malam hari pada musim penyu bertelur. Biasanya musim penyu mendarat di Pantai Temajuk hanya berlangsung selama musim peneluran penyu yang biasaya terjadi mulai Juni hingga Agustus (DKP-Kabupaten Sambas 2014). Dengan demikian, aksi pengambilan dan penjualan telur penyu terjadi sesuai musim peneluran penyu, sehingga di luar waktu tersebut masyarakat beraktivitas seperti biasa sesuai dengan pekerjaannya masing-masing. Artinya, bulan-bulan tersebut merupakan bulan rawan untuk keselamatan telur penyu sehingga perlu ada suatu alternatif income pada bulan terkait yang dapat diubah dari mengambil telur penyu yang mengancam kelestarian penyu menjadi wisata alam penyu yang mendukung pelestarian penyu. Biasanya aksi pengambilan dilakukan secara berkelompok dan dalam 1 kelompok terdiri atas 10 hingga 20 orang. Jumlah telur penyu yang diperoleh harus dibagikan sesuai dengan jumlah orang dalam satu kelompok. Kemudian telur tersebut dijual secara per orangan. Telur penyu yang ditemukan dalam satu malam berkisar antara 0 hingga 28 sarang. Akan tetapi, biasanya dalam 1 malam masyarakat lokal hanya menemukan 1 sampai 2 sarang, bahkan tidak jarang juga tidak memperoleh apapun. Biasanya dalam 1 sarang berisi 5 sampai 200 butir telur penyu dan kadang-kadang ditemukan paling banyak butir telur penyu. Tabel 17 Estimasi pendapatan masyarakat lokal Desa Temajuk Jenis pekerjaan Penerimaan total (Rp/th) (dalam ribuan) a Penerimaan rata-rata (Rp/th/orang) (dalam ribuan) b Biaya rata-rata (Rp/th/orang) 39 Pendapatan rata-rata (Rp/th/orang) c b c 1. Penjual telur penyu (A) Usaha di bidang wisata (B) Selisih (B A)

54 40 Ada beberapa cara penjualan telur penyu yang dilakukan masyarakat lokal Desa Temajuk. Penjualan telur penyu lebih sering dilakukan di Desa Teluk Melano (Sarawak Malaysia) dan sistem penjualannya dilakukan dari rumah ke rumah. Bahkan penjualan telur penyu dari rumah ke rumah juga dilakukan di Desa Temajuk. Selain dari rumah ke rumah, telur penyu dijual kepada pedagang eceran yang biasanya berada di Desa Temajuk dan pedagang tersebut akan menjualnya ke Desa Teluk Melano dan desa-desa lainya sekitar Desa Temajuk. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Target penjualan telur penyu Target penjualan Frekuensi (orang) Persentase Pedagang eceran 4 20 Konsumen Desa Temajuk 5 25 Konsumen Desa Teluk Melano Jumlah Pendapatan masyarakat lokal dari usaha di bidang wisata Salah satu bentuk usaha pelayanan jasa di bidang wisata yang dilakukan oleh masyarakat lokal Desa Temajuk adalah menjual makanan dan minuman, sedangkan pemandu wisata, penyedia jasa ojek dan homestay belum ada yang mengusahakan. Oleh sebab itu, penerimaan dari ketiga jenis pekerjaan tersebut tidak dianalisis pada penelitian ini. Hal ini juga dilakukan berdasarkan hasil penelitian Zuhriana et al. (2013) bahwa masyarakat lebih dominan menjadikan usaha di bidang wisata yaitu penjual makanan dan minuman sebagai pekerjaan utama. Khusus untuk pendapatan dari usaha penyewaan wisma penginapan juga dianalisis yang telah digeluti oleh salah satu key persons yaitu Pak Atung sebagai pengelola Objek Wisata Bahari Teluk Atung. Sebagian besar pembangunan wisma penginapan yang ada di lokasi wisata tersebut merupakan hasil kerja sama antara Pak Atung dan mitranya. Wisma milik pribadi Pak Atung berjumlah 7 kamar, sedangkan wisma hasil kerja sama berjumlah 12 kamar. Pendapatan Pak Atung dari hasil kerja sama diperoleh dengan sistem bagi hasil dengan mitra sebagai investor yaitu masing-masing 50 persen. Oleh karena pengunjung Desa Temajuk bersifat musiman, maka pendapatan masyarakat lokal dari usaha di bidang wisata digolongkan berdasarkan waktu/musim liburan. Terdapat 2 kategori pendapatan yaitu pendapatan yang diperoleh saat akhir pekan dan pendapatan saat hari libur nasional (hari kemerdekaan, hari raya, tahun baru dan hari Festival Pesisir Paloh). Rata-rata penerimaan akhir pekan diperoleh sebesar Rp per tahun per orang, sedangkan rata-rata penerimaan hari libur nasional sebesar Rp per tahun per orang (Lampiran 3). Dari data tersebut, maka diperoleh total penerimaan rata-rata sebesar Rp per tahun per orang. Biaya rata-rata yang dikeluarkan untuk usaha di bidang wisata adalah Rp per tahun per orang. Dengan demikian, maka diperoleh pendapatan rata-rata masyarakat lokal dari usaha di bidang wisata sebesar Rp per tahun per orang (Tabel 17). Tabel 17 menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat lokal yang bekerja di bidang wisata lebih tinggi dibandingkan penjual telur penyu dengan selisih Rp per tahun per orang. Perbedaan pendapatan yang cukup besar membuktikan bahwa bekerja di bidang wisata berpotensi memberikan income

55 tambahan bagi masyarakat lokal Desa Temajuk. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Parma (2011) yaitu adanya potensi peningkatan pendapatan ada pada bidang wisata, sehingga banyak masyarakat lokal ikut berperan aktif menggelutinya. Hal ini menjadi daya tarik masyarakat lokal untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu berpindah ke usaha di bidang wisata seperti: penjual makanan dan minuman, pemandu wisata, pelayanan jasa ojek serta penyewaan sarana dan prasarana wisata (wisma penginapan, peralatan renang, perahu dan sebagainya). Strategi Pengembangan Wisata Alam Penyu Berdasarkan Analisis SWOT Komponen terkait wisata diidentifikasi untuk mengetahui kondisi Desa Temajuk saat ini dan potensi wisata alam penyu serta potensi keterlibatan masyarakat lokal di bidang wisata. Komponen-komponen tersebut sabagai salah satu dasar untuk perencanaan pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal. Keseluruhan komponen atau faktor tersebut dikaji secara komprehensif dan diintegrasikan dalam kelompok IFAS dan EFAS, sehingga memberikan gambaran berkaitan dengan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman terhadap pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk. Berikut adalah hasil analisis IFAS, EFAS, matriks IE dan matriks SWOT. Identifikasi faktor internal (IFAS) Komponen faktor internal yang mempengaruhi wisata alam penyu di Desa Temajuk, secara umum ada 2, yaitu komponen kekuatan dan komponen kelemahan. Jika setiap komponen kekuatan berkembang dengan baik, maka secara langsung maupun tidak langsung akan mendukung pengembangan wisata alam penyu. Sebaliknya, apabila komponen kelemahan tidak diperbaiki atau bahkan dibiarkan tidak terkontrol, maka dapat menghambat usaha pengembangan wisata alam penyu. Oleh sebab itu, usaha pemanfaatan kekuatan dan pengontrolan kelemahan mempengaruhi rumusan strategi kebijakan wisata. Hasil identifikasi faktor internal dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Matriks IFAS wisata alam penyu di Pantai Temajuk Faktor internal Bobot Rating Skor Kekuatan: 1. Adanya aktivitas 14 objek wisata di Desa Temajuk. 2. Potensi aktivitas penyu bertelur yang dapat dijadikan salah satu objek wisata. 3. Potensi kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap tarif tiket wisata alam penyu Kelemahan: 1. Lemahnya pengaturan pengunjung (tidak ada tiket masuk). 2. Rendahnya kualitas SDM dan pengelolaan wisata yang belum optimal (potensi wisata yang ada belum dimanfaatkan secara optimal). Total

56 42 Tabel 19 menunjukkan bahwa terdapat 5 komponen di dalam faktor internal, yaitu: 3 komponen kekuatan dan 2 komponen kelemahan. Aktivitas penyu bertelur yang berpotensi untuk dijadikan salah satu objek wisata alam di Pantai Temajuk mendapatkan rating tertinggi, artinya komponen ini sangat berpengaruh terhadap pengembangan wisata alam penyu. Oleh sebab itu, komponen ini menjadi faktor pendukung yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata alam penyu. Sementara itu, semua komponen kelemahan mempunyai rating 2, artinya akan menjadi faktor penghambat bagi pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk sehingga perlu diminimalkan atau dikontrol. Potensi wisata yang dimiliki Desa Temajuk cukup beragam dengan keunikan dan keasriannya. Objek wisata tersebut antara lain: hamparan pasir yang luas dari Pantai Sixteen, Pantai Surya, Pantai Maludin, Pasir Plaik, keunikan formasi gugusan batu yang dinamakan Batu Nenek dan bebatuan di Teluk Atong, dermaga yang panjang menjorok ke laut, keasrian air terjun di Gunung Pangi, hutan bakau, pintu gerbang perbatasan, tugu garuda, Gunung Tanjung Datuk serta adanya atraksi panen raya ubur-ubur tiap tahun. Potensi tersebut perlu dilestarikan untuk menarik pengunjung agar mendukung aktivitas wisata alam. Potensi kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap tarif tiket wisata alam penyu merupakan komponen kekuatan yang dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk pengembangan wisata alam penyu. Potensi tersebut mempengaruhi keberlanjutan kegiatan wisata alam penyu, karena menjadi salah satu sumber penerimaan wisata. Dengan demikian, komponen ini memiliki bobot tertinggi (0.25) dengan rating 3, artinya berpengaruh terhadap usaha pengembangan wsiata alam penyu. Selain komponen kekuatan, hasil identifikasi faktor internal juga memiliki komponen kelemahan yang berkaitan pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk. Komponen kelemahan yang dimaksud adalah lemahnya pengaturan pengunjung terutama dalam hal tiketing dan kualitas SDM masih rendah dan pengelolaan sumber potensi wisata kurang optimal. Sistem pengaturan pengunjung di lokasi penelitian belum optimal (tidak ada tiket masuk) menjadi komponen kelemahan dalam penentuan strategi kebijakan. Desa Temajuk belum menerapkan penetapan tarif masuk bagi pengunjung yang datang ke lokasi wisata. Hal ini disebabkan aktivitas wisata di desa tersebut masih dalam tahap promosi dan kondisi rute perjalanan ke lokasi wisata masih dalam tahap pembangunan. Kondisi demikian mengakibatkan pengelola wisata belum menerapkan tarif masuk lokasi wisata bagi pengunjung. Selain itu, sebagian besar masyarakat Desa Temajuk berlatar pendidikan Sekolah Dasar (SD), tidak terkecuali pengelola wisata. Oleh sebab itu, komponen ini memiliki rating 2, artinya perlu diminimalisir sehingga tidak menghambat aktivitas wisata alam penyu. Identifikasi faktor eksternal (EFAS) Rangkuti (2014) menyatakan bahwa sebelum strategi diterapkan, lingkungan eksternal perlu dianalisis terlebih dahulu untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman yang dimuat dalam matriks EFAS. Faktor eksternal yaitu komponen-komponen peluang dan ancaman yang mempengaruhi keberhasilan wisata alam penyu. Komponen peluang merupakan faktor yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung aktivitas wisata tersebut. Jika faktor ini dimanfaatkan semaksimal mungkin, maka akan menghasilkan strategi kebijakan

57 yang sesuai dengan kondisi sekarang dan wisata alam penyu. Komponen ancaman merupakan faktor lingkungan dari luar yang berpotensi menghambat pengembangan wisata alam penyu yang akan memperkecil keberhasilan pelaksanaan aktivitas wisata tersebut. Jika ancaman ini dapat ditekan seoptimal mungkin dengan memanfaatkan faktor lainnya, maka akan membantu keberlangsungan aktivitas wisata alam penyu di Pantai Temajuk. Tabel 20 menunjukkan bahwa terdapat 9 komponen faktor eksternal, yaitu 5 komponen peluang dan 4 komponen ancaman. Seluruh komponen peluang mendapatkan rating 3, artinya komponen tersebut berpengaruh terhadap pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk dan dapat dimanfaatkan untuk kelancaran kegiatan wisata. Komponen eksternal yang menjadi ancaman bagi pelaksanaan pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk adalah adanya ancaman predator alami (salah satunya biawak pemakan telur penyu) dan erosi pantai, kurangnya pemahaman pengunjung terhadap pentingnya perlindungan penyu, adanya aktivitas pengambilan telur penyu secara ilegal, pembangunan (terutama penginapan dan kilang ubur-ubur) dan terdapat sampah di tepi pantai serta aksesibilitas Desa Temajuk belum memadai. Walau demikian, ancaman tersebut dapat ditekan atau dikontrol dengan memanfaatkan komponen peluang dan kekuatan yang ada seoptimal mungkin sehingga aktivitas wisata alam penyu bisa berjalan dengan baik. Tabel 20 Matriks EFAS wisata alam penyu di Pantai Temajuk Faktor eksternal Bobot Rating Skor Peluang: 1. Potensi pengunjung dari Malaysia dengan rute lebih dekat. 2. Peran aktif anggota WWF-Kecamatan Paloh dan petugas DKP Kabupaten Sambas. 3. Pesatnya perkembangan informasi lewat internet. 4. Potensi masyarakat lokal yang bersedia mengubah pola mencari nafkah dari menjual telur penyu ke usaha di bidang wisata. 5. Potensi lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat lokal yang didukung nilai estimasi pendapatan usaha di bidang wisata lebih tinggi dari estimasi pendapatan menjual telur penyu. Ancaman: 1. Ancaman predator alami dan erosi pantai. 2. Kurangnya pemahaman pengunjung terhadap pentingnya perlindungan terhadap penyu. 3. Pengambilan telur penyu secara illegal, pembangunan dan sampah di tepi pantai. 4. Aksesibilitas Desa Temajuk belum memadai Total Letak wilayah berbatasan dengan negara tetangga (Desa Teluk Melano, Malaysia) berpotensi sebagai peluang dari lingkungan eksternal yang secara alami dimiliki Desa Temajuk. Kondisi tersebut mendukung pengembangan sektor pariwisata termasuk aktivitas wisata alam penyu terutama dalam hal potensi pengunjung mancanegara. Aksesibilitas yang lebih baik khususnya sarana transportasi darat dari Desa Teluk Melano ke Desa Temajuk dapat mempermudah

58 44 pengunjung Malaysia untuk datang ke Desa Temajuk. Kemudahan aksesibilitas menyebabkan hubungan masyarakat Desa Teluk Melano dan Desa Temajuk sangat erat. Desa Teluk Melano memiliki pantai yang dapat dikunjungi oleh pengunjung Desa Temajuk dan sebaliknya, pengunjung Desa Teluk Melano dapat menikmati keindahan Pantai Temajuk. Rute yang dilalui pengunjung dari Desa Teluk Melano sangat mudah dengan jarak lebih dekat dan kondisi jalan lebih baik, sehingga menjadi peluang pengunjung untuk datang ke wisata alam penyu (rating 3). Petugas dari WWF-Kecamatan Paloh dan DKP Kabupaten Sambas berperan aktif menjaga kelestarian penyu di Pantai Temajuk dengan melakukan berbagai kegiatan. Sosialisasi kepada masyarakat dan pengunjung terkait peraturan perlindungan penyu, kegiatan pembersihan pantai dari sampah dan pendataan penyu. Beberapa program kegiatan yang telah dilakukan antara lain: pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) Kambau Borneo untuk memonitor penyu dan sosialisasi melalui acara Festival Pesisir Paloh yang memasukkan acara pelepasan tukik (anak penyu). Selain di Paloh, kegiatan serupa telah di lakukan di Provinsi Bali. Parma (2011) menyatakan bahwa salah satu program dari Festival Pesona Pulau Serangan adalah pelepasan tukik sebagai bentuk kegiatan mendorong masyarakat untuk mencintai lingkungan dan ekosistem yang ada, termasuk penyu dengan harapan perkembangan penyu tidak hanya dikontrol di penakaran tetapi dapat berkembangbiak secara alami. Peran aktif petugas bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk menekan ancaman terhadap aktivitas wisata alam penyu di Pantai Temajuk agar meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya melestarikan penyu, sehingga dapat menghentikan kegiatan pengambilan telur penyu secara ilegal, mengurangi pembangunan yang mengganggu habitat penyu dan menjaga kebersihan pantai dari sampah (rating 3). Promosi merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu kegiatan wisata, karena melalui promosi suatu objek wisata dapat menarik pengunjung lokal bahkan internasional. Pesatnya perkembangan informasi lewat internet merupakan salah satu peluang dalam hal promosi yang dapat memberikan sumbangan terhadap keberhasilan pengembangan wisata alam penyu sehingga komponen ini mendapatkan rating 3. Salah satu cara yang efektif untuk promosi wisata alam penyu adalah melalui perkembangan media sosial (internet), karena penyebarannya akan lebih cepat. Komunikasi melalui media sosial lebih banyak dilakukan sehingga peluang untuk menarik pengunjung ke Desa Temajuk lebih besar. Kesediaan masyarakat lokal mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata dan potensi penciptaan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat lokal yang didukung nilai estimasi pendapatan usaha di bidang wisata lebih tinggi dari estimasi pendapatan menjual telur penyu, menjadi komponen kekuatan dalam perumusan strategi pengembangan wisata alam penyu. Komponen ini dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk mengontrol atau meminimalkan ancaman pengambilan dan penjualan telur penyu yang dilakukan oleh masyarakat lokal Desa Temajuk sehingga kelestarian penyu di alam dapat terjaga (rating 3). Komponen ancaman yang mendapat rating terendah dan bobot tertinggi, yaitu ancaman yang bersumber dari aktivitas manusia yaitu pengambilan telur penyu secara ilegal, artinya ancaman tersebut sangat penting dan memberikan

59 ancaman terhadap usaha pengembangan wisata alam penyu. Ancaman tersebut perlu ditekan agar dapat mengurangi hambatan untuk kelancaran pengembangan wisata alam penyu. Desa Temajuk merupakan wilayah yang baru mengalami pemekaran, sehingga pembangunan infrastruktur masih sangat minim. Letak wilayah Desa Temajuk sangat jauh dari ibu kota kecamatan dan kondisi jalan kurang baik yaitu sebagian besar masih berupa jalan tanah berpasir disertai batu-batuan sepanjang 74 km. Sarana komunikasi juga sangat minim, walau demikian telah dibangun sarana komunikasi pada tahun 2012 tetapi belum berfungsi dengan baik sehingga berdampak pada tingkat kenyamanan pengunjung untuk berkomunikasi. Kondisi tersebut dapat mengancam aktivitas wisata (rating 2), karena dapat berdampak pada turunnya jumlah pengunjung. Hasil pengembangan matriks internal-eksternal (IE Matrix) Rangkuti (2014) dan Setiawan (2010) menyatakan bahwa kondisi internal dan eksternal yang memberikan informasi untuk pengembangan suatu usaha saat ini (existing position) dapat diketahui dengan bantuan matriks internal-eksternal (IE matrix). Matriks IE memanfaatkan faktor internal dan eksternal guna menentukan posisi dan kondisi wisata saat ini serta potensi pelaksanaan aktivitas wisata alam penyu yang akan datang. Berdasarkan total skor faktor internal (Tabel 19) yaitu 2.95 dan total skor faktor eksternal (Tabel 20) yaitu 2.65 yang kemudian dipetakan, sehingga diperoleh kuadran plotting posisi wisata saat ini dan arahan pengembangan wisata penyu yang akan datang. Tinggi Menengah Total skor faktor strategi eksternal Rendah III Penciutan VI Penciutan IX Likuiditas Total skor faktor strategi internal 2.95 II Pertumbuhan V Pertumbuhan Stabilitas VIII Pertumbuhan I Pertumbuhan IV Stabilitas VII Pertumbuhan Rendah Menengah Tinggi Keterangan: = kondisi saat ini = arah/pengembangan Gambar 8 Hasil analisis matriks internal-eksternal (IE matrix) Gambar 8 menunjukkan posisi aktivitas wisata saat ini berada pada kuadran V, yaitu pada kondisi pertumbuhan/stabilitas. Hal ini menunjukkan bahwa strategi yang tepat untuk diterapkan adalah konsentrasi melalui integrasi horizontal atau stabilitas (hati-hati). Artinya kondisi wisata di Temajuk saat ini sudah berjalan, namun belum optimal karena berbagai ancaman dan kelemahan yang ada belum diatasi terutama berkaitan dengan kondisi penyu di alam yang terancam karena adanya kegiatan penjualan telur penyu. Usaha perbaikan dapat dilakukan dengan cara menghindari ancaman dan meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan 45

60 46 kekuatan dan peluang yang dimiliki Desa Temajuk. Oleh sebab itu, perlu usaha untuk menambah objek wisata alam penyu yang dapat memberikan manfaat ekonomi langsung kepada masyarakat lokal sebagai usaha pelestarian penyu. Upaya tersebut dapat dilakukan menggunakan strategi SO, WO, ST dan WT. Alternatif strategi pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk Penentuan alternatif strategi berdasarkan faktor-faktor yang telah diperoleh dari hasil IFAS dan EFAS (Hay dan Castilla 2006; Ramli et al. 2012). Hal yang serupa juga dinyatakan oleh Kurniawan et al. (2013) dan Duran (2013) bahwa strategi tersebut merupakan hasil perpaduan faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Hasil identifikasi faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam matriks SWOT sehingga diperoleh strategi yang menjadi arahan pengembangan wisata. Tabel 21 menunjukkan terdapat enam strategi yang dapat dikembangkan/diterapkan untuk pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk. Keenam strategi yang dimaksud antara lain: satu strategi perpaduan antara faktor kekuatan dan peluang (S 1,2,3 dan O 1,2,3,4,5 ), satu strategi perpaduan antara faktor kelemahan dan peluang (W 1,2 dan O 2,3,4,5 ), dua strategi perpaduan antara faktor kekuatan dan ancaman (S 1,2,3 dan T 1, 3 ; S 2 dan T 2 ) dan dua strategi perpaduan antara faktor kelemahan dan ancaman (W 1,2 dan T 1,3 ; W 1,2 dan T 2,3,4 ). 1. Strategi pengelolaan pertama (S 1,2,3 dan O 1,2,3,4,5 ) Strategi arahan pertama adalah pemanfaatan keberadaan aktivitas penyu di Pantai Temajuk sebagai salah satu objek wisata dengan melibatkan masyarakat lokal dan digabungkan dengan objek wisata lainnya (S 1,2,3 dan O 1,2,3,4,5 ). Berdasarkan hasil penelitian Pardede et al. (2015), yaitu untuk mengatasi perdagangan penyu secara ilegal dilakukan usaha konservasi penyu di Bali melalui kerja sama antara Pemerintah Provinsi Bali dan WWF, salah satunya adalah dengan cara memanfaatkannya sebagai salah satu objek wisata. Selain itu, aktivitas wisata ini memprioritaskan keterlibatan masyarakat lokal sebagai upaya melestarikan populasi penyu. Masyarakat lokal dapat bekerja sebagai penjual makanan dan minuman, pemandu wisata penyu, penyedia sewa sarana dan prasaranan wisata dan penyedia jasa ojek. Aktivitas wisata ini dapat dilakukan melalui pemanfaatan komponen kekuatan yaitu kesediaan membayar pengunjung untuk tarif tiket wisata alam penyu, serta pemanfaatan komponen peluang yaitu kesediaan masyarakat lokal untuk mengubah pola mancari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata, dan didukung pendapatan dari hasil usaha di bidang wisata tersebut lebih tinggi dari pendapatan menjual telur penyu, sehingga masyarakat lokal akan termotivasi untuk bekerja di bidang wisata. Hal ini didukung hasil penelitian Parma (2011) di Pulau Serang Kota Denpasar, bahwa faktor ekonomi dalam hal ini income merupakan motivasi utama masyarakat untuk bekerja di bidang wisata dan ikut berpartisipasi dalam usaha pelestarian penyu. Desa Temajuk juga kaya akan sumber daya alam lainnya yang memiliki potensi wisata. Khususnya Pantai Temajuk yang landai sehingga mendukung keberadaan aktivitas penyu. Hal ini didukung pernyataan Putra et al. (2014), yaitu kemiringan Pantai Paloh tidak terkecuali Pantai Temajuk tergolong landai sehingga sesuai sebagai habitat penyu. Selain itu, peran aktif anggota WWF dan petugas DKP Kabupaten Sambas dan potensi pengunjung dari Malaysia serta

61 perkembangan informasi lewat internet dalam hal promosi akan memberikan peluang kesuksesan dan keberlanjutan usaha pengembangan wisata ini. Tabel 21 Matriks analisis SWOT wisata alam penyu di Pantai Temajuk EFAS IFAS Peluang (opportunities) 1. Potensi pengunjung dari Malaysia dengan rute lebih dekat. 2. Peran aktif anggota WWF-Kec. Paloh dan petugas DKP Kab. Sambas. 3. Pesatnya perkembangan informasi lewat internet. 4. Potensi masyarakat lokal yang bersedia mengubah pola mencari nafkah dari menjual telur penyu ke usaha di bidang wisata. 5. Potensi lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat lokal yang didukung nilai estimasi pendapatan usaha di bidang wisata lebih tinggi dari estimasi pendapatan menjual telur penyu. Ancaman (threats) 1. Ancaman predator alami dan erosi pantai. 2. Kurangnya pemahaman pengunjung akan pentingnya perlindungan penyu. 3. Pengambilan telur penyu secara ilegal dan pembangunan serta sampah di tepi pantai. 4. Aksesibilitas Desa Temajuk belum memadai. Kekuatan (strenghts) 1. Adanya aktivitas 14 objek wisata di Desa Temajuk. 2. Potensi aktivitas penyu bertelur yang dapat dijadikan salah satu objek wisata. 3. Potensi kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap tarif tiket wisata alam penyu. Strategi S 1,2,3 dan O 1,2,3,4,5 - Pemanfaatan penyu sebagai objek wisata alam dengan melibatkan masyarakat lokal dan digabungkan dengan objek wisata lainnya. Strategi S 1, 2 dan T 1, 3 - Pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pengefektifan peraturan. Strategi S 2 dan T 2 - Sosialisasi terhadap pengunjung berkaitan dengan usaha pelestarian dan potensi penyu sebagai objek wisata. 47 Kelemahan (weaknesses) 1. Lemahnya pengaturan pengunjung (tidak ada tiket masuk). 2. Rendahnya kualitas SDM dan pengelolaan wisata yang belum optimal (potensi wisata belum dimanfaatkan secara optimal). Strategi W 1,2 dan O 2,3,4,5 - Pelatihan terhadap masyarakat lokal di bidang wisata. Strategi W 1,2 dan T 1,3 - Pemberdayaan masyarakat lokal di bidang wisata sebagai usaha peningkatan kualitas SDM pengelola wisata. Strategi W 1,2 dan T 2,3, 4 - Penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung wisata dan konservasi penyu. 2. Strategi pengelolaan kedua (W 1,2 dan O 2,3,4,5 ) Strategi arahan pengembangan wisata kedua (W 1,2 dan O 2,3,4,5 ) adalah pelatihan untuk masyarakat lokal di bidang wisata. Peran anggota WWF- Kecamatan Paloh dan DKP Kabupaten Sambas dimanfaatkan untuk memberikan pelatihan kepada masyarakat lokal tentang potensi penyu sebagai obek wisata, potensi pengunjung dari Malaysia, potensi lapangan pekerjaan di bidang wisata,

62 48 dan teknologi internet sehingga memotivasi masyarakat untuk ikut terlibat dalam aktivitas wisata khususnya wisata alam penyu. Potensi masyarakat lokal Desa Temajuk yang bersedia untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata mengindikasikan bahwa masyarakat yang sebelumnya mengambil dan menjual telur penyu justru akan melindunginya. Hal ini disebabkan pendapatan masyarakat bergantung kepada keberadaan penyu yang dapat menarik pengunjung. Selain itu, secara tidak langsung masyarakat lokal akan menjaga kebersihan Pantai Temajuk agar tidak menghambat aktivitas penyu di pantai. Konsep strategi ini sudah dilakukan di Kabupaten Pangumbahan, berdasarkan hasil penelitian Harahap et al. (2015) bahwa pengelolaan Kawasan Konservasi Penyu Pangumbahan Kabupaten Sukabumi dilakukan secara kolaboratif, yaitu dengan melibatkan masyarakat lokal berdasarkan perannya. Rendahnya kualitas SDM masyarakat Desa Temajuk merupakan salah satu penyebab rendahnya pendapatan, sehingga kegiatan pelanggaran masih dilakukan seperti menjual telur penyu secara ilegal. Selain itu, pengelolaan wisata saat ini belum optimal, seperti beberapa kekayaan alam yang dimiliki Temajuk belum dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan masyarakat lokal. Oleh sebab itu, diperlukan usaha penyuluhan dan arahan dari pihak terkait terhadap masyarakat lokal dalam hal pengelolaan wisata agar lebih terorganisir. Ramli et al. (2012) menyatakan bahwa peningkatan kualitas SDM merupakan salah satu strategi pengembangan wisata Pulau Bawean. Berdasarkan hal tersebut disimpulkan bahwa apabila kualitas SDM yang dimiliki masyarakat tinggi, maka secara tidak langsung masyarakat akan mendukung usaha pengembangan wisata alam penyu di Pantai Temajuk. 3. Strategi pengelolaan ketiga (S 1,2 dan T 1,3 ) Pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pengefektifan peraturan perlindungan penyu merupakan strategi arahan pengembangan ketiga untuk pengelolaan wisata di Pantai Temajuk (S 1,2 dan T 1,3 ). Strategi ini melibatkan masyarakat dalam kegiatan wisata untuk melindungi satwa penyu agar keberadaannya di alam tetap terjaga. Pemberdayaan masyarakat lokal dalam kegiatan wisata alam penyu dapat memberikan pemahaman mengenai pentingnya keberadaan penyu, sehingga masyarakat lokal justru akan melindungi dan menjaga kelestarian penyu di Pantai Temajuk. 4. Strategi pengelolaan keempat (S 2 dan T 2 ) Keberhasilan pengembangan wisata alam penyu bergantung pada ketertarikan dan tingkat pemahaman pengunjung terhadap pentingnya melestarikan penyu. Penyu merupakan satwa yang termasuk red list dalam IUCN dengan status terancam (endangered). Semakin tinggi pengetahuan dan pemahaman tentang penyu, akan mempengaruhi besarnya kesediaan membayar (WTP) pengunjung terhadap wisata alam penyu. Hal ini ditegaskan oleh Campbell dan Smith (2006) bahwa seseorang yang menghargai keberadaan dan keberlanjutan populasi penyu di alam akan bersedia membayar untuk konservasi penyu. Berdasarkan hal tersebut, maka perpaduan antara komponen ancaman (kurangnya pemahaman pengunjung tentang penyu) dan komponen kekuatan (keberadaan penyu) menghasilkan strategi keempat, yaitu perlunya sosialisasi terhadap pengunjung untuk meningkatkan pemahaman terkait usaha pelestarian penyu.

63 49 5. Strategi pengelolaan kelima (W 1,2 dan T 1,3 ) Kelemahan internal yaitu pengelolaan wisata Desa Temajuk kurang optimal seperti: lemahnya sistem pengelolaan pengunjung dan pengelolaan potensi wisata yang disertai rendahnya kualitas SDM masyarakat lokal, akan mempengaruhi kegiatan wisata alam penyu. Ditambah adanya hambatan dari segi eksternal yakni ancaman terhadap penyu secara alami dan tindakan manusia yang mengganggu aktivitas penyu, sehingga diperlukan pengetahuan tambahan untuk menghindari hal tersebut. Seperti yang dinyatakan oleh Pradana et al. (2013) bahwa pada saat mendarat, penyu sangat sensitif terhadap gangguan predator alami maupun kegiatan manusia. Keberadaan penyu sangat diperlukan untuk aktivitas wisata alam penyu, sehingga sudah sewajarnya kenyamanan penyu diutamakan. Oleh sebab itu, diperlukan suatu strategi yang dapat meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman tersebut (W 1,2 dan T 1,3 ). Fretes et al. (2013) menyatakan bahwa strategi perencanaan di bidang wisata di antaranya adalah peningkatan kualitas SDM dan penguatan sistem manajemen. Dengan demikian, diperlukan tindakan pemberdayaan masyarakat lokal di bidang wisata sebagai usaha peningkatan kualitas SDM pengelola wisata. 6. Strategi pengelolaan keenam (W 1,2 dan T 2,3,4 ) Strategi arahan pengelolaan wisata yang keenam adalah penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung wisata dan konservasi penyu. Sarana dan prasarana seperti akses jalan dan komunikasi serta sarana penangkaran penyu (kantor pengelolaan dan pusat informasi penyu, lokasi peneluran, lokasi penetasan semi alami, lokasi pemeliharaan dan pelepasan tukik) untuk menunjang kegiatan wisata alam penyu sehingga kegiatan wisata dapat dilakukan sepanjang tahun. Seperti yang dinyatakan oleh Fretes et al. (2013) dalam penelitiannya di Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon, yaitu salah satu strategi perencanaan dan pengembangan industri pariwisata adalah perluasan akses dan peningkatan infrastruktur. Ramli et al. (2012) juga menyatakan hal yang sama, yaitu salah satu strategi pengembangan objek wisata adalah peningkatan sarana dan prasarana yang menunjang aktivitas wisata. 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian terkait strategi pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk, maka diambil simpulan sebagai berikut: 1. Kesediaan membayar pengunjung terhadap tarif tiket wisata alam penyu menunjukkan sebagian besar pengunjung Pantai Temajuk mendukung kegiatan perlindungan penyu dengan nilai WTP Rp per tiket per orang. 2. Masyarakat lokal lebih dominan menyatakan bersedia untuk mengubah pola mencari nafkah dari penjual telur penyu ke usaha di bidang wisata dan kebanyakan memilih pekerjaan sebagai penjual makanan dan minuman.

64 50 3. Pendapatan dari usaha di bidang wisata lebih tinggi dibandingkan pendapatan dari usaha penjualan telur penyu dengan selisih Rp per orang per tahun. 4. Strategi yang dapat diterapkan untuk usaha pengembangan wisata alam penyu berbasis masyarakat lokal di Pantai Temajuk, antara lain: (1) pemanfaatan keberadaan aktivitas penyu sebagai salah satu objek wisata alam yang melibatkan masyarakat dan digabungkan dengan objek wisata lainnya, (2) penyediaan sarana dan prasarana yang mendukung wisata dan konservasi penyu, (3) pelatihan untuk masyarakat lokal di bidang wisata, (4) pemberdayaan masyarakat lokal sebagai pengefektifan peraturan perlindungan penyu, (5) sosialisasi terhadap pengunjung berkaitan dengan usaha pelestarian dan potensi penyu sebagai objek wisata, dan (6) pemberdayaan masyarakat lokal di bidang wisata sebagai usaha peningkatan kualitas SDM pengelola wisata. Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian antara lain: 1. Pemerintah perlu membuat penangkaran penyu seperti di Pangumbahan Kabupaten Sukabumi dan Pulau Serang Kota Denpasar, yang dapat dikombinasikan dengan Pantai Temajuk. 2. Pemerintah dapat mendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk beralih dari kegiatan ilegal menjual telur penyu ke kegiatan legal usaha di bidang wisata. 3. Pemerintah perlu membangunan akses jalan dan sarana prasarana serta promosi untuk membangun kawasan Desa Temajuk. 4. Penelitian lanjutan mengenai carrying capacity agar aktivitas wisata dapat berjalan tanpa merusak lingkungan pantai sebagai habitat penyu.

65 51 DAFTAR PUSTAKA Anshary M, Setyawati TR, Yanti AH Karakteristik pendaratan penyu hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Protobiont. 3(2): Aryanto R, Mardjuka MY Valuasi ekonomi dengan travel cost method pada objek ekowisata pesisir (Kasus Kawasan Ujung Genteng, Sukabumi). Jurnal Ilmiah Pariwisata. 10(1): [BI] Bank Indonesia Kajian ekonomi regional Provinsi Kalimantan Barat triwulan III: Perbatasan Kalimantan Barat masih perlu perhatian pemerintah pusat dan daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Blakemore F, ll ams A Br t sh tour sts valuat on of a urk sh Beach using contingent valuation and travel cost methods. Journal of Coastal Research. 24(6): Budianta A Pengembangan wilayah perbatasan sebagai upaya pembangunan di Indonesia. SMARTek. 8(1): Buta R The SWOT analysis in the geographical research, with applicability in the study of the human settlements from Moldova valley. Present Environment and Sustainable Development. 1: Cahyani NKD, Adnyana IBW, Arthana IW Identifikasi jejaring pengelolaan konservasi penyu hijau (Chelonia mydas) melalui penentuan komposisi genetik dan metal tag di Laut Sulu, Sulawesi. Ecotrophic. 2(2):1-7. Campbell LM, Smith C What makes them pay? Values of valunteer tourists working for sea turtle conservation. Environmental Management. 38(1):84-98.doi: /s [CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora Internationally endangered plants and animals [Internet]. [diunduh 2015 Jan 16]. Tersedia pada: Damayanti E, Soeaidy MS, Ribawanto H Strategi capacity building pemerintah desa dalam pengembangan potensi Kampoeng Ekowisata berbasis masyarakat lokal. JAP. 2(3): Dehghani M, Farshchi P, Danekar A, Karami M, Alehikh AA Recreation value of hara biosphere reserve using willingness to pay method. Int. J. Environ. Res. 4(2): Dermawan A, Nyoman S, Nuitja, Soedharma D, Halim MH, Kusrini MD, Lubis SB, Alhanif R, Khazali M, Murdiah M et al Pedoman teknis pengelolaan konservasi penyu. Jakarta (ID): Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. [DKP-Kabupaten Sambas] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sambas Profil Desa Temajuk Kabupaten Sambas. Sambas (ID): DKP Kabupaten Sambas. Duran E A SWOT analysis on sustainability of festivals: the case of international troia festival. The Journal of International Social Reaserch. 6(28):72-81.

66 52 Duta M, Banerjee S, Hussain Z Untapped demand for heritage: A contingent valuation study of Prinsep Ghat, Calcutta. Tourism Management. 28: Effendi S, Tukiran Metode penelitian survei. Jakarta (ID): LP3ES. Ekayani M, Nuva, Yasmin R, Shaffitri LR, Tampubolon BI. 2014a. Taman nasional untuk siapa? Tantangan membangun wisata alam berbasis masyarakat di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 1(1): Ekayani M, Nuva, Yasmin R, Sinaga F, Maaruf LO. 2014b. Wisata Alam Taman Nasional Gunung Halimun Salak: solusi kepentingan ekologi dan ekonomi. JIPI. 19(1): Fahmi M, Baihaqi A, Kadir IA Analisis strategi pemasaran kopi arabika Ber endaal Kof e d Kabupaten Bener Mer ah. Agrisep. 14(1): Fauzi A Valuasi ekonomi dan penilaian kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Bogor (ID): IPB Pr. Favro S, Grzetic Z, Kovacic M Towards sustinable yachting in Croatian Traditional Island Ports. EEMJ. 9(6): Fretes RA, Santoso PB, Soenoko R, Astuti M Strategi perencanaan dan pengembangan industri pariwisata dengan menggunakan metode SWOT dan QSPM: studi kasus Kecamatan Leitimur Selatan Kota Ambon. 4(2): Gelcich S, Amar F, Valdebenito A, Catilla JC, Fernandez M, Godoy C, Biggs D Financing marine protected areas through visitor fees: insights from tourists willingness to pay in Chile. AMBIO. 42: doi: /s z. Han F, Yang Z, Wang H, Xu X Estimating willingness to pay for environment conservation: a contingent valuation study of Kansas Nature Reserve, Xinjiang, China. Environ Monit Assess. 180: doi: /s Hanley N, Splash CL Cost benefit analysis and the environment. England: Edward Elgar Publishing Limited. Harahap IM, Fahrudin A, Wardiatno Y Pengelolaan kolaboratif Kawasan Konservasi Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi. JIPI. 20(1): Hay GJ, Castila G Object based image analysis: strenghts, weaknesses, opportunities and threats (SWOT). 6(4):1-3. Huruswati I, Alit K, Agus BP, Sabeni M Evaluasi program pembangunan kesejahteraan sosial di desa perbatasan-kalimantan Barat. Jakarta (ID): P3KS Pr. [IUCN] International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources IUCN SSC marine turtle specialist group [Internet]. [diunduh 2015 Jan 16]. Tersedia pada: Karahman SO, Caliscan V Suggestions on rural development for Tuzla River Basin (New Turkey). ZfWT. 4(3): Kurniawan MW, Prwanto P, Surdarmo S Strategi pengelolaan air limbah sentra UMKM batik yang berkelanjutan di Kabupaten Sukoharjo. Jurnal Ilmu Lingkungan. 11(2): Margles SW, Michel M, Louis R, Beth AK Participatory Planning: Using SWOT-AHP Analysis in Buffer Zone Management Planning. Journal of Sustainable Forestry. 29:

67 Mohamed HA Estimation of socio-economic cost of road accidents in Saudi Arabia: willingness-to-pay approach (WTP). Advances in Management and Applied Economics. 5(3): Mohammed EY Measuring the benefits of river quality improvement using the contingent valuation method: the case of the Ping River, Chiang Mai, Thailand. Journal of Environmental Assessment Policy and Management. 11(3): Moscardo G, Murphy L There is no such thing as sustainable tourism: reconceptualizing tourism as a tool for sustainability. Sustainability. 6: doi: /su Orr B Conducting a SWOT analysis for program improvement. US-China Education Review A. 3(6): Panjaitan RA, Iskandar, Alisyahbana SH Hubungan perubahan garis pantai terhadap habitat bertelur penyu hijau (Chelonia mydas) di Pantai Pangumbahan Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3(3): Pardede MT, Yealta D, Phil M Upaya World Wide Fund for Nature (WWF) dalam mengatasi perdagangan penyu ilegal di Provinsi Bali tahun JOM. 2(2): 1-5. Parma IPG Faktor-faktor pendorong partisipasi masyarakat dalam festival pesona Pulau Serang di Kota Denpasar. Jurnal Perhotelan dan Pariwisata. 1(2):1-12. Pemerintah Kabupaten Sambas Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 8 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sambas tahun Sambas (ID). Pemerintah Kabupaten Sambas. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 1999 tentang pengawetan jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1999 tentang pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Plott CR, Zeiler K The willingness to pay-willingness to accept gap, the endowment effect, sub ect m sconcept ons, and e per mental procedures for eliciting valuations. The American Economic Review. 95(3): Pradana FA, Said S, Siahaan S Habitat tempat bertelur penyu hijau (Chelonia mydas) di Kawasan Taman Wisata Alam Sungai Liku Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari. 1(2): Prasojo ZH Dinamika masyarakat lokal di perbatasan. Walisongo. 21(2). Prayuda R, Harto S Strategi Indonesia menghadapi kebijakan Malaysia di wilayah perbatasan tahun Jurnal Transnasional. 4(1): Priambodo LH Analisis kesediaan membayar (Willingness to Pay) sayuran organik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Manajemen dan Organisasi. 5(1):1-14. Putra MA, Wibowo EK, Rejeki S Studi karakteristik biofisik habitat peneluran penyu hijau (Chelonia mydas) di Pantai Paloh, Sambas, Kalimantan Barat. JMR. 3(3):

68 54 Ramli M, Muntasib EKSH, Kartono AP Strategi pengembangan wisata di Pulau Bawean Kabupaten Gresik. Media Konservasi. 17(2): Rangkuti F Analisis SWOT teknik membedah kasus bisnis (cara perhitungan bobot, rating dan OCAI). Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama. Rani F Strategi pemerintah Indonesia dalam meingkatkan keamanan wilayah perbatasan menurut perspektif sosial pembangunan. Jurnal Transnasional. 4(1). Rezvani MA Potential of Alborz Province for Eco-tourism Development: a SWOT Analysis. International Journal of Bio-resource and stress Management. 3(3): Riyadi A, Pambudi B Dampak event pariwisata di Taman Nasional Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Jurnal Ilmiah Pariwisata. 18(1): Rukmi DS, Sudrajat, Datusahlan Tingkat keberhasilan penetasan telur penyu (Chelonia mydas) berdasarkan karakteristik pantai di Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur. Jurnal Mulawarman Scientific. 10(2): Sayyed MRG, Mansoori MS, Jaybhaye RG SWOT analysis of Tandooreh National Park (NE Iran) for sustainable ecotourism. IAEES. 3(4): Setiawan B Strategi pengembangan usaha kerajinan bambu di wilayah Kampung Pajeleran Sukahati Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Jurnal Manajemen dan Organisasi. 1(2): Sheavtiyan, Setyawati TR, Lovadi I Tingkat keberhasilan penetasan telur penyu hijau (Chelonia mydas, Linnaaeus 1758) di Pantai Sebubus, Kabupaten Sambas. Protobiont. 3(1): Silalahi U Metode penelitian sosial. Bandung (ID): PT Refika Aditama. Waayers D Potential for Developing Marine Turtle Tourism as an Alternative to Hunting in Bali, Indonesia. Indian Ocean Turtle Newsletter. (4):1-2. Wicaksono MA, Elfidasari D, Kurniawan A Aktivitas pelestarian penyu hijau (Chelonia mydas) di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Sukabumi Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional Matematika, Sains dan Teknologi. (4): Wilson C, Tisdell C Sea Turtle as a Non-Consumtive Tourism Resource Especially in Australia. Economic Issue. (11). [WWF-Indonesia] World Wide Fund for Nature-Indonesia. 2009a. Panduan melakukan pemantauan populasi penyu di pantai peneluran di Indonesia. Jakarta (ID): Gita Media Gemilang. [WWF-Indonesia] World Wide Fund for Nature-Indonesia. 2009b. Prinsip dan kriteria ekowisata berbasis masyarakat. Jakarta (ID): Gita Media Gemilang. [WWF-Indonesia] World Wide Fund for Nature-Indonesia Status populasi penyu di Kecamatan Paloh, Sambas. Jakarta (ID): Gita Media Gemilang. Yuksel I, Dagdeviren M Using the Analytic Network Process (ANP) in a SWOT analysis: a case study for a textile firm. Information Science. 177: Zuhriana D, Alikodra HS, Adiwibowo S, Hartrisari H Peningkatan peluang kerja bagi masyarakat lokal melalui pengembangan ekowisata di Taman Nasional Gunung Ciremai. Media Konservasi. 18(1):28-39.

69 LAMPIRAN 55

70 Nama 56 Lampiran 1 Karakteristik responden pengunjung Pantai Temajuk Jenis Kelamin Usia (Tahun) Asal Tingkat Pendidikan Jenis Pekerjaan Tingkat Pendapatan (Rp/bln) Status Jumlah Tanggungan (orang) Imran 1 43 Sambas 5 PNS Suriano 1 45 Sambas 5 PNS Parbudi 1 48 Sambas 5 PNS Samsuri Bin Mohammad 1 35 Malaysia 3 PNS Rully 1 30 Pontianak 3 PNS Winarto 1 30 Pontianak 3 PNS Rodiansyah 1 35 Semparuk 2 Pegawai Swasta Ady Wijaya 1 30 Semparuk 4 Wirausaha Nursari 2 22 Bengkayang 3 Mahasiswa Hamidah 2 33 Sekura 3 Ibu Rumah Tangga Nilai WTP (Rp) Ruslan 1 40 Tebas 3 PNS Nira Estiana 2 21 Sambas 3 Pegawai swasta Agus Gunawan 1 21 Sambas 2 Wirausaha M. Rajid 1 20 Galing 3 Mahasiswa Nur Adlianty 2 19 Sekura 3 Mahasiswa Kevin Agustinus 1 22 Sambas 3 Wirausaha Indrawati 2 39 Sekura 3 Ibu Rumah Tangga Fiesty Utami Ulfah 2 19 Sambas 3 Mahasiswa Kendy 1 23 Sambas 3 Wiraswasta Erlan 1 49 Sekura 3 PNS Theresia 2 21 Sambas 3 Pegawai swasta Budiman 1 63 Sambas 3 PNS Andy 1 22 Sambas 3 Wirausaha Peni Aspahani 2 20 Kota Sambas 3 Mahasiswa Agustari 1 20 Semparuk 3 Mahasiswa Yana Ariska 2 23 Sambas 3 Wirausaha Inge Meitasari 2 23 Singkawang 5 Honorer Dinas PU Fitri Andayani 2 24 Sambas 3 Honorer Donny Kenovin 1 23 Sambas 3 Pegawai swasta Gustiar 1 31 Sambas 1 Petani Total Rataan Keterangan: Jenis Kelamin : 1 = Pria, 2 = Wanita Status : 1 = Suami, 2 = Istri, 3 = Single Tingkat Pendidikan : 1 = SD, 2 = SMP/Sederajat, 3 = SMA/Sederajat, 3 =Akademi/Diploma, 5 = Perguruan Tinggi, 6 = Pascasarjana

71 Lampiran 2 Karakteristik responden masyarakat lokal Desa Temajuk Nama Jenis Kelamin Umur (Tahun) Pendidikan Terakhir Pekerjaan Jumlah Tanggungan (orang) Pendapatan (Rp/bln) Kesediaan berpindah profesi 57 Jenis pekerjaan yang dipilih Alidin Petani Waliwa Wirausaha Herlin Honorer Rosidin Petani Muslimun Petani Gunawan Nelayan Ibrahim Honorer Tamrin Petani Syarif Saning Petani Ite Adah Wirausaha Jawadi R Wirausaha Karisno Wirausaha Tono Petani Afifudin Wirausaha Burhan Petani Arif Batti Petani Rustam Buruh Saudi Petani Surian Petani Rusdi Nelayan Total Rata-Rata/orang/bln Rata-Rata/orang/th Keterangan: Jenis Kelamin: 1 = Pria, 2 = Wanita Tingkat Pendidikan: 1 = SD, 2 = SMP/Sederajat, 3 = SMA/Sederajat, 4 = Akademi/Diploma, 5 = Perguruan Tinggi, 6 = Pascasarjana Kesediaan berpindah profesi: 1 = kurang/tertarik/bersedia, 2= cukup tertarik/bersedia, 3= besar/tertarik/bersedia, 4= sangat besar/tertarik/bersedia Jenis pekerjaan yang dipilih: 1= Pemandu Wisata Penyu, 2= Berjualan makanan/minuman, 3= Berjualan souvenir, 4= Penyedia sewa sarana wisata, 5= pelayanan jasa ojek, 0= Tidak ada

72 58 Lampiran 3 Pendapatan masyarakat lokal Desa Temajuk 1. Pendapatan hasil menjual telur penyu Nama Hasil pengambilan telur penyu (butir/th) Harga telur penyu (Rp/butir) Penerimaan (Rp/th) Biaya (Rp/th) Pendapatan (Rp/th) Alidin Waliwa Herlin Rosika Muslimun Gunawan Ibrahim Tamrin Syarif Saning Ite Adah Jawadi R Karisno Tono Afifudin Burhan Arif Batti Rustam Saudi Surian Rusdi Total Rata-rata/orang/th Pendapatan masyarakat lokal dari usaha di bidang wisata Nama Penerimaan akhir pekan (Rp/th) (dalam jutaan) Penerimaan hari libur nasional (Rp/th) (dalam ribuan) Penerimaan total (Rp/th) (dalam ribuan) Biaya total (Rp/th) (dalam ribuan) Pendapatan (Rp/th) (dalam ribuan) Rasad Rasidah Hendri Karmi Yati Di'in Intan Pak Atung Jumlah Rata-rata

73 59 Lampiran 4 Objek wisata Desa Temajuk Pantai Sixteen Objek Wisata Teluk Atong Bahari Objek Wisata Batu Nenek Pantai Maludin Dermaga Camar Bulan Gunung Tanjung Datuk Pos Lintas Batas Tugu Garuda

74 60 Lampiran 5 Wisma penginapan di Desa Temajuk Wisma penginapan di sekitar Objek Wisata Batu Nenek Wisma Penginapan di sekitar Objek Wisata Teluk Atung Bahari

75 61 Lampiran 6 Dokumentasi penelitian Tugu di lokasi Dusun Camar Bulan Objek Wisata Teluk Atung Bahari Kampung Melano Pantai Melano Makanan dari ubur-ubur Pandan pantai (Pandanus tectorius)

76 62 Lampiran 7 Kondisi aksesibilitas jalan menuju Desa Temajuk Kondisi Jalan Merbau Cermai dan Cermai Menuju Temajuk Tanjung Api Pelabuhan Merbau Merbau Sumber: DKP-Kabupaten Sambas (2014)

WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT

WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN PERBATASAN KALIMANTAN BARAT Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 2 No. 3, Desember 2015: 254-262 ISSN : 2355-6226 E-ISSN : 2477-0299 WISATA ALAM BERBASIS MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN PENYU DI PANTAI TEMAJUK KAWASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat berlimpah. Banyak diantara keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut ditemukan dalam jumlah besar. Daerah-daerah yang menjadi lokasi peneluran di Indonesia umumnya

Lebih terperinci

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap

Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Mengembalikan Teluk Penyu sebagai Icon Wisata Cilacap Tri Nurani Mahasiswa S1 Program Studi Biologi Universitas Jenderal Soedirman e-mail: tri3nurani@gmail.com Abstrak Indonesia merupakan negara yang mempunyai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia.

I. PENDAHULUAN. Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyu adalah kura-kura laut. Penyu ditemukan di semua samudra di dunia. Menurut para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman purba (145-208 juta tahun yang lalu) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini banyak kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perbuatan manusia. Allah telah menciptakan alam agar dikelola oleh manusia untuk kesejahteraan umat manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia

I. PENDAHULUAN. sepanjang khatulistiwa dan km dari utara ke selatan. Luas negara Indonesia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 17.508 buah pulau yang membentang sepanjang 5.120 km dari timur ke barat sepanjang

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG 77 PERBANDINGAN KEBERHASILAN PENETASAN TELUR PENYU SISIK (Eretmochelys imbricata) DI PENANGKARAN PENYU PANTAI TONGACI DAN UPT PENANGKARAN PENYU GUNTUNG Comparison of Eggs Hatching Success Eretmochelys

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sebagian besar perairan laut Indonesia (> 51.000 km2) berada pada segitiga terumbu

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN

PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN PEMETAAN KAWASAN HABITAT PENYU DI KABUPATEN BINTAN Oleh : Dony Apdillah, Soeharmoko, dan Arief Pratomo ABSTRAK Tujuan penelitian ini memetakan kawasan habitat penyu meliputi ; lokasi tempat bertelur dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENJUALAN HEWAN YANG DILINDUNGI MELALUI MEDIA INTERNET DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA JUNCTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

HAI NAMAKU PENYU Fakta Tentang Penyu Menurut data para ilmuwan, penyu sudah ada sejak akhir zaman Jura (145-208 juta tahun yang lalu) atau seusia dengan dinosaurus. Penyu termasuk kelas reptilia yang

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kuisioner pengelola dan instansi terkait Kuisioner untuk pengelola dan Instansi terkait Pantai Pangumbahan No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN 1 PEMANFAATAN TUMBUHAN OLEH MASYARAKAT DI SEKITAR HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI MUHAMMAD IRKHAM NAZMURAKHMAN DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015 Papua terdiri dari Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua dengan luas total 42,22 juta ha merupakan provinsi terluas dengan jumlah penduduk

Lebih terperinci

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka Burung Jalak Bali Burung Jalak Bali Curik Bali atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali, merupakan salah satu spesies burung cantik endemis Indonesia. Burung

Lebih terperinci

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan BAB III METODE PERANCANGAN Untuk mengembangkan ide rancangan dalam proses perancangan, dibutuhkan sebuah metode yang memudahkan perancang. Salah satu metode yang dapat digunakan ialah metode deskriptif

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Tesis. Diajukan kepada Program Studi Magister Biologi untuk Memperoleh Gelar Master Sains Biologi (M.Si) Oleh: Martina Bonsapia NPM:

Tesis. Diajukan kepada Program Studi Magister Biologi untuk Memperoleh Gelar Master Sains Biologi (M.Si) Oleh: Martina Bonsapia NPM: Fekunditas dan Waktu Peneluran Penyu, Kaitannya dengan Pengelolaan Konservasi di Pantai Warebar, Kampung Yenbekaki, Distrik Waigeo Timur, Kabupaten Raja Ampat Tesis Diajukan kepada Program Studi Magister

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali

Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali ISSN 0853-7291 Pelestarian Habitat Penyu Dari Ancaman Kepunahan Di Turtle Conservation And Education Center (TCEC), Bali Raden Ario, Edi Wibowo, Ibnu Pratikto, Surya Fajar Departement Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di bumi ini terdapat berbagai macam kehidupan satwa, seperti kehidupan satwa terdapat di lautan. Terdapat berbagai macam mekanisme kehidupan untuk bertahan hidup di

Lebih terperinci

SKRIPSI. Oleh RINI SULISTYOWATI

SKRIPSI. Oleh RINI SULISTYOWATI Peran WWF ( World Wide Fund For Nature ) Dalam Usaha Penyelamatan Penyu Di Bali Indonesia (The Role of WWF ( World Wide Fund For Nature ) In saving destruction of marine turtle in Bali Indonesia) SKRIPSI

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI xi Halaman HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN PENGESAHAN...i BERITA ACARA... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS...v ABSTRAK...

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya banyak yang dihuni oleh manusia, salah satunya adalah Pulau Maratua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari beberapa gugusan pulau mulai dari yang besar hingga pulau yang kecil. Diantara pulau kecil tersebut beberapa

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan

Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan Valuasi Ekonomi Dalam Pengembangan Ekowisata Berbasis Sumberdaya Penyu di Kampung Baru Desa Sebong Lagoi Kabupaten Bintan Priyanti Junia Pratiwi, Winny Retna Melani, Fitria Ulfah. Juniapratiwi2406@gmail.com

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesisir Bantul telah menjadi habitat pendaratan penyu, diantaranya Pantai Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo yang

Lebih terperinci

STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH ARIEF BAIZURI MAJID

STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH ARIEF BAIZURI MAJID STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH ARIEF BAIZURI MAJID 090302034 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 STUDI POTENSI

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata l) DI PULAU PETElORAN TIMUR DAN BARAT TAMAN NASIONAl KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA ----------------~------------------------------------------.--------.----- Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia (1993),1(1): 33-37 STUDI HABITAT PENElURAN PENYU SISIK (Eretmoche/ys imbricata

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT

FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FORMULASI STRATEGI KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN BERSAMA MASYARAKAT DI TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI, KABUPATEN KUNINGAN, PROVINSI JAWA BARAT FARMA YUNIANDRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN

Penangkaran Penyu di Desa Perancak Kab. Jembrana BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan daerah kepulauan yang sebagian besar terdapat pesisir pantai. Kondisi tersebut menjadikan pulau Bali sebagai tempat yang cocok untuk kehidupan penyu

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyu hijau merupakan reptil yang hidup dilaut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh disepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudra Pasifik dan Asia Tenggara.

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin

PENDAHULUAN. Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin PENDAHULUAN Latar Belakang Perdagangan satwa liar mungkin terdengar asing bagi kita. Kita mungkin telah turut menyumbang pada perdagangan ilegal satwa liar dengan tanpa sadar turut membeli barang-barang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1. korespondensi :

Maulidil Anshary 1, Tri Rima Setyawati 1, Ari Hepi Yanti 1.  korespondensi : Volume: 3 (2): 232 239 Karakteristik Pendaratan Penyu Hijau (Chelonia mydas, Linnaeus 1758) di Pesisir Pantai Tanjung Kemuning Tanjung Api Dan Pantai Belacan Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas DILLLLLL Maulidil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar,

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di Indonesia dan 24 spesies diantaranya endemik di Indonesia (Unggar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman primata yang tinggi, primata tersebut merupakan sumber daya alam yang sangat bermanfaat bagi kehidupan

Lebih terperinci

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA

UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA UPAYA PEMERINTAH MELESTARIKAN KEBERADAAN SATWA LANGKA YANG DILINDUNGI DARI KEPUNAHAN DI INDONESIA Oleh A.A. Istri Agung Kemala Dewi Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI

PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI PERENCANAAN PROGRAM INTERPRETASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT SUKABUMI PROVINSI JAWA BARAT ADAM FEBRYANSYAH GUCI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Indonesia menempati peringkat kedua dunia setelah Brasil dalam hal keanekaragaman hayati. Sebanyak 5.131.100 keanekaragaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) Page 1 of 6 Penjelasan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2000 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH DAN KEWENANGAN PROPINSI SEBAGAI DAERAH OTONOM *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN TUMBUHAN DAN SATWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata dalam beberapa dekade terakhir merupakan suatu sektor yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi bangsa-bangsa di dunia. Sektor pariwisata diharapkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI. Oleh :

PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI. Oleh : PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh : HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR SKRIPSI TAUFIQ HIDAYAT

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR SKRIPSI TAUFIQ HIDAYAT ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR SKRIPSI TAUFIQ HIDAYAT 100302084 Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Banyak pakar dan praktisi yang berpendapat bahwa di milenium ketiga, industri jasa akan menjadi tumpuan banyak bangsa. John Naisbitt seorang futurist terkenal memprediksikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA SUMBER DAYA ALAM WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT DI PANTAI TALUGAWU DESA BANUAGEA KABUPATEN NIAS UTARA

ANALISIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA SUMBER DAYA ALAM WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT DI PANTAI TALUGAWU DESA BANUAGEA KABUPATEN NIAS UTARA ANALISIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA SUMBER DAYA ALAM WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKAT DI PANTAI TALUGAWU DESA BANUAGEA KABUPATEN NIAS UTARA SKRIPSI RYANDO RESTU ELVIAN GEA 090302028 PROGRAM STUDI MANAJEMEN

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung dalam ilmu biologi adalah anggota kelompok hewan bertulang belakang (vertebrata) yang memiliki bulu dan sayap. Jenis-jenis burung begitu bervariasi, mulai dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l

BAB I PENDAHULUAN. Timur. Wilayah Kepulauan Derawan secara geografis terletak di 00 51`00-0l 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Derawan terletak di perairan Kabupaten Berau yang merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Timur. Wilayah Kepulauan Derawan

Lebih terperinci

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA

PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE PADA DAERAH PERLINDUNGAN LAUT DESA BLONGKO KECAMATAN SINONSAYANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN PROVINSI SULAWESI UTARA JOSHIAN NICOLAS WILLIAM SCHADUW SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

LOKASI BERTELUR PENYU DI PANTAI TIMUR KABUPATEN MINAHASA PROVINSI SULAWESI UTARA

LOKASI BERTELUR PENYU DI PANTAI TIMUR KABUPATEN MINAHASA PROVINSI SULAWESI UTARA LOKASI BERTELUR PENYU DI PANTAI TIMUR KABUPATEN MINAHASA PROVINSI SULAWESI UTARA (Sea Turtle Nesting Site on the East Coast of Minahasa regency, North Sulawesi) Petros Kasenda 1*, Farnis B. Boneka 1, Billy.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. maupun kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam jarak yang jauh. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari alam maupun kegiatan manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau dengan panjang garis pantai mencapai 81.000 km, dan membentang antara garis

Lebih terperinci

LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T /IX/2016

LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T /IX/2016 LAPORAN PERJALANAN DINAS NOMOR : ST. 602 /BPSPL/T.400.420/IX/2016 Kepada : Kepala BPSPL Padang Perihal laporan perjalanan dinas : Dalam Rangka Pembinaan Pendataan Penyu di Pantai Barat Kabupaten Tapanuli

Lebih terperinci

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK

Raden Fini Rachmarafini Rachmat ( ) ABSTRAK PERBANDINGAN HUKUM ANTARA PENGATURAN PERLINDUNGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI DI INDONESIA DAN DI AUSTRALIA DIKAITKAN DENGAN CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF WILD FAUNA AND FLORA

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI UNTUK EKOWISATA DI PANTAI TANGSI KABUPATEN LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN SWOT ANALISIS

KAJIAN POTENSI UNTUK EKOWISATA DI PANTAI TANGSI KABUPATEN LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN SWOT ANALISIS KAJIAN POTENSI UNTUK EKOWISATA DI PANTAI TANGSI KABUPATEN LOMBOK TIMUR NUSA TENGGARA BARAT DENGAN MENGGUNAKAN SWOT ANALISIS Wildan Rayadi 1 1 PT. Semen Jawa (Siam Cement Group) Jl. Pelabuhan 2 Km 11 Desa

Lebih terperinci

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH

KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH KAJIAN EKOPNOMI DAN EKOLOGI PEMANFAATAN EKOSISTEM MANGROVE PESISIR TONGKE-TONGKE KABUPATEN SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN RUSDIANAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam 2 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan mangrove terjadi interaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang , 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, terletak di daerah khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2009 TENTANG LARANGAN PENGAMBILAN KARANG LAUT DI WILAYAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap

Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap TEMA : Pengembangan Pariwisata (Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap Mengembangkan Ekowisata Hutan Mangrove Tritih Kulon Cilacap Oleh Kartika Pemilia Lestari Ekowisata menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 Pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan beribu pulau yang terletak di antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia serta dua samudera,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Tahura Wan Abdul Rachman di Propinsi Lampung adalah salah satu kawasan yang amat vital sebagai penyangga kehidupan ekonomi, sosial dan ekologis bagi masyarakat

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA IDENTIFIKASI POTENSI OBYEK WISATA DAN ANALISIS KESIAPAN MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA WISATA BERBASIS MASYARAKAT DI KAWASAN DANAU LINTING KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI Oleh: Sekar Indah Putri Barus

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci