KAJIAN NUMERIK ATOMISASI DAN PEMBAKARAN PADA COAL WATER MIXTURE MENGGUNAKAN INJEKTOR TYPE AIR ASSISTED SPRAY INJECTOR DAN SWIRLER UDARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN NUMERIK ATOMISASI DAN PEMBAKARAN PADA COAL WATER MIXTURE MENGGUNAKAN INJEKTOR TYPE AIR ASSISTED SPRAY INJECTOR DAN SWIRLER UDARA"

Transkripsi

1 Prosiding Seminar Nasional XIV - FTI-ITS FTI-ITS 2009 Surabaya, Juli 2009 ISBN : (dalam proses pengajuan, mohon dikosongkan dahulu) KAJIAN NUMERIK ATOMISASI DAN PEMBAKARAN PADA COAL WATER MIXTURE MENGGUNAKAN INJEKTOR TYPE AIR ASSISTED SPRAY INJECTOR DAN SWIRLER UDARA Suroto 1,Bambang Sudarmanta 2 Teknik Mesin-ITS, Surabaya Kontak Person: Suroto Kampus ITS Keputih-Sukolilo, Telp: , Fax: , oto_gant@yahoo.com Abstrak Pemakaian CWM pada komposisi tinggi menyebabkan tingkat risiko terjadi penyumbatan lebih besar, sehingga pemakaiannya kurang disukai untuk menghindari penyumbatan maka kandungan batubara dalam CWM diperkecil, sehingga panas pembakaran yang dihasilkan kurang optimal. Dalam penelitian ini pengkajian CWM dilakukan dengan memvariasikan komposisi batubara (kandungan batubara dalam CWM), dan tekanan kerja injeksi nozzle. Simulasi numerik dimulai dari pemodelan numerik, spray model (DPM dengan droplet collision dan droplet breakup), turbulensi aliran (k-ε realizable), pembakaran (Species Transport) dan pembentukan emisi (reaksi Nox). Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah menghasilkan kinerja atomisasi meliputi: proses pengembangan semprotan, penetrasi semprotan, dan sudut oleh semprotan. Sedangkan kinerja pada pembakaran dan pembentukan emisi meliputi: distribusi suhu pada ruang bakar dan fraksi NO hasil pembakaran. Kata kunci : CWM, semprotan, DPM, numerik. 1 PENDAHULUAN Bangsa Indonesia merupakan salah satu Negara yang menjadikan energi hidrokarbon berupa minyak bumi masih menjadi tumpuan dan mendominasi diberbagai sektor kehidupan. Keterbatasan cadangan minyak bumi dan kelangkaannya untuk masa mendatang, menjadi dorongan untuk mencari solusi dalam menghemat penggunaan minyak bumi tersebut atau mencari sumber energi alternatif untuk menggantikan penggunaan minyak bumi. Menurut O callagan [1] dengan laju konsumsi bahan bakar seperti tahun 1987 maka kandungan minyak bumi di dunia akan habis pada tahun 2028 sedangkan kandungan batubara akan habis pada tahun Berdasarkan fakta tersebut maka sangatlah beralasan untuk menjadikan bahan bakar batubara sebagai sumber energi alternatif menggantikan bahan bakar minyak bumi. Menurut Shankapal [2], salah satu cara pemakaian batubara adalah mencampur batubara dengan air sebelum proses pembakaran, untuk menghasilkan slurry yang bersifat seperti bahan bakar cair. Gagasan untuk membuat campuran batubara dan air (coal water mixture, selanjutnya disingkat dengan CWM). CWM mengandung partikel batubara dalam air, maka dalam persiapan CWM menunjukkan pengendapan dari partikel batubara selama proses penyimpanan dalam tangki atau kesulitan untuk mengalir selama transportasi. Sehingga mengharuskan adanya suatu penambahan aditif dalam proses xxx 1

2 [Type text] pencampuran yang berfungsi sebagai stabilizer. Dalam distibusi alirnya CWM juga dipengaruhi oleh faktor tekan injektor, dimana tekan injektor tersebut membantu proses atomisasi, yang juga berpengaruh terhadap distibusi suhu pembakaran pada ruang bakar. Selain itu, tingginya komposisi batubara pada cwm berpengaruh terhadap tingginya suhu yang dihasilkan pembakaran pada ruang bakar. 2 TINJAUAN PUSTAKA Coal water mixture merupakan coal water slurry dimana partikel batubara yang memiliki distribusi ukuran partikel tertentu yang didistribusikan secara stabil dan seragam dalam air pada konsentrasi 40% berat sampai 70% berat, CWM bebas dari beberapa masalah utama batubara padat, seperti debu bubuk, dan pembakaran spontan selama penyimpanan atau pengangkutan dan tidak memerlukan fasilitas penangan yang besar. Jenis-jenis batubara yang dapat dibuat CWM Cwm batubara bitumius adalah type cwm yang sekarang mendekati tahap penggunaan kemersial, sedang batubara sub-bituminous dan lignite masih dalam tahap penelitian. Umumnya, batubara yang cocok dibuat CWM dengan konsentrasi tinggi adalah batubara yang mempunyai kadar karbon tinggi dan moisture content yang rendah (5% atau kurang). Sifat Alir Campuran Batubara Air Komaruddin [4] juga mengungkapkan sifat alir dari CWM dapat dinyatakan secara kualitatif dengan sifat rheologinya. Pengujian rheologi dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kestabilan CWM secara kualitatif dengan melihat sifat alirannya melalui viskositas, tegangan geser dan laju regangan. CWM bersifat sebagai fluida non-newtonian ( bingham plastik ) yang dapat dituliskan dalam persamaan : du o Dimana : dy tegangan _ geser tegangan _ luluh o viskositas_ mutlak _...1 fluida _ Bingham_ plastik du laju _ regangan dy Persamaan 2.1. hanya berlaku untuk konsentrasi batubara < 60 %. Sedangkan untuk konsentrasi batubara > 60 % dapat menggunkan persamaan berikut : xxx 2 2 Dengan n adalah hanya berlaku untuk konsentrasi yang menunujukkan hubungan antara tegangan geser dengan laju regangan tidak linear. Spray/Droplet du o n dy Sebelum bahan bakar cair mengalami proses pembakaran terlebih dahulu dilakukan proses atomisasi, yaitu suatu proses pemisahan cairan menjadi butiran-butiran kecil yang membentuk

3 KAJIAN NUMERIK ATOMISASI DAN PEMBAKARAN PADA CWM MENGGUNAKAN INJECTOR TYPE AIR ASSISTED SPRAY INJECTOR DAN SWIRLER UDARA semprotan gas di atmosfir di mana kecepatan relative butiran liquid dengan udara disekitarnya relative tinggi. Proses atomisasi juga bertujuan memperbesar rasio luasan permukaan terhadap massa. Hal ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya penguapan sehingga penguapan lebih muda terjadi. Bahan bakar dipompa dan melalui sebuah spray nozzle, droplet bahan bakar akan bercampur dengan udara yang berasal dari blower di burner, selanjutnya pencampuran keduanya dibakar di combustion chamber. Penetrasi Penetrasi dari semprotan didefinisikan sebagai jarak maksimum yang dapat dicapai droplet ketika disemprotkan ke dalam udara yang diam, ada 2 faktor yang mempengaruhi besarnya penetrasi suatu droplet yakni: - Energy kinetics dari kecepatan awal semprotan bahan bakar - Tahanan aerodinamis dari udara/gas sekitar semprotan Jenis-Jenis Atomizer Ada beberapa jenis model injeksion / atomizer yang dapat digunakan di fluent untuk memprediksi kharakteristik spray antara lain: single, group, surface, plain-orifice atomizer, pressureswirl atomizer, flat-fan atomizer, air blast atomizer, dan effercent atomizer. Kebutuhan Udara Pembakaran Dalam analisa ultimate dapat diketahui dalam 1 kg batubara terdapat w mol unsure C, x mol unsure H, y mol unsure O, dan z mol unsure S, sehingga untuk menghitung kebutuhan udara pembakara dapat dibuat persamaan reaksi satu persatu sebagai berikut: Dari persamaan reaksi: Dengan menjumlahkan kebutuhan O 2 diatas diperoleh :, 3 Dengan : O 2 =kebutuhan udara pembakaran (kg O 2 /kg bahan bakar) C, H, O, dan S =berat masing unsure pembentuk bahan bakar (kg/kg bahan bakar) Persentase oksigen dalam udara adalah 23.2% berat, maka kebutuhan udara dalam pembakaran teoritis dalam kg udara/kg batubara adalah Udara =.4 Bila pemodelan di fluent menggunakan species transport maka unsur S dapat dihilangkan sehingga persamaan 4 menjadi: Udara = 5 Tahapan Proses Pembakaran CWM Tahapan proses pembakaran bahan bakar CWM yang didekati sebagai bahan bakar padat meliputi tiga tahapan, yaitu tahap pengeringan, tahap devolatilisasi, serta tahap pembakaran karbon. tahap pengeringan Air berada di dalam bahan bakar padat dalam 2 bentuk, yaitu air permukaan atau air bebas, yaitu air yang berada dalam lubang kulit bahan bakar dan air ikatan, yaitu air yang berada atau terserap didalam struktur permukaan interior bahan bakar. Waktu pengeringan dari partikel bahan bakar adalah waktu yang dibutuhkan untuk proses 000 3

4 [Type text] pemanasan partikel sampai titik penguapan dan selanjutnya mendorong kandungan air untuk keluar dari partikel bahan bakar. Tahap Devolatilisasi Ketika proses pengeringan partikel bahan bakar yang kecil atau zone di dalam partikel yang besar selesai, suhu cenderung naik dan bahan bakar padat mulai decompose (terurai) sehingga bahan-bahan yang mudah menguap akan dilepaskan. Bahan-bahan yang mudah menguap mengalir keluar padatan melalui lubang kulit, oksigen luar tidak dapat menembus masuk ke dalam partikel dan dalam hal ini proses devolatilisasi ditunjukkan sebagai tingkat pyrolisis. Tahap Pembakaran Karbon Langkah akhir dari proses pembakaran bahan bakar padat adalah berupa reaksi permukaan, yaitu pembakaran karbon (char combustion). Ketika proses devolatilisasi selesai yang ada tinggal rantai dan abu. 3. METODOLOGI Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode numerik, yaitu dengan bantuan software fluent Penelitian ini diawali dengan bentuk semprotan, yaitu penetrasi semprotan, dilanjutkan dengan pembakaran yang ditunjukkan dengan komposisi gas pembakaran, dan pembentukan emisi setelah pembakaran. Pengukuran yang dilakukan dalam penelitian ini adalah distribusi suhu didalam ruang bakar, fraksi massa kandungan gas, dan fraksi gas emisi hasil pembakaran. Langkah-langkah pemodelan semprotan dalam penelitian ini, yaitu: 1. Pembuatan model geometri dan grid dengan menggunakan software gambit 2.16, ruang bakar yang digunakan berbentuk silinder yang dilengkapi dengan swirler. Geometri Jumlah sel Jumlah face Jumlah node Nozzle (injector) - Panjang 38 mm , , ,00 - Diameter injeksi 1.5 mm Ruang bakar - Panjang 1000 mm - Diameter 300 mm , , ,00 - Diameter swirler 200 mm - Diameter injeksi 1.5 mm 2. Pencampuran gas dan reaksi kimia dimodelkan dengan species transport, dipilih karena dapat menyelesaikan volumetric reaction dan partikel surface reaction seperti yang terjadi pada pembakaran batubara. 3. Pemilihan formulasi solver, yaitu segregated solver dengan kondisi steady state. 4. Fenomena aliran turbulensi didekati dengan model k-ε realizable 5. Semprotan dimodelkan dengan DPM (discreet phase model) 6. Pembakaran dimodelkan dengan menggunakan species transport 7. Fenomena aliran turbulensi didekati dengan model k-ε Realizable 4. Data dan Analisa Kajian numerik pada kasus pembakaran CWM ini diawali dengan pembahasan penetrasi oleh semprotan semprotan yang ditunjukkan dengan melalui hasil visualisasi yang diperoleh dari software. Pengamatan semprotan juga dilakukan dengan mengamati pengaruh perubahan tekan operasi terhadap pengembangan semprotan. Setelah itu, pembahasan dilanjutkan dengan bahasan pembakaran, yaitu meliputi pola aliran dalam ruang bakar yang ditunjukkan dengan hasil visualisasi baik dalam bentuk kontur maupun vector dari aliran, distribusi temperature sepanjang ruang bakar, baik secara aksial xxx 4

5 KAJIAN NUMERIK ATOMISASI DAN PEMBAKARAN PADA CWM MENGGUNAKAN INJECTOR TYPE AIR ASSISTED SPRAY INJECTOR DAN SWIRLER UDARA ruang bakar maupun radial ruang bakar, dan diakhiri dengan pembahasan emisi (polutan) berupa gas Nitro Oksida yang merupakan salah satu hasil polutan yang dikeluarkan setelah pembakaran Karakteristik Semprotan Bahan Bakar Karakteristik semprotan CWM yang amati adalah: proses perkembangan semprotan, dan penetrasi semprotan Proses Perkembangan Semprotan Gambar 4.1. menunjukkan visualisasi semprotan bahan bakar hasil numerik menggunakan Fluent pada tekanan injeksi 4, 5, dan 6 bar. Dari gambar tersebut dapat diamati karakteristik semprotan secara makroskopik, yang meliputi penetrasi dan sudut semprotan. Perkembangan semprotan diamati pada enam step waktu injeksi yaitu 10ms, 20ms, 30ms, 40ms, 50ms, dan 60ms. Visualisasi hasil numerik pada Gambar 4.1. menunjukkan pola perkembangan semprotan yang hampir sama. Pada awal step waktu, t = 10 ms, menunjukkan penetrasi yang masih pendek. Penetrasi semprotan semakin meningkat seiring dengan step waktu injeksi yang meningkat. Gambar 4.1. Pengembangan Semprotan Sebagian dari droplet terdispersi di sekeliling semprotan utama. Pada gambar 4.1 dapat diamati adanya warna kuning kemerahan di tepi dan daerah ujung semprotan menunjukkan konsentrasi cairan yang rendah. Pada bagian tepi dan daerah ujung, kecepatan relative droplet dengan 000 5

6 [Type text] gas sekitar lebih tinggi sehingga memungkinkan breakup dapat menghasilkan droplet dengan ukuran yang lebih kecil bila dibandingkan bagian inti semprotan. Sedangkan warna biru di daerah dekat nozzle exit mengindikasikan konsentrasi yang lebih padat. Pada daerah ini mula-mula droplet yang keluar berupa sebaran yang belum menyatu, namun seiring dengan step waktu yang meningkat mulailah terbentuk inti semprotan. Hal ini dikarenakan pada awal keluarnya semprotan tersebut belum banyak droplet yang muncul sehingga droplet tersebut masih memiliki tempat untuk me lakukan penyebaran di daerah nozzle exit. Sedangkan seiring dengan step waktu yang meningkat menyebabkan droplet-droplet yang ada di daerah nozzle exit tidak banyak waktu untuk melakukan penyebaran dikarenakan semakin bertambahnya jumlah droplet yang keluar, sehingga terbentuklah inti semprotan didaerah nozzle exit. Seiring dengan step waktu yang meningkat sebaran dari semprotan semakin meluas dimana mengindikasikan semakin banyak droplet yang terbentuk dan terdispersi. Proses perkembangan semprotan pada tekanan 4, 5, dan 6 bar menunjukkan pola yang hampir sama. Pada tekanan injeksi yang meningkat didapatkan bentuk sebaran semprotan yang semakin luas dan penetrasi semprotan bahan bakar yang lebih panjang Pola Aliran di Ruang Bakar Pada gambar 4.2, ditunjukkan pola aliran gas di dalam ruang bakar memiliki pengaruh untuk menetukan kualitas pembakaran bahan bakar hingga diperoleh campuran yang memenuhi terjadinya pembakaran. Bahan bakar diinjeksikan ke udara dengan temperatur tertentu di dalam ruang bakar dengan cepat akan mengalami evaporasi dan uap bahan bakar bercampur dengan udara yang ada di sekelilingnya membentuk campuran yang mudah terbakar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Ruang bakar yang dilengkapi dengan swirler udara ini membuat udara yang berada di sekelilingnya membentuk gerakan melingkar di dalam silinder ruang bakar menyapu injector bahan bakar yang menyediakan cukup gas oksigen (dari udara) untuk mengoksidasikan titik-titik bahan bakar yang dikabutkan oleh injektor. Gambar 4.2 Pola Aliran dalam Ruang Bakar 4.3. Distribusi Suhu Ruang Bakar Distribusi suhu yang diamati adalah distribusi suhu ke aksial ruang bakar yang dinjau tiap plane z=50 mm, z=200 mm, z=400 mm, z=600 mm, dan z=800 mm pada masing-masing komposisi CWM dengan 40%, 50%, dan 60% batubara, selain itu juga di tinjau distribusinya ke arah radial. Pengamatan ini dilakukan dengan membandingkan pengaruh komposisi batubara dalam CWM pada masing-masing plane yang ditinjau. Pada gambar 4.3. ditunjukkan perbandingan berupa visua lisasi kontur distribusi suhu kearah aksial dan radial yang nantinnya dibahas berdasarkan plane arah aksial dan posisi radial. xxx 6

7 Temperatur (K) KAJIAN NUMERIK ATOMISASI DAN PEMBAKARAN PADA CWM MENGGUNAKAN INJECTOR TYPE AIR ASSISTED SPRAY INJECTOR DAN SWIRLER UDARA Gambar 4.3. Distribusi Suhu (a). Batubara 40%(b). Batubara 50% (c). Batubara 60% Distribusi Suhu pada Plane Z=50 mm Perbandingan Distribusi Suhu Z = 50 mm CWM 40% CWM 50% CWM 60% Posisi Radial (mm) Gambar 4.4. Grafik Distribusi Suhu pada Plane Z= 50 mm Pada gambar 4.4 ditunjukkan suhu mulai meningkat dari tengah ruang bakar menuju posisi radial 90 mm, T= 1800 K, setelah itu suhu menurun hingga dinding ruang bakar, T=1200 K. Di daerah pusat silinder suhunya rendah yang merupakan pusat semprotan bahan bakar, hal ini disebabkan pada pusat silinder semprotan bahan bakar tidak cukup banyak waktu untuk terdispersi dengan gas oksidasi sehingga pada daerah ini lebih sulit didapatkan campuran bahan bakar yang lebih sesuai dengan kondisi pembakaran. Namun berbeda dengan daerah ditepi dan ujung semprotan yang banyak memiliki waktu untuk terdispersi dengan gas oksidasi sehingga mengahasilkan campuran yang sesuai dengan kondisi pembakaran, selain itu daerah setelah tepi semprotan juga kembali menurun karena tidak banyak bahan bakar yang terdispersi oleh gas. Pada daerah ini belum menujukkan perubahan yang signifikan seiring dengan meningkatnya komposisi batubara dalam CWM dikarenakan pada daerah daerah ini bahan bakar terdispersi maksimal dengan udara sehingga menghasilkan pembakaran yang besar, pada kondisi ini sulit untuk mengamati adanya perbedaan suhu yang ditimbulkan adanya perubahan komposisi batubara dalam CWM Distribusi Suhu pada Plane Z=600 mm 000 7

8 Temperatur (K) Temperatur (K) [Type text] Perbandingan Suhu Z = 600 mm CWM 40% CWM 50% Posisi Radial (mm) Gambar 4.5. Grafik Distribusi Suhu pada Plane Z= 600 mm Pada gambar 4.5 Kenaikan suhu yang terjadi pada daerah ini tidak begitu tajam, dikarenakan pada daerah tersebut merupakan daerah ujung dari semprotan sehingga bahan bakar yang ada mudah terdispersi oleh gas hingga mencapai kondisi yang sesuai dengan pambakaran. Namun pada daerah yang menjauhi tepi semprotan, yaitu posisi radial 75 mm, distribusi suhu turun yang disebabkan jumlah bahan bakar yang terdispersi mulai berkurang hingga mengalami penurunan, T= Setelah itu distribusi suhu mengalami peningkatan yang lebih dipengaruhi oleh suhu operasi dinding yang diberikan saat simulasi numeric dimulai hingga T=1200 K. Pada daerah ini tingginya suhu lebih dipengaruhi oleh komposisi batubara dalam CWM, semakin meningkat kandungan batubara distribusi suhu yang dipindahkan juga semakin tinggi, dikarenakan pada CWM dengan kandungan batubara yang lebih tinggi kadar karbonnya juga meningkat. Hal tersebut ditunjukkan oleh grafik dengan indikasi penggunaan CWM dengan kadar batubara 60% paling tinggi distribusi suhunya, setelah itu CWM 50%, dan CWM 40% memiliki distribusi suhu lebih rendah dari keduanya Distribusi Suhu pada Plane Z=800 mm Perbandingan Distribusi Suhu Z = 800 mm CWM 40% CWM 50% CWM 60% Posisi Radial (mm) Gambar 4.6. Grafik Distribusi Suhu pada Plane Z= 800 mm Pada gambar 4.6 Penurunan distribusi suhu terjadi karena pada posisinya mula i menjauhi tepi semprotan dimana kondisi ini dipengaruhi oleh adanya bahan bakar yang bercampur dengan udara lebih sedikit, kemudian pada daerah ini memiliki kecepatan relatif yang terlalu tinggi dengan gas xxx 8

9 KAJIAN NUMERIK ATOMISASI DAN PEMBAKARAN PADA CWM MENGGUNAKAN INJECTOR TYPE AIR ASSISTED SPRAY INJECTOR DAN SWIRLER UDARA sehingga kurang maksimalnya bahan bakar bercampur dengan gas yang dapat menyebabkan kondisi yang diinginkan untuk pembakaran tidak tercapai. Sebagai dampak dari proses tersebut pembakaran yang terjadi tidak maksimal dan suhu yang dihasilkan menurun hingga distribusinya juga menurun. Pada Z= 800 mm, pengaruh komposisi batubara dalam bahan bakar terlihat dari suhu yang dipancarkan oleh hasil pembakaran. Kondisi tersebut menunjukkan semakin tingginya kadar batubara dalam bahan bakar menghasilkan suhu pembakaran yang lebih tinggi. Dimana ditunjukkan oleh graf ik suhu yang dihasilkan oleh CWM 60% menghasilkan suhu tertinggi, yaitu: 1045 K, sedangkan pada CWM 50% suhunya 998 K, dan pada CWM 40% sebesar 985 K Polutan NOx yang Terbentuk Nitrit oksida (NO) merupakan polutan udara dan produk sampingan dari proses pembakaran. Zat ini terbentuk dari nitrogen dan oksigen karena merupakan reaksi secara termodinamika yang mudah terjadi pada temperatur tinggi dari produk pembakaran yang dihasilkan. Zat ini diproduksi dengan cepat melalui kedua langkah reaksi berikut ini yang difasilitasi dengan kehadiran atom oksigen di zona pembakaran: NO tidak akan terbentuk pada gas hasil pembakaran yang dikeluarkan ke atmosfer ketika reaksi-reaksi diatas mengambil jalan terbalik saat gas hasil pembakaran mengalami penurunan dan NO mempertahankan keseimbangan termokimianya dengan komponen-komponen gas hasil pembakaran lainnya. Sensitivitas gas NO tersisa ini sangat bergantung pada perbandingan bahan bakar-udara dan temperatur nyala api saat proses pembakaran berlangsung. Distribusi pembentukan polutan diamati tiap bidang secara aksial dan radial. Dimana pengamatan arah aksial terbagi menjadi Z=50 mm, Z=200 mm, Z=400 mm, Z=600 mm, dan Z=800 mm. Dan masing-masing daerah yang terbagi tersebut juga diamati searah radial, distribusi polutan NOx secara keseluruhan dapat diamati pada gambar 4.7. Gambar 4.7. Distribusi NOx (a). Batubara 40% (b). Batubara 50%(c). Batubara 60% Polutan yang Terbentuk pada Plane Z=50 mm 000 9

10 Kandungan NOx Kandungan NOx [Type text] 7.E-08 6.E-08 5.E-08 4.E-08 3.E-08 2.E-08 1.E-08 0.E+00 Perbandingan NOx Z = 50 mm CWM 40% CWM 50% CWM 60% Posisi Radial (mm) Gambar 4.9. Grafik NOx pada Plane Z= 50 mm Pada gambar 4.9 ditunjukkan distribusi pembentukan polutan NOx hasil pembakaran. Pembentukan polutan NOx mulai terbentuk dari pusat ruang bakar sebesar 1x10-8 kg/kg seiring dengan meningkatnya posisi radial 60 mm nilainya konstan, setelah itu naik hingga di dekat dinding. Diawal pembentukan gas NO nilainya konstan walaupun pada daerah yang sama memiliki temperatur yang tinggi, dikarenakan pada daerah ini merupakan awal dari pembakaran sehingga pembakaran yang terjadi tinggi namun pembentukan NO masih membutuhkan waktu untuk bereaksi. Setelah itu reaksi pembentukan gas NO mulai meningkat hingga dekat dinding ruang bakar dikarenakan perjalanan waktu yang dibutuhkan untuk mereaksikan terbentuknya gas NO cukup efektif menghasilkan gas NO. Pada daerah tersebut belum tampak perbedaan yang signifikan akibat kandungan komposisi batubara dalam CWM dikarenakan daerah tersebut merupakan awal dimulainya pembentukan gas NO, sehingga belum tampak perubahannya Polutan yang Terbentuk pada Plane Z=600 mm 9.E-08 8.E-08 Perbandingan NOx Z = 600 mm 7.E-08 6.E-08 5.E-08 CWM 40% CWM 50% CWM 60% 4.E-08 3.E Posisi Radial (mm) Gambar Grafik NOx pada Plane Z= 600 mm Pada gambar 4.11, ditunjukkan pembentukan gas NO diawali dari posisi radial 0 mm atau pusat ruang bakar sebesar 7 x 10-8 kg/kg yang meningkat kemudian konstan hingga pada posisi radial 60 mm, namun setelah itu mengalami penurunan hingga posisi radial 105 mm sebesar 4 x 10-8 kg/kg. Setelah itu kembali meningkat hingga posisi radial 150 mm sebesar 5 x 10-8 kg/kg. Awal xxx 10

11 Kandungan NOx KAJIAN NUMERIK ATOMISASI DAN PEMBAKARAN PADA CWM MENGGUNAKAN INJECTOR TYPE AIR ASSISTED SPRAY INJECTOR DAN SWIRLER UDARA pembentukan gas NO pada daerah ini sudah tinggi dikarenakan gas O dan N sudah memiliki banyak waktu untuk bereaksi menjadi gas NO. Pembentukan gas NO dipengaruhi oleh suhu yang ada di ruang bakar sehingga kontur yang dimiliki juga menyerupai kurva distribusi suhu. Penurunan gas NO juga mengikuti suhu ruang bakar yang semakin menjauhi pusat ruang bakar suhunya menurun, namun kandungan gas NO kembali meningkat saat mendekati dinding ruang bakar yang temperaturnya sebesar 1200 K. Selain itu pembentukan gas NO juga dipengaruhi oleh komposisi batubara dalam CWM, yaitu ditunjukkan pada komposisi batubara dengan kadar yang lebih tinggi maka pembentukan gas NO yang terbentuk lebih tinggi bila dibandingkan dengan komposisi batubara dalam CWM yang lebih rendah. Sehingga bisa ditunjukkan dalam grafik pada komposisi CWM 60% batubara terletak pada posisi yang tertinggi kemudian diikuti oleh komposisi CWM 50% dan dilanjutkan dengan komposisi CWM 40% batubara Polutan yang Terbentuk pada Plane Z=800 mm 8.E-08 8.E-08 7.E-08 7.E-08 Perbandingan NOx Z = 800 mm CWM 40% CWM 50% CWM 60% 6.E-08 6.E-08 5.E-08 5.E-08 4.E Posisi Radial (mm) Gambar Grafik NOx pada Plane Z= 800 mm Pada gambar 4.11 ditunjukkan distribusi pembentukan gas NO pada pusat ruang bakar meningkat pada posisi radial 15 mm, setelah cenderung konstan, dan setelah posisi radial 75 mm pembentukan gas NO menurun hingga di posisi 105, kemudian kembali cenderung konstan. Meningkatnya pembentukan gas NO pada daerah dipengaruh oleh suhu ruang bakar yang dibutuhkan untuk mengahsilkan gas NO, selain itu juga waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi membentuk gas NO sudah terpenuhi, sehingga dari segi pembentukannya gas NO yang terbentuk pada daerah ini lebih banyak jumlahnya. Penurunan kandungan gas NO pada daerah ini lebih dipengaruhi oleh suhu ruang bakar. Dimana ketika menjauhi ruang bakar distribusi suhu menurun sehingga mengakibatkan kanduang gas NO juga menurun. Namun di daerah yang mendekati dinding ada sedikit kenaikan gas NO, hal ini terjadi dikarenakan ada pengaruh suhu oleh dinding sebesar T=1200 K. Selain itu juga pembentukan gas NO dipengaruhi oleh kandungan batubara dalam CWM, ditunjukkan dalam grafik semakin tinggi kandungan batubara distribusi suhu yang dihasilkan meningkat sehingga kandungan gas NO yang ada semakin meningkat. 5. Kesimpulan 1. Penetrasi semprotan dipengaruhi oleh panjangnya lama semprotan, kharakteristik fisik bahan bakar, kecepatan, dan tekanan operasi nozzle 2. Swirler udara merupakan pengarah aliran udara turbulensi yang berpengaruh terhadap distribusi suhu pembakaran 3. Distribusi suhu disekitar upstream ruang bakar memiliki temperature maks. 1800K dan downstream ruang bakar memiliki temperature 1200K

12 [Type text] 4. Kandungan gas NO yang terbentuk di daerah downstream lebih tinggi dibandingkan dengan didaerah upstream pada ruang bakar. DAFTAR PUSTAKA 1. Atmoyuwono, Siswandi (editor), 2005, Studi Tentang : Bisnis Pertambangan Batubara di Indonesia, PT. Visidata Riset Indonesia, Jakarta 2. Bureau of Energy Efficiency Energy Efficiency in Thermal Utilities. Chapter 1. Department of Coal, Government of India. 3. Megasari, Kartini Penakaran Daur Hidup Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara Kapasitas 50 MWAT. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN 4. Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia Hak cipta United Nations Environment Programme, Indonesia. 5. SUGIYONO, A. 2000, Prospek Penggunaan Teknologi Bersih Untuk Pembangkit Listrik dengan Bahan Bakar Batubara di Indonesia, Jurnal Teknologi Lingkungan Vol. 1, No.1. xxx 12

SIMULASI NUMERIK PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA DALAM CAMPURAN BATU BARA-AIR (COAL WATER MIXTURE) TERHADAP KESTABILAN SEMPROTAN

SIMULASI NUMERIK PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA DALAM CAMPURAN BATU BARA-AIR (COAL WATER MIXTURE) TERHADAP KESTABILAN SEMPROTAN SIMULASI NUMERIK PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA DALAM CAMPURAN BATU BARA-AIR (COAL WATER MIXTURE) TERHADAP KESTABILAN SEMPROTAN Bambang Sudarmanta, Kadarisman dan Suroto Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi

Lebih terperinci

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi

Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi Bab 4 Perancangan dan Pembuatan Pembakar (Burner) Gasifikasi 4.1 Pertimbangan Awal Pembakar (burner) adalah alat yang digunakan untuk membakar gas hasil gasifikasi. Di dalam pembakar (burner), gas dicampur

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Biomassa Untuk memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, diperlukan pengertian yang sesuai mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263

No. Karakteristik Nilai 1 Massa jenis (kg/l) 0, NKA (kj/kg) 42085,263 3 3 BAB II DASAR TEORI 2. 1 Bahan Bakar Cair Bahan bakar cair berasal dari minyak bumi. Minyak bumi didapat dari dalam tanah dengan jalan mengebornya di ladang-ladang minyak, dan memompanya sampai ke atas

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1.Analisa Diameter Rata-rata Dari hasil simulasi yang telah dilakukan menghasilkan proses atomisasi yang terjadi menunjukan perbandingan ukuran diameter droplet rata-rata

Lebih terperinci

Simulasi Numerik Sistem Injeksi Bertingkat Pada Ruang Bakar Mesin Diesel Caterpillar 3406

Simulasi Numerik Sistem Injeksi Bertingkat Pada Ruang Bakar Mesin Diesel Caterpillar 3406 Simulasi Numerik Sistem Injeksi Bertingkat Pada Ruang Bakar Mesin Diesel Caterpillar 3406 Bambang Sudarmanta, Soeharto dan Sampurno Jurusan Teknik Mesin FTI-ITS Kampus ITS, Jalan Arief Rahman Hakim Keputih-Sukolilo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Besaran dan peningkatan rata-rata konsumsi bahan bakar dunia (IEA, 2014) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era modern, teknologi mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini akan mempengaruhi pada jumlah konsumsi bahan bakar. Permintaan konsumsi bahan bakar ini akan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C

BAB IV PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai Kecepatan Minimun Fluidisasi (U mf ), Kecepatan Terminal (U t ) dan Kecepatan Operasi (U o ) pada Temperatur 25 o C BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Fluidisasi Penelitian gasifikasi fluidized bed yang dilakukan menggunakan batubara sebagai bahan baku dan pasir silika sebagai material inert. Pada proses gasifikasinya,

Lebih terperinci

STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI

STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI NASKAH PUBLIKASI KARYA ILMIAH STUDI GASIFIKASI BATU BARA LIGNITE DENGAN VARIASI KECEPATAN UDARA UNTUK KEPERLUAN KARBONASI Abstraksi Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 RANCANGAN OBSTACLE Pola kecepatan dan jenis aliran di dalam reaktor kolom gelembung sangat berpengaruh terhadap laju reaksi pembentukan biodiesel. Kecepatan aliran yang tinggi

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

Efisiensi PLTU batubara

Efisiensi PLTU batubara Efisiensi PLTU batubara Ariesma Julianto 105100200111051 Vagga Satria Rizky 105100207111003 Sumber energi di Indonesia ditandai dengan keterbatasan cadangan minyak bumi, cadangan gas alam yang mencukupi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konversi dari energi kimia menjadi energi mekanik saat ini sangat luas digunakan. Salah satunya adalah melalui proses pembakaran. Proses pembakaran ini baik berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan bakar minyak (BBM) dan gas merupakan bahan bakar yang tidak dapat terlepaskan dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 212) ISSN: 231-9271 F-2 Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall R.R. Vienna Sona Saputri Soetadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai langkah untuk memenuhi kebutuhan energi menjadi topik penting seiring dengan semakin berkurangnya sumber energi fosil yang ada. Sistem energi yang ada sekarang

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Biomassa Guna memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai gasifikasi biomassa, maka diperlukan pengertian yang tepat mengenai definisi biomassa. Biomassa didefinisikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA

BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA BAB III METODE PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN PERHITUNGAN SERTA ANALISA 3.1 Metode Pengujian 3.1.1 Pengujian Dual Fuel Proses pembakaran di dalam ruang silinder pada motor diesel menggunakan sistem injeksi langsung.

Lebih terperinci

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio

Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Karakterisasi Gasifikasi Biomassa Sampah pada Reaktor Downdraft Sistem Batch dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Rada Hangga Frandika (2105100135) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Kebutuhan

Lebih terperinci

PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER

PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER PENGARUH JARAK SALURAN KELUAR AIR DAN UDARA TERHADAP KARAKTERISTIK SPRAY PADA TWIN FLUID ATOMIZER An Nisaa Maharani, ING Wardana, Lilis Yuliati Jurnal Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Solar Menurut Syarifuddin (2012), solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SEL PADA HYDROGEN GENERATOR TERHADAP PENGHEMATAN BAHAN BAKAR

PENGARUH JUMLAH SEL PADA HYDROGEN GENERATOR TERHADAP PENGHEMATAN BAHAN BAKAR PENGARUH JUMLAH SEL PADA HYDROGEN GENERATOR TERHADAP PENGHEMATAN BAHAN BAKAR A. Yudi Eka Risano Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UNILA Jl. Sumantri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung, 35145 Telp. (0721)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN ANALISA KARAKTERISTIK ALIRAN DINGIN (COLD FLOW) DI GAS BURNER SITEM GASIFIKASI DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD)

BAB 1 PENDAHULUAN ANALISA KARAKTERISTIK ALIRAN DINGIN (COLD FLOW) DI GAS BURNER SITEM GASIFIKASI DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 JUDUL PENELITIAN ANALISA KARAKTERISTIK ALIRAN DINGIN (COLD FLOW) DI GAS BURNER SITEM GASIFIKASI DENGAN METODE COMPUTATIONAL FLUID DYNAMIC (CFD) 1.2 LATAR BELAKANG MASALAH Penggunaan

Lebih terperinci

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya

Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya 5 Proses Pembakaran Dalam Pembakar Siklon Dan Prospek Pengembangannya 43 Penelitian Pembakaran Batubara Sumarjono Tahap-tahap Proses Pembakaran Tahap-tahap proses pembakaran batu bara adalah : pemanasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara 1 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara Afrizal Tegar Oktianto dan Prabowo Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT.

Oleh : Dimas Setiawan ( ) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. Karakterisasi Proses Gasifikasi Downdraft Berbahan Baku Sekam Padi Dengan Desain Sistem Pemasukan Biomassa Secara Kontinyu Dengan Variasi Air Fuel Ratio Oleh : Dimas Setiawan (2105100096) Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Apabila meninjau mesin apa saja, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat mengubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya mesin listrik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap

I. PENDAHULUAN. tanpa disadari pengembangan mesin tersebut berdampak buruk terhadap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mesin pada mulanya diciptakan untuk memberikan kemudahan bagi manusia dalam melakukan kegiatan yang melebihi kemampuannya. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi

Lebih terperinci

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI

FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI BAB VI FORMULASI PENGETAHUAN PROSES MELALUI SIMULASI ALIRAN FLUIDA TIGA DIMENSI VI.1 Pendahuluan Sebelumnya telah dibahas pengetahuan mengenai konversi reaksi sintesis urea dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang begitu pesat dewasa ini sangat mempengaruhi jumlah ketersediaan sumber-sumber energi yang tidak dapat diperbaharui yang ada di permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi yang sangat tinggi pada saat ini menimbulkan suatu pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu mengurangi pemakaian bahan

Lebih terperinci

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI

BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI BAB III ANALISA KONDISI FLUIDA DAN PROSEDUR SIMULASI 3.1 KONDISI ALIRAN FLUIDA Sebelum melakukan simulasi, didefinisikan terlebih dahulu kondisi aliran yang akan dipergunakan. Asumsi dasar yang dipakai

Lebih terperinci

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur

Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Analisa Unjuk Kerja Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Menggunakan Pendekatan Porous Media di PLTGU Jawa Timur Nur Rima Samarotul Janah, Harsono Hadi dan Nur Laila Hamidah Departemen Teknik Fisika,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Api Api sering disebut sebagai zat keempat, karena tidak dapat dikategorikan ke dalam kelompok zat padat, zat cair maupun zat gas. Api disebut memiliki bentuk plasma. Plasma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 25 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendahuluan Metodologi penelitian ini menjelaskan tentang tahap-tahap yang dilakukan dalam suatu penelitian. Metode harus ditetapkan sebelum penelitian dilakukan, sehingga

Lebih terperinci

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN

PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN PENGARUH PEMANASAN BAHAN BAKAR DENGAN RADIATOR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KINERJA MESIN BENSIN Suriansyah Sabarudin 1) ABSTRAK Proses pembakaran bahan bakar di dalam silinder dipengaruhi oleh: temperatur,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL & ANALISIS

BAB 4 HASIL & ANALISIS BAB 4 HASIL & ANALISIS 4.1 PENGUJIAN KARAKTERISTIK WATER MIST UNTUK PEMADAMAN DARI SISI SAMPING BAWAH (CO-FLOW) Untuk mengetahui kemampuan pemadaman api menggunakan sistem water mist terlebih dahulu perlu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH Sampah adalah sisa-sisa atau residu yang dihasilkan dari suatu kegiatan atau aktivitas. kegiatan yang menghasilkan sampah adalah bisnis, rumah tangga pertanian dan pertambangan

Lebih terperinci

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data

Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data Bab IV Data Percobaan dan Analisis Data 4.1 Data Percobaan Parameter yang selalu tetap pada tiap percobaan dilakukan adalah: P O = 1 atm Panci tertutup penuh Bukaan gas terbuka penuh Massa air pada panci

Lebih terperinci

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar

AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER. Datin Fatia Umar AQUABAT SEBAGAI BAHAN BAKAR BOILER Datin Fatia Umar Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara tekmira datinf@tekmira.esdm.go.id S A R I Aquabat adalah adalah campuran batubara halus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam terutama energi fosil, bukanlah kekayaan yang terus tumbuh dan bertambah, tetapi ketersediannya sangat terbatas dan suatu saat akan habis (ESDM,2012).

Lebih terperinci

ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER

ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER C.3 ANALISA NUMERIK ALIRAN DUA FASA DALAM VENTURI SCRUBBER Tommy Hendarto *, Syaiful, MSK. Tony Suryo Utomo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Sudarto, SH, Tembalang,

Lebih terperinci

M.Mujib Saifulloh, Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya

M.Mujib Saifulloh, Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan Teknik Mesin FTI - ITS Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya KARAKTERISASI UNJUK KERJA MESIN DIAMOND TYPE Di 800 SISTEM INJEKSI BERTINGKAT BERBAHAN BAKAR BIODIESEL KEMIRI SUNAN DENGAN PERUBAHAN CAMSHAFT FUEL PUMP M.Mujib Saifulloh, Bambang Sudarmanta Lab. TPBB Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sekarang ini pemanfaatan minyak bumi dan bahan bakar fosil banyak digunakan sebagai sumber utama energi di dunia tak terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PEMANAS BAHAN BAKAR TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR DIESEL MITSUBISHI MODEL 4D34-2A17 Indartono 1 dan Murni 2 ABSTRAK Efisiensi motor diesel dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH

PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH PENGARUH VARIASI RASIO UDARA-BAHAN BAKAR (AIR FUEL RATIO) TERHADAP GASIFIKASI BIOMASSA BRIKET SEKAM PADI PADA REAKTOR DOWNDRAFT SISTEM BATCH Oleh : ASHARI HUTOMO (2109.105.001) Pembimbing : Dr. Bambang

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: ( Print) B-192 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-192 Studi Numerik Pengaruh Baffle Inclination pada Alat Penukar Kalor Tipe Shell and Tube terhadap Aliran Fluida dan Perpindahan

Lebih terperinci

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la

Frekuensi yang digunakan berkisar antara 10 hingga 500 khz, dan elektrode dikontakkan dengan benda kerja sehingga dihasilkan sambungan la Pengelasan upset, hampir sama dengan pengelasan nyala, hanya saja permukaan kontak disatukan dengan tekanan yang lebih tinggi sehingga diantara kedua permukaan kontak tersebut tidak terdapat celah. Dalam

Lebih terperinci

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T

KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T KONTROL SISTEM BAHAN BAKAR PADA ELECTRONIC FUEL INJECTION (EFI) Oleh Sutiman, M.T Pendahuluan Tujuan dari penggunaan sistem kontrol pada engine adalah untuk menyajikan dan memberikan daya mesin yang optimal

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER

PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER Subroto Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN EKSPERIMENTAL TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BRIKET LIMBAH AMPAS KOPI INSTAN DAN KULIT KOPI ( STUDI KASUS DI PUSAT PENELITIAN KOPI DAN KAKAO INDONESIA ) Oleh : Wahyu Kusuma

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

Bab VI Hasil dan Analisis

Bab VI Hasil dan Analisis Bab VI Hasil dan Analisis Dalam bab ini akan disampaikan data-data hasil eksperimen yang telah dilakukan di dalam laboratorium termodinamika PRI ITB, dan juga hasil pengolahan data-data tersebut yang diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin menipisnya sumber daya alam yang berasal dari sisa fosil berupa minyak bumi diakibatkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dalam penggunaan energi.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara simulasi numerik dengan menggunakan perangkat lunak AVL Fire. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan membuat model

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat yang memerlukan mesin sebagai penggerak mulanya, mesin ini sendiri pada umumnya merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: B-38

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: B-38 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271 B-38 Studi Numerik Karakteristik Aliran dan Perpindahan Panas pada Heat Recovery Steam Generator di PT Gresik Gases and Power Indonesia (Linde

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pembakaran Pembakaran bisa didefinisikan sebagai reaksi secara kimiawi yang berlangsung dengan cepat antara oksigen dengan unsur yang mudah terbakar dari bahan bakar pada suhu

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN

BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN BAB 3 METODOLOGI PENGUJIAN Setiap melakukan penelitian dan pengujian harus melalui beberapa tahapan-tahapan yang ditujukan agar hasil penelitian dan pengujian tersebut sesuai dengan standar yang ada. Caranya

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: B-159

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: B-159 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 B-159 Studi Numerik Pengaruh Variasi Temperatur Air Heater Terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara pada Fluidized Bed Coal Dryer dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Energi listrik merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menunjang pembangunan nasional. Penyediaan energi listrik secara komersial yang telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K

PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K PENGARUH PEMASANGAN KAWAT KASA DI INTAKE MANIFOLD TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG PADA MESIN BENSIN KONVENSIONAL TOYOTA KIJANG 4K Adi Purwanto 1, Mustaqim 2, Siswiyanti 3 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara 1. Bagaimana terbentuknya? Gas metana batubara terbentuk selama proses coalification, yaitu proses perubahan material tumbuhan menjadi batubara. Bahan organik menumpuk di rawa-rawa sebagai tumbuhan mati

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall

Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (212) 1-1 Studi Eksperimen Distribusi Temperatur Nyala Api Kompor Bioetanol Tipe Side Burner dengan Variasi Diameter Firewall R.R. Vienna Sona Saputri Soetadi dan Djoko

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller

Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller JURNAL TEKNIK MESIN Vol. 1, No. 1, April 1999 : 8-13 Pengaruh Temperatur Air Pendingin Terhadap Konsumsi Bahan Bakar Motor Diesel Stasioner di Sebuah Huller Ekadewi Anggraini Handoyo Dosen Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013)

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia saat ini banyak menggunakan peralatan sehari-hari yang terbuat dari plastik. Plastik dipilih karena memiliki banyak keunggulan yaitu kuat, ringan,

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP SISTEM UAP EKSTRAKSI PADA DEAERATOR PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2

PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP SISTEM UAP EKSTRAKSI PADA DEAERATOR PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 10 No. 3 September 2; 94-98 PENGARUH PERUBAHAN BEBAN TERHADAP SISTEM UAP EKSTRAKSI PADA DEAERATOR PLTU TANJUNG JATI B UNIT 2 Jev N. Hilga, Sunarwo, M. Denny S, Rudy Haryanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri,

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

Ma ruf Ridwan K

Ma ruf Ridwan K 1 Pengaruh penambahan kadar air dalam bahan bakar solar dan tekanan pengabutan terhadap emisi kepekatan asap hitam motor diesel donfenk Oleh : Ma ruf Ridwan K 2502009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi

Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi SEMINAR NASIONAL INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 ISSN : 2085-4218 Pengaruh Temperatur Pada Campuran Minyak Kelapa dan Bahan Bakar Solar Terhadap Sudut Injeksi Burhan Fazzry 1,*,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas BAB II DASAR TEORI. rinsip embangkit Listrik Tenaga Gas embangkit listrik tenaga gas adalah pembangkit yang memanfaatkan gas (campuran udara dan bahan bakar) hasil dari pembakaran bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA Subroto, Tri Tjahjono, Andrew MKR Jurusan Teknik Mesin

Lebih terperinci

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA

MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA MAKALAH PENYEDIAAN ENERGI SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2014/2015 GASIFIKASI BATU BARA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Penyediaan Energi Dosen Pengajar : Ir. Yunus Tonapa Oleh : Nama

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak HASIL DAN PEMBAHASAN Pendugaan Hubungan Perubahan Suhu dan Viskositas Minyak terhadap Panjang Pipa Pemanas Minyak Dari penghitungan yang telah dilakukan pada Lampiran 3, diketahui bahwa untuk menurunkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dalam penelitian pengeringan kerupuk dengan menggunakan alat pengering tipe tray dengan media udara panas. Udara panas berasal dari air keluaran ketel uap yang sudah

Lebih terperinci

USAHA (KERJA) DAN ENERGI. untuk mengetahui keadaan gerak suatu benda yang menghubungkan

USAHA (KERJA) DAN ENERGI. untuk mengetahui keadaan gerak suatu benda yang menghubungkan USAHA (KERJA) DAN ENERGI Konsep fisika dalam dinamika yang juga dapat digunakan untuk mengetahui keadaan gerak suatu benda yang menghubungkan pengaruh luar (gaya) dengan keadaan gerak benda, selain hukum

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP EMISI GAS BUANG PADA MESIN DIESEL Tekad Sitepu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di Indonesia yang berkembang pesat dewasa ini terutama dalam bidang industri telah mengakibatkan kebutuhan tenaga listrik meningkat dari tahun ke tahun.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara

Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik Pengeringan Batubara JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-86 Studi Eksperimen Pengaruh Sudut Blade Tipe Single Row Distributor pada Swirling Fluidized Bed Coal Dryer terhadap Karakteristik

Lebih terperinci

BAB III PROSES PEMBAKARAN

BAB III PROSES PEMBAKARAN 37 BAB III PROSES PEMBAKARAN Dalam pengoperasian boiler, prestasi yang diharapkan adalah efesiensi boiler tersebut yang dinyatakan dengan perbandingan antara kalor yang diterima air / uap air terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Absorpsi dan stripper adalah alat yang digunakan untuk memisahkan satu komponen atau lebih dari campurannya menggunakan prinsip perbedaan kelarutan. Solut adalah komponen

Lebih terperinci

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER.

STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. TUGAS AKHIR KONVERSI ENERGI STUDI EXPERIMENT KARAKTERISTIK PENGERINGAN BATUBARA TERHADAP VARIASI SUDUT BLADE PADA SWIRLING FLUIDIZED BED DRYER. DOSEN PEMBIMBING: Dr. Eng. Ir. PRABOWO, M. Eng. AHMAD SEFRIKO

Lebih terperinci

ANALISA KARAKTERISTIK SERABUT SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PADA BOILER

ANALISA KARAKTERISTIK SERABUT SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PADA BOILER ANALISA KARAKTERISTIK SERABUT SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PADA BOILER Untung Surya Dharma Program Studi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Metro Jl. Ki Hajar Dewantara No. 116 Kota Metro (0725)

Lebih terperinci

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1)

Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1) Mekatronika Modul 11 Pneumatik (1) Hasil Pembelajaran : Mahasiswa dapat memahami dan menjelaskan karakteristik dari komponen Pneumatik Tujuan Bagian ini memberikan informasi mengenai karakteristik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULAN 1.1 Latar Belakang Fluidisasi adalah proses dimana benda padat halus (partikel) dirubah menjadi fase dengan perilaku menyerupai fluida. Fluidisasi dilakukan dengan cara menghembuskan fluida

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN, KECEPATAN ALIRAN DAN TEMPERATUR ALIRAN TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN (DROPLET) LARUTAN AGAR AGAR SKRIPSI Oleh IRFAN DJUNAEDI 04 04 02 040 1 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA BAB III METODOLOGI DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data Data yang akan digunakan dalam pengerjaan tugas akhir ini, antara lain data pemakaian batubara, data kandungan sulfur dalam batubara, arah dan kecepatan

Lebih terperinci