RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIR DENGAN SISTEM KONTROL MODULASI LEBAR PULSA SKRIPSI YAN YONATHAN ROTINSULU F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIR DENGAN SISTEM KONTROL MODULASI LEBAR PULSA SKRIPSI YAN YONATHAN ROTINSULU F"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIR DENGAN SISTEM KONTROL MODULASI LEBAR PULSA SKRIPSI YAN YONATHAN ROTINSULU F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 LIQUID APPLICATOR DESIGN WITH PULSE WIDTH MODULATION CONTROL Yan Yonathan Rotinsulu and Mohamad Solahudin Department of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia. ABSTRACT Destructive impacts of herbicide usage on environment and water contamination have led researcher orientation toward finding solutions for their accurate use. If weed density could be correctly detected, accurate spraying can effectively reduce herbicide usage. The purpose of this research is to develop a software that can detect and determine weed density of a picture and develop a sprayer pump controller system. In this study the relation between three main color components (red, green & blue) of the images and color feature extraction (hue) were used to define weed density. The pulse width modulation (PWM) drive motor speed control was correlated with the percentage of green level to vary the applications flow rate by adjusting the duty level of PWM motor. The field test case results showed the error value for accuracy of spraying location was 10.55% and the error value for accuracy of spraying dosage was 3.47%. It was also shown that by dividing the image of the test case into 4 parts reduced the liquid consumption by 14% from the liquid consumption without image dividing. Keywords : weed control, image processing, pulse width modulation, variable rate applicator

3 Yan Yonathan Rotinsulu. F Rancang Bangun Aplikator Cair dengan Sistem Kontrol Modulasi Lebar Pulsa. Di bawah bimbingan Mohamad Solahudin RINGKASAN Hingga saat ini penggunaan larutan herbisida dalam pengendalian gulma atau tanaman pengganggu lebih banyak hanya sebatas perhitungan teoritis yang dibutuhkan oleh suatu areal tanam dengan dosis tunggal sehingga penggunaan herbisida yang disemprotkan secara merata akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit dan kurang ramah lingkungan. Untuk meminimalkan kerugian tersebut, perlu dilakukan pengembangan sistem kendali lain yang mampu mengendalikan gulma secara tepat lokasi, tepat waktu, dan tepat dosis. Tujuan dari penelitian ini adalah merancang dan membuat aplikasi untuk menduga kepadatan gulma dengan pengolahan citra dan merancang sistem kendali putaran motor DC pompa sprayer elektrik dengan modulasi lebar pulsa. Penelitian dilakukan di Lab. Teknik Bioinformatika dan Laboratorium Lapangan Departemen TMB IPB pada bulan Maret sampai Juni Aplikator cair yang dibuat terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu rangka alat, perangkat makatronika, dan perangkat lunak pengolah citra. Aplikator ini adalah alat penyemprot cairan yang dikendalikan oleh perangkat elektronik yaitu mikrokontroler AT89S51 dan modul pengendali kecepatan putar motor DC EMS H-Bridge 30A. Proses pengambilan gambar dan penyemprotan dipicu oleh sensor magnet lempengan. Perangkat lunak melakukan filterisasi gambar antara gulma dan lahan dengan menggunakan nilai Hue dan menentukan tingkat kepadatan gulma pada lahan terbuka untuk setiap gambar yang diolah. Pengolahan citra dilakukan untuk citra tunggal dan citra dengan 4 potongan. Hasil pengolahan tersebut diinterpretasikan ke dalam peta perlakuan dan dibandingkan satu sama lain dalam hal konsumsi cairan yang diperlukan. Hasil pengujian menunjukkan nilai error sebesar 10.55% untuk ketepatan aktifasi penyemprotan dan nilai error sebesar 3.47% untuk ketelitian dosis penyemprotan yang dilakukan. Selain itu, dari hasil pemetaan perlakuan yang dilakukan pada data serangan gulma pada lahan terbuka di laboratorium lapangan Leuwikopo dan debit PWM (Modulasi Lebar Pulsa) yang diterapkan dihasilkan bahwa dosis total untuk penyemprotan dengan perlakuan tunggal adalah sebesar L sedangkan dosis total untuk penyemprotan dengan perlakuan ganda adalah sebesar L. Kedua angka tersebut menunjukkan adanya penghematan penggunaan cairan hingga 14%.

4 RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIR DENGAN SISTEM KONTROL MODULASI LEBAR PULSA SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : YAN YONATHAN ROTINSULU F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi Nama NIM : Rancang Bangun Aplikator Cair dengan Sistem Kontrol Modulasi Lebar Pulsa : Yan Yonathan Rotinsulu : F Menyetujui, Pembimbing, (Ir. Mohamad Solahudin, M.Si) NIP Mengetahui: Ketua Departemen, (Dr. Ir. Desrial, M.Eng.) NIP Tanggal Lulus : 7 Juli 2011

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Rancang Bangun Aplikator Cair dengan Sistem Kontrol Modulasi Lebat Pulsa adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Juli 2011 Yang membuat pernyataan Yan Yonathan Rotinsulu F

7 Hak cipta milik Yan Yonathan Rotinsulu, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

8 BIODATA PENULIS Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Januari 1990 di kota Gorontalo, Provinsi Gorontalo sebagai anak kedua dari dua bersaudara pasangan bapak (Alm) Hodi Rotinsulu dan Ibu Yuli Hartati Tangahu. Penulis menempuh pendidikan pertama kali di TK Mawar dan selesai pada tahun 1995, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SD Negeri 63 Gorontalo yang diselesaikan pada tahun Pendidikan berikutnya dilanjutkan penulis di SLTP Negeri 1 Gorontalo dan lulus pada tahun Kemudian penulis melanjutkan sekolah menengah atas di MAN Insan Cendekia Gorontalo dan masuk dalam program IPA serta lulus pada tahun Pada tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI yang selanjutnya masuk pada mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan minor Sistem Informasi dari Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada tahun Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten mata kuliah Statika dan Dinamika, Mekanika Fluida, Kekuatan Bahan, Gambar Teknik, dan Motor dan Tenaga Pertanian, serta menjadi ketua divisi Programming Electro Robotic Club, dan terlibat dalam organisai Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian Pusat. Penulis melaksanakan Praktik Lapangan selama 40 hari kerja pada tahun 2010 di PT. Cheil Jedang Superfeed dengan judul Aspek Keteknikan Pertanian pada Produksi Pakan Ayam di PT. Cheil Jedang Superfeed, Banten. ii

9 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul Rancang Bangun Aplikator Cair dengan Sistem Kontrol Modulasi Lebar Pulsa dengan baik. Penelitian ini dilakukan sejak Maret sampai Juni Dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, penulis tidak dapat menyelesaikannya tanpa bantuan, arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ir. Mohamad Solahudin, M.Si. selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Ayah (Alm.) dan Ibu yang selalu senantiasa memberikan doa dan dukungan penuh kepada penulis. 3. Marion Renaldo Rotinsulu, yang selalu menyediakan waktunya untuk memberi arahan dan motivasi selama penulis melakukan studinya. 4. Program beasiswa peningkatan prestasi akademik (PPA) Institut Pertanian Bogor yang telah membantu membiayai penulis selama melakukan studi. 5. Pak Gozali yang selalu membantu dengan saran-saran teknisnya. 6. Cecep Saepul, David, Lovren, Zani, dan Dipta yang selalu menyempatkan diri untuk membantu penulis melakukan penelitiannya. 7. Teman-teman sedepartemen Teknik Pertanian angkatan 44, 43, dan 42 atas bantuan dan dukungannya. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini memberikan manfaat dan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pertanian. Penulis juga berharap masukan dan kritikan yang menyempurnakan tulisan ini dari berbagai pihak yang membaca skripsi ini. Bogor, Juli 2011 Yan Yonathan Rotinsulu iii

10 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman I. PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN BATASAN PENELITIAN... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA PERTANIAN PRESISI GULMA APLIKATOR CAIR PENGOLAHAN CITRA PERANGKAT KERAS PERANGKAT LUNAK PENELITIAN TERDAHULU III. METODE PENELITIAN WAKTU DAN TEMPAT BAHAN DAN ALAT METODE IV. HASIL DAN PEMBAHASAN DESKRIPSI ALAT PERANGKAT LUNAK PENGOLAHAN CITRA MIKROKONTROLER PENENTUAN NILAI MODULASI LEBAR PULSA SPRAYER ELEKTRIK UJI KINERJA SISTEM V. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii iv v vi vii iv

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Jenis nozzle dan pola semprotannya... 4 Tabel 2. Deskripsi pin mikrokontroler AT89S Tabel 3. Special function register Tabel 4. Timer Mode Tabel 5. Register TCON Tabel 6. Register TMOD Tabel 7. Mode pilihan komunikasi data serial Tabel 8. Register SCON Tabel 9. Register PCON Tabel 10. Register IE Tabel 11. Register IP Tabel 12. Tabel Kebenaran konfigurasi H-Bridge Tabel 13. Konfigurasi nilai PWM Tabel 14. Nilai kombinasi hasil pengolahan gambar Tabel 15. Interval nilai hijau piksel untuk klasifikasi tingkat kepadatan gulma Tabel 16. Konfigurasi USB Port untuk komunikasi data Tabel 17. Pin AT89S51 yang digunakan dalam sistem Tabel 18. Nilai duty cycle PWM yang digunakan dalam sistem Tabel 19. Hasil pengujian aktifasi penyemprotan v

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pengaruh ketinggian dan jarak pemasangan aplikator cair... 3 Gambar 2. Koordinat RGB... 5 Gambar 3. Mikrokontroler AT89S Gambar 4. Konfigurasi Pin pada mikrokontroler AT89S Gambar 5. Logika Kontrol Timer/Counter... 8 Gambar 6. Modul EMS H-Bridge 30 A Gambar 7. Konfigurasi H-Bridge Gambar 8. Integrated Circuit VNH30SP Gambar 9. Duty cycle 30% Gambar 10. Pengolahan gambar serangan gulma Gambar 11. Perancangan sistem kontrol Gambar 12. Rangka alat penyemprot Gambar 13. Pendeteksi jarak dan pemicu Gambar 14. Interpretasi hasil pengolahan citra Gambar 15. Ilustrasi perbandingan hasil pengolahan citra Gambar 16. Diagram alir tahapan penelitian Gambar 17. Desain antarmuka pengolahan citra Gambar 18. Rangkaian elektronik sistem kontrol Gambar 19. Nilai rataan RGB dan Hue dalam pemilihan Threshold value Gambar 20. Penentuan nilai Hue sebagai nilai dari proses Thresholding Gambar 21. Perbandingan hasil pengolahan citra dengan gambar yang diambil dengan kamera berbeda Gambar 22. Peta Perlakuan Pengendalian Gulma Gambar 23. Debit kontinyu dari sprayer elektrik Gambar 24. Hubungan antara tinggi dan lebar penyemprotan Gambar 25. Distribusi air hasil penyemprotan dengan bukaan katup selama 30 detik Gambar 26. Distribusi air hasil penyemprotan dengan perlakuan PWM selama 30 detik Gambar 27. Pengujian ketepatan aktifasi penyemprotan Gambar 28. Hasil pengujian ketelitian dosis aplikasi Gambar 29. Pengujian ketelitian dosis aplikasi vi

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Citra sebaran gulma pada lahan terbuka Lampiran 2. Data spesifikasi sprayer elektrik Lampiran 3. Gambar teknik rangka alat Lampiran 4. Data pengolahan citra Lampiran 5. Data penentuan nilai segmentasi Lampiran 6. Data distribusi air hasil penyemprotan dengan PWM Lampiran 7. Data distribusi air hasil penyemprotan dengan bukaan katup Lampiran 8. Data pengujian aktifasi penyemprotan Lampiran 9. Data pengujian dosis penyemprotan Lampiran 10. Program Mikrokontroler Lampiran 11. Program pengolahan citra vii

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini banyak yang telah diterapkan di dalam kegiatan pertanian. Penerapan teknologi ini diharapkan dapat menekan biaya produksi juga meningkatkan produktivitas pertanian itu sendiri. Salah satu pendekatan teknologi tepat guna di bidang pertanian saat ini adalah pertanian presisi atau yang lebih dikenal dengan istilah Precision Farming. Dalam kegiatan produksi produk pertanian, terdapat beberapa penggunaan bahan berwujud cair. Diantaranya adalah proses pengendalian gulma atau tanaman pengganggu yang menggunakan larutan herbisida. Penggunaan larutan-larutan tersebut dewasa ini lebih banyak hanya sebatas perhitungan teoritis yang dibutuhkan oleh suatu areal tanam dengan dosis tunggal sehingga terdapat beberapa kekurangan yang menyebabkan penggunaan larutan tersebut tidak efisien. Hal ini disebabkan oleh kondisi gulma yang tumbuh tidak tersebar merata. Akibatnya, penggunaan herbisida yang disemprotkan secara merata akan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Selain hal tersebut, penggunaan herbisida yang berlebihan dapat mengganggu perkembangan tanaman itu sendiri dan mencemari lingkungan dengan larutan kimia. Untuk meminimalkan kerugian tersebut, perlu adanya sebuah sistem yang dapat mengendalikan banyaknya larutan herbisida yang disemprotkan ke lahan. Perlu dilakukan pengembangan sistem kendali lain yang mampu mengendalikan gulma secara tepat lokasi, tepat waktu, dan tepat dosis. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah merancang dan membuat aplikasi untuk menduga kepadatan gulma dengan pengolahan citra dan merancang sistem kendali putaran motor pada pompa DC dengan modulasi lebar pulsa. 1.3 Batasan Penelitian 1. Rancangan aplikator cair didesain untuk penanganan gulma pada lahan terbuka. 2. Pengujian kinerja sistem kontrol akan dilakukan pada skala laboratorium dengan data sekunder. 1

15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Presisi Zhang (2002) menyatakan bahwa pertanian presisi dikonseptualisasikan dengan pendekatan sistem untuk mengatur sistem pertanian menjadi low-input, efisiensi tinggi dan berkelanjutan. Dari sudut pandang teknis, Doluschitz (2003) menyebutkan terdapat dua teknik dalam penerapan pertanian presisi yaitu pendekatan sensor (real time) dan pendekatan pemetaan (penentuan posisi). Selain itu ada pula pendekatan yang menggabungkan kedua metode tersebut Pendekatan Sensor (Sensor Approaching) Sensor digunakan sebagai input dalam sistem pertanian presisi real time. Input tersebut akan diproses dalam waktu yang singkat dan akan menghasilkan output berupa tindakan aktuator. Ada lima golongan sensor yang biasanya digunakan dalam pertanian presisi, yaitu yield sensor, field sensor, soil sensor, crop sensor, dan anomally sensor (Zhang et al., 2002) Pendekatan Pemetaan (Mapping Approaching) Menurut Auernhammer (2001), Pendekatan pemetaan merupakan sebuah pendekatan yang didasarkan pada data historis tentang distribusi hasil dan ketersediaan nutrisi tanaman dalam tanah yang diperoleh dari proses penginderaan Pendekatan Terpadu (Integrated Approaching) Banyak peneliti telah menggunakan pendekatan pemetaan dan pendekatan sensor secara terpisah untuk menangani masalah pertanian presisi. Banyak pula ilmuwan yang telah memadukan dua pendekatan tersebut seperti pada aplikasi VRT (Variable Rate Technology) pupuk nitrogen yang membutuhkan pengembangan analisis kebutuhan nitrogen tanaman secara spesifik, penginderaan kondisi nitrogen dan air baik pada tanaman maupun tanah, penyatuan data indera, akuisisi data realtime, transmisi, dan pembentukan basis data (Auernhammer, 2001). 2.2 Gulma Menurut Monaco (2002), gulma merupakan semua tumbuhan pada pertanaman tanaman yang tidak dikehendaki keberadaannya dan menimbulkan kerugian. Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil panen yang tinggi. Gulma dapat dikendalikan melalui berbagai aturan dan karantina; secara biologi dengan menggunakan organisme hidup; secara fisik dengan membakar dan menggenangi, melalui budi daya dengan pergiliran tanaman, peningkatan daya saing dan penggunaan mulsa; secara mekanis dengan mencabut, membabat, menginjak, menyiang dengan tangan, dan mengolah tanah dengan alat mekanis bermesin dan nonmesin, secara kimiawi menggunakan herbisida. Gulma umumnya dikendalikan dengan cara mekanis dan kimiawi. Pengendalian gulma secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan sehingga perlu dibatasi melalui pemaduan dengan cara pengendalian lainnya. Pengelolaan gulma secara terpadu mengkombinasikan efektivitas dan efisiensi ekonomi. Jika penggunaan herbisida dikurangi maka pengolahan tanah setelah tanam diperlukan. Pengolahan tanah dapat mencegah perkembangan resistensi populasi gulma terhadap herbisida, mengurangi ketergantungan terhadap herbisida, dan menunda atau mencegah peningkatan spesies gulma tahunan 2

16 yang sering menyertai dan timbul bersamaan dengan pengolahan konservasi. Pada saat penggunaan herbisida diminimalkan atau dikurangi, pengolahan tanah setelah tanam diperlukan untuk mengendalikan gulma (Buchholtz dan Doersch 1968). Mengurangi pengolahan tanah lebih efisien dalam penggunaan energi daripada mengurangi penggunaan herbisida. 2.3 Aplikator Cair Banyak alat atau mesin yang digunakan untuk membawa dan mengoperasikan bahan cair, seperti herbisida dan pupuk. Salah satunya adalah sprayer elektrik yang memiliki pompa sentrifugal elektrik yang menggunakan motor DC sebagai penggeraknya dengan sumber listrik berupa arus DC sebagai sumber tenaga penggeraknya. Dosis herbisida biasanya berkisar antara l/ha (Dammer, 2007). Ada berbagai macam pola semprotan nozzle yang dapat digunakan sebagai aplikator bahan cair sebagaimana yang divisualisasikan pada tabel 1. Tidak hanya pola penyemprotan, penggunaan lebih dari satu nozzle, ketinggian dan jarak pemasangan aplikator cair pun dapat menentukan ketepatan penyemprotan cairan Miller (A dan Bellinder R, 2001). Gambar 1 menunjukkan adanya overlapping saat menggunakan beberapa nozzle pada proses penyemprotan. Gambar 1. Pengaruh ketinggian dan jarak pemasangan aplikator cair (Miller A dan Bellinder R, 2001) 2.4 Pengolahan Citra Image Processing atau pengolahan citra adalah proses untuk mengamati dan menganalisa suatu obyek tanpa berhubungan langsung dengan obyek yang diamati. Penajaman citra, kompresi citra, dan korelasi citra yang kabur merupakan contoh dari teknik pengolahan citra yang dapat dilakukan (Ahmad, 2005). Citra sendiri merupakan sekumpulan titik-titik dari gambar yang berisi informasi warna dan tidak bergantung pada waktu. Umumnya citra dibentuk dari kotak-kotak persegi (piksel) yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antar piksel sama pada seluruh bagian citra. 3

17 Tabel 1. Jenis nozzle dan pola semprotannya ( Jenis Nozzle Pola Semprotan Hollow Cone Full Cone Solid Stream Flat Proses Pengolahan citra umumnya dilakukan dari piksel ke piksel yang bersifat paralel. Citra yang digunakan adalah citra digital, karena citra jenis ini dapat diproses oleh komputer digital. Citra digital dapat diperoleh secara otomatis dari sistem perangkat citra digital yang melakukan penjelajahan citra membentuk suatu matrik dimana elemen-elemennya menyatakan nilai intensitas cahaya pada suatu lingkungan diskrit dari titik (Solahudin, 2010). Titik-titik atau piksel tersebut menggambarkan posisi koordinat dan menunjukan warna citra. Warna citra didapat melalui penjumlahan nilai Red, Green, Blue (RGB). Koordinat RGB bisa dilihat di Gambar 2. Koordinat memberikan informasi warna piksel berdasarkan; brightness (ketajaman) warna cahaya (hitam, abu-abu, putih) dari sumber, hue (corak warna) yang ditimbulkan oleh warna (merah, kuning, hijau). Citra digital dapat didefinisikan sebagai fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah koordinat spasial dan nilai f(x,y) adalah intensitas citra pada koordinat tersebut. Menurut Murni 4

18 (1992), citra monokrom atau citra hitam putih merupakan citra satu kanal, dimana citra f(x,y) merupakan fungsi tingkat keabuan dari hitam ke putih; x menyatakan variabel baris atau garis jelajah dan y menyatakan variabel kolom atau posisi piksel di garis jelajah. Sedangkan citra warna yang dikenal juga dengan citra multi-spektral dinyatakan dalam tiga komponen warna; merah, hijau dan biru (RGB). Citra berwarna {f merah (x,y), f hijau (x,y), f biru (x,y) merupakan fungsi dari harga vektor tingkat keabuan merah, hijau, dan biru. 255,255,0 255,0,255 M B 255,0,0 255,255,255 Y 0,255,0 0,0,255 0,255,255 C Gambar 2. Koordinat RGB Citra dengan modus skala keabuan dengan format 8-bit memiliki 256 tingkat keabuan atau intensitas warna. Nilai tersebut berkisar antara 0 255, dimana nilai 0 menunjukkan tingkat paling gelap (hitam), sedangkan nilai 255 menunjukkan tingkat paling terang dan tingkat abu-abu berada diantaranya. Pada citra dengan 24 bit, tiap piksel dinyatakan dengan bit 0-7 untuk warna merah; bit 8-15 untuk warna hijau; bit untuk warna biru. Kemungkinan kombinasi warna yang dihasilkan dari citra dengan 24 bit adalah 256 (3) sama dengan kombinasi warna, dimana nilai 0 menyatakan warna hitam sedangkan nilai menyatakan warna putih. Untuk mempermudah pengkodean, citra dapat diubah dari domain spasial menjadi domain yang lain. Proses perubahan ini dinamakan transformasi (Mandala tahun 2003 pada Lesmana 2010). Sebuah warna didefinisikan sebagai jumlah relatif dari intensitas ketiga warna pokok (merah, hijau, biru) yang diperlukan untuk membentuk sebuah warna. Intensitas dapat berkisar dari 0% sampai 100%. Jumlah bit yang digunakan untuk mempresentasikan resolusi dari intensitas menunjukan jumlah warna yang dapat ditampilkan. Intensitas 0% untuk ketiga warna pokok berarti warna hitam dan intensitas 100% untuk ketiga warna pokok berarti warna putih. Model warna telah banyak dikembangkan oleh para ahli, seperti model RGB (Red, Green, Blue), model CMY (K) (Cyan, Magenta, Yellow), YcbCr (luminase serta dua komponen krominasi Cb dan Cr), dan HSI (Hue, Saturation, Intensity). Model warna RGB merupakan model warna pokok aditif, yaitu warna dibentuk dengan mengkombinasikan energi cahaya dari ketiga warna pokok dalam berbagai perbandingan. Model warna RGB dapat juga dinyatakan dalam bentuk indeks warna RGB dengan rumus sebagai berikut : Indeks warna merah (1) 5

19 Indeks warna hijau (2) Indeks warna biru (3) Dengan R, G, dan B masing-masing merupakan besaran yang menyatakan nilai intensitas warna merah, hijau, dan biru. Selain mode RGB yang merepresentasikan semua warna sebagai campuran dari 3 cahaya yaitu merah, hijau, dan biru terdapat pula mode HSL yang ditemukan oleh Alvy Ray Smith pada tahun Mode ini merepresentasikan warna dalam 3 komponen: hue, saturation, dan lightness (Evan, 2009). Hue merupakan corak warna atau pilihan warna yang meliputi spektrum warna pelangi seperti merah, kuning, hijau, dst. Hue seringkali direpresentasikan dalam bentuk lingkaran yang berisi warnawarna pelangi. Karena berbentuk lingkaran, hue memiliki nilai sebesar sudut lingkaran yaitu dari 0 o sampai 360 o. Saturation merupakan tingkat pewarnaan atau tingkat kemurnian sebuah warna. Warna dengan saturation tinggi memiliki corak warna yang terlihat jelas, sedangkan warna dengan saturation rendah terlihat sebagai percampuran antara beberapa warna. Warna grayscale (yang didapat dari percampuran warna-warna RGB dengan perbandingan 1:1:1) memiliki tingkat saturation yang paling rendah. Nilai saturation berkisar dari 0 sampai 100. Lightness menyatakan tingkat terang sebuah warna. Warna putih yang merupakan percampuran warna RGB dengan nilai maksimum memiliki lightness paling tinggi, sedangkan warna hitam memiliki lightness paling rendah. Nilai lightness juga berkisar dari 0 sampai 100. Untuk mengkonversi dari mode RGB ke mode HSL, pertama hitung max sebagai nilai maksimum dari nilai red, green, blue, dan min sebagai nilai minimum dari nilai red, green, blue. Lalu gunakan rumus berikut. (4) (5) (6) Rumus di atas menghasilkan nilai lightness dan saturation dalam jangkauan [0,1]. Nilai tersebut dikalikan dahulu dengan 100 untuk memperoleh nilai dengan jangkauan [0,100]. Konversi RGB ke HSL dan sebaliknya menghasilkan bilangan real, sementara media bitmap bekerja pada bilangan integer diskrit, karena itu kita perlu melakukan pembulatan. Hal ini menyebabkan pemetaan RGB dan HSL pada media digital tidak bersifat satu ke satu, Jumlah 6

20 kemungkinan mode RGB ada 256x256x256 = warna, sedangkan mode HSL ada 360x100x100 warna. Jadi akan ada warna-warna yang jika dikonversikan hasilnya akan sama akibat pembulatan. 2.5 Perangkat Keras (Hardware) Mikrokontroler AT89S51 Mikrokontroler adalah mikroprosesor yang dirancang khusus untuk aplikasi kontrol, dan dilengkapi dengan ROM, RAM dan fasilitas I/O pada satu chip. AT89S51 adalah salah satu anggota keluarga dari keluarga MCS-51/52 yang dilengkapi dengan internal 4 Kbyte flash PEROM (Programmable and Erasable Read Only Memory), yang memungkinkan memori program untuk dapat diprogram kembali. AT89S51 dirancang oleh Atmel sesuai dengan instruksi standard dan susunan pin 80C51 (Atmel Datasheet). Gambar 3. Mikrokontroler AT89S51 Gambar 4. Konfigurasi Pin pada mikrokontroler AT89S51 AT89S51 memiliki sebuah CPU (Central Processing Unit) 8 bit, 128 byte RAM (Random Access Memory) internal, 4 buah port I/O, yang masing-masing terdiri dari 8 bit, osilator internal dan ragkaian pewaktu, 2 buah timer/counter 16 bit, 6 buah jalur interupsi (2 buah interupsi eksternal dan 4 interupsi internal), sebuah serial port dengan full duplex UART (Universal Asynchronous Receiver Transmitter), EPROM yang besarnya 4 kbyte untuk memori program, kecepatan maksimum pelaksanaan instruksi per siklus adalah 0.5 µs pada frekuensi clock 24 MHz. AT89S51 mampu melaksanakan proses perkalian, pembagian, dan boolean. 7

21 a. Konfigurasi Pin Konfigurasi pin pada mikrokontroler AT89S51 dijelaskan pada Gambar 4. b. Deskripsi Pin Tabel 2 menjelaskan seluruh pin yang ada pada mikrokontroler AT89S51. c. Register dengan fungsi spesial Mikrokontroler AT89S51 memiliki beberapa fungsi spesial yang secara khusus dialamatkan pada register tertentu. Tabel 3 menunjukkan seluruh register dengan fungsi spesial yang dimiliki mikrokontroler ini. d. Operasi Timer / Counter AT89S51 menyediakan fasilitas Timer 16 bit sebanyak 2 buah yaitu Timer0 dan Timer1. Timer digunakan untuk membuat tundaan waktu/delay. Timer ini juga bisa berfungsi sebagai pencacah (counter). Timer bekerja dengan cara menghitung pulsa clock internal mikrokontroler yang dihasilkan dari rangkaian osilator. Jumlah pulsa clock akan dibandingkan dengan sebuah nilai yang terdapat dalam register timer (TH dan TL). Jika jumlah pulsa clock sama dengan nilai timer, maka sebuah interupsi akan terjadi (ditandai oleh flag TF). Interupsi ini dapat dipantau oleh program sebagai tanda bahwa timer telah overflow. Pencacah bekerja dengan cara menghitung pulsa eksternal pada P3.4 (T0) dan P3.5 (T1). Jumlah pulsa ini akan disimpan dalam register Timer yaitu pada TH dan TL. Gambar 5. Logika Kontrol Timer/Counter Timer akan menghitung pulsa clock dari osilator yang sebelumnya telah dibagi 12. Agar berfungsi sebagai timer maka pada register TMOD, bit C/T harus bernilai 0 dan bit Gate bernilai 0 atau pin INTx harus bernilai 1 dan pada TCON, bit TRx harus bernilai 1. Pencacah menghitung pulsa dari pin input T0 dan T1. Agar berfungsi sebagai pencacah maka pada TMOD, bit C/T harus bernilai 0 dan bit Gate bernilai 0 atau pin INTx bernilai 1 dan pada TCON, bit TRx bernilai 1. 8

22 Tabel 2. Deskripsi pin mikrokontroler AT89S51 (Atmel Datasheet) Nama Pin VCC Tegangan supply +5V GND Port 0 Ground Keterangan Port 0 merupakan port paralel 8 bit dua arah (bi-directional) yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Port 0 juga memultipleks alamat dan data jika digunakan untuk mengakses memori eksternal. Port 1 Port 2 Port 3 RST ALE/PROG PSEN EA/VPP XTAL1 XTAL 2 Port 1 merupakan port paralel 8 bit dua arah dengan internal pull-up. Port 1 juga digunakan dalam proses pemrograman P1.5 MOSI P1.6 MISO P1.7 SCK Port 2 merupakan port paralel 8 bit dua arah dengan internal pull-up. Port 2 akan mengirim byte alamat jika digunakaan untuk mengakses memori eksternal. Port 3 merupakan port paralel 8 bit dua arah dengan internal pull-up. Port 3 juga bida difungsikan untuk keperluan khusus yaitu : P3.0 RXD (Receive Data) P3.1 TXD (Transmit Data) P3.2 INT0 (Interrupt 0) P3.3 INT1 (Interrupt 1) P3.4 T0 (Timer 0) P3.5 T1 (Timer 1) P3.6 WR (Write Strobe) P3.7 RD (Read Strobe) Pulsa dari low ke high akan mereset mikrokontroler Address Latch Enable, digunakan untuk menahan alamat memori eksternal selama pelaksanaan instruksi Program Store Enable, merupakan sinyal kendali yang memperbolehkan program memori eksternal masuk ke dalam bus selama proses pengambilan instruksi Jika EA=1 maka mikrokontroler akan melaksanakan instruksi dari ROM internal Jika EA=0 maka mikrokonttoler akan melaksanakan instruksi dari ROM eksternal Intput ke rangkaian osilator internal Output dari rangkaian osilator internal 9

23 Tabel 3. Special function register (Atmel Datasheet) Simbol Nama Alamat Nilai Awal ACC Akumulator E0H B B Register F0H PSW Program Status Word D0H SP Stack Pointer 81H DPTR0 Data Pointer 0 16 bit DP0L Byte Rendah DP0H Byte Tinggi 82H 83H DPTR1 Data Pointer 1 16 bit DP1L Byte Rendah DP1H Byte Tinggi 84H 85H P0 Port 0 80H P1 Port 1 90H P2 Port 2 A0H P3 Port 3 B0H IP Interrupt Priority Control B8H xx IE Interrupt Enable Control A8H 0x TMOD Timer/Counter Mode Control 89H TCON Timer/Counter Control 88H TH0 Timer/Counter 0 High Byte 8CH TL0 Timer/Counter 0 Low Byte 8AH TH1 Timer/Counter 1 High Byte 8DH TL1 Timer/Counter 1 Low Byte 8BH SCON Serial Control 98H SBUF Serial Data Buffer 99H xxxxxxxx PCON Power Control 87H 0xxx0000 WDTRST Watchdog Timer Reset A6H xxxxxxxx AUXR Auxiliary Register 8EH xxx00xx0 Tabel 4. Timer Mode (Atmel Datasheet) TxM1 TxM0 Mode Timer Deskripsi bit Timer bit Timer bit auto reload Split timer 10

24 Tabel 5. Register TCON (Atmel Datasheet) Bit Nama Fungsi Timer 7 TF1 Timer 1 Overflow. Bit ini diatur oleh mikrokontroler 6 TR1 Timer 1 Run. Timer akan aktif jika bit ini bernilai TF0 Timer 0 Overflow. Bit ini diatur oleh mikrokontroler 4 TR0 Timer 1 Run. Timer akan aktif jika bit ini bernilai Tabel 6. Register TMOD (Atmel Datasheet) Bit Nama Fungsi Timer 7 GATE1 6 C/T1 Jika bernilai 1, timer hanya akan mulai ketika INT1 pada kondisi high. Jika bernilai 0, timer akan mulai tanpa pengaruh kondisi INT1. Timer akan mencacah kejadian melalui T1 ketika bit ini bernilai 1 dan akan mencaca setiap siklus mesin jika bit bernilai 0. 5 T1M1 Penentu mode timer yang akan digunakan 1 4 T1M0 Penentu mode timer yang akan digunakan 1 3 GATE0 2 C/T0 Jika bernilai 1, timer hanya akan mulai ketika INT1 pada kondisi high. Jika bernilai 0, timer akan mulai tanpa pengaruh kondisi INT1. Timer akan mencacah kejadian melalui T1 ketika bit ini bernilai 1 dan akan mencaca setiap siklus mesin jika bit bernilai 0. 1 T0M1 Penentu mode timer yang akan digunakan 0 0 T0M0 Penentu mode timer yang akan digunakan e. Komunikasi Data Serial Komunikasi serial memiliki keuntungan dari segi efektifitasnya karena hanya membutuhkan 2 jalur komunikasi, jalur data dan clock. Data dikirim/diterima per bit secara bergantian. Pada MCS-51, data ditampung sementara dalam register SBUF (Serial Buffer) sebelum dikirim/diterima. Untuk mengatur mode komunikasi data serial dilakukan oleh SCON (Serial Control register). Untuk mengatur baudrate dilakukan oleh register PCON (Power Control register). Pada AT89S51, port serial terdapat pada pin P3.0(RXD) dan P3.1(TXD). Terdapat 4 mode komunikasi data serial yang dapat dilakukan mikrokontroler AT89S51yang dapat dipilih dengan kombinasi nilai pada bit SM0 dan SM1 dalam SCON. Dalam SCON, terdapat flag TI (Transmit Interrupt) dan RI (Receive Interrupt) yang menandakan sedang terjadi pengiriman atau penerimaan data. Pengiriman data serial dimulai ketika sebuah byte data dikirimkan ke SBUF. TI akan 1 ketika data telah selesai dikirimkan. Penerimaan data serial dimulai ketika REN dalam SCON 11

25 bernilai 1. RI akan 1 ketika data telah selesai diterima. Baik pada pengiriman maupun penerimaan, data akan disimpan dalam register SBUF. Tabel 7. Mode pilihan komunikasi data serial (Atmel Datasheet) SM1 SM0 Mode Deskripsi Shift register, baud = f/ bit UART, baud = variabel bit UART, baud = f/32 atau f/ bit UART, baud = variabel Tabel 8. Register SCON (Atmel Datasheet) Bit Simbol Fungsi 7 SM0 Serial port mode bit 0 6 SM1 Serial port mode bit 1 5 SM2 Pengaktif komunikasi multiprosesor 4 REN Receive Enable bit. Beri nilai 1 untuk mengaktifkan penerimaan data serial 3 TB8 2 RB8 Transmitted bit 8. Pengaturan dilakukan oleh program pada mode 2 dan 3 Received bit 8. Bit ke-8 dari data yang diterima pada mode 2 dan 3. Berupa stopbit pada mode 1 dan tidak digunakan pada mode 0 1 TI Transmit Interrupt flag. Harus dikontrol oleh program 0 RI Receive Interrupt flag. Harus dikontrol oleh program Tabel 9. Register PCON (Atmel Datasheet) Bit Simbol Fungsi 7 SMOD Tidak digunakan Serial baudrate modify bit. Bernilai 1, program akan menggandakan timer 1 sebagai baudrate pada mode 1,2 dan 3. Bernilai 0, untuk menggunakan baudrate timer 1. 3 GF1 General purpose user flag bit 1 2 GF0 General purpose user flag bit 0 1 PD Power down bit. Beri nilai 1, untuk masuk konfigurasi power down 0 IDL Idle mode bit. Beri nilai 1, jika ingin masuk konfigurasi mode idle 12

26 f. Operasi Interupsi Interupsi adalah kondisi yang memaksa mikrokontroler menghentikan sementara eksekusi program utama untuk mengeksekusi interupsi rutin tertentu (Interrupt Service Routine /ISR). Setelah melaksanakan ISR secara lengkap, maka mikrokontroler akan kembali melanjutkan eksekusi program utama yang tadi ditinggalkan. Pada mikrokontroler AT89S51, terdapat 6 sumber interupsi yaitu System reset, External 0, Timer 0, External 1, Timer 1, Serial Port. Untuk mengatur kerja interupsi dapat dilakukan pengaturan pada register Interrupt Enable (IE) dan Interrupt Priority (IP). Tabel 10. Register IE (Atmel Datasheet) Bit Simbol Fungsi 7 EA Enable Interrupts bit. Beri nilai 1, untuk mengaktifkan interrupt sesuai enable bit interrupt terkait. 6 - Tidak digunakan 5 ET2 Penggunaan pada ES Enable serial port interrupt. Beri nilai 1 untuk mengaktifkan interrupt 3 ET1 2 EX1 1 ET0 Enable timer1 overflow interrupt. Beri nilai 1 untuk mengaktifkan interrupt Enable external1 interrupt. Beri nilai 1 untuk mengaktifkan interrupt (INT1) Enable timer0 overflow interrupt. Beri nilai 1 untuk mengaktifkan interrupt 0 EX0 Enable external0 interrupt. Beri nilai 1 untuk mengaktifkan interrupt (INT0) Tabel 11. Register IP (Atmel Datasheet) Bit Simbol Fungsi Tidak digunakan 5 PT2 Penggunaan pada PS Prioritas interrupt untuk serial port 3 PT1 Prioritas interrupt untuk timer1 overflow 2 PX1 Prioritas interrupt untuk external1 1 PT0 Prioritas interrupt untuk timer0 overflow 0 PX0 Prioritas interrupt untuk external DTHiQ USB ISP Flash Programmer Merupakan salah satu perangkat keras yang digunakan untuk membaca, menulis, dan menghapus memori flash yang ada pada mikrokontroler AT89S Embedded Module Series (EMS) EMS 30 A H-Bridge merupakan driver H-Bridge berbasis VNH3SP30 yang didisain untuk menghasilkan drive 2 arah dengan arus kontinyu sampai dengan 30 A pada tegangan 5,5 Volt sampai 36 Volt. Modul ini dilengkapi dengan rangkaian sensor arus beban yang dapat digunakan sebagai 13

27 umpan balik ke pengendali. Modul ini mampu menngelola beban-beban induktif seperti relay, solenoid, motor DC, motor stepper, dan berbagai macam beban lainnya. Gambar 6. Modul EMS H-Bridge 30 A Modul ini terdiri dari 1 driver full H-Bridge beserta rangkaian current sensor, mampu melewatkan arus kontinyu 30 A, berinterval tegangan output untuk beban antara 5,5 V sampai 36 V, input kompatibel dengan level tegangan TTL dan CMOS, jalur catu daya input (VCC) terpisah dari jalur catu daya untuk bebean (V Mot), output tri-state, frekuensi PWM sampai dengan 20KHz, fault detection, proteksi hubungan singkat, proteksi overtemperature, undervoltage dan overvoltage shutdown, reverse battery protection. a. Driver Motor Transistor Motor DC biasanya dikontrol menggunakan konfigurasi transistor yang dikenal dengan istilah H-Bridge. Konfigurasi ini biasanya menggunakan 4 buah transistor NPN atau dua transistor NPN dan dua transistor PNP. Gambar 7. Konfigurasi H-Bridge Gambar 5 menunjukkan konfigurasi transistor NPN yang digunakan sebagai pengontrol motor DC. Arus yang mengalir ke motor DC polaritasnya dapat diatur dengan memberikan logika ke transistor Q1 sampai Q4. Pengaturannya seperti pada tabel kebenaran pada tabel 12. Transistor Q1 dan Q2 atau Q3 dan Q4 tidak diperbolehkan kondidi keduanya dalam keadaan high karena akan menyebabkan short circuit terhadap baterai. b. IC Driver Motor VNH3SP30 merupakan salah satu IC (Integrated Circuit) yang dapat digunakan sebagai driver motor DC. IC ini menggunakan prinsip kerja H-Bridge. Tiap H-Bridge dikontrol menggunakan level tegangan TTL yang berasal dari output mikrokontroler. IC ini hanya dapat 14

28 mengendalikan 1 buah motor DC. Kelebihan dari IC ini adalah dapat melewatkan arus kontinyu sampai dengan 30A dan tegangan maksimum sampai dengan 36 Volt. Tabel 12. Tabel Kebenaran konfigurasi H-Bridge Maju Mundur Stop Q Q Q Q Pengaturan kecepatan motor DC dilakukan dengan cara pengontrolan lama pulsa aktif (metode PWM Pulse Width Modulation) yang dikirimkan ke rangkaian driver motor oleh modul kendali motor. Duty cycle PWM yang dikirimkan menentukan kecepatan putar motor DC. Gambar 8. Integrated Circuit VNH30SP Modulasi Lebar Pulsa (PWM) Buldan (2006) menyebutkan bahwa PWM digunakan untuk mengatur kecepatan motor DC sesuai dengan yang diinginkan oleh penggunanya. Dalam PWM gelombang kotak, frekuensi tinggi dibangkitkan sebagai output digital. Sebagai contoh, sebuah port bit secara kontinyu melakukan kegiatan saklar on dan off pada frekuensi yang relatif tinggi. Selanjutnya, bila sinyal diumpankan pada Low Pass Filter (LPF), tegangan pada output filter akan sama dengan Root Mean Square (RMS) dari sinyal gelombang kotak.tegangan RMS inilah yang dapat divariasikan dengan mengubah duty cycle dari sinyal. Duty cycle menyatakan fraksi waktu sinyal pada keadaan logika high dalam satu siklus. Satu siklus diawali oleh transisi low to high dari sinyal dan berakhir pada transisi berikutnya. Selama satu siklus, jika waktu sinyal pada keadaan high sama dengan low maka dinyatakan sinyal mempunyai duty cycle 50%. Duty cycle 20% menyatakan sinyal berada pada logika 1 selama 1/5 dari waktu total. Gambar 7 memberikan ilustrasi dari duty cycle yang dimaksud. Pada sistem kontrol dengan PWM perlu ditambahkan speed encoder sebagai umpan balik dari sistem. kecepatan rotasi dari sebuah motor listrik bergantung pada tingkat pengulangan dan waktu switching dari relay penghubung dengan asumsi beban motor adalah konstan. Dengan kondisi tersebut, sistem akan menemukan keseimbangan antara kecepatan putaran motor dan beban motor. Akan tetapi, jika beban motor berubah maka kecepatan motor akan terpengaruh. Hal ini tidak terjadi pada sistem dengan umpan balik (Krokar, 2008). 15

29 Gambar 9. Duty cycle 30% Catu Daya Catu daya memiliki peranan yang sangat penting dalam perancangan elektronika. Modulmodul elektronik tidak dapat berfungsi tanpa bagian ini. Sama halnya jika penggunaan catu daya yang tidak tepat, modul tidak akan bekerja sebagaimana mestinya. Menurut Buldan (2006), Penentuan sistem catu daya yang akan digunakan ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya: a. Tegangan Setiap modul sensor atau aktuator tidak memiliki tegangan yang sama. Hal ini akan berpengaruh terhadap desain catu daya. Tegangan tertinggi dari salah satu modul sensor atau actuator akan menentukan nilai tegangan catu daya. b. Arus Arus memiliki satuan Ah (Ampere-hour). Semakin besar Ah, semakin lama daya tahan baterai bila digunakan pada beban yang sama. c. Teknologi Baterai Baterai isi ulang ada yang dapat diisi hanya apabila benar-benar kosong, dan ada pula yang dapat diisi ulang kapan saja tanpa harus menunggu baterai benar-benar kosong. 2.6 Perangkat Lunak (Software) Sharp Develop 3.2 C# yang dikenal dengan sebutan see sharp adalah sebuah bahasa pemrograman berorientasi obyek (class-based) dan berorientasi komponen. Bahasa pemrograman ini dikembangkan oleh Microsoft dalam framework.net dan kemudian disetujui sebagai standar oleh ECMA dan ISO. Tim pengembangan bahasa pemrograman ini dipimpin oleh Anders Hejlsberg. Versi terbaru dari C# adalah C# 4.0 yang dirilis pada tanggal 12 April Sharp Develop 3.02 merupakan perangkat lunak open source yang dapat membuat, mengelola, memodifikasi, serta meng-compile bahasa pemrograman C#. Aplikasi desktop ini dapat diterapkan untuk pengolahan citra Bloodshed Dev C++ Aplikasi ini dibuat untuk membantu pengguna melakukan pembuatan, modifikasi, dan mengcompile program yang menggunakan bahasa pemrograman C ataupun C++. Perangkat ini menggunakan MinGW yang termasuk dalam GCC sebagai compiler. Sama halnya dengan Sharp Develop, Bloodshed DevC++ ini adalah perangkat lunak open source. 16

30 2.6.3 SDCC (Small Device C Compiler) SDCC adalah perlangkat lunak open source yang digunakan untuk meng-compile bahasa pemrograman C menjadi berbagai ekstensi file. Salah satunya adalah ekstensi.hex yang digunakan untuk pemrograman mikrokontroler AT89S Penelitian Terdahulu Aplikasi pengolahan citra dan teknik PWM pada bidang pertanian telah banyak digunakan pada penelitian sebelumnya. Tangkowit (2006) mengaplikasikan pengolahan citra juga teknik PWM untuk satu buah aplikator herbisida cair real-time pada traktor. Solahudin (2010) melakukan penelitian mengenai pengolahan citra untuk pengenalan gulma dengan fuzzy clustering dan metode dimensi fraktal. Winandar (2011) melakukan penelitian pengembangan perangkat sensor tingkat warna daun untuk menentukan kebutuhan pupuk tanaman kedelai. Dalam penelitian Thangkowit(2006), besar duty cycle yang digunakan dan besar debit aplikator cair dapat dijelaskan pada tabel berikut. Tabel 13. Konfigurasi nilai PWM (Thangkowit, 2006) Kelas PWM (%duty cycle) Debit (lt/min) Solahudin (2010) melakukan pengolahan citra untuk memisahkan gulma dan tanah menggunakan nilai Hue. Jika dibandingkan dengan nilai RGB, Hue merupakan nilai yang berubah lebih signifikan pada saat mengenali obyek gulma dan latar tanah. Winandar (2010) menggunakan pemicu berupa sensor magnet sebagai pencacah jarak. Pencacah digunakan untuk menentukan kapan citra diambil oleh sebuah sistem. 17

31 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapangan Leuwikopo Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Maret sampai Juni Bahan dan Alat Peralatan yang akan digunakan selama penelitian berlangsung adalah: 1. Sprayer elektrik CCB SUMO (flat fan nozzle) 2. Komputer Personal TOSHIBA Satellite Pro L DT HiQ UBB ISP AT89S 4. EMS H-Bridge 30A 5. Mikrokontroler AT89S51 6. Baterai 12V-7A 7. Sensor Magnet Lempengan 8. Patternometer Adapun Perangkat Lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. SharpDevelop SDCC 3. USB ISP software 4. Microsoft Office Word Microsoft Office Excel Metode Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimental yang divisualisasikan pada Gambar 11 dan dijabarkan sebagai berikut: Studi literatur dan studi lapangan Referensi berupa buku, jurnal, dan tulisan ilmiah lainnya merupakan literatur yang akan menjadi dasar dari perancangan. Studi lapangan dilakukan untuk mencari berbagai komponen pendukung yang akan dipakai dalam perancangan tugas akhir ini Rancangan Fungsional a. Pemicu Pemicu dibutuhkan untuk memanggil proses pengambilan citra juga proses aktifasi alat semprot. Alat yang digunakan sebagai pemicu adalah sensor magnet lempengan. Sensor ini akan mengalirkan arus dengan tegangan sebesar +5V ke salah satu pin I/O dari mikrokontroler ketika magnet dekat dengannya. Sebaliknya, arus dan tegangan tersebut tidak akan diteruskan ke mikrokontroler jika tidak ada magnet yang berdekatan dengannya. 18

32 b. Pengambilan Citra Dalam penelitian ini, pengambilan citra bukan merupakan perintah dari mikrokontroler kepada sebuah kamera untuk mengambil citra lahan, melainkan perintah dari mikrokontroler kepada aplikasi pengolahan citra untuk mengambil citra lahan yang telah ada pada sebuah direktori pada memori komputer jinjing. c. Pengolahan Citra Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, proses pengolahan citra dilakukan oleh perangkat lunak dengan input berupa gambar yang diambil dari direktori pada komputer jinjing dan akan menghasilkan tingkat kepadatan gulma pada lahan terbuka yang disimpan pada sebuah variabel matrik. Hasil tersebut merupakan data yang akan digunakan oleh mikrokontroler untuk mengaktifkan proses penyemprotan. d. Penyemprotan Proses penyemprotan adalah proses terakhir dari satu siklus pekerjaan sistem ini. Setelah dipicu oleh sensor magnet, mikrokontroler akan meperoleh data tingkat kepadatan gulma yang ada pada sebuah variabel di aplikasi pengolah citra dengan sebelumnya mengirim sebuah karakter sebagai tanda bahwa mikrokontroler meminta data tersebut sprayer akan mulai melakukan penyemprotan Perancangan Aplikasi Aplikasi yang dibangun adalah aplikasi penduga tingkat kepadatan gulma pada lahan terbuka. Aplikasi dibangun dengan bahasa pemrograman C#. Data sekunder yang digunakan berupa gambar serangan gulma hasil penelitian Solahudin (2010). Gambar tersebut memiliki ukuran 640 x 480 piksel (setara dengan 105 x 85 cm) yang kemudian akan dibagi menjadi 4 buah gambar dengan ukuran 320 x 240 piksel. Proses filterisasi gambar untuk membedakan obyek berupa gulma dan latar berupa tanah dilakukan dengan menggunakan nilai hue dari setiap piksel. Nilai hue sendiri diperoleh dengan menggunakan persamaan (4). Filterisasi akan mengubah warna piksel yang teridentifikasi sebagai tanah menjadi warna hitam. Setelah proses filterisasi dilakukan, dari keempat bagian gambar tersebut akan ditentukan tingkat kepadatan gulma berdasarkan hasil bagi total nilai hijau piksel yang teridentifikasi sebagai gulma dengan jumlah piksel total yang ada. Pada Gambar 10, nilai dari gambar a dan b yang akan dikeluarkan setelah aplikasi dijalankan adalah masing-masing dapat bernilai 1-4 yang merepresentasikan tingkat kepadatan gulma yaitu tidak ada, jarang, sedang, dan banyak secara berturut-turut sehingga menghasilkan 16 kombinasi nilai yang akan dimasukkan ke dalam sistem kontrol. Nilai 1 sampai 4 diberikan pada bagian citra sebagai hasil dari klasifikasi kepadatan gulma berdasarkan nilai rataan hijau dari warna citra, sedangkan 16 kombinasi tersebut dapat dilihat pada tabel 14. Nilai kombinasi inilah yang akan dijadikan sebagai input pada sistem kontrol. Gambar serangan gulma 1a 2a 1b 2b Gambar 10. Pengolahan gambar serangan gulma 19

33 Hasil dari seluruh pengolahan gambar serangan gulma yang berupa nilai kombinasi akan disimpan oleh aplikasi ke dalam sebuah variabel matrik 2 dimensi (2 buah kolom dan jumlah baris yang tidak terbatas). Nilai dari setiap baris matrik ini yang kemudian akan digunakan mikrokontroler untuk menjalankan perannya dalam sistem kontrol. Tabel 14. Nilai kombinasi hasil pengolahan gambar Nilai A Nilai B Nilai Kombinasi Nilai A Nilai B Nilai Kombinasi 1 1 a 3 1 i 1 2 b 3 2 j 1 3 c 3 3 k 1 4 d 3 4 l 2 1 e 4 1 m 2 2 f 4 2 n 2 3 g 4 3 o 2 4 h 4 4 p Perancangan Sistem Kontrol Nilai kombinasi yang dihasilkan oleh aplikasi penduga kepadatan gulma merupakan nilai yang dijadikan sebagai perintah pada sistem kontrol. Mikrokontroler AT89S51 akan mengolah nilai tersebut kembali menjadi 2 buah nilai kepadatan gulma untuk bagian kiri dan kanan (a dan b). Setelah itu, Mikrokontroler akan mengatur duty cycle dari modulasi lebar pulsa dan mengirimkan pulsa tersebut ke modul penggerak pompa DC yaitu EMS H-Bridge 30A. Nilai Kombinasi Mikrokontroler AT89S51 Pengendali Kecepatan Motor DC AT89S51 PWM Kiri PWM Kanan Pompa DC Kiri H-Bridge Kiri H-Bridge Kanan Modul Penggerak Pompa EMS 30 A Pompa DC Kanan Gambar 11. Perancangan sistem kontrol 20

34 3.3.5 Rancangan Struktural a. Rangka Alat 1. Batang Horizontal Batang horizontal merupakan batang dengan sumbu gerak bebas maju atau mundur. Terbuat dari besi kotak dengan panjang 100 cm. 2. Batang Vertikal Batang vertikal merupakan batang yang juga terbuat dari besi kotak dengan panjang 60 cm dan bergerak bebas naik atau turun. 3. Batang Nozzle Berbeda dengan batang horizontal dan vertikal, batang nozzle dibuat dari besi siku sepanjang 120 cm dan pada bagian alas terdapat lubang dengan diameter 1 cm dengan jarak 5 cm. Lubang ini merupakan tempat untuk meletakkan nozzle. 4. Dudukan batang Horizontal Dudukan terbuat dari dua buah besi kotak dan sebuah besi plat dengan ukuran 60 cm x 50 cm. Terdapat empat buah lubang yang digunakan sebagai tempat penyambungan rangka alat pada trailer Gambar 12. Rangka alat penyemprot Gambar 13. Pendeteksi jarak dan pemicu 21

35 b. Pemicu Rancangan lama penyemprotan per baris potongan citra adalah 0.5 detik atau 1 detik untuk setiap citra dengan luasan bidang semprot 100 cm x 100 cm. Roda yang digunakan berdiameter 54 cm sehingga memiliki keliling sebesar cm. Penentuan jumlah magnet didasarkan pada error yang dihasilkan dari perbedaan jarak yang ditempuh oleh roda dengan panjang bidang semprot per baris potongan citra yaitu sebesar 50 cm. Magnet diletakkan tepat di samping roda yang telah terpasang piringan akrilik yang menempel pada cakram roda. Dengan perhitungan trial and error diperoleh jumlah magnet yang digunakan adalah 10 sehingga setiap magnet dapat mewakili jarak tempuh roda sepanjang ±17 cm. Dengan demikian untuk mencapai jarak 50 cm yang juga merupakan proses penyemprotan untuk setiap baris potongan citra, diperlukan pembacaan magnet sebanyak 3 kali (51 cm) oleh sensor magnet lempengan dan untuk proses pengambilan citra dilakukan tepat setelah proses pencacahan yang dilakukan oleh sensor setiap 6 kali. Error yang terjadi untuk panjang bidang semprot adalah sebesar 2% yang diperoleh dari perbandingan antara jarak tempuh roda dengan panjang bidang semprot rancangan. Karena proses penyemprotan dan proses pengambilan citra dilakukan dengan cara pencacahan oleh mikrokontroler melalui sensor magnet lempengan, ketika kecepatan maju alat lebih cepat atau lebih lambat dari 1m/detik maka lama penyemprotan akan mengikuti lama pencacahan 3 kali oleh sensor Analisis dan pengujian Untuk mengetahui hasil dari perancangan sistem yang telah dibuat, selanjutnya akan dilakukan pengujian dengan cara pengambilan data dari sistem dan dengan menganalisisnya sehingga diperoleh hasil yang diharapkan. Adapun pengujian yang akan dilakukan adalah: a. Kinerja Aktuator Pengukuran kinerja aktuator yang dalam hal ini adalah sprayer elektrik dilakukan dengan menggunakan patternometer untuk pengukuran distribusi hasil penyemprotan dengan bukaan katup dan pengukuran distribusi hasil penyemprotan dengan PWM. Volume air yang disemprotkan sprayer selama 30 detik akan ditampung oleh n buah gelas yang merepresentasikan volume air hasil semprtotan untuk masing-masing kolom dan lebar semprot. Selain itu dengan menggunakan alat uji ini, dilakukan pula perbandingan antara tinggi semprot dan lebar semprot. Volume air (ml) yang terdapat pada masing-masing gelas diperoleh dengan mengalikan hasil timbang (gr) dan massa jenis air 1gr/cm 3. Jarak antarkolom patternometer (antargelas) adalah 7.5 cm sehingga lebar semprot dari sprayer dapat ditentukan dengan (n-1) x 7.5 cm dengan n adalah jumlah gelas yang terisi air hasil semprotan. Pengukuran tinggi semprot dilakukan dengan mengukur jarak antara ujung nozzle tegak lurus terhadap permukaan jatuhnya semprotan. b. Ketepatan Penyemprotan Pengukuran ketepatan penyemprotan dilakukan dengan cara membandingkan panjang bidang semprotan dengan panjang perancangan. Dengan menggunakan rumus di bawah akan diperoleh nilai error dari setiap perbandingan juga nilai rataan error untuk sekian pengulangan. (7) 22

36 (8) c. Ketelitian Dosis Penyemprotan Pengukuran dilakukan dengan menimbang cairan semprotan yang dikeluarkan melalui nozzle sprayer untuk memperoleh volume. Setelah itu nilai tersebut dibandingkan dengan volume cairan yang seharusnya dikeluarkan oleh nozzle sprayer. Dengan menggunakan persamaan (7) dan (8) akan diperoleh nilai error dari setiap pengulangan dan rataan error untuk sekian kali pengulangan. d. Peta Perlakuan Pengolahan citra dilakukan sebanyak 2 kali untuk setiap citra, yaitu pengolahan citra tunggal (640x480 px) dan pengolahan citra yang dibagi menjadi empat bagian (320x240 px). Kedua hasil pengolahan citra diinterpretasikan ke dalam warna dan angka yang menunjukkan 4 tingkat kepadatan gulma pada lahan terbuka (Gambar 14) Tidak Ada Jarang Sedang Banyak Gambar 14. Interpretasi hasil pengolahan citra Setelah citra diinterpretasikan, nilai dari pengolahan citra tunggal dibandingkan dengan nilai dari pengolahan citra dengan 4 potongan. Ilustrasi di bawah ini menunjukkan perbandingan yang dilakukan untuk sebuah citra. Ct Citra Tunggal Cp 1 Cp 2 Cp 3 Cp 4 Citra dengan 4 Potongan Gambar 15. Ilustrasi perbandingan hasil pengolahan citra Perhitungan: (9) Kemudian hasil perbandingan (x) untuk semua citra dijumlahkan. Hasil penjumlahan ( x) yang bernilai kurang dari nol mengartikan bahwa konsumsi cairan pada perlakuan dengan 4 potongan citra akan lebih sedikit dibanding perlakuan dengan citra tunggal sebaliknya jika lebih dari nol, konsumsi cairan pada perlakuan dengan 4 potongan citra akan lebih banyak dibanding perlakuan dengan citra tunggal. Jika hasil penjumlahan sama dengan nol, konsumsi cairan untuk 23

37 kedua perlakuan tersebut adalah sama. Dengan menggunakan cara yang sama, perbandingan dosis aplikasi dilakukan dengan menggunakan nilai debit perancangan untuk setiap tingkat kepadatan gulma. Mulai Desain Citra Pengembangan Perangkat Lunak Pengolahan Citra Desain Sistem Kontrol Perancangan Sistem Aktifasi Pengujian Laboratorium Kinerja Sistem Kontrol Sesuai Desain TIDAK YA Selesai Gambar 16. Diagram alir tahapan penelitian 24

38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Alat Aplikator cair yang dibuat adalah alat penyemprot herbisida yang dikendalikan oleh perangkat elektronik. Alat ini terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu rangka alat, perangkat elektonika, dan perangkat lunak sistem. Alat ini dibuat sedemikian rupa agar dapat diterapkan pada berbagai jenis gulma pada lahan terbuka. Alat juga dibuat agar dapat dibongkar pasang pada beberapa bagiannya. Hal ini dilakukan dengan dasar pertimbangan dapat mempermudah transportasi. Sumber tenaga yang digunakan untuk semua bagian pada mesin ini adalah sumber listrik DC dalam bentuk baterai. Bagian rangka merupakan bagian penentu dari posisi nozzle dari atas permukaan tanah. Terdapat tiga sumbu gerak bebas pada bagian ini. Seperti yang terlihat pada Gambar 12, batang horizontal dapat digeser maju mundur yang dapat menentukan kinerja sistem pada saat mulai. Batang vertikal memiliki gerak bebas naik atau turun agar dapat mengatur tinggi semprotan yang sesuai. Komponen terakhir yaitu batang Nozzle terbuat dari besi siku dengan lubang-lubang berjarak 5 cm sebagai tempat nozzle, tujuannya agar nozzle dapat disesuaikan apabila dibutuhkan overlapping spraying. Perangkat mekatronika (Gambar 18) merupakan bagian yang mengatur kapan citra lahan akan diambil juga kapan penyemprot diaktifasi juga mengatur seberapa besar tingkat penyemprotannya. Keduanya dilakukan dengan mengaplikasikan algoritma kerja alat berdasarkan desain yang telah dibuat. Adapun perangkat lunak digunakan untuk mengolah citra yang telah diambil dan hasil olahan tersebut menjadi penentu tingkat penyemprotan yang akan dilakukan pada lahan. Gambar 17. Desain antarmuka pengolahan citra Perangkat lunak sistem merupakan aplikasi yang digunakan untuk mengambil citra, mengolah citra, menghasilkan tingkat kepadatan gulma untuk setiap citra, menyimpan hasil pengolahan ke dalam variabel dan file teks, juga untuk menampilkan peta perlakuan. Adapun antarmuka dari aplikasi pengolahan citra dapat dilihat pada Gambar

39 Komunikasi Data Sensor Magnet Catu Daya Motor Sprayer Gambar 18. Rangkaian elektronik sistem kontrol 4.2 Perangkat Lunak Pengolahan Citra Penentuan Nilai Batas Segmentasi Nilai batas segmentasi ditentukan untuk mengetahui apakah piksel tersebut berupa obyek yaitu gulma atau latar gambar yaitu lahan. Nilai ambang batas yang digunakan dapat berupa kombinasi warna RGB atau Hue. Penentuan nilai ini dilakukan dengan memilih sebuah gambar input yang dapat membedakan lahan dan gulma dengan jelas. Nilai rataan R, G, B, dan Hue dari piksel yang berada dalam satu kolom diambil dengan menggunakan aplikasi. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 19 menunjukkan hasil interpretasi data ke dalam bentuk grafik dengan sumbu-x menunjukkan kolom piksel pada gambar dan sumbu-y adalah nilai RGB dan Hue untuk masingmasing kolom piksel pada gambar. Terlihat jelas bahwa nilai Green dan Blue tidak dapat merepresentasikan apakah kolom piksel tersebut merupakan gulma ataupun tanah dengan jelas. Berbeda dengan nilai Red dan Hue, keduanya memperlihatkan perubahan nilai ketika kolom piksel dari gambar beralih dari lahan ke gulma. Akan tetapi, perubahan nilai Hue lebih signifikan dibanding perubahan nilai Red yang terjadi. Oleh karena itu, untuk melakukan proses segmentasi digunakan nilai Hue. Selanjutnya adalah menentukan nilai batas dari nilai Hue yang dapat menunjukkan bahwa piksel tersebut merepresentasikan gulma atau lahan (Gambar 20). Cara yang digunakan adalah dengan menarik garis lurus memotong sumbu-y dan sejajar dengan sumbu-x sehingga diperoleh bagian atas garis menunjukkan gulma dan bagian bawah garis menunjukkan lahan. Dengan cara tersebut nilai batas segmentasi yang diperoleh adalah nilai Hue sebesar 46.5 o. 26

40 Gambar 19. Nilai rataan RGB dan Hue dalam pemilihan Threshold value Gambar 20. Penentuan nilai Hue sebagai nilai dari proses Thresholding 27

41 Gambar 21. Perbandingan hasil pengolahan citra dengan gambar yang diambil dengan kamera berbeda Penggunaan Hue sebagai nilai batas untuk melakukan segmentasi pada pengolahan gambar memiliki karakteristik tertentu. Salah satunya adalah hanya dapat diterapkan pada gambar yang diambil dengan kamera beresolusi tinggi dan fokus atau tidak kabur. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan beberapa gambar lahan terbuka dari penelitian yang dilakukan oleh Winandar (2010) dengan gambar dari penelitian sebelumnya oleh Solahudin (2010) setelah melalui proses pengolahan citra pada aplikasi yang dibuat. Adapun perbandingan keduanya dapat dilihat pada Gambar 21. Pada gambar tersebut, hasil pengolahan citra untuk gambar bagian bawah menunjukkan keakuratan yang rendah pada proses segmentasi dengan menggunakan nilai Hue. Tanah dan gulma tidak seluruhnya berhasil dibedakan satu sama lain. Karena pada gambar ini, nilai Hue untuk gulma dan tanah tidak memiliki perbedaan yang signifikan Klasifikasi Tingkat Kepadatan Gulma Kepadatan gulma sebagai hasil dari filterisasi citra terbagi dalam empat kelompok yang telah dijelaskan sebelumnya ditentukan dengan metode general. Rataan nilai hijau dari seluruh gambar yang diolah dibagi menjadi empat bagian dengan interval nilai yang sama. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. 28

42 Tabel 15. Interval nilai hijau piksel untuk klasifikasi tingkat kepadatan gulma KELAS Batas Bawah Rataan Nilai Hijau Batas Atas Keterangan Tidak ada Jarang Sedang Padat Pengiriman dan Penerimaan Data USB port yang akan digunakan pada komputer jinjing diatur dengan menggunakan baudrate dan data bits yang sama dengan pengaturan pada mikrokontroler. Tabel 16 menampilkan pengaturan yang diberikan pada USB Port pada komputer jinjing. Tabel 16. Konfigurasi USB Port untuk komunikasi data Properties Keterangan Nama Port COM6 Baud Rate 9600 Data Bits 8 Parity None Stop Bits Peta Perlakuan Setelah aplikasi melakukan seluruh proses, aplikasi dapat memvisualisasikan tingkat kepadatan gulma yang telah diperoleh dari proses pengolahan citra sebelumnya ke dalam bentuk peta. Gambar 22 menunjukkan peta perlakuan yang terbentuk dari data sekunder yang digunakan baik untuk 1 data kelas kepadatan (kolom kiri ) maupun 4 data kelas kepadatan per citra (kolom tengah) dan hasil perbandingan keduanya (kolom kanan). Total nilai dari perbandingan (kolom kanan) pada Gambar 22 adalah Tanda negatif menunjukkan bahwa pada kasus ini dengan data sekunder yang digunakan akan menngonsumsi cairan lebih sedikit jika menggunakan perlakuan dengan pembagian citra menjadi 4 bagian dibandingkan dengan menggunakan perlakuan citra tunggal. 29

43 Gambar 22. Peta perlakuan pengendalian gulma 30

44 4.3 Mikrokontroler Port Input dan Output Mikrokontroler AT89S51 memiliki 4 buah Port Input/Output bebas dengan setiap Port memiliki 8 buah pin. Terdapat beberapa pin yang digunakan untuk melakukan proses penghitungan (counter), pin untuk pengatur kecepatan putar motor pompa. Tabel berikut berisi daftar penggunaan port input/output dalam penelitian ini. Tabel 17. Pin AT89S51 yang digunakan dalam sistem Jenis Input/Output Nomor Port Sensor Magnet (Counter) Port 1 Pin 3 PWM pompa 2 Port 3 Pin Counter Terdapat dua buah variabel counter yang ada pada program mikrokontroler, keduanya secara berturut-turut adalah icount dan scount. icount merupakan variabel counter yang mengatur kapan sebuah citra lahan diambil dari sebuah direktori oleh aplikasi pengolah citra. Sedangkan scount berfungsi untuk mengatur kapan mikrokontroler akan meminta data tingkat kepadatan gulma dari aplikasi pengolah citra. Port 3 Pin 1 pada mikrokontroler dihubungkan dengan kabel pada salah satu sisi sensor magnet. Pada sisi lainnya, sensot magnet dihubungkan dengan sumber tegangan 5V yang ada pada catu daya. Pada awal proses, seluruh pin pada Port 1 bernilai 0. Setiap mikrokontroler mengangkap tegangan 5V pada pin ini atau dengan kata lain ketika kedua sisi sensor terhubung, setiap nilai variabel Counter pada program akan bertambah sebanyak 1 satuan. Berikut potongan program yang menjalankan proses pencacahan pada mikrokontroler. temp1=p1_3; if((temp1==1) && (temp2==0)) { icount=icount+1; scount=scount+1; temp2=temp1; Penggunaan dua buah variabel tambahan yaitu temp1 dan temp2 dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan pencacahan yang dapat disebabkan oleh clockspeed mikrokontroler yang cepat yaitu sebesar 11,059MHz Pengaturan Komunikasi Data Mikrokontroler AT89S51 memiliki fitur pengiriman dan penerimaan data yang terbagi menjadi dua, yaitu komunikasi data serial dan komunikasi data paralel. Pada penelitian ini digunakan komunikasi data serial pada mikrokontroler dan komunikasi data USB pada komputer jinjing. Kedua device dihubungkan oleh sebuah konverter yaitu Prolific USBtoSerial yang mengubah signal serial menjadi signal usb ataupun sebaliknya. 31

45 Pada penelitian ini, serial port diatur dengan menggunakan mode 1 dan mengaktifkan penerimaan data (REN) sehingga pengalamatan SCON adalah pada 50H. Karena mode yang digunakan adalah mode 1, pengaturan baudrate dari komunikasi data ini harus dilakukan dengan mengatur nilai dari Timer1 yang merupakan fitur dari mikrokontroler AT89S51. Penentuan nilai dari Timer1 dapat dilakukan sebagai berikut: TMOD bernilai 21H yang berarti bahwa Timer1 yang digunakan adalah pada mode 2 yaitu 8- bit timer auto reload. Karena tanpa melalui inisialisasi awal, nilai dari PCON.7 / SMOD = 0 dan baud rate yang digunakan adalah 9600, maka TH1 = 256 ((Crystal/384) / Baud Rate) TH1 = 256 (( /384) / 9600) TH1 = 256 ((28799)/9600) TH1 = = 253 = FDH Potongan program dibawah ini menunjukkan proses inisialisi oleh mikrokontroler untuk pengaktifan serial port void InitSerial() { TMOD = 0x21; TL1 = 0xFD; TH1 = 0xFD; SCON = 0x50; TR1 = 1; Pengiriman Data Mikrokontroler bertugas untuk mengirimkan dua buah jenis data, masing-masing berupa sebuah karakter yaitu karakter A dan karakter C dengan menggunakan nilai ASCII. Pengiriman karakter A bertujuan untuk memicu program pengolah citra untuk mengambil sebuah citra dari direktori dan melakukan proses penentuan tingkat kepadatan gulma. Sedangkan pengiriman karakter C bertujuan untuk memicu program pengolah data untuk mengirimkan tingkat kepadatan gulma baris selanjutnya yang tersimpan pada sebuah variabel matriks. void SendIDat() { unsigned char dat; dat = 65; SBUF = dat; while(ti==0); TI=0; void SendSDat() { unsigned char dat; dat = 67; SBUF = dat; while(ti==0); TI=0; 32

46 4.3.5 Penerimaan Data Tidak hanya mengirim data, mikrokontroler juga berfungsi untuk menerima data yang dikirim oleh program pengolah citra. Data tersebut adalah sebuah karakter huruf kecil dari a sampai p yang memiliki arti kombinasi dari dua perlakuan penyemprotan sebagai hasil dari pengolahan citra yang menunjukkan tingkat kepadatan gulma pada lahan terbuka pada bagian kiri dan kanan. Kombinasi tersebut dapat dilihat pada tabel 14. Setelah data diterima, kombinasi-kombinasi tersebut akan dikirim ke pin PWM dengan nilai antara yang merepresentasikan kecepatan putar motor pompa sprayer yang akan dijelaskan pada subbab berikutnya Pengaturan Modulasi Lebar Pulsa Penggunaan lebar pulsa pada mikrokontroler diterapkan pada Timer0, karena Timer1 telah digunakan untuk pengaturan komunikasi serial. Pengaturan yang dilakukan pada Timer0 melalui program adalah sebagai berikut: void pwm_setup() { TMOD = 0x21; IP = 0x10; IE = 0x92; TR0 = 1; TMOD = 21H menunjukkan bahwa Timer0 yang digunakan memakai mode 2. IP=01H menunjukkan bahwa mikrokontroler akan melaksanakan interupsi dari ROM internal. IE=92H berfungsi untuk mengaktifkan interupsi pada Timer0 dan Serial Port. Terakhir, TR0=1 bertujuan untuk mengaktifkan Timer0 itu sendiri. Setelah proses inisialisasi di atas, PWM dijalankan dengan memanfaatkan fitur interupsi yang ada pada mikrokontroler seperti yang ditunjukkan oleh potongan program berikut: void timer0() interrupt 1 { if(!pwm_flag) { pwm_flag = 1; PWMPIN = 1; TH0 = pwm_width; TF0 = 0; return; else { pwm_flag = 0; PWMPIN = 0; TH0 = pwm_width; TF0 = 0; return; 33

47 Tegangan +5V akan dialirkan ke pin PWM ketika pwm_flag bernilai 1 dan sebaliknya aliran arus melalui pin PWM akan terputus ketika pwm_flag bernilai 0. Nilai TH0 menunjukkan nilai awal dari timer untuk mencapai overflow. TF0 untuk menghapus overflow dan memulai kembali Timer0 dari nilai awal. 4.4 Penentuan Nilai Modulasi Lebar Pulsa Penentuan lebar pulsa yang digunakan didasari oleh nilai yang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Thangkowit (2006) menerapkan besar lebar pulsa seperti pada Tabel 13 pada sebuah citra berukuran 62 cm X 84 cm, maka untuk penelitian ini, dengan ukuran citra 50 cm x 50 cm, digunakan sebanyak kurang lebih setengah kali debit untuk penyemprotan. Dari hasil perhitungan dan batasan debit maksimum sprayer, diperoleh persentasi duty cycle yang ditampilkan pada tabel berikut. Tabel 18. Nilai duty cycle PWM yang digunakan dalam sistem Kelas PWM (%duty cycle) PWM Debit (lt/min) Sprayer Elektrik Pengujian kinerja Sprayer elektrik 1/3 Bukaan 2/3 bukaan Bukaan Penuh Debit (ml/0.38 detik) Waktu (detik) Gambar 23. Debit kontinyu dari sprayer elektrik pada berbagai tingkat bukaan katup Kinerja sprayer elektrik yang dimaksud adalah kestabilan debit air yang dikeluarkan melalui nozzle pada setiap detiknya. Dari Gambar 23 terlihat jelas selama 15 detik pengujian, sprayer elektrik tidak menunjukkan pergerakan yang stabil untuk ketiga kasus yang diaplikasikan yaitu dengan 1/3 bukaan katup, 2/3 bukaan katup dan bukaan katup penuh. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi teknis dari pompa yang digunakan. 34

48 4.5.2 Hubungan antara Tinggi dan Lebar Penyemprotan Hubungan antara tinggi penyemprotan dengan lebar penyemprotan sangat erat karena nilai koefisien korelasi (R) yang dihasilkan sebesar Dari hasil ini, ketinggian penyemprotan yang digunakan adalah 20 cm. Nilai tersebut diambil dengan pertimbangan ketinggian gulma pada lahan. Lebar Semprot (cm) y = 1.875x R² = Tinggi Semprot (cm) Gambar 24. Hubungan antara tinggi dan lebar penyemprotan Pengujian debit dan distribusi hasil penyemprotan Dengan tinggi penyemprotan sebesar 20 cm, Gambar 25 dan Gambar 26 secara berturut-turut memperlihatkan pola distribusi air dari sprayer elektrik dengan bukaan katup dan perlakuan PWM. Pada penggunaan PWM (Gambar 26) terdapat 4 kolom yang memiliki volume maksimum hampir sama sedangkan pada penggunaan katup (Gambar 25) tidak. Artinya bahwa distribusi cairan yang dilakukan dengan menggunakan PWM lebih merata dibandingkan dengan menggunakan bukaan katup. Bukaan Penuh 2/3 bukaan 1/3 bukaan Volume (ml) Gelas ke-n Gambar 25. Distribusi air hasil penyemprotan dengan bukaan katup selama 30 detik 35

49 Volume dari setiap kolom pada Gambar 25, menunjukkan pada umumnya volume bukaan penuh pada bagian kiri merupakan debit yang paling tinggi sedangkan pada bagian kanan, hampir seluruh volume bukaan penuh merupakan nilai yang paling rendah. Beda halnya dengan penggunaan pwm (Gambar 26), hampir seluruh volume dengan pwm sebesar 255 menjadi nilai tertinggi pada setiap kolom. pwm 255 pwm 226 pwm 167 Volume (ml) Gelas ke-n Gambar 26. Distribusi air hasil penyemprotan dengan perlakuan PWM selama 30 detik Dari hasil pengujian distribusi air hasil penyemprotan diperoleh debit untuk penyemprotan dengan perlakuan bukaan katup (Gambar 25) adalah 19.38, 19.09, dan ml/detik secara berturutturut untuk bukaan penuh, 2/3 bukaan, dan 1/3 bukaan. Debit untuk penyemprotan dengan perlakuan PWM adalah 15.81, 14.93, dan ml/detik untuk pwm 255, pwm 226, dan pwm 167 secara berturut-turut. 4.6 Uji Kinerja Sistem Konfigurasi Pengujian Pengujian dilakukan dengan menggunakan 6 buah gambar yaitu gambar 4, 5, 6, 5, 23, dan 5 yang telah disusun berurutan sehingga menghasilkan 12 kelas kepadatan gulma bagian kanan secara berturut-turut 4, 4, 1, 1, 2, 2, 1, 1, 3, 3, 1, dan Perbandingan Peyemprotan 2 Sprayer dengan Perlakuan Tunggal dan Perlakuan Ganda Dari hasil pemetaan perlakuan yang divisualisasikan pada Gambar 22, dan debit yang ada pada Tabel 18 dihasilkan bahwa dosis penyemprotan total untuk penyemprotan dengan perlakuan tunggal adalah sebesar L sedangkan dosis penyemprotan total untuk penyemprotan dengan perlakuan ganda adalah sebesar L. Kedua angka tersebut menunjukkan adanya penghematan penggunaan cairan hingga 14% jika sebuah citra dibagi menjadi 4 citra. Dengan kata lain, penerapan pertanian presisi dengan memperkecil luasan citra pada kasus data sekunder ini dapat meningkatkan ketepatan penyemprotan dan mengurangi herbisida sehingga dapat menghemat biaya dan ramah lingkungan. Perbandingan ini dilakukan dengan metode teoritis. 36

50 4.6.3 Uji Ketepatan Aktifasi Penyemprotan Gambar 27. Pengujian ketepatan aktifasi penyemprotan Ketepatan aktifasi diukur dengan jarak semprotan sprayer. Jarak tersebut kemudian dibandingkan dengan jarak seharusnya yaitu hasil dari perancangan pemicu. Tabel 19. Hasil pengujian aktifasi penyemprotan Ulangan Jarak Perancangan (cm) Jarak Terukur (cm) Error (%) Rataan Nilai error rata-rata yang dihasilkan dari pengujian ketepatan aktifasi adalah sebesar 10.55% dengan hasil pengukuran jarak dengan pola yang sama. Hal ini dapat disebabkan oleh aktifasi yang dilakukan oleh pemicu. Untuk mengaktifasi gambar, pencacah mikrokontroler berada pada hitungan ke-6 akan tetapi pada saat pengujian aktifasi gambar dilakukan pada saat pencacah berada pada hitungan manual ke-5 atau pada hitungan manual ke-6. Letak magnet yang berdekatan dan posisi sensor magnet dapat mempengaruhi terjadinya hal tersebut. Ketika sensor magnet berada tepat di area 2 medan magnet, sensor magnet dapat mencacah sebanyak 2 kali. Penyebab error lainnya adalah penundaan yang terjadi selama aplikator melakukan penyemprotan hingga aplikator berhenti Uji Ketelitian Dosis Aplikasi Ketelitian dosis aplikasi diukur dengan mengukur volume total yang keluar dari nozzle sprayer untuk masing-masing pengujian dan membandingkan dengan volume seharusnya dari hasil perancangan dosis (Gambar 28). 37

51 Hasil pengujian menunjukkan bahwa rataan error yang terjadi sebesar 3.47%. Artinya bahwa dosis aplikasi yang dikeluarkan oleh aplikator terbilang baik. Error yang terjadi disebabkan oleh kinerja dari pompa sprayer yang kurang baik seperti yang dijelaskan sebelumnya. Volume Seharusnya Volume Terukur Volume (ml) Ulangan ke-n Gambar 28. Hasil pengujian ketelitian dosis aplikasi Gambar 29. Pengujian ketelitian dosis aplikasi 38

Lampiran 1. Spesifikasi mikrokontroler AT89S51 (Atmel Datasheet) Deskripsi pin

Lampiran 1. Spesifikasi mikrokontroler AT89S51 (Atmel Datasheet) Deskripsi pin Lampiran 1. Spesifikasi mikrokontroler AT89S51 (Atmel Datasheet) Deskripsi pin Nama Pin VCC Tegangan supply +5V GND Port 0 Port 1 Port 2 Port 3 RST ALE/PROG PSEN EA/VPP XTAL1 XTAL 2 Ground Keterangan Port

Lebih terperinci

Mikrokontroler 89C51 Bagian II :

Mikrokontroler 89C51 Bagian II : Mikrokontroler 89C51 Bagian II : Mikrokontroler 89C51 Mikrokontroler 89C51 merupakan mikrokomputer CMOS 8 bit dengan 4 Kbytes Flash Programmable Memory. Arsitektur 89C51 ditunjukkan pada gambar 2. Accumulator

Lebih terperinci

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan

7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN. Pendahuluan 7. RANCANG BANGUN APLIKATOR CAIRAN Pendahuluan Pada praktek pertanian presisi peralatan digunakan untuk membawa dan mendistribusikan bahan cair dan padat. Pendistribusian bahan padat bisa berupa bibit

Lebih terperinci

MIKROKONTROLER Arsitektur Mikrokontroler AT89S51

MIKROKONTROLER Arsitektur Mikrokontroler AT89S51 MIKROKONTROLER Arsitektur Mikrokontroler AT89S51 Ringkasan Pendahuluan Mikrokontroler Mikrokontroler = µp + Memori (RAM & ROM) + I/O Port + Programmable IC Mikrokontroler digunakan sebagai komponen pengendali

Lebih terperinci

MIKROKONTROLER AT89S52

MIKROKONTROLER AT89S52 MIKROKONTROLER AT89S52 Mikrokontroler adalah mikroprosessor yang dirancang khusus untuk aplikasi kontrol, dan dilengkapi dengan ROM, RAM dan fasilitas I/O pada satu chip. AT89S52 adalah salah satu anggota

Lebih terperinci

Tabel Perbandingan ROM dan RAM pada beberapa seri ATMEL

Tabel Perbandingan ROM dan RAM pada beberapa seri ATMEL Pendahuluan Mikroprosessor 8051 (Struktur dan Organisasi Memori, SFR ) Tabel Perbandingan ROM dan RAM pada beberapa seri ATMEL A. Organisasi Memori Mikroprosesor 8051 Pada mikrokontroler keluarga MCS51

Lebih terperinci

KENDALI LENGAN ROBOT MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER AT89S51

KENDALI LENGAN ROBOT MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER AT89S51 KENDALI LENGAN ROBOT MENGGUNAKAN MIKROKONTROLLER AT89S51 Eko Patra Teguh Wibowo Departemen Elektronika, Akademi Angkatan Udara Jalan Laksda Adi Sutjipto Yogyakarta den_patra@yahoo.co.id ABSTRACT A robot

Lebih terperinci

4. Port Input/Output Mikrokontroler MCS-51

4. Port Input/Output Mikrokontroler MCS-51 4. Port Input/Output Mikrokontroler MCS-51 Mikrokontroler MCS-51 memiliki 2 jenis port input/output, yaitu port I/O parallel dan port I/O serial. Port I/O parallel sebanyak 4 buah dengan nama P0,P1,P2

Lebih terperinci

TKC210 - Teknik Interface dan Peripheral. Eko Didik Widianto

TKC210 - Teknik Interface dan Peripheral. Eko Didik Widianto TKC210 - Teknik Interface dan Peripheral Eko Didik Sistem Komputer - Universitas Diponegoro Review Kuliah Pembahasan tentang: Referensi: mikrokontroler (AT89S51) mikrokontroler (ATMega32A) Sumber daya

Lebih terperinci

REGISTER-REGISTER Oleh : Sumarna, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY

REGISTER-REGISTER Oleh : Sumarna, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY REGISTER-REGISTER 8051 Oleh : Sumarna, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY E-mail : sumarna@uny.ac.id 1. PC (Program Counter) PC dengan ukuran 16 bit menentukan lokasi berikutnya yang akan dieksekusi (dijalankan).

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Blok Diagram Port Serial RXD (P3.0) D SHIFT REGISTER. Clk. SBUF Receive Buffer Register (read only)

Gambar 3.1 Blok Diagram Port Serial RXD (P3.0) D SHIFT REGISTER. Clk. SBUF Receive Buffer Register (read only) 1. Operasi Serial Port mempunyai On Chip Serial Port yang dapat digunakan untuk komunikasi data serial secara Full Duplex sehingga Port Serial ini masih dapat menerima data pada saat proses pengiriman

Lebih terperinci

ARSITEKTUR MIKROKONTROLER AT89C51/52/55

ARSITEKTUR MIKROKONTROLER AT89C51/52/55 ARSITEKTUR MIKROKONTROLER AT89C51/52/55 A. Pendahuluan Mikrokontroler merupakan lompatan teknologi mikroprosesor dan mikrokomputer. Mikrokontroler diciptakan tidak semata-mata hanya memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Pertemuan 10 Arsitektur Mikrokontroler 8051

Pertemuan 10 Arsitektur Mikrokontroler 8051 Pertemuan 10 Arsitektur Mikrokontroler 8051 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu : Menjelaskan arsitektur mikrokontroler 8051 Arsitektur Mikrokontroller 8051 Materi:

Lebih terperinci

PORT SERIAL MIKROKONTROLER ATMEL AT89C51

PORT SERIAL MIKROKONTROLER ATMEL AT89C51 Lab Elektronika Industri Mikrokontroler - 1 PORT SERIAL MIKROKONTROLER ATMEL AT89C51 I. FISIK AT89C51 Mikrokontroler AT89C51 umumnya mempunyai kemasan 40 pin seperti gambar berikut. AT89C51 telah dilengkapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merancang sebuah peralatan yang cerdas, diperlukan suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merancang sebuah peralatan yang cerdas, diperlukan suatu BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perangkat Keras Dalam merancang sebuah peralatan yang cerdas, diperlukan suatu perangkat keras (hardware) yang dapat mengolah data, menghitung, mengingat dan mengambil pilihan.

Lebih terperinci

I/O dan Struktur Memori

I/O dan Struktur Memori I/O dan Struktur Memori Mikrokontroler 89C51 adalah mikrokontroler dengan arsitektur MCS51 seperti 8031 dengan memori Flash PEROM (Programmable and Erasable Read Only Memory) DESKRIPSI PIN Nomor Pin Nama

Lebih terperinci

Blok sistem mikrokontroler MCS-51 adalah sebagai berikut.

Blok sistem mikrokontroler MCS-51 adalah sebagai berikut. Arsitektur mikrokontroler MCS-51 diotaki oleh CPU 8 bit yang terhubung melalui satu jalur bus dengan memori penyimpanan berupa RAM dan ROM serta jalur I/O berupa port bit I/O dan port serial. Selain itu

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Diagram blok mikrokontroller 8051

Gambar 1.1. Diagram blok mikrokontroller 8051 1.1. Organisasi Memori Semua divais 8051 mempunyai ruang alamat yang terpisah untuk memori program dan memori data, seperti yang ditunjukkan pada gambar1.1. dan gambar 1.2. Pemisahan secara logika dari

Lebih terperinci

Tabel 1. Karakteristik IC TTL dan CMOS

Tabel 1. Karakteristik IC TTL dan CMOS BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. IC Digital TTL dan CMOS Berdasarkan teknologi pembuatannya, IC digital dibedakan menjadi dua jenis, yaitu TTL (Transistor-Transistor Logic) dan CMOS (Complementary Metal Oxide

Lebih terperinci

PANDUAN DASAR MIKROKONTROLER KELUARGA MCS-51

PANDUAN DASAR MIKROKONTROLER KELUARGA MCS-51 PANDUAN DASAR MIKROKONTROLER KELUARGA MCS-51 PANDUAN DASAR MIKROKONTROLER KELUARGA MCS-51 Danny Christanto, S.T. Kris Pusporini, S.T., M.T. 2004, Innovative Electronics Hak Cipta dilindungi undang-undang

Lebih terperinci

Lab Elektronika Industri Mikrokontroler - 1 AT89C1051

Lab Elektronika Industri Mikrokontroler - 1 AT89C1051 Lab Elektronika Industri Mikrokontroler - 1 AT89C1051 I. FITUR AT89C1051 Kompatibel dengan produk MCS51 1k byte program flash ROM yang dapa diprogram ulang hingga 1000 kali Tegangan operasi 2.7 volt hingga

Lebih terperinci

TAKARIR. Akumulator Register yang digunakan untuk menyimpan semua proses aritmatika. Assembler Bahasa pemrograman mikrokontroler MCS-51

TAKARIR. Akumulator Register yang digunakan untuk menyimpan semua proses aritmatika. Assembler Bahasa pemrograman mikrokontroler MCS-51 TAKARIR Akumulator Register yang digunakan untuk menyimpan semua proses aritmatika Assembler Bahasa pemrograman mikrokontroler MCS-51 Assembly Listing Hasil dari proses assembly dalam rupa campuran dari

Lebih terperinci

Perancangan Serial Stepper

Perancangan Serial Stepper Perancangan Serial Stepper ini : Blok diagram dari rangakaian yang dirancang tampak pada gambar dibawah Komputer Antar Muka Peralatan luar Komputer Komputer berfungsi untuk mengendalikan peralatan luar,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan 2.2 Sensor Clamp Putaran Mesin

BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan 2.2 Sensor Clamp Putaran Mesin 4 BAB II TEORI DASAR 2.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori-teori mengenai perangkatperangkat pendukung baik perangkat keras dan perangkat lunak yang akan dipergunakan sebagai pengukuran

Lebih terperinci

Wireless Infrared Printer dengan DST-51 (Komunikasi Infra Merah dengan DST-51)

Wireless Infrared Printer dengan DST-51 (Komunikasi Infra Merah dengan DST-51) Wireless Infrared Printer dengan DST-5 (Komunikasi Infra Merah dengan DST-5) Komunikasi Infra Merah dilakukan dengan menggunakan dioda infra merah sebagai pemancar dan modul penerima infra merah sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN P EMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN P ENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN P EMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN P ENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN P EMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN P ENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN MOTTO... KATA PENGANTAR... ABSTRAKSI... TAKARIR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

SISTEM INTERUPSI MIKROKONTROLER ATMEL

SISTEM INTERUPSI MIKROKONTROLER ATMEL Lab Elektronika Industri Mikrokontroler 1 I. INTERUPSI SISTEM INTERUPSI MIKROKONTROLER ATMEL Interupsi adalah pengubahan urutan pelaksanaan program karena adanya suatu kejadian atau instruksi yang perlu

Lebih terperinci

Pendahuluan Mikrokontroler 8051

Pendahuluan Mikrokontroler 8051 Pendahuluan Mikrokontroler 8051 Pokok Bahasan: 1. Mikrokontroler 8051 Arsitektur (Architecture) Timers/Counters Interrupts Komunikasi Serial (Serial Communication) Tujuan Belajar: Setelah mempelajari dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi PLC menurut National Electrical Manufacturing Association (NEMA)

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi PLC menurut National Electrical Manufacturing Association (NEMA) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Programmable Logic Controller (PLC) Definisi PLC menurut National Electrical Manufacturing Association (NEMA) adalah perangkat elektronik digital yang memakai programmable memory

Lebih terperinci

Organisasi Sistem Komputer. Port Serial

Organisasi Sistem Komputer. Port Serial Organisasi Sistem Komputer Port Serial Ditulis Oleh : Ria Anggraeni (10060204004) Taufik Saleh (10060207002) Fenny Maslia U (10060204006) Gita Rakhmalia (10060204015) Universitas Islam Bandung 2008 Pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler, sebagai suatu terobosan teknologi mikrokontroler dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler, sebagai suatu terobosan teknologi mikrokontroler dan BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Minimum Mikrokontroler AT89S51 Mikrokontroler, sebagai suatu terobosan teknologi mikrokontroler dan mikrokomputer, hadir memenuhi kebutuhan pasar (market need) dan teknologi

Lebih terperinci

AT89S52 8kByte In-System Programmable Mikrokontroler

AT89S52 8kByte In-System Programmable Mikrokontroler Lab Elektronika Industri Mikrokontroler 1 AT89S52 8kByte In-System Programmable Mikrokontroler I. Fitur AT89S52 Kompatibel dengan produk MCS51 Intel 8kByte Flah Memori dengan In-System Programmable (ISP)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dibahas teori-teori dasar yang digunakan untuk merealisasikan suatu sistem penjejak obyek bergerak. 2.1 Citra Digital Citra adalah suatu representasi (gambaran),

Lebih terperinci

Daftar Isi. Lampiran Skema... 7

Daftar Isi. Lampiran Skema... 7 EMS 5 A H-Bridge Daftar Isi 1. Pendahuluan... 3 2. Spesifikasi... 3 3. Tata Letak Komponen... 3 4. Keterangan Antarmuka... 4 5. Contoh Koneksi... 5 6. Tabel Kebenaran... 5 7. Prosedur Testing... 6 7.1.

Lebih terperinci

3. METODE. Metode Penelitian. Waktu dan Lokasi Penelitian

3. METODE. Metode Penelitian. Waktu dan Lokasi Penelitian 3. METODE Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode pendekatan sistem. Pendekatan sistem merupakan suatu metodologi pemecahan masalah yang diawali dengan identifikasi serangkaian

Lebih terperinci

MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535

MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535 MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535 Dwisnanto Putro, S.T., M.Eng. MIKROKONTROLER AVR Jenis Mikrokontroler AVR dan spesifikasinya Flash adalah suatu jenis Read Only Memory yang biasanya diisi dengan program

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler AT89S51 hanya memerlukan tambahan 3 kapasitor, 1 resistor dan 1

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler AT89S51 hanya memerlukan tambahan 3 kapasitor, 1 resistor dan 1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Defenisi AT89S51 Mikrokontroler AT89S51 hanya memerlukan tambahan 3 kapasitor, 1 resistor dan 1 kristal serta catu daya 5 Volt. Kapasitor 10 mikro-farad dan resistor 10 Kilo Ohm

Lebih terperinci

PERTEMUAN MEMORY DAN REGISTER MIKROKONTROLER

PERTEMUAN MEMORY DAN REGISTER MIKROKONTROLER PERTEMUAN MEMORY DAN REGISTER MIKROKONTROLER Memory Program Memory dan Data Memory Memory yang terdapat pada Mikrokontroler 89C51 dipisahkan menjadi 2 bagian yaitu program memory (memori program) dan data

Lebih terperinci

Sumber Clock, Reset dan Antarmuka RAM

Sumber Clock, Reset dan Antarmuka RAM ,, Antarmuka RAM TSK304 - Teknik Interface dan Peripheral Eko Didik Teknik Sistem Komputer - Universitas Diponegoro Review Kuliah, Pembahasan tentang antarmuka di mikrokontroler 8051 (AT89S51) Sumber clock

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III DESKRIPSI DAN PERANCANGAN SISTEM 3.1. DESKRIPSI KERJA SISTEM Gambar 3.1. Blok diagram sistem Satelit-satelit GPS akan mengirimkan sinyal-sinyal secara kontinyu setiap detiknya. GPS receiver akan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Konsep dasar mengendalikan lampu dan komponen komponen yang digunakan pada sistem pengendali lampu telah dijelaskan pada bab 2. Pada bab ini akan dijelaskan perancangan sistem

Lebih terperinci

ORGANISASI MEMORI MIKROKONTROLER MCS-51. Yoyo Somantri dan Erik Haritman Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK Universitas Pendidikan Indonesia

ORGANISASI MEMORI MIKROKONTROLER MCS-51. Yoyo Somantri dan Erik Haritman Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK Universitas Pendidikan Indonesia ORGANISASI MEMORI MIKROKONTROLER MCS-51 Yoyo Somantri dan Erik Haritman Dosen Jurusan Pendidikan Teknik Elektro FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Pendahuluan Dalam bab ini akan dibahas tujuan perkuliahan,

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Bab ini akan membahas tentang perancangan sistem deteksi keberhasilan software QuickMark untuk mendeteksi QRCode pada objek yang bergerak di conveyor. Garis besar pengukuran

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai BAB II DASAR TEORI 2.1 Arduino Uno R3 Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, banyak terjadi kecelakaan didunia pertransportasian. Salah satunya dalam industri perkeretaapian. Salah satu penyebab banyaknya kecelakaan adalah disebabkan

Lebih terperinci

Gambar Komunikasi serial dengan komputer

Gambar Komunikasi serial dengan komputer 1.6. Port Serial Umumnya orang selalu menganggap port seri pada MCS51 adalah UART yang bekerja secara asinkron, jarang yang menyadari port seri tersebut bisa pula bekerja secara sinkron, pada hal sebagai

Lebih terperinci

Daftar Isi. Lampiran Skema... 7

Daftar Isi. Lampiran Skema... 7 EMS 30 A H-Bridge Daftar Isi 1. Pendahuluan... 3 2. Spesifikasi... 3 3. Tata Letak Komponen... 3 4. Keterangan Antarmuka... 4 5. Contoh Koneksi... 5 6. Tabel Kebenaran... 5 7. Prosedur Testing... 6 7.1.

Lebih terperinci

TAKARIR. Akumulator Register yang digunakan untuk menyimpan semua proses aritmatika

TAKARIR. Akumulator Register yang digunakan untuk menyimpan semua proses aritmatika TAKARIR AC (Alternating Current) Adalah sistem arus listrik. Sistem AC adalah cara bekerjanya arus bolakbalik. Dimana arus yang berskala dengan harga rata-rata selama satu periode atau satu masa kerjanya

Lebih terperinci

PERTEMUAN PERANGKAT KERAS MIKROKONTROLER

PERTEMUAN PERANGKAT KERAS MIKROKONTROLER PERTEMUAN PERANGKAT KERAS MIKROKONTROLER Pendahuluan Pada dasarnya mikrokontroler bukanlah ilmu pengetahuan yang baru, tetapi adalah hasil pengembang dalam teknologi elektronika. Jika dasar pengetahuan

Lebih terperinci

TIMER DAN COUNTER MIKROKONTROLER ATMEL

TIMER DAN COUNTER MIKROKONTROLER ATMEL Lab Elektronika Industri Mikrokontroler - 1 TIMER DAN COUNTER MIKROKONTROLER ATMEL I. TIMER DAN COUNTER Timer atau counter pada dasarnya adalah sebuah pencacah. Pencacah itu bisa dipakai sebagai pewaktu

Lebih terperinci

BAB III RANCANG BANGUN SISTEM KARAKTERISASI LED. Rancangan sistem karakterisasi LED diperlihatkan pada blok diagram Gambar

BAB III RANCANG BANGUN SISTEM KARAKTERISASI LED. Rancangan sistem karakterisasi LED diperlihatkan pada blok diagram Gambar BAB III RANCANG BANGUN SISTEM KARAKTERISASI LED 3.1. Rancang Bangun Perangkat Keras Rancangan sistem karakterisasi LED diperlihatkan pada blok diagram Gambar 3.1. Sistem ini terdiri dari komputer, antarmuka

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT KERAS

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT KERAS BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN PERANGKAT KERAS 3.1. Pendahuluan Perangkat pengolah sinyal yang dikembangkan pada tugas sarjana ini dirancang dengan tiga kanal masukan. Pada perangkat pengolah sinyal

Lebih terperinci

PERTEMUAN TIMER & COUNTER MIKROKONTROLER 89C51

PERTEMUAN TIMER & COUNTER MIKROKONTROLER 89C51 PERTEMUAN TIMER & COUNTER MIKROKONTROLER 89C51 Pemakaian Timer TIMMER MIKROKONTROLER 89C51 Timer atau pewaktu dan counter atau pencacah adalah jenis pengatur waktu didalam mikrokontroler. Didalam mikrokontroler

Lebih terperinci

Percobaan 5 PENGENALAN MIKROKONTROLER 8051

Percobaan 5 PENGENALAN MIKROKONTROLER 8051 Percobaan 5 PENGENALAN MIKROKONTROLER 8051 I. Tujuan 1. Mempelajari arsitektur mikrokontroller 8051 2. Memahami macam-macam interrupt yang ada pada mikrokontroller 8051 3. Memahami penggunaan I/O port

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Perangkat Keras (Hardware)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Perangkat Keras (Hardware) BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras yang dihasilkan berupa modul atau alat pendeteksi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. pemperbaiki kualitas citra agar mendapatkan hasil citra yang baik dan mudah

BAB II DASAR TEORI. pemperbaiki kualitas citra agar mendapatkan hasil citra yang baik dan mudah BAB II DASAR TEORI 2.1 Visi Komputer (Computer Vision) Visi komputer merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana komputer dapat mengenali objek yang akan diamati/ diobservasi. Hal ini dilakukan bertujuan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN STAND ALONE RFID READER. Dalam penelitian ini, perancangan sistem meliputi :

BAB III PERANCANGAN STAND ALONE RFID READER. Dalam penelitian ini, perancangan sistem meliputi : BAB III PERANCANGAN STAND ALONE RFID READER 3.1 Perancangan Sistem Dalam penelitian ini, perancangan sistem meliputi : a. perancangan perangkat keras (hardware) dengan membuat reader RFID yang stand alone

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 7 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 1 Konveyor Konveyor hanya bergerak ke satu arah saja, konveyor digerakkan dengan motor stepper 12V type. Sinyal keluaran dari motor stepper untuk menggerakkan konveyor dirangkaikan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN PENGAMAN MOBIL BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 DENGAN APLIKASI TELEPON SELULER SEBAGAI INDIKATOR ALARM

RANCANG BANGUN PENGAMAN MOBIL BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 DENGAN APLIKASI TELEPON SELULER SEBAGAI INDIKATOR ALARM RANCANG BANGUN PENGAMAN MOBIL BERBASIS MIKROKONTROLER AT89S51 DENGAN APLIKASI TELEPON SELULER SEBAGAI INDIKATOR ALARM Bambang Tri Wahyo Utomo, S.Kom Pri Hadi Wijaya ABSTRAKSI Disini akan dibahas mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan dicantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu : Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler AT89S52 termasuk kedalam keluarga MCS-51 merupakan suatu. dua macam memori yang sifatnya berbeda yaitu:

BAB 2 LANDASAN TEORI. Mikrokontroler AT89S52 termasuk kedalam keluarga MCS-51 merupakan suatu. dua macam memori yang sifatnya berbeda yaitu: BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perangkat Keras 2.1.1 Mikrokontroler AT89S52 Mikrokontroler AT89S52 termasuk kedalam keluarga MCS-51 merupakan suatu mikrokomputer CMOS 8 bit dengan daya rendah, kemampuan tinggi,

Lebih terperinci

TERJADI INTERRUPT MELAYANI INTERRUPT KEMBALI MENERUSKAN PROGRAM YANG TERHENTI PROGRAM YANG SEDANG BERJALAN. Gambar 4.1 Interrupt

TERJADI INTERRUPT MELAYANI INTERRUPT KEMBALI MENERUSKAN PROGRAM YANG TERHENTI PROGRAM YANG SEDANG BERJALAN. Gambar 4.1 Interrupt 1. Interrupt Interrupt adalah suatu kejadian atau peristiwa yang menyebabkan mikrokontroler berhenti sejenak untuk melayani interrupt tersebut. Program yang dijalankan pada saat melayani interrupt disebut

Lebih terperinci

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan

6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA. Pendahuluan 6. PENDETEKSIAN SERANGAN GULMA Pendahuluan Praktek pengendalian gulma yang biasa dilakukan pada pertanian tanaman pangan adalah pengendalian praolah dan pascatumbuh. Aplikasi kegiatan Praolah dilakukan

Lebih terperinci

Sistem Minimum Mikrokontroler. TTH2D3 Mikroprosesor

Sistem Minimum Mikrokontroler. TTH2D3 Mikroprosesor Sistem Minimum Mikrokontroler TTH2D3 Mikroprosesor MIKROKONTROLER AVR Mikrokontroler AVR merupakan salah satu jenis arsitektur mikrokontroler yang menjadi andalan Atmel. Arsitektur ini dirancang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jantung dalam terminologi sederhana, merupakan sebuah pompa yang terbuat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jantung dalam terminologi sederhana, merupakan sebuah pompa yang terbuat BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jantung Jantung dalam terminologi sederhana, merupakan sebuah pompa yang terbuat dari otot. Jantung merupakan salah satu organ terpenting dalam tubuh manusia yang berperan dalam

Lebih terperinci

BAB III TEORI PENUNJANG. Microcontroller adalah sebuah sistem fungsional dalam sebuah chip. Di

BAB III TEORI PENUNJANG. Microcontroller adalah sebuah sistem fungsional dalam sebuah chip. Di BAB III TEORI PENUNJANG 3.1. Microcontroller ATmega8 Microcontroller adalah sebuah sistem fungsional dalam sebuah chip. Di dalamnya terkandung sebuah inti proccesor, memori (sejumlah kecil RAM, memori

Lebih terperinci

DT-51 Application Note

DT-51 Application Note DT-51 Application Note AN73 Pengukur Jarak dengan Gelombang Ultrasonik Oleh: Tim IE Aplikasi ini membahas perencanaan dan pembuatan alat untuk mengukur jarak sebuah benda solid dengan cukup presisi dan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik robot. Sedangkan untuk pembuatan perangkat

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK

BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK 21 BAB III PERENCANAAN PERANGKAT KERAS DAN LUNAK 3.1 Gambaran umum Perancangan sistem pada Odometer digital terbagi dua yaitu perancangan perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perancangan

Lebih terperinci

PERCOBAAN 11 PULSE WIDHT MODULATION

PERCOBAAN 11 PULSE WIDHT MODULATION PERCOBAAN 11 PULSE WIDHT MODULATION TUJUAN: 1. Memahami prinsip dasar PWM 2. Memahami rangkaian Driver Motor DC 3. Memahami pemrograman assembly untuk pengaturan PWM Konsep Dasar PWM Salah satu cara yang

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. peralatan input / output ( I / O ) pendukung di dalamnya. Suatu sistem mikroprosesor

BAB II TEORI DASAR. peralatan input / output ( I / O ) pendukung di dalamnya. Suatu sistem mikroprosesor BAB II TEORI DASAR 2. 1 Sistem Mikrokontroler AT89S52 Mikrokontroller adalah suatu perangkat keras yang memiliki memori dan peralatan input / output ( I / O ) pendukung di dalamnya. Suatu sistem mikroprosesor

Lebih terperinci

Memprogram Port sebagai Output dan Input Sederhana

Memprogram Port sebagai Output dan Input Sederhana BAGIAN 1 Tujuan Pembelajaran Umum: 1. Mahasiswa trampil memprogram Port sebagai Input dan Output sederhana menggunakan bahasa pemrograman assembly Tujuan Pembelajaran Khusus: 1. Mahasiswa memahami Konstruksi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Mikrokontroller AT89S51 Didalam pembuatan alat ini peran penting mikrokontroller sangat berpengaruh dalam menentukan hasil akhir /output dari fungsi alat ini, yang mana hasil akhir/ouput

Lebih terperinci

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness

Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness Studi Digital Watermarking Citra Bitmap dalam Mode Warna Hue Saturation Lightness Evan 13506089 Program Studi Teknik Informatika, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10, Bandung E-mail : if16089@students.if.itb.ac.id

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini membahas perencanaan dan pembuatan dari alat yang akan dibuat yaitu Perencanaan dan Pembuatan Pengendali Suhu Ruangan Berdasarkan Jumlah Orang ini memiliki 4 tahapan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN ALAT 3.1 Gambaran Umum Pada bab ini akan dibahas mengenai perencanaan perangkat keras elektronik (hardware) dan pembuatan mekanik robot. Sedangkan untuk pembuatan perangkat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Sensor TGS 2610 merupakan sensor yang umum digunakan untuk mendeteksi adanya

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Sensor TGS 2610 merupakan sensor yang umum digunakan untuk mendeteksi adanya 10 BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Sensor TGS 2610 2.1.1 Gambaran umum Sensor TGS 2610 merupakan sensor yang umum digunakan untuk mendeteksi adanya kebocoran gas. Sensor ini merupakan suatu semikonduktor oksida-logam,

Lebih terperinci

MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535

MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535 MICROCONTROLER AVR AT MEGA 8535 Dwisnanto Putro, S.T., M.Eng. MIKROKONTROLER AVR Mikrokontroler AVR merupakan salah satu jenis arsitektur mikrokontroler yang menjadi andalan Atmel. Arsitektur ini dirancang

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER. program pada software Code Vision AVR dan penanaman listing program pada

BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER. program pada software Code Vision AVR dan penanaman listing program pada BAB III PERANCANGAN ALAT DAN PROGRAM MIKROKONTROLER Pada tahap perancangan ini dibagi menjadi 2 tahap perancangan. Tahap pertama adalah perancangan perangkat keras (hardware), yang meliputi rangkaian rangkaian

Lebih terperinci

BAB IV PROTOTYPE ROBOT TANGGA BERODA. beroda yang dapat menaiki tangga dengan metode pengangkatan beban pada roda

BAB IV PROTOTYPE ROBOT TANGGA BERODA. beroda yang dapat menaiki tangga dengan metode pengangkatan beban pada roda BAB IV PROTOTYPE ROBOT TANGGA BERODA 4.1 Desain Sistem Sistem yang dibangun pada tugas akhir ini bertujuan untuk membangun robot beroda yang dapat menaiki tangga dengan metode pengangkatan beban pada roda

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Perangkat Keras 2.1.1 Bahasa Assembly MCS-51 Bahasa yang digunakan untuk memprogram IC mikrokontroler AT89S51 adalah bahasa assembly untuk MCS-51. angka 51 merupakan jumlah instruksi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1 1.2 Identifikasi Masalah...

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mikrokontroller AT89C51 Meskipun termasuk tua, keluarga mikrokontroler MCS51 adalah mikrokontroler yang paling populer saat ini. Keluarga ini diawali oleh Intel yang mengenalkan

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM BAB 3 PERANCANGAN SISTEM Pada bab ini akan dijelaskan secara umum perancangan sistem pengingat pada kartu antrian dengan memanfaatkan gelombang radio, yang terdiri dari beberapa bagian yaitu blok diagram

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Mikrokontroller, sebagai suatu terobosan teknologi mikrokontroler dan microkomputer,

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Mikrokontroller, sebagai suatu terobosan teknologi mikrokontroler dan microkomputer, BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1.Hardware 2.1.1 Mikrokontroler AT89S51 Mikrokontroller, sebagai suatu terobosan teknologi mikrokontroler dan microkomputer, hadir memenuhi kebutuhan pasar (market need) dan teknologi

Lebih terperinci

BAB II. PENJELASAN MENGENAI System-on-a-Chip (SoC) C8051F Pengenalan Mikrokontroler

BAB II. PENJELASAN MENGENAI System-on-a-Chip (SoC) C8051F Pengenalan Mikrokontroler BAB II PENJELASAN MENGENAI System-on-a-Chip (SoC) C8051F005 2.1 Pengenalan Mikrokontroler Mikroprosesor adalah sebuah proses komputer pada sebuah IC (Intergrated Circuit) yang di dalamnya terdapat aritmatika,

Lebih terperinci

Konsep dan Cara Kerja Port I/O

Konsep dan Cara Kerja Port I/O Konsep dan Cara Kerja Port I/O Pertemuan 3 Algoritma dan Pemrograman 2A Jurusan Sistem Komputer Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Gunadarma 2015 Parallel Port Programming Port

Lebih terperinci

EMS. 2 A Dual H-Bridge

EMS. 2 A Dual H-Bridge EMS 2 A Dual H-Bridge Daftar Isi 1. Pendahuluan... 3 2. Spesifikasi... 3 3. Tata Letak Komponen... 3 4. Keterangan Antarmuka... 4 5. Contoh Koneksi... 5 5.1. Contoh Koneksi Untuk 2 Buah Motor 2 Arah...

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Arduino Mega 2560

BAB II DASAR TEORI Arduino Mega 2560 BAB II DASAR TEORI Pada bab ini akan dijelaskan teori-teori penunjang yang diperlukan dalam merancang dan merealisasikan skripsi ini. Bab ini dimulai dari pengenalan singkat dari komponen elektronik utama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Robot telah banyak dikembangkan, karena robot berguna untuk membantu kerja manusia misalnya, untuk pekerjaan dengan resiko bahaya ataupun melakukan pekerjaan yang membutuhkan tenaga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 REMOTE TV Remote TV adalah suatu pengontrol, yang fungsinya untuk merubah dan meng-set TV yang dapat digunakan untuk merubah saluran TV seperti ingin melihat saluran ( RCTI,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar

III. METODE PENELITIAN. Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di Laboratorium Elektronika Dasar dan Laboratorium Pemodelan Jurusan Fisika Universitas Lampung. Penelitian

Lebih terperinci

AKSES MEMORI Menggunakan DT-51 MinSys

AKSES MEMORI Menggunakan DT-51 MinSys AKSES MEMORI Menggunakan DT-51 MinSys Mengakses eksternal memori dan data memori pada DT-51 Minimum sistem. Membuat program untuk penulisan atau pembacaan data pada memori eksternal DT-51 MinSys. Memori

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN ALAT

BAB III PERANCANGAN ALAT BAB III PERANCANGAN ALAT Pada bab tiga ini akan dijelaskan mengenai perancangan dari perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan pada alat ini. Dimulai dari uraian perangkat keras lalu uraian perancangan

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Pengantar Perancangan Sistem Pengendalian Lampu Pada Lapangan Bulu

BAB III PERANCANGAN SISTEM. 3.1 Pengantar Perancangan Sistem Pengendalian Lampu Pada Lapangan Bulu BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Pengantar Perancangan Sistem Pengendalian Lampu Pada Lapangan Bulu Tangkis Indoor Pada lapangan bulu tangkis, penyewa yang menggunakan lapangan harus mendatangi operator

Lebih terperinci

DESIGN INTERFACE PADA AT89S52 8k Byte In-System Programmable 8bit Mikrokontroler

DESIGN INTERFACE PADA AT89S52 8k Byte In-System Programmable 8bit Mikrokontroler Lab Elektronika Industri Mikrokontroler 1 DESIGN INTERFACE PADA AT89S52 8k Byte In-System Programmable 8bit Mikrokontroler I. FITUR UTAMA Perancangan interface terkait dengan fasilitas port yand ada pada

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. software arduino memiliki bahasa pemrograman C.

BAB II DASAR TEORI. open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk. software arduino memiliki bahasa pemrograman C. BAB II DASAR TEORI 2.1 ARDUINO Arduino adalah pengendali mikro single-board yang bersifat open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai bidang.

Lebih terperinci

Timer Counter. D3 Telekomunikasi.

Timer Counter. D3 Telekomunikasi. Timer Counter D3 Telekomunikasi Timer Pada dasarnya timer dan counter merupakan sistem yang sama-sama menambahkan diri hingga overflow. Timer memanfaatkan frekuensi osilator untuk bertambah tiap machine

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR PERANCANGAN

BAB II KONSEP DASAR PERANCANGAN BAB II KONSEP DASAR PERANCANGAN Pada bab ini akan dijelaskan konsep dasar sistem keamanan rumah nirkabel berbasis mikrokontroler menggunakan modul Xbee Pro. Konsep dasar sistem ini terdiri dari gambaran

Lebih terperinci

MODE OPERASI TIMER/COUNTER. Oleh : Sumarna, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY

MODE OPERASI TIMER/COUNTER. Oleh : Sumarna, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY MODE OPERASI TIMER/COUNTER Oleh : Sumarna, Jurdik Fisika, FMIPA, UNY E-mail : sumarna@uny.ac.id 1. Mode 0 : Timer/Counter 13 bit. Gambar berikut menunjukkan konfigurasi operasi timer/counter mode 0. Salah

Lebih terperinci