BAB II LANDASAN TEORI. konseling (BK) dengan mudah kita dapatkan atau temui. Mengingat pentingnya bimbingan dan konseling (BK) bagi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. konseling (BK) dengan mudah kita dapatkan atau temui. Mengingat pentingnya bimbingan dan konseling (BK) bagi"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Keberadaan BK di sekolah seringkali kita dengar dan sangat akrab di telinga kita. Buku buku yang menulis dan menjelaskan tentang bimbingan konseling (BK) dengan mudah kita dapatkan atau temui. Mengingat pentingnya bimbingan dan konseling (BK) bagi kelangsungan perkembangan potensi yang dimiliki siswa, maka sosialisasi akan keberadaan dan peranan yang dapat ditimbulkan merupakan suatu keharusan. Meski banyak media yang menjadi bahan informasi tentang bimbingan konseling (BK), namun tidak sedikit dari kita yang belum sepenuhnya memahaminya. Baik dari segi pengertian, dasar pelaksanaannya, fungsi dan tujuannya, prinsip prinsip serta pengelolaan BK. Sebagai langkah sosialisasi dan informasi, kami akan menjelaskan tentang seluk beluk bimbingan dan konseling sebagai berikut : a. Pengertian Bimbingan Pengertian bimbingan secara kuantitatif jumlahnya banyak sekali, namun secara substantif, bisa dikatakan hampir sama. Ini bisa dilakukan dengan beberapa pendapat para pakar, misalnya menurut Drs. Dewa Ketut 14

2 15 Sukardi dalam bukunya yang berjudul Proses Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah dia mengatakan bahwa : Bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungan 1 Adapun Drs. Bimo Walgito merumuskan pengertian bimbingan dalam bukunya Bimbingan dan Penyuluan di Sekolah sebagai berikut : Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan kesulitan di dalam hidupnya, agar individu atau sekumpulan individu individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya. 2 Sedangkan Kartini Kartono dalam bukunya Bimbingan dan Dasar Dasar Pelaksanaanya menyatakan bahwa : Bimbingan adalah pertolongan yeng diberikan seseorang yang telah dipersiapkan (dengan pengetahuan, pemahaman, keterampilan keterampilan tertentu yang diperlukan secara menolong ) kepada orang lain yang memerlukan pertolongannya. 3 Dari uraian di atas tentang pengertian bimbingan dapat ditarik kesimpulan atau garis besarnya bahwa bimbingan merupakan proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu atau kelompok agar mampu mengurangi atau mengatasi kesulitan kesulitan yang dihadapi 1 Dewa Ketut Sukardi, Proses Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, Jakarta : Rineka Cipta, 1995, hal. 2 2 Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fak. UBAI, 1986, hal Kartini Kartono, Bimbingan dan Dasar Dasar Pelaksanaannya, Jakarta : Teknik dan Bimbingan, 1985, hal. 9.

3 16 dalam hidupnya serta mampu memanfaatkan sekaligus mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimiliki secara optimal untuk mencapai kehidupan bahagia dan sejahtera. Dalam konteks dunia pendidikan (sekolah) bimbingan adalah usaha membantu peserta didik agar dapat sebanyak mungkin memetik manfaat dari pengalaman pengalaman yang mereka dapatkan selama di sekolah. 4 Pengalaman yang dimaksud dalam penjelasan di atas meliputi penanaman norma norma, nilai kemasyarakatan, pengembangan keyakinan pada diri anak, kebiasaan berfikir, bertindak berdasarkan kebutuhan, keperluan, kegunaan bagi masyarakat. 5 b. Pengertian Konseling Konseling merupakan terjemahan dari kata Counseling. Adapun pengertiannya adalah yang ditawarkan oleh Dewa Ketut Sukardi dalam bukunya Pengantar Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah mengatakan bahwa : Konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata dan tatap muka antara konselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik human (manusiawi) yang dilakukan dalam suasana keahlian yang didasarkan atas dasar norma norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri yang akan datang. 6 4 Abu Ahmadi, Rohani HM, Bimbingan Knseling di Sekolah, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal. 4 5 DF. Swift, Sosiologi Pendidikan Perspektif Pendahuluan dan Analisis, Jakarta : PT. Barata Niaga Media, 1989, hal Dewa Ketut Sukardi, Pengantar Pengelolaan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Bharata Niaga Media, 1989, hal. 72.

4 17 Adapun Prayitno dan Ermawati dalam bukunya Dasar dasar Bimbingan dan Konseling merumuskan bahwa : Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (disebut klien) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien. 7 Menyimak uraian di atas dapat diambil pemahaman bahwa pelaksanaan konseling itu ada dikarenakan terjadinya suatu permasalahan. Sebagaimana bimbingan proses pelaksanaan konseling-pun harus dilakukan secara bertahap, terutama sistematis dan terus menerus (berkesinambungan). Penyuluhan (konseling) dilakukan secara berhadapan (face to face) baik mulai wawancara, diskusi ataupun konsultasi sebagai langkah usaha mencapai solusi pemecahan atas permasalahannya yang tengah dihadapi. Dalam proses konseling ini, hendaknya (konselor) benar benar memahami permasalahan yang dihadapi konseling (klien). Oleh karenanya konselor yang profesioal dan berkualitas sangat diperlukan sebagai upaya efektifitas proses pelaksanaan konseling. 2. Jenis dan Tujuan Bimbingan a. Jenis Jenis Bimbingan dan Konseling 7 Priyatno dan Ermawati, Dasar Dasar Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta : Rineka Cipta, 2000, hal.22

5 18 Jenis dan tujuan bimbingan dapat dikelompokkan berdasarkan masalah masalah yang dihadapi oleh individu. Maka jenis jenis bimbingan di sekolah dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1). Educational Guidance Adalah proses membantu individu dengan berbagai cara, untuk mencapai perkembangan seoptimal mungkin dalam lapangan pendidikan pada khususnya bimbingan ini bertujuan supaya siswa dapat menemukan cara belajar yang tepat dalam mengatasi masalah masalah belajar dan dalam memilih jenis atau jurusan sekolah lanjutan yang sesuai 2). Vocational Guidance Bimbingan ini sering disebut dengan bimbingan karir pelayanan dan berpusat pada pemberian informasi atau konseling. Secara umum tujuan bimbingan ini adalah membantu siswa dalam memahami dirinya dalam lingkungan, dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pengarahan kegiatan kegiatan yang menuju pada karier dan cara hidup yang akan memberi rasa kepuasan karena sesuai, serasi, dan seimbang dengan dirinya dan lingkungannya. 3). Personal Guidace Yaitu bantuan yang diberikan kepada individu yang mengalami kesukaran kesukaran pribadi, khususnya kesukaran dalam proses penemuan diri sendiri. Sedangkan tujuan dari bimbingan ini adalah

6 19 untuk mengembangkan pribadi sepenuhnya agar individu dapat mengenal, menerima dan menerapkan diri sendiri dalam proses pemilihan dan penyesuaian dengan lingkungan hidupnya. 8 b. Tujuan Bimbingan Dan Konseling Tujuan umum dari layanan bimbingan dan konseling adalah sesuai dengan tujuan pendidikan, sebagaimana dinyatakan dalam UU SPN No.2 tahun 1989 pada Bab II Pasal 4 yaitu pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Yaitu menusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. 9 Dalam rangka menjawab tantangan kehidupan masa depan, yaitu adanya relevansi program pendidikan dengan tuntutan dunia kerja atau adanya Link and Match (kaitan dan padanan), maka secara umum layanan bimbingan dan konseling adalah membantu siswa mengenai bakat, minat dan kemampuan, serta memilih dan menyesuaikan diri dengan kesempatan pendidikan untuk merencanakan karier yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja. 8 Dewa Ketut Sukardi, hal Syaiful Bahri Djamaras, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : Rineka Cipta, cet. I, hal 25.

7 20 Secara khusus layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk membantu siswa agar dapat mencapai tujuan tujuan perkembangan yang meliputi aspek pribadi sosial, belajar dan karier. 1). Dalam aspek tugas berkembang pribadi sosial. Dalam aspek tugas berkembang probadi sosial, layanan bimbingan konseling membantu siswa : - Memiliki kesadaran diri yaitu menggambarkan penampilan dan mengenal kekhususan yang ada pada dirinya. - Dapat mengembangkan sikap positif, seperti menggambarkan orang orang yang mereka senangi. - Membuat pilihan secara sehat. - Mampu menghargai orang lain. - Memiliki rasa tanggung jawab - Mengembangkan keterampilan hubungan antar pribadi - Dapat menyelesaikan publik - Dapat membuat keputusan secara efektif 2). Dalam aspek tugas perkembangan belajar Dalam aspek tugas perkembangan belajar, layanan bimbingan dan konseling membantu siswa agar : - Dapat melaksanakan keterampilan atau - Dapat menetapkan tujuan dan perencanaan pendidikan - Mampu belajar secara efektif

8 21 - Memiliki keterampilan dan kemampuan dalam menghadapi evaluasi atau ujian 3). Dalam aspek tugas perkembangan karier - Mampu membentuk identitas karier, dengan cara mengenali ciri ciri pekerjaan di dalam lingkungan kerja - Mampu merencanakan masa depan - Dapat membentuk pola pola karier yaitu kecenderungan kearah karier - Mengenal keterampilan, kemampuan dan minat Program Bimbingan Konseling Di Sekolah Sebelum membentuk suatu program bimbingan ada hal hal penting yang harus diperhatikan terlebih dahulu sebagaiman Frank. W. Miller menyarankan sebagai berikut : a. Tahap persiapan, dalam tahap ini yang dilakukan adalah melalui survei untuk menginventarisasi tujuan, kebutuhan dan kemampuan sekolah serta kesiapan sekolah bersangkutan untuk melaksanakan program bimbingan b. Pertemuan - pertemuan permulaan yaitu tahap yang tujuan utamanya adalah untuk menanamkan pengertian bagi para peserta tentang tujuan dari program bimbingan di sekolah. Dan pertemuan ini melibatkan petugas petugas yang berminat dan tertarik serta memiliki kemampuan dalam bidang bimbingan dan konseling. 10 Dewa Ketut Sukardi, hal 29-30

9 22 c. Pembentukan panitia sementara, tahap ini adalah bertujuan untuk merumuskan program bimbingan. Tugas tugas dan panitia sementara ini adalah : Menentukan tujuan program bimbingan di sekolah 1) Mempersiapkan bagan organisasi dari program bimbingan 2) Membuat kerangka dasar dari program bimbingan d. Pembentukan panitia penyelenggaraan program. Panitia penyelenggaraan program mempunyai tugas utama yaitu : 1) Mempersiapkan program testing 2) Mempersiapkan dan melaksanakan sistem pencatatan 3) Mempersiapkan dan melaksanakan latihan bagi para pelaksana program bimbingan 11 Sedangkan Matewson menyarankan hendaknya dalam program bimbingan itu menyangkut : a. Kegiatan Bimbingan (Proses yang menyangkut penilaian, penyesuaian organisasi yang berkembang) haruslah dilakukan secara kontinyu sejak dari taman kanak kanak sampai pada pendidikan dewasa, termasuk tingkatan akademik dan universitas, dan juga pelayanan pelayanan masyarakat bagi para pemuda dan orang dewasa yang sudah keluar dari sekolah 11 Ibid., hal: 30.

10 23 b. Proses bimbingan haruslah menyerap dalam setiap kegiatan sekolah dan dilakukan oleh guru guru serta orang orang yang memiliki keahlian khusus dalam hal itu. c. Program bimbingan hendaklah definitive (tegas, jelas batasannya) mudah dipahami bagaimana prosedurnya dan kegiatan kegiatan apa yang harus dilakukan. d. Semua fase dari program bimbingan haruslah dikoordinasi termasuk kegiatan kegiatan masyarakat, dalam suatu pelayanan yang disusun secara teratur dan sistematis, berbagai pelayanan diarahkan pada tujuan yang sama. e. Program itu hendaklah mengarahkan titik perhatiannya pada tujuan tujuan dan masalah masalah individu murid 12 Sedangkan pada umumnya para ahli yang lain menyatakan bahwa untuk menyusun program bimbingan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan, diantaranya ; a. Mengenal setiap pribadi murid dalam segala aspek dan latar belakangnya serta kebutuhan yang diperlukan. b. Membantu memberikan berbagai keterangan yang diperlukan oleh setiap murid. c. Menempatkan setiap murid pada posisi yang memadai sesuai dengan keadaan dirinya. 12 Ngalim Purwanto, Administrasi Pendidikan, Jakarta : PT. Mutiara Sumber, 1967, hal 138

11 24 d. Membantu memecahkan kesulitan kesulitan atau masalah masalah pribadi murid secara individual. e. Mengadakan penilaian dan perbaikan perbaikan terhadap program bimbingan itu sendiri. 13 Dengan memperhatikan dari pengertian dan tujuan bimbingan serta pendapat beberapa ahli tersebut di atas dalam pelaksanaan program di sekolah, penulis berpendapat sekurang kurangnya para petugas pembimbing dan program kerja bimbingan harus : a. Susunlah program bimbingan yang relevan dengan kebutuhan bimbingan di sekolah. Karena dengan program yang relevan dengan kebutuhan ini akan berfungsi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. b. Mempertimbangkan sifat sifat khas sekolah, yaitu : jenis sekolah, ukuran sekolah, sifat dan tujuan sekolah, guru guru (perhatian, kesibukan dan kemampuan), murid murid dengan berbagai persoalan dan sikap. c. Hendaknya diadakan inventarisasi berbagai macam fasilitas yang ada, termasuk di dalamnya petugas bimbingan yang telah ada. Sebagai pelaksana program bimbingan serta fasilitas fisik yang lain seperti ruangan dan alat alat yang menunjang kegiatan bimbingan. d. Hendaknya ditentukan personalia, pembagian tugas dan tanggung jawab yang merata dengan mempertimbangkan berbagai factor yaitu : 13 Moh Suryo, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Bandung: CV. Ilmu, Hal. 39

12 25 kemampuan, minat, kesempatan, dan bakat yang dimiliki sifat sekolah yang ada. e. Hendaknya ditentukan program kerja secara rinci dan sistematis dalam program bimbingan di sekolah berdasarkan masalah masalah yang mendesak untuk segera ditangani. Program kerja harus memberi jawaban atas permasalahan yang ada. f. Menentukan organisasi termasuk di dalamnya adalah: cara kerja sama dalam mewujudkan program bimbingan, cara fungsinya team dan personalia yang sesuai dengan bidangnya. g. Hendaknya diadakan evaluasi program bimbingan yang gunanya untuk mengecek seberapa jauh rencana dan dan pengaturan kerja itu dapat dilaksanakan. 4. Kesulitan Belajar Siswa Masalah Masalah Belajar Siswa dan kesulitan yang dialami siswa terjadi karena beberapa faktor. Faktor - faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu. 14 a. Factor Intern Di dalam factor ini akan di bahas menjadi tiga faktor, yaitu : 1). Factor Jasmaniah hal Slameto, Belajar dan Faktor Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta : PT. Rineka Cipta,

13 26 a). Factor Kesehatan Proses belajar seseorang akan terganggu bila kesehatan seseorang terganggu. Oleh karena itu agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badan tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuan ketentuan tentang belajar, bekerja, istirahat, tidur, makan, olah raga, rekreasi dan ibadah b). Cacat Tubuh Adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai tubuh atau badan. Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Cacat itu dapat berupa buta, setengah buta, tuli, setengah tuli, patah kaki, patah tangan, lumpuh dan lain lain. 2). Factor Psikologis a). Intelegensi J.P. Chapiin mengatakan bahwa intelegensi adalah kecakapan utnuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif, mengetahui atau menggunakan konsep konsep yang abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.

14 27 b). Perhatian Menurut Ghazali perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi yang tertuju kepada suatu obyek (benda atau hal) atau sekumpulan obyek. c). Minat Adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan yang disertai dengan rasa senang. d). Bakat Adalah kemampuan untuk belajar dan kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. e). Motif Adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. f). Kematangan Adalah suatu tingkat atau fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana alat alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan kecakapan baru. g). Kesiapan Adalah kesediaan untuk memberi respon atau bereaksi dalam diri seseorang dan juga berhubungan dengan kematangan.

15 28 3). Faktor kelelahan Kelelahan pada diri seseorang walaupun sulit dapat mempengaruhi belajar siswa. Agar siswa dapat belajar dengan baik haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas dari kelelahan. b. Faktor Faktor Ekstern Faktor ekstern yang berpengaruh pada belajar, dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : 15 1). Faktor keluarga Siswa yang akan belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana keluarga dalam keadaan ekonomi keluarga. 2). Faktor Sekolah Faktor sekolah ini yang mempengaruhi belajar yang mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standart pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. 3). Factor Masyarakat Masyarakat merupakan factor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa 15 Ibid hal

16 29 dalam masyarakat antara lain : kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat. 16 Sedangkan kesulitan belajar baik di sekolah maupun diluar sekolah antara lain : - Kesulitan dalam mendapatkan cara belajar yang efisien, baik sendiri maupun kelompok. - Kesulitan dalam menentukan cara memelajari atau menggunakan buku pelajaran atau media pembelajaran. - Kesulitan dalam membagi tugas tugas sekolah, mempersiapkan diri untuk ulangan atau ujian. - Kesulitan dalam mata pelajaran yang cocok dengan minat, bakat, kecakapan, cita cita dan kondisi fisik. - Kesulitan dalam menghadapi mata pelajaran tertentu. - Kesulitan dalam pembagian waktu dan perencanaan belajar. - Kesulitan dalam memilih pelajaran tambahan Tehnik Penyelesaian Secara umum dalam menyelesaikan masalah tersebut ada 3 tehnik atau pendekatan, antara lain : 16 Ibid. hal Moh. Surya, hal. 25

17 30 a. Directive Counseling Yaitu tehnik konseling dimana yang paling berperan adalah konselor; konselor berusaha untuk menyarankan konseli sesuai dengan masalah. 18 1). Analisis Langkah analisis ini berarti pengumpulan data, fakta atau informasi tentang diri klien dan lingkungannya. Data, fakta atau informasi ini dikumpulkan dari berbagai sumber dengan menggunakan alat alat pem\ngumpul data yang memadai. 2). Synthesis Adalah suatu langkah pemilihan terhadap sumber data. Fakta atau informasi yang telah tersedia dipilih sesuai dengan kebutuhan dan masalah masalah yang sedang atau akan dihadapi dalam proses konseling dalam langkah ini juga dilakukan penyusunan data, fakta atau informasi yen telah tersedia itu untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas tentang berbagai kekuatan dan kelemahan yang ada pada klien yang bersangkutan serta kesanggupannya untuk menyesuaikan diri. 3). Diagnosis Yaitu suatu bentuk perumusan kesimpulan tentang hakekat serta sebab sebab yang dihadapi. 18 Moh. Surya, hal 110

18 31 4). Pronosis Langkah prognosis adalah suatu bentuk peramalan tentang hasil yang dapat dicapai oleh klien dalam kegiatan proses konseling 5). Treatment Langkah pemeliharaan yang merupakan inti dari pada pelaksanaan konseling yang meliputi berbagai usaha diantaranya : menciptakan hubungan baik antara konselor dengan klien ; menafsirkan data, fakta atau informasi yang telah tersedia pada klien (siswa); memberikan berbagai informasi dan merencanakan berbagai kegiatan bersama klien; memberikan bantuan kepada klien dalam melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan. 6). Follow Up Tindak lanjut adalah merupakan suatu langkah penentuan efektif tidaknya suatu usaha konseling yang telah direncanakan. 19 b. Non Direktif Counseling Teknik ini dikembangkan dari teknik di atas, yaitu semuanya berpusat pada konseli, konselor hanya menampung pembicaraan, yang berperanan adalah konseli. Konseli bebas bicar sedangkan konselor menampung dan mengarahkan Dewa Ketut Sukardi, hal: Moh Suryo, hal 120

19 32 Teknik ini pertama kali dikembangkan oleh Carl Rogers. Langkah langkahnya adalah sebagai berikut : 1). Klien meminta bantuan kepada konselor secara sukarela. 2). Menentukan situasai konseling. Dalam hal ini didorong untuk memikul tanggung jawab dalam memcahkan masalah yang dihadapinya. Jadi di sini situasi yang membantu diperjelas. 3). Konselor mendorong agar klien mengungkapkan permasalahannya secara bebas dan menimbulkan rangsangan rangsangan emosi. 4). Konselor menerima, memahami dan memperjelas rangasang rangsang emosi yang negative. 5). Menimbulkan rangsang emosi yang negative diliputi bermacam macam symbol emosi yang positif 6). Konselor meneria dan memperjelas rangsang emosi positif 7). Menyamakan penilaian diri dan rangsang emosi pada klien 8). Klien mulai mempertimbangkan atau memperluas wawasannya dalam tindakan. 9). Secara perlahan lahan klien menyarankan tindakannya atau wawasannya ke hal hal positif 10). Terwujudnya tingkah laku yang positif dan herintegrasi da bertambah secara terus menerus.

20 33 11). Klien merasakan berkurangnya kebutuhan akan bantuan (ketergantungan) pada konselor, dan merasakan bahwa konseling harus diakhiri. c. Elective Counseling Yaitu campuran dari kedua teknik di atas. 21 Dalam menggunakan teknik ini pendekatan ini dituntut fleksibilitas yang tinggi dari konselor untuk menyesuaikan diri dengan klien masing masing. Keahlian yang tinggi di samping pengalaman yang banyak dalam melaksanakan konseling. 22 B. Tinjauan Tentang Siswa Tuna Rungu 1. Pengertian Tuna Rungu Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mengalami kelainan pendengaran yaitu tuli, bisu tuna wicara, cacat dengar, kurang dengar ataupun tuna rungu. 23 Istilah tuna rungu diambil dari istilah tuna dan rungu. Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang atau anak dikatakan tuna rungu apabila ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar sesuatu Moh Suryo, hal Dewa Ketut Sukardi, hal T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: Refika Aditama, hal:

21 34 Tuna rungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan terutama melalui indera pendengaran. 24 Maka dapat disimpulkan bahwa siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya, serta memerlukan bimbingan dan pendidikan yang khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin. Ada dua macam definisi ketunarunguan sesuai dengan tujuannya yaitu untuk tujuan pedagogis. 25 a. Secara medis adalah kekurangan dalam kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan dan non fungsi sebagian atau keseluruhan alat pendengarannya. b. Secara pedagogis adalah kekurangan atau kehilangan kemampuan pendengaran yang mengakibatkan hambatan dasar dasar pendidikan sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus. 24 Sutjihati. hal. 94. Muhammad Efendi, Pengertian Psikopedagogik Anak Berkelakuan, Jakarta : Bumi Aksara, hal: Depdikbud, Pendidikan Anak Tuna Rungu, Bandung : Masa Baru, hal. 75

22 35 2. Faktor Penyebab Tuna Rungu Menurut saat terjadinya ketunarunguan dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu: a. Masa Pre Natal Masa pre natal tuna rungu dapat disebabkan oleh : 1). Faktor Hereditas (keturunan) Yaitu anak yang menderita tuna rungu karena diantara keluarganya, terutama ayah dan ibunya atau kakek neneknya penderita tuna rungu, jadi kecacatan atau tuna rungu itu berasal dari keluarganya. 2). Pada waktu ibu mengandung Menderita suatu penyakit, misalnya penyakit campak, cacar air, malaria, sehingga penyakit itu berpengaruh pada anak yang dikandungnya dan dapat menganggu pendengaran anak. 3). Terjadinya kerancuan pada janin karena pengaruh obat Ketika ibu mengandung, kemudian ibu meminum obat terlalu keras misalnya dalam jumlah besar. b. Masa Natal Ketunarunguan pada masa natal atau saat kelahiran bayi, ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : karena proses kalahiran ini mengalami kesuburan sehingga memerlukan alat pertolongan dengan menggunakan tangan, yang memungkinkan mengenai otak besar dan

23 36 dalam otak itu terdapat banyak saraf, salah satunya adalah otak saraf pendengaran, yang mengakibatkan anak menjadi kurang pendengarannya. c. Masa Past Natal Adalah masa past natal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain : 1). Karena penyakit : anak menderita panas yang sangat dan terlalu tinggi akibatnya dapat melemahkan saraf pendengarannya. 2). Otetis medis yang kronis. 3). Cairan otetis medis yang kurang menyebabkan kehilangan pendengaran secara kondusif (tuli kondusif) Ciri Ciri Tuna Rungu Ciri khas siswa tuna rungu bersifat kompleks, sukar untuk dapat diuraikan satu persoalan karena saling berpautan, pemerincian pembahasan beberapa segi yang penting di bawah ini dimaksudkan untuk menjelaskan uraian. 27 a. Dalam segi fisik, dapat disebutkan sebagai berikut : 1) Cara berjalannya kaku dan anak membungkuk. Hal ini disebabkan terutama terhadap alat pendengaran 2) Gerakan matanya cepat agak beringas. Hal ini menunjukkan bahwa ia ingin menangkap keadaan yang ada di sekelilingnya. 26 Sunaryo Kartadinata, Psikologi Anak Luar Biasa, Depdikbud, Proyek Pendidikan Tenaga Guru, 1996, hal Permanaria Somad dan Tati Hermawati, Okto Pedagogik, hal. 35

24 37 3) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal. Hal tersebut tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerak isyarat. 4) Pernafasannya pendek dan agak terganggu. b. Ciri khas dari segi intelegensi Intelegensi merupakan faktor yang sangat penting dalam belajar, meskipun disamping itu ada faktor faktor lain yang dapat diabaikan begitu saja seperti kondisi kesulitan, faktor lingkungan intelegensi merupakan motor dari perkembangan siswa. c. Ciri ciri dari segi sosial Perlakuan yang kurang wajar dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang berada di sekitarnya menyebabkan munculnya beberapa efek negatif seperti : 1) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau masyarakat. 2) Perasaan cemburu dan salah sangka diperlakukan tidak adil 3) Kurang menguasai irama gaya bahasa. Meskipun demikian sesuai dengan kemampuannya, pelajaran bahasa perlu diajarkan sebaik baiknya, karena pergaulan biasa, apalagi komunikasi modern sangat memerlukan penguasaan baik secara aktif maupun pasif.

25 38 d. Ciri Ciri khas dari segi emosi Kekurangan bahasa lisan dan tulisan seringkali menyebabkan siswa tuna rungu akan menafsirkan sesuatu negative atau salah dalam hal pengertiannya. Hal ini disebabkan karena tekanan pada emosinya. 4. Kemampuan Bahasa dan Bicara Anak Tuna Rungu. Terdapat kecenderungan bahwa seseorang yang mengalami tuna rungu seringkali diikuti pula dengan tunawicara. Kondisi ini tampaknya sulit dihindari, karena keduanya dapat menjadi suatu rangkaian sebab akibat. Seseorang penderita tuna rungu, terutama jika terjadi pada sebelum bahasa dan bicaranya terbentuk, dapat dipastikan bahwa akibat berikut yang terjadi pada diri penderita adalah kelainan bicara (Tunawicara). Namun, tidak demikian halnya seseorang yang penderita tunawicara, tidak ditemukan rangkaian langsung dengan kondisi tuna rungu. Kasus kasus seperti penderita stutfering (gagap) dan cluttering (kekacauan artikulasi) adalah contoh contoh kelainan bicara yang kecil kemungkinan berkaitan dengan kondisi ketunarunguan. Ada dua hal penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek kebahasaannya. - Pertama : Konsekuensi akibat kelainan pendengaran (tunarungu) berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam rangsang bunyi atau peristiwa bunyi yang ada di sekitarnya.

26 39 - Kedua : Akibat keterbatasannya dalam menerima rangsang bunyi pada gilirannya penderita akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa di sekitarnya. Akibatnya akan berpengaruh pada kelancaran perkembangan bahasa dan bicaranya. Pada anak yang normal pendengarannya, perkembangan bahasa dan bicaranya kronologis akan melewati fase fase berikut 28 : a. Fase Reflexive Vocalization (0 6 Minggu) b. face Babbling (6 Minggu 6 Bulan). c. Fase Lalling (6 Bulan 9 Bulan) d. Fase Yargon (9 Bulan 12 Bulan) e. Fase True Speech (12 Bulan 18 Bulan). Anak yang mengalami runarungu sejak lahir, sulit melewati fase fase perkembangan bahasa dan bicara seperti diatas, saat meniti fase pertama perkembangan bahasa dan bicara barangkali tidak sulit, karena hanya melakukan refleksi suara yang tidak teratur dan hanya menangis. Namun pada fase babbling atau meraban (anak mulai mencoba untuk mereaksi suaranya sendiri) perkembangan bahasa dan bicara anak tunarungu segera berhenti. Ciri khas yang muncul pada fase ini biasanya timbul keinginan untuk menyatakan suaranya, terutama apabila merasa puas atau 28 Muhammad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan; Jakarta: PT. Bumi Aksara, hal 75.

27 40 senang sekali, melalui variasi suara yang tak jelas. Fase ini akan berjalan sampai 6 bulan. Perkembangan bahasa dan bicara akan terhenti karena tidak ada umpan balik atas suaranya sendiri dan perhatian orang disekitarnya. 5. Karakteristik Kecerdasan Anak Tuna Rungu. Kecerdasan seringkali dihubungkan dengan prestasi akademis sehingga orientasi akademis tertentu yang di capai seseorang merupakan gambaran riil kecerdasan, meskipun tingkat kecerdasan itu sendiri secara sepesifik hanya dapat diketahui dengan tes kecerdasan. Tingkat kecerdasan anak tunarungu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak normal umumnya. Karena anak tunarungu juga ada yang memiliki kecerdasan diatas rata rata (Superior), rata rata (Average) dan dibawah rata rata (Subnormal). Berdasarkan kajian pusat studi demografi Universitas Gallaudent (Universitas di USA) yang mahasiswanya sebagian besar tunarungu menyebutkan bahwa anak tunarungu usia 10 tahun memiliki tingkat kemampan setingkat anak anak kelas II dalam membaca dan berhitung. Anak tunarungu usia 17 tahun kemampuannya setingkat anak kelas IV dalam berhitung Muhammad. Pengantar... : hal : 81.

28 41 6. Penyesuaian Sosial Anak Tunarungu. Modal utama bersosialisasi adalah kepribadian yang merupakan keseluruhan sifat dan sikap seseorang yang akan menentukan cara cara yang unik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Berdasarkan the veneland social naturity tes menunjukkan, a. Anak tunarungu tingkat kematangan sosialnya berada dibawah anak normal. b. Anak tunarungu dari orang tua tunarungu menunjukkan relative lebih matang dibanding anak tunarungu dari orang tua normal. c. Anak tunarungu yang ada di residental school (sekolah asrama) menunjukkan social innaturally (kalah matang dibanding anak yang bermasyarakat bebas). 30 Agar kematangan sosial anak tunarungu dapat terbentuk antara lain 31 : a. Pengetahuan yang cukup mengenai nilai nilai sosial dan kebiasaan kebiasaan di masyarakat. b. Mempunyai kesempatan yang banyak untuk bersosialisasi c. Cukup mendapat kesempatan mengalami berbagai macam bentuk hubungan sosial. d. Mempunyai dorongan untuk mencapai pengalaman diatas. e. Struktur kejiwaan yang sehat untuk mencapai pengalam itu. 30 Mohammad. Pengantar... hal: Ibid. Pengantar... hal: 83.

29 42 Sifat sifat kepribadian anak tuna rungu antara lain. 32 a. Anak tunarungu lebih egosentris. b. Anak tuna rungu lebih tergantung pada orang lain dan apa yang dikenal. c. Perhatian anak tunarungu sulit untuk dialihkan. d. Anak tunarungu lebih memperhatikan yang konkret. e. Anak tunarungu lebih miskin dalam fantasi. f. Umumnya bersifat polos, sederhana, tanpa banyak masalah. g. Perasaannya cenderung dalam keadaan ekstrem tanpa banyak nuansa. h. Lebih mudah marah dan tersinggung. i. Minim konsep dalam berhubungan. j. Dihantui perasaan takut akan hidup yang lebih besar. Secara garis besar, siswa yang menderita tuna rungu itu mempunyai kebutuhan kebutuhan yang sama dengan siswa yang normal, namun keadaan tuna rungu itu yang menjadikan penghalang dalam memperoleh kebutuhannya. Pada dasarnya siswa yang cacat itu menyadari ketunaannya, dan umumnya mereka dipenuhi rasa malu dan menderita, karena gelap tanpa harapan dari dirinya selalu dibayangi ketakutan dan keragu raguan. Hal tersebut menyebabkan kondisi sistem sarafnya selalu dalam keadaan tegang dan kacau, sehingga pada dirinya timbul rasa min komplek (rasa rendah diri) tidak mempunyai kepercayaan diri dan merasa dirinya selalu gagal dalam 32 Ibid. Pengantar. hal: 84.

30 43 segala usaha yang menjadikan hilangnya keberanian untuk berbuat dan berpartisipasi. Adanya rasa rendah diri, sering menganggu mentalnya dan mengacaukan kehidupan emosinya. Dia menjadi mudah tersinggung, sedih dan pilu, mudah merasa terhina juga karena berdosa. Pada situasi tertentu dia melakukan kompleksasi dengan tingkah laku yang menyimpang, misalnya menjadi agresif, sadis, kriminal, psikopatus dan lain lain. 33 Oleh karena itu, dari sekian banyak usaha yang terpenting adalah mengupayakan agar siswa tuna rungu itu tidak menderita lahir dan batin, sehingga mereka dapat mengembangkan pribadinya dengan baik sebagaimana siswa siswa pada umumnya dan mereka juga dapat bersosialisasi dengan orang lain. Usaha tersebut tidak lain adalah usaha memberikan pelayanan pendidikan kepada siswa siswa yang berkelainan sebagaimana dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SPN bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emosionalnya, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 34 Maka dari itu pendidikan luar biasa merupakan kegiatan dari pendidikan nasional mempunyai tujuan yang sama, namun ada tujuan pendidikan luar biasa yang harus dicapai yaitu : 33 Yusak Burhanuddin, Kesehatan Mental, Bandung : Pustaka Setia, hal Mohammad. Pengantar... hal: 1.

31 44 1) Agar siswa yang berkelainan memakai serta menerima kelainan mereka dengan lebih dan wajar serta percaya diri akan keagungan Tuhan. 2) Agar siswa yang berkelainan dapat mandiri. 3) Agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan kelainan. 4) Agar mereka dapat bersosialisasi dengan baik. 35 Intinya, pendidikan luar biasa itu bertujuan agar siswa yang telah dididik dapat menikmati kehidupan lahir dan batin dengan layak. Oleh sebab itu, bentuk pendidikan bagi siswa yang berkelainan adalah pendidikan luar biasa (PLB). PLB adalah pendidikan yang sengaja dipisahkan dari siswa siswa normal, kemudian dipersatukan dengan siswa siswa yang mempunyai taraf dan jenis kelainan yang sama untuk diberi pendidikan khusus. 36 Dan dalam membentuk pendidikan khusus itu sekolah luar biasa (SLB) juga memberikan bekal keterampilan bagi siswanya guna menyongsong masa depan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai upaya dalam mengatasi atau menyelesaikan siswa tuna rungu adalah adanya pelayanan pendidikan bagi mereka berupa sekolah luar biasa (SLB). Namun perlu kita ketahui bahwa permasalahan dari penderita tuna rungu atau lainnya tidak dapat dijaring bergitu saja dengan pengamatan indera kita. Maka dari itu, 35 Sapariadi et.al, Mengapa Anak Berkelainan Perlu Mendapat Pendidikan, Jakarta : Balai Pustaka, hal Ibid

32 45 upaya pembinaan mental bagi anak tuna rungu sangat diperlukan, karena untuk menciptakan kebahagiaan dan ketentraman hatinya dan pembinaan tersebut juga untuk membina mereka dalam menyelesaikan problem kehidupan secara sehat dan tidak melanggar norma norma agama dan sosial. C. Peran Guru BK Dalam Menangani Kesulitan Belajar Anak Tunarungu. Bimbingan dan Konseling merupakan salah satu dari komponen pendidikan, dalam keadaan tertentu bimbingan dipergunakan sebagai metode atau alat untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Perlunya bimbingan dan konseling dilatarbelakangi oleh banyaknya masalah, baik masalah pribadi maupun masalah sosial yang berhubungan dengan belajar siswa. Suatu kenyataan bahwa dalam proses belajar mengajar selalu ada diantara siswa yang memerlukan bantuan dalam memahami bahan pelajaran maupun dalam mengatasi kesulitan belajar itu sendiri. 37 Hal yang demikian memang tidak bisa dipungkiri, karena anak didik yang dihadapi guru berasal dari latar belakang serta kehidupan yang berbeda-beda. Maka peran guru BK sangat membantu masing-masing individu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya, misalnya memperoleh hasil belajar yang kurang memuaskan yang disebabkan adanya masalah-masalah pada siswa itu sendiri maka peran guru BK 37 Bimo Walgito. hal: 48

33 46 sangat dibutuhkan untuk membantu kesulitan belajar terutama pada anak tuna rungu yang memiliki masalah-masalah lebih komplek dibandingkan siswa-siswa yang normal. Dalam proses belajar haruslah diperhatikan apa yang dapat mendorong siswa tunarungu agar dapat belajar dengan baik atau menumbuhkan motivasi untuk mau berpikir, memusatkan perhatian, merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang berhubungan atau menunjang dalam belajar. Semuanya itu dilakukan demi mencapai hasil yang optimal. Di sinilah peran guru Bimbingan dan Konseling berfungsi untuk membantu dalam melaksanakan bimbingan pendidikan (education guidance) dan bimbingan dalam masalah-masalah pribadi (personal guidance). 38 Sebagaimana uraian pada sub B, anak tunarungu khususnya dan umumnya anak yang mengalami kelainan mempunyai permasalahan-permasalahan yang lebih komplek dibandingkan dengan anak-anak yang normal. Sehingga keberadaan dan peran guru BK sangat dibutuhkan agar cacat dan kekurangan tersebut tidak menjadi penghalang anak-anak tunarungu untuk tumbuh, berkembang, berkarya dan berprestasi. 38 Moh. Surya. hal: 134

34 47 Hal ini disebabkan kecerdasan anak-anak tunarungu pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan anak-anak yang normal, ada yang superior, ada yang average (rata-rata), dan ada juga yang rendah sebagaimana anak-anak yang normal juga demikian. 39 Dalam proses belajar mengajar, guru BK mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar. Guru BK mempunyai tanggungjawab yang lebih apabila masalah yang dihadapi anak tunarungu tidak bisa diselesaikan oleh guru kelasnya. Karena guru kelas merupakan bagian yang tugas utamanya menyampaikan materi dalam berbagai kegiatan belajar yang prosesnya dinamis dalam segala fase dan perkembangan siswa tunarungu. Secara lebih terperinci tugas atau peran guru BK dalam menangani dan membantu proses belajar dalam kesulitan siswa tunarungu (dalam arti yang luas : belajar materi, berkarya dan bermasyarakat) antara lain: Mendidik dengan titik berat memberi arahan dan motivasi dalam pencapaian tujuan, cita-cita baik jangka pendek maupun jangka panjang. 2. Memberi fasilitas pencapaian tujuan malalui pengalaman belajar yang memadai dengan cara pendekatan individu dan lapangan. 39 Mohammad. Pengantar hal: Slameto, Belajar hal: 97

35 48 3. Membantu perkembangan aspek-aspek pribadi seperti sikap, nilai-nilai dan penyesuaian diri. Disamping itu, karena kekomplekan masalah yang dihadapi anak tunarungu, maka guru BK dalam membantu anak-anak tersebut secara berkesinambungan dan dinamis harus dibuat perencanaan program kegiatan yang meliputi : 1. Persiapan : penyusunan program, konsultasi, penyediaan fasilitas dan pelaksanaan. 2. Pengumpulan data : observasi lewat individu, angket siswa, catatan kelompok, dan analisa hasil belajar ataupun komunikasi dengan wawancara, sosiometri, studi dokumentasi dan catatan kesehatan. 3. Informasi dan Orientasi : tentang jenjang kelanjutan studi, pekerjaan, cara belajar, hidup bermasyarakat, karier dan lain-lain. 4. Konseling Individu : khususnya anak-anak tunarungu yang melakukakan tindakan-tindakan berbahaya, kriminal, dan sejenisnya. 5. Penilaian, Tindak Lanjut Dan Pelaporan : kerjasama dengan guru kelas, guru mata pelajaran, orang tua siswa dan dinas atau pihak terkait seperti dinas sosial, dunia usaha dan industri.

36 49 Dari permasalahan dan perannya, agar target dan tujuan guru BK tercapai maka harus dilakukan beberapa hal antara lain : 1. Kaitannya dengan mata pelajaran - Menimbulkan minat dan semangat, bahwa ketunarunguannya tidak menjadi kendala untuk berprestasi dan berkarya. - Lebih mengenalkan pada pengalaman dan praktis (konkret). 2. Kaitannya dengan kepribadian dan bermasyarakat - Bimbingan individu dan kelompok. - Banyak memperkenalkan dalam pergaulan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat. - Melatih untuk mampu mandiri dan memimpin baik dirinya sendiri atau kelompok sebagai bagian dari masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi kasus di Kelas VIII SMPLB-B Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin modern terutama pada era globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang kehidupan. Hal ini menuntut adanya

Lebih terperinci

Jurnal PILAR, Vol. 2, No. 2, Juli-Des, INTERAKSI PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK BERPRESTASI Abd. Rahim Razaq

Jurnal PILAR, Vol. 2, No. 2, Juli-Des, INTERAKSI PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK BERPRESTASI Abd. Rahim Razaq INTERAKSI PEMBELAJARAN EFEKTIF UNTUK BERPRESTASI Abd. Rahim Razaq Abstrak Rangkaian kegiatan komunikasi antara subjek didik, guru dan peserta didik. Komunikasi antara dua subjek ini dipengaruhi oleh berbagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. direncanakan dan dilaksanakan secara berkesinambungan baik dari materi. pembelajaran maupun jenjang pendidikannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. direncanakan dan dilaksanakan secara berkesinambungan baik dari materi. pembelajaran maupun jenjang pendidikannya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Pembelajaran Secara umum pembelajaran merupakan kegiatan yang dilaksanakan di dalam ruangan atau kelas dengan melibatkan antara guru dan murid untuk mencapai suatu tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Gizi Di negara sedang berkembang seperti Indonesia, kekurangan gizi merupakan penyebab tingginya angka kematian. Disamping itu kekurangan gizi dapat menurunkan kemampuan

Lebih terperinci

KETERLAKSANAAN LAYANAN PEMBELAJARAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR OLEH GURU KELAS BERDASARKAN TANGGAPAN SISWA DI SEKOLAH DASAR

KETERLAKSANAAN LAYANAN PEMBELAJARAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR OLEH GURU KELAS BERDASARKAN TANGGAPAN SISWA DI SEKOLAH DASAR KETERLAKSANAAN LAYANAN PEMBELAJARAN DALAM BIMBINGAN BELAJAR OLEH GURU KELAS BERDASARKAN TANGGAPAN SISWA DI SEKOLAH DASAR SUYONO Guru SD Negeri 007 Suka Damai Kecamatan Singingi Hilir suyonos976@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada dalam rangka upaya

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling. Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada dalam rangka upaya 22 BAB II LANDASAN TEORI A. Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling 1. Pengertian Kegiatan Layanan Bimbingan dan Konseling Kata layanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah cara melayani atau sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu fase dalam perkembangan individu adalah masa remaja. Remaja yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak ke

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang

BAB II KAJIAN TEORETIS. mencapai sesuatu yang dicita - citakan.. Hal ini menggambarkan bahwa seseorang BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1. Pentingnya Minat Belajar Kata minat dalam bahasa Inggris disebut interest yang berarti menarik atau tertarik. Minat adalah keinginan jiwa terhadap sesuatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kesulitan Balajar 2.1.1 Pengertian Kesulitan Belajar Dalam menempuh proses pembelajaran di sekolah peserta didik tidak luput dari berbagai kesulitan. Tinggi rendahnya hasil belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup tanpa keberadaan dan bantuan orang lain. Oleh karena itu, setiap manusia diharapkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Lembar Kerja Siswa ( LKS ) 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa ( LKS ) Kata lembar kerja siswa terdiri dari tiga bagian, lembar, kerja dan siswa. Dalam kamus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar, prestasi berarti hasil

II. KAJIAN PUSTAKA. Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar, prestasi berarti hasil 7 II. KAJIAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar Prestasi belajar berasal dari kata prestasi dan belajar, prestasi berarti hasil yang telah dicapai dari yang dilakukan, dikerjakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dengan segala potensi yang ada. Oleh karena itu hendaknya dikelola baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan juga merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa meraih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa sebagai proses membantu manusia menghadapi perkembangan, perubahan, dan permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar Pengertian Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar 5 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Belajar 2.1.1 Pengertian Belajar Dalam proses pembelajaran, berhasil tidaknya pencapaian tujuan banyak dipengaruhi oleh bagaimana proses belajar yang dialami oleh siswa. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas pendidikan yang diselenggarakan di negara tersebut. Oleh karena itu, pendidikan memiliki tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh bagaimana kebiasaan belajar peserta didik. Segala bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perilaku belajar merupakan kebiasaan belajar yang dilakukan oleh individu secara berulang-ulang sehingga menjadi otomatis atau berlangsung secara spontan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terarah dan mencapai tujuannya. Seperti, pada fase kanak-kanak orang harus

BAB I PENDAHULUAN. terarah dan mencapai tujuannya. Seperti, pada fase kanak-kanak orang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dan berhubungan dengan manusia lain dalam proses bersosialisasi di lingkungan masyarakat. Semakin berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia berharap dilahirkan dalam keadaan yang normal dan sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan,

Lebih terperinci

No.2 Tahun 1989 yang kemudian disusul oleh beberapa Peraturan

No.2 Tahun 1989 yang kemudian disusul oleh beberapa Peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan satuan pendidikan yang menyelenggarakan proses belajar mengajar sebagaimana dinyatakan dalam UUSPN No. 2/1989 pasal 9 ayat 1. Selanjutnya dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Belajar Gaya Belajar adalah cara atau pendekatan yang berbeda yang dilakukan oleh seseorang dalam proses pembelajaran (Suparlan, 2004: 31). Di dunia pendidikan, istilah gaya

Lebih terperinci

1. Kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapai anak tunarungu di SMALB-B. anak-anak tunarungu dalam hal ini siswa tunarungu SMALB-B Karya Mulia

1. Kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapai anak tunarungu di SMALB-B. anak-anak tunarungu dalam hal ini siswa tunarungu SMALB-B Karya Mulia 61 B. Penyajian dan Analisis Data 1. Kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapai anak tunarungu di SMALB-B Karya Mulia Surabaya. Data interview, yang dimaksud dengan kesulitan belajar anak tunarungu SMALB-B

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya selaku warga negara, mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan

Lebih terperinci

Aprilia Tina L PEMAHAMAN TERHADAP INDIVIDU

Aprilia Tina L PEMAHAMAN TERHADAP INDIVIDU Aprilia Tina L PEMAHAMAN TERHADAP INDIVIDU Components of Guidance Program (Sherzer-stone) Appraisal Evaluation Counseling Consulting Information Planning n placement Appraisal (pengumpul data) Semua usaha

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Matematika 2.1.1.1 Pengertian Matematika Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kecenderungan rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Semua itu terjadi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kecenderungan rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Semua itu terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling sempurna, secara fitrah manusia telah dibekali potensi untuk tumbuh dan berkembang serta mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA

KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA KEDUDUKAN BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM SITEM PENDIDIKAN NASIONAL BERORIENTASIKAN BUDAYA DI SUSUN OLEH : SURANTO HARIYO H RIAN DWI S YUNITA SETIA U YUYUN DESMITA S FITRA VIDIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut Kneller memiliki arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, pendidikan diartikan sebagai tindakan atau pengalaman yang mempengaruhi perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan sebagai tempat mencetak sumber daya manusia yang berkualitas. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peran penting dalam kehidupan. Bangsa yang maju selalu diawali dengan kesuksesan di bidang pendidikan serta lembaga pendidikan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia. Pendidikan adalah suatu proses sadar tujuan, artinya bahwa kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bimbingan dan Konseling memiliki peranan yang sangat menentukan dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia dan mengembangkan kepribadian dan potensi (bakat, minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan proses esensial untuk mencapai tujuan dan cita-cita pribadi individu. Secara filosofis dan historis pendidikan menggambarkan suatu proses yang melibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang pesat sekarang ini, akan membawa dampak kemajuan di berbagai bidang kehidupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan, misalnya dalam menghadapi perubahan zaman,

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak mengalami perubahan, misalnya dalam menghadapi perubahan zaman, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Proses belajar mengajar adalah dasar dalam membentuk sebuah pribadi untuk memiliki wawasan. Dalam prosesnya, proses belajar mengajar ini telah banyak mengalami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan disegala bidang demi tercapainya tujuan bangsa, oleh karena itu pendidikan seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial.

BAB I PENDAHULUAN. tanah air, mempertebal semangat kebangsaan serta rasa kesetiakawanan sosial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses yang dapat mengubah obyeknya. Pendidikan nasional harus dapat mempertebal iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu. pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi dan informasi dituntut kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang memadai. Untuk menuju pada kemajuan teknologi yang diharapkan, harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

kata kunci : minat belajar, peran ibu

kata kunci : minat belajar, peran ibu Peningkatan Peran Ibu dalam Bimbingan Belajar untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa di SMA Islam Lumajang Siti Wahyuli 1 Abstrak :Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak-anak. peranan orangtua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya, masyarakat yang sejahtera memberi peluang besar bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai fungsi ganda yaitu untuk pengembangan individu secara optimal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kedua fungsi ini saling menunjang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilakukan terus menerus di Negara Indonesia secara menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan Sumber Daya Manusia terdidik dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. 1. menemukan dirinya dalam diri orang lain.

BAB II KAJIAN TEORI. proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. 1. menemukan dirinya dalam diri orang lain. BAB II KAJIAN TEORI A. Konsep Teoretis 1. Pengertian Pemahaman Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. 1 Menurut Benyamin S. Bloom pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang amat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Bangsa dan Negara, karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aspek penting bagi perkembangan sumber daya manusia, sebab pendidikan merupakan wahana atau salah satu instrumen yang digunakan bukan saja

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi. PENGARUH PENGGUNAAN METODE RESITASI DAN MINAT BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATA PELAJARAN AKUNTANSI SISWA KELAS XI IPS SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) AL-ISLAM 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2009/2010 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berperan penting dalam usaha menciptakan masyarakat yang beriman, berakhlak mulia, berilmu serta demokratis dan bertanggungjawab. Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan. Kesempurnaan, kemuliaan, serta kebahagiaan tidak mungkin

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan. Kesempurnaan, kemuliaan, serta kebahagiaan tidak mungkin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dengan potensi masing-masing. Potensi yang ada dalam diri manusia perlu dikembangkan demi mencapai kebahagiaan dan kesempurnaan dalam kehidupan.

Lebih terperinci

KEPALA SEKOLAH GURU WALI KELAS KONSELOR PARA SISWA

KEPALA SEKOLAH GURU WALI KELAS KONSELOR PARA SISWA BIMBINGAN KONSELING Herry Kusmiharto FBS Univ. Wijaya Kusuma Surabaya Konsep dasar Bimbingan dan konseling Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen dlm keseluruhan sistem pendidikan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977).

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan kemampuan bicara (Somantri, 2006). selayaknya remaja normal lainnya (Sastrawinata dkk, 1977). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna rungu wicara adalah kondisi realitas sosial yang tidak terelakan didalam masyarakat. Penyandang kecacatan ini tidak mampu berkomunikasi dengan baik selayaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan modal utama dalam pembangunan bangsa Indonesia untuk dapat bertahan di era globalisasi. Peningkatan kualitas sumber

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Tinjauan tentang Perhatian Orang Tua

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Tinjauan tentang Perhatian Orang Tua BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Teori 1. Tinjauan tentang Perhatian Orang Tua Perhatian merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar. Wasty Soemanto (2003: 34), mengartikan perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan adalah suatu hal yang harus dipenuhi dalam upaya meningkatkan taraf hidup bangsa Indonesia agar tidak sampai tertinggal dengan bangsa lain. Menurut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar. 1. memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman

BAB II KAJIAN TEORI. kemampuan dibidang lain, suatu transfer belajar. 1. memperoleh pengalaman-pengalaman atau pengetahuan, baik pengalaman BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoritis dan Hipotesis Tindakan 1. Hasil Belajar Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri

Lebih terperinci

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa

Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika. Meilantifa 26 INOVASI, Volume XX, Nomor 1, Januari 2018 Pengaruh Kelelahan Emosional Dan Motivasi Belajar Siswa Terhadap Hasil Belajar Matematika Meilantifa Email : meilantifa@gmail.com Program Studi Pendidikan Matematika,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. kegiatan yang paling pokok, ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. kegiatan yang paling pokok, ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Belajar Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok, ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia saat ini, tergantung

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia saat ini, tergantung 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Krisis multidimensi yang dialami bangsa Indonesia saat ini, tergantung pada proses pendidikan. Pendidikan adalah bukan hal yang asing lagi bagi semua orang. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang semakin cepat menuntut sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang semakin cepat menuntut sumber daya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi yang semakin cepat menuntut sumber daya manusia untuk meningkatkan kemampuan ilmu pengetahuan agar tidak ketinggalan. Kemajaun teknologi

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Ekonomi Akuntansi KEMAMPUAN KOGNITIF MAHASISWA DITINJAU DARI MEDIA PEMBELAJARAN DAN INTENSITAS BELAJAR MAHASISWA DALAM MATA KULIAH AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH PROGDI PENDIDIKAN EKONOMI AKUNTANSI FKIP UMS TAHUN AJARAN 2009/2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan wahana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam hidupnya didunia ini. Pendidikan sangat berperan dalam upaya menjamin kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dapat saja terganggu, sebagai akibat dari gangguan dalam pendengaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling menarik untuk dipelajari, karena banyak sekali masalah yang dihadapi. Seiring dengan perkembangan jaman dan peradaban,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan manusia seutuhnya bertujuan agar individu dapat mengekspresikan dan mengaktualisasi diri dengan mengembangkan secara optimal dimensi-dimensi kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan

BAB I PENDAHULUAN. yang berpendidikan akan mampu mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses yang dinamis dalam mengembangkan segenap potensi yang ada pada diri manusia, tingkat pendidikan suatu bangsa merupakan cermin kesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan

I. PENDAHULUAN. sendiri yaitu mempunyai potensi yang luar biasa. Pendidikan yang baik akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan merupakan jalan efektif bagi upaya pengembangan sumber daya manusia, karena melalui pendidikan siswa dibina untuk menjadi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa. Negara Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara umum, semua aktivitas yang melibatkan psiko-fisik yang menghasilkan 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Secara umum, semua aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bahan kajian (materi) PAI (Pendidikan Agama Islam) dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu bahan kajian (materi) PAI (Pendidikan Agama Islam) dalam sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I (Ketentuan Umum) Pasal I Butir I dijelaskan : Pendidikan adalah usaha sadar dan terrencana untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan suatu kata majemuk yang terdiri dari kata prestasi dan belajar. Belajar adalah suatu aktivitas atau

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi PENGARUH PERSEPSI SISWA TENTANG STRATEGI BELAJAR GROUP RESUME DAN MINAT BELAJAR TERHADAP HASIL BELAJAR EKONOMI SISWA KELAS X SMA MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia. Menurut Djamarah (2000: 22) Pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia diwajibkan untuk mengenyam pendidikan. Pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses pembentukan kepribadian manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Layanan Pembelajaran Bidang Bimbingan Belajar

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Layanan Pembelajaran Bidang Bimbingan Belajar 11 BAB II LANDASAN TEORI A. Layanan Pembelajaran Bidang Bimbingan Belajar 1. Pengertian Layanan Pembelajaran Bidang Bimbingan Belajar Institusi-institusi pendidikan khususnya sekolah disamping banyaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak bagi setiap warga negara, sebagaimana yang tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh

Lebih terperinci

DESKRIPSI KOMPETENSI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA KECAMATAN KWANDANG DAN KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA

DESKRIPSI KOMPETENSI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA KECAMATAN KWANDANG DAN KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA DESKRIPSI KOMPETENSI GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DI SMA KECAMATAN KWANDANG DAN KECAMATAN ANGGREK KABUPATEN GORONTALO UTARA Oleh : Suprandi Yusuf Jurusan Bimbingan dan Konseling Gorontalo Universitas Negeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kunci bagi suatu bangsa untuk bisa menyiapkan masa depan dan sanggup bersaing dengan bangsa lain. Dunia pendidikan di tuntut memberikan

Lebih terperinci

BAB IX DEFINISI, LANDASAN, DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING. bimbingan dan konseling, landasan-landasan bimbingan dan konseling, serta

BAB IX DEFINISI, LANDASAN, DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING. bimbingan dan konseling, landasan-landasan bimbingan dan konseling, serta Profesi Keguruan Rulam Ahmadi BAB IX DEFINISI, LANDASAN, DAN PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING A. Kompetensi Dasar Setelah membaca materi ini mahasiswa diharapkan memahami definisi bimbingan dan konseling,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan salah satu aktivitas manusia, maka pendidikan merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari perjalanan hidup manusia. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang mencetak tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dalam

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang mencetak tenaga kerja mempunyai tanggung jawab dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi sekarang ini kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, oleh karena itu dibutuhkan tenaga - tenaga kerja yang terampil dan profesional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup individu. Melalui pendidikan, individu memperoleh informasi dan pengetahuan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang dilakukan di Negara Indonesia dilakukan secara menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar.

BAB I PENDAHULUAN. lebih mudah mengarahkan peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran, akhirnya akan berpengaruh pada hasil belajar. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan ruang lingkup penelitian. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci