UNIVERSITAS INDONESIA PERAN EDUKASI MUSEUM STUDI KASUS MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN TESIS ZAHIR WIDADI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA PERAN EDUKASI MUSEUM STUDI KASUS MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN TESIS ZAHIR WIDADI"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PERAN EDUKASI MUSEUM STUDI KASUS MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN TESIS ZAHIR WIDADI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI MAGISTER ARKEOLOGI DEPOK JULI 2010 vi

2 UNIVERSITAS INDONESIA PERAN EDUKASI MUSEUM STUDI KASUS MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora ZAHIR WIDADI FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI MAGISTER ARKEOLOGI DEPOK JULI 2010 vi

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : ZAHIR WIDADI NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 15 Juli 2010 vi

4

5 KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Humaniora Jurusan Arkeologi Program kekhususan Museologi pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1). Beasiswa unggulan Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menempuh Studi Magister Arkeologi di (2). Prof. Dr. Noerhadi Magetsari selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini; (3). Dr. Kresno Yulianto Ko-pembimbing, atas kesabaran dan dorongan serta motivasi yang diberikan kepada saya untuk segera menyelesaikan penyusunan tesis ini; (4). Dr. Irmawati M. Johan selaku Ketua Program Studi Arkeologi, atas kebijakan-kebijakannya mengingatkan agar saya dapat menyelesaikan studi pada waktunya; (5). Dr. Heriyanti Ongkodharma dan Agi Ginanjar M.Si selaku penguji yang telah memberikan kritik dan sarannya untuk kebaikan tesis ini; (6). Isman Pratama Nasution, M.Si yang telah membantu kelancaran penyusunan tesis; (7). Seluruh Staf Pengajar Program Studi Arkeologi yang telah memberikan ilmunya kepada saya; (8). Ketua Umum Yayasan Kadin Indonesia, Bapak Iman Sucipto Umar yang telah membantu dan mendukung saya dalam menempuh studi; vi

6 (9). Walikota Pekalongan, Selaku Ketua Lembaga Museum Batik di Pekalongan, Bapak dr. Basyir Ahmad, yang memberikan izin bagi saya untuk kuliah. (10). Karyawan Museum Batik Pekalongan yang telah berjuang bersama dalam pengembangan Museum Batik dan mendukung proses penelitian ini. (11). Komunitas Batik Pekalongan yang telah memberikan dukungan selama perkuliahan. (12). Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan dan doa selama saya kuliah. (13). Istriku yang tercinta Sri Widiastuti, Amd yang selalu memberikan dorongan dan doa buat saya dan anakku yang tersayang M. Widianto Zahir yang selalu memberi semangat pada saat saya sedang berada jauh dari keluarga selama perkuliahan dan penulisan tesis ini; (14). Teman-teman kuliah Museologi yang selalu bersemangat selama menghadapi perkuliahan; (15). Kepada orang-orang yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang secara langsung dan tidak langsung selalu membantu kelancaran perkuliahan hingga selesainya tesis ini Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu Museologi yang masih terus perlu dikembangkan. Depok, 15 Juli 2010 Penulis vi

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Zahir Widadi NPM : Program Studi : Arkeologi/kekhususan Museologi Departemen : Arkeologi Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Jenis karya : Tesis Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Peran Edukasi Museum Studi Kasus Museum Batik di Pekalongan. Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/format- kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir sata selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal: 15 Juli 2010 Yang Menyatakan, ( Zahir Widadi ) vi

8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PENYATAAN BEBAS PLAGIARISME... HALAMAN PENYATAAN ORISINALITAS... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO... i ii iii iv v vii viii ix x xii xiv xv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Permasalahan Tujuan dan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian Metode Penelitian Sistematika Penulisan LANDASAN TEORI Pengertian Edukasi Museum Konsep Kebijakan Edukasi Museum Metode Pengajaran dan Pembelajaran Edukasi Museum Prinsip-Prinsip Dasar Program Edukasi Museum Teori Edukasi Museum Teori Pendidikan Didaktik Ekspositori Teori Pendidikan Stimulus Respon Teori Pendidikan Belajar Diskoveri Teori Pendidikan Konstruktif GAMBARAN UMUM MUSEUM BATIK PEKALONGAN Sejarah Singkat Museum Misi, Visi dan tujuan Struktur Organisasi Koleksi Museum Batik Pekalongan Pengertian Batik Makna Simbolik Batik Makna budaya takbenda batik Proses Teknik Membatik Koleksi Museum Ruang Pamer Tetap Batik Pesisiran Ruang Pamer Tetap Batik Nusantara Ruang Pamer Tetap Batik Pedalaman Ruang Pameran Temporer vi

9 3.6 Perputakaan buku batik Kedai Batik Pengunjung Museum MUSEUM BATIK PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK Kebijakan Edukasi Museum Batik Pekalongan Kebijakan Edukasi dan Koleksi Kebijakan Edukasi dan Warisan Budaya Kebijakan Mengelola Edukasi Kebijakan Edukasi dan Komunitas Metode Pembelajaran di Museum Batik Pekalongan Museum Sebagai Sumber Belajar Batik Didaktik Eksibisi Didaktik Pemanduan dan Dialog Didaktik Keterangan Koleksi Program Edukasi Museum Diskoveri Praktik di Laboraturium Batik Konstruktif Pelatihan di Laboraturium Batik KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN. 106 vi

10 DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Statistik Pengunjung Museum Batik Pekalongan... 3 Tabel 1.2 Sentra Batik Kota Pekalongan... 4 Table 3.1 Dafter Koleksi Museum Batik Pekalongan Tabel 4.1 Kondisi Sumber Daya Manusia Museum Batik Pekalongan. 73 Table 4.2 Penyajian Koleksi Berdasarkan Klasifikasi Asal Daerah vi

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Prinsip dan Prioritas Menentukan Program Edukasi Museum Gambar 2.2 Tipe Bahan Belajar Didaktik Digunakan di Museum Gambar 2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Program Edukasi Gambar 3.1 Motif Sawat Gambar 3.2 Motif Meru Gambar 3.3 Motif Slobog Gambar 3.4 Kawung Semar Gambar 3.5 Motif Sido Mukti Gambar 3.6 Sido Mulyo Gambar 3.7 Motif Truntum Gambar 3.8 Motif Satrio Manah Gambar 3. 9 Motif Madu Bronto Gambar 3.10 Motif Sekar Sagat Gambar 3.11 Motif Bundet Gambar 3.12 Motif Semen Gendong Gambar 3.13 Motif Pring Sedapur Gambar 3.14 Motif Udan Liris Gambar 3.15 Parang Wenang Gambar 3.16 Motif Keong Sar Gambar 3.17 Motif Tambal vi

12 DAFTAR FOTO Foto 3.1.Bangunan Utama Museum Batik Pekalongan Foto 3.2.Peresmian Museum Batik Pekalongan Foto 3.3 Proses Batik Tulis Foto 3.4 Koleksi Batik Motif Buketan Foto 3.5 Ruang Pamer Batik Pesisiran Foto 3.6 Salah Satu Bentuk Vitrin Foto 3.7 Koleksi Kain Batik Bayumas Foto 3. 8 Koleksi Pinjaman dari Kraton Surakarta Foto 3.9 Koleksi Batik untuk Interior Foto 3.10 Suasana Belajar di Perpustakaan Foto 3.11 Suasana Kedai Batik Foto 3.12 Pelajar Sekolah Dasar Meengerjakan Tugas Foto 3.13 Pengunjung umum Foto 4.1 Cap Foto 4.2 Komposisi Bahan Pembuatan Lilin Batik Foto 4.3 Bahan Pewarna Organik dan Non organik Foto 4.4 Setifikat Batik Indonesia dari UNESCO Foto 4.5 Keterangan Koleksi Foto 4.6 Pelajar Praktek Membatik tulis Foto 4.7 Proses Pewarnaan Foto 4.8 Pelajar Praktek Membatik dengan Cap Foto 4.9 Sertifikat Best Practice dari UNESCO vi

13 DAFTAR BAGAN Bagan 1.1 Konsep kunci pengaktualisasikan museologi... 7 Bagan 1.2 Museological Research... 8 Bagan 2.1. Rancangan Program Manajemen Museum Bagan 2.2 Kontinum Teori Pengetahuan Bagan 2.3 Kontinum Teori Belajar Bagan 2.4 Teori Pendidikan Bagan 3.1 Struktur Organisasi Museum Batik Pekalongan Bagan 4.1 Program Edukasi Membatik vi

14 DAFTAR LAMPIRAN Struktur Organisasi Lembaga Museum Batik di Pekalongan Denah Museum Batik di Pekalongan vi

15 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Zahir Widadi : Magister Arkeologi : Peran Edukasi Museum. Studi Kasus Museum Batik di Pekalongan Tesis ini membahas tentang fungsi edukasi dari museum. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini mengindentifikasikan bahwa edukasi dan eksibisi Museum Batik Pekalongan masih bersifat tradisional. Eksibisi museum belum ada kesesuaian dengan program edukasi. Museum Batik Pekalongan belum memperhatikan kebutuhan dan harapan pengunjung museum.. Kenyataan ini dapat dilihat dari proses penyampaian eksibisi dalam bentuk edukasi masih berorientasi pada koleksi. Penekanan penyajian pada keindahan motif dan warna koleksi kain batik, sehingga keterangan koleksi belum menyampaikan pesan makna simbolik dan pengetahuan yang berhubungan dengan penggunaan kain batik tersebut. Permasalahan ini perlu diatasi dengan menentukan kebijakan museum terhadap koleksi, program edukasi dan pengajar, sehingga kalangan pengunjung dari sekolah dan masyarakat umum akan mendapat pelayanan edukasi sesuai yang dibutuhkan. Pembahasan dalam penelitian ini berupaya merubah konsep pelayanan Museum Batik Pekalongan menjadi berorientasi terhadap kebutuhan pengunjungnya. Bentuk edukasi Museum Batik Pekalongan perlu menggunakan teori pendidikan. Teori balajar didaktik digunakan untuk program edukasi eksibisi museum, pemanduan dengan dialog dan keterangan koleksi. Sementara teori konstruktif digunakan untuk praktik membatik di bengkel batik museum. Kata kunci : Kebijakan, Edukasi, Eksibisi, Belajar, Didaktif, Konstruktif. vi

16 ABSTRACT Name : Zahir Widadi Study Program: Master of Archaeology Title : The Educational Role of the Museum. The Case Study of Batik Museum in Pekalongan. This thesis discusses the educational function of museum. This study is a descriptive qualitative approach. Results from this study identified that education and exhibition Museum Batik Pekalongan is still traditional. Museum exhibitions there has been no compliance with educational programs. Museum Batik Pekalongan not yet consider the needs and expectations of museum visitors. This fact can be seen from the process of delivering an exhibition in the form of education still oriented to the collection. The emphasis of the presentation on the beauty and color collection of motif batik cloth, so that information collection has not yet submitted the symbolic meaning of messages and knowledge associated with the use of batik cloth. This problem needs to be addressed by determining the policies of the museum collections, educational programs and faculty, so that the visitors from schools and the general public will receive educational services as needed. The discussion in this research effort to change service concept Museum Batik Pekalongan to be oriented towards the needs of visitors. Museum Batik Pekalongan forms of education need to use the theory of education. Theory of didactic is used for exhibitions museum educational programs, guiding the dialogue and information collection. While the constructive theory are used to batik practice in the workshop batik museum. Keywords: Policy, Education, Exhibition, Learning, didactif, Constructive. vi

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap museum mempunyai tanggung jawab pelayanan edukasi terhadap masyarakatnya. Ambrose dan Paine (2007:48) menyatakan bahwa secara umum museum mempunyai tiga peranan dalam masyarakat. Pertama, memastikan perawatan dan konservasi warisan budaya. Kedua, memberikan dukungan kepada institusi pendidikan, memberikan fasilitas kegiatan belajar, kegiatan budaya dan ketiga, membangun identitas di lokasi tempat mereka berada. Hal yang sama dinyatakan dalam definisi ICOM Code of Professional Ethics tahun 2006, mengenai fungsi edukasi dari museum. Dewan Museum Internasional tersebut menyatakan definisi museum sebagai berikut. Museum is a non profit making permanent institution in the service of society and of its development, open to public, which acquires, conserves, researches, communicates and exhibits, for purposes of study, education and enjoyment, the intangible and tangible evidence of people and their environment, Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa museum merupakan sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, yang melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, mengumpulkan, merawat, meneliti, mengkomunikasikan, dan memamerkan untuk tujuan pembelajaran, pendidikan dan hiburan mengenai bukti manusia dan lingkungannya yang bersifat benda dan takbenda. Berdasarkan penjelasan tersebut museum memiliki peranan dasar yakni sebagai lembaga pendidikan (Edson dan Dean, 1990:6). Dengan demikian museum ini mempunyai peluang secara langsung sebagai sumber daya pendidikan mengenai pengetahuan batik dan teknik membatik bagi masyarakat setempat. Menurut Edson dan Dean (1996:194) museum harus mengambil setiap peluang untuk mengembangkan perannya sebagai suatu sumber daya pendidikan yang dapat digunakan oleh semua lapisan masyarakat atau kelompok khusus yang membutuhkan pelayanan. Salah satu museum yang memiliki tugas pokok tersebut adalah Museum Batik di Pekalongan. Museum ini merupakan museum swasta yang didirikan oleh

18 2 Yayasan Kadin Indonesia. Museum Batik di Pekalongan memiliki koleksi kain batik yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Museum ini berada di tengah tengah sebagian besar masyarakat yang hingga kini aktifitas sehari harinya terkait dengan usaha membatik sebagai mata pencaharian masyarakat yang tinggal di sekitar museum, meliputi pedagang bahan-bahan material batik, pembuat alat batik, perajin batik, pedagang batik, pemerhati batik hingga konsumen batik, dan museum juga berada dalam lingkungan sekolah yang memberikan pelajaran muatan lokal membatik kepada pelajar. Pelajaran muatan lokal membatik merupakan pelajaran tambahan ditingkat Sekolah Dasar dan pelajaran ekstrakurikuler membatik untuk tingkat SLTP dan SLTA di Pekalongan. Pelajaran muatan lokal dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 37 ayat (1) menyatakan kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat, pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal. Kemudian pada pasal 38 ayat (2) menyatakan kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah atau madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten atau kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Museun Batik di Pekalongan merupakan museum yang memiliki koleksi khusus batik, terutama koleksi jenis kain panjang dan kain sarung batik. Museum ini juga memiliki berbagai koleksi motif batik dengan makna simboliknya dari berbagai daerah. Batik juga memiliki proses pembuatan yang berbeda dari setiap daerahnya. Dengan demikian pengunjung akan lebih mudah untuk mengenal batik dari berbagai daerah di Museum Batik di Pekalongan tanpa harus berkunjung ke daerah asalnya. Selama ini pengunjung Museum Batik di Pekalongan berasal dari dua kelompok. Pertama, pengunjung dari kalangan pelajar/mahasiswa yang terdiri dari pelajar tingkat TK/SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi. Kelompok kedua berasal dari masyarakat umum yang berasal dari masyarakat lokal, nasional dan

19 3 internasional. Perincian. Perincian data pengunjung tersebut dapat digambarkan pada tabel berikut. JENIS PENGUNJUNG Pelajar /Mahasiswa Umum Jumlah No Thn. TK/SD SLTP SLTA PT Lokal Nas. Int. Total Jumlah % TOTAL 28,53% 14,06% 9,39% 1,02% 31,91% 7,41% 0,41% Tabel 1.1 Statistik Pengunjung Museum Batik di Pekalongan (Sumber : Laporan Museum Batik di Pekalongan Tahun, 2009) Berdasarkan tabel di atas tampak pengunjung Museum Batik di Pekalongan yang berasal dari kalangan masyarakat lokal memiliki persentase tertinggi yaitu 31,91%, diurutan kedua adalah dari kalangan pelajar, TK/SD dengan persentase yaitu 28,53%, diurutan ketiga adalah pelajar tingkat SLTP dengan persentase 14,06% dan urutan keempat adalah siswa tingkat SLTA dengan persentase 9,39%, diurutan kelima dari kelompok pengunjung dari kalangan masyarakat nasional dengan persentase 7,41%. Sementara itu pengunjung dari kalangan Perguruan Tinggi total jumlahnya sangat kecil 1.02% dan pengunjung dari kalangan manca negara memilki jumlah terendah dengan persentase 0,41%. Dengan demikian dapat dinyatakan kelompok pengunjung kalangan pelajar dan mahasiswa memiliki jumlah lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok kalangan umum. Jumlah ini seharusnya mendapat perhatian khusus dari pihak museum. Oleh karenanya itu tidak mengherankan jika Museum Batik di

20 4 Pekalongan telah menjadi tempat tujuan belajar mengenai batik di luar lingkungan sekolah.. Selain peluang sebagai tempat belajar batik terhadap pelajar, Museum Batik di Pekalongan juga memiliki peluang memberi edukasi batik kepada masyarakat umum. Jumlah penduduk Kota Pekalongan sebanyak jiwa. Kota ini memiliki luas daerah lebih kurang 45, 25 KM 2 dengan sistim administrasi terdiri dari 4 Kecamatan dan 47 Kelurahan. Masyarakat yang terkait dengan usaha membatik terdiri dari perajin alat batik canting tulis, cap, pedagang bahan baku batik, pedagang batik berasal dari tiga kecamatan yaitu kecamatan Timur, Utara dan Selatan. Jumlah unit usaha tersebut meliputi pengusaha atau pengrajin, sehingga sektor industri dan perdagangan batik ini mampu menyerap orang tenaga kerja atau sekitar 75% dari jumlah tenaga kerja yang ada di Kota Pekalongan (Deprerindag Pekalongan, 2008). Data jumlah usaha batik dan tenaga kerja yang terlibat tersebut dapat digambarkan pada tabel berikut. No Alamat Perusahaan Kecamatan Kelurahan Jumlah Unit Usaha Jumlah Tenaga Kerja 1 Pekalongan Timur Landungsari Pekalongan Timur Kauman Pekalongan Utara Krapyak Lor Pekalongan Utara Degayu Pekalongan Utara Pabean Pekalongan Selatan Kradenan Pekalongan Selatan Buaran Pekalongan Selatan Jenggot Pekalongan Selatan Banyurip Alit Pekalongan Selatan Banyurip Pekalongan Barat Pasirsari Pekalongan Barat Tegalrejo

21 5 13 Pekalongan Barat Pringlangu Pekalongan Barat Tirto Pekalongan Barat Bendan Jumlah Tabel 1.2 Sentra Batik Kota Pekalongan (Sumber: Deperindagkop Kota Pekalongan, 2008) Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 1.1 dan 1.2 maka Museum Batik di Pekalongan dapat mengetahui tipe dan latar belakang dari pengunjung museum. Selanjutnya dengan data tersebut museum dapat menentukan program edukasi. Dengan demikian Museum Batik di Pekalongan perlu menentukan kebijakan program edukasi, metode edukasi dan konsep eksibisi untuk lebih meningkatkan pelayan terhadap masyarakat. Pada saat observasi masalah yang ditemukan adalah tidak terdapat kesesuaian antara penataan eksibisi dalam program edukasi. Program edukasi dan pameran masih bersifat tradisional, dalam hal ini tata pameran hanya berorientasi pada koleksi. Program edukasi batik untuk pelajar tingkat TK/SD sampai Perguruan Tinggi bahkan disamakan dengan pengunjung umum. Petugas menjelaskan eksibisi dengan gaya bahasa yang sama baik terhadap anak anak maupun pengunjung dewasa. Museum ini mengedepankan konsep keindahan dari motif batik dan coraknya tanpa menjelaskan apa makna yang ada pada koleksi tersebut. Permasalah lain yang muncul adalah peran kurator yang sangat mendominasi dalam menentukan tata pamer sesuai pemikirannya sendiri, sehingga eksibisi museum belum memenuhi kebutuhan dan belum berorientasi terhadap kebutuhan masyarakatnya. Menurut Brüninghaus-Knubel (2004: ) museum perlu menyadari tujuan dari edukasi museum. Oleh karena itu museum harus mempunyai kebijakan dalam program edukasi yang dianggap sebagai salah satu tujuan utama dalam menentukan kebijakan museum. Hein menyatakan (1998:14) sebagai sumber daya pembelajaran perlu museum mengadopsi teori pendidikan yang terdiri dari teori pengetahuan, teori belajar dan teori pengajaran yang bertujuan untuk mempertimbangkan apa tujuan

22 6 yang dipelajari dan bagaimana mempelajarinya. Dalam teori pengetahuan museum menentukan apa yang akan menjadi koleksi museum dan bagaimana menyajikannya. Sementara pada teori belajar menekankan bagaimana proses orang belajar, melalui proses transmisi secara bertahap, sedikit demi sedikit, langkah demi langkah menambah satu persatu hasil transmisi informasi ke dalam pengetahuannya. Teori ketiga adalah yang menentukan bagaimana teori digunakan dalam dalam praktiknya (Hein, 1998:16). Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, Museum Batik di Pekalongan perlu melakukan perubahan secara perlahan dari orientasi pada koleksi berubah menjadi orientasi ke pengunjung, dari konsep museum tradisional menuju museum baru. Museum ini juga perlu mengubah perhatian dari objek menuju kepada orang. Perubahan ini membutuhkan landasan teori dan praktik eksibisi yang disebut museologi (Magetsari. 2008:3). Pendapat yang sama disampaikan oleh Edson dan Dean (1996:171) yang menjelaskan tentang obyek dan pengetahuan ke dalam suatu bahasa yang dipahami oleh pengunjung. Menurut Magetsari (2008: 8) konsep manajemen memori kultural merupakan konsep kunci dalam pengaktualisasikan museologi. Konsep kunci tersebut adalah preservasi, penelitian dan komunikasi. Konsep preservasi mencakup pengertian pemeliharaan fisik maupun administrasi dari koleksi. Termasuk di dalamnya manajemen koleksi yang terdiri dari pengumpulan, pendokumentasian, konservasi dan restorasi koleksi (Magetsari, 2008:13). Sementara konsep penelitian mengacu pada penelitian terhadap warisan budaya dan berkaitan dengan subject matter discipline. Di dalam konsep ini kurator bertindak sebagai subject matter yang melakukan tugas penelitian. Kurator peneliti ini dapat menerapkan metode interpretasi sebelum obyek dipamerkan, sehingga artifak dan display menjadi relevan dengan pengalaman dan identitas pengunjung. Dengan demikian penerapan metode interpretasi yang baik akan dapat menangkap perhatian dan minat pengunjung untuk mengaitkan objek yang dipamerkan dengan pengalaman pengunjung sendiri (Magetsari, 2008: 13). Selanjutnya komunikasi mencakup kegiatan penyebaran hasil penelitian berupa

23 7 knowledge dan pengalaman dalam bentuk pameran, program-program pendidikan, events, dan publikasi (Magetsari, 2008: 13). Konsep kunci dalam pengaktulisasikan museologi tersebut digambarkan dalam bagan berikut. Basic Fuction Bagan 1.1 Konsep kunci pengaktualisasikan museologi (Sumber : van Mensch dalam Magetsari, 2008: 13) Konsep kunci pengaktulisasikan museologi tersebut bila diuraikan dengan menggunakan museological research maka akan tampak penyebaran hasil penelitian yang berupa knowledge dan memori dalam bentuk edukasi dan eksibisi sebagai fungsi edukasi dari museum, seperti digambarkan pada bagan 1.2. Dalam bagan 1.2 digambarkan koleksi sebagai hasil penyampaian dari proses preservasi, penyampaian hasil dari penelitian berupa knowledge dan memori, dan bentuk penyebaran hasil dari komunikasi berupa edukasi dan eksibisi. Ketiga proses interpretasi, komunikasi dan display saling berhubungan, sehingga adanya keterkaitan antara peneliti dengan subject matter discipline. Proses interpretasi koleksi memerlukan bidang ilmu peneliti, sehingga sebelum obyek dipamerkan perlu diinterpretasikan terlebih dahulu. Dengan demikian artefak dan display dapat menjadi relevan dengan pengalaman pengunjung dan dapat membantu pengunjung memahami masa lampau serta pentingnya pelestarian warisan budaya (Magetsari, 2008:9).

24 8 Bagan 1.2 Museological Research (Sumber : Magetsari, 2009:13) 1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan, maka dapat diketahui bahwa edukasi tentang batik memang dibutuhkan oleh masyarakat. Sejauh ini terdapat dua kelompok masyarakat yang memperoleh edukasi tentang batik. Pertama, pelajar yang mempunyai pelajaran membatik di sekolah dan kedua, masyarakat luas yang ingin mengerti tentang pengetahuan dan teknik membatik. Penelitian ini berupaya untuk mendapatkan pemahaman mengenai peran edukasi di Museum Batik di Pekalongan sebagai sumber pembelajaran mengenai batik. Rumusan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Pengetahuan tentang batik apakah yang seharusnya disampaikan kepada pengunjung?. 2. Bagaimana menyampaikan pengetahuan tentang batik tersebut kepada pengunjung?. 1.3 Tujuan dan Manfaat Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

25 9 1. Memberikan masukan bagi peningkatan edukasi mengenai batik di Museum Batik di Pekalongan. 2. Memberikan sumbangan yang berkaitan dengan edukasi batik di museum sebagai salah satu contoh bagi museum sejenis di Indonesia Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kualitas pelayanan edukasi museum di Indonesia, Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu contoh dari penerapan ilmu museologi mengenai fungsi edukasi dari museum. 2. Museum Batik di Pekalongan, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan lebih lanjut untuk menentukan teori edukasi, sehingga dapat meningkatkan fungsi dari edukasi museum sebagai langkah pengembangan kualitas pelayanan museum di kemudian hari. 3. Masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memenuhi harapan masyarakat pengunjung Museum Batik di Pekalongan. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Pembahasan mengenai fungsi edukasi dari Museum Batik di Pekalongan sebagai sumber pembelajaran batik belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, bahan penelitian dasar yang akan diungkapkan dalam pembahasan tesis ini adalah mengenai kebijakan, metode dan program edukasi di Museum Batik di Pekalongan. Pembahasan yang berkaitan dengan pendidikan museum ini akan dibahas melalui teori pendidikan yaitu teori pengetahuan, teori belajar dan teori pengajaran. Penelitian ini dibatasi pada edukasi yang berkaitan dengan koleksi kain batik yang dimiliki oleh Museum Batik di Pekalongan. Edukasi batik akan membahas tentang pengetahuan makna simbolik dan teknik membatik. Eksibisi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pameran tetap Museum Batik di Pekalongan. Pameran tetap dijadikan terdiri dari tiga ruang pamer yaitu koleksi kain batik yang berasal dari Yogyakarta dan Surakarta yang disebut dengan ruang pamer batik pedalaman, ruang pamer koleksi khusus batik yang berasal dari Pekalongan, Lasem dan Cirebon disebut ruang pamer batik

26 10 pesisiran dan ruang pamer batik yang berasal dari luar kedua daerah tersebut yang disebut ruang pamer batik Nusantara. Lokasi penelitan ini adalah Museum Batik di Pekalongan di Jalan Jetayu Nomor 1 Pekalongan. Museum batik ini merupakan salah satu museum batik yang ada di Indonesia. 1.5 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Marshal (1995:1). Penelitian kualitatif merupakan suatu proses yang mencoba untuk mendapatkan pemahaman lebih baik mengenai kompleksitas yang ada dalam interaksi manusia Dalam penelitian ini digunakan salah satu model dari kelompok penelitian kualitatif format deskriptif. Penelitian deskriptif adalah untuk memaparkan situasi atau peristiwa tertentu (Rakhmat, 1984). Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk menggambarkan berbagai kondisi dan situasi fenomena sosial yang berhubungan ke masyarakat sebagai objek penelitian (Burhan, 2007:68). Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, pengolahan data dan penafsiran data. Pada tahap pertama, pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan studi lapangan. Dalam studi pustaka akan dilakukan penelusuran sumber sumber pustaka yang menjelaskan Museum Batik di Pekalongan sebagai sumber pembelajaran batik. Sumber sumber data yang akan dikumpulkan meliputi beberapa aspek antara lain, tujuan pendirian museum, pengelolaan museum, sumber koleksi bentuk edukasi yang telah disampaikan di museum, cara menampilkan koleksi. Studi lapangan akan dilakukan untuk mengamati bagaimana karyawan menjelaskan pengetahuan yang terdapat pada koleksi melalui proses pemanduan, proses berlangsungnya praktik membuat batik dan fasilitas yang mendukung kegiatan pelatihan batik di bengkel batik museum. Observasi adalah kegiatan dengan menggunakan panca indra untuk menghimpun data penelitian (Burhan, 2007:115). Pada tahap kedua, setelah data dikumpulkan dilakukan teori pengolahan data dengan menggunakan dengan teori mengenai kebijakan museum dan

27 11 metode program edukasi. Teori edukasi digunakan untuk menjelaskan cara penyajian koleksi dan cara menyampaikan informasi tentang koleksi, dan juga kegiatan interaktif belajar membatik di bengkel batik museum. Pada tahap akhir penelitian akan dilakukan penafsiran data berdasarkan hasil dari analisis data berikut dengan program edukasi di Museum Batik di Pekalongan. Dengan demikian dapat diperoleh kesesuaian antara fungsi edukasi yang telah dilakukan di Museum Batik di Pekalongan saat ini dengan teori edukasi museum sebagai sumber pembelajaran batik di museum. 1.6 Sistematika Penulisan Bab 1 (Pendahuluan) berisi uraian tentang latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan dan manfaat, ruang lingkup penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab 2 (Landasan Teori) berisi uraian mengenai pengertian museum edukasi, konsep kebijakan edukasi, metode pengajaran dan pembelajaran dan teori pendidikan. Bab 3 (Gambaran Umum Museum Batik di Pekalongan) berisi uraian mengenai sejarah singkat pendirian museum, misi, visi, tujuan museum, struktur organisasi, koleksi museum, pengertian batik, pengertian makna simbolik pada koleksi batik yang berasal dari daerah Solo dan Yogyakrta, makna budaya takbenda batik, proses teknik membatik, pameran koleksi musem yang terdiri atas pameran tetap ruang koleksi batik pesisiran, pameran tetap ruang koleksi batik nusantara, pameran tetap ruang koleksi batik pedalaman, pameran termporer, keterangan koleksi, kegiatan belajar di laboraturium batik, perpustakaan buku batik, kedai batik, dan data pengunjung museum Bab 4 (Museum Batik Pekalongan Sebagai Sumber Pembelajaran Batik) bersisi uraian mengenai bentuk kebijakan edukasi Museum Batik di Pekalongan, metode pembelajaran, program edukasi batik. Bab 5 (Penutup) berisi uraian mengenai kesimpulan dan saran. Kesimpulan mengenai jawaban pertanyaan penelitian serta bentuk bentuk edukasi dari museum. Saran menguraikan posisi Museum Batik di Pekalongan sebagai sumber pembelajaran batik.

28 12 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Edukasi Museum Menurut Brüninghaus dan Knubel dalam bukunya Museum Education in the Context of Museum Functions, (2004:127) edukasi museum secara nyata bertujuan untuk memperkenalkan pengetahuan dan budaya melalui program edukasi dan eksibisi. Oleh karena itu, perlu adanya komitmen yang jelas terhadap edukasi museum yakni pendidikan harus dianggap sebagai tujuan utama dari kebijakan museum. Dengan demikian sebagai konsekwensinya, setiap tindakan museum harus bertujuan untuk melayani masyarakat dan pendidikannya. Pendapat ini juga sesuai dengan pernyataan Edson dan Dean (1999:194) bahwa setiap museum mempunyai tanggung jawab pelayanan dalam bidang pendidikan kepada masyarakat. 2.2 Konsep Kebijakan Edukasi di Museum. Menurut Brüninghaus dan Knubel (2004:119) dalam menentukan kebijakan edukasi museum terdapat empat tujuan utama yang perlu diperhatikan yakni sebagai berikut. 1. Edukasi dan Koleksi Edukasi museum harus mempertimbangkan hubungan antara edukasi dengan benda benda koleksi. Apakah koleksi museum terdiri dari artefak atau spesimen sejarah alam, benda benda teknik atau bahan bahan arsip. Selanjutnya museum harus bekerja bersama dengan karyawan ahli dalam bidang tersebut untuk mengembangkan tujuan edukasi secara relevan. Dengan demikian setelah tujuan ditetapkan, museum dapat merancang program-program edukasi di museum untuk pemahaman aspek kuratorial dan pengetahuan dari benda benda koleksi museum tersebut. 2. Edukasi dan Warisan Budaya Dalam membuat kebijakan, museum harus menggabungkan edukasi dan pekerjaan kuratorial, bagaiman cara menampilkan koleksi dan membuat

29 13 keterangan koleksi di museum, terutama bagi museum yang berhubungan dengan komunitas yang memiliki pengetahuan tentang tradisi lokal dan budaya daerah. Sering orang mengabaikan sejarah dan tradisi budaya mereka sendiri, karena itu museum adalah salah satu tempat yang tepat untuk mempromosikan dan mendorong kesadaran akan warisan budaya. 3. Mengelola dan Mengembangkan Edukasi Museum Edukasi museum memerlukan komitmen dari sebuah institusi pendidikan dan sosial yang harus mampu mempekerjakan karyawan spesialis edukasi. Pengajar sebaiknya memiliki kualifikasi tingkat pascasarjana dengan pengalaman di berbagai bidang. Banyak museum mempekerjakan subject matter dicipline untuk bekerja pada bidang Arkeologi, Biologi, Sejarah, Fisika, atau studi di bidang pendidikan. Selain itu, pelatihan museologi mutlak diperlukan melalui program pendidikan formal maupun non formal melalui training di museum. Hal yang sama dijelaskan oleh Ambrosse dan Paine (1993:37) penyampaian edukasi museum memerlukan spesialis edukasi yakni karyawan museum dengan memiliki pelatihan psikologi mengajar dan banyak pengalaman untuk menyajikan pelajaran yang mudah dimengerti oleh pengunjung umum. Dalam proses pembelajaran di museum para pengajar harus mengembangkan jaringan untuk bekerja sama dengan masyarakat setempat, seperti yang dikemukakan oleh Brüninghaus dan Knubel (2004:121) yaitu. Therefore the museum educator must be a leader or manager as well as a true team player. Networks inside and outside the museum are essential for the educator s work. They can help with the orientation towards the public, and they may be a source of new alliances and thus broaden the educator s professional horizon and thus the service provided Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa dalam mengelola dan mengembangkan edukasi museum harus membangun jaringan di dalam dan di luar museum untuk kepentingan proses pembelajaran. Kerja sama ini dapat membantu orientasi pelayanan museum terhadap masyarakat dan juga kelompok masyarakat ini dapat menjadi sumber sumber pendidikan baru. Dengan demikian hubungan ini dapat memperluas cakrawala dan memfasilitasi pemecahan masalah pengajar di museum.

30 14 4. Edukasi Museum dan Masyarakat Museum sebagai lembaga untuk kepentingan umum yang berada di tengah-tengah masyarakat lokal, nasional atau internasional Para pengajar berhubungan dengan masyarakat melalui pengetahuan. Pengajar edukasi museum memiliki peranan penting dalam menentukan kebijakan, program pembelajaran dan tujuan museum. Selain itu, masyarakat ini mampu memberikan kontribusi penting mengenai informasi tentang kemampuan intelektual dan kesenangan dari kelompok pengunjung, sehingga masyarakat menjadi bagian dari tim pengajar. Dengan demikian semua pengunjung seharusnya tidak lagi dianggap sebagai hanya "konsumen" budaya atau pengetahuan, tetapi sebagai mitra dalam proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Davis (1999:198) bahwa museum juga berperan memperluas partisipasi masyarakat dalam pendidikan yang meliputi peran serta perorangan sebagai tokoh, kelompok komunitas, dan organisasi kemasyarakatan yang terkumpul sebagai kelompok masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan kebijakan museum yang telah dijelaskan tersebut di atas maka langkah selanjutnya museum dapat menentukan prinsip dan prioritas kebijakan untuk menentukan program edukasi di museum. Perencanaan program edukasi disusun melalui diskusi yang dilakukan oleh tim kuratorial dan pengajar di museum. Pengajar di museum memiliki peranan penting khusus pengembangan program, kebijakan serta misi edukasi museum. Pengajar museum mempunyai kedekatan dengan masyarakat pengunjung, sehingga pengajar memiliki pengertian yang lebih mendalam untuk membuat proses kebijakan edukasi (Brüninghaus dan Knubel, 2004: ). Diskusi tersebut dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan yang mendasar sebagai prinsip-prinsip dan prioritas kebijakan program edukasi di museum. Permasalahan utama yang dipertanyakan tersebut mengenai situasi geografis, sosial dan struktur budaya masyarakat, museologi dan keuangan. Prinsip dan prioritas tersebut diuraikan pada gambar berikut (Brüninghaus dan Knubel, 2004: ).

31 15 Prinsip-Prinsip Kebijakan Edukasi di Museum Setiap museum adalah sumber pembelajaran, sehingga dalam menentukan rencana pelayanan edukasi pengajar dan kurator di museum perlu mempertimbangkan prinsi-prinsip dasar sebagai berikut. Mengenai situasi geografis: 1. Apakah museum melayani komunitas besar atau kecil? 2. Apakah museum berada di lingkungan perkotaan atau industri atau pedesaan? 3. Apakah museum berhubungan secara efektif dengan situasi geografisnya? Mengenai sosial dan struktur budaya masyarakat 4. Seperti apa pengunjung potensial museum? 5. Seperti apa pengunjung dan pengguna lain yang ingin datang ke museum dan mengapa? 6. Apa tradisi budaya masyarakat, dapatkah ini dihubungkan dengan kebijakan dan tujuan museum? 7. Apakah permasalahan yang harus diatasi masyarakat saat ini? Mengenai museologi: 8. Apa sajakah jenis dari koleksi? 9. Bagaimana asal-usulnya? 10. Apa saja kewajiban museum terhadap pihak luar, seperti negara, kota, atau lembaga dana atau badan donor? Mengenai keuangan: 11. Apa sumber-sumber pendanaan yang tersedia khusus untuk kegiatan edukasi? 12. Apa penggunaan yang paling efektif dari anggaran edukasi museum yang tersedia? Gambar 2.1. Prinsip-Prinsip Kebijakan Edukasi di Museum (Sumber: Brüninghaus dan Knubel, 2004: 122)

32 Metode Pengajaran dan Pembelajaran Edukasi Museum Menurut Brüninghaus dan Knubel (2004:122) pengajaran dan pembelajaran edukasi di museum menggunakan beberapa metode dan media yang ditujukan pada penerima pasif melalui proses pembelajaran berpikir, mengamati, memeriksa, mengakui dan metode untuk mendorong pengunjung menjadi aktif terlibat, memeriksa koleksi, menampilkan atau mempelajari secara estetika, teknis atau kegiatan penelitian. Metode pengajaran dan pembelajaran edukasi tersebut sebagai berikut. 1. Metode Menggunakan Keterangan Koleksi. Di dalam ruang pamer harus ada informasi tentang masing-masing objek yang ditampilkan seperti, fungsi, asal, bahan, usia, dan makna koleksinya. Museum menawarkan informasi mengenai benda benda koleksi dengan menggunakan panel teks secara terpisah atau berkelompok Tenaga khusus pengajar edukasi di museum dapat memberikan masukan kepada teman yang sedang merancang pameran dengan menawarkan tenaga ahli yang mengerti dengan linguistik, tipografi, desain grafis, komunikasi dan juga nilai nilai khusus dari benda koleksi atau konsep penyajiannya dan sasaran dari benda benda koleksi tersebut. Program perancangan pelayanan edukasi museum tersebut dapat digambarkan pada gambar Metode Pemanduan dan Dialog Edukasi. Sebagian besar proses pembelajaran di museum tergantung pada medium pembicaraan. Seharusnya gaya belajar tradisional secara formal yang digunakan terhadap pendidikan orang dewasa, diganti oleh dialog atau percakapan, yang kurang formal terutama ketika berbicara dengan anak-anak, orang muda dan orang yang latar belakang non akademik. Museum membiarkan pengunjung mengeksplorasi dan mencari tahu yang mereka lihat, sehingga edukasi museum membantu mereka untuk menemukan makna untuk pengunjung itu sendiri. Pendapat yang sama dijelaskan oleh Falk dan Dierking (2002) bahwa free-choice learning sebagai tipe belajar yang diarahkan sendiri, dilakukan secara sukarela, dan didorong berdasarkan kebutuhan dan ketertarikan individu. Dengan

33 17 demikian, proses belajar yang terjadi karena seseorang memilihnya bukan karena dia harus memperlajarinya. Aspek motivasi menjadi penting untuk mendorong agar orang mau belajar atas dasar pilihannya sendiri. Sebagai salah satu contoh penerapan metode pemanduan dan dialog edukasi di museum yakni menanyakan pendapat pengunjung yang sedang melihat lihat pameran koleksi kain batik. Petugas edukasi dapat memulai untuk berdialog mengenai corak dan motif yang terdapat pada salah satu koleksi kain batik menurut interpretasi dari pengunjung sendiri. Apakah batik tersebut memiliki nilai budaya dan seni menurut pendapatnya, sehingga pengunjung akan mencoba untuk memberikan komentar dan bertanya setelah mendengarkan informasi yang tidak sesuai menurut pemahaman mereka. 3. Metode Audio dan Media Audiovisual Proses penyampaian edukasi dapat menggunakan Audio dan Media Audiovisual sebagai pengganti untuk proses pemanduan dari karyawan museum. Museum juga dapat menggunakan pedoman sistem audio seperti tape recorder untuk memberikan pemanduan wisata di sekitar pameran museum. Selanjutnya, museum juga menyediakan informasi pameran melalui pengeras suara atau perangkat audio lain yang dapat menyuarakan suara binatang, siaran radio bersejarah, musik yang memberikan kontribusi pada konteks pada tampilan koleksi museum. Di samping itu, Slideshows dengan suara, film, dan video klip, televisi. juga dapat digunakan untuk mendukung penerimaan secara efektif dari pengunjung. Keuntungan dari media audiovisual adalah kemampuan untuk membawa informasi dari dunia nyata ke museum, misalnya proses pekerjaan manusia atau perilaku hewan, ilustrasi dari lingkungan benda koleksi tersebut dikumpulkan. 4. Metode Belajar di Ruang Koleksi Dalam upaya mempromosikan edukasi di museum, harus sejalan dengan penyediaan ruang yang memadai untuk kegiatan ini. Ruang ini bisa menggunakan ruang pameran yang khusus dirancang untuk menggambarkan topik khusus, ruang

34 18 kelas, ruang laboraturium yang dapat digunakan dalam periode waktu yang lama oleh sekolah dan pengunjung secara individual. Sebagai salah satu contoh edukasi yang membutuhkan ruangan khusus adalah edukasi praktik membuat batik. Proses edukasi ini membutuhkan peralatan, tempat, dan bahan bahan material. Peralatan membatik seperti canting tulis, cap, kompor. Kegiatan ini membutuhkan tempat untuk proses pewarnaan, membatik dengan canting tulis dan cap. Kemudian memerlukan bahan-bahan katun, lilin batik dan obat pewarna. Di samping itu, tempat merebus kain, mencuci dan menjemur memerlukan tempat khusus yang terpisah dengan ruang koleksi. 5. Metode Visual dan Media Komputer Museum dapat menggunakan komputer untuk menggambarkan konsep dengan jelas melalui grafik, diagram, peta dan foto-foto. Selanjutnya museum dapat menggunakan jaringan terminal komputer dengan perangkat lunak yang dirancang khusus agar pengunjung bisa belajar secara interaktif tentang teknis, artistik atau tentang fakta sejarah. Dengan demikian pengguna dapat bebas untuk memilih informasi yang tersedia dan membantu orang yang jauh dari museum melalui jaringan World Wide Web. Meskipun informasi dan sistim pembelajaran berbasis komputer dapat menyediakan berbagai informasi, tetapi komputer dapat mengalihkan perhatian pengunjung terhadap benda koleksi itu sendiri. 6. Metode Didaktik atau Eksibisi Edukasi Metode eksibisi didaktik merupakan suatu pameran pedagogis yaitu berorientasi argumentasi berlawanan dengan pameran tradisional yang berorientasi obyek. Metode ini dapat tercapai dengan upaya memastikan tujuan edukasi dengan menggunakan teori dan konsep, memastikan materi, desain, alat bantu edukasi sesuai dengan argumentasi atau informasi yang akan disampaikan dan memastikan target eksibisi prioritas khusus pada kelompok tertentu dengan menggunakan dengan tipe pembelajaran melalui pameran bidang pendidikan yang aktif. Tipe bahan belajar didaktif secara umum yang biasa digunakan di museum seperti pada gambar 2.2.

35 19 7. Metode Praktik di Laboraturium Kegiatan belajar di laboraturium dapat dilakukan oleh pekerja seni, ilmuwan atau perajin. Museum menawarkan kepada pengunjung untuk mengetahui teknik membuat dan memelihara benda budaya atau melakukan penelitian ilmiah, seperti kerajinan tradisional tembikar, kayu dan logam, memasak, membuat api, atau tradisi lokal lainnya. Proses belajar akan lebih cepat dimengerti dengan mencobanya sendiri seperti, teknik menggambar, melukis, mengukir dan fotografi. Metode ini untuk mendorong kreativitas dan kepekaan terhadap pembuatan penginggalan benda budaya. 8. Metode DisplayTactile Beberapa museum mendorong pengunjung untuk menyentuh benda koleksi budaya tertentu, seperti menyediakan bahan bahan material dari koleksi tersebut yang terbuat dari batu, bulu hewan atau tekstil. Hal ini sangat berharga tidak hanya untuk tuna netra, mahasiswa dan pengunjung tetapi juga berharga bagi anak-anak. 9. Metode Belajar Dengan Permainan Bagi anak-anak dapat bermain menirukan sesuai dengan dunianya, sehingga permainan dan panduan bermain mendapat tempat penting dalam proses pembelajaran. Permainan berkompetisi, permainan keterampilan, teka-teki, kuis dan sebagainya. Semua bisa diterapkan ke dalam konteks edukasi museum. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Ambrose dan Paine (1993:37) bahwa saat ini museum memiliki peranan yang penting dalam memberikan layanan edukasi bagi semua penggunanya, baik itu anak-anak atau orang dewasa. 10. Metode Edukasi Demonstrasi Metode belajar edukasi demontrasi berasal dari para pelaku seni, pengrajin, seniman, teknisi atau restorasi dapat menunjukkan kerajinan dan karya seni mereka di dalam museum. Selanjutnya aktor atau instruktur berbakat dapat memainkan peran sebagai tokoh sejarawan dapat berinteraksi dengan pengunjung.

36 Metode Berlajar Bermain-Peran dan Teater Museum Metode belajar bermain peran biasanya improvisasi pengalaman secara langsung dan mendapat bimbingan dari staf edukasi museum mengenai karakter atau cerita yang akan dimainkan, tetapi tidak menggunakan naskah resmi. Tema utama dalam bermain-peran menggambarkan peristiwa bersejarah. Pengunjung dapat memberikan pemahaman secara kontemporer ke dalam konteks sejarah. Dengan demikian bentuk belajar dengan bermain-peran dapat dimasukkan ke dalam panduan wisata. Hal yang penting adanya partisipasi anak-anak dan remaja yang bisa membuat pengunjung ikut bermain. 12. Metode Tableau Vivant Istilah Vivant Tableau (bahasa Perancis) adalah "gambar hidup." Istilah ini menggambarkan sekelompok aktor berkostum mencolok sesuai model artis. Dalam pertunjukan tersebut orang-orang yang ditampilkan tidak berbicara atau bergerak. Pendekatan dengan meniru bentuk seni dari panggung dengan orangorang dari suatu lukisan atau fotografi (Wikipedia ensiklopedia). Metode belajar ini menciptakan lukisan, patung orang atau kelompok orang yang mengenakan replika kostum ilustrasi, sehingga pengunjung akan lebih mudah mengerti dan dapat menginterpreatasikan melalui pengalaman fisik, postur, gerakan dan ekspresi wajah. 13. Metode Pengajaran Menggunakan "Kits Pengajaran menggunakan kits merupakan alat bantu untuk belajar. Perlengkapan pengajaran ini dapat dikumpulkan dalam kotak, koper atau wadah yang lainnya. Alat bantu ini, dapat digunakan dalam museum sebagai bahan pengajaran oleh pengajar. Pengajaran kit ini juga dapat dipinjaman kepada sekolah untuk digunakan di luar museum. Selanjutnya bahan yang ditempatkan dalam kit fokus pada mata pelajaran tertentu yang berasal dari koleksi museum. Program belajar secara umum seperti, informasi tertulis, gambar, rekaman suara, musik, replika, bahan baku, untuk kerja kreatif, game, petunjuk penggunaan dan lembar kerja.

37 Metode Belajar di Lapangan atau Perjalanan Metode belajar dilapangan dihubungkan dengan tema koleksi di museum untuk memperluas pandangan pengunjung di luar museum, misalnya mengatur kunjungan ke gua dan tambang yang berhubungan dengan koleksi geologi, kunjungan ke monumen, patung publik dan bangunan bersejarah, situs penggalian sebagai bagian dari program edukasi museum arkeologi. Dengan demikian kegiatan tersebut dapat memberikan kesan yang nyata tentang bagaimana keterkaitan benda benda koleksi dengan kehidupan dan kegiatan di masyarakatnya. 15. Metode Publikasi Museum Metode belajar dengan menyediakan informasi tentang koleksi melalui media cetak, buku, brosur atau katalog. Edukasi museum dapat menyampaikan kembali pengetahuan dan pengalaman melalui teks dan ilustrasi. Selanjutnya museum perlu mendesain sesuai dengan kebutuhan anak anak dan remaja untuk menjaga pikiran pembaca dan pengguna publikasi, sehingga publikasi tersebut dapat dipahami dan menghibur pembaca. 16. Metode Program Edukasi ke luar Museum (outreach program). Museum saat ini harus memiliki hubungan dan tanggung jawab yang kuat terhadap masyarakat. Museum mempunyai tugas pelayanan sangat luas dan beragam mulai dari pengguna museum, pendukung sampai kepada masyarakat yang tidak pernah berkunjung ke museum. Hal ini bisa disebabkan oleh akses secara geogrfis yang menyulitkan atau karena permasalahan ekonomi dari masyakat tersebut. Program edukasi museum ke luar dapat mengatasi masalah ini dengan menggunakan bus atau kendaraan untuk mengangkut benda-benda koleksi dan bahan edukasi museum. Karyawan museum dapat menyampaikan edukasi melalui eksibisi, menyediakan laboraturium dan teater museum. 17. Metode Kerja Lapangan (fieldwork) Metode belajar ini menekankan pada belajar melalui pengalaman

38 22 semua koleksi museum berasal dari luar museum, sehinga mencoba untuk menelusuri kembali ketempat asalnya koleksi. Sebagai contoh pelajar melakukan kegiatan eskavasi arkeologi di tempat asal koleksi museum ditemukan. Tipe Bahan Belajar Didaktik di Museum Bahan pelajaran dirancang sesuai permintaan dari sekolah-sekolah umum untuk mendukung kurikulum formal. Dengan demikian edukasi museum perlu mempersiapkan alat bantu pengajaran khusus yang dapat digunakan belajar secara pasif dan aktif yang membutuhkan instruktur atau tanpa instruktur dari museum, mulai dari anak anak TK, pelajar sampai pendidikan formal dan informal bagi orang dewasa. Contoh tipe bahan yang digunakan secara mandiri meliputi: Lembar kerja: Permainan belajar tercetak pada poster yang besar Kartu dan permainan dadu Model teater Hands-on buku dan katalog Kuis Seni dan bahan kerajinan Perangkat Audiovisual (CD player, audio perekam, perekam video dan kamera Benda dan bahan untuk bisa menyentuh, mencium, merasakan Di samping itu pengajar di museum dapat menggunakan bantuan berikut ini untuk mengajar, membantu, menjelaskan dan mengembangkan pengetahuan di luar koleksi museum: Diagram Peta Slide set Presentasi PowerPoint dan komputer yang sama Teks Rencana pelajaran Film Museum mengajar dan belajar website Reproduksi dan replika Pengajaran Kits Gambar 2.2 Tipe Bahan Belajar Didaktik di Museum (Sumber: Brüninghaus dan Knubel, 2004: 129)

39 Metode Kegiatan yang Menyenangkan Museum tidak hanya tempat belajar tetapi juga museum tempat bersenang-senang. Biasanya gedung museum sangat bagus. Koleksi dan suasana ruang pamer museum dapat membangkitkan imajinasi dan rasa ingin tahu bagi pengunjung. Museum juga bisa mendatangkan artis yang terkenal untuk jumpa fans di museum. Museum dapat mengadakan seminar yang melibatkan kurator dan karyawan mengenai topik museum yang menyenangkan. Pengajar di museum perlu merancang berbagai program formal dan informal yang bermanfaat dan sekaligus menyenangkan, sehingga setelah pulang sekolah dan kerja pengunjung dapat berpartisipasi di bengkel atau kegiatan museum untuk menambah pengalaman dan meningkatkan kualitas hidup mereka. 2.4 Program Edukasi Museum Menurut Brüninghaus dan Knubel (2004:123) dalam menentukan program edukasi di museum perlu disesuaikan dengan prinsip-prinsip dasar program edukasi. Program tersebut harus disesuaikan dengan bentuk pertanyaan dan pilihan jawaban yang disediakan dalam kerangka program edukasi. Bentuk pertanyaan mulai dari siapa yang akan menerima edukasi sampai kapan edukasi tersebut dapat dilakukan dengan tepat. Kerangka program edukasi tersebut seperti digambarkan pada bagan Untuk siapa (Who for) Untuk menentukan siapa yang akan menerima edukasi tersebut. Pilihan peserta edukasi berdasarkan golongan usia, lembaga pendidikan, silabus, kesenangan, sasaran dan permintaan. 2. Koleksi yang mana (Which Object / which Themes) Koleksi yang mana atau tema apa yang akan dipilih untuk program edukasi tersebut. Selanjutnya pertimbangan yang akan dilakukan berapa banyak koleksi yang akan digunakan, siapa pengunjungnya, apa topiknya, apa judulnya dan bagaiman hubungannya.

40 24 Bagan 2.1. Rancangan Program Edukasi Museum (Sumber : Eileen Hooper-Greenhill dalam Brüninghaus dan Knubel, 2004) 3. Bagaimana (How) Bagaimana cara pelaksanaan program edukasi tersebut. Pilihannya adalah dengan cara diskusi, ceramah, menggunakan slides, dengan cara permainan, menggambar, bermain drama, berdemonstrasi, menggunakan kertas lembaran kerja, menyentuh, membuat dan mendokumentasikan

41 25 4. Dengan apa atau tanpa (What With / What Without) Program edukasi tersebut apakah menggunakan atau tanpa menggunakan. Pilhan yang tersedia apakah program edukasi tersebut menggunakan atau tanpa menggunakan orang banyak, waktu, uang, sponsor, bahan bahan material, peralatan dan ruangan 5. Kapan (When) Kapan program edukasi tersebut dilaksanankan. Pilihannya sebagai bahan pertimbangan adalah berapa lama berlangsung, hari sekolah, tahun ajaran, hari museum dan tahun kunjungan museum 6. Alat Bantu Lain (What Else) Alat bantu apa lagi yang dapat mendukung program edukasi tersebut. Apakah melalui artikel, vidio, catatan guru atau pameran Hasil jawaban dari pertanyaan di atas merupakan bahan pertimbangan bagi museum untuk menentukan program edukasinya. Museum akan mendapatkan gambaran tujuan dan sasaran edukasi sebelum program tersebut diterapkan. Museum juga akan mengetahui kelemahan dan keterbatasan. Dengan demikian museum dapat melakukan persiapan bahan material, teknik pelaksanaan dan pengajar lebih awal. Selain kerangka program edukasi museum secara umum, museum juga dapat menyesuaikan perancangan program edukasi museum khusus untuk sekolah yang memiliki sembilan prinsip prinsip dasar (Brüninghaus dan Knubel, 2004: 124). Prinsip awal museum mempertimbangkan sasaran sekolah. Museum berusaha untuk melakukan pembicaraan dengan pihak sekolah untuk membantu permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Selanjutnya, museum menawarkan program edukasi dengan menggunakan pengalaman nyata belajar di museum. Prinsip-prinsip dasar edukasi untuk rombongan sekolah tersebut dapat digambarkan dalam gambar 2.3. Museum mendukung siswa untuk mengembangkan ekspresi pengembangan pribadinya. Museum dan sekolah bekerja sama untuk mendukung program edukasi tersebut dengan kesepakatan menentukan jadwal pelaksanaan sesuai dengan pihak sekolah.

42 26 Prinsip-Prinsip Dasar Program Edukasi di Museum untuk Sekolah 1. Mulai dari pengetahuan dan pengalaman hidup dari pengunjung. 2. Memberikan kesempatan untuk percakapan dan diskusi yang membantu siswa untuk menangani ide-ide baru dan mengembangkan argumen yang beralasan 3. Menawarkan pengalaman nyata bagi panca indra dan pikiran termasuk: a. Mencari b. Menggambarkan c. Menyentuhan d. Memindahkan e. Menggambar f. Bermain 4. Biarkan siswa atau pengunjung menemukan ekspresi pribadinya terhadap sesuatu yang mereka alami 5. Biarkan kesempatan dan waktu untuk eksplorasi secara individu 6. Rencanakan kunjungan program pendidikan dengan hati hati, dengan mempertimbangkan jadwal tahun ajaran sekolah setempat. 7. Biarkan kelompok untuk mengatur waktu menyesuaikan dengan ajaran baru dan ruang belajar di museum 8. Melakukan persiapan program sebelum kunjungan, seperti pra-kunjungan atau program pelatihan untuk guru sekolah yang bersangkutan, atau informasi tertulis atau materi pembelajaran yang diberikan di muka serta menindaklanjuti kunjungan 9. Mengevaluasi setiap kunjungan atau program secara terorganisir dan mempertimbangkan kemungkinan perubahan untuk waktu berikutnya. Gambar 2.3 Prinsip-Prinsip Dasar Program Edukasi untuk Sekolah (Sumber: Brüninghaus dan Knubel, 2004: 124) Museum memposisikan diri sebagai tempat belajar dari siswa sekolah tersebut. Sebelum program edukasi dilaksanakan guru akan mengikuti pelatihan di museum. Museum dan guru mempersiapkan bahan bahan material untuk program edukasi. Materi dapat mengunakan informasi tertulis atau pelajaran tersebut sudah dikerjakan terlebih dahulu sebelum datang ke museum. Setelah kunjungan siswa dilaksanakan sesuai dengan program edukasi yang direncanakan maka museum

43 27 dan pihak sekolah melakukan evaluasi terhadap kegiatan tersebut. Pihak sekolah dapat memberikan gagasan mengenai program edukasi berikutnya. 2.5 Teori Edukasi Museum Menurut Hein (1998:14) Dalam upaya museum mengejar peran sebagai institusi pendidikan yang berhasil dan efisien maka museum perlu memiliki kebijakan untuk mengadopsi teori pendidikan untuk menjelaskan eksibisi museum dan tata pamer, sehingga pengunjung akan menerima pesan-pesan pendidikan secara lebih kuat di museum. Dalam pengembangan teori pendidikan tersebut terdapat tiga permasalahan pokok yaitu teori pengetahuan (theories of knowledge), teori belajar (theories of learning) dan teori pengajaran (theories of teaching) sebagai penerapan konsepkonsep tentang bagaimana orang belajar dan apa yang dipelajarinya. Teori pertama dan kedua sebagai landasan dasar untuk menentukan apakah museum sebagai lembaga pendidikan dan teori ketiga adalah yang menentukan bagaimana teori digunakan dalam dalam prakteknya (Hein, 1998:16). Permasalahan pertama, teori pendidikan memerlukan teori pengetahuan. Apa yang dimaksud dengan pengetahuan dan bagaimana pengetahuan diperoleh? Pengetahuan diperoleh melalui pendidikan. Apakah eksibisi museum menjelaskan benda benda koleksi seperti apa adanya atau apakah museum menyediakan fenomena bagi pengunjung untuk menafsirkan seperti yang mereka inginkan? (Hein,1998:16). Kedua, pembahasan dalam teori belajar perlu mempertimbangankan pengertian yang jelas tentang bagaimana orang belajar tanpa itu, tidak mungkin untuk mengembangkan kebijakan pendidikan. Apakah belajar terdiri dari proses penambahan informasi sedikit demi sedikit ke dalam pikiran seseorang atau belajar adalah sebuah proses aktif yang mengubah pikiran yang belajar? Ketiga, teori mengajar (pedagogi) tergantung dengan penerapan kedua teori pengetahun dan belajar tersebut di atas. Kekhawatiran teori mengajar bagaimana seharusnya mengajar. Gaya mengajar dan bahan materi yang akan diajarkan memerlukan metode yang berbeda untuk beberapa epistemologi. Metode juga berbeda tergantung pada psikologi belajar. Apa kegiatan pedagogis yang cocok

44 28 untuk teori pendidikan tertentu? Jika orang-orang belajar dengan cara tertentu, sehingga bagaimana saran saran untuk eksibisi dan program museum? Teori pengetahuan (epistemologi) memiliki pandangan apakah pengetahuan berada di luar individu, pengetahuan tidak tergantung pada individu, atau apakah itu hanya berada dalam pikiran setiap orang? Jika pengetahuan pengetahuan eksternal, bagaimana seseorang datang untuk tahu? Jika berada dalam pikiran, bagaimana orang dapat berbagi? Teori-teori epistemologis dapat digolongkan pada sebuah kontinum dengan kedua ujung saling bertolak belakang. Pada sisi sebelah kiri teori mengklaim sebagai dunia "nyata". Pandangan seperti disebut "realisme." Osborne berpendapat bahwa tidak masuk akal untuk mempertimbangkan pengetahuan ilmiah yang hanya dibangun oleh pikiran masing-masing karena pengetahuan ilmiah harus sesuai dengan perilaku dari "nyata" objek yang ada di dunia. (dikutip Hein, 1998:17). Posisi kedua pandangan tersebut dapat digambarkan pada kontinum berikut. Pengetahuan independen dari yang belajar (realisme) Teori Pengetahuan Pengetahuan berada di dalam pikiran, dibentuk oleh yang belajar (idealisme) Bagan 2.2 Kontinum Teori Pengetahuan (Sumber: Hein, 1999:18) Dalam bagan tersebut tampak bahwa pada sisi kiri merupakan posisi dari realis dan di sisi kanan adalah posisi dari idealis. Posisi epistemologis yang berlawanan sebagai "Idealisme". Menurut pendapat para pemikir filsafat idealisme pengetahuan hanya ada dalam pikiran orang, sehingga tidak akan ada ide-ide, tidak ada generalisasi, tidak ada "hukum alam", kecuali dalam pikiran orang-orang yang terus memiliki pandangan ini (Hein,1998:17). Teori pendidikan di museum pada terkait dengan posisi epistemologi ini bertujuan untuk menentukan apa yang akan menjadi koleksi museum dan

45 29 bagaimana menyajikannya. Selajutnya museum menentukan. Apakah museum menampilkan dengan menentukan misinya menanamkan kebenaran yang terbebas dari pengalaman masa lalu dan kebudayaan pengunjungnya? Apakah museum berada pada posisi bahwa pengetahuan itu adalah relatif, dipengaruhi oleh kebudayaan yang harus diiterpretasikan, tergantung pada tujuan dan situasi? (Hein, 1998: 19). Museum berada pada posisi sebelah kiri dari kontinum berarti mengambil posisi yang lebih realis, maka pandangan yang menentukan adalah bahwa pengetahuan yang ada secara independen, terbebas dari orang yang belajar, sehingga fokus dari kebijakan pameran berkaitan dengan informasi yang melekat pada koleksi yang dipamerkan. Dengan demikian koleksi pada museum ini disusun berdasarkan pada subjek ilmu pengetahuan, seperti ilmu kimia, fisika, biologi, dan lain sebagainya. Cara penyajian dalam eksibisi ditata mirip dengan penulisan buku-buku teks ilmu pengetahuan dari pandangan positifis (Hein, 1998: 20). Sementara itu, teori pengetahuan mengarah pada sisi kanan dari kontinum merupakan pandangan idealis. Dalam pandangan ini pengelola museum pada posisi idealis akan mempertimbangkan ketertarikan pengunjung terhadap pameran atau mengatur sebuah pameran sehingga memungkinkan pengunjung untuk menggambarkan berbagai kesimpulan dari interaksi yang yang dipamerkan tergantung pada pengetahuan dan pengalaman masa lalu yang dimiliki oleh masing-masing pengunjung terhadap koleksi (Hein, 1998: 20). Teori belajar memiliki pandangan yang menekankan keyakinan bagaimana orang belajar. Pada sisi sebelah kiri kontinum teori belajar memperlihatkan sebuah asumsi bahwa belajar terdiri dari proses transmisi gagasan ketika proses belajar terjadi secara bertahap, sedikit demi sedikit, nyata dan pengalaman sampai mengahasilkan pengetahuan Proses belajar sedikit demi sedikit, langkah demi langkah, menambah satu persatu hasil transmisi informasi ke dalam pengetahuannya (Hein, 1998: 21). Sementara itu, pada sisi sebelah kanan di ujung kontinum teori belajar memiliki pandangan berdasarkan pada keyakinan bahwa orang-orang membangun pengetahuan. Prespektif ini menekankan pada partisipasi aktif dari pemikiran

46 30 yang belajar. Dengan demikian proses belajar tidak sederhana seperti menambahkan sesuatu ke dalam pikiran seseorang tetapi merupakan proses transformasi pada seseorang yang berperan aktif dalam belajar dan berkaitan dengan memahami sesuatu yang berada di luar fenomena menjadi sesuatu yang dapat diterima pikiran (Hein, 1998: 22). Kontinum teori belajar diilustrasikan pada digambarkan bagan berikut. Belajar adalah proses peningkatan, penambahan sedikit demi sedikit pikiran reaktif Teori Belajar Belajar adalah proses aktif untuk merestrukturisasi pikiran Bagan 2.3 Kontinum Teori Belajar (Sumber: Hein, 1998:25) Pandangan teori belajar ini mengarah pada posisi menekankan pada metode belajar daripada isi yang diajarkan. Pembahasan teori-teori belajar lebih membutuhkan perhatian diberikan kepada peserta didik. Satu konsekuensi dari teori-teori pembelajaran aktif ini adalah sebuah proses aktif akan ditentukan oleh individu, karakteristik peserta didik dan munculnya berbagai tipologi dari pelajar. Menurut Hein (1998:25) kedua kontinum teori pengetahuan dan teori belajar yang telah dijelaskan di atas dapat dikombinasikan untuk membuat diagram yang menggambarkan keempat kombinasi dari teori-teori pendidikan, seperti pada bagan 2.4. Berdasarkan bagan kombinasi teori pengetahun dan teori belajar tersebut, setiap kuadran mempunyai pendekatan yang berbeda terhadap edukasi. Pada kuadran kiri atas terdapat teori pembelajaran tradisional dan teks, dengan menggunakan pandangan pembelajaran tradisional ini, para pendidik mempunyai dua tanggung jawab. Pertama guru harus mengerti struktur mata pelajaran, pengetahuan yang akan diajarkan. Struktur tersebut disusun menjadi bahan secara logis dan didiktekan untuk diajarkan. Guru menyusun pelajaran, didasarkan pada struktur subjek kemudian mengajarkannya pada murid (Hein, 1998: 25-26). Selanjutnya, tanggung jawab kedua dari pendidik yang tradisional untuk menghadirkan pengetahuan yang sewajarnya untuk diajarkan, sehingga siswa

47 31 dapat mempelajarinya. Oleh karena cara mengajarkan subjek dengan mendiktekan maka pelajaran menjadi lebih mudah. (Hein, 1999:74) Bagan 2.4 Teori Pendidikan (Sumbar Hein, 1998: 25) Pada posisi edukasi yang kedua, kelihatan pada sisi kanan atas kuadaran belajar diskoveri. Kuadran menggambarkan pandangan berbeda bagaimana pengetahuan itu diperoleh. Penekanannya difokuskan pada orang yang belajar bukan pada objek yang dipelajari. Pengaturan posisi ini menyatakan pengetahuan dibangun oleh mereka sendiri. Pembelajar datang untuk merealisasikan konsep dan ide yang mereka bangun sendiri. Sehingga mereka juga dapat memperoleh kesalahpahaman. Pengatur belajar diskoveri ini yakin bahwa dengan upaya belajar harus mempunyai pengalaman. Pelajar itu perlu melakukan dan melihat daripada hanya diberi tahu.(hein, 1999:75). Ditambahkan oleh Hien, gagasan pokok dari teori ini adalah belajar merupakan proses aktif. Belajar aktif sering diterjemahkan sebagai aktivitas fisik yang berasosiasi dengan belajar (1998: 30) Pada belajar konstruktif pada posisi sudut kanan bawah menunjukan diagram yang lain. Pandangan kontruktif bahwa kedua pengetahuan dan cara

48 32 memperoleh tergantung dari pemikiran yang belajar. Pandangan ini berdasarkan idealis epistemologi sama halnya dengan suatu perkembangan phisikologi, yang datang sebagai goncangan bagi mereka yang ingin memelihara ide dan pengetahuan mandiri bagi komunitas pelajar dan pelajar individual (von Glaserfeld dalam Hien, 1999) Selajutnya, pengatur kontruktif menyatakan pembelajar membangun pengetahuan sebagaimana mereka belajar. Pembelajar tidak hanya menambahkan fakta baru dari yang diketahui, tetapi secara konstan menyusun kembali dan mengembangkan pengertian dan kemampuan untuk belajar dengan berinteraktif dengan dunia. (Hein, 1999). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Falk dan Dierking, apa yang individu pelajari dari kunjungannya ke museum atau setelah melihat eksibisi atau setelah menghadiri kegiatan ceramah di museum? terdapat pertanyaan yang lebih realistis, bagaimana museum, eksibisi dan kegiatan ceramah dapat memberi kontribusi terhadap apa yang diketahui, diyakini dan rasakan atau sesuatu yang mampu dilakukan seseorang? (2000: 13) Pada ilustrasi keempat, menjelaskan posisi berdasarkan keyakinan bahwa pengetahuan diperoleh secara sedikit demi sedikit, Kuadran ini cocok bagi perilaku sederhana. Oleh karena itu, prespektif ini lebih menekankan pada metode belajar daripada isi yang diajarkan. Formulasi belajar stimulus respon merupakan inti awal dari pendekatan psikologi behavioris (Hein, 1998: 29) Teori Pendidikan Didaktik Ekspositori Teori pendidikan didaktik ekspositori berada sebelah kiri atas, merupakan menggambarkan cara pembelajaran tradisional di sekolah. Sekolah pada umumnya melakukan pembelajaran didasarkan pada struktur subjek, dan guru menyampaikan informasi kepada siswa tahap demi tahap. (Hein, 1998: 25-26). Guru bertugas untuk menjelaskan prinsip-prinsip belajar dengan memberikan contoh-contoh dengan tujuan prinsip prinsip tersebut dapat lebih dipahami oleh pembelajar.

49 33 Teori pendidikan didaktik ekspositori bila diterapkan di museum materi yang akan diajarkan harus dibagi menjadi unit-unit kecil, sehingga setiap unit dapat dipelajari (Hein, 1998: 26) seperti sebagi berikut. 1. Alur pameran ditata dengan awal dan akhir yang jelas, dan dengan susunan yang jelas; 2. Komponen didaktik berupa label dan panel dapat menjelaskan pameran; 3. Subjek ditata secara hirarkis mulai dari yang simpel hingga yang kompleks; 4. Kurikulum sekolah secara tradisional yaitu disusunan berdasarkan subjek dari yang sederhana hingga yang kompleks; 5. Program pendidikan memiliki isi dan tujuan pembelajaran yang spesifik (Hein, 1998: 27-28) Teori Pendidikan Stimulus Respon Posisi stimulus respon berada di sebelah kiri bawah kuadran pada gambar 2.3. Oleh karena itu, prespektif ini lebih menekankan pada metode belajar daripada isi yang diajarkan. (Hein, 1998: 33). Oleh karena itu secara teoretis stimulus respon lebih banyak membahas tentang kemajuan pembelajaran di sekolah yang diukur dengan menggunakan tes tertulis atau hafalan dari siswa yang belajar. Pameran museum yang menggunakan teori stimulus respon memiliki karakteristik hampir sama dengan menggunakan teori didaktik ekspositori. Posisi pengunjung akan menerima dan menyerap informasi sama seperti teori didaktif sebagai berikut. 1. komponen didaktif berupa label, panel dapat menjelaskan apa yang akan dipelajari dari pameran 2. Pameran ditata secara yang berurutan mulai dari awal sampai akhir dengan jelas yang jelas sesuai dengan tujuan padagogi. (Hein, 1998: 29) Museum yeng mengikuti teori stimulus respon akan melakukan pengulangan kesan agar dapat menstimulus pembelajar melalui pameran. Dengan demikian toeri pendidikan stimulus respon memberikan pengujian terhadap pengunjung secara berutan mengenai pengalaman pengunjung

50 Teori Pendidikan Belajar Diskoveri Pada posisi kuadran sisi kanan atas merupakan teori pendidikan belajar diskoveri. Posisi kuadran sebelah kanan berbeda dengan sebelah kiri. Kuadran menekankan pada orang yang belajar bukan pada objek yang dipelajari. Tujuan teori dikoveri adalah konsep belajar aktif. Pedekatan belajar diskoveri adalah belajar sebagai proses yang aktif. Dalam kegiatan belajar aktif terjadinya aktivitas mental yang mungkin terangsang oleh aktivitas fisik yang dilakukan, sehingga proses belajar bisa terjadi (Hein dan Alexandra, 1998: 35). Proses belajar diskoveri dapat diaplikasikan pada semua bentuk pendidikan. Proses belajar aktif bisa terjadi diberbagai tempat sepanjang bentuk partisipasi aktif menjadi bagian yang dilakukan oleh pembelajar. Oleh karena itu, pendukung teori belajar diskoveri berpendapat bahwa kombinasi berbagai benda yang patut disajikan akan membuat pembelajar untuk belajar (Hein, 1998: 32). Menurut Hein (1998:33) museum menggunakan teori belajar diskoveri akan memiliki kegiatan sebagai berikut: 1. Pemeran dapat dikembangkan sebagian atau pada seluruh komponen pameran; 2. Memiliki lebih banyak aktivitas menggunakan cara belajar aktif; 3. Komponen didaktik berupa label dan panel membantu pengunjung atas pertanyaan terhadap koleksi. 4. Pengunjung dapat berinterpretasi sesuai dengan kebenaran yang mungkin bertentangan dengan interpretasi pameran; 5. Program untuk sekolah membuat murid untuk aktif dan membuat kesimpulan menurut mereka dapat menerima kesimpulan; 6. menyediakan bengkel bagi pengunjung dewasa yang mencoba sebagai bentuk bukti untuk melengkapi pemikirannya (Hein, 1998: 33). Prinsip belajar diskoveri pengunjung dapat melakukan eksperimen oleh karena itu, pengunjung perlu mendapat arahan yang jelas tentang prosedur yang harus diikuti. Dengan demikian pengunjung diharapkan bisa mendapatkan pengetahuan dan pengalaman (Hein, 1998: 31). Fokus dari belajar diskoveri bukan pada isi. Teks pada label dan panel sengaja dibuat dengan memunculkan pertanyaan, yang mendorong pengunjung untuk mencari sendiri jawabannya. desain pameran interaktif yang didasarkan

51 35 pada belajar diskoveri ditata dengan tujuan untuk menantang pengunjung mecapai pemahaman baru yang diharapakan (Hein dan Alexandra, 1998: 42). Namun belajar diskoveri kurang mempertimbangkan berbagai kemungkinan yang terjadi dalam proses belajar aktif. Meskipun pengunjung diberi kebebasan untuk mengeksplorasi dan melakukan eksperimen tetapi pada akhirnya yang menentukan hasil dari proses belajar adalah orang lain oleh karena kecil kemungkinan kesempatan pengunjung menentukan interpretasinya sendiri. Penyajian yang disajikan mengarahkan mereka pada kesimpulan yang sama dengan yang dibuat oleh perancang pameran. Akibatnya kesempatan pembelajar untuk mengkonstruksi pengetahuan dan pengalaman baru tidak ditentukan oleh pembelajar sendiri tetapi oleh orang lain (Hein, 1998: 31) Teori Pendidikan Konstruktif Kuadran keempat, berada pada sisi kanan bawah adalah teori konstruktif. Pendekatan ini berdasarkan pertama pemahaman bahwa saat belajar membutuhkan partisipasi aktif dari pembelajar. Kedua, pendekatan pendidikan konstruktif kesimpulan yang diambil oleh pembelajar itu sendiri (Hein, 1998: 34). Teori konstrutif diterapkan dalam pameran akan memberikan kesempatan kepada pengunjungnya untuk membangun pengetahuannya. Pengunjung memiliki kesempatan untuk menginterpretasikan objek. Oleh karena itu akan banyak sudut pandang dan kebenaran mengenai objek yang dipamerkan. Pameran dengan teori konstruktif memiliki kegiatan sebagai berikut. 1. Akan memiliki banyak cara untuk masuk dan tidak ada kekhususan awal dan akhir an 2. Akan banyak menyediakan belajar secara aktif; 3. Akan menampilkan banyak sudut pandang; 4. Akan menghubungkan pengunjung dengan objek melalui berbagai aktivitas dan pengalaman telah dimiliki pengunjung 5. Akan menyediakan pengalaman dan program untuk sekolah melakukan eksperimen dan menarik kesimpulannya sendiri. (Hein, 1998: 35) Pameran yang konstruktif akan cendrung menyajikan berbagai perspektif untuk menafsirkan objek dan mengacu pada titik yang berbeda. Museum juga

52 36 tidak menentukan makna yang harus ditangkap dan pengunjung menciptakan maknanya sendiri karena kehadiran pengunjung ke museum adalah atas keinginannya sendiri, sehingga membuat pengunjung benar-benar bebas dan merasa senang. Dengan demikian hal ini berbeda tajam dengan pandangan pameran tradisional museum.

53 37 BAB 3 GAMBARAN UMUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN 3.1 Sejarah Singkat Museum Sejarah berdirinya Museum Batik di Pekalongan berawal dari keinginan Paguyuban Berkah yang merupakan salah satu dari sekian banyak paguyuban yang leluhurnya berasal dari Kota Pekalongan, memprakarsai diselenggarakannya Seminar Batik Pekalongan dengan tema seminar Jejak Telusur dan Pengembangan Batik Pekalongan dan dilaksanakan pada tanggal 18 dan 19 Maret Kegiatan seminar ini mendapat dukungan penuh dari Kadin Indonesia, Kadin Jawa Tengah, Kadin Pekalongan, Gabungan Koperasi batik Indonesia (GKBI), Paguyuban Pecinta Batik Pekalongan, Poleteknik Pusmanu, SMK Negeri 1 Pekalongan dan Harian Umum Suara Merdeka. Seminar tersebut memiliki tiga tujuan, yakni pertama, untuk mendapatkan gambaran mengenai asal mula dan sejarah batik Indonesia pada umumnya, dan batik Pekalongan pada khususnya. Kedua, untuk menghimpun masukan dari para pemangku kepentingan mengenai upaya dan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka membangkitkan dan mengembangkan produksi batik Pekalongan. Ketiga, menghimpun masukan mengenai langkahlangkah yang diperlukan untuk melestarikan budaya seni batik Pekalongan dan program rencana aksi yang diperlukan dimasa mendatang. Salah satu hasil terpenting dari seminar tersebut dicapainya kesepahaman bahwa Pekalongan perlu memiliki sebuah Museum Batik. Hal mendasar yang dijadikan acuan adalah Museum Batik mempunyai dua jendela, yaitu jendela kebudayaan dan jendela ekonomi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Museum batik akan dijadikan sebagai tempat referensi, dokumentasi, koleksi batik dan peralatan, kepustakaan, pusat data dan kegiatan penelitian dan pengkajian termasuk pengembangan teknologi batik dan juga mampu mendorong kegiatan bisnis untuk lebih tumbuh dan berkembang. Berdasarkan catatan sejarah, pada waktu itu Kota Pekalongan telah memiliki sebuah museum batik yang dibangun pada tanggal 18 Juli 1972 di Taman Hiburan Rakyat (THR) sekitar Tugu Monumen Perjuangan dan selanjutnya museum ini di pindahkan ke Jalan Majapahit pada tahun 1988 karena

54 38 museum tidak dikelola dengan baik, maka akhirnya keadaan museum menjadi tidak jelas dan akhirnya ditutup (Laporan Museum Batik, 2006). Foto 3.1.Bangunan Utama Museum Batik di Pekalongan (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2010 ) Beberapa alasan dipilihnya kota Pekalongan sebagai tempat berdirinya Museum Batik antara lain: 1. Kota Pekalongan telah lama dikenal sejak tahun 1830 sebagai kota batik, hampir 90 persen dari jumlah penduduk jiwa, bermata pencaharian pada kegiatan yang terkait dengan usaha batik. 2. Produk Batik yang bersedar pada pasar domistik dan internasional sekitar 70 persen berasal dari Kota Pekalongan, biasanya orang Pekalongan mendapat order pesanan, dari kota-kota lainnya di Indonesia, seperti Yogyakrta dan Surakarta, Bali dan lain lain. 3. Berdasarkan data pengiriman dari usaha ekspedisi di Pekalongan, setiap hari tidak kurang dari 200 bal batik keluar dari Kota Pekalongan untuk didistribusikan ke tempat diluar Pekalongan. Jika harga 1 bal batik sekitar Rp. 2 Juta, jadi tidak kurang Rp. 400 Juta per hari nilai uang yang beredar, dan jika diakumulasikan nilai per bulannya maka terdapat Rp. 12 miliyar. Nilai ekonomi di Pekalongan ini cukup tinggi dan memberi pengaruh terhadap geliat pertumbuhan industri batik nasional (Laporan Museum Batik 2006:7) Susunan dan komposisi personalia Lembaga Museum Batik dibentuk oleh Yayasan Kadin Indonesia pada tanggal 30 Mei Lembaga Museum

55 39 Batik diketuai oleh Walikota Pekalongan (ex offocio). Museum Batik Pekalongan diresmikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 12 Juli 2006, bertepatan dengan perayaan Hari Koperasi ke-59 yang secara nasional yang dipusatkan di Kota Pekalongan. Peristiwa ini sangat bersejarah bagi Kota Pekalongan karena baru pertama kali itulah Presiden Republik Indonesia, sejak masa kemerdekaan hingga sekarang, berkunjung ke Kota Pekalongan. Museum ini menempati salah satu gedung milik Pemerintah Kota Pekalongan yang merupakan eks Balai Kota Pekalongan dengan luas M2 dan luas bangunan 2.500M2. Foto 3.2.Peresmian Museum Batik di Pekalongan oleh Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yodhoyono (Sumber: Museum Batik di Pekalongan) 3.2 Misi, Visi dan Tujuan Misi museum batik sejak didirikan sampai sekarang belum mengalami perubahan karena misi tersebut masih sesuai dengan kebutuhan dan tujuannya jelas, tepat dan efektif dalam perkembangan dengan lingkungan museum sampai memasuki tahun keempat saat ini. Manajemen museum perlu merubah misinya jika menemukan tujuannya sudah tidak jelas atau kurang tepat dengan perubahan lingkungannya untuk menjaga sebuah museum dari ketidak pastian masa depan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Neil Kotler dan Philip Kotler (1998) meskipun lembaga yang memiliki misi dan tujuannya yang cukup jelas pada awalnya, selanjutnya lembaga tersebut berkembang dan mencapai sasarannya,

56 40 tetapi lingkungannya berubah dan adanya tantangan baru, maka manajemennya harus di perbaharui dan misi dan tujuannya disusun kembali.. Sebuah misi sangat penting bagi museum untuk menentukan program kerjanya. Misi merupakan tujuan dari sebuah museum. Ketidak jelasan misi menyebabkan tujuan suatu lembaga menjadi tidak jelas. Neil Kotler dan Philip Kotler (1998: 79). juga menyebutkan bahwa misi adalah sebuah jawaban dari sebuah pertanyaan apakah tujuan dari lembaga kita ini? Apa perbedakaan yang kita lakukan? Apakah yang kita lakukan untuk menciptakan image atau masuk ke pemasaran ceruh, kwalitas produk dan pelayanan dan penguasaan pasar? Misi Museum Batik di Pekalongan adalah sebagai berikut: a. Mendorong masyarakat Indonesia untuk peduli terhadap keberadaan Museum Batik di kota Pekalongan sebagai wujud turut serta dalam pelestarian budaya Indonesia. b. Mendorong minat pengusaha dan perajin batik untuk terus menggali dan melestarikan motif lama dan menciptakan motif baru. c. Melakukan kegiatan dokumentasi, penelitian dan penyajian informasi serta mengkomunikasikannya kepada masyarakat agar dapat dimanfaatkan sepenuhnya bagi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Visi Museum ini merupakan suatu tujuan utama dan cita cita dari Museum Batik di Pekalongan. Visi museum ini direncanakan agar dapat diperluas secara aktif untuk mampu mempunyai jangkauan kedepan Museum Batik mempunyai visi yaitu mewujudkan museum batik sebagai pusat seni, budaya, ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, pendidikan perbatikan dan rekreasi. Visi ini sebelum ditambah dengan mewujudkan batik Indonesia sebagai warisan budaya bangsa Indonesia yang diakui oleh UNESCO, yang telah dikukuhkan oleh UNESCO pada 2 Oktober 2009 Landasan dasar Museum Batik di Pekalongan dalam menentukan tujuan museum dengan mempertimbangankan potensi dan fasilitas yang dimiliki Museum. Tujuan pendirian Museum Batik di Pekalongan sebagai berikut: a. Meningkatkan pendidikan dan ilmu pengetahuan dan teknologi perbatikan

57 41 b. Meningkatkan apresiasi dan pengetahuan masyarakat terhadap warisan budaya Batik c. Menjadi pusat pelayanan dan informasi tentang batik d. Mendukung kegitan pariwisata Kota Pekalongan 3.3 Struktur Organisasi Struktur Organisasi Museum Batik di Pekalongan terdiri dari Kepala Museum yang membawahi Kordinator Administrasi, Kordinator Publikasi dan Edukasi dan Kordinator Koleksi dan Workshop Batik. Kordinator Administrasi membawahi bidang bidang Bendahara, Pustakawan, Pengelolaan Kedai Batik, Keamanan dan Umum. Kordinator Publikasi dan Edukasi membawahi bidang Pemanduan, Ceramah, Penelitian dan Bimbingan. Kordinator Koleksi dan Workshop Batik membawahi bidang Konservasi, Tata Pemaran, Pelatihan Membatik. Struktur Oganisasi tersebut dapat digambarkan pada bagan berikut. Kepala Museum Kord. Administrasi Kord Publikasi - Edukasi Kord Koleksi - Workshop Bendahara Pustakawan Kedai batik Keamanan Umum Pemandu Ceramah Penelitian Bimbingan Konservasi Tata Pameran Pelatihan membatik Bagan 3.1 Struktur Organisasi Museum Batik di Pekalongan (Sumber: Museum Batik di Pekalongan) a. Kepala Museum mempunyai tugas untuk memimpin, mengontrol, mengorganisasikan kegiatan sesuai dengan ketentuan program kerja yang telah disepakati oleh Yayasan Kadin Indonesia dan Lembaga Museum Batik b. Kordinator Administrasi bertugas untuk mengontrol dan mengawasi pekerjaan yang bersipat administrasi surat menyurat, keuangan berupa dana bantuan dari

58 42 APBD dan APBN, dana operasional setiap bulan, operasinoal perpustakaan, penghitungan hasil kedai batik, mengawasi jadual jaga keamanaan dan mengawasi kebersihan setiap hari c. Kordinator publikasi dan edukasi bertugas melakukan sosialisasi MBP dan kegiatan museum khususnya terhadap sekolah sekolah, mengawasi petugas yang memberikan pelayanan edukasi dalam bentuk pemanduan langsung di ruamg pameran, pelaksaan ceramah baik terhadap pelajar, memberikan pelayanan untuk penelitian koleksi museum yang berhubungan dengan sejarah da tekni membatik kepada pelajar dan mahasiwa dalam mengerjakan tugas akhir skripsi atau tesis. d. Kordinator Koleksi dan Workshop Batik bertugas untuk melakukan pergantian koleksi, menata ruang pameran dan mempersiapkan keterangan koleksi, melakukan perawatan koleski yang sedang dipamerkan dan yang sedang disimpan, memberikan perhatian pada meteri pelatihan membatik dan proses membatik kepada semua peserta bersama instruktur batik. 3.4 Koleksi Museum Batik di Pekalongan Koleksi yang dimiliki Museum Batik di Pekalongan berupa koleksi khusus kain batik yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia. Koleksi batik yang terdiri dari kain panjang, kain sarung, pakaian wanita, pakaian pria, selendang, hiasan dinding dan peralatan membatik, seperti berbagai ukuran canting tulis dan cap, bahan perwarna, bahan komposisi lilin batik (malam). Berdasarkan jenis koleksi museum, Museum Batik di Pekalongan dapat disebut menjadi sebuah museum khusus yaitu museum yang mengumpulkan, menyimpan dan merawat khusus satu jenis (Ambrose dan Paine, 1993:7). Jumlah koleksi yang tersimpan di Museum Batik di Pekalongan sampai pada bulan Mei 2010 adalah 1112 buah koleksi. Koleksi Museum Batik di Pekalongan berasal dari sumbangan masyarakat yakni dari para kolektor batik, pengusaha batik, pengrajin, pemerhati batik, pencinta batik dan paguyuban batik dari seluruh daerah di Indonesia. Sumbangan yang berasal dari luar daerah melalui bantuan Perwakilan Kadin Propinsi. Dengan Demikian Museum Batik di Pekalongan mempunyai keunikan

59 43 tersendiri yakni museum yang menyimpan koleksi kain batik dari berbagai daerah di Nusantara. Pada saat peresmian Museum Batik di Pekalongan telah terkumpul koleksi kain batik sejumlah 800 potong dan pada saat itu kain batik dan koleksi kain batik yang dipamerkan berjumlah 600 potong kain batik dengan berbagai motif. Program pengumpulan sumbangan koleksi kain batik dilakukan secara sungguh sungguh dalam setiap kesempatan Museum Batik di Pekalongan selalu mengingatkan kepada pengunjung dan masyarakat untuk menyumbangkan kain batik yang sudah tua dan tidak terpakai untuk dirawat di museum. Selain itu, Museum Batik di Pekalongan menyertakan surat resmi yang edarkan setiap menjelang hari ulang tahun museum. Museum Batik di Pekalongan akan memberikan penghargaan berupa sertifikat terhadap penyumbang yang akan diserahkan pada saat acara peringatan ulang tahun Museum Batik di Pekalongan setiap tanggal 12 Juli. No Nama Koleksi Jumlah 1 Kain Panjang Sarung Pakaian Pria 17 4 Pakaian Wanita 12 5 Selendang 87 6 Bahan baju 39 7 Hiasan Dinding 63 8 Canting tulis 30 9 Canting cap Bahan lilin batik 7 11 Bahan perwana alami 4 12 Bahan pewarna kimia 19 Total 1112 Table 3.1 Dafter Koleksi Museum Batik di Pekalongan (Sumber: Laporan Museum Batik di Pekalongan, 2009)

60 Pengertian Batik Batik adalah bahan kain tekstil dengan pewarnaan menurut corak khas Indonesia dengan menggunakan lilin batik sebagai zat perintang warna. Seni batik merupakan merupakan kreasi yang mempunyai arti tersendiri, yang dihubungkan dengan tradisi, kepercayaan dan sumber-sumber kehidupan yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Sejarah perjalanan batik yang cukup panjang, kini menjadikan batik tidak hanya sebagai bahan pakaian saja, tetapi telah menjadi kebutuhan rumah tangga sehari hari dan sumber ekonomi serta kehidupan sebagian masyarakat Indonesia. Dewasa ini batik telah dijadikan salah satu pakaian nasional Indonesia. Bahkan batik telah menjadi ciri khas identitas bangsa Indonesia. Awalnya batik hanya dibuat dan dipakai oleh raja raja dan keluarganya di lingkungan keraton. Beberapa diantaranya dijadikan pakaian upacara yang penuh dengan kesakralannya. Dalam perkembangan batik, teknik membuat batik keluar dari lingkungan keraton dan mulai dibuat dan dikembangkan oleh masyarakat sekitar keraton secara terbatas sesuai dengan kebutuhannya. Lama kelamaan batik tidak hanya dibuat oleh masyarakat sekitar keraton untuk kebutuhan sendiri tetapi telah menyebar dan dijadikan mata dagangan yang bermuara pada peningkatan kegiatan dan ekonomi keluarga (Kardi, 2005). Berdasarkan konsensus nasional yang diselenggarakan pada tanggal 12 Maret 1996 di kutip oleh batik digolongkan menjadi lima besar: a) Batik Tulis adalah batik yang diperoleh dengan cara mengggunakan canting tulis sebagai alat pembantu untuk melekatkan lilin batik ada kain. b) Batik Cap adalah batik yang diperoleh dengan menggunakan canting cap sebagai alat pembantu untuk melekatkan lilin pada kain c) Batik Kombinasi adalah batik yang diperoleh dengan cara menggunakan canting tulais dan cap sebagai alat pembantu melekatkan lilin pada kain. d) Batik Moderen adalah batik yang diperoleh dengan pelekatan lilil batik pada kain, tidak menggunakan canting tulis atau cap. Tetapi menggunakan kwas atau alat lain disesuaikan dengan kebutuhannya. Batik moderen juga sering atau umum disebut batik lukis. e) Batik Bordir atau prada adalah batik, batik batik tulis, cap atau kombinasi yang sebagian dari motifnya (gambarnya) diberi warna-warna tertentu sesuai dengan

61 45 selera, dengan cara dibordir atau dan diberi warna emas atau perak (prada) dengan menggunakan canting tulis atau kuwas Makna Simbolik Batik Daerah Solo merupakan salah satu dari dua daerah yang pada zaman pemerintahan Belanda dahulu disebut daerah Vorstenlanden. Daerah mi merupakan daerah kerajaan dengan segala tradisi serta adat-istiadat kratonnya di samping juga merupakan pusat Kebudayaan Hindu Jawa. Kraton bukan hanya sekedar kediaman raja-raja saja, melainkan juga merupakan pusat pemerintahan, agama dan kebudayaan. Keadaan ini mempengaruhi serta tercermin pada seni batik di daerah ini, baik dalam motif maupun warna serta aturan (tata cara) pemakaiannya. Setiap motif batik mempunyai fungsi dan makna bagi si pemakainya sebagai berikut (Djumena, 1990:23). 1. Motif yang bersifat simbolis yang erat hubungannya dengan falsafah Hindu Jawa, antara lain. a) Motif Sawat atau Lar melambangkan mahkota atau penguasa tinggi, b) Motif Meru melambangkan gunung atau tanah (bumi), c) Motif Naga melambangkan air yang juga disebut banyu. d) Burung melambangkan angin atau dunia atas dan Motif Lidah Api atau Modang melambangkan nyala api yang disebut geni. Gambar 3.1 Motif Sawat Gambar: 3.2 Motif Meru (Sumber : Djumena, 1990) (Sumber : Djumena, 1990)

62 46 2. Motif dengan pesan dan harapan yang tulus dan luhur semoga akan membawa kebaikan serta kebahagiaan bagi sipemakai, antara lain. Motif Slobog yang berarti agak besar-longgar atau lancar-dipakai untuk keperluan melayat dengan harapan arwah yang meninggal tidak mendapat kesukaran dan halangan diterima di sisi Tuhan Yang Maha Esa, serta keluarga yang ditinggal dapat menerima cobaan ini dengan penuh kesabaran. Kadangkala motif ini dipakai para pamong pada upacara pelantikan dengan harapan dalam menjalankan semua tugas akan berjalan dengan lancar. Gambar 3.3 Motif Slobog (Sumber : Djumena, 1990) 3. Motif batik yang ada hubungannya dengan kedudukan sosial seseorang umpamanya, antara lain, Motif Parang Rusak Barong, Motif Sawat, Motif Kawung Batik dengan ragam hias ini hanya boleh dipakai oleh raja-raja beserta keluarga dekatnya. Ini ada hubungannya dengan arti atau makna filosofis dalam kebudayaan Hindu Jawa. Gambar 3.4 Kawung Semar (Sumber : Djumena, 1990)

63 47 Motif ini dianggap sakral, dinamakan motif Larangan karena tidak semua orang boleh memakainya. Dewasa ini Larangàn telah menjadi milik masyarakat. Namun walau demikian, tata cara pemakaian pada upacara adat yang resmi di kalangan kraton masih diperhatikan. 4. Beberapa motif tradisional yang dipakai pada kesempatan atau peristiwa tertentu, antara lain, a) Motif Sido Mukti dipakai pengantin wanita dan pria pada upacara perkawinan dinamakan Kembaran. Sido berarti terus menerus, dan mukti berarti hidup dalam berkecukupan dan kebahagiaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa ragam hias ini melambangkan harapan masa depan yang baik, penuh kebahagiaan yang kekal untuk kedua mempelai. b) Motif Sido Asih yaitu motif untuk pasangan pengantin terdapat pula yang mempunyai makna agar hidup berumah tangga selalu dengan penuh kasih sayang. c) Motif Sido Mulyo dan Sido Luhur berarti mulia dan luhur dimaksudkan berbudi luhur d) Motif Ratu Ratih dan Semen Rama yaitu melambangkan kesetiaan seorang istri. Gambar 3.5 Motif Sido Mukti Gambar 3.6 Sido Mulyo (Sumber : Djumena, 1990) (Sumber : Djumena, 1990) 5. Motif yang melambangkan harapan, pesan, niat dan itikad yang baik serta luhur. a) Motif Truntum berarti menuntun; maknanya, sebagai orang tua berniat akan menuntun kedua mempelai mernasuki hidup baru rumah tangga yang banyak liku-likunya.

64 48 b) Motif Satria Manah dipakai oleh wali pengantin pria ketika meminang. Motif ini memiliki makna bahwa jika seorang satria memanah sudah tentu selalu mengenai sasarannya. Ini dapat diartikan Sebagai harapan semoga lamaran sang pria dapat diterima dengan baik oleh pihak wanita. c) Motif Semen Rante berarti keluarga pihak wanita yang akan menyambut lamaran, biasanya mengenakan batik Rante yang berarti rantai merupakan lambang ikatan yang kokoh kuat. Ini dapat dipahami bahwa jika lamaran telah diterima, sebagai pihak wanita tentu mereka menginginkan hubungan erat dan kokoh yang tidak dapat lepas lagi. Gambar 3.7 Motif Truntum Gambar 3.8 Motif Satrio Manah (Sumber : Djumena, 1990) (Sumber : Djumena, 1990) d) Motif Madu Bronto. Pada saat seserahan sang pria dapat menyatakan isi persaannya dengan memberikan batik yang berarti asmara. e) Motif Parang Kusumo. Pada upacara tukar cincin si gadis dapat memakai kain batik dengan motif parang kusuma berarti bunga yang telah mekar. f) Motif Parang Cantel Yang mengkiaskan gadis telah ada yang punya. g) Motif Pamiro berasal dan kata pulut atau ketan yang mempunyai sifat lengket. Motif ini melambangkan harapan sang Ibu agar pasangan dara dan pria tak akan terpisah lagi. h) Motif Sekar Jagad (sekar = kembang; jagad alam semesta), berarti melambangkan hati yang gembira (bersemarak) dikarenakan putri atau putra telah mendapat jodoh

65 49 Gambar 3. 9 Motif Madu Bronto Gambar:3.10 Motif Sekar Sagat (Sumber : Djumena, 1990) (Sumber : Djumena, 1990) i) Motif Sri Nugroho merupakan lambang mendapat anugerah dengan mendapatkan menantu atau calon menantu. j) Motif Cakar. Pada waktu upacara siraman calon pengantin wanita memakai kain cita kembang atau polos, sedangkan orang tua penganitin wanita dapat memakai kain batik dengan yang melambangkan harapan calon pengantin agar dapat mencari nafkah sendiri atau dengan lain perkataan dapat berdikari. k) Motif Bundet, Pada malam pertama perkawinan, pengantin wanita biasanya disarankan memakai batik motif bondet. Diambil dari kata bundet yang berarti saling mengikat menjadi satu. l) Motif Semen Gendong. Selesai upacara perkawinan, harapan pasangan pengantin selanjutnya adalah mendapatkan keturunan. ini tercermin dalam pemakaian kain batik dengan ragam hias, yang merupakan lambang harapan agar lekas dapat menggendong bayi. Gambar 3.11 Motif Bundet Gambar 3.12 Motif Semen Gendong (Sumber : Djumena, 1990) (Sumber : Djumena, 1990)

66 50 m) Motif Wora-Wari Rumpuk. Pada malam midodaren, calon pengantin wanita masih tetap memakai kain cita kembang atau polos, dan orang tua pengantin dapat memilih batik, yang melambangkan harapan agar rejeki atau kebahagiaan yang diperoleh sang gadis berlimpah n) Motif Pan Seuli berarti di sini terkandung harapan supaya sang pengantin wanita lekas mengandung. o) Motif Pring Sedapur berarti bambu serumpun. p) Motif Udan Uris berarti hujan gerimis yang bermotifkan berbagai jenis parang. Gambar 3.13 Motif Pring Sedapur Gambar 3.14 Motif Udan Liris (Sumber : Djumena, 1990) (Sumber : Djumena, 1990) q) Motif Alas-alasan berarti hutan, adalah lambang kesuburan atau kemakmuran. Daerah lain yang juga merupakan daerah Vorstenlanden, adalah Yogyakarta. Sekarang daerah ini masih dinamakan Daerah Istimewa Yogyakarta. Tradisi atau adat-istiadat berlaku di daerah Solo, juga berlaku di Yogyakarta. Lambang-lambang yang bersifat simbolis dan erat hubungannya dengan falsafah Hindu Jawa berlaku pula didaerah ini. Di samping adanya persamaan, perbedaan pun bisa kita jumpai dalam seni batik kedua daerah ini, batik dalam motif maupun warna. (Djumena, 1990:23) Perpaduan tata ragam hias batik Yogyakarta terasa sangat unik merupakan ciri khas tersendiri. Sebagai mana telah dijelaskan pada pembahasan mengenal batik daerah Solo, perpaduan tata ragam motif Yogya condong perpaduan berbagai jenis motif geometri dan berukuran besar. Kain batik Yogya dengan motif yang memiliki arti simbolis tidak sebanyak di daerah Solo. Adakalanya motif dengan dengan nama yang sama

67 51 memiliki perbedaan dalam penampilannya, seperti motif Sido Asih dan Semen Rama (Djumena, 1990:23). 1. Merupakan Motif batik Yogya yang biasa dikenakan pada upacara perkarwinan Motif Grompol, Motif Parang Wenang, Motif Werkudoro, Motif Keong Sari, Motif Tambal Kitiran berarti berkumpul atau bersatu. mengenakan kain si pemakai mengharapkan berkumpulnya segala sesuatu yang baik-baik, seperti rezeki, kebahagiaan, keturunan, hidup rukun dan sebagainya. Gambar 3.15 Parang Wenang Gambar 3.16 Motif Keong Sar (Sumber: Djumena, 1990) (Sumber : Djumena, 1990) 2. Kepercayaan yang menganggap bahwa kain batik dengan bisa digunakan sebagai selimut bagi orang sakit agar lekas sembuh. a) Motif Tambal berarti menambah atau memperbaiki sesuatu yang kurang, sehingga kemudian dianggap dapat menyehatkan yang sakit. Motif ini dapat dianggap pula sebagai penolak bahaya. Gambar 3.17 Motif Tambal (Sumber : Djumena, 1990) b) Udan Liris berarti hujan gerimis yang bermotifkan berbagai jenis parang. c) Motif Alas-alasan berarti hutan, adalah lambang kesuburan atau

68 52 kemakmuran. Motif batik rakyat yang dibuat di desa Bantul. Motifnya lebih bernafaskan alam desa sekitarnya Makna Budaya Takbenda Batik Berdasarkan rapat panitia antar pemerintah warisan budaya takbenda yang beranggota 40 negara pada 2 Oktober 2009 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Batik Indonesia disetujui untuk dimasukan kedalam Representative List Mata Budaya Takbenda Warisan Manusia UNESCO. Keputusan tersebut berdasarkan Konvensi Internasional Perlindungan Warisan Budaya Takbenda Manusia (Covention for Safeguarding Intangible Culture Heritage Humanity 2003) yang terdiri dari 9 bab dan 40 pasal yang memiliki domain warisan budaya takbenda terdiri dari tradisi lisan termasuk bahasa, seni pertunjukan seperti musik, tari, teater, tata upacara tradisional, teknologi dan ilmu pengetahuan serta kerajinan tangan tradisional. Tujuan utama dari konvensi ini adalah untuk perlindungan budaya di suatu daerah tertentu bukan sebagai hak cipta atau hak kekayaan intlektual. Seperti yang jelaskan di dalam File Nominasi Batik Indonesia yang diajukan kepada UNESCO pada tanggal 4 September 2008 didalam Artikel No.1.(a-d), Inkripsi (dicatat) bertujuan untuk melindungi warisan budaya takbenda dengan cara memotivasi semua masyarakat, meningkatkan kesadaran pada tingkat lokal, nasional dan antarbangsa tentang pentingnya warisan budaya takbenda, dan untuk menjamin perlunya kerjasama baik pada tingkat nasional maupun dengan pihakpihak antarbangsa. Jadi inskripsi mengandung arti suatu pernyataan resmi dari UNESCO (The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), badan di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengurusi kebudayaan, bahwa Batik Indonesia merupakan mata budaya takbenda milik bangsa Indonesia sehingga tidak dapat lagi diklaim oleh suatu negara lain sebagai pemiliknya dan manfaat lainya keberhasilan nominasi batik ini akan meningkatkan perhatian masyarakat dunia terhadap batik Indonesia. Budaya takbenda berarti budaya yang tidak dapat diraba. Menurut Sedyawati (2003:3) bahwa aspek aspek intangible atau takbenda selalu melekat pada benda budaya yang besifat tangible yaitu yang dapat disentuh, berupa benda

69 53 kongkret yang merupakan hasil buatan manusia dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Dalam sejarah disebutkan pada awalnya, batik yang dibuat dalam lingkungan keraton, untuk busana para raja dan keluarga bangsawan menggunakan pola batik dengan makna yang mengandung isi dan pesan melalui motif tertentu sebagai simbolisme yang berkaitan dengan fungsi dan kegunaanya. Baik motif dan pewarnaan memiliki struktur yang jelas atau pakem tertentu yang telah disepakati oleh masyarakatnya dan berlangsung secara turun temurun dari genarasi tua ke generasi muda sampai sekarang. Pada saat membuatnya para pembatik dalam keadaan berpuasa sambil menahan nafas dan bermeditasi dengan konsentrasi untuk menghasilkan garis dan titik-titik halus diiringi oleh tembangtembang khusus yang menceritakan tentang batik. Aspek budaya takbenda yang terdapat dalam kerajinan tradisional batik yaitu pertama, konsep mengenai proses pembuatan batik itu sendiri. Teknologi untuk membuatnya dengan berkembangnya batik ditanah Jawa, maka diketemukan canting tulis dan cap, komposisi malam, tumbuhan pewarna alam dan sebagainya yang semakin terus berkembang. Kedua, pola dan tingkah laku yang terkait dengan pemanfaatannya. Batik tradisional pedalaman yang berasal dari Surakarta dan Yogyakarta mempunyai aturan tertentu bagaimana menggunakannya, kapan waktu menggunakanya, dan siapa yang mengenakannya. Motif-motif parang khusus untuk para keluarga bangsawan, motif sidomukti dan motif truntum dikenakan pada hari pernikahan. Sementara itu batik yang berasal dari daerah pesisiran mempunyai motif dan ragam hias hasil peleburan budaya dari beberapa pendatang asing seperti bangsa Eropa terutama Belanda, Jepang, Cina dan Arab. Batik belanda terkenal dengan motif buketan, cinderela dan kapal kandas, para prajurit dengan persenjataannya dan kapal kapal perang sebagai simbol kekuatan kompeni. Motif motif batik pengaruh budaya pendatang dari Cina ditandai dengan motif keramik dan simbol hewan dan binatang sebagai kepercayan dan mitos dalam legenda cerita rakyat yang berasal dari negerinya dan motif motif pengaruh pendatang dari Arab di Pekalongan cendrung dengan pola geomentri dan tidak

70 54 melambangkan mahluk hidup. Dengan demikian pengukuhan batik Indonesia sebagai warisan budaya tak benda oleh UNESCO merupakan perlindungan budaya takbenda yang melekat pada batik, sehingga budaya takbenda yang termasuk dalam tradisi lisan, kebiasaan sosial dan kerajinan tangan tradisonal tersebut harus perlu dilindungi. Namun masih banyak masyarakat kita belum mengeri mengenai makna pengukuhan batik Indonesia tersebut. Berdasarkan berkas nominasi Batik Indonesia (2009), budaya takbenda batik Indonesia termasuk di dalam domain budaya takbenda sebagai tradisi lisan, kebiasaan sosial dan kerajinan tangan tradisional. Hasil interview terhadap komunitas batik beberapa daerah ternyata banyak pengrajin batik yang sudah terlibat dengan budaya batik secara turun temurun sampai 3 atau 4 generasi sejak 400 tahun yang lalu, antara lain, Liem Poo Hien dari Pekalongan, Naomi dari Lasem, Samiem pembatik asal Imogiri yang membatik di Kraton Yogyakarta. Komunitas batik ini mengaku belajar membatik dengan melihat dan mendengar dari orang lain, tidak di sekolah atau kursus formal. Dengan demikian batik Indonesia diajarkan secara lisan, sehigga termasuk dalam kriteria sebagai tradisi lisan. Kain batik dipakai dalam upacara adat dan ritual di banyak daerah di Indonesia. Kain batik dengan motif parang di daerah Yogyakarta dipakai khusus untuk keluarga bangsawan, pola sidomukti atau wahyu temurun dipakai oleh pasangan penganten dan kedua orang tua mempelai mengenakan kain dengan motif truntum, dan sebagainya. Oleh karenanya Batik Indonesia dinyatakan termasuk dalam domain budaya takbenda sebagai Kebiasaan Sosial. Sejak awal hingga sekarang dalam pembuatan batik dikerjakan dengan tangan, begitu pula proses pembuatan alat-alat yang digunakan untuk membuat batik tulis maupun batik cap juga dibuat dengan tangan. Dengan demikian Batik Indonesia dinyatakan dalam berkas nominasi tersebut memenuhi ketentuan budaya takbenda sebagai kerajinan tangan tradisional Proses Teknik Membatik Proses pembuatan batik adalah proses pekerjaan dari permulaan membatik sampai menjadi kain batik. Proses membatik menjadi kain batik dapat

71 55 dibagi menjadi 2 bagian yaitu proses persiapan dan proses membuat batik. (Hamzuri, 1981:1-29). Sebelum pekerjaan membuat batik yang sebenarnya, maka sebagai pendahuluan atau persiapan, kain putih yang akan dibatik dikerjakan sebagai berikut (Susanto,1980:6). 1. Persiapan Kain untuk di Batik a. Memotong Kain Kain batik atau mori yang masih berbentuk potongan. Dipotong-potong menurut panjang kain yang akan dibuat. b. Mencuci Kain Biasanya Kain diperdagangkan dengan diberi kanji berlebihan agar kain tampak tebal dan berat. Kanji tersebut tidak baik untuk kain yang akan dibatik maka perlu dihilangkan terlebih dahulu. c. Mencuci Kain Bahan yang dipakai campuran minyak nabati dan bahan-bahan antara lain, tik soda, soda abu, air abu. Kain dicuci dengan campuran bahan bahan tersebut berulang-ulang dengan setiap kali pengerjaan kain dikeringkan atau dijemur. Tujuannya untuk membuat kain mempunyai tambahan daya serap. d. Mengkanji Kain Kain yang akan dibatik perlu dikanji agar malam batik tidak meresap kedalam kain dan kelak malam ini mudah dihilangkan, kanji yang diberikan berupa kanji tipis atau kanji ringan. e. Merataka kain Persiapan Kain Kain mori yang telah dikanji perlu dihaluskan atau diratakan permukaannya dengan dikemplong. mengemplong adalah meratakan kain dengan cara kain dipukuli dengan pemukul dari kayu berulang-ulang 2. Proses Membatik Proses pekerjaan dalam membuat batik terdiri dari tiga macam pekerjaan utama yaitu (Hamzuri, 1981:1-29). Pelekatan malam pada kain untuk membuat motif batik yang dikehendaki. Pelekatan malam batik ini ada beberapa cara,

72 56 dengan ditulis dengan canting tulis dengan dicapkan dengan cap atau dilukiskan dengan kuwas. 1. Pewarnaan batik yaitu Pekerjaan pewarnaan ini dapat berupa mencelup, dapat secara coletan atau lukisan. 2. Menghilangkan malam yaitu menghilangkan malam batik yang telah melekat pada permukaan kain. Menghilangkan malam batik ini berupa penghilangan sebagian pada tempat tempat tertentu dengan cara dikerok atau menghilangkan malam batik secara keseluruhan dengan cara rebus. Foto 3. 3 Proses Batik Tulis (Sumber: Museum Batik Pekalongan, 2008) 3. Peralatan dan Bahan Membatik Peralatan membatik terdidri dari 6 pokok peralatan yang penting yaitu (Hamzuri, 1981:20) 1. Canting Tulis Canting tulis adalah sebuah alat dengan berbagai ukuran yang dipergunakan sebagai alat pembantu untuk melekatkan lilin (malam) batik pada kain dalam proses pembuatan batik tulis. 2. Canting Cap Canting Cap adalah alat yang terbuat dari tembaga yang dipakai sebagai alat pembantu untuk melekatkan lilin batik pada kain dalam proses pembuatan batik cap. 3. Lilin Batik (malam) Bahan ini adalah perintang warna masuk dalam kain saat proses pembatikan.

73 57 4. Motif atau Desain Motif pada umumnya berupa gambar atau bentuk batik yang akan dibuat 5. Zat Warna (Pewarna) Pewarna yang digunakan adalah berasal dari alam (indigo) setelah di kenal zat warna sintetis batik mulai menggunakannya 6. Kain Batik hanya mengenal bahan kain dari katun dalam perkembanganya di pakai juga media yang berupa kain sutra dan rayon. 3.5 Pameran Koleksi Museum Musem Batik di Pekalongan memiliki fasilitas ruangan yang dibagi menjadi ruang pamer batik Pesisiran digunakan untuk menyajikan batik yang berasal dari derah Pesisiran, ruang pamer batik Nusantara memamerkan koleksi kain batik yang berasa dari berbagai daerah di Nusantara dan ruang pamer batik Pedalaman yang memamerkan koleksi kain batik yang berasal dari daerah Surakarta dan Yogyakarta yang disebut juga batik Pedalaman. Pergantian koleksi dilakukan setiap tiga bulan sekali untuk menghindari kejenuhan dari pengunjung dan menunjukan kepada masyarakat koleksi museum memiliki beraneka ragam dari berbagai daerah. Disamping itu juga menjaga keamanan koleksi dari udara dan sinar lampu dan dari posisi tergantung telalu lama pada gawangan, karana sebagian besar penataan pameran dilakukan dengan cara open air display yaitu memamerkan koleksi secara terbuka dan sebagian dimasukan kedalam vitrin terbuat dari bahan akrilik. Bentuk penyajian koleksi kain batik digantungkan pada posisi terbentang pada gawangan dan sebagian kain panjang dengan cara dililitkan pada tabung akrilik yang memperlihatkan bagaimana cara mengenakan kain tersebut bagi seorang wanita. Kain panjang batik dililitkan dengan cara memutar dari kiri ke kanan. Tabung akrilik ini diharapkan dapat mewakili bentuk kain batik tersebut ketika sedang dipakai oleh seseorang. Sehingga dapat dilihat cara penggunaannya dan motif yang tampak ketika dikenakan. Koleksi kain batik yang sudah tua dan rapuh dipamerkan dengan cara dilipat dan dimasukan kedalam vitrin akrlilik.

74 Ruang Pamer Tetap Batik Pesisiran Ruang pameran batik Pesisiran menyajikan koleksi kain batik dari berbagai jenis batik terutama batik yang berasal dari daerah Pekalongan, Lasem dan Cirebon. Tipe batik Pekalongan memiliki warna warna cerah dan motif motif mendapat pengaruh budaya dari pendatang asing yang melebur dengan budaya masyarakat setempat. Motif batik pengaruh pendatang dari Arab, timur tengah memiliki tipe pola batik geometri dan pola pola batik pengaruh kompeni belanda memilik motif prajurit, kapal perang dan cerita cerita rakyat seperti cinderella. Menurut Asa (2006:57) batik batik di daerah pesisiran utara Jawa seperti Pekalongan, Rambang dan Lasem dengan warna warni yang sangat mencolok, dengan pola batik yang adaptasi dari batik Pedalaman atau Keraton yang digabung dengan stilirisasi pola baru setelah terjadinya konvensi Islam di Jawa dan pengaruh ragam ragam hias dari kaum Pendatang manca negara seperti Cina, India, Arab dan Belanda. Foto 3. 4 Koleksi Batik Motif Buketan (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2010)

75 59 Di dalam ruang pamer batik Pesisiran koleksi kain sarong batik dipamerkan dengan cara dibentang dari atas kebawah dengan bagian atas lipat pada gawangan yang terbuat dari bahan besi dan dijepit menggunakan jepit pelastik untuk menghindari berkarat. Sehingga pengunjung dapat melihat dengan jelas motif kepala dan motif badan pada sarong secara keseluruhan. Pada bagian depan diberi penghalang dinding terbuat dari plastik akrilik dengan ketebalan 5 mm agar koleksi tidak mudah untuk disentuh oleh pengunjung. Penghalang ini juga bertujuan untuk menghindari sinar blitz dari kamera yang berasal dari pengujung. Kerangka gawangan terbuat dari besi dengan ukuran lebar 122 cm x tinggi 244 cm Foto 3. 5 Ruang Pamer Batik Pesisiran (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2010) Koleksi kain panjang batik dipamerkan dengan cara dilipat dua dengan bagian tengah kain mengantung pada gawangan dengan posisi kain menyamping pada kedua pinggirnya bagian atasnya diberi penjepit yang terbuat dari plastik. Kerangka gawangan terbuat dari bahan bangungan besi dengan ukuran lebar 122 cm x tinggi 244 cm dan pada bagian depan gawangan yang terbuat dari besi diberi panghalang plastik Akrilik dengan ketebalan 5 mm. Koleksi batik kain panjang yang berasal dari dearah Pedalaman seperti, Surakarta dan Yogyakarta memiliki satu jenis motif pada kain, berbeda dengan motif pada kain panjang yang berasal dari daerah pesisiran seperti, Pekalongan, Lasem memiliki dua motif. Motif pertama yang mempunyai corak lebih terang dinamakan motif kepada dan motif kedua dinamakan motif badan. Kedua motif

76 60 untuk membedakan posisi ketika kain tersebut dipakai. Motif kepala harus berada dibagian depan. Koleksi kain batik yang sudah tua dan tidak mampu dipanjang dengan posisi digantung maka koleksi tersebut akan dilipat dan dimasukan kedalam Vitrin yang terbuat dari plastik Akrilik. Posisi Vitrin ini tergantung dengan tali senar putih dengan ukuran kotak Vitrin 60 cm x 40 cm x 30 cm. Salah satu bentuk vitrin seperti pada gambar berikut. Foto 3. 6 Salah Satu Bentuk Vitrin (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2010) Ruang Pamer Tetap Batik Nusantara Ruang pamer batik Nusantara yaitu ruang pamer koleksi yang menyajikan pameran koleksi kain batik yang berasal dari beberapa daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Madura dan Bali. Foto 3. 7 Koleksi Kain Batik Bayumas (Sumber : Museum Batik di Pekalongan, 2010)

77 61 Koleksi batik dalam ruang ini terdiri dari kain panjang, kain sarung dan selendang yang menggunakan ragam hias atau ciri khas motif asal daerah setempat. Bahan dasar kain yang digunakan terbuat dari kain katun dan sutra. Koleksi disajikan dengan cara melipat dua bagian lekukan digantungkan pada gawangan yang terbuat dari kayu dengan posisi motif kain mengarah ke samping. Pada bagian sisi atas dijepit dengan klip terbuat dari plastik agar kain tidak bergeser kebawah. tampilan koleksi kain batik dengan gawangan kayu seperti Foto Gawangan kayu tempat memajang koleksi kain berukuran panjang 123 cm x tinggi 128 cm. Sebagian gawangan diletakan diatas podium kayu yang berukuran 240 cm x 121 cm x 40 cm. Pada bagian depan podium diberi pembatas yang terbuat dari besi dan semen berukuran 120 cm x 20 cm x 40 cm. dengan tujuan memberi jarak bagi pengunjung karena koleksi kain dipajang dalam posisi terbuka Ruang Pamer Tetap Batik Pedalaman Ruang pamer kain batik yang berasal dari daerah Pedalaman yaitu Surakarta dan Yogyakarta merupakan kain batik dipengaruhi oleh kraton. Koleksi kain batik di ruangan ini merupakan kerjasama dengan Kraton Surakarta dalam bentuk On loan Collection, koleksi yang dipinjamkan setelah itu dikembalikan lagi. Koleksi dalam ruangan semua berupa kain panjang batik dengan motif dan warna yang mempunyai pakem atau aturan bagi yang mengenakan kain tersebut, siapa dan kapan menggunakanya. Penyajian koleksi kain batik dilakukan dengan cara melilitkan kain panjang pada tabung plastik akrilik dari kiri kekanan dengan posisi ujung kain pada sisi depan sebelah kanan. Tabung ini memperagakan bentuk kain batik ketika dikenakan, sehingga dapat memperlihatkan bentuk kain dan motif yang ada pada kain batik tersebut pada waktu dipakai. Poisisi tabung ini diletakan atas podium kayu untuk memberi kemudahan bagi pengunjung untuk melihat lihat motif pada pinggiran kain. Tabung plastik akrilik transparan yang dibentuk dengan cara membuatkan kerangka kayu pada bagian dalan berbentuk tabung dan dilekatkan pada bagian atas dan bawah. Ukuran tinggi tabung adalah 151 cm lebih tinggi 10 cm dari rata rata ukuran lebar kain. Panjang 39 cm dengan diameter adalah 23 cm

78 62 ada bagian bawah tabung diberi tataan kaki untuk berdiri menggunakan kayu yang memiliki ketebalan 20 cm tabung dapat bediri dengan kokoh. Pada bagian atas dan bawah tabung ditutup dengan kayu multipleks sebagai tempat menempelkan kedua ujung tabung tersebut Foto 3. 8 Koleksi Pinjaman dari Kraton Surakarta (Sumber : Museum Batik di Pekalongan, 2010) Ruang Pameran Temporer Pameran temporer di Museum Batik di Pekalongan merupakan pameran koleksi yang bekerjasama dengan para pengrajin, kolektor, para pakar yang bersedia meminjamkan koleksinya yang behubungan dengan batik. Pameran temporer yang pernah dilakukan oleh museum batik dengan tema Batik untuk Interior. Koleksi yang dipamerkan yaitu koleksi batik non sandang. Koleksi batik berupa hiasan dinding, taplak meja, penyekat ruangan, bed cover dan alas tempat tidur. Tujuan pameran ini untuk memberikan inspirasi terhadap masyarakat pengarajin batik bahwa batik dapat buat untuk kebutuhan yang selain pakain atau non sandang.. Bentuk pameran temporer dengan menyajikan perlengkapan rumah tangga seperti kursi kuno yang mengenakan taplak meja dan tempat tidur pengantin yang menggunakan alas tidur dari batik. Penyajian ini bertujuan menyampaikan cara penggunaan batik untuk interior Koleksi dan asesoris sebagai pendukung penyajian koleksi untuk interior berasal dari pinjaman para masyarakat setempat yang dikembalikan setelah pameran selesai. Koleksi tersebut merupakan milik masyarakat penggemar batik

79 63 dan kolektor di rumah rumah. Pameran temporer berlangsung dalam waktu satu sampai dua bulan atau disesuaikan dengan situasi kebutuhan dari pengunjung Foto 3. 9 Koleksi Batik untuk Interior (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2007) 3.6 Perpustakaan Buku batik Museum batik di Pekalongan berusaha menjadi tempat segala informasi tentang batik oleh karena itu sudah menjadi rencana sejak awal untuk mempersiapkan perpustakaan bagi para pengunjung. Pada awalnya perpustakaan akan melayani peminjaman khusus buku buku batik. Perpustakaan telah menyediakan buku berjumlah 1227 buah buku yang terdiri dari buku buku Batik, Non Batik, Kriya, Ensikopedi, Ekonomi, Agama, Sastra, Gudie book, Sejarah, Panorama Indonesia, Ragam hias, Sejarah Internasional, Rumah Tradsional, Kepurbakalaan. Museum Batik Pekalongan melayani pengunjung untuk membaca dan memesan buku untuk digandakan karena museum belum memberikan pelayanan peminjaman dengan alasan keterbatasan jumlah buku yang tersedia. Pengguna perpustakaan batik museum di Pekalongan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Kelompok pertama pelajar yang memiliki tugas sekolah yang terkait dengan pelajaran membatik di sekolah. Kelompok kedua, pengunjung yang membutuhkan informasi mengenai pengetahuan batik

80 64 seperti contoh motif dan foto-foto batik kuno, bahan pewarna yang berhubungan dengan usaha batik. Foto Suana Belajar di Perpustakaan (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2010) 3.7 Kedai Batik Kedai batik adalah salah satu fasilitas yang ada di Museum Batik di Pekalongan yang menyediakan berbagai produk komuditi batik, kerajinan batik dan cindera mata yang berasal dari pengarajin batik do Pekalongan. Pada tahap awalnya kedai batik menampung produk produk batik dari beberapa pengarajin batik secara bergantian yaitu selama tiga bulan sekali. Selain produk berasal dari pengarajin yang sudah terkenal Museum Batik Pekalongan menerima dari pembatik yang berada di desa desa yang tidak memiliki nama usaha sehingga museum dapat membatu mereka dengan menambahkan label dan logo Museum Batik pada produk produk tersebut. Museum Batik di Pekalongan akan mendapatkan pendapatan sebesar 10% dari hasil penjualan. Museum Batik di Pekalongan membuat cindera mata untuk kegiatan seminar batik seperti, taplak meja, shawl, hiasan dinding dan kartu post batik yang didesain dan dibuat di museum. Kedai batik bertujuan memberikan semacam kepastian bagi pengunjungan yang akan membeli produk batik di museum merupakan proses batik asli. Kedai batik menyiapkan peralatan membatik satu set untuk batik tulis yang terdiri dari kompor, wajan, canting dan

81 65 bahan membatik seperti lilin batik, pewarna dan kain berukuran satu meter persegi. Foto Suasana Kedai Batik (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2010) Peralatan membatik ini dapat dibeli oleh pengunjung museum setelah belajar membatik di museum. Sehingga pengunjung tidak perlu mencari alat dan bahan membatik yang tempat penjualannya berada secara terpisah pisah di pasar. 3.8 Pengunjung Museum Pengunjung Museum Batik di Pekalongan dapat digolongkan terdiri dari pelajar dan pengunjung umum. Pada awalnya museum mengundang sekolah tingkat SD, SLTP, SLTA, dari kota dan kabupaten yang ada di Jawa Tengah bagian utara, khususnya sekolah yang memiliki pelajaran muatan lokal membatik. Ternyata tawaran ini disambut dengan batik oleh sekolah sekolah. Kemudian museum memberikan pelatihan kepada para guru yang mengajar muatan lokal membatik dan setelah pelatihan selesai Museum Batik di Pekalongan memberikan peralatan membatik tulis satu set sebagai bekal untuk melakukan praktek membatik di sekolah masing masing. Pihak sekolah melanjutkan kerjasama dengan mengajak siswa dan siswinya untuk melakukan ujian praktek membatik di Museum Batik di Pekalongan sesuai dengan kurikulum yang diberikan di sekolah. Pengunjung dari kalangan masyarakat umum dari berbagai daerah, para pakar batik, pedagang batik, pemerhati batik dan penggemar batik dari dalam dan luar negeri serta pengunjung yang melakukan rekreasi atau sekedar mampir melihat-lihat.

82 66 Foto Pelajaran Muatan Lokal SD (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2010) Pengunjung terbesar adalah dari kalangan pelajar karena kurikulum membatik masuk kedalam pelajaran muatan lokal sekolah di sekitar Kota Pekalongan. Kegiatan pelajar di Museum Batik Pekalongan sebagai alternatif belajar siswa di luar kelas dan sekalian pelajar bisa belajar sambil mendapat pengalaman dengan praktek membatik. Perincian pengunjung digambarkan pada tabel 1.1

83 67 BAB 4 MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK Pada bagian awal bab ini akan diuraikan kebijakan edukasi di Museum Batik di Pekalongan. Pembahasan diawali dengan kebijakan edukasi yang relevan dengan koleksi, edukasi dengan pekerjaan kuratorial untuk mendorong kesadaran akan warisan budaya, kebijakan bagi pengelola edukasi di museum dan edukasi yang melibatkan masyarakat setempat. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan metode pengajaran dan pembelajaran. Pembahasan mengenai metode edukasi yang telah dijelaskan dalam bab 2, halaman 15 dan metode edukasi yang sudah dilaksanakan selama ini di Museum Batik di Pekalongan. Selain metode edukasi akan dibahas juga program edukasi di Museum Batik di Pekalongan dengan menggunakan kerangka program edukasi. Kerangka program terdiri dari beberapa pertanyaan dengan jawaban yang sudah tersedia sebagai pilihan menentukan program edukasi. Pada bagian akhir dari pembahasan tesis ini yaitu upaya penguatan Museum Batik di Pekalongan sebagai sumber pembelajaran batik. Pembahasan mengenai program edukasi yang telah berjalan di Museum Batik Pekalongan dengan menggunakan teori pendidikan. Teori belajar didaktif akan digunakan dalam menganalisis pembelajaran melalui eksibisi museum, proses pemanduan dan keterangan koleksi. Teori diskoveri digunakan untuk menganalisis pembelajaran praktik membatik di laboraturium batik museum. 4.1 Kebijakan Edukasi Museum Batik di Pekalongan Berdasarkan pendapat Bruninghasus dan Knubel (2004:119) yang telah dijelaskan pada bab 2, setiap museum perlu memiliki kebijakan untuk menentukan edukasi di museum. Kebijakan tersebut perlu mempertimbangkan hubungan yang sesuai antara edukasi yang relevan dengan koleksi, kebijakan edukasi yang mendorong kesadaran akan warisan budaya, kebijakan mengembangkan kemampuan pengelola edukasi dan kebijakan edukasi yang dapat melibatkan masyarakat setempat. Dengan demikian kebijakan edukasi museum yang ideal dapat dikelompokan menjadi 4 kebijakan edukasi.

84 68 Sementara itu, proses penyampaian edukasi di Museum Batik di Pekalongan masih tergantung pada kemampuan dari individu karyawan museum dan fasilitas yang tersedia. Di museum ini belum ada kesesuaian yang jelas antara koleksi dan edukasi, demikian juga edukasi dan eksibisi. Eksibisi yang disajikan berdasarkan selera dari petugas museum. Pengajar belum ada yang memiliki pendidikan bidang keahlian seseuai dengan koleksi. Koleksi museum berasal dari sumbangan masyarakat batik, sehingga edukasi disampaikan kepada semua pengunjung dengan cara dan materi yang sama. Dengan demikian Museum Batik di Pekalongan belum memiliki kebijakan edukasi secara tertulis sebagai tujuan utama edukasi museum. Hal yang sama dikemukakan oleh Ambrose dan Paine (2005: 127) setiap museum harus memiliki kebijakan tertulis untuk menentukan benda-benda yang seharusnya dikoleksi. Kebijakan ini akan mempengaruhi setiap aspek pekerjaan dan menjadi manajemen dalam pengembangan tujuan museum Kebijakan Edukasi dan Koleksi Dalam menentukan kebijakan edukasi perlu mempertimbangkan hubungan antara edukasi relevan dengan koleksi. Museum Batik di Pekalongan memiliki koleksi utama kain batik. Selain itu museum ini mengumpulkan dan merawat koleksi peralatan membatik seperti canting tulis dan cap, lilin batik dan bahan pewarna batik. Informasi koleksi Museum Batik Pekalongan selama ini tertuju pada koleksi kain batik. Pemandu akan lebih dahulu memberikan informasi mengenai daerah asal koleksi, nama motif dan proses pembuatan koleksi kain tersebut. Sementara itu, pengetahuan yang berkaitan dengan proses pembuatan dan kegunaan dari peralatan membatik tersebut belum tersampaikan kepada pengunjung.. Hal ini bisa diketahui dengan tidak terdapatnya keterangan apapun pada benda koleksi tersebut. Penyajian informasi koleksi di Museum Batik di Pekalongan masih bersifat tradisional dengan membiarkan koleksi tanpa informasi. Museum ini masih bersikap seperti perpustakaan buku yang menunggu pengunjung untuk bertanya. Koleksi peralatan membatik yang mempunyai nilai

85 69 penting dalam proses pembuatan batik dibiarkan mati tanpa makna. Koleksi tersebut dapat dilihat pada foto berikut. Foto 4.1 Cap Seharusnya Museum Batik di Pekalongan menentukan kebijakan edukasi bagi setiap koleksi yang dipamerkan harus disertai keterangan koleksi. Kebijakan tersebut dapat dibuat secara tertulis sebagai acuan petugas tata pemeran dan termasuk juga karyawan yang bertugas sebagai pemandu. Hal yang terpenting disampaikan kepada pengunjung mengapa alat batik cap itu diperlukan dalam membuat batik, apakah alat tersebut bisa dibuat dengan bahan selain tembaga, apa nama motif dan bagaimana bentuk motif tersebut pada kain. Museum Batik di Pekalongan harus berupaya memenuhi kebutuhan pengetahuan pengunjung terhadap koleksinya, sehingga museum ini secara perlahan mengalami perubahan berorientasi terhadap kebutuhan masyarakat pengunjung. Permasalahan ini muncul karena kelemahan dari Museum Batik di Pekalongan tidak memiliki karyawan yang memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman kerja membatik, sehingga karyawan museum tidak mengerti nilai penting dari koleksi alat batik yang terkait dengan produksi batik. Selanjutnya, salah satu bahan terpenting dalam proses membuat batik adalah lilin batik (malam). Lilin batik berfungsi sebagai perintang warna dalam proses pewarnaan dengan cara dicelup. Lilin batik merupakan bahan yang menentukan kualitas batik halus. Komposisi bahan untuk membuat lilin batik dipamerkan tanpa informasi. Pengetahuan tentang komposisi campuran bahan baku untuk membuat lilin batik yang sesuai untuk batik tulis atau batik cap sangat

86 70 dibutuhkan oleh masyarakat sekitar museum, mengingat museum ini berada di lingkungan masyarakat yang menggunakan lilin batik untuk membatik sehari hari. Selama ini konsep penyajian koleksi tersebut masih tergantung dengan selera kurator, sehingga masyarakat pengunjung datang ke museum mendapatkan pengalaman yang sama dengan melihat lilin batik yang dipajang di pasar tradisional. Komposisi bahan pembuat lilin batik tersebut seperti pada foto berikut. Foto 4.2 Komposisi Bahan Pembuatan Lilin Batik Musem Batik di Pekalongan seharusnya memposisikan diri sebagai sumber belajar bukan sekedar ruang pamer. Museum ini perlu menginterpretasikan koleksinya terlebih dahulu sebelum dipamerkan. Museum harus berupaya secara perlahan dalam mengambil kebijakan agar berorientasi terhadap kebutuhan masyarakatnya (Magetsari, 2009:5). Dengan demikian kehadiran pengunjung di museum dapat menambah pengalamannya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Kelly (2007:277) banyak pengunjung mempunyai alasan berkunjung ke museum karena mendapatkan berbagai tipe pengalam belajar yang biasa digambarkan dengan edukasi, mendapat informasi, menambah pengalaman atau melakukan sesuatu yang menyenangkan. Permasalahan lain dalam kebijakan edukasi dan koleksi di Museum Batik Pekalongan, yaitu mengenai cara penyajian bahan-bahan pewarna pembuatan batik. Bahan pewarna batik sebagai alat peraga koleksi terdiri dari bahan

87 71 pewarna organik dan non organik. Museum ini melakukan hal yang sama dalam memamerkan koleksi tanpa keterangan apapun. Koleksi dibiarkan tanpa makna. Bentuk edukasi tentang cara penggunaan bahan pewarna alami merupakan informasi yang sangat dibutuhkan oleh perajin batik, mengingat sudah semakin langka pengunaan bahan perwarna alam untuk batik. Museum Batik di Pekalongan dapat memberdayakan pemanfaatan warna alam dengan menyampaikan edukasi cara penggunaannya. Museum ini seharusnya dapat membuat daya tarik bagi pengunjung yang luar biasa untuk belajar proses pewaraan alam, tidak sekedar memamerkan benda, sehingga hal yang penting disadari oleh pengelola museum adalah bagaimana interaksi yang terjadi antara pengunjung dengan koleksi dapat membuat pengunjung belajar (Hein, 1999: 80). Dengan demikian informasi terhadap benda benda koleksi yang disajikan di Museum Batik di Pekalongan mutlak diperlukan jika tidak koleksi bisa membingungkan pengunjung. Komposisi bahan pewarna organik dan non organik tersebut seperti pada foto berikut. Foto 4.3 Bahan Pewarna Organik dan Non organik Kebijakan Edukasi dan Warisan Budaya Museum Batik di Pekalongan sebagai tempat yang tepat untuk mempromosikan dan mendorong kesadaran masyarakat terhadap warisan budaya takbenda yang melekat pada batik melalui edukasi. Selama ini penyampaian edukasi mengenai teknik membuat batik, sehingga belum menjelaskan makna simbolik dan penggunaan motif pada kain batik. Museum ini sudah seharusnya

88 72 menyajikan pengetahuan mengenai aspek budaya takbenda yang melekat pada batik, mengingat Batik Indonesia sudah dikukuhkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda. Seperti yang dinyatakan pada sertifikat Batik Indonesia pada foto 4.4. Keberhasilan batik Indonesia dikukuhkan oleh UNESCO sebagai warisan budaya takbenda belum mendapat tanggapan secara tepat oleh masyarakat. Masyarakat masih beranggapan yang diakui tersebut adalah komuditinya. Penyampaian makna dan pengetahuan sebagai budaya takbenda kedalam bentuk pameran perlu terlebih dahulu diinterpretasikan. Oleh karena interpretasi dapat membantu meluruskan intepretasi pengunjung yang dapat saja keliru. Hal ini bertujuan untuk melestarikan warisan budaya secara fisik melalui display dan menggugah minat publik terhadap warisan budaya (Magetsari, 2008:8). Dengan demikian Museum Batik di Pekalongan seharusnya memiliki karyawan ahli untuk melakukan interpretasi mengenai makna dan pengetahuan yang terdapat pada koleksi kain batik. Foto 4.4 Sertifikat Batik Indonesia dari UNESCO (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2009) Kebijakan Mengelola Edukasi Sumber daya manusia salah satu yang ikut menentukan keberhasilan museum dalam menyampaikan edukasi. Museum Batik Pekalongan memiliki keterbatasan karyawan yang mengerti tentang pengetahuan batik. Museum ini belum memiliki karyawan sesuai dengan bidang ilmu mengenai batik.

89 73 Sumber daya manusia Museum Batik Pekalongan terbagi kedalam tiga pokok pekerjaan yaitu administrasi museum, publikasi dan promosi dan petugas teknis permuseuman. Sebagian karyawan museum ini sudah mendapatkan pelatihan-pelatihan teknis yang dapat menunjang pekerjaan. Namun MBP belum mempuyai karyawan dan pengajar yang memiliki pendidikan sesuai bidang ahli pengetahuan tentang batik. Museum ini menghadapi tantangan berat untuk mempersiapkan karyawan yang memiliki bidang keahlian sesuai dengan koleksi museum. Museum harus memberikan pelatihan tenaga permuseuman dalam bidang yang relevan dengan manajemen dan pengoperasian sebuah museum (Magetsari, 2008:2) Permasalahan yang lain, karyawan museum ini berstatus tenaga kontrak yang diperbaharui setiap satu tahun. Meskipun sudah memasuki tahun keempat, belum ada kebijakan dari pihak Museum Batik di Pekalongan untuk menentukan status karyawan dengan jelas. Oleh karena itu, karyawan dalam museum ini sering mengalami pergantian karena karyawan yang telah lama mendapatkan perkejaan yang lebih baik. Berikut ini tabel yang memperlihatkan kondisi sumber daya manusia berdasarkan pendidikan.. No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) 1 SD 2 2 SLTP 3 SLTA 16 a. SMA 15 b.smea 1 4 Sarjana (DIII) 1 DIII Listrik 1 5 Sarjana (SI) 5 a. Sastra Inggris 1 b. Ekonomi 2 c. Tarbiyah 1 d. Kesehatan Masyarakat 1 Total 24 Tabel 4. 1 Kondisi Sumber Daya Manusia Museum Batik di Pekalongan

90 Kebijakan Edukasi dan Komunitas Secara nyata edukasi mengenai batik sudah ada di masyarakat Pekalongan sebelum museum ini didirikan. Kenyataan yang kedua, koleksi kain batik yang ada di museum ini diantaranya memiliki kesamaan dalam sejarah dan budaya terhadap masyarakat yang berada sekitar lingkungan museum. Komunitas Museum Batik Pekalongan berasal dari kelompok-kelompok komunitas batik. Masyarakat Pekalongan yang mempunyai kegiatan mata pencaharian terkait dengan produksi membatik mengekspresikan sebagai bagian dari komunitas museum dalam berbagai cara. Salah satunya karena secara geografis Museum Batik di Pekalongan berada di tengah-tengah masyarakat, sehingga timbul hubungan timbal baik antara museum dan komunitas setempat yang saling menguntungkan. Komunitas adalah orang-orang yang membawa nilai dan konsekuensi terhadap benda benda dan koleksi, jika museum tidak bisa membina hubungan dengan komunitas tersebut maka koleksi tidak memiliki makna. (Crooke, 2007:131). Hubungan timbal balik ini bagi perajin batik mempunyai daya tarik sebagai tempat referensi dan inspirasi dalam berkarya membuat motif dan warna batik, bagi pengusaha batik menjadikan museum yang menyimpan koleksi sebagai bukti sejarah batik yang dapat dibanggakan terhadap pelanggan dan pembelinya, sehingga para desainer, pembuat dan pembeli batik dapat berbagi pengalaman ketika melihat lihat koleksi batik dan mendapatkan sumber inspirasi baru. Bagi sekolah yang berada di daerah lokasi dan Museum Batik di Pekalongan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan peran edukasi dari museum bersama para guru dan karyawan museum. Bagi pemerintah dan masyarakat umum memiliki kebanggaan atas keberadaan sebuah museum yang menjadi andalan tujuan wisata dan tempat rekreasi bagi keluarga dan tamu yang berasal dari luar daerah. Bagi permerintah merasa kegiatan dan aktivitas museum telah mengangkat identitas daerah Kota Pekalongan sebagai Kota Batik. Di samping koleksi museum menyampaikan cerita masa lalu, koleksi dan pameran museum juga membangkitkan minat tempat perjalanan sejarah tersebut berlangsung. Bagi Musem Batik di Pekalongan selama ini kegiatan yang berhubungan dengan pengetahuan batik dan pelatihan membatik Museum Batik di

91 75 Pekalongan melibatkan masyarakat setempat sebagai instruktur batik karena keterbatasan dari keahlian karyawan museum. Dengan demikian Museum Batik di Pekalongan memainkan peran penting dalam pelestarian memori dan menghidupkan kembali pemahaman nilai-nilai yang terdapat dalam koleksi kain batik yang terdapat makna simbolik bagi komunitasnya. Peran museum dalam mendukung memori perseorangan dan komunitas sangat penting. (Watson, 2007:5). Hal sama dijelaskan oleh Crooke (2007:23) dikutip dari ICOM 2006, museum memberikan pelayanan kepada komunitasnya, menghormati kepentingan dan kepercayaan komunitasnya, dan menciptakan sebuah lingkungan yang menguntungkan bagi dukungan komunitas. Berdasarkan penjelasan di atas Museum Batik di Pekalongan harus melengkapi dan mengembangkan keempat kebijakan museum tersebut dengan mengacu pada prinsip-prinsip kebijakan edukasi di museum seperti yang dijelaskan pada gambar 2.1, bab 2 halaman 15. Pertama, prinsip kebijakan mengenai situasi geografis museum. Prinsip ini sudah diterapkan Museum Batik di Pekalongan melalui hubungan timbal balik dengan komunitas batik setempat dan secara nyata museum berada di lingkungan industri batik. Selanjutnya kedua, prinsip kebijakan Museum Batik di Pekalongan yang berhubungan dengan tradisi budaya masyarakat setempat. Ketiga, prinsip kebijakan Museum Batik di Pekalongan untuk meningkatan sumber daya manusia yang sesuai dengan bidang keahlian terhadap koleksi Museum Batik di Pekalongan. Prinsip Kebijakan yang terakhir merupakan hal terpenting yang perlu dipertimbangkan bagi Museum Batik di Pekalongan. Oleh karena museum ini adalah museum swasta yang selama ini hanya mengharapkan bantuan secara rutin dan APBN dan APBD setiap tahun. 4.2 Metode Pembelajaran di Museum Batik Pekalongan Berdasarkan pendapat Bruninghaus dan Knuble (2004:122) yang telah dijelaskan pada bab 2, halaman 16, dalam memberikan edukasi di museum dapat menggunakan 18 metode edukasi. Hasil pengamatan di lapangan Museum Batik Pekalongan menggunakan 4 metode edukasi yang sudah dilaksanakan selama ini

92 76 yakni metode edukasi menggunakan eksibisi, pemanduan dan dialog keterangan koleksi, pratik di benkel batik. Metode edukasi yang belum diterapkan di Museum Batik di Pekalongan dapat dikelompokan menjadi 7 metode edukasi untuk edukasi jangka panjang dan 7 metode edukasi dapat diterapkan segera di museum. Metode edukasi jangka panjang tersebut adalah metode edukasi yang menggunakan fasilitas dan pendanaan yakni edukasi menggunakan metode media audiovisual, belajar di ruang koleksi, media komputer, media belajar di perjalanan, media publikasi, metode edukasi ke luar museum, dan metode kerja lapangan. Sementara itu, 7 metode edukasi dapat segera di terapkan di Museum Batik di Pekalongan sebagai berikut. 1. Metode Display tactile. Metode diplay tactile merupakan edukasi yang sangat dibutuhkan di Musem Batik di Pekalongan yaitu pengujung dapat menyentuh benda koleksi tertentu. Metode edukasi ini dibutuhkan untuk membedakan rasa tangan terhadap koleksi kain batik yang terbuat dari tekstil. Museum Batik di Pekalongan dapat menyediakan bahan material dari katun dan kain sutra, sehingga pengujung dapat membedakan keduanya. Selain itu, Museum ini perlu menyediakan bahan material kain batik asli dan tekstil printing motif batik dengan menggunakan motif yang sama. Dengan demikian pengunjung akan mendapat pembelajaran untuk mengamati, menyentuh dan membedakan antara batik dan tekstil printing motif batik. 2. Metode Belajar dengan Permainan. Belajar dengan permainan diperlukan untuk pengunjung dari kalangan sekolah TK. Oleh karena anak anak seusia TK lebih baik tidak mengunakan zat pewarna batik yang terbuat dari bahan kimia untuk mewarnai kain seperti yang sudah dilakukan selama ini di Museum Batik di Pekalongan. Permainan menyusun gambar bermotif batik tradisional tertentu akan membantu anak-anak TK mengenal tipe batik, nama motif, dan warna batik atau belajar mewarnai motif batik pada kertas dengan pensil warna.

93 77 3. Metode Edukasi Demonstrasi. Metode edukasi demonstrasi sudah dilakukan di Museum Batik di Pekalongan. Perajin canting melakukan demonstrasi membuat canting tulis dan cap. Museum Batik di Pekalongan mengundang perajin canting setempat dengan perlengkapannya untuk menunjukkan proses kerajinan karya seni membuat canting. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Museum Batik di Pekalongan ketika sedang mengadakan festival batik internasional dan menyambut kunjungan tamu tertentu. Kegiatan ini seharusnya dapat dilaksanakan setiap hari dengan bekerjasama dengan para perajin. Museum Batik di Pekalongan menyediakan tempat bagi perajin untuk bekerja, sehingga pengunjung dapat melihat dan juga dapat membeli. Manfaat lain pengguna alat batik terutama yang berada dari luar kota dapat berkunjung ke museum sambil membeli keperluan canting. Edukasi di museum ini dapat dikembangkan dengan materi belajar membuat alat batik, sehingga Museum Batik di Pekalongan dapat membuka laboraturium membuat alat batik dan proses membatik. 4. Metode Belajar Bermain-Peran dan Teater Museum Kegiatan ini dapat melibatkan partisipasi anak anak dan remaja bermain peran dengan improvisasi pengalaman mengenai penggunaan motif batik yang dipakai khusus kaum bangsawan. Peran dalam teater tersebut bisa juga menjelaskan asal mulanya terbentuk motif motif klasik. Pertunjukan dapat menggambarkan proses pembuatan dan sampai cara penggunaan. Metode ini dapat juga digunakan untuk membangkitkan memori bagi pengunjung terhadapa motif batik yang sudah jarang penggunaanya. Misalnya bagaimana kompeni pada waktu itu menggunakan batik dengan motif motif yang memiliki ciri khas daerah asalnya dan dibuat sendiri, sehingga pengunjung secara langsung mendapat edukasi yang menggambarkan peristiwa bersejarah. 5. Metode Tabelau Vivant Metode ini dapat diterapkan dengan menirukan penggunaan pakaian upacara adat tradisional yang menggunakan motif dengan makna sejarah dan

94 78 budaya batik. Kegitan ini memberikan pembelajaran bagaimana menggunakan kain batik dengan motif tertentu. Di samping itu, kegiatan ini mendukung pelestarian upacara adat itu sendiri, sehingga museum dapat mewakili budaya masyarakat setempat melalui metode belajar tersebut. Kegiatan ini dapat menggunaka replika dari koleksi kain batik yang di pamerkan. Tujuanya agar peragaan kain batik dapat mendukung makna koleksi kain batik yang sedang dipamerkan, sehingga pengunjung akan lebih mudah mengerti dan dapat menginterpretasikan koleksi melalui pengalaman fisik dan postur dan gerakan. 6. Metode Pengajaran kits. Metode pengajaran dengan menggunakan kits bila diterapkan akan sangat membantu program praktik membatik di museum ini. Selain itu, metode ini memiliki daya tarik dan bermanfaat, mengingat peralatan membatik dapat dikemas menjadi satu set batik kits yang terdiri dari kompor, wajan, kain 1 meter, lilin batik 0,25 Kg, canting tulis ukuran dan pewarna batik. Metode batik kits ini dapat dikembangan bersama program edukasi praktik di laboraturium batik. Peserta praktik dapat dengan mudah membeli satu set peralatan batik dan dapat melanjutkan berlatih membatik di tempat lain sepulangnya dari Museum Batik di Pekalongan. Dengan demikian metode ini membantu pangunjung tidak harus keliling pasar dan tempat penjualan alat batik yang tersebar di beberapa tempat. Peralatan membatik ini juga dapat digunakan oleh orang lain di rumah rumah sebagai calon pengunjung yang akan datang ke Museum Batik di Pekalongan. Manfaat yang lain bagi Museum Batik di Pekalongan adalah mendapatkan nilai tambah dari penjualan sovernirnya yang bisa dititipkan di kedai batik dan kegiatan ini sekaligus mendorong promosi pekerja alat batik itu sendiri. 7. Metode Kegiatan yang Menyenangkan. Pengunjung datang ke Museum Batik di Pekalonga dapat menikmati suasana gedung kuno peninggalan kompeni Belanda. Bangunan dan bentuk bentuk

95 79 ruangan masih dalam keadaan asli, sehingga sebagain pengunjung yang datang dapat merasakan suasana yang berbeda dari tempat lain. Museum Batik di Pekalongan dapat mendukung suasana tersebut dengan menambahkan informasi mengenai sejarah gedung dan foto-foto untuk membangkitkan imajinasi pengunjung untuk menyadari peninggalan tempat bersejarah tersebut. Di samping hal itu, museum dapat menyediakan minuman dan sovernir tradisional yang memiliki ciri khas dari daerah tersebut. Museum juga bisa mendatangkan artis yang terkenal yang berhubungan dengan koleksi seniman batik terkenal atau keluarga pembatik kompeni yang pernah mewarnai batik Pekalongan untuk jumpa penggemarnnya di Museum Batik Pekalongan Menurut Bruninghaus dan Knubel (2004: ) metode pengajaran dan pembelajaran tersebut sebagai bahan pertimbangan bagi museum dalam menentukan program edukasi museum yang sesuai dengan kebutuhan pengunjungnya. 4.3 Museum Sebagai Sumber Belajar Batik Pembahasan proses pembelajaran di Museum Batik di Pekalongan bertujuan untuk menentukan teori belajar di museum, sehingga dapat dipahami secara komprehensif edukasi apa yang akan disampaikan kepada pengunjung dan bagaimana menyampaikan edukasi tersebut kepada pengunjung. Edukasi di Museum Batik Pekalongan secara teori merupakan pengetahuan dari pemaknaan koleksi kain batik dan secara praktik mendapatkan pengalaman tentang belajar membuat batik di bengkel batik museum Proses pembelajaran dilakukan melalui penyajian pameran koleksi. Selanjutnya pemandu museum berupaya menjelaskan pengetahuan dan makna yang terdapat pada koleksi secara langsung kepada pengunjung sambil berkeliling melihat-lihat koleksi. Museum ini memberikan informasi koleksi secara tertulis dalam bentuk keterangan koleksi. Tujuannya untuk penyampaian hasil interpretasi museum terhadap koleksi mengenai makna, pengetahuan, proses pembuatan, sejarah, budaya, ringkasan makna simbolik pada motif yang ada pada koleksi kain batik.

96 80 Pengunjung Museum Batik Pekalongan menjadi tujuan edukasi dari kalangan pelajar dan masyarakat umum. Hasil edukasi bagi pelajar merupakan sebagai pendukung kegiatan belajar membatik di sekolah dan bagi masyarakat umum mendapatkan pengalaman tentang batik. Bentuk-bentuk pembelajaran di Museum Batik Pekalongan sebagai berikut. 1. Didaktik Eksibisi 2. Didaktik Pemanduan dan Dialog 3. Didaktik Keterangan koleksi Didaktik Eksibisi Pameran koleksi Museum Batik Pekalongan merupakan kekuatan utama untuk menentukan edukasi. Daya tarik eksibisi museum memberikan kesan dan pengalaman bagi pengunjung untuk menentukan sikap rencana belajar di museum jika pameran museum mampu berbicara dengan efektif. Suasana ruang koleksi dapat membangkitkan rasa ingin tahu bagi pengunjung. Dengan demikian melalui proses mengamati dan melihat lihat benda koleksi akan mendapatkan pemikiran tersendiri sesuai dengan kebutuhan setiap pengunjung yang berbeda beda. Hal ini sesuai dengan pendapat Black (2005:131) sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk diperhatikan berulang ulang yaitu apakah memang benar sudah terdapat bahan pelajaran yang akan dipelajari dari display koleksi. Tantangan utama dari ekshibisi adalah peran pemahaman koleksi dalam mendukung pembelajaran di museum. (Falk,Dierking, 2007). Konsep penataan eksibisi di MBP bertujuan untuk memberikan beberapa pemahaman dan pengetahuan tentang tipe dan ragam hias batik dari berbagai daerah terhadap pengunjung. Pertama mengenai jenis batik yang ada di berbagai daerah melalui motif dan warna yang ada pada koleksi kain batik. Kedua, proses pembuatan batik itu sendiri, menggunakan canting tulis, cap atau kombinasi keduanya. Ketiga, menyampaikan pesan makna simbolik yang terdapat pada pada kain batik tersebut. Eksibisi Museum Batik Pekalongan penyajiannya didasarkan pada klasifikasi asal daerah koleksi tersebut. Museum bertujuan untuk menentukan fungsi koleksi mewakili daerah batik dari berbagai daerah. Dengan demikian

97 81 tujuan pembelajaran eksibisi dari Museum Batik Pekalongan adalah memberikan berbagai contoh batik dari setiap daerah sebagai pengetahuan tentang tipe dan motif khas daerah. Karakteristik ini disesuaikan dengan ciri-ciri dari eksibisi yang menggunakan teori pendidikan didaktik ekspositori, yaitu belajar dengan menjadikan pameran sebagai contoh. Penyajian koleksi batik ditata secara berurutan dan berkelompok berdasarkan batik pedalaman, batik pesisiran dan batik nusantara. Penataan koleksi ini untuk menjelaskan secara kronologis daerah pembuatan batik di Indonesia. Dalam sejarah dijelaskan batik berasal dari daerah pedalaman yaitu Solo dan Yogyakarta, kemudian menyebar sampai kedaerah pesisi dan akhirnya dibuat di berbagai daerah (Kardi, 2005:3). Dengan demikian penyajian koleksi tersebut mengikuti teori belajar didaktik ekspositori. Museum menyajikan pameran secara berurutan dengan awal dan akhir yang jelas Klasifikasi penyajian koleksi Museum Batik di Pekalongan digambarkan pada tabel berikut. No Penyajian 1 Batik Pedalaman Klasifikasi Asal Daerah Koleksi Kain Batik Yogyakarta dan Surakarta Motif atau Ragam Hias 1. Parang Alit Seling Lereng Makna atau Keterangan Motif dan Ragam Hias Parang merupakan motif larangan yang hanya boleh dipakai oleh raja dan keluarganya. Variasi parang alit dan lereng. Parang alit mempunyai motif parang yang kecilkecil, biasanya dipakai oleh keluarga raja ketika masih anak-anak. 2. Parang Curigo Seling Kusumo Parang merupakan motif larangan yang hanya boleh dipakai oleh raja dan keluarganya. Motif parang terinspirasi dari gugusan tebing batu karang di pantai yang kokoh, mengibaratkan raja yang kuat. Curiga (senjata)

98 82 diartikan sebagai ilmu, dimana dengan menggunakan ilmu sebagai senjata, seseorang akan dapat mengatasi berbagai persoalan kehidupan. Curiga digambarkan seperti keris, yang biasanya berlekuk ganjil. Kusuma berarti bunga, diharapkan pemakainya terlihat indah dan menarik. Parang kusuma dipakai oleh putra-putri raja saat masih remaja. 3. Liris Cemeng 4. Semen Latar Ukel Liris atau udan liris, terdiri dari deretan jalurjalur sempit yang ditata miring dengan isi polapola sederhana dengan berbagai variasi motif yang berbeda. Motif udan liris dengan dominasi warna hitam (cemeng), menggambarkan hujan gerimis yang melambangkan kesuburan. Semen dari kata semi atau persemaian yang berarti tumbuh hidup, pola semen merupakan pola pengaruh Hindu Jawa yang menggambarkan unsur kehidupan. Ragam hias terdiri dari lar (sayap) yang melambangkan angin, gunung (meru) yang melambangkan bumi, lidah api melambangkan, pohon hyatt (pohon kehidupan) serta binatang dan candi.

99 83 5. Tambal Pamiluto Tambal Pamiluto tersusun dari bangunbangun persegi panjang yang dibagi secara miring. Separuh diisi motif geometris, separuh lainnya diisi dengan pola bebas (bunga, burung, ikan, kupu-kupu, kelabang). Motif berbeda disetiap bangunnya. Pamiluto digunakan sebagai kain panjang saat pertunangan. Pamiluto berasal dari kata pulut, berarti perekat, dalam bahasa Jawa bisa artinya kepilut (tertarik). Diharapkan pasangan akan selalu rekat karena tertarik. 6. Sekar Jagat Pola geometis dan pola bebas (lung, bunga, kupu-kupu) mengisi bidang kurva yang bentuknya tidak menentu. Sekar Jagad berasal dari kata sekar (bunga) jagad (dunia) atau puja dunia yang mempunyai makna filosofi kebahagiaan. Sekar Jagad dipakai orang tua pengantin perempuan pada saat resepsi pernikahan melambangkan kebahagiaan orang tua mendapatkan anugerah, karena puterinya telah mendapatkan jodoh 7. Parang Parang merupakan motif Rusak larangan yang hanya Deplok Mangkoro boleh dipakai oleh raja dan keluarganya. Motif parang terinspirasi dari

100 84 tempat bertapa raja di sepanjang pesisir selatan Pulau Jawa yang dipenuhi oleh jajaran pegunungan seribu yang tampak seperti pereng (tebing) berbaris. Akhirnya, ia menamai tempat bertapanya dengan pereng yang kemudian berubah menjadi parang. Di salah satu tempat tersebut ada bagian yang terdiri dari tebing-tebing atau parang yang rusak karena deburan ombak laut selatan sehingga lahirlah ilham untuk menciptakan motif batik yang kemudian diberi nama Parang Rusak. 8. Ceplok Cakar 9. Varian Semen Pola ini melambangkan kerajinan seekor ayam betina mencakar tanah untuk mencari makanan. Dianggap pantas dipakai orangtua pengantin perempuan. Pada acara siraman, sebagai peringatan mengenai tugasnya kelak sebagai seorang istri. Batik Indonesia merupakan ide yang ditawarkan Bung Karno kepada Go Tik swan (1950-an). Perpaduan pola tradisional batik pedalaman (Keraton) dengan proses batik pesisiran. Mengandung makna Persatuan Indonesia. Pola semen merupakan pola pengaruh Hindu

101 85 Jawa yang menggambarkan unsur kehidupan. Ragam hias terdiri dari lar (sayap) yang melambangkan angin, meru (gunung) yang melambangkan bumi, lidah api, pohon hyatt (pohon kehidupan) serta binatang dan candi. 2 Batik Pesisiran 1. Pekalongan 1. Batik Encim 2. Jawa Hokokai Motif batik yang dominan memiliki warna-warna eksotik seperti ungu, hijau muda, pink. Batik ini mendapat pengaruh dari keturunan cina di pekalongan. Motif cina terkenal dengan motif buketan Ragam hias mirip dengan ragam hias kimono Jepang. Ciri khas batik Jawa Hokokai ini dikenal dengan nama pagi sore. Istilah ini diperoleh pada waktu itu oranga harus menghemat, sehingga pada sehelai kain berisikan dua ragam hias yang bersebelahan. Tata warna gelap untuk sore hari dan tata warna terang atau muda dipakai untuk pagi hari. 3. Jlamprang Motif batik jlamparang merupakan pengaruh pendatang dari timur tegah, Arab. Motif ini berbentuk geometri seperti gambar lantai lantai keramai di timur tingah.

102 86 2. Lasem Bang Biru Batik Lasem terkenal dengan wana mera (bang) dan biru seperti batik tiga negeri merahnya duu dicelup di Lasem. Ciri lain dari batik Lasem adalah tumpal atau kepala kain berbentuk pucuk rebung yang diisi beragam hias kebudayaan cina seperti banji, kili, burung hong dan kupu-kupu 3 Batik Nusantara 1. Kabupaten Batang Kawung Kembang Batang merupakan salah satu daerah penghasil batik di pesisir utara. Walaupun tidak sebesar Pekalongan namun Batang mempunyai ciri khas khusus yaitu warna sogan kehitaman yang meniru batik pedalaman. 2. Kabupaten Pemalang Sawat Ronte Galaran Terdiri dari ragam hias sayap, bunga dan rantae (rantai). Batik ini biasa dipakai perempuan pada saat acara lamaran berlangsung. Ratai melambangkan ikatan yang kokoh dan kuat. Diharapkan hubungan menjadi erat dan tidak terputuskan, sedangkan bagi pihak pria yang meminang menggunakan batik dengan ragam hias Satria Manah simbolisasi harapan agar lamaran diterima. 3. Kabupaten Banyumas Buket Lereng Pada motif ini boketan dengan latar tiruan Parang Rusak (isi beberapa tanahan), dan Parang Sonder. Parang merupakan pola larangan

103 87 4. Propinsi Lampung 5. Propinsi Sumsel Tapis Pepadun Sembagi batik pedalaman yang dipakai oleh raja dan keluarganya. Parang Rusak terinspirasi dari gugusan batu karang di pantai tempat raja bersemedi, sedangkan sorder adalah selendang yang dipakai oleh penari. Motif ini moderenisasi tapis pepadun jalur-jalur dlorong menurut paham disi dengan bebas ketupat modifikasi seperti yang terdapat di sisi-sisi kapal khas Lampung. Kedua ujung diisi dengan deretan kapal tradisional khas lampung (Jung). Bahan dasar sutera ditenun di Jawa dan dibatik di Lampung. Pola diperoleh dari kain India yang dikenal di Palembang sebagai kain Sembagi. Palembang sudah memprodaksi batik sejak sekitar tahun 1850 (menurut beberapa sumber), namun batik ini merupakan hasil pengembangan sejak awal tahun 1980-an Kepala Tumpal pasung latar hitam tabur melati pinggir booh (renda) latar dengan tabor titik putih. 6. Prop. Riau Tabir Riau Pola yang ditampilkan diambil dari kain yang biasanya digantung di belakang pelaminan yang terdiri dari panelpanel vertikal yang

104 88 disambung hingga menjadi kain yang besar sekali. Pola ini merupakan jalur hijau tua dengan kupu-kupu seling hijau muda dengan payung dan daun. 7. Propinsi Bengkulu 8. Propinsi Jambi 9. Kabupaten Madura Basurek Batik Basurek dengan 3 bagian belah ketupat di tengah-tengah kain. Motif tulisan berbentuk burung dengan bingkai sempit di pinggir kedua ujung sisi. Tiruan rumbai di ujung kain dibatik. Basurek dari kata bersurat yang diartinya terdapat pesan/tulisan. Pada tulisan pola kaligrafi ini tulisan Arab sudah tidak bisa dibaca lagi. Cupak Mangu Pola yang menghiasi tengah kain terkenal di Jambi sebagai tagapo (bunga bertabur). Motif tagapo juga dipakai sebagai sales satu motif pada busana Adat Jambi. Pola ini terinspirasi dari kain palola dari India. Proses pembuatan kain ini diperkirakan menggunakan dua model cap untuk menerapkan pola. Cap kayu untuk motif tengah dan cap tembaga untuk motif pinggir. Tase Malaya Pola dan pewarnaan khas dari pesisiran Madura. Ragam hias flora dan fauna dengan warna yang tegas dan berani (merah tua, biru tua, hitam dengan latar

105 89 putih). Pola Tase Malaya terinspirasi dari laut Malaya yang dilukiskan dengan pola garis berombak. Pola ini merupakan ekspresi dari istri para nelayan yang membayangkan suaminya sedang berlayar ke Malaya. Zaman dahulu para nelayan jika berlayar selalu membawa kain panjang yang dibatik oleh istrinya 10. Kabupaten Jombang 11. Kabupaten Garut Jombangan Motif Jombangan merupakan modifikasi motif yang telah ditemukan pada relig candi Arimbi (Peninggalan Majapahit). Parang Nanas Batik Garut banyak dipengaruhi Batik Pedalaman, namun pada perkembangannya batik garut bersifat dinamis. Karena banyak mengadaptasi corak dan warna dari luar. Motif ini terinspirasi dari Pola parang yang merupakan pola batik pedalaman yang biasa dipakai oleh keluarga kerajaan. Dalam motif ini parang sudah dikombinasi dengan bentuk lain yaitu seperti daun nanas dan penawaran disesuaikan dengan warna khas Garut hijau tua, biru tua, merah tua dengan latar gumanding (kekuningan) Table 4.2 Penyajian Koleksi Berdasarkan Klasifikasi Asal Daerah (Sumber : Museum Batik Pekalongan, 2010)

106 90 Berdasarkan tabel di atas penyajian pameran bertujuan memberi pemahaman mengenai motif dan jenis batik yang berasal dari berbagai daerah secara berkelompok dangan disertai keterangan koleksi. Menurut Hooper dan Hill (2000:124) para pengunjung museum memamerkan benda koleksi secara berkelompok dengan teks bertujuan menghasilkan interpretasi bagi pengunjung, sementara itu pengunjung menggunakan interpretasi mereka sendiri untuk dapat memahami objek tersebut dan tata pameran secara keseluruhan. Hal yang penting disadari oleh pengelola museum adalah bagaimana interaksi yang terjadi antara pengunjung dengan koleksi dapat membuat pengunjung belajar (Hein, 1998: 23) Didaktik Pemanduan dan Dialog Pelayanan pemanduan yang diberikan oleh karyawan Museum Batik di Pekalongan kepada pengunjung mengenai asal batik, motif, proses pembuatan pada saat pengunjung melihat koleksi. Karyawan Museum Batik di Pekalongan tidak memilki latar belakang bidang keahlian dan pengalaman sebagai pengajar. Pengetahuan tentang batik yang dimiliki juga terbatas. Semetara itu, Hooper dan Hill (1999:21) berpendapat bahwa peran pengajar di museum untuk memberikan pangalaman pembelajaran yang tepat di mana pengetahuan siswa dapat dikembangkan. Pemandu di Museum Batik di Pekalongan menyampaikan informasi mengenai koleksi seperti yang tertulis pada keterangan koleksi. Sementara itu data yang ada pada keterangan koleksi terbatas seperti nama motif, proses pembuatan, tahun pembuaatan, ringkasan mengenai motif dan nama penyumbang, sehingga pengunjung tidak mempunyai kesempatan untuk menemukan makna menurut mereka sendiri. Dengan demikian proses belajar yang terjadi karena seseorang memilihnya bukan karena pengunjung tersebut harus mempelajarinya (Falk dan Dierking, 2002:9). Konsep belajar yang dengan mendengarkan dapat digolongkan kedalam karateristik belajar dengan teori didaktik ekspositori, yaitu pengunjung akan menyerap informasi. Bahan informasi yang digunakan sama dengan data pada keterangan koleksi, berurutan dari awal sampai akhir.

107 91 Permasalahan lain, berdasarkan pengamatan dilapangan setiap pengunjung di Museum Batik Pekalongan selalu dipandu keliling melihat-lihat ruang pamer koleksi, seakan-akan dikawal dan diawasi, sehingga proses pemanduan untuk pengunjung 3 samapi 5 orang berlangsung sangat singkat dalam waktu 4 sampai 6 menit untuk melihat koleksi kain batik berjumlah 35 potong kain yang di pajang secara terbentang dalam ruang yang berukuran 15 meter X 30 meter. Dengan demikian proses pemanduan tergantung dari petugas bukan kebutuhan pengunjung. Pemandu seharusnya melakukan upaya agar pengunjung bisa berdialog terhadap pengunjung. Pengungjung koleksi kain batik tentunnya sudah memilki pengalaman sendiri dan petugas pemandu membantu pengunjung untuk menemukan makna untuk pengunjung itu sendiri Didaktik Keterangan Koleksi Keterangan koleksi dibuat dengan tujuan untuk membantu pengunjung mengerti tentang pengetahuan yang terdapat pada koleksi. Keterangan koleksi merupakan hasil dari penelitian dari kurator Museum Batik Pekalongan dengan cara mendapatkan informasi tambahan dari para narasumber yang menyumbangkan koleksi kain batik tersebut. Konsep belajar yang dilakukan oleh pengunjung untuk mendapatkan pengetahuan dari keterangan koleksi merupakan cara belajar tradisional teks atau teori edukasi didaktik ekspositori, yaitu proses belajar secara bertahap sedikit demi sedikit. Menurut Ambrose dan Paine (1993:88) kebanyakan pengunjung mendapatkan informasi yang mereka butuhkan dari keterangan koleksi, sehingga penulisan keterangan, desain dan letak label itu sendiri merupakan sesuatu yang yang terpenting bagi museum. Informasi yang di buat dalam keterangan koleksi terdiri dari jenis koleksi, jenis kain, proses pembuat, nama motif beserta cerita mengenai motif tersebut, tahun motif di buat. Berdasarkan data tersebut keterangan koleksi koleksi ini sangat sederhana dan dibuat hanya dalam satu bahasa sedangkan pengunjung terdapat orang orang asing. Sebaiknya keterangan koleksi perlu menggunakan satu atau dua bahasa asing.

108 92 Foto 4.5 Keterangan Koleksi Posisi keterangan koleksi bagi koleksi yang berada dalam vitrin maka keterangan koleksi diletakan diatas kain didalam Vitrin Akrilik. Posisi keterangan koleksi pada koleksi kain batik yang digantung pada gawangan, ditempelkan pada kayu gawangan di sisi atas koleksi. Kemudian posisi keterang koleksi untuk koleksi kain batik yang menggunakan tabung akrilik koleksi diltekan pada bagian atas tabung. Tujuan pembuatann koleksi untuk membatu mudahkan pengunjung mendapatkan informasi mengenai sejarah, teknik pembuatan. Menurut Ambrose and Paine (1993:88) Keterangan koleksi untuk anak sekolah akan berbeda dengan keterangan koleksi untuk para professor sebuah perguruan tinggi. Seharusnya Museum Batik Pekalongan dapat membedakan edukasi dan pengetahuan yang dibutuhkan oleh pengunjung. 4.4 Program Edukasi Museum Museum Batik Pekalongan dalam menentukan program edukasi belum disesuaikan terleih dahulu dengan kerangka kerja rencana program edukasi seperti yang dijelaskan dalam bab 2 pada bagan 2.1. kerangka kerja rencana tersebut akan membantu untuk menentukan langkah langkah proses, tujuan dan sasaran dari program edukasi tersebut Selama ini Museum Batik Pekalongan telah menjalankan program edukasi praktik membatik di laboraturium batik museum. Dalam pembahasan program edukasi ini dapat menganalisis program praktik membatik di laboraturium batik museum untuk mengetahui tujuan, cara pelaksanaan dan sasaran edukasi yang diharapkan. Langkah pertama yang dilakukan program

109 93 tersebut akan menjawab pertanyaan dengan pilihan jawaban yang telah disediakan. Hasil dari perolehan jawaban secara keseluruhan akan saling terkait dan berhubungan sebagai sebuah program edukasi di museum. Tahapan pertanyaan dan pilihan jawaban tersebut seperti diuraikan berikut ini. 1. Siapa yang akan menerima edukasi membatik? (Who for) Kegiatan membatik dapat dilakukan oleh siswa mulai kelas 4 SD ke atas dan juga pengunjung umum. Lembaga yang membutuhkan adalah sekolah sekolah yang memiliki pelajaran membatik. Materi membatik perlu disesuaikan dengan kegiatan di sekolah. Selama ini Museum Batik di Pekalongan memposisikan diri sebagai tempat ujian praktik membatik. 2. Koleksi yang mana atau tema apa (Which Object / which Themes) MBP memberikan tema membuat batik sesuai dengan ketentuan sekolah. Pelajar dapat membuat taplak meja atau shawl batik. 3. Bagaimana (How) Pelaksanaan program edukasi membatik dengan cara pelajar langsung praktik membuat batik sesuai yang ditugaskan oleh pihak sekolah masing masing. Museum mempersiapkan bahan dan instruktur batik. Proses membatik mulai dari menggambar desain pada kertas, kemudian dipindahkan pada kain, desain ditutupi dengan lilin batik dan diberi warna pertama kemudian membersihkan lilin yang melekat pada kain. Proses ini dapat diulangi untuk mendapatkan warna yang kedua dan seterusnya. 4. Dengan apa atau tanpa apa (What With / What Without) Program edukasi praktik membuat batik menggunakan bahan baku kain, lilin batik, obat pewarna, canting tulis atau cap. Kegiatan ini memerlukan ruangan khusus tempat membatik, mewarnai dan mencuci kain.

110 94 5. Kapan (When) Kegiatan praktik mambatik ini membutuhkan waktu sekitar dua jam untuk satu kelas siswa atau siswi yang berjumlah 40 sampai 50 orang setiap kelas. Kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya dilakukan pada waktu ujian praktik sekolah sekolah berlangsung. 6. Apa lagi yang dapat mendukung (What Else) Kegiatan belajar membatik dapat didukung dengan petunjuk membatik dan contoh-contoh pola atau motif batik. Berdasarkan hasil perolehan jawaban tersebut di atas, maka dapat digambarkan melalui jawaban yang tercetak miring pada bagan perancangan program edukasi museum berikut. Bagan 4.1 Program Praktik Membatik

111 95 Dari hasil analisis program praktik membatik pada bagan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa program membatik di museum memiliki sasaran kepada pelajar dengan media pembelajaran membuat taplak atau shawl batik. Kegiatan ini membutuhkan bahan material seperti lilin, pewarna dan kain katun, alat batik. Kegiatan praktik membatik ini membutuhkan waktu dua jam dan dapat dilaksanakan pada waktu jam pelajaran sekolah. Alat bantu lain bisa yang diperlukan untuk mendukung kegiatan ini yaitu dengan pameran koleksi dan pentunjuk membatik. Dengan demikian kerangka acuan rencana program edukasi praktik membatik tersebut dapat membantu museum untuk mengetahui kelemahan dan keterbatasnya sebelum diterapkan di museum. Museum akan lebih cepat mengetahui kebutuhan terhadap tenaga pengajar, peralatan dan ruangan. Museum juga dapat menentukan materi edukasi sesuai dengan sasaran peserta, sehingga museum dapat mengetahui tujuan, sasaran dan hasil dari program edukasi tersebut Diskoveri Pratik di Laboraturium Batik Sesuatu yang sangat menarik perhatian tentang museum jika museum menyajikan beberapa pilihan untuk belajar maka pengalaman dengan sendiri akan dipengaruhi oleh penataan tersebut (Falk and Dierking, 2000). Salah satu fasilitas edukasi di Museum Batik Pekalongan menyediakan tempat belajar membatik yang disebut bengkel batik. Setiap pengunjung dapat belajar membatik dengan dibantu oleh karyawan museum yang telah menyediakan peralatan dan bahan meterial untuk membuat batik. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan bagi masyarakat bagaimana membuat batik dari awal sampai selesai. Pada mulanya masyarakat mengalami kesulitan untuk mengetahui proses membatik karena hampir setiap pengrajin batik tidak membuka pintu untuk orang umum melihat proses pembuatan di tempat produksi batik mereka. Hal ini dapat dirasakan bagi para pelajar yang mengikuti pelajaran membatik disekolah secara

112 96 teori saja tetapi di museum dapat melihat dan praktek untuk mencoba membatik di laboraturium batik. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Kelly (2007) banyak pengunjung mempunyai alasan berkunjung ke museum karena mendapatkan berbagai tipe pengalaman belajar yang biasa digambarkan dengan edukasi, mendapat informasi, menambah pengalaman atau melakukan sesuatu yang menyenangkan. Peserta belajar membatik terdiri dari pelajar dan masyarakat umum yang belum mengerti proses membatik. Museum batik telah menjadi tempat ujian membatik bagi sekolah tingkat SD. SLTP dan SLTA sekitar Pekalongan. Peserta perwakilan dari luar daerah juga ikut beljara membatik untuk diterapkan di daerah asal peserta. Selain itu, masyarakat setempat yang ingin belajar membatik. Program pelatihan membatik di laboraturium Museum Batik di Pekalongan bertujuan meningkatkan kesadaran dan apresiasi generasi muda pada jajaran pendidikan TK/SD, SMP, SMU, SMK dan membangkitkan kesadaran para kepala sekolah dan guru, orang tua murid, dan masyarakat batik di Pekalongan mengenai pentingnya mentransmisikan budaya batik kepada generasi muda. Bentuk edukasi di bengkel batik yaitu belajar membatik bagi peserta yang belum mengerti membatik yang dimulai dengan membuat desain pada kertas yang transparan kemudian dipindahkan pada kain katun putih. Menutupi desain dengan lilin batik pada kedua sisi dengan canting tulis atau cap dilanjutkan dengan membuat desain ornament dengan titik titik (isen isen) untuk latar motif. Foto 4.6 Praktek Membatik Tulis (Sumber : Museum Batik Pekalongan, 2010)

113 97 Setelah itu dilanjutkan dengan proses mewarnai dengan cara mencelupkan kain yang sudah dibatik kedalam pewarna untuk mendapatkan warna yang pertama dan kemudian menutupi bagian khusus yang dikehendaki, kemudian dilanjutkan dengan proses pencelupan berikutnya untuk mendapatkan warna yang kedua dan seterusnya. Menghilangkan malam yang melekat pada kain dengan cara direbus. Setelah peserta mendapatkan pengarahan dari karyawan museum, langsung melakukan praktek membatik sendiri. Peserta dapat menggunakan canting tulis untuk batik tulis dan juga cap untuk batik cap. Museum menyediakan peralatan dan bahan untuk membatik seperti kain mori putih dan bahan perwarna. Peserta dapat membuat motif sendiri yang dikehendaki atau menggunakan pola pola yang sudah disiapkan oleh petugas museum. Semua tahapan proses membatik dilakukan sendiri oleh peserta, petugas museum hanya menyampaikan cara penggunaan alat dan bahan. Proses belajar tersebut menggunakan teori belajar diskoveri. Teori yang menggambarkan pandangan bagaimana pengetahuan itu diperoleh. 1999:75). Penekanannya difokuskan pada orang yang belajar bukan pada objek yang dipelajari. Foto 4.7 Proses Pewarnaan Foto 4.8 Praktek Membatik dengan Cap (Sumber : Museum Batik di Pekalongan, 2010) (Sumber: Museum Batik di Pekalongan, 2010) Pengaturan posisi ini menyatakan pengetahuan dibangun oleh mereka sendiri. Pembelajar datang untuk merealisasikan konsep dan ide yang mereka bangun sendiri (Hein, 1999:75). Program pelatihan membatik bersama pelajar dan mahasiswa ini sudah berlangsung selama 4 tahun dan program ini telah dikukuhkan oleh Badan

114 98 Organisasi Dunia yang mengurusi Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO) dalam kategori Best Pratice di Museum Batik Pekalongan Foto 4.9 Sertifikat Best Practice dari UNESCO Sumber: Museum Batik Pekalongan, 2009 Best practise adalah program upaya perlindungan warisan budaya takbenda dengan meneruskan warisan budaya kepada generasi penerus. Menjamin rasa hormat terhadap warisan budaya dengan memberikan tempat terhormat bagi budaya batik Indonesia sebagai muatan local/mata pelajaran/bidang studi dalam kurikulum berbagai jenjang pendidikan formal, mulai dari SD/TK, SMP, SMA/SMK sampai Politeknik, dan meningkatkan kesadaran, baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional, akan pentingnya warisan budaya takbenda. Kegiatan pendidikan dan pelatihan budaya batik di sekolah dan perguruan tinggi di Kota Pekalongan selaras dengan Pasal 14 dan 15 Konvensi Perlindungan Warisan Budaya takbenda 2003 (Berkas Nominasi Best Practice referensi, 00318, 2009) Konstruktif Pelatihan di Laboraturium Batik Pelatihan membatik bagi para guru muatan lokal batik diberikan setiap tahun. Materi pelatihan ini diberikan kepada peserta yang telah mengerti tentang batik. Instruktur memberikan peralatan dan bahan kemudian peserta akan membuat desain dan mengerjakan proses membatik sesuai dengan keinginan dari peserta sendiri. Peserta menentukan motif dan warna pada batik tersebut.

115 99 Kegiatan ini diupayakan mendukung kemampuan para guru yang mengajar batik di sekolah. Kegiatan belajar yang difokuskan pada kemampuan peserta untuk melakukan pekerjaan atas keinginan sendiri termasuk dalam teori belajar konstruktif. Pendekatan pendidikan konstruktif yaitu kesimpulan yang diambil oleh pembelajar itu sendiri. Kegiatan ini membantu para guru yang belum mempunyai tempat praktik membatik di sekolahnya. Pelatihan ini juga diupayakan para guru dapat menjadi instruktur langsung pada saat pelajar mengadakan ujian praktik membatik di Museum Batik Pekalongan. Museum Batik di Pekalongan menyiapkan modul pelatihan bagi guru sebagai pedoman selama pelatihan. Pandangan kontruktif bahwa pengetahuan dan cara memperoleh tergantung dari pemikiran yang belajar. Selajutnya, pengatur kontruktif menyatakan pembelajar membangun pengetahuan sebagaimana mereka belajar. Pembelajar tidak hanya menambahkan fakta baru dari yang diketahui, tetapi secara konstan menyusun kembali dan mengembangkan pengertian dan kemampuan untuk belajar dengan berinteraktif dengan dunia. (Hein, 1999:34).

116 100 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Museum Batik di Kota Pekalongan ini merupakan museum yang ketiga yang didirikan pada 12 Juli Batik yang pertama didirikan pada tahun 1972 yang dikelola Pemerintah Kota telah ditutup pada tahun Kebutuhan secara umum bagi masyarakat nasional terhadap sebuah museum batik yaitu museum yang dapat menyatukan koleksi kain baik dari berbagai daerah di Nusantara. Sementara itu Museum Batik yang berada dibeberapa daerah masih mengumpulkan dan memamerkan koleksi kain batik yang berasal dari daerah setempat dan koleksinya masih berasal dari kalangan tertentu. Peran Museum Batik Pekalongan sebagai sebuah museum edukasi memiliki fungsi utama menyampaikan edukasi batik dari museum kepada masyarakat luas. Pengunjung mendapatkan pengalaman belajar secara langsung melalui melihat lihat eksibis koleksi, mendengarkan pemandu, membaca keterangan koleksi dan praktik membuat batik Proses pembelajaran di Museum Batik Pekalongan adalah menggunakan teori belajar didaktik untuk program edukasi eksibisi, pemaduan dan dialog dan keterangan koleksi. Sementara itu teori belajar diskoveri digunakan untuk program edukasi praktik membatik di bengkel batik museum. Sebuah tantangan berat yang dihadapi Museum Batik Pekalongan untuk menyediakan tenaga ahli yang sesuai untuk menyajikan koleksi kain batik yang sesuai dengan makna, simbol, nilai sejarah dan budaya yang terkandung dalam benda koleksinya, menyediakan para guru khusus sebagai edukator yang memiliki bidang pengetahuan koleksi batik, menyediakan tempat tempat khusus untuk mendukung program edukasinya. 5.2 Saran Pengelola museum perlu menyadari peranan edukasi museum dengan sebagai tempat sumber pembelajaran batik. Saran-saran yang dapat diberikan

117 101 untuk meningkatkan pelayanan fungsi edukasi dari Museum Batik di Pekalongan antara lain. 1. Museum Batik di Pekalongan perlu membuat kebijakan museum terhadap koleksi, eksibisi dan program edukasi. Dalam pembentukan edukasi melalui eksibisi Museum Batik Pekalongan harus menyampaikan pengetahuan tentang batik yang terlebih dahulu diinterpretasikan melalui penelitian oleh karyawan bidang ahli sesuai koleksi. 2. Museum Batik Pekalongan merupakan museum yang terdiri dari berbagai koleksi kain batik dari berbagai daerah di Nusantara, seharusnya Museum Batik Pekalongan dapat memposisikan diri dalam menanggapi kebutuhan edukasi batik secara nasional. Mengingat Batik Indonesia telah dikukuhkan sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO. Dengan demikian Museum Batik Pekalongan perlu menjawab mengapa UNESCO mengukuhkan Batik Indonesia sebagai warisan budaya takbenda? atas dasar apa? apa yang membedakan batik Indonesia dengan batik yang berasal dari negara lain? apa yang dimaksud dengan budaya takbenda yang termasuk dalam tradisi lisan, kebiasaan sosial, kerajinan tangan tradisional? 3. Museum Batik Pekalongan harus mengalami perubahan orientasi dari koleksi ke pengunjung sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakatnya. Oleh karena museum ini berada dilingkungan yang terkait dengan usaha batik maka museum ini mempunyai tanggung jawab dalam pengembangan pengetahuan masyarakatnya. Dengan demikian Museum Batik Pekalongan harus dapat memposisikan diri sebagai sumber pembelajaran batik bagi pelajar dan masyarakat umum. 4. Museum Batik di Pekalongan perlu mempertimbangkan metode edukasi yang telah dibahas pada Bab 4 dalam menentukan program edukasi kedepan. 5. Batik Indonesia telah dikukuhkan sebagai warisan budaya takbenda oleh UNESCO. Oleh karena itu, perlu membangun Museum Batik Tingkat Nasional yang lebih luas dan lengkap di kota Pekalongan sebagai pengembangan dari Museum Batik di Pekalongan.

118 102 DAFTAR PUSTAKA Buku: Asa, Kusnin, Batik Pekalongan dalam Lintasan Sejarah, Batik Pekalongan on History, Cahaya Timur Offset Yogyakarta, 2006 Ambrose, Timothy dan Crispin Paine, Museum Basics. Edisi I. USA dan Canada: Routledge, 1993, Museum Basics. Edisi II. London dan New York: Routledge, 2006 Black, Graham, Developing museums for visitorinvolvement, The Engaging Museum, London dan New York: Routledge, 2005 Bungin, H.M, Burhan, Penelitian kualitaif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta. Prenada Media Group, 2007 Brüninghaus, Cornelia and Knubel, Museum Education in the Context of Museum Functions, Running a Museum, A Practical Handbook, ICOM International Council of Museums, 2004 Crooke, Elizabeth, Museum and Community, Ideas, Issues and Challenges, Routledge, 2007 Davis, Peer, Ecomuseum and Sustainablity in Italy, Japan and China, Concept Adoptation Through Implementation, Museum Revolutions, New York, Routledge, 2007 Dodd, Jocelyn, Whose museum is it anyway? Museum education and the community, The educational role of the museum, Routledge, 1999, Edson, Gary dan David Dean, The Handbook for Museum, Routledge, London and New York : Hamzuri, Batik Klasik, Djambatan, Classical Batik,1981 Hein, George E. Learning in the Museum, London: Routledge, 2002 Hooper, Eilean, Greenhill, Museum and Education, Purposes, Pedagogy, Performance, Routledge, London: 2007.

119 103., Museum an Interpretations of Visual, culture Exhibiton and interpretationa museum pedagogy and culture image, Routledge, London, 2000, Museum an interpretations of visual, culture Exhibiton and interpretational museum pedagogy and culture image, Routledge, 2000 Janes, Robert R., Museum, Social Responsibility and The Future We desire, Museum Revolutions, New York, Routledge, Djoemena, Nian s, Ungkapan Sehelai Batik its mystery and meaning, Djambatan, 1990 Harmen C Veldhuises, Batik Belanda, 2007, Gaya Favorit Press, Jakarta Joseph, Ki-Zerbo, Methodology and African Prehistory, UNESCO International Scientific Committee for the Drafting of a General History of Africa,1990 Kelly, Lynda, Adult Museum Visitors' Learning Identities, Museum Revolutions, New York, Routledge, 2007 Labrum, Bronwyn, Museum Revolutions. Making Pakeha Histories museum in New Zealand, Museums,Community and Identity in the Post-War Period, New York, Routledge, 2007 Marshal, Catherine dan Gretchen B Rossman, Designing Qualitative Research, California, Sage Publication Inc.,1995. Neil Kotler, Philip Kotler, Museum Strategy and Marketing, John Wiley & sons, Inc, 1998 Peralta, Elsa and Anico, Marta, Political and social influences affecting the sense of place in municipal museums in Pertugal, Museum Revolutions, New York, Routledge, 2007 Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi: Dilengkapi Contoh Analisis Statisti, Bandung, PT Rosdakarya, 1984 Susanto, Sewan, Seni Kerajian Batik Indonesia, Balai Besar Batik dan Kerajinan, Departement perindustrian. Jakarta, 1980 Van Mensch, Peter, Museology and Management: Enemies of Friends? Reinwardt Academie, Amsterdam, 2004 Watson, Sheila, Museum and Their Comunity, Routledge, 2007

120 104 Tesis : Budi Supriyanto, Museum Negeri Provinsi Lampung sebagai Institusi Pendidikan Informal Pendukung Pembelajaran IPS Tingkat SMP, Tesis, Program Studi Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Magister Arkeologi,, 2009 Sulistyowati, Dian, Strategi Edukasi Museum dan Pemasarannya, Studi kasus Museum Sejarah Jakarta, Tesis, Program Studi Ilmu Pengetahuan Budaya, Program Magister Arkeologi,, 2009 Journal dan Makalah: Caban,Geoffrey, Scott, Carol dan Swieca, Robert, Towards a Strategy for Enching Creative Learning Among Design Student, Design Learning in Museum Setting, Open Museum Journal, Vol. 2, August, 2006 Donghai, Su, The Concept of the Ecomuseum and its Practice in China, Unesco, Vol. 60 No. 1-2, 2008 Museum Batik Pekalongan, Komuitas Batik Pekalongan, Pekalongan, 2008, Khronologis Pendirian Museum Batik di Pekalongan, 2006, Laporan museum batik di kota Pekalongan tahun Barr,Jean, Dumbing down intellectual culture: Frank Furedi, lifelong learning and museums, University of Glasgow Kardi, Marsam, Sejarah Perbatikan Indonesia, Makalah Seminar Jejak Telusur dan Perkembangan Batik Pekalongan, Pekalongan, Maret 2005 Kelly, Lynda, Museum as Sources for Information and Learning, Open Museum Journal, 8 Agust 2006 Magetsari, Nurhadi, Filsafat Museologi, Makalah Seminar Dalam Rangka Peringatan Seratus Tahun, Jakarta 20 Mei 2008 Sedyawati, Edi, Warisan BudayaTtakbenda Intangible yang Tersisa dalam Tangible, Makalah ceramah Ilmiah Arkeologi, Univeristas Indonesia, Depok, 18 Desember 2003

121 105 UNESCO, Nomination for Inscription on the Representative List in 2009, (reference No ), Intergovernmental Committee For The Safeguardingof the Intangible Culture Heritage, United Arab Emirates, 28 September to 2 October 2009, Proposal of a programme, project or activity to be selected and promoted as best reflecting the principles and objectives of the Convention, Safeguardingof the Intangible Culture Heritage, United Arab Emirates, 28 September to 2 October 2009 Internet: Lifelong learning, 02 Maret 2010 pukul Tableau vivant, Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas, 06 Juni 2001 pukul 8:29 Muatan Lokal,Sumber dari Depdiknas, Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal Juni 2009, pukul Peraturan Perundang-undangan : ICOM Code of Professional Ethics. Edisi Revisi berdasarkan the 21st General Assembly di Seoul (Republic of Korea) pada 8 Oktober Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1995 tentang Pemeliharaan dan Pemanfaatan Benda Cagar Budaya di Museum Peraturan Presiden Republik Indonesia, Nomor 78 tahun 2007, tentang pengesahan convention for the safeguarding of the intangible cultural heritage, (konvensi untuk perlindungan warisan budaya takbenda), 2007 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pedoman Pengelolaan Museum, Direktorat museum, 2007 ICOM definition 2007 Format Nominasi Batik tahun 2008 UNESCO, Convention For The Safeguarding of The Intangible Cultural Heritage, 2003

122 106 Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA MUSEUM BATIK Pelindung Penasehat : - Aburizal Bakrie (Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat) - Ibu Yultin Ginandjar Kartasasmita (Ketua Yayasan Batik Indonesia-ex officio) : - Fahmi Idris (Menteri Perindustrian) - Ibu Mari E. Pangestu (Menteri Perdagangan) - Mohamad S. Hidayat (Ketua Umum Kadin Indonesia) - Ibu Fatchiyah A. Kadir (Ketua Paguyuban Pencinta Batik Pekalongan) Dewan Pakar: - Iwan Tirta (Pakar Batik) - Ibu Nian Soerianatadjoemena (Pakar Batik) - Ibu Asmoro Damais (Pakar Batik/Anggota Pengurus Dekranas) - Ibu Judi Knight Achjadi (Pakar Busana Tradisional dan pakar Dokumentasi Kain Indonesia) Tenaga Ahli: - Ibu Rifana Erni (Ka. Badan Litbang Industri, Departemen Perindustrian) - Sakri Widhianto (Dirjen IKM, Departemen Perindustrian) - Ardiansyah (Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan) - Yusran Munaf (Direktur Sandang Ditjen IKM, Departemen Perindustrian) - Salahudin (Ketua DPRD Kota Pekalongan) - Afif Syakur (Pengusaha/kolektor) - Indradjid Kartowijono (Pengusaha)

123 107 - Hoediatmo Hoed (Yayasan Batik Indonesia) - M. Jaya (Pengacara) - Trihono Sastrohartono ( Anggota LP3E Kadin Indonesia ) - Ibu Insana Ilham Akbar Habibie (Perancang /Designer) Ketua : - Walikota Pekalongan (ex officio) Wakil Ketua : - Iman Sucipto Umar (LP3E Kadin Indonesia) - Fauzi Azis ( Irjen Departemen Perindustrian) - Abu Almafachir (Wakil Walikota Pekalongan) - Trinarni Harjoprakoso (Yayasan Batik Indonesia) I. Bidang Pelayanan Informasi dan Perpustakaan Koordinator : Roosmariharso (Kapusdatin Departemen Perindustrian) Anggota : - H.M. Romi Oktabirawa (Pengusaha Batik) - Atang Sugiono (Sekretaris Badan Litbang Industri Departemen Perindustrian) - Meirios Muchtar (BPPT/Bappenas) II. Bidang Koleksi Batik dan Pengkajian Kurator Museum : Asmoro Damais (Pakar Batik) Pengumpulan Koleksi Koordinator : - Balgies Diab Basyir (Ketua Dekranasda) Anggota : - M. Rofiqur Rusdi (Pengusaha Pekalongan) - Syauqi Ali (Pengusaha) - Ibu Tri Sulastri (Staff Kadin Indonesia ) - Ibu Atty Sucipto ( Paguyuban Berkah ) Pengkajian Koordinator Anggota : - Dudung Alisyahbana (Pengusaha) : - Edith Ratna (Kepala Balai Besar Industri Kerajinan dan batik Departemen Perindustrian)

124 108 Industri Kerajinan - Marsam Kardi (Mantan Kepala Balai Besar dan batik Departemen Perindustrian) - H. Rozikin ( Pengusaha ) - H. Moch. Al Djufri ( Pengusaha ) - Taufik Harja ( Pengusaha ) - Sutrisno ( Sekretariat Kadin Indonesia) III. Bidang Pendanaan dan Promosi Koordinator Bidang : - Mohamad Basyir Ahmad (Walikota Pekalongan) Anggota : - Bambang Wijonarko (Pengusaha) - H.M. Romi Oktabirawa (Pengusaha) - Umar Ahmad (Ketua Umum Kadin Kota Pekalongan) - Hartono (Humas Departemen Perindustrian) IV. Bidang Penataan, Administrasi dan Umum Koordinator : - M.M. Soemarni ( Staf Pemda Pekalongan) Anggota : - Erri Getarawan (Staf Pemda Pekalongan) - Soekaton Ms ( Paguyuban Berkah ) - Chaeruddien Musthahal (Staf Pemda Pekalongan) - Elfitro Muchtar ( Staf LP3E Kadin Indonesia ) - Retno Hastuti Susilo Hoetmandi ( Pemkot Pekalongan ) - Hasanuddin ( Direktur Pasar Grosir Batik Setono ) - Soni Hikmalul ( Direktur Politeknik Pusmanu ) - Suharno ( Kepala Lembaga Pemasaran UKM Jawa Timur ) - Witjaksana Sugarda ( Sekretariat Kadin Indonesia)

125 109 Lampiran 2 Denah Museum Batik Pekalongan

BAB 1 PENDAHULUAN. Peran edukasi..., Zahir Widadi, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Peran edukasi..., Zahir Widadi, FIB UI, Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap museum mempunyai tanggung jawab pelayanan edukasi terhadap masyarakatnya. Ambrose dan Paine (2007:48) menyatakan bahwa secara umum museum mempunyai tiga peranan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 12 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Edukasi Museum Menurut Brüninghaus dan Knubel dalam bukunya Museum Education in the Context of Museum Functions, (2004:127) edukasi museum secara nyata bertujuan

Lebih terperinci

PERAN EDUKASI MUSEUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 1

PERAN EDUKASI MUSEUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 1 PERAN EDUKASI MUSEUM MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 1 Zahir Widadi, M.Hum Program kekhususan Museologi Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi BAB 7 PENUTUP 7.1 Kesimpulan I La Galigo merupakan intangible heritage yang menjadi identitas masyarakat Sulawesi Selatan dan saat ini masih bertahan di tengah arus globalisasi. Salah satu cara untuk melestarikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pariwisata Istilah pariwisata (tourism) baru mancul di masyarakat di masyarakat kira-kira pada abad ke-18, khususnya sesudah Revolusi Industri di Inggris. Istilah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA KETRAMPILAN INSTRUKTUR MATERI INFORMATION LITERACY (IL): Studi Kasus Program Orientasi Belajar Mahasiswa (OBM) Universitas Indonesia TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beragam budaya dan tradisi Indonesia membuat banyaknya kerajinan tradisional di Indonesia. Contohnya yang saat ini lagi disukai masyarakat Indonesia yaitu kerajinan

Lebih terperinci

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia Universitas Indonesia ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PESERTA PROGAM (Studi Kasus : Kecamatan Cilincing Kotamadya Jakarta Utara) T E S I S RAMA CHANDRA 0706305980 FAKULTAS

Lebih terperinci

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PT PERTAMINA GEOTHERMAL ENERGY ( Studi Kasus Pada Pelaksanaan Program Kemitraan Perajin Kulit Mitra Binaan Area Kamojang di Kelurahan

Lebih terperinci

TESIS SANTI SRI HANDAYANI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA DESEMBER 2009

TESIS SANTI SRI HANDAYANI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA DESEMBER 2009 IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR MINUM PDAM TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TESIS SANTI SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR JAFT Periode 134/56 Januari-Juni 2016

TUGAS AKHIR JAFT Periode 134/56 Januari-Juni 2016 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR GALERI BATIK DI KOTA PEKALONGAN DENGAN PENEKANAN DESAIN ARSITEKTUR KONTEMPORER Disusun oleh: Novitasari Arsiyd Awaliyah 21020112130033 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPETENSI PEGAWAI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DI MAHKAMAH KONSTITUSI TESIS

ANALISIS KOMPETENSI PEGAWAI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DI MAHKAMAH KONSTITUSI TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOMPETENSI PEGAWAI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DI MAHKAMAH KONSTITUSI TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) dalam

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERANAN LEMBAGA SENSOR FILM (LSF) DALAM MENEGAKKAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA TESIS LAILA MAHARIANA

UNIVERSITAS INDONESIA PERANAN LEMBAGA SENSOR FILM (LSF) DALAM MENEGAKKAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA TESIS LAILA MAHARIANA UNIVERSITAS INDONESIA PERANAN LEMBAGA SENSOR FILM (LSF) DALAM MENEGAKKAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum LAILA MAHARIANA

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM

BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM 102 BAB 5 PEMBELAJARAN DAN PELESTARIAN TENUN DI MUSEUM 5.1 Museum dan Pembelajaran Tenun NTT Saat ini museum mulai berkembang dari hanya memamerkan koleksi hingga dapat memberikan kesempatan pengunjung

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DIKAITKAN DENGAN IKLAN-IKLAN YANG MENYESATKAN KONSUMEN TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DIKAITKAN DENGAN IKLAN-IKLAN YANG MENYESATKAN KONSUMEN TESIS TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA DIKAITKAN DENGAN IKLAN-IKLAN YANG MENYESATKAN KONSUMEN TESIS F. INDRA SANTOSO A. 0706175956 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER HUKUM HUKUM EKONOMI JAKARTA

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI SANKSI TEGURAN LISAN ATAU TERTULIS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS TESIS

TINJAUAN MENGENAI SANKSI TEGURAN LISAN ATAU TERTULIS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS TESIS UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN MENGENAI SANKSI TEGURAN LISAN ATAU TERTULIS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS TESIS NAMA : Dini Dwiyana NPM : 0806426673 FAKULTAS HUKUM MAGISTER

Lebih terperinci

Analisis Jenis Properti Hunian Sebagai Pengembang di Daerah Fatmawati Jakarta Selatan

Analisis Jenis Properti Hunian Sebagai Pengembang di Daerah Fatmawati Jakarta Selatan s UNIVERSITAS INDONESIA Analisis Jenis Properti Hunian Sebagai Pengembang di Daerah Fatmawati Jakarta Selatan TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Baihaki

Lebih terperinci

Lokasi yang direkomendasikan Peruntukan lahan Zoning plan Rencana tapak Zona skematik Arsitektur bangunan Tata pamer Program ruang MUSEUM BATIK

Lokasi yang direkomendasikan Peruntukan lahan Zoning plan Rencana tapak Zona skematik Arsitektur bangunan Tata pamer Program ruang MUSEUM BATIK Mei 2012 Sudut pandang tentang batik Konsep pemikiran Museum Batik Indonesia Lokasi pilihan Orientasi bangunan sebagai titik tolak harmonisasi kawasan Situasi tapak Zoning plan Block plan dan konsep bangunan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TRANSFER ARSIP DINAMIS INAKTIF : STUDI KASUS DI PUSTAKA BOGOR SKRIPSI HUTAMI DEWI

UNIVERSITAS INDONESIA TRANSFER ARSIP DINAMIS INAKTIF : STUDI KASUS DI PUSTAKA BOGOR SKRIPSI HUTAMI DEWI UNIVERSITAS INDONESIA TRANSFER ARSIP DINAMIS INAKTIF : STUDI KASUS DI PUSTAKA BOGOR SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora HUTAMI DEWI 0705130257 FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

PENGATURAN DAN PELAKSANAAN NATIONAL SINGLE WINDOW DI INDONESIA TESIS

PENGATURAN DAN PELAKSANAAN NATIONAL SINGLE WINDOW DI INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PENGATURAN DAN PELAKSANAAN NATIONAL SINGLE WINDOW DI INDONESIA TESIS NAMA : ARY FITRIA NANDINI NPM : 0706175621 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER HUKUM HUKUM EKONOMI JAKARTA JANUARI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK EKONOMI PERENCANAAN KOTA & DAERAH JAKARTA JULI 2010

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK EKONOMI PERENCANAAN KOTA & DAERAH JAKARTA JULI 2010 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KEBERADAAN TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) BANTAR GEBANG BEKASI TESIS MARTHIN HADI JULIANSAH 0706181725 FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENYULUHAN NARKOBA DI KALANGAN SISWA. (Studi kasus pada 3 SMU di DKI Jakarta) TESIS SEFIDONAYANTI

EFEKTIFITAS PENYULUHAN NARKOBA DI KALANGAN SISWA. (Studi kasus pada 3 SMU di DKI Jakarta) TESIS SEFIDONAYANTI EFEKTIFITAS PENYULUHAN NARKOBA DI KALANGAN SISWA (Studi kasus pada 3 SMU di DKI Jakarta) TESIS SEFIDONAYANTI 0606154345 UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN NASIONAL

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas permuseuman kini makin berkembang sebagai akibat dari terjadinya perubahan paradigma. Apabila pada awalnya aktivitas permuseuman berpusat pada koleksi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PERANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PAJAK DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJO TESIS

TINJAUAN PERANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PAJAK DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJO TESIS UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN PERANAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PAJAK DAERAH DI KABUPATEN SIDOARJO TESIS TASNIWATI 0806480870 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM UNIVERSITAS INDONESIA ANALISA PENGEMBANGAN DAN DAMPAK INDUSTRI BIOETANOL DI JAWA TIMUR DENGAN METODE INPUT OUTPUT TESIS KULSUM 0806422605 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM PASCA SARJANA TEKNIK INDUSTRI DEPOK JUNI

Lebih terperinci

Peran Work Engagement Dalam Produktivitas Student Brand Manager Red Bull Indonesia. Tugas Akhir

Peran Work Engagement Dalam Produktivitas Student Brand Manager Red Bull Indonesia. Tugas Akhir Peran Work Engagement Dalam Produktivitas Student Brand Manager Red Bull Indonesia Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Manajemen M. Marsyal Tedianto 11210010 PROGRAM

Lebih terperinci

Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat TESIS

Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat TESIS Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat Studi Kasus: Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi TESIS R. DINUR KRISMASARI 0606161836 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

POSISI SISWA SEBAGAI SUBJEK DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH KRITIS DALAM KERANGKA FILSAFAT PENDIDIKAN PAULO FREIRE SKRIPSI ANDI SETYAWAN

POSISI SISWA SEBAGAI SUBJEK DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH KRITIS DALAM KERANGKA FILSAFAT PENDIDIKAN PAULO FREIRE SKRIPSI ANDI SETYAWAN i POSISI SISWA SEBAGAI SUBJEK DALAM SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: TELAAH KRITIS DALAM KERANGKA FILSAFAT PENDIDIKAN PAULO FREIRE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana humaniora

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PROSES PENINGKATAN MINAT BACA MELALUI PEMBERIAN PENGHARGAAN: STUDI KASUS DI PERPUSTAKAAN MADRASAH PEMBANGUNAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH SKRIPSI RISNA PRIDAJUMIGA 0705130508 FAKULTAS

Lebih terperinci

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif

Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Pertemuan 12: Industri kreatif Dr. I Gusti Bagus Rai Utama, SE., MA. Industri Kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi. Industri kreatif juga

Lebih terperinci

PERUMUSAN KEY PERFORMANCE INDICATOR FUNGSI PENGADAAN KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD TESIS

PERUMUSAN KEY PERFORMANCE INDICATOR FUNGSI PENGADAAN KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD TESIS PERUMUSAN KEY PERFORMANCE INDICATOR FUNGSI PENGADAAN KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA MENGGUNAKAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD TESIS DINO ANDRIAN 06060161281 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN HUKUM BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL T E S I S

UNIVERSITAS INDONESIA KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN HUKUM BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL T E S I S UNIVERSITAS INDONESIA KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN HUKUM BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL T E S I S IRA YUSTISIA SMARAYONI 0706186120 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI

UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI TESIS YUNITA KUSUMANINGSIH NPM. 0806480920 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gudang tempat menyimpan barang-barang antik seperti anggapan

BAB I PENDAHULUAN. gudang tempat menyimpan barang-barang antik seperti anggapan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, museum-museum baik di Indonesia maupun di dunia telah mengalami suatu perkembangan. Museum tidak lagi ingin disebut sebagai gudang tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture> BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Masterpiece of Oral and

BAB I PENDAHULUAN. dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Masterpiece of Oral and BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dunia internasional, batik Indonesia telah mendapatkan penghargaan dari UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 sebagai Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA AKIBAT HUKUM KEWAJIBAN BERBAHASA INDONESIA BERDASARKAN PASAL 31 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2009 TERHADAP PRODUCTION SHARING CONTRACT (PSC) DI BIDANG PERMINYAKAN

Lebih terperinci

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN

PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN PUSAT INFORMASI BATIK di BANDUNG 1.1. Latar Belakang Bangsa yang maju adalah bangsa yang menghargai dan bangga akan kebudayaannya sendiri. Dari kebudayaan suatu bangsa bisa dilihat kemajuan

Lebih terperinci

DESAIN PELATIHAN KETAHANAN NASIONAL UNTUK PIMPINAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN PEMUDA (OKP) TESIS

DESAIN PELATIHAN KETAHANAN NASIONAL UNTUK PIMPINAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN PEMUDA (OKP) TESIS DESAIN PELATIHAN KETAHANAN NASIONAL UNTUK PIMPINAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN PEMUDA (OKP) TESIS APRILIANA 0706190830 UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM PASCASARJANA PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN NASIONAL JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENILAIAN HARGA SAHAM PERDANA MENGGUNAKAN METODE FREE CASH FLOW TO EQUITY DAN P/E MULTIPLE ( Studi Kasus PT BW Plantation Tbk. ) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

ANALISIS RELEVANSI NEW EMPLOYEE DEVELOPMENT PROGRAM

ANALISIS RELEVANSI NEW EMPLOYEE DEVELOPMENT PROGRAM ANALISIS RELEVANSI NEW EMPLOYEE DEVELOPMENT PROGRAM (NEDP) UNTUK KARYAWAN BARU GENERASI MILLENNIAL (GEN Y) (Studi Kasus: PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia) TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu

Lebih terperinci

PEMBARUAN HUKUM AGRARIA MELALUI RANCANGAN UNDANG-UNDANG BIDANG HUKUM AGRARIA DALAM PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TESIS

PEMBARUAN HUKUM AGRARIA MELALUI RANCANGAN UNDANG-UNDANG BIDANG HUKUM AGRARIA DALAM PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TESIS PEMBARUAN HUKUM AGRARIA MELALUI RANCANGAN UNDANG-UNDANG BIDANG HUKUM AGRARIA DALAM PROGRAM LEGISLASI NASIONAL 2010-2014 TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum RICKO

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN KEBUTUHAN TELLER DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ANTRIAN PADA PT. BANK XYZ (STUDI EMPIRIK CABANG UTAMA) TESIS

ANALISIS PERHITUNGAN KEBUTUHAN TELLER DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ANTRIAN PADA PT. BANK XYZ (STUDI EMPIRIK CABANG UTAMA) TESIS ANALISIS PERHITUNGAN KEBUTUHAN TELLER DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ANTRIAN PADA PT. BANK XYZ (STUDI EMPIRIK CABANG UTAMA) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S2 JUSTINA SUSILONINGSIH

Lebih terperinci

KONSISTENSI PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERHADAP PEREDARAN PRODUK PANGAN KADALUWARSA

KONSISTENSI PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERHADAP PEREDARAN PRODUK PANGAN KADALUWARSA KONSISTENSI PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERHADAP PEREDARAN PRODUK PANGAN KADALUWARSA TESIS Oleh: HENY ANDAYANI NPM 0706187413 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN ORANG ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN TESIS RUDI HALOMOAN TOBING

ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN ORANG ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN TESIS RUDI HALOMOAN TOBING ANALISIS PELAKSANAAN PENGAWASAN ORANG ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN TESIS RUDI HALOMOAN TOBING 0606023450 KAJIAN STRATEJIK IMIGRASI PROGRAM STUDI KAJIAN KETAHANAN

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERANCANGAN 4.1. Ide / Gagasan Perancangan 4.1.1. Ide Desain Atas dasar Gagasan iklan yang datang dari pihak produsen produk, disini penulis bertugas sebagai team kreatif yang menerjemahkan

Lebih terperinci

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY.

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY. Pendekatan Contextual dalam Pembelajaran Sejarah: Pemanfaatan Museum 1 Oleh: Ririn Darini 2 Beberapa Persoalan dalam Pengajaran Sejarah Sejarah merupakan bidang ilmu yang sesungguhnya memiliki nilai penting

Lebih terperinci

EVALUASI IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI

EVALUASI IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI EVALUASI IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PADA SEKRETARIAT JENDERAL DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM RI TESIS ARIE ARYANI 0606039101 KAJIAN STRATEGIK PERENCANAAN, STRATEGIK DAN KEBIJAKAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SENTRA BATIK & TENUN DI PEKALONGAN Dengan Penekanan Desain Sustainable Settlement

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SENTRA BATIK & TENUN DI PEKALONGAN Dengan Penekanan Desain Sustainable Settlement LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR LP3A PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SENTRA BATIK & TENUN DI PEKALONGAN Dengan Penekanan Desain Sustainable Settlement Diajukan Oleh : FATHULIA FAHMATINA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN KEKHUSUSAN MANAJEMEN OPERASI JAKARTA JULI 2009

UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN KEKHUSUSAN MANAJEMEN OPERASI JAKARTA JULI 2009 ANALISIS INDUSTRI DAN KEUNGGULAN BERSAING MELALUI PENGEMBANGAN RESOURCES DAN CAPABILITIES DALAM PENERAPAN ECONOMIES OF SCALE DAN EXPERIENCE CURVE DI INDUSTRI MANUFAKTUR VELG ALUMINIUM (STUDI KASUS PT.

Lebih terperinci

TESIS MERRY MAGDALENA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER 2008

TESIS MERRY MAGDALENA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER 2008 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN INVESTASI AKTIVA TETAP PADA PERUSAHAAN YANG DIKELOMPOKAN DALAM FINANCIALLY CONSTRAINED STUDI KASUS: INDUSTRI MANUFAKTUR TESIS MERRY MAGDALENA 0606145233 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PENERAPAN MANAGEMENT QUALITY BERBASIS ISO DALAM MEMPERCEPAT COLLECTION PERIODE (STUDI KASUS PT KBI) TESIS Oleh : RATIH AJENG WIDATI H. 07 06 17 2986 FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

GALERI SENI RUPA KONTEMPORER DI KOTA SEMARANG

GALERI SENI RUPA KONTEMPORER DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) GALERI SENI RUPA KONTEMPORER DI KOTA SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak negara di dunia yang kaya akan kebudayaan. Kebudayaan di Indonesia tersebar di hampir semua aspek kehidupan,

Lebih terperinci

ANALISIS TERHADAP JUAL BELI TANAH YANG PERPINDAHAN HAKNYA TIDAK DISERTAI PROSES BALIK NAMA (Studi Kasus Putusan Nomor 388/PDT.G/2002/ PN JKT.

ANALISIS TERHADAP JUAL BELI TANAH YANG PERPINDAHAN HAKNYA TIDAK DISERTAI PROSES BALIK NAMA (Studi Kasus Putusan Nomor 388/PDT.G/2002/ PN JKT. UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS TERHADAP JUAL BELI TANAH YANG PERPINDAHAN HAKNYA TIDAK DISERTAI PROSES BALIK NAMA (Studi Kasus Putusan Nomor 388/PDT.G/2002/ PN JKT.BAR) TESIS ALVITA LUCIA 0806478525 FAKULTAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA ANALISIS PENGARUH OPINI AUDIT WAJAR TANPA PENGECUALIAN DAN KETEPATAN WAKTU PENYAMPAIAN LAPORAN KEUANGAN TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN ASURANSI YANG GO PUBLIK

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA T E S I S

PEMBERDAYAAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA T E S I S PEMBERDAYAAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA T E S I S Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister KHRISNA ANGGARA 0606154244 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PAMERAN BUKU SEBAGAI MEDIA PROMOSI DI KANTOR ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PAMERAN BUKU SEBAGAI MEDIA PROMOSI DI KANTOR ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI PAMERAN BUKU SEBAGAI MEDIA PROMOSI DI KANTOR ARSIP DAN PERPUSTAKAAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Vokasi Ahli Madya (A.Md)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGGUNAAN SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN BAGI PERBANKAN DI INDONESIA TESIS DINA RIANA

UNIVERSITAS INDONESIA PENGGUNAAN SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN BAGI PERBANKAN DI INDONESIA TESIS DINA RIANA UNIVERSITAS INDONESIA PENGGUNAAN SISTEM RESI GUDANG SEBAGAI JAMINAN BAGI PERBANKAN DI INDONESIA TESIS DINA RIANA 0806425185 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER HUKUM EKONOMI JAKARTA JULI 2010 HALAMAN PENGESAHAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO MUSEUM KONTEMPORER JAKARTA TUGAS AKHIR PADMO PRABOWO AJIBASKORO FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

UNIVERSITAS DIPONEGORO MUSEUM KONTEMPORER JAKARTA TUGAS AKHIR PADMO PRABOWO AJIBASKORO FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM STUDI ARSITEKTUR UNIVERSITAS DIPONEGORO MUSEUM KONTEMPORER JAKARTA TUGAS AKHIR PADMO PRABOWO AJIBASKORO 21020110120058 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEMARANG SEPTEMBER 2014 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DISPARITAS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ANTAR KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA DISPARITAS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ANTAR KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA DISPARITAS PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) ANTAR KABUPATEN / KOTA DI PROPINSI SUMATERA UTARA TESIS RAJA ISKANDAR MUDA RAMBE NPM: 0606038686 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER

Lebih terperinci

PERAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOBA DI KOTA MEDAN SKRIPSI. Oleh : OTNIEL PAHOTTON PASARIBU NIM :

PERAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOBA DI KOTA MEDAN SKRIPSI. Oleh : OTNIEL PAHOTTON PASARIBU NIM : PERAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL (BNN) DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOBA DI KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Departemen Ilmu Kesejahteraan

Lebih terperinci

TESIS. Oleh : NOVIE SOEGIHARTI NPM

TESIS. Oleh : NOVIE SOEGIHARTI NPM KAJIAN HEGEMONI GRAMSCI TENTANG REAKSI SOSIAL FORMAL TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN DI INDONESIA (Studi Kasus SKB Tiga Menteri tentang Pelarangan Ahmadiyah) TESIS Oleh : NOVIE SOEGIHARTI

Lebih terperinci

PERBAIKAN KINERJA MANAJEMEN LAYANAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SISTEM MANAJEMEN MUTU, LEAN SIX SIGMA DAN BALANCED SCORECARD : STUDI KASUS PT.

PERBAIKAN KINERJA MANAJEMEN LAYANAN  DENGAN MENGGUNAKAN METODE SISTEM MANAJEMEN MUTU, LEAN SIX SIGMA DAN BALANCED SCORECARD : STUDI KASUS PT. PERBAIKAN KINERJA MANAJEMEN LAYANAN E-MAIL DENGAN MENGGUNAKAN METODE SISTEM MANAJEMEN MUTU, LEAN SIX SIGMA DAN BALANCED SCORECARD : STUDI KASUS PT.XYZ KARYA AKHIR Nungky Awang Chandra 0706194394 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGUKURAN KINERJA RSUD TG. UBAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN METODE BALANCED SCORECARD

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGUKURAN KINERJA RSUD TG. UBAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN METODE BALANCED SCORECARD UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGUKURAN KINERJA RSUD TG. UBAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN METODE BALANCED SCORECARD TESIS PUTU WIRASATA 0906586713 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN

Lebih terperinci

Novi Indriyani

Novi Indriyani UNIVERSITAS INDONESIA Penerapan Metode Pohon Keputusan dengan Algoritma C4.5 pada Sistem Penunjang Keputusan dalam Memprakirakan Cuaca Jangka Pendek SKRIPSI Novi Indriyani 1205000673 FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

Art Centre Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Art Centre Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Art Centre Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik disusun

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Museum Taman Prasasti adalah salah satu museum di Jakarta yang mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri. Daya tarik tersebut berupa lokasi museum yang

Lebih terperinci

SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HARI BATIK NASIONAL PEKALONGAN, 3 OKTOBER 2011

SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HARI BATIK NASIONAL PEKALONGAN, 3 OKTOBER 2011 SAMBUTAN MENTERI PERDAGANGAN PADA ACARA HARI BATIK NASIONAL PEKALONGAN, 3 OKTOBER 2011 Yang terhormat Ibu Ani Yudhoyono; Yang terhormat Ibu Herawati Budiono; Yang terhormat Ibu-Ibu dari Solidaritas Istri

Lebih terperinci

ABSTRAK PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF MENGENAI ALAT MUSIK TRADISIONAL JAWA BARAT UNTUK ANAK-ANAK. Oleh Devi Avianti Firmansyah NRP

ABSTRAK PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF MENGENAI ALAT MUSIK TRADISIONAL JAWA BARAT UNTUK ANAK-ANAK. Oleh Devi Avianti Firmansyah NRP ABSTRAK PERANCANGAN MEDIA INTERAKTIF MENGENAI ALAT MUSIK TRADISIONAL JAWA BARAT UNTUK ANAK-ANAK Oleh Devi Avianti Firmansyah NRP 1364101 Indonesia kaya akan keseniannya, salah satunya adalah alat musik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PEMBERIAN HAK PAKAI ATAS TANAH HAK MILIK SEBAGAI ALTERNATIF BAGI WARGA NEGARA ASING UNTUK MEMILIKI RUMAH TINGGAL DI INDONESIA DALAM MENUNJANG KEPENTINGAN INVESTASI TESIS Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pekalongan adalah salah satu kota yang terletak di pesisir utara Provinsi Jawa Tengah dan terdiri dari empat kecamatan, yakni: Pekalongan Utara, Pekalongan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN KETERSEDIAAN KOLEKSI BAHAN AJAR STUDI KASUS DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN KETERSEDIAAN KOLEKSI BAHAN AJAR STUDI KASUS DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU TESIS UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN KETERSEDIAAN KOLEKSI BAHAN AJAR STUDI KASUS DI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU TESIS RASDANELIS NPM 0706306996 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

Lebih terperinci

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA

SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA SEJARAH SUMBER TERBUKA: PEMETAAN PAMERAN SENI RUPA DI INDONESIA Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (Museum MACAN) mengundang Anda untuk berpartisipasi pada acara Sejarah Sumber Terbuka:

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN MUSEUM SANDI DALAM MENUMBUHKAN PEMAHAMAN FUNGSI DAN PERAN PERSANDIAN TESIS TAMPIL CHANDRA NOOR GULTOM

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN MUSEUM SANDI DALAM MENUMBUHKAN PEMAHAMAN FUNGSI DAN PERAN PERSANDIAN TESIS TAMPIL CHANDRA NOOR GULTOM UNIVERSITAS INDONESIA PERAN MUSEUM SANDI DALAM MENUMBUHKAN PEMAHAMAN FUNGSI DAN PERAN PERSANDIAN TESIS TAMPIL CHANDRA NOOR GULTOM 0806435904 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ARKEOLOGI DEPOK

Lebih terperinci

MENCARI BENTUK IDEAL KERJA SAMA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA TESIS

MENCARI BENTUK IDEAL KERJA SAMA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA MENCARI BENTUK IDEAL KERJA SAMA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA TESIS IKA ESTI KURNIAWATI 0706305495 FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM JAKARTA JUNI 2010

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang Animasi (anime) merupakan sebuah produk entertaintment, media, bahkan industri yang sangat pesat perkembangannya seiring dengan perkembangan teknologi. Penggunaannya

Lebih terperinci

BAB 4 MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK

BAB 4 MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK 67 BAB 4 MUSEUM BATIK DI PEKALONGAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BATIK Pada bagian awal bab ini akan diuraikan kebijakan edukasi di Museum Batik di Pekalongan. Pembahasan diawali dengan kebijakan edukasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul MONUMEN BATIK SOLO Monumen Batik : Solo :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul MONUMEN BATIK SOLO Monumen Batik : Solo : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Pengertian Judul: MONUMEN BATIK SOLO di Surakarta Sebagai wahana edukasi, rekreasi dan pelestarian budaya batik serta landmark kota Solo sesuai dangan visi kota

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi pada Anak Usia 12-23 Bulan di Jawa Barat dan Jawa Tengah Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Survei Demografi dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

IMPLIKASI PENERIMAAN SIPRUS DALAM KEANGGOTAAN UNI EROPA TERHADAP PENERIMAAN TURKI DALAM KEANGGOTAAN UNI EROPA TESIS

IMPLIKASI PENERIMAAN SIPRUS DALAM KEANGGOTAAN UNI EROPA TERHADAP PENERIMAAN TURKI DALAM KEANGGOTAAN UNI EROPA TESIS IMPLIKASI PENERIMAAN SIPRUS DALAM KEANGGOTAAN UNI EROPA TERHADAP PENERIMAAN TURKI DALAM KEANGGOTAAN UNI EROPA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) FANY

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR 135. Museum Batik Yogyakarta di Kabupaten Bantul

TUGAS AKHIR 135. Museum Batik Yogyakarta di Kabupaten Bantul TUGAS AKHIR 135 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Museum Batik Yogyakarta di Kabupaten Bantul Dengan Penekanan Desain Neo Vernakular Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layaknya fenomena alam yang telah terjadi di dunia ini, evolusi makhluk hidup termasuk ke dalam subyek bagi hukum-hukum alam yang dapat di uji melalui berbagai

Lebih terperinci

STRATEGI PENDANAAN MELALUI SEKURITISASI PIUTANG PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA PT. ABC FINANCE TESIS

STRATEGI PENDANAAN MELALUI SEKURITISASI PIUTANG PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA PT. ABC FINANCE TESIS UNIVERSITAS INDONESIA STRATEGI PENDANAAN MELALUI SEKURITISASI PIUTANG PEMBIAYAAN KONSUMEN PADA PT. ABC FINANCE TESIS AGUNG YUDIVIANTHO 0806432101 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO PUSAT BUDAYA DAN PARIWISATA KARESIDENAN MADIUN TUGAS AKHIR FARY NUR FAIZAL

UNIVERSITAS DIPONEGORO PUSAT BUDAYA DAN PARIWISATA KARESIDENAN MADIUN TUGAS AKHIR FARY NUR FAIZAL UNIVERSITAS DIPONEGORO PUSAT BUDAYA DAN PARIWISATA KARESIDENAN MADIUN TUGAS AKHIR FARY NUR FAIZAL 21020110120060 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM STUDI ARSITEKTUR SEMARANG OKTOBER 2014 UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 88 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari seluruh uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Dari segi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS RAWAT INAP TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RSCM DENGAN METODE SERVQUAL TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS RAWAT INAP TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RSCM DENGAN METODE SERVQUAL TESIS UNIVERSITAS INDONESIA PERSEPSI PASIEN JAMKESMAS RAWAT INAP TERHADAP KUALITAS PELAYANAN RSCM DENGAN METODE SERVQUAL TESIS APRIYAN LESTARI PRATIWI 0806480460 FAKULTAS EKONOMI MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN T E S I S

UNIVERSITAS INDONESIA PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN T E S I S UNIVERSITAS INDONESIA PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR PEGAWAI PADA DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN T E S I S Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelas Magister Sains Nama : SARWO

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO GEDUNG PAMER DAN PERAGA IPTEK KELAUTAN DI SEMARANG TUGAS AKHIR DESY RATNA A FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO GEDUNG PAMER DAN PERAGA IPTEK KELAUTAN DI SEMARANG TUGAS AKHIR DESY RATNA A FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO GEDUNG PAMER DAN PERAGA IPTEK KELAUTAN DI SEMARANG TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana DESY RATNA A 21020110141037 FAKULTAS TEKNIK JURUSAN/PROGRAM

Lebih terperinci

KEHADIRAN BACK CHANNEL NEGOTIATION PADA PROSES NEGOSIASI OSLO AGREEMENT ANTARA ISRAEL DAN PALESTINA TESIS

KEHADIRAN BACK CHANNEL NEGOTIATION PADA PROSES NEGOSIASI OSLO AGREEMENT ANTARA ISRAEL DAN PALESTINA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA KEHADIRAN BACK CHANNEL NEGOTIATION PADA PROSES NEGOSIASI OSLO AGREEMENT ANTARA ISRAEL DAN PALESTINA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM KONTRAK JUAL BELI UNIT SATUAN RUMAH SUSUN YANG DIOPERASIKAN SEBAGAI KONDOMINIUM HOTEL TESIS

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM KONTRAK JUAL BELI UNIT SATUAN RUMAH SUSUN YANG DIOPERASIKAN SEBAGAI KONDOMINIUM HOTEL TESIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM KONTRAK JUAL BELI UNIT SATUAN RUMAH SUSUN YANG DIOPERASIKAN SEBAGAI KONDOMINIUM HOTEL TESIS NAMA : HANLIA ANDREE NPM : 0706176662 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum

TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum PENGUJIAN MATERIIL PERATURAN DESA (Kajian Normatif - Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 10 Th. 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA INDUSTRI FREIGHT FORWARDING DENGAN INTEGRASI IPA DAN TAGUCHI TESIS

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA INDUSTRI FREIGHT FORWARDING DENGAN INTEGRASI IPA DAN TAGUCHI TESIS PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA INDUSTRI FREIGHT FORWARDING DENGAN INTEGRASI IPA DAN TAGUCHI TESIS NAMA : PRIYAMBODO NUR ARDI NUGROHO NPM : 0806 422 662 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KINERJA PENDEKATAN VIRTUALISASI KARYA AKHIR

PERBANDINGAN KINERJA PENDEKATAN VIRTUALISASI KARYA AKHIR PERBANDINGAN KINERJA PENDEKATAN VIRTUALISASI KARYA AKHIR Rio Rasian A. 0706193870 PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA JULI 2009 PERBANDINGAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STRATEGI PT AKR CORPORINDO TBK MEMASUKI BISNIS BBM DI INDONESIA TESIS RICHARD YAURI TAHA

UNIVERSITAS INDONESIA STRATEGI PT AKR CORPORINDO TBK MEMASUKI BISNIS BBM DI INDONESIA TESIS RICHARD YAURI TAHA UNIVERSITAS INDONESIA STRATEGI PT AKR CORPORINDO TBK MEMASUKI BISNIS BBM DI INDONESIA TESIS RICHARD YAURI TAHA 0706186474 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM PASCA

Lebih terperinci

Model Estimasi Price Earnings Ratio Saham Sektor Keuangan, Properti Dan Pertambangan Di Bursa Efek Indonesia TESIS

Model Estimasi Price Earnings Ratio Saham Sektor Keuangan, Properti Dan Pertambangan Di Bursa Efek Indonesia TESIS UNIVERSITAS INDONESIA Model Estimasi Price Earnings Ratio Saham Sektor Keuangan, Properti Dan Pertambangan Di Bursa Efek Indonesia TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat umtuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict

BAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Museum dalam Sejarahnya Keberadaan museum sampai sekarang dipandang sebagai lembaga-lembaga konservasi, ruangan-ruangan pameran atas peninggalan dan tempat-tempat

Lebih terperinci