St. 1 St. 3 P. Kabetan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "St. 1 St. 3 P. Kabetan"

Transkripsi

1 Survey Daya Tarik Wisata Pulau Kabetan P. Burung P. Boleh P. Tumpangan St. 4 P. Buol St. St. P. Kabetan St. 2 Gambar. Lokasi Penelitian Pulau Kabetan dan Sekitarnya. Gambaran Umum Secara administratif pulau Kabetan merupakan salah satu pulau di wilayah Desa Kabetan. Pulau lain di wilayah Desa Kabetan adalah pulau Buol, pulau Tumpangan,Pulau Boleh dan Pulau Pamunukan, pulau-pulau tersebut masuk dalam wilayah Kecamatan Ogodeide. Luas wilayah Pulau Kabetan seluas ± 846,25 ha. Kondisi fisik Pulau Kabetan mempunyai tipe pantai pasir putih berlereng landai dan pantai berhutan mangrove. Pantai pasir putih berlereng landai menghadap utara dan merupakan daerah dengan konsentrasi penduduk terpadat (Dusun Butun 02 KK, tahun 204), karena mempunyaj akses terbuka kearah kota Tolitoli (ibu kota Kabupaten). Pantai yang landai dan berbentuk cresentic merupakan area yang tenang untuk

2 berlabuh. Perairan pantai yang jernih menndorong tumbuh kembangnya biota karang. pada daerah pasang surut dengan platform pantai berupa substrat karang, tumbuh vegetasi lamun yang menjadi breeding area ikan-ikan. Di bagian tengah pulau membentang bukit dengan ketinggian tidak lebih dari 50 meter diatas permukaan laut. Bukit ini merupakan lahan perkebunan cengkeh, coklat dan kelapa bagi penduduk Pulau Kabetan. Bukit yang terbentuk dari batuan vulkanis ini tanahnya kurang berkembang sehingga tidak menghasilkan solurn tanah yang tebal. Air hujan yang jatuh pada permukaan tanah lereng bukit akan dialirkan sebagai aliran permukaan (surface run off) dan rembesan (seepage). Air ini selanjutnya akan meresap kedalam tanah pada kaki dan dataran pantai, selebihnya mengalir. Sebaliknya, di bagian kaki lereng hingga daerah belakang pantai mempunyai endapan pasir tebal yang merupakan akifer bagus untuk menyimpan ketersediaan air tanah, terutarna yang berasal dari air hujan dan teralirkan oleh morfologi lereng bukit. Masyarakat,nemanfaatkan potensi air tanah ini untuk kehidupan sehari-hari dengan membuat sumur-sumur gali. Masyarakat membedakan antara sumur untuk keperluan masakmemasak dengan sumur untuk keperluan mandi dan cuci. Khususnya di Dusun Butun, Untuk keperluan masak-memasak digunakan sumur gali pada kaki lereng bukit, sedangkan untuk mandi dan cuci menggunakan sumu gali yang berada di bagian dataran pantai. Gambar 2. Searah dengan Arah jarum jam Dusun Butun, dan Kampung Koko 2

3 Kondisi Sosial Ekonomi Sebagian besar penduduk bekerja sebagai nelayan, yaitu nelayan pancing dan nelayan pukat. Nelayan pancing menghasilkan komoditas ikan katamba, bobara, sunu, dan ikanikan karang, sedangkan nelayan pukat menghasilkan ikan-ikan katamba, layang-layang, dan rumah-rumah. Saat ini Pulau Kabetan (tahun 204) memiliki buah dermaga yang terdapat di dusun Butun, bumbung, dan Soppe memilki alat angkutan berupa kapal kayu berkapasitas 8 (delapan) ton yang digunakan untuk angkutan umum. Untuk angkutan dan memancing di sekitar Desa Kabetan. Gambar. Dermaga Dusun Bumbun Pulau Kabetan Banyaknya angkatan kerja (penduduk usia dewasa) tidak berarti banyak angkatan kerja yang keluar dari pulau dan berkerja di kota. Sangat sedikit angkatan kerja yang bekerja di bidang jasa di kota Tolitoli. Bahkan tidak ada yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) meskipun terbuka jalan menuju negara tetangga (Malaysia). Di sektor pertanian, perkebunan dengan komoditas utama kopra dan kakao. Sebagian besar penduduk petani bekerja sebagai buruh kebun karena lahan-lahan perkebunan di Pulau Kabetan adalah milik pedagang dari luar daerah yang diperoleh melalui akad jual beli. Sektor perdagangan cukup dapat mencukupi kebutuhan sehari hari masyarakat Kabetan. Penyediaan barang kebutuhan hidup didukung oleh keberadaan kios.

4 . Aksessibilitas dan Sistem Transportasi Jarak pulau Kabetan dari kota Tolitoli ± km (0.097 Mil) dengan waktu tempuh Jam 40 menit dengan menggunakan kapal kayu motor reguler yang dikelola oleh pengusaha setempat dengan tarif Rp ,- /Orang. Transportasi dari Kota Tolitoli (Tanjung Batu) tergolong lancar, karena terdapat dua buah kapal kayu motor reguler yang bertempat di Dusun II Butun dan dua lagi berlokasi di Dusun Soppe tergantung adanya penumpang pulau Kabetan yang mau ke Tolitoli. Kapal motor dengan kapasitas 5 Orang yang berkekuatan 6 PK berangkat dari pulau Kabetan ke Tolitoli pada pukul Wita kemudian kembali pada pukul Wita. Tergantung cepatnya calon penumpang yang mau kembali ke pulau yang habis belanja dan urusan lainnya di Tolitoli. Apabila masyarakat pendatang ingin ke kota dan sebaliknya ia terlambat menumpang kapal reguler, maka dapat mencarter perahu yang dengan tarif Rp ,4. Parameter Kualitas Perairan Parameter kualitas perairan yang terkait dengan wisata diving dan wisata snorkeling adalah kecerahan perairan, kecepatan arus, kedalaman terumbu karang dan lebar hamparan datar komunitas karang. Kecerahan perairan lokasi penelitian mencapai 00% baik pada kedalaman meter maupun 0 meter. Kecepatan Arus rata-rata mencapai Kecepatan rata-rata lapisan permukaan dan bawah berturut-turut sebesar 4,6 cm/detik dan 0,8 cm/detik. dan tergolong sangat sesuai untuk wisata bahari diving dan snorkeling. Lebar hamparan datar komunitas karang hanya untuk wisata snorkeling, rata-rata lebar hamparan datar komunitas karang adalah 25 meter dan tergolong cukup sesuai. 4

5 Kondisi Terumbu Karang Stasiun. Posisi 0º 02' 6,7" LU - 20º 40' 02,4"BT Pengamatan di seselah Utara Tanjung Tenge di antara dua buah pulau yakni Pulau kabetn dengan Pulau Buol, atau bisa dikatakan berada di sebuah selat kecil. Bagian pantai di dominasi oleh pohon kelapa, tumbuhan pantai dan beberapa rumah nelayan dikampung Tenge. Kondisi perairan pada saat pengamatan mempunyai pola arus yang tenang dan kecerahan cukup tinggi sehingga perairan cukup jernih. Pengamatan kondisi terumbu karang di lakukan pada kedalaman 5 m pada jarak 00 m dari garis pantai. Substrat dasar perairan dimulai dengan pantai berpasir, patahan karang, karang mati dan pasir. Zonasi dasar perairan dimulai dengan lamun, lamun bercampur algae dan karang batu, selanjutnya merupakan daerah terumbu karang. Jenis lamun yang dominan yaitu Enhalus acoroides dan Cymodocea sp serta algae terutama jenis Halimeda sp. Lokasi ini memiliki panjang daerah rataan (reef flat) sejauh 25 m dari garis pantai. Jenis karang batu yang dominan yaitu Acropora grandis, Galaxea astreata, Pocillopora verrucosa, Porites lobata, Seriatophora hystrix dan Favites sp. Gambar 4. Sketsa Bagan Transek Pulau Kabetan (Kampung Tenge ) 5

6 Stasiun 2. Posisi 0º 00' 4," LU - 20º 40',"BT Lokasi ini pulau Kabetan sebelah Timur laut. Bagian pantai terlihat adanya sebuah suar (alat navigasi laut), pohon kelapa dan beberapa jenis tumbuhan pantai. Kondisi perairan pada saat pengamatan mempunyai pola arus yang tenang dan kecerahan cukup tinggi sehingga perairan terlihat jernih. Lokasi ini memiliki daerah rataan ( reef flat) sejauh 75 m dari garis pantai kearah laut, selanjutnya dasar laut agak miring dengan kemiringan mencapai 40º. Substrat dasar perairan dimulai dengan pantai berpasir, patahan karang, karang mati dan pasir agak berlumpur. Zonasi dasar perairan dimulai dengan lamun, algae bercampur karang batu dan selanjutnya merupakan zona terumbu karang. Gambar 5. Sketsa Bagan Transek Sebelah Tenggara Pulau Kabetan Di kedua lokasi pengamatan, Karang hidup ditemukan mulai pada kedalaman 0,5 meter saat surut terendah dan mencapai kedalaman 25 0 meter. Sebaran karang hidup mulai ditemukan pada rataan terumbu (reef flate), tubir karang dan lereng terumbu, dengan pertumbuhan cukup bagus pada tubir dan rataan terumbu di belakang tubir. Pada rataan sampai belakang tubir lebih didominasi oleh karang massive dari genus 6

7 Porites dan Lobophyllia, sedangkan pada tubir karang sampai kedalaman 5 7 meter banyak karang bercabang Acropora dan Porites nigrescen dan Porites Cylindrica. Pada kedalaman 0 meter umumnya patahan karang mati, bongkahan karang mati dan hamparan pasir. Tutupan karang keras di Pulau Kabetan dan sekitarnya berkisar 2 % dengan persentase terendah di kawasan Pulau Tiga 6.64% dari kedalaman 0,5 m sampai kedalaman 5 m sebesar 2 % sedangkan yang tertinggi di kawasan antara Pulau Buol dengan Pulau Kabetan yakni 6.64 % pada kedalaman pada kedalaman 5 meter pada jarak 00 m dari garis pantai Pulau Kabetan. Karang keras terbagi kedalam dua kategori karang Acropora dan non-acropora. Nilai persentasi tutupan benthik yang terdiri karang keras, biota lain, karang mati, algae dan abiotik pada kawasan penelitian dapat dilihat pada Gambar6 Berdasarkan Gambar 6 menunjukkan bahwa pada lokasi pengamatan di kawasan pulau Kabetan depan Tanjung Tenge memiliki nilai persentase tutupan karang keras 6.64 % pada kedalaman 5 meter dari garis pantai Pulau Kabetan sebelah Timur laut untuk nilai kesehatan karang tergolong dalam kriteria sangat baik (75%00%) berdasarkan formulasi Gomez dan Yap (988). Hal ini dikarenakan lokasi kawasan ini jauh dari pemukiman penduduk. Sehingga secara tidak langsung terjadi perlindungan dari kerusakan terumbu karang, kecepatan arus di kawasan relatif lebih kuat di selat). Kecepatan arus pada lapisan permukaan dan bawah berturut-turut berada dalam kisaran 0,9 59,6 cm/s dan 0,5-8,4 cm/s. Kecepatan rata-rata lapisan permukaan dan bawah berturut-turut sebesar 29,7 cm/s dan 2, cm/s. dibanding dengan lokasi penelitian yang lain berkisar 2.07 cm/detik dan kecerahan perairan sampai 00% Penelitian kondisi terumbu karang di perairan pesisir Pulau Kabetan dan Pulau Buol dilaksanakan di 2 (dua) lokasi pengamatan pada kedalaman 5 meter dan 7 meter. Hasil pendataan tutupan biota dan substrat untuk masing-masing kategori yaitu karang Arcopora non Arcopora, karang mati (dead coral), karang mati algae algae, karang lunak, spongs, fauna lain, patahan karang di satasiun (satu) Pada kedalaman 5 7 meter memiliki tutupan karang hidup sebesar 6.64 % Secara keseluruhan jumlah lifeform yang ditemukan di perairan Pulau Kabetan sebelah Timur laut berjumlah 5 lifeform, sedangkan sebelah Tenggara Pulau tedapat 4 7

8 lifeform. Keanekaragaman bentuk pertumbuhan (lifeform) karang yang berhasil teridentifikasi sebagai. Jenis karang yang ditemukan sebanyak 25 jenis, yang terdiri dari 5 famili. Jenis lifeform karang juga penting untuk diketahui dalam wisata bahari, hal ini sejalan dengan pernyataan Plathong et al. (2000) dalam wisata bahari jenis lifeform karang dibutuhkan sebagai variasi yang dapat dinikmati di bawah laut. Hal ini penting untuk diketahui untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing daerah penyelaman karena setiap jenis lifeform memiliki daya tarik yang berbeda. Selain itu lifeform karang juga memiliki tingkat kerentanan yang berbeda-beda terhadap kerusakan yang dapat disebabkan oleh kegiatan snorkeling dan diving. Baiknya kondisi terumbu karang yang ada di Pulau Kabetan merupakan suatu potensi yang sangat besar bila pulau ini dikembangkan sebagai objek wisata bahari karena menurut Supriharyono (2007), terumbu karang mempunyai nilai keindahan yang tak perlu diragukan. Andalan utama wisata bahari yang banyak dinikmati oleh wisatawan adalah keindahan dan keunikan dari terumbu karang. Terumbu karang dapat dimanfaatkan sebagai objek wisata bahari karena memiliki nilai estetika yang tinggi. Tingginya persentase live hard coral cover pada Pulau Kabeatan pada kedalaman 5 m dan m juga sangat baik dalam mendukung pengembangan wisata bahari di wilayah tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williams dan Polunin (2000) yang mengatakan bahwa Persentase live hard coral cover adalah persentase dari jumlah karang keras hidup di suatu lokasi, hal ini diketahui dapat berpengaruh terhadap minat berekreasi wisatawan untuk berkunjung ke suatu lokasi penyelaman. Lanjut Shaffer dan Inglis (2000), mengatakan bahwa semua komponen yang berhubungan dengan karang dan ikan sangat meningkatkan kepuasan pengunjung. Selanjutnya dijelaskan bahwa yang paling mempengaruhi kepuasan pengunjung adalah jenis ikan karang, ukuran karang, dan banyaknya jenis karang. Dari survey lapangan yang dilakukan selama penelitian di Pulau Kabetan, kawasan Pulau Kabetan memiliki beberapa spot-spot yang bias dijadikan lokasi untuk melakukan kegiatan wisata bahari seperti snorkeling, diving, dan mancing, berenang dan berperahu di pulau tersebut. Lokasi yang direkomendasikan untuk kegiatan snorkeling yakni dapat dilakukan pada lokasi yang kan digambarkan dalam peta tematik lokasi snorkeling dan diving di Pulau Kabetan dan sekitranya, namun spot yang paling direkomendasikan pada saat cuaca cerah dan perairan tenang yakni pada stasiun karena memiliki lebar 8

9 hamparan karang yang paling besar dengan kondisi karang yang baik pada tubir. Pada saat perairan tidak terlalu tenang stasiun 2 yang baik untuk kegiatan snorkeling karena stasiun ini berada di sebelah barat yang memiliki perairan yang tetap tenang walaupun perairan lain tidak begitu tenang karena terlindungi oleh pulau (dapat dikatakan berda pada selat jecil antara Pulau Kabetan dengan Pulau Buol). Kegiatan snorkeling ini juga harus diawasi dan dikelola dengan baik karena kegiatan ini dapat memberikan ancaman terhadap ekosistem, hal ini didukung oleh pernyataan Daudet et al., (200) yang mengatakan bahwa kegiatan snorkeling yang terpusat disuatu area akan meningkatkan ancaman terhadap habitat dan spesies di area tersebut. Lokasi yang direkomendasikan untuk kegiatan diving dapat dilakukan pada daerah tubir di setiap stasiun, namun spot yang paling direkomendasikan yakni pada stasiun 2 dimana pada stasiun ini dapat ditemukan nudibranch yang merupakan organisme yang sering dicari oleh para penyelam saat mereka menyelam karena keindahannya. Namun, lokasi penyelaman ini harus di kelola dan dijaga dengan baik oleh pengelola maupun penyelam agar tidak merusak terumbu karang yang ada, hal ini didukung oleh pernyataan Tratalos dan Austin (200) bahwa kegiatan penyelaman memberikan dampak yang signifikan terhadap area yang menjadi daerah penyelaman, dimana penutupan karang keras dan karang lunak pada kedua lokasi ini dapat ditemukan karang arcopora dan non arcopora, karang yang dominan dijumpai yakni karang Acroporidae (5 Jenis) disusul dengan karang Faviidae ( jenis ) Fungidae (0 jenis) dan portidae serta acroporiidae masing-masing (7 jenis). Hasil lengkap persentase tutupan karang batu dan komponen lainnya ditampilkan dalam Tabel. 9

10 Tabel. Persentase tutupan biota dan substrat Pulau Kabetan dan sekitarnya Stasuin Tutupan Biota dan Substrat (%) Karang Acropora NonAcropora Karang mati Karang lunak Fauna lain 0,00 Karang mati algae 2,06 6,6 25,48 0,94 0,46 2 2,00,2 0,00 0,8,90 7, Keanekaragaman jenis karang dan kemerataan jenis dijumpai di sebelah Tenggara Timur Laut Pulau Kabetan (anatara Pulau Kabetan dengan Pulau Buol) Pula. Tingginya nilai keanekaragaman jenis (74 Jenis 5 Famili) menunjukkan bahwa lokasi ini mempunyai jumlah jenis yang cukup banyak (bervariasi) sedangakan di Pulau Kabetan sebelah Tenggara depan mercusuar. Keanekaragaman karang menunjukkan mempunyai jumlah jenis yang cukup banyak (55 jenis dari 4 famili) yang menunjukkan bahwa sebaran jenis karang batu di lokasi ini merata tidak dalam bentuk patches (kelompok), sebaliknya di sebelah Timur Laut Pulau Kabetan mempunyai nilai kemerataan jenis yang rendah menunjukkan adanya pertumbuhan jenis karang batu yang mengelompok (patches). Gambar 6. Kemerataan Jenis Termbu Karang Pulau Kabetan 0

11 Gambar 7. Penutupan Karang Hidup (Living Coral) Pulau Buol Gambar 8. Penutupan Karang Lunak (Soft Coral) Pulau Kabetan

12 2

13 Gambar 9. Kondisi Terumbu Karang Pulau Kabetan

14 6. Kondisi Ikan Karang Hasil identifikasi yang dilaporkan oleh LIPI tahun 2009 bahwa ikan karang pada stasiun penelitian dan 2 diatas ditemukan 200 spesies ikan karang yang tergolong dalam 95 genera dan 6 famil. Famili Pomacentridae merupakan famili yang jumlah spesiesnya paling banyak sebesar 42, kemudian diikuti Labridae ( spesies) dan Chaetodontidae (2 spesies). Sedangkan genera Chaetodon memiliki jumlah spesies tertinggi yakni 5 spesies, kemudian diikuti Pomacentrus ( spesies) dan iganus (7 spesies). Ke-200 spesies ikan karang tersebut terdiri dari ikan indikator sebanyak 2 spesies; ikan mayor sebanyak 24 spesies; dan ikan target sebanyak 5 spesies.jumlah spesies dan genera tertinggi dijumpai pada Posisi 0º 02' 6,7" LU - 20º 40' 02,4"BT (stasiun ) sebanyak 55 spesies dan 78 genera Sedangkan di stasiun 2 pada posisi Posisi 0º 00' 4," LU 20º 40',"BT sebanyak 2 spesies dan 7 genera. Spesies Target : Cromileptes altivelis (kiri), Caesio teres (tengah) dan Platax teira (kanan). Spesies Indikator : Chaetodon octofasciatus, (kiri) Forcipiger longirostris (tengah) Chaetodon trifasciatus (kanan) Spesies Mayor : Kawanan dari Zebrasoma scopas dan Pomacentridae (kiri), Abudefduf sexfasciatus (tengah) dan Dascyllus reticulatus (kanan). Gambar 0. Spesies Ikan di Perairan Pulau Kabetan (tengah) dan Dascyllus reticulatus (kanan). 4

15 7. Penilaian kesesuaian wisata kategori wisata Selam (Diving) Berdasarkan hasil penilaian bahwa kondisi fisik perairan dilokasi penelitian untuk kategori kegiatan Selam (Diving) masuk kedalam kategori kelas (sangat sesuai) dengan nilai Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) yaitu bernilai 90. %. Berdasarkan data yang diperoleh dari lembaga Katopasa Indonesia dan LIPI bahwa Perairan Pulau Kabetan mempunyai luasan jenis karang yaitu 74 sebanyak 55 species tutupan karang hidup yaitu %, jumlah jenis dan 5 suku. dan jumlah jenis ikan karang yaitu jenis, kecepatan rata-rata arusnya yaitu pada lapisan permukaan dan bawah berturut-turut beradadalam kisaran 0,9 59,6 cm/s dan 0,5 8,4 cm/s. Kecepatan rata-rata lapisan permukaan dan bawah berturut-turut sebesar 29,7 cm/d dan 2, cm/d. dan kedalaman perairanuntuk diving berkisar antara 0-5 meter. Tabel 2. Nilai Indeks Kesesuain Diving Pulau Kabetan dan Sekitarnya No Parameter Hasil Lapangan Kecerahan perairan (%) Tutupan karang (%) Jumlah lifeform Jenis ikan karang Kec. Arus (cm/dt) Kedalaman karang (m) Total Indeks Kesesuaian No % Sangat sesuai () : 8 00 % ; Parameter Hasil Lapangan Kecerahan perairan (%) Tutupan karang (%) Jumlah lifeform Jenis ikan karang Kec. Arus (cm/dt) Kedalaman karang (m) Total Indeks Kesesuaian Pulau Kabetan (Tanjung Tenge) kelas Bobot Skor Ni: BxS S Pulau Kabetan (depan Suar) kelas Bobot Skor S 5 5 Cukup Sesuai S2) : 50 <8 % ; Ni: BxS % 5

16 Gambar. Peta Kesesuaian Wisata Bahari Pulau Kabetan (tengah) dan Dascyllus reticulatus (kanan). 6

VI. KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG FISIK KAWASAN WISATA BAHARI

VI. KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG FISIK KAWASAN WISATA BAHARI VI. KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG FISIK KAWASAN WISATA BAHARI 6.1. Kesesuaian Lahan Pulau Pari untuk Pariwisata Bahari Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG Firman Farid Muhsoni, S.Pi., M.Sc 1 Dr. HM. Mahfud Efendy, S.Pi, M.Si 1 1) Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa induk Molotabu. Dinamakan

Lebih terperinci

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1 Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Masita Hair Kamah 1), Femy M. Sahami 2), Sri Nuryatin Hamzah 3) Email : nishabandel@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah

Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah Karakteristik Pulau Kecil: Studi Kasus Nusa Manu dan Nusa Leun untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Maluku Tengah Ilham Marasabessy 1 Coauthor Achmad Fahrudin 1, Zulhamsyah Imran 1, Syamsul Bahri Agus

Lebih terperinci

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA

KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA KERUSAKAN TERUMBU KARANG KARIMUNJAWA AKIBAT AKTIVITAS TRANSPORTASI BATUBARA Mei 2018 Pendahuluan Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem utama pesisir dan laut yang dibangun terutama oleh biota laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan keindahan alam yang beraneka ragam yang tersebar di berbagai kepulauan yang ada di Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN PULAU TIKUS BENGKULU

BAB 3 TINJAUAN PULAU TIKUS BENGKULU BAB 3 TINJAUAN PULAU TIKUS BENGKULU 3.1 TINJAUAN PROVINSI BENGKULU 3.1.1 Letak Geografis Provinsi Bengkulu terletak di sebelah Barat pegunungan Bukit Barisan. Luas wilayah Provinsi Bengkulu mencapai lebih

Lebih terperinci

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI Oleh Gesten Hazeri 1, Dede Hartono 1* dan Indra Cahyadinata 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-62-97522--5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata mangrove dipakai sebagai pengganti istilah kata bakau untuk menghindari salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas Rhizophora spp., (Soeroyo.1992:

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa Pelabuhan Sunda Kelapa berlokasi di Kelurahan Penjaringan Jakarta Utara, pelabuhan secara geografis terletak pada 06 06' 30" LS,

Lebih terperinci

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU

KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU JOURNAL OF MARINE RESEARCH KESESUAIAN PERAIRAN UNTUK WISATA SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BIAWAK, KABUPATEN INDRAMAYU Oscar Leonard J *), Ibnu Pratikto, Munasik Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Oleh : Amrullah Saleh, S.Si I. PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Kawasan pesisir merupakan ekosistem yang kompleks dan mempunyai nilai sumberdaya alam yang tinggi.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Struktur Vegetasi Lamun di Perairan Pulau Saronde, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1.2 Siti Rahmi A.R. Nusi, 2 Abdul Hafidz Olii, dan 2 Syamsuddin 1 s.rahmi.nusi@gmail.com 2 Jurusan

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Daerah Kecamatan Pulau Tiga merupakan salah satu bagian dari wilayah Kabupaten Natuna yang secara geografis berada pada posisi 3 o 34 30 3 o 39

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.. April. 05 ISSN : 087-X KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH Agus Indarjo Universitas Diponegoro Jl. Prof.Soedarto,SH. Tembalang.Semarang.Tel/Fax:

Lebih terperinci

PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW

PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW PENUNTUN PELAKSANAAN MONITORING TERUMBU KARANG DENGAN METODE MANTA TOW PENDAHULUAN Metoda Manta Tow adalah suatu teknik pengamatan terumbu karang dengan cara pengamat di belakang perahu kecil bermesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Sejarah Desa Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Sejarah Desa Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun an IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Desa Pulau Pahawang Sejarah Desa Pulau Pahawang berawal dari datangnya Ki Nokoda tahun 1.700-an yang diikuti pula oleh datangnya Hawang yang merupakan keturunan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 48 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan pendekatan Recreation Opportunity Spectrum (ROS) memberikan arah dalam mencari lokasi untuk peluang rekreasi di kawasan Taman National Kepulauan Seribu (TNKS)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif

3. METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian berada di dalam wilayah Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta, yang berlangsung selama 9 bulan, dimulai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island

By : ABSTRACT. Keyword : Coral Reef, Marine Ecotourism, Beralas Pasir Island INVENTORY OF CORAL REEF ECOSYSTEMS POTENTIAL FOR MARINE ECOTOURISM DEVELOPMENT (SNORKELING AND DIVING) IN THE WATERS OF BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY KEPULAUAN RIAU PROVINCE By : Mario Putra Suhana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 1, Nomor 2, September 2013 Kerapatan dan Keanekaragaman Jenis Lamun di Desa Ponelo, Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Nurtin Y.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 42 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian 4.1.1. Kondisi umum kabupaten Tapanuli Tengah Kabupaten Tapanuli Tengah terletak di pesisir pantai barat sumatera dan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pantai adalah wilayah perbatasan antara daratan dan perairan laut. Batas pantai ini dapat ditemukan pengertiannya dalam UU No. 27 Tahun 2007, yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 40 hari pada tanggal 16 Juni hingga 23 Juli 2013. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan di wilayah perairan Pulau Bira Besar TNKpS. Pulau Bira Besar terbagi menjadi 2 Zona, yaitu Zona Inti III pada bagian utara dan Zona

Lebih terperinci

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman Online di:

JOURNAL OF MARINE RESEARCH Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman Online di: KAJIAN KESESUAIAN EKOSISTEM TERUMBU BUATAN BIOROCK SEBAGAI ZONA WISATA DIVING DAN SNORKELING DI PANTAI PEMUTERAN, BALI Nugraha Ridho Ikhsani *), Agus Trianto, Irwani Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang terletak pada

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE

PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE PETUNJUK MONITORING LAMUN DI KABETE Tim Penyusun: Komunitas Penjaga Pulau Desain Sampul: Eni Hidayati Foto Sampul: Sampul depan: Lukisan lamun oleh Angela Rosen (www.angelarosen.com) Scuba di lamun oleh

Lebih terperinci

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang mempakan habitat laut yang penting di perairan tropis yang berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung, mencari makan, memijah dan berkembang biak serta sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober 2009. Lokasi penelitian dan pengamatan dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan BAB III METODE PENELITIAN Pelaksanaan kegiatan penelitian ini berlangsung selama 2 bulan dihitung mulai Oktober 2012 sampai dengan Desember 2012 bertempat di Desa Ponelo

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini pariwisata sudah menjadi kebutuhan dasar setiap individu, karena dengan berpariwisata seseorang dapat memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, psikologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas

BAB I PENDAHULUAN. yang mencapai pulau dengan panjang pantai sekitar km 2 dan luas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan panjang pantai sekitar 81.000 km 2 dan luas laut mencapai 5,8

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI BIOFISIK DAN KESESUAIAN LOKASI WISATA, PANTAI DATO KABUPATEN MAJENE ABSTRAK

ANALISIS POTENSI BIOFISIK DAN KESESUAIAN LOKASI WISATA, PANTAI DATO KABUPATEN MAJENE ABSTRAK ANALISIS POTENSI BIOFISIK DAN KESESUAIAN LOKASI WISATA, PANTAI DATO KABUPATEN MAJENE Rahmadi 1, Ambo Tuwo 2, Rahmadi Tambaru 3 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN Miswar Budi Mulya *) Abstract The research of living coral reef

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah perairan Kepulauan Karimunjawa. Secara geografis lokasi penelitian terletak antara 5 0 40 39-5 0 55 00 LS dan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Secara umum kondisi perairan di Pulau Sawah dan Lintea memiliki karakteristik yang mirip dari 8 stasiun yang diukur saat melakukan pengamatan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1 Deskripsi umum lokasi penelitian 3.1.1 Perairan Pantai Lovina Kawasan Lovina merupakan kawasan wisata pantai yang berada di Kabupaten Buleleng, Bali dengan daya tarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH

LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR DI SUSUN OLEH LAPORAN REEF CHECK DI PERAIRAN KRUENG RAYA DAN UJONG PANCU ACEH BESAR 2009-2014 DI SUSUN OLEH ODC (Ocean Diving Club) OCEAN DIVING CLUB FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Studi Distribusi dan Ekploitasi Siput Gonggong akan dilakukan di desa-desa yang dijadikan Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga. Adapun lokasi sampling ditetapkan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Kecamatan Pulau Tiga Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau. Lokasi ini sengaja dipilih dengan pertimbangan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Kepulauan Selayar, yang secara geografis terletak pada 5 42' - 7 35' Lintang Selatan dan 120 15' - 122 30' Bujur Timur, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung. Perameter yang diamati dalam penelitian adalah jenis-jenis

BAB III METODE PENELITIAN. secara langsung. Perameter yang diamati dalam penelitian adalah jenis-jenis BAB III METODE PENELITIAN. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah pengambilan data primer dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis memiliki sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya interaksi/peralihan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu kawasan terumbu karang dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi dunia. Luas terumbu karang Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya ini perlu dikelola dengan baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 61 LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung Pantai Paris Tigaras PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA No. Waktu Hari/Tangga A. Data Pribadi

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut

I. PENDAHULUAN. yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi dan memiliki ekosistem terumbu karang beserta hewan-hewan laut yang hidup di sekitarnya. Ekosistem

Lebih terperinci

ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY ABSTRACT

ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY ABSTRACT ANALYSIS OF BUTTERFLY FISH (CHAETODONTIDAE) ABUNDANCE IN THE CORAL REEF ECOSYSTEM IN BERALAS PASIR ISLAND BINTAN REGENCY By: Surya Asri Simbolon 1), Thamrin 2), and Elizal 2) ABSTRACT Observation was conducted

Lebih terperinci