BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 48 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan pendekatan Recreation Opportunity Spectrum (ROS) memberikan arah dalam mencari lokasi untuk peluang rekreasi di kawasan Taman National Kepulauan Seribu (TNKS) sehingga diperoleh peluang rekreasi dengan ragam pengalaman berbeda bagi setiap pengunjung. Hasil penelitian diantaranya adalah pemetaan penutupan lahan dan perairan laut, pemetaan aktifitas rekreasi baik yang didasarkan pada penilaian biofisik, penilaian wisatawan maupun penilaian ekonomi wisata juga pemetaan zonasi dalam kerangka ROS serta pemetaan potensi wisata bahari Pemetaan Penutupan Lahan dan Perairan Laut Hasil transformasi Lyzenga dari Spot-5 akuisi 13 September 2004 dalam mengidentifikasi ekosistem darat dan perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu disajikan pada Gambar 6. Hasil ekstraksi menunjukkan bahwa jenis tutupan dasar perairan terdiri dari obyek pasir, lamun, terumbu karang dan pulau dengan perhitungan transformasi Lyzenga untuk ekstraksi subtrat dasar perairan pada Lampiran 1. Selanjutnya hasil transformasi Lyzenga dikombinasikan dengan klasifikasi terbimbing dan pengamatan di lapangan sebagai dasar mendeliniasi peta penutupan lahan. Pasir Pasir dalam hasil analisa ini adalah pasir yang terdapat dalam perairan laut dangkal menuju tubir. Pada Gambar 6 pasir disajikan dengan warna merah. Berdasarkan hasil survei lapang pasir ini adakalanya mengandung patahan karang (rubble), pecahan karang mati, lumpur dan alga. Komposisi tersebut menyebabkan perbedaan material dasar perairan di setiap bagian pulau Taman Nasional Kepulauan Seribu yang dapat dibedakan menjadi perairan dengan dasar material pasir, pasir berkarang dan pasir berkarang sedikit lumpur. Perairan dengan material dasar pasir dapat ditemukan di Pulau Karya, Pulau Kotok, sebagian Pulau Semak Daun dan Karang Congkak di sebelah selatan, timur dan barat. Perairan dengan material dasar pasir berkarang dapat ditemukan di Pulau

2 49 Pramuka sebelah selatan, barat dan utara, Pulau Panggang sebelah selatan, Pulau Semak Daun dan Karang Congkak di sebelah barat. Pasir dengan material dasar perairan pasir berkarang sedikit lumpur ditemukan di sebelah timur Pulau Pramuka dan sebelah timur Pulau Panggang. Pada daerah berpasir ini banyak ditemukan ikan-ikan dengan jenis yang beragam. Terumbu karang Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 6 terumbu karang ditampilkan dengan warna hijau yang berada di sekitar tubir, goba dan perairan dalam. Terumbu karang terdiri atas beberapa objek yang tidak dapat dikenali secara detil dalam analisis citra karena keterbatasan resolusi citra yang digunakan sehingga untuk mengenali komunitas objek tersebut dilakukan survei lapang. Berdasarkan hasil survei lapang terumbu karang ini terdiri atas karang keras (hardcoral), karang mati (dead coral dan dead coral alga), subtrat lain (pasir, patahan karang, dan air), other benthic yang terdiri atas komunitas alga, other fauna (softcoral, sponge, anemon, bintang laut, kerang kipas, lili laut, kima, bulu babi). Ekosistem terumbu karang bersimbiosis dengan ikan sehingga diantara komunitas karang tersebut terdapat ikan dengan jenis yang beragam. Jenis ikan yang hidup baik di daerah terumbu karang maupun yang berada di daerah berpasir adalah jenis ikan konsumsi dan ikan hias. Dalam Biotrop (2008) ditemukan 69 spesies atau 38 genera ikan yang berasal dari 15 famili. Secara umum kekayaan spesies di kedalaman 3 m lebih tinggi dibandingkan di 10 m. Terumbu karang di Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan karang yang hidup disepanjang tubir atau menyatu dengan daratan pantai mengelilingi pulau membentuk suatu paparan terumbu (reef flat). Penilaian terhadap persentase terumbu karang berdasarkan data primer ataupun data sekunder yang masingmasing dilakukan pada dua kedalaman untuk satu lokasi menunjukkan kondisi buruk, sedang, dan baik. Kondisi baik lebih banyak ditemukan pada kedalaman 3m dibandingkan pada kedalaman 7m atau 10m (Biotrop, 2008) secara lebih detil disajikan pada Lampiran 4.

3 50 Lamun Secara umum padang lamun sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6 diwakili dengan warna kuning ditemukan hampir di semua bagian wilayah penelitian hidup atau tumbuh di perairan dangkal sebelum mencapai tubir. Secara biofisik ekosistem lamun di TNKS merupakan habitat, tempat mencari makan dan berkembang biak berbagai jenis ikan, udang, teripang, cumi-cumi serta biota laut lainnya. Sering dijumpai beberapa jenis cumi-cumi yang meletakkan telurtelurnya di daun-daun lamun sampai menentas. Padang lamun yang lebat dan sehat sangat berperan dalam kejernihan suatu perairan, dimana daun-daun lamun akan menangkap partikel sedimen dan menstabilkan substrat dasar, sehingga bila padang lamunnya bagus maka terumbu karangnya juga akan bagus. Sebagai tumbuhan tingkat tinggi satu-satunya di lautan, lamun menjadi penghasil oksigen (O2) yang sangat penting bagi kehidupan berbagai biota laut. Secara tidak langsung, keberadaan padang lamun di dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu mendukung produksi perikanan masyarakat (TNKS 2007). Jenis lamun yang paling banyak di Pulau Panggang adalah Syringodium isoetifolium sebesar 22.30%. Jenis lain yang hidup dilokasi ini adalah Enhalus acoroides (14.06%), Chymodocea rotundata (12.71%), Halodule uninervis (11.65%) dan Thalasia hemprichii (10.75%). Pada daerah ini terdapat 1005 ekor ikan, yang terdiri dari 21.29% Geres macrosoa (ikan kapas-kapas) berukuran 8.5cm, 24.87% Siganus canaliculatus (ikan baronang) dan 9.95% Siganus margitiferis, 7.16% Parupunes barberius, 36./% adalah 29 jenis ikan lain (Susilo 2008). Sementara di Pulau Pramuka dan beberapa pulau lainnya ditemukan jenis Thalasia hemprichii sebesar 25.27%. Jenis lain yang hidup dilokasi ini adalah Enhalus acoroides (13.18%), Chymodocea rotundata (9.72%), Halodule uninervis (6%). Pada daerah ini terdapat 1005 ekor ikan, yang terdiri dari 21.29% Geres macrosoa (ikan kapas-kapas) berukuran 8.5cm, 24.87% Siganus canaliculatus

4 51 (ikan baronang) dan 9.95% Siganus margitiferis, 7.16% Parupunes barberius, 36./% adalah 29 jenis ikan lain (TNKS 2007). Pulau dan Gosong Objek pulau terdiri atas vegetasi hutan pulau, infrastruktur, pasir darat pantai. Pasir pada bentang darat pantai di Taman Nasional Kepulauan Seribu dideliniasi dengan memanfaatkan band 423 pada citra. Berdasarkan hasil survei di lapangan pasir pada bentang darat terdiri atas tipe pasir putih dan tipe pasir berkarang. Tipe pasir putih ditemukan di Pulau Karya, Pulau Kotok, Pulau Semak Daun dan Pulau Karang Congkak. Sementara tipe pasir berkarang dapat ditemukan di Pulau Pramuka. Sementara gosong adalah dataran pasir yang terangkat seperti daratan namun tidak bervegetasi. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan penutupan lahan pulau yang terdiri atas pemukiman, penginapan dan vegetasi (Pulau Pramuka, Panggang, Karya dan Kotok), vegetasi tanpa pemukiman (Semak Daun dan Karang Congkak) dan penutupan budidaya tanpa vegetasi pada Gosong Pramuka.

5 Gambar 6.Hasil Transformasi Lyzenga untuk Ekstraksi Tutupan Lahan TNKS 52

6 Pemetaan Rekreasi Berdasarkan Faktor Biofisik Rekreasi yang dapat dikembangkan dengan konsep wisata bahari dapat dikelompokkan menjadi wisata pantai dan wisata bahari. Wisata bahari adalah wisata yang obyek dan daya tariknya bersumber dari potensi bentang laut (seascape) maupun bentang darat pantai (coastal landscape) (Sunarto 2000 dalam Yulianda 2007). Secara terpisah dapat dijelaskan wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi berenang, olah raga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka diketahui ekosistem utama pembentuk sistem biofisik kawasan kepulauan seribu adalah hutan pantai dan pasir yang merupakan bentang darat pantai, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang yang merupakan bentang laut. Setiap objek yang terdapat baik dibentang darat maupun bentang laut memiliki nilai yang memberikan kesempatan aktivitas wisata sehingga pengunjung mendapatkan pengalaman yang berbeda dari setiap bentang alam yang ada. Rekreasi wisata bahari yang dianalisis dalam penelitian ini adalah rekreasi wisata pantai, snorkling, diving dan memancing yang dinilai berdasarkan nilai biofisik, penilaian pengunjung dan nilai ekonomi wisata Wisata Pantai Wisata pantai di Taman Nasional Kepulauan Seribu dapat dilakukan di sepanjang pantai mulai dari pasir pada bentang darat pantai sampai bentang perairan pantai laut dangkal sebelum tubir. Aktifitas yang dapat dilakukan pada wisata ini adalah aktivitas berjemur, bersantai atau bermain di pasir sambil melihat keindahan alam di sekitarnya, aktivitas berenang di pinggir pantai sampai diperairan laut dangkal, bermain kano di perairan laut dangkal sambil menikmati alam sekitar. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan wisata pantai berdasarkan skoring parameter kesesuaian wisata dan pengamatan di lapangan (Lampiran 7)

7 54 didapat lokasi-lokasi yang memungkinkan untuk dilakukannya wisata pantai diantaranya : a. Lokasi berpasir pada peta kesesuaian ditunjukkan dengan daerah warna kuning. Pada daerah ini dapat dilakukan aktivitas berjemur, bersantai dan bermain di pasir. b. Lokasi pantai sampai bentang laut perarian dangkal ditunjukkan dengan warna biru tua untuk kelas sangat sesuai (S1), warna biru muda pastel untuk kelas cukup sesuai (S2), warna merah muda untuk kelas sesuai bersyarat (S3) dan warna merah tua untuk kelas tidak sesuai (N). Pada daerah sangat sesuai (S1) dapat dilakukan wisata berenang atau bersentuhan langsung dengan air. Pada daerah cukup sesuai (S2) dapat dilakukan aktifitas wisata yang bersentuhan langsung dengan air namun terdapat salah satu atau beberapa faktor pembatas seperti arus, biota berbahaya atau material dasar perairan. Pada daerah sesuai bersyarat (S3) memiliki banyak faktor pembatas, dapat dilakukan wisata yang bersentuhan langsung dengan air namun dengan perlakukan khusus seperti dibutuhkannya alat pengaman seperti coral boot atau pin, jaket pelampung, masker, dan lain sebagainya. Hasil analisis rekreasi wisata pantai menunjukkan kelas sangat sesuai (S1) untuk Pulau Karang Congkak, Pulau Kotok, Pulau Karya dan di bagian selatan dan timur Pulau Semak Daun. Kelas cukup sesuai (S2) di bagian barat dan utara Pulau Semak Daun dan seluruh bagian Gosong Karang Lebar. Kelas sesuai bersyarat (S3) di Pulau Pramuka dan kelas tidak sesuai (N) di Pulau Panggang serta Gosong Pramuka. Berikut disajikan uraian kesesuaian untuk wisata pantai menurut pulau. Wisata Pantai Pulau Pramuka Bentang darat pantai berupa daerah berpasir dengan tipe pasir putih berkarang dapat dijumpai di sebelah selatan, timur dan utara. Aktifitas wisata pada ketiga lokasi ini adalah bersantai atau berjalan-jalan di pinggir pantai sambil menikmati alam. Kesan sunyi cukup terasa di sepanjang pantai terutama di bagian utara, timur dan selatan. Dengan tipe pasir putih berkarang aktifitas berjemur dan bermain pasir tidak disarankan dilakukan di daerah ini. Di pulau ini terdapat

8 55 penangkaran penyu sisik dan kupu-kupu yang dikelola oleh pihak Taman Nasional sebagai objek penelitian dan wisata. Bentang perairan pantai laut dangkal di lokasi ini memiliki kelas kesesuaian sesuai bersyarat (S3) karena adanya faktor pembatas berupa material atau substrat dasar perairan berupa pasir berkarang dengan sedikit lumpur. Biota berbahaya seperti bulu babi di sebelah selatan, barat dan utara, biota berbahaya seperti ikan lepu, ikan pari dan bulu babi di pantai sebelah timur. Tutupan lahan berupa hutan mangrove di sebelah timur, belukar tinggi di sebelah utara, tiga dermaga atau pelabuhan (dermaga kabupaten, dermaga umum, dermaga tangkapan ikan) di sebelah barat dan pemukiman serta belukar tinggi di sebelah selatan. Kecepatan arus cukup tinggi yakni 30 cm/det disebelah timur dan utara sementara sebelah barat dan utara kecepatan arus 15 cm/det. Aktifitas wisata yang dapat dilakukan di sebelah barat, timur, utara dan selatan adalah kanoing, banana boat atau jetski. Aktivitas berenang sangat tidak disarankan meskipun masih ada beberapa wisatawan yang melakukan aktifitas tersebut khususnya di lokasi sebelah barat dekat dermaga atau pelabuhan. Wisata Pantai Pulau Panggang Pulau ini adalah pulau pemukiman yang sangat padat sehingga hampir tidak ada ruang yang tersisa untuk wisata pantai. Tumpukan sampah di pantai sebelah selatan, keberdaan pelabuhan di sebelah utara dan penggunaan aktifitas budidaya berupa keramba di sebelah timur dan barat adalah faktor pembatas sehingga tidak ditemukan kelas kesesuaian lahan wisata pantai di pulau ini. Aktifitas wisata yang dapat dinikmati di pulau ini adalah wisata melihat kehidupan masyarakat nelayan seperti nelayan bubu, nelayan jaring mora ami dan nelayan ikan hias. Wisata Pantai Pulau Karya Bentang darat pantai di Pulau Karya memiliki tipe pasir putih yang cukup bersih sehingga memungkinkan dilakukannya wisata berjemur, bersantai dan bermain pasir khususnya di sebelah timur, utara dan barat, sementara sebelah

9 56 selatan terdapat darmaga yang tidak terlalu ramai karena hanya merupakan dermaga penjemputan saja. Bentang perairan laut dangkal di pulau Karya memiliki kelas sangat sesuai (S1) di lokasi sebelah timur sebagian utara dan barat. Kelas cukup sesuai (S2) di sebagian lokasi sebelah utara ke arah barat dengan faktor pembatas tutupan lahan perairan berupa tanaman bakau yang masih kecil dan material dasar perairan di lokasi ini adalah pasir sedikit berlumpur. Dari lokasi timur wisatawan dapat menikmati pemandangan aktivitas lalu lintas pelayaran di perairan Pramuka menuju pulaupulau di sekitarnya dan aktivitas budidaya di Gosong Pramuka. Sementara di sebelah utara dan barat kesan sunyi lebih terasa dengan pemandangan pulau-pulau kecil dari kejauhan dan jika beruntung perairan ini merupakan lintasan lumbalumba. Wisata Pantai Pulau Semak Daun Pulau ini merupakan pulau kecil yang terbentuk karena perkembangan gosong pasir. Tanah belum terbentuk sama sekali sehingga semua bentang darat di pulau ini adalah pasir putih. Semua aktifitas dipasir pantai seperti berjemur, bersantai dan bermain pasir atau bola pantai dapat dilakukan. Berjalan mengelilingi pulau dengan santai hanya butuh waktu 30 menit. Kesan sunyi dan sedikit terpencil dapat dirasakan. Berkemah, membuat api unggun dan membakar ikan hasil memancing adalah alternatif lain yang dapat dilakukan. Bentang perairan pantai laut dangkal di pulau ini memiliki jenis material dasar pasir di sebelah selatan dan timur, sehingga memiliki kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) sementara di sebelah barat dan utara jenis materialnya adalah pasir berkarang sehingga memiliki kelas kesesuaian cukup sesuai (S2) dengan faktor pembatas selain material dasar adalah biota berbahaya dan arus. Wisata Pantai Pulau Kotok Vegetasi penutup yang paling dominan adalah pandan dan kelapa. Pantai di sebelah selatan mempunyai topografi landai, sedangkan pantai yang menghadap ke utara bertopografi agak curam. Jika dilihat dari materialnya, pantai

10 57 yang menghadap ke selatan memiliki pasir lebih halus dari pada yang menghadap ke utara. Bentang perairan laut dangkal di pulau Kotok memiliki kelas sangat sesuai (S1) di lokasi sebelah timur sebagian utara dan barat. Secara spasial, potensi wisata pantai di Kelurahan Pulau Panggang dapat dilihat pada Gambar 7.

11 Gambar 7. Peta Wisata Pantai Berdasarkan Penilaian Biofisik 58

12 Wisata Terumbu Karang Pemetaan kesesuaian wisata diving dan wisata snorkling dibangun menggunakan parameter yang sama, kecuali parameter lebar hamparan karang adalah parameter tambahan untuk wisata snorkling. Analisis kesesuaian wisata diving dan snorkling dilakukan pada semua stasiun pengamatan yang berjumlah 28 stasiun (Gambar 8) dengan persentase tutupan komunitas terumbu karang pada masing-masing stasiun yang dijelaskan pada Lampiran 4. Penilaian terhadap ekosistem komunitas terumbu karang yang merupakan salah satu unsur parameter utama ditekankan pada unsur-unsur bentuk pertumbuhan (lifeform) yang memberi nilai keindahan saja dalam hal ini adalah karang keras, karang lunak, other faunas (kima, anemon, bintang laut). Bentuk pertumbuhan lain yang dianggap tidak memberi nilai keindahan seperti patahan karang, pasir, karang mati, alga dan lain-lain yang sejenis tidak dimasukkan dalam nilai persentase tutupan komunitas terumbu karang. Fauna lain seperti bulu babi adakalanya dipandang sebagai fauna yang membuat wisatawan awam panik ketika melakukan aktifitas wisata. Bagi wisatawan yang sudah berpengalaman, bulu babi bukan biota berbahaya yang harus ditakuti karena tidak akan mencederai wisatawan selama mereka berhatihati agar tidak tertusuk duri bulu babi. Bahkan beberapa wisatawan senang mengambil bulu babi untuk dimakan telurnya karena dinyakini memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Jumlah jenis kelimpahan ikan karang di sebagian pulau lokasi penelitian cukup rendah berkisar antara 17 - < 30 jenis. Kondisi ini menyebabkan skor kesesuaian untuk kelimpahan jenis ikan menjadi rendah. Hasil analisis menunjukkan enam lokasi sangat sesuai (S1) di 4 (empat) pulau (Pramuka, Panggang, Kotok dan Karang Congkak) pada kedalaman 1-4m untuk wisata snorkling (Gambar 9) dengan spot yang kecil dan sembilan lokasi sangat sesuai (S1) di lima pulau (Pramuka, Panggang, Semak Daun, Karang Congkak dan Kotok) pada kedalaman 4-10m untuk wisata diving (Gambar 10). Secara detil hasil perhitungan nilai indeks kesesuaian wisata dapat dilihat pada Lampiran 5 untuk wisata diving dan Lampiran 6 untuk wisata snorkling.

13 Gambar 8. Stasiun Pengamatan Terumbu Karang 60

14 Gambar 9. Peta Kesesuaian Wisata Snorkling 61

15 Gambar 10. Peta Kesesuaian Wisata Diving 62

16 63 Wisata Terumbu Karang Pulau Pramuka Berdasarkan hasil perhitungan indeks kesesuaian wisata didapat tiga kelas kesesuaian di Pulau Pramuka untuk wisata snorkling yang terdiri dari kelas sangat sesuai yang terdapat di sebelah selatan Pulau Pramuka dengan luas ha. Kelas cukup sesuai terdapat di lima lokasi yaitu sebelah barat ke arah selatan dengan luas ha, sebelah selatan dengan luas ha, sebelah timur ke arah selatan dengan luas ha, sebelah utara ke arah barat dengan luas 1.76 ha dan sebelah utara dengan luas ha. Kelas sesuai bersyarat (S3) terdapat di tiga lokasi yaitu sebelah timur dengan luas ha, sebagian di sebelah barat ke arah utara dengan luas ha dan sebelah utara dengan luas ha. Sementara untuk jenis wisata selam didapat dua kelas kesesuaian yakni sangat sesuai (S1) disebelah selatan dan cukup sesuai dilokasi lainnya. Kelas kesesuaian dengan kriteria sangat sesuai (S1) untuk wisata snorkling di lokasi selatan terletak pada kedalaman 1-3m dengan tutupan komunitas karang sebanyak 59% yang terdiri atas 50% hardcoral dengan variasi jenis yang cukup merata walaupun dalam jumlah yang tidak besar untuk jenis lifeform Acropora branching, Coral branching, Acropora tabulate, Coral foliose, Coral massive, Coral mushroom, Softcoral, Sponge dan Other fauna seperti Anemon, Lili laut dan hewan avertebrata lainnya. Terumbu di lokasi ini terbentuk atas 13 lifeform menunjukkan keragaman komunitas karang yang cukup tinggi dan membuat skor kesesuaian di lokasi ini memiliki kelas sangat sesuai (S1) disamping skor lain yang memiliki bobot tinggi adalah kecerahan. Dari hasil pengamatan di lapangan pada lokasi ini terdapat 25 jenis ikan dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan lokasi lain di Pulau Pramuka. Wisata diving di lokasi Pramuka selatan menjadi lokasi dengan kelas kesesuaian cukup sesuai (S2) karena adanya faktor pembatas berupa kedalaman. Dari sisi jarak lokasi ini tidak terlalu jauh dari Pulau Pramuka namun cukup sunyi karena bukan termasuk jalur pelayaran dan sedikit aktivitas masyarakat, sehingga ketika pengunjung berada di lokasi ini kesan sunyi cukup terasa. Untuk mencapai lokasi ini dapat digunakan kano atau perahu kecil dari arah timur atau barat pulau dan dapat juga dengan menggunakan kapal dengan jalur memutar dari arah dermaga.

17 64 Kelas kesesuaian cukup sesuai (S2) di 5 (lima) lokasi untuk wisata snorkling memiliki faktor pembatas kedalaman, persentase komunitas karang dan arus. Di sebelah selatan faktor pembatas utama adalah kedalaman. Lokasi cukup sesuai (S2) di sebelah selatan terdapat pada kedalaman 4-15 m, sementara jumlah komunitas karang berkisar antara 59% % dan jumlah lifeform cukup tinggi antara jenis. Pada wisata selam lokasi ini menjadi kelas sangat sesuai (S1). Pada kedalaman 1-5m di sebelah barat mempunyai persentase komunitas karang yang cukup rendah sebanyak 27% dengan jumlah lifeform 10, di sebelah utara ke arah barat (barat laut) 22% jumlah lifeform 11 dan disebelah timur 27% dengan jumlah lifeform 11. Cukup tingginya jumlah lifeform pada lokasi ini menunjukkan adanya keragaman bentuk pertumbuhan karang yang tinggi hanya saja jumlah persentase masing-masing jenis sangat sedikit sehingga tidak bisa mencapai kondisi S1. Faktor kedalaman masih menjadi pembatas utama pada kedalaman 6-10 m sementara jumlah komunitas karang pada lokasi sebelah barat (36%), barat laut (26.82%) dan timur (59.62%) pada kedalaman ini cenderung lebih tinggi dari kedalaman 1-5m. Khusus pada lokasi sebelah timur kesesuaian dengan kriteria cukup sesuai (S2) hanya sampai pada kedalaman 6 m. Kelas kesesuaian sesuai bersyarat (S3) terdapat pada lokasi sebelah timur pada kedalaman 6-15m. Pada lokasi ini tutupan komunitas karang cukup baik yakni 59.62% dengan lifeform 12 jenis hanya saja kecepatan arus yang cukup tinggi yakni 30 cm/det membuat lokasi ini tidak bisa mencapai kelas S2. Faktor arus dan kedalaman juga menjadi pembatas di sebelah utara selain jumlah komunitas karang yang cukup rendah yakni 28.26%. Sementara untuk sebelah barat faktor pembatas utama adalah kedalaman dan jumlah komunitas karang 26.82%. Pada wisata selam lokasi ini menjadi kelas cukup sesuai (S2). Dari seluruh lokasi diatas yang dapat dijadikan sebagai prioritas lokasi snorkling dan selam adalah seluruh bagian di sebelah selatan, sebagian di sebelah barat dan sebagian di sebelah barat laut dari pulau.

18 65 Wisata Terumbu Karang Pulau Panggang Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk wisata didapat tiga kelas kesesuaian untuk wisata snorkling di pulau panggang yang terdiri dari kelas sangat sesuai (S1) yang terdapat di sebelah selatan pulau panggang dengan luas ha. Kelas cukup sesuai (S2) terdapat di lokasi sebelah selatan dengan luas ha dan sebelah barat dengan luas ha. Kelas sesuai bersyarat (S3) terdapat di lokasi sebelah barat ha. Kelas kesesuaian dengan kriteria sangat sesuai untuk snorkling dan diving dilokasi selatan terletak pada kedalaman 1-3m dengan tutupan komunitas karang sebanyak 88.90% yang terdiri atas 83% hardcoral dengan jenis Acropora branching, Coral foliose, Coral massive dan Coral branching yang cukup mendominasi, 6% Softcoral dan beberapa fauna lain seperti Kima dan Lili laut. Pada lokasi ini terumbu terbentuk atas 13 lifeform sehingga terlihat keragaman komunitas karang yang cukup tinggi. Seperti di Pulau Pramuka bagian selatan di lokasi ini ada 26 jenis ikan yang ukuran yang cukup bervariasi. Lokasi cukup sesuai (S2) untuk wisata snorkling di sebelah selatan terdapat pada kedalaman 4-10m. Faktor pembatas pada lokasi ini adalah kedalaman dan lifeform. Pada kedalaman 4-5m kondisi ekosistem terumbu karang sama dengan kedalaman 1-3m sementara pada kedalaman 6-10m jumlah komunitas karang 81.04% dan jumlah lifeform 10 jenis. Presentase Acropora branching dan Coral foliose di lokasi ini masih mendominasi seperti di kedalaman 1-5m dengan beberapa jenis karang keras lain masih ada walaupun sedikit (1-4%). Wisata selam lokasi ini menjadi kelas sangat sesuai (S1). Lokasi cukup sesuai (S2) untuk wisata snorkling dan diving di sebelah barat terdapat pada kedalaman 2-6m dengan faktor pembatas utama adalah jumlah jenis lifeform. Jumlah komunitas karang dilokasi ini sebanyak 68.59% sementara jumlah lifeform 10 jenis. Lokasi ini didominasi oleh Acropora brancing 38.80%, Coral foliose 7.6%, Acropora tabulate 6.67% yang tidak tidak terlalu banyak dijumpai di lokasi lain dapat dilihat di lokasi ini dan masih ada jenis bentuk lain sebanyak 1-4%. Baik lokasi di sebelah selatan maupun di sebelah barat memiliki jarak yang agak jauh dari pulau dan bukan termasuk jalur pelayaran sehingga ketika

19 66 pengunjung berada di lokasi ini kesan sunyi cukup terasa walau masih terlihat adanya pemukiman di kejauhan. Untuk mencapai lokasi ini hanya dapat digunakan kapal. Lokasi sesuai bersyarat (S3) untuk wisata snorkling di sebelah barat terdapat pada kedalaman 7-15m dengan jumlah komunitas karang 21% dan jumlah lifeform 7. Namun pada wisata diving lokasi ini menjadi kelas cukup sesuai (S2). Lokasi lain di Pulau Panggang yaitu sebelah utara dan timur selain memiliki jumlah komunitas karang yang kurang baik juga pada lokasi tersebut merupakan jalur pelayaran yang cukup padat dan ramai sehingga tidak mungkin dilakukan aktifitas rekreasi di lokasi tersebut. Wisata Terumbu Karang Perairan Dekat Panggang Di luar Pulau Panggang atau terpisah dari Pulau Panggang terdapat tiga terumbu yang memiliki jumlah komunitas karang yang cukup tinggi yaitu 97.94% pada kedalaman 1-5m dan 92.96% pada kedalaman 6-15m. Pada kedalaman 1-3m didapat kelas sangat sesuai (S1) untuk wisata snorkling dan kelas cukup sesuai (S2) untuk wisata diving. Pada kedalaman 4-15m didapat kelas cukup sesuai (S2) untuk wisata snorkling dengan faktor pembatas kedalaman dan sangat sesuai (S1) untuk wisata diving. Secara keseluruhan lokasi ini didominasi oleh Softcoral 74% pada kedalaman 1-5m dan 46.24% pada kedalaman 6-15m sehingga lokasi ini cukup unik dan berbeda dari lokasi lain. Berdasarkan hasil wawancara dengan wisatawan menunjukkan lokasi ini sebagai tempat yang sangat disukai karena menurut mereka melakukan snorkling dan diving di lokasi ini seperti melewati hamparan karpet yang sangat lembut. Wisata Terumbu Karang Pulau Karya Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan di Pulau Karya hanya ditemukan satu kelas kesesuaian cukup sesuai (S2) disebelah barat dan di sebelah timur untuk wisata snorkling dan diving.

20 67 Pada kedalaman 2-5m dengan jumlah komunitas karang sebesar 74% yang didominasi oleh jenis karang keras dengan jumlah 70% terutama bentuk Coral Masive sebesar 39.54%. Pada kedalaman 6-15m kelas cukup sesuai baik di barat maupun di timur dibentuk oleh jumlah komunitas karang sebesar 58.64% yang terdiri atas karang keras 44.76% dengan dominasi Coral masive 22.14%, karang lunak 7.7%, fauna lain seperti anemon, lili laut dan kima sebesar 3.02%. Jumlah jenis lifeform dan jenis ikan yang cukup rendah yakni 11 jenis lifeform dan 17 jenis ikan membuat skor di lokasi ini tidak bisa mencapai kelas sangat sesuai (S1). Wisata Terumbu Karang Pulau Kotok Berdasarkan hasil analisis kesesuaian untuk Pulau Kotok di dapat 3 (tiga) kelas untuk wisata snorkling dan dua kelas untuk wisata diving. Lokasi sebelah selatan pada kedalaman 3-4m memiliki kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) untuk wisata snorkling dengan luas 0.5 ha. Jumlah komunitas karang pada lokasi ini adalah 79.72% yang didominasi oleh Coral massive 26.94%, Coral branching 12.68%, Acropora tabulate 5.88%, Coral foliose antara 3-5%. Pada kedalaman 5-15m pada lokasi ini memiliki kelas cukup sesuai untuk wisata snorkling (3.806 ha) dengan pembatas utama adalah kedalaman. Jumlah komunitas karang 86.40% dengan dominasi Coral massive 41.04%, Acropora branching, Acropora tabulate selain itu ditemukan juga Lili Laut 7%, Anemon 3.30%, Kima 0.24% dan Bintang laut 1.2%. Sebaliknya untuk wisata diving pada lokasi ini memiliki kelas sangat sesuai (S1) pada kedalaman 3-10m dan selanjutnya pada kedalaman 10-15m memiliki kelas yang sama cukup sesuai (S2). Kelas kesesuaian cukup sesuai untuk wisata snorkling dan diving lainnya (S2) pada lokasi dengan luas ha yang terdiri dari ha di sebelah utara dengan jumlah komunitas karang 25.54% pada kedalaman 3-5 m. di sebelah barat 8.88 ha dengan jumlah komunitas karang 54.28% pada kedalaman 1-15m. Disebelah timur ha dengan jumlah komunitas karang 26.63% pada kedalaman 1-5m dan 36.83% pada kedalaman 6-15m. Kelas kesesuaian sesuai bersyarat untuk wisata snorkling (S3) adalah lokasi sebelah utara seluas ha dengan pembatas utama persentase tutupan

21 68 karang yang sangat rendah 21.66% pada kedalaman 6-15m. Sementara untuk wisata diving lokasi ini memiliki kelas cukup sesuai (S2). Wisata Terumbu Karang Pulau Semakdaun dan Gosong Karanglebar Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan di Pulau Semak Daun dan Gosong Karanglebar tidak ditemukan kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) untuk wisata snorkling ini disebabkan oleh adanya faktor pembatas lifeform dan kedalaman terumbu karang. Pada wisata diving didapatkan dua kelas kesesuaian sangat sesuai (S1) dan cukup sesuai (S2). Kelas kesuaian cukup sesuai (S2) untuk wisata snorkling ditemukan di lokasi sebelah barat ha dan selatan ha untuk Pulau Semak Daun. Sementara untuk wisata diving di sebelah barat tergolong sangat sesuai (S1) dan disebelah selatan menjadi kelas kesesuaian cukup sesuai (S2). Pada Gosong Karanglebar kelas cukup sesuai (S2) untuk wisata snorkling ditemukan di lokasi sebelah barat (ST29) seluas ha, di sebelah utara (ST31) ha, di sebelah timur (ST07) , di sebelah selatan (ST 32) ha dan di sebelah barat daya (ST33) ha. Untuk wisata diving lokasi di sebelah barat pada kedalaman 5-15m dan sebagian di sebelah utara pada kedalaman 3-15m serta di sebelah selatan pada kedalaman 6-15 tergolong sangat sesuai (S1) sementara di sebelah timur pada kedalaman 3-15m dan sebagian di sebelah selatan pada kedalaman 3-15m tergolong cukup sesuai (S2). Lokasi di sebelah barat (ST01) dari Pulau Semak Daun pada kedalaman 1-5m mempunyai jumlah komunitas karang 53.67%. Pemandangan yang mendominasi pada lokasi ini adalah Coral massive sebanyak 20.20% sementara jenis pertumbuhan karang lain dari 11 jenis lifeform yang ada berkisar antara 1-5%. Pada kedalaman 6-15m pemandangan yang dapat dinikmati tidak jauh berbeda yakni tutupan komunitas karang sebanyak 57.8% dengan Coral massive 24.77% dari 44.24% karang keras yang ada. Lokasi di sebelah selatan (ST 30) dari Pulau Semak Daun pada kedalaman 1-5m mempunyai tutupan karang yang cukup rendah yakni 36% dengan dominasi Coral massive sebanyak 20.80% dan bentuk pertumbuhan sebanyak 8 jenis lifeform. Pada kedalaman 6-10m jumlah tutupan lebih rendah yakni 28.2% dan

22 69 tidak lagi didominasi oleh Coral massive tapi lebih merata untuk Coral massive, Coral foliose dan Softcoral berkisar 7-8% dan lain-lain 1-2%. Lokasi di sebelah utara dari Gosong Karanglebar (ST29) pada kedalaman 1-5m mempunyai tutupan karang cukup tinggi yakni 80.24% hanya saja jenis bentuk pertumbuhan sangat rendah yakni 4 jenis dengan dominasi jenis lifeform acropora branching 36.43%, coral foliose 39.97%, coral branching 1% dan coral massive 3%. Karena rendahnya jumlah lifeform sehingga mengurangi keindahan lokasi dan menyebabkan lokasi ini tergolong kelas sangat sesuai (S1) walaupun tutupan karangnya cukup tinggi. Meskipun demikian menurut wisatawan lokasi ini cukup unik karena seperti berada diantara dahan (Acropora branching) dengan dedaunan (Coral foliose) yang sangat rimbun. Lokasi di sebelah tenggara (ST07) dari Gosong Karanglebar pada kedalaman 1-5 mempunyai tutupan komunitas karang sangat rendah yakni 16.41% dan pada kedalaman 6-15m mulai meningkat 38.44%. Mestinya lokasi ini menjadi lokasi sesuai bersyarat (S3) namun karena kecerahan memiliki bobot 5 dan memiliki lifeform 9 jenis sehingga mempunyai kelas sama dengan tutupan komunitas karang di sebelah utara Gosong Karang Lebar (80.24%) yakni cukup sesuai (S2). Lokasi di sebelah selatan (ST32) dari Gosong Karang Lebar pada kedalaman 1-5m mempunyai tutupan komunitas karang 43.4% dengan 9 jenis lifeform. Pada kedalaman 6-15m dengan 10 jenis lifeform yang terdiri dari Acropora branching 19.03%, Coral foliose 14.57%, Softcoral 11.43%, Coral massive 7.47%, Sponge 7.17%, Coral millepora 3.33% dan lain-lain antara 1-3%. Oleh karena itu lokasi ini tergolong kelas sangat sesuai (S1) untuk wisata diving. Lokasi di sebelah barat daya (ST33) dari Gosong Karang Lebar mempunyai tutupan komunitas karang 40.25% dengan dominasi jenis Coral massive dan Acropora branching pada kedalaman 1-5m dan 45.23% dengan dominasi Acropora branching, Coral foliose, Softcoral dan Coral massive pada kedalaman 6-15m. Lokasi di sebelah timur (ST31) Gosong Karanglebar tergolong kelas sesuai bersyarat (S3) untuk wisata snorkling dan kelas cukup sesuai (S2) untuk wisata diving dengan faktor pembatas tutupan komunitas karang yang sangat

23 70 rendah 25.9% pada kedalaman 1-5m dan 11.3% pada kedalaman 6-15m kedua kedalaman ini dibentuk oleh 7 jenis lifeform. Wisata Terumbu Karang Pulau Karang Congkak Lokasi sangat sesuai (S1) untuk wisata snorkling terletak di sebelah selatan ke arah barat dengan luas ha pada kedalaman 1-4m dan sebelah utara dengan luas ha pada kedalaman 1-5m. Pada kedalaman 6-15m di kedua lokasi ini tergolong kelas cukup sesuai (S2). Sementara untuk wisata diving, kedua lokasi ini tergolong sangat sesuai (S1) pada kedalaman 3-15m di sebelah utara dan selatan ke arah barat. Lokasi di sebelah selatan ke arah barat pada kedalaman 1-5m mempunyai jumlah komunitas karang 80.48% dengan sebaran cukup merata untuk beberapa jenis karang keras. Pada kedalaman 6-15m tutupan komunitas karang lebih rendah yakni 62.43% dengan keragaman cukup tinggi yakni 11 lifeform. Karang keras yang dominan pada kedalaman ini adalah Coral foliose (14.97%) dan Coral massive (17.63%) sementara yang lain tidak terlalu banyak (3-4%). Lokasi di sebelah utara pada kedalaman 1-5m mempunyai jumlah komunitas karang 78.33%. Pada lokasi ini didominasi oleh Acropora branching 43.10% dari 56.73% karang keras yang ada dan keindahan lokasi ini dilengkapi dengan keberadaan Softcoral sebanyak 20,1%. Pada kedalaman 6-15m dilokasi ini memiliki tutupan komunitas karang 55.2% yang didominasi oleh bentuk Acropora branching, Coral foliose dan Coral massive dari 9 bentuk lifeform yang ada. Lokasi cukup sesuai untuk wisata snorkling dan diving (S2) terletak di sebelah barat ha pada kedalaman 1-15m, di sebelah timur ha pada kedalaman 1-15m, di sebelah utara ha pada kedalaman 6-15, dan di sebelah barat daya ha pada kedalaman 5-15m dan di sebelah tenggara ha pada kedalaman 1-15m. Lokasi di sebelah barat pada kedalaman 1-5m mempunyai faktor pembatas pada jumlah lifeform yakni 7 jenis walaupun memiliki jumlah komunitas karang yang cukup baik yakni 70.8% dengan dominasi Acropora branching 34.23%, Coral submassive 29.33% dan Coral massive 4.17% dan bentuk lain kurang dari

24 71 2%. Sebaliknya pada kedalaman 6-15m yang menjadi faktor pembatas adalah jumlah komunitas karang yang cukup rendah yakni 33.5% dengan jenis lifeform 8. Lokasi di sebelah timur pada kedalaman 1-5m mempunyai faktor pembatas pada jumlah komunitas karang 52.9% dengan lifeform 8 untuk wisata snorkling sementara untuk wisata diving lokasi ini memiliki kelas sangat sesuai (S1) pada kedalaman 4-5m karena faktor kecerahan perairan. Pada kedalaman 6-15m yang menjadi faktor pembatas adalah kedalaman, sementara jumlah tutupan karang tidak jauh berbeda yakni 51.8 dan lifeform 12 jenis. Lokasi di sebelah tenggara Karang Lebar pada kedalaman 1-5m dan 6-15m memiliki kondisi tutupan komunitas karang yang rendah yakni % sehingga tergolong kelas cukup sesuai (S2) baik untuk wisata snorkling maupun untuk wisata diving Wisata Memancing Wisata memancing merupakan wisata dengan tujuan kesenangan dalam mendapatkan ikan dari hasil memancing dan pengalaman ketika menarik kail hasil tangkapan sampai melihat jenis dan ukuran ikan yang didapat. Dalam menentukan lokasi memancing sebagaimana digambarkan di peta (Gambar 11) difokuskan pada lokasi yang memungkinkan bagi wisatawan untuk bisa dengan mudah mendapatkan ikan dalam hal ini adalah daerah keramba dan daerah yang di bawahnya ada terumbu buatan (artificial reef). Tidak direkomendasikannya area memancing di sekitar daerah terumbu karang disebabkan jumlah kelimpahan ikan karang yang saat ini semakin berkurang dan menghindari terjadinya konflik pemanfaatan dengan wisata snorkling atau diving di sekitar terumbu karang. Wisata Memancing di Lokasi Terumbu Buatan Pada peta (Gambar 11) lokasi terumbu buatan ditunjukkan oleh titik berwarna merah dengan garis baffer 100m. Terumbu buatan terletak di kedalaman 20-25m pada lokasi terumbu karang yang telah mengalami degradasi sebagai tempat tinggal sementara atau menetap, tempat mencari makan, memijah dan

25 72 daerah asuhan dan perlindungan bagi hewan laut dalam hal ini adalah ikan dan biota-biota laut lainnya. Penempatan terumbu buatan pada umumnya tidak berada di jalur lalu lintas laut dan minimal berjarak 1 mil laut dari kawasan pemanfaatan (wisata, pemukiman, budidaya ikan maupun terumbu buatan lainnya) sehingga kesan sunyi dan terpencil dapat dirasakan oleh wisatawan. Pada lokasi terumbu buatan sedikitnya ada 59 jenis spesies ikan. Dari 59 spesies tersebut, 25 spesies tergolong kelompok ikan target yang merupakan target penangkapan para nelayan yang dijadikan sumber mata pencaharian dan konsumsi manusia seperti Caesionidae (ikan ekor kuning), Lutjanidae (ikan kakap dan jenaha), Lethrinidae (ikan lencam) dan Haemulidae (ikan kumpele), 5 spesies termasuk kelompok ikan indikator seperti Chaetodon octofasciatus, Chelmon muelleri, Chelmon rostrastus, Heniochus intermedius, Parachaetodon ocellatus, dan sisanya 29 spesies merupakan kelompok ikan mayor utama yang menjadi target tangkapan nelayan ikan hias seperti Pomacentridae (ikan betok laut), Ephippidae (ikan gebel), dan lain-lain (Sudin Perikanan 2007). Dari hasil wawancara dengan nelayan jaring muroami dikatakan bahwa masih banyak lagi terumbu karang buatan dalam bentuk rumpon yang dibuat oleh Nelayan Muroami di sekitar perairan Semak Daun, Karang Congkak, dan pulaupulau yang lebih jauh lagi (tidak ada data koordinat di peta). Setiap nelayan setidaknya memiliki minimal 5 rumpon sebagai daerah tangkapan mereka. Keberadaan rumpon-rumpon tersebut hanya diketahui oleh nelayan sehingga wisatawan dapat menghubungi mereka sebagai pemandu sekaligus dapat meminjam kapal mereka. Wisata Memancing di Lokasi Budidaya Lokasi budidaya ikan pada peta di tunjukkan dengan titik berwarna ungu (Gambar 11) yang tersebar di Pulau Panggang, Gosong Pramuka, Semak Daun dan Karang Congkak. Lokasi ini berada di sekitar daerah goba (perairan dalam di tengah gosong atau pulau) yang cukup terlindung dari angin dan gelombang besar. Berada di lokasi budidaya di Pulau Panggang dan Gosong Pramuka yang dekat

26 73 dengan pemukiman dan pelayaran akan sangat berbeda dengan memancing di lokasi Semak Daun dan Karang Congkak yang lebih sunyi dan terpencil. Budidaya perikanan yang dikembangkan di lokasi ini adalah ikan kerapu tikus, ikan kerapu sunu, ikan kerapu macan, ikan baronang, dan lain-lain. Saat ini lokasi budidaya perikanan belum dimanfaatkan untuk kepentingan wisata memancing namun dari hasil wawancara dengan nelayan budidaya mereka menginginkan adanya pemanfaatan aktifitas wisata pada lokasi budidaya mereka terutama memancing dengan terlebih dahulu menyediakan fasilitas area memancing di sekitar keramba sekaligus tempat pembakaran ikan bagi wisatawan yang ingin langsung menikmati hasil pancing.

27 Gambar 11. Lokasi Wisata Memancing 74

28 Pemetaan Wisata Berdasarkan Penilaian Wisatawan Berdasarkan hasil survei jumlah wisatawan di Kepulauan Seribu lebih didominasi oleh wisatawan nusantara (winus) 78% yang berasal dari Jabodetabek sementara wisatawan mancanegara (wiman) 22% (Gambar 12). Gambar 12. Sebaran responden domestik dan mancanegara Wisatawan nusantara terdiri atas 78% wisatawan yang berasal dari Jakarta, 8% dari Bekasi, 7% dari Depok dan 5% dari Bogor disajikan pada Gambar 13. Sementara wisatawan mancanegara terdiri atas 24% dari Malaysia, 29% dari USA, 23% dari Korea, 12% dari Australia, dan 6% masing-masing dari Cina dan Italia disajikan pada Gambar 14. Gambar 13. Sebaran Asal Responden Wisatawan

29 76 Gambar 14. Sebaran Asal Responden Wisatawan Mancanegara Wisatawan lebih senang datang secara berkelompok baik dengan teman (64%), dengan rombongan tour wisata (28%), dengan pasangan atau keluarga (4%) dan kunjungan sendiri hanya 4% disajikan pada Gambar 15. Kunjungan wisatawan lebih pada tujuan untuk bersenang-senang (90%), pendidikan/pelatihan (6%) dan tujuan bisnis (4%). Gambar 15. Sebaran Jenis Kunjungan Wisatawan Berdasarkan hasil survei, wisatawan yang datang ke pulau melakukan beberapa aktifitas rekreasi di beberapa lokasi atau pulau yang berbeda dalam satu atau beberapa kali perjalanan. Aktifitas rekreasi antar pulau yang biasa dilakukan adalah snorkling dan diving yang dapat dilakukan di Pulau Pramuka, Gosong Pramuka, Panggang, Semak Daun, Karang Congkak dan Kotok. Rekreasi

30 77 memancing dapat dilakukan di Perairan Pulau Gosong Pramuka, Panggang, Semak Daun, dan Karang Congkak. Rekreasi jalan-jalan di Pulau Pramuka, Panggang dan Gosong Pramuka sambil berbelanja membeli produk khas pulau. Rekreasi jalan-jalan menikmati pemandangan dapat dilakukan di Pulau Pramuka, Semak Daun, Karang Congkak dan Kotok. Dalam penelitian ini wisatawan diminta untuk menilai obyek rekreasi khususnya penilaian terhadap pulau dan pemandangan darat pantai, penilaian terhadap terumbu karang dan lokasi terumbu karang serta penilaian terhadap kondisi perairan pantai. Penilaian yang dilakukan didasarkan pada keindahan/kealamian, aksesibilitas dan kenyamanan. Berikut adalah hasil penilaian wisatawan terhadap obyek rekreasi pulau dan pemandangan darat pantai, terumbu karang dan perairan pantai Penilaian Wisatawan Terhadap Pulau dan Pemandangan Darat Pantai Kategori penilaian keindahan pemandangan pulau dan daratan pantai dilokasi penelitian diperoleh kelas bagus di semua bagian Pulau Semak Daun diikuti berikutnya oleh Pulau Kotok bagian tengah, timur, utara dan selatan dengan alasan kealamian, kebersihan, topografi dan aksesibilitas yang baik. Kelas cukup bagus di bagian barat Pulau Kotok dengan faktor pembatas pasir yang agak berlumpur. Berikutnya masih dalam kelas cukup bagus di Pulau Pramuka bagian tengah dengan faktor pembatas adanya pemukiman dan seluruh bagian Pulau Karang Congkak dengan faktor pembatas aksesibilitas yang lebih sulit dari pulau Semak Daun. Kelas kurang bagus disemua bagian Pulau Karya dengan faktor pembatas peruntukan wilayah bagi perkantoran dan pemakaman. Berikutnya kelas kurang bagus juga terdapat di bagian timur Pulau Pramuka. Kelas tidak bagus didapat di bagian barat Pulau Pramuka dengan faktor pembatas keberadaan dermaga dan kurangnya penataan. Berikutnya kelas keempat juga terdapat di semua bagian di Pulau Panggang dan Gosong Pramuka dengan faktor pembatas kebersihan dan kenyamanan.

31 Penilaian Wisatawan Terhadap Terumbu Karang Penilaian terhadap terumbu karang dan lokasi rekreasi terumbu karang menunjukkan empat kelas dengan kisaran nilai yang sama dengan penilaian keindahan pemandangan pulau. Kelas bagus diperoleh di Pulau Panggang bagian selatan, Pulau Semak Daun bagian utara, Pulau Karang Congkak bagian selatan. Kelas cukup bagus diperoleh di semua bagian Pulau Kotok, Pulau Gosong Pramuka, di sebagian besar Pulau Semak Daun, Karang Congkak dan di bagian timur serta selatan Pulau Pramuka dengan faktor pembatas jumlah jenis karang yang kurang bervariasi. Kelas kurang bagus diperoleh di bagian utara Pulau Pramuka, bagian utara Pulau Semak Daun, bagian barat Pulau Panggang dan seluruh bagian Pulau Karya dengan faktor pembatas persentase tutupan karang. Kelas tidak bagus diperoleh di bagian barat Pulau Pramuka, bagian timur dan utara Pulau Panggang dengan faktor pembatas lalu lintas pelayaran yang ramai dan rendahnya persentase tutupan karang. Berikutnya kelas tidak bagus juga ditemukan di daerah Goba di Karang Congkak dan Semak Daun dengan faktor pembatas kedalaman, aksesibilitas, jenis karang dan biota berbahaya Penilaian Wisatawan Terhadap Perairan Pantai Penilaian terhadap perairan pantai untuk aktifitas wisata pantai menunjukkan kelas bagus di perairan Pulau Semak Daun dengan alasan kejernihan perairan, materi dasar perairan berupa pasir putih yang halus dan kurangnya gangguan pelayaran. Kelas cukup bagus di perairan Pulau Kotok, Pulau Karang Congkak dan Pulau Karya dengan alasan kebersihan. Kelas kurang bagus di peroleh perairan Pulau Pramuka dengan alasan adanya sedikit pengaruh pencemaran dermaga dan pemukiman dibagian barat, arus di bagian timur yang cukup keras dan materi dasar perairan yang cukup kasar. Kelas tidak bagus diperoleh diperairan Pulau Panggang dengan alasan tidak ada lokasi perairan yang bersih dan adanya aktifitas dermaga yang ramai. Kelas tidak bagus berikutnya di perairan Gosong Pramuka dengan alasan kebersihan dan pencemaran dari aktifitas industri.

32 79 Dari penilaian pengunjung diatas diperoleh beberapa kelas penilaian rekreasi sebagaimana digambarkan secara spasial pada Gambar 16.

33 Gambar 16. Peta Wisata Berdasarkan Penilaian Wisatawan Terhadap Objek Rekreasi 80

34 Pemetaan Wisata Berdasarkan Nilai Ekonomi Secara umum nilai ekonomi dari sumberdaya alam didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal konsep ini disebut sebagai keinginan membayar (willingness to pay) seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai biofisiks dari ekosistem bisa di terjemahkan ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang dan jasa. Nilai keinginan membayar dalam hal ini adalah surplus konsumen dipengaruhi oleh tingkat kunjungan dan biaya perjalanan dalam sebuah fungsi permintaan Tingkat Kunjungan Tingkat kunjungan wisatawan ke lokasi wisata menunjukkan tingkat kesukaan terhadap objek wisata yang dikunjungi. Selain faktor tingkat kesukaan, juga menggambarkan tingkat kepuasan yang diperoleh atas kunjungan sebelumnya. Artinya semakin banyak frekuensi wisatawan berkunjung ke lokasi wisata, maka kondisi tersebut dapat menggambarkan kesukaan dan kepuasannya terhadap lokasi wisata tersebut. Jumlah kunjungan wisata ke lokasi wisata dipengaruhi banyak faktor, antara lain biaya yang dikeluarkan wisatawan (travel cost), tingkat pendapatan wisatawan, daya tarik objek wisata, kemudahan akses dari domisili wisatawan, dan faktor keamanan serta kenyamanan Tingkat kepuasan pengunjung juga ditunjukkan oleh lama wisatawan berada di lokasi. Wisatawan yang berkunjung ke pulau biasanya akan menghabiskan waktu berlibur lebih dari 1 hari atau 24 jam sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 17. Hari kunjungan dimulai pada hari jumat kemudian hari sabtu dan minggu. Gambar 17. Sebaran Jumlah Jam Kunjungan Wisatawan

35 82. Gambar 18. Sebaran Frekuensi Kunjungan Wisatawan Tingkat kunjungan wisatawan sebagaimana disajikan pada Gambar 18 diatas menunjukkan kunjungan wisatawan berulang sebanyak 34% dimana laju kunjungan tertinggi adalah responden yang baru pertama kali berkunjung (66%), responden dengan kunjungan kedua 8%, kunjungan ketiga 5% dan kunjungan lebih dari 4 kali sebanyak 21%. Rendahnya tingkat kunjungan ini bisa jadi disebabkan oleh jarak lokasi yang cukup jauh dan tidak tersedianya sarana transportasi yang memadai. Namun rendahnya tingkat kunjungan bukan berarti menunjukkan ketidakpuasan pengunjung. Lebih jauh dengan melihat sumber informasi bagi wisatawan yang berkunjung ke pulau pada Gambar 19 adalah teman sebanyak 83%, sisanya dari brosur taman nasional 1%, perusahaan 1%, televisi 1%, tour operator dan internet masing-masing 7%, hal ini menunjukan wisatawan sebelumnya dapat berfungsi sebagai media promosi yang memberikan rekomendasi untuk wisatawan yang lain. Rekomendasi tersebut dapat dijadikan sebagai tolok ukur kepuasan pengunjung. Gambar 19. Sumber Informasi Wisatawan

36 Biaya Perjalanan Komponen biaya perjalanan merupakan kumulatif biaya yang dikeluarkan wisatawan untuk sampai ke dan kembali dari lokasi wisata. Biaya perjalanan tersebut terdiri atas biaya transportasi (pulang pergi), biaya akomodasi (penginapan) selama berada dilokasi, biaya konsumsi, biaya penyewaan alat, biaya transportasi lokal (antar pulau) dan biaya lain-lain. Adakalanya responden tidak dapat atau tidak mau merinci pengeluaran mereka secara detil maka akan dimasukkan secara total dalam biaya lain-lain seperti uang rokok, dan lain-lain. Komponen biaya transportasi (biaya ke dermaga dan biaya kapal) dipengaruhi oleh jarak domisili responden dengan lokasi wisata dan sarana transportasi yang digunakan. Untuk mencapai lokasi wisata TNKS terdapat dua alternatif sarana transportasi. Transportasi termurah untuk mencapai lokasi dengan menggunakan kapal ojek melalui pelabuhan muara angke dengan harga tiket Rp ,- per-orang. Bagi wisatawan yang menginginkan sarana transportasi lebih cepat dan nyaman dapat menggunakan kapal boat sepa melalui pelabuhan marina ancol dengan harga tiket Rp ,- per-orang. Biaya transportasi dalam hal ini dipengaruhi atau sudah dikalikan dengan jumlah rombogan dan termasuk biaya pulang-pergi. Besarnya biaya akomodasi, peminjaman alat dan transportasi antar pulau untuk aktifitas rekreasi (snorkling, diving dan memancing) dipengaruhi oleh jumlah rombongan, semakin banyak jumlah rombongan semakin kecil biaya yang dikeluarkan. Selain jumlah rombongan besarnya biaya akomodasi dipengaruhi oleh jenis kamar atau tempat menginap. Di TNKS wisatawan dapat menginap di penginapan atau losmen/ Vila dengan harga Rp Rp per-kamar, bagi wisatawan yang mengiginkan biaya penginapan murah dapat menyewa atau tinggal dirumah penduduk dengan biaya Rp Rp per-kamar. Berdasarkan hasil wawancara dari 50 responden diperoleh data bahwa dari total biaya perjalanan biaya untuk wisatawan ke pulau pramuka biaya penginapan merupakan alokasi tertinggi yang harus dikeluarkan oleh wisatawan untuk berkunjung ke TNKS, yaitu sebesar Rp atau sekitar 22,99 % dari biaya perjalanan total atau rata-rata Rp per-orang. Selanjutnya biaya kapal sebesar Rp atau 20,68% dengan rata-rata Rp per-orang, biaya

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN. Berikut ini letak batas dari Desa Ponelo: : Pulau Saronde, Mohinggito, dan Pulau Lampu BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Ponelo merupakan Desa yang terletak di wilayah administrasi Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI WISATA BAHARI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, PROPINSI DKI JAKARTA DENGAN PENDEKATAN RECREATION OPPORTUNITY SPECTRUM

ANALISIS POTENSI WISATA BAHARI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, PROPINSI DKI JAKARTA DENGAN PENDEKATAN RECREATION OPPORTUNITY SPECTRUM ANALISIS POTENSI WISATA BAHARI DI KAWASAN TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU, PROPINSI DKI JAKARTA DENGAN PENDEKATAN RECREATION OPPORTUNITY SPECTRUM DIAN ANGGRAINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

Jakarta. 1 pulau (dekat P Panggang) 5,123 jiwa * jam Speedboat, 2,15 jam Fery Angke. Homestay AC, NO Hotels, NOR Cottages

Jakarta. 1 pulau (dekat P Panggang) 5,123 jiwa * jam Speedboat, 2,15 jam Fery Angke. Homestay AC, NO Hotels, NOR Cottages Jakarta 1 pulau (dekat P Panggang) 5,123 jiwa *2010 1 jam Speedboat, 2,15 jam Fery Angke Homestay AC, NO Hotels, NOR Cottages Terletak di Kepulauan Seribu, Pulau Pramuka memng masih dalam lingkup Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG Firman Farid Muhsoni, S.Pi., M.Sc 1 Dr. HM. Mahfud Efendy, S.Pi, M.Si 1 1) Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perairan Pulau Pramuka terletak di Kepulauan Seribu yang secara administratif termasuk wilayah Jakarta Utara. Di Pulau Pramuka terdapat tiga ekosistem yaitu, ekosistem

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 8 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4. Keadaan Wilayah Kepulauan Seribu merupakan sebuah gugusan pulaupulau kecil yang terbentang dari teluk Jakarta sampai dengan Pulau Sibera. Luas total Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta JUTA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi saat ini yaitu masyarakat Indonesia menunjukkan minat yang semakin besar dalam menjelajah sektor pariwisata global. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi sumberdaya perikanan di Indonesia cukup besar, baik sumberdaya perikanan tangkap maupun budidaya. Sumberdaya perikanan tersebut merupakan salah satu aset nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

Artikel Liburan ke Pulau Pari

Artikel Liburan ke Pulau Pari Artikel Liburan ke Pulau Pari Liburan yang bakal seru bareng keluarga: kakak, adik dan saudara-saudara sepupu ataupun dengan teman-teman, baik teman sekantor sepermainan, sekuliah ataupun teman sekomplex

Lebih terperinci

VI. KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG FISIK KAWASAN WISATA BAHARI

VI. KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG FISIK KAWASAN WISATA BAHARI VI. KESESUAIAN LAHAN DAN DAYA DUKUNG FISIK KAWASAN WISATA BAHARI 6.1. Kesesuaian Lahan Pulau Pari untuk Pariwisata Bahari Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 61 LAMPIRAN 62 Lampiran 1. Kuisioner untuk Pengunjung Pantai Paris Tigaras PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA No. Waktu Hari/Tangga A. Data Pribadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Sebaran Lamun Pemetaan sebaran lamun dihasilkan dari pengolahan data citra satelit menggunakan klasifikasi unsupervised dan klasifikasi Lyzenga. Klasifikasi tersebut

Lebih terperinci

LINGKUNGAN. Jakarta. 2 pulau (Besar dan Kecil) 1 jam Speedboat, 2,15 Fery Angke. Homestay AC, NO Hotels, NO Cottages Mengenai Pulau Tidung

LINGKUNGAN. Jakarta. 2 pulau (Besar dan Kecil) 1 jam Speedboat, 2,15 Fery Angke. Homestay AC, NO Hotels, NO Cottages Mengenai Pulau Tidung Jakarta 2 pulau (Besar dan Kecil) 4,148 jiwa *2010 1 jam Speedboat, 2,15 Fery Angke Homestay AC, NO Hotels, NO Cottages Mengenai ini sudah didiami penduduk sejak zaman penjajah Belanda. Dalam buku Sejarah

Lebih terperinci

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI

REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI REPORT MONITORING SEAGRASS PADA KAWASAN TAMAN NASIONAL WAKATOBI KABUPATEN WAKATOBI Kerjasama TNC-WWF Wakatobi Program dengan Balai Taman Nasional Wakatobi Wakatobi, Juni 2008 1 DAFTAR ISI LATAR BELAKANG...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 28 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis dan Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu adalah sebuah kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta dimana sebelumnya menjadi salah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan keindahan alam yang beraneka ragam yang tersebar di berbagai kepulauan yang ada di Indonesia dan

Lebih terperinci

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI Oleh Gesten Hazeri 1, Dede Hartono 1* dan Indra Cahyadinata 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Beberap tahun terakhir ini perkembangan sektor pariwisata di Indonesia telah tumbuh dan berkembang.berbagai usaha telah diupayakan untuk menumbuhkembangkan industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan

BAB I PENDAHULUAN. II/1999 seluas ha yang meliputi ,30 ha kawasan perairan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) terletak di Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah merupakan Kawasan Pelestarian Alam yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melakukan perjalanan wisata sudah banyak sekali dilakukan oleh masyarakat modern saat ini, karena mereka tertarik dengan hasil kemajuan pembangunan suatu negara, hasil

Lebih terperinci

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan

No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden yang diwawancarai Jabatan LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kuisioner pengelola dan instansi terkait Kuisioner untuk pengelola dan Instansi terkait Pantai Pangumbahan No : Hari/tanggal /jam : Nama instansi : Alamat Instansi : Nama responden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 5,7 persen (Tempo.co,2014). hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pariwisata di Indonesia tetap bertumbuh walaupun pertumbuhan perekonomian global terpuruk, pertumbuhan industri pariwisata di Indonesia tahun 2014 mencapai 9,39 persen

Lebih terperinci

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi(

PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi( PENGENALAN EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (Biologi( Biologi) oleh : Yosephine Tuti Puslitbang Oseanologi - LIPI EKOSISTEM DI LAUT DANGKAL (BIOLOGI) I. EKOSISTEM TERUMBU KARANG / CORAL REEFS II. EKOSISTEM LAMUN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-62-97522--5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau dan memiliki panjang garis pantai 81.000 km yang merupakan terpanjang kedua

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR Ahmad Bahar 1 dan Rahmadi Tambaru 1 1 Staf Pengajar Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan UNHAS

Lebih terperinci

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG

TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TEKNIK PENGUKURAN DAN ANALISIS KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG Oleh : Amrullah Saleh, S.Si I. PENDAHULUAN Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata itu sendiri, tetapi juga lokal eksposur dan advokasi serta membantu membentuk

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata itu sendiri, tetapi juga lokal eksposur dan advokasi serta membantu membentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengalaman terhadap perjalanan wisata secara efektif meningkatkan loyalitas pengunjung terhadap pariwisata. Dalam mendukung ide ini, Huang (2009) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah pesisir dan pengembangan pariwisata pesisir 2.1.1 Wilayah pesisir Pada umumnya wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan

Lebih terperinci

Wisata Kep.Seribu Jakarta

Wisata Kep.Seribu Jakarta 1. WISATA Pulau Tidung Pulau Tidung (Wisata Pulau Tidung ) Merupakan suatu Wilayah di Kab Adm Kepulauan Seribu di Perairan Teluk Jakarta merupakan Wisata Bahari Wisata Unik berbasis Masyarakat, 2 tahun

Lebih terperinci

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN

BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN Evaluasi Reef Check Yang Dilakukan Unit Selam Universitas Gadjah Mada 2002-2003 BALAI TAMAN NASIONAL BALURAN 1 BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Keanekaragaman tipe ekosistem yang ada dalam kawasan Taman

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai Kawasan pesisir 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Pesisir dan Pantai 2.1.1. Kawasan pesisir Menurut Dahuri (2003b), definisi kawasan pesisir yang biasa digunakan di Indonesia adalah suatu wilayah peralihan antara daratan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang 9 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terumbu Karang Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (hermatifik) yang disebut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan di wilayah perairan Pulau Bira Besar TNKpS. Pulau Bira Besar terbagi menjadi 2 Zona, yaitu Zona Inti III pada bagian utara dan Zona

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 55 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Potensi Sumberdaya Kecamatan Betoambari Kecamatan Betoambari dengan panjang garis pantai sekitar 10.30 km, memiliki potensi sumberdaya pesisir yang cukup besar. Sumberdaya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 114 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Aspek pengembangan suatu objek wisata diantaranya meliputi pengembangan tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya ini perlu dikelola dengan baik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati:

Berikut obyek wisata yang bisa kita nikmati: Daya tarik wisata alam Ujung Genteng memang membuat banyak orang penasaran karena keragaman objek wisatanya yang bisa kita nikmati dalam sekali perjalanan, mulai dari pantai berpasir putih, melihat penyu

Lebih terperinci

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara

Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara 1 Kesesuaian Wisata Pantai Berpasir Pulau Saronde Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara Masita Hair Kamah 1), Femy M. Sahami 2), Sri Nuryatin Hamzah 3) Email : nishabandel@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN

BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 89 BAB VII POLA ADAPTASI NELAYAN 7.1 Diversifikasi Pekerjaan Nelayan Karimunjawa telah menyadari terjadinya perubahan ekologis di kawasan Karimunjawa. Berbagai macam bentuk perubahan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi yang dipakai dalam pembuatan tugas akhir ini dapat diperoleh dari beberapa sumber, antara lain : 1. Data Sumatif : Berasal dari beberapa artikel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan or4 APLlKASl SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN WILAYAH POTENSIAL WISATA BAHARI TERUMBU KARANG Dl PULAU SATONDA, DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT HAZMI C06498017 PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini setiap daerah di Indonesia mulai berlomba - lomba untuk mengoptimalkan sumber dayanya baik sumber daya manusia atau sumber daya alam untuk meningkatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS)

KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) KAJIAN EKOLOGIS EKOSISTEM SUMBERDAYA LAMUN DAN BIOTA LAUT ASOSIASINYA DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU (TNKpS) Gautama Wisnubudi 1 dan Endang Wahyuningsih 1 1 Fakultas Biologi Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak bulan eptember sampai Desember 2013. Penelitian ini bertempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni 1, Mahfud Efendy 2 1 Program Studi Ilmu Kelautan /Universitas Trunojoyo Madura, PO BoX

Lebih terperinci

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU)

STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU) STUDI KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN STRATEGI PENGELOLAANNYA (STUDI KASUS PERAIRAN TELUK BAKAU KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU) Oleh Chandra Joe Koenawan, Soeharmoko, Dony Apdillah dan Khodijah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian a. Sejarah dan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Botutonuo berawal dari nama satu dusun yang berasal dari desa induk Molotabu. Dinamakan

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 54 LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kuisioner penelitian untuk wisatawan daerah tujuan wisata Ajibata Kabupaten Toba Samosir Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian No. : Waktu : Hari/Tanggal

Lebih terperinci

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang? 2 kerusakan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran terhadap stabilitas lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran? 1.2.2 Apakah yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan

LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS. Oleh : Pengendali EkosistemHutan LAPORAN IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI OBYEK WISATA ALAM DI KARANGTEKOK BLOK JEDING ATAS Oleh : Pengendali EkosistemHutan TAMAN NASIONAL BALURAN 2004 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Baluran

Lebih terperinci