Telaah Buku. Judul Buku : Introduction to Phenomenology Penulis : Robert Sokolowski Penerbit : Cambridge University Press, 2000 Tebal : vii + 238

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Telaah Buku. Judul Buku : Introduction to Phenomenology Penulis : Robert Sokolowski Penerbit : Cambridge University Press, 2000 Tebal : vii + 238"

Transkripsi

1 Telaah Buku Judul Buku : Introduction to Phenomenology Penulis : Robert Sokolowski Penerbit : Cambridge University Press, 2000 Tebal : vii What is Phenomenology? Bagaimana memahami fenomenologi? Inilah pertanyaan utama dari buku Introduction to Phenomenology. Robert Sokolowski bahkan menjanjikan pembaca bahwa yang tidak mengenal Edmund Husserl dengan rincian bahasanya yang rumit-rumit pun akan dapat diantar ke pemahaman fenomenologi dengan buku itu. Sebuah janji yang tidak bohong. Konteks fenomenologi adalah filsafat. Apakah filsafat? Bagaimana orang memahami filsafat? Jika hendak dibahasakan secara mudah, filsafat adalah elaborasi relasi saya dengan dunia. Filsafat berada pada rincian aneka kepentingan refleksi pemahaman dunia saya. Dunia di sini bukan semata soal dunia fisik, alam, gunung, sungai, sawah. Melainkan, dunia dalam arti yang luas, mendalam, melimpah. Dunia mencakup segala perkara yang berurusan dengan hidup saya. Filsafat menyoal tentang manusia, karena soal manusia adalah soal dunia hidup saya. Filsafat merefleksikan siapakah aku, karena wacana tentang aku sebagai manusia yang menyejarah menunjuk langsung kepada dunia hidupku. Dan, demikian bahkan filsafat menggagas tentang Tuhan, karena refleksi Sang Ada absolut mengisi ruang hidupku. Dengan singkat kata, filsafat berupa elaborasi hubungan saya dengan dunia yang saya hidupi. Jika diringkas elaborasi relasi manusia dengan dunia dalam sejarah perkembangan filsafat, akan dijumpai suatu alur yang mengalir. Mula-mula, pada jaman sebelum filsafat (dalam artian umum), manusia memahami dunianya dengan segala peristiwanya dalam mitos-mitos. Hujan, misalnya, merupakan tangisan dewi. Penjelasan hujan sebagai suatu tangisan dewi merupakan mitos, sebab penjelasan itu tidak menyentuh halnya. Menurut pemikiran modern, hujan tidak lain merupakan jatuhnya uap air dari udara setelah mencapai titik suhu kenisbian tertentu. Tetapi, harus segera ditambahkan, bahwa mitos bukan mengatakan salah benar suatu penjelasan. Dalam pemahaman kemudian, akan dijumpai bahwa mitos sebenarnya bukanlah dimaksudkan untuk menjelaskan halnya (hujan) atau proses peristiwanya (berupa air turun dari atas). Melainkan, mitos dimaksudkan untuk melukiskan relasi manusia dengan alam, dengan 118 Studia Philosophica et Theologica, Vol. 5 No. 1, Maret 2005

2 dunianya, dengan bahkan realitas yang mengatasi hidupnya. Misalnya, apabila hujan turun berlebihan dan menyebabkan banjir, orang langsung bertanya apa yang dikehendaki dewa terhadap manusia. Atau, banjir dimengerti dalam kaitannya dengan bentuk ungkapan kemarahan dewi/ dewa atas hidup manusia yang dirasa tidak memenuhi ketentuan yang digariskan oleh sang penyelenggara kehidupan. Jadi mitos bukan penjelasan hal atau peristiwa hujannya melainkan elaborasi relasi manusia dengan dunia. Periode awal kehadiran filsafat Yunani ditandai dengan campur baur mentalitas berpikir. Tidak sepenuhnya mitos ditinggalkan. Tetapi, gerakan intelektual yang berusaha menarik garis tegas antara penjelasan mitologis dan ilmiah juga makin menghebat. Apa yang disebut sebagai ilmiah dalam periode awal filsafat Yunani jelas berbeda dengan periode modern. Ilmiah dalam Yunani awali berkaitan dengan argumentasi, refleksi, predikasi. Sedangkan, dalam periode modern keilmiahan menunjuk pada metodologi. Apalagi dengan kebangkitan ilmu-ilmu empiris yang mengalir kepada ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, pergumulan keilmiahan berarti pergumulan seputar metodologi. Elaborasi filsafat Yunani awali berkisar pada pencarian arché. Arché merupakan terminologi filosofis untuk menyebut prinsip, asal usul. Dengan menemukan arché, orang bisa menjelaskan segala apa yang ada dalam suatu cara yang mengesankan. Misalnya, bagaimana segala yang ada ini hendak dijelaskan? Segala yang ada ini berasal dari air. Airlah prinsip ada. Itu pendapat Thales. Filosof lain akan memiliki pandangan lain, prinsip segala yang ada ialah udara. Ada lagi yang menyebut tanah. Tetapi, juga ada yang berkata ketiga-tiganya, air, udara, dan tanah. Dan seterusnya. Pandangan filsafat Yunani awali karena menyebut air, udara, dan yang semacamnya disebut filsafat alam. Maka, para filosof awali adalah para filosof alam. Perkembangan filsafat Yunani mencapai puncak sistematis pada pemikiran Aristoteles. Plato dari sendirinya juga perlu disebut di sini. Tetapi, elaborasi tentang relasi dunia dan manusia ditemukan dalam cara yang mengesankan pada Aristoteles, tanpa mengecilkan peran hebat dari filsafat Plato pula. Bagi Aristoteles relasi manusia dan dunia identik dengan relasi rasio dan realitas. Artinya, pengetahuan manusia tentang dunia adalah pengetahuan rasional tentang realitas. Dalam Aristoteles, untuk pertama kalinya dalam sejarah filsafat, apa yang disebut dengan pengetahuan ialah soal relasi kesesuaian antara apa yang ada dalam akal budi dengan obyek real yang diketahui (di luar akal budi). Plato tidak memikirkan demikian. Kesejatian pengetahuan platonis merujuk dan menunjuk pada Forma atau Idea. Kesejatian maksudnya keuniversalan. Berbeda dengan Aristoteles yang realis, Plato adalah seorang idealis. Kembali kepada Aristoteles. Dalam Aristoteles pengetahuan memiliki makna, jika pengetahuan itu benar, sahih, valid. Dan apa yang dimaksudkan Telaah Buku 119

3 dengan soal kebenaran, kesahihan, dan validitas ialah soal verifikasi apa yang ada dalam rasio dengan obyek realnya di luar rasio. Jika suatu pengetahuan akal budi benar, itu maksudnya pengetahuan itu sesuai dengan obyek real. Dan, kebalikannya, jika pengetahuan salah, artinya pengetahuan itu tidak sesuai dengan obyeknya. Contoh, Indonesia terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pengetahuan Indonesia terdiri dari tujuh belas ribu pulau ini benar hanya apabila memang ada sekian jumlahnya dalam kenyataan. Bila ternyata tidak sampai tujuh belas ribu pulau, berarti pengetahuan itu salah. Dengan demikian kebenaran suatu ilmu pengetahuan dalam cara berpikir Aristotelian ialah kebenaran obyektif. Kebenaran obyektif berarti kebenaran yang menunjuk kepada realitas obyeknya. Dalam filsafat Aristotelian, kebenaran obyektif adalah kebenaran universal. Berbeda dengan Plato, kebenaran universal tak pernah menunjuk kepada obyek real. Sebab obyek real hanyalah percikan dari realitas universal, Idea. Gagasan Aristoteles menjadi semacam pondasi metodologi untuk ilmu pengetahuan modern. Maksudnya, ilmu pengetahuan bertumpu pada obyek realnya. Suatu pernyataan ilmiah ditarik dari realitas obyektifnya. Inilah sebabnya seringkali filsafat Aristoteles disebut sebagai filsafat esse. Artinya, filsafat Aristotelian bertolak dari ada, dari realitas, dari segala apa yang ada. Dalam konteks epistemologis, filsafat Aristotelian terus berlangsung sampai Descartes muncul. Descartes adalah pendobrak gaya justifikasi model Aristotelian. Dia tidak bertolak dari obyek, melainkan dari subyek. Apa artinya bertolak dari subyek? Artinya bertolak dari apa yang paling melukiskan subyektivitasnya, yaitu rasio, akal budi, kesadaran diri. Filsafat Descartes sering kali disebut sebagai filsafat kesadaran, semata-mata karena dia melucuti suatu pengetahuan dari dimensi obyektifnya. Pengetahuan itu urusan kesadaran. Urusan apa yang paling menentukan subyektivitas seseorang. Orang mengetahui kapal, misalnya, itu berarti akal budi orang tersebut sedang menyadari kapal. Descartes berkata dengan benar, cogito ergo sum (saya berpikir maka saya ada). Kesadaran mendahului ada. Atau, cogito (saya menyadari, berpikir) mendahului sum (realitas ada saya). Filsafat Descartes juga disebut filsafat cogito, filsafat saya berpikir, atau dengan kata lain filsafat kesadaran (conscientia). Ergo sum (maka saya ada) lantas mengalir dari kesadaran. Bukan memang realitasnya saya ada, maka saya menyadari. Dalam Descartes, dengan demikian, seluruh elaborasi mengenai ada saya berangkat dari kesadaran. Karena kesadaran memiliki karakter subyektif, maka juga soal pengetahuan benar atau salah sangat berurusan dengan pembenahan subyektivitas. Artinya, dalam cara berpikir demikian, obyektivitas (kebenaran yang berkaitan dengan obyeknya) mulai ditinggalkan. Nanti Descartes akan menegaskan bahwa apa yang disebut dengan pengetahuan adalah ingatan sejauh manusia menyadari. Pengetahuan manusia adalah 120 Studia Philosophica et Theologica, Vol. 5 No. 1, Maret 2005

4 bawaan sejak lahir. Mengenal atau mengetahui berarti mengingat kembali ide bawaan sejak lahir tersebut. Dikatakan bahwa Descartes mendobrak filsafat Aristoteles, di mana letak pendobrakkannya? Di sini, bahwa sejak Descartes peran rasio makin mengemuka dan menghebat. Maksudnya, akal budi manusia benar-benar menjadi hampir segala-galanya dalam tataran filsafat. Rasionalisme, dalam konteks epistemologis, praktis menunjuk pada filsafat Descartes. Kepastian ilmu pengetahuan bukan lagi perkara korespondensi atau diskrepansi rasio dengan realitas, melainkan perkara kesadaran rasional manusia. Kerja tentang perkara sesuai/tidak sesuai antara akal budi dengan obyek realnya ditinggalkan. Ide tentang subyektivitas atau subyektivisme (kalau itu berurusan dengan paham) berangkat dari filsafat Cartesius (sebutan dalam bahasa Latin untuk Descartes). Rasionalisme Cartesian (Descartes) mengalami puncak elaborasi pada filsafat Immanuel Kant. Dalam Kant, ilmu pengetahuan bukan ingatan (Descartes), bukan pula kesesuaian antara rasio dan realitas (Aristoteles), melainkan sintetis apriori. Artinya, pengetahuan itu ada dalam akal budi sendiri yang memiliki struktur kategoris. Seakan-akan akal budi itu sendiri yang memproduksi pengetahuan. Kant menulis buku critique of pure reason, buku yang menggariskan filsafatnya tentang pengetahuan akal budi murni. Murni artinya tidak tercampur. Tak tercampur apa? Tak tercampur pengalaman. Pengetahuan itu disebut sintetis apriori (sebelum), sebab pengetahuan itu tidak mengandaikan pengalaman. Bagi Kant, realitas itu tertutup. Akal budi kita tidak mungkin menembusnya. Mengenai realitas, Kant membedakan dua hal: realitas dalam dirinya sendiri (thing in itself) dan dalam penampakannya (thing in its appearances). Suatu pengetahuan tentang thing in itself tidak mungkin. Kesadaran kita tertutup sama sekali mengenai suatu realitas dalam dirinya sendiri. Pengetahuan kita hanyalah seputar thing in its appearances. Karena tesis filosofis yang demikian, maka dalam Kant, manusia sesungguhnya tidak tahu apa-apa. Maksudnya, bukan ignorant, tapi skema pengetahuan manusia tentang realitas sudah ada dalam akal budinya. Bukunya yang sangat terkenal itu diberi judul critique, bukan karena mengemukakan kritik-kritik melainkan buku itu menjadi semacam diskursus final tuntas tentang pengetahuan manusia. Filsafat Kant membuat krisis metafisika Aristotelian, dan itu berarti juga teologi Kristiani (karena teologi kristen bergerak dari model berpikir Aristotelian). Mengapa? Karena dengan Kant esse atau realitas seakan tidak diperlukan lagi. Pengetahuan sudah tercakup dalam akal budi manusia sedemikian rupa. Critique of pure reason menisbikan pengalaman akan realitas. Padahal Thomas Aquinas, misalnya, kalau memberi kuliah tentang pembuktian eksistensi Tuhan berangkat dari pengalaman akan realitas. Umpamanya dalam jalan pertama bukti eksistensi Tuhan, Aquinas menyebut pengalaman bahwa segala apa yang ada ini bergerak. Nah, gila bukan itu filsafat Kantian. Telaah Buku 121

5 Ia benar-benar membuntu secara telak diskursus tentang Tuhan dari pengalaman! Ilmu-ilmu empiris memiliki jalur yang lain lagi. Natural scientists menggagas keilmiahan dalam suatu cara yang baru sama sekali. Keilmiahan berurusan dengan metodologi. Metodologi ilmiah bagi para ilmuwan ilmuilmu alam berarti metodologi penelitian yang memiliki komponen karakteristik: experimental, kalkulatif, matematis. Segala apa yang tidak bisa dihitung, dikalkulasi, distatistikkan itu omong kosong belaka. Cuma ilusi. Para punggawa ilmu-ilmu empiris tidak main-main. Sebab, memang siapakah yang dapat membuktikan bahwa dalil-dalil matematis tidak abadi. Tidak ada yang dapat melampoi kepastian kebenaran matematis. Gaya berpikir yang mengedepankan cara-cara penghitungan semacam ini dalam perkembangan filsafat selanjutnya disebut positivisme. Artinya, sebagaimana dimaksudkan dalam terminologinya (ponere-posui-positus), sesuatu itu disebut sahih, valid, benar kalau bisa diletakkan. Maksudnya, sesuatu itu meyakinkan bila dapat dihitung, dikalkulasi, dieksperimentasikan. Auguste Comte adalah pendekar positivisme untuk bidang ilmu sosial, yang kemudian akan dikenal dengan ilmu sosiologi. Warisan positivisme Comte diteruskan oleh pada ahli-ahli ilmu sosial yang hampir semuanya meninggalkan cara-cara berpikir yang spekulatif, bawaan semangat Abad Pertengahan. Comte di sosiologi. Di bidang psikologi, model-model eksperimentasi dengan hitungan-hitungan prediktif juga sangat dominan. Dalam ilmu psikologi, gaya berpikir yang semacam itu lantas pada awal abad ke-dua puluh-an disebut psikologisme. Positivisme dalam ilmu psikologi menjadi puncak kejayaan perkembangan ilmu-ilmu humanities. Tetapi, seorang ahli matematika yang sangat tersohor justru gelisah. Gelisah oleh pertanyaan benarkah sebuah ilmu pengetahuan itu baru meyakinkan kalau sudah menunjukkan hitungan-hitungan matematis yang sahih dan valid? Tidakkah, bila demikian halnya, kebenaran itu lantas seakan hanya menjadi hak paten dari satu dua orang yang bernama ilmuwan belaka? Benarkah kebenaran itu hanya milik dari segelintir orang yang tahu statistik, hitungan aritmatika, geometri? Sang ahli matematika yang tersohor itu ialah Edmund Husserl. Husserlah pencetus fenomenologi, meski Brentano juga mengatakan terlebih dahulu hal yang kurang lebih sama. Apakah fenomenologi? Fenomenologi itu filsafat, ilmu pengetahuan, sekaligus metodologi. Fenomenologi membuka horison cara berpikir baru (filsafat), sekaligus menggebrak kesombongan para scientists positivistik dan menjadi sekaligus metode untuk meraih sebuah kebenaran-kebenaran yang mencengangkan. Dalam wacana introduktif semacam inilah buku dari Robert Sokolowski, Introduction to Phenomenology menemukan sumbangsihnya yang sangat 122 Studia Philosophica et Theologica, Vol. 5 No. 1, Maret 2005

6 besar. Buku ini mengantar kepada pemahaman-pemahaman awal yang rinci meski terkadang njlimet tentang segala hal yang diperlukan untuk mengenal fenomenologi. FENOMENOLOGI memiliki tema-tema sentral yang sangat penting. Ide tentang lifeworld menjadi salah satunya. Lifeworld yang dapat diterjemahkan dunia-hidup-keseharian memaksudkan kurang lebih persis dengan apa yang disebut oleh Alfred Schutz sebagai everyday life. Artinya, keseluruhan dari ruang lingkup hidup saya, relasi-relasi saya, peristiwaperistiwa di sekitar saya, aneka informasi yang mengerumuni saya, budaya dengan segala cetusannya sehari-hari yang menjadi konteks hidup saya. Lifeworld juga memiliki makna aktualitas. Lifeworld tidak hanya berkaitan dengan orientasi masa lalu atau masa depan, tetapi terutama masa sekarang. Dari horison ke fenomenon. Dari cakrawala, orientasi, wacana kepada peristiwa. Inilah juga yang disumbang oleh fenomenologi. Cinta, misalnya. Dalam konteks filsafat fenomenologi, bukan lagi sebuah wacana, orientasi. Melainkan fenomen, peristiwa. Seseorang pasti belum merasa sebagai manusia jika belum masuk dalam peristiwa cinta. Hal yang sama juga demikian untuk memahami wahyu. Wahyu itu bukan wacana. Bukan pula suatu orientasi, melainkan suatu peristiwa. Tuhan menghadirkan dirinya. Tinggal di antara kita. Dengan demikian, lebih dari sekedar berkaitan dengan dogma-dogma kebenaran iman, wahyu adalah peristiwa Tuhan yang memasuki lifeworld saya. Hampir-hampir dapat dikatakan bahwa penghayatan iman yang sejati ialah apabila saya menggarap lifeworld saya karena Tuhan hadir dan menjadi bagian dari peristiwa hidup saya. Mengenai fenomenologi, what is not? Yang sudah jelas, fenomenologi kontra positivisme dan psikologisme. Dua paham yang disebut menandai sebuah wacana ilmu pengetahuan yang mengandalkan eksperimentasi, kalkulasi, dan statistik. Selain itu, fenomenologi juga menembus kebuntuan filsafat Kantian untuk sampai bisa mengenal thing. Fenemonologi memiliki adagium revolusioner back to the thing itself. Artinya, kesadaran kita adalah kesadaran yang merujuk (intensional) kepada thing, kepada realitas. Fenomenologi menyibak kemandegan pengenalan oleh pengalaman yang telah dinisbikan oleh Kant. Selain itu, fenomenologi juga bukan idealisme. Idealisme menggagas realitas dalam ketunggalan, keseluruhan, keuniversalan. Realitas dapat diringkas dalam idea, dalam apa yang seorang idealis memaksudkannya sebagai idea. Fenomenologi jauh dari pemaknaan idealis. Fenomenologi bukan formalisme. Artinya fenomenologi bukan suatu rincian pemikiran yang memiliki kategori-kategori formal, ketat, rigid. Formalisme berkaitan dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang memiliki target-target formal menggariskan metodologi sah, sahih, obyektif (dalam Telaah Buku 123

7 kacamata tuntutan ilmu mereka). Fenomonologi bukan bagian dari ilmu sosial. Keketatan pendekatannya mengatasi batas-batas apa yang disebut sebagai sah, sahih, valid dalam konteks ilmu sosial. Fenomenologi tidak memiliki ambisi formal apa pun. Fenomenologi bukan pula realisme. Realisme konteks epistemologis memiliki akar pandangan dari Aristoteles. Dalam filsafat Aristotelian, suatu pengetahuan memiliki pondasi kesesuaian/ketidaksesuaian dengan obyek. Artinya, sebuah pengetahuan pasti berurusan dengan justifikasi, pembuktian, pembenaran validitas. Realisme menggagas bahwa setiap pembenaran berarti obyektivasi. Dengan demikian, soal validitas tidak lain dan tidak bukan adalah soal korespondensi/diskrepansi apa yang saya ketahui dalam akal budi dengan obyek/realitas dari yang saya ketahui tersebut. Fenomenologi bukan realisme, karena realisme memiliki keterkaitan dengan obyektivisme. Obyektivisme jauh dari apa yang disebut sebagai pemaknaan fenomenologi. Alasannya: obyektivisme merupakan paham yang memiliki ambisi universalisme suatu pengertian tentang realitas yang dalam fenomenologi sangat tidak bisa diandaikan. Fenomenologi lantas dekat dengan apa? Fenomenologi dekat sekali dengan eksistensialisme. Fenomenologi malahan menggarap dunia eksistensi manusia. Fenomenologi adalah soal pengertian yang mendalam tentang subyektivitas pengertian tentang dunia. Relevansi fenomenologi dapat disebut beberapa di bawah ini, misalnya: 1- The sense of actual time. Makna aktualitas time (jaman). Adalah Konsili Vatikan yang menjadi cetusan paling gamblang dari relevansi fenomenologi. Ide tentang membaca tanda-tanda jaman (the signs of the time) merupakan ungkapan filosofis yang merujuk pada fenomenologi. Time bukan lagi dipikirkan dalam konteks kosmologis (sebagai semata bentuk perubahan-perubahan fisik), pun bukan dalam konteks metafisis (sebagai suatu aktualitas esse). Melainkan time tampil sebagai suatu pemaknaan aneka peristiwa, aneka fenomen yang menjadi everyday life. Hidup keseharian adalah bahasa yang mudah dicerna dari apa yang disebut lifeworld. Yang dimaksud dengan everyday life bukanlah acara atau kesibukan personal harian kita, melainkan segenap peristiwa yang menjadi gelombang, gerak, emosi dari keseluruhan hidup kita pada jaman ini. 2- Berkaitan dengan pemaknaan intersubyektivitas. Gagasan intersubyektivitas menunjuk pada pandangan yang membuat urusan subyek mengemuka. Intersubyektivitas adalah kekuatan. Bukan jargon kebersamaan. Dalam makna kekuatan kebersamaan, dicakup aneka kepentingan subyek yang mengatasi segala upaya obyektivifikasi. Artinya, setelah intersubyektivitas menyusul apa yang disebut sebagai komunikasi intersubyektif. Komunikasi intersubyektif merupakan ciri khas komunitas. Komunikasi intersubyektif dalam 124 Studia Philosophica et Theologica, Vol. 5 No. 1, Maret 2005

8 Habermas akan dipahami sebagai lawan dari suatu bentuk komunikasi kepentingan yang digagas oleh Max Weber. Komunikasi kepentingan mendasarkan komunikasi dalam konteks-konteks wilayah kepentingan bersama. Komunikasi kepentingan memiliki tujuan. Maka, sering kali komunikasi semacam ini juga disebut komunikasi kepentingan tujuan. Gagasan ini berasal dari wilayah ilmu-ilmu sosial. Weber merupakan salah satu pendekarnya. Dalam konteks ilmu sosial, komukasi itu mesti memiliki karakter efektif. Efektivitas suatu bentuk komunikasi masyarakat komuniter lantas sangat bergantung pada sejauh mana masyarakat tersebut mampu menjaga komunikasi. 3- Rahmat sebagai suatu fenomen (peristiwa), dan bukan sekedar horison (orientasi). Dalam teologi, pengertian rahmat sangat jelas. Tapi umumnya kabur bagi pengalaman konkret manusia. Fenomenologi menajamkan sebuah refleksi tentang rahmat. Rahmat adalah peristiwa hidup. Artinya, segala yang menjadi sebuah pemahaman teologis tentang anugerah Tuhan itu nyata, konkret dan ambil bagian dalam peristiwa sehari-hari hidup manusia. Itulah sebabnya, evangelisasi (pewartaan Injil) jika tanpa perjuangan keadilan menjadi tidak bermakna. Sebab, fenomen ketertindasan manusia tidak bisa direkonsiliasikan dengan peristiwa rahmat yang dianugerahkan dan dikehendaki Tuhan. Belajar fenomenologi bukan saja belajar filsafat, melainkan belajar tentang kehidupan itu sendiri. Ketika hidup disimak dengan sangat detil dan teliti, akan tersibak kebenaran-kebenaran yang mengejutkan dan mencengangkan. Dalam arti inilah fenomenologi menjadi sebuah keniscayaan model pencarian manusia akan kebenaran hidup dan dirinya. Robert Sokolowski dengan Introduction to Phenomenology dapat menjadi teman pencarian itu. Armada Riyanto Telaah Buku 125

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh

BAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan

Lebih terperinci

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090)

Akal dan Pengalaman. Filsafat Ilmu (EL7090) Akal dan Pengalaman Filsafat Ilmu (EL7090) EROPA History TEOLOGI ±10 Abad COSMOS RENAISSANCE Renaissance Age ITALY Renaissance = Kelahiran Kembali - TEOLOGIS - Rasionalitas dan Kebebasan Berfikir Martabat

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU

Filsafat Ilmu : Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan RESENSI BUKU RESENSI BUKU Judul : Filsafat Ilmu Kajian atas Asumsi Dasar, Paradigma, dan Kerangka Teori Ilmu Pengetahuan Penulis : Mohammad Muslih Penerbit : Belukar Yogyakarta Cetakan : I, 2005 Tebal : XI + 269 halaman

Lebih terperinci

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA

Bab 3 Filsafat Ilmu. Agung Suharyanto,M.Si. Psikologi - UMA Bab 3 Filsafat Ilmu Agung Suharyanto,M.Si Psikologi - UMA 2017 Definisi Filsafat Ilmu Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapatpendapat ilmiah dewasa

Lebih terperinci

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara Sekilas tentang filsafat Hendri Koeswara Pengertian ilmu filsafat 1. Etimologi Falsafah (arab),philosophy (inggris), berasal dari bahasa yunani philo-sophia, philein:cinta(love) dan sophia: kebijaksanaan(wisdom)

Lebih terperinci

FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan)

FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan) FILSAFAT KETUHANAN (Sebuah Pengantar) Kompetensi Kuliah : Memahami Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan (Filsafat Ketuhanan) INTRODUCTION Nama : Ismuyadi, S.E., M.Pd.I TTL : Kananga Sila Bima, 01 Februari

Lebih terperinci

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd FILSAFAT????? am_nien@yahoo.co.id PENGERTIAN FILSAFAT SECARA ETIMOLOGI Istilah filsafat yang merupakan terjemahan dari philolophy (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani philo (love of ) dan sophia

Lebih terperinci

Sumber Yusuf Lubis dan Doni Ardian, Pengantar Filsafat Ilmu, hal 27-37

Sumber Yusuf Lubis dan Doni Ardian, Pengantar Filsafat Ilmu, hal 27-37 Sumber Yusuf Lubis dan Doni Ardian, Pengantar Filsafat Ilmu, hal 27-37 Pengetahuan tidak dapat diperoleh dari tradisi dan warisan budaya, yang diterima begitu saja, melainkan harus melalui langkah-langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin

BAB I PENDAHULUAN. dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aristoteles merupakan salah seorang filsuf klasik yang mengembangkan dan mempromosikan ide politik dalam tulisan-tulisan etika dan politik. Dia yakin bahwa politik

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU OLEH SYIHABUDDIN SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA FILSAFAT ILMU Filsafat: upaya sungguh-sungguh dlm menyingkapkan segala sesuatu, sehingga pelakunya menemukan inti dari

Lebih terperinci

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan 1 Socrates adalah filsuf Yunani. Ia sangat berpengaruh dan mengubah jalan pikiran filosofis barat melalui muridnya yang paling terkenal, Plato. Socrates

Lebih terperinci

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi

Modul ke: Materi Penutup. Fakultas PSIKOLOGI. Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi Modul ke: 12 Shely Fakultas PSIKOLOGI Materi Penutup Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Rangkuman Perkuliahan Filsafat Manusia Kompetensi Mahasiswa dapat memahami mengenai manusia

Lebih terperinci

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:

EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI FILSAFAT PENGANTAR Kata-kata filsafat, filosofi, filosofis, filsuf, falsafi bertebaran di sekeliling kita. Apakah pemakaiannya dalam kalimat-kalimat sudah tepat atau sesuai dengan arti yang dimilikinya,

Lebih terperinci

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah

Menurut penerbitnya, buku Studying Christian Spirituality ini adalah Tinjauan Buku STUDYING CHRISTIAN SPIRITUALITY Jusuf Nikolas Anamofa janamofa@yahoo.com Judul Buku : Studying Christian Spirituality Penulis : David B. Perrin Tahun Terbit : 2007 Penerbit : Routledge -

Lebih terperinci

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati Bentuk Dasar Pengetahuan Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati manusia 2. Bentuk pengetahuan untuk

Lebih terperinci

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan

Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan Subjudul Sebuah sarana atau definisi tentang alam semesta yang diterjemahkan ke dalam Bahasa yang bisa dimengerti manusia sebagai usaha untuk mengetahui dan mengingat tentang sesuatu. Sesuatu yang didapat

Lebih terperinci

7/17/2011. Diskripsi Mata Kuliah. Program Studi : Pendidikan Biologi Mata Kuliah :Filsafat Ilmu Kode Mata Kuliah : SKS

7/17/2011. Diskripsi Mata Kuliah. Program Studi : Pendidikan Biologi Mata Kuliah :Filsafat Ilmu Kode Mata Kuliah : SKS Diskripsi Mata Kuliah Diskripsi Mata Kuliah Daftar Materi Kuliah Mata kuliah memuat tentang Ilmu dan Pengetahuan; Metode Ilmiah; ontologi, epistimologi, aksiologi Filsafat & sains (ilmu); Rasionalisme,

Lebih terperinci

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,

BAB IV. PENUTUP. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI, BAB IV. PENUTUP 4. 1. Kesimpulan Pada bab-bab terdahulu, kita ketahui bahwa dalam konteks pencerahan, di dalamnya berbicara tentang estetika dan logika, merupakan sesuatu yang saling berhubungan, estetika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman modern sangat sulit untuk menemukan sebuah kehadiran dan relasi yang bermakna. Karena, perjumpaan

Lebih terperinci

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT

KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT KE ARAH PEMIKIRAN FILSAFAT Prof. Dr. Almasdi Syahza,, SE., MP Peneliti Senior Universitas Riau Email : asyahza@yahoo.co.id syahza.almasdi@gmail.com Website : http://almasdi.staff.unri.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang 209 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang memuat nilai luhur bangsa diringkas Soekarno ke dalam nilai gotong-royong. Fakta bahwa masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA MANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAIN SEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEK OLEH; MASYHAR, MA. Modul ke: Fakultas Fakultas Psikologi

FILSAFAT MANUSIA MANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAIN SEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEK OLEH; MASYHAR, MA. Modul ke: Fakultas Fakultas Psikologi FILSAFAT MANUSIA Modul ke: MANUSIA MENGAKUI DIRI DAN YANG LAIN SEBAGAI SUBSTANSI DAN SUBJEK Fakultas Fakultas Psikologi OLEH; MASYHAR, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id FILSAFAT MANUSIA

Lebih terperinci

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI

ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI ETIKA & FILSAFAT KOMUNIKASI Modul ke: Pokok Bahasan : PENGANTAR BIDANG FILSAFAT Fakultas Fakultas Ilmu Komunikasi Yogi Prima Muda, S.Pd, M.Ikom Program Studi (Marcomm) www.mercubuana.ac.id MENGAPA HARUS

Lebih terperinci

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2 DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Berhubungan dengan ilmuwan Perancis bernama Auguste Comte (1789-1857) yang dengan kreatif menyusun

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd

FILSAFAT ILMU. Irnin Agustina D.A.,M.Pd FILSAFAT ILMU Irnin Agustina D.A.,M.Pd am_nien@yahoo.co.id Definisi Filsafat Ilmu Lewis White Beck Philosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine

Lebih terperinci

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1

Areté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1 199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,

Lebih terperinci

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Konsep (pengertian) ilmu pengetahuan Memahami dan menjelaskan konsep (pengertian) ilmu pengetahuan secara umum Hubungan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya Memahami

Lebih terperinci

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain.

Gagasan tentang Tuhan yang dibentuk oleh sekelompok manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna bagi generasi lain. TUHAN? Gagasan manusia tentang Tuhan memiliki sejarah, karena gagasan itu selalu mempunyai arti yang sedikit berbeda bagi setiap kelompok manusia yang menggunakannya di berbagai periode waktu. Gagasan

Lebih terperinci

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto)

KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) KEPENUHAN HIDUP MANUSIA DALAM RELASI I AND THOU 1 (Antonius Hari Purnanto) 1. Pengantar Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Ia adalah Homo Socius. Ia hidup di dalam realitas yang saling berkaitan antara

Lebih terperinci

Pertemuan 1 NISBAH (RELASI DAN RELEVANSI) ANTARA ILMU FILSAFAT DAN AGAMA

Pertemuan 1 NISBAH (RELASI DAN RELEVANSI) ANTARA ILMU FILSAFAT DAN AGAMA 1 Pertemuan 1 NISBAH (RELASI DAN RELEVANSI) ANTARA ILMU FILSAFAT DAN AGAMA A. Institusi Kebenaran Manusia merupakan makhluk yang senantiasa menunjukkan eksistensinyan dengan terus berupaya mencari kebenaran.

Lebih terperinci

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Filsafat Umum. Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Filsafat Umum Modul ke: 01 Fakultas Psikologi Kontrak Perkuliahan Pengantar ke Alam Filsafat 1 Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. RAPEM FILSAFAT UMUM Judul Mata Kuliah : Filsafat Umum

Lebih terperinci

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran ix Tinjauan Mata Kuliah F ilsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara filsafat, yakni mengkaji hukum hingga sampai inti (hakikat) dari hukum. Ilmu hukum dalam arti luas terdiri atas dogmatik hukum,

Lebih terperinci

BAB IV ALIRAN-ALIRAN SEPUTAR EKSISTENSI TUHAN

BAB IV ALIRAN-ALIRAN SEPUTAR EKSISTENSI TUHAN BAB IV ALIRAN-ALIRAN SEPUTAR EKSISTENSI TUHAN Aliran-aliran pemikiran seputar keberadaan Tuhan lahir dan berbagai sikap baik yang menerima, menolak, maupun yang acuh tak acuh. Masing-masing kemudian membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern dan maju secara tidak langsung menuntut setiap orang untuk mampu bersaing dalam mewujudkan tujuan

Lebih terperinci

Jenis Pengetahuan dan. Ukuran Kebenaran

Jenis Pengetahuan dan. Ukuran Kebenaran Jenis Pengetahuan dan Ukuran Kebenaran Afid Burhanuddin Kompetensi dasar: Mahasiswa dapat memahami jenis pengetahuan dan ukuran kebenaran Indikator: Mahasiswa dapat memahami pengetahuan Indera Mahasiswa

Lebih terperinci

Filsafat Umum. Pengantar ke Alam Filsafat 2. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Filsafat Umum. Pengantar ke Alam Filsafat 2. Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Filsafat Umum Modul ke: 02 Pengantar ke Alam Filsafat 2 Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi Arie Suciyana S., S.Si., M.Si. Obyek Kajian Filsafat Obyek Materi: segala sesuatu yang ada atau yang mungkin

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dikenal sebagai seorang raja Kediri yang hebat, tetapi juga dikenal dengan

BAB II KAJIAN TEORI. dikenal sebagai seorang raja Kediri yang hebat, tetapi juga dikenal dengan 28 BAB II KAJIAN TEORI A. Petilasan Sri Aji Jayabaya Petilasan Jayabaya merupakan warisan zaman dahulu yang selalu didatangi oleh banyak orang, terlebih dari berbagai daerah di Indonesia. Jayabaya tidak

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan

METODE PENELITIAN. deskriptif dan dengan pendekatan analisis wacana. Dalam melakukan 25 III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif dan dengan

Lebih terperinci

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA JURUSAN ADMINISTRASI PENDIDIKAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA UJIAN AKHIR SEMESTER Mata Kuliah Dosen Hari / Tanggal Waktu Tempat : Pengantar Filsafat dan Teori Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap makhluk hidup maupun benda (objek) yang ada di dunia ini mempunyai nilai keindahan. Nilai keindahan tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang menjadi

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN METODE FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 04Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN METODE FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 04Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 04Fakultas Dr. PSIKOLOGI METODE FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Metode Filsafat Metode Zeno: reduction ad absurdum Metode

Lebih terperinci

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran

Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran Posisi Semiotika dan Tradisi-tradisi Besar Filsafat Pemikiran Paradigma Memandang Realitas : Sebuah Fondasi Awal Pemahaman semiotika tidak akan mudah terjebak pada urusan-urusan yang teknik metodologi,

Lebih terperinci

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI

FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang

Lebih terperinci

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Tinjauan Ilmu Penyuluhan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Oleh : Agustina Abdullah *) Arti dan Pentingnya Filsafat Ilmu Manusia mempunyai seperangkat pengetahuan yang bisa membedakan antara benar dan salah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

PENGERTIAN FILSAFAT (1)

PENGERTIAN FILSAFAT (1) PENGERTIAN FILSAFAT (1) Jujun S. Suriasumantri, orang yang sedang tengadah memandang bintang-bintang di langit, dia ingin mengetahui hakekat dirinya dalam kesemestaan galaksi; atau orang yang berdiri di

Lebih terperinci

Kebenaran dan Cara Memperoleh Kebenaran

Kebenaran dan Cara Memperoleh Kebenaran Kebenaran dan Cara Memperoleh Kebenaran Afid Burhanuddin, M.Pd. STKIP PGRI Pacitan Manusia selalu mencari kebenaran Afid Burhanuddin STKIP Pacitan 1 Pak Guru pembohong. Kemarin 7 itu 3 + 4, tapi kok sekarang

Lebih terperinci

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL

PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL PARADIGMA POSITIVISTIK DALAM PENELITIAN SOSIAL Memahami Paradigma positivistik (fakta sosial) menganggap realitas itu sebagai sesuatu yang empiris atau benar-benar nyata dan dapat diobservasi. Dalam meneliti,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Penyelidikan filsafat selama ini adalah penyelidikan mengenai kegundahan manusia terhadap keberadaan dirinya secara internal dengan dunia eksternal di luar dirinya.

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR

EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR EPISTEMOLOGI MODERN DALAM TRADISI BARAT DAN TIMUR Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jawa Timur Pengantar Epistemologi merupakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN)

Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Filsafat Manusia (PERKULIAHAN) Modul ke: Manusia mengakui diri dan yang-lain sebagai substansi dan subjek Fakultas Psikologi Firman Alamsyah Ario Buntaran Program Studi S1 - Psikologi http://www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th

The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th BGA : Kel. 14:15-31 Ke: 1 2 3 APA YANG KUBACA? (Observasi: Tokoh, Peristiwa) APA YANG KUDAPAT?

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA

PENDIDIKAN PANCASILA PENDIDIKAN PANCASILA Modul ke: Materi Ini Memuat : Fakultas Fikom Wahyudi Pramono, S.Ag. M.Si Program Studi Humas PANCASILA DAN ILMU PENGETAHUAN 2 TM 12 Indikator: 1. Mampu melakukan kajian dalam3 berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemikiran Yoga dapat dilihat sebagai suatu konstelasi pemikiran filsafat, bukan hanya seperangkat hukum religi karena ia bekerja juga mencapai ranah-ranah

Lebih terperinci

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya;

1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya; IDEALISME Arti kata IDEALIS secara umum: 1. Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan agama serta menghayatinya; 2. Seseorang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana

Lebih terperinci

Modul Perkuliahan I. Metode Penelitian Kualitatif. Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah. Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.

Modul Perkuliahan I. Metode Penelitian Kualitatif. Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah. Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm. Modul ke: 01 Ponco Fakultas ILMU KOMUNIKASI Modul Perkuliahan I Metode Penelitian Kualitatif Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Public Relations

Lebih terperinci

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL

MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL MEMBANGUN ILMU PENGETAHUAN DENGAN KECERDASAN EMOSI DAN SPIRITUAL Oleh : Dr. Sri Trisnaningsih, SE, M.Si (Kaprogdi Akuntansi - FE) Pendahuluan Ilmu pengetahuan merupakan karya budi yang logis serta imajinatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KONSTRUKSIONIS TOKOH PEMIKIR ANTARA LAIN: 1. MAX WEBER 5. THOMAS LUCKMAN 2. EDMUND HUSSERL 6. ANTHONY GIDDENS 3. ALFRED SCHUTZ 7. PIERE BOURDIEU 4. PETER

Lebih terperinci

DASAR-DASAR LOGIKA 1

DASAR-DASAR LOGIKA 1 DASAR-DASAR LOGIKA 1 PENGERTIAN UMUM LOGIKA Filsafat dan matematika adalah bidang pengetahuan rasional yang ada sejak dahulu. Jauh sebelum matematika berkembang seperti sekarang ini dan penerapannya menyentuh

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT: BUKTI PIDANA DARI ASPEK FENOMENOLOGI Oleh: Frans Maramis 1

CATATAN SINGKAT: BUKTI PIDANA DARI ASPEK FENOMENOLOGI Oleh: Frans Maramis 1 CATATAN SINGKAT: BUKTI PIDANA DARI ASPEK FENOMENOLOGI Oleh: Frans Maramis 1 PENDAHULUAN Bukti pidana, yaitu alat bukti dan barang bukti untuk dan dalam perkara pidana, diperlukan guna menentukan apakah

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMUDAN SEJARAH FILSAFAT. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 05Fakultas Dr. PSIKOLOGI FILSAFAT ILMUDAN LOGIKA SEJARAH FILSAFAT H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id SEJARAH FILSAFAT ; Standar Kompetensi Setelah perkualiahan

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Filsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 03Fakultas Shely PSIKOLOGI Filsafat Manusia Sosialitas Manusia Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Membahas mengenai sosialitas manusia menurut pemikiran filsuf mengenai

Lebih terperinci

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI

MODUL SENI RUPA KELAS X TAHUN AJARAN BERKARYA SENI RUPA TIGA DIMENSI YAYASAN WIDYA BHAKTI SEKOLAH MENENGAH ATAS SANTA ANGELA TERAKREDITASI A Jl. Merdeka No. 24 Bandung 022. 4214714 Fax.022. 4222587 http//: www.smasantaangela.sch.id, e-mail : smaangela@yahoo.co.id 043 MODUL

Lebih terperinci

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu

BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ. akademik di Universitas Vienna, Austria dengan mengambil bidang ilmuilmu 37 BAB II TEORI FENOMENOLOGI ALFRED SCHUTZ A. Teori Fenomenologi Alfred Schutz lahir di Wina pada tahun 1899 dan meninggal di New York pada tahun 1959. Ia menyukai musik, pernah bekerja di bank mulai berkenalan

Lebih terperinci

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi.

Nama Mata Kuliah. Modul ke: Filsafat Manusia. Fakultas Fakultas Psikologi. Masyhar MA. Program Studi Program Studi. Nama Mata Kuliah Modul ke: Filsafat Manusia Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Kegiatan dan Penyebaban manusia berkomunikasi Template Modul FILSAFAT

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut:

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Adapun kesimpulan tersebut terdapat dalam poin-poin berikut: BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Uraian akhir dari analisa atas pemikiran Frithjof Schuon tentang makna agama dalam perspektif Filsafat Agama adalah bagian kesimpulan, yang merupakan rangkuman jawaban atas

Lebih terperinci

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2 SOSIOLOGI??? APA MANFAAT LETAK LAHIRNYA SOSIOLOGI Sosiologi lahir manakala muncul perhatian terhadap masyarakat karena perubahan yang terjadi Terdapat peristiwa besar di

Lebih terperinci

Mata Kuliah ini menjadi landasan memahami dan materi ilmu pengetahuan, terutama yang terkait dengan dengan disiplin ilmu tertentu yang dipelajari

Mata Kuliah ini menjadi landasan memahami dan materi ilmu pengetahuan, terutama yang terkait dengan dengan disiplin ilmu tertentu yang dipelajari 1 Mata Kuliah ini menjadi landasan memahami dan materi ilmu pengetahuan, terutama yang terkait dengan dengan disiplin ilmu tertentu yang dipelajari (i.e. keperawatan, kedokteran, biologi, antropologi,

Lebih terperinci

BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA

BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA Pertemuan ke-1 BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA Apakah arti penting Logika? Mengapa kita perlu belajar Logika? Logika (logike; logos; manifestasi pikiran manusia) adalah Ilmu yang mempelajari sistematika berpikir

Lebih terperinci

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains.

ILMU DAN MATEMATIKA. Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains. ILMU DAN MATEMATIKA ILMU Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, bahasa Inggris science, bahasa latin scio dan di Indonesiakan menjadi sains. John Warfield; Ilmu dipandang sebagai suatu proses. Pandangan

Lebih terperinci

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI

FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI Modul ke: FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Defenisi Eksistensialisme Secara etimologis eksistensialisme

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU

PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 09Fakultas Dr. PSIKOLOGI PENGETAHUAN DAN FILSAFAT ILMU H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id KONSEP PENGETAHUAN Dalam Encyclopedia of

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm

FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm Contoh Book Review FILSAFAT ILMU Karya : Jujun S. Suriasumatri Penerbit : Pustaka Sinar Harapan, Jakarta Tahun : 1984 (Cet. I) Tebal : 384 hlm Oleh: Dr. Halid, M.Ag. (Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Dewasa ini, banyak manusia menghidupi kehidupan palsu. Kehidupan yang ditampilkan di luar tidak ditopang dengan penghayatan hidup yang dipilihnya. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

Sejak Zaman Klasik Hingga Abad XX

Sejak Zaman Klasik Hingga Abad XX Konstruksi Hukum Berdasarkan Sejarah Filsafat Hukum Sejak Zaman Klasik Hingga Abad XX MATA KULIAH : FILSAFAT HUKUM DOSEN : Dr. L. Wira Pria Suhartana, SH., MH. OLEH : ACHMAD SYAUQI NIM. 12B012003 PROGRAM

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: Filsafat Ilmu dan Logika Pokok Bahasan: Cabang-cabang Filsafat Fakultas Fakultas Masyhar zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Cabang-cabang Filsafat Pokok Permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat dalam BAB III METODE PENELITIAN A. Paradigma dan Pendekatan Sesuai dengan sifat dan karakter permasalahan data yang diangkat dalam penelitian ini, maka paradigma yang relevan dalam penelitian ini adalah paradigma

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN

PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN Tradisi pemikiran Barat dewasa ini merupakan paradigma bagi pengembangan budaya Barat dengan implikasi yang sangat luas dan mendalam di semua segi dari seluruh lini kehidupan.

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

APAKAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN ITU?

APAKAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN ITU? APAKAH FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN ITU? Ilmu hanyalah spekulasi yang bersifat sementara. Fokus pembahasan Filsafat ilmu pada metoda dan dalam hubungannya dengan substansi. BAGAIMANA BERFILSAFAT DIMULAI?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

IDEALISME (1) Idealis/Idealisme:

IDEALISME (1) Idealis/Idealisme: Idealis/Idealisme: IDEALISME (1) Orang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya; Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau program yang belum

Lebih terperinci

Filsafat Manusia. Manusia Sebagai Persona. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

Filsafat Manusia. Manusia Sebagai Persona. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 05Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 05Fakultas Shely PSIKOLOGI Filsafat Manusia Manusia Sebagai Persona Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Membahas mengenai manusia sebagai persona Kompetensi Mahasiswa

Lebih terperinci

Chris i tia i n View of Natural Sciences e and Technolog o y

Chris i tia i n View of Natural Sciences e and Technolog o y Christian View of Natural Sciences and Technology Rudi Zalukhu, M.Th Tuhan Ku Ingin Dapat Memancarkan BGA : Kej. 11:1-9 Ke: 1 2 3 APA YANG KUBACA? (Observasi: Tokoh, Peristiwa) APA YANG KUDAPAT? (Penafsiran:

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Estetika sebagai..., Wahyu Akomadin, FIB UI,2009 BAB I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Berangkat dari sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa Estetika sebagai logika, mengantarkan saya untuk mencoba mendalami dan menelusuri tentang keduanya, serta

Lebih terperinci

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc.

PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF. By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF By: Nur Atnan, S.IP., M.Sc. Paradigma dalam Penelitian Kualitatif Paradigma Interpretif Paradigma Konstruktivisme Paradigma Kritis Paradigma Positivis Positivisme dibidani

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Yang Digunakan Penelitian ini akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan fenomenologi untuk dapat menggambarkan sifat-sifat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (KUALITATIF DESKRIPSI)

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (KUALITATIF DESKRIPSI) BAHAN AJAR METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (KUALITATIF DESKRIPSI) Dosen Pengampu : TASRIF, MPD Disusun oleh SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) BIMA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No.20 tahun 2003 juga memuat hakikat pendidikan yang menjadi tolok ukur

BAB I PENDAHULUAN. No.20 tahun 2003 juga memuat hakikat pendidikan yang menjadi tolok ukur BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pendidikan diselenggarakan untuk membebaskan manusia dari berbagai persoalan hidup yang membelenggunya. Hal ini mengandung pengertian bahwa pendidikan merupakan

Lebih terperinci

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN REKONSTRUKSIONALISME DALAM TINJAUAN ONTOLOGIS, EPISTEMOLIGIS, DAN AKSIOLOGIS Tugas Makalah pada Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Dosen: Drs. Yusuf A. Hasan, M. Ag. Oleh: Wahyu

Lebih terperinci

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH

ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH ILMU SEBAGAI AKTIVITAS PENELITIAN DAN METODE ILMIAH Ilmu adalah sebagai aktivitas penelitian. Sudah kita ketahui bersama bahwa ilmu mempunyai andil yang cukup besar dalam perkembangan kehidupan manusia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang bertujuan. Setiap pernyataan padadasarnya adalah tindakan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang bertujuan. Setiap pernyataan padadasarnya adalah tindakan 41 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Paradigma Penelitian Konstruktivis Komunikasi di pahami, di atur, dan dihidupkan oleh pernyataanpernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan padadasarnya adalah tindakan

Lebih terperinci

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor

RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN. Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor RELEVANSI FILSAFAT MANUSIA DALAM KEHIDUPAN Oleh Dr. Raja Oloan Tumanggor Pokok Persoalan Apakah filsafat manusia itu? Apa perbedaan filsafat manusia dengan ilmu lain (dalam hal ini psikologi klinis)? Apa

Lebih terperinci