1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia. Hal itu dikarenakan Indonesia memiliki sekitar pulau besar dan kecil, dengan garis panjang pantai lebih kurang km dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2 yang terdiri dari 0,3 juta km 2 Perairan Teritorial dan 2,8 juta km 2 Perairan Nusantara. Pesisir dan laut Indonesia banyak mengandung kekayaan sumberdaya alam, seperti keanekaragaman hayati laut, baik flora dan fauna, ekosistem, dan kandungan bahan mineral seperti minyak dan gas bumi. Sumberdaya alam (SDA) tersebut dimanfaatkan oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah, swasta hingga masyarakat didalam menyokong keberlangsungan hidup dan pembangunan. Sekitar 65 persen penduduk Indonesia hidup di sekitar wilayah pesisir (Nontji 1993; Dahuri et al. 2001). Penduduk pesisir yang berprofesi sebagai nelayan kecil sekitar 90 persen dari total nelayan Indonesia (Murdiyanto 2004) dan jumlah nelayan Indonesia pada tahun 2004 adalah 3,4 juta orang (DKP 2006). Permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) antara lain adalah: (1) adanya kegiatan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang merusak lingkungan, meningkatnya kerusakan dan pencemaran lingkungan di kawasan pesisir yang menurunkan kemampuan daya dukung lingkungan serta tidak menyatunya kegiatan perlindungan fungsi lingkungan hidup dengan kegiatan pemanfaatan SDA; (2) rendahnya kesejahteraan dan relatif tingginya tingkat kemiskinan nelayan; dan (3) kualitas SDM Indonesia masih rendah. Pembangunan pendidikan belum merata, masih terdapat disparitas tingkat pendidikan yang cukup tinggi antara penduduk lelaki dan perempuan. Dalam pembangunan pemberdayaan perempuan, masalah mendasarnya antara lain adalah rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan, adanya bentuk praktik diskriminasi terhadap perempuan, rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, serta rendahnya angka GDI dan GEM (RI 2005).

2 Berdasarkan Human Development Report 2006, angka HDI (Human Development Index) Indonesia adalah 0,711 yang menempati peringkat ke 108 dari 177 negara. Angka GDI (Gender-related Development Index) Indonesia adalah 0,704 yang menempati peringkat 81 dari 140 negara (UNDP 2006). Angka GDI yang lebih rendah dari angka HDI menunjukkan masih adanya kesenjangan gender di Indonesia. Berdasarkan Indonesia Human Development Report 2004, angka GEM (Gender Empowerment Measured) Indonesia adalah 0,546 yang menempati peringkat ke 33 dari 71 negara yang diukur (BPS, Bappenas & UNDP 2004). Data tersebut menunjukkan bahwa potensi perempuan di Indonesia belum sepenuhnya diberdayakan dalam arus pembangunan ataupun dalam memutuskan kebijakan, walaupun perbandingan populasinya hampir seimbang. Menurut data BPS (2006), persentase penduduk Indonesia adalah 49,9 persen perempuan banding 50,1 persen lelaki dari jumlah penduduk sekitar 219,205 juta jiwa. Rasio jenis kelamin (sex ratio) penduduk Indonesia adalah 100,4 yang berarti dari 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk lelaki. Menurut Moerpratomo (1999), perempuan memiliki potensi yang dapat menjadi salah satu modal dasar pembangunan dan dapat dikembangkan sebagai tenaga produktif. Tanpa pengembangan secara berencana, jumlah yang besar itu dapat berubah menjadi beban nasional. Kiprah perempuan Indonesia dalam pembangunan tidaklah sedikit. Kontribusi ekonomi mereka banyak diwujudkan dalam kegiatan di sektor informal seperti menjadi pedagang, buruh, pekerja rumahan dan pekerja keluarga, demikian halnya dengan kegiatan masyarakat pesisir yang menampakkan kerjasama antara kaum lelaki dan perempuan. Menurut Sharma (2003) dan Kumar (2004), perempuan nelayan memainkan peran penting di bidang perikanan dan dalam memelihara struktur sosial dari rumahtangga dan komunitas mereka, tetapi kontribusi ekonomi mereka tetap tidak dikenali dan peran mereka pun tidak terdokumentasikan. Peran perempuan pada masyarakat pesisir di Indonesia, khususnya pada masyarakat nelayan, selain sebagai pengelola rumahtangga yang mengerjakan pekerjaan domestik, juga sebagai mitra kerja suami dalam melakukan pekerjaan produktif seperti pengumpul kerang atau nener, pengolah ikan hasil tangkapan 2

3 dan pedagang ikan. Waktu kerja nelayan tergantung jarak melautnya, sehingga dapat dikategorikan dua macam nelayan yaitu yang melaut harian dan yang melaut lebih dari satu hari bahkan hingga mingguan untuk satu kali perjalanan (trip). Istri nelayan yang suaminya harus melaut dalam jangka waktu lama dapat digolongkan sebagai kepala rumahtangga (KRT) perempuan sementara (temporer). Mereka harus dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga sendirian dan akibatnya beban yang ditanggung pun semakin berat. KRT perempuan harus bertanggungjawab terhadap urusan rumahtangga dan sekaligus bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2002, persentase penduduk perempuan Indonesia yang menjadi kepala rumahtangga (KRT) adalah 12,44 persen dibandingkan 87,56 persen KRT lelaki (BPS 2003). Namun demikian, kaum perempuan di komunitas pesisir jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan di bidang pengelolaan perikanan karena dianggap bukan kepala keluarga dan juga bukan nelayan yang sesungguhnya. Menurut Dwi et al. (2002), program pemerintah di wilayah pesisir belum berhasil membangun kesetaraan perempuan pada sektor ekonomi, sosial dan perencanaan pengelolaan sumberdaya pesisir. Minimnya data kuantitatif yang terpilah jenis kelamin dalam dokumen atau data statistik perikanan di Indonesia menunjukkan bahwa keterlibatan perempuan di dalam pembangunan perikanan pantai belum banyak terdokumentasikan. Dalam rangka mencapai tujuan dari pembangunan perikanan berkelanjutan yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pemanfaatan sumberdaya ikan (SDI) secara berkelanjutan, diperlukan keterlibatan semua pemangku kepentingan di bidang perikanan, termasuk kaum perempuan. Diperkirakan jika keterlibatan kaum perempuan dalam pembangunan perikanan dan mutu sumberdaya manusia (SDM) perempuan dapat lebih ditingkatkan maka akan dapat membantu pencapaian tujuan pembangunan perikanan berkelanjutan dengan suatu asumsi bahwa kemampuan SDM perempuan dan lelaki dapat saling melengkapi. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya dilakukan penelitian ini. 1.2 Perumusan Masalah Permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia dalam rangka Revitalisasi Pertanian sebagaimana tercantum dalam Perpres No 7 Tahun 2005 yang terkait 3

4 dengan komunitas nelayan adalah (1) rendahnya kesejahteraan dan relatif tingginya tingkat kemiskinan nelayan; (2) terbatasnya akses ke sumberdaya produktif, terutama akses terhadap sumber permodalan yang diiringi dengan rendahnya kualitas SDM; dan (3) penguasaan teknologi masih rendah. Arah kebijakan pemerintah yang dilaksanakan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) antara lain ditempuh melalui (1) peningkatan kemampuan nelayan dan pembudidaya ikan serta penguatan lembaga pendukungnya; dan (2) peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk perikanan dengan tetap memperhatikan kesetaraan gender dan kepentingan pembangunan berkelanjutan (RI 2005). Terkait dengan kesetaraan gender, komitmen DKP dalam upaya pemberdayaan perempuan sudah tampak dari adanya program Pemberdayaan Perempuan Nelayan, yang merupakan bagian dari proyek Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. Program Pemberdayaan Perempuan Nelayan ini ditujukan untuk meningkatkan keterampilan dan keahlian sumberdaya perempuan dalam hal teknis produksi, kewirausahaan, pengelolaan usaha dan pengambilan keputusan, serta meningkatkan akses pada informasi dan sumberdaya perikanan (DKP 2005b). Upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan sudah dilakukan, tetapi kondisi komunitas nelayan belum berubah, maka perlu adanya alternatif dalam kebijakan pengembangannya. Selama ini kontribusi ekonomi kaum perempuan pada komunitas nelayan belum dicatat dan belum ada pelibatan kaum perempuan dalam pembangunan, oleh karena itu penelitian yang menyangkut pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan perikanan pantai menjadi penting untuk dilakukan mengingat Indonesia adalah negara maritim dan kondisi kesejahteraan komunitas nelayannya masih rendah dan belum berubah, dengan tetap memperhatikan pemanfaatan SDI yang berkelanjutan. PUG sudah tercantum dalam arahan kebijakan pemerintah di bidang perikanan, dimana.definisi PUG menurut Inpres No. 9 Tahun 2000 tentang Pedoman PUG dalam Pembangunan Nasional adalah strategi yang dibangun untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional. 4

5 Pertanyaan penelitian (research question) yang diajukan adalah bagaimanakah program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender di mana terdapat partisipasi yang setara antara lelaki dan perempuan selaku pemangku kepentingan perikanan pantai dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi mereka yang berbeda? Pertanyaan rinci yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut (1) Dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi institusi teknis perikanan, apakah perempuan sudah dilibatkan? Apakah pencatatan pelaku kegiatan di bidang perikanan sudah terpilah berdasarkan jenis kelamin? Bagaimana lelaki dan perempuan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di bidang perikanan? (2) Bagaimanakah sikap komunitas pesisir terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai? (3) Bagaimanakah program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kebijakan pemerintah? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender yang memperhatikan kebutuhan dan potensi berbeda dari pemangku kepentingan, lelaki dan perempuan. Tujuan penelitian tersebut akan dicapai melalui tujuan-tujuan antara yang meliputi kegiatan (1) Melakukan analisis responsif gender dalam pelaksanaan program pembangunan kelautan dan perikanan saat ini. (2) Menganalisis sikap komunitas pesisir terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai. (3) Menyusun akternatif program bagi pembangunan perikanan pantai yang responsif gender Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi (1) Ilmu pengetahuan, di dalam menambah wawasan kesetaraan gender dan ekologi manusia. 5

6 (2) Pemerintah, baik tingkat daerah maupun pusat, sebagai pengambil keputusan di bidang perikanan, berupa acuan dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan pembangunan bidang perikanan pantai yang responsif gender. 1.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut (1) Pelaksanaan program pembangunan kelautan dan perikanan saat ini belum responsif gender. (2) Sikap pelaku perikanan pantai terhadap pembangunan perikanan pantai berbasis kesetaraan gender memiliki hubungan dengan latar belakang sosialekonomi-budaya, dengan anak hipotesis sebagai berikut (a) Terdapat hubungan antara sikap pelaku perikanan pantai terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai dan tingkat pendidikan formal terakhir. (b) Terdapat hubungan antara sikap pelaku perikanan pantai terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai dan matapencaharian. (c) Terdapat hubungan antara sikap pelaku perikanan pantai terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai dan status pekerja. (d) Terdapat hubungan antara sikap pelaku perikanan pantai terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai dan pendapatan. 1.5 Kerangka Pemikiran Perhatian utama dari pengelolaan perikanan ditujukan pada hubungan antara sumberdaya ikan (SDI) dengan kesejahteraan manusia dan konservasi sumberdaya untuk digunakan oleh generasi mendatang (Pomeroy 1995). Menurut Charles (2001), pembangunan perikanan yang berkelanjutan tergantung empat aspek yaitu berkelanjutan dari aspek sosio-ekonomi, komunitas, kelembagaan dan ekologi. Perikanan dipandang sebagai suatu sistem yang terintegrasi antara komponen ekologi, biofisik, ekonomi, sosial dan budaya, setiap komponen tersebut saling berkaitan dan tidak berdiri sendiri. Dengan demikian, pembangunan perikanan berkelanjutan tidak hanya bertujuan melindungi stok ikan saja, tetapi juga meliputi pengelolaan semua aspek dari perikanan. Menurut Simatauw et al. (2001), gender sangat berhubungan dengan penguasaan dan pengelolaan sumberdaya alam, karena di dalamnya terkait 6

7 persoalan hubungan kuasa (kontrol) dan peran antara lelaki dan perempuan dalam menjadikan alam sebagai sumber kehidupan. Menurut Depdagri dan BCEOM (1998), keterlibatan pengguna atau pemangku kepentingan dalam proses perencanaan merupakan hal kritis bagi keberhasilan rencana pengelolaan perikanan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keterlibatan dan peranserta pengguna atau masyarakat umum dalam perencanaan pengelolaan perikanan adalah merupakan suatu tantangan. Kerangka pemikiran penelitian ini adalah sebagai berikut: Kondisi perikanan pantai di Indonesia saat ini dipengaruhi oleh kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan dengan cara yang merusak, kerusakan dan pencemaran lingkungan, tidak menyatunya kegiatan perlindungan dan pemanfaatan sumberdaya alam serta kesejahteraan masyarakat pesisir yang masih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembangunan perikanan pantai yang bertujuan untuk pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan perikanan pantai membutuhkan partisipasi dari pemangku kepentingan, baik lelaki dan perempuan. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimanakah program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender dengan memperhatikan kebutuhan dan potensi pemangku kepentingan, lelaki dan perempuan, agar tercapai tujuan pembangunan perikanan pantai. Untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut dilakukan analisis gender di tingkat kebijakan dan masyarakat serta analisis sikap masyarakat terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai untuk mengetahui kecenderungan pengambilan keputusan. Setelah itu, dilakukan penyusunan strategi dan program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender serta skala prioritas pelaksanaan program. Pelaksanaan program-program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender ini diharapkan dapat meningkatkan kesetaraan gender dalam pembangunan perikanan pantai, dengan demikian tujuan pembangunan perikanan pantai yaitu pemanfaatan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Kerangka pemikiran penelitian tampak pada Gambar 1. 7

8 - Kegiatan pemanfaatan yg merusak - Kerusakan & pencemaran lingkungan - Kegiatan perlindungan dan pemanfaatan yang tidak menyatu Kondisi perikanan pantai saat ini Kesejahteraan masyarakat rendah - Pemanfaatan SDA berkelanjutan - Peningkatan kesejahteraan masyarakat Pembangunan perikanan pantai Partisipasi pemangku kepentingan, lelaki dan perempuan Analisis gender Analisis sikap Analisis relasi gender dalam komunitas Moser Analisis kebijakan GAP Skala Likert SWOT Strategi dan program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender AHP Prioritas program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender = lingkup penelitian Kesetaraan gender dalam pembangunan perikanan pantai Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian 1.6 Penelitian Yang Pernah Dilakukan Penelitian tentang peran dan partisipasi perempuan nelayan serta yang terkait gender di bidang perikanan laut dan pantai yang sudah pernah dilakukan oleh berbagai peneliti, yaitu antara lain 8

9 (1) Determinan-determinan Peranan Wanita Nelayan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Rumahtangga. Studi Kasus Di Desa Haria, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku adalah judul tesis Demianus Resusun, Fakultas Pascasarjana IPB, tahun Tujuan penelitiannya adalah mengkaji pengaruh nilai sosial budaya, faktor pendidikan, bentuk dan sifat usaha serta pola hubungan kerja nelayan yang diduga mempengaruhi status dan peranan perempuan nelayan dalam berbagai aktivitas. Penelitiannya bersifat deskriptif dan eksplanatoris, dengan wawancara dan kuesioner. Hasilnya yaitu: (a) Peranan perempuan nelayan pada umumnya menonjolkan kegiatan rumahtangga dan sosial dibanding lelaki. Perempuan dari golongan rumahtangga menengah dan kurang mampu ternyata turut menyumbang pendapatan tambahan bagi rumahtangga dibanding perempuan dari strata mampu. (b) Peranan perempuan dalam pengambilan keputusan rumahtangga lebih menonjol pada bidang pengeluaran kebutuhan pokok, sedangkan bidang lain seperti produksi, pembentukan dan pembinaan rumahtangga serta sosial berlaku tipe keputusan bersama dan setara. (2) Kehidupan Wanita Dalam Rumahtangga Miskin Di Desa Pantai. Studi Kasus Kegiatan Sosial Ekonomi Istri Nelayan Di Desa Samudera Jaya Bekasi adalah judul tesis Masngudin, Program Pascasarjana UI, tahun Tujuan penelitiannya adalah mengkaji bagaimana pengaruh kebudayaan kemiskinan dan kebudayaan yang berlaku umum dalam masyarakat Jawa dan Sunda yang telah mantap terhadap posisi atau derajat istri nelayan dalam rumahtangganya. Metode penelitiannya adalah pengamatan dan wawancara. Hasilnya adalah: (a) Sosialisasi dalam hal pekerjaan yaitu ayah mengarahkan anak lelakinya untuk menjadi nelayan, dan ibu mengarahkan anak perempuan untuk mengerjakan pekerjaan rumahtangga dan bekerja sebagai buruh tani; (b) Dari pengerahan tenaga kerja anggota rumahtangga dalam menanggulangi kebutuhannya, memperlihatkan adanya keseimbangan derajat atau posisi suami istri atau lelaki perempuan dalam rumahtangga nelayan miskin. Namun pengaruh kebudayaan yang telah mantap dalam masyarakat tetap membedakan derajat atau posisi antara suami istri dalam keluarga. 9

10 (3) Studi Rekayasa Model Pembinaan Kelompok Masyarakat Nelayan Miskin Di Pedesaan Pantai Jawa Timur adalah judul penelitian yang dilakukan oleh A. Qoid, H. Nursyam, P. Purwanti dan Soemarno dimuat dalam Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Sosial Vol. 12 No. 1 Februari Tujuan penelitian adalah melakukan rekayasa sosial dan kelembagaan. Metode penelitiannya adalah kaji tindak, yaitu pengujian terhadap rancangan model. Hasilnya menunjukkan bahwa strategi pola pembinaan kelompok nelayan miskin di perdesaan pantai perlu dilakukan melalui penerapan lima unsur pembinaan: pertama, yaitu dua unsur pokok yang mencakup industrialisasi perdesaan pantai dan inovasi teknologi penangkapan, dan kedua adalah tiga unsur penunjang yaitu pembenahan kelembagaan keuangan dan perkreditan bagi hasil, renovasi sistem pemasaran komoditi perikanan dan pembinaan perilaku masyarakat perdesaan pantai diarahkan kepada perilaku yang lebih produktif. (4) Gender, Work, And Household Survival In South Indian Fishing Communities: A Preliminary Analysis adalah judul penelitian yang dilakukan oleh H.M. Hapke dimuat dalam The Professional Geographer Vol 53 No 3 tahun Tujuan penelitian adalah mempelajari saling mempengaruhi antara gender, agama dan kasta, serta formasi strategi mempertahankan hidup keluarga antara masyarakat nelayan Islam dan Kristen di India Selatan. Metode yang digunakan adalah survei terhadap pola kerja lelaki dan perempuan di dua desa. Hasil penelitian menunjukkan bagaimana ideologi gender dan pekerjaan tertentu terkait dengan komunitas agama dan kasta yang berbeda akan mempengaruhi pengadopsian atau pemakaian strategi rumahtangga individual yang berbeda pula. (5) Community Formation And Fisheries Conservation In Southern Thailand adalah judul penelitian oleh C. Johnson yang dimuat dalam Development And Change Vol 32 tahun Penelitian ini mengeksplorasi teori komunitas, milik umum (common property) dan aksi kolektif melalui pemikiran pada pengelolaan dan pemagaran dari perikanan pantai di Thailand Selatan. Tujuan penelitian adalah (a) mengeksplorasi insentif yang memotivasi penduduk desa untuk mendukung dan menjalankan common property regime (CPR); (b) mempertimbangkan isu kepemimpinan, mengidentifikasi alasan perorangan 10

11 berminat untuk berhubungan dengan perikanan yang mahal; dan (c) menguji cara-cara dimana agama dan identitas suku membantu menempa penggambaran komunitas yang dapat mendorong aksi kolektif. Hasilnya menunjukkan bahwa usia, gender dan kelas masyarakat memiliki dampak yang besar pada keinginan perorangan untuk ikutserta dalam kegiatan sosiopolitik penting ini. Dalam melakukannya, digambarkan cara yang dinamis dimana kekuasaan, struktur dan sejarah hubungan sosial dapat membentuk komunitas, milik umum dan aksi kolektif. (6) Peranan Istri Nelayan Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Rumahtangga Nelayan Di Pedesaan Pantai Pondokdadap Malang Selatan adalah judul penelitian yang dilakukan oleh D. Arfiati, P. Purwanti dan A. Tumulyadi dimuat dalam Jurnal Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences) Vol. 13 No. 2 Agustus Tujuan penelitian adalah mempelajari seluruh waktu istri nelayan yang tersedia dan jenis pekerjaan yang dilakukan wanita nelayan. Metode yang digunakan adalah metode survei. Dari analisis diperoleh hasil: (a) Waktu yang dialokasikan untuk kegiatan produksi rumahtangga (memasak, mencuci, membersihkan rumah, mengasuh anak dan menyiapkan makan) dalam sehari rataan sebesar 26,47 persen, untuk kegiatan pada pasar tenaga kerja (sebagai buruh atau penjual) sebesar 46,26 persen, dan penggunaan waktu luang sebesar 46,22 persen (bersantai, makan, tidur, ibadah dan kegiatan sosial); (b) Keputusan untuk bekerja dan mengikuti kegiatan sosial kemasyarakatan ditentukan oleh wanita itu sendiri dan suami memberikan dukungan. (7) Curahan Waktu Dan Produktivitas Kerja Wanita Nelayan Di Pedesaan Pantai Kabupaten Pasuruan adalah judul penelitian yang dilakukan oleh P. Purwanti, E.Y. Herawati dan A.R. Dani dari Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya dimuat dalam Jurnal Ilmu-ilmu Sosial (Social Sciences) Vol. 16 No. 1 Februari Tujuan penelitian adalah menelaah seluruh waktu istri nelayan yang tersedia serta produktivitas kerja wanita nelayan, mempelajari faktorfaktor yang mempengaruhi curahan kerja wanita nelayan. Metode yang digunakan adalah metode survei. Hasil penelitiannya adalah: (a) Waktu yang dihabiskan oleh perempuan untuk kegiatan produksi pasar tenaga kerja adalah 4-7 jam, untuk kegiatan produksi rumahtangga adalah 4 jam, dan sisanya 11

12 sekitar jam untuk penggunaan waktu luang; (b) Curahan kerja wanita nelayan secara bersama-sama dipengaruhi oleh upah, banyaknya anak, umur, pendidikan, dan status pekerjaan; (c) Wanita nelayan pengolah ikan kering memiliki produktivitas yang paling tinggi dibandingkan dengan jenis usaha lainnya; (d) Keputusan untuk bekerja adalah atas kemauan sendiri. (8) Women And Natural Resource Management: Illustrations From India And Nepal adalah judul penelitian yang dilakukan oleh B. Upadhyay dari International Water Management Institute (IWMI) Gujarat dimuat dalam Natural Resources Forum Vol. 29 tahun Tujuan penelitian adalah untuk menggambarkan peran perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam (SDA) dengan penekanan peran mereka dalam pengelolaan air, pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan. Teknik yang digunakan adalah partisipasi dengan menggunakan in-depth survey, focus group discussion dan observasi partisipasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perempuan mengalahkan lelaki dalam hal keterlibatan mereka memanfaatkan dan mengelola semua sektor yang diteliti. Namun, mereka menghadapi pengabaian dan penolakan pembagian yang sama dari keuntungan yang diperoleh dari SDA tersebut. Hasil-hasil penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa kaum perempuan dari komunitas nelayan banyak berperan di kegiatan domestik. Namun demikian, perempuan dari keluarga nelayan miskin juga terlibat dalam berbagai kegiatan produktif dalam rangka menambah pendapatan rumahtangga. 1.7 Novelty Kebaruan (novelty) dari penelitian ini terletak pada (1) Penggunaan kombinasi analisis gender (GAP dan Moser), analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT) dan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). (a) Gender Analysis Pathway (GAP) merupakan alat analisis pengarusutamaan gender (PUG) di tingkat kebijakan dan program pembangunan kelautan dan perikanan di Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) Kabupaten Subang; 12

13 (b) Analisis Moser merupakan alat analisis untuk perencanaan program pembangunan dengan menganalisis masalah dan isu gender di tingkat rumahtangga komunitas perikanan; (c) Analisis SWOT untuk menyusun strategi pembangunan perikanan pantai yang responsif gender. (d) Pendekatan AHP untuk membuat urutan prioritas program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender. Secara bersama-sama kombinasi analisis ini akan menjawab pertanyaan tentang bagaimanakah program pembangunan perikanan pantai yang mengintegrasikan aspirasi, pengalaman dan masalah lelaki dan perempuan selaku pemangku kepentingan perikanan, dan selanjutnya akan menyusun alternatif program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender. (2) Pengembangan konsep pembangunan perikanan pantai yang dilandaskan atas prinsip kesetaraan gender yang melibatkan pemangku kepentingan, lelaki dan perempuan. (3) Obyek penelitian yang bersifat holistik mencakup masyarakat pesisir, kelembagaan pemerintah daerah (Dislutkan, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa/koordinator Forum Komunikasi, Konsultasi dan Koordinasi Gender Kabupaten Subang) dan kelembagaan ekonomi (KUD Mina, Bakul Ikan) di Kabupaten Subang. 13

KESETARAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PERIKANAN PANTAI: KASUS KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT SRI MURNI SOENARNO

KESETARAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PERIKANAN PANTAI: KASUS KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT SRI MURNI SOENARNO KESETARAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN PERIKANAN PANTAI: KASUS KABUPATEN SUBANG, JAWA BARAT SRI MURNI SOENARNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Rancangan penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Rancangan penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Subang. Alasan penetapannya karena di kabupaten ini terdapat dua pelabuhan perikanan pantai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd

TEKNIK ANALISIS GENDER. Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd TEKNIK ANALISIS GENDER Oleh: Dr. Nahiyah Jaidi Faraz, M.Pd FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2012 MAKALAH TEKNIK ANALISIS GENDER Dr. Nahiyah Jaidi Faraz M.Pd nahiyah@uny.ac.id Pengertian Analisis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Dewasa ini masyarakat mulai memberi perhatian lebih besar pada kualitas makanan termasuk sayuran yang mereka konsumsi. Masyarakat menghendaki produk sayuran yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Negara dapat dikatakan maju apabila memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Pembangunan sumberdaya manusia sangat penting dan strategis guna menghadapi era persaingan ekonomi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan garis pantai sepanjang 81.290 km dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) seluas 5,8 juta km 2 (Dahuri et al. 2002).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO

PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO Setya Prihatiningtyas Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar di dunia. Jumlah penduduk Indonesia meningkat terus dari tahun ke tahun. Sensus penduduk

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk Indonesia, sepakat untuk mengadopsi deklarasi Millenium Development Goals (MDG) atau Tujuan Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 4 KONDISI UMUM 4.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Subang

BAB 4 KONDISI UMUM 4.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Subang BAB 4 KONDISI UMUM 4.1 Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Subang Menurut Indonesia Human Development Report 2004 (BPS, Bappenas dan UNDP 2004), angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2

PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1. Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 PENDIDIKAN ADIL GENDER DALAM KELUARGA 1 Siti Rohmah Nurhayati, M.Si. 2 Pendahuluan Keluarga merupakan tempat pendidikan pertama bagi anak. Di dalam keluarga, anak mendapatkan seperangkat nilai-nilai, aturan-aturan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas laut dan jumlah pulau yang besar. Panjang garis pantai Indonesia mencapai 104.000 km dengan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2007 sebesar 37,17 juta jiwa yang berarti sebanyak 16,58

Lebih terperinci

Judul Studi : Kajian Kebijakan Kelautan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Judul Studi : Kajian Kebijakan Kelautan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Judul Studi : Kajian Kebijakan Kelautan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir Nama Unit Pelaksana : Direktorat Kelautan dan Perikanan Email :ningsih@bappenas.go.id Abstrak Wilayah pesisir dan laut Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun , pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2004-2009, pemerintah mengakui masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) Indonesia. Hal

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH

PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH PERAN WANITA DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN KELUARGA NELAYAN DI DESA TASIKAGUNG KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG JAWA TENGAH TUGAS AKHIR TKP 481 Oleh : ASTRID EKANINGDYAH L2D000400 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. 248,8 juta jiwa dengan pertambahan penduduk 1,49%. Lajunya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kependudukan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara termasuk Indonesia. Saat ini penduduk Indonesia kurang lebih berjumlah 248,8 juta jiwa dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN PENERAPAN PUG DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPUTI BIDANG PUG BIDANG EKONOMI KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PERPRES NO. 5 TAHUN 2010 RPJMN 2010-2014 A. 3

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA. a. INPRES No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dalam 10 BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengarusutamaan Gender (PUG) 1. Kebijakan Pengarusutamaan Gender Terkait dengan Pengarusutamaan Gender (PUG), terdapat beberapa isitilah yang dapat kita temukan, antara lain

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Secara Nasional, Angka Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality Ratio(MMR) di

BAB. I PENDAHULUAN. Secara Nasional, Angka Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality Ratio(MMR) di 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara Nasional, Angka Kematian Ibu (AKI)/Maternal Mortality Ratio(MMR) di Indonesia masih tinggi. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER

C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER C KONSEP PENGURUSUTAMAAN/ MAINSTREAMING GENDER 1. Tentang Lahirnya PUG Pengarusutamaan Gender PUG secara formal diadopsi dalam Beijing Flatform For Action BPFA tahun yang menyatakan bahwa pemerintah dan

Lebih terperinci

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN

BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN BAB 12 PENINGKATAN KUALITAS KEHIDUPAN DAN PERAN PEREMPUAN SERTA KESEJAHTERAAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Permasalahan mendasar dalam pembangunan pemberdayaan perempuan dan anak yang terjadi selama ini adalah

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak STRATEGI PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN OLEH: DEPUTI BIDANG PUG BIDANG POLITIK SOSIAL DAN HUKUM Disampaikan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PENGARUSUTAMAAN GENDER MELALUI PPRG KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK PENGARUSUTAMAAN GENDER Strategi untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui kebijakan dan program

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP

EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP EFEKTIVITAS PUG DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PSP Oleh : Sekretariat Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Disampaikan Pada Acara Koordinasi dan Sinkronisasi Pengarusutamaan Gender dalam Mendukung

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM

KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM KEBIJAKAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN (PPRG) DALAM PERUBAHAN IKLIM Disampaikan Oleh: Drg. Ida Suselo Wulan, MM Deputi Bidang PUG Bidang Politik, Sosial dan Hukum Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa negara, telah mendorong meningkatnya permintaan komoditas perikanan dari waktu ke waktu. Meningkatnya

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA PERATURAN WALIKOTA SABANG NOMOR TAHUN 2013 TENTANG PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DALAM PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SABANG, Menimbang : a. bahwa dokumen perencanaan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%.

BAB I. PENDAHULUAN. yang signifikan, dimana pada tahun 2010 yaitu mencapai 8,58% meningkat. hingga pada tahun 2014 yaitu mencapai sebesar 9,91%. BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor perikanan memberikan kontribusi terhadap PDRB sektor pertanian di Provinsi Sumatera Utara tahun 2010 s/d 2014 mengalami peningkatan yang signifikan, dimana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 20 1.1 Latar Belakang Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional yang diharapkan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan mempertimbangkan

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon...

DAFTAR TABEL. Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... DAFTAR TABEL Tabel IV.1 Data Jumlah Penduduk Kota Medan berdasarkan Kecamatan... 40 Tabel IV.2 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon... 54 Tabel IV.3 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan nasional tidak akan terwujud secara optimal tanpa adanya partisipasi aktif segenap komponen masyarakat, baik laki-laki maupun perempuan. Namun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Deputi Bidang SDA dan LH

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan air laut di Indonesia memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Hai ini mengingat wilayah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar

Lebih terperinci

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG)

Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG) Modul: Gender Analysis Pathway (GAP) (Alur Kerja Analisis Gender (AKAG) Oleh : Suyatno, Ir. M.Kes Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Semarang Tujuan pembelajaran: 1. Menjelaskan pengertian analisis gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. memahami dan mampu mengelola sumber daya alam secara bertanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pemberdayaan perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PANDUAN TEKNIS PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian

Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Kiprah Perempuan Dalam Pertanian Disampaikan pada siaran Kiprah Desa di RRI Pro-1 Yogyakarta 21 April 2017 Titiek Widyastuti HP 081 328 25 2005 Prodi Agroteknologi Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le

Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Le WALIKOTA PAREPARE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN RENCANA KERJA SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH BERPERSPEKTIF GENDER KOTA PAREPARE WALIKOTA PAREPARE

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Dalam Perpres No 7 Tahun 2005 tentang RPJMN 2004-2009 tercantum bahwa salah satu permasalahan yang menyangkut pembangunan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA Fahrur Razi Penyuluh Perikanan Muda pada Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan email: fahrul.perikanan@gmail.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM Pancasila dan Undang-undang Dasar Tahun 1945 merupakan landasan ideologi dan konstitusional pembangunan nasional termasuk pemberdayaan koperasi dan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 [HDI] Human Development Report Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh. 4 Ibid.

BAB I PENDAHULUAN. 1 [HDI] Human Development Report Human Development Index (HDI). [Internet]. [dinduh. 4 Ibid. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Hubeis (2010) kualitas hidup manusia dapat diukur berdasarkan pengukuran Human Development Index (HDI), Gender Development Index (GDI), dan Gender Empowerment

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) METODE BARU Tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan rakyat untuk menikmati umur panjang, sehat, dan menjalankan kehidupan yang produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini penduduk Indonesia yang mempunyai mata pencaharian nelayan dan budidaya perikanan mencapai lebih 5,8 juta orang. Sebagian besar dari nelayan dan petani budidaya

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 119 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA KAMPANYE DAMAI DALAM RANGKA PERINGATAN HARI PEREMPUAN SEDUNIA PROVINSI SULAWESI TENGAH JUM AT, 11 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG)

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG) BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 34 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER (PPRG) BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengintegrasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Strategi Optimalisasi Unsur Unsur Positif Lokal untuk Mendukung Penerapan Prinsip Prinsip Blue Economy di Wilayah Coral Triangle SASARAN REKOMENDASI Kebijakan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER

PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER PEMBANGUNAN NASIONAL BERWAWASAN GENDER oleh : Sally Astuty Wardhani Asdep Gender dalam Pendidikan Kementerian PP dan PA Disampaikan pada : Rapat koordinasi PUG Bidang Pendidikan lintas Sektor Batam, 29

Lebih terperinci

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009

ANALISIS GENDER. SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009 ANALISIS GENDER SUYATNO, Ir. MKes FKM UNDIP SEMARANG, 2009 Analisa Gender Adalah proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami: pembagian kerja/peran laki-laki dan perempuan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51/PERMEN-KP/2016 TENTANG PEDOMAN PEMETAAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN TAHUN 2013 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 21 TAHUN 2013 21 TAHUN 2013 TENTANG PANDUAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional yang potensial untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional di masa kini dan

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA PELUNCURAN STRATEGI NASIONAL (STRANAS) PERCEPATAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) MELALUI PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG 1 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas bangsa ditentukan oleh kualitas penduduk yang tercermin pada kualitas sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator kualitas penduduk adalah Human Development Index

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

Gender, Social Inclusion & Livelihood

Gender, Social Inclusion & Livelihood Gender, Social Inclusion & Livelihood LATAR BELAKANG KOMITMEN AWAL PEMBANGUNAN UTK MELIBATKAN SELURUH KOMPONEN BANGSA BAIK L/P DALAM PEMBANGUNAN Rencana Aksi Daerah Pengarusutamaan Gender ditujukan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Provinsi Sumatera Barat yang identik dengan Minangkabau merupakan satu-satunya daerah di Indonesia yang menganut sistem matrilineal. Masyarakat Minangkabau ini pun merupakan

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 36 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci