BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu yang Relevan 1. Penelitian dengan Judul Penyimpangan Sosial dalam Novel Hati yang Bercahaya Karya Wiwid Prasetyo Penelitian tersebut dilakukan oleh Leni Marlina mahasiswa Universitas Negeri Padang. Penelitian tersebut dilakukan Leni Marlina pada tahun 2013 sebagai salah satu tugas akhir. Permasalahan yang dibahas dalam penelitiaannya adalah mengenai terjadinya penyimpangan sosial. Hasil analisis dan pembahasannya ditemukan bahwa dalam novel Hati yang Bercahaya terdapat penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial yang ditemukan meliputi adanya; penyimpangan terhadap kekuasaan dan wewenang, penyimpangan agama, dan penyimpangan terhadap pergaulan. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada sumber data. Karena Leni Marlina dalam sumber data penelitiannya menggunakan novel Hati Yang Bercahaya karya Wiwid Prasetyo. Sedangkan sumber data pada penelitian ini menggunakan novel Setelah Lonceng Berbunyi 12 Kali karya Giyanto Jangkung. Dengan demikian data yang disajikan dalam pembahasan memiliki perbedaan. Oleh karena itu, hasil pembahasan dalam penelitian ini berbeda. 2. Penelitian dengan Judul Penyimpangan Perilaku Remaja di Gondanglegi sebagai Masalah Sosial Penelitian tersebut dilakukan oleh Isna Mufidah mahasiswa di Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian tersebut dilakukan oleh Isna Mufidah pada tahun Hasil penelitian secara ringkas menunjukkan bahwa 6

2 7 bentuk/jenis-jenis penyimpangan perilaku remaja di Gondanglegi tergolong berat dan sebagian melanggar hukum. Hal-hal yang menjadi penyebab penyimpangan perilaku remaja itu adalah karena pengaruh dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sedangkan upaya yang dilakukan keluarga dan masyarakat menggunakan upaya preventif, represif, kuratif, dan rehabilitasi. Perbedaan antara penelitian yang dilakukan oleh Isna Mufidah jenis penelitiannya yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Sedang dalam pengumpulan mengggunakan metode obesrvasi, interview, dan dokumentasi. Sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Kemudian metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desktiptif analitik. Sedang untukpengumpulan datanya menggunakan teknik baca dan catat. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan oleh peneliti benar-benar berbeda dengan penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, peneliti berpendapat bahwa penelitian ini perlu dilakukan. B. Penyimpangan Sosial 1. Pengertian Penyimpangan Sosial Menurut Zenden, dalam Sunarto (2004: 175) penyimpangan sosial merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi. Horton (2013) bahwa penyimpangan adalah setiap perilaku yang dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat. Lawang (2013) penyimpangan sosial adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang itu.

3 8 Berdasarkan beberapa pendapat di atas,peneliti mengambil salah satu pendapat yang diungkapkan oleh Zenden dalam Sunarto (2004: 175). Pendapat tersebut adalah bahwa penyimpangan sosialmerupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.oleh karena itu, bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku penyimpangan dapat dikenakan hukum sosial. Maka disebutkan bahwa dalam penyimpangan sosial terdapat bentuk-bentuk penyimpangan untuk melihat tingkat pelanggaran yang terjadi. Namun semua bentukbentuk penyimpangan sosial tersebut tentu berhubungan dengan tindakan yang tidak dapat diberi toleransi. Melalui bentuk-bentuk penyimpangan sosial tersebut, dapat lebih mudah untuk membedakan tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh masingmasing pelakunya. Dengan demikian, masyarakat dapat mengetahui batas toleransi yang harus diberikan sehingga tidak menimbulkan perselisihan. Schaefer (2012: 194) berpendapat penyimpangan melibatkan pelanggaran norma kelompok yang mungkin atau tidak mungkin diformal menjadi hukum. Ini adalah konsep komprehensif yang tidak hanya mencakup perilaku kriminal, tetapi juga banyak tindakan yang tunduk pada hukuman. Penyimpangan sosial, lebih dipandang memiliki makna negatif pada masyarakat. Pada kasus penyimpangan sosial, mayoritas hal ini memang lebih mengarah pada makna negatif. Ini karena penyimpangan sosial memang melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Norma merupakan aturan dan ekspektasi yang terbentuk dari berbagai anggota masyarakat. Tindakan penyimpangan norma tentu dapat berdampak buruk bagi masyarakat yang meyakini norma tersebut, meski belum tentu berlaku pada masyarakat lainnya.

4 9 2. Bentuk-bentuk Penyimpangan Sosial. Jumlah dan macam perilaku menyimpang cukup banyak di masyarakat. Dari penyimpangan kecil seperti mengluarkan kata-kata tidak sopan, hingga penyimpangan besar dalam bentuk kejahatan. Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 137) bentukbentuk penyimpangan sosial yang melanggar batas toleransi terdapat empat macam yaitu; penyalahgunaan NAZA atau narkoba, perkelahian antar pelajar, penyimpangan perilaku seksual, tindak kriminalitas atau tindak kejahatan. Berikut adalah penjelasan dari empat bentuk penyimpangan sosial. a. Penyalahgunaan NAZA atau Narkoba Narkotika, alkohol, dan zat adiktif (NAZA) narkotika daun obat-obat berbahaya (Narkoba). Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 137) Narkotika adalah zat-zat kimia yang digunakan dalam kedokteran untuk membius partsien. Dokter memanfaatkannya untuk menangani operasi. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis atau semisintesis, yang menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan arasa sakit nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Syahrizal, 2013: 2). Penggunaan di luar tujuan itu merupakan bentuk penyimpangan (Suhardi dan Sri Sunarti, 2009: 136). Misalnya, penggunaan ekstasi untuk pelarian diri dari beban hidup atau melupakan masalah yang dihadapi. Namun dari pada kegunaan secara medis yang membutuhkan zat-zat tersebut sebagai bahan untuk penanganan medis pandangan lain dikemukakan melalui norma hukum. Norma hukum telah memberi sanksi tegas kepada para pengedar dan pengguna narkotika (Suhardi dan Sri Sunarti,

5 : 137). Dengan alasan tersebut maka narkotika atau pun narkoba merupakan salah satu bentuk dari penyimpangan sosial. Karena penggunaan dari batas yang seharusnya menyebabkan seseorang menjadi ketergantungan. Hingga pada akhirnya hal tersebut merusak syaraf otak sehingga tidak jarang terjadi berbagai tindak kejahatan yang dilakukan oleh para pecandu narkotika atau narkoba. b. Perkelahian Antar Pelajar Perkelahian antar pelajar disebut juga tawuran, yang artinya perkelahian yang melibatkan banyak pelajar. Perkembangan jiwa remaja belum stabil, emosinya lebih menonjol daripada rasio. Perkelahian termasuk jenis kenakalan remajra akibat kompleksnya kehidupan kota yang disebabkan karena masalah sepele misalnya, saling mengejek di antara pelajar. Rasa solidaritas negatif kemudian membawa pelajarpelajar lain melibatkan diri. Faktor yang menjadi penyebab penyimpangan sosial tersebut yaitufaktor internal dan faktor eksternal (Kartono, 2002: 109) c. Penyimpangan Perilaku Seksual Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 140) ada dua macam penyimpangan seksual, yaitu perilaku seksual di luar nikah dan homoseksual. Hubungan seksual di luar nikah dapat berupa pelacuran, perkosaan, dan perselingkuhan (kumpul kebo). Kumpul kebo adalah hidup seperti suami istri tanpa ikatan pernikahan yang sah. Semua bentuk perilaku seks menyimpang berakibat buruk. Baik terhadap para pelakunya ataupun lingkungan masyarakat pada umumnya. Hubungan seks di luar nikah adalah bentuk dari pelanggaran norma, terutama norma agama. Bagi yang beragama islam, hal itu adalah zina besar yang berat pula

6 11 hukumannya. Masyarakat pun akan memandang jijik kepada mereka yang melakukannya. Sedangkan dari segi kesehatan, hubungan seks bebas rawan terhadapat penularan penyakit kelamin. Selain itu, hubungan seks bebas juga dapat menyebabkan penyakit HIV AIDS. Hubungan seks karena perselingkuhan, dapat mengakibatkan keretakan rumah tangga. Apabila satu pihak tidak bisa menerima perselingkuhan tersebut, maka dapat terjadi perceraian. Menurut Sunarto (2004: 64) terjadimya perceraian maka dengan sendirinya fungsi keluarga mengalami gangguan dan pihak yang bercerai maupun anak-anak harus menyesuaikan diri dengan situasi baru. Setiap perceraian akan membawa dampak negatif kepada anak. Anak yang seharusnya mendapat kasih sayang dan perhatian dari kedua orang tua kandungnya menjadi terabaikan. Anakanak korban keretakan rumah tangga (broken home) seperti itu biasanya nakal dan berperilaku menyimpang. d. Tindak Kriminalitas atau Tindak Kejahatan Semua bentuk pelanggaran norma hukum adalah tindakan kriminal (kejahatan). Kejahatan seperti ini merugikan orang lain, baik secara pidana maupun perdata. Ada tindakan kriminal yang bersifat terang-terangan seperti pencopetan, penjambretan, pencurian, penodongan, dan perampokan. Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 141) tindak kriminal adalah tindak kejahatan atau tindakan yang merugikan orang lain dan melanggar norma hukum, norma sosial, dan norma agama. Dalam tindakan kriminalitas atau tindak kejahatan terdapat beberapa contoh yaitu; kejahatan tanpa korban, kejahatan terorganisasi, kejahatan kerah putih, kejahatan kerah biru, dan kejahatan korporat. Berikut adalah penjelasan dari beberapa tindak kriminalitas atau tindak kejahatan.

7 12 1) Kejahatan Tanpa Korban (crime without victim) Menurut Muin (2013: 172) kejahatan tanpa korban adalah kejahatan yang tidak mengakibatkan penderitaan pada korban akibat tindak pidana orang lain. Meskipun tidak membawa korban namun perbuatan demikian digolongkan sebagai kejahatan karena dianggap sebagai perbuatan tercela oleh masyarakat ataupun kelompok yang berkuasa (Sunarto, 2004: 182). Dengan segala bentuk persoalandalam kejahatan tersebut maka contohnya adalah berjudi, mabuk-mabukan, penyalahgunaan narkotika, dan sebagainya. Pada kenyataanya kejahatan seperti merugikan diri sendiri pada setiap pelakunya. 2) Kejahatan Terorganisasi (organized crime) Menurut Sunarto (2004: 182) kejahatan terorganisasi adalah pelaku kejahatan komplotan yang secara berkesinambungan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan uang atau kekuasaan dengan jalan menghindari hukum. Kejahatan terorganisasi merupakan kejahatan yang melampaui batas negara yang dilakukan oleh organisasi-organisasidengan jaringan global. Contohnya komplotan korupsi, penyediaan jasa pelacur, pengedaran narkotika, dan penyelundupan pekerja asing ke dalam suatu negara. 3) Kejahatan Kerah Putih (white collar crime) Menurut Sunarto (2004: 183) kejahatan kerah putih adalah kejahatan yang mengacu pada kejahatan orang-orang terpandang atau berstatus tinggi dalam rangka pekerjaannya. Kejahatan tersebut menjerumus pada kecurangan yang dapat merugikan

8 13 masyarakat. Contoh tindak kejahatan ini misalnya; korupsi,kolusi, dan nepotisme atau yang sering disebut dengan KKN. Kejahatan seperti ini sering kali melibatkan pejabat publik dari tingkat pemerintah daerah hingga pemerintah pusat. 4) Kejahatan Kerah Biru (blue collar crime) Menurut Hius J, Dkk (2014) kejahatan kerah biru adalah kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang golongan rendah. Tindak kejahatan ini misalnya; perampokan/perampasan,mencuri jemuran, pencurian sandal di masjid dan sebagainya. Meski kejahatan ini dilakukan oleh orang-orang dengan golongan rendah namun yang dilihat bukan dari sisi tersebut melainkan dampak yang ditimbulkan. Oleh karena itu, masyarakat tetap menganggap kejahatan ini sebagai gangguan yang dapat merugikan. Dengan demikian kejahatan kerah biru merupakan salah satu kejahatan yang harus ditindak tegas. 5) Kejahatan Korporat (corporate crime) Menurut Sunarto (2004: 183) kejahatan korporat adalah jenis kejahatan yang dilakukan atas nama organisasi dengan tujuan menaikkan keuntungan atau menekan kerugian. Salah satu contoh dari tindak kejahatan ini biasanya dilakukan oleh suatu perusahaan membuang limbah beracun ke sungai yang mengakibatkan penduduk sekitar mengalami berbagai jenis penyakit.kejahatan seperti ini banyak dijumpai oleh perusahaan-perusahan pertambangan minyak, emas, batu bara. Bahkan juga kejahatan seperti itu banyak dilakukan oleh perusahaan tekstil yang menggunakan bahan-bahan kimia.

9 14 3. Pencegahan Penyimpangan Sosial. Menurut Winles (2013) penyimpangan sosial dapat dicegah melalui tiga faktor yaitu; keluarga, lingkungan tempat tinggal dan teman sepermainan, dan media massa. Tiga faktor tersebut memiliki peran masing-masing sesuai dalam melakukan pencegahan terhadap terjadinya penyimpangan sosial. Oleh karena itu, masyarakat sebagai mahkluk sosial perlu mempelajari tiga factor tersebut. Karena masyarakat tidak bisa dilepaskan dari interaksi dengan lingkungan. Berikut adalah penjelasan dari faktor pencegah terjadinya penyimpangan sosial. a. Keluarga Keluarga merupakan awal proses sosialisasi dan pembentukan kepribadian seorang anak. Kepribadian seorang anak akan terbentuk dengan baik apabila dia lahir dan tumbuh berkembang dalam lingkungan keluarga yang baik begitu pulasebaliknya. Secara tidak langsung seorang anak selalu melihat dan meniru setiap perilaku dari lingkungannya. Oleh karena itu, dalam sistem keluarga mengenal istilah sosialisasi. Sosialisasi merupakan suatu proses yang berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam sosialisasi banyak hal yang dapat dipelajari terutama dalam pergaulan di masyarakat. b. Lingkungan Tempat Tinggal dan Teman Sepermainan Lingkungan tempat tinggal juga dapat mempengaruhi kepribadian seseorang untuk melakukan penyimpangan sosial. Seseorang yang tinggal dalam lingkungan tempat tinggal yang baik, warganya taat dalam melakukan ibadah agama dan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik maka keadaan ini akan mempengaruhi

10 15 kepribadian seseorang menjadi baik sehingga terhindar dari penyimpangan sosial dan begitu juga sebaliknya. c. Media Massa Media massa baik cetak maupun elektronik merupakan suatu wadah sosialisasi yang dapat mempengaruhi seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Langkah pencegahan agar tidak terpengaruh akibat media massa adalah apabila kamu ingin menonton acara di televisi dengan memilih acara yang bernilai positif. Kemudian menghindari tayangan yang dapat membawa pengaruh tidak baik.terutama pada anak-anak remaja yang begitu rentan terhadap pengaruh-pengaruh negatif. Dengan langkah tersebut maka penyimpangan sosial dalam masyarakat dapat dicegah. 4. Faktor-faktor Penyebab Penyimpangan Sosial Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 135) faktor penyebab penyimpangan sosial terdapat empat macam yaitu; ketidaksempurnaan sosialisasi, menganut suatu kebudayaan menyimpang, kesalahan memahami informasi, dan ikatan sosail menyimpang. Berikut adalah penjelasan empat faktor penyebab terjadinya penyimpangan sosial. a. Ketidaksempurnaan Sosialisasi Nilai-nilai Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 135) perilaku manusia dikendalikan oleh nilai dan norma sosial. Nilai dan norma tersebut diterima seorang individu melalui proses sosialisasi. Sosialisasi dialami seorang melalui berbagai media. Apabila antar media itu tidak sejalan dalam menyosialisasikan nilai dan norma, maka

11 16 terjadilah ketidaksempurnaan sosialisasi. Salah satunya adalah ketidakselarasan antara sosialisasi di rumah, sekolah, dan masyarakat. Penyimpangan sosial juga terjadi sebagai akibat tidak berfungsinya media sosialisasi secara baik. Misalnya, keluarga diharapkan berperan sebagai sumber kasih sayang bagi anak. Peran itu dapat saja tidak terpenuhi karena berbagai hal antara lain kehancuran keluarga (broken home) akibat perceraian, perselingkuhan, kematian salah satu atau kedua orang tuanya, sifat otoriter orang tua dalam mendidik, tekanan ekonomi yang menghimpit kehidupan sehari-hari keluarga, ataupun karena kemiskinan. Hal-hal tersebutdi atas, menjadikan keluarga tidak mampu menjadi media sosialisasi yang wajar. Akibatnya anak-anak yang berasal dari keluarga yang demikian banyak yang berperilaku menyimpang. Hingga pada akhirnya mereka terpengaruh untuk melakukan perbuatan yang menjerumus pada penyimpangan sosial. b. Menganut Nilai-nilai Subkebudayaan Menyimpang. Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 135) masyarakat adalah satu kesatuan hidup bersama yang memiliki kebudayaan di dalam suatu masyarakat terdapat bagianbagian (sub-sub) atau kelompok-kelompok orang. Setiap kelompok memiliki ciri-ciri kebudayaan tersendiri, namun masih merupakan bagian dari keseluruhan dari keseluruhan masyarakat itu. Hal tersebut yang kemudian dinamakan dengan subkebudayaan. Ada kalanya subkebudayaan menganut tata nilai yang menyimpang. Misalnya, sekelompok warga masyarakat yang sehari-hari hidup dalam dunia pelacuran, perjudian, dan berbagai kehidupan malam tidak sehat lainnya. Penyimpangan sosial bersumber dari pergaulan dengan orang tua atau kelompok yang menerapkan nilai dan norma yang berbeda (differential association).

12 17 Nilai dan norma yang berbeda dipelajari melalui proses alih budaya (culture transformation). Melalui proses ini alih budaya seorang meyerap subkebudayaan menyimpang dari lingkungan tertentu dalam masyarakat. Pergaulan negatif membuat seseorang berperilaku menyimpang. Seorang anak berasal dari keluarga baik-baik, namun dia tinggal di lingkungan para pemabuk dan penjudi sehingga terpengaruhi. c. Kesalahan Memahami Informasi Seringkali kita salah dalam memahami suatu kejadian, peristiwa, atau informasi yang disampaikan oleh pihak lain, terutama media elektronik. Penggambaran peristiwa, berita, dan tayangan-tayangan yang menampilkan perilaku menyimpang sangat berpetensi untuk ditiru oleh masyarakat. Hal ini, karena mayoritas mesyarakat kita belum terbiasa menyeleksi atau menganalisis secara kritis terhadap berbagai infromasi yang datang. Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 136) masyarakat cenderung menerima mentah-mentah dan menganggapnya sebagai hal yang lumrah. Contoh yang aktual dapat dilihat dari media televisi di masyarakat antara lain informasi-informasi kriminalitas, perselingkuhan artis, sinetron-sinetron yang menceritakan konflik warisan, dan lain-lain. Informasi dan acara-acara tersebut memperoleh apresiasi yang tinggi dari masyarakat, sehingga secara tidak langsung mereka terobsesi untuk mengikuti bahkan meniru apa yang ditayangkan di media televisi. d. Ikatan Sosial Menyimpang Menurut Suhardi dan Sri Sunarti (2009: 136) di dalam masyarakat terdapat berbagai individu yang berbeda perilaku dan kebiasaannya. Ada yang hidup tertib dan

13 18 santun karena sudah mapan secara sosial ekonomi, namun ada pula yang kurang beruntung sehingga kekecewaan hidup itu mereka terlampiaskan lewat berbagai perilaku keseharian yang menyimpang dari norma-norma. Di sisi lain, setiap orang cenderung memilih teman bergaul. Apabila yang dipilih baik, maka baiklah Perilakunya. Sebaliknya, apabila teman bergaulnya berperilaku menyimpang, maka dia pun akan ikut berperilaku menyimpang. Seseorang tidak akan mudah menghindar dari ikatan sosialnya. Ikatan sosial dapat berupa teman bergaul, kelompok atau organisasi yang dia ikuti. C. Sosiologi Sastra Menurut Kurniawan (2012: 3-4) sosiologi mempunyai dua akar kata: socius (dari bahasa latin) yang berarti teman dan logos (dari bahasa Yunani) yang berarti ilmu tentang. Secara harfiah sosiologi berarti ilmu tentang pertemanan. Dalam sudut pandang ini, sosiologi bisa didefinisikan sebagai studi tentang dasar-dasar keanggotaan sosial (masyarakat). Secara lebih teknis sosiologi adalah analisis mengenai struktur hubungan sosial yang terbentuk melalui interaksi sosial. Menurut Ratna (2013: 61) ilmu pengetahuan lain, seperti sosiologi, sejarah,antropologi, dan ilmu sosial justru menunggu hasil-hasil analisis melaluipendekatan sosiologis yang akan digunakan untuk membantu memahami gender, feminis, status peranan, wacana sosial dan sebagainya. Menurut Endaswara (2013:10) sosiologi adalah ilmu objektif kategoris, membatasi diri pada apa yang terjadi dewasa ini (das sein), bukan apa yang seharusnya terjadi (das sollen). Pendekatan sosiologis juga memiliki implikasi metodologi berupa pemahaman mendasar mengenai kehidupan manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu,

14 19 pendekatan ini disenangi oleh tradisi Marxis, tradisi Lekra di Indonesia (Ratna, 2013:61). Proses sosial adalah pengaruh timbal-balik antara pelbagai segi kehidupan bersama, umpamanya pengaruh timbal-balik antara segi kehidupan ekonomi dengan segi kehidupan politik, antara segi kehidupan hukum dan segi kehidupan agama, antara segi kehidupan agama dan segi kehidupan ekonomi. Menurut Soekanto (2002: 21) tujuan sosiologi adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang sedalam-dalamnya tentang masyarakat, dan bukan untuk mempergunakan pengetahuan tersebut terhadap masyarakat. Hartono dan Rahmanto dalam Noor (2010: 87) memapaparkan bahwa sosiologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mempelajari sastra dalam hubungannya dengan kenyataan sosial. Kenyataan sosial mencakup pengertian konteks pengarang dan pembaca (produksi dan resepsi) dan sosiologi sastra (aspek-aspek sosial dalam teks sastra). Menurut Damono (2002: 8-9) secara singkat dapat dijelaskan bahwa sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat, telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencaritahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, danbagaimana dia tetap ada. Dengan demikian peran sosial dalam masyarakat dapat dijalankan sesuai fungsinya. Salah satunya dalam menghadapi segala persoalan yang ada ditengah-tengah masyarakat. Jack Douglas dalam Sunarto (2004: 16) membedakan sosiologi dalam kehidupan sehari-hari the sociology of everday life situations dan sosiologi struktur sosial the sociology of social structures. Sosiologi kehidupan sehari-hari menggunakan apa yang dinamakannya perspektif sehari-hari, iteraksionis atau mikrososial sedangkan sosiologi struktur sosial menggunakan struktur atau perspektif

15 20 makrososial. Sosiologi struktur sosial mempelajari masyarakat secara keseluruhan serta hubungan antara bagian masyarakat. Masyarakat dipandang sebagai sesuatu yang melebihi kumpulan individu yang membentuknya. Suatu usaha untuk menjabarkan perbedaan antara makrososiologi dan mikrososiologi kita jumpai, antara lain: dalam pandangan Randall Collins dalam Sunarto (2004:16) Collin mengemukakan mikrososiologi melibatkan analisis terinci mengenai apa yang dilakukan, dikatakan, dan dipikirkan manusia dalam laju pengalaman sesaat. Sedangkan makrososiologi melibatkan analisis proses sosial berskala besar dan berjangka panjang. Menurut Sunarto (2004: 16) mikrososiologi lebih difok``uskan pada seseorang dan kelompok kecil, sedangkan makrososiologi lebih diarakan pada pengelompokan yang lebih besar seperti kerumunan atau organisasi, komunitas, dan masyarakat teritorial. Menurut Inkeles dalam Sunarto (2004: 18 melihat bahwa sosiologi mempunyai tiga pokok bahasan yang khas yaitu: hubungan sosial, institusi, dan masyarakat. Menurut Kurniawan (2012:2) kata sastra berasal dari bahasa Sansekerta, akar katanya adalah sas dalam kata kerja turunan yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, atau instruksi. Pada akhiran tra, biasanya menunjukkan pada alat atau sarana. Oleh karena itu, sastra dapat berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi atau pengajaran. Namun, untuk keperluan pemahaman yang komprehensif, perlu secara singkat dipaparkan beberapa pengertian sastra yang sudah banyak dikemukakan oleh para ahli (Kurniawan, 2012: 1). Berikut beberapa pendapat dari beberapa ahli. 1. Sastra merupakan cabang seni, yaitu hasil cipta dan ekspresi manusia yang estetis (indah). Seni sastra sama kedudukannya dengan seni-seni lainnya, seperti seni musik, seni lukis, seni tari, dan seni patung, yang diciptakan untuk menyampaikan keindahan kepada penikmatnya (pembaca).

16 21 2. Di sisi lain, definisi sastra juga banyak yang mengarah pada pengertian sastra ditinjau secara etimologis, asal muasal kata. Menurut Teeuw (1988: 22) dalam bahasa barat kata sastra itu sepengertian dengan kata literature (Inggris), literatur (Jerman), litterature (Prancis) yang semuanya berasal dari bahasa latin litteratura. Menurut Ratna (2013, ) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan mengapa sastra memiliki kaitan erat dengan masyarakat dan dengan demikian harus diteliti dalam kaitannya dengan masyarakat, sebagai berikut: 1. Karya sastra ditulis oleh pengarang, diceritakan oleh tukang cerita,disalin oleh penyalin, sedangkan ketiga subyek tersebut adalah anggota masyarakat. 2. Karya sastra hidup dalam masyarakat, menyerap aspek-aspek kehidupan yang terjadi dalam masyarakat, yang pada gilirannya juga difungsikanoleh masyarakat. 3. Medium karya sastra, baik lisan maupun tulisan, dipinjam melalui kompetensi masyarakat, yang dengan sendirinya telah mengandung masalah-masalah kemasyarakatan. 4. Berbeda dengan ilmu pengetahuan, agama, adat istiadat, dan tradisiyang lain, dalam karya sastra terkandung estetika, etika, bahkan jugalogika. Masyarakat jelas sangat berkepentingan terhadap ketiga aspek tersebut. 5. Sama dengan masyarakat, karya sastra adalah hakikat intersunjektivitas, masyarakat menemukan citra dirinya dalam suatu karya. Dengan demikian, maka pengertian sosiologi sastra adalah konsep sosiologi sastra didasarkan pada dalil bahwa karya sastra ditulis oleh seorang pengarang, dan pengarang merupakan a salient being, makhluk yang mengalami sensasi-sensasi dalam kehidupan empirik masyarakatnya. Dengan demikian, sastra juga dibentuk oleh masyarakatnya, sastra berada dalam jaringan sistem dan nilai dalam masyarakatnya. Menurut Suwardi (2011:13) secara tradisional sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala-gejala alam. Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian, berdasarkan pada pengertian di atas, sosiologi sastra pada hakikatnya adalah interdisiplin antara sosiologi dengan sastra. Menurut Ratna (2009:

17 22 3) keduanya memiliki objek yang sama, yaitu manusia dalam masyarakat. Oleh karena itu, perbedaan sosiologi dan sastra merupakan perbedaan hakikatnya, sebagai ciri-ciri, sebagaimana ditunjukkan melalui perbedaan antara rekaan dan kenyataan atau fiksi dengan fakta. Menurut Kurniawan (2012: 5) sosiologi sastra merepresentasikan hubungan interdisiplin yang masuk dalam ranah sastra, mencakup: 1. Pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspekaspek kemasyarakatannya. 2. Pemahaman terhadap totalitas karya sastra yang disertai dengan aspekaspek kemasyarakatan yang terkandung didalamnya. 3. Pemahaman terhadap karya sastra sekaligus hubungan dengan masarakat yang melatarbelakanginya. 4. Hubungan dialektik antara sastra dengan masyarakat. Dengan demikian, sosiologi sastra di sini objek kajian utamanya adalah sastra yang berupa karya sastra, sedangkan sosiologi berguna sebagai ilmu untuk memahami gejala sosial yang ada dalam sastra, baik penulis, fakta sastra, maupun pembaca dalam relasi dialektiknya dengan kondisi masyarakat yang menghidupi penulis, masyarakat yang digambarkan, dan pembaca sebagai individu kolektif yang menghidupi masyarakat.

PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA

PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA PENYIMPANGAN SOSIAL, DAMPAK DAN UPAYA PENCEGAHANNYA Standar Kompetensi: Memahami masalah penyimpangan sosial. Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi berbagai penyakit sosial (miras, judi, narkoba, HIV/Aids,

Lebih terperinci

PENYIMPANGAN SOSIAL DALAM NOVEL SETELAH LONCENG BERBUNYI 12 KALI KARYA GIYANTO JANGKUNG

PENYIMPANGAN SOSIAL DALAM NOVEL SETELAH LONCENG BERBUNYI 12 KALI KARYA GIYANTO JANGKUNG PENYIMPANGAN SOSIAL DALAM NOVEL SETELAH LONCENG BERBUNYI 12 KALI KARYA GIYANTO JANGKUNG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Oleh : YADIT AGUS KUSUMA

Lebih terperinci

kecil kehidupan seseorang. Adapun ciri-ciri penyimpangan primer adalah: 1) Bersifat sementara. 2) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku

kecil kehidupan seseorang. Adapun ciri-ciri penyimpangan primer adalah: 1) Bersifat sementara. 2) Gaya hidupnya tidak didominasi oleh perilaku A. PERILAKU MENYIMPANG 1. Pengertian Perilaku Menyimpang Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda-beda tentang pengertian perilaku menyimpang. Menurut Robert MZ Lawang penyimpangan merupakan tindakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan wujud gagasan seseorang, mengenai pandangannya terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan wujud gagasan seseorang, mengenai pandangannya terhadap BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan wujud gagasan seseorang, mengenai pandangannya terhadap lingkungan sosial yang berada di sekelilingnya dengan menggunakan bahasa yang indah. Sastra

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 5. PERILAKU MENYIMPANGLATIHAN SOAL BAB 5

SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 5. PERILAKU MENYIMPANGLATIHAN SOAL BAB 5 SMA/MA IPS kelas 10 - SOSIOLOGI IPS BAB 5. PERILAKU MENYIMPANGLATIHAN SOAL BAB 5 1. Menurut James Vander Zanden, perilaku menyimpang merupakan perilaku yang.... menyalahi aturan yang berlaku menyimpang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang meliputi

Lebih terperinci

Oleh : SAWABI, S.E, M.M

Oleh : SAWABI, S.E, M.M Oleh : SAWABI, S.E, M.M PERILAKU MENYIMPANG 1. Pengertian Perilaku menyimpang Robert MZ Lawang penyimpangan merupakan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang mengenai berbagai hal. Hal-hal tersebut dapat berupa hasil

BAB I PENDAHULUAN. pengarang mengenai berbagai hal. Hal-hal tersebut dapat berupa hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra terbentuk dari hasil cipta rasa, dan karsa manusia atau pengarang mengenai berbagai hal. Hal-hal tersebut dapat berupa hasil pemikirannya mengenai

Lebih terperinci

PERILAKU MENYIMPANG: DEFINISI PENYIMPANGAN

PERILAKU MENYIMPANG: DEFINISI PENYIMPANGAN PERILAKU MENYIMPANG: DEFINISI PENYIMPANGAN DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS AIRLANGGA http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/ Sisi Menarik Fenomena Perilaku Menyimpang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak

BAB I PENDAHULUAN. indah itu adalah masa remaja, karena pada saat remaja manusia banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. (aspek keterampilan motorik). Hal ini sejalan dengan UU No.20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara Indonesia. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan manusia yang berkualitas dan berkarakter.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa Secara psikologis masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 atau 17 tahun dan akhir masa remaja bermula dari 16 atau 17 tahun sampai 18 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan kenakalan remaja di negara kita beberapa tahun belakangan ini telah memasuki titik kritis. Selain frekuensi dan intensitasnya terus meningkat, kenakalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa krisis identitas bagi kebanyakan anak remaja. Remaja sedang mencari-cari figur panutan, namun figur itu tidak ada didekatnya. Secara umum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prilaku remaja pada hakekatnya adalah suatu aktivitas pada remaja itu sendiri, prilaku juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara

Lebih terperinci

BAB VI PENYIMPANGAN SOSIAL DAN PENGENDALIAN SOSIAL

BAB VI PENYIMPANGAN SOSIAL DAN PENGENDALIAN SOSIAL SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN SOSIOLOGI BAB VI PENYIMPANGAN SOSIAL DAN PENGENDALIAN SOSIAL ALI IMRON, S.Sos., M.A. Dr. SUGENG HARIANTO, M.Si. KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Remaja merupakan fase perubahan baik itu dalam bentuk fisik, sifat, sikap, perilaku maupun emosi. Seiring dengan tingkat pertumbuhan fisik yang semakin berkembang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan banyak kebimbangan, pribadi yang akibatnya mengganggu dan merugikan pihak lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan masyarakat modern yang serba kompleks sebagai produk kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi, dan urbanisasi memunculkan banyak masalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR digilib.uns.ac.id BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka Berdasarkan penelusuran penulis, penelitian tentang kumpulan cerpen Lupa Endonesa karya Sujiwo Tejo dengan menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Kajian Pustaka 1. Penelitian Terdahulu Studi pustaka dilakukan untuk mengetahui penelitian-penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kumpulan cerpen Dalang

Lebih terperinci

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG BAB XII PERILAKU MENYIMPANG A. Pengertian Perilaku Menyimpang Perilaku menyimpang dapat terjadi di mana-mana dan kapan saja, baik di rumah, di sekolah maupun di masyarakat. Banyak faktor atau sumber yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah ungkapan jiwa.sastra merupakan wakil jiwa melalui bahasa.luxemburg dkk. (1989:23) mengatakan, Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja

I. PENDAHULUAN. masa sekarang dan yang akan datang. Namun kenyataan yang ada, kehidupan remaja I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah generasi masa depan, penerus generasi masa kini yang diharapkan mampu berprestasi, bisa dibanggakan dan dapat mengharumkan nama bangsa pada masa sekarang

Lebih terperinci

KENAKALAN REMAJA DAN PENANGANANNYA

KENAKALAN REMAJA DAN PENANGANANNYA KENAKALAN REMAJA DAN PENANGANANNYA OLEH DADAN SUMARA 1, SAHADI HUMAEDI 2, MEILANNY BUDIARTI SANTOSO 3 1. Mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP-Universitas Padjadjaran 2. Departemen

Lebih terperinci

PERILAKU MENYIMPANG.

PERILAKU MENYIMPANG. PERILAKU MENYIMPANG http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/ FENOMENA PERILAKU MENYIMPANG Bisakah dikategorikan sebagai fenomena yang menarik untuk dibicarakan, mengapa? Apa sisi menarik dari perilaku menyimpang?

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang

I. PENDAHULUAN. 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah narkoba tergolong belum lama, istilah narkoba ini muncul sekitar tahun 1998, dimana banyak terjadi peristiwa penggunaan atau pemakaian barang-barang yang termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Penyimpangan Perilaku dalam Kajian Sosiologi. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Penyimpangan Perilaku dalam Kajian Sosiologi. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyimpangan Perilaku dalam Kajian Sosiologi Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan aturan sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN PERILAKU PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA WANITA DEWASA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti tulisan, istilah dalam bahasa Jawa Kuna berarti tulisan-tulisan utama.

BAB I PENDAHULUAN. berarti tulisan, istilah dalam bahasa Jawa Kuna berarti tulisan-tulisan utama. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan salah satu objek kajian yang selalu menarik untuk diteliti karena karya sastra mengisyaratkan gambaran hidup dan kehidupan manusia yang luas dan kompleks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah. perkembangan tingkat peradaban umat manusia serta mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah. perkembangan tingkat peradaban umat manusia serta mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah abadi dalam kehidupan umat manusia, karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga fisiknya. Peralihan dari anak ke dewasa ini meliputi semua aspek perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua penelitian ilmiah dimulai dengan perencanaan yang seksama, rinci, dan mengikuti logika yang umum, Tan (dalam Koentjaraningrat, 1977: 24). Pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

BAB II LANDASAN TEORI. oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kenakalan Remaja 2.1.1. Pengertian Kenakalan Remaja Menurut Arif Gunawan (2011) definisi kenakalan remaja adalah : Istilah juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 7 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian norma sosial, terbentuknya norma sosial, ciri-ciri

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian serta dari hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan mengenai komunitas anak nakal yang ada Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dari luapan emosional. Karya sastra tidak menyuguhkan ilmu pengetahuan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif pada sebuah karya seni yang tertulis atau tercetak (Wellek 1990: 3). Sastra merupakan karya imajinatif yang tercipta dari luapan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. aspek-aspek kemasyarakatannya, baik yang berhubungan denga penciptanya, gambaran BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep A. Sosiologi Sastra Ratna (2004:339) mengatakan, Sosiologi sastra adalah analisis karya sastra dalam kaitannya dengan manusia. Jadi, sosiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada

BAB I PENDAHULUAN. pangan, dan papan tercukupi. Akan tetapi pada kenyataannya, masih ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusianya. Dengan kekayaan yang melimpah tersebut, seharusnya semua kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja mengalami peralihan dari masa anak-anak dan menuju masa dewasa. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Remaja mengalami peralihan dari masa anak-anak dan menuju masa dewasa. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja mengalami peralihan dari masa anak-anak dan menuju masa dewasa. Dalam proses peralihan tersebut, masa remaja ditandai dengan berbagai perubahan dalam

Lebih terperinci

FAJAR DWI ATMOKO F

FAJAR DWI ATMOKO F HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU DELINKUENSI PADA REMAJA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengkaji karya sastra dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. mengkaji karya sastra dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan sosiologi adalah dua bidang ilmu yang berbeda, tetapi mampu menjadi bidang ilmu baru yaitu sosiologi sastra. Sosiologi sastra berarti mengkaji karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul Untuk memahami apa yang penulis ingin sampaikan dalam tulisan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika dengan Pendekatan Konsep Rehabilitasi, maka penulis perlu menjabarkan secara

Lebih terperinci

BAB IV BERBAGAI JENIS PERILAKU KRIMINAL

BAB IV BERBAGAI JENIS PERILAKU KRIMINAL BAB IV BERBAGAI JENIS PERILAKU KRIMINAL Berdasarkan pengertian kriminalitas sebagaimana telah diuraikan di bagian muka, dapat dikemukakan beberapa jenis perilaku kriminalitas sebagai berikut : A. Berdasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di segala bidang, dalam rangka membangun Indonesia seutuhnya dan mewujudkan suatu masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan berusaha mencari sesuatu dengan segala upaya memenuhi kepuasannya, baik dari segi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gaya kehidupan anak-anak remaja sekarang ini banyak mengalami perubahan. Perubahan itu meliputi cara berpikir, tata cara bertingkah laku, bergaul dan berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan

I. PENDAHULUAN. sehingga banyak teori-teori tentang kejahatan massa yang mengkaitkan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meningkatnya kekerasan yang dilakukan oleh massa sebagai kejahatan kekerasan, sewaktu-waktu berubah sejalan dengan keadaan yang terdapat dalam masyarakat, sehingga

Lebih terperinci

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang

CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE. pada penulisan skripsi ini. Teori yang ada pada bab ini adalah teori teori yang CHAPTER II REVIEW OF RELATED LITERATURE Dalam bab ini, penulis menguraikan teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini dan selanjutnya teori yang telah diuraikan digunakan sebagai acuan pada penulisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan manfaat sosiologi dalam kehidupan. 2. Mahasiswa dapat menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kurun waktu, setiap zaman memiliki penjahatnya sendiri atau

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kurun waktu, setiap zaman memiliki penjahatnya sendiri atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap kurun waktu, setiap zaman memiliki penjahatnya sendiri atau sebaliknya setiap penjahat memiliki zamannya sendiri, sehingga baik modus operandi kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hasil pembagunan baik fisik maupun mental sosial. tanggungjawab dan bermanfaat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan hasil pembagunan baik fisik maupun mental sosial. tanggungjawab dan bermanfaat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja sebagai bagian dari generasi muda merupakan suatu kekuatan sosial yang sangat berperan dalam pembangunan bangsa dan negara. Remaja merupakan modal pembangunan

Lebih terperinci

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam

LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN. a. Tempat (lingkungan fisik): keadaan iklim. Keadaan tanah dan keadaan alam LINGKUNGAN DAN LEMBAGA PENDIDIKAN Lingkungan Lingkungan menurut Sartain (ahli psikologi Amerika) meliputi kondisi dan alam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mampu memproduksi film sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi adegan-adegan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya narkotika digunakan untuk kepentingan umat manusia, khususnya untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra)

SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) SOSIOLOGI SASTRA SEBAGAI PENDEKATAN DALAM PENELITIAN SASTRA (Metode Penelitian Sastra) A. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan pencerminan masyarakat, melalui karya sastra, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Tuhan memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ciptaan-nya yang lain. Kelebihan itu mencakup kepemilikan manusia atas

Lebih terperinci

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM

BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM BAB II PERSELINGKUHAN DAN KONTROL SOSIAL - DURKHEIM A. Perselingkuhan Perselingkuhan adalah hubungan pribadi di luar nikah, yang melibatkan sekurangnya satu orang yang berstatus nikah, dan didasari oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari pengabdian perasaan dan pikiran pengarang yang muncul ketika ia berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sastra dianggap sebagai

Lebih terperinci

PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA

PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PENTINGNYA PERAN ORANGTUA DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA Oleh : Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H. Fakultas Hukum Universitas Surakarta Hp : 0857-2546-0090, e-mail : dosenbeny@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut.

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan tersebut. BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai rancangan penelitian, maka pada subbab ini akan dijelaskan rancangan-rancangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Clarry Sadadalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai-Nilai Kemanusiaan Menurut Clarry Sadadalam http://jhv.sagepub.com&http://www.globalresearch. ca/index.php?contex =view Article)nilai adalah ide atau gagasan, konsep seseorang

Lebih terperinci

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SOLOK SELATAN NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN MAKSIAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SOLOK SELATAN, Menimbang : Mengingat : a. bahwa berbagai

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspekaspek

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspekaspek BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep dibutuhkan dalam penelitian sebab di dalamnya akan ditemui aspekaspek yang menyangkut masalah yang akan diteliti sehingga ruang lingkup

Lebih terperinci

KASUS PENYIMPANGAN SOSIAL. Dimas Y, Nyalliska W, Priyo Imam, Hilmi A, Fandy A, Prillia N X-8

KASUS PENYIMPANGAN SOSIAL. Dimas Y, Nyalliska W, Priyo Imam, Hilmi A, Fandy A, Prillia N X-8 KASUS PENYIMPANGAN SOSIAL Dimas Y, Nyalliska W, Priyo Imam, Hilmi A, Fandy A, Prillia N X-8 Latar belakang masalah Semua manusia di bumi ini tentunya tidak menginginkan adanya masalah yang timbul disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembiusan sebelum pasien dioperasi. Seiring dengan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya narkotika hanya digunakan untuk pengobatan, adapun jenis narkotika pertama yang digunakan pada mulanya adalah candu atau lazim disebut sebagai madat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Usia remaja merupakan masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat dari proses pematangan psikologis. Dalam hal ini terkadang menimbulkan tingkah laku

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak jalanan merupakan fenomena nyata bagian dari kehidupan yang menimbulkan permasalahan sosial yang komplek. Keberadaan anak jalanan sering diabaikan dan tidak dianggap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sosial. Dalam kenyataannya, kenakalan remaja merusak nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja merupakan salah satu problem sosial yang sangat mengganggu keharmonisan, juga keutuhan segala nilai dan kebutuhan dasar kehidupan sosial. Dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG LARANGAN MAKSIAT DALAM KABUPATEN MUSI BANYUASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang Mengingat : : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan kemajuan zaman banyak dampak yang dialami manusia dalam kehidupannya. Kemajuan zaman memiliki nilai yang positif dalam kehidupan manusia, dimana pada

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia

BAB 2 LANDASAN TEORI. 12 Universitas Indonesia BAB 2 LANDASAN TEORI Kehidupan sosial dapat mendorong lahirnya karya sastra. Pengarang dalam proses kreatif menulis dapat menyampaikan ide yang terinspirasi dari lingkungan sekitarnya. Kedua elemen tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja bukan merupakan permasalahan baru yang muncul kepermukaan, akan tetapi masalah ini sudah ada sejak lama. Banyak cara, mulai dari tindakan prefentif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika,

I. PENDAHULUAN. Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya non tembakau dan alkohol) baik di tingkat global, regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini dunia pendidikan sedang berkembang, banyak sekolah-sekolah yang berdiri dengan kegiatan-kegiatan yang menarik untuk mendukung proses belajar siswa mereka, namun

Lebih terperinci

Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dapat. merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan Negara.

Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dapat. merupakan ancaman bagi kehidupan bangsa dan Negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dapat mengakibatkan sindrom ketergantungan apabila penggunaannya tidak berada di bawah pengawasan dan petunjuk tenaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak dan dewasa,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak dan dewasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak dan dewasa, pada masa ini ada juga keraguan terhadap peran yang akan dilakukan. Remaja bukan lagi seorang anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan

BAB I PENDAHULUAN. Komnas Perlindungan Anak, yaitu Arist Merdeka Sirait dalam wawancara dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena memprihatinkan yang terjadi pada bangsa ini adalah meningkatnya angka kejahatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Ketua Komnas Perlindungan Anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena peredarannya melingkupi disemua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan Yang Relevan Dalam menyusun sebuah karya ilmiah sangat diperlukan kajian pustaka. Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung pemecahan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat di mana penulisnya hadir, tetapi ia juga ikut terlibat dalam pergolakanpergolakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra dengan masyarakat mempunyai hubungan yang cukup erat. Apalagi pada zaman modern seperti saat ini. Sastra bukan saja mempunyai hubungan yang erat dengan masyarakat

Lebih terperinci