ANALISIS KELAYAKAN RESTRUKTURISASI MESIN PABRIK GULA KREMBOONG, KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KELAYAKAN RESTRUKTURISASI MESIN PABRIK GULA KREMBOONG, KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR"

Transkripsi

1 ANALISIS KELAYAKAN RESTRUKTURISASI MESIN PABRIK GULA KREMBOONG, KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR SKRIPSI FELICIA NANDA ARIESA H DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 RINGKASAN FELICIA NANDA ARIESA. Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin PG Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NETTI TINAPRILLA). Gula merupakan salah satu bahan pangan penting yang termasuk dala sembilan bahan pokok dan pengaturan harganya langsung ditangani pemerintah. Sejak pertengahan tahun enampuluhan Indonesia mengimpor hampir sepertiga kebutuhan gulanya karena tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri walaupun sebelum kemerdakaan Indonesia pernah menjadi eksportir gula terbesar ke-2 di dunia. Konsumsi gula secara nasional terus meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan. Namun, fakta yang terjadi saat ini kebutuhan gula terus meningkat sementara produksi gula dalam negeri tidak mampu mencukupinya sehingga impor gula tidak dapat dihindarkan. Program revitalisasi pabrik gula merupakan bagian dari program revitalisasi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan volume produksi gula nasional dalam rangka mewujudkan swasembada gula. Biaya produksi gula di Indonesia relatif tinggi. Salah satu penyebab tingginya biaya adalah kondisi pabrik yang sudah tua sehingga biaya penyusutan dan perawatan yang tinggi dengan kualitas giling yang rendah. Cara penanggulangannya adalah dengan merestrukturisasi mesin pabrik gula yang menjadi salah satu program dalam revitalisasi pabrik gula. Pabrik Gula Kremboong menjadi salah satu pabrik gula tertua di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun Penggantian mesin penggilingan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, serta pendapatan pabrik gula. Analisis kelayakan perlu dilakukan karena investasi yang ditanamkan bernilai besar dengan jangka waktu pengembalian yang lama. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah restrukturisasi mesin Pabrik Gula Kremboong layak untuk dilakukan serta dapat memberikan profit bagi perusahaan. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji kelayakan restrukturisasi mesin pada PG. Kremboong ditinjau dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis, dan aspek sosial ekonomi, (2) mengkaji kelayakan restrukturisasi mesin pada PG. Kremboong ditinjau dari aspek finansial, serta (3) menganalisis sensitivitas kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada harga gula dan rendemen yang dapat mempengaruhi usaha yang dijalankan PG Kremboong. Penelitian dilaksaksanakan di PG Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur selama bulan Februari hingga Maret Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung (observasi). Analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial investasi di Pabrik Gula Kremboong. Analisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk mempermudah analisis data. Analisis

3 kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan aspek non finansial dan disajikan dalam bentuk uraian secara deskriptif. Restrukturisasi mesin layak dijalankan baik secara finansial maupun non finansial. Berdasarkan analisis kelayakan finansial diperoleh nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PP yang memenuhi kriteria kelayakan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan diperoleh nilai NPV sebesar Rp ,68, IRR 50 persen, Net B/C 3,68 dengan jangka waktu pengembalian selama 8,88 tahun (8 tahun 10 bulan 17 hari). Secara finansial, penggantian mesin-mesin baru akan menghasilkan keuntungan yang besar karena efisiensi dan kapasitas produksi meningkat sedangkan biaya tetap dan variabel cenderung sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Mesin baru yang sudah otomatis juga mengurangi kebutuhan tenaga kerja sehingga dapat mengurangi biaya tenaga kerja. Dua variabel yang berpengaruh besar terhadap kelayakan usaha Pabrik Gula Kremboong adalah rendemen dan harga tebu. Berdasarkan hasil analisis sensitifitas usaha PG Kremboong sangat sensitif terhadap perubahan rendemen sedangkan penurunan harga gula tidak berpengaruh secara signifikan pada kelayakan usaha. Berdasarkan hasil analisis aspek non finansial restrukturisasi mesin PG Kremboong layak untuk dijalankan. Aspek non finansial yang dikaji dalam penelitian ini mencakup aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial ekonomi. Ditinjau dari aspek pasar, usaha pabrik gula masih memiliki potensi besar karena kebutuhan gula pasir masyarakat masih belum dapat dipenuhi oleh pabrik gula dalam negeri sehingga harus dipenuhi dengan cara impor. Dilihat dari aspek teknis, penggantian mesin-mesin baru sudah tepat guna dan sesuai kebutuhan karena sebelumnya sudah dikaji mesin mesin apa yang berperan penting dan harus diganti agar efisiensi dan kapasitas produksi dapat meningkat. Penggantian mesin juga diiringi oleh pelatihan SDM dan upaya peningkatan lahan tebu. Manajemen PG Kremboong telah diatur dengan baik dan setiap karyawan memiliki tugas yang jelas. Sebagai salah satu BUMN, PG Kremboong juga telah memberikan manfaat sosial ekonomi baik pada negara maupun masyarakat.

4 ANALISIS KELAYAKAN RESTRUKTURISASI MESIN PABRIK GULA KREMBOONG, KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMUR FELICIA NANDA ARIESA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

5 Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin Pabrik Gula Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur Nama : Felicia Nanda Ariesa NIM : H Menyetujui, Pembimbing Ir. Netti Tinaprilla, MM NIP Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP Tanggal Lulus :

6 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin PG Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2011 Felicia Nanda Ariesa H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 28 Maret Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Budi Adi Prabowo dan Ibu Utami. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pucang 1 Sidoarjo pada tahun 2001 kemudian dilanjutkan dengan pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Mojokerto pada tahun Pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 1 Sidoarjo pada tahun Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun Selama masa perkuliahan, penulis tercatat sebagai sekretaris UKM Inkai IPB pada tahun Selain itu penulis tercatat sebagai anggota aktif UKM Karate IPB dan pernah menjuarai beberapa kejuaraan karate Se-Jawa Bali dan tingkat Nasional. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan baik tingkat Departemen maupun IPB.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan ridha-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Restrukturisasi Mesin Pabrik Gula Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur dengan baik dan tepat waktu. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Bogor, Mei 2011 Felicia Nanda Ariesa

9 UCAPAN TERIMA KASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir.Netti Tinaprilla, MM sebagai pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyusun skripsi ini. 2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si selaku penguji Utama pada ujian sidang yang telah memberikan masukan dan arahan bagi penulis sehingga penulis dapat menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik. 3. Tintin Sarianti, SP, MM selaku penguji Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis pada ujian sidang yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang bermanfaat bagi perbaikan skripsi ini. 4. Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS selaku Ketua Departemen Agribisnis, FEM IPB. 5. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis, Mbak Dian, Bu Ida, Mas Hamid, Pak Yusuf, Mas Arif, Bu Yoyoh atas bantuan yang diberikan selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi. 6. Kedua orang tua tercinta, Papa Ir. Budi Adi Prabowo, MM dan Mama Utami, SH. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya, serta doa dan dukungan yang telah diberikan selama ini. 7. Febrian Bagus Pakerti, SP dan Ferdian Agung Kurniawan yang selalu memberi dukungan baik materiil maupun non materiil, serta seluruh keluarga besar Sastrosukarto dan Soenarso atas segala doa, kritik, semangat, kasih sayang, dan dukungannya. 8. Ir. Sumartono selaku administratur dan seluruh karyawan PG Kremboong yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dan mendukung pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. 9. Citra Yanto Ciki yang selalu memberi dukungan, semangat, bantuan, dan doa kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai. 10. Teman-teman satu kosan (Devi, Dita, Nina) yang selalu menghibur.

10 11. Teman-teman satu bimbingan (Febi dan Defri) yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa. 12. Seluruh sahabat Agribisnis 44 yang telah memberikan semangat, doa, dukungan, bantuan, serta banyak pelajaran dan kebersamaan selama kuliah. 13. Seluruh teman-teman UKM Karate atas semangat, dukungan, doa, dan kebersamaannya. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah diberikan oleh semua pihak baik yang tersebutkan maupun yang tidak tersebutkan dalam penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan skripsi ini, tetapi penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Mei 2011 Felicia Nanda Ariesa

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman xiv xvi xvii I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA Usahatani Tebu Industri Pengolahan Tebu Menjadi Gula Perkembangan Perdagangan Gula Pasir Analisis Kelayakan Usaha III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Kelayakan Proyek Biaya dan Manfaat Biaya Manfaat Aspek Kelayakan Proyek Aspek Pasar Aspek Manajemen Aspek Teknis Aspek Sosial Ekonomi Aspek Finansial Analisis Kelayakan Investasi Payback Period Internal Rate of Return Net Present Value Benefit-Cost Ratio Analisis Sensitivitas Kerangka Pemikiran Operasional IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Kelayakan Finansial Net Present Value Net Benefit Cost Ratio... 41

12 Internal Rate of Return Payback Period Analisis Aspek Pasar Analisis Aspek Teknis Analisis Aspek Manajemen Analisis Aspek Sosial Ekonomi Analisis Sensitifitas Asumsi Dasar V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN Profil dan Sejarah Perusahaan Kegiatan Bisnis Struktur Organisasi Perusahaan VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Aspek Non Finansial Aspek Pasar Peluang Pasar Bauran Pemasaran Hasil Analisis Aspek Pasar Aspek Teknis Pemilihan Lokasi Usaha Ketersediaan Bahan Baku Kapasitas Produksi Proses Produksi Layout Pabrik Pemilihan Teknologi Hasil Analisis Aspek Teknis Aspek Manajemen Bentuk Badan Usaha Struktur Organisasi Job Description Sistem Upah dan Promosi Perijinan Hasil Analisis Aspek Manajemen dan Hukum Aspek Sosial Ekonomi Hasil Analisis Aspek Sosial Ekonomi Analisis Kelayakan Finansial Analisis Kelayakan Setelah Restrukturisasi Mesin Analisis Biaya Analisis Manfaat Hasil Analisis Aspek Finansial Analisis Kelayakan Finansial pada Analisis Sensitifitas dan Analisis Nilai Pengganti Penurunan Rendemen Efektif Pabrik Penurunan Harga Lelang Gula Keterbatasan Pasokan Bahan Baku (Tebu). 124

13 Hasil Analisis Kelayakan Finansial pada Analisis Sensitivitas dan Nilai Pengganti VII. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

14 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman Indonesia Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia Impor Gula Pasir Indonesia Data Angka Produksi Pabrik Gula Kremboong Konsumsi Gula Indonesia Produksi Gula Indonesia Harga Gula Hasil Lelang Tahun Realisasi Tenaga Kerja PG Kremboong Tahun Rekapitulasi Per Wilayah Perkebunan Tebu Proporsi Bagi Hasil Antara Petani dan PG Kremboong Data Produksi PG Kremboong Empat Tahun Terakhir Target Kinerja Setelah Restrukturisasi Mesin Golongan dan Gaji Pokok Karyawan Golongan I dan II Golongan dan Gaji Pokok Karyawan Golongan III dan IV Tunjangan Struktural, Jabatan, dan Fungsional Karyawan Tetap Persentase Asal Karyawan PG Kremboong Biaya Investasi Mesin Baru PG Kremboong Daftar Barang Investasi PG Kremboong Tahun Umur Ekonomis dari Investasi Usaha PG Kremboong Biaya Re-Investasi PG Kremboong Besarnya Biaya Penyusutan Investasi PG Kremboong Biaya Tetap Usaha PG Kremboong Biaya Variabel Usaha PG Kremboong Daftar Pinjaman dan Angsuran Penerimaan Hasil Lelang Gula Selama Umur Usaha Penerimaan Hasil Lelang Tetes Selama Umur Usaha Penerimaan Penjualan Blotong Selama Umur Usaha

15 28. Rekapitulasi Proyeksi Laba Rugi PG Kremboong Hasil Analisis Finansial Analisis Sensitivitas pada Penurunan Rendemen Sebesar 32,4 Persen Analisis Nilai Pengganti Pada Penurunan Rendemen Sebesar 34,28 Persen Analisis Sensitivitas pada Penurunan Harga Gula Sebesar 12,2 Persen Analisis Nilai Pengganti pada Penurunan Harga Gula Sebesar 22,12 Persen Analisis Sensitivitas pada Pasokan Bahan Baku Sebesar Ton

16 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Skema Pembuatan Gula Kurva Biaya Total Hubungan Antara NPV dan IRR Alur Kerangka Pemikiran Operasional Struktur Organisasi Perusahaan Gula Kristal Putih PG Kremboong Instalasi Pengelolaan Air Limbah Pabrik Gula Kremboong Hubungan Antara NPV dan IRR

17 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Pohon Industri Tebu Alur Produksi Gula Layout Pabrik Gula Kremboong Struktur Organisasi PG Kremboong Daftar Aset PG Kremboong Rincian Biaya Produksi Penjadwalan Pinjaman PG Kremboong Nilai Sisa Investasi PG Kremboong Cashflow Unit Usaha PG Kremboong Proyeksi Laba Rugi Unit Usaha PG Kremboong Cashflow Analisis Sensitifitas Penurunan Rendemen Sebesar 32,4 Persen Proyeksi Laba Rugi Analisis Sensitifitas Penurunan Rendemen Sebesar 32,4 Persen Cashflow Nilai Pengganti Penurunan Rendemen Sebesar 34,28 Persen Proyeksi Laba Rugi Nilai Pengganti Penurunan Rendemen Sebesar 34,28 Persen Cashflow Analisis Sensitifitas Penurunan Harga Gula Sebesar 12,2 Persen Proyeksi Laba Rugi Analisis Sensitifitas Penurunan Harga Gula Sebesar 12,2 Persen Cashflow Nilai Pengganti Penurunan Harga Gula Sebesar 22,12 Persen Proyeksi Laba Rugi Nilai Pengganti Penurunan Harga Gula Sebesar 22,12 Persen Cashflow Analisis Sensitifitas Pasokan Bahan Baku (Tebu) Tetap Proyeksi Laba Rugi Analisis Sensitifitas Pasokan Bahan Baku Tebu Tetap

18 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perkebunan di Indonesia berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Dilihat dari sisi ekonomi, perkebunan telah menyumbang devisa negara, sumber ekonomi wilayah serta sumber pendapatan masyarakat. Dalam aspek sosial telah mampu menyerap tenaga kerja yang besar, baik sebagai petani maupun sebagai tenaga kerja, sedangkan dalam aspek ekologi dengan sifat tanaman yang berupa pohon, usaha perkebunan mendukung kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup, seperti sumber daya air, penyedia oksigen sebagai sumber kehidupan manusia dan mengurangi degradasi lahan. Menurut umur dan frekuensi panen, tanaman perkebunan dapat dibagi menjadi tanaman tahunan dan tanaman semusim (Hafsah 2003). Tabel 1. Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman Indonesia Tahun (Ton) Tahun Karet Kering Minyak Sawit Coklat Kopi Teh Kulit Kina Gula Tebu 1) Tembakau 1) ,720 5,598,440 57,860 27, , ,824,575 5, ,712 6,195,605 48,245 26, , ,901,326 5, ,104 6,923,510 56,632 29, , ,991,606 5, ,800 8,479,262 54,921 29, , ,051,642 2, ,221 10,119,061 55,127 24, , ,241,742 4, ,634 10,961,756 67,200 28, , ,307,000 4, ,486 11,437,986 68,600 24, , ,623,800 3, ,081 12,477,752 62,913 28, , ,668,428 2, * 640,787 12,954,662 62,628 28, , ,849, Catatan : 1) Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat * ) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik Jenis tanaman tahunan yang dominan ditanam di Indonesia antara lain karet, kelapa sawit, kakao, kopi, teh, dan tanaman obat-obatan. Sedangkan jenis 1

19 tanaman semusim yang dominan adalah tebu dan tembakau. Sebagian besar dari hasil perkebunan Indonesia diekspor karena tidak semua komoditas perkebunan dapat diolah oleh industri dalam negeri menjadi bahan yang siap dikonsumsi. Dilihat dari tabel di atas, sebagian produksi perkebunan mengalami peningkatan walaupun sebagian lagi malah menurun. Hasil produksi dari tanaman tahunan seperti karet, kelapa sawit, kakao, kopi, dan teh terlihat meningkat produksinya dari tahun ke tahun. Begitu pula dengan produksi gula tebu dalam negeri, walaupun peningkatan produksinya tidak signifikan. Tabel 2. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia Tahun (000 Ha) Tahun Karet 1) Minyak Sawit 1) Coklat 1) Kopi 1) Teh 1) Kina 1) Tebu 2) Tembakau 2) ,5 3152,4 158,6 62,5 83,3 1,2 393,9 5, ,0 3258,6 145,8 58,2 84,4 1,2 375,2 5, ,6 3429,2 145,7 57,4 83,3 3,3 340,3 5, ,4 3496,7 87,7 52,6 83,3 3,2 344,8 3, ,4 2593,4 85,9 52,9 81,7 3,1 381,8 4, ,2 3748,5 101,2 53,6 78,4 3,1 396,4 5, ,0 4101,7 106,5 52,5 77,6 3,0 427,8 5, ,8 4451,8 98,4 58,3 78,9 3,0 436,5 4,6 2009* 526,4 4520,6 102,6 58,3 75,4 3,0 443,8 4,6 Catatan : 1) Luas areal tanaman tahunan adalah areal yang ditanami di akhir tahun 2) Luas areal untuk tanaman musiman adalah luas panen kumulatif bulanan area * ) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) Dari kedua tabel di atas, beberapa komoditi seperti karet, kopi dan kakao memperlihatkan laju peningkatan produksi yang sangat berarti. Terjadinya laju peningkatan produksi ini berkaitan dengan gencarnya gerakan intensifikasi yang dilakukan selama ini dan sebagian besar tanaman berada pada stadia umur produksi. Peningkatan produksi hasil perkebunan kelapa sawit seiring dengan pertumbuhan areal. Faktor yang sangat dominan dalam peningkatan produksi ini adalah terjadinya peningkatan produktivitas. Laju pertumbuhan produktivitas 2

20 yang tinggi terdapat pada komoditi kopi sedangkan laju pertumbuhan tanaman karet dan teh masih tergolong lambat. Penyebabnya antara lain karena sebagian tanaman tersebut berada pada kondisi umur tanaman yang telah cukup tua. Meskipun dilakukan upaya-upaya intensifikasi, akan tetapi laju peningkatan produksi tidak terlalu tinggi. Untuk komoditi tebu memperlihatkan peningkatan produktivitas setiap tahunnya walaupun tidak begitu tinggi (Hafsah 2003). Salah satu hasil perkebunan tanaman semusim adalah gula. Gula merupakan salah satu bahan pangan penting yang termasuk sembilan bahan pokok dan pengaturan harganya langsung ditangani pemerintah. Sejak pertengahan tahun enampuluhan Indonesia mengimpor hampir sepertiga kebutuhan gulanya karena tidak mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri walaupun sebelum kemerdekaan Indonesia pernah menjadi eksportir gula terbesar ke-2 di dunia. Produktivitas rata-rata nasional sebesar 6,5 ton kristal gula per Ha dengan rendemen 7,6 pada tahun Menurut Bambang (2007), konsumsi gula secara nasional terus meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan, khususnya sebelum terjadinya krisis ekonomi sejak pertengahan Namun fakta yang terjadi saat ini, kebutuhan gula terus meningkat sementara produksi gula dalam negeri tidak mampu mencukupinya sehingga impor gula tidak dapat dihindarkan. Membanjirnya impor gula akan berdampak pada industri gula nasional dan devisa negara. Nilai impor gula pasir Indonesia terlihat pada Tabel 3. Tabel 3. Impor Gula Indonesia Tahun (000 ton) No Tahun Gula Impor Total White Sugar Raw Sugar Sumber : Asosiasi Gula Indonesia (2011) 1 Kompas 20 Agustus Swasembada Gula

21 Konsumsi gula terus meningkat karena meningkatnya jumlah penduduk dan semakin berkembangnya industri yang menggunakan gula sebagai bahan baku. Peningkatan kebutuhan gula harus diimbangi oleh peningkatan total produksi gula nasional. Jika total produksi gula nasional tidak mencukupi maka Indonesia harus mengimpor gula. Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti mengurangi ketergantungan terhadap impor gula luar negeri. Pengurangan impor gula dapat menghemat devisa. Industri gula menjadi salah satu industri terpenting di Indonesia selama bertahun-tahun sebelum Perang Dunia ke II. Pada masa itu, hasil produksi 178 pabrik gula berkontribusi tiga perempat dari ekspor Jawa dan seperempat menyumbang seperempat dari penerimaan Hindia Belanda. Hampir setengah dari total produksi sebanyak 3 juta ton gula dari hektar perkebunan di Jawa diekspor. Ini menjadikan Jawa sebagai eksportir gula terbesar di dunia setelah Kuba. Tetapi saat ini pabrik-pabrik gula di Jawa sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. Pada tahun 1966, semua ekspor terhenti dan malah mengimpor dalam jumlah tertentu. Sejak tahun 1967, industri gula mengalami kerugian. Beberapa masalah yang dihadapi adalah keuntungan yang rendah pada petani, baik dari tanah maupun tebu, serta tekanan yang dihadapi oleh perusahaan berupa policy pemerintah untuk mempertahankan harga gula yang rendah demi kepentingan konsumen dengan jalan pembebanan pajak yang berat serta berbagai pungutan. Bersamaan dengan penerapan kebijakan, terjadi kemunduran efisiensi yang cukup parah pada hampir setiap fase produksi dan marketing (Mubyarto 1984). Menurut Wiriatmodjo dkk (1985), penggunaan lahan dan masa giling yang optimal perlu dilakukan oleh industri pergulaan di Jawa untuk memenuhi kebutuhan gula pasir yang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Penanaman tebu dalam batas luas optimal di lahan sawah maupun lahan kering akan memberikan peningkatan efisiensi dalam proses produksinya. Terlebih lagi jika penanaman tebu dilakukan dengan penggunaan input yang tepat maka akan berpengaruh positif pada peningkatan produktivitas. Selain penanaman tebu dengan efektif dan efisien, optimasi masa giling juga akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan rendemen rata-rata yang dapat dicapai oleh pabrik-pabrik gula 4

22 bersangkutan. Optimasi masa giling perlu ditunjang oleh peningkatan kapasitas giling agar dapat memecahkan masalah penggilingan tebu yang masih muda maupun terlalu tua yang memberikan tingkat rendemen relatif rendah. Peranan perbaikan di pabrik gula di dalam pabrik gula yang dilaksanakan secara tepat dapat meningkatkan kapasitas giling maupun efisiensi dalam prosesnya. Pabrik gula yang beroperasi sekarang sebagian besar merupakan peninggalan Belanda dengan mesin yang sudah berusia ratusan tahun. Beberapa pabrik gula tertua di Indonesia antara lain PG Watutulis (1839), PG Gending Probolinggo (1830), PG Candi Baru (1832), dan PG Kremboong (1847). Mesin yang sudah tua merupakan salah satu sumber inefisiensi pabrik gula karena kinerja mesin dan peralatan kurang memadai. Hal ini terlihat dari gula kristal yang berhasil diambil dari tebu hanya persen sedangkan standar dunia mencapai 85 persen. Salah satu program pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini adalah dengan merevitalisasi pabrik gula sebagai salah satu upaya untuk mencapai swasembada gula Program revitalisasi pabrik gula merupakan bagian dari program revitalisasi pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan volume produksi gula nasional dalam rangka mewujudkan swasembada gula. Program revitalisasi pabrik gula meliputi intensifikasi penanaman tebu yang diikuti rehabilitasi pabrik gula di Pulau Jawa dan ekstensifikasi penanaman tebu dengan pembangunan pabrik gula di luar Pulau Jawa. Saat ini telah tercatat tujuh perusahaan yang mengajukan restrukturisasi mesin, antara lain PT Rajawali Nusantara I (3 pabrik), PT Rajawali Nusantara Indonesia II (6 pabrik), PT Perkebunan Nusantara XI (2 pabrik), PT Perkebunan Nusantara IX (8 pabrik), PT Madu Baru (1 pabrik), PT Perkebunan Nusantara VII (2 pabrik), dan PT Perkebunan Nusantara X (11 pabrik gula) 2. Salah satu penghasil utama gula nasional adalah PTPN X. Hasil produksinya mencapai 20% total produksi gula nasional. PT Perkebunan Nusantara X (Persero) merupakan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengelola Strategic Bisnis Unit (SBU) yang meliputi SBU Gula, SBU Tembakau, dan SBU Rumah Sakit. Wilayah kerja PTPN X meliputi 2 Revitalisasi Pabrik Gula Berjalan Mulus. http: atau atau bisnis.vivanews.com. Diakses tanggal 30 September

23 beberapa daerah, yaitu tersebar di Propinsi Jawa Timur sebanyak 13 kabupaten, 1 kabupaten di Jawa Tengah serta 2 kabupaten di Sulawesi Selatan. Ruang lingkup pengelolaan SBU Gula dan tembakau meliputi budidaya tanaman, pengolahan bahan baku menjadi produk komoditas perkebunan dan pemasaran hasil produksi. Ruang lingkup SBU Rumah Sakit meliputi pelayanan perawatan kesehatan bagi karyawan beserta keluarganya dan masyarakat umum. Pada saat ini PTPN X mengelola 13 Pabrik Gula (11 Pabrik Gula di Jawa dan 2 Pabrik Gula di Sulawesi Selatan), 3 kebun tembakau dan 3 Rumah Sakit. SBU Gula mengolah tanaman tebu yang berasal dari tebu rakyat dan HGU untuk menjadi gula konsumsi dengan mutu SHS I A. Rata-rata pasok bahan baku yang berasal dari tebu rakyat mencapai 90 persen dari total produksi, HGU sebesar 5 persen dan dari tebu sewa sebesar 5 persen. SBU Tembakau mengolah tanaman tembakau menjadi tembakau olahan dan sebagian lagi diproduksi untuk rokok tertentu. 1.2 Perumusan masalah Pabrik Gula Kremboong yang terletak di Kecamatan Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur, merupakan salah satu dari SBU Gula PTPN X yang menjalankan fungsi mengolah bahan baku tebu menjadi gula. PG Kremboong dipimpin oleh Administratur dengan dibantu oleh empat kepala bagian yaitu Kepala Bagian Tanaman, Instalasi, Pengolahan dan Administrasi Keuangan Umum serta dibantu oleh seorang Kepala Quality Control. Pabrik Gula Kremboong menjadi salah satu pabrik gula yang akan melakukan restrukturisasi mesin dalam program revitalisasi pabrik gula. Selama dua tahun berturut-turut Pabrik Gula Kremboong mengalami kerugian karena adanya ketidakefisienan akibat terlalu banyaknya karyawan dan mesin yang sudah tidak dapat beroperasi secara optimal. Setelah berturut-turut ekspansi dan melakukan perbaikan, selama periode waktu tertentu, PG Kemboong mencapai kapasitas sekarang, yaitu sebesar 1600 TCD. PG Kremboong, di masa lalu, pernah mencapai beberapa tahun emas. Pada tahun-tahun itu, pabrik membuktikan performance yang luar biasa. Selama periode , kapasitas pabrik TCD, mampu mencapai 6

24 rendemen tertinggi di Indonesia. Rendemen pada tahun-tahun itu adalah 10,06 persen, 9,13 persen, 9,08 persen, dan 9,67 persen. Setelah itu, produktivitas gula turun terus, terutama penurunan rendemen. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: a. Lebih dari 50 persen tebu ditanam pada daerah-daerah lahan kering. b. Sistem pengelolaan tanaman tebu, panen, dan budidaya berubah. c. Petani melakukan praktik budidaya tebu tanpa sepengetahuan pabrik. d. Pabrik gula tidak mampu mengelola tanaman tebu di lahan sendiri. e. Pabrik gula tidak dapat menganalisis mutu tebu. Akibat dari rendahnya efisiensi, baik bagian on farm dan off farm. Pada bagian on farm, terdapat perbedaan besar antara potensi rendemen kebun dan pabrik. Petani tidak menerapkan manajemen budidaya tanaman tebu yang disetujui sehingga berakibat produktivitas rendah. Pada bagian off farm, efisiensi teknis, kapasitas giling, dan otomatisasi yang rendah serta kurangnya pengembangan produk samping, menyebabkan tingginya biaya produksi. Sebagai akibatnya, pabrik tidak dapat memperbaiki mesin untuk meningkatkan efisiensi. Kinerja pabrik saat ini dapat dirangkum sebagai berikut: a. Konsumsi bahan bakar tinggi Pabrik selain mengonsumsi seluruh produksi ampas juga memakai bahan bakar tambahan dalam bentuk kayu chip atau kayu bakar, sedangkan pabrik gula modern menghemat bahan bakar. b. Utilisasi kapasitas rendah Utilisasi kapasitas pabrik mencapai 90,75 persen sedangkan pabrik modern dapat mencapai lebih dari 95 persen. c. Kehilangan gula tebu Sekitar 2,59 persen sedangkan pabrik gula modern biasanya kehilangan gula kurang dari 2,0 persen tebu. d. Tingginya jam berhenti Kapasitas giling tidak tetap mengakibatkan tingginya jam berhenti dalam pabrik. Rataan tiga tahun terakhir adalah 3,43 persen (masih tinggi) dan perlu dikurangi menjadi kurang dari 2,0 persen. e. Tingginya biaya operasi dan maintenance 7

25 Pabrik gula memiliki beberapa unit peralatan kecil dan tidak efisien ditambah dengan kurangnya pengetahuan maintenance, sehingga meningkatnya biaya operasi dan maintenance. f. Tidak ada instrumentasi dan tenaga kerja Sistem kontrol manual pabrik gula menyebabkan banyaknya kebutuhan tenaga kerja. Kinerja PG Kremboong sekarang tidak kondusif untuk bertahan hidup. Oleh karena itu, manajemen PTPN X antusias untuk memodernisasi dan mengoptimalkan kinerja pabrik gula dalam hal peningkatan kapasitas pabrik, pengurangan konsumsi energi dan meningkatkan efisiensi proses untuk mengurangi harga pokok produksi. Ini peluang bagus PTPN X untuk meningkatkan produksi tebu asli daerah. Kondisi perusahaan selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data Angka Produksi Pabrik Gula Kremboong Uraian Satuan Luas Lahan Ha , , , ,2 Tebu Ton , , , ,8 Hablur Ton , , , ,27 16, Ton Tebu/Ha Ton 73,73 79,19 79,02 71,00 84,54 atau Ha Ton Ton 5,36 5,63 6,53 5,59 5,39 Hablur/Ha atau Ha Rendemen % 7,27 7,10 8,27 7,88 6,37 Laba Rugi Rp (000) 1,346,123 (3,917,58) (3,716,13) 8,780,295 1,006,054 Sumber: Data Evaluasi Pabrik Gula Kremboong (2010) Produksi gula PG Kremboong tahun 2009 menurun dibandingkan tahun Hal ini disebabkan oleh penurunan luas lahan dan anomali musim. Selain penurunan produktivitas, biaya produksi gula PG Kremboong relatif tinggi. Salah satu penyebab tingginya biaya adalah kondisi pabrik yang sudah tua sehingga biaya penyusutan dan perawatan yang tinggi dengan kualitas giling yang rendah. Pabrik Gula Kremboong menjadi salah satu pabrik gula tertua di Indonesia yang telah beroperasi sejak tahun Cara penanggulangannya adalah dengan 8

26 merestrukturisasi mesin pabrik gula yang menjadi salah satu program dalam revitalisasi pabrik gula. Peningkatan kapasitas giling menjadi TCD disesuaikan dengan kondisi peralatan lain yang tidak termasuk dalam program pengembangan. Pemasangan turbin dan boiler berfungsi sebagai sumber tenaga penggerak dalam proses produksi dapat mendukung kapasitas giling hingga TCD namun kapasitas mesin penggiling hanya sampai TCD. Selain itu, yang membatasi kapasitas giling adalah ketersediaan bahan baku. Pasokan tebu ke pabrik belum dapat memenuhi kapasitas giling yang lebih besar sehingga penambahan kapasitas mesin dapat berdampak idle capacity pada mesin. Penggantian mesin penggilingan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi, serta pendapatan pabrik gula. Selain menguntungkan restrukturisasi mesin juga dapat merugikan perusahaan jika harga mesin terlalu mahal atau pendapatan pabrik tidak dapat menutupi seluruh biaya. Analisis kelayakan perlu dilakukan karena investasi yang ditanamkan bernilai besar dengan jangka waktu pengembalian yang lama. Oleh karena itu, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah restrukturisasi mesin Pabrik Gula Kremboong layak untuk dilakukan serta dapat memberikan profit bagi perusahaan. Rumusan masalah secara spesifik antara lain: 1. Bagaimana kelayakan restrukturisasi mesin pabrik gula ditinjau dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis, dan aspek sosial ekonomi? 2. Bagaimana kelayakan restrukturisasi mesin pabrik gula ditinjau dari aspek finansial? 3. Bagaimana pengaruh perubahan harga gula dan rendemen pada kelayakan usaha yang dijalankan Pabrik Gula Kremboong? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian secara umum adalah mengkaji pelaksanaan restrukturisasi mesin di Pabrik Gula Kremboong. Tujuan khusus penelitian antara lain: 9

27 1. Mengkaji kelayakan restrukturisasi mesin pada PG. Kremboong ditinjau dari aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis, dan aspek sosial ekonomi. 2. Mengkaji kelayakan restrukturisasi mesin pada PG. Kremboong ditinjau dari aspek finansial. 3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha apabila terjadi perubahan pada harga gula dan rendemen yang dapat mempengaruhi usaha yang dijalankan PG Kremboong. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian diharapkan dapat berguna bagi: 1. Perusahaan, dalam hal ini PG. Kremboong, sebagai bahan masukan bagi pengambilan kebijakan di perusahaan serta penentuan arah pengembangan terkait dengan reinvestasi mesin. 2. Penulis, untuk menambah pengetahuan serta penerapan ilmu yang yang diperoleh selama kuliah dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data. 3. Pembaca, sebagai bahan masukan dan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Semoga hasil penelitian ini dapat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian ini difokuskan pada Pabrik Gula Kremboong, salah satu pabrik gula yang melakukan revitalisasi pabrik gula di PTPN X. 2. Penelitian ini hanya membahas analisis kelayakan pabrik gula setelah melakukan restrukturisasi mesin yang meliputi aspek finansial dan nonfinansial. 3. Aspek non-finansial yang diteliti meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan sosial ekonomi. 10

28 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu Tebu (Saccharum officinarum L) merupakan tanaman yang memiliki kandungan sukrosa paling tinggi dan kandungan seratnya paling rendah. Tanaman tebu mempunyai sosok tinggi kurus, tidak bercabang, tumbuh tegak, dengan tinggi batang mencapai 3-5 meter lebih. Tanaman tebu terdiri dari akar, batang, daun, dan bunga. Akar pada tanaman ini berupa akar serabut yang memiliki panjang mencapai 2 m jika ditanam pada lingkungan yang optimum. Batang tebu merupakan bagian yang penting, karena bagian inilah yang akan dipanen hasilnya. Pada bagian ini banyak terdapat nira yang mengandung gula dengan kadar mencapai 20 persen. Bagian ujung atau pucuknya memiliki kandungan gula yang lebih tinggi daripada bagian pangkal batang. Gula pada tebu berupa sukrosa yang akan mencapai kadar maksimum jika tebu berumur bulan atau lebih atau telah mencapai masa fisiologis (Naruputro, 2010). Tanaman tebu dapat menghasilkan berbagai macam produk yang bermanfaat bagi manusia. Selama ini produk utama yang dihasilkan dari tebu adalah gula sementara hasil samping yang tidak terlalu diperhatikan kecuali tetes tebu yang sudah lama dimanfaatkan untuk pembuatan monosodium glutamate (MSG). Selain tetes, ampas tebu juga dimanfaatkan untuk makanan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula, namun penggunaannya terbatas dan nilai ekonominya belum tinggi. Aneka limbah lain dalam proses produksi gula, seperti blotong dan abu terbuang percuma bahkan untuk buangan limbahnya pun menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga menambah pengeluaran pabrik gula. Di luar limbah pabrik itu, tanaman tebu menghasilkan limbah pula sejak masa tanam hingga penebangan atau pemanenan berupa daun tebu kering yang disebut klethekan atau daduk, pucuk tebu, hingga sogolan (pangkal tebu) padahal semua itu dapat dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomis (Misran, 2005). Gambar pohon industri tebu disajikan pada Lampiran 1. Nuryanti (2007) membandingkan usahatani tebu pada lahan sawah dan tegalan. Penelitiannya mengkaji aspek finansial, yaitu biaya dan pendapatan 11

29 usahatani tebu antara sawah dan tegalan, luas garapan kurang dari satu dan lebih dari satu hektar, serta pola tanam awal dan keprasan. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani tebu di lahan sawah lebih menguntungkan diusahakan pada luasan lebih dari satu hektar dengan pola tanam awal. Berdasarkan pola tanam, tanaman keprasan lebih menguntungkan diusahakan baik di lahan sawah maupun tegalan dengan skala usaha kurang dari satu hektar. Dilihat dari usahataninya, secara umum peningkatan skala usaha pada lahan sawah lebih menguntungkan dibandingkan tegalan dan dapat meningkatkan kelayakan finansial lebih dari 50 persen. Implikasi dari hasil penelitian Nuryanti dikaitkan dengan program akselerasi pergulaan adalah usahatani tebu harus diusahakan secara luas atau ekstensif pada lahan sawah dengan pola tanam awal yang berarti target akselerasi dapat dicapai dengan tingkat produktivitas tanaman yang baik dan ketersediaan sarana irigasi yang memenuhi. Dukungan program dana talangan harus terus dipertahankan untuk memberi insentif bagi petani yang menyediakan bahan baku industri gula Indonesia. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi. Zuraidah (2005), meneliti pendapatan usahatani tebu dan faktor-faktor yang memengaruhi keputusan pengolahan gula merah di tingkat petani. Pada penelitiannya, Zuraidah menganalisis perbandingan pendapatan yang diterima petani yang mengolah tebunya menjadi gula merah dibandingkan petani yang memilih tidak mengolah tebunya. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk mengolah tebunya menjadi gula merah adalah jumlah tanggungan keluarga, pendapatan rumah tangga nontebu, luas lahan, status lahan, dan pengalaman berusaha tani tebu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan bentuk produksi, pendapatan yang diterima petani tebu yang mengolah tebunya menjadi gula merah lebih besar daripada pendapatan yang diterima petani tebu yang menjual tebu batangan. Pendapatan dari gula merah mencapai Rp ,00 per ha berasal dari pengurangan penerimaan sebesar Rp ,00 per ha dengan biaya produksi mencapai Rp ,00 per ha. Biaya produksi tersebut terdiri dari biaya produksi tebu batangan dan biaya pengolahan gula merah. Di lain pihak, petani yang memutuskan untuk menjual tebu batangan memperoleh pendapatan sebesar Rp ,00, berasal dari 12

30 pengurangan penerimaan yang besarnya mencapai Rp ,00 dengan biaya produksi tebu batangan, yang nilainya mencapai Rp ,00. Walaupun pendapatan pengolahan lebih besar tetapi efisiensi keputusan mengolah tebu lebih rendah daripada keputusan menjual tebu batangan. Nilai R/C untuk gula merah mencapai 1,82 lebih kecil daripada R/C tebu batangan yang sebesar 2,49. Berdasarkan nilai R/C tersebut, berarti keputusan untuk menjual tebu batangan lebih efisien daripada keputusan untuk mengolah tebu menjadi gula merah dan ini terlihat dari masih banyaknya petani yang menjual tebu batangan. Petani lebih memilih untuk tidak mengolah tebunya karena tambahan keuntungan yang diperoleh dengan mengolah tebu menjadi gula merah tidak berbeda jauh dengan pendapatan yang diterima dari tebu batangan. Menurut Maria (2009), luas area merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi produksi. Pada tingkat rata-rata ( ) kenaikan 1 persen luas area tebu menyebabkan kenaikan produksi hablur (gula) sebesar 57,8 persen. Bertambahnya luas area merupakan faktor utama terjadinya peningkatan produksi gula. Namun demikian, peningkatan luas harus disertai dengan peningkatan produktivitasnya (intensifikasi) mengingat semakin terbatasnya lahan untuk pertanian terutama di Jawa serta kemampuan untuk bersaing dengan komoditas lain. Pengembangan luas areal tebu penting dalam peningkatan produksi gula. Petani perlu motivasi agar terus berusaha meningkatkan produktivitas tanaman tebu. Upaya yang dilakukan tidak hanya dari segi teknis, namun juga kebijakan menyangkut kelembagaan petani karena kelembagaan yang memerlukan tindakan bersama mempunyai kekuatan lebih besar daripada dorongan perorangan. Penelitian yang dilakukan Kartikaningsih (2009) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi motivasi petani dalam berusahatani tebu di Pati. Faktor-faktor yang memengaruhi motivasi petani berusahatani tebu yaitu lembaga pelayanan, lembaga penunjang, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil, dan lembaga penelitian dan pengembangan. Saat ini, peran kelembagaan dirasa cukup memuaskan bagi petani tebu. Berdasarkan hasil analisis jalur dapat disimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh paling besar terhadap motivasi berusahatani tebu adalah lembaga pengolahan dan bagi hasil. 13

31 Naruputro (2010) melakukan penelitian tentang pengelolaan tebu di pabrik gula. Penelitian dilaksanakan di PG Krebet Baru, Malang. Kebun tebu giling (KTG) di PG Krebet Baru secara keseluruhan merupakan tebu rakyat sehingga seluruh budidaya tebu di KTG ditangani oleh petani. Dalam hal ini PG Krebet Baru hanya bertugas mengawasi dan memberikan penyuluhan mengenai budidaya tebu yang baik. Pengeprasan tebu yang berulang-ulang menjadi salah satu masalah penyebab rendahnya produktivitas tebu di PG Krebet Baru. Untuk mengatasi rendahnya produktivitas tebu di PG Krebet Baru perlu dilakukan bongkar ratoon atau replanting. Pembongkaran ratoon atau replanting dilakukan pada kategori tanaman yang sudah tidak layak dari segi produktivitas dan secara ekonomis merugikan. Perbedaan karakteristik lahan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman keprasan. Lahan kering memiliki produktivitas yang lebih rendah jika dibandingkan lahan sawah irigasi. Faktor yang menyebabkan perbedaan produktivitas tersebut antara lain ketersediaan air dan kebiasaan teknik budidaya yang dilakukan petani pada kedua karakteristik lahan tersebut. Teknik budidaya yang berpengaruh nyata yaitu pemupukan, baik dari segi dosis maupun waktu aplikasinya. 2.2 Industri Pengolahan Tebu Menjadi Gula Tebu adalah bahan baku utama pembuatan gula pasir. Gula pasir merupakan bahan makanan sumber kalori. Tujuan utama mengonsumsi gula adalah untuk mendapatkan energi atau kalori untuk menjalankan aktivitas seharihari. Rasa manis dari gula lebih sesungguhnya berkaitan dengan kenikmatan. Peranan gula sebagai bahan pemanis utama belum tergantikan oleh bahan pemanis lain seperti gula merah, madu, sakarin, dan bahan pemanis kimia lainnya. Konsumsi gula di Indonesia terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk. Namun fakta yang terjadi saat ini, kebutuhan gula terus meningkat sementara produksi gula dalam negeri tidak mampu mencukupinya sehingga impor gula tidak dapat dihindarkan. Berdasarkan hasil penelitian Sanjaya (2009), konsumsi gula total yang dibutuhkan oleh seluruh masyarakat pada tahun 2025 baik dalam konsumsi rumah tangga maupun konsumsi industri sebesar ton gula. Oleh karena itu, pabrik gula membutuhkan ton tebu dengan 14

32 tingkat asumsi rendemen 8 persen. Berdasarkan hasil analisis respon penawaran tebu di Indonesia, peningkatan harga gula domestik tidak dapat direspon dengan cara meningkatkan luas lahan tanaman tebu namun dengan melakukan program intensifikasi pada produksi tebu. Beberapa cara meningkatkan jumlah produksi tebu dengan pendekatan peningkatan produktivitas tanaman tebu itu sendiri melalui kebijakan penetapan harga input-input produksi. Pengolahan tebu menjadi gula kristal melalui beberapa tahapan proses yaitu operasi penggilingan (ekstraksi), pemurnian (purifikasi), penguapan (evaporasi), kristalisasi, dan sentrifuse. Operasi penggilingan bertujuan untuk mengekstraksi kandungan sukrosa dalam tebu sebanyak mungkin, proses purifikasi untuk memisahkan kotoran yang terbawa dalam nira mentah, penguapan untuk menguapkan kandungan air yang terdapat pada nira jernih sehingga dihasilkan nira kental, kristalisasi untuk mengkristalkan nira kental sehingga didapatkan kristal gula sesuai yang diinginkan, dan sentrifuse yang bertujuan untuk memisahkan kristal gula dengan cara pemutaran. Proses produksi gula dapat dilihat pada Gambar 1. 15

33 Bahan baku tebu 100% Air inhibasi Ampas Baterai gilingan unit operasi Nira mentah SO 2 5,3% air kapur CO 2 P 2 O 5 Blotong Unit proses pemurnian Nira encer 71,4% air Unit proses penguapan Nira kental 6,0% air Unit operasi kristalisasi Masakan Melase Unit operasi sentrifuse Sukrosa 12,7% dalam produk Gambar 1. Skema Pembuatan Gula Sumber: Moerdokusumo (1993) 16

34 Analisis neraca massa yang dilakukan oleh Yuliandari (2008), kinerja gilingan sangat mempengaruhi output yang dihasilkan proses penggilingan. Kendala yang sering terjadi di stasiun gilingan adalah mesin tidak beroperasi dikarenakan rusak sehingga mengakibatkan tebu mengalami penundaan penggilingan dan penurunan nilai rendemen gula. Selain itu, dalam proses penggilingan seringkali nira mentah yang dihasilkan tercecer sehingga mengakibatkan loss. Pada stasiun pemurnian, terjadi proses di mana nira mentah menghasilkan nira jernih (encer) dengan produk sampingan berupa blotong dan nira tapis (filtrat) yang masih mengandung sukrosa. Di stasiun penguapan terjadi proses nira encer menghasilkan nira kental dengan kebutuhan uap bekas dan dari proses penguapan menghasilkan kondensat yang dipergunakan kembali sebagai air umpan ketel. Kendala yang sering terjadi di stasiun penguapan adalah nira kental yang dihasilkan tidak mencapai brix yang optimal sehingga nira yang terbentuk masih belum mengental. Analisis neraca massa di stasiun masakan dan putaran, terjadi proses di mana nira kental yang dimasak, kemudian didinginkan, dan disentrifugasi dapat menghasilkan gula SHS, tetes, stroop, dan klare yang diolah kembali menjadi gula dan bibit untuk masakan. Teknologi pabrik gula di Indonesia mampu memproduksi semua jenis gula yang diminta pasar, baik dalam negeri maupun internasional. Secara umum dikenal tiga jenis gula utama, yaitu gula mentah, gula merah (tidak termasuk gula jawa dan aren), dan gula putih (termasuk gula rafinade, SHS). Pada tahun 1990-an produksi gula semakin menurun, apalagi setelah dikeluarkannya UU No. 12 Tahun Banyak petani tebu yang mengganti komoditas usahataninya dengan komoditas lain terutama beras sebagai bahan makanan pokok masyarakat Indonesia. Di samping itu, semakin terpencarnya lokasi perkebunan tebu yang berpengaruh terhadap produktivitas dan rendemen, kondisi pabrik gula yang sudah tua (inefisiensi), biaya pokok produksi mahal terutama pada saat krisis moneter turut memberikan pengaruh negatif terhadap produksi gula (Maria, 2009). Ketidakmampuan Indonesia dalam memenuhi kebutuhan gula dalam negeri disebabkan karena masih rendahnya produksi gula nasional. Rendahnya produksi nasional antara lain disebabkan oleh penurunan luas dan produktivitas 17

35 lahan, rendahnya rendemen industri gula Indonesia, serta efisiensi pabrik gula yang masih rendah. Widarwati (2008), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi gula di PG Pagottan. Kondisi inefisiensi produksi yang dialami PG Pagottan diindikasikan oleh kualitas bahan baku tebu (rendemen) yang masih rendah. Selain itu terjadi kecenderungan pemanfaatan tenaga kerja yang berlebihan di dalam menjalankan kegiatan produksinya. Pertumbuhan total produksi gula sejak tahun 2001 hingga tahun 2007 menunjukkan kecenderungan peningkatan yang dipengaruhi oleh peningkatan produksi gula tebu sendiri (TS) dan tebu rakyat (TR). Peningkatan tersebut terjadi tidak hanya karena perluasan areal, tetapi juga disebabkan oleh perbaikan mutu intensifikasi budidaya dan introduksi varietas unggul pada areal bongkaran keprasan. Peningkatan juga terjadi pada jumlah tebu yang dipasok, rendemen, dan tenaga kerja musiman sedangkan lama giling, jam mesin, dan bahan baku pembantu mengalami kecenderungan yang menurun. Menurut hasil perhitungan, faktor-faktor yang yang secara nyata berpengaruh terhadap produksi gula di PG Pagottan antara lain jumlah tebu, rendemen, jam mesin, dan tenaga kerja. Selain masalah rendemen dan rata-rata produktivitas gula yang menyebabkan ketidakefisienan, biaya produksi gula di Indonesia diduga lebih tinggi dibandingkan biaya produksi gula negara lain. Pada penelitian Wahyuni (2007), diperoleh lima faktor yang berpengaruh nyata pada produksi gula yaitu jumlah tebu, tenaga kerja tetap, tenaga kerja musiman, lama giling, dan jam mesin. Dalam proses produksinya PG Madukismo menggunakan tenaga kerja tetap dan musiman. Lama giling PG Madukismo yang lebih sedikit dibandingkan dari waktu optimal ( hari) berdampak pada penurunan produksi gula di mana tebu yang belum waktunya digiling telah digiling, padahal rendemen yang terbentuk belum maksimal sedangkan jika lama giling berlebihan dapat menurunkan rendemen sehingga produksi gula juga akan menurun. Ada tiga kategori tanaman tebu yang biasa digunakan sebagai bahan baku pabrik gula, yaitu plant cane murni (PCM), replanting cane (RPC), dan ratoon cane (RC). Plant cane murni (PCM) adalah tanaman tebu pertama yang ditanam pada arel yang baru dibuka. Replanting cane (RPC) atau biasa disebut PC bongkar ratoon adalah tanaman pertama yang ditanam pada areal yang 18

36 sebelumnya juga ditanami tebu. Ratoon cane (RC) atau biasa disebut tanaman tebu keprasan adalah tanaman tebu yang berasal dari tanaman pertama yang setelah tebangan dilaksanakan, tunggul-tunggulnya dipelihara kembali sampai menghasilkan tunas-tunas baru yang kemudian menjadi tanaman baru. Tanaman tebu di lahan tegal dapat dikepras sampai tiga kali, lebih dari itu produktivitasnya akan menurun. Wijayanti (2008) melakukan penelitian tentang pengelolaan tanaman tebu di Pabrik Gula Tjoekir PTPN X, Jombang, Jawa Timur. Penelitian ini mengkaji tentang pengaruh bongkar ratoon terhadap peningkatan produktivitas tebu. Program bongkar ratoon merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas tebu guna meningkatkan produktivitas gula nasional. Program ini dilatarbelakangi oleh tebu yang bermutu rendah akibat pengeprasan berkali-kali. Berdasarkan penelitian ini, diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan produksi tebu dipengaruhi oleh banyak faktor beberapa diantaranya adalah jenis dan mutu bibit. Varietas lama mengalami penurunan karena mengalami perubahan genetik pada saat proses duplikasi sel akibat penyetekan batang secara terus menerus. Produktivitas tebu dapat ditingkatkan dengan bongkar ratoon, yaitu membongkar tunggul-tunggul bekas tanaman keprasan dan diganti dengan bibit baru yang merupakan varietas unggul sehingga dapat meningkatkan rendemen. Saat ini produksi gula menurun karena anomali musim. Sebagian besar pabrik gula yang dimiliki pemerintah mengalami penurunan produktivitas. Tingkat konsumsi gula masyarakat Indonesia masih belum bisa dipenuhi dari produksi gula dalam negeri. Hal ini mengakibatkan pemerintah harus mengimpor gula. Hasil penelitian Astuti (2008) tentang efisiensi proses produksi gula tebu di PG Jatitujuh menjelaskan bahwa kehilangan gula selama proses produksi dapat terjadi karena kerusakan gula (inversi) dan terbuang bersama ampas, bloyong, dan tetes. Penelitian dilakukan dengan melihat efisiensi proses tiap stasiun, terutama staiun gilingan, karena stasiun gilingan memegang peranan yang cukup besar dalam menentukan rendemen gula yang dihasilkan selama proses selanjutnya. Salah satu faktor penentu kualitas nira dan ampas yang dihasilkan di stasiun gilingan adalah penambahan air imbibisi. Perubahan penambahan air imbibisi akan mempengaruhi nilai brix dan pol dari nira mentah dan ampas. Penambahan 19

37 air imbibisi yang optimum adalah sebesar persen dari jumlah tebu yang tergiling. Proses produksi gula adalah salah satu proses pengolahan yang melibatkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut tidak hanya dari segi pengolahan atau pabrikasi tetapi juga dipengaruhi oleh kinerja kebun produksi. Kinerja pabrik gula sendiri dapat dianalisis melalui jumlah rendemen yang dihasilkan. Berdasarkan hasil penelitian Bambang (2007), pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan untuk mendukung perkembangan industri gula Indonesia. Terhadap perubahan dan kebijakan yang berkaitan dengan harga output, areal tebu, dan produksi, perkebunan rakyat secara umum lebih responsif bila dibandingkan dengan respon areal dan produksi PTPN serta perkebunan swasta. Areal perkebunan tebu rakyat juga lebih responsif terhadap perubahan harga input (pupuk) dan kebijakan yang berkaitan dengan harga input. Secara umum, berbagai kebijakan yang berkaitan dengan harga output, harga input, dan sistem distribusi, berpengaruh secara signifikan terhadap industri gula Indonesia dengan tingkat efektivitas yang bervariasi. Kebijakan yang langsung berkaitan dengan harga output mempunyai efektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebijakan input dan distribusi. Dalam hal kebijakan yang berkaitan dengan harga output, kebijakan yang lebih langsung berkaitan dengan harga tingkat petani merupakan kebijakan yang efektif. Dengan demikian, kebijakan harga provenue mempunyai efektivitas lebih tinggi bila dibandingkan dengan kebijakan TRQ dan tarif impor. Kebijakan harga provenue dan kebijakan tataniaga impor tarif, mempunyai efektivitas yang memadai dalam hal peningkatan areal, produksi, dan penurunan impor. Kebijakan tarif impor dan TRQ mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap industri dalam negeri namun tingkat efektivitasnya bervariasi. Secara umum, kebijakan tersebut cukup efektif untuk meningkatkan areal, produksi, dan mengurangi impor. Berbagai kombinasi kebijakan harga provenue, tarif impor, TRQ, dan subsidi input merupakan instrumen kebijakan yang efektif untuk mengembangkan industri gula nasional dan mengurangi impor. 20

38 2.3 Perkembangan Perdagangan Gula Pasir Peningkatan jumlah penduduk mendorong peningkatan permintaan gula. Konsumsi yang terus bertambah ini harus segera direspon pemerintah mengenai bagaimana penyediaannya. Pemerintah telah melakukan upaya untuk mendorong peningkatan produksi dalam negeri melalui beberapa kebijakan seperti TRI, rehabilitasi pabrik-pabrik gula, penetapan harga provenue dan beberapa kebijakan lain yang bertujuan menjaga ketersediaan gula dengan melindungi produsen dalam negeri dengan tidak merugikan konsumen. Menurut Maria (2009), komponen penyusun ketersediaan adalah produksi, net stock, dan impor. Hasil estimasi produksi menunjukkan salah satu variabel yang signifikan memengaruhi produksi produksi gula nasional adalah kebijakan tataniaga pada periode pengendalian impor. Net stock merupakan selisih antara persediaan awal dan persediaan akhir pada tahun tertentu karena adanya konsumsi sedangkan hasil estimasi impor yang signifikan salah satunya adalah kebijakan tataniaga pada periode Bulog. Hal ini menunjukkan secara tidak langsung kebijakan tataniaga memengaruhi ketersediaan gula. Pada hasil penelitian Widjajanti (2006), perdagangan gula pasir di Indonesia terbagi menjadi empat periode, yaitu periode , periode , periode , dan periode1998-sekarang. Pada tahun , pemerintah menunjuk Bulog untuk melaksanakan pemasaran baik dari pembelian dalam negeri maupun luar negeri (importir tunggal), sedangkan kegiatan produksi gula dikelola oleh PNP (Perusahaan Negara Perkebunan). Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun Selain itu, Keppres ini juga mengatur tataniaga gula milik bagian pabrik gula PNP yang berasal dari sistem bagi hasil dengan petani tebu milik bagian petani tebu dan pabrik gula non PNP. Oleh karena itu, sistem perdagangannya adalah campuran antara perdagangan bebas dan perdagangan gula pasir yang melalui Bulog. Namun, karena harga gula sulit dikendalikan, maka berdasarkan Surat Sekretaris Negara Nomor 136 atau Mensesneg atau 3 atau 74, Bulog ditugaskan melakukan koordinasi penyaluran produksi gula baik yang berasal dari PNP maupun non PNP atau petani tebu. Periode , sistem Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) mulai diterapkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun Kebijakan ini meningkatkan 21

39 bagian produksi gula milik petani sehingga Bulog hanya menguasai persen gula yang beredar di masyarakat karena sisanya adalah bagian petani. Gula ini dimanfaatkan pedagang untuk spekulasi sehingga terjadi fluktuasi harga yang besar. Pada periode ketiga, antara tahun , Bulog ditunjuk sebagai pembeli tunggal seluruh produksi gula dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi fluktuasi harga yang terjadi, karena upaya impor gula juga tidak dapat mengurangi harga gula. Akhirnya pada tahun 1981, selain sebagai importir tunggal, Bulog ditunjuk sebagai pembeli tunggal sesuai Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 112 atau KP atau III atau Produksi gula yang tidak dibeli Bulog adalah gula bagian petani yang digunakan untuk kebutuhan petani. Pada periode 1998-sekarang, Bulog hanya mempunyai tugas untuk mengendalikan harga beras dan mengelola persediaan beras. Hal ini dijelaskan pada Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 1998 tanggal 21 Januari Selain itu, melalui kebijakan ini pemerintah membebaskan impor gula pada importir umum dengan tarif bea masuk sebesar 0 persen, dimana harga gula sebelumnya dikontrol, pada akhirnya dibebaskan menurut harga pasar. Berlakunya penjualan bebas menyebabkan pabrik gula dapat memasarkan seluruh produknya secara langsung kepada konsumen. Akibatnya adalah terjadi excess supply yang berlebihan di pasar domestik dan harga gula menjadi sangat rendah, sehingga merugikan industri gula dalam negeri. Pada tahun , pemerintah melalui keputusan Menteri Keuangan Nomor 568 atau KMK.01 atau 1999 tanggal 31 Desember 1999, menetapkan bea masuk gula impor baik untuk raw sugar maupun white sugar. Walaupun kebijakan ini dapat meningkatkan surplus produsen sebesar Rp 884 milyar dan menambah penerimaan pemerintah Rp 370 milyar, namun harga gula tetap turun karena persediaan gula swasta masih menumpuk. Perdagangan gula dalam negeri masih dilakukan seperti tahun Pada tahun 2002, pemerintah menetapkan lima importir terdaftar yaitu PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, PT RNI, dan Bulog sebagai perusahaan yang boleh mengimpor gula. Kebijakan ini muncul seiring dengan munculnya kebijakan tataniaga gula sesuai Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 643 atau MPR atau Kep atau 9 atau Selain menjadi importir utama, kelima perusahaan tersebut juga melakukan distribusi dalam negeri. Kebijakan ini masih berjalan sampai 22

40 tahun 2004, yang membedakan adalah importir terdaftar tidak boleh memindahtangankan hak mengimpor ke perusahaan lain. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 527 atau MPP atau Kep atau 9 atau 2004 tentang Ketentuan Impor Gula. Keputusan ini timbul akibat penunjukan importir terdaftar sebagai importir sekaligus distributor gula. Selama ini keempat perusahaan yang ditunjuk (PTPN IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT RNI) tidak pernah melakukan distribusi gula sehingga tidak mempunyai jaringan distribusi dan infrastruktur yang luas. Oleh karena itu, mustahil bagi keempat perusahaan untuk melakukan impor sekaligus melakukan distribusi ke berbagai daerah tanpa terjadi kelangkaan. Sebagi produsen, tugas utama perusahaan adalah berkonsentrasi dalam meningkatkan produksi, bukan impor dan distribusi. 2.4 Analisis Kelayakan Usaha Sampai saat ini belum ada penelitian terbaru yang membahas tentang analisis kelayakan pabrik gula terutama terkait dengan reinvestasi mesin dalam program revitalisasi pabrik gula. Penelitian Utami (2008) mengkaji tentang pengembangan usaha gula merah tebu di Kabupaten Rembang. Dengan analisis SWOT diperoleh hasil strategi yang dapat digunakan untuk usaha gula merah tebu adalah strategi integratif (integrasi horizontal). Strategi tersebut dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas produk, memperluas pasar, mengembangkan teknologi, dan fasilitas produksi melalui kerja sama dengan pihak lain. Berdasarkan analisis finansial, usaha gula merah tebu layak untuk dikembangkan. Salah usaha di sektor hilir dari tanaman perkebunan yang telah dikaji kelayakan investasinya adalah pabrik kelapa sawit. Mukti (2009) meneliti kelayakan investasi pabrik kelapa sawit di Aceh Utara. Hasil analisis aspek non finansial menunjukkan bahwa pembangunan pabrik kelapa sawit (PKS) kapasitas 30 ton TBS per jam layak untuk dilaksanakan. Berdasarkan aspek non-finansial yang terdiri dari aspek teknis, aspek pasar, institusional, sosial dan lingkungan tidak terdapat kendala yang dapat mengganggu proses operasional maupun tujuan yang ingin dicapai dari pembangunan kelapa sawit. Secara finansial, jika investasi menggunakan dana sendiri kegiatan investasi pabrik kelapa sawit layak untuk 23

41 dilaksanakan ditinjau dari semua kriteria investasi yang digunakan, sedangkan jika menggunakan dana pinjaman investasi tersebut tidak layak dijalankan. Indah (2010) menganalisis kelayakan usaha budidaya nilam yang akan dilakukan PT Panafil Essential Oil Bandung. Minyak nilam Indonesia memiliki kontribusi yang sangat besar pada pasar dunia yaitu sekitar 90 persen. Peluang pasar minyak nilam baik di dalam dan luar negeri masih sangat besar seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap parfum dan kosmetik. Berdasarkan hasil penelitian, proyek pengembangan usaha budidaya nilam yang direncanakan PT Panafil Essential Oil untuk memenuhi kebutuhan bahan baku perusahaan layak untuk dilaksanakan. Kelayakan aspek pasar terlihat dari peluang pasar yang masih terbuka serta bauran pemasaran yang dilakukan perusahaan. Dilihat dari aspek teknis, usaha pengembangan ini juga layak untuk dijalankan karena kondisi iklim yang sesuai, ketersediaan sarana produksi, tenaga kerja, dan skala operasi yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Kelayakan aspek manajemen yang dapat dilihat dari segi pelaksanaan kegiatan budidaya yang sesuai dengan standar prosedur yang telah ditetapkan perusahaan, yang juga menerapkan pola tanam untuk memperoleh bahan baku yang kontinu sepanjang tahun dan koordinasi yang baik yang dimiliki perusahaan. Kelayakan aspek sosial dapat dilihat dari adanya manfaat yang dapat secara langsung dan tidak langsung yang dirasakan oleh masyarakat diantaranya perbaikan kondisi lingkungan serta terbukanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan analisis finansial, proyek pengembangan usaha budidaya nilam layak untuk dilaksanakan. Salah satu produk perkebunan lain yang menjadi bahan baku bagi industri hilir adalah aren. Soewondo (2010), melakukan studi kelayakan pendirian pabrik bioetanol berbahan baku nira aren di Sulawesi Utara. Saat ini industri bioetanol sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pemanfaatan perkebunan aren yang berada di Sulawesi masih sangat kurang. Pemanfaatan nira sebagai bahan baku aren dan pasar bioetanol yang memadai memicu banyak perusahaan swasta untuk mendirikan pabrik yang memproduksi bioetanol di Pulau Sulawesi. Pada proses pendirian harus dirancang secara rinci baik dari segi penanganan bahan baku, pemrosesan bahan baku hingga pengolahan limbahnya agar pabrik ini dapat berjalan secara kontinyu. Pada analisis finansial yang meliputi kebutuhan 24

42 investasi, biaya operasional, gaji karyawan, dan biaya bahan baku, pabrik ini layak untuk dijalankan. Semua perhitungan kriteria investasinya telah memenuhi syarat kelayakan. Begitu pula dengan aspek non-finansial yang terdiri dari aspek pasar dan aspek teknis. Selain aren, salah satu bahan perkebunan yang dijadikan bioetanol adalah ubi kayu. Raditya (2009), melakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha budidaya ubi kayu untuk bahan bioetanol. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan Soewondo adalah Raditya lebih mengkaji tentang kegiatan budidaya (on farm). Kegiatan budidaya ini dijalankan oleh PTPN VIII untuk penyediaan bahan baku pembuatan bioetanol. Analisis kelayakan usaha dalam penelitian ini meliputi aspek pasar, aspek hukum, aspek manajemen, aspek teknis atau operasi, aspek ekonomi dan sosial, aspek lingkungan, serta aspek keuangan. Pada aspek pasar, perusahaan telah melaksanakan strategi pemasaran yang baik dan optimal. Penetapan harga jual pun sudah memperhitungkan Harga Pokok Penjualan (HPP). Perusahaan juga telah menjalankan fungsi manajemen dari sisi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dengan baik. Secara ekonomi dan sosial, usaha ini juga telah memberi pengaruh yang cukup baik bagi masyarakat sekitarnya, seperti dengan adanya program padat karya. Begitu pula dengan aspek teknis. Berdasarkan analisis kelayakan usaha aspek finansial, usaha ini layak untuk dijalankan. Hal ini dapat dilihat dari parameter NPV, IRR, B/C Ratio, Payback Period dan Profitabillity ratio yang menunjukkan nilai di mana usaha ini layak untuk dijalankan. Berdasarkan penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa pada umumnya pengembangan usaha perkebunan layak untuk dijalankan. Oleh karena itu, penelitian ini pun ingin mengetahui bagaimana kelayakan pengembangan pabrik gula seperti yang direncanakan. Analisis kelayakan dilakukan untuk menghindari keterlanjuran investasi yang menimbulkan kerugian bagi perusahaan, karena besarnya dana yang harus dikeluarkan perusahaan untuk pembelian mesinmesin baru. 25

43 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Analisis Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit (Gittinger, 1986). Yang dimaksud dengan studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Soewarno, 1994). Menurut Soeharto (2002), kegiatan proyek dapat diartikan sebagai suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu, dan dimaksudkan untuk menghasilkan produk (deliverable) yang kriteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Lingkup (scope) tugas tersebut dapat berupa membangun pabrik, membuat produk baru, atau melakukan penelitian dan pengembangan. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa proyek memiliki ciri pokok berikut: a. Bertujuan menghasilkan lingkup (deliverable) tertentu berupa produk akhir atas hasil kerja akhir. b. Dalam proses mewujudkan lingkup tersebut, ditentukan jumlah biaya, jadwal, serta kriteria mutu. c. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan titik akhir ditentukan dengan jelas. d. Bersifat non rutin atau tidak berulang-ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung Biaya dan Manfaat Biaya Menurut Nurmalina et all (2009), biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi tujuan bisnis. Komponen-komponen biaya tersebut terdiri dari barang fisik, tenaga kerja, tanah, biaya tak terduga, dan sunk cost. Barang fisik digunakan 26

44 untuk terbentuknya aset bisnis dan menjadi material dalam operasional bisnis. Biaya kedua yang harus dikeluarkan adalah tenaga kerja. Secara umum tenaga kerja dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik. Variabel ketiga adalah tanah yang digunakan sebagai lokasi bisnis. Tanah merupakan komponen biaya yang tidak habis terpakai selama umur bisnis. Komponen biaya yang keempat adalah biaya tak terduga. Biaya tak terduga harus dimasukkan dalam perkiraan biaya bisnis karena perubahan-perubahan dalam harga sering terjadi sehingga perencanaan bisnis yang baik harus memasukkan unsur-unsur tersebut dalam bentuk fisik atau harga yang ditambahkan pada komponen dasar biaya. Variabel biaya yang terakhir adalah sunk cost. Sunk cost adalah biaya-biaya yang dikeluarkan di masa lalu sebelum investasi baru yang direncanakan akan ditetapkan. Biaya dalam proses produksi dapat dibedakan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak terpengaruh oleh perkembangan jumlah produksi atau penjualan dalam satu tahun (satu satuan waktu). Biaya variabel adalah biaya yang besarnya bergantung pada total produksi yang dihasilkan setiap satu tahun (satu satuan waktu). Berbeda dengan biaya tetap yang tidak dipengaruhi oleh volume produksi, biaya variabel sejalan dengan volume produksi. Kurva biaya total dapat dilihat pada Gambar 2. Biaya TC TVC TFC kuantitas Gambar 2. Kurva Biaya Total Sumber: Djojodipuro (1991) 27

45 Manfaat Manfaat dalam bisnis terdiri dari tiga macam, yaitu tangible benefit, indirect or secondary benefit, dan intangible benefit (Nurmalina et all, 2009). Tangible benefit adalah manfaat yang dapat diukur. Manfaat ini dapat diperoleh dari peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan, perubahan bentuk produk (grading and processing), mekanisasi pertanian, pengurangan biaya transportasi, dan penurunan atau menghindari kerugian. Indirect or secondary benefit adalah manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri sehingga mempengaruhi keadaan eksternal di luar bisnis. Intangible benefit adalah manfaat riil dari kegiatan bisnis namun sulit diukur Aspek Kelayakan Proyek Aspek Pasar Pasar merupakan tempat pertemuan antara penjual dan pembeli atau saling bertemunya kekuatan permintaan dan penawaran sehingga membentuk harga. Menurut Umar (2001), analisis permintaan yang menghasilkan perkiraan permintaan terhadap suatu produk merupakan salah satu alat penting bagi manajemen perusahaan. Dari perkiraan penjualan, perusahaan dapat memperkirakan anggaran perusahaan, dan dari anggaran perusahaan dapat ditentukan, misalnya jumlah dan macam tenaga kerja yang dibutuhkan, kecukupan alat-alat produksi, ketersediaan bahan mentah dan daya tampung gudang. Dengan menganalisis aspek pasar maka perusahaan mampu menentukan produk atau jasa yang akan dijadikan benchmark bagi rancangan produk atau jasa yang akan dijual, mampu menentukan jenis pasar yang akan dipilih baik dari sisi produsen maupun dari sisi konsumen, mampu melakukan analisis untuk dapat menentukan pergerakan permintaan konsumen akan produk yang akan dijual serta pergerakan kemampuan para produsen dalam penawarannya di pasar, dan mampu memberikan informasi tentang pangsa pasar (market share) produk-produk sejenis yang dianggap sebagai pesaing baik untuk saat ini maupun perkiraan ke depan. Dari sudut pandang output, analisis pasar untuk hasil proyek sangat penting untuk meyakinkan bahwa terdapat suatu permintaan yang efektif pada suatu harga yang menguntungkan. Sedangkan dari sudut input, rencana-rencana 28

46 yang cocok untuk meyakinkan tersedianya bahan baku dan bahan penolong yang diperlukan untuk dapat menggunakan teknologi baru atau proses produksi baru (Gittinger, 1986). Pengkajian aspek pasar berfungsi menghubungkan manajemen suatu organisasi dengan pasar bersangkutan melalui informasi. Selanjutnya, informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan serta permasalahan yang berkaitan dengan pasar dan pemasaran. Dengan demikian, hal itu diharapkan dapat meningkatkan kualitas keputusan-keputusan yang akan diambil (Soeharto, 2002) Aspek Manajemen Masalah-masalah dalam persiapan proyek berkisar di antara aspek-aspek institusional, organisasional, dan manajerial yang tumpang tindih (overlapping), yang secara jelas mempunyai pengaruh yang penting terhadap pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986). Manajemen dalam pembangunan proyek bisnis maupun manajemen dalam implementasi rutin bisnis adalah sama saja dengan manajemen lainnya. Manajemen berfungsi untuk aktivitas-aktivitas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian. Hasil studi aspek manajemen dapat memberikan informasi dalam dua kegiatan pokok, yaitu manajemen dalam pembangunan proyek bisnis dan manajemen dalam implementasi bisnis rutin dalam hal perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengendalian, dan mengakhiri pembangunan proyek (Umar, 2001). Menurut Soeharto (2002), dari sejumlah pemikiran manajemen modern, sedikitnya dua yang merupakan dasar dari konsep manajemen proyek dan operasi. Kedua pemikiran manajemen itu adalah manajemen klasik dan pemikiran sistem. Manajemen klasik atau disebut general management menjalankan tugas-tugas manajemen berdasarkan fungsinya, yaitu merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengendalikan. Pemikiran sistem adalah pemikiran yang memandang segala sesuatu dari wawasan totalitas dan ditandai oleh orientasi keberhasilan misi total sistem. Semua keputusan harus didasarkan atas optimasi kinerja total sistem. Misalnya, untuk operasi suatu perusahaan tujuannya adalah memenuhi kepentingan perusahaan bukan kepentingan unsur-unsurnya, seperti divisi logistik, pemasaran, dan manufaktur. 29

47 Aspek Teknis Aspek teknis dikaji untuk meyakini apakah secara teknis dan pilihan teknologi rencana bisnis dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak baik pada saat pembangunan proyek atau operasional secara rutin (Umar, 2001). Pengkajian aspek teknis dalam studi kelayakan dimaksudkan untuk memberikan batasan atas garis besar parameter-parameter teknis yang berkaitan dengan perwujudan fisik proyek. Pengkajian aspek teknis amat erat hubungannya dengan aspek-aspek lain, terutama aspek ekonomi, finansial, dan pasar. Hubungan yang erat diartikan sebagai saling memberi masukan, di mana keputusan mengenai aspek yang satu tergantung pada bagaimana dampaknya terhadap aspek yang lain atau sebaliknya. Aspek teknis mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkiraan biaya dan jadwal, karena akan memberikan batasan-batasan lingkup proyek secara kuantitatif (Soeharto, 2002). Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis berhubungan dengan penyediaan input (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa. Aspek teknis sangat penting, karena analisis proyek hanya akan dapat berjalan bila analisis secara teknis dapat dilakukan Aspek Sosial Ekonomi Aspek ini didasarkan atas landasan yang lebih luas, yaitu melihat biaya dan manfaat proyek dari sudut kepentingan sosial atau masyarakat yang dapat diasosiasikan dengan kepentingan sosial atau masyarakat secara menyeluruh. Analisis sosial ekonomi terutama digunakan untuk mengkaji kelayakan proyekproyek publik (public projects) yang umumnya disponsori pemerintah, seperti pembuatan bendungan, saluran irigasi, jalan, jembatan, pelabuhan, perbaikan, perkampungan, dan lingkungan hidup (Soeharto, 2002). Aspek-aspek ekonomi persiapan dan analisis proyek membutuhkan pengetahuan mengenai apakah suatu proyek yang diusulkan membutuhkan pengetahuan mengenai kontribusi proyek secara nyata terhadap pembangunan perekonomian secara keseluruhan dan apakah kontribusinya cukup besar dalam menentukan penggunaan sumber daya yang diperlukan. Sudut pandang yang diambil dalam analisis ekonomi adalah masyarakat keseluruhan (Gittinger, 1986). 30

48 Aspek Finansial Keputusan untuk melakukan investasi yang menyangkut sejumlah besar dana dengan harapan mendapatkan keuntungan dalam jangka panjang, seringkali berdampak besar terhadap kelangsungan hidup suatu perusahaan. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan untuk melakukan investasi, salah satu syarat terpenting adalah mengkaji aspek finansial dan ekonomi. Langkah ini lebih ditujukan untuk memilih dan menyaring jenis proyek atau investasi yang memiliki potensi keberhasilan paling besar. Dasar dan tujuan analisis aspek finansial berbeda dengan aspek sosial-ekonomi (Soeharto, 2002). Menurut Umar (2001), tujuan menganalisis aspek keuangan dari suatu studi kelayakan proyek bisnis adalah untuk menentukan rencana investasi melalui perhitungan biaya dan manfaat yang diharapkan, dengan membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal, kemampuan proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Gittinger (1986), menjelaskan bahwa ada tiga laporan yang dipersiapkan untuk industri berbasiskan pertanian yaitu neraca, laporan laba rugi, serta laporan sumber dan penggunaan dana. Apabila proyek melakukan perluasan pengadaan fasilitas, maka perhitungan-perhitungan mencakup informasi historis sejak lima tahun sebelumnya sampai pada permulaan proyek. Baik pada perluasan perusahaan maupun perusahaan yang baru, laporan akan diproyeksikan hingga melewati umur proyek. 1) Neraca Neraca memberikan suatu gambaran mengenai harta dan kewajiban dari perusahaan pengolahan pada akhir tiap-tiap periode akutansi yang biasanya setahun dan berupa potret laporan finansial perusahaan pada saat tertentu (Gittinger, 1986). 2) Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi merupakan ringkasan penerimaan dan pembiayaan perusahaan setiap periode akuntansi dan memberikan suatu gambaran tentang kegiatan-kegiatan dari waktu ke waktu (Gittinger, 1986). Jadi, dari laporan laba rugi dapat dilihat berapa besar keuntungan atau kerugian 31

49 yang dialami oleh perusahaan pada kurun waktu tertentu, per tahun, per kuartal, atau waktu yang lain (Soeharto, 2002). 3) Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Laporan sumber dan penggunaan dana merupakan ringkasan transaksi finansial yang berlangsung selama tiap-tiap periode akuntansi. Laporan sumber dan penggunaan dana menjelaskan perpindahan dana investasi selama umur proyek. Hal ini merupakan suatu sarana untuk mengukur jumlah arus ke dalam atau ke luar sumber-sumber finansial perusahaan selama periode akuntansi dan untuk memproyeksikan arus dana pada saatsaat mendatang. Laporan sumber dan penggunaan dana juga disebut laporan sumber dan pengetrapan dana, laporan dana, laporan perubahan modal kerja atau kadang-kadang hanya disebut arus uang tunai karena arus dana dicerminkan di dalam analisis akhir perubahan-perubahan posisi uang tunai suatu perusahaan. Akan tetapi, definisi akuntansi untuk uang tunai ini berbeda dengan definisi yang digunakan pada analisis proyek yang mengukur pengembalian sumber-sumber yang terpakai di dalam proyek (Gittinger, 1986). Menurut Soeharto (2002), laporan arus kas memberikan gambaran mengenai jumlah dana yang tersedia setiap saat yang dapat dipakai untuk berbagai kebutuhan operasional perusahaan, termasuk investasi yang juga memuat jumlah pemasukan serta pengeluaran yang disusun dengan menelusuri dan mengkaji laporan laba rugi (income statement) dan neraca (balance sheet) Analisis Kelayakan Investasi Payback Period (PP) Payback Period adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi (initial cash statement) dengan menggunakan aliran kas, dengan kata lain payback period merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya yang hasilnya merupakan satuan waktu. Selanjutnya nilai rasio ini dibandingkan dengan maximum payback period yang dapat diterima. Jika payback period lebih pendek waktunya daripada maximum payback period-nya maka usulan investasi dapat diterima. Metode Payback 32

50 Period ini cukup sederhana sehingga mempunyai kelemahan. Kelemahan utamanya yaitu metode ini tidak memperhatikan konsep nilai waktu dari uang di samping juga tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback. Jadi pada umumnya metode ini digunakan sebagai pendukung metode lain yang lebih baik (Umar, 2001). Menurut Gittinger (1986), sebagai suatu ukuran kemanfaatan investasi, metode payback period mempunyai dua kelemahan utama. Pertama, metode ini tidak memberikan gambaran mengenai hasil (earnings) yang diperoleh setelah masa pembayaran selesai. Kedua, metode tersebut belum cukup mempertimbangkan jangka waktu pembayaran kembali. Semakin cepat manfaat atau hasil diperoleh maka semakin cepat hasil tersebut dapat diinvestasikan kembali atau dikonsumsi sehingga makin berharga pengembalian tersebut Internal Rate of Return (IRR) Internal rate of return adalah tingkat pengembalian yang menghasilkan NPV arus kas masuk sama dengan NPV arus kas keluar. Pada metode NPV analisis dilakukan dengan menentukan terlebih dahulu besar pengembalian (diskonto), kemudian dihitung nilai bersih sekarang (NPV) dari arus kas keluar dan masuk (Soeharto, 2002). Metode ini digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa datang, atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal. Jika IRR yang didapat ternyata lebih besar dari rate of return yang ditentukan maka investasi dapat diterima (Umar, 2001). Giitinger (1986) menjelaskan bahwa pada tingkat pengembalian internal merupakan tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumber daya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasi dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal Net Present Value (NPV) Net Present Value yaitu selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang dari penerimaan-penerimaan kas bersih (aliran kas operasional maupun aliran kas terminal) di masa yang akan datang (Umar, 2001). Kriteria nilai bersih sekarang (net present value-npv) didasarkan atas konsep 33

51 pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung angka bersihnya, akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini (Soeharto, 2002). Suatu proyek pertanian sering memberikan hasil yang sama pada setiap tahun, dan untuk itu perlu diketahui besarnya nilai sekarang dari arus uang yang kita terima tersebut agar dapat diketahui berapa besarnya yang harus diinvestasikan hari ini supaya dapat memberi hasil pada masa yang akan datang (Gittinger, 1986). Nilai Net Present Value ternyata juga memiliki hubungan langsung dengan IRR dan discount rate. Pada saat IRR lebih kecil daripada DR, maka NPV menunjukkan nilai lebih kecil dari nol. Pada saat nilai IRR sama dengan DR, maka NPV menunjukkan nilai sama dengan nol. Sedangkan pada saat nilai IRR lebih besar dari DR, maka NPV menunjukkan nilai lebih besar dari nol. Tingkat discount rate yang lebih rendah akan menghasilkan NPV lebih besar sedangkan tingkat discount yang lebih tinggi akan menghasilkan NPV lebih kecil. Gambar 3 menggambarkan hubungan antara NPV dan IRR. NPV + IRR 0 DR Gambar 3. Hubungan Antara NPV dan IRR Sumber: Nurmalina et all (2009) 34

52 Benefit-Cost Ratio B/C ratio biasa digunakan dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekanannya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini (Soeharto, 2002). Menurut Gittinger (1986), bila B/C kurang dari 1, maka manfaat sekarang biaya-biaya pada tingkat diskonto ini akan lebih besar dari nilai sekarang manfaat dan pengeluaran pertama ditambah pengembalian untuk investasi yang ditanamkan pada proyek tidak akan terganti. Nilai mutlak B/C ratio akan berbeda tergantung pada tingkat bunga yang dipilih. Semakin tinggi tingkat bunganya, semakin rendah B/C ratio yang dihasilkan, dan jika tingkat bunga yang dipilih cukup tinggi, maka B/C ratio akan kurang dari 1. Suatu keuntungan dari B/C ratio adalah bahwa ukuran tersebut secara langsung dapat mencatat berapa besar tambahan biaya tanpa mengakibatkan proyek secara ekonomis tidak menarik. Ratio ini dihitung dengan cara mengurangkan nilai sekarang manfaat bruto terhadap biaya-biaya yang berhubungan (associated cost) dan kemudian membandingkannya dengan manfaat sekarang biaya ekonomis proyek (project economic cost). Biaya yang berhubungan adalah nilai barang dan jasa yang menyangkut proyek yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa dari barang dan jasa antara (intermediate products) proyek yang tersedia untuk dipakai atau dijual. Biaya ekonomis proyek adalah total biaya pemasangan, biaya operasi, biaya pemeliharaan, biaya penggantian, dan biaya-biaya lain yang dibutuhkan untuk keperluan proyek Analisis Sensitivitas Menurut Gittinger (1986), keadaan masa akan datang yang selalu berubahubah membuat masalah risiko dan ketidakpastian harus dipertimbangkan dalam proyek. Tidak mungkin mengkuantifikasi risiko-risiko yang akan dihadapi oleh proyek secara lengkap namun perusahaan dapat mencatat perbedaan suatu proyek dengan yang lainnya atau perbedaan formulasi yang digunakan dalam suatu proyek tertentu akan memberikan tingkat risiko yang berbeda-beda pula. Perbedaan risiko ini dapat mempengaruhi proyek yang sudah direncanakan. Oleh 35

53 karena itu dapat dilakukan analisis sensitivitas akibat perubahan-perubahan dalam beberapa hal tertentu lalu mengambil keputusan kemungkinan apa yang akan diperoleh dan mengkaji apakah proyek masih layak untuk diteruskan. Salah satu keuntungan dari analisis proyek secara finansial atau pun ekonomi adalah bahwa dari hasil analisis tersebut dapat diketahui atau diperkirakan kapasitas hasil proyek jika terjadi hal-hal di luar jangkauan asumsi yang telah dibuat pada waktu perencanaan. Pada bidang pertanian, proyek sensitif pada empat masalah utama yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya, dan hasil. Sedangkan switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimal dari komponen inflow maupun outflow yang masih dapat ditoleransi agar bisnis tetap layak Kerangka Pemikiran Operasional Berdasarkan data Asosiasi Gula Indonesia (AGI), impor gula pasir dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan impor gula pasir ini disebabkan oleh kebutuhan gula dalam negeri yang semakin meningkat, namun produksi gula dalam negeri tidak mampu memenuhinya. Agribisnis gula pasir di Indonesia sangat prospektif mengingat kebutuhan konsumsi gula yang masih belum terpenuhi. Pabrik gula yang sekarang masih beroperasi sebagian besar merupakan peninggalan Belanda dengan mesin yang sudah berusia ratusan tahun. Hal ini mengakibatkan kinerja mesin telah menurun sehingga berdampak pada produktivitas dan efisiensi pabrik gula. Revitalisasi pabrik gula merupakan salah satu program pemerintah untuk menjawab permasalahan pada industri gula saat ini. Program revitalisasi pabrik gula tersebut merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan swasembada gula Revitalisasi dilakukan pada dua sektor, yaitu intensifikasi pada lahan dan rehabilitasi mesin pabrik gula. Perseroan Terbatas Perkebunan Negara X (PTPN X) merupakan salah satu produsen gula nasional dengan produksi mencapai 20 persen dari total produksi gula nasional. Kondisi iklim dan tanah sangat mendukung untuk ditanami tebu. Pabrik Gula Kremboong adalah satu unit bisnis di bawah PTPN X dengan produksi utama tebu dan tetes. PG Kremboong berdiri sejak tahun 1847 dan 36

54 menjadi salah satu pabrik gula tertua peninggalan Belanda sehingga mesin yang digunakan juga sudah tua dan tidak efisien. Oleh karena itu, dilakukan rehabilitasi mesin untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi. Selain itu, berdasarkan data dari PTPN X, produksi gula PG Kremboong terus menurun mulai dari tahun 2007 hingga tahun Pasar yang prospektif dan potensi sumber daya di Jawa Timur mendorong perusahaan untuk mengadakan perluasan dengan penggantian mesin yang lebih efisien dan kapasitas produksi lebih besar. Restrukturisasi mesin membutuhkan investasi yang besar, maka perlu dilakukan analisis kelayakan untuk mengetahui apakah investasi mesin menguntungkan perusahaan atau hanya akan menimbulkan kerugian. Analisis kelayakan yang dilakukan dikaji dari dua aspek yaitu aspek finansial dan non finansial. Analisis aspek finansial meliputi pengkajian nilai NPV, IRR, Net B/C, Payback Period, dan analisis sensitivitas. Analisis aspek non finansial mengkaji aspek-aspek kelayakan investasi seperti aspek pasar, aspek manajemen, aspek teknis, dan aspek sosial ekonomi. Dengan dilakukan analisis kelayakan maka tingkat keuntungan dan kelayakan investasi pabrik gula dapat diketahui. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi terkait dengan pelaksanaan investasi mesin di Pabrik Gula Kremboong. Secara sederhana kerangka operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. 37

55 Peningkatan kebutuhan gula pasir dalam negeri Swasembada gula 2014 Produktivitas dan efisiensi pabrik gula rendah Revitalisasi pabrik gula Pabrik Gula Kremboong Jawa Timur Kelayakan restrukturisasi mesin di Pabrik Gula Kremboong Analisis Non Finansial Aspek Pasar Aspek Manajemen Aspek Teknis Aspek Sosial Ekonomi Analisis Finansial NPV IRR Net B/C PP Analisis Sensitivitas dan Switching Value Informasi dan Rekomendasi: layak atau tidak layak dilakukan restrukturisasi mesin di PG Kremboong Gambar 4. Alur Kerangka Pemikiran Operasional 38

56 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pabrik Gula Kremboong yang berada di Desa Kremboong, Kecamatan Kremboong, Kabupaten Sidoarjo, Propinsi Jawa Timur. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa PG Kremboong merupakan salah satu pabrik gula di PTPN X yang melakukan program revitalisasi pabrik gula. PTPN X adalah salah satu produsen gula utama di Indonesia. Selain itu, PG Kremboong telah mengalami kerugian beberapa tahun ini, sehingga perlu dianalisis mengenai kelayakan restrukturisasi mesin yang dilakukan. Penelitian dilaksanakan pada Bulan Februari-Maret Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dari objek yang diteliti dan biasanya masih belum mengalami pengolahan lebih lanjut. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan pihak Pabrik Gula Kremboong. Data sekunder dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dewan Gula Indonesia, Asosiasi Gula Indonesia, Perseroan Terbatas Perkebunan Negara X, perpustakaan IPB, studi literatur dari buku, internet, dan penelitian sebelumnya. 4.3 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dan pengamatan langsung (observasi). Wawancara dan observasi digunakan untuk menggali data dari sumber primer. Wawancara dilakukan pada pagi hingga siang hari sebanyak tiga kali dalam seminggu selama tiga minggu dengan pihak top management dan staf di lapangan. Pada bulan Februari Pabrik Gula Kremboong sedang tidak melakukan kegiatan penggilingan, sehingga wawancara dapat dilakukan pada pagi hingga siang hari. Metode pengamatan langsung dilakukan dengan mengamati bagian dalam dan seluruh aset pabrik. 39

57 4.4 Metode Analisis Data Analisis data kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan finansial investasi di Pabrik Gula Kremboong. Analisis kelayakan finansial berdasarkan kriteria kelayakan investasi, yaitu NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan disajikan dalam bentuk tabulasi untuk mempermudah analisis data. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kelayakan aspek non finansial dan disajikan dalam bentuk uraian secara deskriptif Analisis Kelayakan Finansial Untuk mengukur kelayakan perluasan Pabrik Gula Kremboong digunakan alat ukur kelayakan finansial melalui pendekatan Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate of Return, dan Payback Period (PP) Net Present Value NPV merupakan selisih antara Present Value dari benefit dan Present Value dari biaya (Kadariah et al, 1999). Kriteria net present value (NPV) berdasarkan pada konsep pendiskontoan seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskontokan semua aliran kas masuk dan keluar, kemudian menghitung angka neto maka akan diketahui selisihnya dengan memakai harga dasar yang sama yaitu harga (pasar) saat ini. NPV menunjukkan jumlah lump-sum yang dengan arus diskonto tertentu menunjukkan nilai usaha (Rp) saat ini. Aliran kas investasi yang akan dikaji meliputi biaya pertama, operasi, produksi, pemeliharaan, dan pengeluaran. Secara sistematis, NPV dirumuskan sebagai berikut (Kadariah et al, 1999): NPV = keterangan, NPV = Nilai sekarang netto 40

58 Bt = penerimaan pabrik gula yang merupakan perkalian antara harga gula dikalikan dengan jumlah gula yang dihasilkan pada tahun ke-t Ct = biaya usaha penggilingan tebu menjadi gula pada tahun ke-t. Biaya ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. n = Umur ekonomis usaha pembuatan gula i = tingkat suku bunga yang ditetapkan. t = waktu Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV 1) Jika NPV > 0, usulan proyek dapat diterima, semakin tinggi angka NPV semakin baik. 2) Jika NPV < 0, usulan proyek ditolak. 3) NPV = 0, nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima atau pun ditolak Net Benefit Cost Ratio Net B/C adalah perbandingan manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Penggunaan benefit-cost ratio biasa digunakan untuk mengevaluasi proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan umum atau sektor publik. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Kadariah et al, 1999): Net B/C = keterangan, Bt = penerimaan pabrik gula yang diterima pada tahun ke-t. Ct = biaya pabrik gula pada tahun ke-t. i = tingkat suku bunga yang ditetapkan n = umur ekonomis 41

59 Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai Net B/C 1) Jika Net B/C > 1, maka investasi mesin pada pabrik gula menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. 2) Jika Net B/C < 1, maka investasi mesin tidak layak untuk dilaksanakan karena hanya mendatangkan kerugian. 3) Jika BCR = 1, maka investasi mesin tidak menguntungkan dan tidak merugikan Internal Rate of Return Internal rate of return (IRR) adalah arus pengembalian yang menghasilkan nilai NPV aliran kas masuk sama dengan NPV aliran kas keluar, yaitu pada saat nilai NPV sama dengan nol. Bisnis dapat dikatakan layak jika memiliki nilai IRR yang lebih besar daripada opportunity cost of capital-nya (DR). Rumusnya adalah sebagai berikut (Kadariah et al, 1999): IRR = " " keterangan, i = discount rate yang menghasilkan NPV positif i = discoun rate yang menghasilkan NPV negatif NPV = nilai bersih sekarang yang bernilai positif NPV = nilai sekarang yang bernilai negatif Kriteria kelayakan berdasarkan nilai IRR 1) IRR > arus pengembalian (i) yang diinginkan (required rate of return), berarti investasi mesin pada pabrik gula layak untuk dilaksanakan. 2) IRR < arus pengembalian (i) yang diinginkan (required rate of return), investasi mesin pada pabrik gula tidak layak untuk dilaksanakan. 3) IRR = arus pengembalian (i) yang diinginkan (required rate of return), berarti investasi mesin pada pabrik gula tidak menguntungkan dan tidak merugikan. 42

60 Payback Period Payback period adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net). Aliran kas bersih merupakan selisih pendapatan dengan pengeluaran setiap tahun. Payback period biasanya dinyatakan dalam satuan tahun. Rumus yang digunakan untuk menghitung payback period adalah sebagai berikut (Kadariah et al, 1999): PP = x 1 tahun Kriteria kelayakannya, jika payback period lebih pendek daripada umur proyek, maka usulan proyek layak untuk dilaksanakan namun jika payback period lebih panjang dari umur ekonomi proyek maka usulan proyek tidak layak. Metode payback period memiliki beberapa kelemahan, antara lain sulit untuk menentukan periode maksimum dari PP, mengabaikan nilai waktu dari uang (time value of money), dan diabaikannya cash flow setelah periode payback. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan discounted payback period untuk mengatasi kelemahan yang pertama, karena discounted PP memperhitungkan nilai waktu dari uang Analisis Aspek Pasar Aspek pasar terkait dengan permintaan dan penawaran input yang diperlukan untuk membangun proyek maupun saat proyek telah berjalan dan menganalisis pemasaran output yang akan diproduksi. Analisis apek pasar meliputi potensi pasar, pangsa pasar, permintaan dan penawaran, serta harga gula pasir di pasaran Analisis Aspek Teknis Aspek teknis meliputi evaluasi tentang input dan output dari barang dan jasa yang akan diperlukan dan diproduksi oleh proyek (Kadariah et al, 1999). Analisis aspek teknis meliputi ketersediaan input produksi, ketersediaan 43

61 infrastruktur penunjang, kriteria pemilihan mesin, proses produksi, dan penggunaan teknologi yang tepat guna Analisis Aspek Manajemen Analisis aspek manajemen merupakan kemampuan staf proyek untuk menjalankan administratif aktivitas dalam ukuran besar (Kadariah, 1999). Analisis aspek manajemen dalam kelayakan investasi mesin penggilingan di Pabrik Gula Kremboong meliputi bentuk badan usaha, struktur organisasi, deskripsi jabatan, dan perizinan Analisis Aspek Sosial Ekonomi Analisis sosial ekonomi terkait apakah proyek itu akan memberikan sumbangan atau mempunyai peranan yang positif dalam pembangunan ekonomi seluruhnya dan apakah peranannya itu cukup besar untuk menjustifikasi penggunaan sumber-sumber yang langka yang dibutuhkan (Kadariah et al, 1999). Analisis sosial ekonomi bertujuan untuk melihat kontribusi perusahaan pada penyerapan tenaga kerja dan penyediaan lapangan pekerjaan, sumber pendapatan, dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri Analisis Sensitivitas Analisis sesnsitivitas digunakan untuk melihat dampak suatu perubahan keadaan pada hasil analisis kelayakan. Analisis ini bertujuan untuk menilai hasil analisis kelayakan investasi apabila terjadi perubahan pada perhitungan biaya atau manfaat. Dari hasil analisis tersebut akan terlihat apakah kelayakan suatu investasi sensitif terhadap perubahan. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara merubah variabel-variabel penting dengan suatu persentase tertentu yang telah diprediksi sebelumnya. Kemudian manfaat proyek dihitung kembali menggunakan estimasi baru dari satu atau lebih komponen biaya atau hasil. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dinilai seberapa besar dampak perubahan variabel tersebut pada hasil kelayakan yang meliputi nilai NPV, IRR, Net B/C, dan PP. Analisis switching value dilakukan dengan menghitung secara trial error perubahan maksimum yang boleh 44

62 terjadi akibat perubahan di dalam komponen inflow atau outflow (Nurmalina et all, 2009) Asumsi Dasar Analisis kelayakan perluasan Pabrik Gula Kremboong ini menggunakan beberapa asumsi dasar, yaitu: 1) Umur proyek diasumsikan 14 tahun. Umur proyek ini didasarkan atas umur mesin baru, karena mesin merupakan komponen penting dalam proses produksi dan mempunyai nilai yang besar dibandingkan barang modal lainnya. 2) Restrukturisasi mesin dilakukan dalam beberapa tahap. Pada tahun 2011 akan dipasang boiler, turbine, dan evaporator terlebih dahulu. Pemasangan mesin-mesin lainnya akan dilakukan pada tahun berikutnya. 3) Tingkat discount rate yang digunakan adalah 14 persen. Penentuan tingkat diskonto berdasarkan suku bunga kredit investasi Bank Mandiri karena PG Kremboong melakukan pembayaran mesin dengan pinjaman bank. 4) Rendemen dari tebu yang proses dari mesin baru sebesar 8,75 persen. Rendemen pada tahun pertama sebesar 7,358 persen diperoleh dari rataan rendemen selama lima tahun. Rendemen meningkat setiap tahun hingga mencapai 8,75 persen pada tahun ) Restrukturisasi mesin meliputi berbagai mesin yang digunakan pada proses pembuatan gula seperti Boiler 60 T/H Lengkap Bagasse House, Turbine Generator 3,5 MW, High grade fugal 7 sugar handling, Low grade fugal, Clarifier, Evaporator LP 1200 M2, Rotari vacum filter, Juice heater+juice mouthing automatication, Modifikasi penggerak gilingan I, dan Modifikasi penggerak gilingan II. 6) Inflow dan outflow merupakan proyeksi berdasarkan penelitian dan informasi yang didapatkan pada bulan Februari-Maret ) Masa giling pabrik gula selama 160 hari dalam setahun dengan kapasitas produksi sebesar TCD (Ton Cane per Day). 8) Sumber modal yang digunakan oleh Pabrik Gula Kremboong berasal dari pinjaman bank komersial dengan bunga 14 persen. 45

63 9) Harga input dan output yang digunakan diasumsikan sama dari awal proyek hingga akhir proyek. 10) Hasil produksi adalah hasil produksi fisik berupa gula pasir, tetes, dan blotong. Semua gula pasir dan tetes memiliki mutu yang sama karena pabrik tidak memproduksi gula dan tetes dengan tingkat mutu yang berbeda-beda. 11) Harga jual gula pasir dan tetes tebu dalam analisis kelayakan sebesar Rp 8.500,00 per kg untuk gula pasir, Rp 1.300,00 per kg untuk tetes tebu, dan Rp 80,00 per kg untuk blotong. 12) Produksi gula pasir, tetes, dan blotong terus meningkat setiap tahun hingga mencapai produksi optimal pada tahun 2014 ketika semua mesin baru selesai dipasang. 13) Biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi hanya dikeluarkan pada tahun pertama dan biaya reinvestasi untuk peralatan yang telah habis umur ekonomisnya. Biaya operasional meliputi biaya tetap dan biaya variabel. 14) Nilai sisa dihitung dengan menggunakan metode garis lurus yang diperoleh dari harga beli dibagi dengan umur ekonomis. 15) Penurunan rendemen dan harga gula pada analisis sensitivitas berdasarkan data historis perusahaan, yaitu rendemen efektif pabrik sebesar 5,91 persen pada tahun 2005 dan harga lelang gula sebesar Rp 7.460,00 pada tahun ) Perhitungan pajak penghasilan berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 1b dan pasal 17 ayat 2 yang merupakan perubahan keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dengan ketentuan sebagai berikut: a) Berdasarkan pasal 17 ayat 1b, wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). b) Pada pasal 17 ayat 2 menjelaskan tentang tarif sebagaimana dimaksud pada pasal 17 ayat 1b turun menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak

64 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Profil dan Sejarah Perusahaan Pabrik Gula (PG) Kremboong didirikan Oleh N.V. COOY dan COSTER VAN VOOR HOUT pada tahun 1847 di Desa Kremboong, Kabupaten Sidoarjo. Pada saat itu PG Kremboong memproduksi gula masih dengan tenaga manusia yang dibantu dengan peralatan yang masih sederhana, dan masih bersifat home industry. Pada saat Belanda mengalami kekalahan perang atas tentara Jepang, kedudukan Belanda di Indonesia digeser oleh Jepang. PG Kremboong pada masa kedudukan Jepang tidak hanya digunakan untuk memproduksi gula, tetapi sebagai tempat pembuatan senjata perang. Selama agresi militer Jepang di Indonesia ( ), PG Kremboong beralih fungsi menjadi pabrik pembuatan senjata untuk pasokan senjata ke perusahaan militer Jepang. Selang beberapa tahun kemudian, terjadi Perang Dunia II antar Jepang melawan Sekutu. Jepang mengalami kekalahan sehingga terjadi kevakuman kekuasaan di Indonesia sehingga pada tahun 1945 Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Selanjutnya, pabrik gula yang dikuasai oleh Jepang diambil alih oleh Indonesia. Pada saat itu, PG Kremboong belum dapat memproduksi gula karena situasi negara yang masih belum stabil. Setelah Perang Dunia II pada tahun 1948, Belanda masuk kembali ke Indonesia sehingga perusahaan-perusahaan Belanda yang ada di Indonesia dikuasai kembali. PG Kremboong dibangun dan mulai berproduksi kembali pada tahun Kemudian, pemerintahan Indonesia memutuskan untuk mengembalikan fungsi pabrik gula ini dan mulai beroperasi. Pada tahun 1957, pemerintah Indonesia mengklaim semua industri yang didirikan Belanda di Indonesia, termasuk PG Kremboong. Pada tahun itu, saat terjadi perebutan Irian Barat, semua perusahaan di Indonesia yang dikuasai oleh bangsa asing diambil oleh bangsa Indonesia. Pada tahun itu kepengurusan ditangani oleh Kementerian Perkebunan Lama (Perusahaan Perkebunan Negara Lama) diubah menjadi Perusahaan Negara Perkebunan (PNP). Kemudian PNP diubah lagi menjadi PTP (Perseroan Terbatas Perkebunan) pada tahun Seiring terbentuknya PTP ini, maka PNP XXI dan 47

65 PNP XXII dilebur menjadi satu yaitu PTP XXI-XXII di mana PG Kremboong termasuk di dalamnya. Berdasarkan peraturan pemerintah RI No.15 tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 maka diadakan PTP XXI-XXII dan PTP XIX Klaten Jawa Tengah dan PTP XXVII Jember Jawa Timur digabung menjadi PTP Nusantara X (Persero) berdasarkan akte pendirian perseroan terbatas (PTPN X) dengan surat keputusan No.43 tanggal 11 Maret 1996 sesuai daftar keputusan Menteri Kehakiman RI no. C HT tahun 1996, diumumkan dalam Berita RI No.81 tanggal 08 Oktober Saat ini PG Kremboong merupakan salah satu unit bisnis strategis di bawah PT Perkebunan Nusantara X dengan visi Menjadi perusahaan agribisnis berbasis perkebunan terkemuka di Indonesia yang tumbuh dan berkembang bersama mitra. Unit Perusahaan gula di Jawa Timur yang tergabung di PT Perkebunan Nusantara X (Persero) antara lain: 1. PG. Kremboong, Sidoarjo 2. PG. Toelangan, Sidoarjo 3. PG. Watoetoelis, Sidoarjo 4. PG. Djombang Baru, Jombang 5. PG. Gempolkrep, Mojokerto 6. PG. Meritjan, Kediri 7. PG. Tjoekir, Jombang 8. PG. Lestari, Kertosono 9. PG. Ngadiredjo, Kediri 10. PG. Pesantren Baru, Kediri 11. PG. Modjopanggong, Tulungagung 5.2 Kegiatan Bisnis Jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh PG Kremboong adalah adalah perkebunan tebu dan pabrik gula. Output yang dihasilkan oleh PG Kremboong adalah gula kristal putih dengan mutu SHS 1A sebagai produk utama dengan tetes dan kompos sebagai produk sampingannya. Proses kegiatan yang dilakukan meliputi beberapa tahapan sebagai berikut: a. Persiapan lahan 48

66 Proses persiapan lahan menyangkut penetapan lahan tanaman tebu untuk persiapan giling. b. Penanaman tebu c. Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, pengolahan tanah, pemberantasan hama penyakit dan sebagainya. d. Tebang dan angkut Penentuan waktu tanaman tebu ditebang dilakukan dengan melakukan analisis pendahuluan yang meliputi pemantauan faktor kemasakan dan koefisien daya tahan. Pengangkutan yang telah ditebang dilakukan dengan menggunakan truk dan lori. e. Proses Pengolahan Gula Proses pengolahan gula meliputi proses pengolahan tebu menjadi gula kristal putih. Proses pengolahan yang dilaksanakan di PG Kremboong adalah proses sulfitasi netral. Tebu setelah ditebang dari kebun kemudian diangkut dengan truk atau lori menuju emplasement pabrik untuk ditimbang. Setelah ditimbang, tebu dari truk atau lori diangkat oleh cane unloading dan diletakkan di meja tebu untuk melalui tahapan-tahapan proses selanjutnya dengan tahapan proses sebagai berikut: 1. Proses Pemerahan Nira Proses pemerahan nira dilakukan di stasiun gilingan dengan tujuan memperoleh nira dari batang tebu semaksimal mungkin dan menekan kehilangan gula yang terbawa dalam ampas seminimal mungkin. Untuk mempermudah pemerahan, batang tebu terlebih dahulu dipotong-potong menggunakan cane cutter dan diserabutkan pada unigrator. Tebu yang sudah berupa serabut diperah secara bertahap dengan empat unit gilingan. Untuk mengambil gula yang masih tertinggal dalam ampas dilakukan proses imbibisi pada ampas yang keluar dari gilingan, kecuali ampas gilingan IV. Ampas yang keluar dari gilingan IV digunakan untuk bahan bakar ketel. Pada nira mentah yang dihasilkan ditambahkan susu kapur 49

67 sampai ph sekitar 6,5 dan asam phosphat dalam nira mentah sampai mencapai 300 ppm. 2. Proses Pemurnian Nira Tujuan proses pemurnian nira adalah untuk memisahkan kotoran atau bahan-bahan bukan gula dalam nira mentah semaksimal mungkin tanpa menimbulkan kerusakan sukrosa yang merugikan. Nira mentah dipanaskan dalam pemanas nira pertama (primary heater) sampai temperatur 75 C. Nira mentah yang telah mengalami pemanasan ditambah larutan susu kapur [Ca(OH) 2 ] yang diberikan pada tingkat kekentalan 6 Be, yaitu dalam defekator I sampai ph ± 7,2 dan dalam defekator II sampai ph ± 8,6. Nira mentah terkapuri harus segera dinetralisasi dengan penambahan gas SO 2. Tujuan netralisasi ini adalah untuk mencegah terjadinya perpecahan monosacharida yang tidak diinginkan. Nira mentah sulfitasi ini kemudian dipanaskan dalam pemanas nira kedua (secondary heater) sampai temperatur 105 C. Selanjutnya nira dialirkan ke bejana pengendap dengan ditambahi larutan flokulan dengan konsentrasi 2,5 sampai 3 ppm. Tujuan penambahan larutan flokulan adalah untuk mempercepat proses pengendapan kotoran sehingga terjadi pemisahan antara nira jernih dan nira kotor. Nira jernih dialirkan ke evaporator, sedangkan nira kotor dialirkan ke penapis hampa (rotary vacuum filter) untuk dipisahkan blotongnya. Nira tapis dialirkan kembali ke tangki nira mentah tertimbang dan blotong dibuang sebagai limbah padat. 3. Proses Penguapan Tujuan proses penguapan adalah untuk menguapkan air yang terkandung dalam nira jernih sehingga diperoleh nira kental pada batas konsentrasi tertentu sebelum terbentuk kristal. Proses penguapan dilakukan dengan sistem effect (menggunakan unit-unit evaporator). Bahan pemanas yang digunakan untuk pendidihan dalam evaporator adalah uap bekas (exhaust steam) dan uap nira. Evaporator akhir dihubungkan dengan kondensor dan ke dalam kondensor tersebut dialirkan air injeksi dan dihubungkan dengan pompa vacuum sehingga pada saat beroperasi evaporator badan akhir berada pada kondisi vacuum. Tujuan penguapan pada kondisi vacuum 50

68 adalah untuk menurunkan titik didih nira sehingga kerusakan sukrosa akibat temperatur tinggi dapat dihindari. Nira kental hasil proses penguapan dipompa ke tangki penampung untuk selanjutnya dialirkan ke sulfitasi nira kental. Proses sulfitator menggunakan gas SO 2 ini adalah untuk mengurangi intensitas warna nira kental sehingga warna gula produksi yang dihasilkan memenuhi syarat. 4. Proses Kristalisasi Tujuan proses kristalisasi dalam vacuum pan adalah mengubah sukrosa yang terdapat dalam nira kental menjadi bentuk kristal dengan ukuran dan keseragaman sesuai dengan standar yang sudah ditentukan. Proses yang terjadi merupakan proses penguapan lanjutan dari nira kental yang diperoleh dari stasiun penguapan sampai mencapai titik jenuhnya. Gula produksi diperoleh dari mascuite A. Sedangkan gula yang diperoleh dari mascuite C dan mascuite D digunakan sebagai kristal bibitan (seed crystal). Setelah kristal mencapai kondisi yang disyaratkan, mascuite dikeluarkan dari vacuum pan dan ditampung dalam palung pendingin (receiver). 5. Proses Pemutaran Tujuan proses pemutaran adalah memisahkan kristal gula dari larutan induknya. Proses pemisahan dilakukan dengan menggunakan dua jenis centrifugal machine yaitu High Grade Centrifugal (HGF) dan Low Grade Centrifugal (LGF). HGF digunakan untuk pemutaran mascuite A. Hasil pemutaran tahap pertama adalah gula A dan stroop A. Gula A diputar kembali pada pemutaran tahap kedua dihasilkan gula SHS dan klare SHS. Gula SHS adalah merupakan gula produksi yang kondisinya masih basah. LGF digunakan untuk pemutaran mascuite C dan mascuite D. Pemutaran mascuite D tahap pertama menghasilkan gula DI dan tetes (molasses). Tetes dialirkan ke dalam tangki penampung, sedangkan gula DI diputar kembali. Pada pemutaran tahap kedua diperoleh gula DII dan klare D. Gula DII digunakan sebagai kristal bibitan (seed crystal) untuk mascuite C dan klare D digunakan sebagai bahan dalam pembuatan mascuite D. Pemutaran mascuite C dilakukan satu kali. Hasil yang diperoleh adalah 51

69 gula C dan stroop C. Gula C digunakan sebagai kristal bibitan (seed crystal) dalam pembuatan mascuite A, sedangkan stroop C digunakan untuk bahan dalam pembuatan mascuite D. 6. Proses Pengeringan dan Pengemasan Tujuan proses pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air dalam gula SHS sampai mencapai 0,1 %. Gula SHS kering kemudian dilewatkan saringan getar (vibrating screen). Gula SHS yang berukuran normal adalah merupakan gula produksi yang dikemas dalam karung plastik dan ditimbang dengan berat bersih setiap karung 50 kg. Produk akhir disimpan dalam gudang. Uap yang dihasilkan dari 10 unit boiler memiliki total produksi uap kapasitas dari 45 ton per jam. Uap dari boiler dikirim ke turbin kapasitas 800 KVA dan ke sejumlah mesin uap untuk menggerakkan gilingan, pompa vacum, pompa injeksi. Uap bekas dihasilkan dari mesin uap dan PRDS dikirim ke proses untuk memanaskan nira di juice heater, evaporation, vacum pan. Gambar alur produksi gula PG Kremboong dapat dilihat pada Lampiran Struktur Organisasi Perusahaan Saat ini PG Kremboong merupakan salah satu unit bisnis strategis di bawah PT Perkebunan Nusantara X (Persero) dan dipimpin oleh seorang Administratur yang bertanggung jawab pada seluruh kegiatan usaha PG Kremboong. Karyawan terdiri dari karyawan tetap, karyawan kampanye, karyawan waktu tertentu, dan karyawan honorer. Karyawan tetap memiliki tingkatan jabatan dan golongan mulai dari golongan IA sampai IIID. Karyawan bekerja selama enam hari dalam seminggu, yaitu hari Senin sampai Sabtu. Waktu kerja karyawan dimulai pada pukul , namun pada hari Jumat dan Sabtu jam kerja hanya sampai pukul WIB. Adapun struktur organisasi perusahaan dapat dapat dilihat pada Gambar 5. 52

70 Administratur Kabag Tanaman Kabag Pengolahan Kabag Q.C Kabag Instalasi Kabag A K dan U SKK Agro Tebang Angkut Litbang Wakil Kepala Pengolahan RC Bahan Baku Bhn Olahan Wakil Kepala Instalasi Wakil Kepala Ak danu - SKW - Wasbag - Mandor - PTRI Chemiker Administrasi Gudang Gula Analisis NPP Laboran - RC Stasiun - Mandor Besar - Mandor Shifft - Perencanaan - Pembukuan - Sekum - PTK atau SDM - Gudang Gambar 5. Struktur Organisasi Perusahaan Sumber: Data Primer PG Kremboong (2011) 53

71 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Analisis Aspek Non Finansial Analisis aspek non finansial dilakukan untuk mengetahui kelayakan restrukturisasi mesin PG Kremboong dilihat dari aspek-aspek non finansial. Dalam penelitian ini, dikaji beberapa aspek non finansial diantaranya aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, serta sosial ekonomi Aspek Pasar Peluang Pasar Gula adalah salah satu kebutuhan pokok yang dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi maupun industri akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2009, dengan jumlah penduduk 230,6 juta jiwa, Indonesia membutuhkan 4,85 juta ton gula yang terdiri dari 2,7 juta ton untuk konsumsi langsung (rumah tangga) masyarakat dan 2,15 juta ton untuk keperluan industri. Pada tahun 2009, produksi gula dalam negeri baru sekitar 2,6 juta ton. Jumlah ini hanya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi langsung masyarakat. Pemerintah berharap pada tahun 2014 produksi gula dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan gula konsumsi serta industri makanan dan minuman sebesar 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,96 juta ton untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2,74 juta ton untuk keperluan industri 3. 3 [Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan (2010). Mewujudkan Swasembada Gula deptan.go.id [4 Maret 2011] 54

72 Tabel 5. Konsumsi Gula Indonesia Tahun (juta ton) No Tahun Konsumsi Total Langsung Industri ,31 0,85 3, ,42 0,95 3, ,45 1,05 3, ,49 1,10 3, ,59 1,09 3, ,78 1,21 3, ,08 1,22 4, ,39 1,31 4, ,83 1,51 4, ,97 1,57 4,54 Sumber: Asosiasi Gula Indonesia (2011) Saat ini, Indonesia hanya memiliki 62 pabrik gula dengan total kapasitas sekitar TCD yang mampu memproduksi 2,3 juta ton gula dari total kapasitas produksi 3,54 juta ton. Kebutuhan gula yang tidak mampu dipenuhi dari produksi dalam negeri diperoleh dari impor gula yang berasal dari Thailand, Brazil, dan Amerika. Oleh karena itu, usaha pabrik gula masih sangat berpotensi untuk dikembangkan, karena selama ini masih banyak permintaan yang belum dapat dipenuhi. Tabel 6. Produksi Gula Indonesia Tahun No Tahun Tebu (Ton atau Ha) Gula (Ton atau Rendemen (%) Hablur (Juta Ton) Ha) ,43 5,87 7,20 2, ,35 5,83 7,53 2, ,02 5,74 7,35 2, ,80 6,23 7,91 2, ,65 5,52 7,60 2, ,90 5,31 6,48 2,24 Sumber: Asosiasi Gula Indonesia (2011) 55

73 Bauran Pemasaran a) Produk Produk yang dihasilkan dari unit usaha PG Kremboong terdiri atas produk utama dan produk sampingan. Produk utama dari PG Kremboong adalah gula kristal putih SHS 1A. Gula jenis ini merupakan gula pasir yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat dan menjadi salah satu kebutuhan pokok. Sedangkan produk sampingan yang dihasilkan berupa tetes tebu dan kompos. Gula yang dihasilkan merupakan jenis gula kristal putih dengan mutu SHS 1A dengan standar kualitas produk sebagai berikut: Warna ICUMSA : < 200 IU Besar jenis Butir : 0,9-1,1 mm Kadar Air : < 5 ppm Kadar SO 2 : < 5 ppm Polarisasi : > 99,5 persen Produk sampingan dari proses produksi gula adalah tetes, ampas, dan blotong. Tetes merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dalam proses pembuatan gula dan terbentuk dari hasil sentrifugasi pada stasiun putaran. Tetes tebu menjadi bahan baku pembuatan Monosodium Glutamat (MSG), spiritus, dan alkohol. Tetes yang dihasilkan dilelang bersama gula dengan konsumen utama industri MSG dan alkohol. Selain tetes, proses produksi gula juga menghasilkan blotong dan ampas. Ampas digunakan sebagai bahan bakar boiler, sedangkan blotong merupakan limbah padat yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan kompos. Sebelumnya blotong adalah limbah yang tidak memiliki nilai ekonomis dan dapat merusak tanaman namun sekarang blotong telah diolah menjadi kompos yang bermanfaat bagi tanaman tebu. Kompos dibuat dari blotong yang telah ditambahkan beberapa zat kimia dan kemudian difermentasikan. Kompos yang diproduksi oleh PG Kremboong tersebut digunakan sebagai pupuk pada lahan milik pabrik gula. Selain digunakan sendiri, kompos juga digunakan oleh petani mitra PG Kremboong. 56

74 Gambar 6. Gula Kristal Putih PG Kremboong Sumber: Data Primer PG Kremboong (2011) b) Harga PG Kremboong tidak menjual langsung produknya pada masyarakat. Gula dan tetes milik pabrik dilelang oleh direksi bersamaan dengan gula dan tetes hasil pabrik gula lain di PTPN X. Oleh karena itu, harga yang terbentuk bergantung pada hasil lelang yang dilakukan oleh direksi. Walaupun harga terbentuk dari besarnya permintaan dan penawaran, namun ada ketentuan harga dasar gula dari Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Menperindag), sehingga tidak merugikan petani. Lelang dilakukan selama periode giling pabrik gula. Kompos hasil olahan blotong dijual pada petani seharga Rp 250,00 per kg. Tabel di bawah ini menyajikan data hasil lelang gula dan tetes milik PG Kremboong pada masa giling tahun

75 Tabel 7. Harga Gula Hasil Lelang Tahun 2010 Periode Harga Gula atau Ku (Rp) Harga Tetes per kg (Rp) Sumber: Data PG Kremboong 2011 c) Tempat (saluran distribusi) PG Kremboong dan pabrik gula lain di PTPN X tidak menjual langsung gula dan tetes hasil produksinya pada masyarakat, namun menjualnya dengan sistem lelang yang diselenggarakan oleh direksi PTPN X. Peserta yang memenangkan lelang berhak untuk menjual dan mendistribusikan gula tersebut pada masyarakat. Lelang dilakukan bersamaan dengan gula hasil produksi pabrik gula lain di kantor Direksi PTPN X. Direksi PTPN X menyelenggarakan lelang setiap dua minggu sekali pada saat musim giling. Selain gula dan tetes, PG Kremboong juga menghasilkan blotong yang diolah menjadi kompos. Sebagian kompos hasil olahan blotong dipergunakan sebagai pupuk untuk tebu pada lahan sewa atau TS (Tebu Sendiri) dan sisanya dijual ke petani TR (Tebu Rakyat). d) Promosi Pihak PG Kremboong tidak melakukan promosi atau pengiklanan gula dan tetes yang dihasilkan, karena PG Kremboong tidak menjual sendiri outputnya. Seluruh hasil produksi dijual melalui sistem lelang yang diselenggarakan oleh Direksi PTPN X. Undangan lelang secara resmi dikirimkan kepada rekanan- 58

76 rekanan PTPN X yang rata-rata merupakan distributor utama gula pasir seperti PT Berlian Penta dan Persatuan Pedagang Gula Indonesia (PPGI) Hasil Analisis Aspek Pasar Permintaan gula pasir semakin meningkat setiap tahun seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan. Saat ini produksi gula dalam negeri masih belum dapat mencukupi kebutuhan gula nasional, sehingga harus mengimpor gula. Gula yang dipasarkan di dalam negeri melalui persaingan bebas dan terkoordinir (lelang dan negosiasi), sedangkan pembeli produk tetes adalah pabrikan (end user) dan tender. Usaha pabrik gula masih memiliki peluang yang sangat besar untuk dikembangkan. Pemasaran pabrik gula melalui sistem lelang juga menunjang kelayakan aspek pasar, karena peningkatan kuantitas produksi akan tetap dapat disalurkan pada peserta lelang yaitu distributor utama gula. Oleh karena itu, restrukturisasi mesin PG Kremboong jika dilihat dari aspek pasar dapat dikatakan layak untuk dijalankan Aspek Teknis Analisis aspek teknis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi pemilihan lokasi usaha, ketersediaan bahan baku, kapasitas produksi, proses produksi, layout pabrik, serta pemilihan teknologi Pemilihan Lokasi Usaha PG Kremboong telah berdiri sejak tahun 1847 dan merupakan pabrik peninggalan Belanda. Pada dasarnya, pemilihan lokasi pendirian pabrik gula berdasarkan kondisi lingkungan dan agroekosistem yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tebu serta ketersediaan tenaga kerja. a) Lingkungan Agroekosistem Sidoarjo adalah daerah delta, yaitu endapan yang dibuat di muara sungai di mana sungai yang mengalir ke dalam laut, muara, danau, waduk, atau ke sungai. Daerah delta Sidoarjo sangat subur dan diapit oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Mas dan Sungai Brantas. PG Kremboong terletak di Desa Krembung, Kecamatan 59

77 Krembung, Kabupaten Sidoarjo, tepatnya ± 20 km sebelah selatan Kota Sidoarjo pada ketinggian 7 meter dpl (di atas permukaan laut) dan curah hujan mm per tahun serta jenis tanah alluvial (Sidoarjo) dan regusol (Mojokerto). Kondisi ini sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman tebu. Lokasi yang dipilih untuk perkebunan tebu harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu, yaitu lahan dengan tanah yang subur, ada pengairan teknis, drainase yang baik, dekat dengan sungai besar, dan ada sungai untuk mengeluarkan limbah. Lahan milik Petani Tebu Rakyat (PTR) yang menjadi mitra petani juga harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu, antara lain pengairan dan pembuangan mudah, aman, luas tidak terlalu sempit (minimum 5 Ha), dan tidak jauh dari pabrik gula. Syarat ini diperlukan agar dapat memberi hasil dan keuntungan yang baik. Pihak PTPN X juga memberikan panduan bercocok tanam dan Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi petani mitra. b) Pasokan Tenaga Kerja Selain dekat dengan input, pemilihan lokasi pada masa itu didasarkan pada ketersediaan tenaga kerja. Pada awal pendirian PG Kremboong, tenaga kerja mudah didapatkan di Desa Krembung dan daerah lain di Sidoarjo. Saat ini, sebagian besar tenaga kerja juga berasal dari Desa Krembung dan sekitarnya terutama karyawan tetap, kampanye, dan PKWT. Karyawan yang bekerja di PG Kremboong tergolong dalam empat jenis, yaitu karyawan pimpinan, karyawan tetap, karyawan kampanye, dan karyawan pada waktu tertentu (PKWT). Karyawan pimpinan dan tetap bekerja sepanjang tahun tetapi karyawan kampanye dan PKWT hanya bekerja pada masa giling. Karyawan tetap, kampanye, dan PKWT direkrut oleh PG Kremboong sehingga proses tes hingga wawancara dilakukan oleh pihak PG Kremboong. Sedangkan karyawan di level pimpinan harus melalui tes yang diselenggarakan oleh PTPN X. Realisasi tenaga kerja di PG Kremboong pada tahun 2011 terlihat pada Tabel 8. 60

78 Tabel 8. Realisasi Tenaga Kerja PG Kremboong Tahun 2011 NO BAGIAN GOLONGAN III-IV I-II KAMP PKWT HON JUMLAH 1 A.K dan U 2 TANAMAN 3 TEBANG ANGKUT INSTALASI PENGOLAHAN KENDARAAN TRAKTOR SATPAM 9 DOK. REMISE JUMLAH Sumber: Data Primer PG Kremboong (2011) Pada tahun 2010, jumlah karyawan mencapai 836 tetapi karena banyak yang pensiun maka saat ini total jumlah karyawan yang bekerja di PG Kremboong sebanyak 711 orang. Walaupun sudah banyak berkurang, namun jumlah ini masih terlalu besar untuk pabrik gula seukuran PG Kremboong karena idealnya PG Kremboong hanya mempekerjakan 650 orang karyawan. Karyawan yang akan dipekerjakan di PG Kremboong akan semakin berkurang jumlahnya karena banyak karyawan yang akan pensiun dan tidak akan digantikan sehingga pengurangan karyawan hingga 25 persen di tahun 2015 terjadi secara alami. Oleh karena itu, restrukturisasi mesin harus dilakukan bersamaan dengan momen ini, sebab jika ditunda maka PG Kremboong harus merekrut tenaga kerja kembali. Hal 61

79 ini disebabkan mesin yang lama harus dijalankan secara manual dengan tenaga manusia dan mesin yang baru dapat bekerja secara otomatis Ketersediaan bahan baku Bahan baku utama dalam usaha yang dilakukan oleh PG Kremboong adalah tebu. Restrukturisasi mesin yang akan dilakukan akan meningkatkan kapasitas giling sehingga pasokan bahan baku juga harus ditingkatkan. Mesin lama dengan kapasitas sebesar TCD akan diganti dengan mesin-mesin baru yang akan meningkatkan kapasitas hingga TCD. Oleh karena itu, pasokan bahan baku akan ditingkatkan dengan melakukan intensifikasi dan perluasan lahan. Selama ini, bahan baku dipasok oleh petani di beberapa kecamatan sekitar PG Kremboong dan petani dari luar Sidoarjo. Tebu luar diperoleh dari Lumajang, Pasuruan, dan Malang. Selain dari petani, pihak PG Kremboong juga mengusahakan kebun tebu dari lahan yang disewa. Rekapitulasi per wilayah perkebunan tebu dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rekapitulasi Per Wilayah Perkebunan Tebu Wilayah Luas (Ha) Dalam PG Luar PG Ku atau Ha Ku Tebu Prambon 251, ,724 71, Krembung 545, ,331 47, Porong 247, ,240 14, Jumlah SDA 1.045, , , Kutorejo 206, ,999 87, Mojosari 175,685 95,680 80, Pungging 158, ,256 16, Ngoro 247, ,405 11, Bangsal 284, ,773 15, Pacet/Trawas 148,419 71,559 76, Jumlah MJK 1.220, , , Pengembangan 206, , Total 2.472, , , Sumber: Data Bagian Tanaman (2011) 62

80 Peningkatan kapasitas produksi hingga TCD pada tahun 2014 harus didukung oleh ketersediaan pasokan bahan baku sebanyak ku tebu. Penyediaan tebu sebanyak itu harus diperoleh dari Ha lahan dengan asumsi produktivitas lahan 850 ku tebu per Ha. Saat ini, lahan petani ditambah dengan lahan sewa hanya sebesar Ha sehingga perusahaan harus mencari lahan seluas Ha untuk memenuhi kapasitas produksi. Perusahaan terus meningkatkan luas lahan hingga mencapai 4.680,50 Ha saat restrukturisasi mesin selesai. Selisih antara pasokan tebu yang tersedia dengan kapasitas produksi pabrik akan dipenuhi dari tebu luar. Tebu luar adalah tebu yang diperoleh dari petani bukan mitra yang berasal dari Malang, Lumajang, dan Pasuruan. Salah satu cara peningkatan pasokan tebu selain memperluas lahan adalah dengan meningkatkan produktivitas lahan melalui intensifikasi. Intensifikasi adalah usaha meningkatkan hasil pertanian tanpa meningkatkan luas lahan, yaitu dengan cara pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengairan yang baik, pemberantasan hama, pengolahan lahan secara tepat, penanaman serta pemeliharaan tebu sesuai dengan standar perusahaan. Selama ini perkebunan tebu yang dikelola petani masih belum memenuhi standar penanaman yang ditentukan oleh perusahaan sehingga produktivitas maupun rendemennya belum sesuai dengan harapan perusahaan. Usaha peningkatan kuantitas bahan baku juga dilakukan oleh PTPN X dengan membuka lahan untuk perkebunan tebu di Madura seluas Ha. Tebu yang akan digiling di PG Kremboong memiliki persyaratan tersendiri. Tebu yang diterima PG Kremboong hanya tebu dengan mutu A dan B sedangkan tebu dengan mutu C akan dikembalikan. Macam-macam mutu tebu yaitu: A. Masak, bersih, besar, segar, lurus. B. Masak, bersih, segar sedikit daduk. C. Kotor, banyak sogolan, pucukan, daduk, akar, tanah, tebu kecil, wayu, varietas BZ 148. D. Tebu terbakar. Tebu yang masuk untuk digiling sebagian besar berasal dari tebu petani di sekitar PG Kremboong. Selain tebu petani, pasokan tebu juga berasal dari Malang, Lumajang, dan Pasuruan. Perusahaan menjalin kemitraan dengan para petani sehingga pabrik tidak membeli tebu petani yang masuk, namun menerapkan 63

81 sistem bagi hasil. Perusahaan dan petani sepakat membagi gula hasil produksi pabrik berdasarkan rendemen tebu petani. Selain gula, petani juga mendapat bagi hasil produk sampingan yang berupa tetes tebu, yaitu 3 kg per ku tebu. Proporsi bagi hasil gula antara petani dengan perusahaan dapat dilihat lebih jelas pada tabel 10. Tabel 10. Proporsi Bagi Hasil Antara Petani dan PG Kremboong Rendemen (%) Petani (%) PG Kremboong (%) 6, , > Sumber: Data Primer PG Kremboong (2010) Selain tebu, input lain dalam kegiatan usaha pabrik gula antara lain belerang, kapur, pupuk, pestisida, dan bibit tebu. Belerang dan kapur didapatkan langsung dari rekanan PTPN X dan dikirim ke PG Kremboong. Penyediaan kapur dilakukan oleh CV Sedar di Malang dan belerang oleh PT Inja Perkasa Tama dan PT Candi Ngrimbi. Di samping bahan baku untuk proses produksi gula, PG Kremboong juga membutuhkan pupuk, pestisida, dan bibit tebu untuk penanaman tebu sendiri (TS). PG Kremboong memperoleh pupuk dan pestisida dari rekanan yang ditunjuk oleh Direksi, sedangkan bibit tebu dari Kebun Bibit Datar (KBD) dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula (P3GI). Kapasitas giling PG Kremboong sampai tahun 2014 direncanakan menjadi TCD dengan 160 hari giling maka BBT (Bahan Baku Tebu) yang dibutuhkan ton tebu. Saat ini (giling tahun 2010), dengan kapasitas giling TCD jumlah tebu TAD (Tebu Asli Daerah) hanya Ton. Pemasukan PC (Plant Cane) terutama TR harus sebanyak mungkin sehingga pada tahun 2014 bila terjadi kekurangan areal TAD tidak terlalu besar. Penyelenggaraan PC oleh petani saat ini banyak terkendala biaya sewa tanah yang terlalu tinggi, petani mengharapkan adanya pinjaman dana untuk membantu biaya sewa. PG Kremboong menanggulangi kendala tersebut dengan melaksanakan program 64

82 TRKS (Tebu Rakyat Kerjasama Operasional). Adapun syarat calon petani dan calon lahan TRKS sebagai berikut : 1. Selektif petani (petani tidak punya tunggakan MT yang lalu). 2. Tebang angkut oleh panitia TA apabila belum terbentuk atau ada sesuatu hal maka diserahkan ke PG. 3. Areal PC ex padi, palawija masa tanam maksimal 07B. 4. Bibit berasal dari KBD varietas bina masak awal dan tengah (varietas direkomendasi oleh PG Kremboong). 5. Biaya kebun terdiri : a. Sewa lahan : Rp ,00 b. Biaya garap : Rp ,00 c. Bibit : Rp ,00 d. Pupuk + Kompos : Rp ,00 Jumlah : Rp ,00 (Dua Puluh lima Juta Rupiah) 6. Lahan berada dalam wilayah kerja PG Kremboong. 7. Agunan diharapkan lebih dari 100% dari pinjaman biaya garap + sewa dan dinotariskan. 8. Lahan direkomendasi SKW setempat. 9. Luas minimal per kebun 2 Ha. 10. Lahan yang diajukan digambar melalui GPS. 11. Petani sanggup menerima paket teknologi dan taat melaksanakan. 12. Dibuatkan AUT (Analisis Usaha Tani atau Potensi Bisnis, RDKK serta pengajuan yang lain). 13. Pembayaran dilakukan di pabrik gula, bertahap sesuai dengan pembayaran sewa lahan dan pekerjaan kebun. 14. Wajib aplikasi paket teknologi yang terdiri dari: a. Kompos dengan dosis 3 Ton per Ha. b. Pupuk NPK lengkap dan ZA. 15. Maksud dan tujuan TRKS adalah: a. Rehabilitasi tanaman tebu. b. Penguatan modal petani. c. Perbaikan baku teknis tanaman tebu. 65

83 d. Perguliran areal tanaman. e. Peningkatan pendapatan petani Kapasitas Produksi Saat ini PG Kremboong memiliki kapasitas giling inclusive ton per hari, memiliki wilayah kerja meliputi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto dengan luas wilayah binaan ± Ha terbagi di Kabupaten Sidoarjo seluas Ha dan Kabupaten Mojokerto seluas Ha. Tabel 11 menyajikan data produksi empat tahun terakhir. Tabel 11. Data Produksi PG Kremboong Empat Tahun Terakhir Parameter atau Tahun Tebu digiling (Ton) , , , ,8 Kapasitas Giling (Ton atau hari) Rendemen (%) 7,1 8,27 7,87 6,37 Sumber: Company Profile PG Kremboong (2011) Restrukturisasi mesin yang dilakukan pada PG Kremboong dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pabrik dan kapasitas giling. Sebagian mesin-mesin yang sekarang digunakan merupakan mesin lama peninggalan Belanda sehingga umur ekonomis dan teknisnya telah habis. Mesin lama yang sudah tua tidak mampu bekerja secara optimal dan dapat meningkatkan kemungkinan kehilangan gula dalam proses produksi. Efisiensi teknis, kapasitas giling, dan otomatisasi yang rendah serta kurangnya pengembangan produk samping, menyebabkan tingginya biaya produksi. Restrukturisasi mesin merupakan bagian dari program pemerintah dalam merevitalisasi pabrik gula dengan tujuan untuk meningkatkan produksi gula nasional dalam rangka menuju swasembada gula. Oleh karena itu, dilakukan penggantian mesin-mesin lama sehingga efisiensi dan kapasitas giling meningkat. Mesin-mesin baru yang akan dipasang antara lain Boiler 60 T/H Lengkap Bagasse House, Turbine Generator 3,5 MW, High grade fugal 7 sugar 66

84 handling, Low grade fugal, Clarifier, Evaporator LP 1200 M2, Rotari vacum filter, Juice heater+juice mouthing automatication, Modifikasi penggerak gilingan I, dan Modifikasi penggerak gilingan II. Restrukturisasi mesin dapat meningkatkan kapasitas hingga lebih dari TCD sehingga pada tahun 2014 kapasitas mesin menjadi TCD. Ini berarti mesin dapat menggiling ku tebu per hari selama masa giling. Walaupun kapasitas giling meningkat hingga TCD, namun bahan baku yang tersedia untuk tahun 2014 sebesar ku dengan perkiraan rendemen sebesar 8,75 persen. Hal tersebut bukan menjadi masalah, karena selisih jumlah tebu yang dibutuhkan akan dicari dari tebu luar yang berasal dari Lumajang, Malang, Pasuruan, dan Madura. Restrukturisasi mesin yang disertai oleh peningkatan supply bahan baku tebu akan meningkatkan kapasitas giling menjadi sehingga dapat menghasilkan total produksi gula baik milik petani maupun pabrik sebanyak ku. Kapasitas giling yang lebih rendah daripada kapasitas mesin akan menurunkan efisiensi dan memperpendek hari giling sehingga akan merugikan perusahaan. Target kinerja setelah restrukturisasi mesin selesai dilakukan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Target Kinerja Setelah Restrukturisasi Mesin NO Parameter Satuan Rata-Rata Target Kapasitas Giling TCD Lama Giling Hari Tebu digiling atau hari Ton Total tebu digiling Ton Rendemen % 7,53 8,75 Sumber: Roadmap Modernisasi dan Optimasi Kapasitas (2010) Proses Produksi Penggantian beberapa mesin pada dasarnya tidak akan merubah proses produksi gula namun cara pengoperasian beberapa mesin akan berubah. Selain itu, beberapa mesin yang pada awalnya digerakkan secara manual oleh manusia akan diganti dengan mesin yang lebih otomatis. Penggantian mesin turbin juga akan 67

85 mengurangi konsumsi listrik sehingga pada masa giling pabrik tidak menggunakan listrik dari PLN. Masa giling pabrik gula berlangsung selama 160 hari dalam setahun dan dimulai pada bulan Mei atau Juni. Setiap mesin memiliki karakteristik masing-masing walaupun prinsip kerjanya sama. Oleh karena itu, dibutuhkan jasa konsultan dan pelatihan sumber daya manusia (SDM) agar menguasai cara mengoperasikan mesin dengan baik. Suksesnya operasional dari sebuah pabrik gula dipengaruhi personel pabrik dan strategi pemeliharaan peralatan dan mesin. Tujuan pelatihan SDM antara lain: a. Kontribusi laba keseluruhan. b. Mengurangi biaya produksi. c. Penjadwalan sumber daya secara efektif. d. Kualitas produk yang lebih tinggi. e. Penjadwalan produksi yang baik dengan lebih sedikit gangguan. f. Mengidentifikasi masalah peralatan dan proses. g. Memaksimalkan dan mengurangi kerusakan peralatan. h. Keamanan dan kebersihan pabrik. Limbah cair pabrik masuk Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL), dibuang ke sungai untuk pengairan sawah. Sarana pengolahan limbah cair di PG Kremboong menggunakan aerobic system dengan bantuan empat buah aerator dengan luas kolam IPAL 4200 m 2. Upaya preventif yang lain adalah meningkatkan program in house keeping dalam pabrik. Limbah padat berupa blotong dan abu boiler yang diolah menjadi pupuk kompos dengan kapasitas ± 300 ku per hari. Penyimpanan limbah B-3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) sudah sesuai standar dan mendapatkan izin dari Kementrian Lingkungan Hidup RI. Pedoman pengelolaan lingkungan berdasarkan UKL-UPL yang telah disusun bersama instansi terkait (Bapedal dan Disperindag) sehingga semua kegiatan PG Kremboong mengarah pada pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Pengolahan limbah pabrik gula dipantau secara berkala oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Limbah gas ditinjau 2 kali pada musim giling dan 1 kali di luar musim giling, sedangkan limbah cair dan padat diawasi setiap bulan pada musim giling. 68

86 Gambar 7. Instalasi Pengelolaan Air Limbah Sumber: Data Primer PG Kremboong (2011) Layout Pabrik Pabrik, rumah dinas, dan kantor PG Kremboong berdiri di atas seluas 71,63 Ha. Pabrik terletak di tengah-tengah dan dikelilingi oleh rumah, emplasemen, dan kantor. Seharusnya tata letak pabrik dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga memiliki fleksibikitas untuk mengakomodasi penambahan peralatan yang besar. Selain itu, layout pabrik juga harus memfasilitasi perbedaan jenis perawatan kerja yaitu: a. Perbaikan darurat pada saat penghentian yang tidak terjadwal. b. Perbaikan rutin yang normal untuk memulihkan pabrik. c. Perawatan pencegahan berupa pemeriksaan rutin. Saat ini, penempatan peralatan di pabrik tidak memiliki fleksibilitas untuk menggabungkan peralatan baru yang diusulkan di stasiun boiler. Oleh karena itu, ketel pipa api akan dibongkar untuk mengakomodasi usulan boiler baru. Selain itu, bangunan pembangkit yang ada diperluas untuk mengakomodasi turbin generator baru. Layout pabrik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Gambar 8. Pabrik Gula Kremboong Sumber: Data Primer PG Kremboong (2011) 69

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG ANALISIS KELAYAKAN USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI BHINEKA I, DESA BLENDUNG, KABUPATEN SUBANG SKRIPSI SYAHRA ZULFAH H34050039 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN ANALISIS KELAYAKAN USAHA PENGEMBANGAN PEMBIBITAN (BREEDING)SAPI POTONG PADA PT LEMBU JANTAN PERKAS (LJP), SERANG, PROPINSI BANTEN Oleh: RONA PUTRIA A 14104687 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Gula merah tebu merupakan komoditas alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Gula merah tebu dapat menjadi pilihan bagi rumah tangga maupun industri

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A

ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A ANALISIS KELAYAKAN PERLUASAN USAHA PEMASOK IKAN HIAS AIR TAWAR Budi Fish Farm Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor Oleh: DWIASIH AGUSTIKA A 14105665 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA

ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA ANALISIS KELAYAKAN USAHA PETERNAKAN ULAT SUTERA (Studi Kasus pada Peternakan Ulat Sutera Bapak Baidin, Desa Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor) SKRIPSI MADA PRADANA H34051579 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa,

I. PENDAHULUAN. zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia pernah mencapai kejayaan produksi gula pasir pada sekitar 1930 di zaman pendudukan Belanda. Pabrik-pabrik gula banyak dibangun di Pulau Jawa, yaitu mencapai 179

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa.

I. PENDAHULUAN. zaman penjajahan) yang sebenarnya merupakan sistem perkebunan Eropa. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan sistem perekonomian pertanian komersil yang bercorak kolonial. Sistem Perkebunan ini dibawa oleh perusahaan kapitalis asing (pada zaman penjajahan)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan

Lebih terperinci

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A

KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT. Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A KELAYAKAN PENGUSAHAAN JARAK PAGAR PADA KEBUN INDUK JARAK PAGAR PAKUWON, SUKABUMI JAWA BARAT Oleh : DIAH KUSUMAYANTI A14104010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ Oleh : Raden Luthfi Rochmatika A14102089 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu

stabil selama musim giling, harus ditanam varietas dengan waktu kematangan yang berbeda. Pergeseran areal tebu lahan kering berarti tanaman tebu PEMBAHASAN UMUM Tujuan akhir penelitian ini adalah memperbaiki tingkat produktivitas gula tebu yang diusahakan di lahan kering. Produksi gula tidak bisa lagi mengandalkan lahan sawah seperti masa-masa

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2..1.1. Tinjauan Agronomis Tanaman tebu tidak asing lagi bagi kita, karena telah lama ada di negeri ini. Di lingkungan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Data dan Instrumentasi 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengambil tempat di kantor administratif Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat yang berlokasi di Kompleks Pasar Baru Lembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan

BAB I PENDAHULUAN. Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tebu merupakan tumbuhan sejenis rerumputan yang dikelompokkan dalam famili gramineae. Seperti halnya padi dan termasuk kategori tanaman semusim, tanaman tebu tumbuh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

TEBU. (Saccharum officinarum L).

TEBU. (Saccharum officinarum L). TEBU (Saccharum officinarum L). Pada awal abad ke-20 Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor gula nomor dua terbesar di dunia setelah Kuba, namun pada awal abad ke-21 berubah menjadi negara pengimpor

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

Vol. 2, No. 1, Maret 2012

Vol. 2, No. 1, Maret 2012 ISSN 2252-5491 Vol. 2, No. 1, Maret 2012 Forum Agribisnis Agribusiness Forum Dampak Kenaikan Harga Ekspor Terhadap Kinerja Sektor Industri Pengolahan Indonesia Alla Asmara Efisiensi Teknis Usahatani Ubi

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Pada bagian ini dijelaskan tentang konsep yang berhubungan dengan penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pendirian Pabrik Sejarah Perkembangan Pabrik BAB I PENDAHULUAN PT. PG Candi Baru adalah salah satu pabrik gula di Indonesia yang menghasilkan gula kristal putih (GKP) jenis Superior Hooft Suiker IA (SHS IA) sebagai produk utamanya. Hasil samping

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD P3GI 2017 IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

SKRIPSI ARDIANSYAH H

SKRIPSI ARDIANSYAH H FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PETANI KEBUN PLASMA KELAPA SAWIT (Studi Kasus Kebun Plasma PTP. Mitra Ogan, Kecamatan Peninjauan, Sumatra Selatan) SKRIPSI ARDIANSYAH H34066019

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Restoran Pastel and Pizza Rijsttafel yang terletak di Jalan Binamarga I/1 Bogor. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A 1 ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR (Kasus K BLAT S Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat) Oleh: KAMMALA AFNI A14104104 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ALIH FUNGSI LAHAN TEBU MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNIT KEBUN TANDEM SKRIPSI

ALIH FUNGSI LAHAN TEBU MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNIT KEBUN TANDEM SKRIPSI ALIH FUNGSI LAHAN TEBU MENJADI LAHAN KELAPA SAWIT DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II UNIT KEBUN TANDEM SKRIPSI OLEH: RIZLIANI APRIANITA HSB 060304019 AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN EKONOMI AGRIBISNIS NANAS (Kasus : Kecamatan Sipahutar, Kababupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara) Oleh : IRWAN PURMONO A14303081 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis Penelitian tentang analisis kelayakan yang akan dilakukan bertujuan melihat dapat tidaknya suatu usaha (biasanya merupakan proyek atau usaha investasi)

Lebih terperinci

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO. Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: Lovitna Novia Puspitasari NRP:

LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO. Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: Lovitna Novia Puspitasari NRP: LAPORAN KERJA PRAKTEK PT PG CANDI BARU SIDOARJO Diajukan oleh : Elizabeth Silvia Veronika NRP: 5203013008 Lovitna Novia Puspitasari NRP: 5203013045 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KATOLIK

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja

BAB I. Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menghadapi persaingan Internasional yang semakin tajam, maka Indonesia tidak dapat terus menerus mengandalkan diri dari pada tenaga kerja yang murah,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Tebu

II. TINJAUAN PUSTAKA Tebu II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku pembuatan gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan kumpulan teori yang digunakan dalam penelitian. Teori-teori ini berkaitan erat dengan permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan

BAB I PENDAHULUAN. beras, jagung dan umbi-umbian menjadikan gula sebagai salah satu bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan komoditi penting bagi masyarakat Indonesia bahkan bagi masyarakat dunia. Manfaat gula sebagai sumber kalori bagi masyarakat selain dari beras, jagung

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang

KERANGKA PEMIKIRAN. Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Pada bagian ini akan dijelaskan tentang konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian studi kelayakan usaha pupuk kompos pada Kelompok Tani

Lebih terperinci

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984

BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984 BAB II PABRIK GULA KWALA MADU (PGKM) SEBELUM TAHUN 1984 2.1 Latar Belakang Berdirinya PGKM Gula yang dalam hal ini adalah gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang perkebunan. Hal ini menjadikan subsektor perkebunan di

Lebih terperinci

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1

PENENTUAN RENDEMEN GULA TEBU SECARA CEPAT 1 2003 Purwono Posted 7 October, 2003 Science Philosophy (PPs 702) Graduate Program / S3 Institut Pertanian Bogor October 2003 Instructors: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Principal) Prof Dr Ir Zahrial Coto

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Proyek merupakan suatu kegiatan untuk membangun sistem yang belum ada. Sistem dibangun dahulu oleh proyek, kemudian dioperasionalkan

Lebih terperinci

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN

ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN ANALISIS MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN KEBERHASILAN UNIT USAHA KECIL TAHU SERASI BANDUNGAN (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang)

Lebih terperinci

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan alih fungsi lahan pertanian. Di satu pihak, pemerintah daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan alih fungsi lahan pertanian. Di satu pihak, pemerintah daerah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka Konflik kepentingan yang cukup dilematis dihadapi pemerintah dalam kaitannya dengan alih fungsi lahan pertanian. Di satu pihak, pemerintah daerah berkewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran

BAB I PENDAHULUAN. Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula pasir merupakan kebutuhan pokok strategis yang memegang peran penting di sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan dalam perekonomian nasional, yaitu sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula

PENDAHULUAN. unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula PENDAHULUAN Latar Belakang Gula pasir merupakan suatu komoditi strategis yang memiliki kedudukan unik yang berbeda dengan komoditi strategis lain seperti beras. Di satu sisi gula pasir merupakan salah

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI UBI KAYU (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor) ALFIAN NUR AMRI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI

HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI HUBUNGAN PENGUASAAN LAHAN SAWAH DENGAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kelompok Tani Harum IV Kelurahan Situmekar, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi) SKRIPSI OCTIASARI H34070084 DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Premium merupakan jenis bahan bakar minyak yang digunakan pada sektor transportasi, khususnya transportasi darat baik itu digunakan pada kendaraan pribadi maupun kendaraan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE REGRESI LINIER BERGANDA DALAM MENCARI FORMULASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU GULA TEBU

APLIKASI METODE REGRESI LINIER BERGANDA DALAM MENCARI FORMULASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU GULA TEBU APLIKASI METODE REGRESI LINIER BERGANDA DALAM MENCARI FORMULASI PERSEDIAAN BAHAN BAKU GULA TEBU (Saccharum officinarum L) (STUDI KASUS DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA XI (PERSERO) PABRIK GULA OLEAN SITUBONDO)

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Produksi adalah menciptakan, menghasilkan, dan membuat. Kegiatan produksi tidak akan dapat dilakukan kalau tidak ada bahan yang memungkinkan dilakukannya proses

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN PADI BEBAS PESTISIDA KIMIA (Studi Kasus di Lumbung Tani Sehat Ciburuy, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh : NIRWAN NURDIANSYAH F14103040 2008 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR. Afnita Widya Sari A ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN BUNGA POTONG KRISAN LOKA FARM KECAMATAN CISARUA KABUPATEN BOGOR Afnita Widya Sari A14105504 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A

Oleh : Apollonaris Ratu Daton A ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur ) Oleh : Apollonaris Ratu

Lebih terperinci

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F

ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT. Oleh: VIDY HARYANTI F ANALISA SISTEM PEMANENAN TEBU (Saccharum officinarum L.) YANG OPTIMAL DI PG. JATITUJUH, MAJALENGKA, JAWA BARAT Oleh: VIDY HARYANTI F14104067 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA

POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA POTENSI PASAR BANK YANG BERBASIS AGRIBISNIS BAGI PENGEMBANGAN PT. BANK BUKOPIN, TBK CABANG KARAWANG DI WILAYAH KABUPATEN PURWAKARTA SKRIPSI EMMY WARDHANI A14102528 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Penentuan Narasumber IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di peternakan milik Bapak Sarno yang bertempat di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA IKAN HIAS AIR TAWAR PADA ARIFIN FISH FARM, DESA CILUAR, KECAMATAN BOGOR UTARA, KOTA BOGOR SKRIPSI OOM ROHMAWATI H34076115 DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL Kelayakan aspek finansial merupakan analisis yang mengkaji kelayakan dari sisi keuangan suatu usaha. Aspek ini sangat diperlukan untuk mengetahui apakah usaha budidaya nilam

Lebih terperinci

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864

PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864 PENENTUAN DOSIS PEMUPUKAN KOMPOS BLOTONG PADA TEBU LAHAN KERING (Saccharum officinarum L.) VARIETAS PS 862 dan PS 864 Oleh: KARTIKA KIRANA SM A34103020 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun Produksi Impor

I. PENDAHULUAN. Tahun Produksi Impor I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia karena tergolong dalam kelompok bahan pokok untuk konsumsi seharihari. Pada tahun 2010, total konsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual III. METODE PENELITIAN Nilai tambah yang tinggi yang diperoleh melalui pengolahan cokelat menjadi berbagai produk cokelat, seperti cokelat batangan merupakan suatu peluang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah menimbulkan berbagai dampak yang serius. Dampak yang timbul akibat krisis ekonomi di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan Organisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. pertanian. Tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau bergerak di bidang pertanian. Tidak dapat dipungkiri

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Dian Layer Farm yang terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikirian Teoritis 3.1.1 Studi Kelayakan Proyek Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi)

Lebih terperinci

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga

RINGKASAN. masyarakat dalam berkesehatan. Instansi ini berfungsi sebagai lembaga RINGKASAN EJEN MUHAMADJEN. Analisis Kelayakan Usaha Rumah Jamu di Taman Sringanis, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dibimbing oleh Ir. Netty Tinaprilla,MM Taman Sringanis merupakan wujud kepedulian terhadap

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci