BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia didasari bahwa keamanan suatu Negara merupakan syarat utama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia didasari bahwa keamanan suatu Negara merupakan syarat utama"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia didasari bahwa keamanan suatu Negara merupakan syarat utama masyarakat madani yang adil dan makmur, sehingga keberadaan Kepolisan Negara Republik Indonesia sebagai alat Negara untuk melakukan pemeliharaan keamanan Negara melalui upaya penyelenggaraan Kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu dalam undang-undang ini pula tegas disebutkan adanya pemisahan kelembagaan antara Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia karena kedua lembaga tersebut memiliki peran dan fungsi masing-masing yang berbeda antara yang satu dengan yang lain. 1 Salah satu peran polisi adalah sebagai penyidik dalam suatu perkara. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang berbunyi, penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. 2 1 Dasar Menimbang huruf a, b, dan c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168). 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209).

2 2 Polisi Negara Republik Indonesia khususnya selaku penyidik dalam melaksanakan peran dan fungsinya tentu saja tidak cukup hanya dengan tanda pengenal dan seragam Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai keabsahan dalam melaksanakan peran dan fungsinya, melainkan melaksanakannya harus berdasarkan norma hukum, norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu, keberadaan polisi Negara Republik Indonesia menjadi sangat penting dalam memberikan pelayanan dan kemanan terhadap masyarakat. Membahas mengenai peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia tentu saja berkaitan dengan asas-asas yang harus dijunjung tinggi oleh anggota Polisi yaitu terdiri dari: 1. Asas legalitas; 2. Asas kewajiban; 3. Asas partisipasi; 4. Asas preventif; 5. Asas subsidiaritas; 6. Asas larangan penyalahgunaan wewenang; 7. Asas larangan bertindak sewenang-wenang; 8. Asas kepastian hukum; 9. Asas kepercayaan; 10. Asas persamaan; 11. Asas proporsionalitas; 12. Asas profesionalitas; 13. Asas kehati-hatian; 14. Asas pertimbangan yang layak; 15. Asas keterbukaan; 16. Asas kepentingan umum; 17. Asas akuntabilitas; 18. Asas tertib penyelenggaraan Negara; 19. Asas kebebasan menilai untuk bertindak atau diskresi (freisermersen). 3 3 Sadjijono, 2008, Mengenal Hukum Kepolisian Perspektif Kedudukan dan Hubungannya dalam Hukum Administrasi, LAKSBANG MEDIATAMA, Surabaya, hlm

3 3 Salah satu asas yaitu asas kebebasan untuk bertindak atau diskresi (freisermersen) dipertegas dengan yang disebutkan dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 4 yang menyatakan bahwa, untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Menurut penjelasannya, yang dimaksud dengan bertindak menurut penilaiannya sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum. Kepentingan umum adalah kepentingan masyarakat yang harus didahulukan. 5 Kepentingan umum merupakan kepentingan yang harus didahulukan dibandingkan dengan kepentingan pribadi. Salah satu kepentingan umum yang harus diperhatikan oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah lalu lintas. Hal ini dikarenakan dewasa ini, tingkat kebutuhan manusia akan kendaraan semakin tinggi karena tingkat mobilitas yang semakin tinggi pula. Khususnya di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dimana pengendara kendaraan begitu banyak, mengingat Kota Yogyakarta cukup padat oleh banyaknya pengguna jalan raya. Dengan banyaknya pengguna jalan raya maka semakin tinggi pula jumlah kendaraan yang ada di Kota Yogyakarta. Sayangnya, pertambahan kendaraan ini tidak didukung dengan adanya perluasan jalan sehingga sempitnya jalan sering menimbulkan kepadatan arus lalu lintas. Dengan demikian semakin menambah kompleksitas permasalahan yang ada di jalan raya terutama masalah kecelakaan lalu lintas yang dapat menimbulkan korban. 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168). 5 Hasan Alwi,,et all, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 851.

4 4 Kecelakaan lalu lintas ini bisa terjadi antara kendaraan bermotor roda dua, kendaraan bermotor roda empat, truk, bus, sepeda dan lain-lain seperti misalnya andong, becak, gerobak, dan pejalan kaki. Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas ini juga dikarenakan semakin banyaknya kendaraan yang semakin bervariasi jenisnya. Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu kejadian yang sangat dihindari oleh setiap pengendara karena dapat menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil serta dapat menimbukan korban jiwa. Keadaan ini harusnya menjadi perhatian oleh Pemerintah agar dapat memberikan kebijakan yang lebih baik untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas. Semakin hari semakin bertambah pula orang yang memiliki kendaraan pribadi baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Selain itu, adanya kecenderungan masyarakat yang enggan untuk menggunakan kendaraan umum karena dirasa tidak aman dan nyaman. Hal ini yang dapat memicu banyaknya kecelakaan lalu lintas yang tidak dapat dihindarkan. Mulai dari kecelakaan yang menimbulkan luka ringan hingga meninggal dunia. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas salah satunya adalah kualitas dan usia dari pengendara kendaraan tersebut, apakah pengendara tersebut sudah mampu mengontrol emosinya dalam mengendarai kendaraan karena dalam berkendara membutuhkan tingkat kedewasaan yang tinggi. Perkara kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena unsur kelalaian (kealpaan) sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 6 Dalam undang-undang ini pula jenis kecelakaan dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu, kecelakaan kriteria ringan, kecelakaan kriteria sedang, dan 6 Pasal 310 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025).

5 5 kecelakaan kriteria berat sampai kehilangan nyawa. 7 Kesemua kriteria ini tentu menimbulkan pertanggungjawaban yang berbeda bagi pelakunya karena akibat dari perbuatannya pun berbeda pula. Banyak kasus kecelakaan lalu lintas terutama kecelakaan dengan kriteria sedang dan berat yang terkadang diselesaikan di Pengadilan. Apabila kasus ini diselesaikan hingga ke Pengadilan tentu harapannya kepentingan pelaku dan korban dapat terpenuhi sesuai dengan tujuan hukum yaitu keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. Namun, terkadang proses berperkara di Pengadilan hanya menitikberatkan pada kepentingan pelaku dan jarang memperhatikan kepentingan korban. Sehingga untuk kecelakaan lalu lintas dapat pula diselesaikan di luar Pengadilan. Dimana hal ini dirasa lebih mampu untuk memperhatikan kepentingan kedua belah pihak. Dalam hukum pidana, dalam menyikapi suatu kejahatan yang dianggap dapat direstorasi kembali, di kenal suatu paradigma penghukuman yang disebut keadilan restoratif, dimana pelaku didorong untuk memperbaiki kerugian yang telah ditimbulkannya kepada korban, keluarganya, dan juga masyarakat. Untuk itu, program utamanya adalah a meeting place for people guna menemukan solusi perbaikan hubungan dan kerusakan akibat kejahatan (peace). 8 Menurut Tony F. Marshall yang dikutip dalam Joana Shapland, restorative justice adalah : Restorative Justice is a process whereby parties with a stake in a specific offence collectively resolve how to deal with the aftermath of the offence and its implications for the future. 9 7 Ibid, Pasal Kuat Puji Prayitno, Restorative Justice untuk Peradilan di Indonesia dalam Penelitian yang dibiayai oleh DIPA UNDIP No / /XIII/2009 tanggal 18 Maret 2009 dan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Penelitian Program Doktor No. 124B/H7.2/KP/2009 tanggal 18 Maret 2009, Universitas Negeri Jenderal Soedirman, hlm Joana Shapland, Restorative Justice And Prisons, Presentation to the Commission on English Prisons Today, 7 November 2008, hlm. 1.

6 6 Sesuai dengan penjelasan tersebut diatas bahwa konsep keadilan restoratif merupakan suatu proses yang melibatkan semua pihak yang terlibat dalam suatu tindak pidana turut serta dalam memecahkan masalah tersebut dan implikasinya di masa yang akan datang. Hal ini jelas bahwa bukan hanya pihak pelaku yang harus diperhatikan melainkan segala pihak yang terlibat juga harus dilibatkan dalam menyelesaikan kasus tersebut. Sebagai salah satu sarana untuk menyelesaikan konflik khususnya dalam perkara kecelakaan lalu lintas, keadilan restoratif dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara tanpa harus melalui jalur Pengadilan. Namun menurut penulis hal ini dirasa masih sangat sulit untuk di terapkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keadilan restoratif hanya ada pada sistem peradilan anak bukan perkara kecelakaan lalu lintas, selain itu kultur masyarakat yang selalu merasa dirinya paling benar dan merasa kepentingannya terusik dengan adanya perkara kecelakaan lalu lintas tersebut menyebabkan masih ada masyarakat yang enggan untuk menyelesaikan perkara kecelakaan lalu lintas dengan konsep keadilan restoratif. Keadilan restoratif ini merupakan konsep yang dapat diterapkan oleh setiap aparat penegak hukum yang memiliki kewenangan tersebut. Salah satu aparat penegak hukum yang dapat menerapkan konsep ini adalah penyidik. Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 4 Keputusan Kapolri Nomor Polisi: KEP/32/VII/2003 yang berbunyi: Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas menegakan hukum wajib memelihara perilaku terpercaya dengan : a. Menyatakan yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah; b. Tidak memihak; c. Tidak melakukan pertemuan di luar ruang pemeriksaan dengan pihak-pihak yang terkait dengan perkara; d. Tidak mempublikasikan nama terang tersangka dan saksi; e. Tidak mempublikasikan tatacara, taktik dan teknik penyidikan;

7 7 f. Tidak menimbulkan penderitaan akibat penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan dan ketergantungan pada pihakpihak yang terkait dengan perkara; g. Menunjukkan penghargaan terhadap semua benda-benda yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian perkara; h. Menunjukkan penghargaan dan kerja sama dengan sesama pejabat Negara dalam sistem peradilan pidana; i. Dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya. 10 Dalam perkara kecelakaan lalu lintas, penyidik harus dapat menentukan manakah pihak yang menjadi pelaku dan korban tanpa memihak. Penyidik dalam hal ini juga dapat ikut membantu para pihak untuk menyelesaikan perkara ini. Kewenangan ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 16 ayat 1 huruf I Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia 11 menyebutkan, bahwa wewenang Kepolisian untuk mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab memiliki hubungan yang signifikan dengan diskresi kepolisian, karena tindakan diskresi tidak memiliki rumusan yang jelas dan tegas dan dijalankan berdasarkan wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang dimana tindakan tersebut harus mampu dipertanggungjawabkan secara hukum. Tindakan diskresi oleh anggota polisi ini dapat dilakukan dengan syarat: 1. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; 2. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; 3. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya; 4. Pertimbangan yang layak berdasar keadaan yang memaksa; dan 5. Menghormati hak asasi manusia (HAM) 12 Sebagai pelindung masyarakat, penyidik dalam perkara kecelakaan lalu lintas memiliki peran yang penting karena hal ini berkaitan dengan keberanian anggota penyidik 10 Keputusan Kapolri Nomor Polisi: KEP/32/VII/ Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168). 12 Sadjijono, 2008, POLRI dalam Perkembangan Hukum Indonesia, LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, hlm 93.

8 8 melaksanakan asas diskresi untuk menyelesaikan perkara tersebut menggunakan konsep keadilan restoratif. Apabila suatu perkara kecelakaan diselesaikan menggunakan tersebut berarti perkara tersebut diselesaikan secara musyawarah yang melibatkan pelaku, korban, keluarga masing-masing pihak serta wakil dari masayarakat. Dalam pelaksanaannya anggota penyidik juga ikut dalam musyawarah tersebut. Hal ini dilaksanakan untuk menemukan jalan keluar yang disepakati bersama oleh para pihak. Lantas bagaimanakah peran penyidik dalam menerapkan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan yang sekarang marak terjadi di Indonesia, khususnya di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Apakah penyidik tersebut menjadi pihak ketiga bagi para pihak dalam menyelesaikan perkara kecelakaan lalu lintas yang menggunakan konsep keadilan restoratif? Apakah penyidik menjadi pendamping para pihak yang sedang menyelesaikan perkara kecelakaan lalu lintas menggunakan konsep keadilan restoratif? Apakah penyidik yang berhak menyelesaikan dan memutuskan bagaimana perkara kecelakaan lalu lintas tersebut diselesaikan menggunakan konsep keadilan restoratif? Atau bahkan penyidik hanya memiliki peran yang sedikit dalam menyelesaikan perkara kecelakaan lalu lintas tersebut. Berdasarkan dari pertanyaan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna penulisan hukum yang berjudul PERAN PENYIDIK DALAM PENERAPAN KONSEP KEADILAN RESTORATIF PADA PERKARA KECELAKAAN LALU LINTAS DI KOTA YOGYAKARTA. B. Rumusan Masalah

9 9 Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas tersebut, maka penulis perlu untuk merumuskan permasalahan yang dibahas dalam penulisan hukum ini. Masalah yang dibahas dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah peran penyidik dalam penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas di Kota Yogyakarta? 2. Apakah yang menjadi hambatan bagi penyidik dalam melaksanakan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas di Kota Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh penulis ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif yaitu sebagai berikut: a. Tujuan Subjektif 1. Penelitian ini bertujuan untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terutama mengenai teori-teori yang diperoleh oleh Penulis selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data tentang objek yang diteliti sekaligus guna memenuhi persyaratan dalam menempuh mata kuliah Penulisan Hukum untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 3. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menyusun Penulisan Hukum yang lebih baik dengan berpikir secara ilmiah dan logis sehingga penelitian ini dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu hukum.

10 10 b. Tujuan Objektif 1. Untuk mengetahui gambaran yang sebenarnya mengenai peran penyidik dalam penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas khususnya di Kota Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi oleh penyidik dalam melaksanakan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas khususnya di Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penulisan hukum yang telah diketahui, maka manfaat penulisan hukum antara lain: 1. Bagi Penulis Penelitian yang dilakukan akan memiliki manfaat bagi penulis sendiri, yaitu menambah pengetahuan khususnya penulis terutama dalam bidang hukum pidana terkait dengan peran penyidik dalam penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas di Kota Yogyakarta. 2. Bagi Ilmu Pengetahuan Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran yang bermanfaat dalam perkembangan hukum secara umum dan khususnya bagi pelaksanaan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas khususnya di Kota Yogyakarta. 3. Bagi Masyarakat

11 11 Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat bagi masyarakat untuk dapat lebih mengetahui mengenai peran penyidik dalam penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas di Kota Yogyakarta, sehingga dapat pula memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai konsep keadilan restoratif dalam suatu perkara kecelakaan lalu lintas. 4. Bagi Aparat Penegak Hukum Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi aparat penegak hukum dalam membuat kebijakan selanjutnya khususnya di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam rangka mengatur dan memberdayakan penyidik agar dapat membuat hidup masyarakatnya sejahtera dan makmur. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan sepengetahuan penulis, penulisan dengan tema dan latar belakang konsep keadilan restoratif telah ada 3 (tiga) judul yang yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Pertama penulisan hukum yang dibuat oleh Mohamad Yogi Hidayat pada tahun 2012 dengan judul PELAKSANAAN RESTORATIVE JUSTICE DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA. 13 Dalam penelitian tersebut rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 13 Penulisan Hukum Mohamad Yogi Hidayat dengan judul Pelaksanaan Restorative Justice Dalam Proses Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Program Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012, hlm 9 dan 89.

12 12 1. Apakah yang menjadi ide dasar penggunaan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia? 2. Hambatan yuridis apakah yang mempengaruhi penggunaan restorative justice dalam sistem peradilan pidana anak di Indonesia? Kesimpulan: 1. Ide dasar penggunaan keadilan restoratif adalah anak melakukan tindak pidana bukan karena kehendak sendiri, pemidanaan anak menimbulkan stigma negatif, pengaturan perundang-undangan yang ada kurang melindungi hak-hak anak, proses pidana yang harus dilalui anak yang berkonflik dengan hukum panjang dan lama, dan konsep keadilan restoratif (restorative justice) dapat melibatkan pihak lain. 2. Hambatan yuridis yang menghambat pelaksanaan keadilan restoratif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia adalah undang-undang yang ada sekarang belum melindungi hak-hak anak, belum ada payung hukum untuk menerapkan konsep keadilan restoratif dan penggunaan diskresi oleh penyidik dipandang sebagai penyimpangan. Perbedaan penulisan hukum yang pertama ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah bahwa penulisan yang dibuat oleh Mohamad Yogi Hidayat menitikberatkan pada ide dasar penggunaan restorative justice dalam sistem peradilan anak di Indonesia beserta hambatan yuridis yang mempengaruhi penggunaan restorative justice tersebut. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis menitikberatkan kepada peran penyidik dalam penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas beserta dengan kendala yang menghambat pelaksanaan peran penyidik dalam melaksanakan konsep keadilan restoratif tersebut.

13 13 Penulisan hukum yang kedua dibuat oleh Fani Phisca Purbayani pada tahun 2012 dengan judul PERAN APARAT PENEGAK HUKUM DALAM PENERAPAN KONSEP RESTORATIVE JUSTICE PADA PERKARA PIDANA ANAK DI KABUPATEN PURBALINGGA DAN KOTA YOGYAKARTA. 14 Dalam penelitian tersebut rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana penerapan konsep restorative justice dalam proses penegakan hukum pada perkara pidana anak di Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta? 2. Apakah yang menjadi hambatan aparat penegak hukum dalam menerapkan konsep restorative justice pada perkara pidana anak di Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta? Kesimpulan: 1. Peran aparat penegak hukum dalam menerapkan konsep restorative justice pada perkara pidana anak. a. Kabupaten Purbalingga Aparat penegak hukum di Kabupaten Purbalingga dalam hal ini Hakim dan Jaksa belum dapat menerapkan konsep restorative justice dalam penyelesaian perkara pidana anak. Jaksa dan Hakim dalam menyelesaikan perkara pidana anak masih mendasarkan diri pada aturan hukum yang berlaku (legalistic formal). Jaksa dan Hakim yang menerima perkara pidana anak cenderung menyelesaikan perkara pidana melalui jalur formal hukum pidana. Sebaliknya penyidik polri di Kepolisian Resor Purbalingga telah menerapkan konsep restorative justice pada 14 Penulisan Hukum Fani Phisca Purbayani dengan judul Peran Aparat Penegak Hukum Dalam Penerapan Konsep Restorative Justice Pada Perkara Pidana Anak Di Kabupaten Purbalingga Dan Kota Yogyakarta, Program Sarjana, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012, hlm 8 dan

14 14 perkara pidana anak yang terjadi di wilayah Purbalingga melalui kewenangan diskresi yang dimilikinya. Penyelesaian perkara pidana anak melalui konsep restorative justice hanya dilakukan 1 (satu) kali pada 1 (satu) perkara pidana anak dari 14 (empat belas) perkara pidana anak yang ditangani penyidik Polres Purbalingga. Penerapan konsep restorative justice tersebut dilakukan atas inisiatif dari pihak korban, namun meski begitu penyidik telah berperan dengan menjadi fasilitator pelaksanaan konsep restorative justice. Sejauh ini hanyalah pihak Kepolisian selaku penyidik yang benar-benar telah menerapkan konsep restorative justice murni, artinya telah mengusahakan menghindarkan proses peradilan pidana formal kepada anak pelaku tindak pidana, meskipun tentu hal tersebut tidak diterapkan pada setiap perkara pidana anak, namun setidaknya penyidik Polri di Kepolisian Resor Purbalingga telah mengusahakan dilaksanakannya konsep restorative justice. b. Kota Yogyakarta Aparat penegak hukum dari pihak penyidik anak di Kepolisian Resor Kota Yogyakarta dan Jaksa anak pada Kejaksaan Negeri Yogyakarta sama sekali belum dapat berperan dalam menerapkan konsep restorative justice pada perkara pidana anak yang ditanganinya. Sedangkan pihak aparat di Pengadilan Negeri Yogyakarta yakni Hakim-Hakim anak, meskipun belum dapat turut berperan menerapkan konsep restorative justice dalam bentuk diversi pada perkara pidana anak di wilayah Kota Yogyakarta, namun telah mengupayakan terwujudnya pemulihan sebagai nilai dasar konsep restorative justice dalam menjatuhkan sanksi tindakan terhadap anak pelaku tindak pidana. Hakim pada

15 15 Pengadilan Negeri Yogyakarta setidaknya telah menunjukkan adanya kepedulian dan perhatian terhadap kepentingan anak. 2. Hambatan aparat penegak hukum dalam menerapkan konsep restorative justice pada perkara pidana anak di Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta. Hambatan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam penerapan konsep restorative justice pada perkara pidana anak di Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta hampir sama, yakni ketiadaan payung hukum. Ketiadaan payung hukum dalam penerapan konsep restorative justice adalah kendala terbesar yang dihadapi oleh aparat penegak hukum, selain kendala-kendala lainnya. Ketiadaan payung hukum telah membuat aparat terutama pihak Kejaksaan dan Pengadilan tidak memiliki pilihan lain selain menerapkan sistem peradilan pidana untuk menyelesaikan perkara pidana yang dilakukan oleh anak. Kesulitan lain yang dihadapi oleh Jaksa Penuntut Umum dan Hakim anak dalam mengusahakan terwujudnya pemulihan sebagai nilai dasar konsep restorative justice dalam bentuk penuntutan atau penjatuhan pidana yang tidak bersifat punitif adalah perbuatan pelaku pidana anak yang dinilai sudah menyebabkan kerugian besar pada masyarakat, pelaku anak telah melakukan pengulangan perbuatan pidana dan aspek keadilan korban. Alasan-alasan tersebut membuat Jaksa dan Hakim kemudian merasa hukuman yang berupa tindakan saja tidak cukup diberikan kepada pelaku tindak pidana anak. Perbedaan penulisan hukum yang kedua ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah bahwa penulisan yang dibuat oleh Fani Phisca Purbayani menitikberatkan pada penerapan konsep restorative justice dalam proses penegakan hukum pada perkara

16 16 anak di Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta beserta hambatan bagi aparat penegak hukum dalam menerapkan konsep restorative justice pada perkara anak di Kabupaten Purbalingga dan Kota Yogyakarta tersebut. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis menitikberatkan kepada peran penyidik dalam penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas beserta dengan kendala yang menghambat pelaksanaan peran penyidik dalam melaksanakan konsep keadilan restoratif tersebut. Ketiga yaitu tesis yang ditulis oleh Zahru Arqom pada tahun 2011 yang berjudul PELAKSANAAN PENEGAKAN HUKUM TERHADAP DELINKUEN ANAK DALAM PERKARA ANAK NAKAL BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR: 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DI KOTA YOGYAKARTA DAN PENGEMBANGAN KONSEP KEADILAN RESTORATIF DENGAN CARA DIVERSI DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENGADILAN ANAK DI INDONESIA. 15 Dalam penelitian tersebut rumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana penegakan hukum bagi delinkuen anak dalam Perkara Anak Nakal berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di Kota Yogyakarta? 2. Apakah dalam Putusan Perkara Anak Nakal Tahun 2010 di Kota Yogyakarta pendekatan keadilan restoratif bagi delinkuen anak dapat tercermin? 15 Tesis Zahru Arqom dengan judul Pelaksanaan Penegakan Hukum Terhadap Delinkuen Anak Dalam Perkara Anak Nakal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Di Kota Yogyakarta Dan Pengembangan Keadilan Restoratif Dengan Cara Diversi Dalam Rancangan Undang-Undang Pengadilan Anak Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011, hlm 23 dan

17 17 3. Bagaimanakah penerapan konsep keadilan restoratif dengan cara diversi menurut Rancangan Undang-Undang Pengadilan Pidana Anak? Kesimpulan: 1. Keadilan Restoratif Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak a. Bahwa Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak telah memberikan upaya konkret tentang perlindungan terhadap pelaku tindak pidana yang masih berstatus sebagai anak meski masih bernuansa menganut model keadilan retributif (penal system). b. Perangkat Pengadilan pidana pun (hakim, penuntut umum dan penasihat hukum) tidak menggunakan toga atau seragam, melainkan dengan pakaian umum dan pantas saja. Ruang sidangnya pun khusus dan tidak menonjolkan kelengkapan persidangan misalnya meja hijau besar, kursi besar, ketukan palu, lambanglambang atau bendera. Kesemuanya agar tidak menimbulkan dampak traumatik bagi si anak. c. BAPAS selaku lembaga konseling akan meneliti latar belakang anak dan memantau perkembangannya. Dalam penjatuhan hukuman pun, BAPAS akan memberikan laporan secara tertulis yang berisi pula rekomendasi kepada Hakim tentang bentuk hukuman yang tepat bagi terdakwa. d. Konsep diversi dan diskresi hanya bagi anak yang belum berumur 8 tahun dan putusan berupa tindakan dibatasi untuk anak berumur 12 tahun. Selebihnya diversi dan diskresi belum memiliki payung hukum sehingga keadilan restoratif yang

18 18 mengedepankan perlindungan dan rehabilitasi tetap masuk dalam jalur peradilan pidana (penal system) berada pada kebijakan hakim untuk menentukannya. e. Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak masih sangat sedikit dan terbatas apabila dibandingkan dengan jumlah anak yang berhadapan dengan hukum dan belum memiliki struktur dan infrasuktur (sistem dan fasilitas) yang memadai. f. Hambatan dalam pelaksanaan perlindungan anak adalah faktor sumber daya manusia dan infrastuktur sebagai sarana pendukungnya yang amat minim. Sejak proses penyidikan Polri belum memiliki divisi khusus yang bertugas menangani permasalahan hukum yang subjeknya adalah anak, selebihnya Jaksa Penuntut Umum khusus anak juga belum secara struktural dibentuk oleh kejaksaan dan seringnya mengajukan tuntutan pidana penjara padahal terdapat opsi pidana tindakan. g. Bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, baik karena pengaruh berbagai instrumen hukum internasional, hukum nasional (hukum positif), pengaruh perkembangan metode dalam meujudkan prinsip keadilan, maupun karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala implikasinya dalam kehidupan anak yang dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan jiwa raga anak sehingga perlu untuk direvisi. 2. Praktik Penegakan Hukum Dalam Perkara Anak Nakal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di Kota Yogyakarta a. Berdasarkan hasil penelitian maka keadilan restoratif yang menekankan pada pemulihkan kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan oleh perbuatan pidana

19 19 dengan melibatkan korban dan pelaku beserta keluarga masing-masing, ditambah wakil masyarakat yang diharapkan dapat mewakili lingkungan dimana tindak pidana dilakukan dengan pelaku anak tersebut sama sekali tidak tercipta. b. Harapan untuk menghasilkan putusan yang tidak bersifat punitif, namun tetap mengedepankan kepentingan dan tanggung jawab dari anak pelaku tindak pidana, korban dan masyarakat tidak tercapai. Satu dan lain bahwa pendekatan proses peradilan pidana yang merupakan pendekatan keadilan model retributif akan berujung pada putusan yang bersifat punitif. c. Bahwa dalam penyelesaian perkara anak nakal di Kota Yogyakarta berdasarkan hukum positif Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak meskipun membuka peluang untuk menjatuhkan putusan non punitif berupa tindakan sebagai implementasi keadilan restoratif namun dalam praktiknya ternyata tidak terlaksana. Artinya Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak tidak menjamin pelaksanaan atau terciptanya keadilan restoratif sebagai suatu bentuk perlindungan kepentingan dan masa depan anak yang berkonflik dengan hukum. d. Bahwa pembentukan hukum peradilan anak yang baru yang berorientasi pada perlindungan dan rehabilitasi anak yang berkonflik dengan hukum dengan mengedepankan keadilan restoratif menjadi sangat urgen dan mendesak. Masa depan anak-anak kita harus segera diselamatkan dan hal ini adalah tanggungjawab segenap komponen bangsa. 3. Keadilan Restoratif Dalam Rancangan Undang-Undang Pengadilan Pidana Anak

20 20 a. Dalam Rancangan Undang-Undang Pengadilan Pidana Anak ini telah disebutkan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, baik karena pengaruh berbagai instrumen hukum internasional, hukum nasional (hukum positif), pengaruh perkembangan metode dalam mewujudkan prinsip keadilan, maupun karena pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan segala implikasinya dalam kehidupan anak yang dapat mempengaruhi perkembangan pertumbuhan jiwa raga anak. b. Bahwa Rancangan Undang-Undang Pengadilan Pidana Anak telah mengadopsi prinsip The Beijing Rules yang dahulunya belum ada dan/atau belum lengkap dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yakni ketentuan tentang Diversi dan hak-hak delinkuen anak. c. Rancangan Undang-Uundang Pengadilan Pidana Anak telah mengubah landasan filosofi pengadilan anak menjadi ke arah perlindungan dan rehabilitasi; d. Rancangan Undang-Undang Pengadilan Pidana Anak telah memperhatikan ketentuan hukum yang telah ada dan berlaku sebelumnya seperti Undang- Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta Ratifikasi Konvensi Hak Anak (Keppres Nomor 36 Tahun 1990). Perbedaan penulisan hukum yang ketiga ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah bahwa penulisan yang dibuat oleh Zahru Arqom menitikberatkan pada penegakan hukum bagi delinkuen anak dalam Perkara Anak Nakal berdasarkan Undang- Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak di Kota Yogyakarta, selain itu

21 21 pula membahas mengenai Putusan Perkara Anak Nakal Tahun 2010 di Kota Yogyakarta melalui pendekatan keadilan restoratif bagi delinkuen anak, dan membahas penerapan konsep keadilan restoratif dengan menggunakan cara diversi menurut Rancangan Undang-Undang Pengadilan Pidana Anak. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis menitikberatkan kepada penyidik dalam penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas beserta dengan kendala yang menghambat pelaksanaan peran penyidik dalam melaksanakan konsep keadilan restoratif tersebut. Perlu diingat bahwa dengan tema pokok yang sama yaitu tentang penerapan konsep keadilan restoratif, tidaklah menjadi karya ilmiah yang ditulis belakangan menjadi semacam plagiasi dari yang telah dibuat sebelumnya. Jika ternyata ada suatu penelitian lainnya yang sama dan yang telah dilakukan sebelum adanya penelitian ini, maka tanpa suatu itikad buruk, penulis berharap penelitian dan penulisan hukum yang penulis lakukan dapat menjadi pelengkap bagi karya ilmiah tersebut. Dengan tidak ditemukannya penulisan hukum lain yang sama dengan yang penulis lakukan, maka penulis menyatakan bahwa karya ilmiah ini adalah asli. F. Sistematika Penulisan Penulisan Hukum ini disusun dalam rangkaian bab yang terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I terdiri dari Pendahuluan, bab ini terdiri dari 6 (enam) sub bab, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian dan sistematika penulisan hukum.

22 22 Bab II berisi Tinjauan Pustaka mengenai hukum kepolisian dan penegakan hukum pidana serta tinjauan mengenai konsep keadilan restoratif dan kecelakaan lalu linta. Bab ini terdiri dari 6 (enam) sub bab yaitu teori hukum kepolisian, teori sistem peradilan pidana, sistem penegakan hukum, konsep keadilan restoratif, tinjauan umum tentang kecelakaan lalu lintas dan keamanan dan keselamatan lalu lintas dalam persfektif Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Bab III berisi Metode Penelitian yang terdiri dari 4 (empat) bab yang terdiri dari sifat penelitian, jenis penelitian, alat penelitian serta analisis data. Bab IV berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan mengenai peran penyidik pada penerapan konsep keadilan restoratif pada perkara kecelakaan lalu lintas di Kota Yogyakarta serta hambatan-hambatannya. Bab V berisi Penutup, bab ini terdiri dari 2 (dua) sub bab, yaitu kesimpulan dan saran.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tertib dalam berlalu

I. PENDAHULUAN. ini dibutuhkan agar masyarakat memiliki kesadaran agar tertib dalam berlalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan berlalu lintas Masyarakat Indonesia telah memiliki suatu ketentuan hukum yang mengatur mengenai lalu lintas dan angkutan jalan. Ketentuan hukum ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Disusun oleh : Hadi Mustafa NPM : 11100008 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan;

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun yang menjadi tujuan upaya diversi adalah : 6. a. untuk menghindari anak dari penahanan; BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Uraian Teori 2.1.1.Diversi Diversi adalah pengalihan penanganan kasus-kasus anak yang diduga telah melakukan tindak pidana dari proses formal dengan atau tanpa syarat. Pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. (On-line),  (29 Oktober 2016). 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengaruh era globalisasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara di masa kini tidak dapat terelakkan dan sudah dirasakan akibatnya, hampir di semua negara,

Lebih terperinci

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA Oleh : ABSTRACT Diskresi represent the kewenangan free from the Police [of] Republic Of Indonesia to determine the stages;steps in course of crime. Diskresi

Lebih terperinci

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA

KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA KONSEP DISKRESI KEPOLISIAN DALAM PROSES PIDANA Oleh : ABSTRACT Diskresi represent the kewenangan free from the Police [of] Republic Of Indonesia to determine the stages;steps in course of crime. Diskresi

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakteristik anak yang sedang dalam pertumbuhan atau mengalami proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri tanpa perlindungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, karena anak mempunyai peran yang sangat penting untuk memimpin dan memajukan bangsa. Peran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hampir setiap hari surat kabar maupun media lainnya memberitakan tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas selalu menjadi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang menganut paham nomokrasi atau negara hukum, yaitu paham yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi sekaligus menempatkan

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri Anak. Untuk melakukan

II.TINJAUAN PUSTAKA. sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri Anak. Untuk melakukan 15 II.TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Diversi dan Restorative Justice 1. Pengertian Diversi Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan criminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya

BAB I PENDAHULUAN. dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara mempunyai aparat kepolisian yang berbeda-beda dengan kepolisian negara lainnya, namun secara universal terdapat adanya hal-hal yang sama dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak mempunyai permasalahan atau berhadapan dengan hukum berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial sesuai dengan apa yang termuat

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI RUU Pengadilan Pidana Anak: Suatu Telaah Ringkas Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI Anak perlu perlindungan khusus karena Kebelum dewasaan anak baik secara jasmani

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang- BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar 1945 amandemen keempat, khususnya Pasal 28 B ayat (2) berisi ketentuan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lalu lintas mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh negara-negara yang telah maju dan juga oleh Negaranegara yang sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang

BAB I PENDAHULUAN. keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan pancasila dan Undang Undang

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TINJAUAN HUKUM TERHADAP SANTUNAN BAGI KELUARGA KORBAN MENINGGAL ATAU LUKA AKIBAT KECELAKAAN LALU LINTAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 ABD. WAHID / D 101 10 633 ABSTRAK Perkembangan ilmu dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan pembinaan,sehingga anak tersebut bisa tumbuh menjadi anak yang cerdas dan tanpa beban pikiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana. Bagaimanapun baiknya segala peraturan perundang-undangan yang siciptakan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Pidana Kekuasaan kehakiman merupakan badan yang menentukan dan kekuatan kaidahkaidah hukum positif dalam konkretisasi oleh hakim melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disebut dengan UU SPPA menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan arah bangsa di kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, maka di masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa pulau. Indonesia sebagai negara kepulauan memerlukan peran transportasi yang baik, berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan

Lebih terperinci

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016

MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016 MENYOROTI MARAKNYA PENGENDARA MOTOR DIBAWAH UMUR Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 13 Juni 2016; disetujui: 02 Agustus 2016 Sepeda motor sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap fasilitas-fasilitas umum dan timbulnya korban yang meninggal dunia. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecelakaan lalu lintas akhir-akhir ini sangat sering terjadi dan banyak menimbulkan kerugian. Akibat dari kecelakaan lalu lintas berupa kerusakan terhadap fasilitas-fasilitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan berpartisipasi

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis I. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS

PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DI LUAR PENGADILAN TERHADAP DUGAAN KEJAHATAN PASAL 359 KUHP DALAM PERKARA LALU LINTAS Setio Agus Samapto STMIK AMIKOM Yogyakarta Abstraksi Didalam kecelakaan lalu - lintas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) mengatur bahwa dalam beracara pidana, terdapat alat bukti yang sah yakni: keterangan Saksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati perkembangan tindak pidana yang dilakukan anak selama ini, baik dari kualitas maupun modus operandi, pelanggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Alat transportasi merupakan salah satu kebutuhan utama manusia untuk menunjang berbagai kegiatan sehari-hari. Alat transportasi dalam pengelompokannya dapat

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008 1 PENYANTUNAN BAGI KELUARGA MENINGGAL ATAU LUKA BERAT KECELAKAAN LALU LINTAS DALAM HUBUNGANNYA DENGAN PENGAMBILAN PUTUSAN HAKIM Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna

Lebih terperinci

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D 101 10 523 Abstrak Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

KEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

KEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEADILAN RESTORATIF DAN PEMENUHAN HAK ASASI BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM Lushiana Primasari* * ABSTRAK Hak anak merupakan hak yang melekat dalam diri seorang anak yang merupakan bagian dari hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin.

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemeriksaan oleh Ankum yang menangani pelanggaran disiplin. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidikan adalah merupakan kegiatan/proses yang dilakukan oleh penyidik kepada tersangka yang melakukan perbuatan pidana. Seseorang dapat dikatakan tersangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN Anak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan suatu bangsa. Anak memiliki peran yang signifikan sebagai penerus dan penerima tongkat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH 1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan selalu terjadi pada masyarakat pelakunya dapat orang dewasa, maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan Perlindungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kelangsungan hidup manusia dan merupakan kunci pokok keberlangsungan hidup bangsa dan negara. 1 Anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, dalam pelakasanaan pemerintahan dan dalam kehidupan masyarakat diatur oleh hukum. Hukum di Indonesia dimuat dalam bentuk konstitusi,

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab

Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika. (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Kurir Narkotika (Study Putusan No. 14/Pid.Sus Anak/2015/PN. Dps) Siti Zaenab Program Studi Ilmu Hukum-Universitas Narotama Surabaya Abstrak Maraknya peredaran narkotika

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.928, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial Anak. Hukum. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN REHABILITASI SOSIAL ANAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan terhadap saksi pada saat ini memang sangat mendesak untuk dapat diwujudkan di setiap jenjang pemeriksaan pada kasus-kasus yang dianggap memerlukan perhatian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini diakibatkan

Lebih terperinci

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA Munajah Dosen FH Uniska Banjarmasin email : doa.ulya@gmail.com ABSTRAK Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia ditandai dengan lahirnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Pidana Sebagaimana yang telah diuraikan oleh banyak pakar hukum mengenai hukum pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya

I. PENDAHULUAN. dirasakan tidak enak oleh yang dikenai oleh karena itu orang tidak henti hentinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang dibuat oleh penguasa untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang telah meratifikasi konvensi hak anak (United Nations Convention on the Right of the Child), Indonesia terikat secara yuridis dan politis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. lain, terpengaruh obat-obatan dan lain-lain. yang memiliki kekuasaan dan ekonomi yang tinggi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi disebabkan oleh kelalaian pengemudi baik kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Beberapa faktor yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci