BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakteristik anak yang sedang dalam pertumbuhan atau mengalami proses evolusi kapasitas selaku insan manusia, tidak semestinya tumbuh sendiri tanpa perlindungan. Anak membutuhkan orang tua/keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara selaku pembuat regulasi, pelaksana pemenuhan hak-hak anak, dan pengemban kewajiban negara 1. Kesadaran nasional atau justifikasi konstitusional melindungi anak sebagai urusan utama dalam berbangsa dan bernegara tertuang dalam Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) yang menegaskan hak-hak konstitusional anak, yaitu setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, dan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi 2. Perlindungan dan pemenuhan hak anak sangat dibutuhkan karena seorang anak rentan untuk terlibat dalam perilaku-perilaku kenakalan. Ketika hal tersebut terjadi, maka seorang anak sebagai pelaku tindak pidana harus berhadapan dengan sistem peradilan pidana dan disebut dengan anak yang berkonflik dengan hukum. Aliran modern dalam hukum pidana yang berkembang saat ini tidak menghendaki upaya pembalasan melalui pemberian sanksi pidana yang 1 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-VIII/2010 Perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tanggal 02 Februari 2011, hlm Lihat Pasal 28B UUD NRI Tahun 1945.

2 2 menitikberatkan pada perbuatan pelaku, melainkan hukum pidana harus dipandang sebagai ultimum remidum yang berarti senjata pamungkas atau sarana terakhir yang digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan hukum 3. Sejak Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disebut UU SPPA) dinyatakan berlaku pada tanggal 30 Juli 2014 dan mencabut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ada pengaturan secara tegas mengenai diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana yang dimaksudkan untuk menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam lingkungan sosial secara wajar 4. Ada perubahan paradigma dalam penanganan anak yang berkonflik dengan hukum di dalam UU SPPA, yaitu ada peran dan tugas dari masyarakat, pemerintah, dan lembaga lain yang berkewajiban dan bertanggung jawab meningkatkan kesejahteraan anak serta memberikan pelindungan khusus, salah satunya melalui diversi 5. Diversi dilaksanakan berdasarkan pendekatan keadilan restoratif, yaitu penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari 3 Eddy O.S. Hiariej, 2014, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, hlm Lihat Penjelasan Umum UU SPPA. 5 Lihat Penjelasan Umum UU SPPA.

3 3 penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan 6. Ketika UU SPPA telah berjalan selama satu tahun lebih pada awal 30 Juli 2015, sempat muncul persoalan dalam pelaksanaan diversi, yaitu belum adanya Peraturan Pemerintah mengenai pedoman pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi (PP Pedoman Diversi) sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 15 UU SPPA. Hal ini membuat aparat penegak hukum dan pihak-pihak terkait lainnya kebingungan karena ada kekosongan hukum di dalam pelaksanaan diversi, meskipun dalam praktik diversi telah dilaksanakan di beberapa daerah hukum. Salah satu contoh pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum yang dilakukan pada tahap penyidikan sebelum keluarnya PP Pedoman Diversi adalah dalam perkara pencurian sepeda motor yang dilakukan oleh K (17 tahun), M (17 tahun) dan N (17 tahun) pada hari Senin tanggal 23 Februari 2015 di parkiran Hotel Hollyday, Pekanbaru. Para pelaku mengaku mengambil sepeda motor milik FC (17 tahun). Pihak Kepolisian Sektor Lima Puluh yang menangani perkara ini melakukan diversi terhadap para pelaku yang tergolong sebagai anak dengan dihadiri oleh dua orang pihak dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) dan korban disertai dengan pemberian ganti rugi dari para pelaku kepada korban 7. Sebenarnya ada persoalan hukum di dalam pelaksanaan diversi tersebut di atas, yaitu tidak didampinginya anak korban oleh orang tua dan/atau orang yang 6 Lihat Pasal 1 butir 6 UU SPPA. 7 Hukrim, 2015, Tiga Gadis Usia Sekolah Curanmor, Upaya Diversi Berhasil, diakses tanggal 11 Agustus 2015.

4 4 dipercaya, atau pekerja sosial pada saat proses diversi sebagaimana ketentuan Pasal 23 ayat (2) UU SPPA. Selanjutnya di dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 9 ayat (2) UU SPPA juga ditegaskan, dalam hal korban adalah anak, maka ada pelibatan orang tua atau walinya (keluarga anak korban) guna memberikan persetujuan dalam menentukan pilihan penyelesaian perkara pada musyawarah diversi. Hal ini tidak menjadi permasalahan pada saat itu, namun di kemudian hari bisa menjadi suatu permasalahan akibat dari ketidaktahuan penegak hukum dalam proses diversi karena belum (terlambat) terbitnya PP Pedoman Diversi. Mengingat diversi wajib dilakukan pada setiap tingkat pemeriksaan dan telah dilakukan di beberapa daerah hukum sejak UU SPPA berlaku, maka kehadiran PP Pedoman Diversi sangat dibutuhkan oleh aparat penegak hukum guna menciptakan keseragaman dalam pelaksanaan diversi, khususnya bagi penyidik, penuntut umum dan hakim untuk mewujudkan kepastian hukum. Pelaksanaan diversi dimulai dari penyidikan. Jika penyidik gagal melakukan diversi, maka penyidik wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan berkas perkara ke penuntut umum dengan melampirkan berita acara upaya diversi dan laporan hasil penelitian kemasyarakatan. Penuntut umum juga wajib mengupayakan diversi setelah menerima berkas perkara dari penyidik. Dalam hal penuntut umum gagal melakukan diversi, maka wajib menyampaikan berita acara upaya diversi dan melimpahkan perkara ke pengadilan. Selanjutnya hakim yang telah ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri juga wajib

5 5 mengupayakan diversi. Dalam hal diversi tidak berhasil dilaksanakan, maka perkara dilanjutkan ke tahap persidangan 8. Berdasarkan Pasal 8 ayat (1) UU SPPA dinyatakan proses diversi dilakukan melalui musyawarah dengan melibatkan anak dan orang tua/walinya, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan keadilan restoratif. UU SPPA hanya memberikan ketentuan secara umum mengenai proses diversi, sehingga secara rinci langkah-langkah pelaksanaan diversi dikembalikan kepada penafsiran masing-masing aparat penegak hukum pada setiap tingkatan pemeriksaan. Oleh karena itu, guna menyikapi hal tersebut aparat penegak hukum mengeluarkan aturan internal masing-masing. Hal tersebut dimulai dari Mahkamah Agung yang mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Anak (selanjutnya disebut PERMA Pedoman Diversi) yang ditetapkan pada tanggal 24 Juli 2014, kemudian diikuti oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER- 006/A/J.A/04/2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi pada Tingkat Penuntutan (selanjutnya disebut PERJA Pedoman Diversi) yang diundangkan pada tanggal 27 April Khusus untuk Kepolisan Negara Republik Indonesia, tidak ada mengeluarkan aturan internal terkait pelaksanaan diversi sehubungan dengan diundangkannya UU SPPA, karena sebelumnya telah mengeluarkan telegram Kabareskrim Polri Nomor: TR/1124/ IX/2006 dan Nomor: 8 Lihat Pasal 7 jo. Pasal 29 jo. Pasal 42 jo. Pasal 52 UU SPPA.

6 6 TR/395/VI/2008 tentang Pelaksanaan Diversi dan Restorative Justice dalam Penanganan Kasus Anak Pelaku dan Pemenuhan Kepentingan Terbaik Anak dalam Kasus Anak Sebagai Pelaku, Korban atau Saksi. Dengan adanya beberapa aturan internal dari masing-masing penegak hukum, maka dalam praktik dimungkinkan terjadi perbedaan dalam pelaksanaan proses diversi, tata cara, dan koordinasi pelaksanaan diversi mulai dari penyidik, penuntut umum, dan hakim. Hal ini terjadi tidak terlepas dari lambannya Pemerintah mengeluarkan PP Pedoman Diversi. Menurut Tommy Albert Tobing 9, selaku aktivis Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, akibat dari lambannya Pemerintah menerbitkan peraturan pelaksanaan membuat aparat kepolisian, jaksa, dan hakim yang menangani diversi di lapangan justru terlihat kurang paham tentang arti diversi sebenarnya. Diversi hanya dimaknai secara sederhana yakni mempertemukan anak pelaku dengan anak korban atau keluarga masing-masing untuk kemudian berbicara. Setelah 1 tahun lebih 1 bulan, barulah terbit Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (dua belas) Tahun yang diundangkan pada tanggal 19 Agustus 2015 (PP Pedoman Diversi), namun kehadirannya yang terlambat dalam praktik dimungkinkan terdapat perbedaan dengan aturan internal masing-masing aparat penegak hukum mengenai diversi yang selama ini telah berjalan sejak UU SPPA berlaku. 9 ICJR, 2014, Aparat Hukum Belum Paham Arti Diversi, diakses 11 Agustus 2015.

7 7 Mengingat pentingnya diversi sebagai suatu model baru dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum dan adanya kewajiban bagi aparat penegak hukum pada setiap tingkat pemeriksaan untuk mengupayakan diversi, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pelaksanaan diversi di lapangan dengan mengambil tema penelitian tentang diversi dan merumuskan secara lebih rinci dalam judul tesis berikut ini : Pelaksanaan Diversi dalam Penyelesaian Perkara Anak yang Berkonflik dengan Hukum di Jakarta Timur. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang pemasalahan tersebut di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apa langkah-langkah yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum dan hakim dalam pelaksanaan diversi terhadap perkara anak yang berkonflik dengan hukum di Jakarta Timur? 2. Kendala apa saja yang dihadapi oleh penyidik, penuntut umum dan hakim dalam pelaksanaan diversi terhadap perkara anak yang berkonflik dengan hukum di Jakarta Timur? 3. Bagaimanakah seharusnya konsep diversi dalam perkara anak yang berkonflik dengan hukum ke depan (ius constituendum)?

8 8 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti melalui penelitian ini ada tiga hal, yaitu : 1. Menggambarkan dan menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum dan hakim dalam pelaksanaan diversi terhadap perkara anak yang berkonflik dengan hukum di Jakarta Timur. 2. Menganalisis kendala yang dihadapi oleh penyidik, penuntut umum dan hakim dalam pelaksanaan diversi terhadap perkara anak yang berkonflik dengan hukum di Jakarta Timur. 3. Mengkaji konsep diversi dalam perkara anak yang berkonflik dengan hukum ke depan (ius constituendum). D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat (kegunaan) yang sebesar-besarnya, baik bagi ilmu pengetahuan maupun bagi pihak yang terkait, khususnya aparat penegak hukum mulai dari penyidik, penuntut umum dan hakim pada pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum. Adapun penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut : 1. Kegunaan Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi (sumbangsih) yang sebesar-besarnya bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum acara pidana pada umumnya, khususnya pengembangan sistem peradilan pidana

9 9 anak yang terkait dengan pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum. 2. Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pihak yang berkepentingan (stake holders) pada pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum, terutama bagi aparat penegak hukum, mulai dari penyidik, penuntut umum dan hakim di Jakarta Timur. Para pihak yang berkepentingan tersebut diharapkan dapat mengetahui dan memahami langkah-langkah secara terperinci pada pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum. Para pihak yang berkepentingan tersebut diharapkan juga dapat semakin memaksimalkan pelaksanaan diversi sebagai suatu model baru penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan peneliti pada lingkup Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, belum ada penelitian yang membahas mengenai pelaksanaan diversi dalam penyelesaian perkara anak yang berkonflik dengan hukum di Jakarta Timur. Peneliti hanya menemukan penelitian sejenis pada lingkup strata I (penulisan hukum) di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain sebelumnya dengan judul sejenis adalah sebagai berikut:

10 10 1. Pelaksanaan Diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak oleh Aparat Penegak Hukum 10. Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini yaitu: a. Bagaimana pelaksanaan diversi bagi anak pelaku tindak pidana oleh aparat penegak hukum? b. Apakah yang menjadi hambatan aparat penegak hukum dalam pelaksanaan diversi bagi anak pelaku tindak pidana? Adapun kesimpulannya yaitu: a. Secara garis besar pelaksanaan diversi sudah sesuai dengan apa yang diamanatkan UU SPPA, tetapi belum memberikan penjelasan secara rinci mengenai pelaksanaan diversi. b. Hambatan yang dialami oleh aparat penegak hukum adalah kurangnya kesiapan untuk melaksanakan amanat dari UU SPPA dan belum seluruh aparat penegak hukum menerima pelatihan khusus mengenai pelaksanaan diversi. 2. Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana dalam Proses Peradilan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Kasus Terhadap Penetapan Diversi dalam Peradilan Anak di Kabupaten Sleman) Ardinita Pingki Nadiar, 2015, Pelaksanaan Diversi dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak oleh Aparat Penegak Hukum, Penulisan hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 11 Median Rohma Bisri, 2015, Diversi Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana dalam Proses Peradilan Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Kasus Terhadap Penetapan Diversi dalam Peradilan Anak di Kabupaten Sleman), Penulisan hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

11 11 Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam penelitian ini yaitu: a. Bagaimana mekanisme diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana dalam praktik di lapangan pada tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan persidangan berdasarkan UU SPPA (Studi Kasus Terhadap Penetapan Diversi dalam Peradilan Anak di Kab. Sleman)? b. Apa saja hambatan-hambatan di dalam mekanisme diversi tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan persidangan (Studi Kasus Terhadap Penetapan Diversi dalam Peradilan Anak di Kab. Sleman)? Adapun kesimpulannya yaitu: a. Mekanisme diversi tingkat penyidikan ada 3 (tiga) bentuk, yaitu musyawarah Polisi, musyawarah Keluarga, dan musyawarah masyarakat. Pada tingkat penuntutan, mekanisme diversi dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (sebagai mediator dan fasilitator), pelaku dan/atau keluarganya, Pembimbing Kemasyarakatan, BAPAS, Penasehat Hukum (jika ada), dan Pekerja Sosial Profesional. Pada tingkat pemeriksaan persidangan, diversi belum pernah ada, namun jika ada pelaksanannya sesuai dengan UU SPPA dan PERMA diversi. b. Hambatan pada tingkat penyidikan, dalam hal pihak korban tidak terima perkara dilakukan diversi, dan meminta agar pelaku dipidana. Pada tingkat penuntutan, belum ada peraturan tentang tata cara pelaksanaan diversi pada tingkat penuntutan dan budaya hukum masyarakat belum paham dan menerima diversi sepenuhnya. Pada tingkat pemeriksaan persidangan, sangat sulit menerapkan diversi,

12 12 karena dengan gagalnya diversi pada tahap penyidikan dan penuntutan, para pihak sudah yakin untuk menyelesaikan perkara tersebut di Pengadilan. Berdasarkan kedua penelitian tersebut di atas, peneliti menemukan beberapa perbedaan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, yaitu: a. Peneliti menggambarkan, menjelaskan, dan melihat kesesuaian langkah-langkah yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum dan hakim dalam pelaksanaan diversi berdasarkan UU SPPA, PP Pedoman Diversi, PERMA Pedoman Diversi, dan PERJA Pedoman Diversi serta membahas juga perbedaan penanganan korban di dalam proses diversi antara orang dewasa dan anak sebagai korban. b. Lokasi penelitian di Jakarta Timur berbeda dengan kedua penelitian tersebut di atas, sehingga dimungkinkan ada perbedaan, baik dari pelaksanaan diversi oleh penegak hukum pada setiap tingkat pemeriksaan di suatu daerah hukum, maupun dari faktor sosiologis terkait dengan kondisi sosial budaya masyarakat di perkotaan yang cenderung individualistik, ketimbang menggunakan musyawarah dalam menyelesaikan konflik. c. Peneliti melanjutkan penelitian-penelitian sebelumnya dengan mengkaji konsep diversi dalam perkara anak yang berkonflik dengan hukum ke depan (ius constituendum).

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan negara Indonesia yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata, hal ini berdasarkan penjelasan umum tentang sistem pemerintahan negara Indonesia

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2015 JAKSA AGUNG. Diversi. Penuntutan. Pelaksanaan. Pedoman. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 006/A/J.A/04/2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 Disusun oleh : Ade Didik Tri Guntoro NPM : 11100011 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan ABH di Bapas merupakan bagian dari Modul Penyuluhan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum terkait diversi dan keadilan restoratif bagi petugas

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 24 BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun

Lebih terperinci

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN

TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN 1 TATA CARA PELAKSANAAN DIVERSI PADA TINGKAT PENYIDIKAN DI KEPOLISIAN Suriani, Sh, Mh. Fakultas Hukum Universitas Asahan, Jl. Jend Ahmad Yani Kisaran Sumatera Utara surianisiagian02@gmail.com ABSTRAK Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 73, Tambahan Lembaran N No.1052, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Diversi. Sistem Peradilan Pidana Anak. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang- BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dikenal dengan Restorative Justice, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang Undang Dasar 1945 amandemen keempat, khususnya Pasal 28 B ayat (2) berisi ketentuan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Diversi 1. Pengertian Diversi Proses peradilan perkara anak sejak ditangkap, ditahan dan diadili pembinaannya wajib dilakukan oleh pejabat khusus yang memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus yang akan menentukan arah bangsa di kemudian hari. Apabila mampu mendidik, merawat dan menjaga dengan baik, maka di masa mendatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan bangsa dan negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki peran strategis

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.928, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial Anak. Hukum. Pedoman. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN REHABILITASI SOSIAL ANAK

Lebih terperinci

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan BAB II KEBIJAKAN HUKUM PIDANA YANG MENGATUR TENTANG SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI INDONESIA A. Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan yang Dilakukan Oleh Anak Dibawah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS POLRESTA SURAKARTA) SKRIPSI

Lebih terperinci

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak

Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak Perbandingan Penghukuman Terhadap Anak dengan Minimal yang Disebut sebagai Anak 1. Indonesia Undang-undang yang mengatur tentang anak yang berhadapan dengan hukum adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS M A S Y A R A K A T Anak PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN BAPAS POLISI JAKSA HAKIM LPAS, LPKA. TINDAKAN 0 1/3 mp LPKA 1/3 1/2 mp 1/2-2/3 mp 2/3 s.d Bebas murni M A S Y A R A K A T LINGKUNGAN UU SPPA mengamanahkan

Lebih terperinci

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Copyright@2017 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Sanksi Pelanggaran Pasal 72 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Barangsiapa

Lebih terperinci

Tindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM

Tindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM Tindak Kekerasan dan Pemidanaan Anak ditinjau dari Perspektif HAM Oleh Asep Mulyana Tindak kekerasan yang dilakukan oleh anak sekolah sudah lama terjadi, baik kekerasan yang bersifat kenakalan nonkriminal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem

Lebih terperinci

Hj. D.S. DEWI, SH.MH Wakil Ketua PN Bale Bandung

Hj. D.S. DEWI, SH.MH Wakil Ketua PN Bale Bandung IMPLEMENTASI KEADILAN RESTORATIF MELALUI DIVERSI Hj. D.S. DEWI, SH.MH Wakil Ketua PN Bale Bandung Coffee Morning Para APH Bale Endah, 31 Maret 2016 Anak dan Perilaku Melanggar Hukum Proses Peradilan Pidana

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Polresta Yogyakarta

BAB III PENUTUP. dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Polresta Yogyakarta 70 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pemenuhan hak-hak korban tindak pidana melalui pelaksanaan diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Polresta Yogyakarta Pelaksanaan diversi di Polresta Yogyakarta

Lebih terperinci

BAB III SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT PENYIDIKAN

BAB III SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT PENYIDIKAN BAB III SINKRONISASI PERATURAN TENTANG DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI INDONESIA PADA TINGKAT PENYIDIKAN A. Diversi Pada Tingkat Penyidikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut

Lebih terperinci

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Judul : MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK Disusun oleh : Hadi Mustafa NPM : 11100008 FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK Tujuan Penelitian

Lebih terperinci

TAHAP-TAHAP DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM) DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JAMBI

TAHAP-TAHAP DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM) DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JAMBI TAHAP-TAHAP DIVERSI TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA (ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM) DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI JAMBI Oleh : Lilik Purwastuti Yudaningsih 1 Abstrak Jouvenile Delinquency

Lebih terperinci

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini memuat kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian dan saran-saran. 6.1. Kesimpulan 1.a. Pelaksanaan kewajiban untuk melindungi anak yang berhadapan dengan hukum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN REGISTER PERKARA ANAK DAN ANAK KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 PELAKSANAAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI TINGKAT PENYIDIKAN MENURUT UU NO 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (Studi Kasus di Polresta Surakarta) TRISNA APRILLIA

Lebih terperinci

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya

2017, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.49, 2017 HUKUM. Anak. Anak Korban. Perkara. Register. Pedoman. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6033) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah : Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang, karena anak mempunyai peran yang sangat penting untuk memimpin dan memajukan bangsa. Peran

Lebih terperinci

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

TENTANG PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM KEPUTUSAN BERSAMA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus

BAB I. PENDAHULUAN. anak juga memiliki hak dan kewajiban. Terdapat beberapa hak anak yang harus 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I. PENDAHULUAN Anak merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan suatu bangsa. Anak memiliki peran yang signifikan sebagai penerus dan penerima tongkat

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI RUU Pengadilan Pidana Anak: Suatu Telaah Ringkas Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI Anak perlu perlindungan khusus karena Kebelum dewasaan anak baik secara jasmani

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian dan pembahasan tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di Polresta

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012 PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012, SH.,MH 1 Abstrak : Peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) OLEH : PUTU ELVINA Komisioner KPAI ANAK Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan UU No. 23/2002 dan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5332 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK I. UMUM Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia membutuhkan interaksi dengan manusia lain sebagai makhluk sosial. Interaksi antara manusia satu dengan yang lainnya tersebut tidak selalu berjalan dengan baik

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN REHABILITASI SOSIAL ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM OLEH LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA Munajah Dosen FH Uniska Banjarmasin email : doa.ulya@gmail.com ABSTRAK Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia ditandai dengan lahirnya

Lebih terperinci

UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak UU 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Perlindungan Anak Nasional UNICEF Bertujuan memperkuat lingkungan protektif guna melindungi anak dari segala bentuk penyalahgunaan, eksploitasi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas sebagai hasil penelitian dan pembahasan dalam disertasi ini, maka dapat diajukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Penjabaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah bagian warga Negara yang harus dilindungi karena mereka

I. PENDAHULUAN. Anak adalah bagian warga Negara yang harus dilindungi karena mereka I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian warga Negara yang harus dilindungi karena mereka merupakan generasi bangsa yang dimasa yang akan datang akan melanjutkan kepemimpinan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus pembangunan, yaitu generasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disebut dengan UU SPPA menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

HJ. DS. DEWI., S.H., MH Wakil Ketua Pengadilan Negeri Cibinong

HJ. DS. DEWI., S.H., MH Wakil Ketua Pengadilan Negeri Cibinong HJ. DS. DEWI., S.H., MH Wakil Ketua Pengadilan Negeri Cibinong Expert Consultation Meeting Mercure Kuta - BALI 26 28 Juni 2013 PENGANTAR ANAK BUKANLAH MIMIATUR ORANG DEWASA. Anak sebagai pelaku bukanlah

Lebih terperinci

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN :

DIES NATALIS XXXIII Universitas Islam Batik Surakarta ISBN : 3 PENERAPAN DIVERSI DALAM PENYELESAIAN PERKARA ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA OLEH POLRESTA SURAKARTA DAN POLRES SUKOHARJO Sutiyono, Hadi Mahmud, Hafid Zakariya Fakultas Hukum Universitas Islam Batik

Lebih terperinci

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Persamaan Delik Pembunuhan Tidak Disengaja Oleh Anak di Bawah Umur Menurut

Lebih terperinci

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Lebih terperinci

PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERKARA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR)

PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERKARA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR) PELAKSANAAN DIVERSI DALAM PERKARA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KARANGANYAR) NURMA INDIRA HERNAWATI NPM 11100069 Abstrak : Jenis perbuatan melanggar

Lebih terperinci

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14 1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE Oleh : Dheny Wahyudhi 1 Abstrak Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses peradilan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2015 Pelaksanaan Diversi oleh Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Padang Terhadap Anak yang Melakukan Tindak Pidana Penganiayaan ARTIKEL Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 Modul E-Learning 3 PENEGAKAN HUKUM Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1 Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010 3.1.1 Pemeriksaan oleh PPATK Pemeriksaan adalah proses identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara. Dengan peran anak yang penting ini,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 16/PUU-X/2012 Tentang KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. Pemohon 1. Iwan Budi Santoso S.H. 2. Muhamad Zainal Arifin S.H. 3. Ardion

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual

2017, No kementerian/lembaga tanpa pernyataan dirampas, serta relevansi harga wajar benda sitaan Rp300,00 (tiga ratus rupiah) yang dapat dijual BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.751, 2017 KEJAKSAAN. Benda Sitaan atau Barang Rampasan Negara atau Sita Eksekusi. Pelelangan atau Penjualan Langsung. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR:

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 4/Jun/2017 WEWENANG PRA PENUNTUTAN PENUNTUT UMUM DALAM PASAL 14 HURUF B KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KAJIAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 130/PUU-XIII/2015) 1 Oleh: Kalvin Kawengian 2 ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya, sebagai generasi muda penerus cita-cita

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. negara. Hal tersebut ditegaskan di dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang menganut paham nomokrasi atau negara hukum, yaitu paham yang menempatkan hukum pada kedudukan tertinggi sekaligus menempatkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1961, 2015 KEJAGUNG. Lembaga Rehabilitasi. Pecandu. Korban. Narkoba. Penanganan. Juknis. PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER- 029/A/JA/12/2015 TENTANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan selalu terjadi pada masyarakat pelakunya dapat orang dewasa, maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan Perlindungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum memiliki tujuan nasional, sesuai yang diamanatkan dalam Alinea ke-4 Pembukaan (Preamble) Undang-Undang dasar 1945, yaitu : Kemudian

Lebih terperinci

JURNAL EKSISTENSI HUKUM POSTIF DALAM OPTIMALISASI UPAYA DIVERSI TERHADAP PERKARA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

JURNAL EKSISTENSI HUKUM POSTIF DALAM OPTIMALISASI UPAYA DIVERSI TERHADAP PERKARA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM JURNAL EKSISTENSI HUKUM POSTIF DALAM OPTIMALISASI UPAYA DIVERSI TERHADAP PERKARA ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM Diajukan oleh : PRIMUS ADIODATUS ABI BARTAMA NPM : 120510854 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari semakin memprihatinkan terlebih di Indonesia. Narkotika seakan sudah menjadi barang yang sangat mudah

Lebih terperinci

Berdasarkan angka 1 dan 2 diatas dan dengan pertimbangan hal-hal, antara lain: 1. Azas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan

Berdasarkan angka 1 dan 2 diatas dan dengan pertimbangan hal-hal, antara lain: 1. Azas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor : B-05/E/EJP/05/2001 Sifat : Biasa Lampiran : 2 (dua) lembar Perihal : Penyelesaian Perkara yang sudah dinyatakan lengkap (P-21), tapi tidak diikuti dengan

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

PEMIDANAAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DITINJAU DARI RESTORATIVE JUSTICE

PEMIDANAAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DITINJAU DARI RESTORATIVE JUSTICE PEMIDANAAN TERHADAP ANAK YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA DITINJAU DARI RESTORATIVE JUSTICE oleh Anak Agung Gede Ari Paramartha Anak Agung Gede Oka Parwata Program Kekhususan Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang pengelolaannya diimplemantasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja

Lebih terperinci

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM

PUSANEV_BPHN KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM KEBIJAKAN ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DISKUSI PUBLIK MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA (ANAK) Denpasar Bali, 10 Agustus 2016 Pocut Eliza, S.Sos.,S.H., M.H. Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Nasional

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, penulis dapat. menyimpulkan:

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, penulis dapat. menyimpulkan: BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Setelah dilakukan pembahasan dan analisis, penulis dapat menyimpulkan: 1. Penerapan diversi dalam penyelesaian perkara pidana pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu merasakan adanya gejolak dan keresahan di dalam kehidupan sehari-harinya, hal ini diakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kenakalan anak atau (juvenile deliuencya) adalah setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman kenakalan anak telah memasuki ambang batas yang sangat memperihatinkan. Menurut Romli Atmasasmita sebagaimana dikutip Wagiati Soetodjo,

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

OLEH ANAK BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK PROSES PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN Ependi Abstract The process of settlement of the criminal acts committed by the Child by Act No. 11 of 2012 is done by diversion (when criminal offenses

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara, digariskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Hukum. Dengan demikian, segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi

BAB I PENDAHULUAN. penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang

I. PENDAHULUAN. yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa dimasa yang akan datang,

Lebih terperinci