BAB I PENDAHULUAN. ada yang belum diatur pada suatu peraturan-peraturan atau pun pada Undang-
|
|
- Leony Dewi Sudirman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan ilmu disertai dengan perkembangan teknologi, tentunya akan menimbulkan suatu permasalahan, permasalahan tersebut biasanya ada yang belum diatur pada suatu peraturan-peraturan atau pun pada Undang- Undang. Hal ini muncul disebabkan oleh kemajuan teknologi yang dampaknya ialah terjadinya perilaku masyarkat yang konsumtif atau perlikau buruk masyarakat, dengan adanya tingkah laku keadaan masyarakat saat ini, maka menimbulkan gejala sosial lainnya yang terjadi pada masyarakat. Kejadian tersebut biasanya memicu kriminalitas yang dilakukan oleh masyarakat yang ingin memperoleh hidup layak, tetapi menggunakan cara yang tidak dihalalkan. Oleh karena itu jika terjadi hal yang sedemikian rupa dalam masyarakat, maka pada ranah ini terdapat penyelesaianya yaknin di bidang Ilmu Hukum, yakni dengan menggunakan sistem peradilan pidana dengan dasar hukum Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) dan dengan Hukum Acara Pidana dengan dasar (Kitab Undang Hukum Acara Pidana) atau KUHAP. Pada Bagian ini Ilmu Hukum merupakan bagian ilmu yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat, berdasarkan dengan kemajuan zaman, maka akan memunculkan suatu jenis Tindak Pidana yang baru, maka upaya pemerintah yakni melakukan Pembaharuan terhadap beberapa Undang-Undang atau bahkan pembentukan Undang-Undang Baru, Undang-Undang dibentuk atau diperbaharui bertujuan agar semua jenis Tindak Pidana yang pada saat ini muncul
2 2 semua dapat terakomodasi dalam satu Undang-Undang yang baru. Hal ini dikarenakan masyarakat membutuhkan suatu peraturan terhadap segala jenis klasifikasi kejahatan atau Tindak Pidana yang muncul pada saat ini. Berbicara mengenai Ilmu hukum khusunya dibidang hukum pidana, sudah ada pembaharuan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) sehingga sampai saat ini masih sebatas tahap RUU (Rancangan Undang-Undang). Kemudian dalam ranah Hukum Acara Hukum Pidana pun (KUHAP), tentunya juga sudah beberapa pembaharuan yang juga masih tahap RUU. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau yang dikenal dengan sebutan KUHAP, didalamnya membahas mengenai segala sesuatu tata beracara dalam sistem peradilan pidana dan upaya hukum bagi tersangka atau terpidana. 1 Sistem KUHAP ini berawal dari masa Kolonial Belanda yang memang pada saat itu Indonesia sedang dijajah oleh negara Belanda, yang pada masa dahulu Sistem Peradilan ini masih di dalam H.I.R atau yang disebut juga Herziene Inlands Reglement, yang jika diartikan dalam bahasa indonesia adalah Reglemen Indonesia yang disingkat R.I.B dan jika digabungkan menjadi R.I.B H.I.R dalam hal ini berasal dari I.R. yaitu dengan kepanjangan Indlands Reglement atau dahulu juga disebut Regelemen Bumiputera. Pada saat ini sistem KUHAP (atau pun H.I.R R.I.B) dinilai sudah tertinggal seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi, yang saat ini banyak tindakan kriminalitas yang baru, Terlebih lagi jikalau kita membandingkan dengan negara Belanda yang di negara asalnya KUHAP sudah 1 John Z. Loudoe, KUHAP Kitab Hukum Acara Pidana, 1982, Surabaya: CV Sindoro.hlm.1.
3 3 mengalami banyak perubahan dengan mengikuti arah kemajuan zaman dan teknologi. Oleh karena itu, maka upaya pemerintah dalam rangka pembaharuan Peraturan Undang-Undang atau melakukan Pembentukan Undang-Undang baru guna mengakomodir kebutuhan masyarakat atau dapat dikatakan sebagai Pembentukan Rancangan Undang-Undang atau RUU. RUU ini banyak yang sedang disempurnakan yakni ada beberapa RUU ialah RUU Kitab Hukum Acara Pidana, atau disebut RUU KUHAP. RUU KUHAP yang dikaji pada tulisan karya ilmiah ini yakni pada tahun 2012 yang dikeluarkan oleh BPHN (Badan Pembinaan Hukum Nasional), yang telah ramai dan telah lama dibicarakan pada era-era pemerintahan yang ada dari sejak zaman dahulu, dan bahkan hingga sampai saat ini. Dalam RUU KUHAP ada wacana lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang merupakan suatu lembaga yang diwacanakan sebagai pengganti Praperadilan. Berbicara mengenai Praperadilan, Praperadilan dalam KUHAP berada pada Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 KUHAP, isi dari pasal 77 KUHAP yakni, pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang : Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; Ganti rugi dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. Tata cara pelaksanaan praperadilan, yakni sesuai dengan pasal 78 KUHAP dengan isi sebagai berikut :
4 4 1 Yang melaksanakan wewenang pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah praperadilan. 2 Praperadilan dipimpin oleh hakim tunggal yang ditunjuk oleh ketua pengadilan negeri dan dibantu oleh seorang panitera. Praperadilan ini juga mempunyai aturan yang berupa : 1. Penetapan hari sidang 3 hari setelah diterimanya permintaan; 2. Hakim mendengar keterangan dari tersangka /pemohon maupun dari pejabat yang berwenang; 3. Pemeriksaan dilakukan secara cepat selambat-lambatnya 7 hari; 4. Praperadilan gugur apabila perkara pokok sudah mulai diperiksa; 5. Putusan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya; 2 Kekuatan putusan praperadilan ini sangatlah kuat yaitu Putusan Prapradilan tidak dapat dimintakan banding terhadap Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81 KUHAP. Putusan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan dapat dimintakan putusan akhir ke pengadilan tinggi dalam daerah hukum yang bersangkutan sesuai dengan Pasal 83 ayat (2) KUHAP. Pada kenyataannya telah terjadi pergeseran yang dalam hal ini merujuk kepada 2 Kasus yakni Kasus Korupsi Biormediasi Chevron Bachtiar Badul Fatah dengan nomor putusan 21/PUU-XII/2014 dan Kasus yang melibatkan Institusi Polri yakni kasus Budi Gunawan dengan nomor putusan 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel, keduanya dalam hal ini sama-sama mengajukan praperadilan dengan dasar penetapan tersangka, penetapan tersangka pada 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
5 5 awalnya bukan merupakan ranah Praperadilan, yakni dapat dilihat pada Pasal 77 KUHAP dengan dasar mengajukan praperadilan. Melihat ranah yang ada bahwasannya telah terjadi penganulir Pasal yang mengatur tentang KUHAP, yakni terkait dengan masalah tata cara pengajuan praperadilan dengan isi pasal 77 KUHAP, bahwasannya yang sebelumnya berisi a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan. Maka dalam hal ini termasuk dalam penetapan tersangka seseorang dapat mengajukan praperadilan. Melihat adanya isi sebagian dari KUHAP yakni tentang Praepradilan yang telah diperbaharui dengan merujuk beberapa putusan yang sebelumnya, maka dalam hal ini hendaknya diperlukan suatu pembaharuan hukum acara pidana atau dengan sebutan KUHAP yang diharuskan dengan sejalan dengan KUHP (Kitab Undang-Undnag Hukum Pidana) agar permasalahan yang saat ini ada dapat diakomodir pada sistem hukum yang baru, oleh karena itu maka munculah ide pembaharuan hukum pidana, yakni RUU KUHAP. RUU KUHAP yang dibicarakan pada penulisan karya ilmiah ini ialah tentang pokok pembahasan yang berkaitan antara Praperadilan pada KUHAP yakni mengenai Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Merujuk pemilihan kata dengan menggunakan Hakim Pemeriksa Pendahuluan, Kata Hakim Pemeriksa Pendahuluan merupakan kata serapan yang berasal Bahasa Asing. Hakim Pemeriksa Pendahuluan merupakan suatu lembaga yang dibentuk untuk mengganti sistem Praperadilan yang telah ada dalam KUHAP, sistem ini pernah dipakai pada tahun 1974 dengan nama Konsep Hakim 74 kemudian berubah nama
6 6 kembali menjadi Hakim Komisaris, namun karena pada saat itu belum tepat digunakan, maka diganti dengan Praperadilan yang masih dipakai hingga saat ini. Merujuk kepada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHAP) dan KUHAP, maka konsep Hakim Pemeriksa Pendahuluan kembali diwacnakan dalam RUU KUHAP, namun Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang ada dalam RUU KUHAP berbeda dengan Konsep Hakim 74 dan Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang pernah dipakai. Perbedaan ini berdasarkan studi banding yang dilakukan oleh para pembuat RUU KUHAP, terutama Sistem Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang diwacanakan dalam KUHAP merupakan gabungan dari lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan di negara-negara Eropa yang sudah sukses dengan menerapkan sistem tersebut, diantaranya Portugal, Switzerland, Sweden, dan lain sebagainya Melihat hal yang ada dan dengan permasalahan yang terjadi, maka penulis dalam hal ini membahas keterkaitan antara Hakim Pemeriksa Pendahuluan dengan Praperadilan, yang dalam hal ini keduanya merupakan mencakup hal yang sama, hal yang sama dalam hal ini ialah, Praperadilan merupakan produk Hukum dalam KUHAP, kemudian dengan adanya suatu pembaharuan dalam KUHAP yakni saat ini bernama Hakim Komisaris. Dengan Demikian bahwasannya dalam hal ini Penulis mengambil suatu judul yang berjudul DASAR PEMIKIRAN KONSEP HAKIM PEMERIKSA PENDAHULUAN PADA RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA.
7 7 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah pada penulisan karya ilmiah Tesis ini ialah tentunya berkaitan dengan Praperadilan dan Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang tentunya dalam pembahasan ini dikaji lebih dalam terkait dengan kedua unsur tersebut, Oleh karena itu penulis mengambil rumusan masalah seperti dibawah ini : 1. Apa yang menjadi Alasan Hakim Pemeriksa Pendahuluan Dimasukkan Kembali Pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana? 2. Bagaimana Implikasi Konsep Dalam Penerapan Hakim Pemeriksa Pendahuluan terhadap Hukum Acara Pidana? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah penulis ambil, dan berkaitan dengan pengkajian Hakim Pemeriksa Pendahuluan dan Praperadilan, maka tujuan penulisan Karya Ilmiah Tesis ini ialah : 1. Tujuan Objektif : a. Untuk mengetahui dan Menganalisis Alasan Hakim Pemeriksa Pendahuluan pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dimasukkan kembali pada rancangan Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). b. Untuk Mengetahui dan Menganalisis Implikasi yang dihasilkan dengan penerapan Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang terdapat pada Rancangan KUHAP apabila telah disahkan.
8 8 2. Tujuan Subjektif : Untuk memperoleh data dan bahan yang relevan dalam rangka penyusunan penulisan tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum di Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada D. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian tentunya ada dua (2), yakni Kegunaan Akademis dan Kegunaan Praktis, yang seperti ini : 1. Kegunaaan Akademis Penulisan karya ilmiah ini penulis berharap dapat berguna sebagai acuan bagi semua kalangan di bidang hukum baik itu praktisi atau pun akademis, yang dalam hal ini terciptanya suatu nilai-nilai kepastian hukum dan keadilan bagi semua kalangam lapisan masyarakat. 2. Kegunaan Praktis Penulisan karya ilmiah ini penulis berharap dapat sebagai manfaat yang praktis bagi semua kalangan masyarakat dam dapat dipahami serta dimengerti, bahwasannya terdapat upaya hukum jikalau ada aparat yang bertindak sewenang-wenangnya dan manfaat praktis ini juga sekaligus untuk bagi aparat penegak hukum, agar mematuhi segala peraturan yang ada.
9 9 E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan hasil penelusuran kajian pustaka di berbagai perpustakaan, maka terkait dengan judul penulisan karya ilmiah tentunya ada beberapa keterkaitan dan relevansi diantaranya ialah : 1. Kesiapan Penerapan Hakim Pemeriksa Pendahuluan Sebagai Pengganti Lembaga Prapradilan Dalam Sistem Peradilan Indonesia di Masa Mendatang, Skripsi oleh Saudara Putra Maulana pada tahun 2012 Pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Rumusan Masalah : a. Apa Alasan yang mendasari rencana penerapan lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagai pengganti lembaga praperadilan? b. Bagaimana kesiapan para penegak hukum terhadap rencana pemberlakuan lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagai pengganti lembaga praperadilan? Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saudara Putra Maulana ialah hanya membahas rencana penerapan lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagai pengganti lembaga praperadilan dan tentang bagaimana kesiapan para penegak hukum apabila Hakim Pemeriksa Pendahuluan ini disahkan dan diberlakukan sebagai lembaga pengganti Praperadilan, sedangkan penulisan hukum yang dilakukan oleh penulis ialah tentang perbedaan antara Praperadilan yang terdapat
10 10 KUHAP dan Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang terdapat pada RUU KUHAP serta tentang dasar pemikiran konsep dari Rencana Penerapan Lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang terdapat pada RUU KUHAP dan Implikasinya jikalau Hakim Pemeriksa Pendahuluan akan disahkan melalui RUU KUHAP Tinjauan Yuridis Keberadaan Sistem Hakim Pemeriksa Pendahuluan Sebagai Alternatif Pengganti Sistem Praperadilan Untuk Memberikan Keadilan dan Kepastian Hukum Bagi Masyarakat secara Efektif dan Prospek pengaturannya dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang akan datang, Skripsi oleh Anggun Prastawa Pada Universitas Negeri Sebelas Maret Solo pada Tahun Rumusan Masalah : a. Bagaimanakah keberadaan sistem Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagai alternatif pengganti sistem Pra Peradilan untuk memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat secara efektif di masa yang akan datang? b. Bagaimanakah prospek pengaturan Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam undang-undang hukum acara pidana yang akan datang? Berdasarkan hasil kesimpulan, permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum diatas terletak pada bagaimana lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan dapat difungsikan sebagai alternatif untuk 3 Putra Maulana, 2012, Kesiapan Penerapan Hakim Pemeriksa Pendahuluan Sebagai Pengganti Lembaga Prapradilan Dalam Sistem Peradilan Indonesia di Masa Mendatang, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
11 11 memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Selain itu fokus pembahasan lainnya ada pada pengaturan tentang lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan dalam hukum positif Indonesia tetapi tanpa membahas tentang kesiapan penerapan lembaga tersebut, sedangkan penelitian dan penulisan hukum yang penulis lakukan ialah tentang perbedaan antara Lembaga Praperadilan yang terdapat KUHAP dan Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang terdapat pada RUU KUHAP serta tentang dasar pemikiran yang terdapat pada RUU KUHAP dan Implikasinya jikalau Hakim Pemeriksa Pendahuluan akan disahkan melalui RUU KUHAP Peranan lembaga Praperadilan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Tersangka, Skripsi oleh Diyan Aji Purwoko, Karya Ilmiah di kaji pada tahun 2002 Pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil Penelitian dan penulisan hukum yang dilakukan oleh Diyan Aji Purwoko ialah mengarah kepada kesiapan lembaga Hakim Pemeriksa Pendahuluan sebagai lembaga praperadilan, sedangkan penulisan hukum yang dilakukan oleh penulis ialah penelitian dan penulisan hukum yang penulis lakukan ialah tentang perbedaan antara Lembaga Praperadilan yang terdapat KUHAP dan Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang terdapat pada RUU KUHAP serta tentang dasar 4 Anggun Prastawa, 2010, Tinjauan Yuridis Keberadaan Sistem Hakim Pemeriksa Pendahuluan Sebagai Alternatif Pengganti Sistem Praperadilan Untuk Memberikan Keadilan dan Kepastian Hukum Bagi Masyarakat secara Efektif dan Prospek pengaturannya dalam Undang- Undang Hukum Acara Pidana yang akan datang, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).
12 12 pemikiran yang terdapat pada RUU KUHAP dan Implikasinya jikalau Hakim Pemeriksa Pendahuluan akan disahkan melalui RUU KUHAP Manfaat Praperadilan Bagi Tersangka, Skripsi oleh Lita Pada tahun 2000 Di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hasil penelitian yang dilakukan oleh saudari Lita, merupakan lebih fokus terhadap kemanfaatan lembaga praperadilan bagi tersangka dan tidak ada membicarakan permasalahan Hakim Komisaris, sedangkan penelitian dan penulisan hukum yang penulis lakukan ialah tentang perbedaan antara Lembaga Praperadilan yang terdapat KUHAP dan Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang terdapat pada RUU KUHAP serta tentang dasar pemikiran yang terdapat pada RUU KUHAP dan Implikasinya jikalau Hakim Pemeriksa Pendahuluan akan disahkan melalui RUU KUHAP. 6 Semua jenis peulisan karya ilmiah yang terkait dan relevansi dengan judul dan tema karya ilmiah penulis ialah Praperadilan dan Hakim Komisaris, Jika kesemuanya masih hanya membahas satu persoalan yakni Praperadilan saja sedangkan untuk yang sudah membahas Hakim Komisaris, Pembahasan Hakim Pemeriksa Pendahuluan tersebut lebih ke arah dasar penerapannya dan untuk kesiapan para aparat penegak hukum, sedangkan penulisan karya ilmiah ini lebih ke dasar pemikiran mengapa Hakim Pemeriksa Pendahuluan ini dimunculkan 5 Diyan Aji Purwoko, 2002, Peranan lembaga Praperadilan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Hak Asasi Tersangka, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 6 Lita, 2000, Manfaat Praperadilan Bagi Tersangka, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
13 13 kembali dalam RUU KUHAP, serta jika Hakim Pemeriksa Pendahuluan ini disahkan, bagaimana implikasi yang akan dihasilkan. Penulisan ini juga berguna untuk menunjang hasil penulisan yang lebih baik lagi dan lebih menyempurnakan hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa penulis, meskipun penulis menyadari bahwasannya Tiada Penulisan Yang Sempurna, karena Penulisan Karya Ilmiah ditulis Oleh Manusia, dan Manusia jauh dari Kesempurnaan dengan melihat istilah seperti itu maka sebisa mungkin penulis akan melengkapi dari hasil penulisan karya ilmiah yang telah ada.
BAB I PENDAHULUAN kemudian Presiden mensahkan menjadi undang-undang pada tanggal. 31 Desember 1981 dengan nama Kitab Undang-undang Hukum Acara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 23 September 1981 kemudian Presiden mensahkan menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut paham nomokrasi bahkan semenjak negara Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Paham nomokrasi adalah sebuah paham yang menempatkan
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya, maka
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang sudah diuraikan sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Perluasan Kewenangan Praperadilan Mengenai Pengujian Sah Tidaknya Penetapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana merupakan salah satu dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara. Merumuskan hukum pidana ke dalam rangkaian kata untuk dapat memberikan
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG LARANGAN PENINJAUAN KEMBALI PUTUSAN PRAPERADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. praperadilan, maka dapat disimpulkan bahwa: akan memeriksa tuntutan tersebut. Tata cara atau acara dalam proses pemeriksaan
78 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan tuntutan ganti kerugian akibat tidak sahnya penangkapan dan penahanan melalui proses praperadilan, maka dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana
Lebih terperinciV. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra
90 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebut UUD 1945). Sesuai dengan pendapat Julius Stahl, negara hukum
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945). Sesuai
Lebih terperinciBAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam
BAB V ANALISIS A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam Perkara No. 97/PID.PRAP/PN.JKT.SEL Setelah keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, maka penetapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomer 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUUXIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan I. PEMOHON Muhamad Zainal Arifin Kuasa Hukum Heru Setiawan, Novi Kristianingsih, dan Rosantika Permatasari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada tanggal 31 Desember 1981, Bangsa Indonesia telah memiliki Undangundang Hukum Acara Pidana karya bangsa sendiri, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum diserahkan kepada aparat penegak hukum yang meliputi: kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap manusia yang ada di muka bumi ini. Maka dalam. membicarakan hukum tidak dapat lepas dari membicarakan tentang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan suatu hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan setiap manusia yang ada di muka bumi ini. Maka dalam membicarakan hukum tidak dapat lepas dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam Negara Hukum, negara mengakui dan melindungi hak asasi manusia setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum. Persamaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 1988 SERI D NOMOR 2
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II NOMOR 3 TAHUN 1988 SERI D NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II NOMOR 6 TAHUN 1987 TENTANG PENYIDIKAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI INGKUNGAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1989), hal.1. Presindo, 1986), hal.1. Universitas Indonesia. Lembaga hakim..., Ervan Saropie, FHUI, 2009
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masyarakat tidak dapat dipisahkan dengan hukum. Ungkapan ini pertama kali dicetuskan oleh Cicero sebagai ubi cocietas ibi ius dalam bahasa Latin, yang berarti dimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Hukum dibuat untuk ditaati dan dipatuhi oleh masyarakat.hukum merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal budi, kearifan dan keadilan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
21 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Urgensi Praperadilan Praperadilan yang dimaksudkan di sini dalam pengertian teknis hukum berbeda dengan pemahaman umum yang seakan-akan itu berarti belum peradilan (pra:
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan I. PEMOHON 1. Damian Agatha Yuvens 2. Rangga Sujud Widigda 3. Anbar Jayadi 4. Luthfi Sahputra 5. Ryand, selanjutnya disebut Para Pemohon.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu Negara di dunia yang merupakan Negara hukum yang tertuang pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praperadilan merupakan lembaga yang lahir untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam melaksanakan kewenangannya tidak menyalahgunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan pidana di Indonesia pada hakekatnya merupakan suatu sistem, hal ini dikarenakan dalam proses peradilan pidana di Indonesia terdiri dari tahapan-tahapan yang
Lebih terperinciJURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION MATTER ABOUT DEMAND FOR REHABILITATION TO ILLEGAL ARREST AND RESTRAINT (Verdict Number : 01/Pid.PRA/2002/PN.
SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PERKARA PRAPERADILAN TENTANG PERMINTAAN REHABILITASI TERHADAP TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN (Putusan Nomor : 01/Pid.PRA/2002/PN.Spg) JURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION
Lebih terperinciNILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1
NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fakta hukum dalam suatu perkara tindak pidana adalah bagian proses penegakan hukum pidana yang tidak dapat diketegorikan mudah dan sederhana. Para penegak hukum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk menjamin perlindungan hak azasi manusia dan agar para aparat penegak hukum menjalankan tugasnya secara konsekuen, maka KUHAP membentuk suatu lembaga baru yang
Lebih terperinciKEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1. Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Abstrack
Vol. 23/No. 9/April/2017 Jurnal Hukum Unsrat Kumendong W.J: Kemungkinan Penyidik... KEMUNGKINAN PENYIDIKAN DELIK ADUAN TANPA PENGADUAN 1 Oleh: Wempi Jh. Kumendong 2 Email:wempiejhkumendong@gmail.com Abstrack
Lebih terperinciPRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS
PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS Tri Wahyu Widiastuti Endang Yuliana S Fakultas Hukum UNISRI Surakarta ABSTRAK Wewenang Pengadilan Negeri dalam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana 1. Hakim dan Kewajibannya Hakim dapat diartikan sebagai orang yang mengadili perkara dalam pengadilan atau mahkamah.
Lebih terperinciBAB II PRAPERADILAN DITINJAU MENURUT KUHAP JO PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 21/PUU-XII/2014
BAB II PRAPERADILAN DITINJAU MENURUT KUHAP JO PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR: 21/PUU-XII/2014 A. Praperadilan Ditinjau Dari KUHAP Kebebasan dan kemerdekaan adalah suatu hak istimewa dan harus dipertahankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materil. Kebenaran materil merupakan kebenaran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di Indonesia dalam kehidupan penegakan hukum. Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri.
Lebih terperinciSALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG
SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP
BAB 4 PENGAWASAN TERHADAP PELAKSANAAN UPAYA PAKSA MENURUT KONSEP PRAPERADILAN DI DALAM KUHAP DAN KONSEP HAKIM KOMISARIS MENURUT RUU KUHAP 1. Pengawasan Terhadap Upaya Paksa Melalui Konsep Praperadilan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XVI/2018
rtin MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1986 TENTANG
PERATURAN DAERAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 3 TAHUN 1986 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciPraperadilan Sebagai Upaya Hukum Bagi Tersangka
Praperadilan Sebagai Upaya Hukum Bagi Tersangka Tumian Lian Daya Purba Faculty Of Law, Cenderawasih University Jl. Kamp Wolker, Waena, Jayapura, 99358, Papua Indonesia Tel./Fax : +62-967-585470 E-mail:
Lebih terperinciLex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN SALAH TANGKAP DARI SUDUT PANDANG KUHAP 1 Oleh : Hatlyinsyanna Seroy 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana Pengaturan Kitab Undang-Undang
Lebih terperinciBAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak
BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Tidak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Praperadilan 2.1.1 Pengertian Praperadilan : Secara harfiah pengertian praperadilan dalam KUHAP memiliki arti yang berbeda, Pra memilik arti mendahului dan praperadilan sama
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, pada pokoknya dapat
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penulisan dari penulis yang berupa pembahasanpembahasan yang telah diuraikan dalam BAB I, BAB II dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ditinjau dari aspek yuridis maka pengertian anak dalam hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/ minderjaring, 1 orang yang di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah mempunyai peran paling pokok dalam setiap perbuatan-perbuatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi saat ini, peran notaris sebagai pejabat umum pembuat akta yang diakui secara yuridis oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pada Periode Sebelum dan Sesudah Berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (Tesis Fakultas Hukum Indonesia:1999) hal.3.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses penyidikan penting untuk menentukan keberhasilan penuntutan dalam proses penyelesaian perkara pidana. Lebih lanjut kegagalan dalam penyidikan dapat mengakibatkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam setiap pelanggaran hukum yang menjadi perhatian adalah pelaku dan barang bukti, karena keduanya dibutuhkan dalam penyidikkan kasus pelanggaran hukum tersebut.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalankan tugas sehari-hari dikehidupan masyarakat, aparat penegak hukum (Polisi, Jaksa dan Hakim) tidak terlepas dari kemungkinan melakukan perbuatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA. A. Penangguhan Penahanan Menurut HIR dan KUHAP
BAB II PENGATURAN PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA A. Penangguhan Penahanan Menurut HIR dan KUHAP 1. Menurut HIR (Herzeine Inlands Regelement) Pada masa HIR (Herzeine Inlands Reglement),
Lebih terperinciMatriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK
Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan I. PEMOHON - Drs. Rusli Sibua, M.Si. ------------------------------- selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: -
Lebih terperinciEKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG
EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG oleh Mazmur Septian Rumapea I Wayan Sutarajaya I Ketut Sudjana Bagian Hukum Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT
Lebih terperinciPernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI
Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI Hakim Cepi Iskandar, pada Jumat 29 Oktober 2017 lalu menjatuhkan putusan yang mengabulkan permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Setya Novanto,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sebutan Hindia Belanda (Tri Andrisman, 2009: 18). Sejarah masa lalu Indonesia
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Hukum tertulis yang berlaku di Indonesia mendapat pengaruh dari hukum Barat, khususnya hukum Belanda. 1 Pada tanggal 1 Mei 1848 di negeri Belanda berlaku perundang-undangan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PRAPERADILAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA
BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PRAPERADILAN DALAM HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA 1. Latar Belakang Terbentuknya Praperadilan Dalam KUHAP Kebebasan dan kemerdekaan adalah suatu hak istimewa dan harus dipertahankan
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengatur hidup manusia dalam bermasyarakat. Didalam kehidupan
11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok akan berusaha agar tatanan kehidupan masyarakat seimbang dan menciptakan suasana tertib, damai, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang diterapkan dapat sesuai dengan hukum positif dan nilai keadilan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di negara Indonesia merupak hal yang terpenting demi terciptanya masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Sebagai negara demokrasi dan menjunjung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Hukum pidana yang tergolong sebagai hukum publik berfungsi untuk melindungi kepentingan orang banyak dan menjaga ketertiban umum dari tindakan tindakan warga
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana [Pasal 77 huruf a] terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan Undang-undang No. 8 tahun 1981 yang disebut dengan Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan
Lebih terperinciLex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017
KAJIAN YURIDIS TERHADAP PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN ORANG BERDASARKAN PASAL 31 KUHAP 1 Oleh : Nurul Auliani 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui siapa pejabat yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan adanya jaminan kemandirian dan kemerdekaan seseorang dalam menyampaikan
Lebih terperinciHukum Acara Pidana. Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1
Hukum Acara Pidana Pertemuan XXVIII & XXIX Malahayati, S.H., LL.M. (c) 2014 Malahayati 1 Topik Landasan Hukum Asas Hukum Acara Peradilan Pidana Kewenangan Pengadilan Pemeriksaan Pembuktian Putusan Pengadilan
Lebih terperinci1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara
1. HUKUM ACARA PIDANA ADALAH hukum yang mempertahankan bagaimana hukum pidana materil dijalankan KUHAP = UU No 8 tahun 1981 tentang hukum acara pidana 2. PRAPERADILAN ADALAH (Ps 1 (10)) wewenang pengadilan
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 123/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB III PENUTUP. serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan identifikasi masalah, tujuan penelitian dan hasil penelitian serta pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peranan hakim adalah memeriksa dan memutus permohonan
Lebih terperinciJAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta
JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang dapat merusak baik fisik, mental dan spiritual anak.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kelangsungan hidup manusia dan merupakan kunci pokok keberlangsungan hidup bangsa dan negara. 1 Anak-anak
Lebih terperinciRINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 42/PUU-XV/2017 Tafsir Frasa Tidak dapat Dimintakan Banding atas Putusan Praperadilan I. PEMOHON 1. Ricky Kurnia Margono, S.H., M.H. 2. David Surya, S.H., M.H. 3. H. Adidharma
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia adalah negara
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 102/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DAN UNDANG- UNDANG
Lebih terperinciKETERANGAN PRESIDEN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Jakarta, 6 Maret 2013 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua, Pertama-tama marilah kita
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciSKRIPSI. Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
PENGAJUAN PRAPERADILAN OLEH PIHAK TERSANGKA TERHADAP SAH ATAU TIDAKNYA PENAHANAN YANG DILAKUKAN PENYIDIK KEJAKSAAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan Nomor.01/Pid/Pra.Per/2011/PN. STB.) SKRIPSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Notaris merupakan profesi yang terhormat dan selalu berkaitan dengan moral dan etika ketika menjalankan tugas jabatannya.saat menjalankan tugas jabatannya, Notaris
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. informasi, bukti, keterangan ditempat kejadian suatu peristiwa yang diduga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidikan merupakan tindakan dari penyidik yang bertugas mencari informasi, bukti, keterangan ditempat kejadian suatu peristiwa yang diduga adanya tindak
Lebih terperinciAnalisis Yuridis Kedudukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan Sebagai Upaya Pembaharuan Lembaga Praperadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
1 Analisis Yuridis Kedudukan Hakim Pemeriksa Pendahuluan Sebagai Upaya Pembaharuan Lembaga Praperadilan Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Devi Kartika Sari, Dr. Prija Djatmika, S.H.,M.S., Faizin
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENANGKAPAN TERDUGA TERORIS ( STUDI KASUS SIYONO )
PERLINDUNGAN HUKUM DALAM PENANGKAPAN TERDUGA TERORIS ( STUDI KASUS SIYONO ) JURNAL SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam berbagai hubungan bisnis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang
Lebih terperinciTinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Tinjauan Yuridis terhadap Pelaksanaan Prapenuntutan Dihubungkan dengan Asas Kepastian Hukum dan Asas Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan 1 Ahmad Bustomi, 2
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 41/PUU-XIII/2015
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 41/PUU-XIII/2015 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana [Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. demokratis yang menjujung tinggi hak asasi manusia seutuhnya, hukum dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada hakekatnya Indonesia merupakan Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan dan Undang-undang Dasar 1945 menghendaki adanya persamaan hak,tanpa membeda-bedakan Ras,
Lebih terperinciJURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN
JURNAL TUNTUTAN GANTI KERUGIAN AKIBAT TIDAK SAHNYA PENANGKAPAN DAN PENAHANAN MELALUI PROSES PRAPERADILAN Diajukan Oleh: HENDRA WAGE SIANIPAR NPM : 100510247 Program Studi Program Kekhususan : Ilmu Hukum
Lebih terperinci