BAB V PENUTUP. hasil penelitian yang dialami Kurator hanya bertujuan untuk menghambat

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian penulis yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Permasalahan independensi terkait siapa yang melakukan permohonan penujukan Kurator bukanlah penyebab utama munculnya gugatan oleh debitor maupun kreditor meskipun itu dapat terjadi. Gugatan terhadap Kurator yang dilakukan oleh debitor maupun kreditor pada dasarnya dari hasil penelitian yang dialami Kurator hanya bertujuan untuk menghambat proses pemberesan harta pailit, akibatnya waktu untuk pemberesan menjadi lebih lama, karena aset masih dalam sengketa sehingga tidak dapat dieksekusi. Dapat dikatakan bahwa gugatan yang dilakukan oleh kreditor mapun debitor merupakan upaya yang dipergunakan untuk mengeluarkan harta dari budel pailit, meskipun ada juga gugatan yang diajukan dalam rangka pemenuhan hak- haknya yang tidak dipenuhi oleh Kurator, sehingga perkara gugatan debitor pailit mapun kreditor memang harus dilihat kasusnya. 2. Tidak ada ketentuan mengenai tolok ukur atau parameter independensi kurator dalam melaksanakan tugasnya semua hanya dilihat dari ketentuan dan penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004

2 79 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, apabila terpenuhi kalaupun terjadi pelanggaran sepanjang hal itu tidak ada yang mengetahui tentu dianggap Kurator telah independen dalam melaksanakan tugasnya. Terdapat beberapa masalah mengenai independensi Kurator dalam melaksanakan tugasnya mengenai: a. Keabsahan surat pernyataan Kurator tidak memiliki hubungan atau konflik kepentingan debitor pailit ataupun kreditor sulit dibuktikan oleh hakim pengawas karena tidak ada Hakim yang dapat tahu kalau seandainya Kurator sedang menangani lebi dari 3 (tiga) pemberesan harta pailit dikota lain. b. Tidak adanya aturan mengenai pengawasan tehadap anggota Kurator oleh AKPI sebagai salah satu organisasi, sehingga asosiasi tidak dapat mengetahui apakah setiap anggotanya benar-benar sedang menangani 3 (tiga) perkara kepailitan atau lebih mengingat sifat organisasi yang pasif, setiap ada pelanggaran yang dilakukan oleh anggotanya terkait dengan kode etik hanya akan diproses dengan adanya laporan kepada organisasi AKPI, sepanjang tidak ada laporan maka kurator diangap independen. c. Pembatasan terhadap Kurator dalam menangani perkara pailit, yaitu tidak sedang menangani lebih dari 3 (tiga) perkara pailit. apakah aturan tersebut berlaku bagi Kurator yang menangani perkara secara tim.

3 80 3. Secara impilist Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang tidak mengatur mengenai perlindungan hukum terhadap Kurator, tetapi kebebasan dalam setiap tindakan Kurator untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit, misalkan Kurator tidak perlu meminta persetujuan debitor pailit dalam melakukan penjualan aset maupun pengelolaan aset selama dalam penguasaan Kurator adalah salah satu bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap kewenangan Kurator dalam melaksanakan tugasnya. Apabila Kurator mengalami masalah hukum dalam menjalankan tugas dan kewenanganya maka dalam ketentuan Pasal 5 ayat (2) Kode Etik Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia wajib memberikan perlindungan hukum terhadap anggotanya sebagai kurator ataupun pengurus secara cuma-cuma. Selain itu perlindungan hukum bagi Kurator juga terdapat didalam UUD NKRI Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1) bahwa setiap warga negara berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. sehingga tidak diperlukan lagi aturan khusus mengenai perlindungan terhadap kurator baik dari segi kewenanganya dalam mengurus dan membereskan harta pailit maupun ketika Kurator bermasalah ketika menjalankan profesinya.

4 81 B. Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka penulisan dapat memberikan saran sebagai berikut : 1. Perlu diatur dalam Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang mengenai sanksi dari akibat munculnya gugatan yang dilakukan oleh debitor maupun kreditor terhadap Kurator yang dapat menghambat proses pemberesan, ini terkait dengan efesiensi waktu dan biaya yang harus dikeluarkan oleh Kurator selama proses pemberesan. 2. Kedepan diperlukan aturan yang termuat didalam Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang maupun kode etik organisasi yang menaungi Kurator mengenai keabsahan surat pernyataan Kurator tidak memiliki hubungan atau konflik kepentingan debitor pailit, kejelasan terhadap pembatasan jumlah perkara yang dapat ditangani Kurator baik secara individu maupun secara tim dan diperlukan kerjasama Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia dengan Pengadilan Niaga mengenai pendataan Kurator yang sedang menangani perkara kepailitan disetiap Pengadilan Niaga secara berkala. Sehingga akan terlihat apakah Kurator sedang menangani lebih dari 3 (tiga) perkara kepailitan baik secara individu maupun tim. Apabila terjadi pelanggaran dapat langsung ditindak lanjuti tanpa harus menunggu adanya laporan.

5 82 3. Meskipun perlindungan hukum secara umum telah diatur didalam UUD NKRI Tahun 1945 Pasal 28D ayat (1), serta Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang telah memberikan kebebasan terhadap Kurator dalam mengelola budel pailit maupun melakukan penjualan aset tanpa persetujuan dari debitor pailit, tetapi diperlukan salah satu bentuk aturan yang termuat didalam ketentuan Undang Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang mendetail, misalkan dalam ketentuan Pasal 72 yang menyebutkan bahwa Kurator harus bertanggung jawab terhadap kelalaian dalam melaksanakan tugasnya. Dalam hal apa saja kurator dapat dikatakan lalai dalam melaksanakan tugasnya sehingga Kurator dapat lebih hati- hati dalam melaksanakan tugas dan kewenanganya mengurus dan membereskan harta pailit.