KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI (STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI (STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI)"

Transkripsi

1 KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI (STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI) MARJAN BATO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pengembangan Ekowisata Bahari (Studi Kasus di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Bali) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Marjan Bato NIM C

4 RINGKASAN MARJAN BATO. Kajian Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pengembangan Ekowisata Bahari (Studi Kasus Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Bali). Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA dan ACHMAD FAHRUDDIN. Pengembangan kawasan konservasi perairan bertujuan untuk mengharmonisasikan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dengan keinginan untuk melestarikan sumberdaya alam. Seiring dengan perkembangannya, kawasan konservasi perairan telah dimanfaatkan dengan berbagai tujuan seperti sebagai tempat penelitian, perlindungan alam, pelestarian spesies dan keragaman genetik, kegiatan wisata, kegiatan pendidikan lingkungan serta perlindungan unsur alam atau budaya yang spesifik. Nusa Penida merupakan salah satu calon kawasan konservasi perairan yang ada di Indonesia dan telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Kabupaten Klungkung (Perbup) No. 12 Tahun 2010 dengan status kawasan adalah taman wisata perairan. Salah satu alasan pencadangan kawasan konservasi di Nusa Penida yaitu karena Nusa Penida memiliki organisme spesifik atau endemik yang menjadi daya tarik wisatawan yakni ikan mola-mola (sunfish), ikan pari manta, penyu, dan lumba-lumba sehingga dalam keberlanjutannya sangat perlu untuk dikonservasi. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Nusa Penida dengan 4 (empat) lokasi pengamatan yaitu Desa Toyapakeh, Desa Ped, Desa Sakti dan Desa Jungut Batu. Keempat desa ini dipilih karena merupakan daerah yang pengembangannya diarahkan kepada kegiatan wisata. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida bagi pengembangan ekowisata bahari dengan mengkaji manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang berada di Nusa Penida, baik masyarakat lokal, pemerintah maupun pihak swasta yang menjadi stakeholder di Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida dengan mempertahankan kondisi ekologi kawasan tersebut. Hasil kajian ini menunjukkan bahwa kondisi ekologi khususnya terumbu karang berada pada kondisi/kategori yang baik dengan indeks mortalitas karang berkisar antara 0 0,01 pada kedalaman 3 meter dan 0 0,025 pada kedalaman 10 meter. Tingkat kerusakan karang di kawasan Nusa Penida sangat kecil atau dengan kata lain tidak ada perubahan yang mendasar dari karang hidup menjadi hamparan karang mati di kawasan Nusa Penida. Walaupun kondisi bioekologi kawasan Nusa Penida dikategorikan baik sampai dengan sangat baik tetapi dari segi pengelolaan belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari persentase tutupan komunitas karang yang tiap tahunnya masih terjadi naik-turun atau tidak stabil. Ikan karang yang ditemukan di kawasan Nusa Penida ± 576 jenis yang terdiri dari ikan mayor, ikan target dan ikan indikator. Berdasarkan hasil analisis indeks kesesuaian ekowisata bahari, kawasan Nusa Penida sesuai untuk aktivitas selam (diving), snorkeling dan rekreasi pantai. Namun, kunjungan wisatawan ke Nusa Penida sudah melebihi daya dukung kawasan yaitu orang/tahun sedangkan daya dukung kawasannya sekitar orang/tahun.

5 Karakteristik wisatawan yang berkunjung di Nusa Penida sangat bervariasi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa wisatawan yang terbanyak berkunjung ke Nusa Penida berasal dari negara Australia (41,8%), Amerika (10%) dan Jepang (9%). Dan dari hasil penelitian diperoleh 67 responden untuk wisatawan baik domestik maupun internasional masing-masing berasal dari negara Indonesia, Amerika, Inggris, Jepang, Swiss, Republik Cheko, Perancis, Jerman, Australia, Denmark, Belanda, Kanada, dan Kolombia. Pencadangan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida telah berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Dalam perjalanannya telah memberi manfaat bagi masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan masyarakat setelah dicadangkannya kawasan konservasi di Nusa Penida yaitu meningkat sekitar 10% - 30%. Bukan hanya masyarakat lokal tetapi juga pihak swasta dan pemerintah. Adapun manfaat yang terlihat bagi pemerintah yaitu terjadinya laju pertumbuhan perekonomian pemerintah daerah Kabupaten Klungkung melalui peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) dari sektor wisata yaitu sebesar 5,67% dari tahun Sedangkan untuk pihak swasta terbukanya peluang usaha di bidang wisata seperti bertambahnya dive operator, hotel, homestay, villa, bungalow, watersport dan resort yang juga secara langsung bermanfaat bagi masyarakat yaitu terbukanya lapangan kerja di bidang pariwisata. Kata kunci: Ekowisata bahari, Kawasan konservasi perairan, Manfaat kawasan konservasi perairan, dan Nusa Penida

6 SUMMARY MARJAN BATO. Study The Benefit of Marine Protected Areas for Development of Marine Ecotourism (Study Case on Marine Protected Area of Nusa Penida, Bali). Supervised by FREDINAN YULIANDA and ACHMAD FAHRUDIN. Development of Marine Protected Areas (MPA) aims to harmonize the economic needs of the community with the disire to consrve natural resources. Along with its development, Marine Protected Areas has been used for various purposes such as the place of research, environmental protection, preservation of species and genetic diversity, tourism activies, environmental education and protection of natural or cultural elements specific.. Nusa Penida is one of the candidate Marine Protected Areas in Indonesia and have been reserved by regulation of Regent of Klungkung Regency No. 12 of The status of the areas is a tourist park waters. One of reasons for to conservation reserve in Nusa Penida, becouse Nusa Penida have a specific organism/ endemic who can become an attraction for tourist such as : sunfish, manta rays, turtles and dolphins. This research was conducted in the Distric of Nusa Penida with four (4) location in the village of Nusa Penida such as Toyapakeh Village, Ped Village, Sakti Village and Jungut Batu Village. The four villages was selected becouse its development were directed to areas of tourist activities. The general objective of this study is to assess the benefit of Marine Protected Areas in Nusa Penida for the development of marine ecotourism by reviewing the benefits felt by the community who are in Nusa Penida, local community, government and private who become stakeholders in Marine Protected Areas and maintain the condition of the regions ecology. Results of this study showed that the ecological condition of coral reefs in particular was good category with coral mortality index range 0-0,01 at a depth of three meters and 0 0,025 at a depth of ten meters. Level of coral damage in Nusa Penida are very small or in others words there are no fundamental change from a live coral reef become the expanse of dead corals in Nusa Penida. Although the bioecology condition of Nusa Penida are categorized good until very good but not optimal in terms of management. It can be seen from percentage cover of coral communities that occur eac year are still up-down or unstable. Reef fish are found in Nusa Penida ± 576 species, consisting major fish, target fish, and indicators fish. Based on the anaysis of marine ecotourism suitability index, Nusa Penida appropriate for diving activities, snorkeling, and beach recreation. However, tourist visit to Nusa Penida already exceeded the carrying capacity of the area were persons/year while the carrying capacity to the region around persons/years. Characteristics of tourists visiting in Nusa Penida was very varied. the result showed that most travelers who visit in Nusa Penida was Australia (41,8%), American (10%) and Japan (9%). And the results obtained from 67 respondents, domestic and international tourist each country comes from Indonesia, America,

7 England, Japan, Switszerland, Czech Republic, France, Germany, Australia, Denmark, Netherland, Canada and Colombia. Marine Protected Areas in Nusa Penida had been held fo more than three years. It can be seen from the public revenue after reserved conservation area in Nusa Penida was an increase of approximately 10% - 30%. Not only the local community but also the private sector and government The benefit of being visible to the government that the economic growth rate of Klungkung Regency through increased regional gross domestic product (GDP) of the tourism sector in the amount of 5,67% from the year For Private sector opening to bussiness opportunies such as increased dive operators, hotels, homestay, villas, bungalows, watersport and resorts are directly benefit for the lokal community work opportunities in the field of tourism. Keywords: Marine Ecotourism, Marine Protected Areas, Nusa Penida, and The Benefit of Marine Protected Area.

8 Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

9 KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI (STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI) MARJAN BATO Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

10 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Handoko Adi Susanto, SPi, MSc

11 Judul Tesis : Kajian Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pengembangan Ekowisata Bahari (Studi Kasus di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, Bali Nama : Marjan Bato NIM : C Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc Ketua Dr Ir Achmad Fahrudin, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MscAgr Tanggal Ujian: 27 Agustus 2013 Tanggal Lulus:

12 PRAKATA Segala puji dan syukur serta hormat hanya bagi Allah Bapa yang telah menganugerahkan kasih dan rahmatnya, sehingga penyusunan karya ilmiah (Tesis) ini dapat dikerjakan sebagaimana mestinya. Penyusunan tesis ini dapat diselesaikan berkat bimbingan dan arahan para dosen pembimbing yang dengan hormat penulis sebutkan namanya yaitu Bapak Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc sebagai pembimbing ketua serta Bapak Dr Ir Achmad Fahruddin, MSi sebagai pembimbing anggota oleh karena itu diucapkan terima kasih. Seiring dengan selesainya penulisan tesis ini, dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Bapak Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA sebagai ketua Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. 2. Bapak Dr Ir Handoko Adi Susanto, SPi, MSc selaku penguji luar komisi pada ujian tesis. Terima kasih atas saran-saran yang diberikan dalam melengkapi dan memperbaiki penulisan Tesis ini. 3. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui Beasiswa Unggulan (BU) Tahun Pimpinan Universitas Negeri Papua (UNIPA) atas rekomendasinya untuk melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor dengan jalur beasiswa DIKTI. 5. Marine Protected Areas Governance (MPAG) yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian di Nusa melalui bantuan dana Penelitian. 6. Coral Triangle Center (CTC) Bali yang telah membantu penulis selama mengambil data dilokasi penelitian, serta telah berkontribusi dalam menyediakan data-data yang dibutuhkan. 7. Pemerintah Kab. Klungkung yang boleh memberikan ijin bagi penulis melaksanankan penelitian di daerahnya. 8. Mama dan adik serta sanak saudara saya tercinta yang telah memberi dukungan baik secara moral maupun atas doa-doanya. 9. Mas Triyadi Purnomo dan Keluarga serta rekan-rakan SPL 2011 yang boleh memberi dukungan dan bantuan serta partisipasi dalam penyelesaian penulisan tesis ini. 10. Adik Krisye dan Hendra yang boleh membantu penulis untuk mengambil data di lapangan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mendukung penyelesaian tugas akhir penulis, semoga Tuhan memberkati segala bantuan dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis. Pada akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis. Bogor, Agustus 2013 Marjan Bato [

13 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN vi vi vi 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kerangka Pemikiran 4 2 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pengertian Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Zonasi Pada Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Ekowisata Ekowisata Bahari Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Pesisir 14 3 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Metode Pengumpulan Data Analisis Data Analisis Deskriptif Persen Tutupan Komunitas Karang Indeks Kematian Karang (Mortalitas Karang) Kelimpahan Ikan Karang Indeks Kesesuaian Ekowisata Bahari Analisis Daya Dukung Kawasan Ekowisata Bahari Evaluasi Kegiatan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir yang Berada Pada Kawasan Nusa Penida 24 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Penetapan Batas Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Rencana Pengelolaan dan Mekanisme Pendanaan Jangka Panjang Zonasi Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 29 5 EKOSISTEM TERUMBU KARANG DAN EKOWISATA BAHARI Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Indeks Mortalitas Karang ( Tingkat Kematian Karang) Kondisi Ikan Karang 35

14 5.4 Kesesuaian Kawasan Untuk Lokasi Ekowisata Bahari Ekowisata Selam (Diving) Ekowista Snorkeling Ekowisata Pantai Daya Dukung Kawasan Ekowisata Bahari 41 6 PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA 6.1 Karakteristik Wisatawan di Kawasan Nusa Penida Pengetahuan Wisatawan Tentang Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Tingkat Kepuasan Wisatawan Terhadap Kawasan Wisata Bahari di Nusa Penida Pengeluaran Wisatawan Selama Berada di Kawasan wisata Bahari Nusa Penida Kesediaan Wisatawan Membayar Biaya Masuk Kawasan Konservasi Manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida Manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Bagi Pengembangan Ekowisata Bahari Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Terhadap Pendapatan Masyarakat Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pemerintah dan Pihak Swasta Analisis Gap (Analisis Kesenjangan) Kesesuaian Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Rekomendasi Pengelolaan Kawasan konservasi di Nusa Penida 62 7 SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 63 DAFTAR PUSTAKA 64 LAMPIRAN 68 RIWAYAT HIDUP

15 DAFTAR TABEL 1 Manfaat Ekowisata di Kawasan Konservasi 7 2 Jenis dan Metode Pengumpulan Data 16 3 Matriks Kesesuaian Area untuk Ekowisata Kategori Wisata Selam 20 4 Matriks Kesesuaian Area untuk Ekowisata Kategori Wisata Snorkling 21 5 Matriks Kesesuaian Area untuk Ekowisata Pantai Kategori Rekreasi Pantai 21 6 Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Area Kegiatan 23 7 Waktu yang Dibutuhkan untuk Setiap Kegiatan Wisata 23 8 Indikator Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 24 9 Titik Koordinat Batas Luar Calon KKP Nusa Penida Persentase Tutupan Karang Hidup Pada Kedalaman 3 Meter dan Kedalaman 10 Meter di Nusa Penida Nilai Indeks Kesesuaian Lahan Untuk Ekowista Kategori Selam (Diving) Nilai Indeks Kesesuaian Lahan Untuk Ekowista Kategori Snorkeling Nilai Indeks Kesesuaian Lahan Untuk Ekowista Kategori Wisata Pantai (Rekreasi Pantai) Daya Dukung Kawasan Di Nusa Penida Kategori Selam (Diving), Snorkeling, dan Rekreasi Pantai Sarana Kesehatan Per Desa/Kelurahan di Kecamatan Nusa Penida PDRB Sektor Pariwisata Kabupaten Klungkung Tahun Matriks Analisis Gap (Analisis Kesenjangan) Kesesuaian Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 57 DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Alur Pikir Penelitian 5 2 Peta Lokasi Penelitian 17 3 Peta Zonasi Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida 30 4 Kondisi Komunitas Karang di Kawasan Nusa Penida 34 5 Nilai Indeks Mortalitas Karang (Kematian Karang) Pada Lokasi Penelitian 35 6 Kelimpahan Ikan Karang di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida 36 7 Aktifitas Wisatawan dalam Melakukan Snorkling di Kawasan Wisata Desa Jungut Batu 39 8 Pantai Di Desa Sakti (Crystal Bay) 40 9 Persentase Wisatawan yang Berkunjungan Wisatawan di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida berdasarkan Asal Negara Grafik Kunjungan Wisatawan di Nusa Penida dari Tahun Persentase Sumber Informasi yang Diperoleh Responden Tentang 12 Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida Bentuk Sosialisasi Kelompok Kerja (POKJA) Terhadap Wisatawan

16 14 Yang Memanfaatkan Kawasan Wisata Nusa Penida Persentase Penyebab Ketidakpuasan Wisatawan yang Berkunjung 16 Di Kawasan Wisata Nusa Penida Persentase Tanggapan Responden Terhadap Penyebab Buruknya 18 Kawasan Wisata Nusa Penida Metode pembersihan Pantai di Kawasan Wisata Nusa Penida Persentase Biaya yang di Keluarkan Wisatawan Selama Berada di Kawasan Nusa Penida Persentase Kesediaan Membayar Biaya Masuk pada Lokasi Wisata di Kawasan Nusa Penida Persentase Peningkatan Pendapatan Masyarakat di Nusa Penida Box Plot Skor Kesejahteraan Masyarakat Nusa Penida di Empat Desa Sampling 53 DAFTAR LAMPIRAN 1 Persen tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang 2 Tahun 2010 di Nusa Penida, Bali 69 3 Persen tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang 4 Tahun 2011 di Nusa Penida, Bali 67 5 Persen tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang 6 Tahun 2012 di Nusa Penida, Bali 73 7 Persen Tutupan Komunitas Karang di Lokasi Penyelaman Pada Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Tahun Persen Tutupan Komunitas Karang di Lokasi Penyelaman Pada Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Tahun Persen Tutupan Komunitas Karang di Lokasi Penyelaman Pada Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Tahun Karakteristik Responden Pada Rumah Tangga Masyarakat Pelaku Wisata/ Pedagang di Nusa Penida Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (Responden) Pada Rumah Tangga Pekerja Wisata/ Pedagang di Nusa Penida Hasil Analisis Indeks Kesesuaian Area Ekowisata Kategori Wisata Selam (Diving) Hasil Analisis Indeks kesesuaian Area Ekowisata Kategori Snorkeling Hasil Analisis Indeks Kesesuaian Area Ekowisata Kategori Wisata Pantai (Rekreasi Pantai) Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) Untuk Ekowisata Bahari Kategori Selam (Diving) Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) Untuk Ekowisata Bahari Kategori Snorkeling Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Pantai (Rekreasi Pantai) 91

17 18 Data Kunjungan Wisatawan Daya Tarik Wisata (DTW) di Kabupaten Klungkung Tahun 1998 s/d Hasil Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Kesejahteraan keluarga dengan Karakteristik Indikator yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klungkung Atas Dasar Harga Berlaku dan Artas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klungkung Atas Dasar Harga Berlaku dan Artas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun (Hasil Analisis) Dokumentasi Objek Wisata yang di Jumpai di Kawasan Wisata Nusa Penida (Sumber : CTC, 2012) Dokumentasi Pengambilan/Pengumpulan Data di Lapangan Kegiatan Yang DiPerbolehkan dan Di Larang Dalam Zonasi KKP Nusa Penida Kuisioner yang digunakan dalam Penelitian 108

18

19 1

20

21 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya perairan melalui pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan suatu tindakan/langkah kooperatif yang dilakukan untuk mengembangkan suatu kawasan perairan. Pengelolaan kawasan konservasi perairan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan ekosistem dari kerusakan dan kepunahan akibat pemanfaatan yang berlebihan dan tidak terkontrol. Kawasan konservasi perairan mempunyai peranan yang sangat penting baik secara ekologis maupun ekonomis, sehingga pengelolaannya harus menjadi prioritas utama. Petrosillo et al. (2007) menyatakan bahwa tujuan dibentuknya kawasan konservasi perairan adalah untuk melindungi seluruh sistem sosialekologi, meningkatkan status sosial-ekonomi masyarakat lokal, mengembangkan ekowisata dan mendorong pelestarian budaya tradisional. Pengelolaan kawasan konservasi perairan yang efektif tidak hanya melindungi keanekaragaman hayati tetapi juga akan mendukung pengelolaan perikanan berkelanjutan dan peningkatan ekonomi melalui aktivitas ekowisata bahari (PISCO 2002, Gell and Roberts 2003). Kawasan konservasi perairan dan ekowisata merupakan satu kesatuan yang saling mendukung yang mana konsep dari pengembangan ekowisata sejalan dengan misi pengelolaan kawasan konservasi (Yulianda et al. 2010). Drumm and Moore (2005) mengungkapkan bahwa ekowisata merupakan strategi dalam pengembangan kawasan konservasi, dimana keduanya merupakan simbiosis mutualisme yakni ekowisata memerlukan kawasan konservasi dan sebaliknya kawasan konservasi memerlukan ekowisata. Pengembangan kawasan konservasi perairan bertujuan untuk mengharmonisasikan antara kebutuhan ekonomi masyarakat dengan keinginan untuk melestarikan sumberdaya alam. Seiring dengan perkembangannya, kawasan konservasi perairan telah dimanfaatkan dengan berbagai tujuan seperti sebagai tempat penelitian, perlindungan alam, pelestarian spesies dan keragaman genetik, kegiatan wisata, kegiatan pendidikan lingkungan serta perlindungan unsur alam atau budaya yang spesifik. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan menjadikan kawasan konservasi sebagai salah satu sarana yang dapat menunjang perekonomian negara. Oleh karena itu telah banyak peraturan perundangundangan ataupun turunannya tentang kawasan konservasi diantaranya adalah Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 (telah direvisi dengan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009) tentang Perikanan, Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. Per.16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Permen KP No. Per. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

22 2 Nusa Penida merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang ada di Indonesia dan telah dicadangkan melalui Peraturan Bupati Kabupaten Klungkung (Perbup) No. 12 Tahun 2010 dengan status kawasan adalah taman wisata perairan. Salah satu alasan pencadangan kawasan konservasi di Nusa Penida yaitu karena Nusa Penida memiliki organisme spesifik atau endemik yang menjadi daya tarik wisatawan yakni ikan mola-mola (sunfish), ikan pari manta, penyu, dan lumba-lumba sehingga dalam keberlanjutannya sangat perlu untuk dikonservasi. Pencadangan kawasan konservasi perairan khususnya di Nusa Penida mempunyai dampak bagi masyarakat dan lingkungan laut (ekologi) yang berada di kawasan Nusa Penida karena kawasan ini dianggap sebagai kawasan wisata yang telah berkembang dan telah dikelola selama hampir 3 (tiga) tahun. Dampak yang dapat ditimbulkan bisa positif dan juga bisa negatif. Berdampak positif jika pengelolaan selama ini telah mensejahterakan masyarakat dan melindungi lingkungan laut (ekologi) dalam hal ini terumbu karang, dan organisme spesifik/ endemik yakni ikan mola-mola (sunfish), ikan pari manta, penyu dan lumbalumba yang menjadi objek wisata terbesar serta organisme lainnya dan memiliki daya tarik bagi wisatawan. Dan sebaliknya akan berdampak negatif jika tidak adanya perbaikan terhadap lingkungan laut (ekologi) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan, sehingga dalam pengelolaan wilayah pesisir khususnya di kawasan konservasi perairan perlu memperhatikan keseimbangan dari kedua aspek tersebut. Pengelolaan kawasan konservasi perairan berbasis masyarakat merupakan suatu upaya atau usaha masyarakat dan pemerintah untuk mempertahankan dan memperbaiki kualitas sumberdaya yang didalamnya terdapat ekosistem terumbu karang dan sekaligus mempertahankan dan meningkatkan kualitas sumberdaya lainnya yang berasosiasi dengan terumbu karang sehingga mendatangkan nilai ekonomi dan sosial bagi masyarakat dan pemerintah untuk mengembangkan wilayah pesisir khususnya pada wilayah kajian yaitu Nusa Penida. Kawasan ini telah dicadangkan menjadi kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh pemerintah setempat, masyarakat dan LSM secara bersama-sama. Pelletier et al. (2005) mengemukakan bahwa kinerja keberhasilan suatu kawasan konservasi perairan dapat diukur dari tiga sudut pandang penting yakni ekologi, ekonomi dan sosial. Beberapa variabel ekologi yang dapat diukur diantaranya ialah (a) kekayaan spesies dan indeks keanekaragaman, (b) kelimpahan invertebrata, (c) penutupan karang, (d) distribusi spasial spesies, (e) komposisi spesies dan kepadatan relatif. Variabel ekonomi yang dapat diukur diantaranya adalah (a) biaya pengelolaan, (b) jumlah kunjungan dan pengeluaran kasar secara langsung terkait dengan kawasan konservasi, (c) perubahan dalam upaya penangkapan ikan. Kemudian variabel sosial yang dapat diukur diantaranya adalah (a) persepsi masyarakat, (b) frekuensi pertemuan antara masyarakat dan pengelola kawasan konservasi perairan. Dengan memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan dan kondisi saat ini pada kawasan konservasi perairan di Nusa Penida yang telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan, maka dibutuhkan suatu kajian ilmiah tentang manfaat kawasan konservasi perairan bagi pengembangan ekowisata bahari, untuk melihat sejauh mana manfaat yang dirasakan oleh masyarakat yang berada disekitar kawasan tersebut

23 3 dan berdampak bagi kehidupan sosial dan perekonomian serta memelihara dan menjaga kelestarian ekologi kawasan. 1.2 Perumusan Masalah Kawasan konservasi perairan pada dasarnya memiliki tujuan supaya tercapainya keterpaduan antara kepentingan ekologis, sosial dan ekonomi. Dengan dicadangkannya suatu kawasan menjadi kawasan konservasi itu berarti bahwa kawasan tersebut secara ekologis diharapkan dapat melindungi, memelihara dan melestarikan ekosistem yang ada dan yang berasosiasi dengannya sedangkan terhadap kondisi sosial dan ekonomi diharapkan supaya tercipta suatu sistem dan mekanisme pengelolaan yang berbasis masyarakat dengan memperhatikan dan mempertimbangkan aspek hukum dalam pemanfaatan potensinya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir. Pengelolaan kawasan konservasi khususnya bagi perairan laut yang akan dijadikan sebagai objek wisata seharusnya berbasis ekowisata. Mengapa harus berbasis ekowisata? Karena tujuan dari kegiatan ekowisata yaitu meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh wisatawan terhadap lingkungan/ekologi namun memberi manfaat bagi masyarakat lokal yaitu meningkatnya kesejahteraan. Ekowisata bahari dalam kawasan konservasi telah banyak dilakukan diberbagai tempat dan telah memberi manfaat kepada masyarakat lokal seperti di Great Barrier Reef Australia (Harriott, 2002), Bagalangit, Mabini (Oraciona et al. 2005), Torre Guaceto di Italy (Petrosillo et al. 2007), Pulau Calamianes di Philipina (Fabinyi, 2008), Montego Bay di Jamaica (Red-Grant and Bhat, 2009) serta beberapa Negara Asia Selatan seperti Pakistan, India, Srilanka, Maldives, dan Bangladesh (IUCN, CORDIO, dan ICRAN, 2008). Di Indonesia, kawasan konservasi perairan telah berkembang dan berdasarkan data telah terbentuk seluas 15,7 ha sampai pada tahun 2012 (Ruchimat et al. 2012). Berkembangnya kawasan konservasi di Indonesia tidak diiringi dengan kajian manfaat kawasan konservasi perairan tersebut terhadap kehidupan masyarakat serta lingkungan, oleh karena itu penelitian ini merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida belum menerapkan konsep ekowisata secara utuh. 2. Data atau informasi tentang bioekologi di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida belum tersedia secara lengkap. 3. Belum tersedia secara lengkap data atau informasi tentang karakteristik wisatawan yang berkunjung di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida. 4. Pengembangan ekowisata bahari di Kawasan Konservasi Perairan akan memberi dampak/ manfaat terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir.

24 4 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah 1. Mengkaji manfaat kawasan konservasi perairan di Nusa Penida dengan menggunakan konsep ekowisata. 2. Mengidentifikasi kondisi bioekologi kawasan wisata Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali 3. Menggambarkan karakteristik pengunjung/wisatawan daerah wisata Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali 4. Mengkaji dampak pengembangan ekowisata bahari terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir kawasan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali 5. Membuat rekomendasi pengelolaan wisata bahari yang memberi dampak terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir di kawasan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Sebagai Informasi dasar bagi pengembangan ekowisata bahari di kawasan konservasi perairan di Nusa Penida. 2. Memberikan masukan bagi pengelola kawasan konservasi untuk mengelola kawasan konservasi di Nusa Penida secara efektif dan berkelanjutan 3. Sebagai referensi untuk pengembangan kawasan konservasi perairan bagi pengembangan ekowisata bahari yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 1.5 Kerangka Alur Pikir Penelitian Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida dicadangkan berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten klungkung No. 12 tahun 2010 tepatnya pada tanggal 7 Juli Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan tersebut dimanfaatkan untuk wisata bahari, perikanan yang berkelanjutan, budidaya ramah lingkungan, penelitian dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat serta pemanfaatan sumberdaya laut lainnya secara lestari. Sebelum Kabupaten Klungkung khususnya Kecamatan Nusa Penida dicadangkan sebagai kawasan konservasi, kegiatan wisata sudah berkembang. Pengelolaan kawasan konservasi di Nusa Penida sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah daerah yang bekerja sama dengan masyarakat, lembaga swadaya dan Coral Triangel Center (CTC). Walaupun kawasan konservasi Nusa Penida telah dicadangkan, namun yang menjadi kendala adalah apakah pengelolaannya didasarkan pada prinsip ekowisata atau hanya untuk kepentingan

25 5 pendapatan daerah semata sehingga prinsip-prinsip yang menjadi dasar dari pengelolaan kawasan konservasi menjadi terabaikan. Berdasarkan hal tersebut diatas maka disusun sebuah kerangka pemikiran seperti yang tertuang pada Gambar 1. Kerangka pemikiran ini didasarkan pada pencadangan Nusa Penida sebagai kawasan konservasi perairan yang dikelola oleh pemerintah daerah. Pengelolaannya ini akan dianalisis apakah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip ekowisata atau belum dengan menggunakan indeks kesesuaian ekowisata bahari dengan daya dukung kawasan di Nusa Penida dan dibandingkan dengan kondisi aktual atau eksisting apakah sudah mempunyai dampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir dan kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian dan kealamian alam yang tersedia di Nusa Penida. Berdasarkan analisis gap yang dilakukan maka di buat rekomendasi pengelolaan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida dengan tujuan untuk memanfaatkan kawasan konservasi tersebut secara optimal. Adapun kerangka alur pikir penelitian ini adalah sebagai berikut : Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida (Peraturan Bupati Kab. Klungkung No. 12 Tahun 2010) Potensi Wisata Bahari Pemanfaatan Berbasis Ekowisata Pemanfaatan Aktual/ Existing Analisis Kesesuaian & Daya Dukung Ekowisata Bahari Analisis Gap Kesejahteraan Masyarakat Sesuai Prinsip Ekowisata Pemanfaatan Optimal Rekomendasi Pengelolaan Gambar 1. Kerangka alur pikir penelitian

26 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Pengertian Kawasan Konservasi Perairan Kawasan konservasi perairan merupakan terjemahan Pemerintah Indonesia yang berasal dari istilah Marine Protected Area (MPA) yang didefinisikan pada World Wilderness Congress Ke-4 dan diadopsi oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) dalam General Assembly pada tahun 1994, adalah suatu daerah intertidal atau subtidal beserta flora dan fauna, dan penampakan sejarah serta budaya, yang dilindungi secara hukum atau cara lain yang efektif, untuk melindungi sebagian atau seluruh lingkungan disekitarnya (Kelleher, 1999; Kasasiah, 2013). International Union for Conservation of Nature tahun 2008 (IUCN, 2008) telah merevisi defenisi Marine Protected Area (MPA) dari yang sebelumnya pada tahun 1994 menjadi Sebuah kawasan yang memiliki batas geografis yang jelas yang diakui, diperuntukkan dan dikelola, baik secara formal maupun tidak formal, agar dalam jangka panjang melindungi alam berikut jasa-jasa ekosistem dan nilainilai budayanya. Menurut FAO (2011), terdapat beberapa perbedaan KKP di beberapa negara, di Filipina kawasan konservasi merupakan daerah laut yang spesifik yang dilindungi hukum dan cara efektif lainnya serta pelaksanannya dipandu dengan aturan spesifik atau panduan untuk mengelola aktivitas dan melindungi sebagian dari seluruh wilayah pesisir dan lingkungan laut. Brazil mengategorikan KKP ke dalam dua daerah yaitu daerah tanpa penangkapan (inti/ no-take zone) dan daerah untuk pemanfaatan berkelanjutan, sedangkan di Senegal, KKP merupakan kawasan perlindungan dengan dasar keilmuan untuk generasi sekarang dan akan datang, dari sumberdaya alami dan budaya serta ekosistem yang menunjukkan lingkungan laut. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2007 mendefenisikan kawasan konservasi perairan sebagai suatu kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Kawasan yang dilindungi melalui definisi ini mencakup tidak hanya kawasan laut namun juga perairan secara umum, termasuk sungai dan danau. Sedangkan pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2008 mendefenisikan kawasan konservasi adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang mempunyai ciri khas tertentu sebagai satu kesatuan ekosistem yang dilindungi, dilestarikan dan/atau dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Syms dan Jones (2001) menyatakan bahwa terumbu karang sebagai habitat dari berbagai ikan karang memiliki korelasi positif terhadap kelimpahan ikan karang. Jika terjadi gangguan terhadap habitat (ekosistem terumbu karang) maka populasi ikan akan bergerak untuk berpindah ke lokasi yang lebih nyaman. Selain

27 7 manfaat terhadap ekosistem, kawasan konservasi juga bermanfaat terhadap kegiatan ekowisata. Kegiatan ekowisata yang biasa dilakukan di kawasan terumbu karang yaitu menyelam dan snorkling. Gao dan Hailu (2011) mengemukakan bahwa kondisi ekosistem karang yang baik akan meningkatkan kekayaan ikan yang selanjutnya akan meningkatkan kegiatan wisata sebagai contoh wisata sport fishing. Jennings (2009) menguraikan fungsi utama dalam pengelolaan adalah untuk memodifikasi tekanan-tekanan manusia terhadap ekosistem sumberdaya maka berbagai model pengelolaan telah dilakukan, salah satunya adalah pembentukan kawasan konservasi, telah diusulkan untuk mendukung pengelolaan yang lestari dan berkelanjutan. Daerah Perlindungan laut diakui diseluruh dunia, sebagai desain untuk melindungi sumberdaya dengan cara melindungi habitatnya, serta dapat menyelesaikan masalah konflik sumberdaya dan salah satu upaya pengembalikan sumberdaya yang telah tereklpoitasi serta kawasan yang terdegradasi (Maliao et al. 2004). Angulo-Valdes and Hatcher (2010) menyebutkan bahwa ada 99 manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya kawasan konservasi perairan yang terbagi dalam 9 kategori utama yaitu manfaat terhadap perikanan, non-perikanan, manfaat kepada pengelola, pendidikan/ penelitian, budaya, proses, manfaat kepada ekosistem, serta manfaat kepada spesies dan populasi. Menurut Eagles et al. (2002) bahwa ketertarikan wisatawan berkunjung ke lokasi ekowisata dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan yang dijadikan sebagai kawasan konservasi (Tabel 1). Tabel 1. Manfaat potensial dari ekowisata di kawasan konservasi Kategori Manfaat Jenis Manfaat Ekowisata bagi Masyarakat dan Lingkungan Meningkatkan - Peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat lokal perekonomian - Peningkatan pendapatan masyarakat - Wisatawan dapat merangsang perkembangan usaha baru - Mendorong produksi barang-barang lokal - Mendapatkan pasar baru untuk menghasilkan devisa - Memperbaiki standar hidup masyarakat stempat - Menghasilkan pajak lokal - Pekerja dimungkinkan memperoleh keterampilan baru - Menghasilkan pembiayaan untuk kawasan konservasi dan untuk masyarakat lokal Melindungi - Melindungi proses ekologis teristerial maupun aliran alam dan sungai Warisan - Memelihara keanekaragaman hayati (genus, spesies dan budaya ekosistem) - Melindungi, memelihara, nilai budaya dan membangun warisan sumberdaya - Menciptakan nilai ekonomi dan perlindungan sumberdaya - Menyebarkan nilai-nilai konservasi seperti pendidikan dan penafsiran

28 8 Kategori Manfaat Meningkatkan kualitas hidup Sumber : Eagles et al. (2002), Irwan (2010) Jenis Manfaat Ekowisata bagi Masyarakat dan Lingkungan - Membantu untuk mengkomunikasikan dan menafsirkan nilai-nilai alam dan warisan budaya kepada pengunjung dan masyarakat setempat Hal ini dapat membangun generasi baru yang merupakan konsumen yang bertanggung jawab - Mendukung penelitian dan pengembangan jasa-jasa lingkungan dan pengelolaan sistem yang dapat meningkatkan kapasitas maupun kepedulian biro perjalanan dan bisnis wisata terhadap tanggung jawab lingkungan - Memperbaiki fasilitas-fasilitas lokal, transportasi dan komunikasi - Membantu pengembangan mekanisme keuangan sendiri bagi operasional kawasan konservasi - Mempromosikan nilai-nilai spiritual yang berhubungan dengan kesehatan - Mendukung pendidikan lingkungan bagi pengunjung dan masyarakat lokal - Menyediakan atraksi lingkungan sebagai tujuan persinggahan bagi penduduk lokal dan pengunjung yang dapat mendukung aktivitas lain yang dapat dilakukan secara bergantian - Memperbaiki pemahaman antar budaya - Mendorong pengembangan budaya, kerajinan tangan dan seni - Meningkatkan kualitas pendidikan bagi masyarakat lokal - Mendorong masyarakat untuk mempelajari bahasa dan budaya asing yang dibawa oleh pengunjung dibawa oleh pengunjung - Mendorong masyarakat lokal untuk menilai budaya dan lingkungan mereka Zonasi Pada Kawasan Konservasi Perairan Pembentukkan kawasan konservasi perairan tujuan utamanya yaitu untuk melindungi spesies/habitat keanekaragaman hayati dan mempertahankan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan. Sedangkan tujuan lainnya yaitu sebagai tempat penelitian ilmiah, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Tujuan pengelolaan kawasan tercermin atau terefleksi di dalam perencanaan zonasi. Suatu kawasan yang bertujuan untuk melindungi perikanan, zonasi akan diprioritaskan untuk melindungi wilayah atau tempat pemijahan ikan dan habitat penting lainnya yang mendukung keberlanjutan sumberdaya ikan. Oleh karena itu, zonasi merupakan tahapan yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan pengelolaan kawasan konservasi.

29 9 Istilah zonasi banyak digunakan dalam sistem penataan ruang, seperti ketentuan pada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Undang-Undang 27 tahun 2007 juga membahas zonasi khususnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Pada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.30 tahun 2010 mendefenisikan zonasi kawasan konservasi perairan adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang di kawasan konservasi perairan melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan ekosistem. Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) diatur dengan sistem zonasi, yakni zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, dan zona lainnya (Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan). Untuk kasus-kasus yang spesifik, maka akan ada pembagian sub-sub zona sebagai bagian dari keempat zona utama yang penentuannya disesuaikan dengan potensi, karakteristik, dan pertimbangan sosial ekonomi masyarakat sekitar. 1. Zona inti adalah zona yang diperuntukkan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, penelitian dan pendidikan dengan tetap mempertahankan perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas. Kriteria penentuan zona inti meliputi : daerah yang merupakan tempat pemijahan, pengasuhan atau alur migrasi ikan; daerah yang merupakan habitat biota perairan tertentu; mempunyai keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya; mempunyai ciri khas ekosistem alami dan mewakili keberadaan biota tertentu yang masih asli; mempunyai kondisi perairan yang relatif masih asli dan tidak atau belum terganggu manusia; mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis ikan tertentu untuk menunjang pengelolaan perikanan yang efektif dan menjamin berlangsungnya bioekologis secara alami; serta mempunyai ciri khas sebagai sumber plasma nutfah bagi KKP. 2. Zona perikanan berkelanjutan diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi ikan, penangkapan ikan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan, budidaya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi, penelitian dan pengembangan serta pendidikan. Penentuan zona perikanan berkelanjutan yaitu daerah yang memiliki nilai konservasi namun masih memiliki toleransi terhadap pemanfaatan budidaya ramah lingkungan dan penangkapan dengan alat dan cara yang ramah lingkungan. Selain itu, mempunyai karakteristik ekosistem yang memungkinkan untuk berbagai pemanfaatan ramah lingkungan dan mendukung perikanan berkelanjutan, memiliki keanekaragaman jenis biota perairan beserta ekosistemnya, mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk mendukung kegiatan multifungsi dengan tidak merusak ekosistem aslinya, dan mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin pengelolaan budidaya ramah lingkungan, perikanan berkelanjutan, dan kegiatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat, serta mempunyai karakteristik potensi dan keterwakilan biota perairan bernilai ekonomi. 3. Zona pemanfaatan yaitu bagian KKP yang diperuntukkan bagi perlindungan habitat dan populasi ikan, pariwisata dan rekreasi, penelitian

30 10 dan pengembangan, dan pendidikan. Kriteria penentuan zona pemanfaatan ini diantaranya mempunyai daya tarik pariwisata alam berupa biota perairan beserta ekosistem perairan yang indah dan unik, mempunyai luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi, dan mempunyai karakter objek penelitian dan pendidikan yang mendukung kepentingan konservasi, serta mempunyai kondisi perairan yang relatif masih baik untuk berbagai kegiatan pemanfaatan dengan tidak merusak ekosistem aslinya. 4. Zona lainnya adalah zona diluar zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan yang diperuntukkan bagi zona rehabilitasi dalam rangka mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi atau mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas, sarana penunjang kehidupan kelompok masyarakat dan/atau masyarakat adat yang tinggal di wilayah tersebut, dan kepentingan umum antara lain berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi, dan jaringan listrik. Kriteria penentuan zona lainnya tergantung dari karakteristik kawasan seperti adanya perubahan fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia, adanya invasif spesies (masuknya spesies lain) yang mengganggu jenis atau biota asli kawasan, dan adanya pemanfaatan lain yang sesuai kebutuhan zona dengan tetap memperhatikan daya dukung dari kawasan tersebut. Sistem zonasi pada kawasan konservasi dan pulau-pulau kecil berdasarkan Peraturan Menteri Keluatan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 17 Tahun 2008 berbeda dengan sistem zonasi pada kawasan konservasi perairan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 60 Tahun Adapun sistem zonasi berdasarkan Permen KP Nomor 17 Tahun 2008 dibagi menjadi 3 zona yaitu zona inti, zona pemanfaatan terbatas, dan zona lainnya dengan penjelasan masingmasing zona adalah sebagai berikut : 1. Zona Inti merupakan zona perlindungan mutlak habitat dan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut, perlindungan ekosistem pesisir yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan, perlindungan situs budaya/ adat tradisional, penelitian, dan/atau pendidikan. Zona inti ini terdiri dari a) daerah tempat berpijah (spawning ground), tempat bertelur (nesting site), daerah asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground) ikan dan/atau biota perairan lainnya, b) ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang relatif masih utuh dan tidak terganggu, c) Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil yang unik dan rentan terhadap perubahan. 2. Zona pemanfaatan terbatas diperuntukkan a) Perlindungan habitat dan populasi ikan, 2) pariwisata dan rekreasi, c) Penelitian dan pengembangan, d) Pendidikan. 3. Zona lainnya merupakan zona diluar zona inti dan zona pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain zona rehabilitasi. Sistem zonasi pada Kawasan Konservasi Perairan di tiap daerah di Indonesia mengalami perbedaan dan disesuaikan dengan kondisi daerah atau

31 kawasan yang akan di konservasi. Sebagai contoh di Nusa Penida, zonanya dibagi dalam 7 subzona, sedangkan di Taman Nasional Wakatobi dibagi dalam 6 zona yang terdiri dari : 1) Zona Inti, 2) Zona Perlindungan Bahari, 3) Zona Pariwisata, 4) Zona Pemanfaatan Lokal, 5) Zona Pemanfaatan Umum, dan 6) Zona Daratan/Khusus. Adapun Penjelasan dari keenam zona tersebut adalah sebagai berikut (BTNW, 2007): 1. Zona Inti (Core Zone), bagian taman nasional yang mempunyai kondisi alam baik biota ataupun fisiknya masih asli dan tidak atau belum diganggu oleh manusia yang mutlak dilindungi, berfungsi untuk perlindungan keterwakilan keanekaragaman hayati yang asli dan khas. 2. Zona Perlindungan Bahari (No Take Zone), adalah bagian taman nasional yang karena letak, kondisi dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti dan zona pemanfaatan. 3. Zona Pariwisata (Tourism Zone), adalah bagian taman nasional yang letak, kondisi dan potensi alamnya terutama dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan kondisi/jasa lingkungan lainnya. Zona ini merupakan pusat rekreasi dan kunjungan pariwisata alam. Lokasinya berdekatan dengan daerah pemukiman dan mudah dijangkau/aksesibilitas mudah, sehingga pengembangannya dapat memberikan dampak keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat. 4. Zona Pemanfaatan Lokal (Local Using Zone), adalah zona yang dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas secara tradisional untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat sekitarnya yang biasanya menggantungkan hidupnya pada sumber daya alam laut. Zona pemanfaatan lokal berfungsi dan diperuntukkan bagi pemanfaatan potensi sumber daya alam tertentu di kawasan taman nasional oleh masyarakat setempat (Wakatobi) secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya dan peningkatan kesejahteraan. 5. Zona Pemanfaatan Umum (Common Using Zone), zona yang diperuntukkan bagi pengembangan dan pemanfaatan perikanan laut dalam. Zona pemanfaatan umum berfungsi dan diperuntukkan bagi pemanfaatan potensi sumber daya perairan laut dalam di kawasan TNW baik oleh masyarakat setempat/lokal Wakatobi maupun oleh nelayan/ pengusaha perikanan dari luar Wakatobi dalam rangka pengembangan usaha perikanan pelagis/laut dalam yang akan mendukung pembangunan Kabupaten Wakatobi sesuai ketentuan yang berlaku. 6. Zona Daratan/Khusus (Land Zone), adalah wilayah daratan berupa pulaupulau yang berpenduduk dan telah terdapat hak kepemilikan atas tanah oleh masyarakat atau kelompok masyarakat yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional dimana pengaturannya akan dilakukan lebih lanjut melalui rencana umum tata ruang kabupaten. 11

32 Ekowisata Ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata khusus. Kekhususan ini menjadikan ekowisata sering diposisikan sebagai lawan dari wisata massal. Perbedaannya dengan wisata massal adalah karakteristik produk dan pasar (Damanik dan Weber, 2006). Ekowisata juga diartikan sebagai perjalanan wisata alam yang bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (TIES 1990 dalam Fandeli 2000). Dari defenisi ini ekowisata dapat dipandang dari tiga perspektif yaitu : 1. Ekowisata sebagai produk yang merupakan semua atraksi yang berbasis pada sumberdaya alam 2. Ekowisata sebagai pasar yang merupakan perjalanan yang diarahkan pada upaya-upaya pelestarian lingkungan 3. Ekowisata sebagai pendekatan pengembangan yang merupakan metode pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata secara ramah lingkungan. Disini kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat lokal dan pelestarian lingkungan sangat ditekankan dan merupakan ciri khas ekowisata. Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsipprinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan wisata lain. Dalam prakteknya hal ini terlihat dalam bentuk kegiatan wisata yang : a. Secara aktif menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya b. Melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan, pengembangan dan pengelolaan wisata serta memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan mereka. c. Dilakukan dalam bentuk wisata independen atau diorganisasi dalam bentuk kelompok kecil (UNEP, 2000). Dengan kata lain ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang memberikan dampak kecil bagi kerusakan alam dan budaya lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan pendapatan serta membantu kegiatan konservasi alam itu sendiri. Dari defenisi tersebut diatas, dapat didefenisikan beberapa prinsip ekowisata (TIES 1990 dalam Fandeli, 2000), yaitu : 1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural destinations), terkadang perjalanan yang jauh, ada penduduk atau tidak ada penduduk, biasanya lingkungan tersebut dilindungi. 2. Meminimalkan dampak negatif (minimalized impact). Pariwisata menyebabkan kerusakan, tetapi ekowisata berusaha untuk meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan, atau infrastruktur lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui pemanfaatan material/sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber energi yang terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang aman, dan menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan (landscape) dan budaya setempat, serta memberikan batasan/jumlah wisatawan yang sesuai dengan daya dukung obyek dan pengaturan perilakunya.

33 13 3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental awareness). Unsur penting dalam ekowisata adalah pendidikan, baik kepada wisatawan maupun kepada masyarakat penyanggah obyek. Sebelumnya semua pihak yang terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak negatif dapat diminimalkan. 4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan konservasi (provides direct financial benefits for conservation). Ekowisata dapat membantu meningkatkan perlindungan akan lingkungan, peneitian dan pendidikan, melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan sebagainya. 5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada masyarakat lokal (provides financial benefits and powerment for local people). Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan konservasi apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keberadaan ekoturisme disuatu kawasan harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (local community walfare). Manfaat finansial dapat dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau peningkatan kapasitas masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha, pemodalan dan manajemen. 6. Menghormati budaya setempat (respect localculture ). Ekoturisme disamping lebih ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif, intrutif, polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru merupakan salah satu core bagi pengembangan kawasan ekoturisme. 7. Mendukung gerakan hak asasi manusia dan demokrasi (support human right and democratic movement). 2.3 Ekowisata Bahari Ekowisata bahari merupakan jenis kegiatan pariwisata yang berhubungan dengan kelautan dengan sasaran antara lain melihat/mengamati terumbu karang, berbagai jenis ikan, hewan-hewan kecil di laut (microfauna) yang dilakukan dengan cara menyelam, snorkling, dan berenang (Garrod & Wilson, 2004). Menurut Cater (2003) dalam Garrod & Wilson (2004), wisata bahari adalah sebuah komponen dari sektor ekowisata yang lebih luas yang tumbuh dengan pesat baik nilai maupun volume. Dahuri et al. (2001) menyatakan bahwa daya tarik wilayah pesisir untuk wisatawan adalah keindahan dan keaslian lingkungan seperti kehidupan di bawah air, bentuk pantai (gua-gua, air terjun, pasir dan sebagainya) dan kekayaan jenis tumbuhan, burung dan hewan-hewan lain. Dengan demikian, cakupan kegiatan wisata ini memiliki spektrum industri yang sesungguhnya sangat luas dan bisnis yang ditawarkannya sangat beragam, antara lain jasa penyedia transportasi, kapal pesiar, pengelola pulau kecil, pengelola taman laut, hotel, restoran terapung, kawasan lepas pantai, rekreasi pantai, konvensi di pantai dan di laut, pemandu wisata alam, dan sebagainya. Tentunya industri-industri pendukung juga akan terbuka lebar antara lain jasa foto dan video, pakaian dan peralatan olahraga, jasa kesehatan, jasa keamanan laut, jas resque, kerajinan dan cindera mata, pemasok makanan dan minuman, hiburan dan

34 14 lain sebagainya. Konsep wisata pesisir dan bahari di dasarkan pada view, keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekowisata bahari haruslah dikakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir secara berkelanjutan haruslah dilakukan dengan perencanaan yang matang dengan pendekatan pengelolaan konservasi sehingga total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya (Dahuri et al. 2001). Yulianda (2007) mendefenisikan ekowisata adalah pariwisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi yang mengutamakan kelestarian dan keseimbangan alam. Selanjutnya ditambahkan bahwa ekowisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir dan laut yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Obyek ekowisata bahari dapat dikelompokkan menjadi tiga berdasarkan a) Obyek komoditi yang terdiri dari penyu, duyung, paus, lumba-lumba, hiu, spesies endemik, pasir putih, dan ombak; b) Obyek ekosistem terdiri dari terumbu karang, mangrove, lamun, goba, dan pantai; c) Obyek kegiatan terdiri dari perikanan tangkap, perikanan budidaya, dan sosial/budaya (Yulianda, 2007). Kegiatan wisata yang dapat dikembangkan dengan konsep ekowisata bahari yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan lingkungan pantai seperti rekreasi, olahraga, menikmati pemandangan dan iklim. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut dan dinamika air laut seperti wisata selam, snorkeling, selancar, jet ski, banana boat, kapal selam, wisata ekosistem lamun, wisata nelayan, wisata pendidikan, wisata pancing dan wisata satwa (Yulianda, 2007). 2.4 Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Pesisir Aspek sosial ekonomi dan budaya masyarakat pesisir adalah suatu kajian terhadap hubungan sosial antara manusia yang berdiam di wilayah pesisir dengan sumberdaya alam yang ada. Wisata bahari merupakan salah satu aspek yang pelaksanaannya melibatkan sumberdaya alam yang tersedia di wilayah pesisir dengan kegiatan masyarakat. Adanya kegiatan wisata bahari di suatu wilayah akan berkaitan erat dengan manusia yang ada di wilayah tersebut sebagai konsumen dan akan mempengaruhi nilai sosial ekonomi dan budayanya. Masyarakat pesisir memiliki karakteristik sosial ekonomi yang berbeda dengan beberapa kelompok masyarakat industri lainnya. Menurut Nikijuluw (2001), perbedaan ini dikarenakan eratnya keterkaitan terhadap karakteristik ekonomi pesisir, ketersediaan sarana prasarana sosial ekonomi maupun latar belakang budaya. Selanjutnya ditambahkan bahwa masyarakat pesisir dapat dipandang sebagai suatu sistem sosial yang kehidupan segenap anggotaanggotanya tergantung sebagian atau sepenuhnya pada kelimpahan sumberdaya pesisir dan lautan. Pada umumnya masyarakat pesisir mempunyai nilai budaya yang berorientasi hidup selaras dengan alam, sehingga teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya alam adalah adaptif dengan kondisi ekologi wilayah pesisir (Damanhuri dan Adrianto, 1995).

35 15 Pada umumnya kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir dapat dinyatakan memprihatinkan yang dapat ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan, produktifitas, dan pendapatan. Menurut Nikijuluw (2001), tertinggalnya kelompok masyarakat pesisir dibanding dengan kelompok masyarakat lainnya yaitu salah satunya disebabkan oleh karena kurangnya kegiatan/proyek pembangunan yang menjangkau masyarakat pesisir, seperti terbatasnya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, jalan dan lain sebagainya. 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Pemilihan daerah ini dengan pertimbangan bahwa kawasan Nusa Penida merupakan kawasan wisata yang saat ini mulai berkembang. Waktu penelitian laksanakan pada bulan September 2012 Februari Jenis dan Metode Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan sekunder. Data primer merupakam data yang diperoleh langsung di lapangan, sedangkan data sekunder merupakan data yang diperoleh dari kajian terhadap hasil penelitian, publikasi ilmiah, peraturan daerah, data dari instansi pemerintah, swasta, maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun jenis data dan sumber data serta metode pengumpulan datanya terlihat pada Tabel 2. Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah objek yang terkait dengan kegiatan wisata bahari antara lain kawasan terumbu karang, pantai, wisatawan, masyarakat, pengusaha wisata, infrastruktur penunjang, dan instansi lain yang terkait dengan pengelolaan kawasan konservasi di Nusa Penida. Penentuan responden dilakukan secara non-probability sampling, yakni purpossive sampling. Metode purposive sampling adalah penentuan responden yang dilakukan secara sengaja dengan menggunakan kriteria tertentu. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang bekerja sebagai pekerja wisata dan wisatawan lokal/asing yang berkunjung di Kawasan Nusa Penida. Jumlah responden diperoleh yaitu sebanyak 105 responden yang terdiri dari masyarakat yang bekerja sebagai pekerja wisata sebanyak 38 responden sedangkan untuk wisatawan sebanyak 67 responden. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di empat desa yakni Desa Toyapakeh, Desa Ped, Desa Sakti dan Desa Jungut Batu seperti yang terlihat pada Gambar 2.

36 16 Tabel 2. Jenis dan metode pengumpulan data Kebutuhan Data Data Ekologi : Primer Jenis Data Sekunder Tutupan Karang CTC Kondisi Ikan Karang CTC Panjang Pantai Insitu Lebar Pantai Insitu Sumber Data/ Metode Pengumpulan Data Kecepatan Arus Insitu, Fauziyah (2012) Kemiringan pantai Insitu Data Sosial Ekonomi : Kondisi dan Fasilitas Perumahan Penghasilan/ Pendapatan Masyarakat Konsumsi /Pengeluaran Masyarakat Persepsi/Tanggapan Masyarakat terhadap kegiatan KKP di Nusa Penida Kuesioner & Wawancara Mendalam Kuesioner & Wawancara Mendalam Kuesioner & Wawancara Mendalam Kuesioner & Wawancara Mendalam Karakteristik Wisatawan Kuesioner & Wawancara Mendalam Jumlah Pengunjung di Dinas Kebudayaan & Pariwisata, Kab. Klungkung Nusa Penida Data Kependudukan Kantor Kecamatan Nusa Penida Kab. Klungkung Dalam Angka Nusa Penida Dalam Angka BPS, Kab. Klungkung BPS, Kab. Klungkung

37 Gambar 2. Peta lokasi penelitian 17

38

39 Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan untuk menganalisis aspek-aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut : Analisis Deskriptif Analisis ini untuk mengetahui kondisi gambaran umum lokasi penelitian, data kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia pada kawasan Nusa Penida. Kondisi dan potensi sumberdaya yang ada dilakukan dengan analisis deskriptif dari hasil pengamatan lapangan dan data hasil penelitian sebelumnya yang masih relevan Persen Tutupan Komunitas Karang Kondisi terumbu karang terutama persen tutupan komunitas karang, dihitung dengan persentasi karang hidup (life form) dan berdasarkan kategori. Data persen tutupan komunitas karang yang didapatkan dengan menggunakan metode LIT dihitung dengan menggunakan rumus : Dimana : Ni = Persen penutupan komunitas karang li = Panjang total life form l jenis ke-i L = Panjang Transek (m) Dari hasil perhitungan diatas akan dianalisis dengan menggunakan kategori persen tutupan karang dimana persen tutupan komunitas karang merupakan penjumlahan dari persentase tutupan karang keras, persentase tutupan karang lunak, dan tutupan kategori others (OT) (Yulianda, 2007). Kriteria tersebut menggunakan 4 kategori, yaitu : a) Kategori rusak : 0 24,9% b) Kategori sedang/kritis : 25 50% c) Kategori baik : 50,1 75% d) Kategori sangat baik : 75,1 100% Indeks Kematian Karang (Mortalitas Karang) Penilaian suatu kondisi atau kesehatan karang tidak hanya berpatokan pada persentase tutupan karang, karena bisa terjadi bahwa dua daerah memiliki persentase tutupan karang hidupnya sama namun mempunyai tingkat kerusakan yang berbeda. Tingkat kerusakan ini terkait dengan besarnya perubahan karang hidup menjadi karang mati. Rasio kematian karang dapat diketahui melalui perhitungan indeks kematian karang (mortalitas karang) berdasarkan perhitungan yang telah ditetapkan oleh English et al : IM =

40 20 Nilai indeks kematian karang yang mendekati nol menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup, sedangkan nilai yang mendekati satu menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi karang mati Kelimpahan Ikan Karang Kelimpahan ikan karang akan dihitung dengan menggunakan rumus : Kelimpahan suatu ikan karang = Indeks Kesesuaian Ekowisata Bahari Penentuan suatu kegiatan pemanfaatan yang dilakukan pada suatu kawasan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukkannya. Demikian halnya jika kawasan tersebut akan dijadikan sebagai kawasan ekowisata bahari maka perlu dianalisis dengan menggunakan rumus Indeks kesesuaian ekowisata bahari yang mengacu pada Yulianda et al. (2010), sebagai berikut : [ ] Dimana : IKW = Indeks Kesesuaian wisata Ni = nilai parameter ke-i (bobot x skor) N maks = nilai maksimum dari suatu kategori wisata. Dalam menentukan kesesuaian ekowisata bahari ini tidak terlepas dari bantuan matriks kesesuaian yang disusun berdasarkan acuan kriteria kesesuaian setiap peruntukkan. Adapun matriks kesesuaian yang digunakan secara lengkap disajikan pada Tabel 3, Tabel 4 dan Tabel 5 berikut : Tabel 3. Matriks kesesuaian area untuk ekowisata kategori wisata selam Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor Kecerahan Peraian (%) Tutupan Komunitas Karang (%) 5 > < 50 1 < >75 3 > < 25 0 Jenis life form 3 >12 3 < < 4 0 Jenis Ikan Karang 3 > < 50 1 < 20 0 Kecepatan (cm/det) Kedalaman terumbu karang Arus Sumber : Yulianda et al. (2010) > > > > > < 30 0

41 21 Keterangan : Nilai Maksimum : 54 Kategori S1 : Sangat Sesuai, dengan nilai IKW : % Kategori S2 : Sesuai, dengan nilai IKW : 50 - < 75% Kategori TS (S3 & N) : Tidak Sesuai, dengan nilai IKW < 50% Tabel 4. Matriks kesesuaian area untuk ekowisata kategori wisata snorkling Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor Kecerahan Peraian (%) Tutupan Komunitas Karang (%) < < 80 1 < > 75 3 > < 25 0 Jenis life form 3 > 12 3 < < 4 0 Jenis Ikan Karang 3 > < 30 1 < 10 0 Kecepatan (cm/det) Kedalaman terumbu karang Arus Lebar Hamparan dasar karang (m) > > > >3-6 2 > >500 3 Sumber : Yulianda et al. (2010) 500 < 10; < <20 0 Keterangan : Nilai Maksimum : 57 Kategori S1 : Sangat Sesuai, dengan nilai IKW : % Kategori S2 : Sesuai, dengan nilai IKW : 50 - < 75% Kategori TS (S3 & N) : Tidak Sesuai, dengan nilai IKW < 50% Tabel 5. Matriks kesesuaian area untuk wisata pantai kategori rekreasi Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor Kedalaman Perairan (m) Tipe Pantai 5 Lebar Pantai (m) Material dasar perairan Kecepatan Arus (m/det) >3-6 2 > >10 0 Pasir putih 3 Pasir putih, sedikit karang 2 Pasir hitam, berkarang, sedikit terjal 1 Lumpur, berbatu, terjal 5 > <10 1 < Pasir ,17 3 Karang berpasir >100-0,17-0,34 2 Pasir berlumpur Lumpur 0 2 0,34-0,51 1 >0,51 0

42 22 Parameter Bobot S1 Skor S2 Skor S3 Skor N Skor Kemiringan pantai ( 0 ) Kecerahan Perairan Penutupan lahan pantai Biota berbahaya Keterse diaan air tawar 3 < > > >10 3 > < Kelap a, lahan terbuk a Tidak ada Sumber : Yulianda et al. (2010) 3 3 Semak belukar, rendah, savanna Bulu babi 2 2 Belukar tinggi Bulu babi ikan pari 1 1 Hutan bakau, pemuki man, pelabuh an Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 1 < 0,5 3 >0,5-1 2 >1-2 1 >2 0 Keterangan : Nilai Maksimum : 90 Kategori S1 : Sangat Sesuai, dengan nilai IKW : % Kategori S2 : Sesuai, dengan nilai IKW : 50 - < 75% Kategori TS ((S3 & N) : Tidak Sesuai, dengan nilai IKW < 50% Analisis Daya Dukung Kawasan Ekowisata Bahari Analisis daya dukung ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai, dan pulau-pulau kecil (PPK) secara lestari. Mengingat pengembangan ekowisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung terbatas, maka perlu daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK) (Yulianda et.al., 2010). Selanjutnya dikatakan bahwa konsep daya dukung ekowisata bahari mempertimbangkan dua hal, yaitu (1) kemampuan alam untuk mentolerir gangguan atau tekanan dari manusia, dan (2) keaslian sumberdaya alamnya. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata bahari yaitu menggunakan konsep daya dukung kawasan (DDK) dimana Daya Dukung Kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Secara matematis DDK diformulasikan sebagai berikut (Yulianda et.al., 2010).

43 23 DDK = K x x Dimana : DDK = Daya dukung kawasan (orang) K = Potensi Ekologis pengunjung per unit area (orang) L p = Luas area yang dapat dimanfaatkan (m 2 ) L t = Unit area untuk kategori tertentu (m 2 ) W t = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam/hari) W p = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam/hari). Potensi ekologis pengunjung (K) sangat ditentukan oleh kondisi sumberdaya alam dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan dan luas area yang dapat digunakan oleh pengunjung/ wisatawan (Lt) harus mempertimbangkan kemampuan alam dalam mentolerir pengunjung/wisatawan sehingga keaslian alam tetap terjaga (Tabel 6). Setiap melakukan kegiatan ekowisata, seperti snorkling, diving dan wisata pantai para pengunjung/wisatawan membutuhkan ruang gerak yang nyaman untuk beraktivitas dalam menikmati keindahan dan keaslian alam yang tersedia. Dalam melakukan aktivitas tersebut maka setiap kategori aktivitas ekowisata dibatasi oleh waktu (Tabel 7). Tabel 6. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan Jenis Kegiatan K ( pengunjung) Unit area (Lt) Keterangan Selam (Diving) m 2 Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m Snorkling m 2 Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m Rekreasi Pantai 1 50 m 1 orang tiap 50 m panjang pantai Sumber : Yulianda et al. (2010) Tabel 7. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Jenis Kegiatan Waktu yang dibutuhkan (W p ) Total Waktu satu hari (W t ) (Jam) (Jam) Selam (Diving) 2 8 Snorkling 3 6 Rekreasi Pantai 3 6 Sumber : Yulianda et al. (2010)

44 Evaluasi Kegiatan Kawasan Konservasi Perairan Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir yang Berada Pada Kawasan Nusa Penida Tingkat kesejahteraan masyarakat pada penelitian ini dibedakan atas 3 (tiga) kelompok, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Indikator ini diadopsi dari indikator kesejahteraan Badan Pusat Statistik (BPS, 2011). Tingkat kesejahteraan masyarakat lokal/masyarakat setempat dilihat berdasarkan indikator-indikator kesejahteraan, yang meliputi: tingkat pendapatan/penghasilan keluarga, tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga, pendidikan keluarga, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan. Indikator-indikator tersebut dianalisis secara deskriptif dengan sistem skor yang kemudian dikelompokkan berdasarkan kategori-kategori tertentu. Indikator kesejahteraan ini dapat dilihat pada Tabel 8 berikut : Tabel 8. Indikator tingkat kesejahteraan masyarakat No Indikator Kesejahteraan Skor Bobot 1 Tingkat Pendapatan / penghasilan Keluarga : Diukur dari besarnya pendapatan RT perkapita dalam sebulan di bagi kedalam tiga kategori interval yang sama dalam satuan rupiah. - > Rp Tinggi 3 - Rp Rp Sedang 2 - < Rp Rendah 1 2 Tingkat Konsumsi/pengeluaran Keluarga : Diukur dari besarnya pengeluaran RT perkapita dalam sebulan berpedoman pada data Susenas 2011 yang digunakan BPS dalam penentuan Desa tertinggal di Indonesia - > Rp Tinggi 3 - Rp Rp Sedang 2 - Rp Rp ,- - Rendah 1 3 Pendidikan Keluarga : - > 60 % jumlah anggota keluarga tamat SD - 30 % - 60 % jumlah anggota keluarga tamat SD - < 30 % jumlah anggota keluarga tamat SD 4 Kesehatan Keluarga : -. < 25 % Jumlah anggota keluarga sering sakit -. 25% - 50% jumlah anggota keluarga sering sakit -. > 50 % jumlah anggota keluarga sering sakit - Tinggi 3 - Sedang 2 - Rendah 1 - Tinggi 3 - Sedang 2 - Rendah

45 25 No Indikator Kesejahteraan Skor Bobot 5 Kondisi Perumahan : -. Atap : daun (1)/ sirep (2)/ seng (3)/ asbes (4)/ genteng (5) -. Dinding : banbu (1)/ bambu kayu (2)/ kayu (3)/ setengah tembok (4)/ Tembok (5) -. Status Kepemilikan : numpang (1)/ sewa (2)/ milik sendiri (3) -. Jenis lantai : tanah (1)/ papan (2)/ plester (3)/ ubin (4)/ porselin (5) -. Luas lantai : sempit (50 m2) (1)/ sedang ( m2) (2)/ luas (> 100 m2) (3) 6 Fasilitas Perumahan : -. Pekarangan : luas (50 m2) (1)/ sedang ( m2) (2)/ sempit ( > 100 m2) (3) -. Hiburan : radio (1)/ tape recorder (2)/ TV (3)/ video (4) -. Pendingin : alam (1)/ kipas angin (2)/ lemari es (3)/ AC (4) -. Sumber penerangan : lampu tempel (1)/ petromak (2)/ listrik (3) -. Bahan Bakar : kayu (1)/ minyak tanah (2)/ gas (3) -. Sumber air : sungai (1)/ air hujan (2)/ mata air (3)/ sumur gali(4)/ PAM (5) -. MCK : kebun (1)/ sungai/laut (2)/ kamar mandi umum (3)/ kamar mandi sendiri (4) Sumber : BPS (Badan Pusat Statistik), Permanen (Skor 15-21) 3 - Semi permanen (skor 10-14) 2 - Tidak permanen (skor 5-9) 1 - Lengkap (Skor 21-27) 3 - Semi Lengkap (skor 14-20) 2 - Tidak Lengkap (skor 7-13) 1 Penentuan klasifikasi tingkat kesejahteraan masyarakat tesebut dilakukan dengan cara mengalikan bobot dengan skor, nilai tertinggi kemudian dikurangi dengan hasil kali bobot dengan skor terendah yang kemudian hasilnya dibagi tiga untuk membentuk tiga kategori dengan interval yang sama secara statistik dengan pembagian kelas sebagai berikut : 1. Tingkat kesejahteraan tinggi jika skor Tingkat kesejahteraan sedang jika skor Tingkat kesejahteraan rendah jika skor

46 26 4 PROFIL KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA 4.1 Kondisi Umum Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Nusa Penida merupakan sebuah kepulauan yang berada di Kabupaten Klungkung yang terdiri dari tiga pulau utama yaitu Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Kepulauan Nusa Penida terletak di sebelah tenggara Pulau Bali yang berada pada posisi BT dan LS. Kecamatan Nusa Penida merupakan daerah kepulauan yang luas wilayah daratannya sekitar hektar dengan panjang garis pantainya sekitar 83,50 km. Luas wilayah dengan garis pantai yang panjang menjadikan Kecamatan Nusa Penida menjadi kecamatan yang terluas dari tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Klungkung. Kecamatan Nusa Penida ini berbatasan dengan Selat Badung di sebelah utara dan barat, selat Lombok di sebelah timur dan Samudera Indonesia di selatan (BPS, 2012) Kecamatan Nusa Penida, secara administrasi terdiri dari 16 Desa, 79 Banjar Dinas, dan 37 Desa Adat. Jumlah Penduduk di Kecamatan Nusa Penida sebannyak jiwa dengan rincian laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan berjumlah jiwa dengan kepadatan rata-rata sebesar 237 jiwa per kilometer persegi dengan penyebaran yang tidak merata (BPS, 2012). Penduduk Kecamatan Nusa Penida mayoritas beragama Hindu yaitu sebanyak jiwa. Selain penganut agama Hindu di Nusa Penida juga terdapat penduduk dengan penganut agama Islam sebanyak 689 jiwa, Kristen Protestan sebanyak 24 jiwa dan Kristen Katolik sebanyak 9 jiwa. Nusa Penida dapat ditempuh dengan menggunakan sarana transportasi laut seperti perahu, speedboad, dan kapal roro dari beberapa lokasi/ pelabuhan yakni Pantai Sanur, Pelabuhan Padang Bai, dan dari Kabupaten Klungkung daratan dengan waktu tempuh sekitar menit. Di Kecamatan Nusa Penida juga terdapat 2 SPBU untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak bagi masyarakat yang memiliki kendaraan bermotor. 4.2 Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Pembentukan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) telah diatur dalam undang-undang termasuk peraturan dibawahnya. Pembentukan kawasan konservasi perairan juga secara internasional erat kaitannya dengan komitmen Indonesia bersama negara-negara di dunia untuk melindungi terumbu karang khususnya di kawasan segitiga karang dunia (coral triangle). Adapun cakupan dari wilayah yang tergolong dalam segitiga terumbu karang dunia (Coral Triangle) adalah Indonesia bagian timur, Philipina, Malaysia bagian timur, Papua New Guinea, Timor Leste, dan Kepulauan Salomon.

47 Pencanangan inisiatif untuk melindungi terumbu karang lahir dari pertemuan APEC yang diselenggarakan pada bulan Desember 2007 yang bertempat di Sydney-Australia. Pada pencanangan tersebut Indonesia hadir bersama dengan 5 (lima) negara-negara lain yang berada pada kawasan coral triangle yaitu Philipina, Malaysia, Timor Leste, Papua New Guinea, dan Kepulauan Salomon. Inisiatif tersebut dikenal dengan sebutan Coral Triangle Inisiative (CTI). Indonesia sendiri mengaplikasikannya dengan membentuk kawasan dengan sebutan Kawasan Konservasi perairan (KKP). Kawasan Konsevasi Perairan di Nusa Penida meliputi seluruh wilayah di Kecamatan Nusa Penida yang terdiri dari 3 pulau yaitu Nusa Penida, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Kawasan Konservasi Periaran Nusa Penida memiliki luas hektar dengan batas luar 1 mil (1,8 km) diukur dari garis pantai. Pencadangan kawasan konservasi perairan di Nusa penida didasari oleh tujuan : 1) melindungi keanekaragaman hayati pesisir dan lautan, 2) menuju pariwisata bahari yang berkelanjutan, 3) Perikanan yang berkelanjutan. Ketiga tujuan tersebut akan menjadi landasan pembangunan di kecamatan Nusa Penida dalam rangka mempertahankan keberlangsungan sumber mata pencaharian masyarakat dan untuk meningkatkan pemasukan bagi Kabupaten Klungkung (Darma et al. 2010). Pencadangan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida melalui beberapa tahapan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Adapun tahapan-tahapannya meliputi : a. Pembentukan Kelompok Kerja kawasan konservasi perairan Nusa Penida b. Pengumpulan data ekologi, sosial-ekonomi, oseanografi melalui survey dan monitoring c. Sosialisasi (tingat FGD, kecamatan dan kabupaten) d. Penentuan batas luar dan dan Zonasi e. Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan oleh Bupati Klungkung f. Pembuatan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang termasuk di dalamnya sistem zonasi dan mekanisme pendanaan jangka panjang g. Pembentukan Badan Pengelola termasuk sistem pengawasan dan pengamanan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida h. Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Kelompok Kerja (Pokja) di bentuk dalam rangka mempersiapkan pembentukkan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida. Kelompok kerja ini dibentuk berdasarkan SK Bupati Klungkung No. 216 tahun 2009 yang mana kelompok kerja ini merupakan kelompok kerja yang terdiri dari lintas instansi dan lembaga serta masyarakat dan LSM. Pokja KKP Nusa Penida ini bertugas mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan terkait pengelolaan KKP hingga terbentuk KKP Nusa Penida secara resmi. Pokja yang telah terbentuk mempunyai tugas mensosialisasikan kepada para stakeholder di Nusa Penida terkait rencana pembentukan KKP Nusa Penida. Sosialisasi dan diskusi dalam rangka pembentukkan KKP Nusa Penida telah dilakukan oleh Pojka KKP sejak Oktober 2009 Februari Sosialisasi ini dilakukan dalam bentuk Focus Group Disscusion (FGD) kepada 16 desa yang ada di Kecamatan Nusa Penida melalui 32 kali pertemuan. Peserta sosialisasi 27

48 28 terdiri dari para kepala desa, bandesa adat, petani rumput laut, nelayan, guru, pelajar, dan pengusaha wisata bahari. Materi yang disampaikan pada saat sosialisasi adalah 1) Dasar Pembentukan KKP Nusa Penida, 2) Film dokumentasi kekayaan alam laut serta pesona daratan Nusa Penida, 3) Fakta-fakta berdasarkan kajian-kajian ilmiah yang mendukung kekayaan alam laut Nusa Penida, 4) Nusa Penida sebagai bagian dari Coral Triangle yaitu segitiga pusat kekayaan terumbu karang dunia, 5) Manfaat kekayaan alam laut secara ekonomi, 6) Ancamanancaman terhadap kekayaan alam laut Nusa Penida, 7) Upaya Penanganan ancaman dengan pembentukan KKP Nusa Penida, 8) Tahapan-tahapan pembentukan KKP Nusa Penida, dan 9) Diskusi. Tujuan pelaksanaan sosialisasi ini adalah untuk menyebarluaskan rencana pembentukan KKP Nusa Penida kepada para stakeholder di Nusa Penida serta menjelaskan konsep KKP secara menyeluruh dan manfaat yang akan diperoleh dari pembentukan KKP sehingga dengan pemahaman masyarakat dan stakeholder tersebut akan menolong proses pembentukan KKP secara resmi karena dengan pemahaman akan konsep dan manfaat KKP yang akan diperoleh masyarakat tersebut akan mendorong dan mendukung terbentuknya KKP di Nusa Penida (Darma et al. 2010). 4.3 Penetapan Batas Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Penentuan batas luar calon KKP Nusa Penida telah dilakukan dengan melibatkan unsur Musyawarah Pimpinan Kecamatan Nusa Penida yang terdiri dari Camat, Kapolsek, Pos AL-Nusa Penida, Kejaksaan, Perwakilan Kepala Desa, Nelayan, Staf Kecamatan dan Pokja KKP Nusa Penida. Batas luar calon KKP Nusa Penida telah ditandai dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) sejauh 1 mil (1,8 km) diukur dari garis pantai. Titik-titik tersebut telah di plot kedalam peta GIS. Untuk mempermudah pengenalan secara langsung mengenai batas di laut, maka ditetapkan ada enam titik yang mengacu pada beberapa tanjung yang menonjol sehingga mudah terlihat dan dikenali. Beberapa tanjung yang menonjol tersebut anatara lain adalah Batu Abah, Batununggul, Jungut Batu dan Lembongan. Enam titik koordinat yang menjadi batas terluar calon KKP Nusa Penida disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Titik koordinat batas luar KKP Nusa Penida Koordinat Batas Luar Nama Lokasi Bujur Timur (BT) Lintang Selatan (LS) Batununggul ' 37.10" " 14.43" Batu Abah ' 41.36" ' 25.54" Sekartaji ' 32.77" ' 39.59" Sakti ' 6.53" ' 46.33" Lembongan ' 13.28" ' 5.82" Jungut Batu ' 42.52" ' 34.63" Sumber Data : Darma et al

49 Rencana Pengelolaan dan Mekanisme Pendanaan Jangka Panjang Rencana pengelolaan jangka panjang akan memuat 1) visi, misi dan tujuan KKP Nusa Penida, 2) Potensi dan target yang akan dilestarikan (ekologi, spesies, sosial, ekonomi, budaya terkait dengan pesisir dan laut), 3) Ancaman dan pengenalan sumber ancaman terhadap potensi yang ada, 4) strategi untuk mengatasi ancaman, 5) Monitoring dan evaluasi terhadapa pelaksanaan strategi. Rencana pengelolaan jangka panjang ini di dalamnya memuat rencana pengelolaan wisata bahari Nusa Penida dan mekanisme pendanaan jangka panjang terhadap pengelolaan di Nusa Penida yang direncanakan dalam kurun waktu tahun dan akan diturunkan menjadi program 5 tahunan dan 1 tahunan oleh badan pengelola yang akan di bentuk. Sektor wisata bahari merupakan salah satu sumber pendanaan jangka panjang karena sektor ini tidak bersifat ekstraktif yaitu tidak adanya aktifitas mengambil sesuatu yang berasal dari alam dan hanya menjual keindahan alam bawah laut Nusa Penida, sehingga ini dijadikan sebagai landasan untuk menetapkan bahwa sektor wisata bahari merupakan potensi sumber pendanaan jangka panjang. Sumber tersebut direncanakan berasal dari pungutan dana konservasi (conservation fund) yang mana dana konservasi ini merupakan dana yang diberikan oleh pengunjung wisata untuk menghargai lingkungan. Nusa Penida menyimpan aset wisata yang dapat dijadikan sebagai daya tarik wisatawan seperti terumbu karang, hutan bakau ikan pari manta, ikan mola-mola, dan lumbalumba. Dana konservasi yang akan dipungut dari wisatawan telah dikaji melalui keinginan wisatawan untuk membayar biaya masuk dalam kawasan konservasi (willingness to pay). Mekanisme pungutan ini akan dicocokkan dengan keberadaan pungutan-pungutan yang sudah berlaku di beberapa desa pesisir yang memiliki lokasi penyelaman dan wisata bahari lainnya agar tidak terjadi tumpang tindih atau pungutan berulang. 4.5 Zonasi Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 31 tahun 2004 menetapkan bahwa kawasan konservasi memiliki tiga zona yaitu 1) Zona Inti, 2) Zona Pemanfaatan, 3) Zona lainnya. Kawasan Nusa Penida sendiri memiliki 7 sub zona (Gambar 3) yaitu 1) Zona Inti, 2) Zona Perikanan berkelanjutan, 3) Zona wiasata bahari, 4) Zona wisata bahari khusus, 5) Zona Budidaya Rumput Laut, 6) Zona Suci Pura dan 7) Zona Pelabuhan. Pada zona yang dibentuk ini didalamnya melekat larangan dan kegiatan-kegiatan yang boleh dilakukan. Adapun kegiatan-kegiatan yang diperbolehkan dan yang dilarang dapat dilihat pada Lampiran 22. Penentuan zonasi dilakukan berdasarkan hasil survei dan konsultasi publik untuk mendapatkan masukan, selanjutnya disepakati bersama para pemangku kepentingan termasuk nelayan dan petani rumput laut.

50 30 Gambar 3. Peta Zonasi Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali. (Sumber : CTC, 2011)

51 31 5 EKOSISTTEM TERUMBU KARANG DAN EKOWISATA BAHARI 5.1 Kondisi Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida dikategorikan baik atau berada dalam kondisi yang baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingkat kesehatan karang yang di nilai dari persen tutupan komunitas karang dan kelimpahan ikan karang. Persen tutupan komunitas karang pada Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida berdasarkan data yang diperoleh diamati pada dua kedalaman yakni pada kedalaman 3 meter dan 10 meter dapat dilihat pada Lampiran 4, Lampiran 5 dan Lampiran 6. Kategori tutupan komunitas karang tersebut mulai dari baik sampai dengan sangat baik. Pada tahun 2010 kisaran tutupan komunitas karang antara 72,00% - 95,67%, tahun 2011 berkisar antara 62,00% - 96,33%, sedangkan pada tahun 2012 berkisar antara 52,00% - 97,00%. Persentutupan komunitas karang ini dihitung dengan menjumlahkan persen tutupan karang keras, tutupan karang lunak dan tutupan organisme hidup lain (living others) yang hidup berdampingan dengan ekosistem terumbu karang yang sifatnya menetap dan membentuk satu komunitas. Adapun organisme yang tergolong dalam organisme hidup lainnya yaitu alga, crinoid, linkia, tridacna, anemone dan organisme lainnya yang hidup bersama dengan ekosistem terumbu karang dalam satu komunitas. Lokasi penyelaman Atuh berdasarkan data yang diolah pada tahun 2010 diperoleh persen tutupan komunitas karangnya tertinggi yaitu 95,67% pada kedalaman 10 meter sedangkan lokasi penyelaman Buyuk persen tutupannya yang terendah yaitu 72,00%. Pada tahun 2011 persentutupan komunitas yang tertinggi ada di lokasi penyelaman Atuh pada kedalaman 3 meter dengan nilai 96,33% sedangkan yang terendah berada pada lokasi penyelaman Mangrove Point yaitu 62,00%. Sedangkan pada tahun 2012 lokasi penyelaman yang memiliki nilai persen tutupan komunitas karang yang tertinggi yaitu Crystal Bay dengan nilai persen tutupan komunitas karangnya adalah 97,00% dan yang terendah berada pada lokasi penyelaman Ped dengan nilai persen tutupan komunitas karangnya 52,00%. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lokasi penyelaman Mangrove Point baik pada kedalaman 3 meter maupun 10 meter memiliki tutupan komunitas karang yang terbaik. Dikatakan terbaik oleh karena dalam persen tutupan komunitas karang yang dihasilkan, tutupan karang kerasnya dari tahun masih yang tertinggi dari tutupan karang lunak dan organisme hidup lainnya (living others). Pada tahun 2010 tutupan komunitas karang di Mangrove Point pada kedalaman 3 meter sebesar 77,99% yang terdiri dari 37,33% karang keras, 35,33% karang lunak dan 5,33% organisme hidup lain (living others). Pada kedalaman 10 meter nilai tutupan komunitas karangnya adalah 77,33% yang terdiri dari 41,33% karang keras, 28,00% karang lunak dan 8,00% organisme hidup lainnya (living others). Hal ini menunjukkan bahwa karang di lokasi penyelaman Mangrove Point masih tergolong sehat dan berdasarkan kenyataan di lapangan terlihat bahwa lokasi ini juga menjadi tempat favorit tujuan wisatawan.

52 32 Pada lokasi ini juga ada atraksi lain selain menyelam (diving) dan renang (snorkling) yaitu memberi makan roti kepada ikan-ikan karang. Lokasi penyelaman lainnya yang memiliki persen tutupan karang keras yang lebih tinggi dari persen tutupan karang lunak dan organisme lainnya adalah lokasi penyelaman Atuh pada kedalaman 10 meter yaitu 68,00% (tahun 2010), 65,33% (tahun 2011), dan 66,00% (tahun 2012). Lokasi penyelaman Ped pada kedalaman 10 meter dari tahun masing-masing secara berturut-turut adalah 33,33%, 35,67%, 42,33%. Lokasi penyelaman Crystal Bay pada kedalaman 3 meter masing-masing secara berurutan dari tahun adalah 39,33%, 38,67%, dan 45,00%. Hasil analisis persen tutupan komunitas karang dari tahun menunjukkan bahwa kondisi karang di KKP Nusa Penida pada kedalaman 3 meter dan 10 meter telah mengalami peningkatan tetapi tidak signifikan walaupun kondisi karang dikategorikan dalam kondisi yang baik sampai sangat baik. Adapun nilai rata-rata persen tutupan komunitas karang dari tahun pada kedalaman 3 meter berturut-turut adalah 77,65%, 74,48%, 77,28% sedangkan pada kedalaman 10 meter nilai rata-rata persen tutupan karangnya berturut-turut adalah 78,13%, 85,33%, 77,33%. Berdasarkan analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan KKP Nusa Penida belum maksimal sehingga keberadaan KKP Nusa Penida dinilai belum memberi manfaat yang berarti terhadap kondisi ekologi khususnya kepada kondisi terumbu karang. Hal ini terlihat dengan tidak stabilnya kondisi karang di KKP Nusa Penida. Kondisi ini terjadi karena belum adanya perangkat hukum yang kuat dari penetapan KKP Nusa Penida menjadi Kawasan Konservasi Perairan (KKP) melalui Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang mengakibatkan tidak adanya tindakan yang tegas kepada setiap orang yang melakukan aktivitas yang merusak dikawasan tersebut. Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa rata-rata persen tutupan karang hidup pada kedalaman 3 meter berkisar antara 68,90% - 73,85% sedangkan pada kedalaman 10 meter berkisar antara 64,06% - 68,30%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi karang di kawasan konservasi perairan Nusa Penida berada pada kondisi baik. Berdasarkan data yang diperoleh dari Coral Triangle Center (CTC) dan diolah maka dapat disimpulkan bahwa kondisi karang di kawasan konservasi perairan Nusa Penida belum mengalami perubahan kearah yang membaik secara signifikan, hal ini terlihat dari hasil yang diperoleh bahwa persen tutupan karang hidup yang diwakili oleh tutupan karang keras hidup di masing-masing lokasi masih belum stabil atau masih mengalami kondisi yang naik turun.

53 33 Tabel 10. Persentase tutupan karang hidup pada kedalaman 3 meter dan 10 meter di Nusa Penida Stasiun Pengamatan Kedalaman 3 meter Kedalaman 10 meter Atuh - 74,67 58,33 83,67 76,67 83,67 Buyuk 72,00 81,33 71,33 60,33 69,67 68,00 Crystal Bay 73,00 73,67 79,50 60,00 78,67 78,60 Manta Point 78, ,00 46,67 Mangrove Point 72,67 78,33 84,67 69,33 52,33 79,67 Ped 62,00 63,00 43,00 58,33 57,33 72,33 Tower ,33 69,67 62,67 Sental - 60, ,33 - Toyapakel Wall , ,34 Batununggul 73,00-69,33 49,67-44,00 Suana 45, , Sakenan - 83, ,33 - Ceningan Wall 70, , Gamat 55, , Malibu - 71,33 76,66-67,00 58,33 Tanjung Samuh 87,00 78,67-89,00 66,33 - Secret Manta ,00 Manta ,33 - Rata-rata 68,90 73,85 70,85 66,88 64,06 68,30 Standar Deviasi 11,91 8,00 14,18 15,37 9,81 13,89 Sumber : CTC, Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida memiliki tipe terumbu karang tepi (fringing reefs) yang mengelilingi Nusa Penida, Nusa Ceningan, dan Nusa Lembongan dengan luas hektar (CTC, 2012). Turak and De Vantier (2008) (coral expert) telah melakukan Kajian Ekologi Laut secara cepat (Rapid Ecology Assesment/REA) pada bulan November di Nusa Penida dan hasilnya yaitu ditemukannya 296 jenis karang yang didominasi oleh genus karang seperti: Porites sp, Acropora sp, Montipora sp, Favia sp, Favites sp dan Sponge. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan Nusa Penida memiliki keanekaragaman jenis karang. Keanekaragaman jenis karang inilah yang menjadikan kawasan Nusa Penida menjadi salah satu yang menjadi daya tarik kedatangan wisatawan baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Keanekaragaman jenis karang tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

54 34 Sakti (Crystal Bay) Toyapakeh Jungut Batu ( Mangrove Point) Atuh Gambar 4. Kondisi komunitas karang di Kawasan Nusa Penida ( Sumber : CTC, 2010) 5.2 Indeks Mortalitas Karang (Tingkat Kematian Karang) Indeks mortalitas karang adalah suatu cara untuk menghitung tingkat kesehatan karang atau rasio kematian karang pada suatu kawasan atau ekosistem yang terdapat hamparan karang dan dijadikan sebagai kawasan tempat melakukan aktivitas wisata bawah laut. Nilai atau indeks ini sangat penting untuk diketahui karena dapat memberi gambaran tentang kondisi karang dan ekosistem yang ada di kawasan tersebut. Berdasarkan English et al.(1997) maka nilai indeks mortalitas karang dibagi menjadi dua kategori dengan batasan sebagai berikut : 1) Jika nilai indeks mortalitas karang berkisar 0 0,5 artinya bahwa tidak ada perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi hamparan karang mati, 2) Jika nilai indeks mortalitas karang berkisar antara 0,51 1 artinya bahwa terjadi perubahan yang berarti dari karang hidup menjadi hamparan karang mati. Nilai indeks mortalitas pada kawasan konservasi perairan di Nusa Penida adalah berkisar antara 0 0,02 pada kedalaman 3 meter dan berkisar antara 0 0,05 pada kedalaman 10 meter (Gambar 5). Berdasarkan nilai indeks mortalitas karang ini dapat disimpulkan bahwa tingkat kesehatan karang di tahun ini baik artinya bahwa tingkat kerusakan karang di kawasan Nusa Penida sangat kecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks mortalitas karang pada kedalaman 3 meter dan 10 meter mengalami perubahan yang membaik dari tahun 2010 sampai dengan 2012 dengan nilai indeks mortalitasnya lebih kecil dari satu bahkan mendekati nol (0) yang artinya tidak ada perubahan yang mendasar dari karang hidup menjadi hamparan karang mati. Pada tahun 2010 kematian karang terjadi walaupun indeksnya sangat kecil namun pada tahun 2012 hampir semua stasiun penyelaman mengalami pemulihan. Hal ini diindikasikan bahwa pada tahun 2010 merupakan awal dari pencadangan kawasan Nusa Penida menjadi Kawasan Konservasi Perairan sedangkan pada tahun 2012 sudah ada kelompok

55 35 kerja yang dibentuk untuk mengawasi pemanfaatan ruang dari kawasan tersebut sehingga terjadi pemulihan. Gambar 5. Nilai indeks mortalitas karang (kematian karang) di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida (Sumber Data : CTC ) 5.3 Kondisi Ikan Karang Para ahli terumbu karang membagi ikan karang menjadi tiga kelompok berdasarkan fungsi dan peranannya yaitu ikan target, ikan indikator dan ikan mayor. Ikan target adalah ikan-ikan ekonomis penting dan biasa ditangkap untuk dikonsumsi. Ikan ini menjadikan terumbu karang sebagai daerah pemijahan dan sarang/daerah asuhan. Ikan-ikan ini terdiri dari famili Serranidae, (ikan kerapu), Lutjanidae (ikan kakap), Lethiridae (ikan lencam), Caesionidae (ikan ekor kuning), Siganidae (ikan baronang), Acanthuridae (ikan pakol), Scaridae (ikan kakatua), Nemipteridae (ikan kuris). Ikan Indikator adalah ikan-ikan khas yang mendiami terumbu karang dan menjadi indikator kesuburan ekosistem terumbu karang di daerah tersebut. Contoh ikan ini dari famili Chaetodontidae (ikan kepekepe). Sedangkan Ikan mayor adalah ikan hias yang berukuran kecil, umumnya berukuran antara 5-25 cm dengan ciri-ciri warna yang beragam. Kelompok ikan ini umumnya ditemukan melimpah dan sepanjang hidupnya berada di terumbu karang. Contoh ikan ini berasal dari famili Apongonidae (ikan serinding), Labridae (ikan sapu-sapu), Blennidae (ikan peniru), Pomancentridae (ikan betok

56 36 laut). Berdasarkan pengelompokkan tersebut, dari 576 jenis ikan karang yang ditemukan di perairan Nusa Penida, ikan mayor menjadi ikan yang terbanyak ditemukan yaitu sekitar 331 jenis (57,47 %), kemudian ikan target sekitar 209 jenis (36,28 %) sedangkan ikan indikator sekitar 36 jenis (6,25 %). Hasil kajian ekologi laut secara cepat oleh Allen dan Erdmann (2009) menemukan 576 jenis ikan di perairan Nusa Penida yang terdiri dari 68 famili, dan 5 diantaranya adalah jenis/spesies baru yang belum ada namanya. Dari 68 famili yang ditemukan terdapat 8 famili yang dominan yaitu Labridae (94 jenis), Acanthuridae (36 jenis), dan Serranidae (32 jenis) yang merupakan kelompok ikan target, Chaetodontidae (36 Jenis) yang merupakan ikan indikator, Pomacentridae (86 jenis), Gobiidae (24 jenis), Apogonidae (22 jenis) dan Scaridae (21 jenis) yang merupakan ikan mayor. Ditemukannya ikan dari famili Chaetodontidae yang merupakan ikan indikator pada perairan Nusa Penida menandakan bahwa kondisi terumbu karang di perairan ini cukup baik. Kehadiran spesies/jenis ikan dari famili Chaetodontidae yakni ikan kepe-kepe merupakan salah satu indikator bahwa terumbu karang di perairan Nusa Penida masih sehat. Semakin tinggi keragaman jenis dari ikan indikator pada suatu perairan maka semakin tinggi pula tingkat kesuburan dari terumbu karang di perairan tersebut. Kelimpahan Ikan (Ind/ha) Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Stasiun Pengamatan Gambar 6. Kelimpahan ikan karang di Kawasan Nusa Penida (Sumber : CTC, ) Gambar 6 diatas menunjukkan kelimpahan ikan karang di Nusa Penida pada tahun 2010 hingga Stasiun pengamatan Atuh menjadi stasiun yang kelimpahan ikan karangnya dari tahun 2010 hingga 2012 mengalami peningkatan, sedangkan pada lokasi pengamatan lainnya terjadi fluktuasi. Pada tahun 2012 kelimpahan rata-rata ikan karang sebesar ind/ha lebih tinggi dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Tahun 2010 rata-rata kelimpahan ikan karangnya adalah ind/ha sedangkan pada tahun 2011 rata-rata kelimpahan ikan karangnya sekitar ind/ha. Terjadinya fluktuasi kelimpahan ikan karang di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida karena masih diperbolehkan melakukan penangkapan pada jam-jam tertentu yang sudah menjadi kesepakatan antara masyarakat dengan pemerintah dan pengelola kawasan konservasi.

57 37 Kelimpahan ikan karang di kawasan Nusa Penida sangat berlimpah sehingga hal tersebut juga menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke kawasan Nusa Penida untuk melakukan aktivitas wisata bahari. Kebanyakan wisatawan yang berkunjung di Nusa Penida juga karena kawasan ini memiliki jenis ikan karang yang banyak dan hal ini sangat disukai oleh wisatawan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Buckley (2004) yang menyatakan bahwa sebagian besar wisatawan yang melakukan kegiatan bahari di National Park Australia menyukai ekosistem terumbu karang yang memiliki jenis ikan yang beragam dan bentuk tubuh yang unik. Melimpahnya ikan karang di kawasan Nusa Penida tidak terlepas dari kondisi karang khususnya tutupan karang hidup yang baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Langga (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kelimpahan individu ikan dengan kondisi tutupan karang hidup. Hal ini juga didukung oleh pendapat Carpenter et al. (1982) yang mengatakan bahwa tutupan karang hidup mempunyai pengaruh positif terhadap kelimpahan individu ikan karang. 5.4 Kesesuaian Kawasan Untuk Lokasi Ekowisata Bahari Analisis kesesuaian lahan yang dimanfaatkan sebagai kawasan ekowisata sangat perlu dilakukan supaya pemanfaatannya tidak tumpang tindih sehingga wisatawan yang berkunjung di kawasan tersebut nyaman untuk melakukan aktivitas wisata. Unsur kenyamanan dalam melakukan aktivitas dari wisatawan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam kawasan yang akan dijadikan sebagai tujuan wisata. Oleh karena itu, hal yang sangat penting untuk dilakukan yaitu penilaian estetika atau keindahan lokasi yang sesuai untuk pengembangan ekowisata bahari. Panorama yang menjadi daya tarik untuk kegiatan ekowisata bahari seperti keindahan terumbu karang, tingkat kejernihan perairan, terdapat organisme atau spesies yang unik, keanekaragaman biota laut, keindahan pantai yang diselimuti oleh pasir putih serta adanya ciri khas atau keunikan dari kawasan yang menjadi daya tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan dalam negeri maupun wisatawan asing. Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida memiliki keindahan terumbu karang, tingkat kejernihan perairan, terdapat organisme atau spesies yang unik, keanekaragaman biota laut, keindahan pantai yang diselimuti oleh pasir putih dan sangat cocok untuk dijadikan sebagai tujuan wisata. Namun untuk menjaga kelestarian alam dan keberlanjutan ekosistemnya maka sangat perlu untuk dilakukan analisis kesesuaian area wisata. Adapun analisis yang digunakan untuk pengembangan ekowisata di kawasan Nusa Penida yaitu kesesuaian area untuk kegiatan ekowisata bahari kategori wisata selam, wisata snorkling dan wisata pantai khususnya kategori rekreasi pantai Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Kategori Selam (Diving) Hasil survei dan analisis kesesuaian yang dilakukan (Tabel 11) menunjukkan bahwa lokasi yang sangat sesuai untuk melakukan aktifitas ekowisata selam berada di lokasi Desa Jungut Batu (Mangrove Point) dengan nilai 85,19% sedangkan 3 lokasi/desa lainnya masuk dalam kategori sesuai dengan nilai kesesuaian masing-masing adalah 74,07% untuk lokasi di Desa

58 38 Toyapakeh dan Desa Ped, 79,63% untuk lokasi di Desa Sakti (Tabel dan perhitungan lengkapnya pada Lampiran 4). Hasil ini menunjukkan bahwa semua lokasi di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida khususnya empat desa yang menjadi tempat penelitian sesuai untuk dijadikan sebagai lokasi penyelaman karena tidak ada satu pun lokasi yang termasuk dalam kategori yang tidak sesuai. Oleh karena itu, kawasan ini harus dioptimalkan pemanfaatannya sebagai tempat untuk penyelaman. Tabel 11. Nilai indeks kesesuaian lahan untuk ekowisata kategori selam (diving) Jumlah Nilai Nama Lokasi IKW (%) Kategori Skor Maksimum Desa Toyapakeh ,07 Sesuai (S2) Desa Ped ,52 Sesuai (S2) Desa Sakti ,52 Sesuai (S2) Desa Jungut Batu ,19 Sangat Sesuai (S1) Pemanfaatan suatu kawasan harus disesuaikan dengan potensi yang dimiliki sehingga pengelolaannya lebih optimal dan terukur. Hal ini sejalan yang dikatakan oleh Collins (2008) bahwa kesesuaian suatu kawasan merupakan kecocokan suatu kawasan untuk penggunaan tertentu, sehingga pemanfaatannya dapat disesuaikan dengan kondisi atau potensi yang dimilikinya. Di Desa Sakti (Crystal Bay) berdasarkan hasil analisis berada pada kategori sesuai untuk pemanfaatan ekowisata kategori selam. Adapun atraksi yang menjadi daya tarik di lokasi ini adalah munculnya ikan mola-mola (sunfish) ke permukaan untuk membersihkan badannya yang berlangsung pada bulan Juli- September. Berdasarkan hasil dari kuisioner, 92,11% mengetahui bahwa ikan mola-mola muncul pada bulan Juli-September sedangkan 7,89% mengetahui bahwa ikan mola-mola hanya muncul di bulan Agustus. Kemunculan ikan molamola ini menjadikan Desa Sakti (Crystal Bay) menjadi tempat penyelaman yang terfavorit. Selain ikan mola-mola, ikan pari manta juga menjadi salah satu atraksi yang menjadi daya tarik di kawasan wisata Nusa Penida dan kemunculannya setiap saat tanpa ada batas waktu. Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida sendiri memiliki 20 site penyelaman yang tersebar secara merata di seluruh desa tetapi dari 20 site tersebut ada 8 site yang menjadi lokasi penyelaman favorit secara khusus pada bulan Juni- September yakni Crystal Bay, Manta Point, Ceningan Wall, Blue Corner, SD- Sental, Mangrove-Sakenan, Gamat Bay dan Batu Atuh (Darma et al. 2010) Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Kategori Snorkeling Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan untuk ekowisata kategori snorkeling, lokasi yang memiliki indeks kesesuaian sangat sesuai yaitu lokasi di Desa Jungut Batu (mangrove point) dengan nilai IKW sebesar 85,96%. Hasil analisis kesesuaian ini tidak menemukan nilai indeks kesesuaian yang tidak sesuai

59 39 tetapi semuanya berada dalam kategori sesuai dengan nilai IKW masing-masing adalah Desa Toyapakeh sebesar 75,44%, Desa Ped 75,44% dan Desa Sakti sebesar 80,70% (Tabel 12). Tabel 12. Nilai indeks kesesuaian lahan untuk ekowisata kategori snorkeling Jumlah Nilai IKW Nama Lokasi Kategori Skor Maksimum (%) Desa Toyapakeh ,44 Sangat Sesuai (S1) Desa Ped ,18 Sesuai (S2) Desa Sakti ,44 Desa Jungut Batu ,96 Sangat Sesuai (S1) Sangat Sesuai (S1) Hasil analisis ini sangat sesuai dengan kondisi eksistingnya dimana lokasi snorkeling di Desa Jungut Batu menjadi lokasi primadona karena pada lokasi ini ada atraksi khusus yang dilakukan oleh wisatawan yaitu memberi makan ikanikan karang dengan roti. Dan pada lokasi ini terdapat 109 jenis ikan karang dengan kecerahan perairan 100% (Gambar 7). Namun, pada lokasi ini yang menjadi kendala yaitu derasnya arus yakni sekitar 0,514 m/det. Derasnya arus di kawasan Nusa penida menjadi satu ciri khas dimana kawasan ini memang menjadi daerah Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang melintasi selat Lombok dan langsung berhadapan dengan Samudera Hindia (Fauziyah, 2012). Gambar 7. Aktifitas wisatawan dalam melakukan snorkling di kawasan wisata Desa Jungut Batu (mangrove point)

60 Analisis Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Kategori Wisata Pantai (Rekreasi) Kawasan wisata Nusa Penida memiliki pemandangan pantai yang indah karena diselimuti oleh pasir putih. Namun, pengelolaannya tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini disebabkan karena hampir semua lokasi pantai masih dalam kondisi kotor dan belum dikelola secara baik. Berdasarkan hasil survei dan analisis kesesuaian dari keempat pantai yang dijadikan sebagai sampling, Desa Sakti memiliki skor tertinggi untuk kesesuaian wisata pantai kategori rekreasi dengan nilai IKW sekitar 83,33% (Tabel 13). Hasil ini sangat sesuai dengan kondisi dilapangan (kondisi eksisting) karena Desa Sakti yang dikenal dengan nama site Crystal Bay (Penida) memiliki pantai yang indah yang menyerupai kristal sehingga penamaan site ini dikenal dengan sebutan Crystal Bay. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian hampir semua parameter untuk kategori wisata pantai di Desa Sakti memiliki skor 3 kecuali kecepatan arus yang menjadi ciri khas di seluruh perairan Nusa Penida. Kecepatan arus di perairan Nusa Penida tergolong deras dan di Desa Sakti sendiri kecepatan arusnya berkisar antara 0,875 m/det sampai dengan 1,021 m/det. Tabel 13. Nilai indeks kesesuaian lahan untuk ekowisata kategori wisata pantai (rekreasi) Jumlah Nilai IKW Nama Lokasi Kategori Skor Maksimum (%) Desa Toyapakeh ,11 Sesuai (S2) Desa Ped ,89 Sesuai (S2) Desa Sakti ,33 Sangat Sesuai (S1) Desa Jungut Batu ,22 Sesuai (S2) Nilai kesesuaian yang tinggi untuk kategori wisata pantai dalam hal ini untuk rekreasi pantai di Desa Sakti disebabkan oleh tingginya nilai pada setiap parameter yang diukur seperti kedalaman perairan yang tidak lebih dari 3 meter, tipe pantai pasir putih yang menyerupai batu kristal, kecerahan perairan yang tinggi sehingga dasar perairan masih dapat terlihat dengan jelas dengan kasat mata serta lebar pantai 19,2 meter dan kemiringan pantai sebesar 15 0 (Gambar 8). Gambar 8. Pantai di Desa Sakti (Crystal Bay)

61 Analisis Daya Dukung Kawasan Ekowisata Bahari Daya dukung kawasan diartikan sebagai kemampuan suatu kawasan untuk menampung atau menerima sejumlah wisatawan untuk melakukan aktivitas wisata tanpa mengganggu atau merusak alam/lingkungan yang ada di kawasan tersebut. Dengan menganalisis daya dukung kawasan berarti menghitung beban maksimal atau optimum dari wisatawan yang dapat di tolerir oleh alam, sehingga alam dapat dengan mudah untuk memulihkan keadaan atau kondisinya. Analisis daya dukung ini ditujukan kepada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat model pengelolaan ekowisata bahari tidak bersifat mass tourism dimana pemanfaatan sumberdaya dan ruang bagi pengunjung atau wisatawan sangat terbatas, maka sangat perlu dilakukan analisis untuk menentukan daya dukung kawasan (Yulianda et al. 2007). Daya dukung kawasan akan sangat menentukan keberlanjutan dari kegiatan ekowisata bahari itu sendiri dan daya dukung untuk setiap kawasan akan berbeda antara satu wilayah dengan wilayah lainnya serta dipengaruhi oleh jenis kegiatan ekowisata yang akan dikembangkan. Menghitung daya dukung kawasan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata sangat perlu dilakukan untuk mengurangi tekanan akibat dari aktifitas pengunjung di kawasan wisata. Pendapat ini didukung oleh Scheleyer dan Tomalin (2000); Zakai dan Chadwick (2002) yang mengatakan bahwa salah satu upaya dalam mengurangi tekanan dari aktifitas yang dapat merusak karang atau ekosistem yaitu dengan cara membatasi waktu wisata diving dan snorkling. Sejalan dengan hal tersebut, Maldonado dan Montagnini (2006) menyatakan bahwa daya dukung merupakan suatu ukuran batas maksimal penggunaan suatu area berdasarkan kepekaan atau toleransinya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alami diantaranya ketersediaan sumber makanan, tempat berlindung, ketersediaan air tawar dan ruang untuk beraktivitas. Berdasarkan data yang diperoleh dari The Nature Conservancy Indonesia Marine Program (TNC-IMP 2010) menyatakan bahwa luas total terumbu karang di Nusa Penida adalah sekitar hektar atau sekitar m 2. Dari luas tersebut yang dimanfaatkan untuk aktifitas diving dan snorkling seluas m 2 atau sekitar 1.221,274 hektar. Hasil perhitungan daya dukung kawasan di Nusa Penida dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Daya dukung kawasan di Nusa Penida kategori selam (diving), snorkeling dan rekreasi pantai No. Jenis Kegiatan Ekowisata DDK 1 Selam 153 orang/hari 2 Snorkling 212 orang/hari 3 Rekreasi Pantai 122 orang/hari Total 487 orang/hari orang/tahun (365 hari) Hasil analisis daya dukung kawasan (DDK) di Nusa Penida diperoleh bahwa kegiatan ekowisata selam maksimum dimanfaatkan oleh 153 orang/hari

62 42 dengan sebaran pemanfaatan oleh pengunjung pada spot atau site penyelaman dapat dilihat pada Lampiran 7, sedangkan untuk kegiatan ekowisata snorkling dan rekreasi pantai masing-masing adalah 212 orang/hari dan 122 orang/hari. 6 PEMANFAATAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIIDA 6.1 Karakteristik Wisatawan di Kawasan Nusa Penida Wisatawan yang berkunjung di Nusa Penida berasal dari berbagai negara di dunia. Berdasarkan data yang diperoleh pada saat penelitian yaitu pada bulan November-Desember 2012 dan Februari 2013 dengan menggunakan kuisioner ada 13 negara termasuk Indonesia yang berkunjung di Nusa Penida yaitu Australia, Amerika, Jepang, Inggris, Republik Cheko, Jerman, Perancis, Swiss, Denmark, Belanda, Kanada, dan Kolombia. Gambar 9 menunjukkan bahwa pengunjung terbanyak berasal dari negara Australia yaitu sebesar 41,8% atau 28 responden dari 67 responden yang ditemui saat penilitian ini dilakukan. Data ini sama dengan data yang dimiliki oleh Friends of the National Parks Foundation (FNPF, Nusa Penida) yang mencatat bahwa pada tahun 2012 wisatawan yang banyak berkunjung di kawasan Nusa Penida adalah berasal dari Australia. Banyaknya wisatawan yang berasal dari Australia itu karena secara geografis jarak antara Indonesia (Nusa Penida, Bali) dengan Australia lebih dekat dibandingkan dengan negara-negara lainnya di dunia. 1.50% (KA) 1.50% (BE) 1.50% (KO) 7.50% (IN) 3% (DE) 41.80% (AU) 9% (JG) 7.50% (RC) 10% (AS) 7.50% (UK) Indonesia (IN) Inggris (UK) Swiss (SW) Perancis (PR) Australia (AU) Belanda (BE) Kolombia (KO) Amerika (AS) Jepang (JG) Rep. Ceko (RC) Jerman (JE) Denmark (DE) Kanada (KA) 1.50% (SW) 4.50% (JE) 3% (PR) Gambar 9. Persentase wisatawan yang berkunjung di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida berdasarkan asal negara

63 43 Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Klungkung memperlihatkan bahwa ada peningkatan kunjungan wisatawan mulai dari tahun di kawasan Nusa Penida seperti yang terlihat pada Gambar 10. Kunjungan Wisatawan di Nusa Penida Banyaknya wisatawan yang berkunjung (org) Tahun Gambar 10. Grafik kunjungan wisatawan di Nusa Penida dari Tahun Data tersebut diatas menggambarkan kunjungan wisatawan sebelum dan sesudah terbentuknya Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida. Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida terbentuk melalui peraturan Bupati Klungkung No.12 tahun Sebelum terbentuknya KKP di Nusa Penida berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten klungkung terlihat bahwa dari tahun jumlah kunjungan wisatawan di kawasan Nusa Penida sangat kecil jumlahnya yaitu berkisar antara 3,977 orang (tahun 1999) sampai 150,931 (tahun 2008) namun setelah di bentuknya KKP Nusa Penida melalui peraturan Bupati terjadi peningkatan kunjungan wisatawan yang sangat signifikan (seperti yang terlihat pada Lampiran 15). Data kunjungan wisata (Lampiran 15) memberikan informasi bahwa dengan terbentuknya Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida memberi pengaruh terhadap peningkatan kunjungan wisatawan. Peningkatan kunjungan wisatawan di Nusa Penida akan memberi pengaruh terhadap kehidupan masyarakat terutama akan terbentuknya lapangan kerja di bidang pariwisata yang sekaligus akan menambah pendapatan masyarakat yang ada di kawasan Nusa Penida (akan dibahas pada pokok bahasan tersendiri yakni Manfaat Kawasan Konservasi Perairan terhadap kesejahteraan Masyarakat di Nusa Penida, Bali). 6.2 Pengetahuan Wisatawan Tentang Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida Responden yang merupakan wisatawan yang berkunjung di kawasan Nusa Penida baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri telah mengetahui jika kawasan Nusa Penida telah dijadikan sebagai Kawasan Konservasi Perairan. Dari 67 responden yang ditanya melalui kuisioner ada 53 responden atau sekitar

64 44 79,10 % telah mengetahui bahwa Nusa Penida menjadi Kawasan Konservasi Perairan dan 14 responden atau sekitar 20,90 % tidak mengetahui jika kawasan Nusa Penida menjadi Kawasan Konservasi Perairan. Responden yang mengetahui bahwa kawasan Nusa Penida telah dijadikan sebagai Kawasan Konservasi Perairan rata-rata mengetahui dari internet (52,83%) dan brosur (13,21 %) serta dari kawan yang pernah datang ke Nusa penida (11,32 %) secara lengkap informasi yang diperoleh responden tentang Kawasan Konservasi Nusa Penida disajikan pada Gambar 11. Untuk memperkenalkan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida kepada masyarakat dan wisatawan, pemerintah daerah Kabupaten Klungkung dalam hal ini Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan bekerja sama dengan Coral Triangle Center (CTC) membagi-bagikan peta zonasi Kawasan Konservasi Perairan dan menjelaskan manfaat Kawasan Konservasi Perairan itu sendiri (Gambar 12). Dan melalui kerja sama tersebut telah dibentuk kelompok kerja (Pokja) lintas instansi/sektor yang anggotanya terdiri dari Masyarakat, TNI-AL, Polisi Air dan Udara, Aparat Desa dan Kecamatan di Nusa Penida, serta dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). 9,43% 9,34% 3,77% 11,32% 13,21% 52,83% Internet Brosur Pemerintah Setempat Kawan Biro Perjalanan Others Gambar 11. Persentase sumber informasi yang diperoleh responden tentang Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida Kelompok kerja (Pokja) ini di bentuk melalui Surat Keputusan Bupati Klungkung dengan Nomor 216 tahun Kelompok kerja Kawasan Konservasi Perairan (KKP) ini bertugas untuk mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan yang terkait dengan Kawasan Konservasi Perairan hingga terbentuk badan pengelola Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida secara resmi. Dan kelompok kerja (Pokja) yang terbentuk tersebut secara berkala melakukan kegiatan sosialisasi kepada setiap pengguna jasa wisata yang ada di Nusa Penida yaitu setiap sebulan.

65 45 Gambar 12. Bentuk sosialisasi kelompok kerja (Pokja) terhadap wisatawan yang memanfaatkan kawasan wisata Nusa Penida. 6.3 Tingkat Kepuasan Wisatawan Terhadap Kawasan Wisata Bahari di Nusa Penida Kepuasan wisatawan terhadap jasa wisata yang ditawarkan oleh penyedia jasa merupakan salah satu unsur yang harus diperhatikan karena hal ini merupakan faktor yang sangat penting sebagai tolak ukur keberlanjutan kawasan tersebut sebagai kawasan wisata. Kecamatan Nusa Penida merupakan salah satu penyedia jasa wisata yang dikelola oleh pemerintah setempat dan bekerja sama dengan masyarakat dan Coral Triangle Center (CTC) membentuk Kawasan Konservasi Perairan. Alasan dibentuknya kawasan Nusa Penida menjadi Kawasan Konservasi Perairan yaitu supaya ekosistem yang menjadi daya tarik wisata dan kebudayaan masyarakat yang ada pada kawasan tersebut tetap terjaga keaslian dan kealamiannya. 10,45% 8,96% 50,75% 29,85% Produk wisatanya sedikit Akomodasi dan Pelayanannya kurang Aksesnya Sulit Lainnya Gambar 13. Persentase penyebab ketidakpuasan wisatawan yang berkunjung di kawasan wisata Nusa Penida Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, secara keseluruhan berdasarkan ketersediaan objek atau ikon yang menjadi daya tarik wisata mereka menyatakan sangat puas (79,10% atau sekitar 53 responden), namun ada beberapa hal yang membuat mereka tidak puas selama berada di kawasan Nusa Penida.

66 46 Ketidakpuasan wisatawan tersebut bukan disebabkan oleh karena kerusakan ekosistem/ekologi tetapi kurangnya akomodasi dan pelayanan yang disediakan terutama pada kawasan di Nusa Gede (sebutan untuk Nusa Penida) (Gambar 13). Selain itu wisatawan juga sangat mengharapkan agar pemerintah menyediakan sarana kesehatan yang memadai, karena dibeberapa tempat yang dijadikan sebagai kawasan wisata dan ramai akan pengunjung sarana kesehatan seperti Rumah Sakit ataupun Puskesmas sangat kurang. Hal ini didukung oleh data dari Badan Pusat Statistik dalam buku Kecamatan Nusa Penida Dalam Angka 2012 menunjukkan bahwa sarana kesehatan pada setiap desa/kelurahan di Kecamatan Nusa Penida masih sangat terbatas yaitu hanya tersedia satu Puskesmas setiap desa kecuali di Desa Ped yang tersedia dua Puskesmas (Tabel 15). Tabel 15. Sarana kesehatan Per Desa/Kelurahan di Kecamatan Nusa Penida No Desa/ Kelurahan Poliklinik Puskesmas/ Puskesmas Pembantu Rumah Sakit Bersalin (BKIA) Posyandu 1 Sakti Bunga Mekar Batumadeg Klumpu Batukandik Sekartaji Tanglad Pejukutan Suana Batununggul Kutampi Kutampi Kaler Ped Toyapakeh Lembongan Jungut Batu Jumlah Sumber : BPS Kabupaten Klungkung, Kecamatan Nusa Penida Dalam Angka 2012 Selain sarana kesehatan yang menjadi faktor kurang puasnya wisatawan selama berada di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, infrastruktur juga menjadi salah satu aspek penyebab wisatawan tidak puas. Infrastruktur yang dimaksud adalah jalan-jalan raya yang menghubungkan antar desa dan lokasilokasi wisata lainnya. Akses jalan ini memang menjadi kendala, karena hampir 80%-90% jalan di kawasan wisata Nusa Penida dalam keadaan rusak dan tidak

67 47 beraspal. Sehingga pada saat responden ditanya tentang apa saja yang menurut anda dapat meningkatkan layanan kawasan wisata bahari Nusa Penida, maka sekitar 80,60% (67 responden) menjawab memperbaiki infrastruktur sedangkan yang lainnya menjawab yaitu sekitar 19,40 % membuat paket wisata yang lebih profesional dan bervariasi (Gambar 13). Pendapat atau kesan wisatawan setelah berkunjung di kawasan wisata Nusa Penida yaitu mereka sangat puas dengan keindahan dan kealamian dari lokasi wisata namun mereka sangat menyayangkan karena hampir di sepanjang pantai atau perairan di kawasan wisata Nusa Penida sangat kotor dengan banyaknya sampah dan plastik. Dari 67 responden yang diberikan kuisioner 76,12% menyatakan bahwa penyebab buruknya kawasan wisata Nusa Penida adalah pantainya kotor dan 2,99% menyatakan karena terumbu karangnya rusak sedangkan responden lainnya menjawab tidak tahu (Gambar 14). 20,90% 2,99% 76,12% Terumbu karangnya rusak Pantainya kotor Tidak tahu Gambar 14. Persentase tanggapan responden terhadap penyebab buruknya kawasan wisata Nusa Penida Berdasarkan respon wisatawan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa perhatian masyarakat, pemerintah dan instansi yang terkait belum sepenuhnya memperhatikan akan kebersihan lingkungan pantai yang dijadikan sebagai objek wisata. Walaupun di beberapa lokasi wisata seperti di Toyapakeh dan Crytal Bay (desa Sakti) sudah menyediakan tempat sampah dan bahkan di Toyapakeh sendiri telah membagi tugas untuk membersihkan pantai dari sampah-sampah yang terbuang oleh masyarakat ataupun dari wisatawan itu sendiri (Gambar 15). a b Gambar 15. Metode pembersihan pantai (a) di Toyapakeh, (b) di Crystal Bay (Sakti)

68 Pengeluaran Wisatawan Selama Berada di Kawasan Wisata Bahari Nusa Penida Saat ini, Kawasan Konservasi Perairan menjadi tujuan wisata bagi wisatawan. Wisatawan memlilih hal tersebut oleh karena pada Kawasan Konservasi Perairan merupakan suatu kawasan yang dikelola dengan baik dan sumberdaya alamnya masih alami dan terjaga. Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida merupakan salah satu tempat tujuan wisata yang berada di Pulau Bali tepatnya di Kabupaten Klungkung, Kecamatan Nusa Penida. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Klungkung tahun 2012 (seperti yang tertera Lampiran 15) menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun pengunjung ke lokasi kawasan wisata Nusa Penida mengalami peningkatan. Semenjak tahun 2007 hingga tahun 2012 pengunjung mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Ini berarti bahwa Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida sudah dikenal oleh banyak orang baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Oleh karena itu perlu pengelolaan yang baik untuk mengelola kawasan wisata ini supaya alam yang menjadi objek wisata tidak menjadi rusak. Salah satu bentuk pengelolaan kawasan wisata seperti di kawasan Nusa Penida adalah membuat atau menetapkan biaya masuk. Biaya masuk ditetapkan dengan tujuan bahwa setiap pengunjung memberi nilai/menghargai alam yang tersedia sebagai bentuk partisipasi pengunjung untuk menjaga kelestarian alam yang menjadi objek wisata. Pengeluaran wisatawan melalui pembayaran biaya masuk kawasan konservasi menjadi sumber pendapatan bagi pengelola untuk mengelola Kawasan Konservasi Perairan Berdasarkan data yang dikumpulkan melalui kuisioner bahwa rata-rata pengunjung menghabiskan dananya di lokasi wisata sebesar Rp ,00 - Rp ,00 setiap harinya atau sekitar 56,72% wisatawan kemudian ada sekitar 35,82% menghabiskan dananya sebesar Rp ,00 Rp ,00 seperti yang terlihat pada Gambar 16. 7,46% 56,72% 35,82% Rp ,- - Rp ,- Rp ,- - Rp ,- > Rp ,- Gambar 16. Persentase biaya yang dikeluarkan wisatawan selama berada di Nusa Penida Data tersebut diatas menunjukkan bahwa saat wisatawan berada di Kawasan Konservasi Perairan, mereka akan mengeluarkan sejumlah dana untuk memenuhi kepuasan mereka. Sehingga hal ini akan menjadi tolak ukur dalam menentukan/menetapkan biaya masuk di Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida yang dijadikan sebagai kawasan wisata.

69 Kesediaan Wisatawan Membayar Biaya Masuk Kawasan Konservasi Pemerintah Kabupaten Klungkung yang menjadi pengelola kawasan Nusa Penida belum menetapkan secara khusus biaya masuk pada kawasan Nusa Penida. Namun Pemerintah tingkat desa di kawasan Nusa Penida menetapkan bahwa untuk setiap boat yang mengantar wisatawan untuk menikmati alam laut di kawasan Nusa Penida wajib membayar sebesar Rp ,00. Akan tetapi pada saat penelitian ini dilakukan dengan menanyakan kepada wisatawan berapa kesediaan anda membayar biaya masuk pada kawasan Nusa Penida, jawabannya seperti yang ditunjukkan pada Gambar ,93% 4,48% 4,48% 34,33% 41,79% < 3 US$ 3-5 US$ 5-7 US$ 7-10 US$ > 10 US$ Gambar 17. Persentase keinginan membayar biaya masuk pada lokasi wisata di kawasan Nusa Penida Berdasarkan data pada Gambar 17 tersebut diatas menunjukkan bahwa keinginan dari wisatawan untuk menghargai akan alam yang menjadi objek wisata sangat tinggi, hal ini dapat disimpulkan dengan adanya sekitar 41,79% orang yang bersedia membayar 3-5 US$ atau sekitar Rp ,00 Rp ,00 dan ada sekitar 34,33% bersedia membayar sebesar 5-7 US $ atau sekitar Rp ,00 Rp ,-. Dengan demikian pemerintah Kabupaten Klungkung diharapkan dapat menetapkan biaya masuk ke kawasan wisata Nusa Penida dengan segera berdasarkan data tersebut. 6.6 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida Kawasan Konservasi Perairan (KKP) dibentuk dengan tujuan : a) melindungi dan melestarikan sumberdaya ikan serta tipe-tipe ekosistem penting di perairan untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologisnya, b) mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan dan ekosistemnya serta jasa lingkungan secara berkelanjutan, c) melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan di dalam dan/atau disekitar kawasan konservasi perairan, dan d) meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi. Tujuan ini menjadi dasar untuk mengelola suatu lokasi yang dijadikan sebagai Kawasan Konservasi Perairan.

70 50 Dukungan terhadap pembentukkan suatu daerah/lokasi menjadi Kawasan Konservasi Perairan didasarkan kepada manfaat yang akan dirasakan oleh kawasan yang akan dikembangkan menjadi lokasi wisata. Pembangunan pariwisata tersebut umumnya didasarkan pada manfaat ekonomi yang akan diterima oleh masyarakat lokal yang daerah/lokasinya dijadikan sebagai Kawasan Konservasi Perairan. Manfaat yang dirasakan dapat berupa ekonomi langsung maupun secara tidak langsung. Manfaat ekonomi langsung yang akan diterima oleh masyarakat yaitu berasal dari pengeluaran wisatawan yang berkunjung di lokasi wisata tersebut dengan cara membeli produk berupa souvenir yang disediakan oleh masyarakat di lokasi yang dijadikan sebagai objek wisata. Sedangkan manfaat langsung yang diterima oleh alam dengan terbentuknya kawasan konservasi tersebut adalah terlindunginya ekosistem atau ekologi serta spesies yang ada di lokasi wisata terutama bagi spesies unik yang menjadi daya tarik wisatawan yang tersedia dilokasi yang dijadikan sebagai objek wisata. Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat sebagai pelaku wisata dari 4 (empat) desa (Desa Toyapakeh, Desa Ped, Desa Sakti dan Desa Jungut Batu) yang menjadi fokus pengambilan data sosial-ekonomi hampir semuanya mengenal atau mengetahui bahwa kawasan Nusa Penida telah dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan. Dari 38 responden yang ditanya tentang apakah mereka mengetahui bahwa wilayah perairan Nusa Penida merupakan Kawasan Konservasi Perairan maka ada 37 responden atau sekitar 97,37% menjawab Ya dan hanya 1 responden atau 2,63% yang menjawab Tidak tahu. Secara kontekstual masyarakat tidak mengetahui tentang istilah kawasan konservasi perairan, namun pada saat mengambil data kuisioner dan sekaligus berdiskusi dengan masyarakat ternyata mereka mengenal kawasan Nusa Penida itu menjadi daerah yang dilarang melakukan aktivitas memancing, daerah/lokasi yang bisa melakukan aktivitas wisata bahari seperti menyelam dan snorkling, daerah/lokasi yang tidak boleh melakukan aktivitas wisata, daerah/lokasi tempat ikan bertelur. Tujuan dibentuknya kawasan konservasi di Nusa Penida telah diketahui oleh masyarakat. Dari 38 responden yang ditanya tentang apakah mereka tahu tujuan kawasan konservasi maka sebanyak 37 responden atau sekitar 97,37% yang mengetahui. Adapun tujuan yang mereka pahami dengan dicadangkannya kawasan Nusa Penida sebagai kawasan konservasi perairan yaitu sebagai bank ikan, menjaga kelestarian karang, sebagai tempat penelitian tentang kelautan, menambah kunjungan wisata, dan untuk meningkatkan sumberdaya pesisir dan lautan di Nusa Penida. Pemahaman masyarakat ini menunjukkan bahwa manfaat dari kawasan konservasi perairan di Nusa Penida sudah dirasakan oleh masyarakat terutama pada peningkatan kunjungan wisata ke kawasan Nusa Penida. Hal ini akan menjadi dasar untuk pemantapan pengesahan kawasan Nusa Penida menjadi Kawasan Konservasi Perairan.

71 Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Terhadap Pendapatan Masyarakat Terbentuknya suatu daerah menjadi Kawasan Konservasi Perairan seharusnya didasarkan kepada manfaat yang akan diterima oleh masyarakat setempat sesuai dengan tujuan pembentukannya yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar Kawasan Konservasi Perairan. Manfaat ini dapat dirasakan langsung ataupun secara tidak langsung oleh masyarakat. Hasil wawancara melalui kuisioner diperoleh bahwa sekitar 92,11% atau sebanyak 35 responden yang menjawab sadar bahwa pencadangan Kawasan Konservasi Perairan yang berjalan di kawasan Nusa Penida memberi manfaat kepada kehidupan mereka, sedangkan sekitar 7, 89% menjawab tidak merasakan manfaatnya. Adapun manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dengan dicadangkannya kawasan Nusa Penida sebagai kawasan konservasi perairan yaitu meningkatkan pendapatan mereka karena semakin banyaknya wisatawan yang berkunjung di kawasan Nusa Penida, dagangan mereka laris, usaha warung makan tidak sepi, banyak yang menggunakan boat mereka sebagai transportasi, dan usaha penginapan juga tidak sepi. Rata-rata pendapatan masyarakat sebelum dicadangkannya Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida sebesar Rp ,00 Rp ,00. Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil wawancara melalui kuisioner diperoleh bahwa pendapatan masyarakat meningkat sejak dicadangkannya kawasan Nusa Penida menjadi kawasan konservasi periaran. Adapun kisaran peningkatan pendapatan masyarakat yakni sebesar 10%-30%. Dari 38 responden 15 responden (39,47%) yang pendapatannya meningkat sebesar 30%, delapan responden (21,05%) yang pendapatannya meningkat sebesar 20%, sembilan responden (23,68%) yang pendapatannya meningkat sebesar 15%, dan enam responden (15,79) yang pendapatannya meningkat sebesar 10% (Gambar 18). 5 Banyaknya Responden (Orang) Toyapakeh Ped Sakti Jungut Batu Lokasi Penelitian 10% 15% 20% 30% Gambar 18. Persentase peningkatan pendapatan masyarakat di Nusa Penida

72 52 Pendapatan masyarakat ini belum stabil oleh karena kunjungan wisatawan ke kawasan Nusa Penida juga belum stabil oleh karena produk wisata belum bervariasi serta akomodasi dan infrastruktur yang sampai saat ini belum ditangani secara baik dan maksimal sehingga wisatawan masih enggan berada di kawasan Nusa Penida dalam jangka waktu yang lama. Padahal jika wisatawan tinggal dalam jangka waktu yang lama di kawasan wisata tersebut maka akan menambah pendapatan masyarakat karena pada umumnya pengeluaran wisatawan di daerah/lokasi wisata menjadi tolak ukur perhitungan dampak ekonomi bagi daerah/lokasi yang menjadi daerah wisata. Wisatawan membutuhkan berbagai hal dalam memenuhi kebutuhannya selama berada di lokasi wisata seperti akomodasi (homestay), penyewaan alat selam dan snorkling, transportasi lokal, konsumsi, souvenir, layanan kesehatan, dan jasa pemandu (guide). Hal ini sangat perlu diperhatikan oleh masyarakat lokal dan pemerintah setempat agar memberi dampak terhadap peningkatan perekonomian. Sebab jika kebutuhan ini dipenuhi oleh masyarakat lokal dan pemerintah setempat maka akan terjadi transaksi antara masyarakat lokal dan wisatawan serta pemerintah pun memperoleh pemasukan yang berasal dari pajak usaha yang dimiliki oleh masyarakat sehingga dengan demikian akan memberi manfaat atau keuntungan kepada masyarakat dan pemerintah melalui sektor wisata. Pengelolaan yang baik terhadap kawasan konservasi bagi pengembangan ekowisata menjadi sangat bermanfaat bagi masyarakat karena dengan berkembangnya pariwisata di suatu daerah maka sangat membantu masyarakat untuk membuka usaha dan tersedia lapangan kerja bagi masyarakat. Lokasi objek wisata yang maju atau berkembang akan menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal. Sehingga diharapkan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida mampu dikelola dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat sehingga mendatangkan keuntungan dalam hal terciptanya lapangan kerja dan badan usaha yang dapat di kelola langsung oleh masyarakat lokal. Manfaat lain yang bisa dirasakan oleh masyarakat apabila lokasi/daerahnya dijadikan sebagai kawasan wisata adalah banyaknya investor yang tertarik untuk melakukan investasi dengan membuka usaha wisata yang juga nantinya akan semakin membuka kesempatan kerja bagi masyarakat lokal serta meningkatkan pemahaman/pengetahuan masyarakat terhadap bidang bisnis kepariwisataan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nusa Penida Tingkat kesejahteraan masyarakat diukur berdasarkan karakteristik indikator kesejahteraan masyarakat seperti : tingkat pendapatan/penghasilan keluarga, tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga, tingkat pendidikan keluarga, tingkat kesehatan keluarga, kondisi perumahan, dan fasilitas perumahan (Agusniatih, 2002) yang mana setiap variabel di skoring dan diberi bobot untuk mendapatkan nilai/bobot yang nantinya dijadikan sebagai variabel untuk klasifikasi masyarakat. Adapun kategorinya yaitu : 1) Tingkat kesejahteraan tinggi dengan skor 51-63, 2) Tingkat kesejahteraan sedang dengan skor 36-50, 3) Tingkat kesejahteraan rendah dengan skor

73 Skor 53 Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat di kawasan konservasi Nusa Penida menunjukkan bahwa masyarakat berada dalam tingkat kesejahteraan yang tinggi dan bahkan berdasarkan analisis skoring yang dilakukan menunjukkan bahwa hanya beberapa dari responden yang berada pada taraf tingkat kesejahteraan yang sedang dan tidak ada yang berada pada tingkat kesejahteraan yang rendah. Dari empat desa yang disurvei yakni Desa Toyapakeh dan Desa Jungut Batu tingkat kesejahteraannya tinggi dengan nilai skoring berkisar antara (disajikan pada lampiran 3), pada Desa Ped terdapat satu keluarga yang berada dalam tingkat kesejahteraan yang sedang dan keluarga lainnya berada pada tingkat kesejahteraan yang tinggi dengan nilai skoring berkisar antara sedangkan di Desa Sakti dari 10 responden keluarga yang di wawancara terdapat 5 keluarga yang berada dalam tingkat kesejahteraan yang sedang yaitu dengan nilai skoring antara sedangkan 5 keluarga yang lainnya berada pada tingkat kesejahteraan yang tinggi (Gambar 19). Tingkat kesejahteraan di Desa Sakti tergolong sedang padahal jika dilihat dari aktivitas wisatanya yakni di pantai Crystal Bay sangat tinggi bahkan menjadi tempat favorit di kawasan Nusa Penida. Berdasarkan pengamatan dilapangan dan hasil wawancara dengan masyarakat menyatakan bahwa walaupun desa mereka menjadi salah satu tempat aktivitas wisata bahari yang terfavorit namun mereka belum merasakan manfaat yang signifikan. Hal ini disebabkan oleh karena wisatawan yang berkunjung di lokasi wisata Crystal Bay tidak melalui daratan tetapi langsung menggunakan jasa Dive operator yang mengantarkan langsung ke lokasi penyelaman di Crytal Bay, sehingga jarang atau bahkan sangat sedikit yang turun di daerah pantai kecuali wisatawan yang menggunakan jasa Quicksilver karena di lokasi wisata Crystal Bay ada tempat yang disediakan untuk wisatawan beristirahat dan menikmati indahnya pasir putih. 65 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nusa Penida Toyapakeh Ped Sakti Jungut Batu Gambar 19. Box plot skor kesejahteraan masyarakat Nusa Penida di empat desa sampling

74 54 Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan korelasi jenjang Spearman diperoleh bahwa variabel yang paling memiliki hubungan erat yang positif dengan tingkat kesejahteraan keluarga adalah fasilitas perumahan (r = 0,726) pada tingkat kepercayaan 99% (Lampiran 16). Hal ini menunjukkan bahwa variabel yang sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat di empat desa yakni Desa Toyapakeh, Desa Ped, Desa Sakti dan Desa Jungut Batu adalah fasilitas perumahan, karena semakin sejahtera suatu keluarga maka keinginan untuk memiliki fasilitas dalam rumah tangga semakin tinggi. Selanjutnya dari hasil pengujian dengan menggunakan korelasi jenjang Spearman (Lampiran 16) terlihat bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara tingkat pendapatan/penghasilan keluarga dengan tingkat konsumsi/pengeluaran keluarga (r = 0,650) dan antara tingkat pendapatan/penghasilan keluarga dengan fasilitas perumahan (r = 0,444). Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan/penghasilan keluarga maka akan semakin besar tingkat konsumsi/ pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan juga untuk memperlengkapi rumah tangga dengan fasilitas yang lebih baik atau mewah. Data yang diperoleh dari lapangan dan diolah menunjukkan bahwa ratarata pendapatan/penghasilan perkapita dari masyarakat Nusa Penida adalah Rp ,00 sedangkan pengeluaran/tingkat konsumsi dari masyarakat Nusa Penida adalah Rp ,00. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat diasumsikan bahwa masyarakat Nusa Penida hidup dalam kecukupan. Nilai ratarata pendapatan/ penghasilan tersebut sangat besar karena ada beberapa responden yang penghasilan atau pendapatannya berkisar antara Rp ,00 Rp ,00, sehingga nilai rata-rata tersebut tidak dapat disimpulkan secara umum untuk kesejahteraan masyarakat Nusa Penida (Lampiran 7) Manfaat Kawasan Konservasi Perairan Bagi Pemerintah dan Pihak Swasta Dampak dari dibentuknya Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, tetapi juga akan dirasakan oleh pemerintah daerah Kabupaten Klungkung secara khusus pemerintah di Kecamatan Nusa Penida. Salah satu dampak atau manfaat yang dirasakan oleh pemerintah daerah yaitu melalui pajak, baik itu pajak biaya masuk di kawasan konservasi ataupun pajak biaya dari jasa perhotelan, rumah makan, biro perjalanan wisata, dan pajak dari toko-toko yang menjual souvenir. Manfaat lain yang dirasakan oleh pemerintah dengan adanya kawasan konservasi di Nusa Penida yaitu masyarakat mampu mengelola daerahnya sendiri serta menjaga kelestarian alam yang tersedia untuk kepentingan kesejahteraan dan keberlanjutan sumberdaya alam. Selain itu juga manfaat yang dapat dirasakan oleh pemerintah Kabupaten Klungkung yaitu melalui pendapatan daerah yang dihitung melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita Kabupaten Klungkung. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita suatu daerah dapat dijadikan sebagai alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan suatu daerah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2012), PDRB perkapita Kabupaten Klungkung cenderung mengalami peningkatan sejak dari

75 55 tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 (Tabel 16). PDRB dari sektor wisata berdasarkan harga berlaku Kabupaten Klungkung pada tahun 2009 sebesar Rp ,58 dan pada tahun 2011 meningkat menjadi sebesar Rp ,10 sedangkan berdasarkan harga konstan 2000 juga terjadi peningkatan namun tidak sebesar dengan PDRB atas dasar harga berlaku yakni pada tahun 2009 sebesar Rp ,71 dan pada tahun 2011 sebesar Rp ,15 Tabel 16. PDRB Sektor Pariwisata Kabupaten Klungkung tahun Tahun Harga Berlaku (ADHB) Persentase (%) Atas Dasar Harga Konstan 2000 (ADHK2000) Persentase (%) ,58 29, ,71 30, ,48 33, ,17 32, ,04 37, ,27 36,34 Total ,10 100, ,15 100,00 Sumber : BPS Kab. Klungkung (2012) Laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga konstan 2000 pada umumnya digunakan untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah tertentu (BPS Kab. Klungkung, 2012). Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa ada peningkatan pada PDRB dari sektor pariwisata Kabupaten klungkung atas dasar harga konstan Ini berarti bahwa perekonomian di Kabupaten Klungkung mengalami pertumbuhan yakni sebesar 2,32% pada tahun 2010 dan 3,35% pada tahun Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung (2012) menunjukkan bahwa sektor yang berperan dalam pembentukan PDRB pada tahun 2011 adalah sektor pertanian yaitu sebesar 29,28% atau sekitar Rp ,16. Namun, jika dianalisis lebih lanjut maka berdasarkan data tersebut terlihat bahwa pembentuk PDRB pada Kabupaten Klungkung seharusnya berasal dari sektor pariwisata karena sektor pariwisata itu mencakup Perdagangan, hotel, restoran, dan jasa-jasa. Jika kedua sektor ini disatukan maka terlihat bahwa sektor pariwisata menjadi pembentuk PDRB kabupaten Klungkung sebesar 37,87% atau sebesar Rp ,04 (Lampiran 17 dan 18). Pendapatan daerah yang berasal dari retribusi yang dibebankan kepada setiap badan usaha yang bergerak di bidang pariwisata yang berada di kawasan wisata Nusa Penida juga sangat membantu keuangan daerah. Berdasarkan data yang diperoleh dari Coral Triangle Center (CTC, 2011) tentang profil wisata bahari di Nusa Penida terlihat bahwa badan usaha yang dikelola oleh pihak swasta memberi manfaat kepada pemerintah melalui retribusi yang ditarik dari setiap wisatawan yang menggunakan jasa setiap badan usaha tersebut. Dari data yang telah diolah didapatkan bahwa sumbangan terbesar yang diperoleh pemerintah daerah berasal dari retribusi pengusaha resort yaitu sebesar Rp ,00 per tahun, dari pengusaha bungalow sebesar Rp ,00 per tahun, dan dari pengusaha villa dan dive operator masing-masing memberi kontribusi ke

76 56 pemerintah daerah sebesar Rp ,00 dan Rp ,00 per tahunnya. Manfaat dicadangkannya Kawasan Konservasi Perairan (KKP) di Nusa Penida bukan hanya dirasakan oleh pemerintah ataupun masyarakat tetapi juga dapat dirasakan oleh pihak swasta yang berinvestasi di kawasan Nusa penida. Adapun bentuk manfaat yang dirasakan oleh pihak swasta yaitu terbentuknya lapangan usaha di bidang pariwisata yang di kelola oleh pihak swasta. Jenis usaha yang bergerak di bidang pariwisata yang ada di kawasan Nusa Penida adalah homestay, bungalow, resort, vila, Mangrove Tour, dive Operator dan watersport (CTC, 2011). Berkembangnya kawasan wisata Nusa Penida akan memberi dampak atau manfaat kepada setiap badan usaha yang dikelola oleh pihak swasta tersebut.

77 Analisis Gap (Analisis Kesenjangan) Kesesuaian Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida Tabel 17. Matriks analisis gap (analisis kesenjangan) kesesuaian pengelolaan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida No Indikator Parameter Kondisi Aktual 1 Ekologi 2 Kawasan Konservasi Perairan Persen Tutupan Komunitas Karang (%) Kondisi Ideal Keterangan a. Kedalaman 3 meter 52,00-97,00 75, ) Ada lokasi yang kondisi komunitas karangnya baik yaitu di Ped dan ada yang sangat baik yaitu di Crystal Bay Ada lokasi yang kondisi komunitas karangnya baik yaitu b. Kedalaman 10 meter 60,00 95,67 75,1 100 Manta Point dan ada yang sangat baik yaitu di Atuh. Indeks Mortalitas Karang a. Kedalaman 3 meter 0,00-0,01 0,00 Tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup b. Kedalaman 10 meter 0,00-0,025 0,00 Tidak ada perubahan yang berarti bagi karang hidup Organisme Spesifik/ Endemik Ikan Mola-mola, Penyu, Lumba-lumba dan Ikan Pari Manta Sumberdaya yang Endemik, Unik, dilindungi Kawasan yang akan di konservasi harus memiliki sumberdaya dalam hal ini organisme yang Endemik, Unik dan termasuk organisme yang dilindungi. Luas daerah Kawasan Konservasi Perairan (Ha) ) ( 1 mil laut dari garis pantai) (Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 18 Ayat (4) ) Sesuai Kondisi & Kebutuhan Kawasan Luas kewenangan Kabupaten/Kota seluas 4 mil

78 58 No Indikator Parameter 3 Sosial - Ekonomi 4 Kelembagaan Sumber Data : 1) Yulianda, ) Darma et al ) Welly, ) Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Klungkung, ) Hasil Perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK) Kondisi Aktual Zonasi 7 (Sub Zona) 3) Status Kawasan Taman Wisata Perairan Kondisi Ideal Permen No.30 Tahun 2010 Pasal 9 Ayat (1) terdiri dari 4 Zona Sesuai Kondisi Daerah Persepsi Wisatawan tentang KKP Buruk Baik Partisipasi Masyarakat Pasif Aktif Sumberdaya Masyarakat (SDM) Kurang Tersedia Keterangan Pembentukkan zonasi disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar pembentukan kawasan konservasi di suatu daerah. Status kawasan disesuaikan dengan tujuan pengelolaan kawasan Ada beberapa infrastruktur penunjang yang belum disediakan dan ada yang dalam kondisi buruk. Belum memahami manfaat dari dicadangkannya KKP di Nusa Penida Kesejahteraan Masyarakat Sedang Sejahtera Kunjungan Wisatawan (2012) ) ) Jumlah Kunjungan Wisatawan > Daya dukung (orang/tahun) kawasan Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida Peraturan Bupati Kab. Klungkung No. 12 Tahun 2010 Peraturan Menteri Kelautan & Perikanan Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2007 Pasal 8 ayat (3), Permen Kelautan & Perikanan No. 2 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Pasal 21 Ayat (1) dan (2)

79 Berdasarkan tabel matriks analisis gap diatas, kawasan konservasi perairan Nusa Penida memiliki kesenjangan (gap) dalam pengelolaannya. Adapun kesenjangan (gap) yang terjadi berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari lapangan adalah sebagai berikut : 1. Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida a. Luas area KKP Berdasarkan kondisi aktual luas kawasan konservasi perairan Nusa Penida yaitu hektar yang diukur 1 mil laut dari garis pantai. Luasan ini merupakan ¼ dari luasan ideal yang menjadi kewenangan kabupaten/kota untuk dikelola yaitu 4 mil. Berdasarkan informasi yang diterima dari Pimpinan Coral Triangle Center wilayah Bali menyatakan bahwa luas KKP Nusa Penida sebesar hektar merupakan luasan yang efektif untuk saat ini dikelola. Artinya bahwa dengan luasan ini pengelolaan KKP Nusa Penida akan dimaksimalkan. Menurut informasi melalui komunikasi pimpinan Coral Triangle Center bahwa jika luas KKP Nusa Penida yang 1 mil ini dapat dikelola dengan baik maka ada rencana untuk memperluas wilayah KKP Nusa Penida. b. Sistem Zonasi di KKP Nusa Penida Berdasarkan kondisi ideal sitem zonasi kawasan konservasi perairan diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30 Tahun 2010 Pasal 9 Ayat (1) Zonasi pada kawasan konservasi perairan terdiri dari (1) Zona Inti, (2) Zona Perikanan Berkelanjutan, (3) Zona Pemanfaatan, (4) Zona Lainnya. Artinya bahwa dalam Permen No.30 Tahun 2010 ini menetapkan 4 zona yang ada di kawasan konservasi perairan. Namun pada kenyataannya KKP Nusa Penida membaginya menjadi 7 (tujuh) sub zona yaitu (1) Zona Inti, (2) Zona Perikanan Tradisional, (3) Zona Pariwisata Bahari Khusus, (4) Zona Budidaya Rumput Laut, (5) Zona Pariwisata Bahari, (6) Zona Pelabuhan, (7) Zona Suci. Informasi yang diperoleh tentang penjelasan pembagian zona di KKP Nusa Penida menjadi 7 sub zona yaitu bahwa KKP Nusa Penida membentuk zona tersebut berdasarkan Permen Kelautan dan Perikanan No. 30 Tahun 2010 namun dijabarkan berdasarkan kondisi yang ada di kawasan Nusa Penida. Ketujuh sub zona tersebut masih merupakan bagian dari zona yang ditetapkan oleh Permen No.30 Tahun 2010 tersebut yakni 1) Zona Inti, 2) Zona Perikanan Berkelanjutan dibagi menjadi sub zona : a) Zona Perikanan Tradisional, b) Zona Pariwisata Khusus, c) Zona Budidaya Rumput Laut, 3) Zona Pemanfaatan terdiri dari sub zona : a) Zona Pariwisata Bahari, b) Zona Pelabuhan, 4) Zona Lainnya terdiri dari sub zona : a) Zona Suci. Pembentukkan sub zona pariwisata bahari khusus dan zona suci dimaksudkan untuk menjawab dari kebutuhan masyarakat Nusa Penida yang memanfaatkan sumberdaya yang ada di kawasan Nusa Penida. Dikatakan zona pariwisata bahari khusus karena pada kawasan tersebut selain dimanfaatkan dalam aktifitas wisata juga masih ada kegiatan penangkapan ikan secara tradisional oleh masyarakat dengan menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan waktunya dibatasi yaitu hanya pada jam 4 sore hingga jam 9 pagi. Zona Suci di bentuk untuk menertibkan kegiatan wisata yang ada di sekitar tempat ibadah yaitu Pura. Aktifitas yang dilarang yaitu parkir 59

80 60 kapal yang mengantar wisatawan dan kegiatan wisata pantai. Hal ini dilakukan untuk menghindari kegiatan wisatawan yang mengganggu aktifitas ibadah di Pura seperti wisatawan yang memakai pakaian bikini (swimwear), dan aktivitas wisata di pinggir pantai sekitar pura. Penetapan zona suci dikawasan konservasi secara hukum berdasarkan PP No.60 Tahun 2007 itu tidak diperbolehkan karena pada kawasan konservasi perairan berdasarkan peraturan tersebut setiap orang yang masuk dalam kawasan konservasi perairan harus memperoleh ijin dari pihak pengelola atau paling tidak terdaftar sebagai pengunjung tetap pada kawasan konservasi ini. Sehingga penetapan zona suci pada wilayah pencadangan konservasi perairan di Nusa Penida dinilai tidak tepat. 2. Kelembagaan Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida secara aktual hanya berpedoman kepada Peraturan Bupati No. 12 Tahun Status kawasan konservasi perairan Nusa Penida adalah Taman Wisata Perairan (TWP) yang termuat dalam peraturan bupati tersebut. Seharusnya dengan adanya Peraturan Bupati itu sudah menjadi pedoman kuat untuk mengelola kawasan Nusa Penida karena berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 pemerintah daerah mempunyai kewenangan dalam mengelola kekayaan sumberdaya alam yang ada didaerahnya namun harus juga diakui oleh pemerintah pusat. Oleh karena itu pengelolaan kawasan konservasi Nusa Penida tidak terlepas dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang saat ini sementara di usahakan. Penetapan Kawasan Konservasi Perairan telah diatur didalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) No. 2 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Pasal 21 Ayat (1) dan (2) yang didasarkan pada Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 (yang telah diubah menjadi Undang-Undang No. 45 Tahun 2009) dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun Penetapan Kawasan Konservasi Perairan dengan mengunakan perangkat Peraturan Menteri dilakukan dengan tujan agar kekuatan legalitasnya lebih kuat sehingga pemerintah daerah dalam mengelola Kawasan Konservasi Perairan tersebut tidak dapat semena-mena. Hal ini sangat penting meningat bahwa sistem pemerintahan di Bali berbeda degan daerah lainnya di Indonesia karena di Bali ada sistem adat yang juga mempunyai kewenangan sehingga timbul permasalahan pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida. Sistem adat di Bali juga berperan dalam pengambilan keputusan di dalam sistem pemerintahan, oleh karena itu seharusnya pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida melibatkan sistem adat. Pencadangan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida merupakan suatu langkah yang sangat baik untuk menjaga kelestarian dan kealamian sumberdaya hayati yang terdapat didalamnya. Namun dalam perjalanannya selama 3 tahun, pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida tidak terlepas dari permasalahan. Berdasarkan analisis gap (analisis kesenjangan) seperti yang terlihat pada Tabel 17 terdapat gap dalam pengelolaan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida diantaranya adalah kondisi bioekologi kawasan yang diwakili oleh kondisi tutupan komunitas karang dan kondisi ikan karang. Berdasarkan hasil analisis persen tutupan komunitas karang secara keseluruhan kondisi karang kawasan dikategorikan dari baik sampai pada sangat

81 baik. Namun kondisi ini bukan menjadi suatu kebanggaan bagi pengelola pencadangan kawasan konservasi di Nusa Penida karena kondisi bioekologi ini belum optimal artinya bahwa masih ada lokasi yang dijadikan sebagai objek wisata yang kondisi karangnya belum mengalami peningkatan dengan kata lain kualitas karangnya masih terjadi naik-turun. Sehingga disimpulkan bahwa pengelolaan pencadangan kawasan konservasi di Nusa Penida belum optimal. Hal ini juga didasari oleh hasil perhitungan indeks mortalitas yang walaupun nilainya kecil (mendekati nol) tetapi pada pencadangan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida masih terjadi kerusakan di beberapa lokasi yang dijadikan sebagai lokasi penyelaman untuk aktivitas wisata. Pengelolaan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida belum seutuhnya menggunakan prinsip ekowisata. Hal ini terlihat dengan jumlah pengunjung (wisatawan) yang datang ke Nusa Penida telah melebihi daya dukung kawasan. Data yang diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Klungkung menunjukkan bahwa jumlah pengunjung di tahun 2012 mencapai orang/tahun dimana data tersebut belum termasuk data dari data para dive operator, dan data dari public-boat sedangkan jumlah pengunjung yang seharusnya berdasarkan hasil analisis daya dukung kawasan adalah orang/tahun. Data ini menunjukkan bahwa pengunjung (wisatawan) yang berkunjung di Nusa Penida telah melebihi daya dukung kawasan dan ini telah melanggar prinsip dari konsep pemanfaatan sumberdaya ekowisata yaitu harus terjadi kesesuaian atau keseimbangan antara sumberdaya dan daya dukung (carrying capacity) yang dapat mendukung kegiatan wisata bahari (Yulianda et al. 2010). Kondisi ini harus menjadi perhatian serius bagi pemerintah Kabupaten Klungkung dan pengelola kawasan konservasi di Nusa Penida, karena jika tidak ditangani dengan serius maka kawasan ini nantinya hanya akan menjadi kenangan dan ekosistem yang ada akan menjadi hilang dan pada akhirnya mendatangkan malapetaka bagi masyarakat yang ada di kawasan tersebut. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan pengelola kawasan adalah segera membatasi jumlah pengunjung dan meningkatkan retribusi atau biaya masuk ke kawasan konservasi. Mengurangi atau membatasi jumlah pengunjung (wisatawan) akan berdampak pada pendapatan daerah dari sektor wisata namun untuk menutupi hal tersebut maka yang perlu dilakukan adalah meningkatkan biaya masuk ke kawasan konservasi di Nusa Penida. sejalan dengan hal tersebut yakni menaikkan biaya masuk ke kawasan konservasi maka pemerintah, pengelola, dan masyarakat harus meningkatkan jasa pelayanan yang ada di kawasan yakni memperbaiki infrastruktur seperti jalan raya yang menjadi akses darat yang menghubungkan lokasi-lokasi yang dijadikan sebagai objek wisata, menjaga kebersihan pantai, serta menambah sarana dan prasarana kesehatan. Kesemuanya ini akan memberi dampak positif kepada semua pihak yakni alam akan tetap terjaga keaslian dan kelestariannya, masyarakat mendapat keuntungan ekonomi yang akan meningkatkan kesejahteraannya, pihak swasta juga semakin memperhatikan kualiatas pelayanannya serta memberi konstribusi pendapatan bagi pemerintah daerah melalui peningkatan produk domestik regional bruto (PDRB) melalui sektor wisata. 61

82 Rekomendasi Pengelolaan Kawasan Konservasi di Nusa Penida Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida secara umum telah memberi dampak, baik kepada masyarakat, pemerintah, pengusaha yang bergerak dalam bidang pariwisata (Swasta), maupun Lembaga Swadaya Masyarakat yang bersama-sama mengelola kawasan Nusa Penida. Namun, untuk lebih meningkatkan kualitas pengelolaan maka ada beberapa rekomendasi yang akan disampaikan berdasarkan data dan fakta selama penelitian ini dilakukan serta pertimbangan dari wisatawan sebagai pengguna jasa pariwisata dan masyarakat lokal yang menjadi motor dalam penggerak dalam pengelolaan kawasan, antara lain : 1. Memperbaiki infrastruktur yang ada di kawasan wisata Nusa Penida seperti jalan-jalan raya yang menjadi penghubung antar satu lokasi wisata dengan lokasi wisata lainnya sebagai sarana transportasi daratan, karena hampir seluruh jalan di Nusa Penida dalam kondisi memprihatinkan (rusak). 2. Menambah jumlah sarana dan prasarana kesehatan di setiap lokasi yang dijadikan sebagai objek wisata. Hal ini menjadi permintaan khusus dari wisatawan yang berkunjung di Nusa Penida. 3. Menambah bentuk atraksi wisata, dalam hal ini penulis merekomendasikan untuk membuat satu paket wisata dalam bentuk Wisata Keliling Nusa Penida 4. Menetapkan biaya masuk kawasan Nusa Penida dengan segera agar setiap pelaku usaha dan juga wisatawan memperoleh harga yang sama dan akan meningkatkan pendapatan daerah. 5. Menambah sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan wisata secara khusus di kawasan wisata Nusa Gede karena sarana dan prasarana sangat minim seperti tempat-tempat penginapan, rumah makan, hotel dan dive operation (penyewaan alat selam dan snorkling). Tujuannya yaitu agar wisatawan lebih betah tinggal di kawasan Nusa Gede. 6. Zona suci di kawasan konservasi Nusa Penida perlu dilakukan peninjauan ulang dan disesuaikan dengan dasar Undang-Undang yang menjadi dasar pencadangan kawasan Nusa Penida sebagai kawasan konservasi perairan. 7. Membatasi Jumlah pengunjung (wisatawan) yang masuk di kawasan Nusa Penida karena berdasarkan hasil analisis daya dukung kawasan yang dilakukan dalam penelitian ini jumlah pengunjung sudah melebihi daya dukung kawasan. Oleh karena itu pengelola dan pemerintah harus membatasi jumlah pengunjung(wisatawan) namun untuk meningkatkan pendapatan daerah maka perlu meningkatkan biaya masuk ke kawasan. 8. Pengelola pencadangan Kawasan Konservasi Perairan di Nusa Penida segera mengusulkan penetapan Kawasan Konservasi Perairan melalui Peraturan Menteri sehingga memiliki kekuatan legalitas yang kuat.

83 63 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan dari uraian hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kawasan konservasi perairan di Nusa Penida dapat dimanfaatkan untuk aktifitas ekowisata selam (diving), snorkeling dan wisata pantai (rekreasi pantai) karena nilai indeks kesesuaiannya berada pada kategori sesuai dan sangat sesuai. Sedangkan daya dukung kawasan (DDK) di Nusa Penida sebesar orang/tahun. 2. Kondisi Bioekologi kawasan wisata Nusa Penida dalam hal ini kondisi terumbu karang dan ikan karang dalam kategori baik. 3. Wisatawan yang berkunjung di kawasan Nusa Penida terbanyak berasal dari Australia kemudian dari Amerika dan Jepang. Data kunjungan wisata dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. 4. Manfaat dicadangkannya kawasan konservasi perairan di Nusa Penida berupa peningkatan jumlah wisatawan yang berdampak kepada penghasilan rumah tangga dengan tingkat kenaikan pendapatan berkisar antara 10-30%, serta adanya peningkatan pendapatan daerah yang dilihat dari peningkatan PDRB khususnya dari sektor wisata sebesar 5,67% dari tahun 2009 ke tahun Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji manfaat secara menyeluruh dari kawasan konservasi perairan bagi masyarakat di Nusa Penida. 2. Perlu mengadakan kajian secara menyeluruh tentang kesesuaian kawasan wisata dan daya dukung kawasan di kawasan konservasi perairan Nusa Penida sehingga diperoleh data yang lengkap untuk menyususn program yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat Nusa Penida 3. Perlu meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap tujuan dibentuknya kawasan konservasi perairan di Nusa Penida dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik manfaat secara langsung maupun manfaat yang tidak langsung. 4. Untuk memenuhi tujuan pembentukkan kawasan konservasi perairan di Nusa Penida bagi pengembangan ekowisata bahari maka diperlukan sarana dan prasarana yang menunjang khususnya sarana dan prasarana yang ramah lingkungan seperti tidak menggunakan bahan bangunan dari batu karang, pembangunan hotel tidak boleh di pinggir pantai, dan lain-lain.

84 64 DAFTAR PUSTAKA Agusniatih A Kajian Pengembangan Kawasan Wisata dan Pengaruhnya Pada Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pesisir Teluk Palu Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Allen GR and Erdmann M, Reef Fish of Nusa Penida, Indonesia. Final Report to Conservation International. 22p Angulo-Valdes JA and Hatcher BG A New Typology of Benefits Derived From Marine Protected Areas. Marine Policy Ardarini F Kajian Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kondisi Ekosistem Terumbu Karang dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir di Nusa Penida Bali. Tesis Program Pascasarjana IPB. Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik Statistik Kesejahteraan Rakyat Jakarta [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Klungkung Kabupaten Klungkung Dalam Angka. Kabupaten Klungkung. Bali [BPS] Badan Pusat Statistik Kecamatan Nusa Penida Nusa Penida Dalam Angka. Kabupaten Klungkung. Bali [BTNW] Balai Taman Nasional Wakatobi Buku Zonasi Taman Nasional Wakatobi. Bau-Bau. Sulawesi Tenggara. Disahkan di Jakarta. Buckley R Tourism in Parks: Australia Initatives, International Center for Ecotouris Research. Tourism Management. 28: Carpenter KE, Miclat RI, Albaladejo VD, Corpuz VT The Influence of Substrate Structure on The Local Abundance and Diversity of Philippine Reef Fishes. Coral Reef 2: Cater E, Lowman G Ecotourism-A Sustainable Option? Royal Geographical Society. London Collins JH Marine Tourism in The Kimberly Region of Western Australia. Geographical Research 46 (1) : [CTC] Coral Triangle Center Profil Wisata Bahari Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. Dahuri R., Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan (Edisi Revisi). PT. Pradnya Paramitha. Jakarta Damanik and Weber HF Perencanaan Ekowisata. Dari Teori ke Aplikasi. Andi. Yogyakarta Damhuri D dan Adrianto L Dimensi Sosial Ekonomi dalam Kerangka Pembangunan Masyarakat Pesisir. Makalah disampaikan dalam Pertemuan Ilmiah Badan Pembina Hukum Nasional. Jakarta 22 September 1995 Darma N, Basuki R, Welly M Profil Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida. Kabupaten Klungkung. Bali Drumm A, Moore A Ecotourism Development A Manual for Conservation Planners and Managers Volume 1 : An Introduction to Ecotourism Planning. 2 nd Edition. The Nature Conservancy, Arlington, Virginia, USA.

85 Eagles PFJ, McCool SF, Haynes CD Sustainable Tourism in Protected Areas : Guidelines for Planning and Management. IUCN- The World Conservation Union. IUCN Gland, Switzerland and Cambridge, UK. English S, Wilkinson C, Baker U Survey Manuals for Tropical Marine Resources. Australia Institute of Marine Science Townsville. Australian. [FAO] Food and Agriculture Organization Fisheries Management. 4. Marine Protected Areas and Fisheries. FAO Technical Guidelines For Responsible Fisheries. No 4, Suppl 4. Rome. FAO. 198p. Fabinyi M Dive Tourism, Fishing and Marine Protected Areas in The Calamianes Islands, Phillippines. Marine Policy Fandeli CM Pengusaha Ekowisata. Yogyakarta : Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Fauziyah IM Kajian Implementasi Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP) Nusa Penida. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Padjajaran. Bandung Gao L and Hailu A Evaluating The Effects Of Area Closure For Recreational Fishing In A Coral Reef Ecosystem : The Benefits Of An Integrated Economic And Biophysical Modeling. Garrod B and Wilson JC Nature on the Edge? Marine Ecotourism in Peripheral Coastal Areas. Journal of Sustainable Tourism 12 (2) : Gell FR and Roberts CM Benefits Beyond Boundaries : The Fisheries Effects of Marine Reserves. TRENDS in Ecology and Evolution 18(9) : Halpem BS and Warner RR Marine Reserves Have Rapid and Lasting Effects. Ecology Letters 5: Harriott VJ Marine Tourism Impacts and Their Management on The Great Barrier Reef. CRC Reef Research Centre Technical Report No. 46. CRC Reef. Centre, Townsville Hilyana S Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Karakteristik Kultural dan Struktural Masyarakat Lokal (Studi Kasus di Kawasan Wisata Bahari Lombok Barat Provinsi NTB.) Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Irwan Kajian Potensi dan Pengembangan Ekowisata Bahari di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Pasi Kabupaten Kepulauan Selayar. Thesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor [IUCN] International Union for Conservation of Nature Guidelines for Protected Area Management Categories. Cambridge, UK, and Gland, Switzerland, International Union for Conservation of Nature. [IUCN] International Union for Conservation of Nature, [CORDIO] Coatal Ocean Research and Development in the Indian Ocean. [ICRAN] International Coral Reef Action Network Managing Marine and Coastal Protected Areas ; A Toolkit for South Asia. IUCN, Gland, Switzerland and Bangkok, Thailand; CORDIO, Kalmar, Sweden; and ICRAN, Cambridge, UK. Jennings S The role of marine protected areas in environmental management.ices Journal of Marine Science. 66:

86 66 Langga A N T, Kajian Sumberdaya Terumbu Karang untuk Pengembangan Ekowisata Bahari di Perairan Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor Maldonado E and Montagnini F Carrying Capacity of La Tigra National Park, Honduras : can the park be self-sustainable? Journal of Sustainable Forestry 19(4) : Maliao RJ, Edward LB, Kathe RJ A survey of stock of the donkey s ear abalone, Haliotis asinina L. in the Sagay Marine Reserve, Philippines: evaluating the effectiveness of marine protected area enforcement. Fisheries Research 66: Nikijuluw PHV Populasi dan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir serta Strategi Pemberdayaan Mereka Dalam Konteks Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Secara Terpadu. Makalah disampaikan pada Pelatihan Pengelolaan Pesisir Terpadu. Proyek Pesisir, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor (IPB). Hotel Permata. Bogor 29 Oktober Oraciona GE, Millerb ML, Christie P Marine Protected Areas for Whom? Fisheries, Tourism, and Solidarity In A Phillippine Community. Ocean & Coastal Management Pelletier D, Garcia-Charton JA, Ferraris J, David G, Thebaud O, Letourneur Y, Claudet J, Amand M, Kulbicki M, Galzin R Designing Indicators of Assessing The Effects of Marine Potected Areas on Coral Reef Ecosystems : A Multidisciplinary Standpoint. Aquat. Living Resour, Petrosillo I, Zurlini G, Corlian O ME, Zaccarelli N, Dadamo M Tourist Perception of Recreational Environment and Management In A Marine Protected Area. Landscape and Urban Planning 79 : [PISCO] Partnership for the Interdiciplinary Study of Coastal Oceans The Science of marine reserves. Reid-Grant K and Bhat MG Financing Marine Protected Areas in Jamaica : An Exploratory Study Kimesha. Marine Policy Ruchimat T, Basuki R, Suraji Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Paradigma, Perkembangan, dan Pengelolaannya. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta Schleyer MH and Tomalin BJ Damage on South African Coral Reefs and An Assessment of Their Sustainable Diving Capacity Using A Fisheries Approach. Bulletin of Marine Science 67(3) : Syms C dan Jones GP Soft Corals Exert No Direct Effects On Coral Reef Fish Assemblages. Springer, Verlag. Oecologia 127 : [TNC-IMP] The Nature Conservancy Indonesia Marine Program Peta Sumberdaya Pesisir dan Laut Kecamatan Nusa Penida. 10 Maps. Turak E and De Vantier, L Biodiversity and Conservation Priorities of Reef Building Corals in Nusa Penida. Final Report to Conservation International. 66p [UNEP] United Nation Environment Programme About Ecotourism. (

87 Yulianda F Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor (IPB). Bogor. Yulianda F, Fahrudin A, Hutabarat, Armin A, Harteti Sri, Kusharjani, Kang Ho Sang Pengelolaan Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Book 3. Pusdiklat Kehutanan-Departemen Kehutanan RI- SECEM Korea International Coorporation Agency. Bogor. Jawa Barat. Zaakai D, Chadwick-Furman NE Impacts of Intensive Recreational Diving on Reef Corals at Eiliat, Northern Red Sea. J Biol Conserv 105 :

88 68 LAMPIRAN

89 Lampiran 1. Persen Tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang Tahun 2010 di Nusa Penida, Bali Rata-Rata Persen Tutupan Life Form Code Atuh Tower Ped Manta Point Mangrove Crystal Bay Buyuk Point 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Acropora Acropora Branching ACB 22,33 11,33 2,00 1,67 2,33 5,00 6,00 10,00 0,33 29,00 26,67 Acropora Tabulate ACT 7,33 3,33 0,00 0,00 2,00 20,00 3,33 0,00 0,67 2,67 2,00 Acropora Encrusting ACE 0,00 2,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Acropora Submasive ACS 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Acropora Digitate ACD Non Acropora Coral Branching CB 4,00 0,33 0,00 0,00 14,00 3,67 0,00 0,33 0,33 0,67 0,00 Coral Encrusting CE 6,33 1,33 2,00 3,00 2,33 5,33 13,33 0,33 7,33 0,33 1,67 Coral Folios CF 6,00 0,00 10,67 8,67 0,33 0,00 1,33 11,33 8,67 0,00 0,33 Coral Heliopora CHL 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Coral Massive CM 14,33 3,00 1,33 15,33 2,00 4,33 7,67 0,33 13,67 1,33 3,67 Coral Melliopora CME 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Coral Musroom CMR 0,00 0,33 1,00 0,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,33 0,00 Coral Submasive CS 5,33 0,67 9,00 4,00 0,00 1,00 0,00 3,67 6,00 3,00 7,00 Coral Tubifora CTU 2,33 0,00 0,00 0,00 7,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Soft coral SC 15,67 56,67 36,00 25,00 48,33 33,67 28,33 46,00 23,00 35,33 28,00 Total Cover I dan II 0,00 83,67 0,00 79,33 62,00 58,33 78,67 0,00 73,00 60,00 72,00 60,33 72,67 69,33 69

90 70 Lampiran 1. Lanjutan Life Form Dead Scleratina Code Rata-Rata Persen Tutupan Atuh Tower Ped Manta Point Crystal Bay Buyuk Mangrove Point 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Dead Coral DC 1,00 1,00 0,33 0,67 0,67 1,00 2,33 1,67 0,67 1,00 3,33 Dead Coral With Algae DCA Total Cover III 0,00 1,00 0,00 1,00 0,33 0,67 0,67 0,00 1,00 2,33 1,67 0,67 1,00 3,33 Living Others (LO) Algae Macro algae MA 2,00 0,00 3,33 0,00 0,33 0,00 8,33 0,67 0,33 1,00 0,00 Turf TA 0,33 0,33 2,67 2,00 0,00 3,67 1,67 1,67 3,67 1,33 0,00 Coraline CA 2,33 2,33 1,67 0,00 0,33 2,33 5,00 0,00 1,00 0,00 0,67 Halimeda HA 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 Alga Assemblage AA Others OT 0,00 0,00 0,33 0,00 2,67 0,33 0,00 0,33 1,67 1,00 0,00 Sponges SP 7,33 1,00 2,67 2,00 3,00 0,67 0,67 0,33 5,00 2,00 7,00 Zoanthids ZO 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total Cover IV 0,00 12,00 0,00 3,67 10,67 4,00 6,33 0,00 7,00 15,67 3,00 11,67 5,33 8,00 Abiotic Sand S 0,33 3,33 3,00 10,67 3,67 0,00 0,33 6,67 7,00 3,00 1,67 Rubble R 0,67 2,67 20,00 22,33 7,00 0,00 0,00 11,67 13,33 15,33 5,33 Silt SI 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Water WA Rock RCK 0,67 10,00 2,67 4,00 3,67 19,00 21,67 2,00 1,67 2,67 9,00 Total Cover V 0,00 1,67 0,00 16,00 25,67 37,00 14,33 0,00 19,00 22,00 20,33 22,00 21,00 16,00 Total I + II + LO 0,00 95,67 0,00 83,00 72,67 62,33 85,00 0,00 80,00 75,67 75,00 72,00 78,00 77,33 Kondisi/ Kategori Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik IM (Indeks Mortalitas) 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,04 0,02 0,01 0,01 0,05 Sangat baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik

91 Lampiran 2. Persen Tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang Tahun 2011 di Nusa Penida, Bali Rata-Rata Persen Tutupan Acropora Life Form Code Atuh Tower Ped Manta Point Crystal Bay Buyuk Mangrove Point 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Acropora Branching ACB 15,67 16,33 7,33 2,33 0,67 0,33 21,33 15,00 0,33 0,33 36,33 26,00 Acropora Tabulate ACT 0,00 12,00 3,67 0,67 0,00 2,33 11,33 3,33 0,00 0,00 8,33 1,67 Acropora Encrusting ACE 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,67 Acropora Submasive ACS 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00 0,33 Acropora Digitate Non Acropora Coral Branching CB 6,00 5,33 2,00 0,33 0,00 0,00 3,00 6,00 0,00 1,00 0,00 1,00 Coral Encrusting CE 0,67 4,33 0,67 0,33 28,00 2,67 1,33 2,00 2,00 0,33 1,00 4,00 Coral Folios CF 3,00 3,33 0,67 5,00 3,67 2,00 0,33 4,67 9,67 3,33 0,33 2,00 Coral Heliopora CHL 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Coral Massive CM 9,00 17,33 7,33 1,67 1,67 13,33 1,00 1,67 5,00 12,00 6,33 0,00 Coral Melliopora CME 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Coral Musroom CMR 0,00 0,33 0,33 0,00 0,67 0,33 0,00 0,33 1,00 1,33 0,00 0,00 Coral Submasive CS 4,00 4,00 0,33 11,33 1,00 2,67 0,33 1,33 0,67 7,33 6,67 2,67 Coral Tubifora CTU 0,00 2,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,33 0,00 0,00 Soft coral SC 36,33 11,33 47,33 41,33 21,67 37,00 35,00 43,67 62,67 43,67 18,33 14,00 Total Cover I dan II 74,67 76,67 0,00 69,67 63,00 57,33 0,00 62,00 73,67 78,67 81,33 69,67 78,33 52,33 71

92 72 Lampiran 2. Lanjutan Life Form Dead Scleratina Code Rata-Rata Persen Tutupan Atuh Tower Ped Manta Point Crystal Bay Buyuk Mangrove Point 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Dead Coral DC 0,00 1,67 0,00 1,00 0,33 0,00 0,33 0,33 2,00 0,33 2,00 0,00 Dead Coral With Algae DCA Total Cover III 0 1,67 0 1,00 0, ,33 0,33 2,00 0,33 2,00 0 Living Others (LO) Algae Macro algae MA 2,33 4,00 0,00 1,33 0,33 1,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Turf TA 9,67 0,00 0,00 2,33 1,00 0,00 1,33 0,00 2,33 0,00 1,33 0,67 Coraline CA 1,33 5,00 4,67 0,67 4,33 2,67 2,67 2,00 1,33 0,00 0,33 2,00 Halimeda HA 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Alga Assemblage AA Others OT 0,00 1,00 0,67 0,00 0,67 0,00 0,00 0,33 1,00 4,33 0,00 0,33 Sponges SP 8,00 3,67 1,00 7,67 4,33 0,67 5,67 1,33 1,67 2,33 4,33 6,67 Zoanthids ZO 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total Cover IV 21,67 13,67 6,33 12,00 10,67 0,00 4,33 9,67 3,67 6,33 6,67 6,00 9,67 Abiotic Sand S 0,00 0,00 1,67 3,67 1,67 5,67 0,00 1,33 3,33 1,00 7,00 7,00 Rubble R 0,00 1,33 1,00 19,33 17,33 0,00 9,67 1,00 3,33 15,67 5,33 25,33 Silt SI 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Water WA Rock RCK 3,67 6,33 21,33 1,00 12,67 28,00 5,33 14,67 3,67 6,67 1,33 5,33 Total Cover V 3,67 7,67 24,00 24,00 31,67 0,00 33,67 16,33 17,00 10,33 23,33 13,67 37,67 Total I + II + LO 96,33 90,33 76,00 75,00 68,00 0,00 66,33 83,33 82,33 87,67 76,33 84,33 62,00 Kondisi/ Kategori Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Baik Baik IM (Indeks Mortalitas) 0,00 0,02 0,00 0,02 0,01 0,00 0,00 0,00 0,02 0,00 0,02 0,00 Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik

93 Lampiran 3. Persen Tutupan Komunitas Karang dan Nilai Indeks Mortalitas Karang Tahun 2012 di Nusa Penida, Bali Rata-Rata Persen Tutupan Life Form Code Atuh Tower Ped Manta Point Crystal Bay Buyuk Mangrove Point 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Acropora Acropora Branching ACB 5,67 40,33 11,67 3,00 3,67 2,00 1,50 18,67 1,33 0,33 42,67 39,67 Acropora Tabulate ACT 0,00 1,67 0,00 0,00 1,00 0,67 8,00 3,67 0,00 0,00 0,33 4,00 Acropora Encrusting ACE 0,00 10,00 1,67 0,00 7,00 11,33 0,00 7,00 1,00 0,00 1,00 7,33 Acropora Submasive ACS 1,67 1,00 1,00 0,00 3,00 0,00 12,00 0,00 0,33 0,00 1,33 1,00 Acropora Digitate ACD Non Acropora Coral Branching CB 0,00 0,00 0,00 1,00 1,00 0,00 0,00 0,00 0,33 0,33 0,00 3,67 Coral Encrusting CE 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 13,50 0,00 0,00 8,67 0,00 6,33 Coral Folios CF 44,67 7,00 0,00 9,33 7,67 1,00 0,50 0,33 8,33 3,33 2,00 0,67 Coral Heliopora CHL 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Coral Massive CM 2,33 5,00 4,00 1,67 16,33 5,67 0,50 2,00 2,00 2,33 1,33 4,00 Coral Melliopora CME 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2,67 0,00 0,67 0,00 0,00 Coral Musroom CMR 0,00 0,00 0,00 0,67 0,67 0,00 0,00 0,00 0,67 0,67 0,00 0,00 Coral Submasive CS 0,00 0,00 0,00 24,00 0,00 0,00 9,00 0,00 0,33 45,33 1,33 0,00 Coral Tubifora CTU 0,00 1,00 0,00 0,00 2,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Soft coral SC 4,00 17,67 44,33 3,00 30,00 26,00 34,50 44,33 57,00 6,33 34,67 13,00 Total Cover I dan II 58,33 83,67 62,67 43,00 72,33 46,67 79,50 78,67 71,33 68,00 84,67 79,67 73

94 74 Lampiran 3. Lanjutan Life Form Dead Scleratina Code Atuh Tower Ped 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Rata-Rata Persen Tutupan Manta Point Crystal Bay Buyuk Mangrove Point 3 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m m Dead Coral DC 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 2,00 0,00 Dead Coral With Algae Living Others (LO) Algae DCA Total Cover III 0,00 0,00 0,00 0,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,33 2,00 0,00 Macro algae MA 1,67 0,00 0,67 0,00 0,00 9,67 0,00 0,00 4,67 0,00 1,33 0,67 Turf TA 0,00 0,00 0,00 4,33 0,00 0,33 16,50 0,00 1,00 0,33 3,00 0,67 Coraline CA 0,00 2,00 1,67 0,00 1,00 3,33 1,00 1,33 0,67 0,00 0,00 1,00 Halimeda HA 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Alga Assemblage AA Others OT 0,00 5,67 1,00 4,33 2,67 0,00 0,00 0,00 0,33 3,00 0,33 0,67 Sponges SP 3,00 4,33 0,33 0,33 4,00 0,00 0,00 0,00 7,00 1,00 0,33 4,00 Zoanthids ZO 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total Cover IV 4,67 12,00 3,67 9,00 7,67 13,33 17,50 1,33 13,67 4,33 5,00 7,00 Abiotic Sand S 4,67 0,00 5,33 1,00 1,33 14,67 0,00 4,00 2,33 0,33 0,33 1,00 Rubble R 24,00 3,00 10,67 23,67 15,00 0,00 0,00 8,33 11,33 22,00 7,00 4,67 Silt SI 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Water WA Rock RCK 8,33 1,33 17,67 0,00 3,67 25,33 1,00 4,33 1,33 0,00 1,00 7,67 Total Cover V 37,00 4,33 0,00 33,67 24,67 20,00 40,00 1,00 16,67 15,00 22,33 8,33 13,33 Total I + II + LO 63,00 95,67 66,33 52,00 80,00 60,00 97,00 80,00 85,00 72,33 89,67 86,67 Kondisi/ Kategori Baik Sangat Baik Baik Baik Sangat Baik IM (Indeks Mortalitas) 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,00 Baik Sangat Baik Sangat Baik Sangat Baik Baik Sangat Baik Sangat Baik

95 Lampiran 4. Persen tutupan komunitas karang di Lokasi penyelaman pada kawasan konservasi perairan Nusa Penida Tahun 2010 Mangrove Atuh Tower Ped Manta Point Crystal Bay Buyuk Jenis Life Form Point 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Karang Keras (HC) 68,00 22,67 26,00 33,33 30,33 39,33 31,67 26,00 37,33 37,33 41,33 Karang Lunak (SC) 15,67 56,57 36,00 25,00 48,33 33,67 28,33 46,00 23,00 35,33 28,00 Living Others 12,00 3,67 10,67 4,00 6,33 7,00 15,67 3,00 11,67 5,33 8,00 Tutupan Komunitas Karang 95,67 82,91 72,67 62,33 84,99 80,00 75,67 75,00 72,00 77,99 77,33 Kategori Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sumber Data : CTC,

96 76 Lampiran 5. Persen tutupan komunitas karang di Lokasi penyelaman pada kawasan konservasi perairan Nusa Penida Tahun 2011 Mangrove Atuh Tower Ped Manta Point Crystal Bay Buyuk Jenis Life Form Point 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Karang Keras (HC) 38,33 65,33 22,33 21,67 35,67 25,00 38,67 35,00 18,67 26,00 60,00 38,33 Karang Lunak (SC) 36,33 11,33 47,33 41,33 21,67 37,00 35,00 43,67 62,67 43,67 18,33 14,00 Living Others 21,67 13,67 6,33 12,00 10,67 4,33 9,67 3,67 6,33 6,67 6,00 9,67 Tutupan Komunitas Karang 96,33 90,33 75,99 75,00 68,01 66,33 83,34 82,34 87,67 76,34 84,33 62,00 Kategori Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sumber Data : CTC, 2011

97 Lampiran 6. Persen tutupan komunitas karang di Lokasi penyelaman pada kawasan konservasi perairan Nusa Penida Tahun 2012 Jenis Life Form Mangrove Atuh Tower Ped Manta Point Crystal Bay Buyuk Point 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m 3m 10 m 3 m 10 m 3 m 10 m Karang Keras (HC) 54,33 66,00 18,33 40,00 42,33 20,67 45,00 34,33 14,33 61,67 50,00 66,67 Karang Lunak (SC) 4,00 17,67 44,33 3,00 30,00 26,00 34,50 44,33 57,00 6,33 34,67 13,00 Living Others 4,67 12,00 3,67 9,00 7,67 13,33 17,50 1,33 13,67 4,33 5,00 7,00 Tutupan Komunitas Karang 63,00 95,67 66,33 52,00 80,00 60,00 97,00 79,99 85,00 72,33 89,67 86,67 Kategori Baik Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Sangat Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Sumber Data : CTC,

98 78 Lampiran 7. Karakteristik Responden Pada Rumah Tangga Masyarakat Pelaku Wisata/ Pedagang di Nusa Penida No. Umur (Tahun) Pendidikan Formal Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Pendapatan (Rp) Lama Tinggal (Tahun) Desa Toyapakeh 1 28 D SMA SMA SMA SMA SD SMP SMA SD SMP S S SMA SMA S SMA S SMA SD Total Ratarata 36,5 4, ,5 Desa Ped 1 40 SMA Total Ratarata 44, ,3

99 79 Lampiran 7. Lanjutan... No. Umur (Tahun) Pendidikan Formal Jumlah Anggota Keluarga (Orang) Pendapatan (Rp) Lama Tinggal (Tahun) Desa Sakti 1 37 SMP SD SD SD SD SD SMP SD S S SMA S SMA SMA S S SMA Total Ratarata 40,9 5, ,9 Desa Jungut Batu 1 40 SMA Total Ratarata 38,875 4, ,875

100 80 Lampiran 8. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Responden Pada Rumah Tangga Pekerja Wisata/Pedagang di Nusa Penida No Pendapatan Perkapita Konsumsi / Pengeluran Perkapita Pendidikan Keluarga (Rp) Skor (S) Bobot (B) S X B (Rp) Skor (S) Bobot (B) S X B (%) Skor (S) Bobot (B) S X B Desa Toyapakeh , , Desa Ped ,

101 Lampiran 8. Lanjutan... No Pendapatan Perkapita Konsumsi/ Pengeluaran Perkapita Pendidikan Keluarga (Rp) Skor (S) Bobot (B) S X B (Rp) Skor (S) Bobot (B) S X B (%) Skor (S) Bobot (B) S X B Desa Sakti , , Desa Jungut Batu , , Rata ,5 81

102 82 Lampiran 8. Lanjutan... No (%) Kesehatan Kondisi Rumah Fasilitas Rumah Skor Bobot S X Skor Bobot S X Skor Jmlh Jmlh Bobot (B) (S) (B) B (S) (B) B (S) S X B Total Tingkat Kesejahteraan Desa Toyapakeh Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Desa Ped Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang

103 Lampiran 8. Lanjutan... No (%) Kesehatan Kondisi Rumah Fasilitas Rumah Skor Bobot S X Skor Bobot S X Skor Bobot Jmlh Jmlh (S) (B) B (S) (B) B (S) (B) Desa Sakti S X B Total Tingkat Kesejahteraan Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Desa Jungut Batu Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi 9 10 Rata2 7 18,25 20,75 61,375 Tinggi 83

104 84 Lampiran 9. Hasil Analisis Indeks Kesesuaian Area Ekowisata Kategori Wisata Selam (Diving) Parameter Toyapakeh Ped Kategori Skor (S) Bobot (B) S X B Kategori Skor (S) Bobot (B) S X B Kecerahan Perairan (%) >80 (S1) (S2) Tutupan Komunitas Karang (%) >50-75 (S2) >50-75 (S2) Jenis Life Form 7-12 (S2) > 12 (S1) Jenis Ikan Karang (S2) (S2) Kecepatan Arus (cm/det) > 50 (N) > 50 (N) Kedalaman Terumbu Karang 6-15 (S1) (S2) Total Nilai IKW (Indeks Kesesuaian) 74,07 68,52 Kategori Sesuai Sesuai Sakti Jungut Batu Parameter Skor Bobot Kategori Skor (S) Bobot (B) S X B Kategori (S) (B) S X B Kecerahan Perairan (%) > 80 (S1) > 80 (S1) >50-75 >50-75 (S2) Tutupan Komunitas Karang (%) (S2) Jenis Life Form 7-12 (S2) > 12 (S1) Jenis Ikan Karang (S2) >100 (S1) Kecepatan Arus (cm/det) > 50 (N) > 50 (N) Kedalaman Terumbu Karang 6-15 (S1) (S1) Total Nilai IKW (Indeks Kesesuaian) 68,52 85,19 Sangat Sesuai Kategori Sesuai

105 Lampiran 10. Hasil Analisis Indeks Kesesuaian Area Ekowisata Kategori Snorkling Toyapakeh Ped Parameter Skor Bobot Kategori (S) (B) S X B Kategori Skor (S) Bobot (B) S X B Kecerahan Perairan (%) >80 (S1) (S2) >50-75 Tutupan Komunitas Karang (%) (S2) >50-75 (S2) Jenis Life Form 7-12 (S2) > 12 (S1) Jenis Ikan Karang (S2) (S2) Kecepatan Arus (cm/det) > 50 (N) > 50 (N) Kedalaman Terumbu Karang 6-15 (S1) (S2) Lebar Hamparan Dasar Karang (m) > 500 (S1) > 500 (S1) Total Nilai IKW (Indeks Kesesuaian) 75,44 70,18 Sangat Kategori Sesuai Sesuai 85

106 86 Lampiran 10. Lanjutan... Sakti Jungut Batu Parameter Skor Bobot Skor Bobot Kategori S X B Kategori (S) (B) (S) (B) S X B Kecerahan Perairan (%) > 80 (S1) > 80 (S1) >50-75 > Tutupan Komunitas Karang (%) (S2) (S2) Jenis Life Form 7-12 (S2) > 12 (S1) Jenis Ikan Karang (S2) >100 (S1) Kecepatan Arus (cm/det) > 50 (N) > 50 (N) Kedalaman Terumbu Karang 6-15 (S1) (S1) Lebar Hamparan Dasar Karang (m) > 500 (S1) > 500 (S1) Total Nilai IKW (Indeks Kesesuaian) 75,44 85,96 Sangat Sangat Kategori Sesuai Sesuai

107 Lampiran 11. Hasil Analisis Indeks Kesesuaian Area Ekowisata Kategori Wisata Pantai (Rekreasi) Toyapakeh Ped Parameter Skor Bobot Skor Bobot Kategori S X B Kategori (S) (B) (S) (B) S X B Kedalaman Perairan (m) 0-3 (S1) (S1) Tipe Pantai Pasir Putih (S1) Pasir Putih, Sdikit Karang Lebar Pantai (m) (S2) < 10 (S3) Material Dasar Perairan Karang berpasir (S2) Karang Berpasir (S2) Kecepatan Arus (m/det) 0,34-0,51 (S3) ,34-0,51 (S3) Kemiringan Pantai ( 0 ) (S2) (S2) Kecerahan Perairan > 10 (S1) > 10 (S1) Penutupan Lahan Pantai Pemukiman (N) Pemukiman (N) Biota Berbahaya Tidak Ada (S1) Tidak Ada (S1) Ketersediaan Air Tawar < 0,5 (S1) > 0,5-1 (S2) Total Nilai IKW (Indeks Kesesuaian) 71,11 58,89 Kategori Sesuai Sesuai 87

108 88 Lampiran 11. Lanjutan... Sakti Jungut Batu Parameter Skor Bobot Kategori (S) (B) S X B Kategori Skor (S) Bobot (B) S X B Kedalaman Perairan (m) 0-3 (S1) (S1) Tipe Pantai Pasir Putih (S1) Pasir Putih (S1) Lebar Pantai (m) > 15 (S1) (S2) Material Dasar Perairan Pasir (S1) Karang Berpasir (S2) Kecepatan Arus (m/det) 0,34-0,51 (S3) ,34-0,51 (S3) Kemiringan Pantai ( 0 ) (S2) < 10 (S1) Kecerahan Perairan >10 (S1) > 10 (S1) Penutupan Lahan Pantai Kelapa, Lahan Terbuka Hutan Bakau (N) Biota Berbahaya Tidak Ada (S1) Bulu Babi (S2) Ketersediaan Air Tawar < 0,5 (S1) > 0,5-1 (S2) Total Nilai IKW (Indeks Kesesuaian) Kategori 83,33 72,22 Sangat Sesuai Sesuai

109 Lampiran 12. Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) untuk Ekowisata Bahari Kategori Selam (Diving) Loksai Penelitian Jumlah Pengunjung (K) Unit Area (L t ) (m 2 ) Luas area yang dimanfaatkan (L p ) (m 2 ) Waktu yang dibutuhkan (W p ) (Jam) Total waktu satu hari (W t ) (Jam) Daya Dukung Kawasan (DDK) Daya Dukung Pemanfaatan (DDP) Atuh Buyuk Crystal Bay Manta Point Mangorve Point Ped Tower Sental Batu Nunggul Suana Sakenan Ceningnan Wall Gamat Malibu Tanjung Samuh Manta Total

110 90 Lampiran 13. Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) untuk Ekowisata Bahari Kategori Snorkling Loksai Penelitian Jumlah Pengunjung (K) Unit Area (L t ) (m 2 ) Luas area yang dimanfaatkan (L p ) (m 2 ) Waktu yang dibutuhkan (W p ) (Jam) Total waktu satu hari (W t ) (Jam) Daya Dukung Kawasan (DDK) Daya Dukung Pemanfaatan (DDP) Toyapakeh Ped Sakti Jungut Batu Total

111 Lampiran 14. Hasil Analisis Daya Dukung Kawasan (DDK) untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Pantai (Rekreasi Pantai) Loksai Penelitian Jumlah Pengunjung (K) Unit Area (L t ) (m) Luas area yang dimanfaatkan (L p ) (m) Waktu yang dibutuhkan (W p ) (Jam) Total waktu satu hari (W t ) (Jam) Daya Dukung Kawasan (DDK) Daya Dukung Pemanfaatan (DDP) Toyapakeh Ped Sakti Jungut Batu Total

112 92 Lampiran 15. Data Kunjungan Wisatawan Daya Tarik Wisata (DTW) di Kabupaten Klungkung Tahun 1998 s/d 2012 No Tahun Lokasi Wisata yang Memiliki Daya Tarik Wisata Kertha Gosa Goa Lawah Kawasan Nusa Penida Rafting ,471 3,404 6,196 5, ,938 37,885 3,977 7, ,595 21,290 4,750 4, ,240 30,913 93,155 1, ,967 19,796 83,046 4, ,461 21,810 49,465 4, ,010 23,395 79,967 9, ,389 33,740 57,493 4, ,286 28,951 49,040 2, ,057 34,370 37,157 2, ,028 45, ,931 1, ,218 51,906 75,511 2, ,457 51, ,633 3, ,684 52, ,528 3, ,734 53, ,953 3,988 Sumber Data : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Klungkung (2012)

113 93 Lampiran 16. Hasil Uji Koefisien Korelasi Rank Spearman Antara Tingkat Kesejahteraan Keluarga dengan Karakteristik Indikator yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan X1 X2 X3 X4 X5 X6 Y X ** * ** X ** ; X ** X * X ** X ** ** Y ** Keterangan : X1 : Tingkat Pendapatan/Penghasilan Keluarga X2 : Tingkat Konsumsi/Pengeluaran Keluarga X3 : Tingkat Pendidikan Keluarga X4 : Tingkat Kesehatan Keluarga X5 : Kondisi Perumahan X6 : Fasilitas Perumahan Y : Tingkat Kesejahteraan Keluarga * : Hubungan nyata pada α = 0,05 ** : Hubungan Sangat nyata pada α = 0,01

114 94 Lampiran 17. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Klungkung Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar harga Konstan 2000 Tahun No Lapangan Usaha ADH Berlaku ADH Konstan ADH ADH Konstan ADH ADH Konstan 2000 Berlaku 2000 Berlaku Pertanian , , , , , ,64 2 Pertambangan , , , , , ,09 3 Industri Pengolahan , , , , , ,79 4 Listrik, Gas, dan Air , , , , , ,70 5 Bangunan , , , , , ,02 6 Perdagangan, hotel, dan restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi , , , , , , , , , , , ,49 8 Keuangan Persewaan dan , , , , , ,22 Jasa Perusahaan 9 Jasa-Jasa , , , , , ,29

115 Lampiran 18. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabuapten Klungkung Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun No Lapangan Usaha ADH Berlaku ADH Konstan ADH ADH Konstan ADH ADH Konstan 2000 Berlaku 2000 Berlaku Pertanian , , , , , ,64 2 Pertambangan , , , , , ,09 3 Industri Pengolahan , , , , , ,79 4 Listrik, Gas, dan Air , , , , , ,70 5 Bangunan , , , , , ,02 6 Pengangkutan dan Komunikasi , , , , , ,49 7 Keuangan Persewaan dan , , , , , ,22 Jasa Perusahaan 8 Pariwisata , , , , , ,27 95

116 96 Lampiran 19. Dokumentasi Objek Wisata yang dijumpai dikkawasan Wisata Nusa Penida (Sumber : Coral Triangle Center)

117 97

118 98 Lampiran 20. Dokumentasi Pengambilan Data di Lapangan

119 99

KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI (STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI)

KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI (STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI) KAJIAN MANFAAT KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN BAGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI (STUDI KASUS DI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA, BALI) MARJAN BATO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA 1 ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA PANTAI, SELAM DAN SNORKELING DI PULAU BERHALA KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI OLEH : AMRULLAH ANGGA SYAHPUTRA 110302075 PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A

ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A ANALISIS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT GUGUS PULAU KALEDUPA BERBASIS PARTISIPASI MASYARAKAT S U R I A N A SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

The study of benefit of marine protected areas for the development of marine ecotourism: A case study in themarine protected area of Nusa Penida, Bali

The study of benefit of marine protected areas for the development of marine ecotourism: A case study in themarine protected area of Nusa Penida, Bali Kajian manfaat kawasan konservasi perairan bagi pengembangan ekowisata bahari: Studi kasus di kawasan konservasi perairan Nusa Penida, Bali The study of benefit of marine protected areas for the development

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN EKONOMI KELAUTAN DI PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KASTANA SAPANLI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang merupakan pusat dari segitiga terumbu karang (coral triangle), memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia (megabiodiversity). Terumbu karang memiliki

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu konservasi sumberdaya hayati menjadi salah satu bagian yang dibahas dalam Agenda 21 pada KTT Bumi yang diselenggarakan di Brazil tahun 1992. Indonesia menindaklanjutinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH ARIEF BAIZURI MAJID

STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH ARIEF BAIZURI MAJID STUDI POTENSI EKOWISATA MANGROVE DI KUALA LANGSA PROVINSI ACEH ARIEF BAIZURI MAJID 090302034 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014 STUDI POTENSI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil

Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kebijakan dan Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DISAMPAIKAN OLEH Ir. Agus Dermawan, M.Si DIREKTUR KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT SEKOLAH TINGGI PERIKANAN JAKARTA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Dari Penelitian Strategi pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN. Dari Penelitian Strategi pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Dari Penelitian Strategi pengembangan daya tarik wisata kawasan barat Pulau Nusa Penida dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Potensi- potensi daya tarik wisata

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35/PERMEN-KP/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO

APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO APLIKASI CONTINGENT CHOICE MODELLING (CCM) DALAM VALUASI EKONOMI TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA FAZRI PUTRANTOMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN

KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI MURI MUHAERIN DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA DAFTAR ISI PERNYATAAN... i ABSTRAK... ii ABSTRACT... iii KATA PENGANTAR... iv UCAPAN TERIMAKASIH... v DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memasuki abad ke-21 perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, hal ini terjadi karena pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara-negara

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata merupakan semua gejala-gejala yang ditimbulkan dari adanya aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh seseorang dari tempat tinggalnya dalam waktu sementara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN SUMBERDAYA TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI KELURAHAN PULAU ABANG KOTA BATAM BUDY HARTONO

KAJIAN KESESUAIAN SUMBERDAYA TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI KELURAHAN PULAU ABANG KOTA BATAM BUDY HARTONO KAJIAN KESESUAIAN SUMBERDAYA TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI KELURAHAN PULAU ABANG KOTA BATAM BUDY HARTONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan kepariwisataan dapat dijadikan sebagai prioritas utama dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Pengembangan pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR SKRIPSI TAUFIQ HIDAYAT

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR SKRIPSI TAUFIQ HIDAYAT ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN WISATA PANTAI LHOKNGA KECAMATAN LHOKNGA KABUPATEN ACEH BESAR SKRIPSI TAUFIQ HIDAYAT 100302084 Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dengan keanekaragaman sumberdaya hayatinya yang tinggi dijuluki megadiversity country merupakan negara kepulauan yang terdiri dari pulau-pulau besar dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan DIREKTORAT KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL KEMENTERIAN KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terdiri dari 34 provinsi (Data Kemendagri.go.id, 2012). Indonesia memiliki potensi alam yang melimpah sehingga dapat

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Taman Nasional menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

Nations Convention on the Law of the sea/ Konvensi Perserikatan Bangsa

Nations Convention on the Law of the sea/ Konvensi Perserikatan Bangsa PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN PULAU BERHALA SERDANG BEDAGAI SEBAGAI KAWASAN ECO MARINE TOURISM (WISATA BAHARI BERWAWASAN LINGKUNGAN) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013).

BAB I PENDAHULUAN. positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata memiliki peran yang semakin penting dan memiliki dampak positif yang cukup tinggi terhadap pendapatan negara dan daerah (Taslim. 2013). Dengan adanya misi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang 4 TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Ruang (space) dalam ilmu geografi didefinisikan sebagai seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfer, tempat hidup tumbuhan, hewan dan manusia (Jayadinata

Lebih terperinci

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 Lima prinsip dasar Pengelolaan Konservasi 1. Proses ekologis seharusnya dapat dikontrol 2. Tujuan dan sasaran hendaknya dibuat dari sistem pemahaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia yang dikenal dengan negara kepulauan memiliki lebih dari 18.000 pulau, memiliki luasan hutan lebih dari 100 juta hektar dan memiliki lebih dari 500 etnik

Lebih terperinci

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2018 TENTANG

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2018 TENTANG RANCANGAN KEPUTUSAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi, melestarikan, dan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, telah dikenal memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam ini, hampir merata terdapat di seluruh wilayah

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. mengenai hal tersebut menuai pro dan kontra. Kuswijayanti (2007) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada 2001, pembahasan mengenai penetapan Gunung Merapi sebagai kawasan taman nasional mulai digulirkan. Sejak saat itu pula perbincangan mengenai hal tersebut menuai

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI VALUASI EKONOMI EKOSISTEM TERUMBU KARANG TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA RETNO ANGGRAENI PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Provinsi Bali Tahun 2013-2018 peranan Bali dengan sektor unggulan pariwisata telah memiliki posisi strategis pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan atau negara maritim terbesar di dunia. Berdasarkan publikasi yang ada mempunyai 17.504 pulau dengan garis pantai sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor yang diandalkan pemerintah untuk memperoleh devisa dari penghasilan non migas. Peranan pariwisata dalam pembangunan nasional,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak pada wilayah segitiga terumbu karang (coral reef triangle) dunia. Posisi tersebut menempatkan Indonesia sebagai salah satu

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS

ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS ANALISIS PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DENGAN PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI KECAMATAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS SYARIF IWAN TARUNA ALKADRIE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH STRATEGI MENSINERGIKAN PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH (Kasus Program Community Development Perusahaan Star Energy di Kabupaten Natuna dan Kabupaten Anambas) AKMARUZZAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

Diterima : 5 Juni 2012 : ABSTRAK

Diterima : 5 Juni 2012 : ABSTRAK Diterima : 5 Juni 2012 E-mail : kiranagustina@gmail.com ABSTRAK Kirana Agustina (Dibimbing oleh: Otong Suhara and Ayi Yustiati). 2012. Dampak Penguatan Berbasis Masyarakat Terhadap Kondisi Terumbu Karang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL

MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1. PERENCANAAN EKONOMI SERINGKALI BERSIFAT TAK TERBATAS 2. SETIAP AKTIVITAS SELAL KESERASIAN TATA RUANG KAWASAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA Ani Rahmawati, S.Pi, M.Si Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA MENGAPA ASPEK RUANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA? 1.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam

BAB I. PENDAHULUAN. yang dimaksud adalah taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wisata alam oleh Direktorat Jenderal Pariwisata (1998:3) dan Yoeti (2000) dalam Puspitasari (2011:3) disebutkan sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT POTENSI SUMBER DAYA HAYATI KELAUTAN DAN PERIKANAN INDONESIA 17.480

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER

OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER OLEH : DIREKTUR KONSERVASI KAWASAN DAN JENIS IKAN DITJEN KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA, SEPTEMBER 2010 Mandat Pengelolaan dan Konservasi SDI Dasar Hukum

Lebih terperinci

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA

VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA VII PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA TN KARIMUNJAWA 7.1 Kerangka Umum Analytical Network Process (ANP) Prioritas strategi pengembangan TN Karimunjawa ditetapkan berdasarkan pilihan atas variabel-variabel

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci