Bab 2. Landasan Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab 2. Landasan Teori"

Transkripsi

1 Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini penulis akan menjelaskan teori-teori yang menjadi landasan dalam membahas permasalahan yang mendukung penelitian. Pertama-tama penulis akan menjelaskan secara detil tentang Diskriminasi Gender kemudian, sejarah daripada Feminisme, dan mencakup pembahasan yang lebih spesifik yaitu Feminisme Liberal. Penulis juga akan menjelaskan Feminisme Liberal yang terjadi di Jepang sebagai gambaran yang lebih jelas. Terakhir, penulis memasukkan teori Tokoh dan Penokohan untuk mendukung penelitian Teori Gender Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural (Fakih, 2008: 8). Dengan kata lain gender berarti konstruksi sosial yang memberikan stereotipe (penanda) kepada laki-laki dan wanita. Hal yang sama dikatakan oleh Narwoko dan Suyanto (2007: ), gender adalah kelompok atribut dan perilaku yang dibentuk secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan. Hasil konstruksi sosial dan kultural yang menghasilkan gender yang membedakan antara laki-laki dan perempuan secara sosial. Di dalam masyarakat, peran gender sesuai dengan masyarakat yang berbudaya dan tata nilai dibentuk sedemikian rupa sehingga ada peran yang dimainkan oleh kaum laki-laki dan peran yang diserahkan kepada perempuan. Peran publik yang menghasilkan uang, kedudukan yang berpengaruh dan kekuasaan diserahkan kepada kaum laki-laki. Akibat pembagian kerja seperti itu terjadi ketimpangan peran antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki berada di daerah yang semakin berkuasa, menghasilkan uang dan pengaruh, sedangkan perempuan tidak menghasilkan uang dan pengaruh. Dengan demikian, lahir ketimpangan gender dan ketidakadilan gender. 7

2 8 Koalisi Perempuan Indonesia (4 Mei 2011) menyatakan bahwa, seperangkat ideide dan sistem nilai yang didasarkan pada determinisme biologis telah menghasilkan seksisme dan diskriminasi utamanya terhadap perempuan. Sebagai ilustrasi, karena perempuan berkemampuan hamil dan melahirkan, ia diasumsikan sebagai orang yang paling mampu mengurusi rumah tangga dan keluarga, dan karenanya ia tidak diberi kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan di luar rumah. Gender dan marginalisasi perempuan erat hubungannya dengan ketimpangan gender. Proses marginalisasi terbentuk adanya keyakinan masyarakat terhadap kurangnya kemampuan perempuan dalam bidang publik, sehingga tidak adanya kepercayaan terhadap kekuasaan terhadap suatu hal yang bersifat kepemimpinan. Marginalisasi merupakan suatu proses pengabaian hak-hak yang seharusnya diterima oleh kaum perempuan sebagai pihak yang termarginalkan (Murniati, 2004: 20). Hal ini didukung oleh Fakih yang menyatakan bahwa bentuk ketidakadilan gender yang berupa proses marginalisasi perempuan merupakan suatu proses pemiskinan, atas satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini merujuk kepada perempuan yang kemudian diperkuat oleh adat istiadat dan tafsir keagamaan. Marginalisasi perempuan dapat terjadi di mana saja seperti di tempat pekerjaan, dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan negara (2008: 13-14). Pandangan gender juga dapat menimbulkan subordinasi terhadap perempuan, anggapan bahwa perempuan pola pikirnya adalah irrasional atau emosional sehingga berimbas pada stigma ketidakmampuan tampil untuk memimpin, berakibat munculnya sikap bahwa perempuan berada disisi yang tidak penting dan tidak strategis (second person) (Fakih, 2008: 15). Kedudukan sebagai Liyan mempengaruhi segala bentuk eksistensi sosial dan kultural perempuan (Cavallaro, 2004: 202). Sedangkan stereotipe menurut Fakih (2008: 16), merupakan pemberian citra baku atau pelabelan atau penandaan terhadap seseorang atau suatu kelompok tertentu yang sering kali menimbulkan ketidakadilan. Pelabelan ini sering diberikan kepada perempuan yang dianggap memiliki sifat rajin sehingga, perempuan dibebankan dengan tanggung jawab dalam pekerjaan domestik rumah tangga (Fakih, 2008: 21).

3 9 Ketidakadilan gender dapat berupa wujud kekerasan. Kekerasan merupakan bentuk serangan fisik atau mental yang dilakukan salah satu jenis kelamin atau kelompok terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan sering terjadi pada jenis kelamin tertentu yaitu perempuan, kekerasan ini disebabkan oleh ketidaksetaraan kekuatan. Banyak contoh kekerasan gender diantaranya bentuk pemerkosaan terhadap perempuan, tindakan pemukulan dalam rumah tangga, bentuk penyiksaan terhadap organ vital, kekerasan dalam bentuk pelacuran dimana wanita dijadikan sebagai mekanisme ekonomi yang merugikan kaum perempuan, kekerasan non fisik dalam bentuk pornografi perempuan dijadikan obyek untuk kekerasan seksual terhadap perempuan (Fakih, 2008: 18). Tindakan kekerasan apapun bentuknya akan mengakibatkan hak-hak dasar sesorang teraniaya, termasuk bentuk kekerasan dalam rumah tangga dalam bentuk tindakan kekerasan fisik seperti pemukulan, mengigit, menampar dan pencederaan fisik lainnya, penganiayaan non fisik yang bertujuan merendahkan citra dan kepercayaan diri seorang, melalui kata-kata atau perbuatan yang tidak disukai oleh korban, tindakan kekerasan psikologis yang merupakan tindakan terselubung yang mengakibatkan hak dasar manusia diabaikan, sebab seorang manusia dilahirkan merdeka dan memiliki hak-hak yang sama sehingga mereka juga berhak untuk memperoleh perlakuan yang baik (Zuhriah, 2012: 1) Konsep Diskriminasi Diskriminasi terhadap perempuan telah terjadi sejak berabad-abad lamanya. Hal ini dapat dilihat pada zaman dahulu sekitar abad ke-18, hanya kaum laki-laki yang dapat mengenyam pendidikan tinggi. Ketika pada zaman itu, tidak hanya terjadi di negaranegara berkembang melainkan, negara-negara maju seperti negara barat dan negara Jepang pun mengalami hal yang sama. Pada dasarnya diskriminasi adalah pembedaan perlakuan dengan perlakuan buruk yang ditujukan terhadap kumpulan manusia tertentu. Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil dan tidak seimbang yang dilakukan untuk membedakan terhadap perorangan, atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal, atau atribut-atribut khas, seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama, atau keanggotaan kelas-kelas

4 10 sosial (Futhoni, et.al, 2009: 8). Menurut Koalisi Perempuan Indonesia, (4 Mei 2011) diskriminasi gender merupakan tindakan memperlakukan kelompok atau individu secara berbeda karena jenis kelaminnya. Istilah diskriminasi gender berarti salah satu jenis kelamin diutamakan atau dibatasi dibandingkan dengan yang lainnya, yang didasarkan tidak pada kemampuan dan kebutuhannya, tapi pada peran stereotip gendernya. Koalisi Perempuan Indonesia (4 Mei 2011) juga menyatakan isu-isu dan permasalahan yang ada disebabkan oleh ketimpangan gender. Bagian dari permasalahan adalah diskriminasi terhadap perempuan, terutama dalam hal akses dan penguasaan atas sumber-sumber kehidupan, kesempatan, status, peran, hak, dan penghargaan Konsep Feminisme Kata feminisme yang sering dikenal dengan sebutan emansipasi berasal dari Bahasa Latin Femina wanita/perempuan yang mulai digunakan dalam tahun an dengan mengacu ke teori kesetaraan laki-laki dan perempuan dan pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Kini, perpustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembelaan terhadap hak-hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki-laki. Dalam pengertian yang lebih luas, kata feminis mengacu kepada siapa saja yang sadar dan berupaya untuk mengakhiri subordinasi yang dialami oleh perempuan (Koalisi Perempuan Indonesia, 4 Mei 2011). Feminisme merupakan salah satu bentuk perjuangan wanita dalam mencari sebuah emasipasi. Emansipasi wanita terjadi oleh karena selama ini wanita merasa tidak dihargai hak-hak-haknya dan merasa diskriminasi oleh para pria. Feminisme adalah suatu sistem kepercayaan mengenai hal-hal yang berkenaan dengan perempuan, pengalaman-pengalaman serta ide-ide perempuan dihargai, yaitu bahwa laki-laki dan perempuan harus setara secara sosial, ekonomi; dan hukum. Mereka percaya bahwa hanya dengan mendapatkan hak pilih, perempuan telah sungguh-sungguh setara dengan laki-laki. Feminisme dibagi menjadi enam yaitu feminisme liberal, feminisme radikal, feminisme marxis dan sosialis, feminisme psikoanalis dan gender, feminisme posmodern, feminisme multikultural dan global, dan ekofeminisme (Tong, 2010: 33 34).

5 11 Feminisme menurut Fakih adalah suatu gerakan dan kesadaran yang berangkat dari asumsi bahwa diskriminasi yang dialami kaum perempuan menyebabkan timbulnya usaha untuk menghentikan aksi diskriminasi tersebut. (2008: 38) Ia juga menyatakan bahwa ketidakadilan gender merupakan sistem atau struktur sosial kaum laki-laki atau perempuan yang menjadi korban. Ketidakadilan termanifestasikan dalam bentuk marjinalisasi, proses pemiskinan ekonomi, subordinasi, stereotip, diskriminasi dan kekerasan. (2008: 12-13) Narwoko dan Suyanto (2007: 309) menegaskan bahwa, feminisme bukan merupakan suatu pemikiran dan gerakan yang berdiri sendiri, akan tetapi meliputi berbagai ideologi, paradigma serta teori yang dipakainya. Meskipun gerakan feminisme berasal dari analisis dan ideologi yang berbeda tapi mempunyai kesamaan tujuan yaitu kepedulian memperjuangkan nasib perempuan. Sebab gerakan ini berangkat dari asumsi kesadaran bahwa perempuan ditindas, dan dieksploitasi sehingga harus ada upaya mengakhiri penindasan dan pengeksploitasian tersebut (Fakih, 2008: 79). Feminisme merupakan gerakan yang berawal dari Barat, dimulai dengan adanya industrialisasi dan kelas dalam masyarakat yang memarginalkan kelas perempuan. Dengan ketimpangan seperti itu muncul gerakan yang menginginkan kesetaraan hak antara pria dan wanita. Asumsi yang mendasari feminisme ialah adanya perlakuan diskriminatif dan marginalitas kaum wanita dalam menentukan langkah hidupnya. Bahkan, hak asasi wanita tidak sebanding dengan lelaki, kaum lelaki seringkali mendapat posisi tertinggidan diunggulkan dalam setiap bidang (Tickner, 2002: 278). Wolf dalam Sofia (2009: 13) mengartikan feminisme sebagai sebuah teori yang mengungkapkan harga diri pribadi dan harga diri perempuan. Sementara itu, dalam pengertian yang lebih luas feminis menurut Megawangi (2009: 184) adalah gerakan kaum perempuan yang menuntut persamaan hak untuk menolak segala sesuatu yang dimarginalisasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh kebudayaan dominan dalam bidang politik, ekonomi dan kehidupan sosial pada umumnya sebagai wujud dari salah satu aspek gerakan emansipasi perempuan. Menurut Ratna, (2004: 186) teori feminis muncul seiring dengan bangkitnya kesadaran bahwa sebagai manusia, perempuan juga selayaknya memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki.

6 Konsep Feminisme Liberal Pergerakan feminisme sudah dimulai sejak abad ke-18. Gelombang pergerakan perempuan zaman ini dikenal dengan istilah feminisme liberal karena pada umumnya tujuan pergerakan ini adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan peduli tempat kebebasan berkembang. Hanya di dalam masyarakat yang seperti itu, perempuan dan juga laki-laki dapat mengembangkan diri (Tong, 2010: 18). Teori ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai hak yang sama dengan laki-laki. Megawangi, (2009: 228) menyatakan bahwa kelompok feminis liberal menolak persamaan secara menyeluruh antara laki-laki dan perempuan. Meskipun demikian, dalam beberapa hal antara laki-laki dan perempuan masih tetap ada pembedaan (distinction) seperti pada contohnya perempuan memiliki fungsi organ reproduksi. Bagi perempuan, hal ini membawa konsekuensi logis dalam kehidupan bermasyarakat. Aliran feminisme liberal dipengaruhi oleh teori struktural fungsionalisme, yang muncul sebagai kritik terhadap teori politik liberal yang pada umumnya menjunjung tinggi nilai otonomi, persamaan, dan nilai moral serta kebebasan individu, akan tetapi pada saat yang sama dianggap mendiskriminasi kaum perempuan. Menurut Wollstonecraft ( ), Mill, dan Friedan dalam Fakih (2008: 81), asumsi dasar feminisme liberal adalah bahwa kebebasan (freedom) dan kesamaan (equality) berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Dalam memperjuangkan persoalan masyarakat, menurut kerangka kerja feminis liberal, tertuju pada kesempatan yang sama dan hak yang sama bagi setiap individu, termasuk di dalamnya kaum perempuan. Kesempatan dan hak yang sama antara laki-laki dan perempuan ini penting, sehingga tidak perlu pembedaan kesempatan (Narwoko dan Suyanto, 2007: 313). Oleh karena itu, ketika ditanyakan Mengapa kaum perempuan dalam keadaan terbelakang atau tertinggal? Menurut aliran ini, hal ini disebabkan karena kesalahan mereka sendiri. Artinya, ketika sistem sudah memberikan kesempatan yang sama pada laki-laki dan perempuan, tetapi ternyata kaum perempuan tersebut kalah dalam bersaing, maka kaum perempuan itu sendiri yang perlu disalahkan. Aliran ini kemudian mengusulkan

7 13 pemecahan masalah ini dengan cara menyiapkan kaum perempuan agar dapat bersaing dalam suatu dunia yang penuh persaingan bebas (Narwoko & Suyanto, 2007: 347.) Marzuki (2007: 9) menyatakan, kaum feminisme liberal menginginkan agar semua peran dapat diintegrasikan secara total seperti misalnya dengan bekerja di luar rumah. Hal ini bertujuan supaya tidak ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih dominan karena organ reproduksi bukan merupakan penghalang bagi perempuan untuk memasuki peran-peran di sektor publik. Di lain sisi, Pria tidak menerima perempuan sebagai pasangan yang kedudukan statusnya setara dengan pria karena pria tidak menginginkan status yang sama dengan perempuan. Perempuan terpaksa menerima keadaan status mereka sebagai objek lelaki. Laki-laki menciptakan keadaan tersebut sehingga mereka dapat menjaga eksistensi subjek mereka. Konsekuensinya, perempuan diperlakukan sebagai objek dalam seluruh hidupnya. Feminisme liberal memiliki dasar filosofis bahwa semua orang diciptakan dengan hak-hak yang sama, dan setiap orang harus punya kesempatan yang sama untuk memajukan dirinya. Friedan dalam Tong (2008: 48) menyatakan menentang diskriminasi seks di segala bidang kehidupan: sosial, politik, ekonomi, dan personal. Sebagai seorang feminis liberal, Friedan ingin membebaskan perempuan dari peran gender yang opresif, yaitu peran-peran yang digunakan sebagai alasan atau pembenaran untuk memberikan tempat yang lebih rendah atau tidak memberikan tempat sama sekali bagi perempuan, baik dalam bidang akademik, forum, maupun pasar. Dalam perspektif feminis liberal, persoalan kaum perempuan dianggap sebagai masalah ekonomi modern atau bagian dari partisipasi politik. Keterbelakangan perempuan adalah akibat dari kebodohan dan sikap irrasional serta teguh pada nilai-nilai tradisional. Industrialisasi dan modernisasi adalah jalan untuk meningkatkan status perempuan, karena akan mengurangi akibat dari ketidaksamaan kekuatan biologis antara laki-laki dan perempuan, dengan cara menyiapkan kaum perempuan agar dapat bersaing dalam suatu dunia yang penuh persaingan, diantaranya melalui peningkatan pendidikan perempuan dengan menekankan bahwa kemampuan intelektual laki-laki dan perempuan pada dasarnya adalah sama. Perbedaan pencapaian intelektual antara laki-laki dan perempuan adalah semata-mata hasil dari pendidikan yang lebih lengkap diterima oleh laki-laki, dan posisi laki-laki lebih diuntungkan (Farida, 2010: 208).

8 14 Kemudian, pada abad ke 19, Mill dan Taylor dalam Tong (2010: 17) menyatakan bahwa perempuan perlu dilibatkan lebih mendalam di dalam masyarakat dan mereka sama-sama mendukung gerakan hak pilih. Menurut kaum liberal, hak harus diberikan sebagai prioritas diatas kebaikan Hal ini berarti hak keseluruhan sistem atas hak individu dibenarkan, karena hak ini merupakan dasar bagi kita untuk memilih apa yang terbaik bagi kita masing-masing, selama kita tidak merampas hak orang lain (Tong, 2010: 3). Mill dan Taylor dalam Tong (2010: 23) menyatakan bahwa untuk memaksimalkan kegunaan yang total (kebahagiaan/kenikmatan) adalah dengan membiarkan setiap individu mengejar apa yang mereka inginkan, selama mereka tidak saling membatasi atau menghalangi di dalam proses pencapaian tersebut. Mill dan Taylor yakin bahwa, jika masyarakat ingin mencapai kesetaraan seksual atau keadilan gender, maka masyarakat harus memberi perempuan hak politik dan kesempatan, serta pendidikan yang sama dengan yang dinikmati oleh laki-laki. Hal tersebut didukung oleh Koalisi Perempuan Indonesia (4 Mei 2011) yang menyatakan bahwa keadilan gender adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Agar proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki terwujud, diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan berbagai hal yang secara sosial dan menurut sejarah telah menghambat perempuan dan laki-laki untuk dapat berperan dan menikmati hasil dari peran yang dimainkannya. Keadilan gender mengantar ke kesetaraan gender Feminisme Liberal di Jepang Feminisme liberal pertama kali dipelopori oleh Mary Wollstonescraft di penghujung abad ke-xix kemudian mendapat dukungan dari John Stuart Mill dan Dart Harriet Taylor. Dalam perkembangannya, perjuangan emansipasi wanita di Jepang digerakkan oleh kaum sosialis. Dalam aksinya melalui organisasi perempuan, wanita sosialis berusaha meyakinkan kaum laki-laki bahwa wanita bukan hanya sebagai pekerja,

9 15 akan tetapi juga sebagai kelompok pekerja yang potensial (Mackie, 2003: 79). Mackie (2003: 77) mengemukakan mengenai hubungan sosialisme dengan feminisme samasama mengalami perkembangan yang berakar dari pergerakan awal liberal. Pemikiran sosialis dan pemikiran feminisme ditujukan pada keterbatasan dari liberalism dengan cara yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa keterkaitan antara sosialisme dan feminisme ialah karena sama-sama berasal dari liberalisme. Sosialisme dan feminisme muncul akibat dari keterbatasan terwujudnya liberal. Menurut kaum liberal hak harus diberikan sebagai prioritas diatas kebaikan. Dengan kata lain, keseluruhan sistem atas hak individu dibenarkan, karena hak ini merupakan dasar bagi kita untuk memilih apa yang terbaik bagi kita masing-masing selama kita tidak merampas hak orang lain. Seperti yang Maruyama dalam Karube katakan bahwa, Maruyama mungkin memiliki sedikit pengaruh. Akan tetapi hal utama yang Maruyama pikirkan terus-menerus sepanjang periode sesudah perang adalah apa artinya menjadi seorang penganut liberal dalam konteks Jepang, dan pilihan apa yang harus dibuat untuk mewujudkan liberalisme dalam beraksi. Maruyama dalam Karube juga mendefinisikan arti kebebasan oleh Voltaire, seorang tokoh feminis liberal dari Eropa. Kebebasan menurut Voltaire adalah menyetujui apa yang lawan bicara katakan, tetapi Voltaire akan membela sampai mati hak orang tersebut untuk mengatakan hal tersebut (Karube, 2008: 93). Ia juga mendefinisikan arti kebebasan dari tokoh Rosa Luxembourg: Freedom is always the freedom to think differently from others. For him, to be a liberal and especially to be a Japanese Liberal meant believing in the value of freedom, no matter what the circumstances. (Karube, 2008: 93) Terjemahan: Kebebasan ialah selalu memiliki kebebasan untuk berpikir secara berbeda dari orang lain". Baginya, menjadi liberal-dan terutama untuk menjadi seorang penganut Liberal Jepang-berarti percaya pada nilai kebebasan, tidak peduli apa situasinya. Maruyama dalam Karube menyimpulkan masa pada era Taishoo adalah masa

10 16 keterlibatan perempuan dalam masyarakat menjadi lebih jelas; munculnya "wanita yang bekerja" adalah manifestasi dari permintaan masyarakat untuk pembebasan dan kemerdekaan perempuan (Karube, 2008: 18). Feminisme Asia dalam kehidupan praktis berbeda dengan feminisme barat. Feminisme Asia yang berbeda satu sama lain karena mereka diterapkan dalam konteks budaya yang berbeda. Seperti yang Chizuko katakan, wanita Asia memiliki kekuatan yang signifikan, walaupun itu bukan merupakan bentuk kekuatan yang diketahui oleh feminis non-asia. Ia berpendapat bahwa wanita harus lebih peka terhadap perbedaan budaya. Sangat mungkin bagi wanita Asia untuk mengembangkan feminisme yang merupakan produk dari budaya mereka sendiri dan berarti bagi mereka. Karena itu, seperti yang Collins katakan, dalam kebudayaan Jepang, ibu dihormati karena perannya dalam memelihara anak. Inilah alasan mengapa Feminisme Jepang tidak pernah memiliki tujuan untuk menghancurkan setiap peran sosial dan gender, karena mayoritas wanita Jepang relatif puas dengan posisinya. Tidak ada keinginan yang besar atau tekanan sosial untuk mengekspresikan aspek identitas dari seseorang yang tidak terkait dengan masalah keluarga karena banyak wanita yang menganggap hal tersebut sebagai bagian utama dalam identitas mereka dan tidak merasa tersaingi oleh wanita Amerika. Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal (Olson, 2006: 125). Ia juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem yang menunjukkan kedudukan para pria lebih dominan dibandingkan para wanitanya di lingkungan pekerjaan dan di kehidupan rumah tangga. Para pria di Jepang memainkan peranan penting di dalam masyarakat dan mereka cenderung lebih mementingkan pekerjaannya daripada perkawinannya. Jepang sebagai negara penganut paham Konfusianisme, menekankan nilai berkelompok dalam lingkungan keluarga dan bermasyarakat. Hal ini berlangsung sampai sekarang dipengaruhi oleh sistem keluarga pada wanita sebagai gilirannya. Paham Konfusianisme menekankan superioritas laki-laki di atas wanita, perempuan harus mematuhi ayah mereka sebagai anak, suami mereka sebagai istri, dan putra mereka setelah beranjak dewasa. Pada era Meiji, terdapat perkembangan legislatif yang mengontrol keterbatasan keterlibatan perempuan dalam masyarakat. Pada tahun 1889, Konstitusi Meiji tidak memberikan wanita hak untuk memilih Jumlah wanita Jepang akan pendidikan tinggi

11 17 meningkat cukup besar dari sekitar tahun 1880-an. Ini kemudian didukung oleh sejarawan Murakami Nobuhiko (1978) menurut dia perlawanan memiliki aspek yang liberal (membebaskan). Kano menyatakan wanita berada di 'depan rumah' adalah salah satu bentuk liberal (pembebasan) (Ueno, 2004: 38) Sejarah Perkembangan Feminisme Perkembangan sejarah dan teori-teori feminisme telah mengantarkan perempuan di seluruh dunia kepada pemikiran baru.feminisme lahir dan digunakan untuk membongkar persoalan penindasan terhadap perempuan dan laki-laki.dari situah lahir teori-teori feminisme yang dijadikan sebuah area pemikiran untuk memahami penindasan perempuan dalam hal gender, ras, kelas, dan orientasi seksual dan bagaimana menghapus penindasan tersebut. Sejarah mencatat feminisme sebagai filsafat dan gerakan emansipasi wanita lahir di era pencerahan di Eropa oleh Lady Mary Wortley Montagu dan Marquis de Condorcet, perkumpulan masyarakat kaum perempuan pertama kali didirikan di Middelburg, sebuah kota di Belanda selatan pada tahun Menjelang abad ke-19, feminisme lahir menjadi gerakan yang cukup mendapat perhatian dari para perempuan kulit putih di Eropa. Perempuan-perempuan di Negara Eropa memperjuangkan apa yang mereka sebut sebagai universal sisterhood. Feminisme liberal dimulai pada abad ke-18 dan 19 sehingga sekarang.pergerakan feminisme liberal dalam sepanjang sejarahnya sehingga saat ini masih berfokus pada peng-ngeliminasi-an subordinasi perempuan, subordinasi perempuan berakar dari serangkaian hambatan berdasarkan adat kebiasaan dan hambatan hukum, yang membatasi masuknya serta keberhasilan perempuan pada apa yang disebut sebagai dunia publik. Sejarah yang panjang tersebut merupakan bukti seberapa baik hal tersebut mampu beradaptasi dan berubah ke berbagai masalah yang dihadapi perempuan (Tong, 2010: 2). Terdapat tiga gelombang feminisme, berikut penulis jabarkan untuk lebih mudah dipahami: I. The First Feminist Wave : Votes for Women

12 18 Kata feminisme sendiri pertama kali dikreasikan oleh aktivis sosialis utopis yaitu Charles Fourier pada tahun Kemudian pergerakan yang berpusat di Eropa ini pindah ke Amerika dan berkembang pesat sejak adanya publikasi buku yang berjudul the subjection of women (1869) karya John Stuart Mill, dan perjuangan ini menandai kelahiran gerakan feminisme pada gelombang pertama. Seperti yang Tanaka Mitsu (Shigematsu, 2012: 116) katakan, Gerakan feminisme pada gelombang pertama menginginkan kesetaraan hak dan kedudukan antara pria dan wanita di bidang pendidikan dan pekerjaan, politik dan sebagainya. II. The Second Feminist Wave : The Personal Is Political Setelah berakhirnya perang dunia kedua, yang ditandai dengan lahirnya Negaranegara baru yang terbebas dari penjajahan negara-negara Eropa maka lahir gerakan Feminisme gelombang kedua pada tahun 1960 dimana fenomena ini mencapai puncaknya dengan diikutsertakannya kaum perempuan dan hak suara perempuan dalam hak suara parlemen. Feminisme gelombang kedua menginginkan penghapusan diskriminasi perempuan di segala bidang, dan pembagian kerja dalam rumah tangga. Pada tahun ini merupakan awal bagi perempuan mendapatkan hak pilih dari selanjutnya ikut mendiami ranah politik kenegaraan. III. The Third Feminist Wave : Transversal Political Feminisme spade geombang ini tetap memperjuangkan kesempatan dalam bidang politikkegiatan politik. Kaum perempuan tetap aktif sehingga sekarang dalam kampanye-kampanye dengan isu tunggal seputar, misalnya pornografi, hak reproduksi, kekerasaan terhadap perempuan dan hak-hak legal perempuan. Kaum feminis juga terlibat dan memberikan kontribusi yang khas terhadap gerakan-gerakan sosial yang lebh luas, seperti gerakan perdamaian dan kampanye menuntut hak-hak kaum lesbian dan gay. Gagasan-gagasan feminis juga memiliki pengaruh dalam politik arus utama dan berbagai perdebatan publik yang lebih luas.

13 Tokoh dan Penokohan Tokoh dan Penokohan merupakan unsur penting dalam karya naratif. Kata Tokoh menunjuk pada si pelaku cerita. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 165). Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca (Nurgiyantoro, 2007: 167). Nurgiyantoro (2007: ) juga mengutarakan bahwa, seorang tokoh dapat dibagi ke dalam 2 kategori yaitu: 1. Berdasarkan segi peranan dan pentingnya tokoh dalam sebuah cerita, ada yang disebut tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama tergolong penting karena dimunculkan terus-menerus, sehingga terasa mendominasi seluruh rangkaian cerita. Tokoh ini disebut tokoh utama cerita (central character, main character). Adapun tokoh yang dimunculkan sekalu atau beberapa kali dalam porsi yang relatif singkat, disebut dengan tokoh tambahan (peripheral character). 2. Berdasarkan fungsi tokoh dalam sebuah cerita, ada yang disebut tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral disebut juga tokoh pentagonis, karena memegang pimpinan dalam sebuah cerita. Sedangkan yang disebut dengan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam sebuah cerita, tetapi kehadirannya sangat menunjang tokoh utama. Penokohan berkaitan dengan tokoh, meliputi siapa saja tokoh cerita, penulisan tokoh, dan karakterisasi (Nurgiyantoro, 2007: ). Penokohan mencakup pengertian yang lebih luas daripada tokoh dan perwatakan sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: 166).

14 20 Stereotip perempuan dalam karya sastra dapat dilihat pada lakuan dan pikiran tokoh-tokoh cerita serta penggambaran tokoh-tokoh cerita oleh narator. Secara umum, stereotip perempuan adalah pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu. Akan tetapi, stereotip selalu merugikan dan menimbulkan ketidakadilan. Salah satu jenis stereotip itu adalah yang berumber dari pandangan gender. Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang bersumber dari penandaan (stereotip) yang dilekatkan pada mereka (Fakih, 2008: 16). Menurut Siswanto (2008: ), tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh tersebut disebut penokohan. Siswanto (2008: 145) juga menyatakan, ada beberapa cara memahami watak tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain. Cara itu adalah melalui, a. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya b. Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaian c. Menunjukkan bagaimana perilakunya d. Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri e. Memahami bagaimana jalan pikirannya f. Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentangnya g. Melihat tokoh lain berbincang dengannya h. Melihat bagaimanakah tokoh-tokoh yang lain itu memberi reaksi terhadapnya i. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional ( 2005:588), konsep didefenisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori Dalam bab ini akan diuraikan teori, pendapat dan hasil penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. 2.1 Konsep Shoushika Definisi shoushika ialah sebagai berikut

Lebih terperinci

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani

Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Analisis Gender dan Transformasi Sosial Pembahas: Luh Anik Mayani Pokok bahasan dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial karya Mansour Fakih ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu tentang analisis

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Shuji dalam Olson (2006: 197) masyarakat Jepang adalah masyarakat patriarkal. Olson (2006: 125) juga menerangkan bahwa sistem patriarkal adalah suatu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan oleh masyarakat kadang-kadang masih dianggap sebagai manusia kedua setelah laki-laki. Tatanan sosial memberi kedudukan perempuan tidak lebih penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengarang menciptakan karya sastra sebagai ide kreatifnya. Sebagai orang yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tercipta sebagai reaksi dinamika sosial dan kultural yang terjadi dalam masyarakat. Terdapat struktur sosial yang melatarbelakangi seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam

I. PENDAHULUAN. 2008:8).Sastra sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Semi, 2008:8).Sastra

Lebih terperinci

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin

Pemahaman Analisis Gender. Oleh: Dr. Alimin Pemahaman Analisis Gender Oleh: Dr. Alimin 1 2 ALASAN MENGAPA MENGIKUTI KELAS GENDER Isu partisipasi perempuan dalam politik (banyak caleg perempuan) Mengetahui konsep gender Bisa menulis isu terkait gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia

BAB I PENDAHULUAN. tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun lalu. Penelitian terhadap karya sastra penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki

BAB II LANDASAN TEORI. terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Feminisme 2.1.1 Sejarah feminisme Lahirnya gerakan Feminisme yang dipelopori oleh kaum perempuan terbagi menjadi dua gelombang dan pada masing-masing gelombang memiliki perkembangan

Lebih terperinci

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN

MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN MENGIKAT TALI KOMUNITAS MEMUTUS RANTAI KEKERASANTERHADAPPEREMPUAN Danang Arif Darmawan Yogyakarta: Media Wacana 2008, xvi + 1 06 halaman Direview oleh: Sari Seftiani Pada awalnya, buku ini merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL. Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN TELAAH KONSEPTUAL 2.1. Tinjauan Pustaka Penelitian tentang perempuan etnis Tionghoa muslim belum pernah ditulis di penelitian-penelitian di Kajian Wanita Universitas Indonesia.

Lebih terperinci

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja

Issue Gender & gerakan Feminisme. Rudy Wawolumaja Issue Gender & gerakan Feminisme Rudy Wawolumaja Feminsisme Kaum feminis berpandangan bahwa sejarah ditulis dari sudut pandang pria dan tidak menyuarakan peran wanita dalam membuat sejarah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perselingkuhan sebagai..., Innieke Dwi Putri, FIB UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra menggambarkan jiwa masyarakat. Karya sastra sebagai interpretasi kehidupan, melukiskan perilaku kehidupan manusia yang terjadi dalam masyarakat. Segala

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN KERANGKA TEORI 2.1 Kajian Pustaka Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah berhasil dikumpulkan, diketahui bahwa terdapat beberapa penelitian yang dapat dijadikan

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut (Ratna, 2009, hlm.182-183) Polarisasi laki-laki berada lebih tinggi dari perempuan sudah terbentuk dengan sendirinya sejak awal. Anak laki-laki, lebihlebih

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Relasi Kekuasaan Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki- laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu sastra pada hakikatnya selalu berkaitan dengan masyarakat. Sastra diciptakan untuk dinikmati, dihayati, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Luxemburg (1989:6) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut

BAB III METODE PENELITIAN. The Great queen Seondeok dan kemudian melihat relasi antara teks tersebut BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian Tipe Penelitian ini adalah kualitatif eksploratif, yakni penelitian yang menggali makna-makna yang diartikulasikan dalam teks visual berupa film serial drama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas

BAB I PENDAHULUAN. tidak pantas atau tabu dibicarakan. 1. lainnya secara filosofis, sebenarnya manusia sudah kehilangan hak atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seksualitas adalah sebuah proses sosial-budaya yang mengarahkan hasrat atau berahi manusia. Seksualitas berhubungan erat dengan tatanan nilai, norma, pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan karya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan baru. Kajian

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 318 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan capaian hasil penelitian dan pembahasan seperti yang tertuang pada bab IV, bahwa penelitian ini telah menghasilkan dua analisis, pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu jenis hasil budidaya masyarakat yang dinyatakan dengan bahasa, baik lisan maupun tulis, yang mengandung keindahan. Karya sastra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Peran Pekerjaan dan Keluarga Fenomena wanita bekerja di luar rumah oleh banyak pihak dianggap sebagai sesuatu yang relatif baru bagi masyarakat Indonesia. Kendati semakin lumrah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME 51 BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HAK NAFKAH PEREMPUAN DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DALAM PERSPEKTIF FEMINISME A. Analisis Terhadap Perlindungan Hak Nafkah Perempuan dalam Kompilasi Hukum Islam Hak perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan cerminan sosial masyarakat. Salah satu cerminan sosial masyarakat di dalam karya sastra adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan karir, dalam segala levelnya, kian hari kian mewabah. Dari posisi pucuk pimpinan negara, top executive, hingga kondektur bus bahkan tukang becak. Hingga kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia saat ini memasuki era globalisasi yang ditandai dengan arus informasi dan teknologi yang canggih yang menuntut masyarakat untuk lebih berperan aktif

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup

Bab 2. Landasan Teori. dalam cerita, dan bagaimana penempatannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup Bab 2 Landasan Teori 2.1 Teori Tokoh Penokohan merupakan suatu bagian terpenting dalam membangun sebuah cerita. Penokohan mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana perwatakan tokoh dalam cerita, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkebunan merupakan aktivitas budi daya tanaman tertentu pada lahan yang luas. Tanaman tertentu adalah tanaman semusim dan atau tanaman tahunan yang jenis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia. berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, imajinasi, ide, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran kehidupan,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Penelitian ini juga disimpulkan dalam level teks dan gambar, level produksi teks, dan level penonton, yaitu : 1) Level teks dan gambar Film 7 hati 7 cinta 7 wanita

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Behavior dalam Pandangan Nitze tentang Perspektif Tuan dan Buruh Sosiologi perilaku memusatkan perhatian pada hubungan antara pengaruh perilaku seorang aktor terhadap lingkungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Gender Istilah gender diketengahkan oleh para ilmuwan sosial untuk menjelaskan mana perbedaan perempuan dan laki-laki yang bersifat kodrat sebagai ciptaan Tuhan dan mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran tentang kehidupan yang ada dalam masyarakat. Kehidupan sosial, kehidupan individu, hingga keadaan psikologi tokoh tergambar

Lebih terperinci

BAB II FEMINISME LIBERAL NAOMI WOLF. mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori

BAB II FEMINISME LIBERAL NAOMI WOLF. mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori BAB II FEMINISME LIBERAL NAOMI WOLF A. Feminisme Liberal 1. Sejarah Feminisme Feminisme berasal dari bahasa Latin, yaitu femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya

BAB II. Kajian Pustaka. hukum adat. Harta orangtua yang tidak bergerak seperti rumah, tanah dan sejenisnya BAB II Kajian Pustaka 2.1. Perempuan Karo Dalam Perspektif Gender Dalam kehidupan masyarakat Batak pada umumnya dan masyarakat Karo pada khususnya bahwa pembagian harta warisan telah diatur secara turun

Lebih terperinci

1Konsep dan Teori Gender

1Konsep dan Teori Gender 1Konsep dan Teori Gender Pengantar Dalam bab ini akan disampaikan secara detil arti dan makna dari Gender, serta konsepsi yang berkembang dalam melihat gender. Hal-hal mendasar yang perlu dipahami oleh

Lebih terperinci

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT

2015 PERANAN ALICE PAUL DALAM MEMPEROLEH HAK SUARA BAGI WANITA DI AMERIKA SERIKAT BAB V KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari penulisan skripsi ini, yang berjudul Peranan Alice Paul Dalam MemperolehHak Suara Bagi Wanita Di Amerika Serikat. Kesimpulan ini merujuk pada jawaban

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 5.1.1 Struktur Naskah Pertja Objek penelitian yang digunakan dalam kajian skripsi ini adalah naskah drama yang berjudul Pertja karya Benjon atau Benny Yohanes. Lakon

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama

BAB I PENDAHULUAN. oleh daya saing dan keterampilan (meritokration). Pria dan wanita sama-sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang penuh dengan persaingan, peran seseorang tidak lagi banyak mengacu kepada norma-norma kebiasaan yang lebih banyak mempertimbangkan

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Sumarah karya Tentrem Lestari dapat diambil simpulan sebagai berikut.

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Sumarah karya Tentrem Lestari dapat diambil simpulan sebagai berikut. digilib.uns.ac.id 84 BAB V PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap monolog Balada Sumarah karya Tentrem Lestari dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 27 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Dalam bagian metode penelitian, peneliti memaparkan mengenai (1) metode penelitian, (2) sumber data, (3) teknik penelitian, (4) definisi operasional. 3.1 Metode Penelitian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. historisnya, dipersoalkan oleh pemeluk agama, serta BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Praktik poligami dalam bentuk tindakan-tindakan seksual pada perempuan dan keluarga dekatnya telah lama terjadi dan menjadi tradisi masyarakat tertentu di belahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah bentuk dari gambaran realita sosial yang digambarkan secara luas oleh pengarang melalui pemikiran-pemikiran yang menjadikan suatu objek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Dalam penelitian ini, peneliti meneliti mengenai pemaknaan pasangan suami-istri di Surabaya terkait peran gender dalam film Erin Brockovich. Gender sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok

BAB I PENDAHULUAN. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan

BAB I PENDAHULUAN. masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya anggapan bahwa perempuan merupakan kaum lemah masih dapat kita jumpai hingga saat ini. Perbedaan antara laki- laki dan perempuan yang telah di konstruksikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya

BAB I PENDAHULUAN. ini. Terjadinya ketidakadilan gender kiranya dapat dipicu oleh masih kuatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan tentang perempuan pada saat ini masih menjadi perbincangan yang aktual dan tidak ada habisnya. Permasalahan berkaitan dengan perempuan seperti yang

Lebih terperinci

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi

Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Teori Feminisme Dalam Kajian Komunikasi Oleh; Agoes Moh. Moefad (NPM : 170130087012) Hamzah Turmudi (NPM : 170130087004) Zaenal Mukarom (NPM : 170230087001) Feminisme merupakan suatu gerakan emansipasi

Lebih terperinci

Analisa Media Edisi Agustus 2013

Analisa Media Edisi Agustus 2013 Tes Keperawanan: Bentuk Kegagalan Negara Dalam budaya patriarkhal, tubuh perempuan menjadi objek utama untuk dimasalahkan. Dalam budaya ini selalu dicari cara untuk mengaturnya, mulai dari bagaimana perempuan

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9

BAB II. Kajian Pustaka. Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 BAB II Kajian Pustaka Studi Kesetaraan dan Keadilan Gender Dalam Pembangunan 9 Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG) sudah menjadi isu yang sangat penting dan sudah menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang memiliki permasalahan dalam hidupnya, dan mereka memiliki caranya masing-masing untuk menangani masalah tersebut. Ada orang yang bisa menangani masalahnya,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. sosial, serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki yang terbentuk

BAB V KESIMPULAN. sosial, serta hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki yang terbentuk BAB V KESIMPULAN Gender merupakan salah satu isu yang sangat penting dalam masalah pembangunan, terkhusus Sumber Daya Manusia di dunia. Meskipun isu ini tergolong ke dalam isu yang masih baru, gender telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perempuan di berbagai belahan bumi umumnya dipandang sebagai manusia yang paling lemah, baik itu oleh laki-laki maupun dirinya sendiri. Pada dasarnya hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dilihat pada penyajian sampul-sampul buku karya sastra yang hampir selalu menjadikan sketsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perempuan menjadi salah satu objek pembahasan yang menarik di dalam karya sastra. Perempuan bahkan terkadang menjadi ikon nilai komersil penjualan karya sastra. Hal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah

BAB II LANDASAN TEORI. Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Feminisme Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap adalah menjadikan kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam sistem masyarakat. Feminisme memperjuangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci

Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes Konsep Dasar Gender PERTEMUAN 4 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan dan menjelaskan mengenai Konsep Dasar Gender dalam kespro Konsep dasar gender Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related

BAB I PENDAHULUAN. gender. Kekerasan yang disebabkan oleh bias gender ini disebut gender related BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan pelanggaran kondisi kemanusiaan yang tidak pernah tidak menarik untuk dikaji. Menurut Mansour Fakih (2004:17) kekerasan

Lebih terperinci

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Wahyu Ernaningsih Abstrak: Kasus kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak menimpa perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media

BAB I PENDAHULUAN. khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini, media massa sudah menjadi kebutuhan penting bagi khalayak. Karena menurut McLuhan (dalam Rakhmat,2008:224), media massa adalah perpanjangan alat indra.

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang

BAB I PENDAHULUAN. pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjuangan kesetaraan gender adalah terkait dengan kesetaraan sosial antara pria dan wanita, dilandaskan kepada pengakuan bahwa ketidaksetaraan gender yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan wadah yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasan ataupun merefleksikan pandangannya terhadap berbagai masalah yang diamati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi landasan utama pemikiran marxisme. Pemikiran marxisme awal yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ideologi marxisme pada saat ini telah meninggalkan pemahaman-pemahaman pertentangan antar kelas yang dikemukakan oleh Marx, dan menjadi landasan

Lebih terperinci

Kesetaraan Gender Pegawai Dinas Pertanian

Kesetaraan Gender Pegawai Dinas Pertanian Kesetaraan Gender Pegawai Dinas Pertanian Kaslina Hidayah Quraisy Universitas Muhammadiyah Makassar hidayahquraisy@unismuh.ac.id Muhammad Nawir Universitas Muhammadiyah Makassar muhammadnawir@unismuh.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Laki-laki dan perempuan memang berbeda, tetapi bukan berarti perbedaan itu diperuntukkan untuk saling menindas, selain dari jenis kelamin, laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wacana merupakan salah satu kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat umumnya memahami wacana sebagai perbincangan terkait topik tertentu.

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci