2.1. Buah jengkot. 11. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.1. Buah jengkot. 11. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah jengkot. Buah jengkol (P. Cobaturn) merupakan makanan kegemaran yang populer bagi kelompok masyarakat tertentu di Indonesia, dan diberi nama yang berbeda seperti Jengkol untuk daerah Jawa, Lubi untuk daerah Sulawesi, Jariang untuk daerah Minangkabau, Jaring untuk daerah Lampung, dan Joring atau Jering untuk daerah Batak. Pohon jengkol tingginya mencapai 26.meter, dan tumbuh baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Jengkol selain dipakai sebagai lauk pauk, juga tercatat dipakai sebagai obat diare, bahan keramas rambut, bahan karbohidrat alternatif, dan untuk diambil bahan kayunya, demikian disampaikan oleh Burkill (1935). Soemitro (1987), mencoba meneliti kulit luar buah jengkol, yang diduga mempunyai khasiat menurunkan gula darah (obat anti diabetik), tetapi belum dapat memisahkan bahan aktifnya, sehingga belum ditawarkan sebagai obat alternatif untuk mengatasi masalah diabetes, mengingat kemungkinan ada bahan aktif lain. Pohon jengkol berbuah secara musiman antara November- Januari. Bila dimakan, bau jengkol yang khas dapat ditemukan pada mulut, air kemih, keringat dan feses. Daya racun buah jengkol selama ini dipercaya berasal dari bahan asarn jengkolat (Cysteine thioacetal of formaldehyde), asam amino non-esensial yang terkandung dalarn buah jengkol segar.

2 Asam jengkolat mempunyai rumus bangun: L-djenkollc acid Gambar 01 : Rumus bangun asam jengkolat (West and Todd, 1957) Senyawa ini bersifat amfoter, dapat larut dalam suasana asam maupun basa. Kristal berwarna putih dan tidak berbau. Daya larut dalam alr sangat kecil, yaitu sekitar mg dalam 10 ml air, dan pada ph isoelektrik 5,5 terjadi pengendapan kristal asam jengkol (Oen u., 1972). Buah jengkol berbentuk cakram, berbelah dua, warna merah kecoklatan, dinding luar buah keras. Buah jengkol mengandung berbagai bahan yang sangat bermanfaat. Berikut ini dapat dilihat berbagai kandungannya: Tabel 01: Komposisi bahan dalam buah jengkol 1 Kandungan [ jumlah I Kandungan I Jumlah 1 I Kalori 20.0 gr F e 0.7 mg Protein 3.5 gr Vit. A ip Lemak 0.1 gr Vit. B 0.1 mg Hidrat Arang 3.1 gr Vit. C 12.0 mg 1 F [ 25.0 mg Sumber : Direktorat Gizi (1972)

3 Bahaya keracunan jengkol ternyata tidak mengurangi minat penggemarnya, bahkan dicari berbagai alternatif untuk meningkatkan pemasaran sambil mencoba mengurangi daya racun seperti membuat berbagai menu hidangan, menghindari gabungan makanan yang sepet-sepet, juga dengan membuat dalam bentuk keripik (emping jengkol). Oen, Kusumahastuti dan Parwati (1991), dengan metode kromatografi kertas saring, telah menellti bahwa kandungan asam jengkolat dalam buah jengkol meningkat sesuai dengan usia buahnya, tetapi ini tidak mendukung sebab jengkol muda biasanya tidak dipakai sebagai komodlti makanan. Tentang keripik jengkol, Oen dan Kusumahastuti (1973) melakukan penelitian memakai metode krornatografi kertas saring, dan memang menemukan bahwa kandungan asam jengkol berkurang secara bermakna (berkurang 41-60%, dari 210 mg/buah menjadi 120 mg/buah), yang diduga karena pada proses pembuatannya. yang harus dengan menumbuk-numbuk buahnya, sehingga banyak cairan yang mengandung asam jengkolat ikut keluar. Pengurangan kandungan asam jengkolat ini diakui sangat berarti dalam menurunkan kesempatan timbulnya keracunan, tetapi tetap tidak menjamin bebasnya penggemar dari bahaya keracunan jengkol, seperti dilaporkan oleh Sadatun dan Suharjono (1968), yang mencatat bahwa dari 50 kasus keracunan jengkol, didapatkan 4 diantaranya karena makan keripik. Survai oleh Vachvanichsanong dan Lebel (1997) di Thailand, juga mencatat bahwa hematuria yang muncul, tidak mengurangi minat anak-anak penggemar jengkol Ketacunan jengkol Masalah keracunan jengkol telah diketahui sejak 60 tahun lebih, dan kecurigaan bahwa penyebab pokok adalah asam

4 jengkolat yang terkandung dalam buahnya, telah disampaikan oleh van Veen dan Hyman (1933). Pada pemeriksaan air kemih, dapat ditemukan hablur-hablur yang berupa jarum-jarum runcing, dan yang kadang-kadang bergumpal menjadi ikatan-ikatan (rosette). Setelah beberapa waktu, hablur-hablur itu menghilang dari air kemih, tetapi bila air kemih yang itu dipanaskan, maka diatas kaca obyek, hablur itu akan tampak kembali. Selanjutnya, bila dilakukan sistoskopi, akan tampak hiperemia selaput lendir bulibuli (vesica urinar~a, kandung kemih), kadang-kadang hanya berupa pelebaran pembuluh darah, kadang-kadang kemerahan itu sedemikian menyebarnya sehingga seolah-olah kita melihat dalam sebuah bola yang berwarna merah. Hablur-hablur itu sering tampak terapung-apung dalam cairan, sehingga seakan-akan kita memandang suatu langit merah yang bertaburan bintang. Adakatanya hablur itu begitu banyaknya, sehingga uretra tersumbat. Ureter juga dapat tersumbat dan ini terjadi pada salah satu atau kedua-duanya. Sumbatan-sumbatan yang terjadi akan menyebabkan anuria bersifat mekanik. Dalam keadaan demikian, sisakit mengeluh rasa pegal atau sakit didaerah pinggang. Oleh karena terjadi sumbatan ureter dan uretra, maka terjadilah retensi dan bila dibiarkan, terjadilah ekstravasasi dan timbullah infiltrat air kemih pada jaringan sekitar. Infiltrat ini bisa terjadi pada penis, dan bisa meiuas ke skrotum dan suprapubis. Szdatun dan Utama (1971) menyebutkan bahwa keracunan jengkol merupakan salah satu masalah urologik yang memerlukan penanganan dengan segera dan bila diperlukan dapat dilakukan tindakan bedah sebagai upaya penyelamatan. Penelitian keadaan keracunan dan penyebabnya, tidak banyak dilaporkan sejak waktu tersebut. Pembicaraan dan penelitian

5 berikutnya, mulai marak diangkat kepermukaan setelah terjadi ledakan keracunan jengkol yang mirip suatu epidemi pada tahun Dari laporan Moenadjat &. (1963), dalam kurun waktu Agustus-Desember 1959, telah dirawat 50 kasus keracunan jengkol anak yang tergolong berat, sedang pada kurun waktu sama dari Januari-Juli 1959, hanya 7 kasus. Upaya mengungkapkan berbagai masalah berkaitan dengan keracunan jengkol berkembang pesat, misalnya penyelidikan memakai kromatografi kertas yang mencatat bahwa asam jengkolat terdistribusi secara merata dalam buahnya (Oen &&., 1972); penyelidikan peneropongan (sistoskopi) yang memperlihatkan adanya kristal dalam jumlah besar didalam kandung kemih dan muara ureter (Moenadjat &LC., 1963); penyelidikan kromatografi kertas saring yang membuktikan bahwa asam jengkolat selalu didapatkan dalam urin setiap pemakan buah jengkol (Oen &., 1972); pemberian label di unsur belerang pada asam jengkoiat (35~-labelled Djenkolic acid) untuk keperluan perunutan perjalanan asam jengkolat (Oen, 1972). Penyelidikan juga dilakukan dinegara lain seperti Malaysia (Segasothy w., 1995) dan Thailand (Vachvanichsanong dan Lebel, 19971, bahkan mereka telah melakukan biopsi ginjal pada penderita yang dirawatnya. Keracunan jengkol dapat menimpa siapa saja, baik usia tua maupun muda. Walaupun jumlah kasus keracunan belakangan ini tidak terlalu banyak dan catatan beberapa kota besar di Indonesia berjumlah kurang seratus orang pertahun untuk kelompok anak, Sjamsudin dan Suharto (1978) menerangkan bahwa jumlah penderita keracunan jengkol menduduki nomor 2 dari seluruh keracunan anak yang dilaporkan setelah keracunan minyak tanah. Suharjono (1968), mencatat sebagian diantaranya masuk dalam

6 kategori gagal ginjal akut, dan ada yang berakhir dengan kematian. Sampai saat ini, para klinisi tetap berpedoman bahwa sumber bencana adalah pembentukan kristal asam jengkolat pada saluran kemih, dan obstruksi ysng terjadi dituding sebagai pangkal masalah yang mengakibatkan gagal ginjal akut (Tambunan, 1990). Yang menarik daiam keracunan jengkol ini adalah laporan Suharjono dan Sadatun (1968), tentang kapan munculnya keluhan. Tabel 02: Lama waktu mur~culnya keluhan seteiah jengkol dikonsurnsi Waktu muncul Keluhvl (jam) 2 4 Jumlah penderita 3 1 Persentase pendeii ta Kurang 5 jam 8% Dari 5-12 jam 56% Diatas 12 jam? 9 I Sumber: Suharjono dan Sadatun (1968) Disamping itu, dilaporkan juga bahwa pada penderita keracunan ini, hanya 60% penderita ysng memperlihatkan kristal dalam urinnya. Jumlah buah yang dimakan juga sangat bervariasi yaitu antara 1-10 buah jengkol. Jelas dari laporan ini bahwa jengkol menimbulkan masalah dalam waktu sangat cepat, sehingga proses yang mengawalinya tentu berjalan kurang dari 2 jam. Dari catatan klinis, ketiga anak yang menderita keracunan dalam 2 jam

7 tersebut, mengeluh kolik, kencing berkurang bahkan ada yang oligouria, dan nyeri saat kencing. Hal yang ditemukan pada ketiga anak ini dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 03: Keadaan yang ditemukan pada 3 anak yang mengalami keracunan jengkol 2 jam setelah mengkonsumsi jengkol No Darah &lam Kristal Jumlah Keluhan urin urin I + - retensi disuria, I [ retensi 3 3+ l+ oligouri Sumber: Suharjono dan Sadatun (1968) disuria dm kolik disuria dan kolik Suharjono (1967), saat memperhatikan kasus keracunan jengkol, dalam bahasannya telah menyampaikan bahwa dia yakin tentang penyebabnya adalah asam jengkolat, tetapi tidak mampu menjelaskan patogenesis dari anuria, walaupun hiperemia saluran kemih yang ditemukan oleh Moenadjat m. (1963), diyakininya tidak mungkin mengakibatkan oligo dan anuria. Segasothy u. (19951, melakukan berbagai pemeriksaan pada keracunan jengkol ini, misalnya pemeriksaan biopsi ginjal. dan telah melihat dibawah mikroskop bahwa glomerulus tidak mengalami kerusakan berarti, dan melihat fokus-fokus nekrosis tubuler yang luas. Pemeriksaan USG (ultrasonography) yang dilakukannya, tidak mampu mendeteksi kristal pada penderita gaga1 ginjal yang ditanganinya. Alatas (1994), juga melakukan biopsi ginjal dan melihat bahwa terjadi kerusakan pada epitel

8 tubulus daerah proksimal. Pemeriksaan ultrasonografi yang dilakukan juga tidak rnendeteksi adanya kristal. KesimpuIan yang diambil oleh kedua peneliti, masih belum berubah yaitu sumber masalah adalah obstruksi saluran kemih akibat pembentukan kristal. Telah juga sama-sama diketahui bahwa diagriosa keracunan ini tidak sulit yaitu sesudah makan jengkol beberapa biji, terjadi sakit perut, kadang-kadang disertai muntah, penderita mengeluh serangan kolik, nyeri berkemih,. jumlah air kemih sangat berkurang, bahkan beberapa mengalami air kemih macet total (anuria), beberapa menceritakan bahwa kencingnya berdarah (hematuria), hawa napas, keringat dan kemih bau jengkol, hingga seakan penderita sendiri sudah menegakkan diagnosanya. Dalam studi kepustakaan, Suharjono (1968), menyampaikan bahwa serangan keracunan jengkol tidak membedakan urnur, jenis kelamin dan ras, namun penderita umumnya dari lapisan masyarakat yang tergolong sosio-ekonomi rendah. Juga dicatatnya bahwa sudah sejak 1927, Heyne melihat bahwa disamping kandungan karbohidrat yang tinggi, buah jengkol mengandung juga minyak etherik (etherische olien) yang bila dimakan dalam jumlah berlebihan dapat menimbulkan keracunan. Oleh van Veen dan Hyman (1933). disampaikan bahwa asam jengkol (djenkolzuur) yang berbentuk kristal dalam urin segar pemakan jengkol, dituding sebagai penyebab keracunan jengkol. Disamping itu, dia juga mencoba mereka-reka faktor alergi, dan/atau faktor kerentanan yang kesemuanya tidak dapat dibuktikannya. Suharjono (1968), menawarkan gradasi beratnya keracunan dalam 3 tingkatan yaitu ringsn, bila hanya merupakan keluh kesah sakit pinggang yang kadang-kadang disertai muntah, dan hanya

9 terjadi hematuria; berat, bila terjadi air kemih sangat berkurang (oligouria); sangat berat, bila sudah terjadi urin tidak ada sama sekali (anuria). Gradasi sedang, tidak ditawarkannya mungkin karena hematuria dianggap ha1 yang wajar dan lazim, sedang berkurangnya jumlah air kemih dilihatnya sebagai tolok ukur keadaan berbahaya dan dapat dengan cepat berkembang menjadi gaga1 ginjal akut yang sangat mungkin mengakibatkan kematian. Dari kasus keracunan jengkol, Suharjono dan Sadatun (1968), mencatat bahwa korban berat sebagian besar adalah anakanak, usia antara 4-12 tahun, laki-laki lebih banyak dari perempuan. Tentang usia ini, terdapat usia yang sangat muda yaitu 1'4 tahun, yang menggambarkan bahwa begitu parahnya kondisi sosial-ekonomi dan pengetahuan kesehatan keluarga, sehingga anak yang baru belajar rnakan, diberi jengkol sebagai Iauknya. Mengenai lebih banyak laki-laki dari perempuan, peneliti diatas menduga bahwa ini disebabkan uretra laki-laki yang lebih panjang dan memungkinkan pengendapan kristal yang lebih baik. Usia terbanyak 4-7 tahun diduga karena mereka itu kebanyakan belum disunat sehingga kristal terkumpul dibawah preputium. Berikut dapat dilihat perbandingan angka kesakitan dan jenis kelamin penderi ta keracunan jengkol antara tahun : Tabel 04: Jenis kelamin pasien keracunan jengkol dibagian Anak RS Cipto Mangunkusumo tahun Jenis kelarnin Laki-laki Jumlah 45 Persen 90 Perempuan Sumber : Suharjono dan Sadatun (1968) 5 10

10 Berikutnya dapat dilihat kelompok umur penderita keracunan jengkol. dengan kisaran umur antara 1% tahun sampai 12 tahun: Tabel 05: Usia pasien keracunan jengkol dibagian Anak RS Cipto Mangunkusumo tahun Umur (tahun) 1 % ' 8 9 I Jumlah Sumber: Suharjono dan Sadatun (1968) Persen < 4 tahun : 8% 4-7 tahun: 5 8% > 7 tahun 34% I Tambunan (L990), rnenyampaikan bahwa kasus keracunan jengkol di RS dr. Cipto Mangunkusumo tercatat menurun tahun demi tahun, dan pelaporan dari beberapa kota besar di Indonesia berjumlah kurang dari 100 orang pertahun. Untuk Jakarta, Alatas (1990), menyampaikan kecenderungan pennruilan kasus pada tahun belakangan ini yang mungkin akibat fungsi RSCM sebagai rumah sakit rujukan telah diambii alih sebagian oleh berbagai rumah sakit yang banyak bermunculan. Juga mungkin akibat membaiknya pemaharnan masyarakat pengguna jengkol tentang teknik menghidangkan makanan, teknik menambah bahan lain untuk mengurangi daya racun jengkol, dan dalam pemilihan buah.

11 2.3. Asam jengkolat Sintesis asam jengkolat in vitro untuk pertama kalinya telah berhasil dilakukan oleh Du Vigneaud dan Patterson (1936), dengan mengkondensasikan metilen khlorida dan sistein dalam amonia encer. Oen dan Simamora (1972), juga telah melakukan sintesis dengan cara yang lebih mudah yang diperkenalkan oleh Armstrong dan Du Vigneaud (1947), dengan mereaksikan sistein dan formaldehid di lingkungan asam. Oen (1972), juga telah berhasil memberikan label dl unsur belerang dari asam jengkolat (35~- labelled Jenkolrc acid) untuk keperluan perunutan asam jengkolat dalam tubuh manusia. Sayangnya perunutan ini belum pernah dilaksanakan. Asam jengkolat relatif mudah dan cepat diabsorpsi oleh usus halus, kemudian 2-3 jam berikutnya sudah ditemukan pada urin penderita dengan bentuk yang tldak berubah, dan daiam jumlah yang besar. Ini menunjukkan efisiensi penyerapan yang tinggi dari usus, dan ginjal terkesan sebagai alat ekskresi utama bagi asam jengkolat, dan bahan ini tidak mengalami metabolisme berartl dalam hati (Oen u., 1972). Didalam darah, asam jengkolat dltransportasikan dalam bentuk ikatan longgar dengan albumin sehingga dengan mudah dilepaskan oleh albumin dan 1010s dari saringan glomerulus (Oen dan Setiadi, 1976). Buah jengkol mampu menimbulkan urin yang sangat asam, walaupun asam jengkolat bersifat aafoter dan merupakan asam lemah. Oen u. (1972), mendapat hasil ph pada urin penderita keracunan dan orang percobaan yang ditelitinya. Adanya kristal dalam urin, dan dengan ph isoelektrik 5.5 dari asam jengkolat, mengajak berpikir ada saat dimana ph dibagian ginjal tertentu telah mencapai ph 5.5, bahkan bisa lebih rendah lagi.

12 Karyadi dan Muhilal (1994), telah melakukan percobaan untuk melihat kecukupan kebutuhan asam amino perhari pada hewan percobaan, menyimpulkan bahwa suplementasi asam amino berlebihan dapat menimbulkan keracunan. Bila masukan protein rendah, maka toleransi terhadap pemberian asam amino tertentu yang berlebihan, lebih rendah dibanding pada mereka yang mendapat masukan protein lebih tinggi. Berikut ini dapat dilihat perkiraan kebutuhan asam amino perhari pada seorang anak: Tabel 06: Perkiraan kebutuhan asam amino sesuai umur (rng/kgbb/hari) Kelompok umur Asanl Bayi Balita Anak Sekolah Dawasa Amino (3-4 bln) (1-5 thn) (6-12 thn) Histidin 28 I - I Isoleusin Leusin Lisin Metionin + sistin Penilalanin + tirosin Threonin Triptopan Valin Sumber: FAO/WHO/UNU, 1985 (Karyadi dan Muhilal, 1994). Dalam 1 buah jengkol dengan bobot sekitar 17.7 g/buah, terkandung sekitar 210 mg asam amino jengkolat (Oen M., 1973). Dengan demikian, seorang anak bobot rata-rata 15 kg, dan makan 2 jengkol, mengkonsumsi 28 mg/kgbb asam jengkolat setiap kalinya. Data ini menunjukkan bahwa seorang anak penggemar jengkoi telah mengkonsumsi "asam amino" jengkolat melebihi kebutuhan sistein perhari, dan mengacu pada laporan Suharjono (1968) yang

13 mencatat bahwa konsumen jengkol bagian terbesar dari kalangan sosial ekonomi rendah, yang perharinya memperoleh masukan protein yang rendah, maka mengacu pada uraian Karyadi dan Muhilal (1994), ada kemungkinan masalah kekurangan protein menjadi faktor pemicu munculnya keracunan jengkoi. Asam jengkolat ini mampu merembes kejaringan sekitar (imbibisi), sehingga pada beberapa kasus keracunan jengkol yang disertai sumbatan di uretra, asam ini keluar ke jaringan sekitar (ekstravasasi) bersama dengan air kemih dan tertimbun di jaringan tersebut sehingga terbentuk infiltrat air kemih yang mengandung kristal asam jengkolat pada penis, skrotum dan didaerah suprapubis. Hal ini lebih sering terlihat pada anak-anak (Moenadjat m., 1963). Pada anak laki-laki, hablur asam jengkolat banyak berkumpul di fossa navicuiare penis. Pada 20% penderita keracunan yang ditemukan infiltrat didaerah penis dan suprapubis, bila dilakukan torehan (excisie), infiltrat ini mengandung hablur.asam jengkolat (Sadatun dan Suharjono, 1968). Rembesan cairan urin (mengandung kristal asam jengkolat) daerah suprapubis, dapat terjadi bila ureter atau vesika urinaria mengalami peregangan berlebihan, dan cairan keluar melalui celah antar sel epitel permukaan (Junqueira u., 1998) Kristal asam jengkolat Pada sistim saluran kemih, pembentukan kristal dapat ditemukan secara kasat mata diberbagai bagian dari ginjal, mulai Iubang keluar ureter, kandung kemih, uretra, ujung iuar penis, dan pada kondisi yang hebat, dapat ditemukan pada jaringan interstitial penis dan skrotum (Munadjat w., 1963). Kristal masih dapat ditemukan biia contoh urin segar kita ambil, tetapi beberapa lama

14 kemudian kristal akan menghilang bila urin disimpan lama. Bila urin tersebut dipanaskan diatas kaca obyek, akan terlihat kembali kristal-kristal tersebut. Kristal asam jengkolat ternyata tidak ditemukan secara mikroskopik pada semua contoh u*in walaupun keadaan keracunannya tergolong berat (Tambunan, 1979). Moenadjat &. (1963) menduga bahwa pembentukan kristal dimungkinkan akibat orang tersebut banyak berkeringat, sehingga seolah-olah ada kekurangan cairan badan dengan akibat kadar asam jengkolat dalam badan relatif bertambah, sehingga penghabluran menjadi lebih mudah. Selanjutnya dikatakan bahwa sungguhpun hablur itu tidak ditemukan secara mikroskopik dalam sedimen urin, tetapi pada beberapa sistoskopi hablur itu dapat terlihat secars kasat mata. Dengan ditemukannya fakta ini, dikatakan bahwa dugaan terdahulu adalah benar yaitu anuria terjadi akibat masalah mekanik. Walaupun dalam urin secara mikroskopik tidak selalu dapat ditemukan kristal, penyelidikan Oen w. (1972), dengan cara khromatografi kertas, mengemukakan bahwa pada semua pemakan jengkol, urin mengandung bahan asam jengkolat. Tentang pembentukan kristal dan terjadinya kalkuli saluran kemih, Royer &. (1974) menjelaskan bahwa batuan urin (calculi) pada awalnya berupa bahan dasar kristal yang kemudian menyatu menjadi senyawa komplek yang padat dan keras dengan permukaan luar yang kasar dan runcing. Penyatuan terjadi setelah kristal satu dengan lainnya diikat oleh matrik organik yang terdapat dalam cairan kemih, dimana kadar matrik organik berkisar % dari berat batuan. Penyatuan dalam bentuk senyawa komplek yang besar, memerlukan waktu yang cukup lama karena penyatuannya berlangsung secara bertahap hari demi hari. Setelah berbentuk batuan keras mirip batu karang. barulah kalkuli ini berpotensi

15 melukai dinding saluran kemih baik saat terkelupasnya batuan dari tempat perlekatannya, ataupun sepanjang perjalanannya pada saluran kemih. Dengan demikian pada hematuria, perlu sekali diperhatikan apakah kristal yang ditemukan telah menyatu dan telah merupakan bentukan senyawa kompiek yang keras, sehingga mampu melukai dinding saluran kemih. Kristal asam jengkolat dafam urin, dapat berbentuk jarum/gelondong (spindle) bila dalam keadaan terpisah atau berbentuk bunga mawar (rosette) bila dalam bentuk berkelompok. Gambar berikut memperlihatkan kristal asam jengkolat: Bentuk spindle Bentuk rosette Gambar 02: Bentuk kristal asam jengkolat (Oen M.,1972) Kristal asam jengkolat ternyata tidak ditemukan pada semua urin penderita keracunan jengkol, bahkan pada penderita keracunan berat dan gaga1 ginjal akut, lebih banyak ditemukan kristal negatif, padahal hematuria selalu ada (Tambunan 1993; Alatas 1994).

16 Tabel 07: Kristal asam jengkolat dalam urin yang ditemukan pada berbagai pemeriksaan Pemeriksa Jumlah bahan Jumlah kristal Sadatun dan Suharjono Oen dkk Alatas, 1994* 39?? Segasothy dkk., Vacfivanichsanong dan Lebel, Noviendri,2000 (marmut) * Pemeriksaan kristal di urin tidak dilakukan secara khusus Oh 2.5. Sistim Perkemihan Ginjal marmut ada 2 buah, berfungsi menyaring darah dengan tujuan utama mengeluarkan berbagai sampah metabolit dari dalam tubuh, namun tetap harus mampu melakukan pemilahan sehingga bahan yang penting dan terikut keluar bersama hasil saringan (filtrat), akan diserap kembali. Penyaringan dilaksanakan oleh glomerulus, dan penyerapan kembali dilakukan oleh tubulus. Darah yang disaring diperoleh langsung dari aorta abdominal sehingga darah masuk dengan tekanan besar. Dengan demikian, fuagsi filtrasi dapat berlangsung dengan baik karena tingginya tekanan filtrasi yang ada di glomerulus. Dari arteria renalis, darah masuk ke pembuluh aferen dan dalam kapsul Bowman, membentuk anyaman kapiier glomerulus untuk kemudian keluar lagi melalui pembuluh eferen. Dalam anyaman glomerulus ini, terjadi filtrasi dimana hampir semua komponen cairan plasma darah (kecuali protein), tersaring keluar melalui celah (slit pore), masuk ke rongga kapsul Bowman, kemudian dikirim ke tubulus proksimal. Setelah filtrat berada di tubulus, terjadi reabsorpsi air dan bahan penting yang masih berguna untuk tubuh. Disamping itu

17 berbagai bahan tertentu yang tidak berguna bagi tubuh, disekresikan oleh tubulus, dan terbentuklah urin yang sementara ditampung di kandung kemih, menunggu pada akhirnya dikeluarkan dari tubuh melalui miksi. Gambar berikut ini adalah anatomi sistim perkemihan dimana dapat dilihat bahwa ginjal memperoleh kiriman darah langsung dari aorta abdominal

18 Kopek Arteri renalis \,- Medula uinj sll Kanan Ginjal kiri (sayatan melintall Ureter Kandung kemih C Arah aliran urin Gambar 03: Anatomi sistim perkemihan (Guyton, 1971) a. Komposisi sistim kemih. Sepasang ginjal membentuk urin yang disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. b. Sayatan longitudinal ginjal. Kortek ginjal ada dilapisan luar, bercorak granular. Medqla ginjai bercorak berserat dilapisan dalam. Pelvis renalis berperan mengumpulkan urin.

19 Gambar 04: Nefron fungsionil (Sherwood, 1993) Komponen vaskular Komponen tubular Arteriol aferen, membawa darah Kapsula Bowman, mengumpulkan ke glomerulus filtrat glomerulus Glomerulus, penuh dengan kapiler, Tubulus proksimal, reabsorpsi yang filtrasinya tidak mengandung tak terkendali dan sekresi bahan protein tertentu Arteriol eferen, membawa darah. Saluran Henle, dengan berbagai keluar glomerulus tingkat osmotiknya, penting dalam Kapiler peritubular, mensuplai memproduksi urin dalarn berbagai darah kejaringan sekitar tubulus, konsentrasi mengatur cairan dalam Komponen kombinasi Juksta- lumen tubulus glornenrlar aparatus, mensekresi Tubulus distal, reabsorpsi yang bahan tertentu yang penting terkendali, dan sekresi bahan tertentu dalarn fungsi pengendalian dari ginjal Tubulus kontortus (collecting duct), Bagian yang menebal disebut fungsi penyerapan akhir dari air. Makula Densa, menghasilkan renin Setelah disini, bahan disebut urin, Selanjutnya ke pelvis renalis

20 Aner~ Aferen Arter~ El'eren Port Scl Endotcl I-umen. Kap~lcr Cio~~,ernl~~r I \ Celah Filtrasi hnlolan ~illil ~,,d,,~i, Lumen Kilpsula Bo\rman Gambar 05: Glomerulus dan susunan membrannya (Sherwood, 1993) Menurut Oen dan Setiadi (1976), asam jengkolat terikat secara longgar dengan albumin sebagai alat transpornya, mudah lepas dari ikatannya, ikut bersama cairan filtrat masuk kerongga Bowman, tanpa mengalami perubahan metabolisme berarti. Dalam melihat perjalanan asam jengkolat, sebenarnya glomerulus telah dilengkapi dengan berbagai pengaman untuk seleksi bahan yang diperlukan tubuh (misalnya protein), agar bahan tersebut tidak ikut keluar bersama filtrat (lihat gambar 4-5). Bila dinding glomerulus diperhatikan dengan seksama, ada 3 bentukan didaerah membran basal glomerulus, lapisan dalam, sel endotel kapiler dengan

21 selapis sel tersusun sedemikian sehingga terbentuk pori. Sel endotel satu dengan lainnya diperkokoh hubungannya oleh penjuluran dari sel mesangial. suatu sel yang bersifat kontraktil; lapisan tengah, yaitu membran basal yang berisi susunan sandwich kolagen dan glikoprotein. Pada lesi glomerular tertentu yang spesifik, bagian ini menebal tanpa bertambahnya sel (thickening without endocapillary hipercellularity) seperti pada Thrombotic Microangiopathy (Royer u., 1974); dan lapisan luar, bungkus podosit yaitu bentukan mirip ikan gurita yang mencengkeram membran basal, tonjolan-tonjolan kaki isapnya melesak kedalam membran basal dengan ujung persentuhan yang melebar sehingga seakan mampu tertanam dengan baik didalam lumpur sandwich. Diantara tonjolan kaki isap ini terbentuklah celah Cfiltration slit) yang dapat dilewati berbagai bahan. (Sherwood, 1993). Pada penyakit tertentu seperti nefritis, podosit ini dapat mengalami gangguan misalnya penebaian, menjadi kaku sehingga tidak mampu melebar atau mengecil, sehingga fungsinya terganggu.

22 Sel Badan Podosit Gambar 06: Badan podosit dan penjulurannya (Sherwood, 1993) Tenaga dorong untuk terlaksananya filtrasi adalah kekuatan tekanan darah arterial yang sangat besar karena arteri renal memperoleh aliran langsung dari aorta abdominal. Pori dinding kapiler glomerulus mencegah eritrosit, protein rnolekul besar, dan sebagian albumin, untuk ikut keluar bersama filtrat dengan berkontraksinya sel mesangial yang akan memperkecil lubang pori. Lumpur sandwich membran basal yang bermuatan negatif, akan menolak protein dan albumin yang juga bermuatan negatif.

23 Lurnen Kapiler Glornerultts Bowman Gambar 07: Mekanisme kerja podosit untuk mencegah lewatnya berbagai bahan (Sherwood 1993) Ujung podosit yang dapat melebar, mampu menutup celah sehingga dapat menahan laju bocornya berbagai bahan yang tidak diinginkan untuk lewat dari saringan glomerulus (gambar b). Dengan tekanan arteri tetap berada pada kisaran mmhg, dan tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure) sebesar 93 mmhg, laju filtrasi (glomerular filtration rate) akan tetap berlangsung dengan baik, walaupun ada pengaruh plus/minus dari tekanan koloid osrnotik dan tekanan hidrostatik dalam rongga Bowman. Selanjutnya dari kapsul ini, filtrat akan dikirim ke tubulus proksimal dan disini dilanjutkan dengan proses reabsorpsi.

24 2.6. Asam jengkolat dalam tubuk Asam jengkolat yang terkandung dalam buahnya akan ikut termakan sejalan dengan dimakannya buah jengkol. Direktorat Gizi (1972) yang melaporkan kandungan protein 3.5 g1100gram buah jengkol, tidak nienyebutkan besarnya kandungan asam jengkolat atau bahan protein lainnya yang berhubungan dengan asam jengkolat, sedang Oen &. (1972), menyebutkan bahwa protein ini berada daiam keadaan bebas dan tersebar rata diseluruh buahnya. Lambung dengan suasana asam dan dengan ph yang dapat mencapai 2.0 (Ganong, 1995). sedang asam jengkolat dengan sifat amfoternya dan ph isoelektrik 5.5 (Oen cjij., 1972), akan menyebabkan asam jengkolat sangat sesuai dengcn suasana inl, dan dapat melarut dengan baik dalam gumpalan makanan lambung. Usus halus, akan segera memulai absorpsi protein, yang tergambar melalui kenaikan kadar protein yang sangat tajam pada sistim vena porta segera setelah makanan mencapai duodenum. Dalam ha1 penyerapan protein ini, L-isomer asam amino akan lebih cepat diserap dibanding D-isomer, karena penyerapan L-isomer berlangsung secara transpor aktif, sedang D-isomer berlangsung secara difusi pasif. Absorpsi asam amino berlangsung dengan cepat dan banyak di duodenum dan jejunum, sedang di ileum absorpsinya berjalan lambat. Efektifitas penyerapan protein yang baik dan cepat ini, hanya menyisakan 2-5s protein yang tidak terserap oleh usus halus dan dapat ditemukan di usus besar (Ganong 1995). Asam jengkolat dengan konfigurasi L-isomer (lihat ha1 8). tentu dengan cepat diserap usus, dan dengan cepat berada dalam sirkulasi darah. Transpor asam jengkolat dalam darah berlangsung dengan mudah, dan serum albumin yang berikatan secara longgar, bertindak sebagai alat transpornya (Oen dan Setiadi, 1976).

25 2.7. Konsentrasi asam jengkolat didaerah kortek ginjal Oen dan Setiadi (1976), mengatakan bahwa asam jengkolat setelah mencapai.ginjal, dengan mudah akan tersaring keluar bersama filtrat glomerulus karena terikat secara longgar dengan albumin darah. Susunan basal membran seperti telah dijelaskan sebelumnya, dirancang untuk menghambat kebocoran protein dan asam amino, dan sepanjang tidak terjadi kerusakan yang berarti pada anyaman glomerulus, maka albumin (komponen protein terbesar dalam darah) dan asam jengkolat (suatu asam amino), seharusnya tidak ikut keluar bersama filtrat karena dinding glomerulus dilengkapi dengan lapisan bermuatan negatif. Kesimpulan Oen dan Setiadi (1972), senyawa ini mudah sekali diserap usus dan dengan cepat diekskresikan oleh ginjal karena ditemukan dalarn urin 2-3 jam setelah mengkonsumsi jengkol, menjadi perlu diragukan. Bila ditinjau proses faali pada ginjal, kemampuan filtrasi glomerulus mencapai 180 liter cairan filtrat dalam sehari, sedang plasma darah hanya 2.75 liter. Ini berarti bahwa dalam kurang dari % jam, seluruh plasma telah terkuras dalam bentuk filtrat. Hal ini ternyata tidak terjadi karena kemampuan rebsorpsi tubulus proksimal yang dengan cepat menyerap kembali air sejumlah 95 % dari air yang terkandung dalam filtrat (Ganong, 1995). Dalam ha1 aliran darah ginjal. perlu juga diingat bahwa darah yang mengalir kt: glomerulus hanya 20% dari seluruh aliran darah ginjal, sedang 80% lainnya mengalir melalui kapiler peritubular yang juga mampu mengeluarkan bahan yang terkandung dalam darah langsung kedalam sel tubulus, untuk kemudian disekresikan kedalam lumen tubulus. Sebelum mencapai sel tubulus, bahan yang keluar melalui kapiler peritubular ini, harus

26 melalui cairan interstitial lebih dahulu. Dengan demikian sel tubulus akan menerima kiriman bahan dari 2 sektor, yaitu sebagian kecil dari hasil reabsorpsi filtrat glomerulus, dan sebagian besar dari cairan interstitial yang disuplai kapiler peritubular (Sherwood, 1993). Dengan melihat mekanisme jalur bahan seperti dijelaskan diatas, baik asam jengkolat ataupun bahan yang bersifat nefrotoksik, akan terkonsentrasi lebih dahulu didaerah tubulus proksimal dan jaringan interstitialnya, dan berkemampuan untuk menimbulran nasala ah pada sel tubulus proksimal dan jaringan sekitarnya.. Tubulus proksimal mempunyai sifat reabsorpsi yang bzrbeda dibanding tubulus distal. Tubulus proksimal punya sifat reabsorpsi yang tidak terkendali (uncontrolled reabsorprion) untuk beberapa bahan yang dianggap penting, sehingga proses reabsorpsi berlangsung dengan baik tanpa pengaruh pemantau lain, dan baru berkurang/berhenti bila tugasnya sudah maksirnum (tubular maximum). Bahan yang termasuk diserap tanpa kendali pemantau lain ini adalah asam amino. Tubulus distal reabsorpsinya terkendali (controlled reabsorption) dimana tugas reabsorpsi diatur oleh pemantau (sesuai kebutuhan) misalnya mengatur tambahan reabsorbsi air bila dalam tubuh ada kekurangan air. Sebagai asam amino, penyerapan kembali asam jengkolat (bila bocor melalili glomerulus) dimungkinkan dapat terjadi lcarena sifat reabsorpsi sel tubulus ginjal tidak berbeda dengan sifat reabsorpsi usus halus (Sherwood 1993), yang sangat baik dalam mereabsorpsi bentukan L-isomer asam amino, dimana asam jengkolat diketahui merupakan L-isomer. Dalam waktu yang relatif sangat singkat, dalam tubulus awal didaerah kortek ginjal,

27 dimungkinkan untuk terjadinya akumulasi asam jengkolat yang luar biasa, baik yang berasal dari hasil reabsorpsi filtrat maupun dari hasil ultrafiltrasi kapiler peritubuler. Hal yang sama juga akan terjadi pada bahan yang bersifat nefrotoksik. Mengacu pada uraian Karyadi dan Muhilal 1994, yang menjelaskan bahwa keberadaan asam amino (asam jengkolat) yang berlebihan dalam tubuh atau sel, bersifat racun, dan rnengingat penggemar jengkol tergolong ekonomi lemah. sangat mungkin bahwa pengaruh kekurangan protein tubuh dari konsumen jengkol, akan mengurangi daya tahannya terhadap keberadaan berlebihnya asam jengkolat didaerah kortek ginjal ini. Kondisi melemahnya daya tahan tubuh bila seseorang kekurangan protein, juga memungkinkan lemahnya daya tahan melawan pengaruh bahan nefrotoksik Bakan ikutan lain dalam buah jengkol Buah jengkol yang masih utuh, terbungkus oleh kulit luar yang keras, dan bila bungkus luar dikupas, terdapat lagi bungkus dalam yang juga keras berwarna merah kecoklatan. Bila bungkus dalam ini tidak mengalami kerusakan, tidak tercium adanya bau jengkol yang khas. Dalam keadaan terbungkus oleh kulit dalam ini, buah jengkol diperdagangkan. Bau jengkol baru muncul bila kulit keras bagian dalam mengalami perlukaan. Banwart dan Bremmer (1975), clelalui pemeriksaan gas khromatografi, mendeteksi adanya bahan volatil mengandung sulfur yang keluar dari tanah bila diberi asam jengkolat. Bahan volatil tersebut adalah CS2, dan bahan ini merupakan hasil dekomposisi oleh mikroba tanah yang terjadi bila tanah lembab dan dalam kondisi aerobik.

28 Piluk m. 1996, juga mendeteksi pembentukan CS1, COS (karbonil sulfid), dan CH3CH2SH (etan thiol) oleh akar tanamam Mimosa pudica yang mengalami perlukaan dan dibasahi air, dan kemudian diberi asam jengkolat. Dalam ha1 ini, diduga bahwa asam jengkolat d'ihidrolisis oleh enzim S-alkyl cysteine lyase yang terdapat dalam akar tanaman tersebut. Dalam kutipannya, disebutkan bahwa enzim ini selain ditemukan di akar tanaman, juga terdapat di kotiledon dan hipokotil mimosa. Aktifitas pembentukan CS2 ini sangat meningkat pada 30 menit pertama, dan setelah 60 menit, produksinya 4 kali Iebih banyak dari produk lainnya. Tanalca &. (198 I), menjelaskan bahwa L-Djenkolate akan didekornposisi oleh S-alkyl-L-cysteine lyase yang terdapat dalam Pseudomonas putida, menjadi piruvat, NH3 dan SH-thioi yang tidak stabil yaitu methylene dithiol, CH~(SH)z..yang oleh Piluk &. (1966) menduganya dengan cepat berubah menjadi senyawa konyugat thioformaldehid. Tomisawa m. (1984), menjelaskan bahwa C-S lyase yang dihasilkan oleh Fusobacterium varrurn, mampu memotong ikatan C-S dari senyawa S-aryl. S-arakyl dan S- alkyl cysteine melalui reaksi eliminasi-a,p. Kemampuan kerja yang Iuas dari enzim ini memungkinkan untuk menjelaskan pentingnya peranan mikroflora usus dalam berbagai proses enzimatik dari berbagai xenobiotik. Dalam ha1 keracunan jengkol ini, menjadi pertanyaan apakah dekomposisi (perubahan) pada asam jengkolat ini juga terjadi pada tubuh, dan seperti apa pengaruh metabolit yang dihasilkannya...

29 2.9. Keadaan dalam ginjal Insulin-like Growth factor-i 1-1 merupakan suatu hormon protein yang dihasilkan oleh semua jaringan tubuh, termasuk dihasilkan oleh sei ginjal, dan berfungsi dalam melakukan perbaikan bila ada jaringan rusak, demikian dijefaskan oleh Tsao m. (1997). IGF-I yang beredar dalam darah, dihasilkan oleh sel hati. Dalam ginjal. bahan ini banyak diproduksi oleh Henle asenden bagian yang tebal. Reseptor IGF-I ditemukan diseluruh bagian ginjal, dan kerjanya dikendalikan oleh protein pengikat khusus yang Serdaya ikat sangat kuat. Pada nekrosis tubulus yang akut, jumlah reseptor IGF-I dalam meinbran plasma ginjal meningkat sekali, padahal m-rna reseptor IGF-l jumlahnya tidak berubah. Ternyata ini lebih disebabkan reseptor dalam sel berpindah ke membran plasma. IGF-I sendiri sangat berperan dalam memperbaiki kerusakan yang akut. Tampilan yang dapat terllhat sebagai bagian dari meningkatnya IGF-I bila ada kerusakan akut, adalah meningkatnya jumlah sel yang berinfiltrasi dijaringan interstitial, dan IGF-I ini segera aktif bila suasana menjadi asam akibat kerusakan sel, dan disamping itu, aktifitasnya akan menyebabkan proliferasi sel mesangial dan keluarnya bahan kolagen (Remuzzi, 1997). Keadaan IGF-I ini tentu penting dipertimbangkan pada masalah keracunan jengkol, terutama dalam menangkal efek kerusakan oleh asam jengkolat atau bahac nefrotoksik lainnya Tubulus nekrosis akut Keracunan jengkoi dapat menimbulkan masalah yang serius, dan sering penderita dibawa dalam keadaan yang berat dan sudah terjadi gaga1 ginjal akut seperti disampaikan oleh ALatas (1994).

30 Kegagalan fungsi ginjal diakibatkan terjadinya nekrosis tubulus yang akut seperti yang ditemukan oleh Alatas (1994), yaitu pada biopsi ginjai ditemukan kerusakan epitel tubl~lus. Hal yang mirip juga didapat oleh Segasothy u. (19951, yang melihat adanya fokus-fokus nekrosis tubuler yang tersebar luas, edema jaringan interstitial, sedangkan dari delapan glomerulus yang ditemukan, kesemuanya terkesan normal. Confer =. (1995) menjelaskan bahwa tubulus nekrosis akut ditimbulkan oleh 2 ha1 yaitu iskemik-dan nefrotoksik. Pada kelompok iskemik, masalah ditimbulkan karena suplai darah keseluruh ginjal berkurang atau terhenti seperti pada syok karena perdarahan hebat atau hipotensi berat. Kerusakan terjadi bila gangguan berlangsung 2 jam/ lebih. Karena kerja mitokhondria terhenti, dinding sel rusak, dan akhirnya seluruh sel tubulus mati. Bagian yang secara awal paling parah mengalami kerusakan adalah tubulus proksimal, dan lama kelamaan berlanjut kebagian medula. Glomerulus tidak mengalami kerusakan berarti. Hal yang khas adalah kerusakan membran basal tubulus yang disebut tubulorrhectic necrosis, sehingga apabila vaskularisasi membaik, tidak lagi terjadi perbaikan pada sel tubulus, dan terjadilah fibrosis. Pada kelompok nefrotoksik, masalah ditimbulkan oleh adanya bahan beracun, baik bahan racun alami atau bahan sintetik. Biasanya membran basal tidak rusak sehingga tubulus dapat pulih kembali. Nekrosis diakibatkan rusaknya membran sel dan mitokhondria yang sering dipicu oleh ikatan toksin dengan gugus sulfhidril dari protein tubuh. Diterangkan juga bahwa kerusakan dapat terjadi bila bahan yang bersifat farmakologis diberikan dalam dosis berlebihan, tetapi derajat kerusakan ternyata

31 cenderung variatif, tergantung sifat individu. Beberapa bahan mengganggu dengan cara menghambat kerja dari enzim Na-K- ATPase sehingga. ion hidrogen, ion natrium dan air menumpuk dalam intrasel, dan terlihat dengin membengkaknya sel, mitokhohdria bengkak dan terjadi kematian sel. Beberapa bahan yang mampu membentuk kristal juga dapat menimbulkan berbagai sumbatan dan mengakibatkan nekrosis, tetapi bahan penyumbat selalu dapat terdeteksi. Otieno dan Anders ( 199.7), daiam penyelidikannya menemukan bahwa beberapa senyawa konyugat S dari sistein yang bersifat nefrotoksik dan sitotoksik, akan menghambat aktifitas dari NF-KB pada biakan sel tubulus ginjal babi (sei LLC-PK,). Aktifitas dari NF-KB muncul bila ada rangsangan khusus yang berpotensi merusak jaringan seperti senyawa oksigen intermediar. Terpicunya aktifitas, muncul melalui kehadiran lipopolisakarida, sitokin, dan ester forb01 sebagai perantara kedua. NF-KB dikenal sebagai protein khusus yang dihasilkan jaringan limfoid. Puncak dari kenaikan kadar NF-KB terjadi pada jam.ketiga. Struktur asam jengkolat yang juga merupakan konyugat-s dari sistein, memungkinkan untuk menghambat aktifitas NF-KB. Remuzzi &. (1997), menjelaskan bahwa tubulus punya kemampuan terbatas dalam menangani kebocoran dari glomerulus terhadap bahan bersifat protein, hormon dan faktor tumbuh (growth factors). Bahan tersebut karena dianggap penting, segera ditangkap kembali oleh sel tubulus melalui endositosis oleh lisosom, dan akan dirombak menjadi asam amino. Tetapi bila bahan tersebut berlebih, terjadi pembengkakan organel, lisosom bengkak dan pecah dan bahan didalamnya keluar ke sitoplasma dan kejaringan interstitial, begitu juga enzim penghancur dari lisosom

32 akan keluar dan merusak sekitar termasuk sel tubulus dan dinding pembuluh darah sekitar tubulus. Kerusakan sel akibat meningkatnya enzim lisosom ini dapat dilacak melalui peningkatan kadar laktat dehidrogenase (LDH) dan pembentukan malondialdehid. Pulihnya kembali sel-sel tubulus dengan tingkat reversibilitas tinggi seperti diuraikan oieh Confer (1995), ofeh Remuzzi dibantah karena kelebihan beban (overload) pada tubulus akan memicu dikeluarkannya sinyal nuklear untuk pengaktifan gen inflamasi nuclear factor kappa B (ArFkB) yang dependen dan independen beserta gen vasoaktif, sehingga fibroblas berproliferasi, dan terjadi reaksi radang di jaringan interstitial. Hal ini berakibat terjadinya sintesis matrik ekstrasel yang dikemudian hari menimbulkan jaringan parut (renal scarring). PenjeIasan oleh Remuzzi ini perlu dicermati karena efek dari dikonsumsinya jengkol, bila kerusakannya ditimbulkan oleh sifat toksis asam jengkolat atau metabolitnya, maka patut diduga dikemudian hari akan timbul masalah serius pada ginjal, walaupun penggemar tidak pernah mengalami keracunan jengkol secara nyata Hernaturia pada keracunan jengkof Salah satu gejala pada keracunan jengkol adalah hematuria, dan selama ini diyakini ditimbulkan oleh tajamnya kristal yang menggores dinding sistim perkemihan. Bentuk kristal asam jengkolat memang runcing (Gambar-1), dan adakalanya pembentukan kristat begitu hebatnya sehingga dapat ditemukan pada orifisium ureter eksterna, kandung kemih, orifisium uretra eksterna terutama di fosa navikularis penis, dan lebih hebat lagi,

33 dapat ditemukan pada jaringan interstitiel penis, skrotum, suprapubis, dan daerah inguinal (Sadatun dan Suharjono, 1968) Tanggapan para klinisi tentang hematuria ini juga bervariasi, tetapi umumnya berpendapat bahwa kemunculan hematuria pada penderita keracunan yang datang untuk ditolong, mengindikasikan kondisi penderita dalam keadaan keracunan berat. Keadaan dilapangan sehari-hari (wawancara dengan penggemar jengkol) kelihatannya berbeda dalam memandang suatu hematuria, karena bagi mereka ini adalah biasa bila kencing berdarah setelah rnakan jengkol. Pendapat penggemar ini kelihatannya sesuai dengan yang diternukan oleh Vachvanichsanong dan Lebel (1997), yang melakukan survai pada 609 anak didaernh yang banyak tumbuh jengkol, sejumlah 80% mengaku penggemar jengkol, dan diantara mereka ini, 31% mengaku dalam 24 jam terakhir telah makan jengkol, pemeriksaan urin menunjukkan bahwa 7.8% hematuria, 8.4% kristaluria, dan 7.0% lekosituria (pyuria). Juga ditambahkan bahwa risiko hematuria tidak mengurangi minat makan jengkol. Hematuria diperiksa dengan memakai mikroskop biasa, dan eritrosit secara utuh dapat dilihat dengan baik. Segasothy &. 1995, memeriksa struktur mikroskopik eritrosit di urin memakai fase kontras, tidak melihat ada bentuk yang gepeng, semuanya isomorfis dan menyimpulkan sebagai perdarahan nonglomeruler. Hematuria ini sering dapat dilihat secara kasat mata (gross hernaturia), bahkan pada penderita yang ditangani oleh Siswan (1992), bekuan darah keluar saat kandung kemih dibilas. Berikut dapat dilihat frekuensi hematuria:

34 Tabel 08: Frekuensi dari hematuria Pelapor I I IumlahKasus I I Hematuria 1 Sadatql968 Alatas Segasothy, 1995 Vachvanich Noviendri,200 1 * 20 * percobaan dengan marmut Untuk masalah keracunan jengkol ini, hematuria oleh kristal slsain jengkolat, bila timbul akibat robekan dinding oleh ketajaman kristal, maka sebagai konsekuensi perdarahan terbuka, akan ditemukan eritrosit yang isomorfis, dan karena lokasi kristal sebagai penyebab terletak pada segmen bawah sistim kemih (ureter sampai uretra), butiran eritrosit tidak ditemukan didaerah nefron fungsionai khususnya pada segmen atas. Eritrosit baru kemudian dapat ditemukan bila sumbatan oleh kristal telah mengakibatkan pembendungan lanjut yang telah mencapai glomerulus. Bila masalahnya diakibatkan bahan nefrotoksik, dan dengan mengingat kemungkinan awal terjadi lebih dahulu didaerah tubulus proksimal, maka butiran eritrosit mungkin dapat ditemukan mulai dari tubulus daerah kortikal ginjal sampai ke kandung kemih. Butir eritrosit tidak ditemukan di lumen kapsula Bowman sepanjang anyaman glomerulus tidak mengalami- kerusakan Keluhan pada keracunan jengkol Salah satu keluhan yang menonjol adalah nyeri pinggang, baik yang disebut kolik maupun sakit pinggang. Sadatun dan Suharjono (1968), mencatat bahwa keluhan ini disampaikan oleh 22 orang dari 50 penderita keracunan jengkol.

35 Tentang kapan muncul keluhan ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 09: Kapan muncul keluhan-keluhan* (Sadatun 1968 Berapa jam Jumlah YO setelah makan I I I I * dari 50 orang,l orang tidak dapat menjelaskannya Keluhan nyeri pinggang dan kolik ini menunjukkan suatu nyeri berkepanjangan, yang melibatkan serabut saraf tipe C sebagai penghantarnya. Untuk rasa nyeri tipe ini, bradikinin memegang peranan pokok dalam memicu munculnya rasa nyeri ini, dan derajat nyeri bertambah dengan adanya pengaruh prostaglandin yang juga dikeluarkan pada kerusakan sel. Bradikinin menjadi aktif bila enzim lisozim keluar dari jaringan yang rusak. Bradikinin juga punya kontribusi dalam reaksi peradangan (Sherwood, 1993). Untuk rasa nyerl ini, kolik akan lebih dominan bila ada sumbatan pada ureter, dan rasa pegal akan lebih dominan bila reseptor nyeri pada kapsuf ginjal terangsang. Perlu dicatat disini bahwa frekuensi kolik dan pegal terjadi sama banyak pada penderita yang dirawat (Sadatun dan Suharjono 1968). Bila asam jengkolat menimbulkan masalah awal melalui pembentukan kristal yang menyumbat ureter, kolik akan mengawali segala keluhan. Bila bahan nefrotoksik menimbulkan masalah awal melalui kerusakan jaringan, maka rasa pegal akan mengawali keluhan.

36 2.13. Fungsi Filtrasi dun Reabsorpsi Fungsi filtrasi glomerulus pada keracunan jengkol belum pernah diperiksa. Untuk memeriksa ini, dapat dilakukan pemeriksaan klirens kreatinin (creatinine clearance), yaitu dengan mengukur kadar kreatinin darah dan urin 24 jam, dan dapat diperoleh hasilnya dengan rumus (Ganong, 1995): C = clearance (ml/menit) U = kadar urin (mg) V = volume urin permenit (mllmenit) P = kadar kreatinin plasma/ml Fungsi reabsorpsi telah diperiksa oleh Wirya &. (1987j, dan ini dilakukan melalui pemeriksaan beta2-mikroglobulin (P2-M), suatu parameter spesifik untuk melacak gangguan fungsi tubulus proksimal. Pemeriksaan menghasilkan peningkatan kadar P2M, dan ini menunjukkan bahwa mekanisme rearbsopsi tubulus proksimal terganggu. Peterson w. f1969), memeriksa kadar ~2-mikroglobulin pada orang normal, gangguan glomerulus, dan gangguan tubulus. Hasil yang diperolehnya menunjukkan bahwa pada urin 24 jam orang normal. kadar P2.M berkisar 0.12 mg, albumin 10 mg; sedang pada masalah glomeruler menunjukkan nilai normal atau sedikit meningkat dengan peningkatan menyolok pada albumin; dan pada masalah tubuler, kadar Pz-M sangat meningkat dengan albumin yang hanya sedikit meningkat. oleh Wirya s. (1987) diatas, dilakukan pada penderita yang sedang menjalani perawatan pemulihan keracunan jengkol, sehingga tidak mungkin membedakan apakah penyebab pokoknya sumbatan ataukah bahan nefrotoksik.

37 2.14. Perubahan ph urin Urin manusia punya ph berkisar , dan berfluktuasi sesuai dengan kondisinya. Darah arteri punya ph 7.40, dengan kisaran plus-minus 0.05 (Ganong 1995). Diatas 7.45 sudah terjadi alkalosis, sedang dibawah 7.40 sudah terjadi asidosis. Untuk mempertahankan ph darah dengan kisaran sempit ini, tubuh dilengkapi oleh berbagai sistim dapar (buffer). Ginjal juga mengemban tugas ini sebagai lini ketiga, dengan mengatur ekskresi ion H+, ion HC03- dan NH3 (ammonia). Oen &. (1972), mencatat ph urin berkisar pada , suatu ph yang sangat asam, sehingga patut diduga teiah terjacii sesuatu masalah pads tubuh, sehingga ginjal terpacu icuat untuk mengeluarkan banyak asam kedalam lumen saluran kemih. Asam jengkolat bersifat asam lemah, sehingga sulit untuk memungkinkan punya peranan langsung dalam mempengaruhi keasaman urin ini. Peran ginjal dalam mensekresikan asam sebagai bagian menstabilkan ph darah, merupakan lini ketiga dari perangkat stabilisator ph darah. Dengan turunnya ph dibagian ginjal yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat, sedangkan penderita keracunan jengkol tidak menunjukkan gejala asi.dosis yang menonjol, akan mengajak berpikir apakah masalah turunnya ph urin ini merupakan masalah lokal pada ginjal Upaya mengurangi daya racun jengkol Sebenarnya penggemar jengkol sudah tahu betapa berbahayanya jengkol ini untuk kesehatan, tetapi nampaknya tidak mengurangi minat bagi penggemarnya, bahkan dicari berbagai variasi masakan dan variasi pengolahannya.

38 Ada yang membuatnya menjadi keripik jengkol yang oleh Oen dan Kusumahastuti (1973), diperoleh hasil bahwa kadar asam jengkolat berkurang %; ada yang menawarkan untuk sebelum dimakan, jengkol dibuat iayu lebih dahulu (jengkol sepi atau beweh), dan oleh Oen, Kusumahastuti, dan Tadjai (1972), juga diperiksa, dengan hasilnya adalah asam jengkolat hilang sama sekali (nol) bila tefah tumbuh tunas yang cukup dan sudah lembek, bau khas jengkol tetap ada. Bila masih keras, kandungan asam jengkolatnya tidak berubah. Menawarkan jengkol sepi ini memang merupakan alternatif yang baik, tetapi penggemar jengkol ternyata lebih menyukai yang segar bahkan sering dilnakan mentah-mentah. Moenadjat a. (1963), juga memeriksa kadar asam jengkolat pada jengkol muda sisa makanan penderita keracunan, dan memperoleh hasil kandungannya 1.9%, tidak banyak berbeda dengan yang tua (2.2%). Juga mengutip catatan kepustakaan lama, seperti Mreyen (1941), yang mengusulkan mencari sebab dalam cara menghidangkannya, seperti memakan mentah, merebus, menggoreng, membuat gado-gado, pecal, dan ada yang membuat rendang goreng. Juga mencatat dugaan dari Hyman dan van Veen (1936), bahwa faktor kerentanan mungkin berperan sebab makan 10 biji tidak apa-apa, tapi hanya satu biji bagi orang yang rentan, sudah keracunan. Ada beberapa cara yang ditawarkan seperti mengatur pengolahan dan cara memasak sebelum dihidangkan, makan atau minum bahan tertentu yang dapat mengatur ph urin lebih lindi, (Ramayati m., 1987). dan membakar atau memanggang lebih dahulu

I. PENDAHULUAN. (djenkolic ac~d) yang terdapat daiam buah jengkol segar (djenkol

I. PENDAHULUAN. (djenkolic ac~d) yang terdapat daiam buah jengkol segar (djenkol I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Bslakang Buah jengkol (Pzthecellobium Cobaturn) sudah lebih dari 60 tahun ditengarai berpotensi untuk menimbulkan keracunan dan telah diketahui bahwa semua ini bersumber dari

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 1. Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLATIHAN SOAL BAB 1 Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... A. B. C. D. 1 2 3 4 E. Kunci Jawaban : D

Lebih terperinci

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter

Struktur Ginjal: nefron. kapsul cortex. medula. arteri renalis vena renalis pelvis renalis. ureter Ginjal adalah organ pengeluaran (ekskresi) utama pada manusia yang berfungsi untik mengekskresikan urine. Ginjal berbentuk seperti kacang merah, terletak di daerah pinggang, di sebelah kiri dan kanan tulang

Lebih terperinci

Struktur bagian dalam ginjal

Struktur bagian dalam ginjal Sitem perkemihan Sistem perkemihan Terdiri atas: dua ginjal, dua ureter, vesika urinaria dan uretra Fungsi ginjal pembentukan urine Yang lain berfungsi sebagai pembuangan urine Fungsi lain ginjal: Pengaturan

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal 11.1 . Perhatikan gambar nefron di bawah ini! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB. SISTEM EKSKRESI MANUSIALatihan Soal. Urin sesungguhnya dihasilkan di bagian nomor... Berdasarkan pada gambar di atas yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru

Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru Sistem Eksresi> Kelas XI IPA 3 SMA Santa Maria Pekanbaru O R G A N P E N Y U S U N S I S T E M E K S K R E S I K U L I T G I N J A L H A T I P A R U - P A R U kulit K ULIT K U L I T A D A L A H O R G A

Lebih terperinci

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI

biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL A. ORGAN EKSKRESI 15 MATERI DAN LATIHAN SOAL SBMPTN ADVANCE AND TOP LEVEL biologi SET 15 SISTEM EKSKRESI Pengeluaran zat di dalam tubuh berlangsung melalui defekasi yaitu pengeluaran sisa pencernaan berupa feses. Ekskresi

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA

SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA A. GINJAL SISTEM EKSKRESI PADA MANUSIA Sebagian besar produk sisa metabolisme sel berasal dari perombakan protein, misalnya amonia dan urea. Kedua senyawa tersebut beracun bagi tubuh dan harus dikeluarkan

Lebih terperinci

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns

M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns M.Nuralamsyah,S.Kep.Ns Pendahuluan Ginjal mempertahankan komposisi dan volume cairan supaya tetap konstan Ginjal terletak retroperitoneal Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke

Lebih terperinci

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING

GINJAL KEDUDUKAN GINJAL DI BELAKANG DARI KAVUM ABDOMINALIS DI BELAKANG PERITONEUM PADA KEDUA SISI VERTEBRA LUMBALIS III MELEKAT LANGSUNG PADA DINDING Ginjal dilihat dari depan BAGIAN-BAGIAN SISTEM PERKEMIHAN Sistem urinary adalah sistem organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urin. Pada manusia, sistem ini terdiri dari dua ginjal, dua ureter,

Lebih terperinci

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO

Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si LOGO Created by Mr. E. D, S.Pd, S.Si darma_erick77@yahoo.com LOGO Proses Pengeluaran Berdasarkan zat yang dibuang, proses pengeluaran pada manusia dibedakan menjadi: Defekasi: pengeluaran zat sisa hasil ( feses

Lebih terperinci

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan

Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan Indikator Pencapaian: MATERI IX SISTEM EKSKRESI Mahasiswa dapat menjelaskan alat ekskresi dan prosesnya dari hasil percobaan Materi Mahluk hidup dalam hidupnya melakukan metabolisme. Metabolisme ini selain

Lebih terperinci

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Reabsorpsi dan eksresi cairan, elektrolit dan non-elektrolit (Biokimia) Prof.dr.H.Fadil Oenzil,PhD.,SpGK Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Fungsi homeostatik ginjal Proses penyaringan (filtrasi)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal merupakan organ ekskresi utama pada manusia. Ginjal mempunyai peran penting dalam mempertahankan kestabilan tubuh. Ginjal memiliki fungsi yaitu mempertahankan keseimbangan

Lebih terperinci

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i

HISTOLOGI URINARIA dr d.. K a K r a ti t k i a a R at a n t a n a P e P r e ti t w i i HISTOLOGI URINARIA dr. Kartika Ratna Pertiwi 132319831 SISTEM URINARIA Sistem urinaria terdiri atas - Sepasang ginjal, - Sepasang ureter - Kandung kemih - Uretra Terdapat pula - Sepasang arteri renalis

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013

Sistem Ekskresi. Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Sistem Ekskresi Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Pengertian & Fungsi Proses Ekskresi Penegrtian : Proses pengeluaran zat-zat sisa hasil

Lebih terperinci

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi

- - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - sbl1ekskresi - - SISTEM EKSKRESI MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian sbl1ekskresi Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta

SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN. by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta 1 SISTEM EKSKRESI MANUSIA 1: REN by Ms. Evy Anggraeny SMA Regina Pacis Jakarta Proses pengeluaran zat 2 1. Defekasi : yaitu proses pengeluaran zat sisa hasil pencernaan makanan. 2. Sekresi : yaitu proses

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.2 1. Fungsi sistem ekskresi adalah... Membuang zat sisa pencernaan Mengeluarkan enzim dan hormon Membuang zat sisa metabolisme tubuh Mengeluarkan

Lebih terperinci

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan

a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjdinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan

Lebih terperinci

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu) 14 (polidipsia), banyak kencing (poliuria). Atau di singkat 3P dalam fase ini biasanya penderita menujukan berat badan yang terus naik, bertambah gemuk karena pada fase ini jumlah insulin masih mencukupi.

Lebih terperinci

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik

Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Hubungan Hipertensi dan Diabetes Melitus terhadap Gagal Ginjal Kronik Latar Belakang Masalah Gagal ginjal kronik merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Urinalisa Urinalisa adalah suatu metoda analisa untuk mendapatkan bahan-bahan atau zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urine, dan juga untuk melihat adanya kelainan

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA BAB VII SISTEM UROGENITALIA Sistem urogenital terdiri dari dua system, yaitu system urinaria (systema uropoetica) dan genitalia (sytema genitalia). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi. Fungsinya

Lebih terperinci

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph

FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph FUNGSI SISTEM GINJAL DALAM HOMEOSTASIS ph Dr. MUTIARA INDAH SARI NIP: 132 296 973 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN.......... 1 II. ASAM BASA DEFINISI dan ARTINYA............ 2 III. PENGATURAN KESEIMBANGAN

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3. Air. Asam amino. Urea. Protein SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.3 1. Zat yang tidak boleh terkandung dalam urine primer adalah... Air Asam amino Urea Protein Kunci Jawaban : D Menghasilkan urine primer

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi pada Manusia. mendeskripsikan sistem ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan.

Sistem Ekskresi pada Manusia. mendeskripsikan sistem ekskresi pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan. Bab 1 Sumber: Seri Pustaka Sains: Tubuh Kita, 2006 Sistem Ekskresi pada Manusia Hasil yang harus kamu capai: memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Setelah mempelajari bab ini, kamu harus mampu:

Lebih terperinci

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK

Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Beberapa Gejala Pada Penyakit Ginjal Anak Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a IKA FK UWK Anatomi & Fisiologi Ginjal pada bayi dan anak Ginjal terletak retroperitoneal (vert T12/L1-L4) Neonatus aterm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan akhirnya bibit penyakit. Apabila ketiga faktor tersebut terjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan. Hal tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu kerentanan fisik individu sendiri, keadaan lingkungan

Lebih terperinci

KESEIMBANGAN ASAM- BASA. dr.sudarno

KESEIMBANGAN ASAM- BASA. dr.sudarno KESEIMBANGAN ASAM- BASA dr.sudarno KESEIMBANGAN ASAM BASA Afinitas Hb terhadap O 2 terutama dikendalikan oleh ph darah ph darah (arterial) : 7,4 (7,35-7,45) Sistem yang berperan mempertahankan ph darah:

Lebih terperinci

Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN Anatomi & Fisiologi Sistem Urinaria II Pertemuan 11 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menjelaskan proses pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nefrolitiasis adalah sebuah material solid yang terbentuk di ginjal ketika zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit ini bagian

Lebih terperinci

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum

Apa itu Darah? Plasma Vs. serum Anda pasti sudah sering mendengar istilah plasma dan serum, ketika sedang melakukan tes darah. Kedua cairan mungkin tampak membingungkan, karena mereka sangat mirip dan memiliki penampilan yang sama, yaitu,

Lebih terperinci

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD

M.Biomed. Kelompok keilmuan DKKD SISTEM PERKEMIHAN By: Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed Kelompok keilmuan DKKD TUJUAN PEMBELAJARAN Mhs memahami struktur makroskopik sistem perkemihan (Ginjal, ureter, vesika urinaria dan uretra) dan struktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal 1. Mekanisme Filtrasi Ginjal Glomerulus adalah bagian kecil dari ginjal yang mempunyai fungsi sebagai saringan yang setiap menit kira-kira 1 liter darah yang mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas air yang meliputi kualitas fisik, kimia, biologis, dan radiologis BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan akan menjadi air minum setelah dimasak terlebih dahulu. Sebagai batasnya, air bersih adalah air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk akhir metabolisme kreatin.keratin sebagai besar dijumpai di otot rangka, tempat zat terlibat dalam penyimpanan energy sebagai keratin fosfat.dalam

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.3 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan hewan akutik yang memilki tulang belakang (vertebrata) yang berhabitat di dalam perairan. Ikan bernapas dengan insang, bergerak dan menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidup manusia secara langsung atau tidak terpapar bahan kimia. Beberapa bahan kimia yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari diketahui berbahaya. Bahaya

Lebih terperinci

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya Diabetes type 2: apa artinya? Diabetes tipe 2 menyerang orang dari segala usia, dan dengan gejala-gejala awal tidak diketahui. Bahkan, sekitar satu dari tiga orang dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Tanaman alpukat. 3 TINJAUAN PUSTAKA Alpukat Tanaman alpukat berasal dari dataran tinggi Amerika Tengah dan diperkirakan masuk ke Indonesia pada abad ke-18, namun secara resmi antara tahun 1920-1930 (Anonim 2009). Kata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI SISTEM EKSKRESI PADA VERTEBRATA

SISTEM EKSKRESI SISTEM EKSKRESI PADA VERTEBRATA SISTEM EKSKRESI SISTEM EKSKRESI PADA VERTEBRATA Sistem ekskresi pada manusia dan vertebrata lainnya melibatkan organ paru-paru, kulit, ginjal, dan hati. Namun yang terpenting dari keempat organ tersebut

Lebih terperinci

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. JARINGAN HEWAN Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. A. JARINGAN EPITEL Jaringan epitel merupakan jaringan penutup yang melapisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. struktur parenkhim masih normal. Corpusculum renalis malpighi disusun oleh komponen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan pada Parenkhim Ginjal 4.1.1 Perubahan pada Copusculum Malphigi Ginjal Gambaran kualitatif corpusculum malphigi ginjal pada kelompok tikus normal tanpa

Lebih terperinci

2. Sumsum Ginjal (Medula)

2. Sumsum Ginjal (Medula) 1. GINJAL Kedudukan ginjal terletak dibagian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritonium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji

Lebih terperinci

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga A. PENGERTIAN Larutan penyangga atau dikenal juga dengan nama larutan buffer adalah larutan yang dapat mempertahankan nilai ph apabila larutan tersebut ditambahkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Urinalisis Urinalisis merupakan suatu metode analisa untuk mengetahui zat-zat yang terkandung di dalam urine serta adanya kelainan-kelainan pada urine. Urinalisis berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sekarang ini hampir semua orang lebih memperhatikan penampilan atau bentuk tubuh, baik untuk menjaga kesehatan ataupun hanya untuk menjaga penampilan agar lebih menarik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kreatinin Kreatinin adalah produk protein otot yang merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan yang hampir konstan dan diekskresi dalam

Lebih terperinci

MODUL MATA PELAJARAN IPA

MODUL MATA PELAJARAN IPA KERJASAMA DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA DENGAN FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA MODUL MATA PELAJARAN IPA Sistem ekskresi untuk kegiatan PELATIHAN PENINGKATAN MUTU GURU DINAS PENDIDIKAN KOTA SURABAYA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari 2010 Desember 2010 terdapat 77 neonatus yang lahir dan dirawat di bangsal NICU dan PBRT RSUP Dr Kariadi yang memenuhi kriteria penelitian dan telah dilakukan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K

LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum Struktur Hewan dengan judul Jaringan Epitel yang disusun oleh: Nama : Lasinrang Aditia Nim : K LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM STRUKTUR HEWAN (JARINGAN EPITEL) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI B KELOMPOK : I (Satu) LABORATORIUM BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK

PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK PATOFISIOLOGI SINDROM NEFROTIK Reaksi antara antigen-antibodi menyebabkan permeabilitas membran basalis glomerulus meningkat dan diiukti kebocoran protein, khususnya akbumin. Akibatnya tubuh kehilangan

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 1. Sistem Ekskresi ManusiaLatihan Soal 1.1 1. Organ ekskresi pada manusia yang berfungsi mengubah amonia menjadi urea adalah... Paru-paru Hati Kulit Ginjal Kunci Jawaban : B Pembahasan:

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN A. GINJAL

BAB II PEMBAHASAN A. GINJAL BAB I PENDAHULUAN Pada tubuh manusia terjadi metabolisme yang mengkoordinasi kerja tubuh. Proses metabolisme selain menghasilkan zat yang berguna bagi tubuh tetapi juga menghasilkan zatzat sisa yang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat merupakan suatu bahan atau campuran bahan yang berfungsi untuk digunakan sebagai diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh manusia terutama dalam sistem urinaria. Pada manusia, ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan cairan

Lebih terperinci

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH

OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT DAN NASIB OBAT DALAM TUBUH OBAT : setiap molekul yang bisa merubah fungsi tubuh secara molekuler. NASIB OBAT DALAM TUBUH Obat Absorbsi (1) Distribusi (2) Respon farmakologis Interaksi dg reseptor

Lebih terperinci

PERCOBAAN VI PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE

PERCOBAAN VI PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE PERCOBAAN VI PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui cara pemeriksaan protein dan glukosa urine dan mengetahui kadar protein dan glukosa urine.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era modernnisasi ini dan berdasarkan perkembangan teknologi yang sangat pesat dan seiring dengan jalannya kebutuhan ekonomi yang semakin besar, Sumber

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak

Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak Gagal Ginjal Akut pada bayi dan anak Haryson Tondy Winoto, dr,msi.med. Sp.A Bag. IKA UWK ANATOMI & FISIOLOGI GINJAL pada bayi dan anak Nefrogenesis : s/d 35 mg fetal stop Nefron : unit fungsional terkecil

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 1. Kaitan antara hati dan eritrosit adalah??? SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 11. SISTEM EKSKRESI MANUSIAlatihan soal 11.3 Hati berperan dalam perombakan eritosit Hati menghasilkan eritrosit Eritrosit merupakan

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

SISTEM URIN (GINJAL)

SISTEM URIN (GINJAL) SISTEM URIN (GINJAL) Pengantar Sistem urin tersusun atas ginjal, ureter, vesica urinaria, dan urethra. Berfungsi membantu terciptanya homeostasis dan pengeluaran sisa-sisa metabolisme. Ginjal selain berfungsi

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN : ERICA PUSPA NINGRUM : J1C111208

PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN : ERICA PUSPA NINGRUM : J1C111208 PEMERIKSAAN PROTEIN DAN GLUKOSA URINE LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN NAMA : ERICA PUSPA NINGRUM NIM : J1C111208 KELOMPOK : II (DUA) ASISTEN : TAUFIK NOOR KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ginjal Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga retroperitonium. Secara anatomi ginjal terletak dibelakang abdomen atas dan di kedua sisi kolumna

Lebih terperinci

Manfaat Minum Air Putih

Manfaat Minum Air Putih Manfaat Minum Air Putih "Teman-teman, mungkin banyak dari kita yang malas minum air putih...padahal manfaatnya banyak banget...yuks kita kupas manfaatnya!" Sekitar 80% tubuh manusia terdiri dari air. Otak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cairan tubuh adalah cairan suspense sel di dalam tubuh yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.cairan tubuh merupakan komponen penting bagi cairan ekstraseluler,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ginjal mempunyai peran yang sangat penting dalam mengaja kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital dalam tubuh. Ginjal berfungsi

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Penapisan Fitokimia Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang ada dalam fraksi heksan dan etil asetat ekstrak etanol daun alpukat. Fraksinasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan.

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air adalah kebutuhan utama pada makhluk hidup, terutama manusia.tidak ada makhluk hidup bisa hidup tanpa adanya air yang di konsumsi. Karena pada proses metabolisme,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fluorida adalah anion monovalen. 13. secara cepat saat lambung kosong dan fluorida sudah mencair. Adanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fluorida adalah anion monovalen. 13. secara cepat saat lambung kosong dan fluorida sudah mencair. Adanya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 FLUORIDA Fluorida adalah anion monovalen. 13 Fluorida terdapat pada banyak makanan terutama teh, minuman anggur, dan duri ikan. Fluorida yang dikonsumsi manusia akan diabsorbsi

Lebih terperinci

SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga

SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga SISTEM PENGELUARAN (EKSKRESI ) Rahmad Gurusinga Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya

Lebih terperinci

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:

Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: Syifa Ramadhani (2013730182) 4. Jelaskan mekanisme dan etiologi terjadinya bengkak? Mekanisme terjadinya bengkak Secara umum, efek berlawanan antara tekanan hidrostatik (gaya yg mendorong cairan keluar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kehamilan 1. Definisi Kehamilan adalah dimulainya konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu ) dihitung dari hari pertama sampai terakhir.

Lebih terperinci

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.

Author : Liza Novita, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Doctor s Files: (http://www.doctors-filez. Author : Liza Novita, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Doctor s Files: (http://www.doctors-filez.tk GLOMERULONEFRITIS AKUT DEFINISI Glomerulonefritis Akut (Glomerulonefritis

Lebih terperinci

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina ( ) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM HANDOUT klik di sini LARUTAN PENYANGGA (BUFFER) Disusun Oleh: Diah Tria Agustina (4301414032) JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 PENGERTIAN LARUTAN

Lebih terperinci

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ

Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Definisi fisiologi / ilmu faal Manusia sistem organ organ sel Sistem organ Membran sel Membran nukleus Retikulum endoplasma Aparatus golgi Mitokondria lisosom Kurnia Eka Wijayanti 60 % dari berat tubuh

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil. Jumlah Penurunan Glomerulus Rata-rata penurunan jumlah glomerulus ginjal pada mencit jantan (Mus musculus L.) setelah diberi perlakuan pajanan medan listrik tegangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ginjal sering disebut buah pinggang. Bentuknya seperti kacang dan letaknya disebelah belakang rongga perut, kanan dan kiri dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI )

SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) SISTEM PENGELUARN (EKSKRESI ) Ekskresi merupakan proses pengelaaran zat sisa metabolisme tubuh, seperti CO2, H2O, zat warna empedu dan asam urat. Beberapa istilah yang erat kaitannya dengan ekskresi :

Lebih terperinci

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi

Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Pengertian farmakokinetik Proses farmakokinetik Absorpsi (Bioavaibilitas) Distribusi Metabolisme (Biotransformasi) Ekskresi Farmakokinetik - 2 Mempelajari cara tubuh menangani obat Mempelajari perjalanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hiperurisemia merupakan keadaan meningkatnya kadar asam urat dalam darah di atas normal ( 7,0 mg/dl) (Hidayat 2009). Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh hormon pankreas atau tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh hormon pankreas atau tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diabetes Mellitus 1. Definisi Diabetes mellitus Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan kronik metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

Sumber air tubuh: 1. Makanan 2. Air minum 3. Air metabolit

Sumber air tubuh: 1. Makanan 2. Air minum 3. Air metabolit IK OlehM Dr.Ir.Morina Riauwaty, IN Biol, MP 13 Dipl. 1 Peranan air dalam tubuh MH Otak: tubuh yang terhidrasi baik akan membuat daya ingat lebih tajam, mood stabil R ULlebih baik dan motivasi Jantung:

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ginjal merupakan salah satu organ utama dalam tubuh manusia yang berfungsi dalam proses penyaringan dan pembersihan darah. Ginjal menjalankan fungsi vital sebagai pengatur

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Itik Cihateup Bangsa-bangsa itik lokal yang ada umumnya diberi nama berdasarkan tempat asalnya. Itik Cihateup berasal dari Desa Cihateup, Kecamatan Rajapolah, Kabupaten Tasikmalaya,

Lebih terperinci