BAB II LANDASAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORITIS Wiliam Wiersma (dalam Sugiyono, 2006: 58) menyatakan bahwa, teori adalah generalisasi atau kumpulan generalisasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara sistematik. Selanjutnya, Cooper and Schindler dalam Sugiyono (2006: 59) mengatakan, teori adalah seperangkat konsep, definisi dan proposisi yang tersusun secara sistematis sehingga dapat digunakan untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena. Kerangka teoritis merupakan landasan pemikiran yang membantu peneliti dalam menentukan tujuan penelitian, arah penelitian, pemilihan konsep dan perumusan hipotesa (Koentjaraningrat: 1993: 21). Dalam penelitian kualitatif, karena permasalahan yang dibawa peneliti masih bersifat sementara, maka teori yang digunakan dalam penyusunan proposal juga bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan. Teori dalam penelitian kualitatif akan membantu peneliti dalam memahami konteks sosial secara luas dan mendalam (Sugiono: 2006: 240). 2.1 Multikulturalisme Ada beberapa pandangan yang telah dikemukakan oleh beberapa penulis sebelumnya mengenai multikulturalisme, seperti Suparlan (2004:117) mengatakan bahwa multikulturalisme adalah sebuah ideologi tentang perbedaan dalam kesederajatan. Multikulturalisme sendiri mempunyai fondasi kebudayaan dalam masyarakat yang bersangkutan, yang terwujud sebagai sebuah mozaik dari kebudayaan-kebudayaan yang dipunyai oleh masyarakat multikultural. Sebagai sebuah ideologi yang menekankan perbedaan dalam kesederajatan, multikulturalisme juga didukung oleh ideologi demokrasi yang di dalamnya menganut persamaan dan kebersamaan. Multikulturalisme dikembangkan dari 11

2 konsep pluralisme budaya (cultural pluralism) dengan menekankan kesederajatan kebudayaan yang ada pada sebuah masyarakat. Oleh sebab itu, ulasan mengenai multikulturalisme mau tidak mau akan mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi tersebut, yaitu politik dan demokrasi, keadilan, penegakan hukum, kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budaya komunitas dan golongan minoritas, dan prinsip-prinsip etika moral. Karena dalam konteks sebuah masyarakat ternyata persoalan tersebut tidak akan lepas dari sebuah perbedaan. Scott Lash (2002) juga berpendapat bahwa multikulturalisme memiliki arti keberagaman budaya. Dia berpendapat bahwa ada tiga istilah yang kerap digunakan secara bergantian untuk menggambarkan masyarakat yang terdiri dari keberagaman tersebut baik keragaman ras, suku, budaya dan bahasa yang berbeda-beda yaitu pluralitas (plurality), keragaman (diversity), dan multikultural (multicultural). Ketiga ekspresi tersebut sesungguhnya tidak mempresentasikan hal yang sama, walaupun semuanya mengacu kepada adanya ketidaktunggalan. Konsep pluralitas mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu (many) keragaman menunjukan bahwa keberadaan yang lebih dari satu itu berbeda-beda, heterogen dan bahkan tidak dapat disamakan. Menurut Bikhu Parekh (2001), istilah multikulturalisme mengandung tiga komponen, yakni, pertama; konsep ini terkait dengan kebudayaan. Kedua, konsep ini merujuk kepada pluralitas kebudayaan. Dan ketiga, konsep ini mengandung cara tertentu untuk merespon pluralitas itu. Oleh sebab itu, multikulturalisme bukan doktrin politik pragmatik, melainkan sebagai cara pandang atau semacam ideologi dalam kehidupan manusia Etnis Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, sehingga bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang sangat kaya akan kebudayaan. Keragaman budaya, bahasa, suku, ras dan agama yang dimiliki oleh bangsa ini 12

3 bisa diamati dari wilayah Sabang sampai Merauke dan bisa diamati melalui produk-produk budaya yang dihasilkan oleh setiap suku bangsa di Indonesia. Masyarakat Indonesia juga bisa dikatakan sebagai masyarakat yang pluralistik yang berasal dari kata pluralisme (Soekanto, 1984 : 48). Sebenarnya istilah ini pada awalnya lebih digunakan untuk menggambarkan suatu sistem politik tertentu, yang diperlukan didalam negara yang kompleks untuk menerapkan demokrasi, sebab dalam sistem demokrasi selalu ditandai dengan pembagian kekuasaan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang efektif antara golongangolongan tertentu dalam masyarakat, dengan maksud mengadakan kompetisi yang sehat. Namun seiring berjalannya waktu, istilah tersebut dipergunakan dan diterapkan pada masyarakat masyarakat yang mencakup aneka ragam suku bangsa. Dan keaneka ragam suku bangsa inilah yang disebut sebagai Kelompok/ komunitas etnis (ethnic-group) yang masing-masing mempunyai kebudayaan khusus (sub-culture). Suku bangsa itu sendiri merupakan kesatuan-kesatuan manusia yang sangat terikat oleh kesadaran dan kesatuan sistem sosial dan kebudayaan (yang selalu didukung oleh bahasa dan pola komunikasi tertentu dalam komunitas komunitas etnis dan suku bangsa tersebut). J. Jones (dalam Liliweri 2007) mendefinisikan etnis atau sering disebut Kelompok/ Komunitas etnis adalah sebuah himpunan manusia (sub kelompok manusia) yang dipersatukan oleh suatu kesadaran atas kesamaan sebuah kultur atau subkultur tertentu, atau karena kesamaan ras, agama, asal usul bangsa, bahkan peran dan fungsi tertentu Kebudayaan Menurut bahasa Antropologi, kebudayaan merupakan seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Dengan demikian, hampir semua tindakan manusia adalah kebudayaan, karena jumlah tindakan yang dilakukannya dalam kehidupan bermasyarakat yang tidak dibiasakan dengan 13

4 belajar (yaitu tindakan naluri, refleks, atau tindakan-tindakan yang dilakukan akibat suatu proses yang panjang). Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti budi atau akal (Koentjaraningrat 2003: 73-74). Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal. Istilah culture, yang merupakan istilah bahasa asing yang sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata colere yang artinya adalah mengolah atau mengerjakan, yaitu dimaksudkan kepada keahlian mengolah dan mengerjakan tanah atau bertani. Kata colere yang kemudian berubah menjadi culture diartikan sebagai segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Seorang Antropolog yang bernama E.B. Taylor (1871), memberikan definisi mengenai kebudayaan yaitu kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Antropolog ini menyatakan bahwa kebudayaan mencakup semua yang didapatkan dan dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara atau pola berpikir, merasakan dan bertindak. Selanjutnya Soekanto menambahkan bahwa penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kebudayaan tertentu, akan sangat tertarik dengan objek dan subjek kebudayaan seperti rumahrumah, sandang, jembatan, alat-alat komunikasi maupun proses komunikasi itu sendiri (Soekanto, 1974 : 40). Taylor selanjutnya menjelaskan juga bahwa kebudayaan yang merupakan kompleks menyeluruh yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan serta kebiasaan yang dipunyai manusia sebagai warga negara dari suatu masyarakat, selalu mempengaruhi pola hidup dalam bermasyarakat (Soekanto, 1984 : 158). Pola hidup yang ditafsirkan oleh penulis adalah pola bagaimana masyarakat berkomunikasi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, terlebih 14

5 masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Definisi lain yang mendukung penjelasan sebelumnya adalah Kebudayaan merupakan pandangan hidup dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan simbol-sombol yang mereka terima tanpa sadar/tanpa dipikirkan, yang semuanya diwariskan melalui proses komunikasi dan peniruan dari satu generasi kepada generasi berikutnya (Liliweri, 2007 : 8). Berikut definisi Kebudayaan dari Larry A. Samovar dan Richard E. Porter (Samovar & Porter 2003 : 8): Culture as the deposit of knowledge, experience, beliefs, values, attitudes, meanings, social hierarchies, religion, notions of time, roles, spatial relationships, concepts of the universe, and material objects and possessions acquired by a group of people in the course of generations through individual and group striving (Kebudayaan dapat berarti simpanan akumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, pandangan terhadap alam semesta, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi). 2.2 Teori Konflik dan Manajemen Konflik Konflik Sebuah pepatah Cina mengatakan, Jika anda tidak pernah bertikai dengan orang lain, maka anda tidaklah akan mengenal satu sama lain. Jika dimaknai dengan benar, pepatah Cina tersebut tentunya tidaklah mengajarkan kita untuk bertikai, akan tetapi adakalanya juga dengan bertikai kita akan dapat mengenal karakter, budaya, kehebatan dan kemampuan orang lain. Perspektif konflik pertama kali dicetuskan oleh Karl Marx ( ). Dasar pemikirannya adalah pandangan yang menyatakan bahwa telah terjadi ekploitasi kelas besar-besaran sebagai penggerak utama dalam kekuatan-kekuatan sejarah. Ketika berbicara mengenai konflik, maka akan ada banyak definisi dan 15

6 pengertian mengenai konflik misalnya konflik bisa diartikan sebagai pertentangan, peperangan, perkelahian, kerusuhan, dan masih banyak lagi definisi mengenai konflik dengan berbagai macam sudut pandang. Merujuk pada definisi Park dan Burgess mengatakan bahwa secara sederhana konflik merupakan perjuangan untuk mendapatkan status. Status yang dimaksudkan disini adalah status sosial yang terdapat dalam klasifikasi masyarakat tertentu. Status ini tentu saja berkaitan dengan kedudukan dan prestise seseorang dalam masyarakat. Namun Mack dan Snyder menambahkan bahwa Ia tidak hanya memperjuangkan status tetapi juga memperoleh sumber daya yang langka dan mewujudkan perubahan sosial yang signifikan. Dengan demikian maka konflik digambarkan disini sebagai situasi dimana para aktor menggunakan perilaku konflik melawan pihak lain untuk mencapai tujuan yang bertentangan dan atau untuk menyatakan permusuhan mereka. Aktor disini tidak dibatasi pada individual saja, melainkan pada kelompok atau pun dalam penelitian ini adalah komunitas (Bartos, 2002 : 13). Ketika berbicara mengenai konflik, maka perlu diperhatikan hal-hal yang menyebabkan terjadinya konflik. Pada awal tulisan ini, sudah dijelaskan secara singkat bahwa persoalan ekonomi sering menjadi faktor pemicu terjadinya konflik. Widarto, (2003: 30-31) mengemukakan bahwa konflik adalah pertentangan dan terdapat empat faktor penyebab terjadinya konflik yaitu : 1. Perbedaan antar orang per orang. Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin menyebabkan bentrokan antar orang per orang. 2. Perbedaan kebudayaan. Perbedaan kepribadian dari orang per orang tergantung pula dari pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan kepribadian tersebut. Seorang secara sadar maupun tidak sadar, sedikit banyaknya akan terpengaruh oleh pola pemikiran dan pola pendirian dari kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula menyebabkan terjadinya pertentangan antar kelompok manusia. 16

7 3. Bentrokan antar kepentingan. Bentrokan kepentingan orang-orang maupun kelompok manusia merupakan sumber lain dari konflik atau pertentangan. Wujud dari kepentingan tersebut misalnya kepentingan dalam bidang ekonomi, politik, dan sebagainya. 4. Perubahan Sosial. Perubahan sosial yang cepat dalam masyarakat, untuk sementara waktu mengubah sistem nilai dalam masyarakat dan menyebabkan terjadinya berbagai golongan yang berbeda pendiriannya mengenai reorganisasi dari sistem nilai. Berdasarkan empat point diatas maka penulis akan memfokuskan penelitian ini pada persoalan perbedaan kebudayaan dimana hal ini selalu menjadi kajian yang utama terhadap proses komunikasi antar budaya. Para psikolog berpendapat bahwa konflik merupakan kondisi terjadinya ketidakcocokan antara nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri individu, maupun dalam hubungannya dengan orang lain (Killman & Thomas,1978, dalam Haryati 2001 : 9). Selanjutnya Scuyth (dalam Haryati 2001 : 9) melihat konflik dari sisi hukum, mengemukakan bahwa konflik adalah situasi (keadaan) dimana dua atau lebih pihak memperjuangkan tujuan-tujuan mereka masing-masing yang tidak dapat dipersatukan dan dimana tiap-tiap pihak mencoba meyakinkan pihak lain mengenai kebenaran tujuannya sendiri. Menurut Simmel, konflik berguna untuk membentuk dan mempertahankan identitas dan garis batas masyarakat dalam kelompok. Konflik dengan kelompok lain mendukung pembentukan dan penegasan identitas kelompok tersebut terhadap dunia sosial disekitarnya. Sedangkan menurut Webster 1996 (dalam Prurit, 2004) dikatakan bahwa istilah konflik conflict di dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelahian, perperangan atau perjuangan --- yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Akan tetapi nampaknya kata itu kemudian berkembang dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas berbagai kepentingan, ide, dan 17

8 lain-lain. Dengan kata lain, istilah tersebut sekarang juga menyentuh aspek psikologis dibalik konfrontasi fisik yang terjadi, istilah conflict menjadi begitu meluas sehingga beresiko kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal Teori Konflik Wirawan (2010), mengatakan bahwa konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia yang mempunyai karakteristik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama dan kepercayaan, aliran politik serta budaya dan tujuan hidupnya. Dan dalam sejarah umat manusia, perbedaan inilah yang selalu menimbulkan konflik. Dan konflik merupakan proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau lebih yang saling tergantung mengenai obyek konflik, menggunakan pola perilaku dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik. Sedangkan Fisher dkk (2001) mengatakan bahwa konflik adalah suatu kenyataan hidup yang tidak terhindarkan dan konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Menurut Fisher dkk, ada 6 (enam) teori yang dapat digunakan untuk memahami penyebab konflik, yang diantaranya: 1. Teori hubungan masyarakat, teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. 2. Teori negoisasi prinsip. Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. 3. Teori kebutuhan manusia. Teori ini berasumsi bahwa konflik yang berakar dapat disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi dan otonomi sering menjadi inti pembicaraan. 18

9 4. Teori Identitas. Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di massa lalu yang tidak terselesaikan. 5. Teori kesalah-pahaman antar budaya. Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidak-cocokan dalam cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. 6. Teori transormasi konflik. Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Dalam hal tersebut, Fisher juga berpendapat bahwa ada beberapa hal yang melatar belakangi sebuah konflik, diantaranya: 1. Kekuasaan. Kekuasaan adalah unsur penting dalam setiap masalah manusia: suatu konflik sering berpusat pada usaha untuk memperoleh kekuasaan yang lebih besar atau kekawatiran akan kehilangan kekuasaan. 2. Budaya. Budaya sangat menentukan cara seseorang dalam berfikir dan bertindak. Masyarakat menghormati budayanya sendiri, dan sering mempertahankan dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar. Konflik bisa terjadi karena ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. 3. Identitas. Identitas diperoleh dari rasa memiliki suatu budaya. Dalam konflik, apa yang dirasakan orang mengenai siapa diri mereka dapat berubah dan menjadi sumber kekuatan untuk melakukan peningkatan. Pada waktu yang sama, cara pandang orang lain terhadap satu individu lain atau kelompok dapat berubah menjadi sebuah cara pandang serangan. 19

10 4. Hak-hak. Merupakan dimensi konflik sosial dan politik yang vital. Pelanggaran hak dan perjuangan untuk menghapuskan pelanggaran ini, merupakan dasar dari berbagai konflik kekerasan. William Hendricks (1996) berpendapat bahwa konflik biasanya dilatarbelakangi oleh perbedaan-perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawa sertanya ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satupun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kolompok masyarakat yang lainnya. Dan konflik hanya akan hilang bersama dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Menurut Liliweri (2005), konflik yang terjadi antar etnis ada beberapa definisi yang diantaranya: 1. Suatu bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan individu atau kelompok yang berbeda etnis (suku, agama, ras, dan golongan) karena memiliki perbedaan sikap, kepercayaan, dan nilai-nilai kebutuhan. 2. Hubungan antar dua etnis atau lebih (individu/kelompok) yang memiliki/ merasa memiliki sasaran-sasaran tertentu namun diliputi pemikiran, perasaan, atau perbuatan yang tidak sejalan. 3. Bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan oleh individu/kelompok etnis baik intra etnis maupun antar etnis yang memiliki perbedaan sikap, norma, dan kepercayaan. 4. Pertikaian antar etnis yang disebabkan karena perbedaan kebutuhan nilai, motivasi pelaku atau yang terlibat di dalamnya. 5. Suatu bentuk perlawanan yang melibatkan dua etnis /lebih secara antagonis. Liliweri juga menambahkan bahwa ada empat unsur-unsur konflik yang diantaranya adalah sebagai berikut: 20

11 1. Ada dua etnis atau lebih yang terlibat. Ada interaksi antar personal maupun antar kelompok diantara mereka yang terlibat. 2. Ada tujuan yang dijadikan sasaran konflik antar etnis, tujuan itu yang menjadi sumber konflik. 3. Ada perbedaan pikiran, perasaan, tindakan antar etnis dalam kerangka konflik untuk mendapatkan atau mencapai tujuan atau sasaran. 4. Ada situasi konflik antara dua etnis atau lebih yang bertentangan, meliputi situasi antar pribadi, kelompok dan antar organisasi. Webster (dalam Pruit dan Rubin, 2009) mengatakan bahwa istilah conflict di dalam bahasa aslinya berarti perkelahian, peperangan, perjuangan, yang berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Sehingga, dari beberapa penjelasan mengenai konflik oleh beberapa penulis seperti yang telah dikatakan diatas, peneliti dalam hal ini dapat menyimpulkan bahwa konflik merupakan sebuah persoalan yang timbulnya disebabkan oleh karena pemahaman yang tidak sejalan, ego diri yang terlalu tinggi, watak adat isitadat yang keras dan latar belakang individu atau kelompok yang dalam kondisi tertentu melakukan persinggungan dan melukai, rasa dan perasaan sehingga menyebabkan masing-masing pihak tidak dapat menerima kondisi yang dialami dan memutuskan untuk menyelesaikan persoalan dengan watak, karakter, budaya dan cara yang mereka miliki masing-masing Manajemen Konflik Dalam hal persoalan konflik, sangat perlu sekali dilakukan manajemen, seperti yang dikatakan oleh Alice Pescuric (dalam Wirawan, 2010), mengelola konflik merupakan urutan ke-7 dari 10 prioritas kegiatan seorang manajer dalam sebuah kepemimpinananya. Dalam menjalankan kehidupan pasti akan menghadapi konflik, dan konflik tersebut dapat terjadi yang disebabkan oleh beragam hal, seperti konflik antar anggota organisasi, atau konflik dengan pihak luar. Sehingga sangat diperlukan sebuah manajemen konflik dalam berkehidupan. 21

12 Menurut P3PK UGM (1997) seperti yang dikutip oleh Ali Imron, untuk dapat memanajemen konflik diperlukan beberapa pendekatan seperti salah satunya adalah pendekatan multikultural, karena pendekatan multikultural lebih mengakui hak individu untuk tetap mengekspresikan identitas budayanya sesuai dengan latar belakang masing-masing, termasuk jender, dengan bebas. Selain itu, dalam pendekatan multikultral terdapat tiga perspektif dalam pengembangannya, yaitu: Pertama, Perspektif Cultural Assimilation, model yang menunjukan pada proses asimilasi warga masyarakat subnational kedalam suatu core culture atau core society. Kedua, Perspektif Cultural Pluralisme, perspektif yang menekankan pentingnya hak bagi semua kebudayaan dan masyarakat subnational untuk memelihara dan mempertahankan identitas kultural masing-masing dan Ketiga, Perspektif cultural Synthesis, dimana perspektif ini merupakan sintesis dari perspektif asimilationis dan pluralis, yang lebih menekanan pentingnya proses terjadinya sintesis di dalam diri warga masyarakat dan terjadinya perubahan dalam berbagai kebudayaan masyarakat subnational. Adapun maksud dari pendekatan multikultural dalam kajian tersebut adalah pendekatan yang menggunakan matra yang berbasis pada pluralitas budaya dalam kehidupan masyarakat yang memberikan kebebasan kepada berbagai budaya untuk hidup berdampingan dan saling menghargai satu dengan lainnya. Gagasan dan semangat pluralistik terasa mendasari dalam setiap analisis masalah dan dalam mencari resolusi konflik. Dengan pendekatan demikian diharapkan kultur etnik dan agama, bahkan golongan semuanya dapat berinteraksi secara wajar tanpa harus dipertentangkan, masing-masing memiliki eksistensinya. Penanganan terhadap konflik dengan pendekatan represif ataupun keamanan (security approach) tidaklah tepat, terlebih pada masa pascareformasi. Bahkan, pada masa-masa mendatang penanganan konflik social dengan menggunakan senjata sama sekali tidak populer. Karena, di samping sering membawa korban jiwa, juga sering tidak menyelesaikan permasalahan. Misalnya, fenomena yang 22

13 terjadi di Nangroe Aceh Darussalam beberapa tahun lalu, penyelesaian konflik dengan senjata ternyata justru banyak membawa bencana sosial seperti banyak kekerasan seksual dan/ atau pemerkosaan terhadap kaum perempuan oleh oknum militer yang bertugas berbulan-bulan bahkan bertahun- tahun di wilayah serambi Mekkah itu. Perjanjian perdamaianlah yang akhirnya menyelesaikan konflik di provinsi Indonesia paling barat itu. Oleh karena itu, diperlukan pendekatanpendekatan yang lebih berorientasi pada pemecahan masalah dengan memerhatikan issue yang melatari konflik (Ali Imron, 2006). Oleh karenanya penanganan terhadap konflik tidak dapat diselesaikan dengan menggunakan kekerasan, namun perlu dilakukan dengan mengedepankan pendekatan yang mengetahui latar belakang persolan atau terjadinya konflik tersebut. Lebih lanjut, pendekatan pemecahan masalah memperlakukan konflik sebagai masalah dan bukan sebagai tindak kerusuhan dan kekerasan yang harus dibasmi, terlebih memandangnya sebagai pemberontakan atau makar yang harus diberangus sampai ke akar-akarnya, tanpa melihat akar permasalahan yang sebenarnya. Pendekatan konflik semestinya lebih memfokuskan perhatian bukan hanya pada perilaku konflik melainkan juga rasa tidak puas, rasa diperlakukan tidak adil, dan seterusnya. Juga, pendekatan konflik memfokuskan pada kondisi dan situasi yang melatari konflik yang terjadi. Ringkasnya, pendekatan konflik harus dilakukan secara multidimensi atau dengan pendekatan holistik, di antaranya dengan perspektif multikultural (Ali Imron, 2002). Seperti dipaparkan di atas, bahwa pemahaman akan keberadaan konflik perlu dilakukan dengan penyelesaian secara holistik/menyeluruh dengan memandang dari berbagai aspek konflik tersebut. Hal itu merupakan salah satu jalan yang memungkinkan kita untuk toleran dan terbuka untuk memasuki dan dimasuki. Dalam beberapa pemaparan mengenai manajemen konflik diatas, dapat disimpulkan bahwa perlunya sebuah konflik dalam lingkungan multikulturalisme dikelola atau dimanajemeni dengan baik sehingga konflik-konflik yang terjadi 23

14 dapat diminimalisir. Sedangkan dalam pendekatan-pendakatan yang digunakan juga terdapat beberapa seperti dengan cara tindakan menghindar, kompromis, berkolaborasi yang tentunya tidak meninggalkan pendekatan kultural dimana setiap hak-hak yang dimiliki oleh masing-masing etnis dikelola dan diakui dengan baik. 2.3 Argumentasi Teoritis Dari kajian pustaka diatas pada intinya merupakan bekal peneliti sebagai frame berpikir peneliti dalam upaya untuk berdialog secara kritis dengan fakta empiris. Dengan konsep dasar yang digunakan seperti Multikulturisme, Konflik dan konsep manajemen konflik diharapakan akan menjadi frame berpikir dalam menganalisis penegelolaan konflik dalam pergaulan multikultur. Oleh karena dalam penelitian kualitatif, sifat dari realitas bersifat holistik maka akan lebih baik jika peneliti sebagai human instrument dalam penelitian kualitatif mempunyai bekal teori yang cukup banyak, akan tetapi tentunya peneliti harus bersifat perspektif emic dimana memperoleh data yang tidak hanya tersirat, tapi juga yang tidak tersirat. Dalam hal ini tidak semua teori akan digunakan untuk menganalisis masalah, teori mana yang akan digunakan, akan dipilih berdasarkan tujuan penelitian dan temuan fakta empiris di lapang. Argumentasi yang dibangun disini adalah disisi lain konsep yang ada akan membantu kita memahami realitas secara lebih baik, akan tetapi disisi lain akan mendistorsi pemahaman kita akan realitas.akan tetapi sesuai tujuan dari penelitian bahwa penelitian ini ditujukan untuk menganalisis pengelolaan konflik dalam hal ini konflik-konflik etnis yang ada dalam lingkungan UKSW. Dimana lebih ditekankan terhadap pendekatanpendekatan yang digunakan dalam penanganan (pengelolaan) konflik antar etnis, dalam hal ini mahasiswa UKSW. 24

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE MUTHMAINNAH 131211132004 FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA hmadib2011@gmail.com1 a. Judul Toleransi yang tak akan pernah pupus antar umat beragama di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34)

BAB I PENDAHULUAN. satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bahkan Indonesia adalah salah satu negara multikultural terbesar di dunia. Menurut (Mudzhar 2010:34) multikulturalitas bangsa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas

TINJAUAN PUSTAKA. A. Politik Identitas. Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas 14 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Politik Identitas Sebagai suatu konsep yang sangat mendasar, apa yang dinamakan identitas tentunya menjadi sesuatu yang sering kita dengar. Terlebih lagi, ini merupakan konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia sebagai suatu negara multikultural merupakan sebuah kenyataan yang tak terbantahkan. Penduduk Indonesia terdiri atas berbagai etnik yang menganut

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya MODUL PERKULIAHAN Masyarakat & Budaya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 5 Abstract Dalam pokok bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Identitas pertama kali diperkenalkan oleh Aristoteles dan dipakai oleh para Teolog abad pertengahan, para filsuf seperti Locke dan Hume, matematikawan, dan dikembangkan

Lebih terperinci

TEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA

TEKS DESKRIPSI BUDAYA INDONESIA Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum Indonesia merdeka pada tahun 1945. Kebudayaan nasional dalam pandangan

Lebih terperinci

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU

KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU BAB VI KONFLIK HORIZONTAL DAN FAKTOR PEMERSATU Konflik merupakan sebuah fenonema yang tidak dapat dihindari dalam sebuah kehidupan sosial. Konflik memiliki dua dimensi pertama adalah dimensi penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara yang masyarakatnya majemuk, Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, adat-istiadat, golongan, kelompok dan agama, dan strata sosial. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama,

BAB I PENDAHULUAN. budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya. Pada dasarnya keragaman budaya baik dari segi etnis, agama, keyakinan, ras, adat, nilai,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain karena mengangkat konsep multikulturalisme di dalam film anak. Sebuah konsep yang jarang dikaji dalam penelitian di media

Lebih terperinci

PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA Diah Uswatun Nurhayati Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, suku, ras, agama, kebudayaan ataupun peradaban. Pemicu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONFLIK A. Pengertian Konflik Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan seperti kerusuhan, kudeta terorisme, dan reformasi. Konflik mengandung

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN & MASYARAKAT

KEBUDAYAAN & MASYARAKAT KEBUDAYAAN & MASYARAKAT Pengantar Sosiologi FITRI DWI LESTARI MASYARAKAT Masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Tak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan dan sebaliknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia ini di isi oleh penduduk dengan bermacam-macam perbedaan. Perbedaan tersebut mencangkup agama, profesi, jenis kelamin, dan wilayah. Walaupun sebenarnya tak hanya

Lebih terperinci

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7

GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 GEOGRAFI BUDAYA Materi : 7 Agus sudarsono 1 VII. KEBUDAYAAN 2 A. BUDAYA DAN KEBUDAYAAN Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM

MENGATASI KONFLIK, NEGOSIASI, PENDEKATAN KEAMANAN BERPERSPEKTIF HAM SEMINAR DAN WORKSHOP Proses Penanganan Kasus Perkara dengan Perspektif dan Prinsip Nilai HAM untuk Tenaga Pelatih Akademi Kepolisian Semarang Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 7-9 Desember 2016 MAKALAH

Lebih terperinci

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya,

Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang. melahirkan satu sudut pandang dan pola pikir tersendiri pada masyarakatnya, BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku bangsa, di mana setiap suku bangsa yang satu berbeda dengan suku bangsa yang lain. Perbedaan suku bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut sebenarnya dapat menjadi modal yang kuat apabila diolah dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk terdiri dari berbagai suku, ras, adat istiadat, bahasa, budaya, agama, dan kepercayaan. Fenomena tersebut sebenarnya

Lebih terperinci

BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF

BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF BAHAN AJAR BUDAYA KERJA UNTUK KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF DIKLATPIM TINGKAT III A. PENGANTAR Tujuan Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III adalah mengembangkankompetensi kepemimpinan taktikal pada

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan berbagai macam etnis, suku, ras, budaya, bahasa, adat istiadat, agama. Bangsa kita memiliki berbagai etnis bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang begitu unik. Keunikan negara ini tercermin pada setiap dimensi kehidupan masyarakatnya. Negara kepulauan yang terbentang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena sosial budaya seperti pendidikan multikultural penting untuk dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Menurut Hamid Hasan, masyarakat dan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap individu yang ada dan diciptakan di muka bumi ini selalu memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara utuh, bahkan meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan Pada Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya Politik Nasional Berlandaskan Pekanbaru,

Lebih terperinci

Human Relations. Kebudayaan dan Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat

Human Relations. Kebudayaan dan Human Relations. Amin Shabana. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Hubungan Masyarakat Human Relations Modul ke: Kebudayaan dan Human Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Amin Shabana Program Studi Hubungan Masyarakat www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Istilah kebudayaan merupakan tejemahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan 338 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan gambaran umum lokasi penelitian, deskripsi dan pembahasan hasil penelitian, pada akhir penulisan ini akan dijabarkan beberapa kesimpulan dan diajukan beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerankan Yip Man ini adalah Donnie Yen. Tepatnya pada tanggal 18

BAB I PENDAHULUAN. memerankan Yip Man ini adalah Donnie Yen. Tepatnya pada tanggal 18 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada pertengahan tahun 2008 cerita mengenai Kungfu Wing Chun dibuat menjadi sebuah film yang berjudul Ip Man. Film ini menceritakan kisah seorang praktisi beladiri

Lebih terperinci

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan

BAB 5 Penutup. dalam ciri-ciri yang termanifes seperti warna kulit, identitas keagamaan BAB 5 Penutup 5.1 Kesimpulan Hidup bersama membutuhkan membutuhkan modus operandi agar setiap individu di dalamnya dapat berdampingan meskipun memiliki identitas dan kepentingan berbeda. Perbedaan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia berinteraksi dengan lingkungannya (Tirtarahardja &Sula, 2000: 105).

BAB I PENDAHULUAN. manusia berinteraksi dengan lingkungannya (Tirtarahardja &Sula, 2000: 105). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dilahirkan dengan sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi dan potensi yang harus dikembangkan. Dalam upaya memenuhi kebutuhannya itu maka manusia berinteraksi

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar 4.2 Sistem Sosial

BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar  4.2 Sistem Sosial BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar Kebudayaan merupakan proses dan hasil dari kehidupan masyarakat. Tidak ada mayarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan, hanya saja kebudayaan yang dimiliki masyarakat

Lebih terperinci

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA PASCA KONFLIK LAHAN ANTARA WARGA DENGAN TNI DI DESA SETROJENAR KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN RINGKASAN SKRIPSI

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA PASCA KONFLIK LAHAN ANTARA WARGA DENGAN TNI DI DESA SETROJENAR KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN RINGKASAN SKRIPSI PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA PASCA KONFLIK LAHAN ANTARA WARGA DENGAN TNI DI DESA SETROJENAR KECAMATAN BULUSPESANTREN KABUPATEN KEBUMEN RINGKASAN SKRIPSI Oleh : UMI NURROISAH NIM. 10413244010 JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya dilatarbelakangi oleh adanya suatu sejarah kebudayaan yang beragam. Keberagaman yang tercipta merupakan hasil dari adanya berbagai

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Ritual Ritual adalah tehnik (cara metode) membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A.

BAB II KAJIAN TEORI. dan Eksploitasi Wanita dalam Novel The Lost Arabian Women karya Qanta A. BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Kajian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Nikmawati yang berjudul Perlawanan Tokoh Terhadap Diskriminasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik.

I. PENDAHULUAN. tersebut terkadang menimbulkan konflik yang dapat merugikan masyarakat itu. berbeda atau bertentangan maka akan terjadi konflik. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam dan memiliki banyak suku yang berada diseluruh kepulauan Indonesia, mulai dari Aceh sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga sebagai alat mobilitas vertikal ke atas dalam golongan sosial. Konsep mengenai pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan oleh manusia lain sebagai pelaku komunikasi. berupa ekspresi, gerak tubuh, maupun simbol simbol tertentu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan hal yang tidak dapat dihindari oleh manusia. Tindakan, ucapan, bahkan ekspresi manusia dapat disebut dengan bentuk komunikasi baik antara

Lebih terperinci

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Pemahaman Multikulturalisme untuk Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia Bahan Pembicara Untuk Dialog Kebangsaan Pada Acara Dies Natalis Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial karena di dalam kehidupannya tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh manusia lain. Pada diri manusia juga terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia,

I. PENDAHULUAN. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang berdiri di atas empat pilar berbangsa dan bernegara, yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Repubik Indonesia, dan Bhinneka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang dicirikan oleh adanya keragaman budaya. Keragaman tersebut antara lain terlihat dari perbedaan bahasa, etnis dan agama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial budaya harus tetap berkepribadian Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. sistem sosial budaya harus tetap berkepribadian Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Republik Indonesia adalah negara yang berazazkan Pancasila dengan beragam kebudayaan yang ada. Dengan sistem sosial kebudayan Indonesia sebagai totalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ras, suku, agama dan yang lainnya. Keberagaman ini merupakan sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. ras, suku, agama dan yang lainnya. Keberagaman ini merupakan sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakannegara multikultural yang memiliki keberagaman ras, suku, agama dan yang lainnya. Keberagaman ini merupakan sesuatu yang dapat dikatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberagaman etnik yang ada di Indonesia dapat menjadi suatu kesatuan apabila ada interaksi sosial yang positif, diantara setiap etnik tersebut dengan syarat kesatuan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN

BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN BAB II URAIAN TEORITIS TENTANG KEPARIWISATAAN KEBUDAYAAN 2.1 Uraina Tentang Seni Kata seni berasal dari kata "SANI" yang kurang lebih artinya "Jiwa Yang Luhur/ Ketulusan jiwa". Menurut kajian ilmu di eropa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki struktur masyarakat majemuk dan multikultural terbesar di dunia. Keberagaman budaya tersebut memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada sekitar 1.340 suku bangsa di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P

KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P KEBUDAYAAN DAN MASYARAKAT Y E S I M A R I N C E, S. I P Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu buddhayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu budaya yang melekat pada diri seseorang karena telah diperkenalkan sejak lahir. Dengan kata lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan meningkatnya ketergantungan ekonomi, sensitivitas terhadap perbedaan budaya dan perubahan demografis, memberi implikasi pada semakin pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, oleh karena itu manusia disebut sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki naluri untuk hidup dengan orang lain,

Lebih terperinci

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa 1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan adalah adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari perspektif filsafat ilmu, paradigma Pendidikan Bahasa Indonesia berakar pada pendidikan nasional yang mengedepankan nilai-nilai persatuan bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tentunya dituntut untuk mampu berinteraksi dengan individu lain

Lebih terperinci

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL

TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL II. TEORI KONFLIK DAN INTEGRASI SOSIAL A. Konflik Istilah konflik secara etimologis berasal dari bahasa latin con yang berarti bersama dan fligere yang berarti benturan atau tabrakan. Jadi, konflik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal atau budi dan dapat diartikan sebagai hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya

BAB I PENDAHULUAN. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semboyan Bhinneka Tunggal Ika secara de facto mencerminkan multi budaya bangsa dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wilayah negara yang terbentang luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu Negara multikultural terbesar di dunia, Indonesia memiliki sosiokultural yang beragam dan geografis yang luas. Berikut adalah data Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. dalam dirinya, ketegangan-ketegangan, konflik-konflik, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Pengertian Penyesuaian diri ialah suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku, individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhankebutuhan

Lebih terperinci

Menurut E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat

Menurut E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat SITI IRENE ASTUTI D SITI IRENE ASTUTI D Menurut E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kerukunan umat beragama merupakan dambaan setiap umat, manusia. Sebagian besar umat beragama di dunia, ingin hidup rukun, damai dan tenteram dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang dialami para siswa di sekolah sering kali tidak dapat dihindari, meski dengan pengajaran yang baik sekalipun. Hal ini terlebih lagi disebabkan

Lebih terperinci

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat)

Teori Sosial. (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Teori Sosial (Apa Kontribusinya Terhadap Pemahaman Olahraga di Masyarakat) Apa itu Teori dalam Sosiologi? Pada saat kita menanyakan mengapa dunia sosial kita seperti ini dan kemudian membayangkan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dilahirkan dalam suatu pangkuan budaya yang pada awalnya merupakan unsur pembentukan kepribadiannya. Umumnya manusia sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penulisan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai fakta sosial, manusia sebagai makhluk kultural (Ratna, 2005:14). Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia tidak mampu

BAB I PENDAHULUAN. sosial sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia tidak mampu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia diciptakan sebagai makhluk multidimensional, memiliki akal pikiran dan kemampuan berinteraksi secara personal maupun sosial. Karena itu manusia disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia ditakdirkan menghuni kepulauan Nusantara ini serta terdiri dari berbagai suku dan keturunan, dengan bahasa dan adat istiadat yang beraneka ragam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut merupakan daerah dataran rendah pesisir pantai. Sebagian besar warga masyarakat Desa Setrojenar

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang 209 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Kelima butir sila yang memuat nilai luhur bangsa diringkas Soekarno ke dalam nilai gotong-royong. Fakta bahwa masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kini merupakan Provinsi Aceh. Mereka biasa menyebut dirinya Ureueng

BAB I PENDAHULUAN. yang kini merupakan Provinsi Aceh. Mereka biasa menyebut dirinya Ureueng BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh adalah satu provinsi yang terletak dijung Barat Pulau Sumatera. Kelompok masyarakat Aceh adalah salah satu kelompok asal di daerah Aceh yang kini merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam

BAB V KESIMPULAN Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum kurikulum Konstruksi tersebut melakukan the making process dalam BAB V KESIMPULAN 5.1. Identitas Nasional dalam Imajinasi Kurikulum 2013 Konstruksi Identitas Nasional Indonesia tidaklah berlangsung secara alamiah. Ia berlangsung dengan konstruksi besar, dalam hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kenakalan remaja dalam studi masalah sosial dapat dikategorikan ke dalam perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Mendengar kata kekerasan, saat ini telah menjadi sesuatu hal yang diresahkan oleh siapapun. Menurut Black (1951) kekerasan adalah pemakaian kekuatan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang heterogen atau majemuk, terdiri dari berbagai etnik dan berada dalam keberagaman budaya. Belajar dari sejarah bahwa kemajemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk budaya mengandung pengertian bahwa kebudayaan merupakan ukuran dalam hidup dan tingkah laku manusia. Kebudayaan tercakup hal-hal bagaimana tanggapan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH

PELATIHAN PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH PELATIHAN PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH Oleh: Drs. Widarto, M.Pd. FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA DISAMPAIKAN PADA PELATIHAN PENGEMBANGAN KULTUR SEKOLAH DI LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga pendidikan sebagai wahana yang digunakan untuk mencerdaskan dan memberikan perubahan kehidupan bagi siswa yang bersifat progresif,

Lebih terperinci

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA

MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN. by. EVY SOPHIA MANUSIA, KERAGAMAN DAN KESETARAAN by. EVY SOPHIA A. Hakikat Keragaman dan Kesetaraan Manusia. B. Kemajemukkan Dalam Dinamika Sosial Budaya. C. Keragaman & Kesetaraan sebagai kekayaan sosial budaya. D.

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN

1. BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena gegar budaya atau biasa dikenal dengan culture shock sering kali dialami oleh individu ketika mereka memasuki budaya baru. Ketika memasuki budaya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini.

BAB V PENUTUP. Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan dikemukakan tentang dua hal yang merupakan Simpulan dan Saran. Keduanya merupakan bagian penutup dari tesis ini. A. Simpulan 1. Denda adat di Moa merupakan tindakan adat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005:

BAB II KAJIAN TEORI. dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005: BAB II KAJIAN TEORI A. Tinjauan Mengenai Multikulturalisme Istilah multikulturalisme berasal dari asal kata kultur. Adapun definisi dari kultur menurut Elizabeth Taylor dan L.H. Morgan (Ainul Yaqin, 2005:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA Nama : AGUNG NOLIANDHI PUTRA NIM : 11.11.5170 Kelompok : E Jurusan : 11 S1 TI 08 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2011 ABSTRAK Konflik adalah sesuatu yang hampir

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. keseluruhan penulisan skripsi ini yang mengangkat bahasan tentang Pendidikan

BAB V PENUTUP. keseluruhan penulisan skripsi ini yang mengangkat bahasan tentang Pendidikan 116 BAB V PENUTUP Dalam bab terakhir ini, penulis akan menarik kesimpulan dari keseluruhan penulisan skripsi ini yang mengangkat bahasan tentang Pendidikan Pluralism Perspektif Dr. Yusuf Qardhawi; Telaah

Lebih terperinci

KEBUDAYAAN. 1. Pengertian

KEBUDAYAAN. 1. Pengertian SISTEM BUDAYA Setiap manusia memiliki unsur dalam dirinya yang disebut Perilaku, yaitu : suatu totalitas dari gerak motoris, persepsi, dan fungsi kognitif. Salah satu unsur perilaku adalah gerak sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap individu memiliki kepribadian atau sifat polos dan ada yang berbelit-belit, ada yang halus dan juga ada yang kasar, ada yang berterus terang dan ada juga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah merupakan salah satu negara multikultural terbesar di dunia, kebenaran dari pernyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio kultural maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa

Lebih terperinci