BAB I PENDAHULUAN. penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang tidak merata. Berbagai masalah yang merupakan akibat dari persebaran penduduk yang tidak merata kerap kali muncul dan mendesak pemerintah untuk dapat sesegera mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. Pertumbuhan penduduk yang sangat besar dengan persebaran tidak merata disertai rendahnya kualitas penduduk juga menjadi sumber permasalahan yang berkaitan dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan munculnya permasalahan baru di bidang kependudukan yang antara lain adalah : pendidikan, kemiskinan, kesehatan, pengangguran. Keselarasan jumlah penduduk yang besar akan menuntut adanya keselarasan terhadap segi kualitas sumber daya manusia yang baik pula. Akan timbul permasalahan-permasalahan menyangkut penduduk di sebuah negara apabila terjadi ketimpangan yang nyata antara jumlah penduduk yang besar dengan dukungan sumber daya manusia yang relatif rendah (Hughes, 1994). Kedua aspek itulah yang perlu dijaga keseimbangannya agar permasalahan-permasalahan tidak mudah mencuat dan mengganggu stabilitas pembangunan di suatu negara. Ketepatan dan ketersediaan data-data tentang 1

2 penduduk yang lengkap dalam pembangunan di negara kita merupakan aspek yang memegang peran yang sangatlah penting. Ini menuntut kerja keras para penyelenggara negara mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat yang paling bawah di dalam mengumpulkan dan menjamin keterkaitan dengan pembangunan kependudukan, pembangunan administrasi kependudukan sebagai sebuah sistem merupakan bagian yang tak terpisahkan dari administrasi pemerintahan dan administrasi negara dalam memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan terhadap hak-hak individu penduduk. Perlindungan tersebut berupa pelayanan publik melalui penerbitan dokumen kependudukan seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), akta-akta catatan sipil dan dokumen kependudukan lainnya. Kebijakan pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat diawali dengan mengatur kebijakan tentang kependudukan sehingga dapat dicapai tertib administrasi kependudukan. Tertib administrasi kependudukan dapat terjadi apabila pemerintah dan masyarakat menyadari dan masing-masing melakukan tindakan. Pemerintah dalam menjalankan tertib administrasi kependudukan tersebut sesuai dan diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pada hakekatnya pemerintah daerah, pemerintah kota ataupun pemerintah kabupaten diberi kewenangan untuk mengurus dan memajukan daerahnya. Hal ini dimaksudkan untuk mempercepat terwujudnya 2

3 kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Dalam penelitian ini Pemerintah Kota Yogyakarta khususnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebagai objek penelitian, dikarenakan pelayanan administrasi kependudukan sebagai hal yang strategis dan menjadi primadona pelayanan publik dibanding dengan pelayanan yang lainnya. Hal ini tidak lepas dari kemajekmukan masyarakat yang tinggal di Kota Yogyakarta, salah satunya Kota Yogyakarta sebagai kota tujuan pendidikan dan perekonomian dari berbagai penjuru daerah di Indonesia yang tidak sedikit kemudian dalam perjalanannya membutuhkan legalitas kependudukan dari Pemerintah Kota Yogyakarta. Terkait dengan administrasi kependudukan, Pemerintah Kota Yogyakarta menindaklanjutinya dengan mengeluarkan kebijakan administrasi kependudukan yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007, Peraturan Walikota Nomor 86 Tahun 2007, Peraturan Walikota Nomor 25 Tahun 2008 serta Peraturan Walikota Nomor 10 Tahun Semua kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta tersebut pada intinya mengatur hal-hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan administrasi kependudukan. Dalam melaksanakan tugas administrasi kependudukan tersebut, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan pelaksana pemerintah daerah dalam bidang kependudukan dan pencatatan sipil. 3

4 Dalam pelaksanaan tertib administrasi kependudukan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, tidak dapat berusaha sendiri namun sangat memerlukan adanya peran serta dari masyarakat dan lembaga sosial kemasyarakat yang lain. Sinergi antara Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (sebagai pelaksana kebijakan) dengan masyarakat dan lembaga sosial kemasyarakatan akan berdampak positif bagi penyelenggaraan kebijakan tersebut. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak ditemui beberapa permasalahan yang muncul, baik pada pelaksana maupun pada masyarakat. Sebagai contoh dari sisi pemerintah; adanya penerbitan dokumen kependudukan ganda, ditemuinya data kependudukan yang tidak sama, ditemuinya perbedaan jumlah pendudukan yang dikeluarkan antar instansi pemerintah, masih adanya keterbatasan sumber daya manusia secara kualitas di pemerintah dan beberapa sarana dan prasana yang kurang memadai. Sedangkan dari sisi masyarakat; tingkat kesadaran akan arti pentingnya dokumen kependudukan masih rendah. Atas dasar permasalahan yang muncul maka Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mengambil beberapa langkah kebijakan yang diharapkan dapat memperlancar penyelenggaraan administrasi kependudukan. Kebijakan terkait penyelenggaraan administrasi kependudukan diarahkan pada pemenuhan hak asasi dan kewajiban setiap orang di bidang pelayanan administrasi kependudukan, pemenuhan data statistik kependudukan secara nasional, regional, dan lokal serta dukungan terhadap pembangunan sistem administrasi kependudukan guna meningkatkan pemberian pelayanan tanpa diskriminasi. 4

5 Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengambil judul Implementasi Administrasi Kependudukan di Kota Yogyakarta. I.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah disampaikan di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana implementasi administrasi kependudukan yang diterapkan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta kepada masyarakat? I.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah melakukan analisis terhadap implementasi penyelenggaraan administrasi kependudukan di Kota Yogyakarta. I.4 Kerangka Teori Implementasi administrasi kependudukan dalam penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu implementasi sebuah kebijakan publik. Pemahaman mengenai kebijakan publik menjadi pijakan untuk menganalisis permasalahan yang ada dan dilanjutkan dengan penjabaran mengenai implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini, teori Grindle digunakan untuk menganalisis isi dan konteks kebijakan, selain itu juga digunakan untuk mendiskripsikan sistem kebijakan topdown dan bottom-up. 5

6 I.4.1 Kebijakan Publik Public policy is whatever governments choose to do or not to do (kebijakan publik merupakan pilihan pemerintah tentang apa yang dilakukan maupun yang tidak dilakukan (Dye, 1978). Pengertian kebijakan publik tersebut mengarah pada tindakan pemerintah dalam berbagai sektor, semisal politik, ekonomi, sosial yang bersifat dinamis, dimana pemerintah menjadi satu-satunya otoritas dalam pengambilan kebijakan publik. Sedangkan kebijakan publik menurut Dimock dalam Soenarko (2000) adalah suatu perpaduan pendapat dan keinginan berbagai golongan dalam masyarakat. Adapun kebijakan publik menurut Anderson dalam Soenarko (2000) merupakan suatu arah tindakan yang memiliki tujuan yang dilaksanakan oleh pelaku dalam rangka untuk mengatasi suatu masalah. Terdapat tiga hal utama dalam kebijakan publik menurut (Wibawa, 1994), yakni tujuan yang luas, sasaran yang spesifik dan cara untuk mencapai sasaran tersebut. Dua hal utama, tujuan yang luas dan sasaran yang spesifik, kemudian diterjemahkan dalam program aksi dan proyek. Hal ketiga yakni cara untuk mencapai sasaran merupakan komponen yang berfungsi untuk mewujudkan tujuan dan sasaran, yang kemudian disebut sebagai implementasi. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik harus memenuhi dua hal utama, yakni, pertama dibuat oleh institusi yang memiliki otoritas (pemerintah) dan kedua adalah kebijakan tersebut diarahkan kepada masyarakat yang memberi otoritas kepada pengambil kebijakan. Suatu keputusan menjadi kebijakan publik jika mengandung unsur kepentingan masyarakat. 6

7 Menurut Herbert A. Simon dalam Soenarko (2000) suatu keputusan yang menjadi kebijakan publik tidak hanya berisikan hal-hal faktual (factual proposition), namun juga berisi nilai-nilai luhur bagi kehidupan masyarakat (ethical proposition). Menurut Portiley (1986), kebijakan publik mengkhususkan kajian pada hasil tindakan pemerintah. Kebijakan publik harus dilihat sebagai suatu proses dan hasil (output) yang kemudian menghasilkan keluaran (outputs) dan dampak (outcomes) yang kemudian dapat digunakan sebagai feedback untukperbaikaninput. Policy conversion process Public policy input Public policy "outputs" Public policy "feedbacks" Public policy "outcomes" Proses kebijakan menurut Portiley (1986) I.4.2 Implementasi Kebijakan Publik Jika suatu kebijakan sudah dibuat, dilaksanakan dan ditegakkan pelaksanaannya, maka kebijakan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai suatu kebijakan publik (Dye, 1978). Kebijakan sebagai suatu proses berarti pembuatan kebijakan tidak selesai setelah kebijakan tersebut ditentukan ataupun disetujui. 7

8 Namun, hal ini berarti ada sebuah tindakan pasca kebijakan agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Tindakan inilah yang disebut sebagai suatu implementasi kebijakan. Mudahnya, suatu implementasi kebijakan merupakan tindakan pemerintah dalam mengelola sumberdaya untuk mencapai tujuan kebijakan. Menurut Parsons (2003), implementasi merupakan pelaksanaan pembuatan kebijakan yang terkadang malah memberikan jarak antara kebijakan itu sendiri dan administrasi, walaupun proses implementasi itu sebenarnya merupakan permasalahan administrasi. Permasalahan implementasi kebijakan dapat terjadi sebagai dampak dari sebuah mata rantai yang hilang setelah proses evaluasi kebijakan dilakukan. Suatu kebijakan publik yang memenuhi semua komponen kelayakan kebijakan tidak selalu mencapai tujuan yang diinginkan karena adanya penyimpangan maupun reduksi hasil dari sasaran yang ditargetkan. Dalam hal inilah kajian mengenai implementasi menjadi penting. Hal tersebut sesuai apa yang dikemukakan oleh Koening (1986), bahwa terdapat keluhankeluhan terhadap pemerintah atas implementasi kebijakan yang tidak/kurang sempurna. Terdapat faktor eksternal maupun internal pemerintah yang dapat mempengaruhi proses dan implementasi kebijakan. Studi mengenai implementasi menekankan bahwa proses implementasi harus dibedakan dari proses pembuatan kebijakan, karena dua hal tersebut memiliki fokus perhatian dan proses yang berbeda Hill (1997). Kebijakan seringkali dianggap sebagai bagian tersendiri, merupakan suatu kesatuan yang tegas, sedangkan implementasi merupakan kajian yang terpisah. Berkaca dari hal tersebut, permasalahan implementasi dapat 8

9 mencakup identifikasi dari pandangan aktor-aktor terkait mengenai apa yang seharusnya terjadi baik secara kasat mata (eksplisit) maupun tidak kasat mata (implisit). I Implementasi Kebijakan Publikdalam Ranah Sistem Top-Down Permasalahan implementasi merupakan suatu proses interaksi antara penentuan suatu tujuan dan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut Pressman dan Wildavsky (1984). Hal ini dimaksudkan agar hubungan mata rantai sebab akibat yang mempengaruhi jalan atau tidaknya suatu kebijakan bisa tercapai. Menurut Pressman dan Wildavsky (1984) bahwa implementasi tidak akan efekfif apabila hubungan antar semua aktor kebijakan malah menghasilkan defisit implementasi. Oleh karena itu, untuk mengurangi permasalahan implementasi maka beberapa hal harus dilakukan, diantaranya: tujuan harus dijelaskan secara rinci dan dipahami dengan baik, sumberdaya harus tersedia, komunikasi efektif antar sistem untuk dapat mengontrol individu dan organisasi yang terlibat. Pressman dan Wildavsky (1984) juga menegaskan perlunya sistem kontrol yang baik, komunikasi top-down yang tepat dan sumberdaya yang efektif. Selain itu, Parson (2003) menggarisbawahi bahwa suatu keputusan/kebijakan yang diambil pengambil keputusan haruslah suatu kebijakan yang dipandang bisa dilakukan. Jika sistem dalam kebijakan publik tidak dapat memenuhi tujuan, maka pembatasan janji (suatu kebijakan) ada pada tingkat yang bisa dipenuhi dalam proses implementasi. 9

10 Sabartier dan Mazmanian dalam Wibawa (1994) menegaskan bahwa implementasi suatu kebijakan akan mudah jika birokrasi pelaksanaan patuh terhadap peraturan. Hal ini penting untuk menjamin efektivitas proses implementasi dalam suatu kerangka sistem top-down. Hal ini juga diungkapkan oleh Hill (1997) bahwa kebijakan diletakkan secara top-down untuk menjaga kemurnian kebijakan (meminimalisir ambiguitas), mengatur struktur implementasi (agar mata rantai kebijakan tidak terlalu panjang), menghindari interfensi luar dan mengendalikan aktor yang bekerja untuk implementasi kebijakan. I Implementasi Kebijakan Publik dalam Ranah Sistem Bottom-up Ketidakadaan penjelasan mengenai peran aktor dan unsur lain dalam proses implementasi dalam ranah sistem top-down memunculkan kritik yang diwujudkan dalam suatu model baru yang disebut bottom-up. Teori bottom-up ini menitikberatkan pada hubungan antara pembuat kebijakan dan pelaksana kebijakan. Ide bottom-up ini kemudian diistilahkan sebagai pemetaan mundur (backward mapping), maksudnya adalah analisis ini dimulai pada fase ketika kebijakan sudah mencapai titik terakhir, pola perilaku dan konflik yang ada diteliti untuk kemudian merumuskan kebijakan baru dengan dasar kebijakan lama. Model ini sering dianggap sebagai proses negosiasi dan pembuatan konsensus. Model bottom-up ini menekankan pada fakta bahwa implementasi di lapangan memberi keleluasaan dalam penerapan kebijakan. Di lapangan, suatu kebijakan pemerintah dapat diimplementasikan secara berbeda 10

11 dengan yang dikehendaki oleh pembuat kebijakan. Model bottom-up relatif lebih bebas dari asumsi yang telah ditentukan sebelumnya dibandingkan dengan model top-down. Barret dan Hill dalam Hill (1997) mengungkapkan bahwa untuk dapat mengerti hubungan antara kebijakan dengan tindakan, maka kita harus meninggalkan pola perspektif tunggal yang mencerminkan suatu bentuk administrasi normatif dan mencoba untuk menemukan konsep yang mencerminkan bukti empiris di lapangan. Bukti empiris akan memperjelas interaksi antara aktor (individu dan kelompok) yang sangat kompleks dan dinamis. Hal ini akan memperjelas bagaimana posisi penentu aksi dan siapa yang akan diuntungkan jika perubahan tercapai. Model ini menginginkan adanya aktor-aktor lain pembuat kebijakan untuk ikut dalam proses implementasi kebijakan dengan memperhitungkan bahwa suatu kebijakan adalah fenomena yang sangat kompleks sehingga kebijakan dapat memberi efek yang diharapkan oleh obyek kebijakan. Namun demikian, entah apapun pendekatan yang dipilih, mereka yang ada di garda depan pelaksanaan kebijakan memiliki level keleluasaan dengan tingkat yang berbeda dalam hal pemilihan aturan yang akan digunakan dalam penerapan kebijakan (Parsons, 2003). I Implementasi Kebijakan dalam Kerangka Grindle Teori mengenai implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Grindle (1980) dianggap sebagai jalan keluar dari dua perdebatan topdown dan bottom-up. Grindle (1980) memberikan pemahaman bahwa pendekatan top-down dan bottom-up sama-sama penting karena peran dari 11

12 masing-masing level implementasi kebijakan sama-sama penting walaupun berbeda satu sama lain. Grindle (1980) menjelaskan peran para pihak dengan melihat pada isi dan konteks kebijakan. Pada isi dan konteks kebijakan, setiap aktor mempunyai ruang untuk memainkan peran mereka masing-masing sesuai dengan porsi yang dipunyai dan berupaya untuk dapat mencapai tujuannya sendiri, entah itu merupakan bagian dari tujuan bersama maupun tidak. Kajian mengenai isi kebijakan mencerminkan sebuah kondisi top-down, dimana para pembuat kebijakan dapat merumuskan apa yang menjadi keinginan dan kehendaknya untuk diterapkan di masyarakat. Sedangkan dalam kajian mengenai konteks kebijakan mencerminkan kondisi bottom-up dimana peran dari street level bureaucracy dan para pelaksana kebijakan lainnya menjadi sangat penting untuk menjamin kesuksesan implementasi kebijakan. Terdapat dua faktor yang menentukan implementasi kebijakan publik yakni isi kebijakan dan konteks kebijakan menurut Grindle (1980): 1. Isi kebijakan, yang meliputi: a. Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi oleh kebijakan, Kebijakan yang menyangkut kepentingan orang banyak akan cenderung lebih sulit untuk diimplemtasikan daripada kebijakan yang menyangkut kepentingan orang dalam skala kecil. Hal tersebut wajar mengingat bahwa kebijakan merupakan suatu proses politik yang sarat akan kepentingan. 12

13 b. Jenis manfaat yang didapatkan dari implementasi kebijakan, Kebijakan yang akan memberi manfaat lebih besar tentunya mendapat dukungan berbagai pihak sehingga implementasinya lebih mudah. Manfaat kebijakan terkait dengan tingkat perubahan yang dikehendaki dengan adanya kebijakan yang dimaksud. c. Tingkat perubahan yang diinginkan, Tingkat perubahan dapat disesuaikan dengan dimensi waktu. Untuk jangka waktu byang lama, tingkat perubahan dapat dilaksanakan secara perlahan sehingga proses implementasi juga lebih mudah. Hal ini tentu saja berbeda apabila suatu kebijakan yang menghendaki adanya perubahan mendasar dalam perilaku kehidupan masyarakat yang menjadi objek kebijakan. Dalam hal ini, implementasi kebijakan akan lebih sulit dilakukan. d. Tempat pembuatan kebijakan, Tempat pembuat kebijakan mengandung pengertian kedudukan pembuat kebijakan. e. Aktor implementasi kebijakan, Aktor implementasi kebijakan meliputi pembuat dan penerima kebijakan (sasaran kebijakan). 13

14 f. Sumberdaya yang tersedia. Sumber daya yang dialokasikan dalam kebijakan juga akan mempengaruhi implementasinya. Jumlah sumber daya yang besar akan mempermudah implementasi kebijakan. 2. Konteks kebijakan meliputi: a. Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat b. Karakteristik lembaga dan penguasa c. Kepatuhan dan daya tanggap 14

15 Model Implementasi Kebijakan menurut Grindle dalam Wibawa (1994) I Implementasi Kebijakan Administrasi Kependudukan Kebijakan administrasi kependudukan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta diatur oleh Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007, Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007, Peraturan Walikota Nomor 86 Tahun 2007, Peraturan Walikota Nomor 25 Tahun 2008, Peraturan Walikota Nomor 9 Tahun 2009, Peraturan Walikota Nomor 49 Tahun 2013 tentang perubahan atas lampiran Peraturan Walikota Nomor 90 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan. 15

16 Permasalahan yang muncul tentang administrasi kependudukan yang ada di masyarakat yang sebelumnya penyelenggaraan administrasi kependudukan ditangani dan dilaksanakan oleh kecamatan maka untuk selanjutnya penyelenggaraan administrasi kependudukan menjadi kewenangan penuh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Permasalahan yang sering muncul tentang penyelenggaraan administrasi kependudukan pada tingkat kecamatan kadang muncul multi tafsir tetapi dengan kewenangan yang ada pada otoritas yang lebih tinggi yaitu pada dinas maka akan lebih efektif dan legal. Beberapa permasalahan yang muncul akan kebijakan akan berada di luar kecamatan sehingga apabila terjadi perlawanan akan kebijakan kecamatan akan mengalami keterbatasan untuk mengakomodir permasalahan tersebut. Missal terjadi keterlambatan pelayanan penerbitan dokumen kependudukan karena masalah jaringa internet, tentunya akan berdampak langsung terhadap waktu yang dibutuhkan untuk penebitan dokumen kependudukan. Pihak kecamatan akan sangat terbatas dalam menanganinya. Maka dibutuhkan kewenangan dan kemampuan yang lebih tinggi untuk pengambilan keputusan dalam kebijakan tersebut. Berbicara tentang kebijakan penyelenggaraan administrasi kependudukan yang tertuang dalam peraturan daerah dan peraturan walikota dapat dilihat dan mengindikasikan arah kebijakan yang bersumber dari eksekutif saja. Padahal ada peluang dari pihak institusi dan kelembagaan lain untuk turut andil dalam kebijakan melalui peraturan daerah yang merupakan wujud 16

17 representasi masyarakat. Hal ini sedikit banyak menurut Grindle akan berpengaruh pada kesuksesan dalam implementasi kebijakan. Karena nantinya pada hal konteks implementasi kebijakan akan mengalami benturan dari pihak diluar instansi atau birokrasi seperti elit partai politik dan elit ekonomi. Hal ini menjadi penting karena isi kebijakan akan mendapatkan sorotan dan kritik ketika berhadapan dengan kenyataan yang ditemui, dan sangat potensial berimplikasi terhadap kehidupan politik, sosial, pendidikan, dan perekonomian. Maka sangatlah penting untuk mempertimbangkan konteks kebijakan dan hal-hal apa saja yang terjadi sepanjang proses implementasinya pada permasalahan yang muncul di 14 kecamatan yang ada di Kota Yogyakarta. Penyelenggaraan administrasi kependudukan, isi kebijakan mencakup kepentingan-kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan adalah dari sisi masyarakat. Dalam pelaksanaannya diperlukan daya dukung, karena kebijakan ini menyangkut kepentingan orang banyak dan tidak bias terlepas dari kehidupan sehari-hari karena menyangkut dokumen dan identitas dari masing-masing penduduk. Manfaat dari penerapan kebijakan ini dapat diperoleh dengan adanya ketegasan dalam mengurus dokumen kependudukan. Hal ini untuk mendukung tertib administrasi kependudukan. Kebijakan ini dibuat di Kota Yogyakarta, yang merupakan gambaran Indonesia mini. Melalui Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil yang dalam pelaksanaannya diatur sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi serta rincian tugasnya. 17

18 Pada tingkatan konteks, Pemerintah Kota Yogyakarta memiliki kewenangan dan otoritas penuh untuk mengeluarkan dan melaksanakan kebijakan yang dianggap perlu dalam penyelenggaraan administrasi kependudukan. Kepentingan pemerintah adalah untuk menciptakan kondisi masyarakat Kota Yogyakarta yang sadar akan arti pentingnya tertib administrasi kependudukan yang berdampak member manfaat kesejahteraan karena administrasi kependudukan dapat dijadikan tolok ukur atau sebagai dasar penentuan kebijakan pemerintah dalam sektor lain. I.5 Definisi Konsep I.5.1 Kebijakan Publik Kebijakan publik adalah kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang mempunyai wewenang atas sebuah permasalahan tertentu atau atas wilayah tertentu yang mempunyai implikasi kepada masyarakat. I.5.2 Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebijakan publik adalah cara pelaksanaan kebijakan public yang dilakukan oleh lembaga yang diberi otoritas oleh pemerintah dalam upaya untuk mencapai tujuan kebijakan dan menghasilkan efek yang diharapkan. I.5.3 Administrasi Kependudukan Administrasi kependudukan adalah penyelenggaraan rangkaian kegiatan penataan dan penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, pengelolaan informasi administrasi kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor 18

19 lain yang dilaksanakan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan masyarakat. I.6 Definisi Operasional I.6.1 Kebijakan Publik Kebijakan Publik, indikatornya adalah - Perumusan latar belakang dan tujuan yang jelas dalam kebijakan. - Penentuan sasaran kebijakan yang spesifik. I.6.2 Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebijakan, faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah isi kebijakan dan konteks kebijakan. Isi kebijakan, indikatornya adalah - Kepentingan publik yang terpengaruhi oleh kebijakan - Tingkat perubahan yang dikehendaki dari implementasi kebijakan - Manfaat dari perubahan yang dikehendaki - Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia pelaksana kebijakan - Struktur pemerintah pelaksana kebijakan yang jelas Konteks kebijakan, indikatornya adalah - Ketersediaan sarana dan prasarana pendukung implementasi kebijakan - Sikap dan persepsi pelaksana kebijakan dalam pencapaian tujuan kebijakan 19

20 - Derajat koordinasi dan komunikasi antar bidang dalam pelaksanaan tugas - Pembagian kewenangan dalam hal pelaksanaan implementasi kebijakan I.6.3 Administrasi Kependudukan Administrasi kependudukan, indikatornya adalah - Adanya kegiatan pendataan penduduk, penerbitan dokumen kependudukan dan pemutakhiran data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi administrasi kependudukan. - Adanya masyarakat sebagai pemohon pelayanan dan pemerintah sebagai pelaksana pelayanan. - Adanya respon masyarakat dalam mematuhi peraturan yang diatur dalam ketentuan penyelenggaraan administrasi kependudukan. I.7 Metode Penelitian Penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif 1 yang bertujuan untuk menganalisis implementasi administrasi kependudukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta. 1 Penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan ihwal masalah atau objek tertentu secara rinci. Penelitian deskriptif dapat bertipe kuantitatif dan/atau kualitatif dan biasanya dilakukan peneliti untuk menjawab sebuah atau beberapa pertanyaan mengenai keadaan objek atau objek amatan secara rinci. 20

21 Adapun pendekatan yang digunakan adalah bersifat kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi dan wawancara terhadap key persons dan kuestioner terhadap masyarakat. I.7.1 Teknik Pengumpulan Data ini adalah: Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh Peneliti dalam penelitian a. Studi Pustaka Telaah pustaka tentang implementasi kebijakan administrasi kependudukan dalam meningkatkan pelayanan publik di Kota Yogyakarta. b. Observasi Pengamatan langsung dilakukan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta dan di seluruh kecamatan di Kota Yogyakarta untuk mengetahui bagaimana pelayanan administrasi kependudukan dilaksanakan. Dalam teknik pengumpulan data ini peneliti menggunakan observasi non partisipan, hanya sebatas mengamati aktivitas pelayanan administrasi kependudukan. c. Wawancara terstruktur dengan orang kunci (key person). Wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (terlampir) kepada narasumber yang mengetahui dan memahami implementasi kebijakan administrasi kependudukan di tingkat Kota Yogyakarta dan di tingkat kecamatan di seluruh wilayah Kota Yogyakarta. 21

22 Narasumber yang akan diwawancarai meliputi : 1. Kepala atau Sekretaris Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta yang memiliki tugas utama dalam penyusunan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program dan kegiatan di bidang kependudukan dan pencatatan sipil. 2. Kepala Bidang Pencatatan Sipil yang melaksanakan dan mengelola pelayanan pencatatan kelahiran dan kematian, pengakuan anak, pengesahan anak dan perceraian. 3. Kepala Bidang Data Informasi dan Pengembangan Sistem yang mengelola secara langsung SIAK dan melaksanakan monitoring dan evaluasi data kependudukan. 4. Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk yang menerbitkan dokumen kependudukan. 5. Operator Administrasi Kependudukan / Staf Registra di tingkat kecamatan (14 kecamatan di Kota Yogyakarta), yang merupakan pelaksana teknis operasional di lapangan. (Lampiran 1) d. Wawancara dengan Masyarakat Wawancara ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi dan persepsi masyarakat terhadap pelayanan administrasi kependudukan, yang meliputi: - Akses dan perolehan informasi mengenai pelayanan pengurusan dokumen kependudukan. 22

23 - Pemahaman prosedur (peraturan) pengurusan dokumen kependudukan. - Kemudahan dalam proses pengurusan dokumen kependudukan: kesamaan hak, syarat, waktu yang diperlukan untuk pengurusan dokumen kependudukan. - Permasalahan yang ditemui. Pemilihan responden dilakukan pada tingkat kecamatan, dengan alasan bahwa kecamatan merupakan ujung tombak dari pelayanan kependudukan. Pemilihan responden dilakukan secara acak terhadap penduduk yang sedang melakukan kegiatan pelayanan administrasi kependudukan di tingkat kecamatan. (Lampiran 2) I.7.2 Teknik Analisa Data Teknik analisa data yang sesuai dengan penelitian ini adalah analisa deskriptif kualitatif. Data yang bersifat kualitatif akan dirangkum, difokuskan pada temuan penting penelitian, dengan menganalisis tema dan polanya, serta disajikan pula uraian deskriptif naratif, bagan, hubungan antar kategori. 23

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG PERATURAN DAERAH KOTA PANGKALPINANG NOMOR 08 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH (RPJPD) KOTA PANGKALPINANG TAHUN 2007-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DALAM BINGKAI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA Oleh : Taufiqurrohman, SH, M.Si (Pelaksana pada Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Banten) Indonesia

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PESAWARAN NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN I. UMUM Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2009-2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN KEBUMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data

BAB I PENDAHULUAN. untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Data kependudukan merupakan salah satu informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan pembangunan berkelanjutan. Selama ini data kependudukan sebagai data dasar

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERAN DAN MOTIVASI STAKE HOLDER DALAM PENYEDIAAN PRASARANA PERMUKIMAN DI WILAYAH PERBATASAN

IDENTIFIKASI PERAN DAN MOTIVASI STAKE HOLDER DALAM PENYEDIAAN PRASARANA PERMUKIMAN DI WILAYAH PERBATASAN IDENTIFIKASI PERAN DAN MOTIVASI STAKE HOLDER DALAM PENYEDIAAN PRASARANA PERMUKIMAN DI WILAYAH PERBATASAN (Studi Kasus : Perbatasan Kota Semarang-Kabupaten Demak) TUGAS AKHIR Oleh : LULUT INDRIANINGRUM

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berbagai hal yang melekat di dalamnya seperti kartu tanda penduduk atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kependudukan Banyak hal yang terkait bilamana kita akan membahas topik kependudukan terlebih pada wilayah administrasi kependudukan dengan berbagai hal yang melekat di dalamnya

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN LEGALISIR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN LEGALISIR STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TAHUN 2013 6 DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) (PL) Nomor : /SOP/429.115/2013 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem

BAB I PENDAHULUAN. dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan era reformasi yang menuntut adanya perubahan dalam segala bidang kehidupan, termasuk perubahan di dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban untuk memberikan

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN TAHUN 2013 6 DINAS KEPENDUDUKAN DAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PELAYANAN PERMOHONAN DATA KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle

Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle Kuliah Ke-10 Model Implementasi Kebijakan : Model van Horn & van Metter dan Marlee S. Grindle 1 Model Implementasi Kebijakan Model van Horn dan van Metter Model Marlee S. Grindle Model Mazmanian dan Sabatier

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 9A Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG DISPENSASI PENCATATAN KELAHIRAN TERLAMBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 20 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sedikitnya ada tiga fungsi utama yang harus dijalankan oleh pemerintah dalam fungsi pelayanan publik, yaitu fungsi pelayanan masyarakat (public service function),

Lebih terperinci

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUMBA BARAT DAYA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUMBA BARAT DAYA TAHUN 2014

Lebih terperinci

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk

Dalam Tabel 1.1 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk Kota Depok menunjukkan peningkatan secara signifikan. Peningkatan jumlah penduduk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ciri-ciri kependudukan di Indonesia selain jumlah penduduk yang besar, adalah bahwa kepadatan penduduk di perkotaan tinggi, penyebaran penduduk desa kota dan

Lebih terperinci

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Pelalawan 2016 BAB. I PENDAHULUAN BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil merupakan unsur pelaksanaan Pemerintah Daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

2 alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan Peristiw

2 alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas, serta perubahan status orang asing tinggal terbatas menjadi tinggal tetap. Sedangkan Peristiw BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah administrasi kependudukan di Indonesia merupakan hal yang sangat berperan dalam pembangunan, dimana dari sistem administrasi penduduk tersebut dapat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah yang mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL RENCANA KERJA 2017 Rancangan Akhir Rencana Kerja KATA PENGANTAR Bidang kependudukan merupakan salah satu hal pokok dan penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah Serangkaian tindakan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penerbitan Penerbitan adalah proses pencatatan diri seseorang atau harta bendanya menyangkut peristiwa hukum dalam lembaran negara yang berupa surat sejak pendaftaran sampai penandatanganan/pengesahan.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR Nomor 24 Tahun 2015 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR Diundangkan

Lebih terperinci

UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013

UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013 UU ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN UU 23 TAHUN 2006 DIPERBAHARUI UU 24 TAHUN 2013 Administrasi Kependudukan Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 36 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 861 TAHUN 2011 T E N T A N G

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 36 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 861 TAHUN 2011 T E N T A N G BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 36 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 861 TAHUN 2011 T E N T A N G STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG OTOMATISASI AKTA KELAHIRAN, KARTU KELUARGA, KARTU IDENTITAS ANAK DAN AKTA KEMATIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 87 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 87 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 87 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 64 TAHUN 2008 T E N T A N G RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 56 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Artikel Perencanaan Pembangunan Daerah Karya : Said Zainal Abidin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Didalam melakukan pembangunan, setiap Pemerintaah Daerah memerlukan perencanaan yang akurat serta diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik itu organisasi swasta maupun organisasi milik pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. organisasi baik itu organisasi swasta maupun organisasi milik pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran merupakan suatu hal yang paling penting bagi kelangsungan suatu organisasi baik itu organisasi swasta maupun organisasi milik pemerintah (lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula. perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan yang ditandai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pesatnya perkembangan zaman dan semakin kompleksnya persoalan yang dihadapi Negara, maka terjadi pula perkembangan di dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

DRAFT BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 31 TAHUN 2018 TENTANG

DRAFT BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 31 TAHUN 2018 TENTANG DRAFT BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 31 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 116 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2017 RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) TAHUN 2017 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 028 TAHUN 2018

PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 028 TAHUN 2018 PERATURAN BUPATI BREBES NOMOR 028 TAHUN 2018 TENTANG PERSYARATAN, RUANG LINGKUP DAN TATA CARA PEMBERIAN HAK AKSES SERTA PEMANFAATAN NOMOR INDUK KEPENDUDUKAN, DATA KEPENDUDUKAN DAN KARTU TANDA PENDUDUK

Lebih terperinci

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Implementasi Peraturan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Implementasi Peraturan VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang Implementasi Peraturan Walikota Metro Nomor 18 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Usaha Rumah Karaoke di Kota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perumusan Masalah Dalam Analisis Kebijakan KTP Online di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Purwakarta Berbagai masalah yang berakibat dari persebaran

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pembangunan Nasional dibidang Kependudukan bertujuan untuk membangun kualitas database kependudukan guna menjamin legalitas dokumen kependudukan yang meliputi Kartu

Lebih terperinci

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung Ardhana Januar Mahardhani Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya Abstract Implementasi

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN UMUM PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT BAGI INSTANSI PEMERINTAH DI PROVINSI SUMATERA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 94 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN

Lebih terperinci

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana m BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 42 TAHUN 2016 SERI E.28 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PEMBEBASAN BIAYA SANKSI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN/ DENDA KETERLAMBATAN PELAPORAN BAGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan proses yang sangat strategis karena di dalamnya berlangsung interaksi yang cukup intensif antara warga negara dengan pemerintah.

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 68 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN BIAYA SANKSI ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN BERUPA DENDA KETERLAMBATAN PELAPORAN BAGI PEMOHON DOKUMEN KEPENDUDUKAN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBINAAN KEARSIPAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBINAAN KEARSIPAN DAERAH A. Pendahuluan. KEBIJAKAN PEMBINAAN KEARSIPAN DAERAH Dra. Sumartini. Setiap undang-undang dapat dikategorikan sebagai salah satu elemen yang menentukan atau penyebab terjadinya suatu perubahan. Hal ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berbagai tuntutan pelayanan, baik kuantitas, kualitas maupun kecepatan pelayanan terus mengalami dinamika perubahan. Permintaan pelayanan jasa publik akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik. Dari segi pemerintahan salah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 07 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2009 NOMOR 07 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 29 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 7 TAHUN 29 TENTANG RETRIBUSI BIAYA PELAYANAN PENDAFTARAN PENDUDUK DAN PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM 1. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2013. 2. Peraturan Presiden RI Nomor

Lebih terperinci

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENANGANAN PENGADUAN (WHISTLEBLOWER SYSTEM) TINDAK PIDANA KORUPSI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menghasilkan informasi komprehensif terkait pelaksanaan kebijakan pengendalian parkir dengan penggembokan roda. Penggunaan pendekatan top-down dan bottom-up sekaligus

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012 LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 05 TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAYANAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB II PROGRAM KERJA

BAB II PROGRAM KERJA BAB II PROGRAM KERJA A. VISI DAN MISI Rencana Strategis Perubahan Lima Tahunan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tahun 2010 sampai dengan tahun 2015, (Peraturan Daerah Kabupaten Bandung Nomor 16

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mungkin bertindak untuk mengambil sebuah kebijakan. dengan kependudukan di Indonesia. Berbagai permasalahan ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang jumlah penduduknya sangat besar. Sebagai negara kepulauan, penduduk Indonesia memiliki persebaran yang

Lebih terperinci

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN NASKAH AKADEMIS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN UU NO.23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB III PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TERHADAP MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PEMBUATAN KARTU KELUARGA

BAB III PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TERHADAP MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PEMBUATAN KARTU KELUARGA BAB III PELAYANAN DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL TERHADAP MASYARAKAT KABUPATEN BANDUNG TERHADAP PEMBUATAN KARTU KELUARGA A. Jenis Jenis Layanan Administrasi Kependudukan Pada Dinas kependudukan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan.

I. PENDAHULUAN. meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk mengembangkan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja.

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan pesat terhadap akses yang dapat dilakukan masyarakat untuk. masyarakat akan adanya suatu pengukuran kinerja. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kesadaran masyarakat terhadap kualitas kinerja publik baik di pusat maupun daerah kini kian meningkat. Kesadaran masyarakat ini berkaitan dengan kepedulian

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Visi SKPD adalah gambaran arah atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas dan fungsi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan muatan rekaman sidik jari tangan penduduk. curang terhadap Negara dengan menduplikasi KTP-nya. Beberapa diantaranya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kartu Tanda Penduduk merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang saat ini berlaku diseluruh wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan administrasi kependudukan dan pencatatan sipil di Indonesia sebagai Negara terbesar keempat dari jumlah penduduk, memiliki peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

Bagian Keenam DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Paragraf 1 Kepala Dinas Pasal 90

Bagian Keenam DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Paragraf 1 Kepala Dinas Pasal 90 Bagian Keenam DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Paragraf 1 Kepala Dinas Pasal 90 (1) Kepala Dinas mempunyai tugas : a. menetapkan Program Kerja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan pemerintahan daerah, termasuk didalamnya pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Rencana Strategis ( Renstra ) Dinas Kesehatan 2012 2017 Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, merupakan penjabaran

Lebih terperinci

7. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil;

7. Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil; SALINAN BERITA DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 25 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA KOTA DEPOK NOMOR 25 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAYANAN DAN PENINGKATAN CAKUPAN KEPEMILIKAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU

PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU PEMERINTAH KABUPATEN ROKAN HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN BUPATI SAMPANG NOMOR : 12 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS 2011 SEMUA ANAK INDONESIA KABUPATEN SAMPANG TERCATAT KELAHIRANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N No.87,2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengaduan Publik. Pengelolaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN PENGADUAN PUBLIK DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAYANAN PUBLIK DALAM BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG

EFEKTIVITAS PELAYANAN PUBLIK DALAM BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG ejournal Ilmu Pemerintahan, 2016, 4 (4): 1-7 ISSN 2477-2458, ejournal.ip.fisip-unmul.ac.id Copyright 2016 EFEKTIVITAS PELAYANAN PUBLIK DALAM BIDANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DI KECAMATAN TENGGARONG SEBERANG

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 120 TAHUN 2017 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH SALINAN BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Latar Belakang Tujuan Manfaat Metode Survei. 2

KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Latar Belakang Tujuan Manfaat Metode Survei. 2 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 2 1.3 Manfaat.. 2 1.4 Metode Survei. 2 BAB II DISKRIPSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN BUPATI BANGKA NOMOR 57 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

AKUNTABILITAS PENDIDIKAN. As ari Djohar

AKUNTABILITAS PENDIDIKAN. As ari Djohar AKUNTABILITAS PENDIDIKAN As ari Djohar I. Akuntabilitas Pendidikan LPTK PGSMK a. Akuntabilitas pendidikan adalah suatu perwujudan kewajiban dari Lembaga Pendidikan untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN DAN PENETAPAN CAPAIAN INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Lebih terperinci

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA. NOMOR 21 Tahun 2009 TENTANG KARTU INSENTIF ANAK WALIKOTA SURAKARTA,

WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA. NOMOR 21 Tahun 2009 TENTANG KARTU INSENTIF ANAK WALIKOTA SURAKARTA, WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 21 Tahun 2009 TENTANG KARTU INSENTIF ANAK WALIKOTA SURAKARTA, Menimbang : a. bahwa anak adalah amanah dan Karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, yaitu adanya pelimpahan wewenang dari organisasi tingkat atas kepada tingkat bawahnya

Lebih terperinci

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran

BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI. dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran BAB VII SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bagian ini akan menguraikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilengkapi dengan hasil wawancara, implikasi, keterbatasan, dan saran-saran penelitian terhadap pengembangan

Lebih terperinci

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON

WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON WALIKOTA CIREBON PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA CIREBON, Menimbang

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TEGAL NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 39 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN A. TUGAS DAN FUNGSI BAB I PENDAHULUAN A. TUGAS DAN FUNGSI Berdasarkan Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 64 Tahun 2008 tentang Uraian Tugas pada Unsur Organisasi Terendah Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, bahwa Dinas

Lebih terperinci

,00 (Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung diluar belanja hibah. IV.B.11. Urusan Wajib Kependudukan dan Pencatatan Sipil

,00 (Belanja Langsung maupun Belanja Tidak Langsung diluar belanja hibah. IV.B.11. Urusan Wajib Kependudukan dan Pencatatan Sipil 11. URUSAN KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL Dimensi penduduk dalam pembangunan memiliki kedudukan yang sangat penting dan sangat berpengaruh dalam perkembangan serta kemajuan pembangunan wilayah, penduduk

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PETUNJUK

Lebih terperinci

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga kini belum ada upaya kongkrit untuk mengatasi tawuran pelajar di Kota Yogya, akibatnya fenomena seperti ini menjadi hal yang berdampak sistemik. Tawuran pelajar yang

Lebih terperinci