BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Solar Minyak solar adalah suatu produk destilasi minyak bumi yang khusus digunakan untuk bahan bakar mesin Compretion Ignation (udara yang dikompresi menimbulkan tekanan dan panas yang tinggi sehingga membakar solar yang disemprotkan Injector) dan di Indonesia minyak solar ditetapkan dalam peraturan Dirjend Migas No. 002/P/DM/MIGAS/2007. Minyak solar berasal dari Gas Oil, yang merupakan fraksi minyak bumi dengan kisaran titik didih antara C sampai C yang disebut juga midle destilat. Komposisinya terdiri dari senyawa hidrokarbon dan non-hidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang ditemukan dalam minyak solar seperti parafinik, naftenik, olepin dan aromatik. Sedangkan untuk senyawa non-hidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur-unsur non-logam, yaitu sulfur, nitrogen, dan oksigen serta unsur logam seperti vanadium, nikel, dan besi. 2.2 Karakteristik Minyak Solar Syarat umum yang harus dimiliki oleh minyak solar adalah harus dapat menyala dan terbakar sesuai kondisi ruang bakar. Minyak solar sebagai bahan bakar memiliki karakteristik yang dipengaruhi oleh sifat-sifat seperti Cetana Number (CN), Cetana Index (CI), nilai panas, densitas, titik analin dan kandungan sulfur Cetana Number (CN) Cetana Number menunjukkan bahan bakar minyak solar untuk menyala dengan sendirinya (auto ignation) dalam ruang bakar karena tekanan dan suhu ruang bakar. Angka CN yang tinggi menunjukkan bahwa minyak solar dapat menyala pada temperatur yang relatif rendah dan sebaliknya angka CN yang rendah menunjukkan minyak solar baru menyala pada temperatur yang relatif tinggi.

2 2.2.2 Cetana Index (CI) Cetana Index merupakan perkiraan matematis dari CN dengan basis suhu destilasi, densitas, titik anilin dan lain-lain. Apabila terdapat aditif yang bersifat meningkatkan CN maka perhitungan CI tidak dapat langsung digunakan tetapi variabel-variabel seperti API gravity dan suhu destilasi harus disesuaikan karena karakteristik bahan bakar akan berubah Nilai Panas Nilai panas bahan bakar dapat diukur dengan menggunakan Bomb kalorimeter dan hasilnya dimasukkan kedalam rumus perhitungan : Nilai panas = 8100C (H-0/8) 100 kkal/kg Nilai H,C, dan O dinyatakan dalam persentasi berat dalam setiap unsur yang terkadang dalam satu kilogram bahan bakar. Hasil perhitungan tersebut merupakan suatu nilai panas kotor (gross heating value) suatu bahan bakar dimana termasuk didalamnya panas laten dari uap air yang terbentuk pada pembakaran hidrogen dari bahan bakar. Selisih nilai panas kotor dan bersih umumnya berkisar antara kkal/kg tergantung besar persentase hidrogen yang ikut terbakar. Secara kasar nilai panas suatu bahan bakar dapat diperkirakan dari berat jenis yang bersangkutan : Berat Jenis pada 15 0 C : 0,85; 0,87; 0,89; 0,91; 0,93 Nilai panas kotor (kkal/kg) : 10900; 10800; 10700; 10600; Menurut spesifikasi minyak solar di indonesia mempunyai berat jenis antara 0, pada temperatur 60 0 F, dengan demikian dapat diperkirakan mempunyai nilai panas kotor minimal kkal/kg karena semakin rendah berat jenisnya semakin tinggi nilai panas kotornya dan berdasarkan pengukuran

3 laboratorium minyak solar berat jenisnya 0,8521 dengan panas kotor kkal/kg Densitas Berat jenis adalah perbandingan antara berat persatuan volume minyak solar. Berat jenis suatu minyak solar mempunyai satuan kilogram per meter kubik (kg/m 3 ). Karakteristik ini sangat berhubungan erat dengan nilai panas kalor dan daya yang dihasilkan oleh mesin diesel persatuan bahan bakar yang digunakan. Densitas yang disarankan untuk minyak solar berdasarkan Masdent Point Refinery untuk tahun 2000 yaitu km/m Titik Anilin Titik yang menunjukkan suhu terendah saat dimana dalam volume yang sama destilasi anilin dan bahan bakar bersangkutan bercampur dengan sempurna. Titik anilin yang rendah menunjukkan bahwa minyak solar tersebut mempunyai angka cetana yang rendah. 2.3 Karakteristik Bahan Bakar Minyak Solar Indonesia Minyak solar berdasarkan CN dikategorikan menjadi tiga bagian, seperti tabel 2.1. kategori 3 pada tabel 2.1 merupakan batasan yang tertinggi yang diharuskan pada tahun Negara swedia sudah menerapkannya sejak tahun Kebanyakan negara berkembang masuk kategori 1. Secara bertahap karakteristik dari minyak solar ini harus bergeser menuju pada kategori 3 dengan minyak solar ber CN diatas 55. Tabel 2.1 Kategori Minyak Solar SIFAT Kategori 1 Kategori 2 Kkategori 3 Cetana Number Cetana Index C,kg/m

4 0 C,mm 2 /s Kandungan Sulfur, %wt Bebas T95, 0 C max Sumber : Gaikindo, 2012 Minyak solar indonesia belum masuk kategori 1 karena CN minyak solar Indonesia 45 (lihat Tabel 2.1), walaupun hal ini memenuhi baku mutu dari pemerintah sesuai keputusan ditjend Migas No. 002/P/DM/MIGAS/1979. Karakteristis minyak solar Indonesia menurut keputusan diatas dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Karakteristik Minyak Solar Indonesia Unit Min. Max. ASTM method Spesifik grafite at 60/60 0 F D 1298 Cetana Number 45 - D 613 Calculated Cetana Index 48 - D 976 Viscosity kinematik at 40 0 C CSt D 445 Pour point 0 F - 65 D 97 Conradson carbon residue %wt D 189 Color ASTM - 3 D 1500 Flash point 0 F D 93 Sulfur content % wt D 1551 Water content % vol D 95

5 Sediment % wt D 473 Ash content % wt D 482 Total acid number MgKOH D 974 Destilation : recovery at C % vol 40 - D 86 Sumber : DITJEN MIGAS No. 113 K 172/DJM/1999, Tanggal 27 Oktober Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa minyak solar Indonesia masih mempunyai CN dibawah Motor Diesel Siklus Diesel Ideal Siklus diesel adalah siklus ideal untuk mesin torak pengapian-kompresi yang pertama kali dinyatakan oleh Rudolph Diesel tahun Prinsip kerjanya sama halnya dengan mesin torak pengapian-nyala, yang dinyatakan oleh Nikolaus A. Otto tahun 1876, hanya perbedaan utamanya dalam hal metode pembakarannya. Pada mesin torak pengapian-nyala (mesin bensin) campuran udara-bahan bakar dikompresi ke temperatur dibawah temperatur pembakaran sendiri (auto ignition) dari bahan bakarnya, kemudian proses pembakarannya oleh percikan bunga api dari busi. Sedangkan pada mesin torak pengapian kompresi (mesin diesel), udara dikompresi ke temperatur di atas temperatur auto ignition dari bahan bakarnya, kemudian pembakaran dimulai saat bahan bakar yang diinjeksikan kontak dengan udara panas tersebut. Maka pada mesin diesel, busi dan karburator digantikan oleh penginjeksi bahan bakar (fuel injector).

6 Gambar 2.1 Diagaram P-v dan Diagram T-s Siklus Ideal Diesel (Buku Thermodinamika Teknik Jilid 2) Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan (Y. A. Çengel and M. A. Boles, 2006). Siklusnya seperti pada diagram P-v dan T-s di atas (Gambar 2.1). Siklus tersebut terdiri dari empat buah proses berantai yang reversible secara internal. Proses 1-2 isentropik, 2-3 penambahan kalor. Pada siklus Otto kalor dipindahkan ke fluida kerja pada volume konstan, sedangkan pada siklus diesel, kalor dipindahkan pada tekanan konstan. Proses 3-4 ekspansi isentropic, dan proses 4-1 pelepasan kalor pada volume konstan, di mana kalor keluar dari udara ketika piston berada pada titik mati bawah Air Fuel Ratio (AFR) Didalam mesin, bahan bakar dibakar oleh udara. Udara kering merupakan campuran berbagai gas yang memiliki komposisi representatif 20% oksigen, 78,09% nitrogen, 0,93% argon, dan sisanya berupa CO 2, neon, helium, metana dan gas lainnya. Pada pembakaran, oksigen merupakan komponen reaktif dari udara. Bahan bakar yang digunakan pada motor bakar merupakan campuran dari berbagai komponen hidrokarbon yang didapat melalui proses penyulingan minyak. Bahan bakar ini didominasi oleh karbon sekitar 86% dan hidrogen 14%. Walaupun demikian bahan bakar diesel bisa mengandung kadar sulfur hingga 1 %. Pada pengujian mesin ini, aliran massa udara dan aliran massa bahan bakar

7 biasanya diukur, namun jika tak terdapat alat ukur dapat dihitung melalui rumus berikut: AFR =.... (2.4.1) Thermal Brake Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil daripada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah energi hilang akibat adanya rugi rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi thermal brake (thermal efficiency, η b ). Jika daya keluaran P b dalam satuan kw, laju aliran bahan bakar m f dalam satuan kg/jam, nilai kalor bawah bahan bakar LHV dalam satuan kj/kg, maka: η b = x (2.4.2) Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) (simplenya biasanya disebut motor bakar saja). Prinsip kerja motor diesel adalah merubah energi kimia menjadi energi mekanis. Energi kimia di dapatkan melalui proses reakasi kimia (pembakaran) dari bahan bakar (solar) dan oksidiser (udara) di dalam silinder (ruang bakar). Pembakaran pada mesin Diesel terjadi karena kenaikan temperatur campuran udara dan bahan bakar akibat kompresi torak hingga mencapai temperatur nyala. Tekanan gas hasil pembakaran bahan bakar dan udara akan mendorong torak yang dihubungkan dengan poros engkol menggunakan batang torak, sehingga torak dapat bergerak bolak-balik (reciprocating). Gerakan bolak-balik torak akan diubah menjadi gerak rotasi oleh poros engkol (crank shaft). Dan sebaliknya gerak rotasi poros engkol juga diubah menjadi gerak bolak-balik torak pada langkah kompresi. Motor diesel pembakaran terjadi karena kenaikan temperatur campuran udara dan bahan bakar akibat kompresi torak hingga mencapai temperatur nyala. Karena prinsip penyalaan bahan bakarnya akibat tekanan maka

8 motor diesel juga disebut compression ignition engine (Mathur ML, 1980) seperti pada gambar 2.1. Gambar 2.1 Proses Kerja Motor Diesel (

9 Adapun langkah kerja motor diesel adalah sebagai berikut : 1. Langkah Isap Sewaktu piston bergerak dari TMA ke TMB, maka tekanan diruang pembakaran menjadi hampa (vakum). Perbedaan tekanan udara luar yang tinggi dengan tekanan hampa, mengakibatkan udara akan mengalir dan bercampur dengan gas. Selanjutnya udara murni tersebut masuk melalui katup masuk yang terbuka mengalir masuk dalam ruang cylinder. Prosesnya adalah : a. Piston bergerak dari Titik Mati Atas (TMA) menuju Titik Mati Bawah (TMB). b. Katup buang tertutup dan katup masuk terbuka, udara murni masuk ke silinder. c. Tekanan negatif piston menghisap udara murni dengan tekanan yang tinggi masuk ke silinder. (Seperti pada gambar 2.2) Gambar 2.2 Langkah Isap (

10 2. Langkah Kompresi Setelah melakukan pengisian, piston yang sudah mencapai TMB kembali lagi bergerak menuju TMA, dimana katup masuk dan katup buang tertutup, ini memperkecil ruangan diatas piston, sehingga udara murni tersebut menjadi padat, tekanan dan suhunya naik. Tekanannya naik kira-kira tiga kali lipat. Beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA terjadi semprotan bahan bakar dari nozle dalam bentuk kabut. Prosesnya sebagai berikut : a. Piston bergerak kembali dari TMB ke TMA; b. Katup masuk menutup, katup buang tetap tertutup; c. Bahan Bakar termampatkan ke dalam kubah pembakaran (combustion chamber) sehingga suhu dan tekanan akan naik; d. Sekitar ± 8 derajat sebelum TMA, injektor menyemprotkan bahan bakar keruang bakar dalam bentuk kabut dan memulai proses pembakaran. (Seperti pada gambar 2.3) Gambar 2.3 Langkah Kompresi (

11 3. Langkah Usaha/Tenaga Dengan cepat campuran yang terbakar ini merambat dan terjadilah ledakan yang tertahan oleh dinding kepala silinder sehingga menimbulkan tendangan balik bertekanan tinggi yang mendorong piston turun ke silinder bore. Gerakan linier dari piston ini dirubah menjadi gerak rotasi oleh poros engkol. Enersi rotasi diteruskan sebagai momentum menuju flywheel yang bukan hanya menghasilkan tenaga, counter balance weight pada kruk as membantu piston melakukan siklus berikutnya. Prosesnya sebagai berikut : a. Ledakan tercipta secara sempurna di ruang bakar, dan Piston terlempar dari TMA menuju TMB. b. Katup masuk menutup penuh, katup buang menutup tetapi menjelang akhir langkah usaha katup buang mulai sedikit terbuka. c. Terjadi transformasi energi gerak bolak-balik piston menjadi energi rotasi pada poros engkol.(seperti pada gambar 2.4) Gambar 2.4 Langkah Kerja ( 4. Langka Buang (Exhaust stroke) Pada langkah buang, piston bergerak dari TMB menuju TMA, katup masuk tertutup dan katup buang terbuka, Langkah buang ini menjadi sangat

12 penting untuk menghasilkan operasi kinerja mesin yang lembut dan efisien. Prosesnya adalah : a. Counter balance weight pada poros engkol memberikan gaya untuk menggerakkan piston dari TMB ke TMA; b. Katup buang terbuka Sempurna, katup masuk menutup penuh; c. Gas sisa hasil pembakaran didesak keluar oleh piston melalui port exhaust menuju knalpot.(seperti pada gambar 2.5) Gambar 2.5 Langkah Buang ( 2.5 Pembakaran Definisi Pembakaran Pembakaran merupakan suatu reaksi kimia yang melibatkan kombinasi bahan bakar dan oksigen untuk menghasilkan panas dan produk pembakaran. Definisi pembakaran adalah suatu reaksi oksidasi dan oksigen dan material yang mudah terbakar, yang ditandai nyala api dan menghasilkan cahaya panas. Dalam pembakaran dengan bahan bakar, yang dimaksud dengan Cumbutible materials adalah jenis-jenis material yang mudah terbakar, seperti hidrokarbon. Sedangkan yang bertindak sebagai oksidator adalah oksigen, yang sumber utamanya

13 diperoleh dari udara untuk pembakaran spontan yang mengandung 21 % O 2. Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pada terjadinya peristiwa pembakaran atau oksidasi setidaknya ada tiga komponen yang dilibatkan, yaitu : 1. Material yang akan mengalami peristiwa pembakaran (dapat berupa cairan, gas, maupun padatan); 2. Oksigen (komponen dalam udara yang memicu terjadinya oksidasi); 3. Letupan energi yang terjadi saat pembakaran berlangsung (yang berfungsi sebagai pengaktivasi jalannya reaksi oksidasi). Jenis-jenis pembakaran ditentukan oleh rasio dari udara (air) dan bahan bakar (fuel) atau ratio A/F Proses Pembakaran Proses pembakaran dapat diklasifikasikan menjadi : a. Complete combution, terjadi apabila semua unsur C, H, dan S yang terkandung dalam bahan bakar bereaksi membentuk C0 2, H 2 O, dan SO 2. Pembakaran ini umumnya dapat dicapai pada kondisi pembakaran dengan udara lebih. b. Perfect combution, terjadi apabila jumlah bahan bakar dan oksidatornya sesuai dengan reaksi stokiometris. Campuran dikatakan stokiometris jika jumlah oksigen dalam campuran tepat untuk bereaksi dengan unsur C, H, dan S membentuk CO 2, H 2 O, dan SO 2. c. Incomplete combution, terjadi proses pembakaran bahan bakar menghasilkan produk antara seperti CO, H 2, dan aldehit disamping CO 2, H 2 O, dan N 2 (jika oksidatornya dalam udara). Pembakaran parsial ini dapat terjadi akibat suplai oksidator yang terbatas, nyala ditiup atau dihembus, nyala didinginkan dengan dikenai permukaan dingin, pencampuran bahan bakar, dan oksidator yang tidak sempurna. d. Spontaneous combution, terjadi apabila bahan bakar mengalami oksidasi secara perlahan sehingga kalor yang dihasilkan tidak terlepas, menyebabkan temperatur bahan bakar naik secara perlahan sampai

14 mencai titik bakarnya (ignation point) hingga bahan bakar habis terbakar dan menyala. Pada kenyataannya sangat sulit bagi reaksi untuk pembakaran untuk berlangsung dalam kondisi stokiometris, karena itulah dikenal istilah pembakaran dengan udara berlebihan. Alasan utama akan kebutuhan terhadap udara berlebihan (excees air) adalah karena kegagalan aliran (bahan bakar) dan udara untuk dapat bercampur sempurna pada daerah diamana pembakaran dapat seharusnya dapat teradi. Berlangsungnya pembakaran dipengaruhi oleh frekuensi tumbukan antara molekul bahan bakar dengan molekul oksigen. Bila terjadi deefisiensi dari pencampuran kedua fluida, maka dibutuhkan oksigen berlebih untuk meningkatkan frekuensi tumbukan antara molekul tersebut. Metode yang digunakan untuk menghubungkan kondisi udara aktual dalam sistem pembakaran dengan jumlah teoritis yang diperlukan dinyatakan sebagai air factor (AF). Air factor (AF) dinyatakan sebagai ratio dari udara aktual yang digunakan (Arismunandar W, 1983) Pembakaran Dalam Mesin Diesel a. Mesin Injeksi Udara Pemecahan, yang disebut pengabutan, dan distribusi bahan bakar dalam mesin injeksi udara adalah sedemikian efisien sehingga keterlambatan penyalaan sangat sedikit dan tidak timbul masalah yang berkaitan dengan pembakaran sampai injeksi tanpa udara menjadi makin diterima secara luas dan kecepatan putar mulai jauh melebihi kecepatan dari mesin injeksi udara. b. Mesin Injeksi tanpa Udara Ketika injeksi dimulai, partikel bahan bakar yang dikabutkan halus dan bersinggungan dengan udara yang telah dipanasi lebih dahulu oleh langkah kompresi. Pertama kali, suhunya naik, kemudian mulai menguap, dan suhu partikel uap meningkat. Kalau suhunya mencapai

15 titik nyala, maka reaksi cepat akan dimulai, yang mengakibatkan kenaikan tekanan dan suhu akan menyebar kepada sisa bahan bakar dalam ruang bakar. Penyalaan tidak selalu melalui pada titik yang sama, tetapi pada tempat atau beberapa tempat yang ditentukan oleh keadaan suhu dan distribusi bahan bakar, dan dapat berawal pada beberapa titik secara serentak. c. Pusaran (turbulence) Keadaan yang terpenting untuk pembakaran yang efisien, terutama dalam mesin kecepatan tinggi, adalah gerakan yang cukup antara tetesan bahan bakar dengan udara. Kalau bahan bahan bakar dipecahkan dalam bentuk kabut, maka kecepatan semprotan dan jangkauan penyusupannya ketitik yang jauh dalam ruang bakar akan turun sampai nilai yang agak rendah. Jadi distribusi bahan bakar dan campurannya dengan udara harus tergantung pada gerakan udara. Gerakan ini yang disebut pusaran, didapatkan dengan berbagai cara, misalnya dengan memberikan bentuk tertentu pada ruang bakar atau puncak torak atau dengan mengarahkan aliran dari pemasukan udara dalam jalur tertentu, dan sebagainya. d. Mesin dengan Kecepatan Tinggi Pemahaman yang lebih baik tentang apa yang dalam silinder mesin diesel selama priode pembakaran dapat diperoleh dengan penyajian grafik. Perubahan tekanan dibuat petanya sebagai ordinat terhadap sebagai absis. Karena putaran poros engkol untuk kegunaan umumnya dapat dianggap seragam, maka derajat dari perjalanan engkol dapat dianggap sebanding dengan waktu, dan absisnya dapat dinyatakan secara sesuai dalam sudut dari perjalanan engkol. Sebuah diagram tekanan tertentu ditunjukkan pada gambar dibawah ini, diagram ini menunjukkan perubahan tekanan selama dari 90 0 sebelum titik mati atas (TMA). Sampai 90 0 sesudahnya. Belahan pertama dari diagram, yaitu garis penuh sampai titik 2 yang titik-titik sampai titik 0, menyatakan

16 perubahan tekanan dalam sislinder selama langkah kompresi, seperti pada grafik berikut: Gambar 2.6 Grafik tingkat pembakaran motor diesel pada kecepatan tinggi Kalau bahan bakar di injeksikan dan terjadi pembakaran, maka proses dalam sebuah mesin diesel dengan kecepatan tinggi dapat dianggap terbagi menjadi empat tingkat atau periode yang terpisah. Periode pertama mulai pada titik 1, ketika injeksi dimulai, bahan bakar mulai memasuki silinder, dan berakhir sampai pada titik 2. Ini adalah periode keterlambatan (delay priode), ini sesuai dengan sudut perjalanan engkol. Selama periode ini tidak terdapat kenaikan tekanan melebihi yang dihasilkan dengan kompresi udara oleh torak. Bahan bakar terus menerus masuk melalui nosel dan titik 2, terdapat sejumlah bahan bakar dalam ruang bakar, yang dipecah halus dan sebagian menguap, dan siap untuk pembakaran. Ketika bahan bakar akhirnya dinyalakan, akan menyala dengan cepat yang mengakibatkan kenaikan tekanan mandadak sampai titik 3 tercapai. Priode pembakaran cepat ini yang sesaui dengan sudut engkol b, membentuk tingkat kedua. Setelah titik 3, bahan bakar yang belum terbakar dan bahan bakar yang masih tetap diinjeksikan terbakar pada kecepatan yang tergantung pada kecepatan injeksi dan jumlah serta distribusi oksigen yang masih ada dalam udara pengisian.

17 Periode ini adalah tingkat ketiga dari pembakaran terkendali atau pembakaran sedikit demi sedikit, ini berakhir pada titik 4 dengan berhentinya injeksi. Selama tingkat ini tekan dapat naik, tetap konstan, atau turun. Pembakaran pasca tidak terlihat pada diagram karena pemunduran torak mengakibatkan turunnya tekanan meskipun panas ditimbulkan oleh pembakaran bagian akhir bahan bakar (Cengel, Yunus A, 1994) Nilai Kalor Bahan Bakar Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value). Berdasarkan asumsi ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai kalor bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah. Nilai kalor atas (High Heating Value) HHV, merupakan nilai kalor yang diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan bom kalorimeter dimana hasil pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan panas latennya. Data yang diperoleh dari hasil pengujian bom kalorimeter adalah temperatur air pendingin sebelum dan sesudah penyalaan. Selanjutnya untuk menghitung nilai High Heating Value (HHV), dapat dihitung dengan persamaan berikut : HHV = ( T 2 T 1 T kp ) x cv (persamaan ) Dimana : HHV = Nilai Kalor Atas (kj/kg) T 1 = Temperatur air pendingin sebelum penyalaan ( 0 C) T 2 = Temperatur air pendingin sesudah penyalaan ( 0 C) Cv = Panas jenis bom kalorimeter (73529,6 kj/kg 0 C) T kp = Kenaikan temperatur akibat kawat penyala (0,05 0 C) Sedangkan nilai kalor bawah atau Low Heating Value (LHV) dihitung dengan persamaan berikut:

18 LHV rata-rata = HHV rata-rata (persamaan ) Secara teoritis besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulog : ) HHV = C (H 2 (O 2 /8)) S (persamaan Dimana : HHV = Nilai kalor atas (kj/kg) C = Komposisi karbon dalam bahan bakar H 2 O 2 S = Komposisi hidrogen dalam bahan bakar = Komposisi oksigen dalam bahan bakar = Komposisi sulfur dalam bahan bakar Nilai kalor bawah Low Heating Value (LHV), merupakan nilai dari kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15% yang berarti setiap satu satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari jumlah mol hidrogen. Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada didalam bahan bakar (moisture). Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 kn/m 2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400 kj/kg, sehingga besar nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut: LHV = HHV 2400 (H H 2 ) (persamaan ) Dimana: LHV = Nilai kalor bawah (kj/kg) H 2 O = komposisi uap air dalam bahan bakar (moisture

19 Dalam perhitungan efisiensi panas dari mesin bakar, dapat menggunakan nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umunya lebih cepat tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American Society of Mechanical Enggineers) menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society OF Automotive Engineers) menentukan nilai kalor bawah (LHV) (Amir Isril, 1996) Proses Terbentuknya Gas Buang Setiap pembakaran pasti mempunyai gas produk atau yang kita kenal emisi, dibawah ini merupakan emisi yang dihasilkan dari pembakaran selain dari gas CO 2 yaitu : a. Karbon monoksida (CO) Bila karbon didalam bahan bakar terbakar dengan sempurna, akan terjadi reaksi yang menghasilkan CO 2 seperti yang terlihat dibawah ini : C + O 2 CO 2 Apabila oksigen dalam udara tidak cukup, maka pembakaran akan berlangsung secara tidak sempurna, sehingga karbon yang terbakar akan menjadi : C + ½ O 2 CO Dengan kata lain, emisi CO dalam suatu pembakaran dipengaruhi oleh perbandingan campuran antara udara dengan bahan bakar. b. Hidrokarbon Sumber emisi hidrokarbon dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu : 1. Bahan bakar yang tidak terbakar dan keluar menjadi gas mentah: 2. Bahan bakar terpecah karena reaksi panas berubah menjadi gugusan hidrokarbon lain yang keluar bersama dengan gas buang.

20 Sebab utama timbulnya hidrokarbon pada emisi gas buang adalah sekitar tempat terjadinya pembakaran bersuhu rendah, diamana suhu itu tidak mampu melakukan pembakaran. c. Nitrogen Oksigen (NO X ) Jika terdapat N 2 dan O 2 pada suhu C s/d C, akan terjadi reaksi pembentukan gas NO seperti berikut ini: N 2 + O 2 2NO Di udara NO mudah berubah menjadi NO 2, NO x, didalam gas terpilih dari 95% NO, 3-4% NO x, dan sisanya N 2 O, N 2 O 3, dan sebagainya. d. Sulfur Oksidasi (SO x ) Bahan bakar minyak solar mengandung unsur belakang (sulfur). Pada saat terjadi pembakaran, S akan bereaksi dengan H dan O untuk membentuk senyawa sulfat dan sulfur oksidasi. H + S + O HSO S + O 2 SO 2 e. Nitrogen (N 2 ) Udara yang digunakan untuk pembakaran sebagian besar terdiri dari senyawa nitrogen (N 2 ). Pada saat terjadi pembakaran, sebagian kecil N 2 akan bereaksi dengan O 2 dan membentuk NO 2. Sebagian besar lainnya tetap berupa senyawa nitrogen hingga keluar sebagai emisi. f. Uap air (H 2 O) H 2 O merupakan hasil reaksi pembakaran, dimana air yang dihasilkan tergantung dar mutu bahan bakar. Makin banyak uap air dalam gas buang, menandakan pembakaran makin baik. 2.6 Magnet Asal Kemagnetan Sifat kemagnetan makroskopik material adalah konsekuensi momen magnet material penyusun, karena adanya pergerakan partikel listrik. Pada skala atom,

21 momen magnet berasal dari pergerakan elektron, ini dipengaruhi oleh konfigurasi elektron yang berbeda tiap atom atau ikatan antara atom. Elektron mempunyai dua pergerakan, yakni spin dan orbit, dimana momen magnet magnet spin elektron memberikan efek lebih besar dari pada orbitnya. Besar momen magnet di indikasikan oleh Borh magneton, μ B = 9,27 x A-M 2. Untuk spin keatas dan kebawah bernilai berturut-turut + μ B dan - μ B. Untuk orbital yang bernilai μ B. m, dimana m nilai kuatum magnetik. Pada orbital atom yang terisi penuh, momen orbital dan spin dari pasangan elektron saling meniadakan, material menjadi bukan magnet permanen (Sears & Zemansky Addison Wesley 5 th edision) Dipol Magnetik Dipol magnet dapat dianalogikan sebagai magnet batang yang terdiri dari kutub utara dan kutub selatan, pengganti dengan kutub + dan dari dipol listrik. Pada lingkungan suatu medan magnet, dipol magnetik pada suatu material cenderung terorientasi terhadap medan. Dipol magnet dapat menimbulkan medan magnet, yang dapat dilihat pada gambar berikut: Gambar 2.7 Dipol Magnetik (

22 2.6.3 Medan Magnet Suatu partikel bermuatan listrik yang bergerak pada suatu medan magnet akan mengalami gaya Lorentz yang mendorongnya kearah tegak lurus dengan medan magnet dan arah gerak (kaidah tangan kanan). Medan magnet aksternal, H dapat diubah dengan kumparan kawat silinder yang dialiri kawat listrik, sehingga memberikan medan magnet terinduksi B. Medan magnet terinduksi, B (wb.m -2 ), adalah besar kekuatan magnet internal suatu material yang diberikan H, dimana H = (N/I) I, dengan I adalah arus listrik. (Seperti pada gambar 2.8) Gambar 2.8 Medan Magnet Induksi ( Dari gambar diatas, menjelaskan derajat magnetasi material atau suatu material dapat diinduksi oleh H. Magnetasi suatu material M, dapat memperkuat pengorientasian momen magnet terhadap H. B = μ 0 H + μ 0 M Dimana: M = X M H dan X M = k-1. Medan magnet yang timbul pada magnet permanen dihasilkan dari medanmedan magnet yang sangat kecil dari tiap atom dalam magnet tersebut yang saling menguatkan. Tingkatan ini dihasilkan oleh pergerakan spin dan orbital dari elktron. Material feromagnetik yang dapat menghasilkan fenomena ini. Unsur yang umumnya digunakan sebagai bahan utama material ferromegnetik adalah besi, cobal, dan nikel.

23 Kekuatan magnet dihasilkan oleh magnetik flux density. Yang diukur dalam satuan Gauss. Jenis magnet yang digunakan untuk refrigerator mempunyai kekuatan sekitar 1000 Gauss sedangkan water treatment dan bahan bakar mempunyai tingkatan sekitar 2000 sampai 4000 Gauss Jenis Material Magnet Berdasarkan konfigurasi elektron, efek magnet pada material terbagi : a. Diamagnetik Material yang semua momen spin elektronnya bercouple. Pada suatu medan magnet elsternal momen, magnet terinduksi (termagnetisasi) secara lemah karena X m O (lemah); X m menandakan magnetisasi yang didapat pada suatu medan magnet. Asal momen magnet berasal dari orbit elektron sekitar inti, yang menghasilkan medan magnet. Pada suatu medan magnet eksternal, ekstra torque diaplikasikan ke elektron menghasilkan orientasi anti-paralel mmomen magnet atom, yang lemah terhadap medan magnet, karena X M 0. b. Paramagnetik Material yang memiliki atom, ion, dan molekul yang berspin tak terkompensasi dan batas momen magnet spin permanen. Pada non medan magnet eksternal, orientasi momen magnet atom acak, karena dipol atom bergerak bebas. Momen spin yang lebih besar dari pada momen orbitnya menyebabkan perilaku material saat medan magnet eksternal mengindikasikan momen magnet spin. Pada suatu medan magnet, momen spin yang tak terkompensasi terorientasi (terinduksi, X m 0) hingga beberapa derajat terhadap arah medan magnet(magnetisasi). c. Ferromagnetik Kasus khusus parakmagnetik dimana momen magnet spin atomatom terdekat (coupling) terorientasi (matually spin alignment) saat nonmedan eksternal. Material memiliki X m 0 (magnetic susceptibility yang sangat kuat). Spin yang tak terkompensasi pada individu atom-

24 atom dapat saling berpasangan langsung (direct exchange) atau melalui anion intermediat seperti oksigen (super exchange). Tidak seperti paramagnetik, saat medan magnet eksternal dilepas, material menyisakan bagian yang termagnetisasi permanen (penomena histerisis). Magnetisasi maxsimum (saturasi), M S menggambarkan magnetisasi yang dihasilkan semua dipol magnet yang terorientasi dengan medan magnet eksternal Pengaruh Suhu Terhadap Perilaku Magnet Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan vibrasi atom-atom, sehingga mengacak beberapa momen yang terorientasi. Pada ferro-, antiferro-,dan ferrimagnetik, vibrasi termal meniadakan gaya coupling antara momen dipol atomatom berdekatan (beberapa dipol akan kehilangan orientasi), sehingga magnetisasi menurun. Magnetisasi bernilai maksimum pada saat vibrasi minimum (0 K). Peningkatan suhu menurunkan secara perlahan magnetisasi, yang turun hingga nol pada suhu curie T c (spesifik untuk material). Saat T c gaya coupling spin mutual (ferro- dan ferri- magnetik) hilang sempurna (paramagnetik). Peningkatan suhu juga menurunkan kemagnetan anti ferromagnetik hingga suhu Neel, T Ne, setelah itu kemagnetan meningkat. 2.7 Efek Magnetisasi pada Bahan Bakar Diesel Reaktifitas Molekul Adanya medan magnet statis yang besar, awan elektron mengelilingi molekul, sehingga molekul bersifat terpolarisasi dan memberikan kenaikan pada medan yang kecil. Posisi inti atom, pada medan yang sesungguhnya tidak hanya tergantung sekitarnya, akan tetapi sekeliling molekul sendiri. Pada keadaan cair, reorientasi molekul terjadi secara acak. Jika atom yang diletakkan dalam medan magnet yang seragam, elektron yang mengelilingi inti menjadi berputar. Perputaran ini menyebabkan medan magnet sekunder yang arahnya berlawanan dengan arah medan magnet yang diberikan.

25 Ketika solar masih berada dalam suatu penyimpanan bahan bakar, molekul hidrokarbon, yang merupakan penyusun utama solar, cenderung untuk saling tertarik satu sama lain, membentuk molekul-molekul yang bergerombol (clustering). Penggumpalan ini akan terus berlangsung, sehingga menyebabkan molekul-molekul hidrokarbon tidak saling berpisah pada saat bereaksi dengan oksigen diruang bakar. Akibat buruk yang ditimbulkannya adalah ketidak sempurnaan pembakaran yang dapat dibuktikan secara sederhana dengan ditemuinya kandungan hidokarbon pada gas buang. Adanya suatu medan magnet permanen yang cukup kuat pada melekul hidrokarbon yang bersifat diamagnetik akan menyebabkan reaksi penolakan antar molekul hidrokarbon (desclustering) sehingga terbentuk jarak yang optimal antar molekul hidrokarbon. Partikel-partikel atom yang membentuk molekul hidrokarbon tersebut akan terpengaruh oleh medan magnet yang ditimbulkan sehingga akhirnya akan menjadi semakin aktif dan arahnya akan tersejajar (reorientasi) sesuai dengan arah medan magnet. Aktifitas molekular yang meningkat akibat medan magnet akan menyebabkan pengumpulan molekular terpecah. Oksigen akan lebih mudah bereaksi dengan masing-masing molekul hidrokarbon yang tidak lagi berada dalam gumpalan, sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna dan penurunan kadar emisi gas buang. (Seperti pada gambar 2.9) Gambar 2.9 Declustering molekul hidrokarbon yang melewati magnet (:

26 Pemecah gumpalan-gumpalan (desclustering) molekul hidrokarbon ini dapat dijelaskan juga melalui teori mengenai momen ikatan. Sebagai contoh, apabila ikatan polar seperti O-H dibiarkan dalam medan magnet, maka ikatan akan mengalami sejumlah gaya balik tertentu. Gaya ini secara sederhana mendorong medan magnet untuk membebaskan ikatan dalam medan. Ikatan yang lebih polar mengalami gaya lebih besar daripada ikatan yang kurang polar. H-C termasuk ikatan non-polar, karena nilai momen ikatannya hanya sebesar 0,4 D (Debye). Namun medan magnet yang kuat dapat mengganggu dan mempengaruhi ikatan H- C. Meskipun ikatan antara atom H-C tidak sampai terlepas satu sama lain, namun setidaknya kekuatan ikatannya akan sedikit melemah, sehingga atom-atom hidrogen dan karbon akan lebih mudah tertarik dengan oksigen pada proses pembakaran Perubahan Spin Elektron Hidrogen Hidrokarbon pada dasarnya memiliki struktur seperti sangkar (cage like). Sebagai contoh metana (CH 4 ), tersusun atas satu atom karbon yang posisinya berada dibagian paling dalam dan 4 atom hidrogen yang mengelilinginya, dimana secara kelistrikan netral. Itulah sebanya timbul hambatan untuk mengoksidasi secara sempurna atom-atom karbon bagian dalam selama proses pembakaran. Kondisi ini dideteksi dari kadar CO dalam gas buang kendaraan bermotor, disamping gas CO 2. Berbeda halnya dengan atom-atom hidrogen, karena berada pada posisi paling luar, maka atom-atom hidrogen akan lebih dulu bereaksi dengan atom-atom oksigen. Sangat menarik untuk meneliti atom hidrogen, karena dari sudut pandang energi, jumlah energi terbesar yang besar yang bisa dilepas terletak pada atom hidrogen. Pada oktana (C 8 H 18 ), persentasi karbon yang terdapat dalam molekul adalah 84,2% dari berat molekul total. Ketika dibakar, atom karbon melepaskan energi sebesar 12,224 BTU/lb m. Sementara itu, atom hidrogen yang persentasinya hanya 15,8% dari berat molekul total dapat melepaskan energi panas sebesar BTU/lb m. Ini menunjukkan bahwa hidrogen secara nyata merupakan unsur utama dalam menghasilkan energi pada pembakaran hidrokarbon.

27 Hidrogen memiliki satu muatan positif (proton) dan satu muatan negatif (elektron) sehingga menimbulkan momen dipol. Hidrogen juga mempunyai sifat kemagnetan yang berbeda, yakni bisa menjadi diamagnetik atau paramagnetik tergantung orientasi relatif dari spin-spin intinya. Hidrogen memiliki dua jenis isomer yang berbeda sifat yaitu para dan ortho, yang karakternya ditandai melalui perbedaan spin-spin inti yang berlawanan. Dalam molekul para, keadaan spin antara satu atom hidrogen dengan atom hidrogen yang lain saling berlawanan arah (counter clockwise/ antiparalel/ one up - one down), sehingga sifat kemagnetan yang ditimbulkan adalah diamagnetik. Sedangkan dalam molekul ortho, keadaan spin antara satu atom hidrogen dengan yang lainnya adalah searah, sehingga sifat kemagnetan yang ditimbulkan adalah paramagnetik. Orientasi spin memiliki efek nyata pada prilaku fisik (panas spesifik, tekan uap) sama seperti perilaku molekul gas. Bentuk orthohidrogen sangat tidak stabil dan pada kenyataannya akan lebih mudah bereaksi bila dibandingkan dengan parahidrogen. Bentuk orthohidrogen lebih menguntungkan, karena kemungkinan meningkatkan energi hasil pembakaran. Untuk menjaga perubahan dari bentuk para ke ortho maka penting untuk mengubah energi dari interaksi antara arah spin dari molekul hidrogen Pada suhu 20 0 C (suhu kamar), 75% hidrogen dalam keadaan parahidrogen. Hanya dengan jalan menurunkan suhu hidrogen cair hingga Medan magnet dapat menimbulkan efek terhadap perubahan arah putaran spin-spin elektron dari hidrogen. Seperti telah diketahui bahwa hidrogen memiliki momen magnet dan momentum sudut yang tidak dapat dihilangkan, dan tidak ada cara yang dapat dilakukan untuk mengubah besarnya. Namun arah sumbuh putaran elektron dapat diubah dengan bantuan torsi yang dikerjakan oleh medan magnet Polarisasi Senyawa Hidrokarbon Ketika ikatan kimia terbentuk antara dua atom yang berbeda elektrinegativitasnya, maka terdapat beda kerapatan elektron pada dua atom tersebut. Atom dengan kerapatan elektron yang rendah akan bersifat parsial positif dan atom dengan kerapatan elektron yang tinggi akan bersifat parsial negatif. Hal

28 ini mengakibatkan muatan dipol, yang didefinisikan sebuah muatan positif dan negatif yang setara (+Q) pada jarak tertentu (r). Sebuah molekul poliatomik terdiri dari dua atau lebih dipol pada ikatan yang berbeda, jaringan momen dipol dari molekul tesebut merupakan resultan vektor dari tiap momen dipol ikatan. Ketika molekul diletakkan pada sebuah medan magnet, momen dipol dapat terinduksi sesuai dengan arah yang diberikan. Oksigen yang terdapat pada udara diperlukan untuk pembakaran merupakan senyawa yang bersifat polar, sedangkan solar memiliki struktur molekular netral (non polar). Oleh sebab itu, ketika kedua atom tersebut bertemu, keduanya akan cenderung sulit terlarut/bercampur dalam proses pembakaran. Sehingga dihasilkan pembakaran yang tidak sempurna. Ketidaksempurnaan pembakaran dapat dibuktikan secara sederhana dengan ditemuinya kandungan hidrokarbon pada gas buang. Salah satu tujuan pemagnetan adalah mempolarisasi solar agar memiliki kecenderungan bersifat polar. Apabila hal ini dapat terlaksana, ketertarikan senyawa hidrokarbon dengan oksigen akan lebih kuat bila dibandingkan hidrokarbon tersebut sama sekali netral. Seperti diketahui, apabila suatu molekul bersifat polar, maka kecenderungan menarik molekul lain yang bersifat polar akan semakin kuat. Hal ini kan meningkatkan proses pencampuran oksigen dan molekul hidrokarbon sehingga akan menyempurnakan pembakaran. Pendekatan ini menyebutkan bahwa sebagian besar senyawa hidrokarbon apabila dikenai medan magnet maka akan mempengaruhi bidang rotasi dari molekul pembentuk hidrogen Sistem Monopol Magnet Arah gaya medan magnet bergerak/dari kutub selatan dan masuk kekutub utara. Sistem monopol (selatan-selatan) akan memberiakan gaya tolak (repulsif) yang lebih besar dibanding sistem dipol, namun demikian, sistem dipol mempunyai garis gaya medan magnet yang lebih padat dan seragam. Menurut Peter Kulish, sifat dan pengaruh kutub magnet utara dan selatan berbeda pada suatu sistem magnetisasi dalam proses pembakaran atau treatment

29 yang lain. Penggunaan dua kutub yang bersamaan (dipol), menjadi kurang efektif karena penggabungan kedua kutub magnet memberikan efek yang saling menetralkan magnetisasi. Magnetisasi monopol, dalam hal ini kutub selatanselatan, akan menghasilkan efek yang lebih baik dalam meningkatkan efesiensi pembakaran. 2.8 Sistem Pelumasan Pada Motor Diesel Pengertian Pelumasan Pada dasarnya pelumasan adalah pemisahan dari dua permukaan benda padat yang begerak secara tangensial terhadap satu sama lain dengan cara menempatkan suatu zat diantara kedua benda padat tadi yang (Karyanto E, 1986): a. Mempunyai jumlah yang cukup dan secara terus menerus dan dapat memisahkan kedua benda sesuai dengan kondisi beban dan suhu. b. Tetap membasahi permukaan kedua benda. c. Mempunyai sifat netral secara kimia terhadap kedua benda. d. Mempunyai komposisi tetap stabil secara kimia pada kondisi operasional. Suatu zat yang dapat memenuhi persyaratan tersebut diatas disebut pelumas / lubricant. Suatu benda atau logam yang tampak halus, sebenarnya tidak pernah mempunyai permukaan yang licin secara sempurna, seperti yang terlihat dengan mata biasa, tetapi jika dilihat dengan mikroskop akan terlihat bahwa pada permukaan tersebut merupakan tonjolan - tonjolan dan lekukan - lekukan mikroskopis. Sehingga bila kedua permukaan tersebut bersinggunan satu dengan yang lain, bagian yang merupakan tonjolan dan lekukan pada kedua benda akan saling mengait. Sehingga apabila kedua permukaan tadi bergerak satu dengan yang lain maka terjadi suatu tahanan yang besar karena tonjolan dan lekukan yang saling mengait harus saling mematahkan. Patah nya tonjolan dan lekukan tadi akan menimbulkan panas, dan tahanan tadi disebut tahanan gesekan. Dan gesekan yang tadi di sebut gesekan kering.

30 Permukaan yang kasar tidak dapat dihaluskan seluruhnya dengan cara digosok atau diamplas, karena tonjolan dan lekukan tadi sangat tidak teratur, sehingga efek keausan akan berjalan terus. Jika pemisahan antara kedua permukaan dengan menggunakan pelumas, gesekan masih tetap ada, yang di sebut gesekan cair. Nilai gesekan cair jauh lebih kecil dibandingkan gesekan kering. Fungsi Pelumasan a. Mengurangi tingkat keausan pada benda yang saling bergerak bergesekan. b. Mengurangi timbulnya panas yang berlebihan Fungsi lain dari pelumasan : Sebagai media pendingin Maksudnya, menghilangkan panas dari bsagian-bagian yang bergesekan Sebagai zat perapat kebocoran Artinya, menyekat udara antara ring piston dengan dinding silinder Sebagai zat pembersih. Menghilangkan karbon didalam silinder, debu dan menyaringnya. Sebagai peredam suara dari getaran Sifat-Sifat Minyak Pelumas a. Umum Agar menghasilkan suatu pelumasan yang baik, maka diperlukan minyak pelumas yang dapat memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan sesuai kebutuhan. Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan minyak pelumas adalah : 1) Tekanan bantalan 2) Kecepatan pergesekan 3) Bahan yang bergesekan 4) Ruang antara bahan yang bergesekan 5) Aksesabilitas 6) Suhu dan tekanan kerja

31 b. Viskositas Viskositas adalah sifat dari suatu fluida, sebagai gesekan internal, yang menyebabkan fluida tersebut melawan untuk mengalir. Tabel 2.3 Viskositas SAE Untuk Pelumas Motor Angka Rentangan Viskositas, Saybolt seconds viskositas Pada suhu F Pada suhu F SAE Min Max Min Max c. Viskositas Index Viskositas index adalah suatu ukuran perubahan viskositas dari minyak terhadap suhu dibandingkan dengan dua macam minyak referensi yang mempunyai viskositas yang sama pada suhu tertentu. d. Pour Point Pour point atau suhu tuang (titik tuang) ialah suhu terendah dimana minyak dapat mengalir. e. Flash Point Flash point atau titik nyala adalah suhu dimana minyak harus dipanaskan didalam alat percobaan, sehingga timbul uap yang dapat menyala sebentar bila suatu nyala api kecil didekatkan pada uap tadi. Titik nyala minyak pelumas yang digunakan pada motor berkisar antara 175º C - 260º C tergantung pada penggunaan motor dan jenis minyak pelumasnya.

32 f. Karbon Residu Karbon residu ialah berat sisa dari minyak pelumas yang telah terbakar. g. Acidity atau Neutralization Number Acidity atau keasaman dinyatakan sebagai jumlah dalam milligram dari potassium hydroxide, yang diperlukan untuk menetralkan suatu gram minyak. h. Warna Warna minyak pelumas berguna hanya untuk tujuan identifikasi, dan bukan menunjukan kualitas suatu minyak Bagian-Bagian yang Dilumasi Umumnya bagian-bagian yang dilumasi pada motor diesel ialah semua bagian-bagian yang saling bergesekan misalnya : a. Antara torak dan tabung silinder b. Antara poros dengan bantalan poros c. Antara roda-roda gigi dan sebagainya Macam-Macam Sistem Pelumasan 1. Sistem pelumasan sump kering Sistem pelumasan motor yang tidak memanfaatkan karakternya sebagai penampung minyak pelumas, tetapi menggunakan tanki tersendiri diluar motor. Minyak pelumas yang jatuh ke dalam sump, selanjutnya dialirkan dengan pompa, melalui sebuah filter, dan dikembalikan lagi ke dalam tangki supply yang terletak diluar dari pada motor tersebut. Pompa ini mempunyai kapasitas yang besar, sehingga dapat mengosongkan sama sekali sumpnya. Pada umumnya dengan sistem ini, dipergunakan juga sebuah oil cooler, baik yang menggunakan air atau udara sebagai medium pendinginannya untuk keperluan pendinginan dari pada minyak pelumasnya.

33 2. Sistem pelumasan sump basah Sistem pelumasan sump basah ialah sistem pelumasan motor yang memanfaatkan karakternya sebagai penampung minyak pelumas. Dalam sistem ini, dibagian bawah pada karter terdapat sebuah piringan (pan) yang merupakan tangki supply, dan ada kalanya sebagai alat pendingin untuk minyak pelumasnya. Minyak yang jatuh menetes dari silinder-silinder dan bantalan-bantalan kembali jatuh ke tempat ini, yang selanjutnya dialirkan kembali dengan sebuah pompa minyak kedalam sistem pelumasanya lagi. Tipe sistem sump basah yang umum diguunakan ialah: a. Sistem percikan dan sirkulasi pompa b. Sistem percikan dan tekanan c. Sistem tekanan

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah

Gambar 1. Motor Bensin 4 langkah PENGERTIAN SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus ideal untuk mesin torak dengan pengapian-nyala bunga api pada mesin pembakaran dengan sistem pengapian-nyala ini, campuran bahan bakar dan udara dibakar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar 2.1.1 Bahan Bakar Diesel Bahan bakar diesel yang sering disebut solar (light oil) merupakan suatu campuran hidrokarbon yang diperoleh dari penyulingan minyak mentah

Lebih terperinci

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain:

Jika diperhatikan lebih jauh terdapat banyak perbedaan antara motor bensin dan motor diesel antara lain: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor diesel Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam karakteristik utama pada mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar yang lain, terletak pada metode

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Apabila meninjau mesin apa saja, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat mengubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya mesin listrik,

Lebih terperinci

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel

Denny Haryadhi N Motor Bakar / Tugas 2. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah, Motor Wankle, serta Siklus Otto dan Diesel A. Karakteristik Motor 2 Langkah dan 4 Langkah 1. Prinsip Kerja Motor 2 Langkah dan 4 Langkah a. Prinsip Kerja Motor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR BAB II TINJAUAN LITERATUR Motor bakar merupakan motor penggerak yang banyak digunakan untuk menggerakan kendaraan-kendaraan bermotor di jalan raya. Motor bakar adalah suatu mesin yang mengubah energi panas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrogen Hidrogen adalah unsur kimia terkecil karena hanya terdiri dari satu proton dalam intinya. Simbol hidrogen adalah H, dan nomor atom hidrogen adalah 1. Memiliki berat

Lebih terperinci

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke)

MOTOR BAKAR TORAK. 3. Langkah Usaha/kerja (power stroke) MOTOR BAKAR TORAK Motor bakar torak (piston) terdiri dari silinder yang dilengkapi dengan piston. Piston bergerak secara translasi (bolak-balik) kemudian oleh poros engkol dirubah menjadi gerakan berputar.

Lebih terperinci

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal

II. TEORI DASAR. kelompokaan menjadi dua jenis pembakaran yaitu pembakaran dalam (Internal II. TEORI DASAR A. Motor Bakar Motor bakar adalah suatu pesawat kalor yang mengubah energi panas menjadi energi mekanis untuk melakukan kerja. Mesin kalor secara garis besar di kelompokaan menjadi dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Motor Bakar Motor bakar adalah motor penggerak mula yang pada prinsipnya adalah sebuah alat yang mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diubah ke energi

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. SEJARAH MOTOR DIESEL Pada tahun 1893 Dr. Rudolf Diesel memulai karier mengadakan eksperimen sebuah motor percobaan. Setelah banyak mengalami kegagalan dan kesukaran, mak akhirnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PERFORMANSI MOTOR DIESEL Motor diesel adalah jenis khusus dari mesin pembakaran dalam. Karakteristik utama dari mesin diesel yang membedakannya dari motor bakar lain terletak

Lebih terperinci

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS

Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS Uji Eksperimental Pertamina DEX dan Pertamina DEX + Zat Aditif pada Engine Diesel Putaran Konstan KAMA KM178FS ANDITYA YUDISTIRA 2107100124 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H D Sungkono K, M.Eng.Sc Kemajuan

Lebih terperinci

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA

PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA TUGAS AKHIR PERENCANAAN MOTOR BAKAR DIESEL PENGGERAK POMPA Disusun : JOKO BROTO WALUYO NIM : D.200.92.0069 NIRM : 04.6.106.03030.50130 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PENGARUH MAGNETASI TERHADAP EMISI GAS BUANG, TEMPERATUR AIR PENDINGIN DAN OLI PADA MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR MURNI

PENGARUH MAGNETASI TERHADAP EMISI GAS BUANG, TEMPERATUR AIR PENDINGIN DAN OLI PADA MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR MURNI PENGARUH MAGNETASI TERHADAP EMISI GAS BUANG, TEMPERATUR AIR PENDINGIN DAN OLI PADA MESIN DIESEL STASIONER SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR MURNI SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan teknologi yang terjadi saat ini banyak sekali inovasi baru yang tercipta khususnya di dalam dunia otomotif. Dalam perkembanganya banyak orang yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT PEMANAS BAHAN BAKAR TERHADAP PEMAKAIAN BAHAN BAKAR DAN EMISI GAS BUANG MOTOR DIESEL MITSUBISHI MODEL 4D34-2A17 Indartono 1 dan Murni 2 ABSTRAK Efisiensi motor diesel dipengaruhi

Lebih terperinci

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO

FINONDANG JANUARIZKA L SIKLUS OTTO FINONDANG JANUARIZKA L 125060700111051 SIKLUS OTTO Siklus Otto adalah siklus thermodinamika yang paling banyak digunakan dalam kehidupan manusia. Mobil dan sepeda motor berbahan bakar bensin (Petrol Fuel)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Motor bakar adalah suatu tenaga atau bagian kendaran yang mengubah energi termal menjadi energi mekanis. Energi itu sendiri diperoleh dari proses pembakaran. Pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II PENDAHULUAN BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Bensin Motor bakar bensin adalah mesin untuk membangkitkan tenaga. Motor bakar bensin berfungsi untuk mengubah energi kimia yang diperoleh dari

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar 3.2 Hukum Utama Termodinamika Penjelasan Umum 4 BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bakar Motor bakar adalah sebuah mekanisme yang menstransformasikan energi panas menjadi energi mekanik melalui sebuah konstruksi mesin. Perubahan, energi panas menjadi energi

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan

BAB II DASAR TEORI. dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum Motor Bakar Motor bakar merupakan salah satu jenis mesin kalor yang banyak dipakai saat ini. Sedangkan mesin kalor adalah mesin yang menggunakan energi panas untuk

Lebih terperinci

BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA

BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA BAB 9 MENGIDENTIFIKASI MESIN PENGGERAK UTAMA 9.1. MESIN PENGGERAK UTAMA KAPAL PERIKANAN Mesin penggerak utama harus dalam kondisi yang prima apabila kapal perikanan akan memulai perjalanannya. Konstruksi

Lebih terperinci

BAB II. LANDASAN TEORI

BAB II. LANDASAN TEORI BAB II. LANDASAN TEORI 2.1. Mengenal Motor Diesel Motor diesel merupakan salah satu tipe dari motor bakar, sedangkan tipe yang lainnya adalah motor bensin. Secara sederhana prinsip pembakaran pada motor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti mesin uap, turbin uap disebut motor bakar pembakaran luar (External

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seperti mesin uap, turbin uap disebut motor bakar pembakaran luar (External BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Bakar Torak Motor bakar torak merupakan salah satu jenis penggerak mula yang mengubah energy thermal menjadi energy mekanik. Energy thermal tersebut diperoleh dari proses

Lebih terperinci

Spark Ignition Engine

Spark Ignition Engine Spark Ignition Engine Fiqi Adhyaksa 0400020245 Gatot E. Pramono 0400020261 Gerry Ardian 040002027X Handoko Arimurti 0400020288 S. Ghani R. 0400020539 Transformasi Energi Pembakaran Siklus Termodinamik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Motor bakar adalah suatu mekanisme atau konstruksi mesin yang merubah energi panas menjadi energi mekanis. Terjadinya energi panas karena adanya proses pembakaran,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON. Panjang langkah (L) : 59 mm = 5,9 cm. Jumlah silinder (z) : 1 buah BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN PENINGKATAN PERFORMA MESIN YAMAHA CRYPTON 4.1 Analisa Peningkatan Performa Dalam perhitungan perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan kamampuan mesin, yang meliputi

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES-PROSES MESIN KONVERSI ENERGI

BAB 3 PROSES-PROSES MESIN KONVERSI ENERGI BAB 3 PROSES-PROSES MESIN KONVERSI ENERGI Motor penggerak mula adalah suatu alat yang merubah tenaga primer menjadi tenaga sekunder, yang tidak diwujudkan dalam bentuk aslinya, tetapi diwujudkan dalam

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA PREMIUM DENGAN VARIASI KONSENTRASI TERHADAP UNJUK KERJA ENGINE PUTARAN VARIABEL KARISMA 125 CC Riza Bayu K. 2106.100.036 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. H.D. Sungkono K,M.Eng.Sc

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL Jurnal Konversi Energi dan Manufaktur UNJ, Edisi terbit II Oktober 217 Terbit 64 halaman PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN BAKAR SOLAR, BIOSOLAR DAN PERTAMINA DEX TERHADAP PRESTASI MOTOR DIESEL SILINDER TUNGGAL

Lebih terperinci

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika

Materi. Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika Penggerak Mula Materi Motor Bakar Turbin Uap Turbin Gas Generator Uap/Gas Siklus Termodinamika Motor Bakar (Combustion Engine) Alat yang mengubah energi kimia yang ada pada bahan bakar menjadi energi mekanis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Bakar Menurut hakikatnya, mesin pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat merubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya, mesin listrik merupakan sebuah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Heru Setiyanto (2007), meneliti tentang pengaruh modifikasi katup buluh dan variasi bahan bakar terhadap unjuk kerja mesin pada motor bensin dua langkah 110

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK

PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL ABSTRAK PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGHEMAT BAHAN BAKAR BERBASIS ELEKTROMAGNETIK TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL Didi Eryadi 1), Toni Dwi Putra 2), Indah Dwi Endayani 3) ABSTRAK Seiring dengan pertumbuhan dunia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Motor Bensin Motor bensin adalah suatu motor yang menggunakan bahan bakar bensin. Sebelum bahan bakar ini masuk ke dalam ruang silinder terlebih dahulu terjadi percampuran bahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bensin Motor bensin adalah suatu motor yang mengunakan bahan bakar bensin. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas yang kemudian

Lebih terperinci

Sumber: Susanto, Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP Tangki bahan bakar 10. Rumah ABK dan ruang kemudi

Sumber: Susanto, Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP Tangki bahan bakar 10. Rumah ABK dan ruang kemudi LAMPIRAN 66 Lampiran 1 General arrangement Kapal PSP 01 Keterangan: 1. Palkah ikan 7. Kursi pemancing 2. Palkah alat tangkap 8. Drum air tawar 3. Ruang mesin 9. Kotak perbekalan 4. Tangki bahan bakar 10.

Lebih terperinci

Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam merubah energi kimia menjadi energi mekanis.

Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam merubah energi kimia menjadi energi mekanis. A. Sebenernya apa sih perbedaan antara mesin diesel dengan mesin bensin?? berikut ulasannya. Motor diesel dikategorikan dalam motor bakar torak dan mesin pembakaran dalam (internal combustion engine) (simplenya

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN CETANE PLUS DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMANSI MOTOR DIESEL

PENGARUH PENGGUNAAN CETANE PLUS DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMANSI MOTOR DIESEL PENGARUH PENGGUNAAN CETANE PLUS DIESEL DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP PERFORMANSI MOTOR DIESEL SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik SABAM NUGRAHA TOBING

Lebih terperinci

SKRIPSI MOTOR BAKAR. Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM:

SKRIPSI MOTOR BAKAR. Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM: SKRIPSI MOTOR BAKAR UJI EKSPERIMENTAL PENGARUH PENGGUNAAN CAMPURAN BAHAN BAKAR DIMETIL ESTER [B 06] DENGAN BAHAN BAKAR SOLAR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN DIESEL Disusun Oleh: HERMANTO J. SIANTURI NIM: 060421019

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses

BAB II DASAR TEORI. Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses BAB II DASAR TEORI 2.1. Definisi Motor Bakar Menurut Wiranto Arismunandar (1988) Energi diperoleh dengan proses pembakaran. Ditinjau dari cara memperoleh energi termal ini mesin kalor dibagi menjadi 2

Lebih terperinci

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS

UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS UJI PERFORMANSI MESIN OTTO SATU SILINDER DENGAN BAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS Rio Arinedo Sembiring 1, Himsar Ambarita 2. Email: rio_gurky@yahoo.com 1,2 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Umum Motor Bensin Motor adalah gabungan dari alat-alat yang bergerak (dinamis) yang bila bekerja dapat menimbulkan tenaga/energi. Sedangkan pengertian motor bakar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Motor Bakar Motor bakar merupakan salah satu jenis mesin penggerak yang banyak dipakai dengan memanfaatkan energi kalor dari proses pembakaran menjadi energi mekanik. Sejarah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas

BAB II LANDASAN TEORI. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bensin Motor bensin adalah suatu motor yang mengunakan bahan bakar bensin. Sebelum bahan bakar ini terbakar didalam silinder terlebih dahulu dijadikan gas yang kemudian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Motor Bakar Mesin Pembakaran Dalam pada umumnya dikenal dengan nama Motor Bakar. Dalam kelompok ini terdapat Motor Bakar Torak dan system turbin gas. Proses pembakaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 MOTOR BAKAR Jika meninjau jenis-jenis mesin, pada umumnya adalah suatu pesawat yang dapat merubah bentuk energi tertentu menjadi kerja mekanik. Misalnya, mesin listrik merupakan

Lebih terperinci

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN

VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN VARIASI PENGGUNAAN IONIZER DAN JENIS BAHAN BAKAR TERHADAP KANDUNGAN GAS BUANG KENDARAAN Wachid Yahya, S.Pd, M.Pd Mesin Otomotif, Politeknik Indonusa Surakarta email : yahya.polinus@gmail.com Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motor Bakar Torak Salah satu jenis penggerak mula yang banyak dipakai adalah mesin kalor, yaitu mesin yang menggunakan energi termal untuk melakukan kerja mekanik atau mengubah

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN

BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN BAB III PERENCANAAN DAN PERHITUNGAN 3.1. Pengertian Perencanaan dan perhitungan diperlukan untuk mengetahui kinerja dari suatu mesin (Toyota Corolla 3K). apakah kemapuan kerja dari mesin tersebut masih

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan

BAB II TEORI DASAR. Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan BAB II TEORI DASAR 2.1. Sejarah Mesin Diesel Mesin diesel pertama kali ditemukan pada tahun 1893 oleh seorang berkebangsaan Jerman bernama Rudolf Diesel. Mesin diesel sering juga disebut sebagai motor

Lebih terperinci

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI

PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI PERFORMANSI MESIN SEPEDA MOTOR SATU SILINDER BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PLUS DENGAN MODIFIKASI RASIO KOMPRESI Robertus Simanungkalit 1,Tulus B. Sitorus 2 1,2, Departemen Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Nurdianto dan Ansori, (2015), meneliti pengaruh variasi tingkat panas busi terhadap performa mesin dan emisi gas buang sepeda motor 4 tak.

Lebih terperinci

Farel H. Napitupulu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin FT USU. m& = konsumsi bahan bakar (kg/s) LHV = low heating value (nilai kalor bawah) (kj/kg)

Farel H. Napitupulu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin FT USU. m& = konsumsi bahan bakar (kg/s) LHV = low heating value (nilai kalor bawah) (kj/kg) Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 7, No. 1 Januari 2006 PENGARUH NILAI KALOR (HEATING VALUE) SUATU BAHAN BAKAR TERHADAP PERENCANAAN VOLUME RUANG BAKAR KETEL UAP BERDASARKAN METODE PENENTUAN NILAI KALOR

Lebih terperinci

MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : KK2 TEKNIK ELEKTRO

MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : KK2 TEKNIK ELEKTRO MAKALAH THERMODINAMIKA DAN PENGGERAK AWAL PROSES SIKLUS DIESEL OLEH : NICOBEY SAHALA TUA NAIBAHO NPM : 1424210152 KK2 TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS PEMBANGUNAN PANCA BUDI MEDAN 2015

Lebih terperinci

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian

Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian Bab 4 Data dan Analisis Hasil Pengujian Pembahasan terhadap data hasil pengujian didasarkan pada hasil pengujian sifat bahan bakar yang dalam pelaksanaannya dilakukan di PetroLab Service, Rawamangun, oleh

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI MOTOR DIESEL PERAWATAN MESIN DIESEL 1 SILINDER Di susun oleh : Cahya Hurip B.W 11504244016 Pendidikan Teknik Otomotif Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2012 Dasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Motor Diesel Motor Diesel adalah motor pembakaran dalam (internal combustion engine) yang beroperasi dengan menggunakan minyak gas atau minyak

Lebih terperinci

BAB 1 DASAR MOTOR BAKAR

BAB 1 DASAR MOTOR BAKAR BAB 1 DASAR MOTOR BAKAR Motor bakar merupakan salah satu jenis mesin penggerak yang banyak dipakai Dengan memanfaatkan energi kalor dari proses pembakaran menjadi energi mekanik. Motor bakar merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu. Ale,B.B, (2003), melakukan penelitian dengan mencampur kerosin dengan oli bekas untuk mengetahui emisi gas buang pada mesin diesel, hasil penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL

ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL FLYWHEEL: JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA Homepage jurnal: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jwl ANALISIS PENCAMPURAN BAHAN BAKAR PREMIUM - PERTAMAX TERHADAP KINERJA MESIN KONVENSIONAL Sadar Wahjudi 1

Lebih terperinci

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak

BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak BAGIAN-BAGIAN UTAMA MOTOR Bagian-bagian utama motor dibagi menjadi dua bagian yaitu : A. Bagian-bagian Motor Utama yang Tidak Bergerak Tutup kepala silinder (cylinder head cup) kepala silinder (cylinder

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin Pembakaran Dalam Ditinjau dari cara memperoleh energi internal, mesin kalor ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pembakaran dalam (Internal Combustion Engine) dan mesin

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Solar Menurut Syarifuddin (2012), solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan

Lebih terperinci

Gerak translasi ini diteruskan ke batang penghubung ( connectiing road) dengan proses engkol ( crank shaft ) sehingga menghasilkan gerak berputar

Gerak translasi ini diteruskan ke batang penghubung ( connectiing road) dengan proses engkol ( crank shaft ) sehingga menghasilkan gerak berputar Mesin Diesel 1. Prinsip-prinsip Diesel Salah satu pengegrak mula pada generator set adala mesin diesel, ini dipergunakan untuk menggerakkan rotor generator sehingga pada out put statornya menghasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF ABD 01 SOLAR KE DALAM MINYAK SOLAR TERHADAP KINERJA MESIN DIESEL H. Sulaeman, Fardiansyah Jurusan Mesin, Universitas Muhammadiyah Jakarta Abstrak. Semenjak tahun 1990 penggunaan

Lebih terperinci

Ma ruf Ridwan K

Ma ruf Ridwan K 1 Pengaruh penambahan kadar air dalam bahan bakar solar dan tekanan pengabutan terhadap emisi kepekatan asap hitam motor diesel donfenk Oleh : Ma ruf Ridwan K 2502009 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bahan Bakar Bahan bakar yang dipergunakan motor bakar dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok yakni : berwujud gas, cair dan padat (Surbhakty 1978 : 33) Bahan bakar (fuel)

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T

PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T PENGARUH VARIASI PENYETELAN CELAH KATUP MASUK TERHADAP EFISIENSI VOLUMETRIK RATA - RATA PADA MOTOR DIESEL ISUZU PANTHER C 223 T Sarif Sampurno Alumni Jurusan Teknik Mesin, FT, Universitas Negeri Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja

BAB I PENDAHULUAN. Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 PENGERTIAN UMUM Motor bakar merupakan salah satu jenis penggerak mula. Prinsip kerja dari motor bakar bensin adalah perubahan dari energi thermal terjadi mekanis. Proses diawali

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bensin Prinsip Dasar Motor Bensin

BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bensin Prinsip Dasar Motor Bensin 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Motor Bensin Motor bensin dapat juga disebut sebagai motor otto. Motor tersebut dilengkapi dengan busi dan karburator. Busi menghasilkan loncatan bunga api listrik yang membakar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mekanik berupa gerakan translasi piston (connecting rods) menjadi gerak rotasi

BAB II LANDASAN TEORI. mekanik berupa gerakan translasi piston (connecting rods) menjadi gerak rotasi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Motor Bakar Motor bakar torak merupakan salah satu mesin pembangkit tenaga yang mengubah energi panas (energi termal) menjadi energi mekanik melalui proses pembakaran

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1

Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 (Philip Kristanto) Pengaruh Suhu dan Tekanan Udara Masuk Terhadap Kinerja Motor Diesel Tipe 4 JA 1 Philip Kristanto Dosen

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL. data data dari tabel hasil pengujian performansi motor diesel. sgf = 0,845 V s =

LAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL. data data dari tabel hasil pengujian performansi motor diesel. sgf = 0,845 V s = LAMPIRAN A PERHITUNGAN DENGAN MANUAL Perhitungan performansi motor diesel berbahan bakar biofuel vitamin engine + solar berikut diselesaikan berdasarkan literatur 15, dengan mengambil variable data data

Lebih terperinci

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR

KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR KAJIAN EKSPRIMENTAL PENGARUH BAHAN ADITIF OCTANE BOSTER TERHADAP NILAI KALOR BAHAN BAKAR SOLAR Tekad Sitepu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak Tulisan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Motor Bakar Motor bakar adalah mesin atau peswat tenaga yang merupakan mesin kalor dengan menggunakan energi thermal dan potensial untuk melakukan kerja mekanik dengan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum

BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin Penjelasan Umum 4 BAB II DASAR TEORI 2.1. Motor Bensin 2.1.1. Penjelasan Umum Motor bensin merupakan suatu motor yang menghasilkan tenaga dari proses pembakaran bahan bakar di dalam ruang bakar. Karena pembakaran ini

Lebih terperinci

Andersen Karel Ropa, Naif Fuhaid, Nova Risdiyanto Ismail, (2012), PROTON, Vol. 4 No 2 / Hal 1-4

Andersen Karel Ropa, Naif Fuhaid, Nova Risdiyanto Ismail, (2012), PROTON, Vol. 4 No 2 / Hal 1-4 PENGARUH MEDAN MAGNET TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR PADA KINERJA MOTOR BAKAR BENSIN JENIS DAIHATSU HIJET 1000 Andersen Karel Ropa 1), Naif Fuhaid 2), Nova Risdiyanto Ismail 3) ABSTRAK Pemerintah menghadapi

Lebih terperinci

BAB VIII PELUMAS. Pelumas adalah suatu zat (media) yang berfungsi untuk melumasi bagian bagian yang bergerak.

BAB VIII PELUMAS. Pelumas adalah suatu zat (media) yang berfungsi untuk melumasi bagian bagian yang bergerak. BAB VIII PELUMAS Pelumas adalah suatu zat (media) yang berfungsi untuk melumasi bagian bagian yang bergerak. Efek pelumas tercapai baik bila terdapat oil filus (filus minyak) diantara mutal mutal yang

Lebih terperinci

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA

BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISA 4.1 Identifikasi Kendaraan Gambar 4.1 Yamaha RX Z Spesifikasi Yamaha RX Z Mesin : - Tipe : 2 Langkah, satu silinder - Jenis karburator : karburator jenis piston - Sistem Pelumasan

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin cepat mendorong manusia untuk selalu mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi (Daryanto, 1999 : 1). Sepeda motor, seperti juga

Lebih terperinci

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX

PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX PENGARUH PORTING SALURAN INTAKE DAN EXHAUST TERHADAP KINERJA MOTOR 4 LANGKAH 200 cc BERBAHAN BAKAR PREMIUM DAN PERTAMAX THE INFLUENCE OF INDUCT PORTING INTAKE AND EXHAUST FOR THE 4 STROKES 200 cc PERFORMANCE

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO

ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO ANALISA PENGARUH PENGATURAN VOLUME BIOETHANOL SEBAGAI CAMPURAN BAHAN BAKAR MELALUI MAIN JET SECARA INDEPENDENT TERHADAP EMISI PADA MESIN OTTO Iqbal Yamin Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Pendahuluan Motor Diesel Tujuan Rudolf Diesel Kesulitan Rudolf Diesel

Pendahuluan Motor Diesel Tujuan Rudolf Diesel Kesulitan Rudolf Diesel MOTOR DIESEL Pendahuluan Motor Diesel Penemu motor diesel adalah seorang ahli dari Jerman, bernama Rudolf Diesel (1858 1913). Ia mendapat hak paten untuk motor diesel pada tahun 1892, tetapi motor diesel

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DATA DAN PERHITUNGAN 4..1. Analisis Reaksi Proses Proses Pembakaran 4.1.1 Perhitungan stoikiometry udara yang dibutuhkan untuk pembakaran Untuk pembakaran diperlukan udara. Jumlah udara

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM)

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM) Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM) Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL

ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL ANALISIS VARIASI TEKANAN PADA INJEKTOR TERHADAP PERFORMANCE (TORSI DAN DAYA ) PADA MOTOR DIESEL Dosen Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Janabadra Yogyakarta e-mail : ismanto_ujb@yahoo.com

Lebih terperinci

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM).

Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Rencana Pembelajaran Kegiatan Mingguan (RPKPM). Pertemuan ke Capaian Pembelajaran Topik (pokok, subpokok bahasan, alokasi waktu) Teks Presentasi Media Ajar Gambar Audio/Video Soal-tugas Web Metode Evaluasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan dengan judul penelitian yaitu sebagai berikut: performa mesin menggunakan dynotest.pada camshaft standart

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berkaitan dengan judul penelitian yaitu sebagai berikut: performa mesin menggunakan dynotest.pada camshaft standart BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Observasi terhadap analisis pengaruh perubahan profil camshaft terhadap unjuk kerja mesin serta mencari refrensi yang memiliki relevansi terhadap judul penelitian.

Lebih terperinci

BAB I MOTOR PEMBAKARAN

BAB I MOTOR PEMBAKARAN BAB I MOTOR PEMBAKARAN I. Pendahuluan Motor pembakaran dan mesin uap, adalah termasuk dalam golongan pesawat pesawat panas, yang bertujuan untuk mengubah usaha panas menjadi usaha mekanis. Pada perubahan

Lebih terperinci

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly.

Grafik bhp vs rpm BHP. BHP (hp) Putaran Engine (rpm) tanpa hho. HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly. Grafik bhp vs rpm BHP BHP (hp) 80 70 60 50 40 30 20 10 0 500 1500 2500 3500 4500 5500 Putaran Engine (rpm) tanpa hho HHO (plat) HHO (spiral) Poly. (tanpa hho) Poly. (HHO (plat)) Poly. (HHO (spiral)) Grafik

Lebih terperinci

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR

PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR PENGARUH FILTER UDARA PADA KARBURATOR TERHADAP UNJUK KERJA MESIN SEPEDA MOTOR Naif Fuhaid 1) ABSTRAK Sepeda motor merupakan produk otomotif yang banyak diminati saat ini. Salah satu komponennya adalah

Lebih terperinci

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN ZAT ADITIF-PREMIUM (C1:80, C3:80, C5:80)

UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN ZAT ADITIF-PREMIUM (C1:80, C3:80, C5:80) 1 UJI EKSPERIMENTAL PERBANDINGAN UNJUK KERJA MOTOR BAKAR BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN CAMPURAN ZAT ADITIF-PREMIUM (C1:80, C3:80, C5:80) SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN BAHAN BAKAR SOLAR-BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR DIESEL

PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN BAHAN BAKAR SOLAR-BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR DIESEL PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN BAHAN BAKAR SOLAR-BIODIESEL (MINYAK JELANTAH) TERHADAP UNJUK KERJA PADA MOTOR DIESEL SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memproleh Gelar Sarjana Teknik IKHSAN

Lebih terperinci