EVALUATION OF SAFETY FACILITIES AVAIBILITY IN FERRY TRANSPORT (CASE STUDY IN NORTH MALUKU PROVINCE)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUATION OF SAFETY FACILITIES AVAIBILITY IN FERRY TRANSPORT (CASE STUDY IN NORTH MALUKU PROVINCE)"

Transkripsi

1 EVALUASI KETERSEDIAAN FASILITAS KESELAMATAN KAPAL PENYEBERANGAN (STUDI KASUS DI PROVINSI MALUKU UTARA) EVALUATION OF SAFETY FACILITIES AVAIBILITY IN FERRY TRANSPORT (CASE STUDY IN NORTH MALUKU PROVINCE) Setio Boedi Arianto Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Jl. Medan Merdeka Timur Nomor 5 Jakarta-Indonesia boedi.arianto@gmail.com Diterima: 30 April 2015, Direvisi: 7 Mei 2015, Disetujui: 21 Mei 2015 ABSTRACT The high increase in ferry transport services encourage the government to pay more attention to safety issues, especially the development of safety facilities for both passenger and the ship. The purpose of this research is to evaluate the avaibility of safety facilities in the ferry of North Maluku Province. The analytical method used is descriptive quantitative and qualitative analysis. Based on the analysis on five ships sampled which is owned by PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), there are still some safety facilities equipment unmet in general are life boats, life jacket, and line throwing apparatus. Efforts should be made by the operator is a complete lack of safety facilities because the fulfillment of safety facilities is one of the requirements in the organization of transport crossing, considering the implementation of these standards apply to non-convention vessel Indonesian flagged ships which are docking scheduled held after 1 January Keywords: safety facilities, ferry transport, North Maluku Province ABSTRAK Tingginya peningkatan jasa angkutan penyeberangan mendorong pemerintah untuk lebih memperhatikan masalah keselamatan terutama pengembangan fasilitas baik untuk keselamatan penumpang maupun keselamatan kapal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi fasilitas keselamatan yang tersedia di kapal penyeberangan di Provinsi Maluku Utara. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Berdasarkan hasil analisis, pada lima kapal yang dijadikan sampel milik PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) masih terdapat beberapa peralatan fasilitas keselamatan yang belum terpenuhi, pada umumnya adalah sekoci penolong, baju penolong, dan alat pelontar tali. Upaya yang harus dilakukan oleh operator adalah melengkapi kekurangan fasilitas keselamatan kapal penyeberangan tersebut karena pemenuhan fasilitas keselamatan merupakan salah satu persyaratan dalam penyelenggaraan angkutan penyeberangan yang berkeselamatan, mengingat penerapan standar tersebut diberlakukan bagi kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia yang jadwal dockingnya dilaksanakan pada atau setelah tanggal 1 Januari Kata Kunci: fasilitas keselamatan, angkutan penyeberangan, Provinsi Maluku Utara PENDAHULUAN Keselamatan kapal secara teknis tidak dapat dipisahkan dari faktor keselamatan (safety) pelayaran. Pada saat segala usaha yang dilakukan manusia tidak terbebas dari bahaya (hazard) yang menimbulkan faktor resiko (risk) yang dapat berakibat pada kerugian baik secara materiil maupun non materiil, maka jelas diperlukan pengukuran tingkat keselamatan terhadap sumber bahaya dan resiko yang ditimbulkan. Menyadari pentingnya keselamatan, operator kapal dituntut untuk meningkatkan pelayanan, dengan kesiapan alat keselamatan di dalam kapal, misalnya pelampung yang jumlahnya harus disesuaikan dengan isi kapal. Dalam rangka meningkatkan keselamatan angkutan penyeberangan, harus dilakukan pemeriksaan kapal secara periodik yang meliputi pemeriksaan terhadap konstruksi badan kapal, sistem permesinan, perlengkapan kapal, alat telekomunikasi kapal, alat keselamatan penumpang dan perlengkapan navigasi kapal (Kementerian Perhubungan, 2009). Untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap fasilitas keselamatan pada kapalkapal penyeberangan yang berlayar di wilayah Indonesia bagian Timur khususnya di Provinsi Maluku Utara. Saat ini sudah sangat mendesak terhadap kebutuhan untuk meningkatkan keselamatan kapal yang menyangkut penumpang maupun barang, dimana transportasi penyeberangan di Provinsi Maluku Utara merupakan transportasi yang menghubungkan antar pulau-pulau kecil maupun pulau-pulau besar yang ada di wilayah tersebut dan memiliki banyak permasalahan yang Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Keselamatan Kapal Penyeberangan (Studi Kasus di Provinsi Maluku Utara), Setio Boedi Arianto 87

2 cukup signifikan, permasalahan tersebut meliputi masalah sarana dan prasarana yang kurang memadai yang disediakan oleh pemerintah, selain itu juga masalah mahalnya biaya untuk menggunakan jasa transportasi antar pulau menjadi salah satu faktor penumpang mengesampingkan terhadap masalah faktor keselamatan maupun kenyamanan untuk bertransportasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi terhadap fasilitas keselamatan kapal penyeberangan di Provinsi Maluku Utara. TINJAUAN PUSTAKA A. Aspek Legalitas 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Menurut Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dalam Pasal 124 ayat (1) disebutkan bahwa setiap pengadaan, pembangunan, dan p e n g e r j a a n k a p a l t e r m a s u k perlengkapannya serta pengoperasian kapal di perairan Indonesia harus memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Dalam ayat (2) menyebutkan bahwa persyaratan keselamatan kapal meliputi material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio, dan elektronika kapal. Pasal 126 ayat (1) menyebutkan bahwa kapal yang dinyatakan memenuhi persyaratan keselamatan kapal diberi sertifikat keselamatan oleh Menteri. Dalam ayat (2) disebutkan bahwa sertifikat keselamatan terdiri atas: a. sertifikat keselamatan kapal penumpang; b. sertifikat keselamatan kapal barang; dan c. sertifikat kelaikan dan pengawakan kapal penangkap ikan. Ayat (3) menjelaskan bahwa keselamatan kapal ditentukan melalui pemeriksaan dan pengujian. Dalam ayat (4) disebutkan bahwa terhadap kapal yang telah memperoleh sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan penilikan secara terus-menerus sampai kapal tidak digunakan lagi. Ayat (5) menyebutkan bahwa pemeriksaan dan pengujian serta penilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) wajib dilakukan oleh pejabat pemerintah yang diberi wewenang dan memiliki kompetensi. 2. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: KM 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel S t a n d a r d ) Berbendera Indonesia Dalam Bab III peraturan ini membahas tentang perlengkapan dan standar alat-alat keselamatan kapal. Sedangkan dalam Bab IV peraturan ini membahas tentang peralatan keselamatan, antara lain: a. Sekoci Penolong (Life Boats) b. Rakit Penyelamat (Rescue Boats) c. Pelampung Penolong (Life Bouy) d. Rompi Renang (Immersion Suit) e. Alat Pelempar Tali (Line Throuwing Apparatus) f. Alat Apung lainnya (Bouyant Apparatus) g. Peralatan Pengapung h. Baju Penolong (Life Jacket) 3. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UM.008/ 9/20/DJPL-12, tentang Pemberlakukan Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel S t a n d a r d ) Berbendera Indonesia Dalam Bab I Pasal 3 ayat (2) huruf d menyatakan bahwa daerah pelayaran terbatas yang meliputi jarak dengan radius 100 mil laut dari suatu pelabuhan tertunjuk. Jarak ini diukur antara titik-titik terdekat batas-batas perairan pelabuhan sampai tempat labuh yang lazim. Jika pelabuhan tertunjuk dimaksud terletak pada sungai atau perairan wajib pandu, maka jarak itu diukur dari atau sampai pelampung terluar atau sampai muara sungai atau batas luar dari perairan wajib pandu. Dalam Bab IV Pasal 81 tentang Perlengkapan Penolong Kapal Penumpang Daerah Pelayaran Terbatas disebutkan jenis dan jumlah perlengkapan penolong kapal yang disesuaikan dengan batasan/ukuran kapal. 88 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 17, Nomor 2, Juni 2015:

3 Tabel 1. Matrik Perlengkapan Penolong Kapal Penumpang Daerah Pelayaran Terbatas No. Perlengkapan Peralatan Keselamatan Satuan Batasan/ Ukuran Kapal Jumlah Perlengkapan Kapal Penumpang Daerah Pelayaran Terbatas (sesuai pasal 81, Bab IV Perlengkapan Keselamatan, Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor : UM.008/9/20/DJPL-2012) Persyaratan Jumlah (unit) GT 500 1) Dilengkapi rakit penolong kembung (Inflatable Life Raft) kategori C dengan kapasitas 125% total jumlah pelayar. 2) Dilengkapi dengan 1 (satu) unit sekoci penyelamat kategori B pada setiap sisinya. - 1 Sekoci dan Rakit Penolong Gross Tonnage GT 300 s.d. <500 1) Dilengkapi rakit penolong kembung (Inflatable Life Raft) kategori D dengan kapasitas tidak kurang dari 125% total jumlah pelayar. 2) Dilengkapi dengan 1 (satu) unit sampan motor. - GT 35 s.d. <300 1) Dilengkapi rakit penolong kembung (Inflatable Life Raft) kategori D dengan kapasitas tidak kurang dari 125% total jumlah pelayar. 2) Dilengkapi dengan 1 (satu) unit sampan motor m s.d <120 m 1) Pelampung penolong yang memenuhi standar. 2) Paling sedikit 50 % dilengkapi dengan lampu yang dapat menyala sendiri, 2 unit diantaranya dilengkapi dengan tabung (isyarat) asap oranye (MOB Buoy), 2 unit lainnya dilengkapi dengan tali apung. 12 Unit 2 Pelampung Penolong Panjang Kapal 45 m s.d <60 m 1) Pelampung penolong yang memenuhi standar. 2) Paling sedikit 50 % dilengkapi dengan lampu yang dapat menyala sendiri, dan 2 unit lainnya dilengkapi dengan tali apung. 8 Unit 15 m s.d. <45 m 1) Pelampung penolong yang memenuhi standar. 2) Paling sedikit 50 % dilengkapi dengan lampu yang dapat menyala sendiri, dan 2 unit lainnya dilengkapi dengan tali apung. 6 Unit 3 Baju Penolong Panjang Kapal Semua Ukuran 1. Baju penolong kategori B yang memenuhi persyaratan standar, yang dilengkapi lampu, pluit dan pita pemantul cahaya (retro-reflector tape). 2. Sejumlah 100% total jumlah pelayar untuk dewasa ditambah 5% cadangan. 3. Sejumlah yang mencukupi untuk petugas jaga/pekerja di anjungan, rungan kendali kamar mesin dan ditempat kerja yang jauh dari akomodasi apabila ada. 4. Minimum 10% dari jumlah penumpang untuk anak-anak. - GT 500 Sarana pelontar tali yang memenuhi standar dengan proyektil dan tali 4 unit 4 Alat Pelontar Tali (Line Throwing Apparatus) Gross Tonnage GT 300 s.d <500 GT 175 s.d. <500 Sarana pelontar tali yang memenuhi standar dengan proyektil dan tali Sarana pelontar tali yang memenuhi standar dengan proyektil dan tali 3 unit 2 unit GT <175 Dilengkapi dengan 4 (empat) unit tali buangan dengan panjang 30 meter per-unitnya. - Roket parasut yang memenuhi persyaratan standar. 4 unit GT 300 Cerawat tangan yang memenuhi persyaratan standar. 4 unit 5 Isyarat Marabahaya (Pyrotechnic) Gross Tonnage Tabung asap oranye yang memenuhi persyaratan standar. Roket parasut yang memenuhi persyaratan standar. 2 unit 2 unit GT 35 s.d. <300 Cerawat tangan yang memenuhi persyaratan standar. 4 unit Tabung asap oranye yang memenuhi persyaratan standar. 1 unit 6 Radar Transponder {Search and Rescue Radar Transponder (SART)} Gross Tonnage GT 35 Dilengkapi dengan radar transponder yang memenuhi persyaratan standar. 1 unit 7 Perangkat pesawat telepon radio dua arah (Two way radio telephony) Gross Tonnage GT 35 Dilengkapi dengan Two way VHF radio telephone yang memenuhi persyaratan standar. Sumber: Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UM.008/9/20/DJPL-2012 tanggal 16 Februari unit Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Keselamatan Kapal Penyeberangan (Studi Kasus di Provinsi Maluku Utara), Setio Boedi Arianto 89

4 B. Beberapa Definisi/Istilah Terkait Dengan Keselamatan Menurut Capt. Hengky Supit (2009), keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan dan lingkungan maritim, sedangkan keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi, bangunan, permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk perlengkapan alat penolong dan radio elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian. Menurut Iskandar Abubakar, Herdjan Kenasin, dan Barzach (2011), keselamatan pelayaran didefinisikan sebagai suatu keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan dan kepalabuhan. Sedangkan yang dimaksud dengan keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material konstruksi, bangunan, permesinan dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan termasuk radio dan elektonika kapal yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan pemeriksaan dan pengujian yang pelaksanaan penilikannya dilakukan secara terus menerus sejak kapal dirancang bangun, dibangun, beroperasi sampai dengan kapal tidak digunakan lagi oleh Pejabat Pemeriksa Keselamatan Kapal. C. Studi Terdahulu Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Keselamatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Ketapang- Gilimanuk ditulis oleh Setio Boedi Arianto dan kawan-kawan pada tahun Berdasarkan analisis dengan metode deskriptif kualitatif, diperoleh hasil evaluasi terhadap ketersediaan fasilitas keselamatan kapal penyeberangan pada lintas Ketapang-Gilimanuk terhadap lima kapal penyeberangan, yaitu KMP Prathita IV (milik PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero)) dan KMP. Niaga Ferry II, KMP. Satria Nusantara, KMP. Marina Pratama, KMP. Rajawali Nusantara yang dimiliki oleh perusahaan swasta PT. Jembatan Madura, pada umumnya masih belum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UM.008/9/20/DJPL-2012 tanggal 16 Februari 2012 tentang Pemberlakuan Standar dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia, ada beberapa fasilitas keselamatan yang belum dipenuhi oleh operator angkutan penyeberangan, seperti: KMP. Prathita IV, dengan bobot kapal 507 GT, kapasitas muat penumpang sebesar 400 (empat ratus) penumpang, masih terdapat kekurangan fasilitas keselamatan berupa rakit penolong kembung (Inflatable Life Raft/ILR) 4 (empat) unit dari 20 (dua puluh) unit yang diperlukan, dan baju penolong (life jacket) dewasa sebanyak 75 (tujuhpuluh lima) unit dari 420 (empat ratus dua puluh) unit yang diperlukan. KMP. Niaga Ferry II, dengan bobot kapal 421 GT, kapasitas muat penumpang sebesar 395 (tiga ratus sembilan puluh lima) penumpang, masih terdapat kekurangan fasilitas keselamatan berupa rakit penolong kembung (Inflatable Life Raft/ILR) 8 (delapan) unit dari 20 (dua puluh) unit yang diperlukan, baju penolong (life jacket) dewasa sebesar 67 (enam puluh tujuh) unit dari 415 (empat ratus lima belas) unit yang tersedia serta baju penolong (life jacket) untuk anak-anak sebanyak 5 (lima) unit dari 40 (empat puluh) unit yang diperlukan, serta alat pelempar tali (line throwing apparatus) sebanyak 1 (satu) unit. KMP. Satria Nusantara, dengan bobot kapal 657 GT, kapasitas muat penumpang sebesar 360 (tiga ratus enam puluh) penumpang, masih terdapat kekurangan fasilitas keselamatan berupa rakit penolong kembung (Inflatable Life Raft/ILR) 8 (delapan) unit dari 18 (delapan belas) unit yang diperlukan, dan baju penolong (life jacket) dewasa sebanyak 186 (seratus delapan puluh enam) unit dari 378 (tiga ratus tujuh puluh delapan) unit yang diperlukan dan baju penolong (life jacket) anak-anak sebanyak 6 (enam) unit dari 36 (tiga puluh enam) unit yang diperlukan, serta alat pelempar tali (line throwing apparatus) sebanyak 2 (dua) unit. KMP. Marina Pratama, dengan bobot kapal 688 GT, kapasitas muat penumpang sebesar 400 (empat ratus) penumpang, masih terdapat kekurangan fasilitas keselamatan berupa rakit penolong kembung (Inflatable Life Raft/ILR) 5 (lima) unit dari 20 (dua puluh) unit yang diperlukan, dan baju penolong (life jacket) dewasa sebanyak 27 (dua puluh tujuh) unit dari 420 (empat ratus dua puluh) unit yang diperlukan, serta alat pelempar tali (line throwing apparatus) sebanyak 2 (dua) unit. KMP. Rajawali Nusantara, dengan bobot kapal 815 GT, kapasitas muat penumpang sebesar 369 (tiga ratus enam puluh sembilan) 90 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 17, Nomor 2, Juni 2015:

5 penumpang, masih terdapat kekurangan fasilitas keselamatan berupa rakit penolong kembung (Inflatable Life Raft/ILR) 10 (sepuluh) unit dari 19 (sembilan belas) unit yang diperlukan, serta alat pelempar tali (line throwing apparatus) sebanyak 2 (dua) unit. METODOLOGI PENELITIAN Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi dengan menggunakan kalimat, sehingga lebih informatif dan mudah dipahami (Sugiyono, 2004). Menurut Lexy J. Moloeng (2004) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Menurut Nanang Martono (2010) mendifinisikan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang berupa angka. Data yang berupa angka tersebut kemudian diolah dan dianalisis untuk mendapatkan suatu informasiilmiah di balik angkaangka tersebut. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer berupa hasil observasi/pengamatan lapangan, wawancara dengan instansi terkait serta melakukan investigasi kepada ABK maupun Nahkoda Kapal, untuk data sekunder diambil dari literatur-literatur dan beberapa kajian yang pernah dilakukan sebelumnya terkait dengan masalah keselamatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Kapal penyeberangan yang beroperasi di wilayah Provinsi Maluku Utara berjumlah 8 (delapan) unit, yaitu KMP. Bandeng, KMP. Bobara, KMP. Maming, KMP. Gorango, KMP. Pulau Sagori, KMP. Kerapu II, KMP. Dolosi, dan KMP. Arwana, seluruhnya dikelola oleh PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Ternate. Tabel 2. Jumlah Kapal yang Beroperasi di Provinsi Maluku Utara No. Nama Kapal Tahun Pembuatan Nama Galangan Panjang Seluruh (m) Panjang (m) Lebar (m) GRT Pnp (org) Kapasitas Muat Kend. Camp. (unit) ABK (org) 1. KMP. Bandeng 1991 PT. Iki Makassar 45,00 39,70 11, KMP. Bobara 2006 PT. Dok dan Perkapalan Kodja Palembang 48,13 47,25 14, KMP. Maming 2011 PT. SSP Bitung 45,50 40,21 12, KMP. Gorango 2008 PT. Adi Luhung Sarana Segara Indonesia 45,40 40,92 12, KMP. Pulau Sagori 2000 PT. Iki Bitung 39,80 32,50 10, KMP. Kerapu II - PT. Dok dan Perkapalan Surabaya 39,00 37,00 9, KMP. Dolosi 2008 PT. Daya Radar Jakarta 45,50 40,00 12, KMP. Arwana 2001 PT. Daya Radar Jakarta 30,50 27,50 7, Sumber: PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Ternate, diolah, 2014 Adapun data yang didapat dari 8 (delapan) kapal yang beroperasi, sebanyak 5 (lima) kapal dijadikan sampel dalam penelitian ini. Terkait dengan perlengkapan fasilitas keselamatan kapal, secara umum dalam kondisi baik dan perlu dilakukan pengembangan teknologi terhadap fasilitas keselamatan kapal. Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Keselamatan Kapal Penyeberangan (Studi Kasus di Provinsi Maluku Utara), Setio Boedi Arianto 91

6 Tabel 3. Data Perlengkapan Fasilitas Keselamatan Kapal di Provinsi Maluku Utara No. Perlengkapan Fasilitas Keselamatan Kapal Jumlah (unit) Kapasitas (orang) Kondisi Teknis Baik Rusak Perlu Pengembangan Teknologi Tidak Perlu A. KMP. Bobara 1. Sekoci Penolong (Life Boats) Sekoci Penyelamat (Resscue Boats) Sampan (Dinghy) Rakit Penolong Kembung (Inflateble Life Raft/ILR) Rakit Penolong Tegar (Rigid Life Raft/RLR) Pelampung Penolong (Life Buoy) Baju Penolong (Life Jacket) Baju Cebur (Immersion Suit) Alat Pelempar Tali (Line Throwing Apparatus) Alat Apung (Buoperlunt Apparatus) Roket Pelontar Cerawat Payung (Parachute Flare Roket) Cerawat Tangan (Hand Flare) Isyarat Asap (Smoke Signal) Pelindung Suhu (Thermal Protecting Aid) Pelepas Hidrostatik (Hydrostatic Realease) Sistem Evakuasi Laut (Marine Evacuation System/MES) Sistem Alarm dan Corong Pemberitahuan (General Alarm And Public Address System) B. KMP. Maming Sekoci Penolong (Life Boats) Sekoci Penyelamat (Resscue Boats) Sampan (Dinghy) Rakit Penolong Kembung (Inflateble Life Raft/ILR) Rakit Penolong Tegar (Rigid Life Raft/RLR) Pelampung Penolong (Life Buoy) Baju Penolong (Life Jacket) Baju Cebur (Immersion Suit) Alat Pelempar Tali (Line Throwing Apparatus) Alat Apung (Buoperlunt Apparatus) Roket Pelontar Cerawat Payung (Parachute Flare Roket) Cerawat Tangan (Hand Flare) Isyarat Asap (Smoke Signal) Pelindung Suhu (Thermal Protecting Aid) Pelepas Hidrostatik (Hydrostatic Realease) Sistem Evakuasi Laut (Marine Evacuation System/MES) Sistem Alarm dan Corong Pemberitahuan (General Alarm And Public Address System) Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 17, Nomor 2, Juni 2015:

7 No. Perlengkapan Fasilitas Keselamatan Kapal Jumlah (unit) Kapasitas (orang) Kondisi Teknis Baik Rusak Perlu Pengembangan Teknologi Tidak Perlu C. KMP. Gorango 1. Sekoci Penolong (Life Boats) Sekoci Penyelamat (Resscue Boats) Sampan (Dinghy) Rakit Penolong Kembung (Inflateble Life Raft/ILR) Rakit Penolong Tegar (Rigid Life Raft/RLR) Pelampung Penolong (Life Buoy) Baju Penolong (Life Jacket) Baju Cebur (Immersion Suit) Alat Pelempar Tali (Line Throwing Apparatus) Alat Apung (Buoperlunt Apparatus) Roket Pelontar Cerawat Payung (Parachute Flare Roket) Cerawat Tangan (Hand Flare) Isyarat Asap (Smoke Signal) Pelindung Suhu (Thermal Protecting Aid) Pelepas Hidrostatik (Hydrostatic Realease) Sistem Evakuasi Laut (Marine Evacuation System/MES) Sistem Alarm dan Corong Pemberitahuan (General Alarm And Public Address System) D. KMP. Dolosi Sekoci Penolong (Life Boats) Sekoci Penyelamat (Resscue Boats) Sampan (Dinghy) Rakit Penolong Kembung (Inflateble Life Raft/ILR) Rakit Penolong Tegar (Rigid Life Raft/RLR) Pelampung Penolong (Life Buoy) Baju Penolong (Life Jacket) Baju Cebur (Immersion Suit) Alat Pelempar Tali (Line Throwing Apparatus) Alat Apung (Buoperlunt Apparatus) Roket Pelontar Cerawat Payung (Parachute Flare Roket) Cerawat Tangan (Hand Flare) Isyarat Asap (Smoke Signal) Pelindung Suhu (Thermal Protecting Aid) Pelepas Hidrostatik (Hydrostatic Realease) Sistem Evakuasi Laut (Marine Evacuation System/MES) Sistem Alarm dan Corong Pemberitahuan (General Alarm And Public Address System) - -, - - Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Keselamatan Kapal Penyeberangan (Studi Kasus di Provinsi Maluku Utara), Setio Boedi Arianto 93

8 No. Perlengkapan Fasilitas Keselamatan Kapal Jumlah (unit) Kapasitas (orang) Kondisi Teknis Baik Rusak Perlu Pengembangan Teknologi Tidak Perlu E. KMP. Arwana 1. Sekoci Penolong (Life Boats) Sekoci Penyelamat (Resscue Boats) Sampan (Dinghy) Rakit Penolong Kembung (Inflateble Life Raft/ILR) Rakit Penolong Tegar (Rigid Life Raft/RLR) Pelampung Penolong (Life Buoy) Baju Penolong (Life Jacket) Baju Cebur (Immersion Suit) Alat Pelempar Tali (Line Throwing Apparatus) Alat Apung (Buoperlunt Apparatus) Roket Pelontar Cerawat Payung (Parachute Flare Roket) Cerawat Tangan (Hand Flare) Isyarat Asap (Smoke Signal) Pelindung Suhu (Thermal Protecting Aid) Pelepas Hidrostatik (Hydrostatic Realease) Sistem Evakuasi Laut (Marine Evacuation System/MES) Sistem Alarm dan Corong Pemberitahuan (General Alarm And 17. Public Address System) Sumber: Hasil Survei, 2014 Dari data perlengkapan fasilitas keselamatan kapal dilakukan analisis dan pembahasan dengan mengacu kepada Keputusan Dirketur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UM.008/9/20/DJPL tentang Pemberlakuan Standar dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia tanggal 16 Februari A. Fasilitas Keselamatan di Atas KMP. Bobara KMP. Bobara adalah kapal penyeberangan yang melayani lintas Bastiong-Makian-Babang (lintasan perintis) dengan waktu tempuh 13 jam dan lintas Bastiong-Batang Dua (lintasan perintis) dengan waktu tempuh 11 jam. Kapal ini berbobot 475 GT, kapasitas muat 300 penumpang dan panjang kapal adalah 47,25 m. Peralatan keselamatan yang dimiliki kapal tersebut meliputi sekoci penolong berjumlah 1 (satu) unit dengan kapasitas 6 (enam) orang, rakit penolong kembung berjumlah 7 (tujuh) unit dengan kapasitas muat masing-masing 25 (dua puluh lima) orang, berdasarkan keputusan tersebut, persyaratan jumlah rakit penolong kembung adalah sebesar 125% dari total jumlah pelayar (125% x 300 pnp = 375 pnp), pelampung penolong berjumlah 8 (delapan) unit, baju penolong berjumlah 250 (dua ratus lima puluh) unit, berdasarkan keputusan tersebut, baju penolong untuk dewasa seharusnya berjumlah 315 (tiga ratus lima belas) unit (kapasitas jumlah penumpang ditambah 5% cadangan = 105% x 300 = 315) dan jumlah baju penolong untuk anak-anak minimum 30 (tiga puluh) unit (minimum 10% dari kapasitas jumlah penumpang = 10% x 300 = 30), alat pelontar tali berjumlah 2 (dua) unit, roket pelontar cerawat payung berjumlah 8 (delapan) unit, cerawat tangan berjumlah 8 (delapan) unit, isyarat asap 8 (delapan) unit, dan semua fasilitas tersebut dalam kondisi baik. Fasilitas keselamatan yang belum memenuhi standar yaitu jumlah sampan, rakit penolong kembung, dan jumlah baju penolong. B. Fasilitas Keselamatan di Atas KMP. Gorango KMP. Gorango adalah kapal penyeberangan yang melayani lintas Tobelo-Subaim (lintasan perintis) dengan waktu tempuh 4 jam 30 menit dan lintas Tobelo-Daruba (lintasan perintis) dengan waktu tempuh 4 jam 15 menit. Kapal ini berbobot 617 GT, kapasitas muat 250 penumpang dan panjang kapal adalah 40,92 m. Peralatan keselamatan yang dimiliki kapal 94 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 17, Nomor 2, Juni 2015:

9 tersebut meliputi sekoci penyelamat berjumlah 2 (dua) unit dengan kapasitas masing-masing 9 (sembilan) orang, rakit penolong kembung berjumlah 14 (empat belas) unit dengan kapasitas muat masing-masing 25 (dua puluh lima) orang, berdasarkan keputusan tersebut, persyaratan jumlah rakit penolong kembung adalah sebesar 125% dari total jumlah pelayar (125% x 250 pnp = 313 pnp), pelampung penolong berjumlah 10 (sepuluh) unit, baju penolong berjumlah 330 (tiga ratus tiga puluh) unit, berdasarkan keputusan tersebut, baju penolong untuk dewasa seharusnya berjumlah 263 (dua ratus enam puluh tiga) unit (kapasitas jumlah penumpang ditambah 5% cadangan = 105% x 250 = 263) dan jumlah baju penolong untuk anak-anak minimum 25 (dua puluh lima) unit (minimum 10% dari kapasitas jumlah penumpang = 10% x 250 = 25), alat pelontar tali berjumlah 2 (dua) unit, roket pelontar cerawat payung berjumlah 6 (enam) unit, cerawat tangan berjumlah 6 (enam) unit, isyarat asap berjumlah 6 (enam) unit, dan semua fasilitas tersebut dalam kondisi baik. Fasilitas keselamatan yang belum terpenuhi yaitu jumlah alat pelontar tali sebanyak 2 (dua) unit dari persyaratan. C. Fasilitas Keselamatan di Atas KMP. Maming KMP. Maming adalah kapal penyeberangan yang melayani lintas Bastiong-Sofifi (lintasan komersil) dengan waktu tempuh 1 jam 50 menit, lintas Dowora-Sofifi (lintasan perintis) dengan waktu tempuh 1 jam 50 menit. Kapal ini berbobot 598 GT, kapasitas muat 202 penumpang dan panjang kapal adalah 40,21 m. Peralatan keselamatan yang dimiliki kapal tersebut meliputi sekoci penolong berjumlah 2 (dua) unit dengan kapasitas masing-masing 6 (enam) orang, rakit penolong kembung berjumlah 10 (sepuluh) unit dengan kapasitas muat masing-masing 25 (dua puluh lima) orang, berdasarkan keputusan tersebut, persyaratan jumlah rakit penolong kembung adalah sebesar 125% dari total jumlah pelayar (125% x 202 pnp = 253 pnp), pelampung penolong berjumlah 10 (sepuluh) unit, baju penolong berjumlah 330 (tiga ratus tiga puluh) unit, berdasarkan keputusan tersebut, baju penolong untuk dewasa seharusnya berjumlah 213 (dua ratus tiga belas) unit (kapasitas jumlah penumpang ditambah 5% cadangan = 105% x 202 = 213) dan jumlah baju penolong untuk anak-anak minimum 21 (dua puluh satu) unit (minimum 10% dari kapasitas jumlah penumpang = 10% x 202 = 21), alat pelontar tali berjumlah 2 (dua) unit, roket pelontar cerawat payung berjumlah 6 (enam) unit, cerawat tangan berjumlah 6 (enam) unit, isyarat asap berjumlah 6 (enam) unit, dan semua fasilitas tersebut dalam kondisi baik. Fasilitas keselamatan yang belum terpenuhi yaitu jumlah alat pelontar tali sebanyak 2 (dua) unit dari persyaratan. D. Fasilitas Keselamatan di Atas KMP. Dolosi KMP. Dolosi adalah kapal penyeberangan yang melayani lintas Ternate-Bitung merupakan lintasan komersil dengan waktu tempuh 18 jam. Kapal ini berbobot 560 GT, kapasitas muat 215 penumpang dan panjang kapal adalah 40,00 m. Peralatan keselamatan yang dimiliki kapal tersebut meliputi sekoci penyelamat berjumlah 2 (dua) unit dengan kapasitas masing-masing 9 (sembilan) orang, rakit penolong kembung berjumlah 10 (sepuluh) unit dengan kapasitas muat masingmasing 25 (dua puluh lima) orang, berdasarkan keputusan tersebut, persyaratan jumlah rakit penolong kembung adalah sebesar 125% dari total jumlah pelayar (125% x 215 pnp = 269 pnp), pelampung penolong berjumlah 10 (sepuluh) unit, baju penolong berjumlah 310 (tiga ratus sepuluh) unit, berdasarkan keputusan tersebut, baju penolong untuk dewasa seharusnya berjumlah 226 (dua ratus dua puluh enam) unit (kapasitas jumlah penumpang ditambah 5% cadangan = 105% x 215 = 226) dan jumlah baju penolong untuk anak-anak minimum 22 (dua puluh dua) unit (minimum 10% dari kapasitas jumlah penumpang = 10% x 215 = 22), alat pelontar tali berjumlah 2 (dua) unit, roket pelontar cerawat payung berjumlah 12 (dua belas) unit, cerawat tangan berjumlah 12 (dua belas) unit, isyarat asap berjumlah 6 (enam) unit, pelepas hidrostatik berjumlah 10 (sepuluh) unit, dan semua fasilitas tersebut dalam kondisi baik. Fasilitas keselamatan yang belum terpenuhi yaitu jumlah rakit penolong kembung dan alat pelontar tali. E. Fasilitas Keselamatan di Atas KMP. Arwana KMP. Arwana adalah kapal penyeberangan yang melayani lintas Bastiong-Jailolo (lintasan perintis) dengan jarak tempuh 21 mil dan lintas Bastiong-Maidi (lintasan perintis) dengan jarak tempuh 27 mil. Kapal ini berbobot 282 GT, kapasitas muat 155 penumpang dan panjang kapal adalah 27,50 m. Peralatan keselamatan yang dimiliki kapal tersebut meliputi sekoci penolong berjumlah 2 Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Keselamatan Kapal Penyeberangan (Studi Kasus di Provinsi Maluku Utara), Setio Boedi Arianto 95

10 (dua) unit dengan kapasitas masing-masing 12 (dua belas) orang, rakit penolong kembung berjumlah 8 (delapan) unit dengan kapasitas muat masing-masing 25 (dua puluh lima) orang, berdasarkan keputusan tersebut, persyaratan jumlah rakit penolong kembung adalah sebesar 125% dari total jumlah pelayar (125% x 155 pnp = 194 pnp), pelampung penolong berjumlah 8 (delapan) unit, baju penolong berjumlah 130 (seratus tiga puluh) unit, berdasarkan keputusan tersebut, baju penolong untuk dewasa seharusnya berjumlah 163 (seratus enam puluh tiga) unit (kapasitas jumlah penumpang ditambah 5% cadangan = 105% x 155 = 163) dan jumlah baju penolong untuk anak-anak minimum 16 (enam belas) unit (minimum 10% dari kapasitas jumlah penumpang = 10% x 155 = 16), alat pelontar tali berjumlah 2 (dua) unit, roket pelontar cerawat payung berjumlah 1 (satu) unit, cerawat tangan berjumlah 1 (satu) unit, isyarat asap berjumlah 2 (dua) unit, pelepas hidrostatik berjumlah 8 (delapan) unit, dan semua fasilitas tersebut dalam kondisi baik. Fasilitas keselamatan yang belum memenuhi standar yaitu jumlah sampan, baju penolong, roket pelontar cerawat payung, dan cerawat tangan. KESIMPULAN Perlengkapan fasilitas keselamatan KMP. Bobara yang sudah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu sekoci penolong, pelampung penolong, alat pelontar tali, roket pelontar cerawat payung, cerawat tangan, dan isyarat asap, sedangkan yang belum memenuhi standar yaitu sampan, rakit penolong kembung, dan baju penolong. Perlengkapan fasilitas keselamatan KMP. Gorango yang sudah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu sekoci penolong, rakit penolong kembung, pelampung penolong, baju penolong, roket pelontar cerawat payung, cerawat tangan, isyarat asap, pelepas hidrostatik, serta sistem alarm dan corong pemberitahuan, sedangkan yang belum terpenuhi yaitu alat pelontar tali, hanya tersedia 2 (dua) unit dari 4 (empat) unit yang disyaratkan. Perlengkapan fasilitas keselamatan KMP. Maming yang sudah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu sekoci penolong, rakit penolong kembung, pelampung penolong, baju penolong, roket pelontar cerawat payung, cerawat tangan, isyarat asap, pelepas hidrostatik, serta sistem alarm dan corong pemberitahuan, sedangkan yang belum terpenuhi yaitu alat pelontar tali, hanya tersedia 2 (dua) unit dari 4 (empat) unit yang disyaratkan. Perlengkapan fasilitas keselamatan KMP. Dolosi yang sudah memenuhi standar yang ditetapkan yaitu sekoci penolong, pelampung penolong, baju penolong, roket pelontar cerawat payung, cerawat tangan, isyarat asap, pelepas hidrostatik, serta sistem alarm dan corong pemberitahuan, sedangkan yang belum terpenuhi yaitu rakit penolong kembung dan alat pelontar tali, hanya tersedia 2 (dua) unit dari 4 (empat) unit yang disyaratkan. Perlengkapan fasilitas keselamatan KMP. Arwana yang sudah memenuhi standar yaitu sekoci penolong, rakit penolong kembung, pelampung penolong, alat pelontar tali, dan isyarat asap, sedangkan yang belum memenuhi standar yaitu sampan, baju penolong, roket pelontar cerawat payung, dan cerawat tangan. SARAN Seluruh kapal penyeberangan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah kapal milik PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), maka upaya yang harus dilakukan oleh pihak operator adalah melengkapi kekurangan fasilitas keselamatan kapal penyeberangan tersebut karena pemenuhan fasilitas keselamatan merupakan salah satu syarat dalam penyelenggaraan angkutan penyeberangan yang berkeselamatan, mengingat penerapan standar tersebut diberlakukan bagi kapal Non Konvensi Berbendera Indonesia yang jadwal docking-nya dilaksanakan pada atau setelah tanggal 1 Januari Perlu dilakukan pengembangan teknologi peralatan keselamatan di kapal yang disesuaikan dengan keadaan/situasi pelabuhan setempat, untuk alat navigasi di kapal penyeberangan perlu pengadaan echosounder (pendeteksi kedalaman) dan automatic identification system transponders, rekondisi dinamo hidrolic sekoci, rekondisi lampu sorot, dan tambahan tangga evakuasi di sebelah kanan dan kiri kapal. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, General Manager PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Ternate, serta staf dan peneliti di lingkungan Pusat Litbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian yang telah memberikan dukungan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Abubakar, Iskandar dan kawan-kawan Suatu Pengantar Pelayaran Perairan Daratan. Jakarta: TRANSINDO Gastama Media. Boedi Arianto, Setio., ct al Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Keselamatan Kapal Pada Lintas Penyeberangan Ketapang- Gilimanuk. Laporan Akhir. Jakarta. Moleong, Lexy J Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. 96 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 17, Nomor 2, Juni 2015:

11 Martono, Nanang Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Puslitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian Kajian Evaluasi Fasilitas Keselamatan Angkutan Penyeberangan di Provinsi Sulawesi Tenggara. Laporan Akhir. Jakarta. Sugiyono Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. CV. Alfabeta. Bandung. Supit, Hengky Pedoman Khusus Keselamatan dan Keamanan Pelayaran. Jakarta : Badan Koordinasi Keamanan Laut. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2009 tentang Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) Berbendera Indonesia. Jakarta. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor: UM.008/9/20/DJPL-12 tentang Pemberlakukan Standar Kapal Non Konvensi (Non Convention Vessel Standard) Berbendera Indonesia. Evaluasi Ketersediaan Fasilitas Keselamatan Kapal Penyeberangan (Studi Kasus di Provinsi Maluku Utara), Setio Boedi Arianto 97

12 98 Jurnal Penelitian Transportasi Darat Volume 17, Nomor 2, Juni 2015:

MAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL

MAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL MAKALAH PERLENGKAPAN KAPAL PERLENGKAPAN KESELAMATAN DIKAPAL DISUSUN OLEH : 1. AZIS ANJAS NUGROHO ( 21090111120001 ) 2. CARMINTO ( 21090111120002 ) 3. M.RESI TRIMULYA ( 21090111120003 ) 4. M. BUDI HERMAWAN

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT PENETAPAN KRITERIA DAERAH PELAYARAN KAPAL PELAYARAN RAKYAT LAMPIRAN 9 i 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kriteria Pelayaran Rakyat 4.3. Daerah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT GEDUNG KARYA LANTAI 12 s/d 17 JL. MEDAN MERDEKA BARAT No. 8 JAKARTA-10110 TEL. : 3811308,3505006,3813269,3447017 3842440 Pst. : 4213,4227,4209,4135

Lebih terperinci

PENELITIAN OPTIMALISASI KINERJA KEPERINTISAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN DI SULAWESI DALAM RANGKA MENDUKUNG MP3EI

PENELITIAN OPTIMALISASI KINERJA KEPERINTISAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN DI SULAWESI DALAM RANGKA MENDUKUNG MP3EI KODE JUDUL : U.10 PENELITIAN OPTIMALISASI KINERJA KEPERINTISAN ANGKUTAN PENYEBERANGAN DI SULAWESI DALAM RANGKA MENDUKUNG MP3EI Peneliti/Perekayasa: Ir. Setio Boedi Arianto Ari Sudharsono, SE Dedi Sulaiman,

Lebih terperinci

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR

BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR BAB 4 MENERAPKAN PROSEDUR PENYELAMATAN DIRI DARURAT DAN SAR Kapal laut yang berlayar melintasi samudera di berbagai daerah pelayaran dalam kurun waktu yang cukup, bergerak dengan adanya daya dorong pada

Lebih terperinci

BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA. Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya.

BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA. Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya. BAB V PENGENALAN ISYARAT BAHAYA Tanda untuk mengingat anak buah kapal tentang adanya suatu keadaan darurat atau bahaya adalah dengan kode bahaya. a. Sesuai peraturan Internasional isyarat-isyarat bahaya

Lebih terperinci

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL

RANCANGAN KRITERIA DI BIDANG TRANSPORTASI LAUT PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL PENETAPAN KRITERIA PEMERIKSA DAN PENGUJI KESELAMATAN DAN KEAMANAN KAPAL LAMPIRAN 8 i DAFTAR ISI 1. Ruang Lingkup 2. Acuan 3. Istilah dan Definisi 4. Persyaratan 4.1. Persyaratan Utama 4.2. Kompetensi Marine

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver.

STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI. Penerima Receiver. STATUS REKOMENDASI KESELAMATAN SUB KOMITE INVESTIGASI KECELAKAAN PELAYARAN KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Investigasi Investigation Tanggal Kejadian Date of Occurrence Sumber Source Tanggal Dikeluarkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1992 TENTANG PELAYARAN [LN 1992/98, TLN 3493] BAB XIII KETENTUAN PIDANA Pasal 100 (1) Barangsiapa dengan sengaja merusak atau melakukan tindakan apapun yang mengakibatkan tidak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PENERBITAN SURAT-SURAT KAPAL, SURAT KETERANGAN KECAKAPAN, DISPENSASI PENUMPANG DAN SURAT IZIN BERLAYAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2033, 2014 KEMENHUB. Pemanduan Kapal. Prasarana. Sarana Bantu. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : NOMOR PM 93 TAHUN 2014 TENTANG SARANA BANTU

Lebih terperinci

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN

PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN TANGKAP DIREKTORAT PELABUHAN PERIKANAN PERATURAN KESYAHBANDARAN DI PELABUHAN PERIKANAN SYAHBANDAR DI PELABUHAN PERIKANAN Memiliki kompetensi

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker

Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker Perancangan Fire Control and Safety Plan pada Kapal Konversi LCT menjadi Kapal Small Tanker Tri Octa Kharisma Firdausi 1*, Arief Subekti 2, dan Rona Riantini 3 1 Program Studi Teknik Keselamatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.633, 2015 KEMENHUB. Angkutan Penyeberangan. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 80 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2003 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN

Lebih terperinci

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR KM 45 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN JENIS DAN TARIF ATAS JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK YANG BERLAKU

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.386, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kesyahbandaran. Pelabuhan Perikanan. Pedoman. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3/PERMEN-KP/2013

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT TAHUN 2012 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR DI KABUPATEN TANAH LAUT DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENDATAAN KAPAL DAN GALANGAN KAPAL SERTA PENERBITAN SURAT TANDA KEBANGSAAN KAPAL DI KABUPATEN TANGERANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2003 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1089, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pelayaran. Sungai. Danau. Alur. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PENERBITAN SURAT UKUR KAPAL, PAS KECIL KAPAL, DAN SERTIFIKAT KELAIKAN KAPAL BERUKURAN ISI KOTOR LEBIH KECIL DARI GT 7 BUPATI BELITUNG,

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG SERTIFIKASI DAN REGISTRASI KENDARAAN DI ATAS AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN

BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN BAB III TINJAUAN UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN A. Pengertian Pelayaran Pasal 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran menyatakan bahwa pelayaran adalah segala sesuatu

Lebih terperinci

2014, No Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lemba

2014, No Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lemba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1818, 2014 KEMENHUB. Klasifikasi. Kapal. Indonesia. Kewajiban. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 61 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE SALINAN WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 30 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PENERBITAN PAS KECIL UNTUK KAPAL KURANG DARI 7 GROSSE TONNAGE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TEGAL, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN

Lebih terperinci

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a perlu diatur lebih lanjut mengenai perkapalan dengan Peraturan Pemerintah; PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur

2016, No Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang Pengesahan International Convention For The Safety of Life at Sea, 1974; 6. Peratur BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1428, 2016 KEMENHUB. Kendaraan diatas Kapal. Pengangkutan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 115 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGANGKUTAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 1999 TENTANG ANGKUTAN DI PERAIRAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa angkutan di perairan selain mempunyai peranan yang strategis dalam

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.282, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kapal Berbendera Indonesia. Kewajiban Klasifikasi. Badan Klasifikasi.

BERITA NEGARA. No.282, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kapal Berbendera Indonesia. Kewajiban Klasifikasi. Badan Klasifikasi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kapal Berbendera Indonesia. Kewajiban Klasifikasi. Badan Klasifikasi. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 7

Lebih terperinci

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT Direktorat Lalu lintas Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Jalan Medan Merdeka Barat No 8 Jakarta 10110 1 1. Cetak Biru Pengembangan Pelabuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran terdapat beberapa

Lebih terperinci

by Sanoesi Setrodjijo jj 10/17/2010 San Set 1 SOLAS : the International Convention for the Safety of Life at Sea, 1974 Latar belakang : Terjadinya suatu kecelakaan k kapal, yaitu tenggelamnya S.S. TITANIC

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1996 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 15 TAHUN 1984 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DEPARTEMEN SEBAGAIMANA TELAH DUA PULUH TUJUH KALI DIUBAH,

Lebih terperinci

2012, No.12 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Ung-Ung Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ung-Ung Nomor 19 Tahun 2003 tentang Ba Usaha Mili

2012, No.12 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Ung-Ung Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ung-Ung Nomor 19 Tahun 2003 tentang Ba Usaha Mili No.12, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA BUMN. PERSERO. Modal Negara. Penyertaan. ASDP Indonesia Ferry. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L No.394, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Terminal Khusus. Terminal untuk Kepentingan Sendiri. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 52 TAHUN 2000 TENTANG JALUR KERETA API MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang: a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1998 tentang Prasarana dan Sarana Kereta

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT ASDP INDONESIA

Lebih terperinci

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ)

BIDANG PERHUBUNGAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG RINCIAN URUSAN KABUPATEN 1. Perhubungan Darat. 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) - 35-7. BIDANG PERHUBUNGAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan kabupaten 2. Pemberian izin penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Standar Pelayanan Berdasarkan PM 37 Tahun 2015 Standar Pelayanan Minimum adalah suatu tolak ukur minimal yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. industri penyedia jasa angkutan laut seperti pelayaran kapal laut. (1) BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak wilayah perairan dan lautan. Banyak aktifitas yang dilakukan dengan mengandalkan perhubungan melalui

Lebih terperinci

KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP PELAYANAN DI ATAS KMP. CAKALANG PADA LINTAS PENYEBERANGAN LABUAN BAJO-SAPE

KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP PELAYANAN DI ATAS KMP. CAKALANG PADA LINTAS PENYEBERANGAN LABUAN BAJO-SAPE KEPUASAN PENUMPANG TERHADAP PELAYANAN DI ATAS KMP. CAKALANG PADA LINTAS PENYEBERANGAN LABUAN BAJO-SAPE PASSENGER SATISFACTION OF SERVICE IN KMP. CAKALANG FERRY CROSSING OF LABUAN BAJO-SAPE 1 Setio Boedi

Lebih terperinci

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem

2 2. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1998 tentang Pemeriksaan Kecelakaan Kapal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 1, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 272, 2015 KEMENHUB. Keselamatan Pelayaran. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 20 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR KESELAMATAN PELAYARAN DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG P E R K A P A L A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1523, 2013 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Angkutan Laut. Penyelenggaraan. Pengusahaan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 93 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT ASDP INDONESIA FERRY

Lebih terperinci

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar

2013, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negar LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.156, 2013 TRANSPORTASI. Darat. Laut. Udara. Kecelakaan. Investigasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5448) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.865, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Sanitasi Kapal. Sertifikat. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2015 TENTANG SERTIFIKAT SANITASI KAPAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1867, 2016 KEMENHUB. Pelabuhan Laut. Penyelenggaraan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 146 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB VI TINDAKAN DALAM KEADAAN DARURAT

BAB VI TINDAKAN DALAM KEADAAN DARURAT BAB VI TINDAKAN DALAM KEADAAN DARURAT a. Sijil bahaya atau darurat. Dalam keadaan darurat atau bahaya setiap awak kapal wajib bertindak sesuai ketentuan sijil darurat, oleh sebab itu sijil darurat senantiasa

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA SURAT UKUR KAPALSUNGAI DAN DANAU. Nomor :.

REPUBLIK INDONESIA SURAT UKUR KAPALSUNGAI DAN DANAU. Nomor :. LAMPIRAN II : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 73 Tahun 2004 TANGGAL : 1 Oktober 2004 Contoh : 1 REPUBLIK INDONESIA Logo Lambang garuda Indonesia SURAT UKUR KAPALSUNGAI DAN DANAU Nomor :. Dikeluarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU DAN PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT PAJAK PERTAMBAHAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.627, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Kantor Kesyahbandaran. Utama. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2012 TENTANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG IMPOR DAN PENYERAHAN ALAT ANGKUTAN TERTENTU DAN PENYERAHAN JASA KENA PAJAK TERKAIT ALAT ANGKUTAN TERTENTU YANG TIDAK DIPUNGUT

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.283, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Pengukuran Kapal. Tata cara. Metode. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 8 TAHUN 2013 TENTANG PENGUKURAN KAPAL

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2015 TENTANG PERSYARATAN KEPEMILIKAN MODAL BADAN USAHA DI BIDANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 24 TAHUN 2008 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN

Lebih terperinci

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U No.328, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPU-PR. Penetapan Kelas Jalan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMO 05/PRT/M/2018 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN BERDASARKAN FUNGSI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2002 TENTANG PERKAPALAN UMUM Untuk menyelengarakan pelayaran dalam negeri atau pengangkutan antar pulau, diutamakan penggunaan armada

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM. 52 TAHUN 2012 TENTANG ALUR-PELAYARAN SUNGAI DAN DANAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut

FINAL KNKT Laporan Investigasi Kecelakaan Laut FINAL KNKT-08-11-05-03 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI Laporan Investigasi Kecelakaan Laut Terbaliknya Perahu Motor Koli-Koli Perairan Teluk Kupang NTT 09 Nopember 2008 KOMITE NASIONAL KESELAMATAN

Lebih terperinci

PENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL ABSTRAK

PENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL ABSTRAK PENANGANAN PROSEDUR DARURAT PADA KAPAL Prasetya Sigit Santosa Staf Pengajar Akademi Maritim Yogyakarta ( AMY ) ABSTRAK Keadaan darurat adalah keadaan dari suatu kejadian kecelakaan tiba-tiba yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau yang membentang dari 6 LU sampai 11 LS dan 92 BT sampai

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penataan angkutan penyeberangan Kepulauan Seribu

Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penataan angkutan penyeberangan Kepulauan Seribu Kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam penataan angkutan penyeberangan Kepulauan Seribu Dinas Perhubungan dan Transportasi Provinsi DKI Jakarta 5 Oktober 2015 Gambaran Umum Kepulauan Seribu luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk

BAB I PENDAHULUAN. konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan membawa konsekuensi logis yaitu timbulnya lalu lintas pergerakan antar pulau untuk pemenuhan kebutuhan barang dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 25 TAHUN TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 25 TAHUN TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 25 TAHUN 2015 2014 TENTANG STANDAR KESELAMATAN TRANSPORTASI SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN

Lebih terperinci

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN

G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KOTA BATAM NOMOR : Tahun 2010 TANGGAL : Juli 2010 G. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URUSAN 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas

Lebih terperinci

Keseimbangan antara Pendapatan dan Biaya Operasional Kapal Penyeberangan Lintas Jangkar-Kalianget

Keseimbangan antara Pendapatan dan Biaya Operasional Kapal Penyeberangan Lintas Jangkar-Kalianget ISSN 2355-4721 Keseimbangan antara Pendapatan dan Biaya Operasional Kapal Penyeberangan Lintas Jangkar-Kalianget Keseimbangan antara Pendapatan dan Biaya Operasional Kapal Penyeberangan Lintas Jangkar-Kalianget

Lebih terperinci

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana

DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN. Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana DESAIN AKSES OPTIMUM DAN SISTEM EVAKUASI SAAT KONDISI DARURAT PADA KM. SINAR BINTAN Disusun Oleh: Nuke Maya Ardiana 6508040502 ABSTRAK Kecelakaan merupakan kejadian yang tidak diinginkan dan bisa terjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846]

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846] UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN [LN 2008/64, TLN 4846] BAB XIX KETENTUAN PIDANA Pasal 284 Setiap orang yang mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut penumpang dan/atau barang antarpulau

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI. Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas karunia-nya Buku Informasi Transportasi Kementerian Perhubungan 2012 ini dapat tersusun sesuai rencana. Buku Informasi Transportasi

Lebih terperinci

2015, No Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah

2015, No Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah No.211, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA EKONOMI. Alat Angkut Tertentu. Jasa Kena Pajak. Tidak Dipungut PPN. Impor. Penyerahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN KATA PENGANTAR

STUDI PENYUSUNAN KONSEP KRITERIA DI BIDANG PELAYARAN KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyusun Studi Penyusunan Konsep Kriteria Di Bidang Pelayaran. ini berisi penjabaran Kerangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH DI PELABUHAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam upaya

Lebih terperinci

Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan.

Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan. G. PEMBAGIAN URUSAN BIDANG PERHUBUNGAN - 135-1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Pedoman dan penetapan tata cara penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PELAYANAN DAN TANGGAPAN PENUMPANG TERHADAP PELAYANAN PELABUHAN PENYEBERANGAN JANGKAR DI KABUPATEN SITUBONDO

ANALISIS KINERJA PELAYANAN DAN TANGGAPAN PENUMPANG TERHADAP PELAYANAN PELABUHAN PENYEBERANGAN JANGKAR DI KABUPATEN SITUBONDO ANALISIS KINERJA PELAYANAN DAN TANGGAPAN PENUMPANG TERHADAP PELAYANAN PELABUHAN PENYEBERANGAN JANGKAR DI KABUPATEN SITUBONDO Alfian Zaki Ghufroni Universitas Negeri Malang E-mail: al_ghufroni@yahoo.com

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 276, 2015 KEMENHUB. Penumpang. Angkatan Laut. Pelayanan. Standar. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 37 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG K E P E L A U T A N PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran diatur

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN, KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 73 Tahun 2004 TENTANG PENYELENGGARAAN ANGKUTAN SUNGAI DAN DANAU MENTERI PERHUBUNGAN, Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

Tinjauan Terhadap Tarif Angkutan Kapal Cepat KM. Expres Bahari Lintas Palembang-Muntok di Pelabuhan Boom Baru Palembang

Tinjauan Terhadap Tarif Angkutan Kapal Cepat KM. Expres Bahari Lintas Palembang-Muntok di Pelabuhan Boom Baru Palembang Tinjauan Terhadap Tarif Angkutan Kapal Cepat KM. Expres Bahari Lintas Palembang-Muntok di Pelabuhan Boom Baru Palembang Ramadhani 1 dan Achmad Machdor Alfarizi 2 Jurusan Teknik Sipil Universitas IBA Palembang

Lebih terperinci

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan daerah. 2.

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemb

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1509, 2015 KEMENHUB. Syahbandar. Online. Surat Persetujuan. Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 154 TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN SURAT

Lebih terperinci

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN P. BIDANG PERHUBUNGAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Perhubungan Darat 1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) 1. Penyusunan dan penetapan rencana umum jaringan transportasi jalan 2. Pemberian

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAWAKAN. Pasal 144. Pasal 145

BAB VIII PENGAWAKAN. Pasal 144. Pasal 145 Lampiran : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT Nomor : UM.008/9/20/DJPL - 12 Tanggal : 16 FEBRUARI 2012 BAB VIII PENGAWAKAN Pasal 144 (1) Pengawakan kapal Non-Convention terdiri dari : a. Seorang

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG (ZoSS). Pasal 1 (1) Pengaturan penggunaan jaringan jalan dan gerakan lalu lintas pada Zona Selamat Sekolah dilakukan dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan mengenai kenavigasian sebagaimana diatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 71 TAHUN 2013 TENTANG SALVAGE DAN/ATAU PEKERJAAN BAWAH AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

[Standar Pelayanan Minimum KM. Andalus] 1

[Standar Pelayanan Minimum KM. Andalus] 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, dijelaskan dalam pasal 1 poin 36 bahwa kapal adalah kendaraan air dengan bentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia sebagai negara yang terdiri dari ribuan pulau dan memiliki wilayah laut yang sangat luas maka salah satu moda transportasi yang sangat diperlukan adalah angkutan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2000 TENTANG KENAVIGASIAN UMUM Kegiatan kenavigasian mempunyai peranan penting dalam mengupayakan keselamatan berlayar guna mendukung

Lebih terperinci

Peningkatan Pengawasan Keselamatan Angkutan Penyeberangan Lintas Palembang-Muntok. Improvement of Ferry Crossing Safety Control Palembang-Muntok

Peningkatan Pengawasan Keselamatan Angkutan Penyeberangan Lintas Palembang-Muntok. Improvement of Ferry Crossing Safety Control Palembang-Muntok ISSN 2355-4721 Peningkatan Pengawasan Keselamatan Angkutan Penyeberangan Lintas Palembang-Muntok Peningkatan Pengawasan Keselamatan Angkutan Penyeberangan Lintas Palembang-Muntok Improvement of Ferry Crossing

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN TAHAP 1 STANDAR PELAYANAN MINIMUM KAPAL PERINTIS

LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN TAHAP 1 STANDAR PELAYANAN MINIMUM KAPAL PERINTIS Profil Responden LAMPIRAN 1 KUESIONER PENELITIAN TAHAP 1 STANDAR PELAYANAN MINIMUM KAPAL PERINTIS Umur a. 17 Tahun b. 17 40 Tahun c. 40 Tahun Jenis Kelamin a. Pria b. Wanita Pendidikan SD/SMP/SMA/S1/S2/S3

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1913, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Jasa Kepelabuhan. Tarif. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 148 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENETAPAN JENIS, STRUKTUR, GOLONGAN,

Lebih terperinci

A. Muatan Undng_Undang No 17 tahun 2008 Bagian Keenam Perizinan Angkutan. Pasal 28 (1) Izin usaha angkutan laut diberikan oleh:

A. Muatan Undng_Undang No 17 tahun 2008 Bagian Keenam Perizinan Angkutan. Pasal 28 (1) Izin usaha angkutan laut diberikan oleh: STANDARD OPERASIONAL DAN PROSEDUR PELAKSANAAN EVALUASI SURAT IZIN USAHA PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT DAN SURAT IZIN OPERASI PERUSAHAAN ANGKUTAN LAUT KHUSUS I. DASAR HUKUM A. Muatan Undng_Undang No 17 tahun

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM... TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci