BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penuaan Definisi Penuaan Penuaan bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan dan fungsi tubuh baik secara fisik maupun psikologis (Pudjiastuti, 2003). Menurut Arya Govinda et al (2009), proses menua bukanlah sesuatu yang terjadi hanya pada orang berusia lanjut, melainkan suatu proses normal yang berlangsung sejak maturitas dan berakhir dengan kematian. Adapun batasan umur lanjut usia adalah : 1. Menurutpasal 1 ayat 2, 3, 4 UU R.I No 13 Tahun 1998, kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. 2. Menurut World Health Organization (WHO), batasan usia lanjut meliputi usia pertengahan (Middle Age) antara usia tahun, usia lanjut (Elderly) usia antara tahun, usia lanjut tua (Old) usia antara tahun, usia sangat tua (Very Old) usia 90 tahun keatas. 8

2 9 3. Menurut Depkes RI (2009), batasan usia lanjut terbagi dalam tiga kelompok yaitu masa usia lanjut awal usia antara 46 sampai 55 tahun, masa usia lanjut akhir usia antara 56 sampai 65 tahun, masa usia lanjut usia 65 sampai keatas kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat. Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun keatas. Mengenai batasan batasan usia lanjut diatas maka Penulis tertarik membahas tentang batasan usia lanjut berusia tahun menurut World Health Organization (WHO), karena pada usia 60 tahun proses penuaan sudah tampak dimana terjadi gangguan pada penglihatan, pendengaran, kepadatan tulang berkurang, menurunnya kekuatan otot, elastisitas sendi, koordinasi, kecepatan dan waktu reaksi sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan statis Proses Penuaan Menurut Boedhi Darmojo R (1999), beberapa istilah yang digunakan dalam proses menua adalah : gerontology, geriatri, dan longevity. Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari proses menua dan semua aspek sosiologi, biologi,dan sejarah yang terkait dengan penuaan. Geriatri merujuk pada pemberian pelayanan kesehatan

3 10 untuk usia lanjut. Sementara longevity merujuk pada lama hidup seseorang individu (Boedhi Darmojo R, 1999). Menurut Siti Setiati et al (2009), membicarakan fisiologis proses penuaan tidak dapat dilepaskan dengan pengenalan konsep homeostenosis oleh Walter Cannon (1940). Menurut Siti Setiati et al (2009), terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh gerontologist ketika membicarakan proses menua: 1. Aging (bertambahnya umur) : menunjukkan efek waktu atau suatu proses perubahan yang terjadi secara spontan. 2. Senescensce (menjadi tua) : hilangnya kemampuan sel untuk membelah dan berkembang (dan seiring waktu akan menyebabkan kematian). 3. Homeostenosis : penyempitan atau berkurangnya cadangan homeosttais yang terjadi selama penuaan dan setiap sistem organ. Menjadi tua atau aging adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan-lahan untuk memperbaiki atau mengganti diri dan mempertahankan struktur, serta fungsi normalnya. Akibatnya tubuh tidak dapat bertahan terhadap kerusakan atau memperbaiki kerusakan tersebut (Cunnningham, 2003). Proses penuaan ini akan terjadi pada seluruh organ tubuh meliputi organ dalam tubuh seperti : jantung, paru-paru, ginjal,

4 11 indung telur, otak, dan lain-lain,juga organ terluar dan terluas tubuh, yaitu kulit (Cunnningham, 2003 ; Yaar & Gilchrest, 2007) Penurunan Sistem Tubuh Pada Proses Penuaan Penurunan yang terjadi pada sistem tubuh pada proses penuaan yang meliputi : 1. SistemSensoris A. Sistem Visual Sistem penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight), lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa lemah dan kehilangan tonus sehingga ketajaman penglihatan dan daya akomodasi berkurang (Martono,2009). B. SistemVestibular Gangguan pendengaran disebabkan keran koagulasi cairan yang terjadi selama otitis media. Hilangnya sel-sel rambut koklear, reseptor sensoris primer pendengaran. Penyebab lain sindrom meniere dengan gejala seperti mual, muntah, vertigo, telinga terasa penuh, tintinus, dan hilangnya daya pendengaran dan aquostikneoroma (Pudjiastuti, 2003). 2. Sistem Muskuloskeletal A. Jaringan (kolagen dan elastin). Kolagen sebagai protein pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago, dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan cross lingking yang tidak teratur.

5 12 Penurunan hubungan tarikan linier pada jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi dan daya mekaniknya karena penuaan, tensile strength dan kekakuan dari kolagen mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif sesuai penuaan. Perubahan kolagen penyebab penurunan fleksibilitas pada usia lanjut sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri, sehingga penurunan kemampuan meningkatkan kekuatan otot, kesulitan bergerak dari duduk keberdiri, jongkok dan berjalan berakibat dalam melakukan aktifitas harian, sangat efisien jika dari awal ada pelatihan untuk menjaga mobilitas (Pudjiastuti, 2003). B. Kartilago Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi sehingga permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi menjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan merupakan komponen dasar matriks kartilago berkurang dan hilang secara bertahap. Setelah matrik mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan kekuatan, dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago mengalami kalsifikasi dibeberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan

6 13 tiroid. Fungsi kartilago menjadi tidak efektif, tidak hanya sebagai peredam kejut, tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas dan berakibat rentan pada gesekan. Perubahan ini sering terjadi besar penumpu berat badan, sehingga sendi sering mengalami peradangan, kekakuan, nyeri, keterbatasan gerak, kelemahan pada otot, gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi sehingga berakibat pada daily activity (Nitz, 2004). C. Tulang Berkurangnya kepadatan tulang, trabekula longitudinal menjadi tipis, dan trabekula transversal terabsorsi kembali. Menjadikan jumlah spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Penurunan esterogen menjadi osteoklas tidak terkendali, penurunan penyerapan di kalsium, usus, peningkatan kanal haversi sehingga tulang keropos. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Sehingga sering terjadi nyeri, deformitas, dan fraktur (Martono,2009). Dengan bertambahnya usia, proses perusakan dan pembentukan tulang melambat terutama pada saat pembentukan. Hal ini dikarenakan menurunnnya aktifitas tubuh mengakibatkan menurunnya hormon estrogen pada wanita dan beberapa hormon lainnya (parahormon dan kalsitonin) trabekula

7 14 tulang menjadi lebih berongga dan memjadi mudah patah tulang akibat benturan ringan atau spontan (Martono,2009). D. Otot Otot-otot mengalami atrofi karena selain berkurangnya aktifitas juga akibat gangguan metabolik atau denervasi saraf, hal ini dapat diatasi dengan memperbaiki pola hidup (olahraga atau aktifitas yang terprogram). Salah satu parameter fisiologi yang terpengaruh oleh umur dan latihan fisik adalah kekuatan otot. Kekuatan otot naik saat umur 20 tahun dan maksimalnya umur 55 tahun. semakin bertambah usia, besar otot dan kekuatan otot akan berkurang. Berkurang nya besar otot disebabkan berkurang jumlah serta ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung. Dampak perubahan morfologis otot adalah penurunan kekuatan otot, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan fungsional otot (Nitz, 2004). E. Sendi Jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament, fasia penurunan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi, dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Signovial sendi terjadi perubahanan berupa tidak ratanya permukaan sendi, fibrilasi pembentukan celah dan lekukan dipermukaan tulang rawan, erosi tulang rawan hialin menyebabkan ebumasi tulang dan bisa

8 15 terjadi pembentukan kista dirongga subkondral dan sumsum tulang. Sehingga sendi mengalami kehilangan fleksibilitasnya yang menyebabkan terjadinya penurunan luas gerak sendi (Pudjiastuti, 2003). 3. Sistem Somatosensoris Pada usia lanjut mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsisensoris dan respon motorik pada sistem saraf pusat dan penurunan reseptor proprioseptif. Sistem saraf pusat pada usia lanjut mengalami morfologis dan biokimia, karena berkurangnya kandungan protein dan lemak pada otak sehingga otak jadi ringan. Akson, dendrit dan badan sel saraf banyak mengalami kematian, sedangkan yang hidup mengalami perubahan. Dendrit berfungsi untuk komunikasi antar sel saraf mengalami perubahan menjadi lebih tipis dan kehilangan kontak antar saraf. Daya hantar saraf mengalami penurunan 10% sehingga gerakan menjadi lamban. Akson pada medulaspinalis menurun 37%. Hal ini mengakibatkan penurunan fungsi kognitif, koordinasi, kekuatan otot, refleks, proprioseptif keseimbangan, perubahan postur dan peningkatan reaksi (Martono,2009).

9 Keseimbangan Defenisi Keseimbangan Seperti yang dikemukakan oleh Harsono (1988, hal :224) bahwa Keseimbangan berhubungan dengan koordinasi diri, dan dalam beberapa keterampilan, juga dengan agilitas. Dengan demikian untuk menjaga keseimbangan dalam melakukan kegiatan jasmani, maka gerakan-gerakan yang dilakukan perlu dikoordinasikan dengan baik sebagai usaha untuk mengontrol semua gerakan. Menurut Muchammad Sajoto (1988, hal:58) tentang kemampuan menguasai letak titik berat badan yang lebih dikenal dengan istilah keseimbangan bahwa Keseimbangan atau balance adalah kemampuan seseorang mengendalikan organ-organ syaraf ototnya selama melakukan gerakan-gerakan yang cepat dengan perubahan letak titik berat badan yang secara pula baik dalam keadaan statis maupun lebih-lebih dalam keadaan gerak dinamis. Lebih lanjut Harsono (1988, hal :223) mengemukakan bahwa keseimbangan atau balance adalah Kemampuan untuk mempertahankan sistem neuromuscular kita dalam kondisi statis, atau mengontrol sistem neuromuscular tersebut dalam suatu posisi atau sikap yang efisien selagi kita bergerak. Menurut M. Irfan (2010), dalam bukunya Fisioterapi Pada Insan Stroke, keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika ditempatkan pada berbagai posisi.

10 17 Menurut Ann Thomson (tanpa tahun), keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan tubuh dalam posisi kesetimbangan dalam keadaan statik atau dinamik, serta menggunakan aktifitas otot minimal. Menurut O Sullivan (1995), keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan pusat gravitasi pada bidang tumpu terutama ketika saat posisi tegak. Menurut Depkes (1996), keseimbangan juga merupakan kemampuan untuk mempertahankan sikap tubuh yang tepat pada saat melakukan gerak Klasifikasi Keseimbangan Adapun klasifikasi keseimbangan terbagi dua jenis, menurut Muchamad Sajoto (1988, hal :54) yaitu: 1. Keseimbangan Statis Keseimbangan statis adalah kemampuan mempertahankan sikap tubuh dalam kondisi diam atau tetap. Misalnya : duduk, berdiri, berdiri satu kaki, atau berdiri diatas papan keseimbangan. Keseimbangan statis dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sistem sensoris dan muskuloskeletal. Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dan kestabilan postur pada saat kita berdiri tidak dapat dipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan. Tujuan dari tubuh mempertahankan

11 18 keseimbangan adalah untuk menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu, serta menstabilisasi bagian tubuh ketika bagian tubuh lain bergerak. 2. Keseimbangan Dinamis Keseimbangan dinamis adalah kemampuan mempertahankan tubuh dalam kondisi bergerak dari suatu posisi ke posisi yang lain, misalnya : berjalan, dan berlari Komponen-komponen Pengontrol Keseimbangan Komponen-komponen pengontrol keseimbangan menurut Chandler (2000), adalah : 2. Sistem Informasi Sensoris Sistem informasi sensoris meliputi visual, vestibular, dan somatosensoris. A. Visual Visual memegang peran penting dalam sistem sensoris. Cratty & Martin (1969), menyatakan bahwa keseimbangan akan terus berkembang sesuai umur, mata akan membantu agar tetap fokus pada titik utama untuk mempertahankan keseimbangan, dan sebagai monitor tubuh selama melakukan gerak statik atau dinamik. Penglihatan juga merupakan sumber utama informasi tentang lingkungan dan tempat kita berada, penglihatan memegang

12 19 peran penting untuk mengidentifikasi dan mengatur jarak gerak sesuai lingkungan tempat kita berada. Penglihatan muncul ketika mata menerima sinar yang berasal dari obyek sesuai jarak pandang. Dengan informasi visual, maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh (Irfan, 2010). B. Sistem Vestibular Komponen vestibular merupakan sistem sensoris yang berfungsi penting dalam keseimbangan, kontrol kepala, dan gerak bola mata. Reseptor sensoris vestibular berada di dalam telinga. Reseptor pada sistem vestibular meliputi kanalissemisirkularis, utrikulus, serta sakulus. Reseptor dari sistem sensoris ini disebut dengan sistem labyrinthine. Sistem labyrinthine mendeteksi perubahan posisi kepala dan percepatan perubahan sudut. Melalui refleks vestibuleoccular, mereka mengontrol gerak mata, terutama ketika melihat objek yang bergerak. Mereka meneruskan pesan melalui saraf kranialis VIII ke nukleus vestibular yang berlokasi di batang otak. Beberapa stimulus

13 20 tidak menuju nukleus vestibular tetapi ke serebelum, formatioretikularis, thalamus dan korteks serebri (Canan,t.t) Nukleus vestibular menerima masukan (input) dari reseptor labyrinth, retikular formasi, dan serebelum. Keluaran (output) dari nucleus vestibular menuju ke motor neuron melalui medulaspinalis, terutama ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot pada leher dan otot-otot punggung (otot-otot postural). Sistem vestibular bereaksi sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh dengan mengontrol otot-otot postural (Canan,t.t) C. Somatosensoris Sistem somatosensoris terdiri dari taktil atau proprioseptif serta persepsi-kognitif. Informasi proprioseptif disalurkan ke otak melalui kolumna dorsalis medulla spinalis. Sebagian besar masukan (input) proprioseptif menuju serebelum, tetapi ada pula yang menuju ke korteks serebri melalui lemniskusmedialis dan thalamus (Irfan, 2010). Kesadaran akan posisi berbagai bagian tubuh dalam ruang sebagian bergantung pada impuls yang datang dari alat indra dalam dan sekitar sendi. Alat indra tersebut adalah ujung-ujung saraf yang beradaptasi lambat di

14 21 sinovial dan ligamentum. Impuls dari alat indra ini dari reseptor raba di kulit dan jaringan lain, serta otot di proses di korteks menjadi kesadaran akan posisi tubuh dalam ruang (Irfan,2010). 3. ResponOtot-Otot Postural yang Sinergis (Postural Muscles Response Synergies). Respon otot-otot postural yang sinergis mengarah pada waktu dan jarak dari aktivitas kelompok otot yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan kontrol postur. Beberapa kelompok otot baik pada ekstremitas atas maupun bawah berfungsi mempertahankan postur saat berdiri tegak serta mengatur keseimbangan tubuh dalam berbagai gerakan. Keseimbangan pada tubuh dalam berbagai posisi hanya akan dimungkinkan jika respon dari otot-otot postural bekerja secara sinergi sebagai reaksi dari perubahan posisi, titik tumpu, gaya gravitasi, dan alignment tubuh (Nugroho, 2011). Kerja otot yang sinergi berarti bahwa adanya respon yang tepat (kecepatan dan kekuatan) suatu otot terhadap otot yang lainnya dalam melakukan fungsi gerak tertentu (Nugroho, 2011) 4. KekuatanOtot (Muscle Strength) Kekuatan otot umumnya diperlukan dalam melakukan aktivitas. Semua gerakan yang dihasilkan merupakan hasil dari adanya peningkatan tegangan otot sebagai respon motorik.

15 22 Kekuatan otot dapat digambarkan sebagai kemampuan otot menahan beban baik berupa beban eksternal (eksternal force) maupun beban internal (internal force). Kekuatan otot sangat berhubungan dengan sistem neuromuskuler yaitu seberapa besar kemampuan sistem saraf mengaktifasi otot untuk melakukan kontraksi. Sehingga semakin banyak serabut otot yang teraktifasi, maka semakin besar pula kekuatan yang dihasilkan otot tersebut (Nugroho, 2011). Kekuatan otot dari kaki, lutut serta pinggul harus adekuat untuk mempertahankan keseimbangan tubuh saat adanya gaya dari luar. Kekuatan otot tersebut berhubungan langsung dengan kemampuan otot untuk melawan gaya gravitasi serta beban eksternal lainnya yang secara terus menerus mempengaruhi posisi tubuh (Nugroho, 2011). 5. Adaptive Systems Kemampuan adaptasi akan memodifikasi input sensoris dan keluaran motorik (output) ketika terjadi perubahan tempat sesuai dengan karakteristik lingkungan (Canan, t.t). 6. Lingkup Gerak Sendi (Joint Range of Motion) Kemampuan sendi untuk membantu gerak tubuh dan mengarahkan gerakan terutama saat gerakan yang memerlukan keseimbangan yang tinggi (Nugroho, 2011). Pada saat

16 23 melakukan gerakan interaksi komponen-komponen pengontrol keseimbangan dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 2.1 Komponen-komponen Keseimbangan (Chandler,2000) Faktor-Faktor YangMempengaruhi Keseimbangan Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan menurut Suhartono (2005), adalah : 1. Pusat Gravitasi (Center of Gravity COG) Pusat gravitasi terdapat pada semua objek, pada benda, pusat gravitasi terletak tepat di tengah benda tersebut. Pusat gravitasi adalah titik utama pada tubuh yang akan mendistribusikan massa tubuh secara merata. Bila tubuh selalu

17 24 ditopang oleh titik ini, maka tubuh dalam keadaan seimbang. Pada manusia, pusat gravitasi berpindah sesuai dengan arah atau perubahan berat. Pusat gravitasi manusia ketika berdiri tegak adalah tepat di atas pinggang diantara depan dan belakang vertebra sakrum kedua. Derajat stabilitas tubuh dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu : ketinggian dari titik pusat gravitasi dengan bidang tumpu, ukuran bidang tumpu, lokasi garis gravitasi dengan bidang tumpu, serta berat badan (Nugroho, 2011). 2. Garis Gravitasi (Line of Gravity LOG) Garis gravitasi merupakan garis imajiner yang berada vertikal melalui pusat gravitasi dengan pusat bumi. Hubungan antara garis gravitasi, pusat gravitasi dengan bidang tumpu adalah menentukan derajat stabilitas tubuh (Piscopo dan Balley, 1981). Hubungan garis gravitasi dan posisi tubuh dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

18 25 Gambar 2.2 Garis Gravitasi dan Posisi Tubuh (Dhaenkpedro, 2009). 3. BidangTumpu (Base of Support BOS) Bidang tumpu merupakan bagian dari tubuh yang berhubungan dengan permukaan tumpuan. Ketika garis gravitasi tepat berada di bidang tumpu, tubuh dalam keadaan seimbang. Stabilitas yang baik terbentuk dari luasnya area bidang tumpu. Semakin besar bidang tumpu, semakin tinggi stabilitas. Misalnya berdiri dengan kedua kaki akan lebih stabil dibanding berdiri dengan satu kaki. Semakin dekat bidang tumpu dengan

19 26 pusat gravitasi, maka stabilitas tubuh makin tinggi. Posisi tubuh ketika berdiri dapat dilihat kesimetrisannya dengan kaki selebar sendi pinggul, lengan di sisi tubuh, dan mata menatap ke depan. Walaupun posisi ini dapat dikatakan sebagai posisi yang paling nyaman, tetapi tidak dapat bertahan lama, karena seseorang akan segera berganti posisi untuk mencegah kelelahan. Pada posisi berdiri seimbang, susunan saraf pusat berfungsi untuk menjaga pusat massa tubuh (center of body mass) dalam keadaan stabil dengan batas bidang tumpu tidak berubah kecuali tubuh membentuk batas bidang tumpu lain, misalnya : melangkah (Piscopo dan Balley, 1981). Hubungan pusat gravitasi dengan luas bidang tumpu dalam berbagai posisi yang mempengaruhi stabilitas tubuh dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

20 27 Gambar 2.3 Bidang Tumpu (Dhaenkpedro, 2009). 4. Kecepatan Reaksi Kecepatan reaksi adalah waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus atau rangsangan, karena melalui stimulus reaksi tersebut mendapat sumber dari : visual, vestibular, rabaan maupun gabungan antara pendengaran dan rabaan (Wahjoeadi, 2000). 5. Koordinasi Neuromuskular Koordinasi neuromuskular merupakan kemampuan untuk mengintegrasi indera (visual, auditori, dan proprioceptive untuk mengetahui jarak pada posisi tubuh) dengan fungsi motorik untuk menghasilkan akurasi dan kemampuan gerak (Piscopo dan Balley, 1981).

21 Resiko Jatuh Pada Usia Lanjut Menurut Kane (1994), jika keseimbangan postural usia lanjut tidak dikontrol, maka akan dapat meningkatkan resiko jatuh pada usia lanjut. Gangguan keseimbangan akan mengakibatkan resiko jatuh pada usia lanjut (Siburian, 2006). Jatuh merupakan masalah fisik yang sering dialami oleh usia lanjut akibat proses penuaan (Pudjiastuti, 2003). Jatuh dapat mengakibatkan nyeri, terkilir, patah tulang, kelumpuhan, bahkankematian. Hal inimenimbulkan rasa takut dan hilangnya rasa percaya diri sehingga usia lanjut membatasi aktivitasnya sehari-hari yang menyebabkan menurunnya kualitas hidup (quality of life) pada usia lanjut yang mengalaminya (Stockslager & Schaeffer, 2008). Penurunan kekuatan otot ekstrimitas bawah dapat mengakibatkan kelambanan gerak, langkah pendek, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih gampang goyah, susah atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset dan tersandung. Beberapa indikator ini dapat meningkatkan risiko jatuh pada usia lanjut (Darmojo, 2009). 2.3 Latihan Jalan Tandem Sejarah dan Defenisi Jalan Tandem Berdasarkan sejarah jalan tandem ditemukan oleh ahli neorologis Jerman bernama Morist Heinrich Romberg ( ). Latihan Jalan Tandem merupakan suatu tes dan juga latihan yang dilakukan dengan cara berjalan menentukan garis lurus dalam

22 29 posisi tumit kaki menyentuh jari kaki yang lainnya sejauh 3-6 meter (Batson et al., 2009). Latihan ini dapatmeningkatkan keseimbangan postural bagian lateral, yang berperan dalam mengurangi resiko jatuh pada usia lanjut. Latihan ini bertujuan untuk melatih sistem proprioseptif yaitu untuk melatih sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Merupakan salah satu metode untuk menumbuhkan kebiasaan dalam mengontrol postur tubuh langkah demi langkah yang dilakukan dengan bantuan kognisi dan koordinasi otot trunk, lumbal spine, pelvic, hip, otot-otot perut hingga ankle (Batson et al., 2009). Menurut Batson et al (2009) latihan jalan tandem ada dua bentuk latihan yaitu latihan jalan tandem maju dan latihan jalan tandem mundur. Latihan jalan tandem biasanya digunakan untuk tes koordinasi, atau biasanya dilakukan pada tes neorologis dan juga digunakan pada tes untuk pengemudi mabuk. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian bahwa setidaknya membutuhkan dua atau tiga indra dalam menjaga keseimbangan berdiri, dan berjalan yaitu proprioseptif, vestibular, dan visual. Menjaga keseimbangan dalam posisi dinamis bergantung pada sensory pathways yang dilakukan oleh corticospinal (pyramidal) tract dan medial lateral vestibular tract. Sensori motor intergration centre yang dilakukan oleh cerebellum dan dorsal collum medial lemniskus tract.

23 30 Menurut Batson et al (2009) gangguan latihan jalan tandem dapat terjadi pada kondisi ataksia sensorik. Hal ini dikarenakan kekurangan : 1. Vitamin B12 (cobalamin). 2. Kondisi yang mengganggu collum dorsalis spinal cord, contohnya tabesdorsalis (neurosyphilis). 3. Kondisi yang mengganggu saraf saraf sensoris (sensori pheripheralneorophaty), contohnya poly radiculoneurophatydemielinasi inflamasi kronis (CIDP). Latihan Jalan Tandem adalah bisa dilakukan pada gangguan keseimbangan pada kasus gangguan keseimbangan karena usia, fraktur extremitas inferior, dislokasi extremitas inferior, HNP, LBP, stroke, vertigo. Latihan jalan Tandem bukanlah untuk latihan fungsi cerebellum. Seseorang dengan kondisi ataksia cebellar tidak mampu menjaga keseimbangan bahkan dengan kondisi mata terbuka, bahkan ketika langkah pertamanya. Maka jalan tandem bertujuan untuk systemproprioceptive pathways function (Batson et al., 2009). Menurut Miriam E. Nelson, PhD. Ada tiga tingkat neraca dalam pelatihan jalan tandem, diantaranya :

24 31 1. Tingkat satu : menggunakan satu tangan untuk menyeimbangkan diri pada saatmelakukan latihan jalan tandem. 2. Tingkat dua : menggunakan kedua tangan untuk menyeimbangkan diri pada saat kehilangan keseimbangan pada saat latihan jalan tandem. 3. Tingkat tiga : kondisi mata tertutup dan tidak menggunakan tangan kecuali pada saat kehilangan keseimbangan pada waktu latihan jalan tandem. Analisa jalan tandem dilihat dari gerakan kaki dan dimana letak tekanan pada area telapak kaki dan cara bergerak maju. Dalam gangguan cerebellar atau kelemahan vestibular dapat menghasilkan gerakan yang condong kesisi yang terkena. Gerakan-gerakan korektif kecil merupakan hal yang normal, itu menunjukkan bahwa seseorang dapat merasakan input proprioseptif yang diterima. Gerakan bergoyang juga menunjukkan kesadaran kedudukannya dalam suatu tempat (Batson et al., 2009). Keuntungan Latihan Jalan Tandem adalah Latihan Jalan Tandem merupakan salah satu dari latihan balance exercise melatih sikap tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh dan meningkatkan kekuatan otot extrmitas inferior.

25 32 Sedangkan kekurangan Latihan Jalan Tandem adalah gangguan cerebellar atau kelemahan vestibular dapat menghasilkan penyimpangan berjalan ke sisi yang lemah. Individu dengan gangguan vestibular akut atau kronis bisanya gagal tes ini. Latihan Jalan Tandem sangat spesifik dan sering non localizing. Kebanyakan ahli kesehatan merasa bahwa jatuh ke satu sisi tidak selalu menunjukkan sisi lesi. Beberapa individu yang sehat mungkin juga mengalami kesulitan dalam melakukan latihan jalan tandem, sehingga untuk menentukan adanya gangguan vestibular dibutuhkan tes tambahan yang lebih spesifik misalnya romberg test dan lain- lain (Batson et al., 2009) Tujuan Latihan Jalan Tandem Jalan tandem merupakan salah satu latihan yang bertujuan melatih sikap atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi otot dan gerakan tubuh. Latihan jalan tandem digunakan pula untuk melatih parameter yang terkait dengan keseimbangan individu, kontrol mutlak atas mobilitas dan ketepatan mobilitas (Batson et al., 2009). Selain digunakan sebagai latihan, jalan tandem juga digunakan sebagai tes dalam membantu diagnosa pada ataksia terutama ataksia trunkal yang disebabkan oleh kerusakan vermisserebelar atau jaringan yang terkait, karena penderita

26 33 gangguan ini memiliki pola jalan yang goyah dan memiliki basis yang lebar (Batson et al., 2009). Jalan tandem juga digunakan sebagai tes untuk menentukan kemampuan individu untuk mengkoordinasikan gerakan motoriknya. Individu dengan masalah koordinasi gerak motoriknya tidak akan lulus dalam tes ini (Batson et al., 2009) Teknik Pelaksanaan Latihan Jalan Tandem Tehnik Pelaksanaan Latihan Jalan Tandem menurut Batson et al., 2009 adalah : 1. Jalan Tandem Maju Subjek diminta untuk berjalan maju pada jalur (satu garis lurus) dengan menempatkan kaki kanan menyentuh tumit kaki kiridan berjalan sejauh 3-6 meter. Lakukan sebanyak10 kali kemudian istirahat. 2. Jalan Tandem Mundur Subjek diminta untuk berjalan mundur pada jalur (satu garis lurus) dengan menempatkan kaki kanan kebelakang dengan ujung jari-jari menyentuh tumit kaki kiri dan berjalan sejauh 3-6 meter. Lakukan sebanyak 10 kali kemudian istirahat. Latihan Jalan Tandem dapat dilakukan dengan mata terbuka dan tertutup. Latihan Jalan Tandem yang dilakukan dengan mata yang terbuka akan lebih mudah untuk dilakukan karena adanya korelasi visual terhadap vestibular dan propriseptif. Sedangkan

27 34 Jalan Tandem yang dilakukan dengan mata tertutup dilakukan untuk menguji fungsi vestibular. Latihan dan tes ini akan berhasil dilakukan jika input dari cerebelar dan proprioseptif normal. Dosis yang dianjurkan untuk dapat menghasilkan keseimbangan yang adekuat adalah 4-8 minggu (Batson et al., 2009) Mekanisme Latihan Jalan Tandem Meningkatkan Keseimbangan Statis Pada Usia Lanjut. Latihan proprioseptif akan menginformasikan presisi gerak dan refleks muscular yang berkontribusi pada pembentukan stabilitas dinamis sendi. Tujuan latihan proprioseptif adalah untuk melatih kembali jaras afferent untuk mengembangkan sensasi gerakan sendi dan aktivitasi mototrik pada sistem saraf pusat. Latihan proprioseptif sangat penting untuk dilakukan karena umpan balik proprioseptif akan meningkatkan dan mempertahankan stabilitas fungsional sendi (Batson et al., 2009). Latihan proprioseptif harus memakai teknik yang membangkitkan aktivasi otot pronator dan supinator kaki dalam melatih koordinasi, proprioseptif dan otot stabilisator pergelangan kaki. Aktivasi ko-kontraksi ini diupayakan terjadi secara semi otomatis, kerena sejatinya aktivitas stabilisasi merupakan sistem yang berlangsung pada central pattern generator (CPG). Pada

28 35 perkembangan manusia fungsi CPG yang benar menjadi bergantung pada integrasi saraf yang lebih tinggi, yaitu pada sistem saraf pusat, pada cortex cerebral. Aktivasi otot sekuensi temporal melibatkan CPG spinal dan integrasi sirkuit neural dengan input pusat otak yang lebih tinggi. Untuk mencapai gerakan semi otomatis yang dimaksud maka latihan proprioseptif juga melibatkan gerakan yang lambat dalam setiap perpindahan gerak dan posisi untuk memberikan kesempatan pada nuclei subcortal dan basal ganglia untuk menganalisa sensasi posisi yang mengirimkan umpan balik berupa kontraksi otot yang diharapkan. Latihan inilah yang kemudian akan diadaptasi pada CPG sebagai stabilitas fungsional yang baru (Batson et al., 2009). Latihan proprioseptif ini bermanfaat meningkatkan keseimbangan pada usia lanjut dikarenakan menurunnya fungsi motorik pada sistem saraf pusat, sehingga dengan aktivasi motorik tersebut meningkatkan respon proprioseptif yang dapat meningkatkan stabilitas sendi dan meningkatkan keseimbangan pada usia lanjut. Latihan proprioseptif yang hanya menghasilkan neural adaptasi dapat dilatih selama 2-4 minggu, namun proprioseptif yang adekuat dihasilkan dengan latihan yang dilakukan selama 4-8 minggu, karena pada waktu tersebut telah terjadi adaptasi neural dan adaptasi serabut otot. Keseimbangan yang adekuat dicapai ketika proprioseptif yang didukung oleh rekruitmen motor unit yang

29 36 meningkatkan dan adanya hipertropi (adaptasi serabut otot) yang membantu dalam stabilitas sendi dan kekuatan otot dengan dosis yang dianjurkan untuk dapat menghasilkan keseimbangan yang adekuat adalah 4-8 minggu (Batson et al., 2009). 2.4 Latihan Swiss Ball Definisi Latihan Swiss Ball Latihan Swiss Ball adalah sebuah bola yang sangat besar, dipompa, dan terbuat dari karet. Latihan Swiss Ball ditemukan di Italia pada tahun 1960 yang digunakan untuk menstabilkan otot yang tidak stabil menjadi lebih stabil karena dengan bola yang terbuat dari karet ini akan mengaktifkan otot yang sudah lama tidak melakukan fungsinya menjadi teraktifitas kembali (Gaur et al., 2012). Latihan Swiss Ball adalah suatu bentuk latihan yang meningkatkan respon untuk menjadi seimbang dalam suatu keadaan duduk dimana diharuskan bergerak ke kiri dan kanan ditambah dengan kemampuan untuk mengambil atau meraih sesuatu yang berada di posisi yang ditentukan fisioterapis. Latihan ini menggunakan kemampuan dari otot trunk, lumbal spine, pelvic, hip, otot-otot perut dan otot-otot kecil sepanjang spine sesuai dengan alignment tubuh yang simetris dan menjadi lebih stabil (Browne, 2006). Menurut jurnal fisioterapi dan okupasi terapi adalah Gaur et al (2012), Swiss Ball atau Gym Ball atau juga disebut Ball

30 37 Exercise terkenal sejak beberapa dekade lalu, yang membuat bola jenis ini menjadi salah satu benda yang digunakan dalam aktivasi rekreasi seperti dalam gymnasium (senam), latihan rumahan dan digunakan sebagai salah satu benda terapi dalam klinik-klinik, tempat fitnes, pelatihan atlit dan latihan-latihan alternative seperti yoga dan pilates. Fleksibilitas bola inimembuatnya menjadi perangkat yang umum digunakan dalam berbagai kegiatan seperti terapi fisik dan juga latihan, juga digunakan dalam program angkat berat dan terapi ginekologi. Latihan Swis Ball tidak hanya digunakan sebagai treatment tetapi untuk mempertahankan kondisi tubuh. Latihan ini sangat mudah dan aman dan dapat digunakan oleh semua jenjang usia, lakilaki maupun wanita (Gaur et al., 2012). Menurut penelitian oleh Waiss (1994) latihan Swiss Ball dapat memperindah progresifitas sebesar 6 derajat sekitar 25 % dari 181 pasien dan peningkatan stabilitas 57 %. Latihan Swiss Ball dapat meningkatkan keseimbangan statis dan dinamis, dapat meningkatkan proprioseptif dan dapat meningkatkan fungsional (Browne, 2006). Latihan Swiss Ball dapat diberikan pada kasus Stroke, LBP, scoliosis, kyphosis, lardosis. Keuntungan Latihan Swiss Ball adalah latihan yang direkomendasikan sebagai latihan dengan intensitas rendah untuk meningkatkan perbaikan postur, keseimbangan dan umpan balik

31 38 saraf. Latihan ini digunakan pada kasus klinis dan rehabilitasi. Permukaan tidak stabil pada bola mengurangi stress disekitar pinggul dan daerah pinggang, mengganti rangsangan proprioseptif dengan peningkatan motor control dari otot core yang penting untuk keseimbangan(gaur et al., 2012). Menurut penelitian Gaur et al (2012), dalam beberapa penelitian manfaat ball exercise ini mempunyai validitas untuk memperkuat dan meningkatkan aktivasi otot. Dibandingkan dengan perangkat konvensional lainnya ball exercie dinyatakan lebih efektif dalam meningkatkan amplitudo sinyal EMG (Electro Myo Graphic) selama latihan otot-otot perut yang dikaitkan dengan input proprioseptif. Sedangkan kekurangan Latihan Swiss Ball adalah latihan ini digunakan untuk meningkatkan stabilisasi, keseimbangan dan merangsang perubahan proprioseptif menjadi motor control, tetapi tidak meningkatkan kekuatan otot (Behmet, 2002). Karena itu latihan Swiss Ball direkomendasikan sebagai latihan untuk intensitas rendah yang memperbaiki posisi sendi, postur, keseimbangan, dan feedback input saraf Tujuan Latihan Swiss Ball Menurut penelitian Gaur et al (2012), dalam beberapa penelitian manfaat ball exercise ini mempunyai validitas untuk memperkuat dan meningkatkan aktivasi otot. Dibandingkan dengan

32 39 perangkat konvensional lainnya ball exercise dinyatakan lebih efektif dalam meningkatkan amplitudo sinyal EMG (electro myografich) selama latihan otot-otot perut yang dikaitkan dengan input proprioseptif. Latihan Swiss Ball digunakan untuk memperkuat semua otot trunk dari atas sampai kebawah dan kedepan atau kebelakang, menciptakan keseimbangan yang memungkinkan seseorang untuk berdiri tegak, tubuh pada satu alignment dengan kaki dan tangan Tehnik Pelaksanaan Latihan Swiss Ball Menurut penelitian Gaur et al., 2012, tehnik pelaksanaan latihan Swiss Ball untuk meningkatkan keseimbangan statis pada usia lanjut adalah sebagai berikut : Subjek diminta mengambil benda diarah depan (menggunakan tangan yang mana saja) diarah samping kanan menggunakan tangan kanan, diarah samping kiri menggunakan tangan kiri. Masingmasing sisi dilakukan sebanyak 10 repetisi. Dosis yang dianjurkan untuk dapat menghasilkan keseimbangan yang adekuat adalah 4-8 minggu (Gaur et al., 2012) Mekanisme Latihan Swiss Ball terhadap Keseimbangan Statis Pada Usia Lanjut Latihan menggunakan Swiss Ball ini merupakan suatu bentuk latihan yang meningkatkan respon untuk menjadi seimbang dalam suatu keadaan duduk dimana diharuskan bergerak kekiri dan

33 40 kekanan ditambah dengan kemampuan untuk mengambil atau meraih sesuatu yang berada diposisi yang ditentukan kedepan atau samping kiri ataupun kanan sebanyak 10 repetisi. Latihan menggunakan Swiss Ball ini meningkatkan proprioseptif lumbal yang berperan utama dalam menjaga postur tubuh tetap tegak dan keseimbangan yang memadai pada orang dewasa sehat (Gaur et al., 2012). Latihan ini bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot-otot core, meningkatkan proprioseptif sehingga dapat dilakukan dalam waktu 2-4 minggu saja tanpa adanya adaptasi bentuk serabut otot, namun keseimbangan yang adekuat didukung oleh adaptasi neural dan adaptasi serabut otot sehingga memerlukan waktu latihan 4-8 minggu (Gaur et al., 2012). Menurut penelitian Gaur et al (2012), dalam beberapa penelitian manfaat ball exercise ini memperkuat dan meningkatkan aktivasi otot. Dibandingkan dengan perangkat konvensional lainnya latihan Swiss Ball dinyatakan lebih efektif dalam meningkatkan aplitudo sinyal EMG (elektro myo graphic) selama latihan otot-otot perut yang dikaitkan dengan input proprioseptif. 2.5 TUGT (Time Up and Go Test) TUGT (Time Up and Go Test) merupakan salah satu alat ukur pada gangguan keseimbangan.

34 41 Pelaksanaannya adalah subjek berjalan sesuai dengan kemampuannya menempuh jarak 3 meter menuju ke dinding, kemudian berbalik tanpa menyentuh dinding dan berjalan kembali menuju kursi dan kemudian duduk kembali bersandar. Waktu dihitung sejak aba-aba mulai hingga subjek duduk bersandar kembali terhitung 10 detik sampai 3 menit. Nilai Rerata pada TUGT dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 2.1 Nilai Normal Time Up and Go Test Umur Jenis Kelamin Nilai rata-rata Nilai Normal (detik) (detik) Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan Sumber : Nilai Normal Time Up and Go Test (Jacobs & Fox, 2008) Jika skor < 14 detik; 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh Jika skor 14 detik; 87% resiko tinggi untuk jatuh Subjektidak diperbolehkan mencoba atau berlatih lebih dulu, stopwatch mulai menghitung setelah pemberian aba-aba mulai dan berhenti menghitung saat subyek kembali pada posisi awal atau duduk. Bila kurang dari 10 detik, maka subjek dikatakan normal. Bila kurang dari 20 detik, maka dapat dikatakan baik. Subjek dapat berjalan sendiri tanpa membutuhkan bantuan. Namun bila lebih dari 30 detik, maka subjek dikatakan memiliki problem dalam berjalan dan membutuhkan bantuan saat berjalan. Sedangkan pada subjek yang lebih lama dari 40 detik harus

35 42 mendapat pengawasan yang optimal karena sangat beresiko untuk jatuh (Shumway, 2000). Nilai normal pada usia lanjut sehatumur 75 tahun, ratarata waktu tempuh yang dibutuhkan adalah 8,5 detik (Podsiadlo et.al., 1991).

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan sikap tubuh baik pada kondisi diam maupun bergerak (Depkes,1996). Klasifikasi keseimbangan menurut Muchammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan dari bayi sampai lanjut usia (lansia). Lanjut usia (lansia) merupakan kejadian yang pasti akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. lanjut yang dilalui dalam proses kehidupan pada setiap manusia yang. kebanyakan orang awam yang umum bahwa secara fisik dan fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makhluk hidup tumbuh dan berkembang sesuai dengan fase tumbuh dan kembang setiap makhluk tersebut. Demikian pula dengan manusia sebagai makhluk hidup. Manusia tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paradigma sehat merupakan modal pembangunan kesehatan, yang dalam jangka panjang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam menjaga kesehatan melalui upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain

BAB I PENDAHULUAN. termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu. mereka tidak segan- segan melakukan banyak kegiatan ekstra selain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tubuh ideal merupakan impian semua orang di dunia ini, tidak termasuk pula kebanyakan orang indonesia. Remaja pun juga begitu mereka tidak segan- segan melakukan banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global angka pertumbuhan lansia semakin hari semakin meningkat dan sangat cepat. Setiap detik terdapat dua orang yang berulang tahun ke-60 di dunia, atau 58 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan. mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes

BAB I PENDHULUAN. tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes 1 BAB I PENDHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keseimbangan merupakan kemampuan untuk mempertahankan posisi tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Delito, 2003). Menurut Depkes (2009) keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa stroke adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas

BAB I PENDAHULUAN. dan anggota gerak bawah. Yang masing-masing anggota gerak terdiri atas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu bergerak dalam menjalankan aktivitasnya. Sering kita jumpai seseorang mengalami keterbatasan gerak dimana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk yang memerlukan gerak dan berpindah tempat dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Pergerakan tersebut dilakukan baik secara volunter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kondisi kebugaran jasmani dan rohani. Dengan. sakit atau cidera pada saat beraktifitas. Maka dari itu untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kondisi kebugaran jasmani dan rohani. Dengan. sakit atau cidera pada saat beraktifitas. Maka dari itu untuk mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia di masa yang modern dan berkembang seperti saat ini banyak memiliki aktivitas yang beragam dan berbeda-beda, tentunya harus memiliki energi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian. usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian. usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria inklusi dan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran Umum Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini berjumlah 26 orang lansia dengan usia minimal 60 tahun yang telah memenuhi kriteria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk

BAB I PENDAHULUAN. hingga orang tua menyukai olahraga ini, cabang olahraga yang berbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas olahraga sudah dikenal sejak jaman dulu kala. Olahraga memiliki sekumpulan peraturan, kebiasaan, sampai aktifitas tubuh yang sudah diatur sedemikian rupa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) merupakan indikator keberhasilan pencapain pembangunan di Indonesia. Peningkatan UHH ditentukan oleh penurunan angka kematian serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan semakin meningkatnya tingkat kesejahteraan dan pelayanan kesehatan, jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 1980 penduduk lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke

BAB I PENDAHULUAN tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates. pengobatannya (Waluyo, 2013). Di Indonesia stroke 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit sudah sejak zaman dahulu yaitu sekitar 2400 tahun yang lalu. Pertama kali diduga adanya stroke oleh Hipocrates yaitu ditemukannya gejala

Lebih terperinci

BAB I. sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada. kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan. Gerak tergantung dari

BAB I. sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada. kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan. Gerak tergantung dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah bergerak. Secara umum gerak dapat diartikan berpindah tempat atau perubahan posisi sebagian atau seluruh bagian dari tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas

BAB I PENDAHULUAN. Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmojo, 2007). Batasan lanjut usia menurut dokumen perkembangan lanjut usia dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu

BAB I PENDAHULUAN. kontraksi otot, elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seringkali pada orang yang telah mengalami usia lanjut (lansia) mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang menyebabkan perubahan fungsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi. kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan di mana jika kesehatan terganggu maka akan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aktifitas perkuliahan yang begitu padat membuat mahasiswa kekurangan waktu untuk melakukan olahraga. Waktu istirahat tidak lagi digunakan untuk aktifitas olahraga tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk biopsikososial membutuhkan kondisi yang optimal untuk dapat berinteraksi atau beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini merupakan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keseimbangan merupakan salah satu hal penting dalam proses pertumbuhan anak usia 10-12 tahun karena pada usia tersebut anak mulai mengalami perubahan baru, baik secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN dan sejak itu menjadi olahraga dalam ruangan yang popular diseluruh dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN dan sejak itu menjadi olahraga dalam ruangan yang popular diseluruh dunia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Futsal adalah variasi sepakbola yang dimainkan di dalam ruangan di lapangan yang lebih kecil. Futsal mulai dimainkan di Amerika Selatan pada tahun 1930 dan sejak itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahluk hidup sama dengan mahluk hidup lainnya, pasti bergerak, karena tidak ada kehidupan di dunia ini tanpa adanya gerakan.setiap manusia memiliki potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tolak ukur kemajuan bangsa adalah dilihat dari usia harapan hidup penduduknya. Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat perkembangan yang cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi keberhasilan tumbuh kembang anak. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa merupakan periode di mana tidak terjadi lagi perubahan karena faktor pertumbuhan setelah masa adolesensi yang mengalami pertumbuhan cepat. Peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Semakin banyak kemajuan dan terobosan-terobosan baru di segala bidang salah satunya dalam bidang kesehatan. Dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Disusun Oleh:

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sains Terapan Fisioterapi. Disusun Oleh: PENGARUH SENAM UNTUK MENCEGAH NYERI PINGGANG TERHADAP FLEKSIBILITAS LUMBAL PADA LANSIA DI ORGANISASI WANITA ISLAM KELURAHAN SRIWEDARI KECAMATAN LAWEYAN KOTA SURAKARTA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan yang terjadi dalam bidang kesehatan, meningkatnya kondisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan yang terjadi dalam bidang kesehatan, meningkatnya kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan yang terjadi dalam bidang kesehatan, meningkatnya kondisi sosial dan perekonomian masyarakat, semakin meningkatknya wawasan masyarakat yang bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga,

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh tugas, kepribadian, dan lingkungan, seperti bekerja, olahraga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya usia harapan hidup (UHH) manusia Indonesia. Hampir setiap tahunnya negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa memiliki beranekaragam aktivitas sehingga dituntut memiliki gerak fungsi yang baik dalam hal seperti mengikuti perkuliahan, melaksanakan tugas-tugas kuliah

Lebih terperinci

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya

Pada sistem kardiovaskuler dan respirasi terjadi perubahan yaitu penurunan kekuatan otot otot pernafasan, menurunnya aktivitas silia, menurunnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses penuaan dianggap sebagai peristiwa fisiologis yang memang harus dialami oleh semua makhluk hidup. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aktivitas Fisik Aktivitas fisik didefinisikan segala kegiatan atau aktivitas yang menyebabkan peningkatan energi oleh tubuh melampaui energi istirahat. Aktivitas fisik disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan tumpuan masa depan dan generasi selanjutnya bagi kehidupan dunia dimasa yang akan datang. Dalam hal ini kesehatan bagi anak merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Lanjut Usia 1. Definisi Lanjut Usia Lanjut usia merupakan tahap terakhir dari perkembangan hidup manusia, suatu proses alami dimana tidak semua orang dapat mencapai tahap ini.

Lebih terperinci

BAB I. Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan

BAB I. Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas fisik setiap orang dalam menjalani kehidupan sehari-hari dalam menunjang paradigma hidup sehat hendaknya dilakukan dengan kesadaran bahwa hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk diamati karena dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk diamati karena dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik untuk diamati karena dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Jumlah penduduk lansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang sakit (curative), tetapi kebijakan yang lebih ditekankan kearah

BAB I PENDAHULUAN. orang sakit (curative), tetapi kebijakan yang lebih ditekankan kearah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sehat yaitu slogan baru untuk Negara Indonesia dalam upaya mensejaterahkan dan menyehatkan warga negaranya. Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Karekteristik Subjek Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Karekteristik Subjek Penelitian BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: usia, berat badan, dan tinggi badan responden. Hasil deskripsi karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stroke merupakan penyebab kecacatan yang utama. Laporan WSO (World Stroke Organization, 2009) memperlihatkan bahwa stroke adalah penyebab utama hilangnya hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar tubuh. Proses menua terjadi secara terus menerus secara

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar tubuh. Proses menua terjadi secara terus menerus secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam mengahadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Proses menua terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena

PENDAHULUAN. Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, karena olahraga dapat mempertahankan dan meningkatkan kesehatan tubuh, serta akan dapat berdampak kepada

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 30 orang.

BAB VI PEMBAHASAN. kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 30 orang. BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subyek Penelitian Subjek pada penelitian ini berjumlah 60 orang yang terbagi menjadi 2 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah 30 orang. Kelompok I diberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan

BAB I PENDAHULUAN. dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelincahan merupakan salah satu komponen fisik yang banyak dipergunakan dalam olahraga. Kelincahan pada umumnya didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan peradaban manusia sudah semakin berkembang pesat di segala bidang kehidupan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan dalam berbagai posisi (Dellito, 2003). Keseimbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke.

BAB I PENDAHULUAN. rutinitas yang padat dan sangat jarang melakukan aktifitas olahraga akan. penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit stroke. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bertambahnya usia, kondisi lingkungan yang tidak sehat, baik karena polusi udara serta pola konsumsi yang serba instan ditambah lagi dengan pola rutinitas yang padat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini disajikan mengenai hasil penelitian beserta interpretasinya. Berturut-turut berikut disajikan mengenai deskripsi data, uji persyaratan analisis data,

Lebih terperinci

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA

PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA PENGARUH FREE ACTIVE EXERCISE TERHADAP PENINGKATAN RANGE OF MOTION SENDI LUTUT WANITA LANJUT USIA DI POSYANDU LANSIA SRIKANDI DESA SAMPANG GEDANG SARI GUNUNG KIDUL SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari

BAB I PENDAHULUAN. hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia melakukan gerak dan berpindah tempat dalam aktivitas sehari hari. Pergerakan normal sangat diperlukan dalam menunjang aktivitas seharihari tersebut.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang. merokok dan minum-minuman keras. Mereka lebih memilih sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi manusia. kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan setiap perkembangan dan pertumbuhan bayi atau anak mereka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat tentang jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna

BAB I PENDAHULUAN. fungsional untuk menjadikan manusia menjadi berkualitas dan berguna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepanjang hidupnya, manusia tidak terlepas dari proses gerak. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia melakukan berbagai macam aktifitas yang dipengaruhi oleh tugas, kepribadian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi dan informasi dalam ilmu kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Kecepatan lari merupakan unsur kemampuan gerak yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gerak. Kecepatan lari merupakan unsur kemampuan gerak yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecepatan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi gerak. Kecepatan lari merupakan unsur kemampuan gerak yang merupakan keterampilan dasar yang diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah terindah dalam keluarga. Setiap orang tua mengharapkan memiliki anak yang normal, namun sering hidup tidak berjalan seperti yang kita inginkan.

Lebih terperinci

Carpal tunnel syndrome

Carpal tunnel syndrome Carpal tunnel syndrome I. Definisi Carpal tunnel syndrome adalah keadaan nervus medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa nyeri, parestesia, dan kelelahan otot tangan. Tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai

BAB I PENDAHULUAN. digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang sangat digemari di segala lapisan masyarakat Indonesia, dari anak-anak sampai dewasa terutama laki-laki. Banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada keseimbangan gaya berdiri (center of gravitiy) dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. gangguan pada keseimbangan gaya berdiri (center of gravitiy) dikarenakan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam era tahun sekarang banyak perkembangan anak menuju dewasa tidak diperhatikan oleh orang tuanya sehingga perkembangan pemikiran anak atau sistem pemikiran seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempertahankan keseimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Dinamis 2.1.1 Definisi Keseimbangan Pada pasien hemiparese post stroke umumnya mengalami gangguan keseimbangan. Keseimbangan adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan masalah utama dalam pelayanan kesehatan dan sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit yang ditakuti karena menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak (Needlman, 2000). Perkembangan adalah bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak (Needlman, 2000). Perkembangan adalah bertambahnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu ada kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan gizi yang lebih baik, maka mereka hidup lebih lama dari

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, dan gizi yang lebih baik, maka mereka hidup lebih lama dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Populasi penduduk usia lanjut (usila) di dunia terus meningkat tanpa disadari. Dengan adanya kemajuan teknologi kedokteran, perbaikan pelayanan kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. merupakan bagian pinggang atau yang ada di dekat pinggang.

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan. merupakan bagian pinggang atau yang ada di dekat pinggang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nyeri punggung bawah atau Low Back Pain (LBP) merupakan manifestasi keadaan patologik yang dialami oleh jaringan atau alat tubuh yang merupakan bagian pinggang atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang pertama ingin dicapai baik dari pasien sendiri maupun dari keluarganya.

BAB I PENDAHULUAN. yang pertama ingin dicapai baik dari pasien sendiri maupun dari keluarganya. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemandirian dalam beraktifitas menjadi kebutuhan utama pada pasien pasca stroke, kemampuan dalam transfer dan ambulasi sering menjadi prioritas yang pertama ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, dimana terdapat lima fenomena utama yang mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan, dimana terdapat lima fenomena utama yang mempengaruhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini telah memasuki era baru yaitu era reformasi dengan ditandai oleh adanya perubahan-perubahan yang cepat disegala bidang menuju kepada keadaan yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Keseimbangan Dinamis 2.1.1 Pengertian Keseimbangan Dinamis Keseimbangan adalah menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain, untuk mempertahankan pusat massa tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola

BAB I PENDAHULUAN. bidang lainnya yang telah memberikan kemudahan dan perubahan pada pola BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan hidup manusia terus mengalami kemajuan yang luar biasa dalam berbagai bidang baik dalam bidang pengetahuan, teknologi, kesehatan dan bidang lainnya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik motorik, kognitif, dan

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan terjadinya perkembangan fisik motorik, kognitif, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan anak usia sekolah dasar disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir anak yang merupakan kelanjutan dari masa awal anak. Permulaan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia

BAB I PENDAHULUAN. diprediksikan jumlah lansia sebesar 28,8 juta jiwa (11,34%) dengan usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2010, jumlah lanjut usia (lansia) sebesar 23,9 juta jiwa (9,77%) dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Sedangkan pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan Nasional telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, peraikan lingkungan hidup,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Lanjut Usia (Lansia) a. Pengertian Seseorang dikatakan lansia ialah apabila berusia 60 tahun atau lebih, karena faktor tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Perubahan pada perilaku motorik

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Perubahan pada perilaku motorik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan motorik merupakan proses belajar bagaimana tubuh menggunakan otot-ototnya untuk bergerak. Perubahan pada perilaku motorik dirasakan sepanjang daur kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Produktivitas Kerja 1. Pengertian Produktivitas kerja adalah jumlah barang atau jasa yang dihasilkan oleh tenaga kerja yang bersangkutan dalam suatu periode tertentu. (15) Umumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, dan interaksi dengan lingkungan sehingga mengakibatkan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, dan interaksi dengan lingkungan sehingga mengakibatkan anak-anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan individu yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Proses pertumbuhan dan perkembangan akan mengarahkan anak pada proses perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Salah satu tujuan dari bangsa Indonesia yang tercantum pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka pada dewasa ini tingkat partisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama masa awal anak-anak, seorang anak mengalami peningkatan yang drastis pada pertumbuhannya, baik pertumbuhan fisik, mental dan psikis. Pertumbuhan fisik yang cepat

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. mahasiswa usia tahun dengan kurang aktivitas fisik. Mahasiswa usia tahun pada prodi D-IV Fisioterapi seluruhnya

BAB VI PEMBAHASAN. mahasiswa usia tahun dengan kurang aktivitas fisik. Mahasiswa usia tahun pada prodi D-IV Fisioterapi seluruhnya BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan tujuan untuk mengetahui pelatihan core stability dan balance board exercise lebih baik dalam meningkatkan keseimbangan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. bermata pencaharian di bidang pertanian. Sektor perkebunan merupakan salah

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. bermata pencaharian di bidang pertanian. Sektor perkebunan merupakan salah BAB I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sektor perkebunan merupakan salah satu sektor kuat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan juga tuntutan lingkungan agar dapat melakukan aktifitas dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan juga tuntutan lingkungan agar dapat melakukan aktifitas dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia sebagai makhluk biopsikososial memerlukan kondisi yang sehat agar mampu menjalankan berbagai peranannya dalam masyarakat dan mampu beradaptasi dengan lingkungan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kesegaran Jasmani 2.1.1 Pengertian Kesegaran jasmani sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam bidang keolahragaan. Kesegaran jasmani biasa diucapkan dengan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Deskripsi karakteristik subjek penelitian disajikan pada Tabel 5.1 di bawah. Tabel 5.1. Karakteristik Sampel

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Deskripsi karakteristik subjek penelitian disajikan pada Tabel 5.1 di bawah. Tabel 5.1. Karakteristik Sampel BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ini: Deskripsi karakteristik subjek penelitian disajikan pada Tabel 5.1 di bawah Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Karakteristik Sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting, banyak faktor internal maupun external yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, salah satunya adalah kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dapat di definisikan sebagai kelebihan berat badan, yang dapat meningkatkan resiko munculnya penyakit medis dan kematian dini (Villareal et al, 2005). Obesitas

Lebih terperinci

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PENYAKIT REUMATIK PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan meningkat diberbagai bidang di Indonesia telah mewujudkan peningkatan kualitas kesehatan penduduk. Salah satu outcome atau dampak dari

Lebih terperinci

SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL

SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL SKRIPSI HUBUNGAN POSISI DUDUK DENGAN TIMBULNYA NYERI PUNGGUNG BAWAH PADA PENGEMUDI MOBIL Disusun oleh : HENDRO HARNOTO J110070059 Diajukan untuk memenuhi tugas dan syarat syarat guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesegaran jasmani merupakan indikator kesehatan yang sangat penting bagi seseorang. Kesegaran jasmani berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan fisik seseorang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan pembangunan dan teknologi memberikan dampak bagi segala bidang pembangunan, begitu juga dalam bidang kesehatan. Salah satu Negara kita, yaitu dari penyakit

Lebih terperinci