ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H"

Transkripsi

1 ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN THOMSON MARGANDA SIANIPAR. Analisis Respon Penawaran Kelapa di Indonesia Pada Periode (dibimbing oleh HERMANTO SIREGAR). Sektor pertanian adalah sektor yang memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat karena fungsinya sebagai penyedia kebutuhan pokok masyarakat. Selain itu sektor pertanian juga berperan dalam memberikan pendapatan ekspor dan juga sebagai sumber kehidupan dari jutaan orang petani. Sekitar tujuh juta orang petani menggantungkan kehidupannya pada komoditi kelapa. Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki luas areal kelapa terluas di dunia. Akan tetapi dari segi produksi kopra Indonesia masih kalah dengan Filipina. Hal ini menandakan ada masalah pada sisi produktivitas kelapa di Indonesia. Dewasa ini peran dari kelapa sebagai sumber utama minyak nabati telah tergantikan oleh minyak kelapa sawit. Hal ini membuat komoditi kelapa seolah-olah terabaikan dan harga kelapa (kopra khususnya) tidak lagi menjadi insentif bagi petani. Petani kelapa umumnya menjual produknya dalam bentuk produk primer (kelapa segar dan kopra) yang membuat petani hanya mendapatkan nilai tambah yang kecil dan akibatnya kesejahteraan petani menjadi sangat rendah. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini memilki tiga tujuan utama. Pertama, Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan luas areal dan produktivitas kelapa di Indonesia. Kedua, Menduga respon penawaran dari petani kelapa dalam jangka pendek dan jangka panjang. Ketiga, Menganalisis secara deskriptif gambaran umum perkembangan komoditas kelapa di Indonesia dan mengevaluasi dan merekomendasikan kebijakan yang sesuai untuk perkembangan agribisnis kelapa. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang dipergunakan adalah data time series berjumlah 36 observasi dari tahun 1971 sampai dengan tahun Data-data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, Asian and Pacific Coconut Community (APCC), Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Bogor, InterCAFE, serta sumber dan referensi pustaka yang lain yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan metode analisis ekonometrika dengan menggunakan model penyesuaian parsial Nerlove. Untuk mengestimasi bagaimana pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel endogennya digunakan teknik estimasi Ordinary Least Square (OLS). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan E-Views 5.1. Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa variabel-variabel yang secara signifikan memengaruhi luas areal kelapa di Indonesia adalah luas areal tahun lalu,

3 harga minyak goreng sawit tahun lalu, harga rata-rata pupuk tahun lalu, dan tingkat upah buruh tahun lalu. Sedangkan variabel yang tidak signifikan memengaruhi luas areal kelapa di Indonesia antara lain harga kopra tahun lalu, curah hujan tahun lalu, dan tingkat suku bunga riil tahun lalu. Sementara variabel-variabel yang secara signifikan memengaruhi produktivitas kelapa di Indonesia adalah produktivitas tahun lalu, harga kopra, harga pupuk, harga pestisida, upah buruh, tingkat curah hujan ratarata, dan tren waktu. Respon penawaran kelapa terhadap harga kopra dalam jangka pendek dan panjang bernilai positif dan bersifat inelastis yaitu pada jangka pendek dan pada jangka panjang. Angka elastisitas penawaran tersebut menandakan adanya kekakuan aset-aset pertanian khususnya pada usaha tani kelapa. Selama ini belum ada kebijakan khusus yang diterapkan pada komoditi ini terkait dengan kebijakan harga output. Sementara untuk kebijakan perdagangan internasional, belum ada kebijakan khusus untuk membatasi ekspor ataupun kebijakan pendukung ekspor. Sebaliknya untuk kegiatan impor, pemerintah melakukan kebijakan bea masuk dan pajak penjualan yang ditujukan untuk melindungi petani dalam negeri. Untuk kebijakan investasi, kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah kebijakan yang bersifat umum seperti menyangkut pembangunan infrastruktur yang tidak dilakukan secara khusus untuk pengembangan investasi agribisnis kelapa. Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar pemerintah lebih mensosialisasikan pengolahan berbagai produk olahan kelapa agar petani ikut mendapat nilai tambah dari produk-produk olahan kelapa yang sangat beragam. Selanjutnya konversi lahan yang semakin marak terjadi perlu menjadi perhatian pemerintah agar lahan-lahan pertanian sebagai penyuplai bahan makanan dalam negeri tidak terus berkurang. Sosialisasi penggunaan input-input seperti pupuk dan pestisida perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas kelapa di Indonesia.

4 ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE Oleh THOMSON MARGANDA SIANIPAR H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 Judul Skripsi : Analisis Respons Penawaran Kelapa di Indonesia Periode Nama NIM : Thomson Marganda Sianipar : H Menyetujui Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP Tanggal Kelulusan :

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR- BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, Agustus 2009 Thomson Marganda Sianipar H

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan anugerah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Respon Penawaran Kelapa di Indonesia. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada : 1. Bapak Prof.Dr.Ir Hermanto Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan baik secara teknis, teoritis, maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Dr.Ir. Bambang Juanda, MS. selaku dosen penguji utama yang telah meberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Bapak Dr. Muhammad Findi selaku komisi pendidikan yang telah memberikan kririk dan saran demi perbaikan skripsi ini. 4. Kak Ade, Kak Tonny, Pak Dicky, Pak Adi, dan semua pihak InterCafe yang selama ini sudah memberi masukan dan tempat bagi penulis untuk bekerja dan mengolah data di InterCafe. 5. Seluruh dosen pengajar Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Majanemen yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis serta semua staf Tatausaha yang telah memberikan kelancaran berbagai urusan administrasi. 6. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Hormat Sianipar dan Ibu Sarma Manurung yang tak henti-hentinya memberikan dorongan, dukungan,

8 semangat, motivasi, dan doa untuk kesehatan, kelancaran, dan keselamatan dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. 7. Seluruh saudara penulis yaitu Bang Donald, Bang Julyan, Kak Erna, dan Dek Christian, serta Kak Pretty yang terus-menerus menyemangati penulis sampai saat ini. 8. Teman satu bimbingan skripsi penulis Renny Fitria, dan kepada seluruh anggota Supply Response Team (SRT) yaitu Made Sanjaya (Joger), Lukman, Tias Arum, Reja Lukiawan, Iqbal, Achun, Ginna, Grace, dan Rani buat kebersamaan dalam mencari dan mengolah data, sharing pengetahuan, dan lain-lain. 9. Teman-teman IE 42 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 10. Teman-teman, adik, dan kakak dari Komisi Kesenian (Komkes Crew), terutama Komkes 42 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan dan kebersamaannya selama ini. 11. Janri, Jirey, Mario, dan Yogi atas kebersamaan selama ini di Andalusia. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan semuanya. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Terima Kasih. Bogor, Agustus 2009 ThomsonMarganda Sianipar H

9 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Thomson Marganda Sianipar, lahir di Dolok Merangir, sebuah desa kecil yang berada di Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 17 Maret Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara, dari pasangan Hormat Sianipar dan Sarma Manurung. Penulis memulai pendidikan formalnya di SD Negeri No Dolok Merangir Kecamatan Dolok Batu Nanggar tahun 1993 dan diselesaikan pada tahun Pada tahun 2002, penulis menamatkan pendidikan menengah pertamanya di SLTP Negeri 1 Dolok Batu Nanggar. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 1 Dolok Batu Nanggar dan lulus pada tahun Pada tahun 2005, penulis meninggalkan daerah asalnya tersebut untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di bebepara organisasi seperti Komisi Kesenian Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB dan Ikatan Mahasiswa Siantar dan Sekitarnya.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Gambaran Umum Komoditi Kelapa Jenis Kelapa Varietas Dalam Varietas Hibrida Sentra Produksi Aspek Strategis Komoditi Kelapa Analisis Penawaran Pengertian Respon Penawaran Respon Penawaran Kelapa Kajian Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Teoritis Respon Penawaran Perubahan Jumlah Produksi Menurut Perubahan Areal dan Produktivitas... 25

11 Respon Penawaran Melalui Respon Areal dan Respon Produktivitas Respon Beda Kala (lag) dalam Komoditas Pertanian Model Penyesuaian Parsial Nerlove Kerangka Pemikiran Konseptual Hipotesis Penelitian III. METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Model Ekonometrika Model Respon Areal Model Respon Produktivitas Estimasi Respon Penawaran Evaluasi Model Uji Kriteria Ekonomi Uji Kriteria Statistik Uji Kriteria Ekonometrika Defenisi dan Pengukuran Variabel-Variabel Spesifikasi Harga IV. PERKEMBANGAN KOMODITI KELAPA Perkembangan Areal Kelapa Pasar dan Harga Penggunaan Dalam Negeri Ekspor Produk Kelapa Impor Produk Kelapa Harga Kelapa dan Produk Kelapa V. HASIL PENDUGAAN MODEL DAN IMPILKASI KEBIJAKAN Respon Areal Kelapa di Indonesia Respon Produktivitas Kelapa di Indonesia... 60

12 5.3 Respon Penawaran Kelapa di Indonesia Berbagai Kebijakan tentang Kelapa Infrastruktur dan Kelembagaan Kebijakan Harga, Perdagangan, dan Investasi Kebijakan Pengembangan Agribisnis Kelapa Peranan Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain (Balitka) Implikasi Kebijakan tentang Kelapa VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 83

13 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Perkembangan Konsumsi Pangan Indonesia dari Beberapa Komoditas Perkebunan Tahun 2003, 2005, Volume dan Nilai ekspor dan Impor Kelapa Indonesia Tahun Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Berbagai Jenis Perkebunan Kelapa di Indonesia Tahun Konsumsi Kelapa Setara Kopra di Indonesia Tahun Volume Ekspor Beberapa Produk Kelapa Tahun (Metrik Ton) Negara Tujuan Utama Beberapa Produk Kelapa Tahun 2003 dan Volume dan Nilai Impor Untuk Beberapa Produk Kelapa Indonesia Tahun Perkembangan Harga Rata-Rata Komoditi Kelapa di Pasar Domestik dan Dunia Tahun Perkembangan Harga Ekspor Beberapa Produk Kelapa Tahun Hasil Pendugaan Parameter Persamaan Respon Areal Kelapa di Indonesia Hasil Estimasi Respon Produktivitas Kelapa di Indonesia Respon (elastisitas) Penawaran Kelapa di Indonesia dalam Jangka Pendek dan Jangka Panjang Kebijakan Perdagangan Kelapa di Indonesia Tahun

14 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Pohon Industri Kelapa Kurva Penawaran Profil Hasil Kelapa Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian Persebaran Areal Kelapa di Indonesia Tahun Produksi Kopra Beberapa Negara Utama Tahun Jumlah Pabrik Minyak Kelapa di Indonesia Tahun Kapasitas Pabrik Minyak Kelapa di Indonesia Tahun

15 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Data Penelitian Hasil Estimasi Respon Areal Kelapa Di Indonesia Uji Autokorelasi Respon Areal Kelapa di Indonesia Uji Heteroskedastisitas Respon Areal Kelapa di Indonesia Uji Multikolinearitas Respon Areal Kelapa Di Indonesia Uji Normalitas Respon Areal Kelapa di Indonesia Hasil Estimasi Respon Produktivitas Kelapa di Indonesia Uji Autokorelasi Respon Produktivitas Kelapa di Indonesia Uji Heteroskedastisitas Respon Produktivitas Kelapa di Indonesia Uji Multikolinearitas Respon Produktivitas Kelapa di Indonesia Uji Normalitas Respon Produktivitas Kelapa di Indonesia... 88

16 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara tropis yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah. Sektor-sektor pertanian, pertambangan, perikanan, peternakan hingga pariwisata memiliki potensi yang begitu besar untuk dikembangkan di Indonesia. Sebagai negara kepulauan yang terbesar di dunia, Indonesia mempunyai luas daratan sebesar km 2 dengan luas lautan sebesar km 2 dari total luas area Indonesia yang mencapai km 2. Sementara Total populasi Indonesia pada tahun 2007 kurang lebih mencapai 226 juta jiwa. Sebagai negara yang kaya akan kekayaan alam, sektor pertanian adalah salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Hal ini disebabkan karena sangat besarnya potensi sektor pertanian secara umum termasuk perikanan, kehutanan, dan peternakan yang masih belum dimanfaatkan secara optimal. Akan tetapi sejak dibukanya keran arus modal asing pada masa awal orde baru membuat sektor pertanian secara perlahan namun pasti mulai tergeser peranannya oleh sektor-sektor lain terutama oleh sektor industri manufaktur yang banyak bersifat padat modal. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 kontribusi sektor pertanian terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya sebesar 12,97 persen, sementara kontribusi sektor industri manufaktur terhadap PDB mencapai 27,54 persen. Pertumbuhan PDB sektor pertanian kumulatif tahun 2006 juga hanya mencapai 3,36 persen sementara untuk

17 sektor industri manufaktur mencapai pertumbuhan sebesar 4,59 persen. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pola pembangunan perekonomian di Indonesia selama ini, setidaknya pada masa orde baru, sangat ditujukan kepada sektor industri dengan mengabaikan potensi sektor pertanian yang begitu besar. Permasalahan kemudian timbul ketika jumlah penduduk Indonesia terus bertambah sementara output dari sektor pertanian sebagai penyedia kebutuhan pokok masyarakat mengalami pertumbuhan yang tidak begitu besar, yaitu sebesar 3,36 persen pada tahun 2006 dan 3,43 persen pada tahun 2007, untuk menopang pertambahan jumlah penduduk yang pada tahun 1995 adalah sekitar 195 juta jiwa dan tahun 2007 kurang lebih 226 juta jiwa. Ditambah lagi dengan tingginya angka tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian yang mencapai juta orang 1 atau mencapai 40,3 persen dari total tenaga kerja di Indonesia. Dari statistik ini dapat kita bayangkan bahwa para petani kita hanya mendapatkan share yang sangat kecil dari total pendapatan nasional. Akibatnya, kesejahteraan petani menjadi sangat rendah. Perkebunan adalah salah satu sub sektor bidang pertanian yang mempunyai potensi besar dan memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian dan perekonomian Indonesia pada umumnya. Pada tahun 2008 sub sektor perkebunan mempunyai kontribusi sebesar 14,86 persen terhadap PDB sektor pertanian atau kurang lebih sebesar 2,14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). 2 1 Data BPS 2009 menunjukkan bahwa sampai dengan Agustus 2008, jumlah tenaga kerja sektor pertanian adalah jiwa. 2 Jumlah sementara

18 Kelapa (cocos nucifera L.) adalah salah satu komoditas perkebunan yang banyak menyangkut kehidupan masyarakat sehari-hari dan banyak tumbuh di daerah tropis. Tanaman ini banyak tumbuh di Indonesia, Filipina, India, Sri Langka dan beberapa negara Asia Pasifik. Dalam perekonomian Indonesia, kelapa merupakan tanaman industri pertanian yang cukup berperan sebagai penerimaan negara dari komoditi nonmigas. Industri kelapa di Indonesia juga menarik cukup banyak perhatian mengingat kontribusinya yang cukup besar terhadap perekonomian. Hal ini sangatlah wajar mengingat kelapa adalah tanaman multiguna yang dapat dimanfaatkan seluruh bagiannya mulai dari batang sampai daun. Saat ini, tanpa disadari kelapa telah melekat dalam kehidupan perekonomian, sosial dan kultur bangsa Indonesia. Di Indonesia, kelapa dikelola oleh sekitar 7 juta petani dimana lebih dari 99 persen bekerja pada perkebunan rakyat. Sementara luas areal perkebunan kelapa nasional pada tahun 2007 adalah sebesar hektar dengan hektar merupakan luas areal perkebunan kelapa rakyat. Penyebaran luas areal perkebunan kelapa nasional juga tersebar di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia. Sehingga tidak berlebihan jika kita menyebut kelapa sebagai komoditas sosial bagi masyarakat. Sebagai bahan baku minyak goreng, kelapa (dalam bentuk kopra) di Indonesia mendapat saingan dari kelapa sawit. Pada awalnya kopra begitu menjanjikan sebagai sumber utama minyak nabati. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu, ekspor kopra semakin menurun akibat kenaikan jumlah penduduk yang menyebabkan permintaan dalam negeri naik. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan

19 meningkatkan nilai tambah dari kopra, pemerintah melarang ekspor kopra pada tahun untuk dijadikan minyak kelapa untuk diekspor. Adanya kebijakan pemerintah tersebut dan adanya upaya subtitusi minyak kelapa dengan minyak kelapa sawit yang memilki harga yang lebih rendah membuat peran industri kelapa terganggu. Sehingga akhirnya pada bulan Juni 1991 pemerintah membebaskan ekspor kopra, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit (Siregar, 1993). Berbeda dengan kelapa yang sebagian besar pengusahaannya dilakukan oleh perkebunan rakyat, pengusahaan kelapa sawit umumnya dilakukan dalam skala besar oleh perkebunan-perkebunan swasta dengan penggunaan teknologi budidaya yang lebih maju. Pada tahun 2007, konsumsi minyak goreng asal kelapa sawit baik di kota maupun di desa mencapai 16,18 gram/kapita/hari, sedangkan minyak goreng asal kelapa hanya 6,39 gram/kapita/hari (Hardjo, 2008). Berikut adalah tabel perkembangan konsumsi pangan Indonesia dari beberapa komoditas perkebunan. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Pangan Indonesia dari Beberapa Komoditas Perkebunan Tahun 2003, 2005, 2007 (dalam : gram/kapita/hari) Komoditas Perkebunan Minyak Kelapa Sawit Kota + Desa Kota Desa ,89 13,05 16,18 14,86 14,62 17,75 9,71 11,81 14,72 Minyak 9,71 8,98 6,39 8,46 8,23 5,84 10,63 9,62 6,90 Kelapa Kelapa 8,68 8,18 7,71 6,46 5,97 5,28 10,25 9,83 9,99 Gula Pasir 25,84 24,41 23,63 26,19 25,00 23,57 25,40 23,80 23,68 Sumber : Happy Hardjo, 2008 Dari Tabel 1. di atas dapat kita lihat bahwa tingkat konsumsi minyak dari kelapa menurun dari 9,71 gram/kapita/hari pada tahun 2003 menjadi 8,98 gram/kapita/hari pada tahun 2005 dan 6,39 gram/kapita/hari pada tahun 2007.

20 Sementara itu tingkat konsumsi minyak yang berasal dari kelapa sawit meningkat dari 11,89 gram/kapita/hari pada tahun 2003 menjadi 13,05 gram/kapita/hari pada tahun 2005 dan 16,18 gram/kapita/hari pada tahun Berdasarkan data tersebut berarti telah terjadi peralihan penggunaan dari minyak kelapa ke minyak kelapa sawit (Hardjo, 2008). Walaupun tingkat konsumsi dari minyak kelapa di dalam negeri menurun, peluang ekspor untuk berbagai produk kelapa masih cukup menjanjikan. Hal ini ditambah dengan kelapa yang dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk bahan bakar nabati. Tercatat pada tahun 2007, ekspor kopra Indonesia ke berbagai negara tujuan mencapai ton dengan nilai US$ 8,821 juta. Sedangkan untuk minyak kelapa baik minyak kelapa, minyak kelapa mentah, minyak kelapa setengah jadi, dan minyak kelapa murni volume ekspor pada tahun 2007 mencapai ton dengan nilai US$ 570,41 juta. Tabel 2. berikut adalah tabel volume dan nilai ekspor dan impor kelapa Indonesia dari tahun

21 Tabel 2. Volume dan Nilai ekspor dan Impor Kelapa Indonesia Tahun Tahun EKSPOR IMPOR Bungkil Kopra Minyak Kelapa Bungkil Kopra Minyak Kelapa Volume (Ton) Nilai (000 Volume (Ton) Nilai (000 Volume (Ton) Nilai (000 Volume (Ton) Nilai (000 US$) US$) US$) US$) Sumber : Deptan, Ditjen Perkebunan (2008) Sebagai sumber penerimaan devisa non-migas, ekspor minyak kelapa kita pada tahun 2006 adalah sebsar ton dengan nilai US$ 270,674 juta. Sementara ekspor bungkil kopra pada tahun yang sama adalah sebesar ton dengan nilai US$ 15,774 juta. Menghadapi potensi permintaan baik untuk konsumsi pangan ataupun untuk bahan baku biofuel dan peluang ekspor yang masih cukup besar tersebut maka haruslah dicermati dua hal pokok yang saling berkaitan, yaitu produksi dan produktivitas kelapa.

22 Tabel 3. Luas Areal, Produksi, dan Produktivitas Berbagai Jenis Perkebunan Kelapa di Indonesia Tahun Uraian Perkebunan Rakyat - Luas Areal (ha) - Produksi (ton) - Produktivitas (ton / ha) Perkebunan Besar Negara - Luas Areal (ha) - Produksi (ton) - Produktivitas (ton / ha) Perkebunan Besar Swasta - Luas Areal (ha) - Produksi (ton) - Produktivitas (ton / ha) Jumlah - Luas Areal (ha) - Produksi (ton) - Produktivitas (ton / ha) , , , ,105 Sumber : Deptan, Ditjen Perkebunan (2008) , , , , , , , , , , , , , , ,154 ket : 1 angka sementara 2 angka estimasi Tabel 3 di atas menunjukkan luas areal perkebunan kelapa di Indonesia pada tahun 2007 adalah sebesar hektare dengan tingkat produksi sebesar ton dan produktivitas 1,145 ton/hektare/tahun. Pada tahun yang sama tercatat ada sekitar petani yang menggantungkan hidupnya pada komoditas ini. Sementara devisa yang diperoleh dari ekspor produk kelapa yang sebagian besar diperoleh dari minyak kelapa mencapai US$ 606,781 juta (Ditjen Perkebunan, 2008). Dari data di atas terlihat bahwa produktivitas dari perkebunan kelapa masih rendah. Dua hal yang membuat produktivitas kelapa nasional menjadi rendah adalah semakin tuanya usia tanam dan kurangnya perhatian petani dalam pemeliharaan

23 (Sukamto, 2001). Selain itu menarik juga untuk dilihat tidak hanya pengaruh harga kelapa terhadap produksi dan luas areal kelapa tetapi juga bagaimana pengaruh harga komoditi-komoditi lain yang terkait dengan kelapa baik secara langsung maupun tidak langsung, dan juga bagaimana pengaruh input seperti pekerja, teknologi, pestisida dan pupuk terhadap penawaran kelapa Perumusan Masalah Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa output sektor pertanian yang cenderung menurun pertumbuhannya dikhawatirkan tidak dapat mencukupi permintaan masyarakat akan bahan pangan dan kebutuhan pokok lainnya. Masalah kembali muncul ketika dunia mengalami krisis energi. Harga minyak mentah dunia yang melambung hingga mencapai US$ 147 per barel membuat negara-negara baik negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia mengalami kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) sehingga meningkatkan biaya produksi dalam negerinya. Tidak hanya sektor industri yang terkena dampak, tetapi juga sektor-sektor lain termasuk sektor pertanian mengalami kenaikan dalam hal ongkos produksinya. Berbagai program pun coba dirumuskan untuk mencari solusi dari krisis energi ini. Salah satu cara yang ditempuh adalah mencoba untuk mengganti bahan bakar berbahan baku fosil menjadi bahan bakar alternatif berbahan baku nabati. Beberapa komoditas pertanian pun bertambah fungsinya tidak hanya digunakan untuk kebutuhan pangan tetapi juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi.

24 Kelapa merupakan salah satu komoditas yang dapat dijadikan bahan baku untuk bahan bakar nabati. Walaupun proporsi perhatiannya tidak sebesar kelapa sawit dan tanaman jarak pagar, akan tetapi sebagai salah satu komoditi pangan dan salah satu penyumbang devisa yang cukup besar, analisis tentang produksi kelapa juga penting untuk kita lihat. Hal ini disebabkan karena adanya kecenderungan bahwa permintaan kelapa akan meningkat dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan yang kini tidak hanya digunakan untuk pangan. Berdasarkan data, konsumsi kelapa segar di Indonesia adalah sebesar 7,71 gram/kapita/hari. Jika ditotal untuk seluruh penduduk Indonesia maka total konsumsi kelapa tiap tahunnya adalah sebesar ton. Saat kita masih menjadi net exporter dari komoditi kelapa. Akan tetapi perhatian lebih besar perlu ditujukan kepada masalah produktivitas dari kelapa ini sendiri. Melihat kondisi produktivitas kelapa di Indonesia yang rata-rata hanya mencapai 1 ton/hektare/tahun, menurut perkiraan Balitka (Balai Penelitian Kelapa), sebenarnya produktivitas kelapa masih dapat ditingkatkan hingga sekurangkurangnya 2 ton/hektare/tahun untuk jenis kelapa dalam dan 3,5 ton/hektare/tahun untuk jenis kelapa hibrida (Sukamto, 2001). Pemerintah telah melakukan beberapa program untuk meningkatkan produksi kelapa dalam negeri. Program tersebut meliputi perluasan areal, intensifikasi, peremajaan, dan rehabilitasi tanaman kelapa. Peremajaan dan rehabilitasi tanaman yang dimulai pada tahun 1979 yang dilaksanakan di sebagian besar propinsi di Indonesia telah mampu meningkatkan produksi kelapa nasional.

25 Produktivitas kelapa yang rendah ini umunya disebabkan oleh beberapa hal, antara lain masih lemahnya kemampuan untuk mengadopsi teknologi baru di bidang teknik budidaya akibat rendahnya pendidikan petani. Usaha tani kelapa pada umumnya merupakan usaha tani tradisional. Lingkungan fisik tempat tumbuh kelapa, terjadinya musim panas panjang, dan serangan hama dan penyakit adalah kendala yang tidak dapat dikendalikan petani. Produktivitas kelapa yang rendah menyebabkan pendapatan yang diterima petani juga rendah. Hal ini pada akhirnya berakibat kurangnya minat petani dalam mengembangkan usahanya secara baik. Kebijakan pemerintah yang tepat dibutuhkan di sini tidak hanya untuk memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada petani, tetapi juga dibutuhkan untuk menyediakan insentif harga bagi para petani. Penetapan harga output yang layak berupa harga komoditi yang sesuai bagi para petani sangat penting untuk dilakukan mengingat harga output merupakan salah satu insentif terbesar yang memengaruhi keputusan petani dalam menambah atau mengurangi produksinya. Demikian halnya dengan harga input. Harga input yang terlalu tinggi akan membuat biaya produksi dari petani menjadi meningkat yang membuat petani akan mengurangi produksinya. Selain itu masih banyak faktor-faktor lain yang memengaruhi keputusan produksi dari petani baik dalam hal berproduksi maupun dalam hal penggunaan faktor produksi. Semua keputusan tersebut semata-mata didasarkan pada prinsip efisiensi dalam menentukan alokasi yang optimal dari faktor-faktor produksi yang berorientasi pada keuntungan atau pendapatan petani.

26 Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi peningkatan luas areal dan produktivitas kelapa di Indonesia? 2. Bagaimana respons penawaran dari petani kelapa dalam jangka pendek dan jangka panjang? 3. Bagaimana gambaran umum perkembangan komoditi kelapa di Indonesia dan evaluasi serta rekomendasi kebijakan apa yang sesuai untuk keberlanjutan agribisnis kelapa? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan-permasalahan antara lain : 1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan luas areal dan produktivitas kelapa di Indonesia. 2. Menduga respons penawaran dari petani kelapa dalam jangka pendek dan jangka panjang. 3. Menganalisis secara deskriptif gambaran umum perkembangan komoditas kelapa di Indonesia dan mengevaluasi dan merekomendasikan kebijakan yang sesuai untuk perkembangan agribisnis kelapa.

27 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pemerintah dalam merumuskan berbagai kebijakannya terkait dengan pembangunan industri kelapa agar dapat menjadi insentif bagi para petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan oleh berbagai instansi-instansi terkait guna melakukan penelitian lanjutan mengenai komoditi kelapa Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang memengaruhi luas areal dan produktivitas dari komoditi kelapa di Indonesia. Penelitian ini juga dibatasi pada faktor-faktor yang memengaruhi tingkat elastisitas dari komoditi kelapa di Indonesia dan gambaran umum komoditi kelapa serta evaluasi dan rekomendasi kebijakan yang sesuai untuk komoditi kelapa.

28 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Gambaran Umum Komoditi Kelapa Kelapa merupakan tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus yang berasal dari famili Palmae. Ada dua pendapat mengenai asal-usul kelapa (Anonymous, 2009) yaitu dari Amerika Selatan menurut D.F. Cook, Van Martius Beccari, dan Thor Herjerdahl dan dari Asia atau Indo Pasific menurut Berry, Werth, Mearil, Mayurathan, Lepesma, dan Pureseglove. Kata coco pertama kali digunakan oleh Vasco da Gama, atau dapat juga disebut Nux Indica, al djanz al kindi, ganzganz, nargil, narlie, tenga, temuai, coconut, dan pohon kehidupan. Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) merupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mepunyai nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun, dan buahnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari Jenis Kelapa Kelapa dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya : 1. Kelapa Dalam dengan varietas Viridis (kelapa hijau), Rubescens (kelapa merah), Macrocorpu (kelapa kelabu), Sakarina (kelapa manis) 2. Kelapa Genjah dengan varietas Eburnea (kelapa gading), varietas Regia (kelapa raja), Pumilia (kelapa punyuh), Pretiosa (kelapa raja Malabar)

29 3. Kelapa Hibrida Varietas Dalam Varietas ini berbatang tinggi dan besar, tingginya mencapai 30 meter atau lebih. Kelapa dalam mulai berbuah agak lambat, yaitu antara 6-8 tahun setelah tanam dan umurnya dapat mencapai 100 tahun lebih. Keunggulan varietas ini adalah : 1. Produksi kopranya sekitar 1 ton kopra/ha/tahun pada umur 10 tahun. 2. Produktivitasnya sekitar 90 butir/pohon/tahun. 3. Daging buah tebal dan keras dengan kadar minyak yang tinggi. 4. Lebih tahan terhadap hama dan penyakit Varietas Hibrida Kelapa varietas hibrida diperoleh dari hasil persilangan antara varietas genjah dengan varietas dalam. Hasil persilangan itu merupakan kombinasi sifat-sifat yang baik dari kedua jenis varietas asalnya. Sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh kelapa hibrida adalah : 1. Lebih cepat berbuah, sekitar 3-4 tahun setelah tanam. 2. Produksi kopra tinggi, sekitar 6-7 ton/ha/tahun pada umur 10 tahun. 3. Produktivitas sekitar 140 butir/pohon/tahun. 4. Daging tebal, keras, dan kandungan minyaknya tinggi. 5. Produktivitas tandan buah, sekitar 12 tandan, dan berisi sekitar butir kelapa, daging buahnya mempunyai ketebalan sekitar 1,5 centimeter.

30 Sentra Produksi Kelapa banyak terdapat di negara-negara Asia dan Pasifik yang menghasilkan ton atau sekitar 83 persen dari produksi dunia dengan luas ha pada tahun 2007 yang meliputi 15 negara 3, sedangkan sisanya tersebar di negaranegara Amerika, Afrika, dan negara Asia lainnya. Indonesia merupakan negara perkelapaan terluas ( ha pada tahun 2007) yang tersebar di Riau, Jateng, Jabar, Jatim, Jambi, Aceh, Sumut, Sulut, NTT, Sulteng,dan Maluku dengan produksi sebesar ton (Ditjen Perkebunan 2008) Aspek Strategis Komoditi Kelapa Kelapa merupakan tanaman yang mempunyai banyak manfaat dan mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi. Prospek ekonomi kelapa di Indonesia dapat dilihat dari dua aspek (Asnawi dan Darwis, 1985), pertama; dari aspek pemasaran internasional. Artinya bagaimanakah prospek harga kelapa dan produk-produknya di pasaran internasional dalam jangka panjang. Harga pasaran internasional sebagian besar ditentukan oleh keadaan permintaan dan penawaran. Penawaran sangat tergantung kepada jumlah produksi, sedang permintaan dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, selera dan lain sebagainya. Kedua; dari aspek pemasaran dalam negeri sendiri. Hal ini juga ditentukan oleh keadaan-keadaan permintaan dan penawaran. Dari segi permintaan, jumlah penduduk dan pendapatan 3 15 negara anggota Asian and Pasific Coconut Community, yaitu F.S Micronesia, Fiji, India, Indonesia, Kiribati, Malaysia, Marshall Island, Papua New Guinea, Philipina, Samoa, Solomon Islands, Sri Langka, Thailand, Vanuatu, dan Vietnam.

31 masyarakat akan menentukan tingkat permintaan tersebut. Sedang penawaran juga ditentukan oleh produksi dalam negeri dan impor dari luar negeri. Gambar 1 merupakan gambar pohon industri kelapa. Gambar ini memperlihatkan bagaimana setiap bagian dari tanaman kelapa mempunyai nilai ekonomis. Dari tiga bagian utama kelapa yaitu buah, batang, dan lidi (daun) dapat dibuat bermacam-macam produk dan terdiri dari berbagai tahap produksi yang menjelaskan model industri komoditi kelapa, dimana model komoditi merupakan suatu penjelasan formal dari suatu industri, pasar komoditi, dan unit perusahaan yang mencakup perilaku ekonomi, kebijakan, dan kelembagaan (Labys dalam Siregar, 1993). Gambar di bawah juga menunjukkan suatu model pasar, dimana setiap proses merupakan hubungan yang terintegrasi satu sama lain. Perumusan model industri komoditi kelapa Indonesia akan dibatasi pada masalah dan tujuan penelitian Analisis Penawaran Menurut Lipsey et al. (1995), jumlah yang akan dijual oleh perusahaan disebut kuantitas yang ditawarkan untuk komoditi itu. Kuantitas atau jumlah yang ditawarkan merupakan arus, yaitu banyaknya per satuan waktu. Satu hipotesis ekonomi yang mendasar adalah bahwa untuk kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan ditawarkan berhubungan secara positif, dengan faktor yang lain tetap sama. Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi, makin besar jumlah komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah komoditi yang ditawarkan.

32 Sumber : // (18 Juni 2009) Gambar 1. Pohon Industri Kelapa Kurva penawaran adalah penyajian penawaran dalam bentuk grafik skedul penawaran (supply schedule) yang menggambarkan jumlah yang akan dijual para produsen pada harga-harga alternatif komoditi tersebut. Kurva penawaran menunjukkan hubungann antara jumlah atau kuantitas yang ditawarkan dan harga, jika faktor lainnya tetap sama; kemiringan positif menunjukkan bahwa kuantitas atau jumlah yang ditawarkan bervariasi dalam arah yang sama dengan harga. Gambar 2 di bawah menunjukan kurva penawaran yang menggambarkan hubungan antara

33 kuantitas per periode dengan harga. Pergeseran kurva penawaran terjadi ketika faktorfaktor lain yang memengaruhi jumlah yang ditawarkan suatu perusahaan selain harga komoditi itu sendiri berubah, misalnya harga input, perubahan teknologi, harga komoditi lain, dan tujuan perusahaan (Lipsey et al, 1995). Harga S 1 S 0 S 2 Kuantitas per periode Sumber : Lipsey, 1995 Gambar 2. Kurva Penawaran 2.3. Pengertian Respons Penawaran Secara umum menurut Ali dan Abedullah (1998), respons produksi dari produsen sebuah komoditi diasumsikan merupakan fungsi dari harga yang diharapkan dari komoditi itu sendiri (P * t), harga yang diharapkan dari komoditi lain (P * jt), harga input ( ), dan faktor tetap ( ), atau dapat dituliskan sebagai berikut : Y * t = f (P * t, P * jt, W t, Z t, α *, β *, γ *, τ * ) (2.1) dimana : Y * t = tingkat produksi yang diharapkan dari petani suatu komoditi sebagai respons dari perubahan harga yang diharapkan pada waktu ke t.

34 α *, β *, γ *, τ * = parameter respons produksi dalam jangka panjang dari suatu komoditi sebagai respons terhadap harga sendiri, harga komoditi lain, harga input, dan faktor tetap. j = komoditi alternatif. Jika kita mengasumsikan petani mempunyai motivasi untuk memaksimunkan keuntungan, maka α * akan positif dan γ * akan negatif. Sedangkan β * akan positif jika komoditi bersangkutan dengan komoditi j bersifat komplementer, dan sebaliknya jika bersifat subtitusi maka akan bernilai negatif, atau mempunyai nilai nol jika tidak berkaitan. Sementara τ * akan bernilai positif atau nol tergantung peran dari input tetap tersebut terhadap produksi Respons Penawaran Kelapa Tanaman kelapa mempunyai karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan tanaman tahunan lainnya. Tanaman ini membutuhkan waktu untuk menghasilkan yang lebih lama dibandingkan dengan tanaman lainnya. Menurut Labys dalam Siregar (1993) tanaman kelapa membutuhkan waktu kurang lebih empat tahun dari menanam sampai dengan menghasilkan. Setelah itu tanaman kelapa dapat berproduksi terus-menerus sampai dengan umur tahun. Karakteristik demikian membuat tanaman kelapa mempunyai keterlambatan dalam respons produksinya.

35 Y 4 Sumber : Labys dalam Siregar, 1993 Tahun Gambar 3. Profil Hasil Kelapa Dalam jangka pendek respons produksi lebih kecil disebabkan karena perubahan dalam hal penggunaan satu atau lebih faktor input, sedangkan kapasitas produksi tetap. Sedangkan dalam jangka panjang, perubahan dalam kapasitas produksi itu dimungkinkan. Hal ini disebabkan karena dalam jangka panjang dimungkinkan untuk melakukan peremajaan tanaman kelapa dan menambah areal baru. Menurut Siregar (1993), perubahan areal baru dari tanaman kelapa dapat dituliskan sebagai berikut : X t = L t-4 + R t-4 - N t (2.2) dimana : X t L t-4 R t-4 = kapasitas produksi pada waktu t = luas areal peremajaan yang ditanam empat tahun lalu = luas areal tanam baru yang ditanam empat tahun yang lalu N t = luas areal yang berkurang dari tahun t dan tahun t-1 Persamaan (2.2) di atas menggambarkan bahwa kapasitas produksi dari tanaman kelapa berubah setiap tahunnya karena adanya perubahan areal baru. Oleh

36 karena itu, respons penawaran kelapa sulit untuk dilihat pengaruh jangka panajng dan jangka pendeknya yang disebabkan tidak adanya data yang sesuai dengan persyaratan teori respons penawaran Kajian Penelitian Terdahulu Rientje (1990) melakukan penelitian yang berjudul Analisis Permintaan dan Penawaran Kelapa di Indonesia dengan menggunakan data time series selama tahun Penelitian ini menggunakan persamaan simultan yang diestimasi dengan metode 2SLS (Two Stage Least Square). Permintaan kelapa dibedakan menjadi dua yaitu permintaan kelapa oleh konsumen dan permintaan kelapa untuk industri pengolahan. Hasilnya untuk permintaan kelapa oleh konsumen, variabel yang berpengaruh nyata adalah harga kopra dengan nilai elastisitas -0,22. Sedangkan yang tidak berpengaruh nyata adalah harga minyak kelapa sawit, pendapatan per kapita dan peubah dummy kebijakan pemerintah yang melarang ekspor kopra pada tahun Sementara permintaan untuk industri pengolahan kelapa, variabel yang berpengaruh nyata adalah harga kopra dengan elastisitas sebesar -0,20, harga minyak kelapa dengan elastisitas sebesar 1,24, dan jumlah perusahaan dengan elastisitas sebesar 0,6. Untuk penawaran kelapa penelitian Rientje (1990) juga menemukan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi kelapa adalah peubah dummy musim kemarau pada tahun 1972 dan tahun Hal ini disebabkan produksi kelapa sangat tergantung kepada ketersediaan air tanah sehingga pada musim kemarau

37 ketersediaan air tanah yang kurang menyebabkan produksi kelapa menjadi berkurang. Sementara itu variabel yang tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran kelapa adalah harga kopra. Hal ini disebabkan kelapa adalah tanaman yang berproduksi secara terus-menerus (tanpa musim) sehingga produksi kelapa kurang responsif terhadap harga. Selain itu, untuk tanaman kelapa yang sudah berumur lebih dari dua puluh tahun, petani mulai menerapkan sistem tanaman sela seperti padi, jagung, dan tanaman palawija lainnya bahkan juga untuk jenis tanaman industri seperti kopi dan kakao sehingga petani mendapatkan tambahan penghasilan dari tanaman-tanaman sela tersebut. Hal ini membuat petani kurang responsif terhadap perubahan harga yang terjadi. Variabel luas lahan juga tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran kelapa yang disebabkan program pemerintah untuk perluasan lahan tamanan untuk kelapa varietas dalam dan kelapa varietas hibrida belum optimal. Dan terakhir variabel tahun yang digunakan sebagai pendekatan untuk melihat perkembangan teknologi juga tidak berpengaruh nyata. Hal ini disebabkan program pemerintah seperti intensifikasi dan ekstensifikasi belum berpengaruh secara ekonomi terhadap penawaran kelapa. Siregar (1993) melakukan penelitian dengan judul Model Ekonometrika Penawaran Kelapa dan Ekspor Kopra Indonesia : Suatu Analisis Simulasi Kebijakan, dengan menggunakan data sekunder periode tahun Dalam penelitian tersebut dilakukan analisis simulasi alternatif kebijakan melalui pendekatan ekonometrika dan persamaan simultan. Dimana model diformulasikan menjadi tiga sektor yaitu sektor integrasi pasar kelapa dan kopra, sektor ekspor dan penawaran

38 domestik kopra, serta sektor integrasi pasar kelapa dan kopra domestik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku pengusaha dalam meningkatkan areal tanam dan produktivitas dipengaruhi oleh harga kopra, harga minyak goreng sawit, suku bunga dan tingkat upah. Tetapi produktivitas tanaman kelapa dalam jangka panjang hanya responsif terhadap perubahan harga riil kopra. Dalam jangka pendek dan jangka panjang harga kelapa domestik lebih responsif terhadap perubahan harga kopra domestik. Dengan kata lain perubahan harga kopra lebih memengaruhi tingkat harga kelapa dibanding perubahan harga kelapa terhadap tingkat harga kopra. Widianingsih (2001) melakukan penelitian yang berjudul Analisis hubungan Produksi Kelapa Varietas Dalam dengan Curah Hujan di PT. Perkebunan Wira Citespong Sukabumi dengan menggunakan analisis model fungsi transfer dan model ARIMA dengan peubah bebas curah hujan. Data yang digunakan berupa data bulanan produksi kelapa varietas dalam dan curah hujan dari tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode fungsi transfer dalam mengkaji hubungan antara produksi kelapa varietas dalam dan curah hujan tidak dapat digunakan untuk peramalan. Walaupun demikian metode transfer memberikan pedoman mengenai sejauh mana curah hujan secara kritis memengaruhi produksi kelapa. Sedangkan metode ARIMA dengan peubah bebas curah hujan memberikan model yang cukup sesuai untuk permodelan produksi kelapa varietas dalam. Oleh karena itu sampai saat ini model tersebut digunakan untuk peramalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan berpengaruh terhadap produksi kelapa

39 dalam. Model yang digunakan untuk melakukan peramalan produksi kelapa dalam tersebut adalah model ARIMA dengan peubah bebas curah hujan. Purwandari (2006) juga melakukan penelitian yang berjudul Analisis Respons Penawaran Kelapa di Pulau Jawa dengan menggunakan model distribusi beda kala penyesuaian Nerlove dengan persamaan tunggal regresi berganda. Peubah bebas yang digunakan untuk respons areal kelapa yaitu luas areal kelapa (t-1), harga kopra, harga padi, dan harga kacang hijau sedangkan untuk respons produktivitas adalah harga kopra, harga kacang hijau, harga jagung, harga padi, dan harga kacang tanah. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan deret waktu (time series) selama 20 tahun yaitu dari tahun 1984 sampai dengan tahun Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap respons areal kelapa di Pulau Jawa adalah harga riil kopra tahun sebelumnya, harga riil padi tahun sebelumnya, dan harga riil kacang hijau tahun sebelumnya. Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap respons produktivitas adalah variabel produktivitas kelapa tahun sebelumnya. Hasil dari respons areal kelapa di Pulau Jawa bertanda negatif baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan hasil dari respons produktivitas kelapa di Pulau Jawa juga bertanda negatif. Sementara respons penawaran kelapa di Pulau Jawa pada jangka pendek bertanda negatif.

40 2.6. Kerangka Pemikiran Kerangka Pemikiran Teoritis Respons Penawaran Di dalam ilmu ekonomi respons penawaran berarti variasi dari output pertanian dan luas areal dalam kaitannya dengan perubahan perubahan harga (Ghatak dan Ingersent, 1984). Jika kurva supply menggambarkan hubungan antara harga dan kuantitas dengan asumsi cateris paribus atau menganggap semua faktor lain konstan, maka respons penawaran menggambarkan respons output terhadap perubahan harga dengan tidak menahan faktor lain konstan Perubahan Jumlah Produksi Menurut Perubahan Areal dan Produktivitas Menurut Tomek dan Robinson (1987), hal-hal yang umumnya menyebabkan perubahan dalam hal produksi adalah perubahan harga input (faktor), perubahan tingkat profitabilitas komoditi alternatifnya, perubahan dalam teknologi yang memengaruhi baik produktivitas maupun biaya produksi atau efisiensi, dan perubahan harga dari komoditi yang diproduksi secara bersamaan (joint products). Adapun pendugaan respons penawaran sederhana dapat didekati melalui konsep bahwa jumlah produksi pertanian adalah hasil perkalian antara luas areal tanam dengan produktivitasnya (Gathak dan Ingersent, 1984). Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

41 . (2.3) dimana : Q A Y = Produksi = Areal =Produktivitas Dengan demikian, perubahan produksi dari petani kelapa dipengaruhi oleh perubahan dari luas areal dan perubahan produktivitas yang pada akhirnya memengaruhi penawaran kelapa, sedangkan luas areal dan produktivitas sendiri dipengaruhi oleh berbagai hal Respons Penawaran melalui Respons Areal dan Respons Produktivitas Konsep respons penawaran tercermin dalam elastisitas penawaran. Elastisitas penawaran ini mengukur ketanggapan kuantitas yang ditawarkan terhadap peubahpeubah yang memengaruhinya dengan nilai antara nol sampai tak terhingga. Menurut Lipsey et al (1995), ada beberapa hal penting yang patut diperhatikan mengenai konsep elastisitas. Jika kurva penawarannya vertikal jumlah yang ditawarkan tidak akan berubah dengan adanya perubahan harga elastisitas penawarannya sama dengan nol. Sebaliknya sebuah kurva penawaran yang horizontal memiliki elastisitas penawaran yang tingginya tak terhingga dimana penurunan harga sedikit saja dapat menurunkan jumlah yang akan ditawarkan oleh produsen dari

42 jumlah yang tak terhingga besarnya menjadi nol. Di antara kedua elastisitas penawaran yang ekstrim ini, terdapat berbagai variasi bentuk kurva penawaran. Pada umumnya produk pertanian memiliki elastisitas penawaran kurang dari satu (cenderung inelastis). Hal ini disebabkan pada saat permintaan turun, tanah, tenaga kerja, dan mesin yang ditujukan untuk pemakaian pertanian tidak ditransfer dengan cepat ke pemakaian bukan pertanian. Hal yang sebaliknya terjadi untuk kondisi yang berlawanan (Lipsey et all, 1995). Respons penawaran dapat diturunkan dari persamaan (2.3) dengan mengasumsikan baik luas areal maupun produktivitas mempunyai respons terhadap perubahan harga (Ghatak dan Ingersent, 1984). Dengan mendiferensiasikannya terhadap harga, maka diperoleh : (2.4) Dengan mengasumsikan tingkat pengembalian yang konstan (constant return to scale) dan kemudian membagi kedua ruas dengan Q/P, maka kita mendapatkan : / / /. / / / / / / /. / / (2.5) (2.6) maka : (2.7) dimana : e QP e AP = Elastisitas (respons) penawaran kelapa terhadap harga = Elastisitas (respons) areal tanam terhadap harga

43 e YP = Elastisitas (respons) produktivitas terhadap harga Respons Beda Kala (lag) dalam Komoditi Pertanian Salah satu karakteristik utama produk pertanian adalah adanya tenggang waktu antara menanam dan memanen yang disebut dengan gestation period atau beda kala (lag). Hasil yang diperoleh petani didasarkan pada perkiraan perkiraan periode mendatang dan pengalamannya di masa lalu. Apabila terjadi peningkatan harga output suatu komoditas pertanian pada saat tertentu maka peningkatan itu tidak akan segera diikuti oleh peningkatan areal dan produktivitas karena keputusan alokasi sumber daya telah ditetapkan petani pada saat sebelumnya. Respons petani terjadi setelah beda kala (lag) sebagai dampak perubahan harga input, output, dan kebijakan pemerintah. Menurut Edwards (1959) yang dikutip oleh Tomek dan Robinson (1989), fakta menunjukkan bahwa sumberdaya yang diperuntukkan bagi pertanian cenderung tetap digunakan terutama ketika kesempatan alternatif untuk pekerjaan terbatas sehingga dalam jangka pendek elastisitas harga sangatlah inelastis. Kondisi ini dinamakan kekakuan asset (asset fixity). Pada umunya petani tidak memberikan respons pada tahun bersamaan melainkan lebih respons terhadap harga yang diharapkan sehingga banyak dugaan elastisitas respons areal terhadap harga menghasilkan nilai yang sangat rendah. Dalam Gujarati (1978), disebutkan tiga alasan utama yang mendasari terjadinya hal tersebut :

44 1. Alasan Psikologis. Disebabkan oleh adanya kekuatan kebiasan atau kelembaman. Para petani biasanya enggan untuk melakukan perubahanperubahan karena pada umumnya terpaku pada tradisi atau kebiasaan lama. 2. Alasan teknis. Proses produksi pertanian membutuhkan waktu antara saat menanam dan saat memanen sehingga tergantung pada peubah-peubah beda kala (lag). Demikian pula introduksi teknik produksi baru memerlukan waktu untuk sampai diadopsi oleh petani dan sampai petani mahir dalam menggunakan teknik produksi baru sebelum pada akhirnya dapat meningkatkan produksi penawarannya. 3. Alasan kelembagaan. Perubahan tidak dapat terjadi begitu saja karena ada aturan atau kelembagaan yang mengikat seperti adanya perjanjian kontrak waktu produksi dan aturan-aturan yang bersifat kelembagaan lainnya Model Penyesuaian Parsial Nerlove Dari semua model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi respons penawaran produk pertanian, model Nerlove adalah salah satu model yang paling sukses dan banyak digunakan serta terus diuji oleh banyak studi untuk memperbaiki model ini (Braulke dalam Leaver, 2004). Berdasarkan Gujarati (1978), sebuah model dikatakan dinamis jika nilai berikutnya dari variabel dependen dipengaruhi oleh nilai pada periode sebelumnya. Bentuk yang tereduksi (reduced form) dari model Nerlove akan berbentuk model autoregressive karena model tersebut memasukkan nilai lag dari variabel dependen diantara variabel-variabel penjelasnya.

45 Nerlove dalam Koutsoyiannis (1977), mengemukakan bahwa output yang diinginkan pada periode t (A* t ), tergantung dari nilai peubah x pada waktu ke t, atau dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut : A* t = b 0 + b 1 X t + u t (2.8) Persamaan (2.8) tidak dapat diestimasi karena dalam persamaan tersebut masih terdapat variabel A* t yang tidak dapat diobservasi sehingga untuk mengatasinya maka kita harus membuat hipotesis yang merupakan suatu hipotesis perilaku penyesuaian parsial. A t A t-1 = δ(a* t A t-1 ) (2.9) 0 δ 1 dimana : A t A t-1 = Perubahan aktual dari output A* t A t-1 = Perubahan yang diharapkan dari output δ = Koefisien adjustment. Kemudian kita subtitusikan persamaan (2.8) ke dalam persamaan (2.9), maka kita akan mendapatkan : A t A t-1 = δ[(b 0 + b 1 X t + u t ) A t-1 ] (2.10) atau dapat ditulis : A t = (δb 0 ) + (δb 1 )X t + (1 δ)a t-1 + (δu t ) (2.11) sehingga bentuk reduced form-nya menjadi : A t = a 0 + a 1 X t + a 2 A t-1 + e t (2.12) dimana :

46 a 0 = δb 0 a 1 = δb 1 a 2 = (1 δ) e t = δu t Model Penyesuaian Parsial Nerlove adalah model autoregresif dimana salah satu variabel bebasnya adalah lag dari variabel terikatnya. Masalah yang terkandung di dalam pendugaan model autoregresif dengan menggunakan teknik estimasi OLS adalah variabel bebasnya bersifat stokastik berkorelasi dengan unsur kesalahannya dan terdapatnya serial korelasi dari unsur gangguannya. Jika penggunaan teknik estimasi OLS tetap dipaksakan, maka hasil penaksiran akan menghasilkan parameter yang tidak hanya bias, tetapi juga tidak konsisten; yaitu bahkan jika ukuran sampel meningkat secara tak terbatas, penaksir tidak akan mendekati nilai populasi sebenarnya (Juanda, 2008). Akan tetapi untuk model penyesuaian parsial berbeda. Dalam model ini e t = δu t, dimana 0 δ 1. Jika u t memenuhi semua asumsi dari regresi linear klasik, maka δu t juga. Jadi penaksiran OLS dari model penyesuaian parsial akan memberikan taksiran yang konsisten meskipun taksiran tadi cenderung bias untuk pendugaan dengan sampel yang relatif kecil. Secara intuitif, alasan untuk konsistensi ini adalah meskipun A t-1 tergantung pada u t-1, A t-1 tidak berhubungan dengan unsur kesalahan saat ini u t. Oleh karena itu, selama u t bebas secara serial, A t-1 akan juga bebas atau setidaknya tidak berkorelasi dengan u t, sehingga memenuhi salah satu asumsi penting

47 dari OLS, yaitu tidak ada korelasi antara variabel yang menjelaskan dengan unsur gangguan (distribusi yang stokastik) (Juanda, 2008). Berbeda halnya dengan model distributed lag yang lain, seperti Model Geometric Lag Koyck ataupun Model Ekspektasi Adaptif (Adaptive Expectation Model), model penyesuaian parsial Nerlove tidak mempunyai masalah-masalah yang telah disebutkan di atas. Sehingga kedua model tersebut (Model Geometric Lag Koyck dan Model Ekspektasi Adaptif) tidak dapat diestimasi dengan menggunakan teknik OLS biasa. Cara mengatasinya dapat dilakukan dengan cara menggunakan metode peubah instrumental ataupun metode kemungkinan maksimun. Namun dalam penelitian ini tidak dibahas mengenai penggunaan dan cara mengestimasi kedua metode tersebut Kerangka Pemikiran Konseptual Untuk menduga respons penawaran petani kelapa di Indonesia dapat didekati dengan menggunakan pendekatan perubahan produksi kelapa. Perubahan produksi kelapa dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan bahwa produksi adalah hasil perkalian antara luas areal dan produktivitas. Sebelumnya, diidentifikasi terlebih dahulu peubah-peubah bebas yang memengaruhi baik luas areal maupun produktivitas. Seperti yang telah dibahas di atas bahwa produk pertanian mempunyai respons beda kala (lag). Untuk itu dalam masing-masing model baik model luas areal maupun produktivitas dimasukkan peubah lag dari masing-masing variabel dependen

48 dengan menggunakan model Nerlove. Dari pendugaan parameter masing-masing model akan diperoleh respons areal kelapa dalam jangka pendek dan panjang dan respons produktivitas kelapa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Selanjutnya diestimasi respons (elastisitas) penawaran kelapa baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang di Indonesia. Respons Penawaran Kelapa di Indonesia Perubahan Produksi Kelapa melalui Luas Areal dan Produktivitas Peubah-peubah Bebas dari Luas Areal dan Produktivitas Kelapa Respon Beda Kala (lag) dalam Komoditi Pertanian Pendugaan Model Areal Kelapa menggunakan model Nerlove Pendugaan Model Produktivitas Kelapa menggunakan model Nerlove Respons Areal terhadap Harga Kelapa dalam jangka panjang dan pendek Respons Produktivitas terhadap Harga Kelapa dalam jangka panjang dan pendek Respons Penawaran Kelapa terhadap Harga Kelapa dalam jangka panjang dan pendek di Indonesia Implikasi Kebijakan Yang Relevan untuk Usaha Tani Kelapa Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian

49 2.7 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang ingin diuji dalam penelitian ini antara lain : 1. Variabel yang berpengaruh secara positif terhadap respons luas areal adalah luas areal tahun lalu, harga riil kopra tahun lalu, dan tingkat curah hujan ratarata. Sedangkan variabel yang berpengaruh secara negatif terhadap respons luas areal adalah harga riil minyak goreng CPO tahun lalu, harga riil pupuk rata-rata tahun lalu, tingkat upah riil tahun lalu, harga riil pestisida tahun lalu, dan tingkat suku bunga riil modal kerja tahun lalu. 2. Variabel yang berpengaruh secara positif terhadap respons produktivitas antara lain produktivitas tahun lalu, harga riill kopra tahun lalu, curah hujan, dan variabel tren waktu sebagai variabel proxy dari perkembangan teknologi. Sementara untuk variabel yang berpengaruh secara negatif terhadap respons produktivitas antara lain harga riil pupuk rata-rata tahun lalu, tingkat upah riil tahun lalu, harga riil pestisida tahun lalu. 3. Elastisitas penawaran kelapa di Indonesia bersifat inelastis positif terhadap harga output baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.

50 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang dipergunakan adalah data time series berjumlah 36 observasi dari tahun 1971 sampai dengan tahun Tetapi karena model dalam penelitian ini menggunakan lag, maka jumlah observasi penelitian ini berkurang menjadi 35 buah. Data-data tersebut diperoleh dari berbagai sumber antara lain Badan Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, Asian and Pacific Coconut Community (APCC), Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan Bogor, serta sumber dan referensi pustaka yang lain yang relevan dengan tujuan penelitian ini Metode Analisis Dalam menganalisis respons penawaran kelapa dalam penelitian ini, digunakan metode analisis model penyesuaian parsial Nerlove yang sering digunakan untuk studi mengenai respons penawaran berbagai komoditi berupa persamaan tunggal regresi berganda dengan fungsi Double Natural Logaritma atau Logaritma Natural (ln) Ganda dengan menggunakan teknik estimasi Ordinary Least Square (OLS). Permasalahan dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika. Untuk mempermudah dalam pengolahan data dalam penelitian ini maka, data-data yang

51 sudah didapatkan dikelompokkan terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan perhitungan dengan meggunakan program Microsoft excel 2007 dan kemudian diolah dengan menggunakan software Eviews Model Ekonometrika Model Respons Areal Produksi dari kelapa dipengaruhi oleh luas areal dan produktivitasnya. Sehingga untuk mengetahui respons penawaran dari kelapa kita harus menganalisis respons areal dan respons produktivitas melalui variabel-variabel yang memengaruhinya. Variabel yang memengaruhi respons areal kelapa antara lain luas areal kelapa tahun sebelumnya, harga riil kopra tahun sebelumnya, harga riil minyak goreng CPO tahun sebelumnya, harga pupuk rata-rata tahun sebelumnya, harga pestisida tahun sebelumnya, upah buruh tahun sebelumnya, tingkat suku bunga modal kerja riil tahun sebelumnya, dan tingkat curah hujan rata-rata di Indonesia tahun sebelumnya. Model Respons Areal Kelapa di Indonesia : A t = a 0 + a 1 A t-1 + a 2 HKPR t-1 + a 3 HMCPO t-1 + a 4 HPUP t-1 + a 5 HPEST t-1 + a 6 WAGE t-1 + a 7 RAIN t-1 + a 8 I t-1 + u t (3.1) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural ganda (ln-ln) : ln A t = ln a 0 + a 1 lna t-1 + a 2 lnhkpr t-1 + a 3 lnhmcpo t-1 + a 4 lnhpup t-1 + a 5 lnhpest t-1 + a 6 lnwage t-1 + a 7 lnrain t-1 + a 8 I t-1 + u t (3.2)

52 Model Respons Produktivitas Variabel-variabel yang memengaruhi produktivitas antara lain produktivitas tahun sebelumnya, harga riil kopra, harga rata-rata pupuk, harga pestisida, upah buruh, curah hujan rata-rata di Indonesia, dan tren waktu sebagai proxy dari perkembangan teknologi. Model Respons Produktivitas : Y/A t = b 0 + b 1 Y/A t-1 + b 2 HKPR t + b 3 HPUP t + b 4 HPEST t + b 5 WAGE t + b 6 RAIN t + b 7 T + U t (3.3) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural ganda (ln-ln) : lny/a t = lnb 0 + b 1 lny/a t-1 + b 2 lnhkpr t + b 3 lnhpup t + b 4 lnhpest t dimana : + b 5 lnwage t + b 6 lnrain t + b 7 T + U t (3.4) A Y/A = luas areal tanam kelapa (ha) = produktivitas kelapa (ton/ha) HKPR = harga riil kopra (Rp/kg) HMCPO = harga riil minyak goreng CPO domestik (Rp/kg) HPUP = harga riil rata-rata pupuk (Rp/kg) HPEST= harga riil pestisida (Rp/ltr) WAGE= upah riil buruh industri (Rp/HOK) I = tingkat suku bunga riil (%) RAIN = curah hujan tahunan rata-rata (mm/tahun) T = Trend waktu sebagai variabel proxy terhadap perkembangan teknologi.

53 3.4. Estimasi Respons Penawaran Berdasarkan respons areal dan produktivitas, respons penawaran jangka pendek dan jangka panjang dapat diduga. Respons atau pengaruhnya tersebut dapat dilihat melalui melaui elastisitas responsnya yang sesuai dengan persamaan (2.6) yaitu : Respons penawaran kelapa terhadap harga sendiri (e QP ) dapat diduga secara tidak langsung dengan menduga respons areal terhadap harga sendiri (e AP ), serta respons produktivitas terhadap harga sendiri (e YP ). Nilai elastisitas jangka pendek dapat diketahui secara langsung dari besaran koefisien regresi karena model menggunakan fungsi ln-ln. Sedangkan nilai elastisitas jangka panjang dapat diduga dari nilai elastisitas jangka pendek pada model beda kala (Koutsoyiannis, 1977). Elastisitas respons areal panen dan produktivitas dari fungsi linear berganda ln-ln dapat dihitung sebagai berikut: 1. Elastisitas Respons Areal ln (3.5) ln 1 1 (3.6) 2. Elastisitas Respons Produktivitas ln (3.7) ln

54 1 1 (3.8) dimana : E SR E LR A Y X i d b t-1 = Elastisitas jangka pendek = Elastisitas jangka panjang = Luas Areal = produktivitas = peubah bebas ke i = (1-b t-1 ) = Koefisien penyesuaian (adjustment coefficient) = koefisien lag luas areal maupun produktivitas Evaluasi Model Uji Kriteria ekonomi Uji kriteria ekonomi dilakukan dengan melihat besaran dan tanda parameter yang diestimasi, apakah sesuai dengan teori / keadaan atau tidak Uji Kriteria Statistik Uji kriteria statistik dilakukan sebagai berikut : 1. Uji Koefisien Determinasi (R 2 / R 2 adjusted) Uji Koefisien Determinasi (R 2 / R 2 adjusted) digunakan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel-variabel bebas dalam suatu model untuk menjelaskan variabel terikatnya. Nilai R 2 / R 2 adjusted berkisar antara 0

55 sampai dengan 1, semakin mendekati 1 maka model semakin baik. Untuk menghitung koefisien determinasi dapat dilakukan dengan rumus : dimana : 2 ESS TSS = Explained sum of squares, = Total sum of squares. 2. Uji t Uji t merupakan kriteria statistik untuk melihat signifikansi variabel bebas tertentu memengaruhi variabel dependen (terikat)nya. Koefisien penduga ini (uji t) perlu berbeda dari nol secara signifikan atau P-Valuenya sangat kecil. Pengujian parsial ini (uji t) dapat dilihat dari nilai probabilitas t- statistiknya. Uji Satu Arah : H 0 : b i = 0 H 1 : b i > 0 atau b i < 0 tolak H 0 jika > t α artinya, variabel signifikan berpengaruh nyata pada taraf α. Uji Dua Arah H 0 : b i = 0 H 1 : b i 0 tolak H 0 jika > t α/2 artinya, variabel signifikan berpengaruh nyata pada taraf α.

56 3. Uji F Uji ini dilakukan untuk melihat apakah semua koefisien regresi berbeda dengan nol atau dengan kata lain bahwa model tersebut dapat diterima. Hipotesis yang diuji dari pendugaan persamaan adalah variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Pada Uji F, hipotesis yang diuji adalah : H 0 : b 1 = b 2 =... = b i = 0 H 1 : minimal ada salah satu b i 0 Uji F ini dilakukan dengan membandingkan nilai taraf nyata (α) yang ditetapkan dan nilai probabilitas F-statistiknya. Dari uji F tersebut dapat diketahui suatu model dapat diterima atau tidak. Kriteria Uji : Probability F-Statistic < taraf nyata (α), maka tolak H 0 Probability F-Statistic > taraf nyata (α), maka terima H 0 Jika uji F tolak H 0 atau terima H 1, maka dapat disimpulkan minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya dan model yang digunakan dapat diterima. Sebaliknya jika dalam uji F terima H 0 atau tolak H 1 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikatnya dan model tidak layak digunakan.

57 Uji Kriteria Ekonometrika 1. Multikolinearitas Multikolinearitas mengacu pada kondisi dimana terdapat korelasi linear di antara variabel bebas sebuah model. Jika dalam suatu model terdapat multikolinear akan menyebabkan nilai R 2 yang tinggi dan lebih banyak variabel bebas yang tidak signifikan daripada variabel bebas yang signifikan atau bahkan tidak ada satupun. Masalah multikolinearitas dapat dilihat melalui correlation matrix, dimana batas tidak terjadi korelasi sesama variabel yaitu dengan uji Akar Unit sesama variabel bebas adalah tidak lebih dari 0,80 (Gujarati, 1978). Melalui correlation matrix ini dapat pula digunakan Uji Klein dalam mendeteksi multikolinearitas. Apabila terdapat nilai korelasi yang lebih dari 0.80, maka menurut uji Klein multikolinearitas dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut tidak melebihi nilai R-squared Adjusted atau R 2 -nya. 2. Heteroskedastisitas Kondisi heteroskedastisitas merupakan kondisi yang melanggar asumsi dari regresi linear klasik. Heteroskedastisitas menunjukkan nilai varian dari variabel bebas yang berbeda, sedangkan asumsi yang dipenuhi dalam linear klasik adalah mempunyai varian yang sama (konstan) / homoskedastisitas. Pengujian masalah heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity Test (Gujarati, 1978). Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probabilitas Obs*R-squared-nya.

58 H 0 : δ = 0 H 1 : δ 0 Kriteria Uji : Probability Obs*R-squared < taraf nyata (α), maka terima H 0 Probability Obs*R-squared > taraf nyata (α), maka tolak H 0 Jika hasil menunjukkan tolak H 0 maka persamaan tersebut tidak mengalami gejala heteroskedastisitas. Begitu sebaliknya, jika terima H 0 maka persamaan tersebut mengalami gejala heteroskedastisitas. 3. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang. Masalah autokorelasi dapat diketahui dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. H 0 : τ = 0 H 1 : τ 0 Kriteria uji : Probability Obs*R-squared < taraf nyata (α), maka terima H 0 Probability Obs*R-squared > taraf nyata (α), maka tolak H 0 Apabila nilai probabilitas Obs*R-squared-nya lebih besar dari taraf nyata tertentu (tolak H 0 ), maka persamaan itu tidak mengalami autokorelasi. Bila nilai Obs*R-squared-nya lebih kecil dari taraf nyata tertentu (terima H 0 ), maka persamaan itu mengalami autokorelasi.

59 4. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan jika sampel yang digunakan kurang dari 30. Uji ini berguna untuk melihat error term apakah terdistribusi secara normal. Uji ini disebut uji Jarque-bera test. Pengujian ini dilakukan dengan cara melihat probability Jarque-bera Test. H 0 : error term terdistribusi normal H 1 : error term tidak terdistribusi normal Kriteria uji : Probability (P-Value) < taraf nyata (α), maka tolak H 0 Probability (P-Value) > taraf nyata (α), maka terima H 0 Jika terima H 0, maka persamaan tersebut tidak memiliki error term terdistribusi normal dan sebaliknya, jika tolak H 0 (terima H 1 ) maka persamaan tersebut memiliki error term yang terdistribusi normal Definisi dan Pengukuran Variabel-Variabel Luas Areal (A) Dalam penelitian ini luas areal yang digunakan adalah luas areal tanam seluruh perkebunan kelapa di Indonesia, diukur dalam satuan hektar. Harga riil Kopra (HKPR)

60 Variabel harga kelapa didekati dengan harga rata-rata kopra di tingkat produsen dibagi dengan indeks harga pedagang besar. Alasannya saat ini pengolahan kelapa masih didominasi oleh kopra. Diukur dalam satuan Rupiah per kilogram. Harga riil Minyak Goreng CPO (HMCPO) Minyak goreng CPO adalah barang subtitusi dari minyak kelapa. Harga riil minyak goreng CPO didekati dengan harga rata-rata minyak goreng CPO di tingkat produsen dibagi dengan indeks harga pedagang besar, diukur dalam satuan Rupiah per kilogram. Curah Hujan (RAIN) Variabel curah hujan digunakan dalam penelitian ini karena petani kelapa di Indonesia jarang mengairi tanamannya melalui irigasi, sehingga sumber air utama dari tanaman ini adalah dari air hujan. Variabel ini didekati dengan tingkat curah hujan rata-rata di Indonesia dan diukur dalam satuan millimeter per tahun. Tingkat Suku Bunga riil Variabel ini dimasukkan dalam model karena suku bunga adalah biaya dari meminjam modal dimana perkebunan kelapa di Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat yang umumnya kesulitan dalam masalah permodalan. Variabel ini didekati dengan tingkat suku bunga modal kerja nominal dikurangi dengan tingkat inflasi dan diukur dalam satuan persen. Produktivitas (Y/A) Variabel produktivitas diukur dengan jumlah rata-rata produksi kelapa di Indonesia dibagi dengan satuan luas areal kelapa, diukur dalam satuan ton per hektar.

61 Harga riil rata-rata pupuk (HPUP) Variabel ini didapatkan dengan cara merata-ratakan harga pupuk urea, pupuk SP36, dan pupuk KCL kemudian dibagi dengan menggunakan indeks harga pedagang besar. Ketiga jenis pupuk ini adalah pupuk yang paling dominan yang dipakai oleh petani kelapa. Variabel ini diukur dengan satuan Rupiah per kilogram. Harga riil Pestisida (HPEST) Variabel ini didekati dengan harga pestisida dibagi dengan indeks harga pedagang besar. Variabel ini diukur dengan satuan Rupiah per liter. Upah riil Buruh (WAGE) Variabel upah buruh disini adalah upah buruh di pedesaan di luar keluarga dibagi dengan indeks harga pedagang besar. Variabel ini diukur dengan satuan Rupiah per HOK. Teknologi Dalam penelitian ini variabel yang digunakan untuk memproxy dari perkembangan teknologi adalah variabel tren waktu dimana angka 0, 1, 2,... dari tahun awal penelitian Spesifikasi Harga Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam membuat spesifikasi harga adalah memilih peubah harga yang relevan dan mempunyai arti ekonomi. Menurut Askari dan Cummings (1977), peubah harga yang sering digunakan dalam penelitian jenis ini adalah :

62 1. Harga yang diterima petani (harga nominal). 2. Harga yang diterima petani dideflasi dengan suatu indeks harga konsumen. 3. Harga yang diterima petani dideflasi dengan indeks harga input. 4. Harga yang diterima petani yang dideflasi dengan indeks harga komoditas relatif. Adapun jenis harga yang dipilh tergantung dari alasan petani untuk meningkatkan produksi atau komoditas tertentu. Alasan yang perlu diperhatikan antara lain adalah (Askari dan Cummings, 1977) : 1. Petani ingin meningkatkan produksinya untuk meningkatkan konsumsi komoditas yang dibudidayakan. 2. Petani ingin meningkatkan produksinya untuk mempertahankan tingkat konsumsi atas komoditas tersebut seiring dengan meningkatnya harga input. 3. Petani ingin meningkatkan produksinya untuk menaikkan tingkat konsumsinya atas barang-barang lain. 4. Petani ingin meningkatkan produksinya untuk menaikkan tingkat konsumsi terhadap barang-barang lain jika harga barang-barang lain tersebut naik. Alasan yang relevan yang digunakan petani dalam penelitian ini diasumsikan adalah alasan ketiga dan keempat. Untuk itu peubah harga yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga riil yaitu harga nominal yang dideflasi dengan menggunakan indeks harga konsumen (IHPB) pada tahun dasar yaitu tahun 2000 (IHPB 2000 = 100).

63 IV. PERKEMBANGAN KOMODITAS KELAPA 4.1. Perkembangan Areal Kelapa Areal pertanaman kelapa di Indonesia merupakan yang terluas di dunia, dengan pangsa 31,5 persen dari total luas areal kelapa di dunia. Peringkat dua diduduki oleh Filipina (27,4 persen), disusul India (19,9 persen), dan Sri Lanka (3,2 persen). Namun dari segi produksi ternyata Indonesia hanya menduduki peringkat kedua setelah Filipina (Gambar 6). Hal ini membuktikan bahwa produktivitas kelapa di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Di Indonesia sendiri areal pertanaman kelapa tersebar di seluruh wilayah kepulauan. Pada tahun 2007, luas areal kelapa Indonesia mencapai 3,79 juta ha (Gambar 5.), yakni terdistribusi di Pulau Sumatera (33,4 persen), Pulau Jawa (22,4 persen), Nusa Tenggara (7,85 persen), Pulau Kalimantan (7,53 persen), Pulau Sulawesi (19,8 persen) dan Maluku dan Papua (9,06 persen). Produk utama yang dihasilkan di wilayah Sumatera adalah kopra dan minyak; di Jawa kelapa butir; Bali, NTB dan NTT kelapa butir dan minyak; Kalimantan kopra; Sulawesi minyak; Maluku dan Papua kopra. Komposisi keadaan tanaman secara national meliputi : Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) seluas 14,5 persen (0,55 juta ha), Tanaman Menghasilkan (TM) seluas 73,6 persen (2,79 juta ha), dan Tanaman Tidak Menghasilkan atau Tanaman Rusak (TTM/TR) seluas 11,9 persen (0,45 juta ha). Jumlah pabrik minyak kelapa di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 564 unit dengan kapasitas tahunannya mencapai MT. Persebarannya antara lain

64 Pulau Sumatera 226 unit, Pulau Jawa 127 unit, Pulau Kalimantan 89 unit, Pulau Sulawesi 48 unit, dan wilayah Indonesia lainnyaa sebanyak 74 unit (Gambar 7). Luas Areal Kelapa Luas Areal Kelapa Sumber : Ditjenbun, Departemen Pertanian, 2008 Gambar 5. Persebaran Areal Kelapaa di Indonesia Tahun Produksi Kopra Indonesia Filipina India Sri Lanka Negara Lainnya Produksi Kopra Sumber : APCC dan FAO, 2008 Gambar 6. Produksi Kopra Beberapa Negaraa Tahun 2007

65 Jumlah Pabrik M.Kelapa Jumlah Pabrik M.Kelapaa Sumber : Departemen Perindustrian, 2008 Gambar 7. Jumlah Pabrik Minyak Kelapa di Indonesia Tahun 2007 Kapasitas Pabrik Kapasitas Pabrik Sumber : Departemen Perindustrian, 2008 Gambar 8. Kapasitas Pabrik Minyak Kelapa di Indonesia Tahun 2007.

ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H

ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H ANALISIS RESPONS PENAWARAN KELAPA DI INDONESIA PADA PERIODE 1971-2006 OLEH THOMSON MARGANDA SIANIPAR H14050232 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KAKAO DI INDONESIA OLEH SUNDORO ARY ARMANDA H14053975 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS RESPON PENAWARAN KOMODITAS JAGUNG DALAM RANGKA MENCAPAI SWASEMBADA JAGUNG DI INDONESIA OLEH : GRACE SINTARI SIREGAR H

ANALISIS RESPON PENAWARAN KOMODITAS JAGUNG DALAM RANGKA MENCAPAI SWASEMBADA JAGUNG DI INDONESIA OLEH : GRACE SINTARI SIREGAR H ANALISIS RESPON PENAWARAN KOMODITAS JAGUNG DALAM RANGKA MENCAPAI SWASEMBADA JAGUNG DI INDONESIA OLEH : GRACE SINTARI SIREGAR H14050755 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H14053612 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONESIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWARAN OLEH I MADE SANJAYA H

PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONESIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWARAN OLEH I MADE SANJAYA H PROYEKSI PENAWARAN TEBU INDONES SIA TAHUN 2025 : ANALISIS RESPON PENAWA ARAN OLEH I MADE SANJAYA H14053726 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMENN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PROYEKSI

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H

DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H DAMPAK KEBIJAKAN PERDAGANGAN DI SEKTOR INDUSTRI CPO TERHADAP KESEIMBANGAN PASAR MINYAK GORENG SAWIT DALAM NEGERI OLEH WIDA KUSUMA WARDANI H14104036 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H

ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H ANALISIS PRODUKTIVITAS INDUSTRI BAN INDONESIA PERIODE 1984-2003 (Melalui Pendekatan Total Factor Productivity) OLEH STUTI ANINDITA H14102061 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perkebunan didalam perekonomian di Indonesia memiliki perananan yang cukup strategis, antara lain sebagai penyerapan tenaga kerja, pengadaan bahan baku untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H

ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H ANALISIS TOTAL FAKTOR PRODUKTIVITAS PADA INDUSTRI TANAMAN PANGAN DI INDONESIA PERIODE 1985 2004 OLEH: DIYAH KUSUMASTUTI H14101088 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tidak terlepas dari perekenomian yang berbasis dari sektor pertanian. Hal ini karena sektor pertanian, masih tetap memegang peranan penting yakni sebagai

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

ANALISIS RESPONS PENAWARAN PADI DAN PERMINTAAN INPUT PADI DI INDONESIA PERIODE OLEH RENNY FITRIA SARI H

ANALISIS RESPONS PENAWARAN PADI DAN PERMINTAAN INPUT PADI DI INDONESIA PERIODE OLEH RENNY FITRIA SARI H ANALISIS RESPONS PENAWARAN PADI DAN PERMINTAAN INPUT PADI DI INDONESIA PERIODE 1969-2006 OLEH RENNY FITRIA SARI H14051387 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode ) OLEH M. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PERMINTAAN TEPUNG TERIGU DI INDONESIA (Periode 1982-2003) OLEH M. FAHREZA H14101011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MINYAK GORENG SAWIT DI INDONESIA OLEH M. FAJRI FIRMAWAN H14104120 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu komoditas yang bisa diandalkan sebagai sentra bisnis yang menggiurkan. Terlebih produk-produk tanaman perkebunan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN CENGKEH INDUSTRI ROKOK KRETEK DI INDONESIA OLEH: ROYAN AGUSTINUS SIBURIAN A14301041 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A

PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK. Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A PERAMALAN PRODUKSI DAN KONSUMSI UBI JALAR NASIONAL DALAM RANGKA RENCANA PROGRAM DIVERSIFIKASI PANGAN POKOK Oleh: NOVIE KRISHNA AJI A14104024 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA. Oleh DEKY KURNIAWAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI SEPEDA MOTOR DI INDONESIA Oleh DEKY KURNIAWAN H14103122 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEBEL DAN KERAJINAN ROTAN INDONESIA KE JEPANG OLEH IKA VIRNARISTANTI H14084011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI MOBIL DI INDONESIA OLEH ANINDITO AJIRESWARA H14050754 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H14052235 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN RIZA

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA. Oleh: JUMINI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN BAWANG PUTIH IMPOR DI INDONESIA Oleh: A 14105565 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI LABA P.T. ASURANSI TAKAFUL KELUARGA OLEH DIAN ASTRIA H14050603 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 2 RINGKASAN DIAN

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR MAKRO YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PEMERINTAH DARI CUKAI HASIL TEMBAKAU OLEH SRI BAHADURI M E TAMBUNAN H14102011 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mempunyai kekayaan alam yang salah satunya berupa hasil pertanian yang melimpah. Kekayaan alam dari sektor pertanian ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya sebagian besar adalah petani. Sektor pertanian adalah salah satu pilar dalam pembangunan nasional Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO

ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING. Oleh: BEDY SUDJARMOKO ANALISIS EFISIENSI RELATIF KOMODITAS KELAPA PADA LAHAN PASANG SURUT DAN LAHAN KERING Oleh: BEDY SUDJARMOKO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK BEDY SUDJARMOKO. Analisis Efisiensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN INDUSTRI KECAP DI INDONESIA OLEH RINA MARYANI H14103070 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 RINGKASAN RINA MARYANI. Analisis

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN 1980-2007 Oleh HARIYANTO H14084006 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dilihat dari Sumber Daya Alam (SDA) dan iklimnya, Indonesia memiliki keunggulan dalam bidang pertanian dan perkebunan. Salah satu keunggulan sebagai produsen

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris menunjukkan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendukung perekonomian nasional, terutama sebagai sumber bahan

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H

ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H ANALISIS INPUT-OUTPUT PERANAN INDUSTRI MINYAK GORENG DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA OLEH: NURLAELA WIJAYANTI H14101038 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

KELAPA. (Cocos nucifera L.)

KELAPA. (Cocos nucifera L.) KELAPA (Cocos nucifera L.) Produksi tanaman kelapa selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, juga diekspor sebagai sumber devisa negara. Tenaga kerja yang diserap pada agribisnis kelapa tidak sedikit,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H i ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN EKSPOR BATUBARA INDONESIA DI PASAR JEPANG OLEH ROCHMA SUCIATI H14053157 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

ANALISIS RESPONS PRODUKSI, PERMINTAAN DOMESTIK DAN PENAWARAN EKSPOR KOPI ROBUSTA INDONESIA OLEH MEIKHAL SAPUTRA H

ANALISIS RESPONS PRODUKSI, PERMINTAAN DOMESTIK DAN PENAWARAN EKSPOR KOPI ROBUSTA INDONESIA OLEH MEIKHAL SAPUTRA H ANALISIS RESPONS PRODUKSI, PERMINTAAN DOMESTIK DAN PENAWARAN EKSPOR KOPI ROBUSTA INDONESIA OLEH MEIKHAL SAPUTRA H14050518 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KEDELAI INDONESIA OLEH POPY ANGGASARI H14104040 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA OLEH IRMA KOMALASARI H14104044 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Penawaran dan Kurva Penawaran Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... i iv v vi vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan keanekaragaman sumberdaya hayati yang tinggi. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menyumbang devisa negara yang

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas ini mendapatkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Musyawarah perencanaan pembangunan pertanian merumuskan bahwa kegiatan pembangunan pertanian periode 2005 2009 dilaksanakan melalui tiga program yaitu :

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT

ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT ANALISIS PENGARUH KEBIJAKAN UPAH MINIMUM PROPINSI (UMP) TERHADAP INVESTASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) JAWA BARAT Oleh : ROLAS TE SILALAHI A14304008 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)

ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA) DITA FIDIANI H14104050 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

VI. SIMPULAN DAN SARAN

VI. SIMPULAN DAN SARAN VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya maka dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain: 1. Selama tahun 1999-2008, rata-rata tahunan harga minyak telah mengalami peningkatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia karena merupakan tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia. Lebih dari setengah angkatan kerja

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah ruah dan beraneka ragam. Hal ini tampak pada sektor pertanian yang meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA

ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA ANALISIS NILAI TAMBAH, EFISIENSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OUTPUT INDUSTRI KECIL DAN KERAJINAN RUMAH TANGGA (IKKR) DI INDONESIA OLEH DIAH ANANTA DEWI H14084022 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A

ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER. Oleh : ERWIN FAHRI A ANALISIS ALIRAN PERDAGANGAN TEH INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER Oleh : ERWIN FAHRI A 14105542 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA Tria Rosana Dewi dan Irma Wardani Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Islam Batik Surakarta Email : triardewi@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG Edisi Kedua Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2007 AGRO INOVASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia adalah komoditas kopi. Disamping memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar

Lebih terperinci